• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kandungan Ergosterol Tempe Dari Beberapa Pengrajin Tempe Di Daerah Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kandungan Ergosterol Tempe Dari Beberapa Pengrajin Tempe Di Daerah Bogor"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

KANDUNGAN ERGOSTEROL TEMPE DARI BEBERAPA

PENGRAJIN TEMPE DI DAERAH BOGOR

HUMAIROTASSA’ADAH AINUN WULAN

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kandungan Ergosterol Tempe dari Beberapa Pengrajin Tempe di Daerah Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

(4)
(5)

ABSTRAK

HUMAIROTASSA’ADAH AINUN WULAN. Kandungan Ergosterol Tempe dari Beberapa Pengrajin Tempe di Daerah Bogor. Dibimbing oleh SULIANTARI.

Tempe merupakan makanan yang terbuat dari kedelai yang difermentasi oleh kapang. Cara pembuatan tempe pada umumnya diawali dengan pencucian kedelai, perebusan, perendaman, pengupasan kulit ari kedelai, pencucian kedua, penirisan, penambahan laru, pengemasan dan fermentasi kedelai hingga menjadi tempe yang siap dipasarkan. Selain sebagai sumber protein, tempe juga mengandung ergosterol atau provitamin D. Ergosterol merupakan komponen sterol yang terdapat pada dinding sel kapang yang lebih dikenal sebagai prekursor vitamin D. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan ergosterol pada beberapa tempe yang ada di pasaran di daerah Bogor. Penelitian diawali dengan survei terhadap beberapa tempat pengrajin tempe di Bogor, selanjutnya dilakukan pemilihan sampel tempe. Sampel terpilih kemudian dihitung total kapang menggunakan metode cawan tuang dengan media APDA, diukur nilai pH menggunakan pH meter dan dianalisis kandungan ergosterol pada tempe dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dengan fase gerak heksana : isopropanol, kolom zorbax silica dan diukur pada panjang gelombang 282 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa pengrajin tempe di daerah Bogor menerapkan cara pembuatan tempe yang berbeda. Jumlah total kapang tempe berkisar antara 3,90 log CFU/g sampai 5,84 log CFU/g. Nilai pH berkisar antara 5,33 sampai 7,25 dan nilai ergosterol tempe berkisar antara 245,84 ppm sampai 681,65 ppm. Kapang yang berperan dalam pembuatan tempe dengan nilai kandungan ergosterol tertinggi adalah Rhizopus sp.

(6)

ABSTRACT

HUMAIROTASSA’ADAH AINUN WULAN. Ergosterol Content of Tempeh from Several Tempeh Producer in Bogor. Guided by SULIANTARI.

Tempeh is a food made from soybean that fermented by molds. Generally the tempeh was made by washing the soybean, boiling, soaking, peeling the soybean, washing, draining, adding tempeh starter, packing then fermenting the soybean until it became tempeh that ready to be marketed. Tempeh had high protein content other than ergosterol or provitamin D. Ergosterol was a sterol component which can be found in cell walls of molds, ergosterol also known as precursor of vitamin D. This research was conducted to determine the ergosterol content of tempeh that produced in Bogor. It was started by doing survey to several tempeh producer in Bogor. Total molds of tempeh then counted using pour plate method with APDA as a growth medium, pH value also measured using pH meter and analyzed the ergosterol content of tempeh using High Performance Liquid Chromatography (HPLC) instrument with heksana : isopropanol as mobile phase, column zorbax silica and measured at 282 nm wavelength. Total molds of tempeh varied and ranged from 3,90 log CFU/g to 5,84 log CFU/g, while the ranged of pH value was 5,33 to 7,25 and ergosterol content was 245,84 ppm to 681,65 ppm. The mold that identified in tempeh with high ergosterol content was Rhizopus sp.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

KANDUNGAN ERGOSTEROL TEMPE DARI BEBERAPA

PENGRAJIN TEMPE DI DAERAH BOGOR

HUMAIROTASSA’ADAH AINUN WULAN

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi tugas akhir ini dengan lancar. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2015 ini adalah Kandungan Ergosterol Tempe dari Beberapa Pengrajin Tempe di Daerah Bogor.

Atas terlaksananya penelitian serta tersusunnya tugas akhir ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-sebesarnya kepada :

1. Ir. Tatang Supriatna dan Sawitri Endang Puspitasari, SE. yang telah mencurahkan doa, cinta dan kasih sayang tiada henti sebagai orang tua sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan hingga tingkat sarjana 2. Dr. Dra. Suliantari, MS. sebagai dosen pembimbing yang telah memberi

gagasan, arahan dan selalu sabar dalam membimbing serta memberi dukungan kepada penulis

3. Dr. Tjahja Muhandri, MT dan Dr. Elvira Syamsir, S.TP, Msi yang telah meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji pada ujian tugas akhir penulis.

