• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengadaan Tanah Pertapakan Lahan Perkantoran Pemda Nias Utara Pasca Pemekaran Kabupaten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengadaan Tanah Pertapakan Lahan Perkantoran Pemda Nias Utara Pasca Pemekaran Kabupaten"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Amir, Supriyadi, Sukses Membeli Tanah tanpa Modal sebagai investasi paling aman dan menguntungkan, Cetakan 1, Jakarta: Penerbit Laskar Aksara, 2013.

Abdurrahman, Masalah Pencabutan Hak atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia, Bandung: Penerbit Alumni, 1983.

Harun, Badriyah, Solusi Sengketa Tanah dan Bangunan, Cetakan Pertama, Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia, 2013.

Hutagalung, Arie S., Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Tanah : Hukum Tanah, Jakarta: Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, 2005.

Khairullah & Malik Cahyadin. Evaluasi Pemekaran Wilayah di Indonesia: Studi Kasus Kabupaten Lahat. Yogyakata: Pascasarjana UGM, 2006.

Ida, Laode, Permasalahan Pemekaran Daerah di Indonesia. Jakarta: Media Indonesia, 2005.

Limbong, Bernhard, Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan: Regulasi, Kompensasi Penegakan Hukum, Jakarta : Pustaka Margareta, 2011.

Limbong, Bernhard, Konflik Pertanahan, Jakarta; Margaretha Pustaka, 2012. Mahendra, AA. Oka, Menguak Masalah Hukum, Demokrasi, dan Pertanahan,

Jakarta: Sinar Grafika, 1996.

Muchsin dan Imam Koeswahyono, Aspek Hukum Penatagunan Tanah dan Penataan Ruang, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Mustofa dan Suratman, Penggunaan Hak Atas Tanah untuk Industri, Cetakan 1, Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2013.

Noer, Fauzi, Tanah dan Pembangunan, Cetakan I, Jakarta: Penerbit Pustaka Sinar Harapan, 1997.

Nurlinda, Ida, Prinsip-Prinsip Pembaharuan Agraria Perspektif Hukum, Jakarta: Penerbit Rajawali Pers, 2009.

Nurwidiatmo, Hak-hak Atas Tanah, Cetakan pertama, Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 1996.

(2)

Prasetyono, Wirahadi, Cara Mudah Surat Tanah dan Rumah, Cetakan pertama, Yogyakarta: Penerbit FlashBooks, 2013.

Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perdata Tentang Hak Atas Benda, Cetakan kelima, Jakarta: Penerbit PT Intermasa, 1986.

Rasyid, Ryass, Kajian Awal Birokrasi Pemerintahan Politik Orde Baru. Jakarta: Penerbit Yarsif Watampone, 1997.

Sasono, Adi, Ekonomi Politik Penguasa Tanah, Jakarta: Sinar Harapan, 1995. Setiabudi, Jayadi, Panduan Lengkap Mengurus Tanah Rumah, Cetakan pertama,

Yogyakarta: Penerbit Buku Pintar, 2013.

Sitorus, Oloan dan Balans Sebayang, Konsolidasi Tanah Perkotaan: Suatu Tinjauan Hukum, Cetakan pertama, Yogyakarta: Penerbit Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 1996.

Sodiki, Achmad, Politik Hukum Agraria, Cetakan pertama, Jakarta: Konstitusi Press, 2013.

Soekanto, Soejan, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 1986.

Soetrisno, Tata Cara Perolehan Tanah Untuk Industri, Cetakan pertama, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004.

Soimin, Sudaryo, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Cetakan II, Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2001.

Suhanan Yosua, Hak Atas Tanah Timbul (Aanslibbing), Jakarta: Penerbit Restu Agung, 2010.

Sumardjono, Maria S.W., Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi, Cetakan pertama, Jakarta: Penerbit Kompas, 2001.

Sumardjono, Maria S.W. dan Marin Samosir, Hukum Pertanahan dalam Berbagai Aspek, Medan: Penerbit Bina Media, 2000.

Supriadi, Hukum Agraria, Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2006.

Sutedi, Adrian, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Cetakan Kedua, Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2008.

(3)

Syahrief, Elza, Menuntasan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus Pertanahan, Cetakan pertama, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2012.

Zaidar, Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia, Edisi revisi, Cetakan ketiga, Medan: Pustaka Bangsa Pers, 2010.

II. Perundang-undangan dan Peraturan

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP)

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah

4. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Nias Utara

5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum

(4)

BAB III

PENGGUNAAN HAK ATAS TANAH LAHAN PERKANTORAN

A. Konsep Tanah, Lahan dan Hukum Tanah Nasional

Adapun pengertian tanah secara hukum, diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria, yang untuk selanjutnya disingkat UUPA, pada ketentuan-ketentuan pasal 4 ayat (1), dalam pasal 1 ayat (4) ayat (1), dalam pasal 1 ayat (4) serta penjelasannya dan dalam penjelasan umum (Butir II,1). Bunyi ketentuan pasal 4 ayat (1) UUPA adalah sebagai berikut: “ atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan di punyai oleh orang-orang, baik-baik maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.”

Adapun rumusan dalam pasal 1 ayat (4) adalah sebagai berikut : “Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air.”

Tanah sebagai sumber kehidupan dan salahs atu faktor produksi yang penting di samping harus mampu menjamin tersedianya ruang untuk membangun prasarana dan sarana kebutuhan pembangunan sesuai dengan prioritas yang telah ditetapkan, perlu juga dipelihara kesuburan dan kelestarian agar terwujud lingkungan hidup yang nyaman.

(5)

pokok yang saling melengkapi, yakni efisiensi dan pertumbuhan ekonomi, keadilan sosial, pelestarian lingkungan dan pola penggunaan tanah yang berkelanjutan. Meningkatnya peranan sektor industri sudah tentu menyebabkan semakin besarnya kebutuhan tanah untuk mendukung sektor ini. Peranan tanah dalam pembangunan akan semakin penting di masa yang akan datang sebab pembangunan di segala bidang yang kita lakukan hampir semuanya membutuhkan tanah sehingga tanah menjadi langka.46

Tegasnya tanah harus digunakan untuk pembangunan dengan prinsip-prinsip sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana ketentuan pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Tidak dapat dibenarkan apabila tanah digunakan sebagai objek spekulasi. Begitu pula penguasaan tanah rakyat oleh mereka yang bermodal kuat kuat untuk mencari keuntungan pribadi jelas bertentangan dengan kehendak pasal 33 UUD 1945. Apalagi bila tanah-tanah tersebut kemudian ditelantarkan, dibiarkan tidak produktif karena yang dipentingkan adalah menunggu naiknya harga tanah. Hal ini jelas merugikan kepentingan masyarakat dan kepentingan pembangunan. Pemerintah harus berani mengambil tindakan tegas terhadap tanah-tanah yang diterlantarkan oleh pemegang haknya.47

Pembangunan berencana sebagaimana digariskan dalam kebijakan pertanahan harus disertai dengan penggunaan tanah secara berencana pula pula di mana masyarakat tetap memperoleh perlindungan atas haknya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Penggunaan tanah secara berencana harus mampu memenuhi kepentingan pembangunan baik bidang pertanian maupun industri.

46

Mustofa dan Suratman, Penggunaan Hak Atas Tanah untuk Industri, Cetakan 1, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2013), hlm 34

47

(6)

Industrialisasi bukanlah merupakan tujuan akhir, melainkan hanya merupakan salah satu strategi yang harus ditempuh untuk mendukung proses pembangunan ekonomi guna mencapai tingkat pendapatan per kapita yang tinggi. Sektor industri khususnya industri yang menghasilkan untuk ekspor, industri yang banyak menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian serta industri yang dapat menghasilkan masin-mesin industri.48

Semua itu dilaksanakan dalam rangka mewujudkan struktur ekonomi yang seimbang antara industri dan pertanian baik dari segi nilai tambah maupun dari segi penyerapan tenaga kerja. Selain itu, penggunaan tanah secara berencana harus pula mampu mendukung pembangunan dalam bidang politik, sosial budaya, pertahanan keamanan, dan lain-lain sepadan dan saling menunjang dengan pembangunan bidang ekonomi sehingga menjamin ketahanan nasional.49

Kata lahan yang dikenal dalam praktek tidak digunakan baik dalam pasal-pasal UUPA maupun dalam peraturan-peraturan pelaksanaan UUPA lainnya. Istilah lahan, baru ditemukan dalam salah satu Keppres tentang Kawasan Industri, yaitu dalam pasal 1 Butir 4 Keppres No.98 Tahun 1993 yang kemudian diganti KeppresNo.41 Tahun 1996. Rumusan termaksud berbunyi sebagai berikut bahwa : “kawasan peruntukan industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan industri... dst”. Penggunaan istilah lahan dalam Undang-undang Ketransmigrasi (UU No.15 Tahun 1997) lebih banyak ditemukan. Pada pasal 13 ayat (1) huruf c UU termaksud, sewaktu memperinci hak-hak transmigran pada program transmigrasi umum menyebutkan istilah lahan usaha dan lahan tempat

48

Mustofa dan Suratman, Op.Cit, hlm 34

49

(7)

tinggal. Pasal 25 ayat (2) menyebut penyiapan lahan dan ayat (6) menyebutkan istilah pembukaan lahan tempat tinggal dan istilah lahan usaha.

Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi, dan hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia, sebagaimana tercantum dalam Pasal Pasal 1 butir (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009. Pasal 1 butir (3) Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 menyatakan bahwa Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional. Pasal 1 butir (5) menyatakan bahwa Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah sistem dan proses dalam merencanakan dan menetapkan, mengembangkan, memanfaatkan dan membina, mengendalikan, dan mengawasi lahan pertanian pangan dan kawasannya secara berkelanjutan. Pasal 1 butir (15) menyatakan bahwa Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah perubahan fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan menjadi bukan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan baik secara tetap maupun sementara.

Lahan Pertanian Pangan yang ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dapat berupa:

a. lahan beririgasi;

(8)

Adanya larangan alihfungsi Lahan Pertanian Pangan. Berkelanjutan terdapat dalam Pasal 44 ayat (1), sedangkan untuk kepentingan umum, pengalihfungsian lahan haruslah dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam alihfungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan untuk kepentingan umum, sebagaimana dalam Pasal 44 ayat (3): “Pengalihfungsian Lahan yang sudah ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan dengan syarat:

a. dilakukan kajian kelayakan strategis; b. disusun rencana alih fungsi lahan;

c. dibebaskan kepemilikan haknya dari pemilik; dan

d. disediakan lahan pengganti terhadap Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang dialihfungsikan.”

Pembebasan kepemilikan hak atas tanah yang dialihfungsikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dilakukan dengan pemberian ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

(9)

a. paling sedikit tiga kali luas lahan dalam hal yang dialihfungsikan lahan beririgasi;

b. paling sedikit dua kali luas lahan dalam hal yang dialihfungsikan lahan reklamasi rawa pasang surut dan nonpasang surut (lebak); dan

c. paling sedikit satu kali luas lahan dalam hal yang dialihfungsikan lahan tidak beririgasi.”

Undang-undang ini akan menjadi payung hukum bagi penyediaan lahan dalam suatu luasan yang memadai yang disepakati dan ditetapkan oleh semua pemangku kepentingan yang terkait untuk menghasilkan pangan dan keberadaannya harus dipertahankan oleh semua pemangku kepentingan yang ada -baik di pusat maupun daerah- dan negara akan memberi sangsi terhadap pelanggaran eksistensi keberadaan lahan pertanian yang sedemikian untuk kepentingan non pertanian.50

Istilah hukum identik dengan istilah Law dalam bahasa Inggris, droit dalam bahasa Perancis, recht dalam bahasa Jerman, recht dalam bahasa Belanda, atau dirito dalam bahasa Italia. Hukum dalam arti luas dapat disamakan dengan aturan, kaidah, norma atau ugeran, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, yang pada dasarnya berlaku dan diakui orang sebagai peraturan yang harus ditaati dalam Dalam beberapa literatur, kata lahan lebih sering dipergunakan oleh para teknisi ahli perencana pertanian atau perencana perkotaan. Rupanya mereka telah terbiasa untuk membedakan tanah beserta didalamnya sebagai padanan kata bahasa Inggris soil dan lahan sebagai permukaan bumi untuk padanan kata land surface.

50

(10)

kehidupan bermasyarakat dan apabila dilanggar akan dikenakan sanksi. Sedangkan menurut Ensiklopedia Indonesia, “Hukum merupakan rangkaian kaidah, peraturan-peraturan tata aturan, baik tertulis maupun yang tidak tertulis yang menentukan atau mengatur hubungan-hubungan antara para anggota masyarakat.”51

Rumusan di atas memperlihatkan bahwa penekanannya diletakkan pada hukum sebagai rangkaian kaidah, peraturan dan tata aturan (proses dan prosedur) serta pembedaan antara sumber hukum undang-undang (kaidah yang tertulis) dan kebiasaan (kaidah yang tidak tertulis).52

Dalam ilmu hukum, berdasarkan isi atau kepentingan yang diatur, hukum dapat digolongkan menjadi hukum privat (yang mengatur kepentingan pribadi, misalnya hukum perdata, hukum dagang) dan hukum publik (yang mengatur kepentingan umum atau kepentingan publik.53

B. Hak Kepemilikan atas Tanah

Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat, dan terpenuh yanga dapat dimiliki seseorang atas tana. Turun menurun dalam hal ini, mempunyai arti bahwa hak milik tidak hanya berlangsung selama hidupnya orang yang mempunyai untuk pertama kali atas tanah tersebut, tetapi dapat dilanjutkan atau diwariskan kepada ahli waris apabila pemilik yang sebelumnya meninggal dunia. Terkuat dalam hal ini, hak milik atas tanah tidak dibatasi oleh waktu. Sampai kapan pun hak tersebut dapat dimiliki oleh seseorang. Juga dapat dikatakan terkuat karena hak milik atas tanah tersebut dapat dibuktikan dengan adanya tanda bukti hak, yang sekarang ini

51

Ibid, hlm 36

52

Ibid

53

(11)

lazim disebut dengan sertifikat tanah. Terpenuh dalam hal ini, mempunyai arti sebagai berikut:54

1. Hak milik memberikan kekuasaan penuh kepada pemiliknya untuk mempergunakan tanah sesuai dengan kehendak. Jadi, dalam hal ini, tanah tersebut dapat diperjualbelikan, disewakan dan lain-lain tanpa ada pihak yang bisa menggugat.

2. Hak milik atas tanah bisa digadaikan

3. Hak milik atas tanah bisa diperjualbelikan, dihibahkan atau diwasiatkan dan dapat pula saling dipertukarkan

4. Hak milik dapat dilepaskan secara sukarela 5. Hak milik dapat diwakafkan

Pengertian dengan hak milik dapat pula diartikan hak yang dapat diwariskan secara turun temurun secara terus menerus dengan tidak harus memohon haknya kembali apabila terjadi perpindahan hak. Hak milik diartikan hak yang terkuat di antara sekian hak-hak yang ada, dalam pasal 570 KUHPerdata, hak milik ini dirumuskan bahwa hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu, dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan Undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkan dan tidak mengganggu hak-hak orang lain, kesemuannya itu dengan tak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak demi kepentingan umum berdasar atas ketentuan Undang-undang dan pembayaran ganti rugi.55

54

Nurwidiatmo, Hak-hak Atas Tanah, Cetakan pertama, (Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 1996), hlm 4-9

55

(12)

Hak milik seseorang atas tanah, dapat meliputi sebidang atau beberapa bidang tanah. Berbagai bidang tanah yang masing-masing mempunyai milik tersendiri, dalam wujudnya pada pokoknya tidak berbeda satu dari yang lain. Semua merupakan bagian dari segala tanah dalam suatu benua atau suatu pulau. Perbedaan hanya terletak pada luas atau ciutnya masing-masing bidang tanah itu.56

Hak milik adalah hak yang “terkuat dan terpenuhi” yang dapat dipunyai orang atas tanah. Pemberian sifat ini tidak berarti bahwa hak itu merupakan hak “mutlak”, tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat sebagai hak eigendom menurut pengertian-pengertian yang asli dulu. Sifat yang demikian akan terang bertentangan dengan sifat hukum adat dan fungsi sosial dari tiap-tiap hak. Kata-kata “terkuat dan terpenuhi” itu bermaksud untuk membedakan dengan hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan lain-lain, yaitu untuk menunjukkan, bahwa diantara hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai orang hak miliklah yang terpaling kuat dan terpenuhi.57

Hak atas tanah merupakan hak untuk menguasai tanah yang diberikan kepada perorangan, kelompok atau badan hukum. Hak milik biasanya diperolehnya karena warisan (turun temurun) atau dari jual beli atas dasar kepercayaan, tanpa ada bukti dokumen/tertulis. Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dimilik orang atas tanah. Hak milik merupakan hak terkuat, terutama dalam hal mempertahankan hak atas tanahnya. Hak milik dapat beraliah dan dialihkan kepada orang lain dan hanya boleh dimiliki oleh warga negara Indonesia. Sementara itu, warga negara asing berhak

56

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Hak Atas Benda, Cetakan kelima, (Jakarta: Penerbit PT Intermasa, 1986), hlm 23

57

(13)

memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau pencampuran harta karena perkawinan. Bagi warga negara Indonesia yang sebelumnya memiliki hak milik, kemudian kehilangan kewarganegaraannya, wajib melepaskan hak tersebut dalam kurun waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau sejak hilangnya kewarganegaraannya itu. Jiak sesudah jangka waktu tersebut lewat dari hak milik tidak dilepaskan maka hak tersebut secara otomatis terhapus karena hukum dan tanahnya menjadi milik negara dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.58

Masalah kepemilikan tanah erat kaitannya dengan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi masyarakat. Dalam hal ini UUPA yang merupakan hukum dasar pertanahan, mengatur masalah pokok keagrariaan Indonesia secara garis besar. 59

Dahulu hak milik dalam pengertian hukum barat adalah sesuatu yang bersifat mutlak. Hal ini sesuai dengan paham yang mereka anut yaitu individualisme, dimana kepentingan terhadap miliknya adakah segala-segala

Tanah dengan kedudukan hak milik sudah sejak dulu dikenal oleh masyarakat sehingga bukan merupakan suatu hal yang baru/asing di Indonesia. Landasan ideal dari hak milik ini adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Jadi, secara yuridis formal, hak perseorangan terhadap sesuatu itu memang ada dan diakui oleh negara. Hal ini dibuktikan dengan adanya Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA.

