• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika Perubahan Disparitas Regional Di Pulau Jawa Sebelum Dan Setelah Kebijakan Otonomi Daerah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dinamika Perubahan Disparitas Regional Di Pulau Jawa Sebelum Dan Setelah Kebijakan Otonomi Daerah"

Copied!
192
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH

ANDREA EMMA PRAVITASARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

ANDREA EMMA PRAVITASARI. Dynamics of Regional Disparities in Java on The Pre- and Post- Period of Regional Autonomy Policy. Under direction of ERNAN RUSTIADI and WIDIATMAKA.

Regional disparity occurs not only between Java and the other Indonesia’s biggest islands, but also within Java itself. The disparities in Java have been occured in several types of disparities, namely: the between and within (a) provinces; (b) metropolitan vs non metropolitan; (c) Jabodetabek vs non Jabodetabek; (d) municipalities vs regencies; (e) coastal vs non coastal areas, and (f) Northern vs Southern Java coastal areas. The general objective of this research is to examine the dynamics of regional disparities changes in Java employing quantitative regional disparities measurements (i.e. Williamson and Theil entropy index), during the pre- and post regional autonomy periods, and determining factors affecting disparities phenomenon in Java using spatial-econometrics model method. The result of this research indicates the size of regional disparities in Java has increased in the pre- period of regional autonomy, but in the past- period of regional autonomy, gradually decreased. It shows that the implementation of regional autonomy policy has reduced the inter-regional disparities that occured in Java. The GDP and GDP per capita, population, infrastructure, the percentage of residential and built up area, balanced economic structure and competitive advantages of the primary sector surrounding areas were significantly affecting regional disparity levels in Java.

(3)

RINGKASAN

ANDREA EMMA PRAVITASARI. Dinamika Perubahan Disparitas Regional di Pulau Jawa Sebelum dan Setelah Kebijakan Otonomi Daerah. Dibimbing oleh ERNAN RUSTIADI dan WIDIATMAKA.

Disparitas pembangunan antara wilayah Jawa dan luar Jawa merupakan isu pembangunan wilayah di Indonesia yang sudah cukup lama ada. Pulau Jawa dengan luas yang hanya mencapai 7% dari total seluruh luas daratan Nusantara merupakan pulau yang mempunyai daya tarik yang tinggi ditinjau dari segi sosial, ekonomi, geopolitik dan kondisi sumberdaya alam (terutama faktor kesuburan tanah). Pulau Jawa menduduki posisi yang semakin penting dalam percaturan kehidupan sosial dan pemerintahan nasional, karena: (a) merupakan lokasi pusat pemerintahan; (b) ditempati oleh sebagian besar penduduk Indonesia (sekitar 60% penduduk nasional); dan (c) berkontribusi paling besar dalam perekonomian nasional (59% dari total PDRB nasional).

Pada kenyataannya, disparitas pembangunan bukan hanya terjadi antara wilayah Jawa dan luar Jawa, tetapi juga antar wilayah di dalam Pulau Jawa itu sendiri. Penelitian ini berhasil membuktikan adanya berbagai bentuk disparitas regional berdasarkan pengelompokan-pengelompokan wilayah di Pulau Jawa, yaitu disparitas antar provinsi, antara kawasan metropolitan vs non metropolitan, kawasan Jabodetabek vs non Jabodetabek, kabupaten vs kota, kawasan pesisir vs non pesisir, serta kawasan pesisir Jawa bagian Utara vs Jawa bagian Selatan. Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah untuk mengurangi disparitas pembangunan antar wilayah, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik yang berbentuk kerangka regulasi maupun kerangka anggaran, salah satunya dengan kebijakan Otonomi Daerah. Namun demikian, masih belum banyak penelitian yang mengkaji tentang dampak pelaksanaan Otonomi Daerah dalam pembangunan serta pengaruhnya dalam mengatasi/mengurangi disparitas, termasuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya disparitas antar wilayah.

Permasalahan penelitian ini adalah: (1) bagaimana dinamika pembangunan di Pulau Jawa, khususnya dilihat dari laju pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi dari waktu ke waktu? (2) bagaimana tingkat perkembangan wilayah di Pulau Jawa? dan (3) bagaimana trend besarnya derajat disparitas regional yang terjadi di Pulau Jawa pada masa sebelum dan setelah diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah? Sejauhmana kebijakan Otonomi Daerah berpengaruh di dalam mengurangi tingkat disparitas pembangunan antar wilayah yang terjadi? serta (4) faktor-faktor sosial-ekonomi apa sajakah yang mempengaruhi besarnya derajat disparitas pembangunan antar wilayah di Pulau Jawa tersebut?

(4)

kabupaten/kota di Pulau Jawa pada beberapa titik tahun; (3) Menganalisis dan membandingkan besarnya derajat disparitas regional yang terjadi di Pulau Jawa serta menilai keefektifan diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah; dan (4) Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya disparitas regional di Pulau Jawa dengan mempertimbangkan adanya hubungan keterkaitan antar wilayah.

Analisis dinamika pertumbuhan penduduk (population growth) dilakukan dengan menghitung laju pertumbuhan penduduk di Pulau Jawa dan membandingkan kondisinya pada masa sebelum dan sesudah diberlakukannya Otonomi Daerah. Dengan cara yang sama, dilakukan penghitungan laju pertumbuhan PDRB untuk melihat dinamika pertumbuhan ekonomi (economic

growth). Tingkat perkembangan wilayah dianalisis dengan indeks diversitas

entropy dan tipologi Klassen. Penghitungan besarnya tingkat disparitas antar wilayah di Pulau Jawa dilakukan dengan menggunakan analisis indeks Williamson, kemudian didekomposisikan dengan indeks Theil entropy untuk melihat besarnya derajat disparitas regional yang dikontribusikan between regions

dan within regions. Sedangkan variabel-variabel yang diduga menjadi faktor

penyebab disparitas regional di Pulau Jawa diuji dengan menggunakan model ekonometrika spasial.

Dari hasil analisis, dapat diketahui bahwa Pulau Jawa mengalami dinamika pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat, dimana nilai PDRB dan PDRB per kapita di Pulau Jawa lebih tinggi dibandingkan di luar Jawa. Sedangkan dilihat dari dinamika pertumbuhan penduduk, dapat diketahui bahwa pada masa sebelum Otonomi Daerah, laju pertumbuhan penduduk di Pulau Jawa selalu lebih rendah dibandingkan di luar Jawa. Namun, pada masa setelah Otonomi Daerah, ada kecenderungan bahwa laju pertumbuhan penduduk di Pulau Jawa lebih tinggi dibandingkan di luar Jawa.

Ditinjau dari besarnya nilai indeks diversitas entropy struktur PDRB kabupaten/kota dapat diketahui bahwa tingkat perkembangan struktur ekonomi wilayah pada masing-masing kabupaten/kota maupun Pulau Jawa secara keseluruhan mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Sementara itu, hasil analisis tipologi Klassen menunjukkan bahwa diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah cukup membawa dampak positif bagi sebagian wilayah di Pulau Jawa dalam mengurangi terpolarisasinya wilayah-wilayah kabupaten/kota yang tergolong dalam kuadran III (kategori wilayah relatif terbelakang atau kurang berkembang). Meskipun secara relatif laju pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa justru mengalami penurunan setelah diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah, namun secara umum tingkat pencapaian laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota lebih tinggi dibandingkan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Pulau Jawa.

(5)

pada masa sebelum Otonomi Daerah terjadi peningkatan besarnya derajat disparitas, sedangkan pada masa setelah diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah, nilai indeks tersebut berangsur-angsur mengalami penurunan. Dengan demikian, secara umum kebijakan Otonomi Daerah mampu menekan semakin melebarnya disparitas regional di Pulau Jawa.

Permodelan ekonometrika spasial yang dilakukan dalam penelitian ini telah berhasil menguji beberapa variabel yang diduga menjadi faktor penyebab terjadinya disparitas regional di Pulau Jawa. Hasil model menunjukkan bahwa faktor-faktor yang secara signifikan berpengaruh di dalam menciptakan disparitas pembangunan antar wilayah di Pulau Jawa adalah meningkatnya PDRB dan PDRB per kapita di wilayah sekitarnya, serta meningkatnya persentase luas lahan permukiman dan ruang terbangun terhadap luas lahan total di wilayah sekitarnya. Sedangkan faktor-faktor yang cenderung berimplikasi terhadap pemerataan

(spread effect) adalah pertumbuhan penduduk di wilayah sekitarnya yang diduga

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang – Undang :

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber :

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

DINAMIKA PERUBAHAN DISPARITAS REGIONAL

DI PULAU JAWA SEBELUM DAN SETELAH

KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH

ANDREA EMMA PRAVITASARI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Tesis : Dinamika Perubahan Disparitas Regional di Pulau Jawa Sebelum dan Setelah Kebijakan Otonomi Daerah

Nama : Andrea Emma Pravitasari

NRP : A 156070101

Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. Ketua

Dr. Ir. Widiatmaka, DAA. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(9)

7HULPDNDVLKXQWXN

3DSDGDQ0DPDNXWHUFLQWD

%LDQFKD0DUWKD3XVSDPDQGDQD

(UL[WR<REFLDUGL

'DQVHPXDRUDQJ\DQJDNXVD\DQJL

7HULPDNDVLK

8QWXNVHJHQDSGRDGDQGXNXQJDQ

6HUWDHQHUJL\DQJOXDUELDVD

+LQJJDWHUVHOHVDLNDQQ\DNDU\DLQL

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatan penelitian dan penyusunan tesis berjudul ”Dinamika Perubahan Disparitas Regional di Pulau Jawa Sebelum dan Setelah Kebijakan Otonomi Daerah”.

