• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Luka Tembak di Departemen Kedokteran Forensik FK USU/SMF Kedokteran Forensik RSUD Dr. Pirngadi dan RSUP H. Adam Malik Medan Periode 2008-2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Luka Tembak di Departemen Kedokteran Forensik FK USU/SMF Kedokteran Forensik RSUD Dr. Pirngadi dan RSUP H. Adam Malik Medan Periode 2008-2012"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Jannatun Naimah Rambe

Tempat / tanggal lahir : Tualang / 7 Januari 1992

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Islam

Alamat : Jalan Abdul Hakim Pasar 1 Klasik 3 no 75 Tanjung Sari Medan

Nomor Telepon : 085262857739

Email : jannatun.naimah233@gmail.com

Riwayat Pendidikan : SD Negeri 117481 Bilah Hilir (1998-2004) SMP Negeri 2 Bilah Hilir (2004-2007) SMA Negeri 3 Rantau Utara (2007-2010) Fakultas Kedokteran USU (2010)

Riwayat Organisasi : Sekretaris Divisi Logistik TBM FK USU PEMA FK USU 2011/2012

(2)
(3)
(4)

Lampiran 4

Lembar Pengamatan

No No VER Umur Jens

(5)

Lampiran 5

Data Induk

No No VER Umur Kelamin Jens Tahun Jenis luka tembak Penyebab kematian

1 VER/512/XII/2008 39 laki-laki 2008 luka tembak masuk perdarahan

2 T/468/XI/2008 30 laki-laki 2008 luka tembak masuk rusaknya jaringan otak

3 B/II/IX/2008 45 laki-laki 2008 luka tembak masuk perdarahan

4 R/361/XII/2008 30 laki-laki 2008 luka tembak masuk rusaknya jaringan otak 5 VER/512/XII/2008 39 laki-laki 2008 luka tembak masuk perdarahan

6 B/524/IX/2010 35 laki-laki 2010 luka tembak masuk perdarahan 7 VER/08/VI/2010 48 laki-laki 2010 luka tembak masuk perdarahan 8 B/85/III/2011 28 perempuan 2011 luka tembak masuk perdarahan 9 B/85/III/2011 28 perempuan 2011 luka tembak keluar perdarahan 10 B/84/III/2011 33 laki-laki 2011 luka tembak masuk perdarahan 11 B/08/VIII/2011 40 laki-laki 2011 luka tembak masuk perdarahan 12 R/VER/240/VIII/2009 27 laki-laki 2009 luka tembak masuk perdarahan

13 B/6/VII/2011 45 laki-laki 2011 luka tembak masuk perdarahan

14 R/424/VII/2011 36 laki-laki 2011 luka tembak masuk perdarahan 15 B/85/III/2011 28 perempuan 2011 luka tembak masuk perdarahan 16 B/85/III/2011 28 perempuan 2011 luka tembak keluar perdarahan 17 83/V/IKK/VER/2012 36 laki-laki 2012 luka tembak masuk perdarahan 18 /I/IKK/VER/2008 15 laki-laki 2008 luka tembak keluar dan masuk Perdarahan

19 B/12/1/2008 51 laki-laki 2008 luka tembak masuk Perdarahan

(6)

Lampiran 6

A. Karakteristik Sampel Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 16 80.0 80.0 80.0

perempuan 4 20.0 20.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 15 1 5.0 5.0 5.0

27 1 5.0 5.0 10.0

28 4 20.0 20.0 30.0

30 2 10.0 10.0 40.0

33 1 5.0 5.0 45.0

35 1 5.0 5.0 50.0

36 2 10.0 10.0 60.0

39 2 10.0 10.0 70.0

40 1 5.0 5.0 75.0

45 2 10.0 10.0 85.0

48 1 5.0 5.0 90.0

50 1 5.0 5.0 95.0

51 1 5.0 5.0 100.0

(7)

Kelompok Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 15-32 8 40.0 40.0 40.0

33-51 12 60.0 60.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

Tahun Kejadian

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 2008 7 35.0 35.0 35.0

2009 1 5.0 5.0 40.0

2010 2 10.0 10.0 50.0

2011 8 40.0 40.0 90.0

2012 2 10.0 10.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

B. Hasil Analisis Data Jenis Luka Tembak

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid luka tembak masuk 17 85.0 85.0 85.0

luka tembak keluar 2 10.0 10.0 95.0

luka tembak masuk dan keluar

1 5.0 5.0 100.0

(8)

Jarak Luka Tembak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid luka tembak tempel 3 14.3 14.3 14.3

luka tembak sangat dekat 6 28.6 28.6 42.9

luka tembak dekat 7 33.3 33.3 76.2

luka tembak jauh 5 23.8 23.8 100.0

Total 21 100.0 100.0

Lokasi Luka Tembak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kepala sebelah kanan 6 28.6 28.6 28.6

leher sebelah kanan 1 4.8 4.8 33.3

leher sebelah kiri 2 9.5 9.5 42.9

dada sebelah kanan 5 23.8 23.8 66.7

dada sebelah kiri 1 4.8 4.8 71.4

perut sebelah kanan 2 9.5 9.5 81.0

pinggang sebelah kiri 3 14.3 14.3 95.2

lutut kanan 1 4.8 4.8 100.0

(9)

Penyebab Kematian

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid perdarahan 18 90.0 90.0 90.0

rusaknya jaringan otak dan perdarahan

2 10.0 10.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

Lokasi Perdarahan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid rongga kepala 8 40.0 40.0 40.0

rongga dada 5 25.0 25.0 65.0

paru kanan dan kiri 1 5.0 5.0 70.0

rongga perut 6 30.0 30.0 100.0

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Algozi, A.M., 2011. Luka Tembak. Diunduh dari website http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/Forensik/Luka%20temba k.pdf. Pada tanggal 18 april 2011

Amir, A., 2004. Autopsi Medikolegal. Edisi Kedua. Medan: Ramadhan, 1-35.

, 2011. Luka Tembak. Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Kedua. Medan: Ramadhan, 91-103.

Bagian kedokteran ForensiknFakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1997. Luka Akibat Senjata Api. Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FK UI, 44-48.

Chadha, V.P., 1995. Catatan Kuliah Ilmu Forensik dan Toksikologi. Edisi Kelima. Jakarta: Widya Medika, 78.

Di Maio, V.J.M., 1999. Gunshot Wounds Practical Aspects of Firearms, Ballistic, and Forensic Techniques. Second Edition. New York: CRC Press.

Fadhillah, R., 2012. Profil Kejadian Kematian Mendadak Di Departemen Kedokteran Forensik FK USU/SMF Kedokteran Forensik RSUD dr.Pirngadi. Medan: 14-15.

Ficap. 2011. Firearm and Injury Center At Penn. Diunduh pada tanggal 18 november 2009 dari website http://www.uphs.upenn.edu/ficap/

Idries, A.M., 1997. Luka Akibat Tembakan Senjata Api. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Jakarta: Binarupa Aksara, 131-167. , 1997. Visum Et Repertum. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran

Forensik. Edisi Pertama. Jakarta: Binarupa Aksara, 2-4.

, 2009. Visum Et Repertum. Dalam: Pedoman Praktis Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Jakarta: Sagung Seto, 9-10.

, dan Martono, A.L.J., 2011. Penerapan Ilmu Kedokteran, Kecelakaan Bunuh Diri, atau Pembunuhan. Dalam: Pedoman Praktis Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Jakarta: Sagung Seto, 70-71.

(11)

Knight, B., and Keith, S.CBE,. 1996. Firearm Wounds. In: Forensik Medicine. Ninth Edition. New York: 71-86.

Laporan Hak Asasi Manusia Triwulan kedua,. 1998. Krisis Perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Diunduh dari website http://www.elsam.or.id/pdf/paper/Tri2_98.pdf pada tanggal 27 mei 2012 Nelson., dkk. 2000, Pengendalian Cedera. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15.

Jakarta: EGC, 289-290.

(12)

BAB 3

KERANGKA KONSEPN DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian merupakan kerangka yang menggambarkan dan mengarahkan asumsi mengenai elemen-elemen yang diteliti.

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan tinjauan pustaka, maka kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional:

Gambaran yang dimaksud pada penelitian ini adalah gambaran hasil pemeriksaan yang didapatkan dari pemeriksaan luar dan dalam pada kasus kematian akibat luka tembak.

Luka tembak adalah luka yang disebabkan anak peluru yang mengenai tubuh dapat berupa luka tembak masuk atau luka tembak keluar.

Cara ukur : observasi

Alat ukur : hasil visum et repertum

Hasil ukur : jumlah orang atau kasus

Skala pengukuran : nominal

Luka tembak masuk adalah luka yang disebabkan anak peluru yang mengenai tubuh dimana anak peluru masih berada didalam tubuh.

Cara ukur : observasi

Alat ukur : hasil visum et repertum

Gambaran:

- Luka Tembak Masuk - Luka Tembak Keluar - Jarak tembak

- Lokasi luka tembak

(13)

Hasil ukur : - Ada kelim lecet

- Ukurannya kecil

- Perdarahan lebih sedikit

- Pinggiran luka melekuk kearah dalam

Skala pengukuran : nominal

Luka tembak keluar adalah luka yang disebabkan anak peluru yang menembus tubuh dan anak peluru keluar dari bagian tubuh.

