TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN ALIH FUNGSI TANAH NEGARA MENURUT KETENTUAN PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
NORA SYAFNETTA NIM 090200409
DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim…
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala anugerah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan skripsi ini guna melengkapi
syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini mengenai “Aspek Hukum Reksa Dana
Online”
Penulis sadar dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya,
baik dari segi materi maupun penyusunan kalimatnya, serta tak lepas dari bantuan
pihak-pihak tertentu baik berupa bimbingan, kritik, saran bahkan pengarahan.
Oleh karenanya pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang turut membantu menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada:
1. Prof. Dr. Runtung, SH. M. Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
2. Suria Ningsih, SH.M.Hum, selaku Ketua Departemen Ekonomi Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Affan Mukti, SH.M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, nasehat, dan saran selama proses penyusunan skripsi.
4. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH. MS.CN, selaku Dosen Pembimbing II yang
telah sabar memberikan bimbingan, nasehat, dan saran selama proses
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis selama ini.
6. Para Staff Pegawai di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara yang ikut serta dalam membantu proses pendidikan, yang telah banyak
memberikan motivasi dan dukungan morill kepada penulis.
7. Sahabat-Sahabatku seperjuangan terima kasih atas semuanya yang sudah kita
jalani bersama.
8. Teman-Temanku Stambuk 2009 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih untuk semuanya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini kurang sempurna. Oleh karena itu mohon
kritik dan sarannya agar skripsi ini bisa menjadi lebih sempurna. Semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.Semoga Allah
memberikan Rahmat dan Keridhoan-Nya kepada kita semua, Amin!!!
Walhamdulillahirabbil’alamin…
Medan, Februari 2015 Penulis,
TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN ALIH FUNGSI TANAH NEGARA MENURUT KETENTUAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27
TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH
Nora Syafnetta Affan Mukti Muhammad Yamin
ABSTRAK
Hak menguasai negara membuat timbulnya hak pengelolaan yang diberikan kepada lembaga-lembaga pemerintah dimana pemberian itu adalah untuk pelaksanaan tugasnya maka berdasarkan hal tersebut timbullah kewenangan pada instansi tersebut untuk mengadakan kebijaksanaan-kebijaksanaan sepanjang kebijaksanaan itu tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Bentuk pengelolaan tersebut dapat berupa pengelolaan barang milik negara/daerah meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penilaian, pemindah tanganan, pemusnahan, penghapusan, penatausahaan, dan pembinaan, pengawasan serta pengendalian. Dalam melaksanakan ahli fungsi atas tanah negara sebagai objek pengelolaan barang milik negara/daerah tentunya diperlukan suatu kajian atas ketentuan peraturan mengenai pengelolaan barang milik negara/daerah yang nantinya bisa dijadikan pedoman dan petunjuk dalam setiap pelaksanaan alih fungsi tanah negara sebagai objek pengelolaan barang milik negara/daerah. Permasalahan yang dibahas adalah bagaimana persyaratan dalam pelaksanaan alih fungsi tanah negara, prosedur pelaksanaan alih fungsi tanah, dan hambatan-hambatan yang terjadi selama dalam pelaksanaan alih fungsi tanah negara upaya yang telah diambil untuk menyelesaikannya menurut ketentuan PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
Metode penelitian yang dipergunakan dalam menyusun skripsi ini adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu metode atau cara meneliti bahan pustaka yang ada. Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yakni suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Metode pendekatan yang digunakan penelitian normatif ini menggunakan metode pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mengerti dan memahami gejala yang di teliti.
Kesimpulan dari skripsi ini adalah, syarat dalam pelaksanaan alih fungsi tanah milik negara/daerah sebagai objek dari barang milik negara/daerah diatur dalam ketentuan Pasal 55, Pasal 57, Pasal 58 dan, Pasal 59 PP Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Pemindahtanganan barang milik negara/daerah dilakukan dengan cara penjualan, tukar menukar, hibah, dan penyertaan modal pemerintah pusat/daerah. Prosedur pelaksanaan alih
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Dosen Pembimbing I
fungsi tersebut diatur dalam Pasal 63, Pasal, 66, Pasal 67, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 74, dan Pasal 75 PP Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Berbagai macam masalah mewarnai alih fungsi tanah milik negara/daerah ini antara lain kendala dalam pengosongan lahan objek alih fungsi, kendala selanjutnya adalah perlawanan dari masyarakat yang merasa dirugikan, kendala lainnya yang dirasakan adalah terlalu besarnya biaya yang diminta masyarakat terkait ganti rugi. Terkait kendala-kendala tersebut diatas, adapun langkah yang harus diambil untuk memaksimalkan pelaksanaan alih fungsi tanah milih negara/daerah, antara lain perbaikan sarana dan prasarana penunjang bagi masyarakat, penyuluhan kepada semua pihak terkait akibat alih fungsi tanah milik negara/daerah.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
ABSTRAK ... iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 6
C. Tujuan Penulisan ... 7
D. Manfaat Penulisan ... 7
E. Metode Penelitian ... 8
F. Keaslian Penulisan ... 10
G. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/ DAERAH A. Pengertian Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah ... 13
B. Pejabat Pengelola, Pengguna Barang Milik Negara/ Daerah ... 16
C. Penggunaan Barang Milik Negara/ Daerah... 24
D. Pertanggungjawaban Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah... 40
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG ALIH FUNGSI TANAH NEGARA A. Pengertian Alih Fungsi Tanah Negara ... 44
C. Para Pihak Dalam Pelaksanaan Alih Fungsi Tanah Negara 53
BAB IV PELAKSANAAN ALIH FUNGSI TANAH NEGARA
DAN AKIBATNYA MENURUT KETENTUAN PP NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH
A. Persyaratan Dalam Pelaksanaan Alih Fungsi Tanah Negara Menurut Ketentuan PP Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah ... 55
B. Prosedur Pelaksanaan Alih Fungsi Tanah Negara Menurut Ketentuan PP Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah ... 69
C. Hambatan-Hambatan Yang Terjadi Selama Dalam Pelaksanaan
Alih Fungsi Tanah Negara Upaya Yang Telah Diambil Untuk Menyelesaikannya ... 80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 84
B. Saran ... 88
TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN ALIH FUNGSI TANAH NEGARA MENURUT KETENTUAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27
TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH
Nora Syafnetta Affan Mukti Muhammad Yamin
ABSTRAK
Hak menguasai negara membuat timbulnya hak pengelolaan yang diberikan kepada lembaga-lembaga pemerintah dimana pemberian itu adalah untuk pelaksanaan tugasnya maka berdasarkan hal tersebut timbullah kewenangan pada instansi tersebut untuk mengadakan kebijaksanaan-kebijaksanaan sepanjang kebijaksanaan itu tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Bentuk pengelolaan tersebut dapat berupa pengelolaan barang milik negara/daerah meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penilaian, pemindah tanganan, pemusnahan, penghapusan, penatausahaan, dan pembinaan, pengawasan serta pengendalian. Dalam melaksanakan ahli fungsi atas tanah negara sebagai objek pengelolaan barang milik negara/daerah tentunya diperlukan suatu kajian atas ketentuan peraturan mengenai pengelolaan barang milik negara/daerah yang nantinya bisa dijadikan pedoman dan petunjuk dalam setiap pelaksanaan alih fungsi tanah negara sebagai objek pengelolaan barang milik negara/daerah. Permasalahan yang dibahas adalah bagaimana persyaratan dalam pelaksanaan alih fungsi tanah negara, prosedur pelaksanaan alih fungsi tanah, dan hambatan-hambatan yang terjadi selama dalam pelaksanaan alih fungsi tanah negara upaya yang telah diambil untuk menyelesaikannya menurut ketentuan PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
Metode penelitian yang dipergunakan dalam menyusun skripsi ini adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu metode atau cara meneliti bahan pustaka yang ada. Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yakni suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Metode pendekatan yang digunakan penelitian normatif ini menggunakan metode pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mengerti dan memahami gejala yang di teliti.
