• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis defleksi batas proporsional dan maksimum panel cross laminated timber kayu sengon (paraserianthes falcataria l. Nielsen) dan kayu manii (maesopsis eminii engl.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis defleksi batas proporsional dan maksimum panel cross laminated timber kayu sengon (paraserianthes falcataria l. Nielsen) dan kayu manii (maesopsis eminii engl.)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DEFLEKSI BATAS PROPORSIONAL DAN

MAKSIMUM PANEL

CROSS LAMINATED TIMBER

KAYU

SENGON (

Paraserianthes falcataria

L. Nielsen) DAN KAYU

MANII (

Maesopsis eminii

Engl.)

MUHAMAD SETIAWAN PANGALE

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Defleksi Batas Proporsional dan Maksimum Panel Cross Laminated Timber Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) dan Kayu Manii (Maesopsis eminii Engl.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

MUHAMAD SETIAWAN PANGALE. Analisis Defleksi Batas Proporsional dan Maksimum Panel Cross Laminated Timber Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) dan Kayu Manii (Maesopsis eminii Engl.). Dibimbing oleh SUCAHYO SADIYO.

Cross Laminated Timber (CLT) merupakan papan laminasi yang pada saat ini sudah dapat digunakan sebagai komponen bangunan rumah, dek jembatan, hingga struktur utama gedung bertingkat. Tujuan penelitian ini untuk menentukan besar pengaruh kombinasi tebal dan orientasi sudut lamina terhadap defleksi pada batas proporsional dan maksimum panel CLT menggunakan sambungan paku dan perekat. Data mekanis yang diolah yaitu besar beban dan defleksi pada batas proporsional dan maksimum dari kurva gaya-defleksi panel CLT yang dibebani lentur statis. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan kombinasi tebal dan orientasi sudut tidak mempengaruhi defleksi untuk setiap jenis panel CLT. Defleksi memiliki nilai kisaran yang kecil sehingga sulit untuk menentukan faktor yang mempengaruhi besar defleksi tersebut. Selain itu berdasarkan seluruh hasil yang didapat bahwa pada penggunaan sambungan panel CLT, perekat merupakan sambungan yang paling stabil dibandingkan sambungan paku.

Kata kunci: batas maksimum, batas proporsional, beban, CLT, defleksi

ABSTRACT

MUHAMAD SETIAWAN PANGALE. Deflection Analysis at The Proportional and Maximum Limit on Cross Laminated Timber from Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) and Manii (Maesopsis eminii Engl.). Supervised by SUCAHYO SADIYO.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

ANALISIS DEFLEKSI BATAS PROPORSIONAL DAN

MAKSIMUM PANEL

CROSS LAMINATED TIMBER

KAYU

SENGON (

Paraserianthes falcataria

L. Nielsen) DAN KAYU

MANII (

Maesopsis eminii

Engl.)

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Defleksi Batas Proporsional dan Maksimum Panel Cross Laminated Timber Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) dan Kayu Manii (Maesopsis eminii Engl.)

Nama : Muhamad Setiawan Pangale NIM : E24100104

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Sucahyo Sadiyo, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhnahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini adalah Analisis Defleksi Batas Proporsional dan Maksimum Panel Cross Laminated Timber Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) dan Kayu Manii (Maesopsis eminii Engl.).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Sucahyo Sadiyo, MS selaku pembimbing, serta saudari Faitha Hanun yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Irfan selaku Laboran Bagian Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu - Departemen Hasil Hutan (DHH), Agnes Samuel Lumbanraja, Rifky Faishal, Prisca Christian Permata Sari, dan teman Angkatan 47 Fakultas Kehutanan IPB khususnya teman-teman DHH yang selalu mendukung dan membantu hingga karya ilmiah ini selesai. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Bahan dan Alat 2

Metode Penelitian 2

Prosedur Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Kerapatan 4

Kadar Air 5

Beban pada Batas Proporsional dan Maksimum 6

Defleksi pada Batas Proporsional dan Maksimum 9

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 15

(10)

DAFTAR GAMBAR

1. Bentuk papan laminasi silang berdasarkan penyusunan orientasi sudut

lamina (0°, 30°, 45°, 60°, dan 90°) 3

2. Kurva gaya-sesaran uji lentur panel CLT 4

3. Kerapatan panel CLT kayu sengon dan manii menurut alat sambung 4 4. Kadar air panel CLT kayu sengon dan manii menurut alat sambung 5 5. Pola rataan beban pada batas proporsional panel CLT kayu sengon 6 6. Pola rataan beban pada batas proporsional panel CLT kayu manii 7 7. Pola rataan beban pada batas maksimum panel CLT kayu sengon 8 8. Pola rataan beban pada batas maksimum panel CLT kayu manii 9 9. Pola rataan defleksi pada batas proporsional panel CLT kayu sengon 10 10.Pola rataan defleksi pada batas proporsional panel CLT kayu manii 10 11.Pola rataan defleksi pada batas maksimum panel CLT kayu sengon 11 12.Pola rataan defleksi pada batas maksimum panel CLT kayu manii 12