Cara ukur : observasi

Alat ukur : hasil visum et repertum

Hasil ukur :

- Tidak ada kelim lecet - Ukuran lebih besar - Perdarahan lebih banyak - Pinggiran luka melekuk keluar

Skala pengukuran : nominal

Jarak tembak adalah jarak antara senjata api dengan tubuh korban saat penembakan.

Cara ukur : observasi

Alat ukur : hasil visum et repertum

Hasil ukur :

- Luka tembak tempel

- Luka tembak sangat dekat : ± 15 cm - Luka tembak dekat : ≤ 70 cm - Luka tembak jauh : ≥ 70 cm

Skala pengukuran : rasio

Lokasi luka tembak adalah bagian dari tubuh yang ditembus oleh anak peluru.

Cara ukur : observasi

Alat ukur : hasil visum et repertum

(14)
(15)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian yang bersifat deskriptif, dimana dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan data sekunder yaitu melihat hasil pemeriksaan visum et repertum korban pada kasus luka tembak di Departemen Kedokteran Forensik FK USU/ SMF kedokteran Forensik RSUD Dr. Pirngadi dan RSUP H. Adam Malik Medan periode 2008-2012.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2013.

4.2.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bagian Departemen Kedokteran Forensik FK USU/ SMF Kedokteran Forensik RSUD Dr. Pirngadi dan RSUP H. Adam Malik Medan. Adapun pertimbangan memilih lokasi tersebut dengan alasan karena kedua rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan dari pihak kepolisian untuk melakukan autopsi apabila terdapat kasus di bagian forensik.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

(16)

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh populasi yang telah sesuai dengan kriteria-kriteria penelitian yaitu semua populasi korban mati akibat luka tembak yang terdapat di Departemen Kedokteran Forensik FK USU, SMF Kedokteran Forensik RSUD Dr. Pirngadi dan RSUP. H. Adam Malik Medan periode 2008-2012. Sampel pada penelitian dipilih dengan menggunakan metode total sampling.

1. Kriteria Inklusi:

a. Korban yang mati akibat luka tembak, bukan akibat luka bakar, kecelakaan lalu lintas, maupun keracunan.

b. Jenis kelamin dan usia korban diketahui.

c. Penyebab kematian akibat luka tembak diketahui melalui pemeriksaan luar dan dalam.

2. Kriteria Ekslusi:

a. Data visum et repertum yang mengalami kerusakan, tidak dapat dibaca, dan hilang.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari hasil visum et repertum korban kasus luka tembak dari tahun 2008-2012 yang dilaporkan di Departemen Kedokteran Forensik FK USU/ SMF Kedokteran Forensik RSUD Dr. Pirngadi dan RSUP H. Adam Malik Medan.

4.5. Metode Analisis Data

(17)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada dua tempat, yaitu Departemen Kedokteran Forensik FK USU/SMF Kedokteran Forensik RSUD Dr. Pirngadi dan RSUP H. Adam Malik Medan dimana kedua rumah sakit ini tersebut merupakan rumah sakit pendidikan yang terdapat di Sumatera Utara.

RSUD Dr. Pirngadi berada di pusat kota Medan dimana bangunan lama dari rumah sakit menghadap jalan Prof. HM. Yamin SH no. 47 dan bangunan barunya menghadap Jalan Perintis Kemerdekaan . Rumah sakit ini didirikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda dengan nama Gemente Zieken Huis. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Maria Constantia Macky pada tanggal 11 Agustus 1928 dan diresmikan pada tahun 1930. RSUD Dr. Pirngadi Medan menyandang predikat Rumah Sakit Kelas B Pendidikan, berdasarkan akreditas Depkes RI No.YM.00.03.3.5.1309. Sejak berdirinya Fakultas Kedokteran Universita Sumatera Utara (FK USU) pada tanggal 20 Agustus 1952, maka rumah sakit ini secara otomatis difungsikan sebagai tempat kepaniteraan klinik para mahasiswa FK USU meskipun penandatanganan perjanjian kerjasama antara FK USU dengan pihak RSUD Dr. Pirngadi sebagai Teaching Hospital (rumah sakit pendidikan) FK USU baru dilaksanakan pada tanggal 20 Mei 1968.

(18)

5.1.2. Karateristik Individu

Jumlah Kasus yang tercatat di Departemen Kedokteran Forensik FK USU/ SMF Kedokteran Forensik RSUD Dr. Pirngadi dan RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2008-2012 adalah 20 kasus.

Dari keseluruhan korban kasus tersebut, karateristik yang diamati meliputi usia, jenis kelamin, tahun kejadian.

Table 5.1. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi %

Laki – laki 16 80

Perempuan 4 20

Total 20 100

Pada table 5.1. di atas ditunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki pada penelitian ini adalah sebanyak 16 orang (80%) dan jenis kelamin perempuan adalah sebanyak 4 orang (20%).

Table 5.2. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi %

15-32 8 40

33-51 12 60

Total 20 100

Karateristik usia korban dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 15-32 tahun sebanyak 8 orang (40%), dan 33-51 tahun sebanyak 12 orang (60%).

(19)

Table 5.3. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Tahun Kejadian

Tahun Kasus Frekuensi %

2008 7 35

2009 1 5

2010 2 10

2011 8 40

2012 2 10

Total 20 100

Dari tabel diatas terlihat bahwa kasus luka tembak yang terjadi paling banyak pada tahun 2011 yaitu sebanyak 8 orang (40%), diikuti pada tahun 2008 sebanyak 7 orang (35%) dan 2012 dan 2010 yaitu sebanyak 2 orang (10%), dan yang terjadi paling sedikit pada tahun 2009 yaitu sebanyak 1 orang (5%).

5.1.3. Hasil Analisis Data

Berdasarkan data visum et repertum korban kasus luka tembak dari SMF Kedokteran Forensik RSUD Dr. Pirngadi dan RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2008-2012, diketahui jumlah kasus berdasarkan jenis luka tembak, jarak luka tembak, lokasi luka tembak dan penyebab kematian adalah sebagai berikut.

Table 5.4. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis Luka Tembak

Jenis Luka Tembak Frekuensi %

Luka tembak masuk 17 85

Luka tembak keluar 2 10

Luka tembak masuk dan keluar 1 5

Total 20 100

(20)

tembak keluar sebanyak 2 kasus (10%), dan luka tembak masuk dan keluar 1 kasus (5%).

Table 5.5. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Jarak Luka Tembak

Jarak Luka Tembak Frekuensi %

Luka tembak tempel 3 14,3

Luka tembak sangat dekat 6 28,6

Luka tembak dekat 7 33,3

Luka tembak jauh 5 23,8

Total 21 100

Dari keseluruhan kasus jarak luka tembak yang sering yaitu luka tembak dekat sebanyak 7 kasus (33,3%) , diikuti oleh luka tembak sangat dekat sebanyak 6 kasus (28,6%), kemudian luka tembak jauh sebanyak 5 kasus (23,8%), dan luka tembak tempel sebanyak 3 kasus (14,3%).

Table 5.6. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Lokasi Luka Tembak

Lokasi Luka Tembak Frekuensi %

Kepala sebelah kanan 6 28,6

Leher sebelah kanan 1 4,8

Leher sebelah kiri 2 9,5

Dada sebelah kanan 5 23,8

Dada sebelah kiri 1 4,8

Perut sebelah kanan 2 9,5

Pinggang sebelah kiri 3 14,3

Lutut kanan 1 4,8

Total 21 100

(21)

kasus (23,8%), kemudian pinggang sebelah kiri yaitu 3 kasus (14,3%) dan yang jarang pada leher sebelah kiri yaitu 2 kasus (9,5%), diikuti perut sebelah kanan 2 kasus (9,5%) serta leher sebelah kanan yaitu 1 kasus (4,8%), dada sebelah kiri yaitu 1 kasus (4,8%), dan lutut kanan yaitu 1 kasus (4,8%).

Table 5.7. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Penyebab Kematian

Penyebab Kematian Frekuensi %

Perdarahan 18 90

Rusaknya jaringan otak dan perdarahan

2 10

Total 20 100

Dari data pada tabel 5.7. diatas diketahui 20 kasus luka tembak, sebagian besar kematian disebabkan oleh perdarahan sebanyak 18 kasus (90%), sedangkan rusaknya jaringan otak dan perdarahan sebanyak 2 kasus (10%).

Table 5.8. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Lokasi Penyebab Kematian

Lokasi Perdarahan Frekuensi %

Rongga kepala 8 40

Rongga dada 5 25

Paru kanan dan kiri 1 5

Rongga perut 6 30

Total 20 100

(22)

5.2. Pembahasan

Penelitian ini dilaksanakan di Departemen Kedokteran Forensik FK USU/SMF Kedokteran Forensik RSUD Dr. Pirngadi dan RSUP H. Adam Malik Medan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran luka tembak pada kasus luka tembak. Dari penelitian, didapatkan 20 hasil visum yang telah dilakukan pemeriksaan dalam dan luar, yang terdiri dari 16 laki-laki dan 4 perempuan.