Kesimpulan dari skripsi ini adalah, syarat dalam pelaksanaan alih fungsi tanah milik negara/daerah sebagai objek dari barang milik negara/daerah diatur dalam ketentuan Pasal 55, Pasal 57, Pasal 58 dan, Pasal 59 PP Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Pemindahtanganan barang milik negara/daerah dilakukan dengan cara penjualan, tukar menukar, hibah, dan penyertaan modal pemerintah pusat/daerah. Prosedur pelaksanaan alih
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Dosen Pembimbing I
fungsi tersebut diatur dalam Pasal 63, Pasal, 66, Pasal 67, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 74, dan Pasal 75 PP Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Berbagai macam masalah mewarnai alih fungsi tanah milik negara/daerah ini antara lain kendala dalam pengosongan lahan objek alih fungsi, kendala selanjutnya adalah perlawanan dari masyarakat yang merasa dirugikan, kendala lainnya yang dirasakan adalah terlalu besarnya biaya yang diminta masyarakat terkait ganti rugi. Terkait kendala-kendala tersebut diatas, adapun langkah yang harus diambil untuk memaksimalkan pelaksanaan alih fungsi tanah milih negara/daerah, antara lain perbaikan sarana dan prasarana penunjang bagi masyarakat, penyuluhan kepada semua pihak terkait akibat alih fungsi tanah milik negara/daerah.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara yang sedang membangun, dimana setiap
peraturan mengenai tanah yang dilahirkan didalamnya selalu bertujuan untuk
kepentingan seluruh rakyat, maka masalah tanah-tanah ini menjadi pokok yang
seru akhir-akhir ini, dimana tanah bukan saja dibutuhkan oleh rakyat tapi
pemerintah pun dalam rangka pembangunan ini sangat membutuhkan tanah.
Tanah merupakan unsur penting dalam setiap kegiatan pembangunan dimana
semua kebutuhan manusia juga dapat terpenuhi dengan adanya tanah, dengan kata
lain bahwa tanah merupakan faktor pokok dalam kelangsungan hidup manusia.
Dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut UUD
1945) dinyatakan bahwa “bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasasi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.”
Tanah merupakan karunia Tuhan, dengan demikian selain memiliki nilai
fisik, tanah juga mempunyai nilai kerohanian. Sebagai titipan Tuhan, perolehan
dan pemanfaatannya harus sedemikian rupa sehingga dirasakan adil bagi semua
pihak. 1Lebih lanjut dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) UUPA dinyatakan bahwa “atas
dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan hal-hal sebagai yang
dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam
1
yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara,
sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.” Pasal ini merupakan landasan
adanya hubungan hukum antara tanah dan subyek tanah, dimana negara bertindak
sebagai subyek yang mempunyai kewenangan tertinggi terhadap segala
kepentingan atas tanah yang bertujuan untuk kemakmuran rakyat. Hak menguasai
dari negara memberikan wewenang untuk:
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.
2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa.
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang
angkasa.2
Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat dari
pada haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang
memilikinya maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara. Namun
demikian tidak berarti kepentingan perseorangan dikalahkan dengan kepentingan
masyarakat. Kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan haruslah
saling seimbang, hingga pada akhirnya akan tercapailah tujuan pokok
kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya. Kecenderungan
untuk memandang tanah lebih pada nilai ekonomisnya semata, yakni tanah
sebagai barang dagangan yang tentunya lebih mudah dikuasai oleh mereka yang
2
mempunyai kelebihan modal dan mengakibatkan ketimpangan distribusi
penguasaan tanah karena perbedaan akses, jelas tidak sesuai dengan jiwa
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(selanjutnya disebut UUPA).
Tanah dinilai sebagai salah satu harta yang kekal sifatnya dan dapat
diinvestasikan untuk kehidupan masa yang akan datang. Hal ini disebabkan
karena keberadaan tanah itu sendiri yang lebih jauh kekal dari umur manusia.
Oleh karena hal-hal yang demikian itulah maka manusia menempatkan tanah
sebagai suatu hal yang selalu mendapatkan perhatian dan penanganan yang
khusus dan juga menimbulkan upaya manusia untuk mengetafetkan penguasaan
tanahnya. Hal ini tentunya mudah untuk dimengerti karena sesungguhnya hampir
setiap aspek kehidupan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari kebutuhan akan
tanah.
Perkembangan dan pertambahan penduduk membawa konsekuensi logis
tuntutan kebutuhan manusia akan tanah sebagai tempat tinggalnya, akan tetapi
disisi lain keadaan tanah statis tidak bertambah, bahkan dimungkinkan terjadi
pengurangan karena proses alam. Kondisi kebutuhan dan tersedianya tanah yang
tidak seimbang ini terus berlanjut dan akan menimbulkan masalah-masalah dalam
penggunaan tanah, antara lain:
1. Berkurangnya luas tanah pertanian subur menjadi tanah pemukiman,
2. Terjadinya pembenturan kepentingan berbagai sektor pembangunan
(misalnya antara kehutanan dan transmigrasi, pertambangan dengan
perkebunan dan sebagainya).
3. Menurunnya kualitas lingkungan pemukiman akibat banjir, kekurangan air
bersih baik dari jumlah maupun mutunya.
4. Meluasnya tanah kritis akibat penggunaaan tanah yang tidak sesuai dengan
potensinya, terjadinya erosi, banjir, dan sedimentasi.
5. Pengunaan tanah untuk berbagai kegiatan akan menghasilkan limbah yang
dapat menimbulkan pencemaran air dan udara.