4. Muhammad Fahmi Yoga Adnansyah, Ahmad Kamil Syams Pamungkas, Bray, Ucrit dan semua keluarga besar yang telah mendukung penulis untuk menyelesaikan tugas akhir

5. Anindita Shabrina, Luni Aulia, Chairul Anand, Steven, M. Eka, Nicky Marsheila, Winda Syafitri, Olivia Rezki, Melita Intan, Erick Emerseon, teman-teman ITP48 dan FATETA 48 yang telah memberi semangat serta bantuan dalam menyelesaikan penndidikan sarjana penulis

6. Ida Mafaza sebagai rekan dalam penelitian yang selalu membantu dalam masa penelitian dan penyusunan tugas akhir

7. Mas Edi, Mbak Ari, Mbak Irin, Mbak Nurul, Pak Rojak, selaku staff laboratorium yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan kepada staff UPT, departemen dan fakultas yang telah membantu dalam hal dokumen untuk kelulusan penulis

Semoga tugas akhir ini bermanfaat. Terimakasih.

Bogor, Maret 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Bahan 2

Alat 2

Metode Penelitian 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Survei Pengrajin Tempe 6

Total Kapang 8

Nilai pH 9

Kandungan Ergosterol 10

Identifikasi dan Karakterisasi Kapang Tempe 12

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 16

(14)

DAFTAR TABEL

1 Hasil survei pembuatan tempe 7

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian 3

2 Total kapang tempe 8

3 Nilai pH tempe. 9

4 Struktur ergosterol 10

5 Konsentrasi ergosterol tempe (ppm) masing-masing sampel 11 6 Kapang Tempe Rhizopus sp. (perbesaran 1000x) 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji ANOVA total kapang sampel tempe 16

2 Hasil uji ANOVA pH sampel tempe 17

3 Kurva standar ergosterol 18

4 Contoh peak kromatogram HPLC sampel tempe 19

5 Hasil uji ANOVA ergosterol sampel tempe 20

6 Hasil uji sifat karakteristik dari kapang Rhizopus sp.

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tempe merupakan salah satu makanan tradisional khas Indonesia yang umumnya berbahan dasar kacang kedelai dan melalui proses fermentasi. Tempe banyak diminati oleh masyarakat karena rasa yang nikmat dan harga yang terjangkau. Selain itu, kandungan gizi pada tempe juga sangat beragam dan daya cerna tempe cukup tinggi dibandingkan dengan kedelai saja. Hal tersebut dikarenakan pada proses fermentasi tempe terjadi pemecahan ikatan-ikatan protein pada kedelai oleh kapang atau laru tempe. Pada tahap fermentasi, molekul organik besar terdegradasi menjadi molekul organik lebih kecil, sehingga kedelai yang semula relatif keras, menjadi lunak dan mudah dicerna (Purwoko 2004). Tahapan fermentasi pada tempe berfungsi untuk memecah ikatan-ikatan yang ada pada kedelai oleh kapang dengan cara menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks pada kedelai menjadi senyawa yang lebih sederhana serta mudah dicerna oleh tubuh manusia sehingga nilai gizi dan daya cerna meningkat (Adam dan Moss 2008). Proses fermentasi juga menurunkan beberapa senyawa antinutrisi yang terdapat pada kedelai (Haliza et al. 2007).

Pada umumnya masyarakat mengetahui tempe sebagai sumber protein. Selain protein, tempe juga mengandung banyak vitamin dan mineral yang dibutuhkan tubuh seperti vitamin B12, B1, B2 niasin, magnesium, kalsium dan zat besi, antioksidan (isoflavon) dan ergosterol. Cara pembuatan tempe di setiap pengrajin tempe beragam dan perbedaan cara ini akan berpengaruh terhadap kualitas serta kandungan gizi tempe yang dihasilkan.

Tempe pada umumnya terbuat dari kedelai yang ditambahkan laru sehingga terjadi proses fermentasi. Laru tempe mengandung kapang dari kelompok Rhizopus sp. seperti Rhizopus oligosporus atau Rhizopus oryzae. Kapang Rhizopus dapat mengubah aroma langu pada kedelai menjadi aroma khas tempe (Sukardi et al. 2008). Kapang yang terdapat dalam tempe dapat menghasilkan suatu senyawa yaitu ergosterol atau biasa dikenal sebagai provitamin D. Menurut Nout et al. (1987a), Rhizopus oligosporus NRRL 5905 dapat memproduksi ergosterol pada media kedelai sebesar 60-90 µg/mg. Adanya senyawa ergosterol atau provitamin D pada tempe saat ini belum banyak diketahui, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai kandungan ergosterol pada tempe. Penelitian ini dilakukan terhadap tempe yang diambil dari beberapa pengrajin tempe di Bogor.