58

Supriyadi Amir, Sukses Membeli Tanah tanpa Modal sebagai investasi paling aman dan

menguntungkan, Cetakan 1, (Jakarta: Penerbit Laskar Aksara, 2013), hlm 111-112

59

(14)

sehingga yang namanya hak milik tadi tidak dapat diganggu gugat. Akibat adanya ketentuan yang demikian, maka pemerintah pun tidak dapat bertindak banyak terhadap hal milik seseorang meskipun hal itu perlu untuk kepentingan umum.

Hak milik dapat pula diartikan hak yang dapat diwariskan secara turun-menurun, terus-menerus dengan tidak harus memohonkan haknya kembali apabila terjadi perpindahan hak. Dalam pengertian sekarang, hak milik atas tanah yang tercantum dalam pasal 20 ayat (1) UUPA adalah sebagai berikut :”hak milik adalah hak yang turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah.”60

Dengan demikian pemilikan atas tanah telah memberikan manfaat dan kegunaan dalam berbagai aspek kehidupan kepada pemiliknya, baik dalam aspek ekonomi, aspek sosial, termasuk dalam hubungannya dengan pembangunan. Dari aspek ekonomi, tentunya tanah dapat dimanfaatkan untuk pertanian, perkebunan, perkantoran sebagai tempat usaha, dapat dijadikan agunan (hak tanggungan),

Hak milik sangat penting bagi manusia untuk dapat melaksanakan di dunia. Semakin tinggi nilai hak milik atas suatu benda, semakin tinggi pula penghargaan yang diberikan terhadap benda tersebut. Tanah adalah salah satu milik yang sangat berharga bagi umat manusia, demikian pula untuk bangsa Indonesia. Hak milik tidak terbatas jangka waktunya. Dalam UUPA hak milik atas tanah bersifa t turun-menurun. Artinya si pemilik tanah dapat mewariskan tanah tersebut kepada keturunannya tanpa batas waktu dan tanpa batas generai. Kalau hal itu terjadi dengan orang asing, konsekuensinya ialah orang asing tersebut bisa mendominasi suatu negara melalui pemilikan dalam bidang pertanahan.

60

(15)

disewakan/dikontrakkan dan sebagainya. Dalam aspek sosial tanah dapat dimanfaatkan untuk kepentingan untuk kepentingan kegiatan keagamaan dan sejenisnya.

Pelepasan hak milik ata tanah sering menimbulkan problem yang rumit, yang diduga dan bahkan tidak selalu disadari oleh para pihak yang menerimanya. Bagi pemilik tanah yang areal tanahnya masih cukup luas tentu tidak menimbulkan banyak masalah. Akan tetapi, bagi para pemilik tanah yang tanahnya hanya cukup untuk diolah sebagai sumber nafkah dan tempat tinggal pasti mengakibatkan problem sosial.61

Padahal kenyataannya pemilik modal atau pengusaha hampir selalu mengusahakan pelepasan hak milik atas tanah dari pemilikannya pemilik ke pengusaha, tanpa alasan hukum yang pasti mengapa harus demikian.

62

C. Penatagunaan Tanah dan Alih Fungsi Tanah

Tanah adalah tempat manusia melaksanakan hajat hidup, baik dahulu, sekarang maupun untuk waktu yang akan datang. Dalam tiap usaha pemanfaatan tanah, hutan, tambang, ada regulasi atau pengaturan. Tujuan pengaturan tidak lain adalah bagi kepentingan si pemegang hak dan kepentingan Negara yang bermaksud melindungi kepentingan umum. Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA): Pemerintah harus membuat perencanaan umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk keperluan:

61

Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Cetakan kedua, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2008), hlm 7-9

62

(16)

a. Negara;

b. Peribadatan dan keperluan suci lainnya sesuai dasar Ketuhanan Yang Maha Esa;

c. Pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain kesejahteraan; d. Memperkembangkan produksi pertanian, peternakan, perikanan serta sejalan

dengan itu;

e. Keperluan memperkembangkan industrI, transmigrasi dan pertambangan. Ketentuan tersebut harus dikaitkan dengan Pasal 15 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 yang menyatakan bahwa siapa pun harus memelihara dan mencegah kerusakan pada tanah. Artinya, siapa pun si pemegang hak, wajib mempergunakan tanah dengan mempertimbangkan faktor kemampuan tanah itu. Dengan melihat obyek hukum agraria, yaitu bumi (disingkat B), air (disingkat A), ruang angkasa (disingkat RA) dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya (disingkat K) menjadi singkatan: BARA+K maka sebenarnya yang paling tepat adalah Agrarian Use Planning yang meliputi: Land Use Planning, Water Use Planning, Air Use Planning and Resources Use Planning. 63

Yang dimaksud dengan tata guna tanah (land use) adalah pengaturan penggunaan tanah (tata= pengaturan). Dalam tata guna tanah dibicarakan bukan saja mengenai penggunaan permukaan bumi di daratan, tetapi juga mengenai penggunaan permukaan bumi di lautan. Bahwa tata guna tanah hanya merupakan bagian dari tata guna agraria. Di dalam praktik istilah tata guna tanah lebih umum

1. Penatagunaan Tanah

63

Muchsin dan Imam Koeswahyono, Aspek Hukum Penatagunan Tanah dan Penataan

(17)

digunakan sehingga lebih dikenal dari pada istilah tata guna agraria. Adanya rencana penggunaan tanah harus dapat mendukung pelaksanaan pembangunan nasional. Hal ini berarti tujuan dari tata guna tanah harus searah dengan tujuan pembangunan nasional. Apabila diperhatikan ketentuan pasal 14 UUPA dan pasal 2 ayat (3) UUPA, maka jelas bahwa tujuan dari tata guna tanah (land use planning) harus diarahkan untuk dapat mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat. Jadi masyarakat yang makmur merupakan tujuan akhir dari kegiatan tata guna tanah.64 Tata guna tanah merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan penataan tanah secara maksimal, sebab konsep tata guna tanah selain mengatur mengenai persediaan, penggunaan terhadap bumi, air dan ruang angkasa, juga terhadap tanggungjawab pemeliharaan tanah, termasuk di dalamnya menjaga kesuburannya. Sejalan dengan ketentuan yang mengatur mengenai tanah di atas, maka ke depan diperlukan dasar-dasar penatagunaan tanah agar tidak menimbulkan konflik kepentingan di dalamnya.65

Menunjuk pada peraturan pemerintah tersebut, yang dimaksud dengan tata guna tanah diatur dalam Pasal 1 butir (1), yakni: sama dengan pola pengelolaan

Sehubungan dengan telah diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 pada tanggal 10 Mei 2004 tentang Penatagunaan Tanah, berarti menjawab perintah Pasal 14 Juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 bahwa pengaturan tentang kewajiban pemerintah untuk menyusun perencanaan penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah dalam suatu peraturan pemerintah terjawab setelah melewati kurun waktu 44 tahun.

64

Mustofa dan Suratman, Op.Cit, hlm 62

65

(18)

tata guna tanah yang meliputi penguasan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yanag terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan system untuk kepentingan masyarakat secara adil.66

Penataan penggunaan tanah dilaksanakan berdasarkan rencana tata ruang wilayah untuk mewujudkan kemakmuran rakyat dengan memperhatikan hak-hak atas tanah, fungsi sosial hak atas tanah, batas maksimum kepemilikan tanah khususnya tanah pertanian, termasuk berbagai upaya lain untuk mencegah pemuatan penguasa tanah dan penelantaran tanah. Penataan penguasaan dan pemanfaatan tanah dalam skala besar untuk mendukung upaya pembangunan nasional dan daerah harus tetap mempertimbangkan aspek sosial, politik ketahanan keamanan dan pelestarian lingkungan hidup.67

1) Adanya serangkaian kegiatan/aktivitas, yaitu pengumpulan data lapangan tentang penggunaan, penguasaan, kemampuan fisik, pembuatan rencana/pola penggunaan tanah, penguasaan dan keterpaduan yang dilakukan secara integral dan koordinasi dengan instansi lain.

Apabila ditelaah dengan seksama dari tiga dokumen tersebut, ada empat unsur esensial dalam penatagunaan tanah, yaitu:

2) Dilakukan secara berencana dalam arti harus sesuai dengan prinsip: Lestari, Optimal, Serasi, dan Seimbang (LOSS).

3) Adanya tujuan yang hendak dicapai, yaitu sejalan dengan tujuan pembangunan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

66

Muchsin dan Imam Koeswahyono, Op.Cit, hlm 47

67

(19)

4) Harus terkait langsung dengan peletakan proyek pembangunan dengan memperhatikan DSP (Daftar Skala Prioritas).

Sejalan dengan ketentuan Pasal 14 jo Pasal 2 ayat (3) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 dan Pasal 3 huruf (a-c) Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang adalah pencapaian sebesar-besar kemakmuran rakyat, yaitu masyarakat adil dan makmur. Jika merujuk pada konsiderans Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tujuan penatagunaan tanah, yakni melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang- Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.

Sementara Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 menyebutkan secara tegas empat tujuan penatagunaan tanah, yakni:

1) Mengatur penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah bagi berbagai kebutuhan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan Rancana Tata Ruang Wilayah;

2) Mewujudkan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah agar sesuai dengan arahan fungsi kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah;

3) Mewujudkan tertib pertanahan yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah termasuk pemeliharaan tanah serta pengendalian pemanfaatan tanah;

(20)

Pembuatan rencana tata guna tanah diupayakan sejalan dengan asas ini, agar kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dapat tercapai. Ada tiga asas dalam tata guna tanah, yaitu:68

1) Prinsip penggunaan aneka (Principle of Multiple Use) Diupayakan agar perencanaan harus dapat memenuhi beberapa kepentingan sekaligus pada kesatuan tanah tertentu.