Untuk mengatasi atau paling tidak mengurangi masalah-masalah
pertanahan tersebut di atas bisa dilakukan tindakan-tindakan antara lain:
a. Tidak melakukan perusakan atas tanah, dalam arti melakukan perbuatan
yang dapat menimbulkan kerusakan tanah, yakni menurunnya kualitas
tanah sehingga mengganggu peruntukan tanah yang bersangkutan.
b. Tidak menelantarkan tanah, dalam arti tanah terus digarap guna
memelihara kesuburan tanah tersebut.
c. Tidak melakukan pemerasan atau pendayagunaan (eksploitasi) tanah yang
melebihi batas sehingga menimbulkan kerugian kepada pihak-pihak yang
lain juga membutuhkan areal atas tanah tersebut.
d. Tidak menjadikan tanah sebagai alat pemerasan terhadap orang lain.3
Tanah selain dapat di miliki pibadi atau badan hukum juga dapat
diperuntukkan untuk kepentingan sosial. Dalam ketentuan UUPA mengenai
3
fungsi sosial dari tanah, dinyatakan bahwa “semua hak atas tanah mempunyai
fungsi sosial.”4 Tidak hanya hak milik tetapi semua hak atas tanah mempunyai
fungsi sosial. Ini berarti bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang
tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan semata-mata
untuk kepentingan pribadinya. Menyadari pentingnya fungsi tanah ini, maka bagi
pemerintah tidak ada alternatif lain kecuali meningkatkatkan pengaturan
mengenai pengelolaan tanah, dan pengurusan pertanahan yang menjadi sumber
bagi kesejahteraan dan kemakmuran sesuai dengan ketentuan pemerintah
undangan yang berlaku.5
Hak menguasai negara membuat timbulnya hak pengelolaan yang
diberikan kepada lembaga-lembaga pemerintah dimana pemberian itu adalah
untuk pelaksanaan tugasnya maka berdasarkan hal tersebut timbullah kewenangan
pada instansi tersebut untuk mengadakan kebijaksanaan-kebijaksanaan sepanjang
kebijaksanaan itu tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Bentuk
pengelolaan tersebut dapat berupa pengelolaan barang milik negara/daerah
meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan,
pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penilaian, pemindah tanganan,
pemusnahan, penghapusan, penatausahaan, dan pembinaan, pengawasan serta
pengendalian.6
4
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
5
Affan Mukti, Ruislag Dalam Pelaksanaan Pembangunan, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1621/3/perda-affan2.pdf.txt (diakses pada tanggal 2 Oktober 2014)
6
Berdasarkan hal tersebut terdapat beberapa aspek dalam pengelolaan
barang milik negara/daerah yakni aspek pengelolaan, penggunaan, pemanfaatan,
dan pemindah tanganan yang didalamanya terdapat alih fungsi atas tanah negara
yang merupakan barang milik negara/daerah. Dalam melaksanakan ahli fungsi
atas tanah negara sebagai objek pengelolaan barang milik negara/daerah tentunya
diperlukan suatu kajian atas ketentuan peraturan mengenai pengelolaan barang
milik negara/daerah yang nantinya bisa dijadikan pedoman dan petunjuk dalam
setiap pelaksanaan alih fingsi tanah negara sebagai objek pengelolaan barang
milik negara/daerah. Maka oleh sebab itu penulisan skripsi ini diberi judul
“Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Alih Fungsi Tanah Negara Menurut
Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.”
B. Permasalahan
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini,
yakni sebagai berikut:
1. Bagaimana persyaratan dalam pelaksanaan alih fungsi tanah negara menurut
ketentuan PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah?
2. Bagaimana prosedur pelaksanaan alih fungsi tanah negara menurut ketentuan
PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah?
3. Bagaimana hambatan-hambatan yang terjadi selama dalam pelaksanaan alih
C. Tujuan Penulisan
Tulisan ini dibuat sebagai tugas akhir dan merupakan sebuah karya ilmiah
yang bermanfaat bagi perkembangan hukum di Indonesia khususnya tentang
hukum yang mengatur tentang hukum investasi di negara Indonesia. Sesuai
permasalahan yang diatas adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui persyaratan dalam pelaksanaan alih fungsi tanah negara
menurut ketentuan PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah.
2. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan alih fungsi tanah negara menurut
ketentuan PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah.
3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang terjadi selama dalam
pelaksanaan alih fungsi tanah negara upaya yang telah diambil untuk
menyelesaikannya.
D. Manfaat Penulisan
Adapun yang menjadi manfaat penulisan skripsi ini tidak dapat dipisahkan
dari tujuan penulisan yang telah diuraikan diatas, yaitu:
1. Manfaat secara teoritis
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan
masukan pemikiran di bidang ilmu pengetahuan hukum, khususnya pengetahuan
ilmu hukum pengelolaan barang milik negara/daerah. Selain itu, diharapkan juga
dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.
Secara praktis diharapkan agar penulisan skripsi ini dapat menjadi bahan
masukan bagi masyarakat dan para pihak yang berperan serta yang diharapkan
dapat meningkatkan kesadaran dan perannya dalam memberikan perlindungan
dan kepastian hukum kepada setiap peralihan fungsi hak atas tanah yang terjadi di
Indonesia.
E. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dalam menyusun skripsi ini, jenis
penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian
hukum normatif yaitu metode atau cara meneliti bahan pustaka yang ada. Tahapan
pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk
mendapatkan hukum objektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan
penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif
adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subjektif (hak dan
kewajiban).
Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yakni suatu
bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena
yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Penelitian
deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan
menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat
yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi,
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian normatif ini
menggunakan metode pendekatan yuridis yang bertujuan untuk mengerti dan
memahami gejala yang di teliti
2. Data penelitian
Materi dalam skripsi ini diambil dari data-data sekunder. Adapun data-data
sekunder yang dimaksud adalah:
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer yaitu berupa dokumen peraturan yang mengikat dan
ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini diantaranya
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2008
Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah.
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu semua dokumen yang merupakan bacaan
yang relevan seperti buku-buku, seminar-seminar, jurnal hukum, majalah, koran
karya tulis ilmiah dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan materi
c. Bahan hukum tersier
Bahan hukum tersier yaitu semua dokumen yang berisi tentang
konsep-konsep dan keterangan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensklopedia dan sebagainya.
3. Teknik pengumpulan data
Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka
digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan, yaitu
mempelajari dan menganalisis secara sistematis digunakan buku-buku, surat
kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan
bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi
ini. 7
4. Analisis data
Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif,
yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya
dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas
dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif
dilakukan guna mendapatkan data yang deskriptif, yaitu data-data yang akan
diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.
F. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Alih
Fungsi Tanah Negara Menurut Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah” adalah hasil pemikiran
7
sendiri. Skripsi ini menurut sepengetahuan, belum pernah ada yang membuat.
Kalaupun ada seperti beberapa judul skripsi yang diuraikan di bawah ini dapat
diyakinkan bahwa substansi pembahasannya berbeda. Dengan demikian keaslian
penulisan skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan secara moral dan ilmiah.