Dimana pemeriksaan luar meliputi pemeriksaan label, pakaian, benda di samping mayat, ciri identitas fisik, ciri tanatologis dan pelukaan sedangkan pemeriksaan dalam dilakukan dengan membuka dan memeriksa isi rongga kepala, leher, dada, perut, panggul dan pemeriksaan dengan membuka bagian lain dilakukan apabila diperlukan.

Setelah dilakukan analisa pada data-data tersebut, maka didapatkan pembahasan sebagai berikut. Pada tabel 5.1 diketahui bahwa berdasarkan jenis kelamin, laki-laki adalah kelompok yang paling banyak meninggal karena luka tembak yaitu 16 orang (80%) dan perempuan adalah sebanyak 4 orang (20%). Hal ini sama seperti data yang disebutkan pada buku Gunshot Wounds Practical Aspects of Firearms, Ballistic, and Forensic Techniques (1999) angka kematian karena luka tembak terbanyak pada jenis kelamin laki-laki 65%. Dimana kita ketahui kasus luka tembak ini sering terjadi pada kasus kriminal seperti pembunuhan dimana pembunuhan lazim terjadi pada anak laki-laki (Nelson, 2000).

(23)

Pada tabel 5.4, dapat dilihat bahwa jenis luka tembak yang terjadi paling banyak adalah luka tembak masuk yaitu 17 kasus (85%), diikuti dengan luka tembak keluar sebanyak 2 kasus (10%), dan luka tembak masuk dan keluar 1 kasus (5%), dari data ini dapat kita lihat bahwa dalam 1 korban bisa mengalami 2 jenis luka tembak dan mengalami lebih dari 1 kali tembakan seperti pada korban anak laki-laki usia 15 tahun mengalami luka tembak keluar pada alat gerak bawah yaitu lutut kanan yang menembus ke paha kanan dan luka tembak masuk pada perut sebelah kanan, dan frekuensi untuk terjadinya luka tembak keluar bergantung dari kecepatan dari suatu peluru dan jenis senjata yang digunakan, tapi disini saya tidak membahas tentang senjata yang digunakan karena itu bukan kompetensi kita sebagai dokter. Untuk korban yang mengalami luka tembak keluar saja yang didaerah leher sebelah kanan luka tembak masuknya dari leher sebelah kiri, sedangkan untuk luka tembak keluar yang didaerah dada sebelah kanan luka tembak masuknya dari dada sebelah kanan begian belakang.

Pada tabel 5.5, jarak luka tembak yang sering yaitu luka tembak dekat sebanyak 7 kasus (33,3%) , diikuti oleh luka tembak sangat dekat sebanyak 6 kasus (28,6%), kemudian luka tembak jauh sebanyak 5 kasus (23,8%), dan luka tembak tempel sebanyak 3 kasus (14,3%). Hal ini disebabkan karena kasus luka tembak sering terjadi pada kasus pembunuhan yang kita lihat dari jarak luka tembaknya yaitu jarak luka tembak dekat dibawah 70 cm dan jarak luka tembak sangat dekat ±15 cm (Idries, 1997). Sedangkan kasus bunuh diri sering terjadi pada jarak luka tembak tempel. Dari luka tembak keluar dapat kita lihat bahwa jarak yang terjadi adalah luka tembak jauh dan luka tembak sangat dekat, sedangkan untuk luka tembak masuk jaraknya adalah luka tembak tempel, luka tembak sangat dekat, luka tembak dekat dan luka tembak jauh.

(24)

yaitu 1 kasus (4,8%), dan lutut kanan yaitu 1 kasus (4,8%). Hal ini sesuai seperti data yang disebutkan pada buku Gunshot Wounds Practical Aspects of Firearms, Ballistic, and Forensic Techniques (1999) lokasi luka tembak tersering adalah dikepala 83,5% selanjutnya dada 15,9% tapi tidak ada menyebutkan bagian dari lokasi tersebut.

Pada tabel 5.7, diketahui 20 kasus luka tembak, sebagian besar kematian disebabkan oleh perdarahan sebanyak 18 kasus (90%), ini sesuai dengan data yang tercantum dalam buku Gunshot Wounds Practical Aspects of Firearms, Ballistic, and Forensic Techniques (1999) korban luka tembak meninggal karena perdarahan 81%. Rusaknya jaringan otak dan perdarahan sebanyak 2 kasus (10%) ini disebabkan karena pecah tulang tengkorak akibat luka tembak.

(25)

BAB 6

KESIMPULAN DANSARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Kematian karena luka tembak paling banyak terjadi pada jenis kelamin

laki-laki yaitu sebanyak 16 kasus (80%) dibandingkan dengan perempuan yang hanya 4 kasus (20%).

2. Berdasarkan dari tingkat usianya kematian karena luka tembak paling banyak terjadi pada usia dengan rentang 33-51 tahun sebanyak 12 kasus (60%) dibandingkan pada rentang 15-32 tahun sebanyak 8 kasuss (40%). 3. Berdasarkan jenis luka tembaknya kejadian luka tembak lebih banyak

terjadi pada jenis luka tembak masuk sebanyak 17 kasus (85%) sedangkan luka tembak keluar 2 kasus (10%) dan luka tembak masuk dan keluar sebanyak 1 kasus (5%).

4. Untuk jarak luka tembaknya kejadian luka tembak terjadi paling sering pada jarak luka tembak dekat sebanyak 7 kasus (33.3%).

5. Berdasarkan lokasi luka tembak kematian karena luka tembak terjadi paling banyak pada daerah kepala sebanyak 6 kasus (28,6%).

6.2. Saran

1. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan data-data pada penelitian ini dapat dijadikan acuan penelitian selanjutnya, untuk dilakukan penelitian dengan populasi yang lebih luas.

(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Luka Tembak

2.1.1. Definisi Luka Tembak

Luka tembak adalah luka yang disebabkan oleh penetrasi anak peluru atau persentuhan peluru dengan tubuh. Termasuk dalam luka tembak adalah luka penetrasi ataupun perforasi. Luka penetrasi terjadi bila anak peluru memasuki suatu objek dan tidak keluar lagi, sedangkan pada luka perforasi anak peluru menembus objek secara keseluruhan. Luka dalam luka tembak dapat berupa keduanya, baik luka penetrasi maupun luka perforasi. Peluru yang ditembakkan kekepala dapat menembus kulit dan tengkorak sebelum akhirnya bersarang didalam otak. Hal ini menimbulkan luka penetrasi pada kepala dan luka perforasi pada tengkorak dan otak (Amir, 2011).

2.1.2. Klasifikasi Luka Tembak

1) Luka Tembak Masuk

Bagian yang penting dalam pemeriksaan luka tembak adalah pemeriksaan luka tembak masuk karena pengertian luka tembak adalah penetrasi anak peluru ke dalam tubuh, maka perlu dikaji tentang yang terjadi pada waktu peluru menembus kulit. Selain luka masuk yang merobek tubuh, maka dipinggir luka akan terbentuk cincin memar disekeliling luka masuk (contusion ring), sebetulnya ini lebih tepat disebut luka lecet. Diameter luka memar ini menggambarkan kaliber peluru yang menembus. Oleh karena itu perlu diukur dengan teliti. Bila cincin memar bulat berarti peluru menembus tegak lurus. Bila lonjong maka peluru menembus miring. Arah dan sudut kemiringan luka tembak masuk dapat ditentukan dari bagian yang lebih lebar dari cincin memar (Amir, 2011).

(27)

dan lain-lain atau peluru memuai karena panas atau peluru yang ujungnya sengaja dibelah (Amir, 2011).

Luka tembak pada tulang, khususnya tulang pipih akan menunjukkan kelainan yang khas, sehingga walaupun pada korban telah mengalami pembusukan masih tetap akan dapat dikenali dari bagian sebelah mana peluru masuk dan pada bagian mana pula peluru tersebut keluar. Luka tembak pada kepala merupakan contoh yang baik untuk melihat kelainan dimaksud (Idries, 1997).

a. Pada tempat masuknya peluru, lubang yang terjadi pada tabula eksterna akan lebih kecil dibandingkan dengan lubang pada tabula interna, sehingga membentuk corong yang membuka ke dalam.

b. Pada tempat keluarnya peluru, lubang yang terjadi pada tabula interna akan lebih kecil bila dibandingkan dengan lubang pada tabula eksterna, sehingga membentuk corong yang membuka keluar.

c. Tembakan pada tulang panjang walaupun tidak memberikan gambaran yang khas, tetapi merupakan petunjuk dari mana peluru datang yaitu melihat fragmen tulang yang terangkat atau terdorong, bila peluru datang dari sebelah kanan maka fragmen tulang akan terdorong ke sebelah kiri. d. Pada luka tembak tempel dapat dijumpai pengotoran berwarna hitam yang

ditimbulkan oleh butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar, yang menempel pada tepi lubang yang terbentuk pada tengkorak atau tulang.