Perumusan Masalah

(16)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kandungan ergosterol tempe dari beberapa pengrajin dan mengisolasi serta mengidentifikasi kapang tempe yang terdapat pada tiga tempe dengan kandungan ergosterol tertinggi.

Manfaat Penelitian

Mengetahui apakah perbedaan metode pembuatan tempe berpengaruh terhadap jumlah kapang dan mutu tempe yang dihasilkan terutama pada ergosterol tempe sehingga dapat meningkatkan nilai tambah pada tempe.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2015 sampai September 2015 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempe dari beberapa rumah pengrajin tempe di Bogor, larutan pengencer bufferphospate, asam tartarat 10%, margarin, susu skim, pati, indikator neutral red, indikator phenolphtalein, media Potato Dextrose Agar (PDA), aquadest, Na2So4 anhydrous, heksana, isopropanol, gas N2, lugol, alkohol 96%, alkohol 70% dan standar ergosterol murni.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah freezer, freeze dryer, shaker, HPLC (High Performance Liquid Chromatography), pH meter, pisau, alumunium foil, erlenmeyer, gelas ukur, tabung reaksi bertutup, hot plate, inkubator 30oC, autoklaf, cawan petri, gelas objek, kertas saring, vortex, corong pisah, labu takar dan mikropipet.

Metode Penelitian

(17)

3

yaitu pengrajin tempe A, B, C, D, E, F, G, H dan I. Pemilihan tempat- tempat pengrajin tersebut dikarenakan pengrajin tempe tersebut merupakan pemasok utama tempe di pasaran yang ada di Bogor. Survei dilakukan untuk melihat perbedaan tahapan, cara serta bahan baku yang digunakan dalam pembuatan tempe. Pemilihan sampel tempe dilakukan berdasarkan perbedaan tahapan proses pembuatan tempe. Analisis yang dilakukan antara lain adalah menghitung total kapang tempe, mengukur nilai pH dan menganalisa kandungan ergosterol tempe. Selain itu juga dilakukan tahapan isolasi dan identifikasi kapang tempe secara mikroskopis (slide culture) dan secara kimiawi yang meliputi uji amilolitik, proteolitik serta lipolitik. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir penelitian

Survei Pengrajin Tempe

Survei dilakukan dengan cara mendatangi tempat-tempat pengrajin tempe di Bogor, mengamati setiap tahapan yang dilakukan, mencatat bahan baku yang digunakan seperti laru dan sumber air. Hasil survei akan menjadi dasar dalam pemilihan sampel tempe untuk digunakan dalam penelitian selanjutnya.

(18)

4

Analisis Total Kapang (BAM 2001)

Pengujian total kapang dilakukan dengan cara mengambil sampel sebanyak 10 gram, dimasukkan ke dalam 90 ml larutan pengencer (buffer phospate) sehingga diperoleh pengenceran 10-1. Seri pengenceran dibuat sampai dengan pengenceran 10-9, kemudian dari masing-masing pengenceran (10-7 sampai 10-9) diambil 1 ml dan diinokulasikan ke dalam cawan petri, kemudian ditambahkan media dengan media APDA (media PDA yang ditambahkan dengan asam tartarat konsentrasi 10%), media dibiarkan hingga media membeku. Cawan-cawan tersebut diinkubasi di dalam inkubator suhu 30oC selama 2-3 hari. Koloni kapang yang terbentuk dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

N = ∑C

Sampel sebanyak 25 gram ditambahkan aquadest hingga volume larutan 250 ml. Campuran tersebut dihomogenisasi menggunakan shaker selama 15 menit dan dilakukan pengukuran pH. Sebelum digunakan, pH meter dikalibrasi dengan larutan buffer pH 4 dan pH 7.

Analisis Ergosterol (Lioe et al. 2013)

Analisis ergosterol sampel dilakukan setelah dibuat kurva standar terlebih dahulu. Standar ergosterol diencerkan sesuai konsentrasai yang dibutuhkan kemudian dilarutkan dengan fase gerak HPLC yaitu heksana : isopropanol 90:10 v/v dengan laju alir 1 ml/menit dan kolom yang digunakan adalah zorbax silica. Larutan standar diinjeksikan dan diperoleh kurva standar ergosterol.

(19)

5

diencerkan menggunakan fase gerak sebanyak 10 kali tingkat pengenceran. Larutan tersebut kemudian diinjeksikan ke dalam instrumen HPLC menggunakan syringe. Instrumen HPLC menggunakan detektor UV pada panjang gelombang 282 nm.