Pengujian tentang kesamaan dan keaslian judul yang diangkat di perpustakaan
fakultas hukum universitas sumatera utara juga telah dilakukan dan dilewati, maka
ini juga dapat mendukung tentang keaslian penulisan.
G. Sistematika Penulisan
Untuk lebih memudahkan menguraikan pembahasan masalah skripsi ini,
maka penyusunannya dilakukan secara sistematis. Skripsi ini terbagi dalam lima
bab, yang gambarannya sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini yang akan dibahas mengenai latar belakang,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penulisan,
metode penelitian, keaslian penulisan, dan tinjauan pustaka.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN
BARANG MILIK NEGARA/ DAERAH
Dalam bab ini yang akan dibahas mengenai pengertian
pengelolaan barang milik negara/daerah, pejabat pengelola,
pengguna barang milik negara/daerah, penggunaan barang
milik negara/ daerah, dan pertanggungjawaban pengelolaan
barang milik negara/daerah.
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG ALIH FUNGSI TANAH
Dalam bab ini yang akan dibahas mengenai pengertian alih
fungsi tanah negara, jenis-jenis alih fungsi tanah negara,
para pihak dalam pelaksanaan alih fungsi tanah negara, hak
dan kewajiban para pihak dalam pelaksanaan alih fungsi
tanah negara.
BAB IV PELAKSANAAN ALIH FUNGSI TANAH NEGARA
DAN AKIBATNYA MENURUT KETENTUAN PP
NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN
BARANG MILIK NEGARA/DAERAH
Dalam bab ini yang akan dibahas mengenai persyaratan
dalam pelaksanaan alih fungsi tanah negara menurut
ketentuan PP Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah, prosedur pelaksanaan alih
fungsi tanah negara menurut ketentuan PP Nomor 27 Tahun
2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah,
dan hambatan-hambatan yang terjadi selama dalam
pelaksanaan alih fungsi tanah negara upaya yang telah
diambil untuk menyelesaikannya
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir
dimana akan diberikan kesimpulan dan saran mengenai
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH
A. Pengertian Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
Kata pengelolaan dapat disamakan dengan manajemen, yang berarti pula
pengaturan atau pengurusan.8 Banyak orang yang mengartikan manajemen
sebagai pengaturan, pengelolaan, dan pengadministrasian dimana hal itulah
pengertian yang populer saat ini. Pengelolaan diartikan sebagai suatu rangkaian
pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan
serangkaian kerja dalam mencapai tujan tertentu. Dikatakan manajemen adalah
suatu proses perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian,
memimpin dan pengendalian organisasi manusia, keuangan, fisik dan informasi
sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi secara efisiensi dan efektif.
Bedasarkan definisi manajemen diatas secara garis besar tahap-tahap
dalam melakukan pengelolaan (manajemen) meliputi melakukan perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Perencanaan merupakan proses
dasar dari suatu kegiatan pengelolaan dan merupakan syarat mutlak dalam suatu
kegiatan pengelolaan. Kemudian pengorganisasian berkaitan dengan pelaksanaan
perencanaan yang telah ditetapkan. Sementara itu pengarahan diperlukan agar
menghasilkan sesuatu yang diharapkan dan pengawasan yang dekat. Dengan
evaluasi, dapat menjadi proses monitoring aktivitas untuk menentukan apakah
8
individu atau kelompok memperolah dan mempergunakan sumber-sumbernya
secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan.
Pengertian barang milik negara adalah semua barang yang dibeli atau
diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara atau berasal dari
perolehan lainnya yang sah. Sedangkan barang milik daerah adalah semua barang
yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah
atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Pengelola barang adalah pejabat
yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman
serta melakukan pengelolaan barang milik negara/daerah.9
Barang milik negara/daerah meliputi barang yang dibeli atau diperoleh
atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara/daerah, dan barang yang
berasal dari perolehan lainnya yang sah. Barang yang dimaksud berupa barang
yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis, barang yang diperoleh
sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak, barang yang diperoleh sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan atau barang yang diperoleh berdasarkan
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.10
Pengelolaan barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan asas
fungsional, kepastian hukum, transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian
nilai. Pengelolaan barang milik negara/daerah meliputi:
1. Perencanaan kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan
barang milik negara/daerah untuk menghubungkan pengadaan barang yang
9
Pasal 1 Angka 1, 2, 3 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
10
telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam
melakukan tindakan yang akan datang.11
2. Pengadaan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memiliki
barang milik negara/daerah melalui suatu rangkaian proses baik melalui jual
beli, maupun lelang.
3. Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengguna barang dalam
mengelola dan menatausahakan barang milik negara/daerah yang sesuai
dengan tugas dan fungsi instansi yang bersangkutan.12
4. Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang tidak
digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/
lembaga/satuan kerja perangkat daerah dan/atau optimalisasi barang milik
negara/daerah dengan tidak mengubah status kepemilikan.13
5. Pengamanan dan pemeliharaan merupakan rangkaian kegiatan yang
dilakukan pengelola barang, pengguna barang dan kuasa pengguna barang
untuk mengamankan dan memelihara barang milik negara/daerah.
6. Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas
suatu objek penilaian berupa barang milik negara/daerah pada saat tertentu.
7. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan barang milik
negara/daerah.14
11
Pasal 1 Angka 8 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
12
Pasal 1 Angka 9 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
13
Pasal 1 Angka 10 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
14
8. Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan barang
milik negara/daerah.15
9. Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik negara/daerah dari
daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang
untuk membebaskan pengelola barang, pengguna barang, dan/atau kuasa
pengguna barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang
berada dalam penguasaannya.16
10. Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan,
inventarisasi, dan pelaporan barang milik negara/daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.17
11. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian merupakan rangkaian kegiatan
yang dilakukan pengelola barang untuk melakukan pengendalian serta
pengawasan atas barang milik negara yang berada pada pengguna barang dan
kuasa pengguna barang
B. Pejabat Pengelola, Pengguna Barang Milik Negara/Daerah
Menteri keuangan selaku bendahara umum negara adalah pengelola
barang milik negara. Pengelola barang milik negara berwenang dan bertanggung
jawab:
1. Merumuskan kebijakan, mengatur, dan menetapkan pedoman pengelolaan
barang milik negara.
15
Pasal 1 Angka 22 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
16
Pasal 1 Angka 23 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
17
2. Meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan barang milik negara.
3. Menetapkan status penguasaan dan penggunaan barang milik negara.
4. Mengajukan usul pemindahtanganan barang milik negara berupa tanah
dan/atau bangunan yang memerlukan persetujuan dewan perwakilan rakyat.
5. Memberikan keputusan atas usul pemindahtanganan barang milik negara
yang berada pada pengelola barang yang tidak memerlukan persetujuan
dewan perwakilan rakyat sepanjang dalam batas kewenangan menteri
keuangan.