2) Prinsip penggunaan maksimal (Principle of Maximum Production). Perencanaan harus diarahkan untuk memperoleh hasil fisik yang setinggi-tingginya untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak.

3) Prinsip penggunaan yang optimal (Principle of Optimalization Use). Perencanaan harus diarahkan agar memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi pengguna tanpa merusak kelestarian kemampuan lingkungan.

Prinsip ketiga merupakan prinsip yang pokok dalam rangka pencapaian masyarakat yang adil dan makmur. Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 menegaskan asas penatagunaan tanah meliputi keterpaduan, berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, berkelanjutan, keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.

Berdasarkan sasaran/target perencanaan tata guna tanah, maka dapat dibedakan dua macam asas tata guna tanah dengan titik berat penggunaan tanah kedua wilayah, yaitu:

1) Urban Land Use Planning (perencanaan Tata Guna Tanah untuk Wilayah Perkotaan) dengan asas ATLAS: Aman, terjaminnya keamanan, kebakaran, kejahatan, kecelakaan; Tertib, terwujudnya ketertiban di bidang pelayanan,

68

(21)

penataan wilayah kota; Lancar, memberikan pelayanan (service) lalu lintas, komunikasi kepada publik; Sehat, bermakna selaras dengan dua unsur insan manusia, jasmani dan rohani secara seimbang.

2) Urban Land Use Planning (perencanaan Tata Guna Tanah untuk Wilayah Pedesaan) dengan memakai asas LOSS, yaitu: Lestari, diupayakan kelestarian kemampuan lahan dapat dimanfaatkan selama mungkin dan seoptimal mungkin dengan tidak mengurangi produktivitasnya. Optimal adalah diupayakan untuk menghasilkan keuntungan yang maksimal yang sudah barang tentu memerlukan adanya data fisik tanah; Serasi dan Seimbang agar suatu ruang atas tanah diupayakan oleh pengambil kebijakan dapat menampung berbagai kepentingan, baik perorangan, masyarakat, maupun Negara untuk dapat dicegah timbulnya konflik.

Tindakan Penatagunaan Tanah yaitu:

1) Mengusahakan agar tidak terjadi salah tempat penggunaan tanah, sehingga harus memperhatikan data fisik kemampuan fisik tanah, kondisi sosial, faktor ekonomi masyarakat.

2) Mengusahakan agar tidak terjadi salah urus penggunaan tanah, agar kualitasnya tidak menurun (Pasal 15-16 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992).

3) Pengendalian terhadap perkembangan kebutuhan masyarakat atas tanah untuk menghindari konflik (Pasal 17 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992). 4) Agar terjamin kepastian hukum bagi hak atas tanah warga masyarakat.

(22)

dalam UUPA dan undang-undang lain yang berkaitan dengan penggunaan tanah. Dasar-dasar penatagunaan tanah tersebut adalah:69

a. Kewenangan untuk mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan tanah serta pemeliharaannya ada pada negara.

b. Hak atas tanah memberi wewenang kepada pemegang hak untuk memggunakan tanah yang bersangkutan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu.

c. Kewenangan pemegang hak atas tanah untuk menggunakan tanah tersebut dibatasi oleh ketentuan bahwa hak atas tanah berfungsi sosial.

d. Perlunya perlindungan terhadap pihak ekonomi lemah dalam proses penatagunaan tanah.

e. Penatagunaan tanah tidak dapat dipisahkan dari pengaturan penguasa dan pemilikan tanah.

f. Penggunaan tanah di samping sebagai subsistem penatagunaan ruang, juga merupakan subsistem dari sistem pembangunan.

g. Karena sifatnya multidimensi (dimensi fisik, ekonomi, sosial politik, hankam), dan multisektor, maka penatagunaan tannah dalam praktiknya harus diselenggarakan secara koordinatif.

h. Penatagunaan tanah harus mampu menyediakan tanah bagi semua kegiatan pembangunan yang sifatnya dinamis, karena itu penatagunaan tanah bersifat dinamis dan sibernetik.

69

(23)

i. Penyelenggaraan penatagunaan tanah merupakan tugas pemerintah pusat yang pelaksanaannya di daerah berdasarkan dekosentrasi atau medebewind.

Konsep hak milik (eigendom) lahir dalam sistuasi liberalisme. Oleh sebab itu maka hak milik akan mencerminkan karakter dari masyarakatnya. Problematik eigendom antara lain mengenai seberapa luas kebebasan seseorang menggunakan haknya. Hal ini berbeda dengan sistem hukum yang satu dengan sistem hukum yang lainnya. Bagi masyarakat yang mengikuti paham liberal tentu berlainan dengan masyarakat yang mengikuti paham sosialis. Pembatasan terhadap penggunaan hak milik itu merupakan pembatasan terhadap kebebasan seseorang dalam melaksanakan haknya hubungannya dengan perlindungan kepentingan orang lain yang kesemuannya hendak ditentukan dalam hukum. Artinya, bukan kebebasan tanpa batas, namun suatu kebebasan dalam cukupan itu.70

70

Achmad Sodiki, Politik Hukum Agraria, Cetakan pertama, (Jakarta: Konstitusi Press, 2013), hlm 178

2. Alih Fungsi Tanah

(24)

Alih fungsi tanah merupakan kegiatan perubahan penggunaan tanah dari suatu kegiatan yang menjadi kegiatan lainnya. Alih fungsi tanah muncul sebagai akibat pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk.71

Lima fungsi utama tanah adalah: (1) tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran tanaman, (2) penyedia kebutuhan primer tanaman (air, udara, dan unsur-unsur hara), (3) penyedia kebutuhan sekunder tanaman (zat-zat pemacu tumbuh, hormon, vitamin, asam-asam organik, antibiotik, toksin anti hama, dan enzim yang dapat meningkatkan ketersediaan hara) dan siklus hara, dan (4) sebagai habitat biota tanah, baik yang berdampak positif karena terlibat langsung atau tak langsung dalam penyediaan kebutuhan primer dan sekunder tanaman tersebut, maupun yang berdampak negatif karena merupakan hama dan penyakit tanaman, (5) lokasi pembangunan berbagai infrastruktur, seperti bangunan rumah, kantor, supermarket, jalan, terminal, stasiun dan bandara.72

Alih fungsi lahan pertanian sebagian besar dipergunakan untuk pemukiman, penyediaan industri, jalan raya maupun fasilitas umum lainnya. Dimana semua peruntukan dari usaha alih fungsi lahan tersebut adalah disebabkan karena adanya pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi. Banyak peraturan perundang-undangan maupun kebijakan yang terkait dengan pemanfaatan lahan maupun upaya untuk mengendalikan konversi lahan pertanian, namun melihat apa fenomena perkembangan dari alih fungsi tanah / konversi lahan pertanian yang sudah sedemikian cepat, menunjukkan bahwa peraturan tersebut kurang efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis peraturan

71

Adi Sasono, Ekonomi Politik Penguasa Tanah, (Jakarta: Sinar Harapan, 1995), hlm 13

72

(25)

perundang-undangan yang terkait dengan alih fungsi pertanian di Indonesia; dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan kurang efektifnya peraturan-peraturan tersebut dalam memproteksi lahan pertanian. Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa dari sisi regulasi peraturan perundang-undangan terkait dengan alih fungsi lahan pertanian sudah cukup komprehensif. Namun, keberadaannya dipandang kurang cukup efektif. Kurang efektifnya pelaksanaan peraturan tersebut nampak terlihat jelas pada masa-masa otonomi daerah, karena sangat dimungkinkan peraturan-peraturan yang umumnya diterbitkan oleh pemerintah pusat menjadi semakin kurang efektif, disebabkan adanya kemandirian pemerintah kabupaten/kota untuk dapat merumuskan kebijakan pembangunannya sendiri.73

Akibatnya alih fungsi penggunaan tanah tidak dapat dicegah, dimana sawah-sawah pertanian subur dan sawah beririgasi teknis disekitarnya semakin lama semakin luas dialihgunakan menjadi tempat-tempat kegiatan ekonomi dan pemukiman. Dengan meningkatnya pembangunan dalam beberapa dasawarsa ini terdapat gejala adanya akumulasi penguasaan sumber daya agraria, khususnya tanah secara berlebihan terutama di kotakota. Sementara itu dalam waktu yang bersamaan, di pedesaan terus terjadi fragmentasi pemilikan tanah pertanian yang mengakibatkan ketimpangan struktur penguasaan tanah, disamping adanya pengurangan tanah pertanian sebagai akibat dari alih fungsi penggunaan tanah untuk pembangunan non pertanian. Gejala tersebut merupakan perkembangan ke

73

(26)

arah penguasaan tanah yang tidak adil dan tidak sesuai dengan asas hukum tanah nasional yang tertuang dalam UUPA.

Adapun yang menjadi penyebab alih fungsi atau tumpang tindih dalam penggunaan lahan adalah:74

1. Pola pemanfaatan lahan masih sektoral

Ada kecenderungan setiap sektor mempunyai perwilayahan komoditas masing-masing tanpa mempertimbangkan sektor lain. Ego sektoral sangat kuat melandasi konsep perwilayahan komoditas tersebut. Jika konsep perwilayahan masing-masing sektor dipadukan maka akan terlihat adanya tumpang tindih dalam penggunaan lahan. Kalau bentukan perwilayahan sudah terjadi, maka masing sektor tetap mempertahankan konsepnya.