Luas area akan didapatkan setelah sampel diinjeksikan ke dalam instrumen HPLC, luas area tersebut dihubungkan dengan kurva standar yang telah diperoleh untuk menghitung konsentrasi ergosterol dan dinyatakan dalam satuan ppm. Rumus untuk memperoleh konsentrasi ergosterol dalam sampel adalah sebagai berikut :

Isolasi kapang dilakukan terhadap kapang tempe yang tumbuh pada media PDA. Hasil analisis mikrobiologi berupa koloni kapang kemudian diinokulasikan ke dalam media agar miring PDA, diinkubasi dan disimpan didalam refrigerator untuk tahapan identifikasi kapang. Identifikasi dilakukan dengan dua cara yaitu identifikasi secara mikroskopis dan identifikasi secara kimia yang berdasarkan atas kemampuan kapang dalam menghidrolisis pati (amilolitik), mendegradasi lemak (lipolitik) dan protein (proteolitik). Metode identifikasi dilakukan secara mikroskopis dengan membuat slide culture, yaitu mengambil sedikit bagian kultur kapang dan menggoreskannya pada permukaan objek gelas yang telah ditetesi dengan media PDA, kemudian ditutup menggunakan cover glass. Preparat ini ditaruh di dalam cawan petri yang diberi alas kertas saring dan ditetesi gliserol sebagai pelembab (Harrigan 1998).

(20)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Survei Pengrajin Tempe

Pembuatan tempe merupakan suatu tahapan yang menentukan kualitas akhir tempe. Setiap pengrajin tempe memiliki tahapan yang berbeda. Seperti lama perendaman, banyaknya perebusan, pengupasan kulit kedelai, lama fermentasi, laru, dan sumber air yang digunakan (Tabel 1). Umumnya tahapan proses setiap pengrajin tempe sama, tetapi terdapat beberapa perbedaan yaitu pada laru yang digunakan, sumber air, cara pengupasan kulit kedelai, lama perendaman kedelai, banyaknya proses perebusan serta lama fermentasi kedelai hingga menjadi tempe siap jual. Tempe A menggunakan laru murni sebagai starter pembuatan tempe, melakukan perendaman selama 20 jam dan perebusan kedelai sebanyak 2 kali. Pengrajin tempe lainnya melakukan perendaman selama 12 jam. Perbedaan terdapat dalam hal cara pengupasan kulit kedelai, seperti pada pengrajin tempe D yang masih melakukan cara pengupasan kulit kedelai secara manual dengan menginjak-injak kedelai yang dimasukkan ke dalam karung. Perbedaan lainnya adalah lama fermentasi yang dilakukan oleh setiap pengrajin dari 24 jam hingga 48 jam. Kedelai yang digunakan oleh semua pengrajin tempe adalah kedelai yang dibeli dari KOPTI. Sumber air yang digunakan oleh hampir semua pengrajin tempe adalah air sumur atau air tanah, kecuali pada tempe B menggunakan air PAM dan tempe C menggunakan air sungai yang diendapkan.

(21)

7 Tabel 1 Hasil survei pembuatan tempe

Sampel Lama

Perendaman Perebusan

Pengupasan Kulit Kedelai

Lama

Fermentasi Laru Sumber air

A 20 jam 2 kali Alat 48 jam Raprima murni Sumur/tanah

B 12 jam 1 kali Alat 36 jam Raprima yang dikulturkan

kembali di onggok PAM

C 12 jam 1 kali Alat 40 jam Raprima yang dikulturkan kembali di onggok

Air sungai yang diendapkan

D 12 jam 1 kali

Diinjak menggunakan kaki

36 jam Raprima yang dikulturkan

kembali di onggok Sumur/tanah

E 12 jam 1 kali Alat 36 jam Raprima yang dikulturkan

kembali di onggok Sumur/tanah

F 12 jam 1 kali Alat 48 jam Raprima yang dikulturkan

kembali di onggok Sumur/tanah

G 12 jam 1 kali Alat 24 jam Raprima yang dikulturkan

kembali di onggok Sumur/tanah

H 12 jam 2 kali Alat 36 jam Raprima yang dikulturkan

kembali di onggok Sumur/tanah

I 12 jam 1 kali Alat 36 jam Raprima yang dikulturkan

(22)

8

Total Kapang

Jumlah kapang pada sampel tempe berkisar antara 3,90 sampai 5,84 log CFU/g (Gambar 2). Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa jumlah kapang paling banyak terdapat pada sampel tempe B yaitu sebesar 5,84 log CFU/g, diikuti tempe C 5,48 log CFU/g, tempe D 5,20 log CFU/g, tempe G 4,95 log CFU/g, tempe A 4,68 log CFU/g dan terendah adalah sampel tempe F sebesar 3,90 log CFU/g.