6. Memberikan pertimbangan dan meneruskan usul pemindahtanganan barang
milik negara yang tidak memerlukan persetujuan dewan perwakilan rakyat
kepada presiden.
7. Memberikan persetujuan atas usul pemindahtanganan barang milik negara
yang berada pada pengguna barang yang tidak memerlukan persetujuan
dewan perwakilan rakyat sepanjang dalam batas kewenangan menteri
keuangan.
8. Menetapkan penggunaan, pemanfaatan, atau pemindahtanganan barang milik
negara yang berada pada pengelola barang.
9. Memberikan persetujuan atas usul pemanfaatan barang milik negara yang
berada pada pengguna barang.
10. Memberikan persetujuan atas usul pemusnahan dan penghapusan barang
milik negara.
11. Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi barang milik negara
12. Menyusun laporan barang milik negara.
13. Melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan
barang milik negara, dan
14. Menyusun dan mempersiapkan laporan rekapitulasi barang milik
negara/daerah kepada presiden, jika diperlukan.
Pengelola barang milik negara dapat mendelegasikan kewenangan dan
tanggung jawab tertentu kepada pengguna barang/kuasa pengguna barang.
Pengguna barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik
negara/daerah. Sedangkan kuasa pengguna barang adalah kepala satuan kerja atau
pejabat yang ditunjuk oleh pengguna barang untuk menggunakan barang yang
berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya. Kewenangan dan tanggung
jawab tertentu yang dapat didelegasikan dan tata cara pendelegasiannya diatur
dengan peraturan menteri keuangan.18
Dalam ruang lingkup barang milik daerah pemegang kekuasaan
pengelolaan barang milik daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dimana
pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah berwenang dan
bertanggung jawab untuk:
a. Menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah.
b. Menetapkan penggunaan, pemanfaatan, atau pemindahtanganan barang milik
daerah berupa tanah dan/atau bangunan.
c. Menetapkan kebijakan pengamanan dan pemeliharaan barang milik daerah.
d. Menetapkan pejabat yang mengurus dan menyimpan barang milik daerah.
18
e. Mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan
persetujuan dewan perwakilan rakyat daerah.
f. Menyetujui usul pemindahtanganan, pemusnahan, dan penghapusan barang
milik daerah sesuai batas kewenangannya.
g. Menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah berupa sebagian tanah
dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan, dan
h. Menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk kerja sama
penyediaan infrastruktur.19
Pengelola barang milik daerah dilaksanakan oleh sekretaris daerah.
Sekretaris daerah selaku pengelola barang milik daerah berwenang dan
bertanggung jawab untuk:
1) Meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan barang milik daerah.
2) Meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan
barang milik daerah.
3) Mengajukan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah
yang memerlukan persetujuan gubernur/bupati/walikota.
4) Mengatur pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan
penghapusan barang milik daerah.
5) Mengatur pelaksanaan pemindahtanganan barang milik daerah yang telah
disetujui oleh gubernur/ bupati/walikota atau dewan perwakilan rakyat
daerah.
19
6) Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi barang milik
daerah, dan
7) Melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan barang milik
daerah.20
Pengguna barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan
barang milik negara/daerah. Menteri atau pimpinan lembaga selaku pimpinan
kementerian/lembaga adalah pengguna barang milik negara. Pengguna barang
milik negara berwenang dan bertanggung jawab untuk:
1. Menetapkan kuasa pengguna barang dan menunjuk pejabat yang mengurus
dan menyimpan barang milik negara.
2. Mengajukan rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik negara untuk
kementerian/lembaga yang dipimpinnya.
3. Melaksanakan pengadaan barang milik negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
4. Mengajukan permohonan penetapan status penggunaan barang milik negara
yang berada dalam penguasaannya kepada pengelola barang.
5. Menggunakan barang milik negara yang berada dalam penguasaannya untuk
kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/lembaga.
6. Mengamankan dan memelihara barang milik negara yang berada dalam
penguasaannya.
7. Mengajukan usul pemanfaatan barang milik negara yang berada dalam
penguasaannya kepada pengelola barang.
20
8. Mengajukan usul pemindahtanganan barang milik negara yang berada dalam
penguasaannya kepada pengelola barang.
9. Menyerahkan barang milik negara yang tidak digunakan untuk kepentingan
penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/lembaga yang dipimpinnya
dan tidak dimanfaatkan oleh pihak lain kepada pengelola barang.
10. Mengajukan usul pemusnahan dan penghapusan barang milik negara yang
berada dalam penguasaannya kepada pengelola barang.
11. Melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas penggunaan
barang milik negara yang berada dalam penguasaannya.
12. Melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik negara yang berada
dalam penguasaannya, dan
13. Menyusun dan menyampaikan laporan barang pengguna semesteran dan
laporan barang pengguna tahunan yang berada dalam penguasaannya kepada
pengelola barang.
Pengguna barang milik negara dapat mendelegasikan kewenangan dan
tanggung jawab tertentu kepada kuasa pengguna barang. Kewenangan dan
tanggung jawab tertentu yang dapat didelegasikan dan tata cara pendelegasiannya
diatur oleh pengguna barang dengan berpedoman pada peraturan
perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik negara.
Kuasa pengguna barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang
ditunjuk oleh pengguna barang untuk menggunakan barang yang berada dalam
penguasaannya dengan sebaik-baiknya. Kepala kantor dalam lingkungan
lingkungan kantor yang dipimpinnya. Kuasa pengguna barang milik negara
berwenang dan bertanggung jawab untuk:
a. Mengajukan rencana kebutuhan barang milik negara untuk lingkungan kantor
yang dipimpinnya kepada pengguna barang.
b. Mengajukan permohonan penetapan status penggunaan barang milik negara
yang berada dalam penguasaannya kepada pengguna barang.
c. Melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik negara yang berada
dalam penguasaannya.
d. Menggunakan barang milik negara yang berada dalam penguasaannya untuk
kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kantor yang dipimpinnya.
e. Mengamankan dan memelihara barang milik negara yang berada dalam
penguasaannya.
f. Mengajukan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik negara
yang berada dalam penguasaannya kepada pengguna barang.
g. Menyerahkan barang milik negara yang tidak digunakan untuk kepentingan
penyelenggaraan tugas dan fungsi kantor yang dipimpinnya dan sedang tidak
dimanfaatkan pihak lain, kepada pengguna barang.
h. Mengajukan usul pemusnahan dan penghapusan barang milik negara yang
berada dalam penguasaannya kepada pengguna barang.
i. Melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik
j. Menyusun dan menyampaikan laporan barang kuasa pengguna semesteran
dan laporan barang kuasa pengguna tahunan yang berada dalam
penguasaannya kepada pengguna barang.
Pengguna barang milik daerah adalah kepala satuan kerja perangkat daerah
(SKPD), dimana pengguna barang milik daerah berwenang dan bertanggung
jawab untuk:
1. Mengajukan rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik daerah bagi
satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.