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kerapatan jenis panel CLT menurut kombinasi ketebalan dan

orientasi sudut 15

2. Kadar air jenis panel CLT menurut kombinasi ketebalan dan orientasi

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kayu perdagangan di Indonesia memiliki aneka ragam jenis dan ukuran dengan variasi yang tinggi pada kualitas dan penampilan akibat sifat fisis, mekanis, dan cacat bawaan yang sangat beragam (Nuryawan 2005). Sehingga dalam pemanfaatan dan penggunaannya dibutuhkan teknologi pengolahan yang dapat mengubah kayu dengan kualitas rendah menjadi kayu yang lebih baik dan stabil. Pada saat ini teknologi yang banyak digunakan adalah komposit kayu. Komposit kayu dimaksudkan untuk mengefisiensikan penggunaan kayu. Salah satu contoh komposit kayu yang merupakan hibrida antara kayu lapis dan balok laminasi adalah Cross Laminated Timber (CLT).

CLT adalah panel kayu yang dibuat dengan menyatukan secara saling tegak lurus beberapa lapis papan kayu (pada umumnya 3 sampai 7) dengan menggunakan perekat atau pengencang (pada umumnya paku) (Suryoatmono 2013). CLT sudah banyak digunakan untuk bangunan rumah, dek jembatan, hingga gedung bertingkat. Chapman et al. (2012) telah membuktikan bahwa CLT dapat digunakan sebagai komponen struktur utama pada gedung 30 tingkat. Penggunaan CLT dalam bangunan struktural memiliki hal penting yang perlu diperhatikan yaitu jenis dan bentuk sambungan. Menurut Yap (1999) fungsi alat sambung adalah mengalihkan dan menahan gaya-gaya yang terjadi dari elemen batang yang satu dengan elemen batang lain yang akan disambung.

Sambungan yang umum digunakan pada CLT adalah paku dan perekat. Jenis sambungan mempengaruhi kualitas dari pemakaiannya. Sambungan diharapkan dapat memberikan nilai kekuatan, kekakuan, dan kestabilan struktur yang lebih baik sehingga jenis-jenis kayu hutan rakyat dapat digunakan sebagai bahan struktural. Setiap bahan yang bersifat struktural memiliki batas proporsional dan maksimum yang perlu diperhitungkan sehingga bahan tersebut dapat diterapkan untuk desain kontruksi bangunan yang aman.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menentukan besar pengaruh kombinasi tebal dan orientasi sudut lamina terhadap defleksi pada batas proporsional dan maksimum panel CLT kayu sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) dan kayu manii (Maesopsis eminii Engl.) menggunakan sambungan paku dan perekat.

Manfaat Penelitian

(12)

2

METODE

Waktu dan Tempat

Pengambilan data dilakukan di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Pengolahan data tersebut dilaksanakan pada bulan Maret hingga bulan Juni 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah data hasil penelitian Mardiyanto (2010), Apriliana (2012), Ati (2012), Islami (2013). Data yang dianalisis yaitu data rekaman komputerisasi dari beban lentur panel CLT yang diuji menggunakan Universal Testing Machine (UTM) merk Instron Type 3369 Series IX Version 8.27.00.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder hasil penelitian sebelumnya. Data yang digunakan merupakan hasil pengujian mekanis khususnya uji lentur pada panel CLT kayu sengon dan kayu manii dengan menggunakan sambungan paku dan perekat. Panel CLT dibuat menurut orientasi sudut dan ketebalan lamina dengan masing-masing sampel dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Orientasi sudut (B) meliputi 5 taraf, yaitu B1 (0o), B2 (30o), B3 (45o), B4 (60o), dan B5 (90o) pada

bagian lamina tengahnya. Untuk kombinasi tebal lamina (A) terdiri dari 3 taraf, yaitu A1 (1-3-1 cm), A2 (1.67-1.67-1.67 cm), dan A3 (2-1-2 cm). Gambar 1 berikut

(13)

3

Sumber : Anggraini (2012).