Keterangan : Huruf-huruf diatas balok data yang berbeda menandakan terjadi perbedaan yang

signifikan pada taraf signifikansi 0,05%.

Gambar 2 Total kapang tempe

Kandungan kapang pada sampel diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya lama fermentasi dan laru yang digunakan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pagarra (2009). Menurut Paggara (2009), jumlah kapang pada tempe dipengaruhi oleh lama fermentasi. Dari hasil penelitian Paggara (2009) pada tempe kacang hijau, jumlah kapang pada fermentasi 24 jam adalah 7,0x105 CFU/g pada fementasi 36 jam jumlah kapang 6,9x106 CFU/g dan waktu fermentasi 48 jam jumlah kapang mengalami penurunan hingga 4,0x106 CFU/g. Sampel A dan F dengan lama fermentasi 48 jam memiliki kandungan total kapang 4,68 log CFU/g dan 3,88 log CFU/g. Tempe B, C, D dan G dengan lama fermentasi 24 sampai 40 jam mempunyai kandungan total kapang 5,83 log CFU/g, 5,17 log CFU/g, 5,07 log CFU/g dan 4,92 log CFU/g.

(23)

9 Rhizopus sp. mengalami peningkatan pada lama fermentasi 24 jam hingga 36 jam yang kemudian mengalami penurunan setelah waktu fermentasi 36 jam.

Keempat sampel tersebut memiliki total kapang tertinggi dikarenakan lama fermentasi tempe-tempe tersebut adalah antara 24 hingga 40 jam. Rendahnya kandungan kapang pada tempe A dan F diduga dipengaruhi oleh lama fermentasi tempe tersebut yaitu 48 jam.

Faktor lain yang berpengaruh terhadap pertumbuhan kapang pada tempe antara lain adalah kondisi lingkungan tumbuh mikroba dan perbedaan persiapan tempe. Perbedaan cara pembuatan dan persiapan dalam fermentasi tempe di setiap pengrajin tempe akan berpengaruh terhadap jumlah mikroba, hal tersebut dibuktikan oleh penelitian Nurdini et al. (2015) yang melakukan pengamatan terhadap dua tempat pengrajin tempe berbeda di kota Bogor ternyata memiliki perbedaan jumlah total kapang. Perbedaan kedua tempat pengrajin tempe tersebut antara lain adalah banyaknya proses perebusan kedelai dan laru yang digunakan oleh pengrajin.

Sampel B, C, D dan G memiliki jumlah total kapang yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji ANOVA pada taraf signifikansi 0,05% (Lampiran 1). Total kapang sampel A dan F juga tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0,05%.

Nilai pH

Analisis pH pada sampel tempe bertujuan untuk mengetahui nilai keasaman setiap sampel yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme pada sampel. Nilai pH sampel tempe berkisar antara 5,33-7,25. Hasil analisis pH beberapa sampel tempe dapat dilihat pada Gambar 3.

Keterangan : Huruf-huruf diatas balok data yang berbeda menandakan terjadi perbedaan yang

signifikan pada taraf signifikansi 0,05%.

(24)

10

Dari Gambar 3 diketahui bahwa sampel dengan nilai pH tertinggi adalah sampel A dan terendah adalah sampel G. Faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya nilai pH setiap sampel adalah lama fermentasi tempe. Sampel A memiliki waktu fermentasi terlama diantara semua sampel yaitu 48 jam dan sampel G mengalami lama fermentasi hanya 24 jam. Selama proses fermentasi, tempe akan terjadi kenaikan pH tempe hingga jam ke-72 (Emilia 2015; Handoyo dan Naofumi 2006). Hal tersebut diduga mungkin disebabkan karena terdapat mikroorganisme pada tempe yang dapat mendegradasi senyawa protein menjadi asam amino dan juga terbentuknya amonia sehingga menyebabkan kenaikan pH tempe (Sparringa dan Owens 1999). Menurut Samson et al. (1987), kenaikan pH tempe selama fermentasi dikarenakan amonia yang diproduksi oleh kapang. Selain karena aktivitas proteolitik kapang selama fermentasi tempe, Bacillus juga dapat memproduksi asam amino yang dapat meningkatkan pH (Roubos-Van et al. 2010). Lama fermentasi tempe F lebih lama dibandingkan tempe D tetapi nilai pH tempe F lebih kecil, hal tersebut dikarenakan proses pengupasan kulit kedelai dilakukan secara manual dengan menginjak-injak kedelai menggunakan kaki. Hal tersebut dapat mempengaruhi perbedaan jenis mikroorganisme yang terdapat pada kedelai. Hasil penelitian Nurdini et al. (2015) menunjukkan bahwa perbedaan cara pembuatan tempe mempengaruhi jenis dan dinamika pertumbuhan mikroba yang berpengaruh terhadap komposisi kimia tempe seperti nilai pH. Uji ANOVA (Lampiran 2) menunjukkan bahwa nilai pH antar sampel berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%.