2. Mengajukan permohonan penetapan status penggunaan barang milik daerah
yang diperoleh dari beban anggaran pendapatan dan belanja daerah dan
perolehan lainnya yang sah.
3. Melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang berada
dalam penguasaannya.
4. Menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya untuk
kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah
yang dipimpinnya.
5. Mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada dalam
penguasaannya.
6. Mengajukan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah
berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan dewan
perwakilan rakyat daerah dan barang milik daerah selain tanah dan/atau
7. Menyerahkan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang
tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan
kerja perangkat daerah yang dipimpinnya dan sedang tidak dimanfaatkan
pihak lain, kepada gubernur/ bupati/walikota melalui pengelola barang.
8. Mengajukan usul pemusnahan dan penghapusan barang milik daerah.
9. Melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas penggunaan
barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya, dan
10. Menyusun dan menyampaikan laporan barang pengguna semesteran dan
laporan barang pengguna tahunan yang berada dalam penguasaannya kepada
pengelola barang.
C. Penggunaan Dan Pemanfaatan Barang Milik Negara/ Daerah 1. Penggunaan
Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengguna barang dalam
mengelola dan menatausahakan barang milik negara/daerah yang sesuai dengan
tugas dan fungsi instansi yang bersangkutan. Status penggunaan barang milik
negara/daerah ditetapkan oleh pengelola barang, untuk barang milik negara atau
gubernur/bupati/walikota, untuk barang milik daerah.21
Penetapan status penggunaan tidak dilakukan terhadap barang milik
negara/daerah berupa barang persediaan, konstruksi dalam pengerjaan atau barang
yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan. Barang milik
negara yang berasal dari dana dekonsentrasi dan dana penunjang tugas
21
pembantuan, yang direncanakan untuk diserahkan. Barang milik negara lainnya
yang ditetapkan lebih lanjut oleh pengelola barang atau barang milik daerah
lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh gubernur/bupati/walikota.22
Penetapan status penggunaan barang milik negara dilakukan dengan tata
cara pengguna barang melaporkan barang milik negara yang diterimanya kepada
pengelola barang disertai dengan usul penggunaan dan pengelola barang meneliti
laporan dari pengguna barang dan menetapkan status penggunaannya. Sedangkan
penetapan status penggunaan barang milik daerah dilakukan dengan tata cara
pengguna barang melaporkan barang milik daerah yang diterimanya kepada
pengelola barang disertai dengan usul penggunaan dan pengelola barang meneliti
laporan dari pengguna barang dan mengajukan usul penggunaan kepada
gubernur/bupati/walikota untuk ditetapkan status penggunaannya. Dalam kondisi
tertentu, pengelola barang dapat menetapkan status penggunaan barang milik
negara pada pengguna barang tanpa didahului usulan dari pengguna barang.23
Barang milik negara/daerah juga dapat ditetapkan status penggunaannya
untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja
perangkat daerah, guna dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka menjalankan
pelayanan umum sesuai tugas dan fungsi kementerian/lembaga/satuan kerja
perangkat daerah yang bersangkutan.
Barang milik negara dapat dialihkan status penggunaannya dari pengguna
barang kepada pengguna barang lainnya untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi
22
Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
23
berdasarkan persetujuan pengelola barang. Pengalihan status penggunaan barang
milik negara dapat pula dilakukan berdasarkan inisiatif dari pengelola barang
dengan terlebih dahulu memberitahukan maksudnya tersebut kepada pengguna
barang. Lain daripada itu barang milik daerah juga dapat dialihkan status
penggunaannya dari pengguna barang kepada pengguna barang lainnya untuk
penyelenggaraan tugas dan fungsi berdasarkan persetujuan gubernur, bupati,
walikota yang mana pengalihan status penggunaan barang milik daerah dapat pula
dilakukan berdasarkan inisiatif dari gubernur, bupati, walikota, dengan terlebih
dahulu memberitahukan maksudnya tersebut kepada pengguna barang.24
Mengenai penetapan status penggunaan barang milik negara/daerah berupa
tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan ketentuan bahwa tanah dan/atau
bangunan tersebut diperlukan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan
fungsi pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang yang bersangkutan
dimana pengguna barang wajib menyerahkan barang milik negara/daerah berupa
tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan
fungsi pengguna barang, kepada pengelola barang, untuk barang milik negara atau
gubernur, bupati, walikota melalui pengelola barang milik daerah, untuk barang
milik daerah.25
Pengguna barang yang tidak menyerahkan barang milik negara berupa
tanah dan/atau bangunan yang telah ditetapkan sebagai barang milik negara yang
24
Pasal 20-21 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
25
tidak digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi pengguna barang,
dikenakan sanksi berupa:
a. Pembekuan dana pemeliharaan barang milik negara berupa tanah dan/atau
bangunan tersebut, dan/atau
b. Penundaan penyelesaian atas usulan pemanfaatan, pemindahtanganan, atau
penghapusan barang milik negara.
Pengguna barang yang tidak menyerahkan barang milik daerah berupa
tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan
penyelenggaraan tugas dan fungsi pengguna barang kepada gubernur/bupati/
walikota, dikenakan sanksi berupa pembekuan dana pemeliharaan barang milik
daerah berupa tanah dan/atau bangunan tersebut.26
Pengelola barang menetapkan barang milik negara yang harus diserahkan oleh
pengguna barang karena tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan
tugas dan fungsi pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang dan tidak
dimanfaatkan oleh pihak lain. Gubernur, bupati, dan walikota menetapkan barang
milik daerah yang harus diserahkan oleh pengguna barang karena tidak digunakan
untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi pengguna barang dan/atau
kuasa pengguna barang dan tidak dimanfaatkan oleh pihak lain. Dalam
menetapkan penyerahan pengelola barang milik negara atau gubernur, bupati, dan
walikota harus memperhatikan standar kebutuhan tanah dan/atau bangunan untuk
menyelenggarakan dan menunjang tugas dan fungsi instansi bersangkutan, hasil
audit atas penggunaan tanah dan/atau bangunan, dan/atau laporan, data, dan
26
informasi yang diperoleh dari sumber lain. Tindak lanjut pengelolaan atas
penyerahan barang milik negara atau barang milik daerah meliputi penetapan
status penggunaan, pemanfaatan atau pemindah tanganan.
2. Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang
tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/
lembaga/satuan kerja perangkat daerah dan/atau optimalisasi barang milik
negara/daerah dengan tidak mengubah status kepemilikan.