Gambar 1 Bentuk papan laminasi silang berdasarkan penyusunan orientasi sudut lamina (0°, 30°, 45°, 60°, dan 90°)

Prosedur Analisis Data

(14)

4

Gambar 2 Kurva gaya-sesaran uji lentur panel CLT

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kerapatan

Salah satu sifat fisis penting yang perlu dipertimbangkan dalam membuat papan laminasi adalah kerapatan. Kerapatan menunjukkan perbandingan antara bobot suatu benda terhadap volumenya. Berdasarkan perbedaan orientasi sudut dan ketebalan lamina, kerapatan masing-masing jenis CLT memiliki nilai yang tidak berbeda jauh. Menurut Setyawati et al. (2008) bahwa kerapatan panel merupakan salah satu sifat fisis yang mempengaruhi kualitas papan. Kerapatan panel penyusun papan komposit diupayakan seseragam mungkin sehingga apabila terdapat perbedaan sifat-sifat papan yang dianalisis sedapat mungkin tidak disebabkan oleh perbedaan kerapatan.

Gambar 3 Kerapatan panel CLT kayu sengon dan manii menurut alat sambung

0

Sengon - Paku Sengon - Perekat Manii - Paku Manii - Perekat

(15)

5 Kerapatan panel CLT kayu manii berkisar antara 0.38 g/cm3 dan 0.47 g/cm3.

Sedangkan pada panel CLT sengon memiliki kerapatan berkisar 0.31-0.44 g/cm3. Gambar 3 menunjukkan rataan kerapatan masing-masing jenis panel CLT. Pada panel CLT manii yang menggunakan paku (CLT manii-paku) dan CLT kayu manii yang menggunakan perekat (CLT manii-perekat) memiliki rataan kerapatan yang sama sebesar 0.44 g/cm3. Berbeda dengan panel CLT kayu sengon yang menggunakan paku (CLT sengon-paku) memiliki kerapatan 0.37 g/cm3 serta 0.32 g/cm3 untuk kerapatan CLT kayu sengon yang menggunakan perekat (CLT

sengon-perekat) yang merupakan kerapatan CLT terendah. Secara keseluruhan bahwa kerapatan CLT kayu manii lebih besar dari CLT kayu sengon. Hal tersebut berarti bahwa kayu penyusun panel mempengaruhi kerapatan CLT tersebut. Namun untuk setiap jenis CLT berdasarkan jenis kayunya memiliki nilai rataan kerapatan yang tidak berbeda jauh bahkan sama. Kelly (1977) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi kerapatan seperti jenis kayu (kerapatan kayu), besar tekanan kempa, jumlah lapisan penyusun panel, kadar perekat serta bahan tambahan lainnya.

Kadar Air

Kadar air adalah jumlah air yang terkandung dalam kayu, biasanya dinyatakan sebagai persentase dari berat kayu kering oven (FPL 2010). Hasil penelitian menunjukkan nilai kadar air dengan rentang nilai 11.42-16.49 %. Kadar air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan kayu. Namun pada keadaan tertentu kadar air tidak akan mempengaruhi sifat mekanis kayu (kekuatan kayu). Mardikanto et al. (2011) menyatakan bahwa sifat mekanis kayu banyak dipengaruhi perubahan kadar air kayu di bawah titik jenuh serat. Di atas titik jenuh serat perubahan kadar air tidak mempengaruhi sifat kayu karena perubahan kadar air belum terjadi pada dinding sel.

Gambar 4 Kadar air panel CLT kayu sengon dan manii menurut alat sambung

0

Sengon - Paku Sengon - Perekat Manii - Paku Manii - Perekat

(16)

6

Gambar 4 menunjukkan kadar air pada beberapa jenis panel CLT. Setiap jenis panel CLT memiliki rataan kadar air yang berbeda. Namun untuk masing-masing jenis panel CLT tersebut memiliki kadar air pada kisaran yang tidak berbeda jauh. Kadar air rataan tertinggi dimiliki oleh panel CLT manii-paku dengan nilai 15.45%, sedangkan pada panel CLT sengon-perekat memiliki rataan kadar air terendah sebesar 12.57%. Perbedaan tersebut masih dianggap wajar karena masih pada kisaran yang kecil. Menurut Moody et al. (1999) kisaran maksimum kadar air pada tiap lamina adalah 5%. Hal tersebut untuk meminimalkan perbedaan pabrikasi yang berdasarkan pada American National Standards Institute (ANSI).

Berdasarkan gambar tersebut panel CLT yang menggunakan sambungan perekat memiliki rataan kadar air lebih rendah dibanding CLT dengan sambungan paku. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya pori-pori pada kayu. Penggunaan perekat pada panel CLT membuat pori-pori kayu tertutup. Kemungkinan besar tidak ada jalan untuk uap air keluar masuk setelah penyusunan lamina yang dibuat menjadi panel CLT. Berbeda dengan panel CLT yang menggunakan sambungan paku. Masih ada rongga sebagai jalan masuknya uap air walaupun setelah proses pengeringan sehingga kadar air panel CLT yang menggunakan paku akan lebih besar.