Kandungan Ergosterol

Ergosterol atau provitamin D merupakan salah satu jenis sterol yang biasanya terdapat pada kapang (Pratiwi dan Anjarsari 2002). Ergosterol dikenal juga sebagai prekursor vitamin D yang merupakan salah satu indikator dari nilai gizi pada pangan (Feng 2006). Vitamin D pada pangan memiliki fungsi sebagai zat pembangun bagi kesehatan tulang serta gigi. Ergosterol merupakan sterol yang memiliki struktur mirip dengan kolesterol (Gambar 4).

Gambar 4 Struktur ergosterol (Weete, et al 2010)

(25)

11 dengan pembuatan kurva standar ergosterol (Lampiran 3). Hasil analisis berupa peak atau luas kromatogram (Lampiran 4) yang kemudian dimasukkan kedalam persamaan sehingga menghasilkan konsentrasi kandungan ergosterol dalam satuan ppm (Gambar 5). Data menunjukkan kandungan ergosterol sampel tempe berkisar antara 245,84 ppm sampai 681,65 ppm.

Tempe dengan kandungan ergosterol tertinggi adalah tempe F, tempe B dan tempe D. Tingginya kandungan ergosterol pada ketiga sampel tersebut diduga mungkin berkaitan dengan waktu fermentasi tempe. Ergosterol adalah salah satu jenis steroid yang terdapat pada fungi dan merupakan produk metabolit sekunder (Arnezeder dan Hampel 1990; Calvo et al. 2002). Menurut Calvo et al. (2002), produksi metabolit sekunder berkaitan dengan proses sporulasi dan biasanya terjadi pada fase akhir pertumbuhan. Kandungan ergosterol dipengaruhi oleh fase pertumbuhan miselium kapang dan suhu inkubasi (Nout et al. 1987b). Tempe A dengan lama fermentasi yang sama dengan tempe F yaitu 48 jam memiliki kandungan ergosterol sebesar 245,84 ppm. Kandungan ergosterol pada tempe A diduga dipengaruhi juga oleh jumlah khamir yang dimiliki oleh sampel tempe A. Dari penelitian Mafaza (2015), jumlah khamir pada tempe A 4,23 log CFU/g, sedangkan jumlah khamir pada tempe F, B dan D berturut-turut adalah 6,05 log CFU/g, 7,22 log CFU/g dan 9,11 log CFU/g. Menurut Passanen et al. (1999), khamir juga dapat memproduksi ergosterol. Penelitian Feng et al. (2007) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan ergosterol sebesar 12-31 % pada tempe barley yang difermentasi dengan penambahan khamir sebanyak 104 CFU/g. Faktor lain yang diduga ikut berperan dalam mempengaruhi kandungan ergosterol tempe adalah adanya penggunaan laru yang dikulturkan kembali di onggok. Dari penelitian Nurdini et al.(2015) diketahui bahwa ditemukan bakteri asam laktat pada tempe yang menggunakan laru tempe yang dikulturkan kembali di onggok.

Keterangan : Huruf-huruf diatas balok data yang berbeda menandakan terjadi perbedaan yang

signifikan pada taraf signifikansi 0,05%

(26)

12

Hasil uji ANOVA (Lampiran 5) menunjukkan bahwa kandungan ergosterol sampel tempe A, C dan G berbeda nyata pada taraf signifikansi 0,05% dan sampel B, D dan F tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0,05%.

Identifikasi dan Karakterisasi Kapang Tempe

Hasil identifikasi terhadap 3 sampel tempe dengan kandungan ergosterol tertinggi secara mikroskopis, diketahui bahwa kapang yang berperan pada setiap sampel tempe tersebut adalah Rhizopus sp. (Gambar 6).

Gambar 6 Kapang Tempe Rhizopus sp. (perbesaran 1000x)

Dari hasil uji amilolitik kapang (Lampiran 6) didapatkan hasil positif yaitu terdapat zona bening di sekeliling koloni kapang yang ditetesi oleh larutan lugol. Hal tersebut menunjukkan bahwa kapang tempe memang memiliki kemampuan untuk memecah pati. Menurut Nout dan Rombouts (1990), sifat kapang tempe antara lain dapat mendegradasi karbohidrat selama fermentasi berlangsung (Nout dan Rombouts 1990). Uji lipolitik, kapang juga memberikan hasil yang positif yaitu adanya perubahan warna media menjadi kekuningan. Uji proteolitik menunjukkan hasil positif dengan terjadinya perubahan warna media yang berwarna putih menjadi bening di sekitar koloni kapang pada media PDA yang telah diperkaya dengan susu skim sebanyak 2%, hal tersebut dikarenakan kapang dapat memecah protein menjadi komponen yang lebih sederhana.