Pemanfaatan barang milik negara/daerah dilaksanakan oleh pengelola
barang, untuk barang milik negara yang berada dalam penguasaannya, pengelola
barang dengan persetujuan gubernur, bupati, walikota untuk barang milik daerah
yang berada dalam penguasaan pengelola barang, pengguna barang dengan
persetujuan pengelola barang, untuk barang milik negara yang berada dalam
penguasaan pengguna barang atau pengguna barang dengan persetujuan pengelola
barang, untuk barang milik daerah yang berupa sebagian tanah dan/atau bangunan
yang masih digunakan oleh pengguna barang, dan selain tanah dan/atau
bangunan.27
Pemanfaatan barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan
pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan negara/daerah dan
kepentingan umum. Adapun bentuk pemanfaatan barang milik negara/daerah
berupa:
27
a. Sewa
Sewa adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah oleh pihak lain
dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai. Sewa barang
milik negara/daerah dilaksanakan terhadap barang milik negara yang berada pada
pengelola barang, barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang
sudah diserahkan oleh pengguna barang kepada gubernur, bupati, walikota,
barang milik negara yang berada pada pengguna barang, barang milik daerah
berupa sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh pengguna
barang atau barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.28
Barang milik negara/daerah dapat disewakan kepada pihak lain dimana
jangka waktu sewa barang milik negara/daerah paling lama lima tahun dan dapat
diperpanjang. Jangka waktu sewa barang milik negara/daerah dapat lebih dari
lima tahun dan dapat diperpanjang untuk kerja sama infrastruktur, kegiatan
dengan karakteristik usaha yang memerlukan waktu sewa lebih dari lima tahun
atau ditentukan lain dalam undang-undang.
Formula tarif atau besaran sewa barang milik negara/daerah berupa tanah
dan/atau bangunan ditetapkan oleh pengelola barang, untuk barang milik negara
atau gubernur, bupati, walikota untuk barang milik daerah. Besaran sewa atas
barang milik negara/daerah untuk kerja sama infrastruktur atau untuk kegiatan
dengan karakteristik usaha yang memerlukan waktu sewa lebih dari lima tahun
dapat mempertimbangkan nilai keekonomian dari masing-masing jenis
infrastruktur. Formula tarif atau besaran sewa barang milik negara/daerah selain
28
tanah dan/atau bangunan ditetapkan oleh pengguna barang dengan persetujuan
pengelola barang, untuk barang milik negara atau gubernur, bupati, walikota
dengan berpedoman pada kebijakan pengelolaan barang milik daerah, untuk
barang milik daerah.
Sewa barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan perjanjian,
yang sekurang-kurangnya memuat nama para pihak yang terikat dalam perjanjian,
jenis, luas atau jumlah barang, besaran sewa, dan jangka waktu, tanggung jawab
penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu sewa, dan
hak dan kewajiban para pihak.
Hasil sewa barang milik negara/daerah merupakan penerimaan negara dan
seluruhnya wajib disetorkan ke rekening kas umum negara/daerah. Penyetoran
uang sewa harus dilakukan sekaligus secara tunai paling lambat dua hari kerja
sebelum ditandatanganinya perjanjian sewa barang milik negara/daerah.
Dikecualikan dari ketentuan tersebut, penyetoran uang sewa barang milik
negara/daerah untuk kerja sama infrastruktur dapat dilakukan secara bertahap
dengan persetujuan pengelola barang.29
b. Pinjam pakai
Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan barang antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah dalam jangka waktu
tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir
diserahkan kembali kepada pengelola barang. Pinjam pakai barang milik
negara/daerah dilaksanakan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau
29
antar pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Jangka
waktu pinjam pakai barang milik negara/daerah paling lama lima tahun dan dapat
diperpanjang satu kali. Pinjam pakai dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang
sekurang-kurangnya memuat nama para pihak yang terikat dalam perjanjian, jenis,
luas atau jumlah barang yang dipinjamkan, dan jangka waktu, tanggung jawab
peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu
peminjaman serta hak dan kewajiban para pihak.30
c. Kerja sama pemanfaatan
Kerja sama pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik
negara/daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka
peningkatan penerimaan negara bukan pajak/pendapatan daerah dan sumber
pembiayaan lainnya. Kerja sama pemanfaatan barang milik negara/daerah dengan
pihak lain dilaksanakan dalam rangka mengoptimalkan daya guna dan hasil guna
barang milik negara/daerah dan meningkatkan penerimaan negara/pendapatan
daerah.31
Kerja sama pemanfaatan barang milik negara/daerah dilaksanakan
terhadap barang milik negara yang berada pada pengelola barang, barang milik
daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang sudah diserahkan oleh pengguna
barang kepada gubernur/bupati/walikota, barang milik negara yang berada pada
pengguna barang, barang milik daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan
yang masih digunakan oleh pengguna barang, atau barang milik daerah selain
30
Pasal 30 PP Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
31
tanah dan/atau bangunan.32 Kerja sama pemanfaatan atas barang milik negara/
daerah dilaksanakan dengan ketentuan:
1. Tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam anggaran pendapatan
dan belanja negara/daerah untuk memenuhi biaya operasional,
pemeliharaan, dan/atau perbaikan yang diperlukan terhadap barang milik
negara/daerah tersebut.
2. Mitra kerja sama pemanfaatan ditetapkan melalui tender, kecuali untuk
barang milik negara/daerah yang bersifat khusus dapat dilakukan
penunjukan langsung.
3. Penunjukan langsung mitra kerja sama pemanfaatan atas barang milik
negara/daerah yang bersifat khusus dilakukan oleh pengguna barang
terhadap badan usaha milik negara/daerah yang memiliki bidang dan/atau
wilayah kerja tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Mitra kerja sama pemanfaatan harus membayar kontribusi tetap setiap
tahun selama jangka waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan
pembagian keuntungan hasil kerja sama pemanfaatan ke rekening kas
umum negara/daerah.
5. Besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil
kerja sama pemanfaatan ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang
dibentuk oleh.
32
a. Pengelola barang, untuk barang milik negara pada pengelola barang
dan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan serta
sebagian tanah dan/atau bangunan yang berada pada pengguna barang.
b. Gubernur, bupati, walikota, untuk barang milik daerah berupa tanah
dan/atau bangunan.
c. Pengguna barang dan dapat melibatkan pengelola barang, untuk barang
milik negara selain tanah dan/atau bangunan yang berada pada
pengguna barang, atau
d. Pengelola barang milik daerah, untuk barang milik daerah selain tanah
dan/atau bangunan.
6. Besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil
kerja sama pemanfaatan harus mendapat persetujuan pengelola barang.
7. Dalam kerja sama pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah
dan/atau bangunan, sebagian kontribusi tetap dan pembagian
keuntungannya dapat berupa bangunan beserta fasilitasnya yang dibangun
dalam satu kesatuan perencanaan tetapi tidak termasuk sebagai objek kerja
sama pemanfaatan.
8. Besaran nilai bangunan beserta fasilitasnya sebagai bagian dari kontribusi
tetap dan kontribusi pembagian keuntungan paling banyak 10% (sepuluh
persen) dari total penerimaan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan
9. Bangunan yang dibangun dengan biaya sebagian kontribusi tetap dan
pembagian keuntungan dari awal pengadaannya merupakan barang milik
negara/daerah.