Beban pada Batas Proporsional dan Maksimum Beban pada Batas Proporsional

Beban batas proporsional merupakan kondisi pembebanan maksimum yang masih memberikan hubungan linier antara besarnya beban dengan deformasi yang terjadi (SNI 1995). Kayu yang diberi beban masih bersifat elastis sebelum batas proporsional. Setelah melewati batas proporsional kayu akan bersifat plastis, dimana kayu tidak kembali ke bentuk semula melainkan terjadi perubahan bentuk permanen pada saat beban dilepaskan.

Gambar 5 Pola rataan beban pada batas proporsional panel CLT kayu sengon

0

(17)

7

menunjukkan panel CLT yang menggunakan perekat memiliki beban lebih besar daripada penggunaan sambungan paku. Fenomena yang sama juga terjadi pada panel CLT kayu manii (Gambar 6). Beban rataan CLT manii-perekat (494 kgf) lebih besar dari CLT manii-paku (206 kgf). Berdasarkan kondisi tersebut penggunaan jenis sambungan merupakan parameter penting dalam mempengaruhi kualitas panel CLT. Menurut Tjondro et al. (2013a) sambungan dengan perekat lem biasanya memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan sambungan paku. Sambungan dengan perekat lem tidak merusak material kayu dan hasil penyambungannya lebih rapi. Hal tersebut menunjukkan panel CLT yang menggunakan perekat memiliki kemampuan memikul beban lebih besar dibanding CLT dengan sambungan paku.

Berdasarkan perbedaan orientasi sudut lamina pada batas proporsional memberikan pengaruh terhadap beban pada CLT yang menggunakan sambungan perekat. Terjadi trendline yang menurun hampir pada semua panel untuk setiap kenaikan sudut. Hal tersebut menunjukkan adanya penurunan nilai beban untuk setiap pembesaran sudut pada lamina tengahnya. Semakin besar sudut pada lamina tengah panel CLT tersebut semakin kecil pula beban yang dibutuhkan. Dengan kata lain panel CLT yang disusun sejajar serat (sudut 0o) akan membutuhkan beban lebih besar dibanding dengan CLT yang disusun tegak lurus (sudut 90o). Berbeda pada

panel CLT yang menggunakan sambungan paku dimana beban tidak dipengaruhi oleh orientasi sudut lamina. Hal tersebut dapat dilihat pada kedua grafik bahwa tidak adanya pola yang terbentuk untuk setiap perubahan sudut yang terjadi. Penggunaan sambungan paku pada panel CLT diduga mudah berubah bentuk sehingga panel menjadi kurang stabil pada saat pengujian.

Pada kedua grafik tersebut terlihat bahwa secara keseluruhan panel dengan kombinasi ketebalan A1 (1-3-1 cm) memiliki kecenderungan rataan beban yang

Kombinasi ketebalan dan sudut panel CLT

Gambar 6 Pola rataan beban pada batas proporsional panel CLT kayu manii

0

(18)

8

paling besar dan panel A3 (2-1-2 cm) merupakan yang terendah. Menurut Sadiyo et

al. (2012) bahwa kekuatan lentur atau MOR panel CLT semakin menurun dengan bertambahnya jarak antara bidang sambung dengan sumbu netral. Dengan kata lain semakin jauh jarak bidang sambung dari permukaan netral maka semakin rendah pula kekuatan lentur panel CLT tersebut. Selanjutnya dikatakan hal tersebut disebabkan pola distribusi atau sebaran tegangan normal (tarik dan tekan) pada balok lentur bersifat linier positif dimana makin jauh jaraknya dari sumbu netral, tegangan semakin besar. Sementara berdasarkan hasil penelitian terjadi sebaliknya dimana panel yang memiliki jarak bidang sambung lebih dekat dengan sumbu netral (A3) menahan beban lebih kecil. Hal tersebut dapat disebabkan oleh pola distribusi

sebaran kekakuan lenturnya (Modulus of Elasticity/MOE) bersifat non linier negatif. Sadiyo et al. (2012) menjelaskan bahwa secara hipotetik kemungkinan disebabkan pola distribusi sebaran kekakuan pada balok lentur bersifat non linier negatif, dimana semakin jauh jarak bidang sambung dari sumbu netral kekakuan lenturnya semakin tinggi tetapi tidak bernilai 0 pada permukaan netral.