(27)

13

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah perbedaan cara pembuatan tempe berpengaruh terhadap tempe yang dihasilkan seperti kandungan kapang tempe, keasaman dan kandungan ergosterol tempe. Jumlah total kapang tempe pada beberapa pengrajin di Bogor berkisar antara 3,88 log CFU/g sampai 5,84 log CFU/g. Nilai pH beberapa sampel tempe berkisar antara 5,33 sampai 7,25. Kandungan ergosterol beberapa sampel tempe sangat beragam, berkisar antara 245,84 ppm (tempe A) sampai 681,64 ppm (tempe F). Hasil identifikasi secara mikroskopis dan kimiawi menunjukkan kapang yang berperan dalam pembuatan tempe adalah kapang Rhizopus sp. yang memiliki kemampuan dalam memecah pati, protein dan lemak karena hasil positif terhadap uji amilolitik, proteolitik dan lipolitik.

Saran

Perlu penelitian lebih lanjut dengan melihat korelasi antara kapang Rhizopus sp. dengan kandungan ergosterol pada tempe.

DAFTAR PUSTAKA

Adam, MR, Moss MO. 2008. Food microbiology Third Edition. England (GB): The RSC Pub.

Arnezeder C, Hampel WA. 1990. Influence of growth rate on the accumulation of ergosterol in yeast-cells. J Biotech 12(4): 277-282.

[BAM] Bacteriological Analytical Manual. 2001. Yeasts, Molds and Mycotoxins. Washington DC(US). Food and Drug Administration.

Calvo AM, Richard AW, Jin WB, Nancy PK. 2002. Relationship between secondary metabolism and fungal development. J Microbiol Molecul. 66(3):447-459.

Emilia Q. 2015. Perilaku Bacillus cereus selamafermentasi tempe yang diperkaya dengan bakteri asam laktat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Feng XM. 2006. Microbial dynamics during barley tempeh fermentation

[disertasi]. Uppsala(SE): Swedish University.

Feng XM, Passoth V, Eklund-Jonsson C, Alminger ML, Schnürer J. 2007. Rhizopus oligosporus and yeast co-cultivation during barley tempeh fermentation-nutritional impact and real time PCR quantification of fungal growth dynamics. J Food Microbiol. 24:393-402.

(28)

14

Haliza W, Endang YP, Ridwan T. 2007. Pemanfaatan kacang-kacangan lokal sebagai substitusi bahan baku tempe dan tahu. J Pascapanen Pertanian. 3. Harrigan WF. 1998. Laboratory Methods in Food Microbiology. Academic Pr:

New York (US).

Jennessen J, Nielsen KF, Houbraken J, Lyhne EK, Schnürer J, Frisvad JC, Samson RA. 2005. Secondary metabolite and mycotoxin production by the Rhizopus microsporus group. J Agric Food Chem. 53, 1833-1840.

Kustyawaty ME. 2009. Kajian peran yeast dalam pembuatan tempe. J Agritech. 29 (2).

Lioe HN, Tika S, Ririn A. 2013. Validasi metode analisis kolesterol dalam telur dengan HPLC-ELSD. JIPI. 18(3): 178-185.

Mafaza I. 2015. Keragaman khamir dan bakteri asam laktat pada beberapa tempe dengan kandungan ergosterol tinggi di daerah bogor [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Nout MJR, Bonants-van LTMG, de Jongh P, de Koster PG. 1987a. Ergosterol content of Rhizopus oligosporus NRRL 5905 grown in liquid and solid substrates. J Appl Microbiol. 26(5): 456-461.

Nout MJR, Dreu MAD, Zuurbier AM, Bonants vL. 1987b. Ecology of controlled soyabean acidification for tempe manufacture. J Food Microbiol. 4:165-172. Nout MJR, Rombouts FM. 1990. Recent developments in tempe research. J Appl

Bacteriol. 69:609-633.

Nurahman, Mary A, Suparmo, Marsetyawan HNES. 2012. Pertumbuhan jamur, sifat organoleptik dan aktivitas antioksidan tempe kedelai hitam yang diproduksi dengan berbagai jenis inokulum. J Agritech. 32(1).

Nurdini AL, Nuraida L, Suwanto A, Suliantari. 2015. Microbial growth dynamics during tempe fermentation in two different home industries. Int Food Research J. 22(4): 1668-1674

Paggara, H. 2009. Laju pertumbuhan jamur Rhizopus sp. pada tempe kacang hijau (Phaseolus radiatus L.). J Bionature. 10 (2).