Rasa hormat, ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis persembahkan kepada Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku ketua komisi pembimbing sekaligus Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, serta Dr. Ir. Widiatmaka, DAA selaku anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan selama penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan tesis ini; juga kepada Dr.Muhammad Firdaus, S.P, M.Si yang telah berkenan menjadi penguji luar komisi pada ujian tesis penulis.

Selain itu, penghargaan dan ucapan terima kasih penulis haturkan kepada seluruh staf pengajar Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) IPB, atas segala ilmu yang diberikan, seluruh staf di Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah DITSL IPB, seluruh staf dan peneliti Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W-LPPM IPB) terutama Ir. Didit Okta Pribadi, M.Si dan Galuh Syahbana Indraprahasta, S.T, M.Si atas waktu yang diluangkan untuk diskusi dan sharing bersama penulis, serta rekan-rekan PWL angkatan 2007 dan 2008 (kelas khusus maupun reguler) atas segala kebersamaan selama menempuh pendidikan S2 di Sekolah Pascasarjana IPB, juga kepada pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini.

Terakhir dan terpenting, ucapan terima kasih penulis persembahkan untuk papa, mama, adik, dan seluruh keluarga, atas do’a, dukungan, pengertian dan kasih sayang yang tiada henti.

Semoga karya kecil ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Desember 2009

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Solo pada tanggal 2 November 1984 dari pasangan Dinar Eko Sulistyono, B.Sc dan Emmi Dwiyani, B.Sc. Penulis merupakan putri sulung dari dua bersaudara. Pendidikan SD hingga SMA diselesaikan penulis di Kota Yogyakarta, sedangkan pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor mulai tahun 2003 dan lulus pada bulan Februari 2007.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ...xxvi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 5

Ruang Lingkup Penelitian... 5

Manfaat Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA... 7

Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi ... 7

Pembangunan... 7

Konsep Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi... 7

Ukuran Pertumbuhan Ekonomi... 8

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi ... 9

Disparitas Regional ... 11

Tinjauan terhadap Penelitian-penelitian Terdahulu tentang Disparitas Regional... 13

Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Disparitas Regional... 18

Dampak Otonomi daerah terhadap Pembangunan Daerah, Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Disparitas Regional ... 22

METODOLOGI PENELITIAN ... 25

Kerangka Pemikiran ... 25

Hipotesis Penelitian ... 27

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

Data dan Sumber Data ... 29

Metode Analisis ... 29

Analisis Dinamika Pertumbuhan Ekonomi (Economic Growth) dan Pertumbuhan Penduduk (Population Growth) ... 31

Analisis Deskriptif ... 31

Analisis Tingkat Perkembangan Ekonomi Wilayah ... 31

Indeks Diversitas Entropy Struktur Ekonomi Wilayah ... 31

Tipologi Klassen ... 33

Analisis Disparitas Regional ... 35

Indeks Williamson ... 35

(13)

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya

Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Pulau Jawa... 44

Model Ekonometrika Spasial (Spatial Econometrics) ... 44

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ... 49

Kondisi Geografis dan Administratif ... 49

Kondisi Kependudukan dan Ketenagakerjaan ... 50

Kependudukan ... 50

Ketenagakerjaan... 52

Kondisi Sosial ... 53

Pendidikan ... 53

Kesehatan ... 56

Sanitasi dan Sarana Permukiman ... 57

Kondisi Ekonomi ... 60

Pengeluaran per Kapita ... 60

Kemiskinan ... 62

Penggunaan Lahan ... 65

Luas Lahan Sawah ... 65

Luas Kawasan Hutan ... 65

Luas Lahan Kritis... 67

Bencana ... 67

HASIL DAN PEMBAHASAN... 70

Dinamika Pertumbuhan Penduduk dan Ekonomi Pulau Jawa serta Share-nya dalam Konteks Nasional dari Waktu ke Waktu ... 70

Dinamika Pertumbuhan Penduduk Pulau Jawa ... 70

Dinamika Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan per Kapita di Pulau Jawa ... 72

Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah Masing-masing Kabupaten/Kota di Pulau Jawa dari Waktu ke Waktu... 74

Perkembangan Aktivitas Perekonomian Wilayah di Masing- masing Kabupaten/Kota di Pulau Jawa... 74

Tipologi Klassen Kabupaten/Kota di Pulau Jawa... 77

Dampak Diberlakukannya Kebijakan Otonomi Daerah terhadap Struktur Perekonomian Wilayah di Masing-masing Kabupaten/Kota di Pulau Jawa ... 88

Disparitas Regional di Pulau Jawa... 92

Disparitas Antar Provinsi... 92

Disparitas Antara Kawasan Metropolitan/Megapolitan di Pulau Jawa dan Kawasan Non Metropolitan (Rest of Java/ROJ)... 101

Disparitas Antara Kawasan Jabodetabek dan Non Jabodetabek... 110

(14)

Disparitas Antara Kawasan Pesisir dan Non Pesisir... 127

Disparitas Antara Kawasan Pesisir Jawa Bagian Utara dan Pesisir Jawa Bagian Selatan... 135

Sumber Utama Disparitas Regional di Pulau Jawa Berdasarkan Hasil Analisis Indeks Williamson dan Indeks Theil Entropy... 144

Disparitas Antar Provinsi sebagai Bentuk Disparitas Regional di Pulau Jawa dengan Derajat Terbesar... 148

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Pulau Jawa... 150

Sintesis dan Alternatif Upaya Mengurangi Tingkat Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Pulau Jawa ... 158

KESIMPULAN DAN SARAN... 161

Kesimpulan ... 161

Saran ... 162

DAFTAR PUSTAKA ... 163

(15)

DAFTAR TABEL

Hal

3.1 Tujuan Penelitian, Metode, Data dan Variabel yang Digunakan... 30 4.1 Luas Wilayah dan Pembagian Daerah Administrasi Masing–masing

Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2007... 50 4.2 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk pada Masing-

masing Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2000–2008... 50 4.3 Distribusi Persentase Penduduk dan Kepadatan Penduduk

Masing–Masing Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2000–2008... 51 4.4 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan Tingkat Partisipasi

Angkatan Kerja (TPAK) Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa Tahun

2006–2008………... 53

4.5 Angka Melek Huruf Penduduk Berusia 15 Tahun ke Atas Menurut Provinsi dan Jenis Kelamin di Pulau Jawa Tahun 2005 dan 2006 (%)…. 54 4.6 Rata-rata Lama Sekolah Menurut Provinsi dan Jenis Kelamin di Pulau

Jawa Tahun 2005 dan 2006 (dalam tahun)………... 54 4.7 Angka Partisipasi Sekolah Menurut Kelompok Usia Sekolah di

Masing–Masing Provinsi di Pulau Jawa (dalam %)………. 55

4.8 Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup pada Masing–masing

Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2005 dan 2006……….. 56

4.9 Persentase Penduduk yang Mempunyai Keluhan Kesehatan Selama Sebulan yang Lalu di Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa Tahun

2002 hingga 2007 (dalam %)………...…………. 57

4.10 Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Sumber Air Minum yang Digunakan pada Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2007…. 58 4.11 Persentase Rumah Tangga di Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa

Berdasarkan Sumber Penerangan yang Digunakan Tahun 2007 (%)…... 58 4.12 Persentase Rumah Tangga di Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa

Berdasarkan Fasilitas Buang Air Besar Tahun 2007 (dalam %)………... 59 4.13 Persentase Rumah Tangga di Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa

Berdasarkan Bahan Bakar Utama yang Digunakan untuk Memasak

Tahun 2007 (dalam %)……….. 60

4.14 Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan di Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa (dalam Rupiah) Tahun 2007... 61 4.15 Jumlah Total dan Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita

Sebulan untuk Konsumsi Makanan di Pulau Jawa Menurut Provinsi Tahun 2002, 2005 dan 2007... 62 4.16 Jumlah Penduduk Miskin Perkotaan dan Perdesaan pada Masing-

(16)

4.17 Persentase Penduduk Miskin Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa

Tahun 2005, 2006, 2007 dan 2008 (dalam %)... 63 4.18 Jumlah Rumah Tangga Penerima BLT Menurut Klasifikasi

Kemiskinan Per Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2005... 64 4.19 Garis Kemiskinan Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa Tahun

2006-2007 (Rp/kapita/bulan)... 64 4.20 Luas Lahan Sawah di Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa Menurut

Jenis Pengairannya Tahun 2006 (ha)………... 65 4.21 Luas Kawasan Hutan dan Perairan di Masing-masing Provinsi di Pulau