Beban pada Batas Maksimum

Batas maksimum kayu merupakan batas dimana beban maksimum yang masih dapat ditahan oleh kayu sebelum mengalami rusak maksimum atau keruntuhan. Pada kondisi ini batas maksimum yang dilihat adalah melalui uji lentur statis. Gambar 7 dan 8 menunjukkan beban pada batas maksimum uji lentur berturut-turut dari CLT kayu sengon dan CLT kayu manii. Sebaran rataan beban pada batas maksimum CLT pada kedua kayu memiliki pola yang sama. Panel CLT dengan sambungan perekat memiliki beban yang lebih besar. CLT sengon-perekat memiliki beban rataan sebesar 832 kgf sedangkan CLT sengon-paku sebesar 564 kgf. Begitu juga pada beban rataan CLT manii-perekat (955 kgf) lebih tinggi dibanding CLT manii-paku (444 kgf). Hasil tersebut menguatkan bahwa peran sambungan perekat dalam penyusunan panel CLT lebih baik dari sambungan paku.

Gambar 7 Pola rataan beban pada batas maksimum panel CLT kayu sengon

0

(19)

9

Fenomena yang sama juga terjadi pada pengaruh dari orientasi sudut terhadap panel CLT untuk batas maksimum. Pada CLT yang menggunakan perekat rata-rata terjadi penurunan beban untuk setiap pembesaran sudut pada lamina tengahnya. Pada B1 (sudut 0o) membutuhkan beban paling besar dibandingkan CLT dengan B5

(sudut 90o) pada lamina tengahnya. Hal tersebut menunjukkan beban yang diperlukan akan lebih besar apabila ketiga lamina panel CLT disusun sejajar serat dibandingkan dengan penyusunan panel yang diberikan sudut. Menurut Nugroho (2000) bahwa apabila beban yang diberikan pada panel dengan sudut tertentu, maka MOE panel akan menurun sebanding dengan meningkatnya sudut yang terjadi.

Begitu juga adanya pengaruh kombinasi ketebalan terhadap beban pada batas maksimum. Panel A3 merupakan panel yang memikul beban lebih kecil dibanding

panel lainnya. Menurut Wirjomartono (1977) dalam Ati (2012) bahwa pada konstruksi kayu berlapis majemuk, proses penyambungan lamina mengambil peranan sangat penting karena baik buruknya sambungan tergantung pada tempat sambungan.

Defleksi pada Batas Proporsional dan Maksimum Defleksi pada Batas Proporsional

Defleksi atau lenturan dapat diartikan sebagai perubahan bentuk pada material yang terjadi akibat beban lentur. Menurut Mardikanto (2011) bahwa kekakuan batang lentur merupakan kemampuan batang untuk menahan defleksi akibat momen lentur. Gambar 9 menunjukkan adanya perbedaan yang mencolok antara penggunaan sambungan paku dan perekat pada CLT. CLT yang menggunakan paku mengalami perubahan bentuk yang lebih besar. Rataan defleksi pada CLT sengon-paku sebesar 9.69 mm sedangkan CLT sengon-perekat sebesar 5.94 mm. Hal tersebut juga terjadi pada CLT kayu manii (Gambar 10). CLT kayu manii yang menggunakan paku mengalami defleksi lebih besar (dengan rataan 6.24 mm) dari CLT dengan sambungan perekat (5.85 mm).

Gambar 8 Pola rataan beban pada batas maksimum panel CLT kayu manii

0

(20)

10

Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat adanya perilaku penggunaan sambungan paku dan perekat. Besar defleksi dari CLT yang menggunakan paku lebih besar dibandingkan CLT perekat. Menurut Tjondro et al. (2013a) kekakuan dari balok papan kayu silang laminasi-paku lebih rendah dibandingkan menggunakan perekat. Pada pembahasan sebelumnya bahwa beban yang dihasilkan pada CLT paku jauh lebih kecil dibandingkan dengan CLT perekat (Gambar 5 dan 6). Pada CLT perekat dengan adanya beban yang besar hanya mengakibatkan defleksi yang kecil. Sebaliknya pada CLT paku bahwa hanya membutuhkan beban yang lebih kecil untuk membuat defleksi yang besar. Hal tersebut membuktikan bahwa kekakuan sambungan paku lebih kecil dari sambungan perekat. Menurut Tsoumis (1991) menyatakan bahwa semakin tinggi nilai MOE, benda tersebut akan semakin kaku atau sulit dilenturkan. Pada dasarnya nilai MOE bukan menggambarkan nilai kekakuan yang sebenarnya tapi dapat dikatakan bahwa MOE pada penggunaan sambungan perekat lebih besar dari penggunaan sambungan paku.