10.Selama jangka waktu pengoperasian, mitra kerja sama pemanfaatan
dilarang menjaminkan atau menggadaikan barang milik negara/daerah
yang menjadi objek kerja sama pemanfaatan, dan
11.Jangka waktu kerja sama pemanfaatan paling lama tiga puluh tahun sejak
perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang.33
Semua biaya persiapan kerja sama pemanfaatan yang terjadi setelah
ditetapkannya mitra kerja sama pemanfaatan dan biaya pelaksanaan kerja sama
pemanfaatan menjadi beban mitra kerja sama pemanfaatan. Ketentuan mengenai
jangka waktu tidak berlaku dalam hal kerja sama pemanfaatan atas barang milik
negara/ daerah untuk penyediaan infrastruktur berupa:
a. Infrastruktur transportasi meliputi pelabuhan laut, sungai dan/atau danau,
bandar udara, terminal, dan/atau jaringan rel dan/atau stasiun kereta api.
b. Infrastruktur jalan meliputi jalan jalur khusus, jalan tol, dan/atau jembatan
tol.
c. Infrastruktur sumber daya air meliputi saluran pembawa air baku dan/atau
waduk/bendungan.
d. Infrastruktur air minum meliputi bangunan pengambilan air baku, jaringan
transmisi, jaringan distribusi, dan/atau instalasi pengolahan air minum.
33
e. Infrastruktur air limbah meliputi instalasi pengolah air limbah, jaringan
pengumpul dan/atau jaringan utama, dan/atau sarana persampahan yang
meliputi pengangkut dan/atau tempat pembuangan.
f. Infrastruktur telekomunikasi meliputi jaringan telekomunikasi.
g. Infrastruktur ketenagalistrikan meliputi pembangkit, transmisi, distribusi
dan/atau instalasi tenaga listrik, dan/atau
h. Infrastruktur minyak dan/atau gas bumi meliputi instalasi pengolahan,
penyimpanan, pengangkutan, transmisi, dan/atau distribusi minyak
dan/atau gas bumi.34
Jangka waktu kerja sama pemanfaatan atas barang milik negara/daerah
untuk penyediaan infrastruktur paling lama lima puluh tahun sejak perjanjian
ditandatangani dan dapat diperpanjang. Dalam hal mitra kerja sama pemanfaatan
atas barang milik negara/daerah untuk penyediaan infrastruktur berbentuk badan
usaha milik negara/daerah, kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dapat
ditetapkan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari hasil perhitungan
tim.35
d. Bangun guna serah atau bangun serah guna
Bangun serah guna adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa
tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut
fasilitasnya, dan kemudian setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk
34
Pasal 33 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
35
didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang
disepakati.
Bangun guna serah atau bangun serah guna barang milik negara/daerah
dilaksanakan dengan pertimbangan pengguna barang memerlukan bangunan dan
fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah untuk kepentingan
pelayanan umum dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi; dan tidak
tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam anggaran pendapatan dan belanja
negara/daerah untuk penyediaan bangunan dan fasilitas tersebut.
Barang milik negara/daerah berupa tanah yang status penggunaannya ada
pada pengguna barang dan telah direncanakan untuk penyelenggaraan tugas dan
fungsi pengguna barang yang bersangkutan, dapat dilakukan bangun guna serah
atau bangun serah guna setelah terlebih dahulu diserahkan kepada pengelola
barang, untuk barang milik negara atau gubernur, bupati, walikota, untuk barang
milik daerah.36
Jangka waktu Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna paling lama
tiga puluh tahun sejak perjanjian ditandatangani dimana Penetapan mitra Bangun
Guna Serah atau mitra Bangun Serah Guna dilaksanakan melalui tender. Mitra
Bangun Guna Serah atau mitra Bangun Serah Guna yang telah ditetapkan, selama
jangka waktu pengoperasian:
1. Wajib membayar kontribusi ke rekening kas umum negara/daerah setiap
tahun, yang besarannya ditetapkan berdasarkan hasil perhitungan tim yang
dibentuk oleh pejabat yang berwenang.
36
2. Wajib memelihara objek bangun guna serah atau bangun serah guna, dan
3. Dilarang menjaminkan, menggadaikan, atau memindahtangankan tanah
yang menjadi objek bangun guna serah atau bangun serah guna, hasil
bangun guna serah yang digunakan langsung untuk penyelenggaraan tugas
dan fungsi pemerintah pusat/daerah, dan/atau hasil bangun serah guna.37
Dalam jangka waktu pengoperasian, hasil bangun guna serah atau bangun
serah guna harus digunakan langsung untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi
pemerintah pusat/daerah paling sedikit 10% (sepuluh persen). Bangun guna serah
atau bangun serah guna dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang
sekurang-kurangnya harus memuat para pihak yang terikat dalam perjanjian, objek bangun
guna serah atau bangun serah guna, jangka waktu bangun guna serah atau bangun
serah guna dan hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian.
Izin mendirikan bangunan dalam rangka bangun guna serah atau bangun
serah guna harus diatasnamakan pemerintah pusat, untuk barang milik negara atau
pemerintah daerah, untuk barang milik daerah dimana semua biaya persiapan
bangun guna serah atau bangun serah guna yang terjadi setelah ditetapkannya
mitra bangun guna serah atau bangun serah guna dan biaya pelaksanaan bangun
guna serah atau bangun serah guna menjadi beban mitra yang bersangkutan.
Mitra bangun guna serah barang milik negara harus menyerahkan objek
bangun guna serah kepada pengelola barang pada akhir jangka waktu
pengoperasian, setelah dilakukan audit oleh aparat pengawasan intern pemerintah
dan bagi mitra bangun guna serah barang milik daerah harus menyerahkan objek
37
bangun guna serah kepada gubernur, bupati, walikota pada akhir jangka waktu
pengoperasian, setelah dilakukan audit oleh aparat pengawasan intern pemerintah.
Bangun serah guna barang milik negara dilaksanakan dengan tata cara:
1. Mitra bangun serah guna harus menyerahkan objek bangun serah guna
kepada pengelola barang setelah selesainya pembangunan.
2. Hasil bangun serah guna yang diserahkan kepada pengelola barang
ditetapkan sebagai barang milik negara.
3. Mitra bangun serah guna dapat mendayagunakan barang milik negara
sesuai jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian, dan
4. Setelah jangka waktu pendayagunaan berakhir, objek bangun serah guna
terlebih dahulu diaudit oleh aparat pengawasan intern pemerintah sebelum
penggunaannya ditetapkan oleh pengelola barang.38
Bangun serah guna barang milik daerah dilaksanakan dengan tata cara:
1. Mitra bangun serah guna harus menyerahkan objek bangun serah guna
kepa