2. Delinesiasi antar kawasan belum jelas

Kriteria setiap kawasan dalam peta TGHK belum jelas. Misalnya kriteria detail tentang kawasan hutan produksi dan kawasan lainnya masih transparan, sehingga sering menimbulkan penafsiran.

3. Koordinasi pemanfaatan ruang yang masih lemah

Koordinasi merupakan kata paling mudah diucapkan tapi sulit dalam penerapannya. Siapa yang berhak mengalokasikan lahan tertentu untuk pertanian, tambak, industri dan untuk pemanfaatan lahan lainnya. Apakah lokasi suatu usaha tertentu sudah sesuai dengan tata ruangnya. Masih sering dijumpai adanya kelembagaan pemerintah yang merasa lebih berwenang dalam memberikan izin usaha tertentu, sehingga sering terjadi tumpang tindih atau konflik.

4. Pelaksanaan UUPA masih lemah

Undang-undang Pokok Agraria masih belum dilaksanakan dengan optimal, dan masih ada hal-hal yang belum diatur dalam perundang-undangan. Badan pertanahan nasional sudah dibentuk tetapi tugas badan ini hanya mengelola dan mengembangkan administrasi pertanahan, belum melakukan pengkoordinasian dan pengawasan terhadap instansi-instansi terkait.

5. Penegakan hukum masih lemah

Masih lemahnya sanksi hukum bagi pihak-pihak tertentu yang melakukan penyimpangan pemanfaatan ruang. Sebagai contoh lokasi peembangunan perkantoran yang tumpang tindih dengan pemukiman masih tetap diizinkan.

Terjadi perubahan alih fungsi lahan, akan mengakibatkan proses pembangunan menjadi terkendala. Oleh sebab itu peranan land use planning sangat

74

(27)

penting untuk kelancaran pembangunan. Untuk saat ini landasan hukum dari land use planning masih tetap mengacu kepada pasal 14 UUPA. Ketentuan pasal ini menghendaki tanah untuk pertanian, perkantoran, industri dan sebagainya, akan tetapi sekalipun juga hendaknya bertujuan untuk memajukannya.75

D. Perencanaan Penggunaan Lahan untuk perkantoran

Secara Perencanaan lahan yaitu land use planning adalah perencanaan lahan yaitu pengaturan penggunaan tanah. Lazimnya tata guna lahan dikaitkan dengan kemampuan tanah, kesesuaian tanah, rezoning, propsed land use. Dengan kata lain tata una lahan adalah usaha untuk bisa memanfaatkan lahan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat secara berencana.

Perencanaan lahan pada dasarnya berasaskan kepada keterpaduan berdayaguna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, berkelanjut, keterbukaan, keadilan dan perlindungan hukum. Suatu rencana penggunaan lahan merupakan ekspresi kehendak lingkungan masyarakat mengenai bagaimana seharusnya pada penggunaan lahan suatu lingkungan pada masa yang akan datang. Dalam rencana itu ditentukan daerah-daerah yang akan digunakan bagi berbagai jenis kepadatan dan intensitas kategori, misalnya untuk pemukiman, perdagangan, perkantoran, industri dan sebagai kebutuhan umum. Ditentukan pula azas dan standar yang harus diterapkan pada pembangunan perkantoran dan pelestarian di daerah itu.76

Perencanaan penggunaan lahan dan kebijakan, prosedur dan sistem yang mengontrol dan memantau penggunaan lahan merupakan penentu penting dari penggunaan hukum dan tentunya nilai dari tanah. Manakalah ada perencanaan

75

Ibid

76

(28)

yang efektif, prospek perubahan penggunaan lahan dapat sangat mempengaruhi pasar dalam penilaian atas nilai lahan yang masuk dalam perencanaan. Misalnya, perubahan penggunaan lahan dari pertanian untuk tujuan komersial, nilai tanah dapat dilipagandakan secara siginifikan. Namun, tata kelola yang lemah tetap “berpotensi” memberi peluang bagi orang untuk mencegah perlindungan lingkungan yang melindungi konversi hutang yang tidak tepat dan lahan basah untuk tujuan pertanian, atau konversi lahan pertanian untuk penggunaan perkantoran.

Ada beberapa pendekatan yang prinsipal dalam pelaksanaan perencanaan penggunaan lahan, yakni: administrasi pertanahan yang proaktif, adanya persiapan dalam perencanaan, partisipasi dari para persiapan dalam perencanaan, partisipasi dari para pemangku kepentingan (stekeholder), menghindari terjadinya konflik kepentingan dan pemantauan kinerja.

1) Administrasi pertanahan yang proaktif

Pegawai pertanahan memainkan peran penting dalam memfasilitasi dan melegalisasi konversi lahan pedesaan untuk tujuan perkotaan. Konversi rentan terhadap masalah tata kelola mengingat keuntungan yang diperoleh sangat tinggi. Masalah-masalah dalam perencanaan penggunaan lahan dapat teratasi dengan menggunakan proses perencanaan yang transparan yang melibatkan pengguna lahan.

2) Persiapan perencanaan

(29)

penggunaan lahan juga berdasarkan pada rencana izin menggunakan lahan yang relevan. Penyusunan rencana juga mengurangi jumlah konflik yang mungkin timbul dari intensifnya pembangunan perkotaan dan jenis pembangunan lainnya.

3) Menghindari konflik kepentingan

Konflik kepentingan dapat diminimalisasi dalam perencanaan penggunaan lahan dengan memastikan transparansi. Semua kepentingan yang relevan harus di nyatakana selama proses perencanaan. Pengembangan rencana dan pengadopsiannya yang sesuai dengan hukum dan kebijakan harus terpisah dan independen dan biasanya harus dilakukan oleh tingkat pemerintahan yang berbeda. Keputusan pada kepatuhan proposal individu untuk perubahaan dalam penggunaan lahan sesuai dengan rencana yang diambil harus transparan dan dipublikasikan dan dilakukan sesuai dengan mekanisme pengambilan keputusan yang bersifat teknis dan politis pada tingkat yang sesuai dengan skala pengembangan yang diberikan. Mekanisme untuk memastikan deklarasi kepentingan harus ketat ditegakkan.

4) Pemantauan kinerja

(30)

dipantau untuk mengukur efisiensi dan efektivitas. Indikator kineja termasuk waktu yang dibutuhkan untuk membuat keputusan.77

Pengadaan tanah bagi kawasan pembangunan perkantoran sering menjadi persoalan yang menarik perhatian karena sering merugikan masyarakat, terutama apabila lahan tersebut di peroleh dengan cara pelepasan hak dari masyarakat pemilik hak atas tanah tersebut. Persoalan termaksud berkaitan dengan soal besarnya ganti kerugian atau pertukaran lahan yang dirasakan tidak sepadan. Masyarakat sering merasa dirugikan akibat kecilnya uang ganti kerugian atau karena lahan tanah yang dipertukatkan ternyata lebih jelek keadaannya dan tidak sepadan nilai tukarnya.

Penyediaan tanah untuk keperluan pembangunan perkantoran itu memilih dan mendahulukan lahan yang terletak di atas tanah negara. Kalau di daerah pedesaan pembangunan sarana dan prasarana dimaksud biasanya dilakukan diatas tanah desa. Akan tetapi, setelah persediaan tanah negara dan/atau tanah pemerintah menipis, maka dalam kegiatan pembangunan prosedur dan tata cara pengadaan atau penyediaan tanah untuk mendirikan proyek-proyek pembangunan.

78

77

Bernhard Limbong, Op.Cit, hlm 196-199

78

Mustofa dan Suratman, Op.Cit, hlm 280

(31)

BAB IV

PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH PERTAPAKAN LAHAN

PERKANTORAN NIAS UTARA PASCA PEMEKARAN KABUPATEN

A. Pembebasan Lahan Perkantoran Kabupaten Nias Utara

Berpijak pada batasan pembebasan lahan tersebut, dapat ditemukan dua hal pokok dalam pembebasan lahan, yakni pelepasan hak seseorang atas tanah demi kepentingan lain (kepentingan pembangunan untuk umum) dan pemberian ganti kerugian atau kompensasi atas pelepasan hal tersebut. Mengingat kedua hal tersebut begitu fundamental, maka pembebasan tanah harus dilakukan dengan cara yang seimbang.79

Dalam rangka pembebasan lahan ini, telah tercapai kata sepakat mengenai bentuk/besarnya ganti rugi, maka pembayaran harus dilaksanakan secara langsung oleh instansi yang bersangkutan dengan penyerahan/pelepasan hak atas tanahnya dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya empat orang anggota panitia pembebasan tanah, di antaranya kepala Kecamatan dan Kepala Desa yang bersangkutan.

Pembebasan lahan ialah setiap perbuatan yang dimaksud langsung atau tidak langsung melepaskan hubungan hukum yang ada di antara pemegang hak/penguasa atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang berhak/penguasa atas tanah itu.