Gambar 9 Pola rataan defleksi pada batas proporsional panel CLT kayu sengon

0.00

Kombinasi ketebalan dan sudut panel CLT

Gambar 10 Pola rataan defleksi pada batas proporsional panel CLT kayu manii

0.00

(21)

11 Nilai defleksi panel CLT sengon paku berkisar dari 3.87 sampai 14.17 mm, sedangkan pada CLT sengon-perekat berkisar antara 4.64 mm dan 7.96 mm. CLT manii-paku memiliki nilai defleksi berkisar 3.12-10.29 mm dan 4.64-7.69 mm untuk defleksi CLT manii-perekat. Nilai defleksi memiliki kisaran yang kecil khususnya pada penggunaan sambungan perekat. Setiap jenis panel CLT kayu manii dan CLT kayu sengon yang menggunakan perekat menggambarkan kondisi yang konstan untuk setiap perubahan sudutnya. Berbeda dengan panel CLT dengan sambungan paku terjadi fluktuasi pada nilai defleksi. Hal tersebut disebabkan oleh adanya slip pada penggunaan sambungan paku sehingga terjadi defleksi lokal pada saat pengujian. Menurut Tjondro et al. (2013b) bahwa pada kayu yang berberat jenis rendah kadangkala konsentrasi tegangan pada perletakan atau titik beban mengalami deformasi lokal, hal ini akan menyebabkan lendutan yang diukur oleh UTM menjadi lebih besar. Selanjutnya dikatakan dalam pengujian dijumpai kesulitan karena kontribusi deformasi/slip dari paku termasuk dalam deformasi total sehingga observasi yang akurat hanya dapat dilakukan pada besarnya beban dan kuat lentur saja.

Defleksi pada Batas Maksimum

Defleksi pada batas maksimum merupakan lenturan maksimum yang mampu diterima oleh benda dimana terjadi setelah perubahan bentuk yang permanen atau daerah plastis. Gambar 11 dan 12 menunjukkan pola sebaran rataan defleksi pada batas maksimum panel CLT kayu sengon dan manii. Dari hasil tersebut terbentuk pola yang sama dengan pola rataan defleksi pada batas proporsional dimana rataan defleksi pada CLT paku lebih besar. Defleksi rataan CLT sengon-paku sebesar 26.12 mm dan 12.65 mm pada CLT sengon-perekat. Pada panel CLT kayu manii nilai defleksi CLT manii-paku memiliki rataan sebesar 18.30 mm sedangkan 12.11 mm untuk defleksi rataan CLT manii-perekat.

Gambar 11 Pola rataan defleksi pada batas maksimum panel CLT kayu sengon

0.00

(22)

12

Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan besar defleksi pada panel CLT kayu sengon dan manii tidak dipengaruhi oleh orientasi sudut dan kombinasi ketebalan khususnya pada penggunaan sambungan perekat. Hal tersebut dapat dilihat pada keadaan grafik histogram yang konstan baik pada perbedaan orientasi sudut maupun ketebalannya. Pada pembahasan sebelumnya dijelaskan terdapat perbedaan nilai beban yang dihasilkan untuk setiap jenis panel CLT pada batas maksimum maupun batas proporsional. Perbedaan beban yang bervariasi pada tiap jenis panel tidak mempengaruhi besar defleksi. Nilai defleksi yang terjadi memiliki kisaran yang sempit sehingga sulit untuk memastikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi besarnya defleksi. Dengan demikian nilai defleksi tidak tergantung pada perlakuan orientasi sudut maupun kombinasi ketebalan maupun beban yang dihasilkan. Apabila dilihat dari perbedaan jenis kayu dapat dilihat nilai defleksi yang terjadi juga tidak berbeda jauh, dimana penggunaan kayu yang berbeda (kayu sengon dan manii) menghasilkan besar defleksi pada kisaran yang hampir sama.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian kisaran rataan kerapatan sebesar 0.32-0.44 g/cm3 dan rataan kadar air panel memiliki kisaran antara 12.6 dan 15.45 %. Sebaran tersebut masih dianggap seragam menurut rujukan yang ada sehingga perbedaan sifat-sifat panel yang telah dianalisis tidak disebabkan oleh perbedaan kadar air dan kerapatannya. Perlakuan kombinasi tebal dan orientasi sudut tidak mempengaruhi defleksi untuk setiap jenis panel CLT. Defleksi memiliki nilai kisaran yang kecil sehingga sulit untuk menentukan faktor yang mempengaruhi besar defleksi. Selain itu

Gambar 12 Pola rataan defleksi pada batas maksimum panel CLT kayu manii

0.00

(23)

13 berdasarkan seluruh hasil yang didapat bahwa pada penggunaan sambungan panel CLT, perekat merupakan sambungan yang paling stabil dibandingkan sambungan paku.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis defleksi maupun deformasi aksial pada batas proporsional dan maksimum dengan membahas atau mempertimbangkan pengaruh variabel jenis kayu.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini R. 2012. Karakteristik Cross Laminated Timber kayu jabon berdasarkan ketebalan dan orientasi sudut lamina [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Apriliana F. 2012. Pengaruh kombinasi tebal dan orientasi sudut lamina terhadap

karakteristik Cross Laminated Timber kayu sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ati IT. 2012. Pengaruh kombinasi tebal dan orientasi sudut lamina terhadap sifat fisis dan mekanis produk Cross Laminated Timber kayu manii (Maesopsis eminii Engl.) menggunakan paku [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. Metode Pengujian Modulus Elastisitas Lentur Kayu Konstruksi Berukuran Struktural. SNI 03-3972-1995. Jakarta (ID): BSN.