Passanen AL, Yli-Pietila K, Pasanen P, Kalliokoski P, Tarhanen J. 1999. Ergosterol content in various fungal species and biocontaminated building materials. JAM . 65: 138-142.

Pertiwi, Mentari FD, Wahono HS. 2014. Pengaruh proporsi (buah : sukrosa) dan lama osmosis terhadap kualitas sari buah stroberi (Fragaria vesca L).J Pangan dan Agroindustri . 2(2).

Purwoko T. 2004. Kandungan isoflavon aglikon pada tempe hasil fermentasi Rhizopus microsporus var. oligosporus: Pengaruh perendaman. J Biosmart. 6: 85-87.

Pratiwi AR, Anjarsari. 2002. Deteksi ergosterol sebagai indikator kontaminasi cendawan pada tepung terigu. J Teknol Indust Pangan. 13.

Rahayu K, Kuswanto, Sudarmadji S. 1989. Mikrobiologi Pangan PAU Pangan dan Gizi. Yogyakarta(ID): Universitas Gadjah Mada.

Roubos-Van dHPJ, Nout MJR, van der MJ, Gruppen H. 2010. Bioactivity of tempe by inhibiting adhesion of ETEC to intestinal cells, as influenced by fermentation substrates and starter pure cultures. J Food Microbiol 27(5):683-644.

(29)

15 Sukardi, Wignyanto, Isti P. 2008. Uji coba penggunaan inokulum tempe dari kapang Rhizopus oryzae dengan subsrat tepung beras dan ubi kayu pada unit produksi tempe Sanan Kodya Malang. JTEP. 9:207 – 215.

Sopandi T, Wardah. 2013. Mikrobiologi Pangan Teori dan Praktik. Yogyakarta(ID): Andi Yogyakarta.

Sparringa RA, Owens JD. 1999. Causes of alkalinization in tempe solid substrate fermentation. J Enzyme and Microbial Technology 25, 677-681.

Sparringa RA, Kendall M, Westby A, Owens JD. 2002. Effects of temperature, pH, water activity and CO2 concentration on growth of Rhizopus oligosporus NRRL 2710. J Appl Microbiol. 92: 329-337.

(30)

16

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil uji ANOVA total kapang sampel tempe

ANOVA total_kapang

Sum of

Squares

df Mean Square

F Si

g. Between

Groups 4,125 5 ,825 4,362

,0 51

Within Groups 1,135 6 ,189

Total 5,260 11

total_kapang Duncan

sampel N Subset for alpha = 0.05

1 2 3

F 2 3,8750

A 2 4,6800 4,6800

G 2 4,9200 4,9200 4,9200

D 2 5,0700 5,0700

C 2 5,1700 5,1700

B 2 5,8300

(31)

17 Lampiran 2 Hasil uji ANOVA pH sampel tempe

ANOVA ergosterol

Sum of

Squares

df Mean Square

F Sig. Between

Groups 574822.623 5 114964.525 31.256 .000 Within Groups 66206.531 18 3678.141

Total 641029.154 23

pH Duncan

Sampel N Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4 5 6

G 4 5.3275

D 4 5.9225

B 4 6.1750

F 4 6.4200

C 4 6.8125

A 4 7.3275

(32)

18

Lampiran 3 Kurva standar ergosterol

y = 21.078x + 1.6153 R² = 0.9996

0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00

0 20 40 60 80 100 120

(33)
(34)

20

Lampiran 5. Hasil uji ANOVA ergosterol sampel tempe

(35)

21 Lampiran 6 Hasil uji sifat karakteristik dari kapang Rhizopus sp. sifat lipolitik (a),

sifat proteolitik (b) dan sifat amilolitik (c)

(a) Sifat lipolitik kapang

(b) Sifat proteolitik kapang

(36)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 29 Desember 1993. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ir. Tatang Supriatna dan Sawitri Endang Puspitasari, SE.

Penulis merupakan lulusan SMA Insan Kamil Bogor pada tahun 2011 yang kemudian melanjutkan studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN tulis.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai organisasi dan kepanitiaan. Penulis aktif dalam berorganisasi sebagai anggota pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan. Penulis aktif menjalani kepanitiaan acara seperti menjadi anggota divisi sponsorship Reds Cup 2013. Sponsorship Foodival 2014 dan menjadi manager sepakbola FATETA dalam acara Olimpiade Mahasiswa IPB 2014-2015.

Gambar

Gambar 1 Diagram alir penelitian
Tabel 1 Hasil survei pembuatan  tempe
Gambar 2  Total kapang tempe
Gambar 3 Nilai pH tempe.
+3

Referensi

Dokumen terkait