2) Luka Tembak Keluar

(28)

Ciri khusus yang sekaligus merupakan perbedaan pokok dengan luka tembak masuk adalah: tidak adanya kelim lecet, bentuk luka tembak keluar lebih besar. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan luka tembak keluar lebih besar dari luka tembak masuk adalah (Idries, 1997):

a. Perubahan luas peluru, oleh karena terjadi deformitas sewaktu peluru berada dalam tubuh dan membentur tulang.

b. Peluru sewaktu berada dalam tubuh mengalami perubahan gerak, misalnya karena terbentur bagian tubuh yang keras, peluru bergerak berputar dari ujung ke ujung (end to end), ini disebut tumbling.

c. Pergerakan peluru yang lurus menjadi tidak beraturan disebut yawing.

d. Peluru pecah menjadi beberapa fragmen, fragmen-fragmen ini akan menyebabkan bertambah besar luka tembak keluar.

e. Bila peluru mengenai tulang dan fragmen tulang tersebut turut terbawa keluar, maka fragmen tulang tersebut akan membuat robekan tambahan, sehingga akan memperbesar luka tembak keluarnya.

Pada beberapa keadaan luka tembak keluar justru lebih kecil dari luka tembak masuk, hal ini disebabkan (Idries, 1997) :

a. Kecepatan atau velocity peluru sewaktu akan menembus keluar berkurang, sehingga kerusakannnya, akan lebih kecil, perlu diketahui bahwa kemampuan peluru untuk dapat menimbulkan kerusakan berhubungan langsung dengan ukuran peluru dan kecepatannya.

b. Adanya benda yang menahan atau menekan kulit pada daerah dimana peluru akan keluar, yang berarti menghambat kecepatan peluru, luka tembak keluar akan lebih kecil bila dibandingkan dengan luka tembak masuk.

Luka tembak keluar di daerah kepala dapat seperti bintang (stellate) . Bentuk bintang tersebut disebabkan oleh karena akibat tembakan dimana tenaganya diteruskan ke segala arah, fragmen-fragmen tulang yang terbentuk turut terdorong keluar dan menimbulkan robekan-robekan baru yang dimulai dari pinggir luka dan menyebar secara radier (Idries, 1997).

(29)

hampir habis atau ada penghalang yang menekan pada tempat dimana peluru akan keluar, dengan demikian luka dapat hanya berbentuk celah, dan tidak jarang peluru tampak menonjol sedikit pada celah tersebut. Jumlah luka tembak keluar lebih banyak dari jumlah peluru yang ditembakkan, ini dimungkinkan karena:

a. Peluru pecah dan masing-masing pecahan membuat sendiri luka

tembak keluar.

b. Peluru menyebabkan ada tulang yang patah dan tulang tersebut

terdorong keluar pada tempat yang berbeda dengan tempat keluarnya peluru.

(30)

Tabel 2.1 Perbedaan Luka Tembak Masuk dan Luka Tembak Keluar

Luka Tembak Masuk Luka Tembak keluar

Ukurannya kecil, karena peluru menembus kulit seperti bor dengan kecepatan tinggi

Ukurannya lebih besar dan lebih tidak teratur dibanding luka tembak masuk, karena kecepatan peluru berkurang sehingga menyebabkan robekan jaringan

Pinggiran luka melekuk kearah dalam karena peluru menembus kulit dari luar

Pinggiran luka melekuk keluar karena peluru menujukeluar

Pinggiran luka mengalami abrasi Pinggiran luka tidak mengalami

abrasi

Bisa tampak kelim lemak Tidak terdapat kelim lemak

Pakaian masuk kedalam luka, dibawa oleh peluru yang masuk

Tidak ada

Pada luka bisa tampak hitam, terbakar, kelim tatu, atau jelaga

Tidak ada

Pada tulang tengkorak, pinggiran luka bagus bentuknya

Tampak seperti gambaran mirip kerucut

Bisa tampak berwarna merah terang akibat adanya zat karbon monoksida

Tidak ada

Disekitar luka tampak kelim ekimosis

Tidak ada

Perdarahan hanya sedikit Perdarahan lebih banyak

Pemeriksaan radiologi atau analisa aktivitas netron mengungkapkan adanya lingkaran timah atau zat besi disekitar luka

Tidak ada

[image:30.612.144.506.129.684.2]
(31)

2.1.3. Jarak Luka Tembak

Peluru yang menembus tubuh bisa ditembakkan dari berbagai jarak. Untuk kepentingan medikolegal penentuan jarak luka tembak ini sangat penting. Jarak luka tembak dibagi atas 4 yaitu:

1) Luka Tembak Tempel (Contact Wounds)

Terjadi bila laras senjata menempel pada kulit. Luka masuk biasanya berbentuk bintang (stellate) karena tekanan gas yang tinggi waktu mencari jalan keluar akan merobek jaringan. Pada luka didapati jejas laras, yaitu bekas ujung laras yang ditempelkan pada kulit. Gas dan mesiu yang tidak terbakar didapati dalam jaringan luka. Didapati kadar CO yang tinggi dalam jaringan luka. Luka tembak tempel biasanya didapati pada kasus bunuh diri. Oleh karena itu sering didapati adanya kejang mayat (cadaveric spame). Luka tembak tempel sering didapati di pelipis, dahi, atau dalam mulut (Amir, 2011).

Luka tembak tempel di daerah pelipis mempunyai ciri: luka berbentuk bundar dan terdapat jejas laras. Luka tembak tempel di daerah dahi mempunyai ciri: luka berbentuk bintang dan terdapat jejas laras. Luka tembak tempel di dalam mulut mempunyai ciri : luka berbentuk bundar dan kemungkinan besar tidak terdapat jejas laras (Idries, 1997).

2) Luka Tembak Sangat dekat (Close Wound)

Luka tembak masuk jarak sangat dekat sering disebabkan pembunuhan. Dengan jarak sangat dekat (± 15 cm), maka akan didapati cincin memar, tanda-tanda luka bakar, jelaga dan tatu disekitar lubang luka masuk. Pada daerah sasaran tembak didapati luka bakar karena semburan api dan gas panas, kelim jelaga (arang), kelim tatu akibat mesiu yang tidak terbakar dan luka tembus dengan cincin memar dipinggir luka masuk (Amir, 2011).

3) Luka Tembak Dekat (Near Wound)

(32)

kemungkinan tertinggalnya materi-materi asap dan tatu dipakaian korban, karena pada tubuh korban hanya didapati luka dengan cincin memar yang memberikan gambaran luka tembak jauh. Oleh karena itu bila korban luka tembak tidak memakai pakaian, jangan menentukan jarak luka tembak sebelum memeriksa pakaiannya (Amir, 2011).

4) Luka Tembak Jauh (Distand Wound)

Disini tidak ada kelim tatu, hanya ada luka tembus oleh peluru dan cincin memar. Jarak penembakan sulit atau hampir tak mungkin ditentukan secara pasti. Tembakan dari jarak lebih dari 70 cm dianggap sebagai tembakan jarak jauh, karena partikel mesiu biasanya tidak mencapai sasaran lagi (Amir, 2011).

2.1.4. Mekanisme Luka Tembak

Pada luka tembak terjadi efek perlambatan yang disebabkan pada trauma mekanik seperti pukulan, tusukan, atau tendangan, hal ini terjadi akibat adanya transfer energi dari luar menuju jaringan. Keruskan yang terjadi pada jaringan tergantung pada absorpsi energi kinetiknya, yang juga akan menghamburkan panas, suara serta gangguan mekanik yang lainnya. Energi kinetik ini akan mengakibatkan daya dorong peluru kesuatu jaringan sehingga terjadi laserasi, kerusakan sekunder terjadi bila terdapat ruptur pembuluh darah atau struktur lainnya dan terjadi luka yang sedikit lebih besar dari diameter peluru (Algozi, 2011).

(33)

2.1.5. Patologi Akibat Luka Tembak 2.1.5.1. Akibat Anak Peluru (Bullet Effect)

Luka terbuka yang terjadi dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu: kecepatan, posisi peluru pada saat masuk ke dalam tubuh, bentuk dan ukuran peluru, dan densitas jaringan tubuh di mana peluru masuk. Peluru yang mempunyai kecepatan tinggi (high velocity), akan menimbulkan luka yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan peluru yang kecepatannya lebih rendah (low velocity). Kerusakan jaringan tubuh akan lebih berat bila peluru mengenai bagian tubuh yang densitasnya lebih besar. Pada organ tubuh yang berongga seperti jantung dan kandung kencing, bila terkena tembakan dan kedua organ tersebut sedang terisi penuh (jantung dalam fase diastole), maka kerusakan yang terjadi akan lebih hebat bila dibandingkan dengan jantung dalam fase sistole dan kandung kencing yang kosong, hal tersebut disebabkan karena adanya penyebaran tekanan hidrostatik ke seluruh bagian (Knight, 1996).

Mekanisme terbentuknya luka dan kelim lecet akibat anak peluru (Knight, 1996).

a. Pada saat peluru mengenai kulit, kulit akan teregang.

b. Bila kekuatan anak peluru lebih besar dari kulit maka akan terjadi robekan. c. Oleh karena terjadi gerakan rotasi dari peluru (pada senjata yang beralur

atau rifle bore), terjadi gesekan antara badan peluru dengan tepi robekan sehingga terjadi kelim lecet (abrasion ring).

d. Oleh karena tenaga penetrasi peluru dan gerakan rotasi akan diteruskan ke segala arah, maka sewaktu anak peluru berada dan melintas dalam tubuh akan terbentuk lubang yang lebih besar dari diameter peluru.

e. Bila peluru telah meninggalkan tubuh atau keluar, lubang atau robekan yang terjadi akan mengecil kembali, hal ini dimungkinkan oleh adanya elastisitas dari jaringan.

f. Bila peluru masuk ke dalam tubuh secara tegak lurus maka kelim lecet yang terbentuk akan sama lebarnya pada setiap arah.