Bowyer JL, Shmulsky R., Haygreen JG. 2007. Forest Products and Wood Science, an Introduction. Ames (US): Iowa State University Press.

Chapman J, T Reynolds, R Harris. 2012. A 30 level cross laminated timber building system analysis of the eurocode dynamic wind loads. Di dalam: Quenneville P, editor. Proceeding of World Conference of Timber Engeneering; 2012 Jul 15-19; Auckland, New Zealand. Auckland (NZ): Wood Solutions. Hlm. 49-56. [FPL] Forest Products Laboratory. 2010. Wood Handbook, Wood as an

Engineering Material. Madison (US): Department of Agriculture, Forest Service, Forest Products Laboratory. 508 p.

Herawati E, Massijaya MY, Nugroho N. 2008. Karakteristik balok laminasi dari kayu mangium. JITHH. 1(1):1-8.

Hoyle RJ. 1978. Wood Technology in the Design of Structures. Montana (US): Mounting Press Publishing Co.

Islami FA. 2013. Pengembangan produk Cross Laminated Timber melalui pemanfaatan kayu sengon (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J. W. Grimes) menggunakan sambungan paku [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kelly MW. 1977. Critical Literature Review of Relationship between Processing Parameters and Physical Properties of Particelboard. Madison (US): General Technical Report FPL-10.

(24)

14

Mardiyanto. 2010. Kajian Pemanfaatan Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) Sebagai Pengembangan Produk Cross Laminated Timber [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Moody RC, Hernandez R, Liu JY. 1999. Glued structural members. Dalam: Wood Handbook, Wood as an Engineering Material. Madison (US): USDA Forest Service, Forest Products Laboratory.

Nugroho N. 2000. Development of Processing Methods for Bamboo Composite Materials and Its Structural Performance. [disertasi]. Tokyo Japan: Tokyo University

Nuryawan A. 2005. Sistem pakar untuk kayu sebagai bahan konstruksi. J. Komunikasi Penelitian. 17(3):11.

Sadiyo S. 2012. Analisis sesaran batas proporsional dan maksimum sambungan geser ganda batang kayu dengan paku majemuk berpelat sisi baja akibat beban uni-aksial tekan. J. Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil. 18(2):127-136. Sadiyo S, Nugroho N, Massijaya MY, Mardiyanto, Ati IT. 2012. Pengaruh Kombinasi Ketebalan dan Orientasi Sudut Lamina Terhadap Karakteristik Cross Laminated Timber Kayu Manii (Maesopsis eminii Engl.). JITHH. 5(1):10-16. Setyawati D, Hadi YS, Massijaya MY, Nugroho N. 2008. Karakteristik Papan

Komposit dari Serat Sabut Kelapa dan Plastik Polipropilena Daur Ulang Berlapis Anyaman Bambu. JITHH. 1(1):18-26.

Suryoatmono B. 2013. Kayu rekayasa sebagai masa depan struktur kayu Indonesia. Di dalam: Tjondro JA, Tjahjanto HH. The 2nd Indonesian Structural Engineering and Materials Symposium; 2013 Nov 7-8; Bandung, Indonesia. Bandung (ID): Universitas Katolik Parahyangan.

Tjondro JA, Natalia S, Kusumo B. 2013a. Kuat Lentur Dan Rigiditas Balok Dan Lantai Papan Kayu Laminasi Silang Dengan Perekat. Bandung (ID): Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan. Tjondro JA, Sagara A, Marco S. 2013b. Kuat Lentur Dan Perilaku Balok Papan

Kayu Laminasi Silang Dengan Paku. Konferensi Nasional Teknik Sipil 7; 2013 Okt 24-26; Surakarta, Indonesia, Bandung (ID): Universitas Katolik Parahyangan. Hlm. 247-252.

Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood. Structure, Properties, Utilization. New York (US): Van Nostrand Reinhold.

Yap KHF. 1999. Kontruksi Kayu. Bandung (ID): CV. Trimatra Mandiri.

Wirjomartono S. 1977. Konstruksi Kayu Jilid I, Bahan-Bahan Kuliah. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada.