80

Selanjutnya penggunaan istilah pembebasan tanah menurut Keppres Nomor 55 tahun 1993, diganti dengan pengadaan tanah, walaupun mengartikan sama

79

Bernhard Limbong, Op.Cit, hlm 161

80

(32)

dengan pembebasan tanah. Pengadaan tanah menurut Keppres ini adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada pihak atas tanah tersebut. Proses pembebasan lahan dimulai dengan pengenalan lapangan dan pemberian penyuluhan kepada penduduk tempat lokasi pembebasan lahan akan dilaksanakan, bersama-sama dengan instansi yang terkait seperti lurah, camat dan kepala kantor pertanahan setempat.81

Menurut sistem hukum tanah di Indonesia, Penyediaan lahan untuk pembangunan perkantoran dapat dilakukan dengan cara:82

1. Permohonan hak

Ini dilakukan pada tanah yang masih berstatus dikuasai langsung oleh negara. Sesungguhnya cara ini relatif tidak ada masalah jika dibandingkan dengan cara perolehan tanah yang sudah dihaki atau dikuasai oleh seorang atau badan hukum. Namun, cara permohonan hak bisa dikatakan tidak akan pernah lagi dilaksanakan, karena dikatakan hampir semua tanah, apalagi diwilayah perkantoran sudah ada yang memiliki dan/atau menguasainya. 2. Tukar menukar

Sebagaimana diketahui sebelumnya tanah perkotaan semakin langka. Jadi penyediaan lahan untuk suatu pembangunan perkantoran lewat tukar-menukar, semakin kecil kemungkinannya.

3. Pencabutan dan pembebasan hak

Pencabutan hak adalah suatu tindakan memutuskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah, yang dilakukan oleh

81

Soetrisno, Tata Cara Perolehan Tanah Untuk Industri, Cetakan pertama, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), hlm 3-10

82

Oloan Sitorus dan Balans Sebayang, Konsolidasi Tanah Perkotaan: Suatu Tinjauan

(33)

penguasa (dalam hal ini presiden) secara sepihak, yaitu: tanpa karena suatu kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh pemegang hak atas tanah. Kabupaten Nias adalah salah satu daerah kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang berada dalam satu pulau dengan Kabupaten Nias Selatan (Kabupaten pemekaran dari Kabupaten Nias) yang disebut Pulau Nias, mempunyai jarak ± 85 mil laut dari Sibolga (daerah Provinsi Sumatera Utara. Luas wilayah Kabupaten Nias adalah sebesar 3.495,40 km2 (4,88 % dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara), sejajar dan berada di sebelah barat Pulau Sumatera serta dikeliling oleh Samudera Hindia.Sedangkan Kabupaten Nias Utara merupakan pemekaran dari Kabupaten Nias berdasarkan UU No. 45 Tahun 2008, yang terletak di sebelah utara Kabupaten Nias.

Nias Utara adalah sebuah kabupaten yang terletak di kepulauan Sumatera bagian Utara (Sumatera Utara), Republik Indonesia. Kabupaten Nias Utara ini telah diresmikan dan disahkan keberadaannya dalam kesatuan NKRI oleh Lembaga Menteri Dalam Negeri Indonesia, pada 29 Oktober 2008, Yang merupakan bagian pemekaran dari daerah induk yaitu Kabupaten Nias. Ibukota kabupaten ini adalah LOTU.

Adapun letak geografis berada pada 1003’00’’ - 1033’00’’ LU dan 97000’ 00’’ - 99000’00’’ LS. Secara administrasi Kabupaten Nias Barat mempunyai batas sebagai berikut:

Sebelah Utara : Samudera Indonesia;

(34)

Tabel Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin

BPS dalam angka 2012 Nias Utara

Luas lahan potensial mencapai 81.389 hektare yang terdiri dari sawah 22.486 hektare dan lahan kering 58.903 hektare. Namum, potensi yang dimiliki itu belum memberikan hasil maksimal untuk mampu mencapai swasembada pangan.83

Berdasarkan data tahun 2010 jenis pertanian tanaman pangan yang memiliki luasan terbesar adalah padi sawah dengan luasan 6.200 ha, kemudian ubi jalar dengan luasan 1.000 ha. Sedangkan jenias tanaman yang memiliki luasan terkecil adalah kacang hijau, cabe dan sayuran yang masing-masing memiliki luasan 100 ha. Selain sektor pertanian tanaman pangan, maka sektor potensial lainnya di Kabupaten Nias Utara yang belum dikembangkan adalah peternakan. Sektor peternakan di Kabupaten Nias Utara terdiri dari : ternak besar (sapi dan kerbau), ternak kecil (babi dan kambing) dan ternak unggas (ayam buras dan itik). Berdasarkan data tahun 2010, untuk ternak besar yang memiliki jumlah terbanyak

83

(35)

adalah ternak sapi sebanyak 1.411 ekor, untuk ternak kecil adalah ternak babi sebanyak 22.445 ekor, sedangkan untuk ternak unggas adalah ayam buras sebanyak 353.115 ekor.

Sumberdaya alam dari sektor perikanan berdasarkan data, di Kabupaten Nias Utara ada dua produksi perikanan yaitu ikan laut dan ikan air tawar. Untuk persentase saat ini produksi ikan laut mencapai 99.94% dan ikan air tawar mencapai 0.06%. Kecamatan yang memiliki potensi untuk perikanan laut adalah Kecamatan Lotu, Sawö, Tuhemberua, Alasa, Afulu, Lahewa dan Lahewa Timur. Sedangkan kecamatan yang menghasilkan produksi perikanan laut yang tertinggi adalah Kecamatan Lahewa sebesar 1.783 ton dan yang paling rendah adalah Kecamatan Alasa sebesar 143 ton. Untuk perikanan air tawar hanya terdapat pada Kecamatan Tuhemberua dan Alasa, masingmasing memiliki hasil produksi sebesar 1,1 ton.

Di balik pentingnya serta bermanfaatnya pemekaran daerah serta dibolehkan/diakomodinya aspirasi masyarakat untuk mengadakan pemekaran daerah oleh peraturan perundang-undangan, pemekaran daerah juga mempunyai beberapa permasalahan diantaranya: selain itu pemekaran daerah juga diwarnai adanya lobi-lobi politik dan manipulasi data.

(36)

Lotu, Kecamatan Tuhemberua, Kecamatan Afulu, Kecamatan Alasa Talumuzoi, Kecamatan Lahewa Timur, Kecamatan Sawo, dan Kecamatan Sitolu Ori.

Persoalan pembebasan lahan untuk kawasan perkantoran inipun sangat rumit dan kurang memperhatikan aspek sosial dan lingkungan sehingga menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Yang juga penting mendapat perhatian bahwa kebanyakan kawasan-kawasan perkantoran tersebut berasal dari lahan subur dan sawah beririgasi teknis. Implikasinya adalah kehilangan mata pencaharian petani, yang turun-menurun mengolah tanahnya. Jadi, konsentrasi tanah terutama di perkotaan dan sekitarnya juga dipicu oleh perizinan yang diberikan pemerintah kepada penguasah-pengusaha.84

B. Tahapan Kegiatan yang dilakukan dalam proses pengadaan lahan bagi

pembangunan perkantoran Pemda Nias Utara pasca pemekaran

Kabupaten

Beberapa waktu yang lalu, tepatnya tanggal 14 Januari 2012, Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (“UU Pengadaan Tanah”) telah diterbitkan. UU Pengadaan Tanah telah banyak ditunggu-tunggu oleh para pihak sebagai dasar hukum untuk pengadaan tanah (pembebasan tanah) di seluruh wilayah Republik Indonesia. Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum. Penyelenggaraan pengadaan tanah diselenggarakan oleh Pemerintah dan juga dapat bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dan swasta.

84

(37)

Tidak lama setelah penerbitan UU Pengadaan Tanah, Presiden Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (“Perpres Pengadaan Tanah”) pada tanggal 7 Agustus 2012. Perpres Pengadaan Tanah tersebut berlaku sejak tanggal ditetapkan. Selain itu, Perpres mencabut Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 serta peraturan pelaksanaannya, kecuali untuk proses pengadaan tanah. Secara prinsip, pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan melalui tahapan (i) perencanaan, (ii) persiapan, (iii) pelaksanaan, dan (iv) penyerahan hasil.

1.

Setiap instansi yang memerlukan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum membuat rencana pengadaan tanah yang didasarkan pada:

Perencanaan

a.Rencana Tata Ruang Wilayah; dan

b.Prioritas Pembangunan yang tercantum dalam: o Rencana Pembangunan Jangka Menengah; o Rencana Strategis; dan

o Rencana Kerja Pemerintah Instansi yang bersangkutan.

Rencana pengadaan tanah dibuat dalam bentuk dokumen perencanaan, yang kemudian disampaikan kepada Gubernur.

2.

Setelah menerima dokumen perencanaan pengadaan tanah, Gubernur membentuk tim persiapan yang bertugas untuk:

(38)

a. Melaksanakan pemberitahuan rencana pembangunan; b. Melakukan pendataan awal lokasi rencana pembangunan; c. Melaksanakan konsultasi publik rencana pembangunan; d. Menyiapkan penetapan lokasi pembangunan;

e. Mengumumkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum; dan

f. Melaksanakan tugas lain. 3.

Pelaksanaan pengadaan tanah diselenggarakan oleh Kepala BPN, yang dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN selaku Ketua pelaksana pengadaan tanah. Dalam melaksanakan kegiatannya, Ketua pelaksana pengadaan tanah dapat membentuk satuan tugas yang membidangi inventarisasi dan identifikasi (i) data fisik penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah; dan (ii) data pihak yang berhak (pihak yang menguasai atau memiliki objek pengadaan tanah) dan objek pengadaan tanah (tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, atau lainnya yang dapat dinilai).

Pelaksanaan

(39)

4.