Jawa Tahun 2006 (ribu ha)………... 66 4.22 Laju Deforestasi Rata-rata Periode Tahun 2005-2009 (ha/tahun)... 66 4.23 Luas dan Penyebaran Lahan Kritis di Masing-masing Provinsi di

Pulau Jawa sampai dengan Tahun 2006 (ribu ha)….……… 67

4.24 Desa yang Mengalami Bencana Tanah Longsor per Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2000 dan 2006... 69 5.1 Jumlah Penduduk di Pulau Jawa, Luar Jawa dan Nasional Tahun 1930–

2008 (juta jiwa)... 70 5.2 Laju Pertumbuhan Penduduk di Pulau Jawa, Luar Jawa dan Nasional

Tahun 1930–2008………. 71

5.3 Ringkasan Hasil Analisis Indeks Diversitas Entropy (IDE) dan Koefisien Variasi (CV) Sektor-sektor Ekonomi Wilayah Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Tahun 2000-2006 ... 75 5.4 Klasifikasi Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan Tipologi

Klassen Sebelum Masa Otonomi Daerah (Periode 1986-1999) ... 80 5.5 Klasifikasi Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan Tipologi

Klassen Setelah Masa Otonomi Daerah (Periode 2000-2007) ... 85 5.6 Perbandingan Laju Pertumbuhan Ekonomi (PDRB), PDRB per Kapita

dan Persentase Jumlah Kabupaten/Kota di Pulau Jawa dalam Tipologi Klassen pada Masa Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah... 87 5.7 Klasifikasi Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan Struktur

Pergeseran Tipologi Klassen Beserta Persentasenya ... 90 5.8 Jumlah Penduduk per Provinsi di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (jiwa).. 93 5.9 Persentase Jumlah Penduduk Masing-masing Provinsi terhadap Jumlah

Penduduk Total di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (%) ... 93 5.10 Laju Pertumbuhan Penduduk Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa

Tahun 1986-2007 (%) ... 94 5.11 Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tanpa Migas Atas

Dasar Harga Konstan* Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (Juta Rupiah) ... 95 5.12 Persentase Besarnya Kontribusi PDRB Masing-masing Provinsi

(17)

Tahun 1986-2007 (%) ... 5.14 Besarnya Disparitas Antar Kabupaten/Kota Tiap Provinsi di Pulau

Jawa Tahun 1986-2007 Menggunakan Indeks Williamson... 98 5.15 Besarnya Disparitas Antar Provinsi dan Disparitas Antar

Kabupaten/Kota dalam Provinsi di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 Menggunakan Indeks Theil Entropy ... 99 5.16 Persentase Dekomposisi Indeks Theil Entropy Berdasarkan Disparitas

Antar Provinsi dan Disparitas Antar Kabupaten/Kota dalam Provinsi di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (%) ... 100 5.17 Jumlah Penduduk Kawasan Metropolitan dan Non Metropolitan di

Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (jiwa) ... 102 5.18 Persentase Jumlah Penduduk Kawasan Metropolitan dan Non

Metropolitan terhadap Jumlah Penduduk Total di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (%) ... 103 5.19 Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tanpa Migas Atas

Dasar Harga Konstan* Kawasan Metropolitan dan Non

Metropolitan di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (Juta Rupiah) ... 104 5.20 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Metropolitan dan Non

Metropolitan di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (%) ... 105 5.21 Besarnya Disparitas Antar Kabupaten/Kota pada Kawasan

Metropolitan dan Non Metropolitan di Pulau Jawa Tahun 1986- 2007 Menggunakan Indeks Williamson ... 107 5.22 Besarnya Disparitas Antara Kawasan Metropolitan vs Non

Metropolitan di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 Menggunakan Indeks Theil Entropy ... 108 5.23 Persentase Dekomposisi Indeks Theil Entropy pada Kawasan

Metropolitan dan Non Metropolitan di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (dalam %) ... 109 5.24 Jumlah Penduduk Kawasan Jabodetabek dan Non Jabodetabek di Pulau

Jawa Tahun 1986-2007 (jiwa) ... 110 5.25 Persentase Jumlah Penduduk Kawasan Jabodetabek dan Non

Jabodetabek terhadap Jumlah Penduduk Total di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (%) ... 111 5.26 Laju Pertumbuhan Penduduk Kawasan Jabodetabek dan Non

Jabodetabek di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (%) ... 112 5.27 Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tanpa Migas Atas

Dasar Harga Konstan* Kawasan Jabodetabek dan Non Jabodetabek di Pulau Jawa Tahun 1986–2007 (Juta Rupiah)... 112 5.28 Persentase PDRB Kawasan Jabodetabek dan Non Jabodetabek terhadap

PDRB Total di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (%) ... 113 5.29 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Jabodetabek dan Non

Jabodetabek di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (%) ... 113 5.30 Besarnya Disparitas Antar Kabupaten/Kota pada Kawasan Jabodetabek

dan Non Jabodetabek di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 Menggunakan Indeks Williamson ... 115 5.31 Besarnya Disparitas Antara Kawasan Jabodetabek vs Non Jabodetabek

(18)

5.32 Persentase Dekomposisi Indeks Theil Entropy pada Kawasan Jabodetabek dan Non Jabodetabek di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (dalam %) ... 117 5.33 Jumlah Penduduk Kawasan Kabupaten dan Kota (Perkotaan) di Pulau

Jawa Tahun 1986-2007 (jiwa) ... 119 5.34 Laju Pertumbuhan Penduduk Kawasan Kabupaten dan Kota

(Perkotaan) di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (%) ... 120 5.35 Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tanpa Migas Atas

Dasar Harga Konstan* Kawasan Kabupaten dan Kota (Perkotaan) di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (Juta Rupiah) ... 121 5.36 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Kabupaten dan Kota (Perkotaan)

di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (%) ... 122 5.37 Besarnya Disparitas Antara Kawasan Kabupaten dan Kota (Perkotaan)

di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 Menggunakan Indeks Williamson ... 124 5.38 Besarnya Disparitas Antara Kawasan Kabupaten vs Kota di Pulau Jawa

Tahun 1986-2007 Menggunakan Indeks Theil Entropy ... 125 5.39 Persentase Dekomposisi Indeks Theil Entropy pada Kawasan

Kabupaten vs Kota (Perkotaan) di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (%) .... 126 5.40 Jumlah Penduduk Kawasan Pesisir dan Non Pesisir di Pulau Jawa

Tahun 1986-2007 (jiwa) ... 128 5.41 Persentase Jumlah Penduduk Kawasan Pesisir dan Non Pesisir terhadap

Jumlah Penduduk Total Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (%) ... 129 5.42 Laju Pertumbuhan Penduduk Kawasan Pesisir dan Non Pesisir di

Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (dalam %) ... 129 5.43 Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tanpa Migas Atas

Dasar Harga Konstan* Kawasan Pesisir dan Non Pesisir di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (Juta Rupiah) ... 130 5.44 Persentase Besarnya Kontribusi PDRB Kawasan Pesisir dan Non

Pesisir terhadap PDRB Total di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (%) ... 130 5.45 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Pesisir dan Non Pesisir di Pulau

Jawa Tahun 1986-2007 (%) ... 131 5.46 Besarnya Disparitas Antar Kabupaten/Kota pada Kawasan Pesisir dan

Non Pesisir di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 Menggunakan Indeks Williamson ... 133 5.47 Besarnya Disparitas Antara Kawasan Pesisir vs Non Pesisir di Pulau

Jawa Tahun 1986-2007 Menggunakan Indeks Theil Entropy ... 134 5.48 Persentase Dekomposisi Indeks Theil Entropy pada Kawasan Pesisir

dan Non Pesisir di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (%) ... 135 5.49 Jumlah Penduduk Kawasan Pesisir Jawa Bagian Utara dan Jawa Bagian

Selatan Tahun 1986-2007 (jiwa) ... 136 5.50 Persentase Jumlah Penduduk Kawasan Pesisir Jawa Bagian Utara dan

Kawasan Pesisir Jawa Bagian Selatan terhadap Jumlah Penduduk Total di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (%) ... 137 5.51 Laju Pertumbuhan Penduduk Kawasan Pesisir Jawa Bagian Utara dan

Kawasan Pesisir Jawa Bagian Selatan Tahun 1986-2007 (%) ... 137 5.52 Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tanpa Migas Atas

(19)

Bagian Selatan Tahun 1986-2007 (Juta Rupiah) ... 5.53 Persentase Besarnya Kontribusi PDRB Kawasan Pesisir Jawa Bagian

Utara dan Jawa Bagian Selatan terhadap Nilai PDRB Total di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (%) ... 139 5.54 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Pesisir Jawa Bagian Utara dan

Jawa Bagian Selatan Tahun 1986-2007 (%) ... 139 5.55 Besarnya Disparitas Antar Kabupaten/Kota pada Kawasan Pesisir Jawa

Bagian Utara dan Pesisir Jawa Bagian Selatan Tahun 1986-2007 Menggunakan Indeks Williamson ... 141 5.56 Besarnya Disparitas Antara Kawasan Pesisir Jawa Bagian Utara vs

Jawa Bagian Selatan Tahun 1986-2007 Menggunakan Indeks Theil Entropy ... 142 5.57 Persentase Dekomposisi Indeks Theil Entropy pada Kawasan Pesisir

Jawa Bagian Utara vs Selatan Tahun 1986-2007 (%) ... 143 5.58 Indeks Disparitas Antar Provinsi (Between Province) yang

Dikontribusikan oleh Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa ... 149

5.59 Indeks Disparitas Dalam Provinsi (Within Province) yang

Dikontribusikan oleh Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa ... 149 5.60 Nilai R2 dan Hasil Uji F terhadap Model ... 151 5.61 Nilai Koefisien (β) dan Tingkat Signifikasi Variabel Penjelas

(Explanatory Variables) X dan WX dari Hasil Pengujian Model dengan

(20)

DAFTAR GAMBAR

Hal

3.1 Kerangka Pikir Penelitian... 27 3.2 Peta Administrasi Pulau Jawa per Kabupaten/Kota... 29 3.3 Klasifikasi Tipologi Klassen untuk Pengelompokan Wilayah

Berdasarkan Kriteria Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) dan PDRB per Kapita (Juta Rupiah/Jiwa)...