(25)

15 Lampiran 1 Kerapatan jenis panel CLT menurut kombinasi ketebalan dan

orientasi sudut Kombinasi

ketebalan dan orientasi sudut

Jenis Panel CLT

Sengon - Sengon - Manii - Manii -

paku perekat paku perekat

Kerapatan (g/cm3)

A1B1 0.38 0.32 0.47 0.43

A1B2 0.4 0.32 0.42 0.45

A1B3 0.44 0.33 0.44 0.46

A1B4 0.38 0.31 0.4 0.38

A1B5 0.36 0.32 0.41 0.41

A2B1 0.35 0.32 0.43 0.43

A2B2 0.37 0.32 0.42 0.46

A2B3 0.33 0.32 0.4 0.45

A2B4 0.35 0.31 0.47 0.45

A2B5 0.39 0.31 0.46 0.46

A3B1 0.34 0.32 0.45 0.44

A3B2 0.38 0.32 0.45 0.45

A3B3 0.38 0.33 0.45 0.45

A3B4 0.37 0.33 0.46 0.45

(26)

16

Lampiran 2 Kadar air jenis panel CLT menurut kombinasi ketebalan dan orientasi sudut

Kombinasi ketebalan dan orientasi sudut

Jenis Panel CLT

Sengon - Sengon - Manii - Manii -

paku perekat paku perekat

Kadar air (%)

A1B1 13.84 13.25 15.87 14.83

A1B2 14.07 12.18 15.45 14.24

A1B3 14.62 13.03 16.09 14.57

A1B4 13.94 12.71 14.81 14.78

A1B5 13.92 13.07 16.49 14.57

A2B1 13.5 12.12 15.39 14.56

A2B2 14.18 11.42 14.87 14.51

A2B3 14.26 11.66 15.11 14.73

A2B4 14.27 12.25 16.46 14.39

A2B5 14.11 12.25 15.68 14.34

A3B1 14.2 12.85 15.51 14.38

A3B2 14.79 13.47 14.71 14.82

A3B3 14.75 12.72 14.94 14.92

A3B4 14.06 12.75 14.64 14.88

(27)

17

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 2 Juni 1992 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Warju Pangale dan Ibu Tina Sutinah. Penulis masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) Pembangunan 1 pada tahun 2004, tahun 2007 masuk Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 6 Bogor. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 6 Bogor dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Hutan pada Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB Bogor.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif pada organisasi kemahasiswaan, yaitu unit kegiatan mahasiswa Himpunan Profesi Mahasiswa Hasil Hutan (Himasiltan) sebagai anggota Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu pada tahun 2011-2012 dan sebagai ketua Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu pada tahun 2012-2013 serta berbagai kepanitiaan kegiatan di kampus IPB. Penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitian acara menyambut 17 Agustus 1945 tiap tahunnya mulai dari tahun 2008 disekitar perumahan penulis tinggal. Hingga pada tahun 2012 menjadi wakil ketua dan pada tahun 2014 ini menjadi ketua umum kegiatan tersebut. Selain itu penulis memperoleh PKM dibidang Penelitian yang

didanai oleh Dikti pada tahun 2013 yang berjudul “Pemanfaatan Limbah Tulang

Ayam Sebagai Bahan Baku Perekat Alami”.

Gambar

Gambar 1 Bentuk papan laminasi silang berdasarkan penyusunan orientasi
Gambar 3 Kerapatan panel CLT kayu sengon dan manii menurut alat sambung
Gambar 4 Kadar air panel CLT kayu sengon dan manii menurut alat sambung
Gambar 5 Pola rataan beban pada batas proporsional panel CLT kayu sengon
+7

Referensi

Dokumen terkait

Manajemen Waktu, mencakup pembuatan daftar aktifitas sehari-hari yang harus diselesaikan, prioritas aktifitas yang harus segera diselesaikan, mengetahui siklus kehidupan harus

Panitia Pengadaan Barang/Jasa pada BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Timur akan melaksanakan Pelelangan Umum (Ulang) dengan pascakualifikasi secara elektronik untuk paket

[r]

Pada motif identitas personal, sebagian besar mahasiswa berada pada kategori sedang, hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan mereka akan pemahaman tentang diri sendiri dan

Tujuan dari penelitian yang hendak dilakukan ini adalah untuk menjelaskan dan menggambarkan tentang Peranan Humas Kabupaten Sukoharjo dalam membina hubungan

Keadaan bayi yang membahayakan akan memperlihatkan satu atau lebih tanda-tanda klinis seperti tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot dan organ

Tidak Ada Korespondensi/ Surat Menyurat terkait dengan proses dan hasil di setiap tahapan rekrutmen dan keputusan panitia rekrutmen pegawai tidak dapat diganggu gugatg. Tidak

Analisis bahan hukum dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan cara menelaah sistematika perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan permasalahan yang sedang