Ketua pelaksana pengadaan tanah menyerahkan hasil pengadaan tanah kepada instansi yang memerlukan tanah disertai data pengadaan tanah, paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak pelepasan hak objek pengadaan tanah. Penyerahan tersebut berupa bidang tanah dan dokumen pengadaan tanah. Instansi yang memerlukan tanah dapat mulai melaksanakan pembangunan setelah dilakukan penyerahan hasil pengadaan tanah oleh ketua pelaksana pengadaan tanah. Perpres Pengadaan Tanah ini memberikan pengecualian terhadap pengadaan tanah skala kecil. Disebutkan di dalam Perpres Pengadaan Tanah, pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang luasnya tidak lebih dari 1 (satu) hektar, dapat dilakukan langsung oleh instansi yang memerlukan tanah dengan para pemegang hak atas tanah, dengan cara jual beli atau tukar menukar atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak. Dengan demikian, seluruh prosedur dan tahap-tahapan yang telah diuraikan di atas dapat disimpangi.

Penyerahan Hasil Pengadaan Tanah

UU Pengadaan Tanah dan Perpres Pengadaan Tanah diharapkan dapat menjadi landasan hukum yang kuat untuk Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk mengadakan tanah bagi kepentingan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sehingga proyek-proyek Pemerintah dapat berjalan dengan baik dan lancar.85

Berbicara secara hukum syarat-syarat pemekaran suatu wilayah untuk menjadi kabupaten/kota atau provinsi sulit tidaknya tergantung daerah yang akan dimekarkan. Kalau kita telaah lebih dalam di era otonomi daerah salah satunya di

85

(40)

Kabupaten Nias Utara hukum cukup memberikan kelonggaran kepada daerah untuk melakukan pemekaran. Ini pula yang menjadi sebab mengapa sekarang kita melihat banyak daerah yang “bernafsu” melakukan pemekaran mulai dari tingkat kecamatan sampai ketingkat provinsi.

Salah satunya di Nias Utara sendiri sekarang muncul wacana pembentukan Provinsi Sumatera Utara sebagaimana juga kehendak membentuk Kabupaten Nias Utara Utara. Pemekaran wilayah diatur dalam UU No 32 tahun 2004. Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang ini adalah: Pasal 4 (3) “Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.”

(41)

kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.

Namun bukan berarti apabila suatu daerah telah memenuhi persyaratan administratif, teknis, dan fisik kewilayahan maka dengan sendirinya pemekaran wilayah dapat dilakukan. Hal ini disebabkan oleh adanya persyaratan jangka waktu jalannya pemerintahan induk. Ada batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan untuk dapat melakukan pemekaran wilayah. Untuk pembentukan Provinsi disyaratkan sepuluh tahun, Kabupaten/Kota disyaratkan tujuh tahun, dan untuk Kecamatan batas minimal penyelenggaraan pemerintahan adalah lima tahun.

Pokok bahasan kedua adalah apa kemungkinan yang melatarbelakangi upaya pemekaran wilayah? Secara teori, tujuan pemekaran wilayah antara lain adalah: untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat, peningkatan keamanan dan ketertiban, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pengelolaan potensi daerah, dan agar terjadinya percepatan pembangunan ekonomi daerah. Sulit bagi kita tidak sepakat dengan alasan ideal ini. Kalau saja pemekaran wilayah semata-mata dengan alasan-alasan tersebut, bukan main kemungkinan hasil positif yang dapat dicapai bagi kepentingan masyarakat.86

Pemekaran daerah berarti pengembangan dari satu daerah otonom menjadi dua atau lebih daerah otonom. Pemekaran daerah dilandasi oleh Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, pada pasal 5 ayat 2 dinyatakan daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah, namun setelah UU no.22 tahun 1999 diganti dengan Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang

86

(42)

Pemerintahan daerah, maka materi pemekaran wilayah tercantum pada pasal 4 ayat 3 dan ayat 4, namun istilah yang dipakai adalah Pemekaran Daerah.

Dalam UU no 32 tahun 2004 tersebut pada pasal 4 ayat 3 dinyatakan: Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih. Sedangkan dalam Pasal 4 ayat 4 dalam UU tersebut dinyatakan:Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.

Dampak dari pemekaran daerah yang cukup pesat ini adalah:87

Pemekaran wilayah diartikan sebagai pembentukan daerah otonomi baru yang (salah satu) tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

(1) kesulitan keuangan dan pembiayaan pembangunan (2) pelayanan publik yang masih sama dan belum membaik (3) kesejahteraan rakyat yang masih belum baik

(4) sumber daya aparat pemerintah merupakan residu dari daerah induk.

88

Disisi lain, menurut Syafrizal, ada beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya pemekaran wilayah, antara lain : 89

87

Laode Ida. Permasalahan Pemekaran Daerah di Indonesia. (Jakarta: Media Indonesia, 2005), hlm 28

88

http://rubrikbahasa.wordpress.com/2010/12/22/pemekaran-wilayah/ diakses tgl 2 Juli 2014

89

Syafrizal. Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012), hlm 34

(43)

Kenyataan yang terjadi dalam masyarakat menunjukkan bahwa perbedaan agama merupakan salah satu unsur yang dapat menyebabkan timbulnyakeinginan masyarakat untuk memisahkan diri dari suatu negara/ daerah yang telah ada untuk menjadi negara/ daerah baru.

2. Perbedaan etnis dan budaya

Sama halnya dengan perbedaan agama, perbedaan etnis dan budaya juga

merupakan unsur penting lainnya yang dapat memicu terjadinya keinginan untuk

melakukan pemekaran wilayah. Kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat merasa

kurang nyaman bila hidup dalam suatu masyarakat dengan etnis, adat istiadat, dan

kebiasaan yang berbeda. Bila kesatuan budaya ini terganggu karena kehadiran

warga masyarakat lain dengan budaya yang berbeda, maka seringkali terjadi

ketegangan bahkan konflik sosial dalam masyarakat tersebut.

3. Ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah

Aspek berikutnya yang cenderung menjadi pemicu terjadinya pemekaran wilayah

adalah ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah. Termasuk juga ke dalam

aspek ini adalah ketimpangan dalam ketersediaan sumber daya alam bernilai tinggi,

seperti minyak bumi, gas alam, dan batu bara yang selanjutnya akan mendorong

terjadinya ketimpangan kemakmuran antar daerah. Ketimpangan ini selanjutnya

mendorong terjadinya kecemburuan sosial dan merasa dianaktirikan oleh

pemerintah pusat sehinnga akhirnya muncul keinginan untuk melakukan pemekaran

wilayah. Indikasi terjadinya ketimpangan pembangunan antardaerah dapat

diketahui dengan menghitung data PDRB perkapita dan jumlah penduduk sebagai

(44)

4. Luas daerah

Luas daerah dapat pula memicu timbulnya keinginan untuk melakukan pemekaran

wilayah. Alasannya adalah karena wilayah yang besar akan cenderung

menyebabkan pelayanan public tidak dapat dilakukan secara efektif dan merata ke

seluruh pelosok daerah. Sementara tugas pemerintah daerah adalah memberikan

pelayanan publik kepada seluruh masyarakat di daerahnya. Dalam rangka

memperbaiki pelayanan kepada masyarakat, maka salah satu cara yang dapat

ditempuh adalah dengan melakukan pemekaran daerah.

Pemekaran daerah adalah suatu media untuk lebih mendekatkan pelayanan terhadapa masyarakat guna mencapai kesejahteraan masyarakat yang berada dalam tatanankehidupan berbangsa dan bernegara. Pembentukan daerah kabupaten / kota adalah berupapemekaran kabupaten / kota dan penggabungan beberapa kecamatan yang bersandingan pada wilayah kabupaten / kota yang berbeda. Selanjutnya disebutkan bahwa ada beberapa pertimbangan dalam mendirikan daerah baru seperti kemampuan ekonomi, potensi daerah, luas wilayah, kependudukan dan pertimbangan dari aspek sosial politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan serta pertimbangan lain yang memungkinkan daerah itu dapat menyelenggarakan dan mewujudkan tujuan dibentuknya daerah. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007, pemekaran daerah adalah pemecahan provinsi atau kabupaten/ kota menjadi dua daerah atau lebih. Cara Pembentukan, Penghapusan, danpenggabungan daerah memiliki kemiripan.

(45)

Bupati Kepala Daerah dibentuk Dewan Pemerintahan Daerah yang dipilih dari anggota DPRD. Pada tahun 1961 sampai dengan tahun 1969 Ketua DPRD langsung dirangkap oleh Bupati Kepala Daerah. Untuk membantu Bupati Kepala Daerah dalam menjalankan roda pemerintahan sehari-sehari dibentuk Badan Pemerintahan Harian yang dikatakan sebagai ganti DPD yang telah dihapuskan. Akan tetapi kemudian sejak tahun 1969 sampai dengan saat berlakunya Undang-undang No.5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, Lembaga BPH sebagai Pembantu Kepala daerah dalam menjalankan Pemerintahan sehari-hari tidak pernah diadakan lagi.