(34)

h. Kelim lecet paling lebar merupakan petunjuk bahwa peluru masuk dari arah tersebut.

i. Pada senjata yang dirawat baik, maka pada klim lecet akan dijumpai pewarnaan kehitaman akibat minyak pelumas, hal ini disebut kelim kesat atau kelim lemak (grease ring atau grease mark).

j. Bila peluru masuk pada daerah di mana densitasnya rendah, maka bentuk luka yang terjadi adalah bentuk bundar, bila jaringan di bawahnya mempunyai densitas besar seperti tulang, maka sebagian tenaga dari peluru disertai pula dengan gas yang terbentuk akan memantul dan mengangkat kulit di atasnya, sehingga robekan yang tejadi menjadi tidak beraturan atau berbentuk bintang.

k. Perkiraan diameter anak peluru merupakan penjumlahan antara diameter lubang luka ditambah dengan lebar kelim lecet yang tegak lurus dengan arah masuknya peluru.

l. Peluru yang hanya menyerempet tubuh korban akan menimbulkan robekan dangkal, disebut bullet slap atau bullet graze.

m. Bila peluru menyebabkan luka terbuka dimana luka tembak masuk bersatu dengan luka tembak keluar, luka yang terbentuk disebut gutter wound.

2.1.5.2. Akibat Butir-Butir Mesiu (Gunpowder Effect): Tatu, Stiplin

a. Butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar akan masuk ke dalam kulit.

b. Daerah di mana butir-butir mesiu tersebut masuk akan tampak berbintikbintik hitam dan bercampur dengan perdarahan.

c. Oleh karena penetrasi butir mesiu tadi cukup dalam, maka bintik-bintik hitam tersebut tidak dapat dihapus dengan kain dari luar.

d. Jangkauan butir-butir mesiu untuk senjata genggam berkisar sekitar 60 cm. e. Black powder adalah butir mesiu yang komposisinya terdiri dari nitrit,

(35)

2.1.5.3. Akibat Asap (Smoke Effect): Jelaga

a. Oleh karena setiap proses pembakaran itu tidak sempurna, maka terbentuk asap atau jelaga.

b. Jelaga yang berasal dari black powder komposisinya CO2 (50%), Nitrogen 35%, CO 10%, Hydrogen sulfide 3%, Hydrogen 2% serta sedikit Oksigen dan Methane.

c. Smoke less powder akan menghasilkan asap yang jauh lebih sedikit. d. Jangkauan jelaga untuk senjata genggam berkisar sekitar 30 cm.

e. Oleh karena jelaga itu ringan, jelaga hanya menempel pada permukaan kulit, sehingga bila dihapus akan menghilang.

2.1.5.4. Akibat Api (Flame Effect): Luka Bakar

a. Terbakarnya butir-butir mesiu akan menghasilkan api serta gas panas yang akan mengakibatkan kulit akan tampak hangus terbakar (scorching, charring).

b. Jika tembakan terjadi pada daerah yang berambut, maka rambut akan terbakar.

c. Jarak tempuh api serta gas panas untuk senjata genggam sekitar 15 cm, sedangkan untuk senjata yang kalibernya lebih kecil, jaraknya sekitar 7,5 cm

2.1.5.5. Akibat Partikel Logam (Metal Effect): Fouling

a. Oleh karena diameter peluru lebih besar dari diameter laras, maka sewaktu peluru bergulir pada laras yang beralur akan terjadi pelepasan partikel logam sebagai akibat pergesekan tersebut.

b. Partikel atau fragmen logam tersebut akan menimbulkan luka lecet atau luka terbuka dangkal yang kecil-kecil pada tubuh korban.

(36)

2.1.5.6. Akibat Moncong Senjata (Muzzle Effect): Jejas Laras

a. Jejas laras dapat terjadi pada luka tembak tempel, baik luka tembak tempel yang erat (hard contact) maupun yang hanya sebagian menempel (soft contact).

b. Jejas laras dapat terjadi bila moncong senjata ditempelkan pada bagian tubuh, dimana di bawahnya ada bagian yang keras (tulang).

c. Jejas laras terjadi oleh karena adanya tenaga yang terpantul oleh tulang dan mengangkat kulit sehingga terjadi benturan yang cukup kuat antara kulit dan moncong senjata.

d. Jejas laras dapat pula terjadi jika sipenembak memukulkan moncong senjatanya dengan cukup keras pada tubuh korban, akan tetapi hal ini jarang terjadi.

e. Pada hard contact, jejas laras tampak jelas mengelilingi lubang luka, sedangkan pada soft contact, jejas laras tersebut akan tampak sebagian sebagai garis lengkung.

f. Bila pada hard contact tidak akan dijumpai kelim jelaga atau kelim tatu, oleh karena tertutup rapat oleh laras senjata, maka pada soft contact jelaga dan butir mesiu ada yang keluar melalui celah antara moncong senjata dan kulit, sehingga terdapat adanya kelim jelaga dan kelim tatu.

2.1.6. Pemeriksaan Luka Tembak

1. Bila memungkinkan korban difoto Rontgen terlebih dahulu untuk memastikan saluran luka dan letak peluru (kalau ada) serta arah pecahan tulang. Tapi di Indonesia biasanya sarana ini tidak ada dibagian forensik.

2. Bentuk luka harus dilukis teliti, bila perlu dengan foto close-up. Luka tembak masuk dan keluar digambarkan dengan membuat proyeksi luka kebagian tengah tubuh dan ketumit setentang. Ini dapat dipakai untuk merekonstruksi arah tembakan.

(37)

keluar, misalnya dari lengan luar menembus lengan dalam dan masuk lagi ke dada dan keluar di tempat lain.

4. Luka dibersihkan dengan kapas yang dibasahi dengan sabun. Kapas tidak dibuang tapi diserahkan kepada penyidik. Jelaga akan terhapus, sementara tatu tetap ada. Penyebarannya dilukis atau difoto. Lihat kemungkinan luka bakar. Partikel mesiu diambil dengan parafin, bila perlu diambil dengan plester lebar. Semua ini penting untuk jarak tembakan.

5. Perhatikan saluran luka waktu autopsi dan letak perdarahan.

6. Cari peluru dan ambil hati-hati tanpa membuat goresan. Bila tertanam di tulang, tulangnya dipotong (jangan coba-coba menariknya dari tulang) dan dikirim ke Laboratorium.

7. Luka tembak masuk sebaiknya di eksisi dan disimpan dalam formalin 10% dan dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi untuk pemeriksaan mikroskopis. Pada jaringan luka tembak masuk bisa ditemui sisa-sisa mesiu berupa pigmen-pigmen hitam atau serat-serat pakaian (Amir, 2011).

2.2. Penyebab Kematian Akibat Luka Tembak 2.2.1. Perdarahan

(38)

2.3. Senjata Api

2.3.1. Definisi Senjata Api

Senjata api adalah senjata yang menggunakan tenaga hasil peledakan mesiu untuk melontarkan proyektil (peluru) yang berkecepatan tinggi melalui larasnya. Senjata api memiliki beberapa komponen penyusun, yaitu pegas pelatuk, selongsong, laras dan proyektil. Alat penarik pelatuk memiliki berbagai ukuran trigger pull yaitu jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk memberikan tarikan pada trigger agar senjata meletus dan menghasilkan tenaga yang mendorong proyektil keluar. Selongsong peluru merupakan tempat mesiu dan proyektil. Pada bagian pangkalnya terletak trigger dimana pembakaran dimulai. Laras merupakan tabung silinder tempat berjalannya proyektil yang ditembakkan. Bagian dalam laras senjata api peluru tunggal dibuat beralur dan berputar agar proyektil yang melewati laras akan terpengaruh sehingga bergerak memutar seperti bor atau giroskopis. Kaliber laras sama dengan kaliber proyektil yang dinyatakan dalam ukuran inci atau millimeter. Karena proyektil melewati bagian dalam laras maka akan timbul goresan pada proyektil, yang akan selalu sama pada setiap proyektil yang keluar dari laras tersebut (Amir, 2011).

Dalam kasus luka tembak sangat penting untuk mengetahui dari senjata api mana peluru tersebut ditembakkan. Selongsong juga berguna untuk identifikasi. Walaupun dokter tidak melakukan pemeriksaan terhadap peluru, tetapi peranan dokter akan mempengaruhi hasil pemeriksaan benda bukti di laboratorium, karna dokter yang kurang hati-hati bisa membuat goresan baru yang akan mengacaukan pemeriksaan identifikasi peluru. Oleh karena itu jangan mengambil anak peluru maupun selongsong dengan menggunakan alat-alat seperti: tang, obeng, pinset, scapel dan lain-lain, karena alat tersebut akan menimbulkan goresan yang dapat mengacaukan pemeriksaan.

2.3.2. Jenis Senjata Api

Berdasarkan panjang laras, dikenal 2 jenis senjata api:

(39)

2. Senjata api berlaras panjang, seperti senjata api berburu dan senjata api militer.

Tetapi sekarang didapati varian lain bahkan pistol dalam bentk pulpen juga bisa dijumpai.

Revolver biasa dipakai anggota kepolisian, biasanya kaliber 38 dengan alat penyimpan patrum berupa silinder yang dapat berputar dengan metode single action dimana picu ditarik kebelakang sebelum ditembak dan double action dengan langsung menarik pelatuk (Amir, 2011).

Pistol dengan penyimpan patrum berupa magasin yang memuat 5-10 patrum ada 3 model, pistol repetir, semi automatik, dan automatik. Pistol jenis ini biasanya dipakai anggota militer (Amir, 2011).

Berdasarkan alur laras, dikenal 2 jenis yaitu: 1. Laras beralur (Rifled Bore)

Agar proyektil dapat berjalan stabil dalam lintasannya, permukaan dalam laras dibuat beralur spiral dengan diameter yang sedikit lebih kecil dari diameter proyektil, sehingga proyektil yang didorong oleh ledakan mesiu saat melalui laras dipaksa bergerak maju sambil berputar sesuai dengan porosnya. Hal ini akan menghasilkangaya sentripental sehingga proyektil stabil dalam lintasannya setelah terlepas dari laras.

2. Laras tidak beralur (Smooth Bore)

Senjata api jenis ini dapat melontarkan proyektil dalam jumlah banyak pada satu kali tembakan.

(40)

Senjata genggam yang banyak dipergunakan untuk maksud kriminal dapat dibagi dalam 2 kelompok, dimana dasar pembagian berikut adalah arah perputaran alur yang terdapat dalam laras senjata (Idries, 1997).

1. Senjata api dengan alur ke kiri yaitu: dikenal dengan senjata api tipe COLT, kaliber senjata yang banyak dipakai: kaliber 0,36; 0,38; 0,45, dapat diketahui dari anak peluru yang terdapat pada tubuh korban, yaitu adanya goresan dan alur yang memutar kearah kiri bila dilihat dari bagian basis anak peluru. 2. Senjata api dengan alur ke kanan yaitu: dikenal sebagai senjata api tipe Smith

& Wesson (tipe SW), kaliber senjata yang banyak dipakai: kaliber 0,22; 0,36; 0,38; 0,45; 0,46, dapat diketahui dari anak peluru yang terdapat pada tubuh korban, yaitu adanya goresan dan alur yang memutar kearah kanan bila dilihat dari bagian basis anak peluru.

Dalam memberikan pendapat atau kesimpulan dalam visum et repertum, tidak dibenarkan menggunakan istilah pistol atau revolver, oleh karena perkataan pistol mengandung pengertian bahwa senjatanya termasuk otomatis atau semi otomatis, sedangkan revolver berarti anak peluru berada dalam silinder yang akan memutar jika tembakan dilepaskan. Oleh karena dokter tidak melihat peristiwa penembakannya, maka yang akan disampaikan adalah: senjata api kaliber 0,38 dengan alur ke kiri dan sebagainya (Idries, 1997).

2.3.3. Jenis Proyektil (Peluru)

Proyektil yang digunakan dapat berupa penabur atau mimis dan peluru tunggal. Terdapat beberapa jenis peluru tunggal, yaitu:

a. Peluru timah bulat.

b. Peluru timah bulat lonjong.

(41)

2.4. Visum Et Repertum

2.4.1. Definisi Visum Et Repertum

Didalam pengertian secara hukum Visum et Repertum (VER) adalah suatu surat keterangan seorang dokter yang memuat kesimpulan suatu pemeriksaan yang telah dilakukannya, misalnya atas mayat seseorang untuk menentukan sebab kematian dan lain sebagainya, keterangan mana diperlukan oleh hakim dalam suatu perkara (Subekti, 1972; Idries, 1997).

Laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat dokter berdasarkan sumpah/janji yang diucapkan pada waktu menerima jabatan dokter, memuat berita tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti berupa tubuh manusia/benda yang berasal dari tubuh manusia yang diperiksa sesuai pengetahuan dengan sebaik-baiknya atas permintaan penyidik untuk kepentingan peradilan (Amir, 2011).

Surat keterangn tertulis yang dibuat oleh dokter atas sumpah/janji (jabatan/khusus), tentang apa yang dilihat pada benda yang diperiksanya (NY.Karlinah, 1973; Idries, 1997)

Menurut Fockeman-Andrea (1977), Visum Et Repertum adalah laporan dari ahli untuk pengadilan, khususnya dari pemeriksaan oleh dokter, dan didalam perkara pidana (Idries, 1997).

Suatu laporan tertulis dari dokter yang telah disumpah tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti yang diperiksanya serta memuat pula kesimpulan dari pemeriksaan tersebut guna kepentingan peradilan (Idries, 1997).

2.4.2 Jenis Visum Et Repertum

1) Untuk Orang Hidup

(42)

2) Visum Jenajah

Visum jenajah dapat dibedakan atas: visum dengan pemeriksaan luar, visum dengan pemeriksaan luar dan dalam. Jenis visum ini sering menimbulkan permasalahan antara penyidik, dokter, dan masyarakat terutama dalam visum pemeriksaan luar dan dalam (autopsi). Masalah disini adalah adanya hambatan dari keluarga korban bila visum harus dibuat melalui bedah mayat. Dalam KUHAP (kitab undang-undang hukum acara pidana) pasal 134 terlihat bahwa pemeriksaan mayat untuk kepentingan peradilan dapat dilakukan melalui pemeriksaan luar saja dan hanya bila perlu dilakukan pemeriksaan bedah mayat (Amir, 2011).

2.4.3. Nilai Visum Et Repertum

Dalam KUHAP (kitab undang-undang hukum acara pidana) kedudukan atau nilai Visum Et Repertum adalah salah satu alat bukti yang syah. Alat bukti yang syah meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa (Amir, 2011).

2.5. Autopsi

2.5.1. Definisi Autopsi

Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan luar dan dalam untuk kepentingan pendidikan, hukum, dan ilmu kesehatan dengan tujuan merumuskan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian (Amir, 2004; Ratih, 2012).

2.5.2. Jenis Autopsi

Berdasarkan tujuannya, autopsi dibagi atas: 1) Autopsi Anatomi

(43)

mayat yang tidak dikenal siapa keluarganya atau kerelaan tertulis dari seseorang yang merelakan tubuhnya dipakai untuk pendidikan (Amir, 2004; Ratih, 2012). 2) Autopsi Klinik

Autopsi yang dilakukan pada penderita yang meninggal setelah dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk menentukan proses patologis yang terdapat dalam tubuh korban, menentukan penyebab kematian yang pasti, menganalisis kesesuaian antara diagnosis klinis dengan diagnosis postmortem, perjalanan penyakit, dan sebagainya. Autopsi klinik ini dilakukan dengan persetujuan keluarga mayat tersebut atau apabila tidak ada keluarga terdekat yang datang ke rumah sakit dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam (Amir, 2004; Ratih, 2012).

3) Autopsi Forensik

Autopsi forensik dilakukan atas permintaan yang berwenang untuk membantu penegak hukum melakukan penyidikan terhadap mayat yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar seperti pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan lalu lintas, keracunan, kematian akibat luka tembak, dan kematian yang tidak diketahui sebabnya. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk membantu identifikasi korban, mengetahui sebab pasti, mekanisme dan lama kematian, mengumpulkan dan memeriksa barang bukti untuk penentuan identitas pelaku kejahatan, serta membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum. Autopsi forensik harus dilakukan sedini mungkin, lengkap, oleh dokter sendiri, dan seteliti mungkin (Amir, 2004; Ratih, 2012).

2.5.3. Pemeriksaan Mayat 1) Pemeriksaan Luar

(44)

2) Pemeriksaan Dalam

Pemeriksaan dengan membuka semua organ tubuh korban, yaitu rongga kepala, dada, perut, dan panggul. Organ tubuh yang diperiksa dimulai dari lidah, tonsil, kelenjer gondok, kerongkongan (esofagus), batang tenggorok (trakea), tulang lidah, rawan gondok (kartilago tiroidea), rawan cincin (kartilago krikoidea), arteri karotis interna, kelenjer timus, paru-paru, jantung, aorta torakalis, aorta abdominalis, anak ginjal (kelenjer suprarenalis), ginjal, ureter, kandung kencing, hati, kandung empedu, limpa, kelenjer getah bening, lambung, usus halus, usus besar, otak besar, otak kecil, batang otak, dan alat kelamin dalam (Amir, 2004; Ratih, 2012).

2.5.4. Kepentingan Autopsi

Pada kasus kematian akibat luka tembak, sangat perlu mendapat perhatian terhadap keadaan korban sebelum kematian, mengingat kemungkinan dalam kematian akibat luka tembak tersebut terdapat unsur kriminal. Keadaan lingkungan tempat kejadian perkara juga harus dijadikan perhatian (Amir, 2004).

(45)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam menghadapi kekerasan yang menggunakan senjata api sebagai alat yang dimaksudkan untuk melukai atau mematikan seseorang, maka dokter sebagai orang yang melakukan pemeriksaan khususnya atas diri korban mempunyai wewenang dalam melakukan pemeriksaan seperti yang tercantum pada pasal 133 ayat (1) KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) dan pasal 179 ayat (1) KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) yang menjelaskan bahwa penyidik berwenang meminta keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau bahkan ahli lainnya. Keterangan ahli tersebut adalah visum et repertum, dimana didalamnya terdapat penjabaran tentang keadaan korban, baik korban luka, keracunan, ataupun mati yang diduga karena tindak pidana. Oleh karena itu dokter yang memeriksa perlu secara cermat, teliti, dan hati-hati dalam menyimpulkan hasil yang didapatnya (Idries, 2009).

Kekerasan dengan menggunakan senjata api meningkat dalam dekade terakhir ini. Dalam konteks kesehatan masyarakat, diperkirakan terdapat lebih dari 500.000 luka pertahunnya yang merupakan luka akibat senjata api. Menurut laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia pada tahun 2001, jumlah tersebut mewakili seperempat dari total perkiraan 2,3 juta kematian akibat kekerasan. Dari jumlah 500.000 tersebut, 42% merupakan kasus bunuh diri, 38% merupakan kasus pembunuhan, 26% merupakan perang dan konflik persenjataan (Maio, 1999).

(46)

sering mengenai usus halus (50%), kolon (40%), liver (30%), dan struktur vaskuler intraabdomen (25%) (ATLS, 2008).

Luka tembak merupakan penyebab kematian akibat kejahatan yang paling umum di Amerika Serikat. Luka tembak paling umum dijumpai sebagai penyebab kematian adalah akibat pembunuhan dan di beberapa daerah adalah akibat bunuh diri. Di Amerika Serikat pertahunnya diperkirakan kasus kematian terdapat sekitar 32.300 jiwa antara tahun 1980 dan 2007. Ini adalah penyebab kedua kematian terbesar setelah kendaraan bermotor. Laporan pada tahun 2007 angka kejadian luka tembak adalah 10,2/100 ribu (67% kasus pembunuhan, 50% kasus bunuh diri, 43% kasus perampokan, dan 21% kasus kecelakaan). Puncak angka kematian akibat senjata api pada tahun 1993 sekitar 40.000 dan menurun sekitar 30.000 pada tahun 1999 (FICAP, 2011).

Pada anak umur dibawah 18 tahun, senjata api merupakan penyebab peringkat ke-5 kematian karena trauma tidak disengaja di Amerika Serikat. Lebih dari 700 anak dan remaja meninggal setiap tahun karena luka tembak yang tidak disengaja. Bunuh diri sekarang penyebab kematian yang paling lazim ke-3 pada anak laki-laki remaja dan ke-4 pada anak perempuan. Angka bunuh diri telah naik dengan tambahan 27% pada tahun 1982 dan 1992. Sekarang di Amerika Serikat, diperkirakan ada 210-220 juta senjata api. Selama dua dekade terakhir, lebih dari 6 juta senjata api dijual di Amerika Serikat setiap tahun. Pistol merupakan 20% senjata api yang digunakan saat ini, dan senjata ini terlibat pada 90% kriminal dan penyalahgunaan senjata api lainnya (Nelson, 2000).

Di Indonesia menurut laporan hak asasi manusia triwulan ke dua tahun 1998 yang di keluarkan oleh ELSAM (Lembaga Studi dan Avokasi Masyarakat) pada triwulan ke dua tercatat 102 orang telah menjadi korban penembakan, dan 14 diantaranya meninggal dunia. ELSAM mencatat kasus penembakan paling banyak terjadi di Sumatera Utara sebanyak 50 orang, DKI Jakarta sebanyak 29 orang, dan Irian Jaya sebanyak 10 orang (ELSAM, 1998).

(47)

1993=3, 1994=4, 1995=0, 1996=1), dan senjata yang digunakan untuk membunuh adalah senjata api sebanyak 15, dengan distribusi senjata yang digunakan untuk membunuh (1992=3, 1993=4, 1994=7, 1995=0,1996=1). Senjata api yang digunakan misalnya revolver, pistol, senapang (Syarief, 1997).

Pada masa ini korban karena kekerasan luka tembak makin sering didapati karena makin banyak anggota masyarakat yang non ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) memiliki senjata baik untuk pertahanan diri maupun untuk tujuan lain. Apalagi korban didaerah konflik atau didaerah darurat militer.

Untuk dapat menjalankan tugas dan fungsi sebagai pemeriksa maka dokter harus menjelaskan berbagai hal yang tercantum dalam Visum et Repertum, diantaranya: apakah luka tersebut memang luka tembak, yang mana luka tembak masuk dan mana luka tembak luar, jarak tembak, arah tembakan, jenis senjata yang digunakan, diameter peluru, kaliber senjata api, berapa kali korban ditembak, perkiraan posisi korban sewaktu ditembak, dan luka tembak mana yang menyebabkan kematian (Idries, 2009).

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis ingin mengetahui gambaran luka tembak di Departemen Kedokteran Forensik FK USU/ SMF Kedokteran Forensik RSUD Dr. Pirngadi dan RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimana gambaran luka tembak di Departemen Kedokteran Forensik FK USU/ SMF Kedokteran Forensik RSUD Dr. Pirngadi dan RSUP H. Adam Malik Medan Periode 2008-2012?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

(48)

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui angka kejadian kematian akibat luka tembak dan hasil pemeriksaan yang sering ditemukan pada kasus luka tembak. 2. Untuk mendapatkan informasi secara efisien untuk menjawab masalah

forensik.

3. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitan ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya: 1. Menambah pengetahuan kepada pihak praktisi medis dalam

mendeskripsikan luka tembak secara benar sehingga mampu membuat Visum et Repertum yang baik dan benar sebagai alat bukti.

2. Memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat mengenai gambaran luka tembak.

(49)

ABSTRAK

Kejadian luka tembak lebih sering terjadi pada usia dewasa. Kasus ini dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Kematian akibat luka tembak sering terjadi pada tindakan kriminal seperti pembunuhan sehingga perlu dibuktikan dengan dilakukannya autopsi medikolegal, yang hasilnya dapat menunjukkan penyebab dari kematian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran luka tembak di Departemen Kedokteran Forensik FK USU/SMF Kedokteran Forensik RSUD Dr. Pirngadi dan RSUP H. Adam Malik Medan periode 2008-2012. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain studi cross sectional . populasi penelitian ini adalah seluruh korban mati akibat luka tembak yang diperiksa di Departemen Kedokteran Forensik FK USU/ SMF Kedokteran Forensik RSUD Dr. Pirngadi dan RSUP H. Adam Malik Medan dari tahun 2008-2012. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling dimana sebanyak 20 kasus digunakan sebagai sampel.

Jumlah kematian karena luka tembak berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki sebanyak 16 kasus (80%) dan perempuan 4 kasus (20%). Kematian akibat luka tembak lebih banyak terjadi pada usia dengan rentang 33-51 tahun sebanyak 12 kasus (60%). Berdasarkan jenis luka tembaknya kejadian luka tembak lebih banyak terjadi pada jenis luka tembak masuk sebanyak 17 kasus (85%). Dengan jarak luka tembak terbanyak pada jarak luka tembak dekat sebanyak 7 kasus (33,3%). Dan lokasi luka tembak tersering terjadi pada daerah kepala sebanyak 6 kasus (28,6%).

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa kematian karena luka tembak terjadi lebih sering pada laki-laki, serta paling banyak pada usia rentang 33-51 tahun, dengan lokasi luka tembak tersering adalah daerah kepala.

(50)

ABSTRACT

Incidence of gunshot wounds is more common in adults. These cases can occur in men and women. Death from gunshot wounds is common in criminal acts such as murder, so it needs to be proven with medicolegal autopsy done and the results may indicate the cause of death.

This study has the aim to know the characteristic of a gunshot wound in the Forensic Department of FK USU/ SMF Forensic Medicine of Dr. Pirngadi and H.Adam Malik Medan 2008-2012. This is a descriptive study with a cross sectional study design. The study population consists all the of gunshot victims examined at the Forensic Department of FK USU/ SMF Forensic Medicine of Dr. Pirngadi and H.Adam Malik Medan 2008-2012. The study use total sampling where 20 cases are used as the samples.

The male death due to gunshot wounds are 16 cases (80%) and the female are 4 cases (20%). Death from gunshot wounds are common in the age range 33-51 years 12 casers (60%). Based on the type of incidence gunshot wound consists of entry wound as many as 17 cases (85%). Close range gunshot wound as many as 7 cases (33,3%) and the most common location of a gunshot wound in the head occurs as many as 6 cases (28,6%).

Its a conclusion, death due to gunshot wound occur, mostly among men, and in the age range of 33-51 years, the most common location of a gunshot wound in the head.

(51)

Gambaran Luka Tembak di Departemen Kedokteran Forensik FK USU/ SMF Kedokteran Forensik RSUD Dr.Pirngadi dan RSUP H. Adam Malik

Medan Peariode 2008-2012

Oleh :

JANNATUN NAIMAH RAMBE 100100023

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(52)

Gambaran Luka Tembak di Departemen Kedokteran Forensik FK USU/ SMF Kedokteran Forensik RSUD Dr.Pirngadi dan RSUP H. Adam Malik

Medan Periode 2008-2012

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

JANNATUN NAIMAH RAMBE 100100023

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(53)

LEMBAR PENGESAHAN

Gambaran Luka Tembak di Departemen Kedokteran Forensik FK USU/SMF Kedokteran Forensik RSUD Dr. Pirngadi dan RSUP H. Adam Malik Medan Periode 2008-2012

Nama : Jannatun Naimah R NIM : 100100023

Pembimbing Penguji I

(dr. Surjit Singh, Sp.F DFM) (dr. Asnawi Arif,Sp.PD)

NIP. 195110203 198903 1 001 NIP. 140 349 980

Penguji II

(Prof.dr.Hj.Bidasari Lubis.Sp.A(K)) NIP. 19530315 197912 2 001

Medan, 2 Januari 2014 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(54)

ABSTRAK

Kejadian luka tembak lebih sering terjadi pada usia dewasa. Kasus ini dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Kematian akibat luka tembak sering terjadi pada tindakan kriminal seperti pembunuhan sehingga perlu dibuktikan dengan dilakukannya autopsi medikolegal, yang hasilnya dapat menunjukkan penyebab dari kematian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran luka tembak di Departemen Kedokteran Forensik FK USU/SMF Kedokteran Forensik RSUD Dr. Pirngadi dan RSUP H. Adam Malik Medan periode 2008-2012. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain studi cross sectional . populasi penelitian ini adalah seluruh korban mati akibat luka tembak yang diperiksa di Departemen Kedokteran Forensik FK USU/ SMF Kedokteran Forensik RSUD Dr. Pirngadi dan RSUP H. Adam Malik Medan dari tahun 2008-2012. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling dimana sebanyak 20 kasus digunakan sebagai sampel.

Jumlah kematian karena luka tembak berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki sebanyak 16 kasus (80%) dan perempuan 4 kasus (20%). Kematian akibat luka tembak lebih banyak terjadi pada usia dengan rentang 33-51 tahun sebanyak 12 kasus (60%). Berdasarkan jenis luka tembaknya kejadian luka tembak lebih banyak terjadi pada jenis luka tembak masuk sebanyak 17 kasus (85%). Dengan jarak luka tembak terbanyak pada jarak luka tembak dekat sebanyak 7 kasus (33,3%). Dan lokasi luka tembak tersering terjadi pada daerah kepala sebanyak 6 kasus (28,6%).

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa kematian karena luka tembak terjadi lebih sering pada laki-laki, serta paling banyak pada usia rentang 33-51 tahun, dengan lokasi luka tembak tersering adalah daerah kepala.

(55)

ABSTRACT

Incidence of gunshot wounds is more common in adults. These cases can occur in men and women. Death from gunshot wounds is common in criminal acts such as murder, so it needs to be proven with medicolegal autopsy done and the results may indicate the cause of death.

This study has the aim to know the characteristic of a gunshot wound in the Forensic Department of FK USU/ SMF Forensic Medicine of Dr. Pirngadi and H.Adam Malik Medan 2008-2012. This is a descriptive study with a cross sectional study design. The study population consists all the of gunshot victims examined at the Forensic Department of FK USU/ SMF Forensic Medicine of Dr. Pirngadi and H.Adam Malik Medan 2008-2012. The study use total sampling where 20 cases are used as the samples.

The male death due to gunshot wounds are 16 cases (80%) and the female are 4 cases (20%). Death from gunshot wounds are common in the age range 33-51 years 12 casers (60%). Based on the type of incidence gunshot wound consists of entry wound as many as 17 cases (85%). Close range gunshot wound as many as 7 cases (33,3%) and the most common location of a gunshot wound in the head occurs as many as 6 cases (28,6%).

Its a conclusion, death due to gunshot wound occur, mostly among men, and in the age range of 33-51 years, the most common location of a gunshot wound in the head.

(56)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penyusunan karya tulis ini yang berjudul ”Gambaran Luka Tembak di

Departemen Kedokteran Forensik FK USU/ SMF Kedokteran Forensik

RSUD Dr.Pirngadi dan RSUP H. Adam Malik Medan Periode 2008-2012”.

Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, saran, dukungan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Surjit Singh, Sp.F DFM selaku pembimbing Karya Tulis Ilmiah yang

telah banyak memberi arahan dan masukan kepada penulis, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. dr. Dudy Aldyansyah,Sp.OG, Prof.dr.Hj.Bidasari Lubis.Sp.A(K), dr.

Asnawi Arif,Sp.PD selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji yang telah memberi masukan untuk menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.

4. Keluargaku tercinta yaitu ayahanda H.M.Ilham Rambe, ibunda Hj.Nailan

(57)

5. Seluruh dosen, staf dan pegawai administrasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh teman-teman stambuk 2010 yang telah banyak memberi dukungan

dan bantuan, terutama kepada sahabat penulis yaitu Monika Ayuningrum, Derizkalia Syahputri, Citra Mega Kharisma, Yulisa Afriani Ninasara, Nabila Al Fista, Gheavita Chandra Dewi, serta kepada teman seperjuangan Wianlie Cendana.

7. Fadhil Munthe, terima kasih atas doa,dukungan dan bantuannya.

8. Senioren yaitu Ratih Fadhillah dan Maulida Septianita serta Nurliana Adelina Sitompul dan organisasi saya TBM FK USU yang telah membantu.

9. Para staf di SMF kedokteran Forensik RSUD Dr.Pirngadi dan RSUP H.

Adam Malik Medan.

10.Semua pihak yang mendukung, membantu, dan mendoakan sepanjang

penulisan hasil karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan, karena itu penulis sangat membuka diri untuk kritik dan saran yang membangun. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.

Wa’alaikumsalaam Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Medan, 7 Desember 2013

Jannatun Naimah Rambe

(58)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Luka Tembak ... 5

2.1.1. Definisi Luka Tembak ... 5

2.1.2. Klasifikasi Luka Tembak ... 5

2.1.3. Jarak Luka Tembak ... 10

2.1.4. Mekanisme Luka Tembak ... 11

2.1.5. Patologi Akibat Luka Tembak ... 12

2.1.5.1. Akibat Anak Peluru ... 12

2.1.5.2. Akibat Butir-Butir Mesiu ... 13

2.1.5.3. Akibat Asap ... 14

(59)

2.1.5.5. Akibat Partikel Logam ... 14

2.1.5.6. Akibat Moncong Senjata Api ... 15

2.1.6. Pemeriksaan Luka Tembak ... 15

2.2. Penyebab Kematian Akibat Luka Tembak ... 16

2.2.1. Perdarahan ... 16

2.3. Senjata Api ... 17

2.3.1. Definisi Senjata Api ... 17

2.3.2. Jenis Senjata Api ... 17

2.3.3. Jenis Proyektil ... 19

2.4. Visum Et Repertum ... 20

2.4.1. Definisi Visum Et Repertum ... 20

2.4.2. Jenis Visum Et Repertum ... 20

2.4.3. Nilai Visum Et Repertum ... 21

2.5. Autopsi ... 21

2.5.1. Definisi Autopsi ... 21

2.5.2. Jenis Autopsi ... 21

2.5.3. Pemeriksaan Mayat ... 22

2.5.4. Kepentingan Autopsi ... 23

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 24

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 24

3.2. Definisi Operasional ... 24

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 27

4.1. Jenis Penelitian ... 27

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 27

4.2.1. Waktu Penelitian ... 27

4.2.2. Tempat Penelitian ... 27

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 27

4.3.1. Populasi Penelitian ... 27

(60)

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 28

4.5. Metode Analisis Data ... 28

BAB 5 HASIL PENELTIAN DAN PEMBAHASAN ... 29

5.1. Hasil Penel

Gambar

Table 5.1. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Table 5.3. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Tahun Kejadian
Table 5.5. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Jarak Luka Tembak
Table 5.7. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Penyebab Kematian
+2

Referensi

Dokumen terkait

- Cevi bez šava, koje mogu biti: valjane i vu č ene. Šavna cev s uzdužnim šavom nastaje su č eonim zavarivanjem hladno pripremljenih limova, traka, pomo ć u jednog od slede ć ih

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu jika media air budidaya yang mengandung logam berat Pb diminimalisasi menggunakan kompos dengan jenis dan dosis yang

Bahwa Bunda Maria itu adalah Bunda Yesus yang dihormati di dalam Gereja Katolik dan umat sering juga meminta pertolongan dan doa-doanya kepada Tuhan, untuk kebutuhan mereka..

Acara : Pembuktian Kualifikasi, Klarifikasi dan Verifikasi Dokumen Penawaran (dengan membawa serta berkas dokumen asli). Demikian disampikan, atas perhatiannya diucapkan

In addition to this physical fitness train- ing program, there is the main form of aerobic exercise which is also supported by a comple- mentary form of weight training

Guru menunjuk beberapa siswa untuk maju dan menjelaskan hasil diskusi tentang penyelesaian mengubah pecahan dengan bimbingan guru.. Guru memberikan pembenaran

As expected from the measurement of bedload transport rates (see Figure 2) the stability test ST-3 which applied to the bed formed by antecedent flow AF-3 indicated lower

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Yayasan Sejati di 4 propinsi (Kalimantan Timur, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara Timur) menunjukkan bahwa walaupun sistem-sistem lokal ini