34

3.4 Pembagian Wilayah Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan Batas Administrasi Provinsi...

37

3.5 Peta Lokasi Kawasan Metropolitan/Megapolitan di Pulau Jawa dan Kawasan Lain Sisanya (Rest of Java/ROJ...

39

3.6 Peta Lokasi Kawasan Jabodetabek dan Kawasan Non Jabodetabek... 40 3.7 Pembagian Wilayah di Pulau Jawa Berdasarkan Kelompok Wilayah

Perkotaan (Kota) dan Kabupaten... 41

3.8 Pembagian Wilayah Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan Karakteristiknya sebagai Kawasan Pesisir dan Non Pesisir...

42

3.9 Pembagian Wilayah Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan Letak Geografisnya di Kawasan Jawa Bagian Utara dan Jawa Bagian Selatan..

43

3.10 Diagram Alir Penelitian... 48 4.1 Letak Pulau Jawa dalam Wilayah Nusantara... 49 4.2 (a) Persentase Kejadian Bencana Banjir per Pulau (2000 dan 2006), dan

(b) Persentase Kejadian Bencana Tanah Longsor per Pulau (2000 dan 2006)...

68

4.3 Peta Sebaran Spasial Desa-desa di Pulau Jawa yang Mengalami Kejadian Bencana Banjir Tahun 2005-2006...

68

4.4 Peta Sebaran Spasial Desa-desa di Pulau Jawa yang Mengalami Kejadian Bencana Tanah Longsor Tahun 2005-2006...

69

5.1 (a) Dinamika Pertumbuhan Jumlah Penduduk di Pulau Jawa, Luar Jawa dan Nasional Tahun 1930-2008 (juta jiwa); (b) Proporsi Jumlah Penduduk di Pulau Jawa dan Luar Jawa terhadap Nasional Tahun 1930-2008 ...

71

5.2 Dinamika Laju Pertumbuhan Penduduk di Pulau Jawa, Luar Jawa dan Nasional Tahun 1930–2008………....

72

5.3 Persentase PDRB Pulau Jawa dan Luar Jawa terhadap PDRB Nasional Tahun 2000–2007 (dalam %)...

72

5.4 Dinamika Pertumbuhan PDRB di Pulau Jawa, Luar Jawa dan Nasional Tahun 2000–2007 (juta rupiah)...

73

5.5 Dinamika Peningkatan PDRB per Kapita di Pulau Jawa, Luar Jawa dan Nasional Tahun 2000–2007...

(21)

5.6 (a) Besarnya Rata-rata Indeks Diversitas Entropy (IDE) dan (b) Nilai

Coefficient of Variation (CV) IDE Masing-masing Provinsi di Pulau

Jawa Tahun 2000-2006 ... 76

5.7 Scatterplot Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan Kriteria

Besarnya Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB per Kapita) Sebelum Masa Otonomi Daerah (Periode 1986-1999) ...

78

5.8 Tipologi Klassen Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan Kriteria Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) dan Besarnya PDRB per Kapita pada Masa Sebelum Otonomi Daerah (Tahun 1986-1999) ...

79

5.9 Klasifikasi Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan Hasil Tipologi Klassen Sebelum Masa Otonomi Daerah ...

81

5.10 Scatterplot Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan Kriteria

Besarnya Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB per Kapita) Setelah Masa Otonomi Daerah (Periode 2000-2007) ...

82

5.11 Tipologi Klassen Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan Kriteria Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) dan Besarnya PDRB per Kapita pada Masa Setelah Otonomi Daerah (Tahun 2000-2007) ...

83

5.12 Klasifikasi Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan Hasil Tipologi Klassen Setelah Masa Otonomi Daerah ...

86

5.13 Struktur Pergeseran Tipologi Klassen Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Pasca Diberlakukannya Kebijakan Otonomi Daerah ...

89

5.14 Klasifikasi Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan Struktur Pergeseran Tipologi Klassen Pasca Otonomi Daerah ...

89

5.15 Dinamika Pertumbuhan Jumlah Penduduk Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 ...

93

5.16 Dinamika Pertumbuhan PDRB Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 ...

95

5.17 Perkembangan Besarnya PDRB per Kapita di Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 ...

97

5.18 Proporsi Luas Wilayah, Rata-rata Jumlah Penduduk dan Besarnya Kontribusi PDRB Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 ...

97

5.19 Dinamika Perubahan Derajat Disparitas Antar Kabupaten/Kota Masing-masing Provinsi di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 Menggunakan Indeks Williamson ...

99

5.20 Dinamika Perubahan Besarnya Derajat Disparitas Antar Provinsi di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 Menggunakan Indeks Theil Entropy ……

100

5.21 Grafik Persentase Dekomposisi Indeks Theil Entropy Berdasarkan Disparitas Antar Provinsi dan Disparitas Antar Kabupaten/Kota dalam Provinsi di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 ...

101

5.22 Dinamika Pertumbuhan Jumlah Penduduk Kawasan Metropolitan dan Non Metropolitan di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 ...

102

5.23 Laju Pertumbuhan Penduduk Kawasan Metropolitan dan Non Metropolitan di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (%) ...

103

5.24 Dinamika Pertumbuhan PDRB Kawasan Metropolitan dan Non Metropolitan di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 ...

104

5.25 Persentase Besarnya Kontribusi PDRB Kawasan Metropolitan dan Non Metropolitan terhadap Nilai PDRB Total di Pulau Jawa Tahun

(22)

2007 (%) ... 5.26 Perkembangan PDRB per Kapita di Kawasan Metropolitan dan Non

Metropolitan di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 ... 106

5.27 Proporsi Luas Wilayah, Rata-rata Jumlah Penduduk dan Besarnya Kontribusi PDRB Kawasan Metropolitan dan Non Metropolitan di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 ...

106

5.28 Dinamika Perubahan Besarnya Derajat Disparitas Antara Kawasan Metropolitan dan Non Metropolitan di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 Menggunakan Indeks Williamson ...

107

5.29 Dinamika Perubahan Besarnya Derajat Disparitas Antara Kawasan Metropolitan vs Non Metropolitan di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 Menggunakan Indeks Theil Entropy ...

108

5.30 Grafik Persentase Dekomposisi Indeks Theil Entropy pada Kawasan Metropolitan dan Non Metropolitan di Pulau Jawa Tahun 1986-2007...

109

5.31 Dinamika Pertumbuhan Jumlah Penduduk Kawasan Jabodetabek dan Non Jabodetabek di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 ...

111

5.32 Dinamika Pertumbuhan PDRB Kawasan Jabodetabek dan Non Jabodetabek di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 ...

112

5.33 Dinamika Perubahan Laju Pertumbuhan Ekonomi di Kawasan Jabodetabek dan Non Jabodetabek Tahun 1986-2007 ...

114

5.34 Perkembangan Nilai PDRB per Kapita di Kawasan Jabodetabek dan Non Jabodetabek di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 ...

114

5.35 Proporsi Luas Wilayah, Rata-rata Jumlah Penduduk dan Besarnya Kontribusi PDRB Kawasan Jabodetabek dan Non Jabodetabek di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 ………...

115

5.36 Disparitas Antar Kabupaten/Kota pada Kawasan Jabodetabek dan Non Jabodetabek di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 Menggunakan Indeks Williamson ...

116

5.37 Dinamika Perubahan Besarnya Derajat Disparitas Antara Kawasan Jabodetabek vs Non Jabodetabek di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 Menggunakan Indeks Theil Entropy ...

117

5.38 Grafik Persentase Dekomposisi Indeks Theil Entropy pada Kawasan Jabodetabek dan Non Jabodetabek di Pulau Jawa Tahun 1986-2007...

118

5.39 Dinamika Pertumbuhan Jumlah Penduduk Kawasan Kabupaten dan Kota (Perkotaan) di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 ...

119

5.40 Persentase Jumlah Penduduk Kawasan Kabupaten dan Kota (Perkotaan) terhadap Jumlah Penduduk Total di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 (%)...

119

5.41 Dinamika Perubahan Laju Pertumbuhan Penduduk di Kawasan Perkotaan (Kota) dan Kabupaten di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 ...

120

5.42 Dinamika Pertumbuhan PDRB Kawasan Kabupaten dan Kota (Perkotaan) di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 ...

121

5.43 Persentase Kontribusi PDRB Kawasan Kabupaten dan Perkotaan (Kota) terhadap Nilai PDRB Total di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 ...

122

5.44 Dinamika Perubahan Laju Pertumbuhan Ekonomi di Kawasan Perkotaan (Kota) dan Kabupaten di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 ...

123

5.45 Perkembangan Besarnya PDRB per Kapita di Kawasan Perkotaan (Kota) dan Kabupaten di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 ...

123

(23)

Kontribusi PDRB Kawasan Kabupaten dan Kota (Perkotaan) di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 ... 5.47 Disparitas Antar Kabupaten/Kota pada Kawasan Kabupaten dan Kota

(Perkotaan) di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 Menggunakan Indeks Williamson ...

125

5.48 Dinamika Perubahan Besarnya Derajat Disparitas Antara Kawasan Kabupaten vs Kota (Perkotaan) di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 Menggunakan Indeks Theil Entropy ...

126

5.49 Grafik Persentase Dekomposisi Indeks Theil Entropy pada Kawasan Kabupaten vs Kota (Perkotaan) di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 ...

127

5.50 Dinamika Pertumbuhan Jumlah Penduduk Kawasan Pesisir dan Non Pesisir di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 ………

128

5.51 Dinamika Pertumbuhan PDRB Kawasan Pesisir dan Non Pesisir di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 ...

130

5.52 Dinamika Laju Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Pesisir dan Non Pesisir di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 ...

131

5.53 Perkembangan Besarnya PDRB per Kapita di Kawasan Pesisir dan Non Pesisir di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 ...

132

5.54 Proporsi Luas Wilayah, Rata-rata Jumlah Penduduk dan Besarnya Kontribusi PDRB Kawasan Kabupaten dan Kota (Perkotaan) di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 ...

132

5.55 Disparitas Antar Kabupaten/Kota pada Kawasan Pesisir dan Non Pesisir di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 Menggunakan Indeks Williamson ...

133

5.56 Dinamika Perubahan Besarnya Derajat Disparitas Antara Kawasan Pesisir vs Non Pesisir di Pulau Jawa Tahun 1986-2007Menggunakan Indeks Theil Entropy ...

134

5.57 Grafik Persentase Dekomposisi Indeks Theil Entropy pada Kawasan Pesisir vs Non Pesisir di Pulau Jawa Tahun 1986-2007 ...

135

5.58 Dinamika Pertumbuhan Jumlah Penduduk Kawasan Pesisir Jawa Bagian Utara dan Jawa Bagian Selatan Tahun 1986-2007 ...

136

5.59 Dinamika Pertumbuhan PDRB Kawasan Pesisir Jawa Bagian Utara dan Jawa Bagian Selatan Tahun 1986-2007 ...

138

5.60 Dinamika Laju Pertumbuhan Ekonomi di Kawasan Pesisir Jawa Bagian Utara dan Jawa Bagian Selatan Tahun 1986-2007 ...

139

5.61 Perkembangan Besarnya PDRB per Kapita di Kawasan Pesisir Jawa Bagian Utara dan Jawa Bagian Selatan Tahun 1986-2007 ...

140

5.62 Proporsi Luas Wilayah, Rata-rata Jumlah Penduduk dan Besarnya Kontribusi PDRB Kawasan Pesisir Jawa Bagian Utara dan Jawa Bagian Selatan Tahun 1986-2007 ...

140

5.63 Dinamika Perubahan Besarnya Derajat Disparitas Antara Kawasan Pesisir Jawa Bagian Utara dan Jawa Bagian Selatan Tahun 1986-2007 Menggunakan Indeks Williamson ...

142

5.64 Dinamika Perubahan Besarnya Derajat Disparitas Antara Kawasan Pesisir Jawa Bagian Utara vs Jawa Bagian Selatan Tahun 1986-2007 Menggunakan Indeks Theil Entropy ...

143

5.65 Grafik Persentase Dekomposisi Indeks Theil Entropy pada Kawasan Pesisir Jawa Bagian Utara vs Jawa Bagian Selatan Tahun 1986-2007 ...

144

(24)

(yang Dihitung dengan Indeks Williamson) ... 5.67 Rekapitulasi Persentase Derajat Disparitas (a) Antar Kawasan (Between

Regions) dan (b) Dalam Kawasan (Within Regions) pada

Berbagai Bentuk Disparitas Intra-Regional di Pulau Jawa (dengan Indeks Theil Entropy) ...

147

5.68 Persentase Besarnya Derajat Disparitas Dalam Kawasan Pesisir dan Disparitas Dalam Kawasan Non Pesisir ...

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

1 Nilai Indeks Diversitas Entropy (IDE) Masing-masing

Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Tahun 2000-2006... 168

2 Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Masing-masing Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Tahun 2000-2006...

171

3 PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Pulau Jawa pada Masa Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah...

174

4 Pergeseran Kuadran Kabupaten/Kota di Pulau Jawa pada Hasil Tipologi Klassen Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah...

(26)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Otonomi Daerah sebagai wujud dari sistem demokrasi dan desentralisasi merupakan landasan dalam pelaksanaan strategi pembangunan yang berkeadilan, merata, dan inklusif. Kebijakan Otonomi Daerah telah dimulai sejak awal reformasi sepuluh tahun yang lalu dan diamanatkan melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dan telah disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Penyerahan sebagian besar kewenangan Pemerintahan kepada Pemerintah Daerah, telah menempatkan Pemerintah Daerah sebagai ujung tombak pembangunan nasional, dalam rangka menciptakan kemakmuran rakyat secara adil dan merata.

Sebagaimana pernyataan yang disampaikan dalam suatu pidato kenegaraan (2009), Presiden SBY mengungkapkan bahwa Otonomi Daerah yang dilaksanakan dengan benar, akan menghasilkan dampak yang positif dalam bentuk pertumbuhan ekonomi daerah yang makin merata, serta tingkat kemiskinan dan pengangguran yang makin menurun. Dalam mewujudkan pembangunan daerah yang adil dan merata, maka pelaksanaan desentralisasi fiskal secara konsisten dan bertanggung jawab menjadi sangat penting. Desentralisasi keuangan negara ditujukan untuk menjalankan prinsip anggaran, yang harus mengikuti fungsi dan tanggung jawab yang telah didelegasikan kepada daerah (money follows function). Kebijakan transfer anggaran ke daerah ditujukan untuk dapat mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, serta kesenjangan antar daerah. Transfer anggaran ke daerah juga ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah, dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antar daerah.

(27)

akan dapat diakomodir. Bila hal ini dapat dilakukan, maka proses pembangunan daerah secara keseluruhan dapat lebih ditingkatkan dan secara bersamaan disparitas pembangunan antar wilayah akan dapat dikurangi. Selain itu Anwar (2005) menambahkan bahwa Otonomi Daerah diharapkan dapat memotong proses

backwash yang telah menyebabkan terjadinya keterkaitan-keterkaitan inter-regional yang bersifat ekploitatif, yang pada gilirannya dapat mengurangi disparitas pembangunan antar wilayah. Namun, dengan adanya kebijakan Otonomi Daerah ini, wilayah yang kaya (terutama sumberdaya alam) dan dapat mengelola potensi di wilayahnya dengan baik akan berpeluang menjadi semakin kaya dan mengalami tingkat pertumbuhan yang lebih pesat dibandingkan dengan wilayah yang lain, sehingga hal ini justru memperparah tingkat disparitas yang terjadi antar wilayah.

Paradigma baru pembangunan menuntut adanya keserasian dan keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan, atau growth with equity. Strategi demikian juga merupakan koreksi atas kebijakan pembangunan terdahulu, yang dikenal dengan istilah trickle down effect. Strategi trickle down effect

mengasumsikan perlunya memprioritaskan pertumbuhan ekonomi terlebih dahulu, baru kemudian dilakukan pemerataan. Dalam kenyataannya di banyak negara, termasuk di Indonesia, teori ini gagal menciptakan kemakmuran untuk semua. Sebagaimana konsep temuan Kuznets (1954): kurva U-terbalik yang menyatakan bahwa bagi negara yang pendapatannya rendah, tumbuhnya perekonomian harus mengorbankan pemerataan (trade off antara pertumbuhan dan pemerataan).

(28)

Pulau Jawa meningkat sebesar 7.89% dari tahun 2000 hingga 2006. Dalam konstelasi perekonomian nasional, Pulau Jawa memegang peranan yang sangat signifikan karena kontribusinya dalam menyumbangkan sekitar 59% PDRB nasional, sedangkan sisanya (41%) disumbangkan oleh wilayah luar Jawa.

Berbagai faktor, seperti kekayaan sumberdaya alam (khususnya kesuburan tanah), faktor sejarah, geografi, sosial-budaya, kondisi infrastruktur dan aksesibilitas ke sistem perekonomian nasional dan global serta berbagai kebijakan pembangunan yang “bias Jawa” (sebagaimana dikemukakan Anwar, 2005 dan Rustiadi et al., 2009) menyebabkan Pulau Jawa tumbuh menjadi kawasan paling berkembang dan memiliki “magnet” bagi masuknya investasi pembangunan nasional di Indonesia.

Kecenderungan pembangunan yang “bias Jawa” nampaknya masih akan berlangsung dari waktu ke waktu. Bias Jawa yang terjadi di Indonesia dapat disaksikan dalam berbagai bentuk pembangunan (baik fisik maupun non fisik) serta segala bentuk investasi dan modal yang sebagian besar disalurkan di Pulau Jawa. Pesatnya pembangunan yang dilakukan dan derasnya aliran modal di Pulau Jawa menyebabkan wilayah tersebut menjadi tempat terkonsentrasinya penduduk.

Perumusan Masalah

Sejak tahun 1970-an hingga saat ini telah banyak penelitian dan kajian yang mengangkat isu tentang pembangunan ekonomi regional yang fokus pada masalah disparitas pembangunan antar wilayah di Indonesia. Pelopor dari studi-studi tentang disparitas tersebut adalah Esmara yang melakukan penelitian tahun 1975 (Tambunan, 2003), kemudian disusul antara lain oleh Hughes dan Islami (1981), Islam dan Khan (1986), Uppal dan Handoko (1988), Akita (1988), Akita dan Lukman (1995), Tambunan (1996, 2001), Takeda dan Nakata (1998), Garcia dan Soelistyaningsih (1998), Sjafrizal (1997, 2000) dan Both (2000). Walaupun data yang digunakan sama, yaitu PDRB per kapita, namun pendekatan yang digunakan dalam analisis bervariasi antar studi.

(29)

pembangunan antar wilayah adalah kebijakan pemerintah yang selama ini terlalu sentralistik, baik dalam proses perencanaan maupun dalam proses pengambilan keputusan.

Secara deskriptif disparitas pembangunan antar wilayah dapat dilakukan dengan membandingkan secara langsung antara proporsi penduduk, luas wilayah dengan proporsi kontribusi wilayah terhadap PDRB secara keseluruhan (PDRB nasional). Hasil penelitian Rustiadi et al. (2009) yang membandingkan antara pembangunan KBI (Kawasan Barat Indonesia) dan KTI (Kawasan Timur Indonesia) tahun 2002 dengan menggunakan indeks Williamson menunjukkan bahwa pada tahun tersebut KTI yang luas wilayahnya meliputi 64.21% total wilayah nasional, hanya dihuni 18.7% penduduk dan menghasilkan 17.4% PDRB nasional. Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa besarnya indeks disparitas di KBI adalah 1.27 (dengan migas), dan 1.23 (tanpa migas). Sedangkan indeks disparitas KTI mencapai 3.20 (dengan migas), atau 4.26 (tanpa migas). Angka ini lebih tinggi dibandingkan KBI karena tingkat keragaman geografis dan sosial budaya masyarakat antar daerah di KTI juga lebih tinggi.

Tingkat disparitas dalam satu pulau penting juga untuk diperhatikan karena memiliki aspek keterkaitan secara spasial antar daerah yang lebih intens. Kondisi fisik dan sosial budaya dalam satu pulau biasanya memiliki banyak persamaan dan interaksi antar wilayah akan lebih lancar jika sarana dan prasarana perhubungan cukup memadai. Berdasarkan hasil kajiannya, Rustiadi et al. (2009) mengungkapkan bahwa Pulau Jawa dan Bali memiliki indeks disparitas yang cukup besar, yaitu 1.18 (dengan migas), atau 1.31 (tanpa migas). Bukan hanya itu, hasil penelitian Kuncoro (2001) juga mengindikasikan sangat tingginya konsentrasi spasial khususnya distribusi geografis aktivitas industri manufaktur di Pulau Jawa selama periode (1976-2001) dibandingkan di pulau lainnya.

Secara umum, dapat diketahui bahwa tingkat perkembangan wilayah di Jawa paling tinggi dibandingkan wilayah lain di Indonesia, karena total nilai aktivitas ekonomi antar daerah di Pulau Jawa secara rata-rata lebih tinggi. Ketersediaan infrastruktur di semua daerah di Pulau Jawa juga relatif paling baik dibandingkan pulau lainnya. Sehingga hal-hal inilah yang diduga menjadi pemicu semakin melebarnya disparitas pembangunan antara Jawa dan luar Jawa.

(30)

Daerah (desentralisasi) terjadi perbaikan atas kondisi disparitas regional tersebut?”. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya disparitas pembangunan antar wilayah di Pulau Jawa, mengkaji dinamika perubahan besarnya derajat disparitas regional tersebut, khususnya dikaitkan dengan masa sebelum dan setelah diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah, sekaligus menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya disparitas pembangunan antar wilayah di Pulau Jawa. Dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan sedikit gambaran untuk menilai sejauhmana keefektifan kebijakan Otonomi Daerah dalam mengatasi masalah disparitas regional yang terjadi di Pulau Jawa.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengkaji dinamika perubahan disparitas regional di Pulau Jawa, khususnya menekankan pada perbandingan kondisi sebelum dan setelah diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah. Maka, dalam rangka menjawab tujuan penelitian, secara spesifik, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis dinamika pertumbuhan ekonomi (economic growth) dan pertumbuhan penduduk (population growth) di Pulau Jawa.

2. Menentukan tingkat perkembangan wilayah masing-masing kabupaten/kota di Pulau Jawa pada beberapa titik tahun.

3. Menganalisis dan membandingkan besarnya derajat disparitas regional yang terjadi di Pulau Jawa serta menilai keefektifan diberlakukannya kebijakan Otonomi Daerah.

4. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya disparitas regional di Pulau Jawa dengan mempertimbangkan adanya hubungan keterkaitan antar wilayah.

Ruang Lingkup Penelitian

(31)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi berbagai pihak, yaitu antara lain:

a. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah maupun para pemangku kepentingan pada pengambilan kebijakan dalam menanggulangi atau mengurangi disparitas pembangunan antar wilayah di Pulau Jawa.

b. Bagi Pihak Lain

(32)

TINJAUAN PUSTAKA

Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan

Rustiadi et al. (2009) berpendapat bahwa secara filosofis suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematis dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Sedangkan menurut Todaro (2003), pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan.

Pengertian pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan kepada pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan kesempatan kerja, pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), pertumbuhan dan lingkungan hidup dan yang terakhir adalah pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Menurut Anwar (2005), perubahan evolutif dari pengertian di atas didasarkan atas banyak kekecewaan dan hasil umpan balik dari pelaksanaan pembangunan yang tidak mencapai sasaran-sasaran yang diinginkan.

Untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang diinginkan, upaya-upaya pembangunan harus diarahkan kepada efisiensi (efficiency), pemerataan (equity) dan keberlanjutan (sustainability) (Anwar, 2005; Rustiadi et al., 2007) dalam memberi panduan kepada alokasi segala sumberdaya (semua capital yang berkaitan dengan natural, human, man-made maupun social), baik pada tingkatan nasional, regional, maupun lokal.

Konsep Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

(33)

luas, maka perlu juga mempelajari hakekat dan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi tersebut.

Menurut Bannock et al. (2004), pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan per kapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth); pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi

Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.

Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, dan teknik.

Schumpeter, Hicks dan Madison dalam Hakim (2002) mengartikan istilah pertumbuhan ekonomi sebagai pertumbuhan ukuran kuantitatif kinerja perekonomian, seperti GNP, GNP per kapita dan sebagainya. Menurut Kuznets

dalam Todaro (1998), pertumbuhan ekonomi (economic growth) adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyelesaian-penyelesaian berbagai tuntutan keadaan yang ada. Dengan demikian, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi biasanya mencerminkan semakin tingginya kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat indikator lain yang perlu dipertimbangkan, yaitu distribusi pendapatan.

Ukuran Pertumbuhan Ekonomi

(34)

(1) Produk Domestik Bruto (PDB)

PDB adalah jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan dalam harga pasar. Kelemahan PDB sebagai ukuran pertumbuhan ekonomi adalah sifatnya yang global dan tidak mencerminkan kesejahteraan penduduk.

(2) PDB per kapita atau pendapatan per kapita

PDB per kapita merupakan ukuran yang lebih tepat karena telah memperhitungkan jumlah penduduk. Jadi ukuran pendapatan per kapita dapat diketahui dengan membagi PDB dengan jumlah penduduk.

(3) Pendapatan per jam kerja

Suatu negara dapat dikatakan lebih maju dibandingkan negara lain bila mempunyai tingkat pendapatan atau upah per jam kerja yang lebih tinggi daripada upah per jam kerja di negara lain untuk jenis pekerjaan yang sama.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Faktor-faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah antara lain (Arsyad, 1997):

1. Akumulasi modal, termasuk semua investasi baru yang berwujud tanah (lahan), peralatan fiskal, dan sumber daya manusia (human resources). Akumulasi modal akan terjadi jika ada proporsi tertentu dari pendapatan sekarang ditabung yang kemudian diinvestasikan untuk memperbesar output pada masa yang akan datang. Pabrik-pabrik, mesin-mesin, peralatan-peralatan, dan barang-barang baru yang akan meningkatkan modal (capital stock) fiskal suatu negara (yaitu jumlah riil bersih dari semua barang-barang modal produktif secara fiskal) sehingga pada gilirannya akan memungkinkan negara tersebut untuk mencapai tingkat output yang lebih besar.

2. Pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang

(35)

3. Kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi disebabkan oleh teknologi cara-cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisional.

Ada 2 klasifikasi kemajuan teknologi yaitu:

a. Kemajuan teknologi yang bersifat netral, terjadi jika tingkat output yang dicapai lebih tinggi pada kuantitas dan kombinasi-kombinasi input yang sama.

b. Kemajuan teknologi yang bersifat hemat tenaga kerja (labor saving) atau hemat modal (capital saving), yaitu tingkat output yang lebih tinggi bisa dicapai dengan jumlah tenaga kerja/input modal yang sama.

Hampir senada dengan pendapat Arsyad (1997), Bannock et al. (2004), juga mengungkapkan beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Bannock et al. (2004) menyebutkan bahwa pada hakikatnya faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor non ekonomi. Faktor ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi diantaranya adalah sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya modal, dan keahlian atau kewirausahaan.

Sumberdaya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti kesuburan tanah, keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang, dan hasil laut, sangat mempengaruhi pertumbuhan industri suatu negara, terutama dalam hal penyediaan bahan baku produksi. Sementara itu, keahlian dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai proses produksi).

(36)

Berdasarkan uraian di atas, maka faktor-faktor yang dianggap paling penting diperhatikan dalam menilai pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dan nilainya dapat diukur dengan mudah antara lain adalah PDRB, PDRB per kapita dan pertumbuhan penduduk. Oleh karena itu, dinamika pertumbuhan ekonomi (economic growth) dan pertumbuhan penduduk (population growth) di dalam penelitian ini diukur dengan melihat trend peningkatan nilai dan laju pertumbuhan PDRB, PDRB per kapita serta jumlah dan laju pertumbuhan penduduk.

Disparitas Regional

Berbicara tentang disparitas antar wilayah, berarti berbicara tentang distribusi pendapatan. Dan isu tentang distribusi pendapatan menjadi sorotan dalam debat politik sejak abad 19. Jika diasumsikan bahwa setiap individu di suatu wilayah mempunyai fungsi kepuasan yang sama dan konkaf, itu berarti bahwa equality pendapatan akan memaksimalkan kesejahteraan sosial (Bigsten, 1983). Iskandar (1993) menjelaskan pula betapa pentingnya pemerataan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi terutama disebabkan oleh adanya peningkatan pendapatan dan perubahan distribusi pendapatan. Tetapi peningkatan pendapatan tidak akan banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Sedangkan peningkatan pendapatan dalam arti meningkatkan pemerataan pendapatan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara nyata.

Terjadinya disparitas regional dipicu oleh adanya perbedaan faktor anugerah awal (endowment factor). Disparitas mengacu pada standar hidup relatif dari seluruh masyarakat. Perbedaan inilah yang menyebabkan tingkat pembangunan di berbagai wilayah dan daerah berbeda-beda, sehingga menimbulkan gap atau jurang kesejahteraan di berbagai wilayah tersebut (Sukirno, 1976).

Adelman dan Moris dalam Kuncoro (1997) berpendapat bahwa disparitas regional ditentukan oleh jenis pembangunan ekonomi yang ditunjukkan oleh ukuran negara, sumberdaya alam, dan kebijakan yang dianut. Dengan kata lain, faktor kebijakan dan dimensi struktural perlu diperhatikan selain laju pertumbuhan ekonominya.

(37)

hal ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan. Pelaku-pelaku yang mempunyai kekuatan di pasar secara normal akan cenderung meningkat bukannya menurun, sehingga mengakibatkan ketimpangan antar wilayah atau disparitas regional (Arsyad, 1999). Pendapat Myrdal didukung oleh Hirchman (1968) bahwa terjadinya trickle down effect dari daerah core ke daerah periphery yang lebih kecil daripada polarization effect akan menyebabkan semakin tingginya disparitas pendapatan antar daerah (disparitas regional).

Pada dasarnya disparitas regional merupakan fenomena yang terjadi hampir di semua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat kemajuan pembangunannya. Menurut Anwar (2005), disparitas pembangunan baik dalam aspek antar kelompok masyarakat maupun menurut aspek spasial antar wilayah merupakan masalah pembangunan regional yang tidak merata dan harus memperoleh perhatian yang sungguh-sungguh. Terlebih lagi dalam negara berkembang seperti Indonesia, yang mempunyai struktur sosial dan kekuasaan (power) yang mengandung perbedaan yang tajam, akibat dari sisa-sisa penjajahan, sehingga strategi pembangunan semestinya diarahkan kepada peningkatan efisiensi ekonomi yang menyumbang kepada pertumbuhan yang sejalan dengan pemerataannya (equity).

Namun, pada banyak negara berkembang termasuk Indonesia, strategi pembangunan masa lalu yang terlalu menekankan efisiensi dan mengabaikan distribusi pemerataan ekonomi, telah melahirkan banyak kesenjangan dalam kehidupan masyarakat yang semakin melebar. Anwar (2005) juga menyebutkan bahwa dalam skala nasional, proses pembangunan yang dilaksanakan selama ini (cenderung hanya memperhatikan pertumbuhan ekonomi makro dan menekankan kepada kapital fisik) ternyata pada sisi lain telah menimbulkan masalah ketimpangan pembangunan yang cukup besar dan kompleks. Ditambah dengan terjadinya ”penyakit” dari penentu kebijakan yang urban bias, menyebabkan investasi dan sumberdaya terserap dan terkonsentrasi di kawasan metropolitan-megapolitan yang menjadi pusat-pusat pertumbuhan, sementara wilayah-wilayah

hinterland mengalami pengurasan sumberdaya secara berlebihan.

(38)

Wilayah hinterland perdesaan menjadi melemah karena terjadi pengurasan sumberdaya yang berlebihan (backwash) dan pengangguran besar yang mengakibatkan terjadinya aliran bersih dan akumulasi nilai tambah di pusat-pusat pertumbuhan secara masif dan berlebihan.

Namun di sisi lain, terjadinya akumulasi nilai tambah di kawasan-kawasan pusat pertumbuhan selanjutnya mengarah kepada proses terjadinya kemiskinan dan keterbelakangan di wilayah hinterland. Akhirnya keadaan ini mendorong terjadinya migrasi penduduk ke kota-kota, sehingga timbul berbagai ”penyakit urbanisasi” yang luar biasa di perkotaan (Anwar, 2005).

Fenomena urbanisasi yang memperlemah perkembangan kota-kota telah banyak menimbulkan biaya-biaya sosial (social costs), seperti yang dapat dilihat pada perkembangan kota-kota besar di Indonesia yang mengalami ” over-urbanization”. Perkembangan metropolitan-megapolitan seperti Jabodetabek, Bandung Raya dan Gerbangkertosusila, dicirikan oleh terjadinya berbagai bentuk ketidakefisienan dan permasalahan, seperti meluasnya daerah-daerah kumuh (slum area), tingginya tingkat pencemaran, terjadinya kemacetan lalu lintas, merebaknya kriminalitas dan lain sebagainya. Perkembangan perkotaan besar ini pada akhirnya sarat dengan permasalahan-permasalahan sosial, lingkungan dan ekonomi yang semakin kompleks dan sulit untuk diatasi.

Tinjauan terhadap Penelitian-penelitian Terdahulu tentang Disparitas Regional

(39)

Penelitian yang dilakukan oleh Karvis (1960) dan Oshima (1962) dalam

Todaro (2000) mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Kuznet (1954). Karvis dan Oshima menyajikan data yang mendukung hipotesis Kuznet bahwa pada awalnya pertumbuhan menyebabkan tingkat disparitas semakin lebar, dimana alasannya adalah adanya perubahan struktur ekonomi. Dalam penelitiannya juga ditemukan bukti bahwa pembangunan ekonomi di suatu wilayah dengan distribusi pendapatan yang tidak merata mampu tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan pembangunan di wilayah lain dengan tingkat pemerataan pendapatan yang relatif baik.

Penelitian yang lain dilakukan oleh Williamson (1966) yang menekankan pada disparitas antar wilayah di dalam negara. Williamson menghubungkan disparitas pendapatan rata-rata antar wilayah dengan berbagai faktor termasuk tingkat urbanisasi suatu wilayah. Disamping pola dan faktor penentu disparitas, Williamson juga mengamati proses terjadinya disparitas.

Penelitian dan pengkajian tentang pembangunan ekonomi regional yang memfokuskan pada disparitas ekonomi antar wilayah juga banyak dilakukan di Indonesia sejak tahun 1970-an. Diawali oleh penelitian Esmara (1975), Islam dan Khan (1986), dan Nasjid Majidi (1997). Dengan menggunakan data PDRB riil dikemukakan bahwa selama periode 1968-1997 indeks ketimpangan pendapatan antar daerah semakin meningkat. DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Bali, dan Riau merupakan provinsi yang paling makmur, sedangkan provinsi terparah yaitu: Nusa Tenggara Timur dan Barat, Bengkulu dan Jambi. Secara umum provinsi-provinsi di daerah Timur Indonesia menempati posisi rendah. Penelitian Sjafrizal (1997) serta Welly dan Waluyo (2000) dengan menggunakan data PDRB tanpa migas tahun 1983–1997 menunjukkan indeks ketimpangan bergerak dari 0.49–0.54. Indeks ketimpangan Indonesia jika dibandingkan dengan kelompok negara maju (0.49-0.54) dan berpendapatan menengah (0.46) akan berada di atas rata-rata.

(40)

studi tersebut menunjukkan bahwa selama periode tahun 1993-1997, terjadi peningkatan disparitas pendapatan regional yang cukup signifikan dari 0.262 menjadi 0.287, dimana sumber disparitas yang paling besar disumbangkan oleh disparitas di dalam provinsi (sekitar 50%). Sedangkan pada tahun 1998, indeks Theil entropy mengalami penurunan, dimana 75% dari penurunan tersebut disebabkan karena menurunnya disparitas antar provinsi.

Achsani (2003) mengemukakan bahwa telah terjadi ketimpangan ekonomi antar wilayah yang sangat tajam di Indonesia. Pulau Jawa-Bali yang hanya mencakup 7.2% wilayah Indonesia, ternyata dihuni oleh 64% penduduk dan menyumbang sekitar 60% ke dalam PDB Indonesia. Sebaliknya, Papua misalnya, mencakup luasan sebesar 22% wilayah Indonesia, tetapi hanya dihuni oleh 0.8% penduduk dan menyumbang sekitar 2.1% PDB Indonesia. Selain itu, temuan lain dari penelitian ini adalah terjadinya ketimpangan ekonomi antar sektor yang juga luar biasa besar. Data BPS tahun 1998 menunjukkan bahwa sektor pertanian hanya memiliki kontribusi sebesar 19% dari total PDB, akan tetapi masih menyerap sekitar 45% tenaga kerja. Sektor lainnya, industri misalnya, yang menyumbang hampir 25% PDB, hanya mampu menyerap 11% tenaga kerja.

Penelitian Akita (2003) menggunakan data PDB per kapita China dan Indonesia dengan teknik two stage nested Theil inequality decomposition menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: (1) Dalam pandangan efisiensi, ketimpangan pendapatan antar daerah disebabkan oleh ketidakmerataan distribusi sumberdaya alam dan rendahnya kualitas transportasi di beberapa daerah; (2) Di China 60% wilayah dalam provinsi menunjukkan ketimpangan pendapatan yang tinggi, sedangkan di Indonesia setengahnya (50%) mengalami ketimpangan.

(41)

penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa disparitas pembangunan antara wilayah Utara dan Selatan Jatim terjadi semakin lebar. Wilayah Utara semakin maju, sebaliknya wilayah Selatan terus terpuruk.

! ! " #

! $%

&' () * +

% &&

,-% . /

!

0 " "

% .

# % 1( !

&. -2

$,(()*

'3 )2 4 5

# ,,2 5

#

$

* $

*

$ *

6

'2 0

! & )&2 6

(42)

#

Bentuk disparitas antar kelompok wilayah yang paling sering dibicarakan adalah bentuk disparitas desa-kota. Menurut Rustiadi et al. (2009), ada perbedaan besar yang nyata antara standar hidup penduduk perkotaan dan perdesaan di negara-negara berkembang, dengan beberapa pengecualian untuk beberapa negara sosialis dimana terdapat usaha yang sengaja dibuat untuk mengurangi disparitas tersebut. Daerah-daerah perdesaan di negara-negara yang sedang berkembang dengan proporsi penduduk miskinnya yang tinggi, tingkat ketersediaan pelayanan jasa-jasa sosial yang rendah, ketersediaan infrastruktur sosial ekonomi sangat terbatas, dan ketersediaan lapangan kerja dengan tingkat upah yang baik terbatas, berkorelasi dengan keadaan perbedaan pendapatan per kapita desa-kota yang sangat tinggi. Di Indonesia, terjadinya disparitas desa-kota dapat dilihat pada beberapa contoh kasus seperti yang ditunjukkan oleh kajian yang dilakukan Martina (2005) dan Adifa (2007). Di hampir semua negara berkembang, pada kawasan perdesaan memiliki tingkat kesehatan, sanitasi perumahan dan penyediaan air minum yang berada pada tingkat yang sangat rendah (Gish, 1971; Gilbert, 1974; Friedmann and Douglas, 1976).

Penelitian lain yang mengkaji isu disparitas pada kelompok-kelompok wilayah dilakukan oleh Maryam (2001). Dalam penelitian tersebut, Maryam (2001) mengkaji disparitas ekonomi antara daerah pesisir dan daratan Indonesia. Hasil studi menunjukkan bahwa antara daerah pesisir dengan daratan Indonesia terjadi disparitas ekonomi. Disparitas ekonomi antara daerah pesisir dengan daratan ini juga terjadi pada hampir seluruh wilayah Indonesia yaitu Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, dan Irian. Jika pendapatan per kapita rata-rata daerah pesisir dibandingkan dengan pendapatan per kapita rata-rata daerah daratan Indonesia, maka ditemukan bahwa pendapatan per kapita daerah pesisir lebih tinggi daripada pendapatan per kapita daerah daratan Indonesia, kecuali untuk Pulau Jawa. Perkembangan disparitas ekonomi antara daerah pesisir dengan daratan Indonesia sebelum krisis ekonomi (1994-1996) adalah konvergen. Sedangkan pasca krisis ekonomi (1996-1998) disparitas antara daerah pesisir dengan daratan adalah divergen.

(43)

disparitas antar pulau, antar provinsi, antar kabupaten/kota, maupun berbagai bentuk disparitas berdasarkan pengelompokan-pengelompokan wilayah, seperti disparitas antara kawasan perdesaan-perkotaan (yang identik dengan bentuk disparitas antara kawasan kota/perkotaan dan kabupaten), kawasan pesisir-non pesisir, dan kawasan Utara-Selatan. Bukan hanya itu, hasil kajian beberapa studi menyebutkan bahwa disparitas regional juga dapat disebabkan oleh adanya wilayah-wilayah yang beraglomerasi membentuk pusat-pusat pertumbuhan dan pusat perekonomian, sehingga tingkat perkembangan wilayah tersebut jauh meninggalkan wilayah-wilayah lain di sekitarnya. Salah satu indikasi terjadinya proses aglomerasi wilayah dapat disaksikan dari munculnya kawasan metropolitan maupun megapolitan. Di Pulau Jawa, contoh kawasan metropolitan-megapolitan yang terbentuk adalah Kawasan Jabodetabek, Bandung Raya, Kedungsepur, Kartamantul, dan Gerbangkertosusila. Bahkan beberapa studi yang mengangkat isu dan permasalahan tentang Kawasan Jabodetabek secara khusus juga menyebutkan dominansi kawasan tersebut dalam perekonomian nasional, sehingga hal tersebut mengindikasikan bahwa Kawasan Jabodetabek juga mempunyai peranan yang cukup besar dalam menyumbangkan tingkat disparitas antar wilayah yang terjadi.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini dipilih 6 (enam) bentuk tipologi wilayah yang diduga menyebabkan terjadinya disparitas regional di Pulau Jawa untuk dikaji lebih lanjut. Keenam bentuk tipologi tersebut adalah: (1) disparitas antar provinsi, (2) disparitas antara kawasan metropolitan vs non metropolitan (Rest of Java/ROJ), (3) disparitas antara Kawasan Jabodetabek vs non Jabodetabek, (4) disparitas antara kawasan kota (perkotaan) vs kabupaten, (5) disparitas antara kawasan pesisir vs non pesisir, serta (6) d

Gambar

Gambar 3.1. Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 3.2. Peta Administrasi Pulau Jawa per Kabupaten/Kota.
Tabel 3.1.  Tujuan Penelitian, Metode, Data dan Variabel yang Digunakan
Gambar 3.4.  Pembagian Wilayah Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Berdasarkan
+7

Referensi

Dokumen terkait

mukoadhesif alginat-kitosan yang mengandung antasida secara in vitro dan in vivo , sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Farmasi pada Fakultas

Kegiatan pengabdian memiliki beberapa manfaat yang diharapkan didapatkan oleh peserta maupun penyelenggara setelah mengikuti kegiatan pelatihan ini adalah sebagai

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh fasilitas, lokasi dan tariff terhadap loyalitas melalui kepuasan pasien sebagai variabel

Leigh (2009) menjelaskan, saat pembicara berkomunikasi di depan orang banyak, hal utama yang harus diperhatikan adalah menciptakan atau mewujudkan pengaruh

Select the text you would like highlighted, click on the little pen icon next to the letter A at the top right of the menu bar.. That will allow you to choose

Oleh karenanya penguasaan konsep dasar Akidah Akhlak, serta landasan dan implementasinya dalam pembelajaran di kelas patut pula diberikan kepada mahasiswa calon

[r]

Metode penciptaan menurut Gustami (2007 : 329 ) terdapat tiga tahapan yaitu tahap eksplorasi, tahap perangcangan, dan tahap perwujudan. 1) Tahap Eksplorasi, yaitu