Dapat dikatakan bahwa perubahan-perubahan pemerintahan di Kabupaten Nias,mengikuti perubahan-perubahan tentang Pemerintahan di daerah yang berlaku secara nasional. Desa/Kelurahan sebagai tingkat pemerintahan yang paling bawah, di Kabupaten Nias terdapat sebanyak 657 buah. Desa/Kelurahan tersebut karena persekutuan masyarakat menurut hukum setempat, yang dahulunya masing-masing berdiri sendiri-sendiri tanpa ada tingkat pemerintahan yang lebih tinggi yang mencakup beberapa atau keseluruhan desa/kelurahan itu. Sejak awal kemerdekaan sampai tahun 1967 terdapat satu tingkat pemerintahan lagi diantara Kecamatan dengan Desa/kelurahan yang disebut ” Ö R I ” yang meliputi beberapa desa.

(46)

Pada tahun 2009 sesuai dengan Pasal 4 masing-masing Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2008 tentang pembentukkan Kabupaten Nias Utara, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2008 tentang pembentukkan Kabupaten Nias Barat, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008 tentang pembentukkan Kota Gunungsitoli maka wilayah Kabupaten Nias dikurangi dengan 3 wilayah Kabupaten/Kota tersebut diatas.90

Setelah pemekaran dari Nias bersamaan dengan beberapa kabupaten lain, Nias Utara kembali mengganti Pejabat Bupati Drs.Fonaha Zega (Ama Forti) yang sebelumnya di jabat oleh Drs.Tolo’aro Hulu (Ama Vica). Ibukota Nias Utara terletak di kecamatan Lotu. Pemekaran Nias Utara dilakukan Badan Persiapan Pembentukan Kabupaten Nias Utara (BPP KANIRA) yang juga para regenerasi Nias yang ada di Jabodetabek.

a. Luas Wilayah : 1.202,78 km2

1. Profil Umum

b. Jumlah Penduduk : 127. 703 jiwa c. Jumlah Kecamatan : 11 kecamatan d. Jumlah Desa/lurah : 113 buah e. Jumlah Pulau : 19 pulau f. Kepadatan : 106 jiwa/km2

2.

a. Kecamatan Alasa (yakni desa

Kecamatan di Kabupaten Nias Utara

90

(47)

b. Kecamatan Namohalu Esiwa (yakni de

c. Kecamatan Lahewa (yakni desa

dan

d. Kecamatan Lotu (yakni desa

e. Kecamatan Tuhemberua (yakni desa

f. Kecamatan Afulu (yakni desa

g. Kecamatan Alasa Talu Muzoi (yakni de

h. Kecamatan Lahewa Timur (yakni desa

i. Kecamatan Sawo (yakni desa

(48)

j. Kecamatan sitolu ori (yakni de

k. Kecamatan Tugala Oyo (yakni desa

91

Pemekaran suatu Kabupaten/kota melalui beberapa tahapan, yaitu: 1. Tahap pertama, yang terjadi pada Kabupaten/daerah induk

2. Tahap kedua, yang terjadi pada pemerintahan Nias tempat pemekaran Kabupaten terjadi

3. Tahap ketiga, yaitu usulan pemekaran Kabupaten disampaikan kepada Menteri dalam Negeri

4. Tahap keempat, yaitu berdasarkan hasil penelitin tim tersebut, Menteri dalam negeri menyampaikan rekomendasi usulan pembentukan daerah kepada DPOD.

5. Tahap kelima, yaitu Menteri menyampaikan usulan pembentukan suara daerah kepada Presiden berdasarkan saran dan pertimbangan DPOD

6. Tahap keenam, yaitu dalam hal Presiden menyetujui usulan pembentukan daerah, Menteri dalam negeri menyiapkan rancangan undang-undang tentang pembentukan daerah

7. Tahap ketujuh, pembentukan undang-undang tentang pembentukan daerah Tahap, ketujuh, yaitu setelah undang-undang pembentukan daerah diundangkan pemerintah melaksanakan peresmian daerah dan melantik pejabat kepada daerah.

91

(49)

Peresmian daerah dilaksanakannya paling lama 6 (enam) bulan sejak diundangkannya undang-undang tentang pembentukan daerah.

Dengan dinyatakannya undang Pemekaran Nias ke dalam Undang-undang Nomor 45 tahun 2008 tentang pembentukan Kabupaten Nias Utara di Provinsi Sumatera Utara.

C. Hambatan-hambatan yang ditemui dalam proses pengadaan tanah untuk

lahan pembangunan perkantoran dan upaya yang dilakukan untuk

mengatasi hambatan tersebut

Pembangunan merupakan upaya manusia dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya yang dipergunakan bagi pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kesejahteraan hidup yang dimanisfestasikan melalui seperangkat kebijakan publik. Setiap negara akan memilih dan menerapkan strategi pembangunan tertentu yang dianggap tepat untuk mewujudkan hal tersebut. Yang dimaksud dengan sejahtera adalah situasi manakala kebutuhan dan hak dasar rakyat telah terpenuhi tidak semata terkait dengan tingkat konsumsi (tingkat ekonomi) dan akses kepada layanan publik yang diberikan pemerintah, tetapi juga pada kesempatan untuk berpartisipasi dan menyampaikan aspirasi dalam kerangka pembangunan untuk kepentingan umum.

(50)

seperti : jalan jembatan,transportasi, fasilitas pendidikan, peribadatan, sarana olah raga, fasilitas komunikasi, fasilitas keselamatan umum dan sebagainya.

Tanah merupakan modal dasar pembangunan, hampir tak ada kegiatan pembangunan (sektoral) yang tidak memerlukan tanah. Oleh karena itu tanah memegang peranan yang sangat penting, bahkan menentukan berhasil tidaknya suatu pembangunan. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di segala bidang kehidupan terutama untuk kepentingan umum selalu membutuhkan tanah sebagai wadah untuk diletakkannya pembangunan tersebut. Kini pembangunan terus meningkat dan tiada henti tetapi persediaan tanah semakin sulit dan terbatas. Keadaaan seperti ini dapat menimbulkan konflik karena kepentingan umum dan kepentingan perorangan atau kelompok saling berbenturan. Kondisi seperti ini diperlukan upaya pengaturan yang bijaksana dan adil guna menghindari konflik-konflik yang terjadi di masyarakat karena hal tersebut.

Pemerintah yang dalam hal ini sebagai pemangku kebijakan telah melakukan upaya dengan mengeluarkan peraturan tantang pangadaan tanah untuk pembangunan dalam rangka kepentingan umum. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari konflik yang terjadi sehingga pembangunan dapat berjalan dengan lancar. Tetapi dalam implementasi dan pelaksanaannya sering menemui kendala atau hambatan yang berujung pada kebuntuan sehingga proses pembangunan menjadi terhambat.

(51)

untuk pembangunan infrastruktur serta ketidakjelasan peraturan pertanahan dan implementasinya di lapangan juga menjadi penyebab terhambatnya pembangunan infrastruktur. Perbaikan terhadap kebijakan, prosedur, dan praktik-praktik pengadaan tanah untuk pembangunan adalah langkah yang tepat. Pelaksanaan pembebasan tanah dapat dipermudah dengan dua pendekatan, yaitu dengan meningkatkan keberpihakan dan penghormatan terhadap pemilik hak atas dengan mengedepankan sosialisasi, negosiasi, dan pemberian kompensasi yang lebih komprehensif. Pendekatan yang lain menurut Bima adalah melalui penguatan kelembagaan negara terhadap tanah masyarakat demi kepentingan umum, sehingga peran kuat negara diperlukan adalah dengan memperkuat kewenangan negara untuk mengambil tanah pada harga yang ditetapkan walaupun tanpa kerelaan pemilik tanah.92

Dalam pelaksanaan pengadaan lahan perkantoran bagi Pemda Nias Utara pasca pemekaran Kabupaten, juga terdapat berbagai hambatan yang mengganggu jalannya proses pembangunan perkantoran Pemda Nias Utara pasca pemekaran Kabupaten, salah satu staf Pelaksana Operasional Pengadaan Lahan pembangunan perkantoran Pemda Nias Utara pasca pemekaran di Departemen Pekerjaan Umum, ”dalam proses pengadaan lahan untuk pembangunan perkantoran Pemda Nias Utara pasca pemekaran Kabupaten ini, terjadi banyak kendala yang menghambat, sebagaimana proyek pemerintah lainnya, padahal pada awal dimulainya proses pengadaan lahan ini, proyek pembangunan perkantoran Pemda Nias Utara pasca pemekaran Kabupaten menjadi contoh atau acuan bagi proyek perkantoran Pemda

92

Gambar

Tabel Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin

Referensi

Dokumen terkait

Media e-comic yang dikembangkan dengan validasi dari ahli materi dan ahli media diharapkan dapat membantu guru dalam menyampaikan materi IPS dan mempermudah belajar siswa

Dengan menggunakan beberapa metode tersebut, hasil penelitian yang diharapkan adalah perbaikan deteksi terhadap dataset RTE-4 ID 332 yang semula terdeteksi sebagai

Tujuan penelitian yaitu untuk mengkaji keefektifan model SQ4R berbantuan media storytelling organizers terhadap keterampilan membaca pemahaman siswa kelas V SD Gugus Nusa

Implementasi yang telah dilakukan dengan menggunakan library keamanan akan memberikan kemudahan dalam membangun keamanan web service karena dengan dukungan library

Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: The Hidden Crisis, Armed Conflict and Education, menyatakan bahwa indeks pembangunan pendidikan atau Education Development

Berdasarkan fenomena di atas, penulis tertarik untuk menjadikan judul penelitian ini yaitu : “ Pengaruh Restaurant Atmosphere dan Keragaman Produk Terhadap Loyalitas

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-2/W4, 2015 Joint International Geoinformation Conference 2015,

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO.