• Tidak ada hasil yang ditemukan

Development Of Community Participation In Land And Forest Rehabilitation Movement; Case In sub-District Of Layana East Palu And Sub-District Of Lambara North Palu In Palu Regency, Central Sulawesi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Development Of Community Participation In Land And Forest Rehabilitation Movement; Case In sub-District Of Layana East Palu And Sub-District Of Lambara North Palu In Palu Regency, Central Sulawesi"

Copied!
186
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM

GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN

LAHAN (GN-RHL)

(Kasus di Kelurahan Layana Kecamatan Palu Timur dan Kelurahan Lambara

Kecamatan Palu Utara Kotamadya Palu, Sulawesi Tengah)

HASRIANI MUIS

SEKOLAH PASCASARJANA

PROGRAM STUDI ILMU PENGETAHUAN KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Gerakan Nasional Rehabilitas Hutan dan Lahan (GN-RHL): Kasus di Kelurahan Layana Kecamatan Palu Timur dan Kelurahan Lambara Kecamatan Palu Utara Kotamadya Palu, Sulawesi Tengah adalah karya saya dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2007

(3)

ABSTRACT

HASRIANI MUIS. Development of Community Participation in Land and Forest Rehabilitation Movement: Case in District of Layana East Palu and Sub-District of Lambara North Palu in Palu Regency, Central Sulawesi. Under the direction of NURHENI WIJAYANTO and LETI SUNDAWATI

This research generally aimed to study the level of community participation on GN-RHL programs, relations among factors that influencing participation with level of community participation, and also making the strategy of development of community participation in GN-RHL. Method which applied is consisting of descriptive-quantitative and descriptive-qualitative by using Spearman Rank test, and SWOT analysis (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat). In both reaserch location, Layana and Lambara, level of participation at evaluation and planning phase pertained is low, while at execution phase, pertained height. Community participation in both location of admission in passive participation, where community only receiving notification of result which have been decided by the side of program executor, regardless of community comments as programs targets, and interchangeable information limited to outsider group. Strategy development of community participation in GN-RHL programes to be done with strategy WO (Weakness - Opportunitiess) that is to improve internal weakness and exploiting opportunity from external environment.

(4)

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007

Hak cipta dilindungi

(5)

PENGEMBANGAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM

GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN

LAHAN (GN-RHL)

(Kasus di Kelurahan Layana Kecamatan Palu Timur dan Kelurahan Lambara Kecamatan Palu Utara Kotamadya Palu, Sulawesi Tengah)

HASRIANI MUIS

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

4

Judul Tesis : Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Gerakan Nasional

Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL)

(Kasus di Kelurahan Layana Kecamatan Palu Timur dan Kelurahan Lambara Kecamatan Palu Utara Kotamadya Palu, Sulawesi Tengah)

Nama : Hasriani Muis

NIM : E 051050061

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(7)

5

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan

kesempatan dan kesehatan sehingga saya dapat merampungkan tesis ini. Pada

kesempatan ini saya ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang

telah membantu saya selama perkuliahan dan penyusunan disertasi ini.

Ucapan terima kasih saya haturkan kepada yang terhormat Dr. Ir. Nurheni

Wijayanto, MS selaku pembimbing utama dan Dr. Ir. Leti Sundawati MSc selaku

pembimbing anggota. Beliau-beliau telah mengarahkan, membukakan pikiran,

dan meluangkan waktunya untuk membimbing saya melalui

pertanyaan-pertanyaan kritis dan saran-saran yang diajukan kepada saya. Ucapan terima kasih

juga saya sampaikan kepada yang terhormat Prof. Dr. Dudung Darusman MA,

yang telah bersedia sebagai dosen penguji pada ujian tesis saya.

Terimakasih saya kepada Rektor, Dekan Fakultas Pertanian, dan Ketua

Jurusan Manajemen Hutan, Universitas Tadulako (Bapak Ir. H. Akhbar Zain MT),

atas izin dan dorongannya sehingga saya dapat melanjutkan studi pada program

Magister di IPB. Kepada Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi melalui beasiswa

yang diberikan, saya ucapkan banyak terimakasih.

Kepada Ketua Kelompok Tani Kelurahan Layana, Bapak Hasyim dan Ketua

Kelompok Tani Kelurahan Lambara, Bapak Nasruddin, Kepala Dinas Kehutanan

Kabupaten/Kota Palu, Pimpinan Proyek Program GN-RHL, Pimpinan Pelaksana

kegiatan GN-RHL dan semua pihak yang telah banyak membantu selama

penelitian ini dilakukan diucapkan banyak terimakasih. Demikian halnya dengan

rekan: Mbak Vanny, Mbak Mely, Pak Sedek, Pak Ajun, Urip dan

rekan-rekan yang lain, serta kepada semua pihak atas segala bantuan dan kerjasamanya

yang telah diberikan kepada saya selama ini.

Terakhir, ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus saya haturkan

kepada ayahanda saya H. Abdul Muis dan ibunda saya Hj. Rahmawati, yang

selama ini tak putus-putusnya selalu memanjatkan doa untuk kebahagian saya,

dan berharap agar saya dapat menyelesaikan pendidikan ini dengan baik. Juga

(8)

6

Ahmad Fadlan Golar, yang selalu mendampingi dalam suka dan duka, dan

memberikan semangat kepada saya saat menempuh studi ini. Semoga Allah

SWT membalasnya lebih baik. Saya berharap tesis ini merupakan amalan sholeh,

amin.

Bogor, Agustus 2007

(9)

7

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Walenrang Kabupaten Luwu pada tanggal 11

Desember 1976 dari ayah H. Abdul Muis dan ibu Hj. Rahmawati. Penulis

merupakan anak ke delapan dari tigabelas bersaudara.

Tahun 1995 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Walenrang Kab. Luwu.

Penulis kemudian melanjutkan studi program sarjana pada Jurusan Manajemen

Hutan, Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin dan lulus pada

Tahun 2001. Pada tahun 2004 sampai sekarang, penulis diterima sebagai dosen

pada Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu.

Tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor pada Program Magister dengan Program Studi Ilmu

(10)

8

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan Indonesia saat ini sebagian besar dalam kondisi rusak. Di sisi lain,

kebutuhan akan keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan kualitas yang

baik, yang dapat menopang seluruh kehidupan di muka bumi ini, masih cukup

tinggi. Hal tersebut bermakna bahwa terlepas dari wujud biofisik lahan saat ini,

apabila sesuai dengan karakteristik biofisiknya, sebidang lahan harus berwujud

dan berfungsi sebagai hutan. Dengan demikian, peruntukan lahan tersebut harus

dipertahankan sebagai hutan. Artinya, jika hutan tersebut dalam kondisi baik

maka harus tetap dipertahankan, dipelihara, dan dimanfaatkan secara lestari.

Sebaliknya, jika dalam kondisi rusak maka harus direhabilitasi (Suhendang 2004).

Berdasarkan data Departemen Kehutanan (2006), luas kawasan hutan

Indonesia ± 126,8 juta ha. Kawasan tersebut diklasifikasikan sesuai dengan

fungsinya menjadi kawasan konservasi (23,2 juta ha), kawasan lindung (32,4

juta ha), kawasan produksi terbatas (21,6 juta ha), kawasan produksi (35,6 juta

ha) dan kawasan produksi yang dapat dikonversi (14,0 juta ha). Dari total luasan

tersebut, kawasan yang telah terdegradasi sampai dengan tahun 2004 mencapai

luas 59,17 juta ha. Sementara itu, lahan kritis yang berada di luar kawasan hutan

tercatat ± 41,47 juta hektar. Sebagian dari lahan-lahan tersebut tersebar di 282

Daerah Aliran Sungai (DAS).

Laju deforestasi menunjukkan angka yang berubah-ubah, dan cenderung

menurun bukan karena berhasilnya kegiatan rehabilitasi, namun lebih dikarenakan

semakin sulitnya bahan baku kayu dijangkau oleh penebang liar. Bila pada tahun

2003 diperkirakan laju kerusakan sebesar 3,2 juta hektar, pada tahun 2005

diperkirakan laju kerusakan hutan mencapai angka ± 2,4 juta hektar (WALHI

2004). Situasi tersebut terjadi pula di kawasan hutan dan DAS di Propinsi

Sulawesi Tengah. Hal ini disebabkan oleh aktivitas pembalakan komersial, baik

secara illegal maupun legal, konversi hutan untuk perkebunan skala besar maupun

(11)

PENGEMBANGAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM

GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN

LAHAN (GN-RHL)

(Kasus di Kelurahan Layana Kecamatan Palu Timur dan Kelurahan Lambara

Kecamatan Palu Utara Kotamadya Palu, Sulawesi Tengah)

HASRIANI MUIS

SEKOLAH PASCASARJANA

PROGRAM STUDI ILMU PENGETAHUAN KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Gerakan Nasional Rehabilitas Hutan dan Lahan (GN-RHL): Kasus di Kelurahan Layana Kecamatan Palu Timur dan Kelurahan Lambara Kecamatan Palu Utara Kotamadya Palu, Sulawesi Tengah adalah karya saya dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2007

(13)

ABSTRACT

HASRIANI MUIS. Development of Community Participation in Land and Forest Rehabilitation Movement: Case in District of Layana East Palu and Sub-District of Lambara North Palu in Palu Regency, Central Sulawesi. Under the direction of NURHENI WIJAYANTO and LETI SUNDAWATI

This research generally aimed to study the level of community participation on GN-RHL programs, relations among factors that influencing participation with level of community participation, and also making the strategy of development of community participation in GN-RHL. Method which applied is consisting of descriptive-quantitative and descriptive-qualitative by using Spearman Rank test, and SWOT analysis (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat). In both reaserch location, Layana and Lambara, level of participation at evaluation and planning phase pertained is low, while at execution phase, pertained height. Community participation in both location of admission in passive participation, where community only receiving notification of result which have been decided by the side of program executor, regardless of community comments as programs targets, and interchangeable information limited to outsider group. Strategy development of community participation in GN-RHL programes to be done with strategy WO (Weakness - Opportunitiess) that is to improve internal weakness and exploiting opportunity from external environment.

(14)

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007

Hak cipta dilindungi

(15)

PENGEMBANGAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM

GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN

LAHAN (GN-RHL)

(Kasus di Kelurahan Layana Kecamatan Palu Timur dan Kelurahan Lambara Kecamatan Palu Utara Kotamadya Palu, Sulawesi Tengah)

HASRIANI MUIS

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

4

Judul Tesis : Pengembangan Partisipasi Masyarakat dalam Gerakan Nasional

Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL)

(Kasus di Kelurahan Layana Kecamatan Palu Timur dan Kelurahan Lambara Kecamatan Palu Utara Kotamadya Palu, Sulawesi Tengah)

Nama : Hasriani Muis

NIM : E 051050061

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(17)

5

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan

kesempatan dan kesehatan sehingga saya dapat merampungkan tesis ini. Pada

kesempatan ini saya ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang

telah membantu saya selama perkuliahan dan penyusunan disertasi ini.

Ucapan terima kasih saya haturkan kepada yang terhormat Dr. Ir. Nurheni

Wijayanto, MS selaku pembimbing utama dan Dr. Ir. Leti Sundawati MSc selaku

pembimbing anggota. Beliau-beliau telah mengarahkan, membukakan pikiran,

dan meluangkan waktunya untuk membimbing saya melalui

pertanyaan-pertanyaan kritis dan saran-saran yang diajukan kepada saya. Ucapan terima kasih

juga saya sampaikan kepada yang terhormat Prof. Dr. Dudung Darusman MA,

yang telah bersedia sebagai dosen penguji pada ujian tesis saya.

Terimakasih saya kepada Rektor, Dekan Fakultas Pertanian, dan Ketua

Jurusan Manajemen Hutan, Universitas Tadulako (Bapak Ir. H. Akhbar Zain MT),

atas izin dan dorongannya sehingga saya dapat melanjutkan studi pada program

Magister di IPB. Kepada Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi melalui beasiswa

yang diberikan, saya ucapkan banyak terimakasih.

Kepada Ketua Kelompok Tani Kelurahan Layana, Bapak Hasyim dan Ketua

Kelompok Tani Kelurahan Lambara, Bapak Nasruddin, Kepala Dinas Kehutanan

Kabupaten/Kota Palu, Pimpinan Proyek Program GN-RHL, Pimpinan Pelaksana

kegiatan GN-RHL dan semua pihak yang telah banyak membantu selama

penelitian ini dilakukan diucapkan banyak terimakasih. Demikian halnya dengan

rekan: Mbak Vanny, Mbak Mely, Pak Sedek, Pak Ajun, Urip dan

rekan-rekan yang lain, serta kepada semua pihak atas segala bantuan dan kerjasamanya

yang telah diberikan kepada saya selama ini.

Terakhir, ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus saya haturkan

kepada ayahanda saya H. Abdul Muis dan ibunda saya Hj. Rahmawati, yang

selama ini tak putus-putusnya selalu memanjatkan doa untuk kebahagian saya,

dan berharap agar saya dapat menyelesaikan pendidikan ini dengan baik. Juga

(18)

6

Ahmad Fadlan Golar, yang selalu mendampingi dalam suka dan duka, dan

memberikan semangat kepada saya saat menempuh studi ini. Semoga Allah

SWT membalasnya lebih baik. Saya berharap tesis ini merupakan amalan sholeh,

amin.

Bogor, Agustus 2007

(19)

7

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Walenrang Kabupaten Luwu pada tanggal 11

Desember 1976 dari ayah H. Abdul Muis dan ibu Hj. Rahmawati. Penulis

merupakan anak ke delapan dari tigabelas bersaudara.

Tahun 1995 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Walenrang Kab. Luwu.

Penulis kemudian melanjutkan studi program sarjana pada Jurusan Manajemen

Hutan, Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin dan lulus pada

Tahun 2001. Pada tahun 2004 sampai sekarang, penulis diterima sebagai dosen

pada Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu.

Tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor pada Program Magister dengan Program Studi Ilmu

(20)

8

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan Indonesia saat ini sebagian besar dalam kondisi rusak. Di sisi lain,

kebutuhan akan keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan kualitas yang

baik, yang dapat menopang seluruh kehidupan di muka bumi ini, masih cukup

tinggi. Hal tersebut bermakna bahwa terlepas dari wujud biofisik lahan saat ini,

apabila sesuai dengan karakteristik biofisiknya, sebidang lahan harus berwujud

dan berfungsi sebagai hutan. Dengan demikian, peruntukan lahan tersebut harus

dipertahankan sebagai hutan. Artinya, jika hutan tersebut dalam kondisi baik

maka harus tetap dipertahankan, dipelihara, dan dimanfaatkan secara lestari.

Sebaliknya, jika dalam kondisi rusak maka harus direhabilitasi (Suhendang 2004).

Berdasarkan data Departemen Kehutanan (2006), luas kawasan hutan

Indonesia ± 126,8 juta ha. Kawasan tersebut diklasifikasikan sesuai dengan

fungsinya menjadi kawasan konservasi (23,2 juta ha), kawasan lindung (32,4

juta ha), kawasan produksi terbatas (21,6 juta ha), kawasan produksi (35,6 juta

ha) dan kawasan produksi yang dapat dikonversi (14,0 juta ha). Dari total luasan

tersebut, kawasan yang telah terdegradasi sampai dengan tahun 2004 mencapai

luas 59,17 juta ha. Sementara itu, lahan kritis yang berada di luar kawasan hutan

tercatat ± 41,47 juta hektar. Sebagian dari lahan-lahan tersebut tersebar di 282

Daerah Aliran Sungai (DAS).

Laju deforestasi menunjukkan angka yang berubah-ubah, dan cenderung

menurun bukan karena berhasilnya kegiatan rehabilitasi, namun lebih dikarenakan

semakin sulitnya bahan baku kayu dijangkau oleh penebang liar. Bila pada tahun

2003 diperkirakan laju kerusakan sebesar 3,2 juta hektar, pada tahun 2005

diperkirakan laju kerusakan hutan mencapai angka ± 2,4 juta hektar (WALHI

2004). Situasi tersebut terjadi pula di kawasan hutan dan DAS di Propinsi

Sulawesi Tengah. Hal ini disebabkan oleh aktivitas pembalakan komersial, baik

secara illegal maupun legal, konversi hutan untuk perkebunan skala besar maupun

(21)

9

Penggundulan hutan di Sulawesi Tengah saat ini telah mencapai luasan

± 625.257 ha. Sekitar 35,25% atau seluas 220.288 ha kerusakan terjadi di dalam

kawasan hutan. Selain menimbulkan dampak ekologis, kerusakan hutan tersebut

berpengaruh terhadap kualitas kehidupan masyarakat pedesaan, terutama mereka

yang bermukim di dalam dan sekitar kawasan hutan, dan menjadikan hutan

sebagai bagian dari sumber pendapatan keluarga (YBAHL 2004).

Telah banyak upaya yang dilakukan pemerintah dalam meredam laju

degradasi hutan, utamanya melalui kegiatan reboisasi hutan dan penghijauan.

Namun, upaya tersebut hingga saat ini belum juga mampu memberikan hasil

nyata. Hal ini disebabkan karena pemerintah masih memandang masalah

deforestasi sebagai masalah fisik semata, sehingga pendekatan teknologi selalu

diandalkan untuk memecahkannya.

Kegagalan tersebut di atas dapat dilihat dari dua sisi, pertama: deforestasi

hanyalah gejala dari masalah lain, baik dibidang ekonomi, sosial, politik, dan

kebijakan. Tanpa upaya untuk memecahkan masalah yang sebenarnya, kegiatan

rehabilitas akan terus mengalami kegagalan; kedua: kegiatan rehabilitasi tidak

menarik (atraktif) bagi masyarakat pengguna lahan untuk berpartisipasi, karena

tidak mampu memecahkan masalah mereka secara langsung, misalnya:

meningkatkan pendapatan atau mengurangi resiko kegagalan panen

(Kartodihardjo 2006).

Upaya terkini yang ditempuh pemerintah dalam meredam laju degradasi

hutan, yang sekaligus mengupayakan peningkatan kesejahteraan masyarakat di

sekitar hutan, adalah melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan

(GN-RHL). Namun demikian, setelah lebih dari empat tahun pelaksanaannya,

keberhasilan kegiatan ini masih tergolong rendah. Hal ini terindikasi melalui

banyaknya keluhan terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut di daerah-daerah.

Salah satu faktor yang menjadi keluhan penerapan kegiatan GN-RHL adalah

”rendahnya tingkat partisipasi masyarakat”.

Terdapat sejumlah kajian terdahulu yang menjelaskan hubungan antara

tingkat partisipasi masayrakat dengan keberhasilan pembangunan kehutanan,

diantaranya: Pujo(1998), Sunartana (2003), Safei (2003), Trison (2005). Namun

(22)

10

dominan apa saja, baik internal maupun eksternal, yang meyebabkan tingkat

partisipasi masyarakat yang rendah dalam pelaksanaan kegiatan GN-RHL. Oleh

karena itu, penelitian ini difokuskan untuk mengidentifikasi dan menganalisis

faktor-faktor apa saja mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat, serta strategi

apa yang dapat diupayakan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam

kegiatan rehabilitas hutan, utamanya dalam kegiatan GN-RHL.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. mengetahui tingkat partisipasi masyarakat peserta kegiatan GN-RHL

2. mengetahui hubungan di antara faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi

dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan GN-RHL.

3. Menyusun strategi pengembangan partisipasi masyarakat dalam kegiatan

GN-RHL

Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian dan kerangka

pemikiran, dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Peserta kegiatan GN-RHL memiliki tingkat partisipasi yang rendah

2. Terdapat hubungan antara faktor internal dan faktor eksternal dengan tingkat

partisipasi masyarakat dalam kegiatan GN-RHL

Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini dapat diketahui tingkat partisipasi masyarakat di

setiap tahapan kegiatan dan faktor-faktor yang memiliki hubungan dengan tingkat

partisipasi masyarakat, sehingga dapat diupayakan pengembangan terhadap

(23)

11

TINJAUAN PUSTAKA

Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) merupakan bagian dari sistem

pengelolaan hutan dan lahan, yang ditempatkan pada kerangka daerah aliran

sungai (DAS). RHL mengambil posisi dalam mengisi kesenjangan, ketika sistem

perlindungan tidak dapat mengimbangi hasil sistem budidaya hutan dan lahan,

sehingga terjadi deforestasi dan degradasi lahan. RHL juga sangat berperan dalam

meningkatkan luas areal bertegakan hutan dan bangunan konservasi tanah;

memulihkan fungsi hidrologi hutan dan lahan dalam DAS; memulihkan fungsi

perlindungan tanah dan stabilitas iklim mikro; meningkatkan produksi Oksigen

(O2) dan penyerap gas-gas pencemar udara; memulihkan dan melestarikan

sumberdaya plasma nutfah; membuka peluang kesempatan berusaha dan

kesejahteraan masyarakat; membuka peluang untuk pengembangan ekowisata;

memulihkan citra negara, bangsa, pemerintah, dan masyarakat di mata dunia

(WALHI 2004).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.20/Kpts-II/2001, RHL

memiliki beberapa prinsip, di antaranya: (a) meminimumkan kegagalan kebijakan

(policy failure), sebagai akibat kegagalan birokrasi (government failure) dan

kegagagalan pasar (market failure). Arahnya adalah mewujudkan good policy,

good implementation, good performance; (b) RHL harus menjadi kebutuhan

masyarakat; (c) RHL menggunakan DAS sebagai unit analisis dalam perencanaan

dan pengendalian; (d) adanya kejelasan wewenang dan tata hubungan kerja dalam

RHL; (e) memanfaatkan potensi masyarakat lokal (f) tujuan RHL disesuaikan

dengan fungsi utama kawasan yang menjadi sasaran rehabilitasi; (g) perlunya

pemahaman yang baik terhadap status penguasaan/ kepemilikan lahan sasaran

RHL agar potensi konflik dapat diantisipasi; (h) kontribusi biaya (cost sharing)

antara pemerintah dan masyarakat; dan (i) adanya penguatan kelembagaan

(Timpakul 2004). Upaya-upaya RHL yang telah dilakukan selama ini disajikan

(24)

12

Tabel 1. Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) selama Periode (1951 – 2004)

No Tahun Kegiatan

1 1951 – 1960 Penanaman karangkitri pada tanah-tanah pekarangan/tegalan melalui kegiatan Rencana Kesejahteraan Indonesia

2 1967-1970 Proyek Deptan 001 s/d 037 (penghijauan sektoral belum berbasis DAS)

3 1970-1976 Setelah banjir di Solo tahun 1966 telah dilaksanakan upaya Rehabilitasi Lahan Kritis berbantuan natura (pangan dan bibit tanaman) dari WFP/world food program ( hasil kurang memadai)

4 1973-1979 Proyek Upper Solo Watershed Management and Upland Development /TA. INS/72/006 di Solo bantuan FAO/UNDP, mulai dilakukan uji coba model pengelolaan DAS dan teknik konservasi tanah dan air (hasilnya norma, kriteria dan standar)

5 1981-1989 Proyek Citanduy I dan II bantuan USAID di Panawangan-Ciamis (hasilnya norma, kriteria dan standar konservasi tanah dan air/ model farm.

6 1976/1977– 1996/1997

INPRES Reboisasi dan Penghijauan secara lintas sektor, perencanaan berbasis DAS dan pembinaan teknis oleh proyek2 di daerah (P3RPDAS), reboisasi dilaksanakan pemda propinsi dan penghijauan oleh pemda kabupaten (tingkat keberhasilan fisik: rendah – sedang

7 1990/1991– 1997/1998

Kredit Usahatani Konservasi DAS (KUK DAS) (keberhasilan: 57% realisasi pengembalian kredit)

8 2000 – 2004 RHL DAK DR (40%) di daerah penghasil hutan alam, dilaksanakan Pem Kab/Kota tanpa pembinaan teknis Dephut (keberhasilan : rendah/bermasalah)

9 2000–2004 RHL DR (60 %) di daerah non penghasil hutan alam, dilaksanakan Pem Kab/Kota dengan perencanaan/pembinaan teknis oleh Balai Pengelolaan DAS (keberhasilan : rendah-cukup)

10 2003–2007 GN-RHL di DAS-DAS prioritas, perencanaan dan pembinaan teknis oleh Ditjen RLPS dan UPT nya, penyediaan bibit oleh BP DAS, penanaman/ konservasi tanah oleh Pem. Kab/Kota dan BKSDA/BTN, penilaian bibit/kinerja oleh Perguruan Tinggi, pengendalian oleh Pem Prop/Pusat

Sumber : DEPHUT 2006

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2000-2005), pemerintah telah

merehabilitasi hutan dan lahan dalam bentuk reboisasi seluas ± 469.256 ha, dan

(25)

13

tahun 2003 pemerintah melului Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL)

telah mentargetkan rehabilitasi kawasan hutan dan ekosistemnya seluas 3 juta ha,

dengan sasaran DAS prioritas, hutan rusak dan lahan kritis, serta rawan bencana.

Selain itu direncanakan pula pembangunan hutan tanaman seluas 5 juta ha dan

hutan rakyat seluas 2 juta ha. Gerakan tersebut diproklamirkan oleh pemerintah di

tahun 2002, dengan tema: ”Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan”,

sebagai komitment bangsa dalam upaya meningkatkan kualitas lingkungan dan

kesejahteraan rakyat (WALHI 2004).

Lingkup kegiatan GN-RHL terdiri atas: (a) Kegiatan pencegahan

perusakan lingkungan, meliputi kegiatan sosialisasi kebijakan perbaikan

lingkungan, pemberdayaan masyarakat, dan penegakan hukum; dan (b) Kegiatan

penanaman hutan dan rehabilitasi, meliputi penyediaan bibit tanaman (pengadaan

bibit, renovasi, dan pembangunan sentra produksi bibit), penanaman (reboisasi,

hutan rakyat, penanaman turus jalan, pemeliharaan tanaman dll) dan pembuatan

bangunan konservasi tanah (dam pengendali dan penahan (gully plug), pembuatan

teras (terasering), sumur resapan (grass barrier), dll), penyusunan rencana dan

rancangan kegiatan, pengembangan kelembagaan (pendampingan, pelatihan dan

penyuluhan) dan pembinaan (Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat

2003).

GN-RHL merupakan upaya rehabilitasi hutan dan lahan serta perbaikan

lingkungan yang sifatnya terpadu, menyeluruh, bersama-sama dan terkoordinasi

dengan melibatkan semua stakeholders melalui suatu perencanaan, pelaksanaan,

serta pemantauan dan evaluasi yang efektif dan efisien. Tugas Kementerian/

Departemen/Non-Departemen/Lembaga dilaksanakan dalam rangka

mensukseskan penyelenggaraan GN-RHL (Hidayat 2003).

Secara garis besar peran masing-masing stakeholder adalah sebagai

berikut :

(a) Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementerian

Koordinator Bidang perekonomian, dan Kementerian Bidang Politik dan

(26)

14

(b) Departemen Kehutanan bertugas menyiapkan perencanaan dan pembibitan,

pembinaan teknis dalam penanaman dan pemeliharaan, serta sebagai

koordinator dalam pelaksanaan GN-RHL.

(c) Departemen Keuangan bertugas menyiapkan anggaran dan pendanaan bagi

pelaksanaan GN-RHL.

(d) Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah bertugas memilih prioritas

DAS yang kritis untuk ditangani dan menyiapkan peta DAS bagi dasar

perencanaan.

(e) Departemen Pertanian bertugas pembinaan pemeliharaan tanaman

pertanian/perkebunan yang ditanam dalam kegiatan GN-RHL.

(f) Departemen Dalam Negeri bertugas menggerakkan jajaran pemerintah daerah

dan masyarakat untuk melaksanakan penanaman bibit dan pemeliharaan

tanaman, serta melaksanakan sosialisasi.

(g) Departemen Pendidikan Nasional bertugas mengerahkan siswa/mahasiswa

untuk terlibat aktif dalam upaya GN-RHL, dan meningkatkan kepedulian

siswa/mahasiswa terhadap kelestarian lingkungan.

(h) Departemen Kehakiman dan Hak Azasi Manusia bertugas melaksanakan

penegakan hukum terhadap perusakan lingkungan.

(i) Kementerian Lingkungan Hidup bertugas melakukan pemantauan pelaksanaan

perkembangan perbaikan lingkungan serta sebagai koordinator dalam

pencegahan perusakan lingkungan.

(j) Kementerian Riset dan Teknologi bertugas menyediakan informasi dan

evaluasi tentang perbaikan kondisi lingkungan yang diperoleh dari citra satelit.

(k) Tentara Nasional Indonesia (TNI) bertugas menggerakkan

personil/anggotanya untuk melaksanakan upaya-upaya penanaman

bersama-sama masyarakat.

(l) Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) bertugas mengamankan pelaksanaan

(27)

15

Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bentuk Partisipasi

Partisipasi memiliki arti yang luas. Sebagian ahli mendefenisikan partisipasi

sebagai keikutsertaan masyarakat, baik dalam bentuk pernyataan maupun

kegiatan. Keikutsertaan terbentuk sebagai akibat dari terjalinnya interaksi sosial

antar individu atau kelompok masyarakat yang lain (Wardoyo 1992). Demikian

halnya Davis (1967) menyebutkan partisipasi sebagai keterlibatan mental,

pemikiran, dan perasaan seseorang di dalam situasi kelompok, yang

mendorongnya untuk memberikan sumbangan atau bantuan kepada kelompok

tersebut dalam usaha mencapai tujuan bersama, dan turut bertanggung jawab

terhadap usaha bersangkutan.

Mubyarto (1984) mengartikan partisipasi sebagai suatu bentuk kesediaan

membantu berhasilnya setiap kegiatan, sesuai dengan kemampuan tiap-tiap

individu tanpa mengorbankan diri sendiri. Lebih jauh, Slamet (2003) memaknai

partisipasi masyarakat sebagai wujud keikutsertaan masyarakat dalam setiap

tahapan kegiatan pembangunan, termasuk di dalamnya ikut memanfaatkan dan

menikmati hasil-hasil pembangunan. Jadi, bukan hanya menyumbangkan input ke

dalam pembangunan, namun lebih jauh ikut serta memanfaatkan dan menikmati

hasil-hasil pembangunan.

Sementara itu, Oakley (1991) lebih memandang partisipasi sebagai wujud

perbaikan sistem atau sebagai suatu proses, yang dimaksudkan untuk memberi

penguatan pada kemampuan masyarakat desa, agar mereka berinisiatif terlibat

secara langsung dalam pembangunan. Sejalan dengan itu, Soetrisno (1995)

mengemukakan bahwa defenisi partisipasi adalah kerjasama antar rakyat dan

pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan, dan

mengembangkan hasil pembangunan. Dalam konteks ini diasumsikan bahwa

rakyat mempunyai aspirasi dan nilai budaya, yang perlu diakomodasi dalam

proses perencanaan dan pelaksanaan suatu kegiatan pembangunan.

Derajat Partisipasi

Tjokroamidjojo (1991) menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat meliputi

(28)

16

kebijaksanaan pembangunan, (2) keterlibatan dalam memikul beban dan tanggung

jawab dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, dan (3) keterlibatan dalam

memetik hasil dalam pembangunan secara berkeadilan. Lebih jauh, Ndraha (1987)

mengemukakan enam tahapan partisipasi, di antaranya: (a) partisipasi dalam

menerima dan memberikan informasi; (2) partisipasi dalam memberikan

tanggapan dan saran terhadap informasi yang diterima, baik yang bersifat

“mengiyakan“ atau yang menerima dengan syarat; (3) partisipasi dalam

perencanaan pembangunan; (4) partisipasi dalam pelaksanaan operasional

pembangunan; (5) partisipasi dalam menerima kembali hasil-hasil pembangunan

dan (6) partisipasi dalam menilai pembangunan.

Terkait dengan partisipasi dalam pengelolaan dan pemanfaatan

sumberdaya alam, Borrini-Feyerabend (2000) mengemukakan bahwa partisipasi

efektif dapat dipandang sebagai sebuah kondisi di mana kearifan lokal,

keterampilan, dan sumberdaya lainnya digerakkan dan dilaksanakan secara

totalitas. Partisipasi berarti bahwa masyarakat lokal diberdayakan untuk

menggerakkan kemampuan mereka menjadi aktor-aktor sosial dalam mengelola

sumberdaya, membuat keputusan, dan mengontrol kegiatan-kegiatan yang

mempengaruhi kehidupan mereka (Cernea 1985).

Berkaitan dengan apa yang telah dikemukakan di atas, Wilcox (1994)

telah mengembangkan partisipasi ke dalam lima tahap yakni: informasi,

konsultasi, keputusan bersama, bekerja sama, dan mendukung kepentingan

masyarakat (lihat Gambar 1).

Degree of control

Supporting

Acting together

Deciding together

Consultation

Information

Substantial Participation

(29)

17

Menurut model Wilcox, tingkatan yang paling rendah dalam mengontrol

sumber daya alam secara keseluruhan adalah tingkatan ”informasi”, di mana

masyarakat diberitahu apa yang direncanakan dengan maksud untuk mendidik

partisipan. Tingkatan selanjutnya dari partisipasi adalah ”konsultasi” yang berarti

menawarkan beberapa opsi atau pilihan dan menerima masukan. Selanjutnya,

”keputusan bersama” berarti masyarakat didorong untuk memberikan beberapa

ide, dan memutuskan bersama sebagai jalan terbaik ke depan. Tingkatan

partisipasi yang lebih tinggi adalah ”bertindak secara bersama-sama”, untuk

mencapai keputusan yang terbaik di antara kepentingan yang beragam atau

berbeda kemudian melaksanakannya. Tahapan yang tertinggi dari kontrol adalah

ketika masyarakat ”mendapatkan bantuan” berdasarkan apa yang mereka

inginkan, berupa dukungan dari pemegang otoritas sumberdaya.

Secara lebih rinci, Nanang dan Devung (2004) mengembangkan konsep

Wilcox menjadi beberapa item, di antaranya:

Tingkat 6: Mobilisasi dengan kemauan sendiri (self-mobilization): masyarakat mengambil inisiatif sendiri, jika perlu dengan bimbingan dan bantuan

pihak luar. Mereka memegang kontrol atas keputusan dan

pemanfaatan sumberdaya; pihak luar memfasilitasi mereka.

Tingkat 5. Kemitraan (partnership): masyarakat mengikuti seluruh proses pengambilan keputusan bersama dengan pihak luar, seperti studi

kelayakan, perencanaan, implementasi, evaluasi, dll. Partisipasi

merupakan hak mereka dan bukan kewajiban untuk mencapai sesuatu

Ini disebut “partisipasi interaktif.”

Tingkat 4. Plakasi/konsiliasi (Placation/Conciliation): masyarakat ikut dalam proses pengambilan keputusan yang biasanya sudah diputuskan

sebelumnya oleh pihak luar, terutama menyangkut hal-hal penting.

Mereka mungkin terbujuk oleh insentif berupa uang, barang, dll.

Tingkat 3. Perundingan (consultation): pihak luar berkonsultasi dan berunding dengan masyarakat melalui pertemuan atau public hearing dan

sebagainya. Komunikasi dua arah, tetapi masyarakat tidak ikut serta

(30)

18

Tingkat 2. Pengumpulan informasi (information gathering): masyarakat

menjawab pertanyaan yang diajukan oleh orang luar. Komunikasi

searah dari masyarakat ke luar.

Tingkat 1. Pemberitahuan (informing): hasil yang diputuskan oleh orang luar (pakar, pejabat, dll.) diberitahukan kepada masyarakat. Komunikasi

terjadi satu arah dari luar ke masyarakat setempat.

Tingkat-tingkat partisipasi masyarakat tersebut bermanfaat sebagai alat untuk

menilai partisipasi nyata di lapangan. Pada dasarnya partisipasi yang

sesungguhnya terdapat pada Tingkat 5 dan Tingkat 6.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

Peningkatan partisipasi merupakan salah satu upaya untuk

memberdayakan dan mengembangkan kekuatan lokal. Partisipasi masyarakat

dapat dipandang pula sebagai satu kekuatan penting dan menentukan keberhasilan

proses pembangunan dan hal yang penting adalah pemberdayaan ataupun

partisipasi masyarakat hendaknya berjalan dengan sukarela, tanpa paksaan

(Mubyarto1994). Keuntungan partisipasi masyarakat dalam perencanaan

pembangunan hutan di antaranya: (a) sasaran-sasaran lokal, pengelolaan lokal dan

keuntungan-keuntungan lokal. Penduduk akan lebih antusias, tentang suatu

rencana seperti miliknya sendiri, dan mereka akan lebih berkeinginan

berpartisipasi dalam pelaksanaan dan pengawasannya; (b) mereka akan lebih

sadar akan permasalahan dan peluang-peluang penggunaan dan pengelolaan

sumberdaya hutan; (c) rencana dapat memberikan perhatian yang dekat pada

desakan-desakan lokal, meskipun ini dikaitkan dengan sumberdaya alam dan

masalah-masalah sosial-ekonomi dan budaya; dan (d) informasi yang lebih baik

akan memberi sumbangan pada tingkat perencanaan yang lebih tinggi (Pujo1998).

Ada dua sumber yang menyebabkan munculnya partisipasi, yaitu: partisipasi

yang muncul dari dalam diri manusia itu sendiri dan partisipasi karena dorongan

dari luar. Kedua bentuk partisipasi tersebut mempunyai kekuatan sendiri-sendiri

yang saling mengisi. Partisipasi dari luar dapat berupa paksaan atau rangsangan

dari luar. Masyarakat dengan kesadaran sendiri melaksanakan pembangunan

(31)

19

sering dijumpai berbagai hambatan, di antaranya; pertama, belum dipahaminya

makna sebenarnya dari konsep partisipasi yang berlaku di kalangan lingkungan

aparat perencana dan pelaksanan pembangunan. Di lingkungan aparat perencana

dan pelaksanaan pembangunan, partisipasi merupakan kemauan rakyat untuk

mendukung secara mutlak kegiatan-kegiatan pemerintah yang dirancang dan

ditentukan tujuannya oleh pemerintah. Hambatan kedua yang ditemukan di

lapangan adalah lemahnya kemauan rakyat berpartisipasi dalam pembangunan

berakar pada banyaknya peraturan/ perundang-undangan, yang meredam

keinginan rakyat untuk berpartisipasi (Soetrisno 1995).

Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa status sosial ekonomi

(pekerjaan, pendidikan, pendapatan) berkaitan erat dengan tahapan partisipasi.

Lapisan penduduk yang berstatus sosial lebih tinggi biasanya lebih banyak terlibat

dalam proses perencanaan dan pelaksanaan, kelasa sosial menegah lebih banyak

terlibat dalam proses pelaksanaan, sedangkan kelasa sosial yang lebih rendah

lebih banyak hanya dalam proses pemanfaatan.

Sallatang (1986), menyatakan bahwa terdapat beberapa hal yang

menyebabkan rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan atau

pelaksanaan proyek, di antaranya:

(1) Proyek-proyek yang dilaksanakan sebelumnya tidak dibicarakan secara

tuntas dengan masyarakat. Masyarakat merasakan sekedar diminta dan

diharapkan menerima dan melaksanakan saja. Sehingga, proyek-proyek yang

dilaksanakan tidak atau kurang merupakan hasil kesepakatan (commitment)

di antara para pelaku. Karenanya, masyarakat kurang memiliki rasa

tanggung jawab.

(2) Tidak atau kurang diikutsertakannya masyarakat berpartisipasi dalam tahap

perencanaan sebagai tahap pertama dalam menyelenggarakan suatu proyek,

yang justru dalam penilaiannya merupakan suatu rangkaian kegiatan penting

dirasakan oleh masyarakat. Demikian, masyarakat kurang ikut serta dalam

proyek atau sedikitnya mereka merasa tidak diperhatikan.

(3) Di antara proyek-proyek yang dilaksanakan, banyak yang dirasakan oleh

(32)

20

(4) Para warga masyarakat sukar mengambil atau memainkan peranan dalam

berbagai kegiatan proyek, karena mereka tidak atau kurang mengetahui

aturan-aturan teknis operasional dan prosedurnya.

(5) Pengorbanan yang dilepaskan ataupun keuntungan yang diperoleh berkenaan

dengan pelaksanaan proyek-proyek, acapkali kurang berimbang dan kurang

memenuhi rasa keadilan khususnya di kalangan mereka yang terkena

langsung oleh proyek-proyek yang bersangkutan.

Hal tersebut sejalan dengan Cohen dan Uphoff (1977) menyatakan bahwa

setiap individu dapat mengalihkan partisipasinya dari suatu sistem ke sistem yang

lain karena: (1) tingkat keuntungan (imbalan) yang diperoleh tidak ada atau

rendah, (2) tidak adanya kesesuaian terhadap nilai atau norma yang berlaku dalam

masyarakat. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan dalam lingkungan

kehidupan seseorang dan kelompok yang lebih mengandung harapan dan

keuntungan lebih besar.

Partisipasi muncul diakibatkan oleh faktor di dalam diri seseorang itu yang

disebut faktor intrinsik dan faktor dari luar diri disebut faktor lingkungan. Faktor

intrinsik meliputi; umur, ukuran keluarga, pendidikan formal, pendidikan non

formal, pendapatan (dari dalam dan luar kegiatan), luas lahan milik,

kekosmopolitan, pendapatan rumah tangga, dan kepahaman kontrak. Sedangkan

untuk faktor lingkungan meliputi; aksesibilitas lahan andil, peran pembinaan

teknis, peran penyuluh, peran kelembagaan formal, peran kelembagaan informal,

peran petugas lapangan dan luas lahan andil.

Slamet (1980) menyatakan bahwa dalam usaha menumbuhkan dan

meningkatkan partisipasi dipengaruhi beberapa hal yaitu: (1) adanya kesempatan

untuk ikut dalam kegiatan, (2) ada kemauan untuk berpartisipasi dan (3) ada

kemauan untuk memanfaatkan kesempatan. Iqbal (1988) dalam Sunartana (2003)

menambahkan bahwa faktor-faktor yang termasuk dalam kesempatan yaitu

peluang petani untuk menjadi peserta kegiatan, status keanggotaan, sedangkan

faktor-faktor yang termasuk dalam kemampuan yaitu pendidikan formal dan non

formal, pengalaman petani dalam berusaha tani, usia petani, dan luas lahan.

Sementara untuk faktor yang termasuk dalam kemauan yaitu motivasi petani dan

(33)

21

Tingkat partisipasi masyarakat juga dipengaruhi oleh dua faktor; yaitu

faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup ciri-ciri atau karakter

individu, meliputi; umur, tingkat pendidikan, luas lahan garapan, pendapatan,

motivasi, persepsi, jumlah tenagah kerja, status petani, dan kekosmopolitan.

Sementara itu, faktor eksternal yang merupakan faktor di luar karakteristik

individu meliputi; ketersediaan saprodi, intensitas penyuluhan, dukungan

pemerintah, dukungan lingkungan fisik, dukungan kelembagaan sosial, daya tarik

kerjasama, kepadatan penduduk, dan jarak lahan garapan (Trison 2005). Demikian

halnya Sunartana (2003) yang menjelaskan bahwa faktor internal meliputi: umur,

tingkat pendidikan, status sosial, kekosmopolitan, pengalaman berorganisasi,

pendapatan rumah tangga, motivasi, luas lahan garapan, dan persepsi. Untuk

faktor eksternal meliputi; peran pendamping, peran pemerintah, kejelasan hak dan

kewajiban, dan aspek sosial budaya masyarakat.

Analisis SWOT

Rangkuti (2005) menyatakan bahwa analisis SWOT adalah identifikasi

berbagai faktor secara sistematik untuk merumuskan strategi suatu rencana

kegiatan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan

kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat

meminimalkan kelemahan (Weaknes) dan ancaman (Threats), sehingga proses

pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi,

tujuan, strategi dan kebijakan.

Menurut Pearce II dan Robinson (1991) yang diacu dalam Wijayanto (2001)

kekuatan (Strengths) adalah sumberdaya, keterampilan atau keunggulan lain

relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar suatu perusahaan. Kelemahan

(Weakness) merupakan keterbatasan dalam sumberdaya, keterampilan dan

kemampuan yang secara serius menghalangi kinerja suatu perusahaan. Peluang

(Opportunities) merupakan situasi yang menguntungkan perusahaan, berbagai

kecenderungan adalah salah satu peluang seperti peraturan-peraturan, dan

perubahan teknologi. Sedangkan ancaman (Threaths) adalah situasi yang tidak

menguntungkan, rintangan perusahaan seperti masuknya pesaing baru, perubahan

(34)

22

didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi yang efektif memaksimumkan

kekuatan dan peluang serta meminimumkan kelemahan dan ancaman kemudian

dilakukan pembandingan antar unsur-unsur SWOT maka perlu diketahui nilai

masing-masing unsur SWOT tersebut.

Diagram SWOT merupakan perpaduan antar perbandingan kekuatan dan

kelemahan (diwakili garis horizontal) dengan peluang dan ancaman (diwakili

garis vertikal). Pada diagram tersebut kekuatan dan peluang diberi tanda positif,

sedangkan kelemahan dan ancaman diberi tanda negatif. Penempatan selisih nilai

S (kekuatan) – W (kelemahan) pada sumbu (x) dan penempatan selisih nilai

antara O (peluang) – T (ancaman) pada sumbu (y) maka ordinat (x,y) akan

menempati salah satu sel diagram SWOT. Letak nilai S – W dan O – T dalam

diagram SWOT akan menentukan arah strategi yang akan digunakan dalam

pengembangan partisipasi masyarakat dalam kegiatan Gerakan Nasional

[image:34.612.142.509.367.550.2]

Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL).

Gambar 2. Diagram SWOT (Rangkuti 2005)

Pada sel 1 (support an agresive strategy) merupakan situasi yang paling

menguntungkan. Pengembangan partisipasi masyarakat dalam kegiatan GN-RHL

memiliki peluang dan kekuatan. Jika rencana pengembangan partisipasi

masyarakat dalam kegiatan GN-RHL pada sel 2 (support a diversification

strategy), meskipun menghadapi berbagai macam ancaman, namun masih

(35)

23

kegiatan GN-RHL berada pada sel 3 (support a turnaround oriented strategy)

berarti rencana tersebut mempunyai peluang tetapi dihambat oleh adanya

kelemahan-kelemahan internal. Sedangkan jika rencana pengembangan partisipasi

masyarakat dalam kegiatan GN-RHL berada pada sel 4 (support a difensive

strategy) berati rencana tersebut menghadapi situasi yang tidak menguntungkan,

yakni mempunyai ancaman dan kelemahan internal. Setiap sel pada diagram

SWOT memperlihatkan ciri yang berbeda suatu unit usaha, sehingga diperlukan

strategi yang berbeda dalam penanganannya.

Selain menggunakan diagram SWOT, Rangkuti (2005) mengemukakan

bahwa alat yang dapat dipakai untuk menyusun faktor-faktor perusahaan adalah

matrik SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang

dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan

kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Keunggulan matrik SWOT adalah

dapat mempermudah dalam memformulasikan strategi berdasarkan gabungan

(36)

24

METODOLOGI PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL), yang telah

dilaksanakan sejak tahun 2003, dalam penerapannya dijumpai berbagai kendala

dan hambatan. Kehadiran kegiatan tersebut cenderung “bernuansa proyek”

semata, lebih bersifat sentralistik, dan tidak partisipatif. Masyarakat hanya

dijadikan obyek pelaksana teknis di lapangan, sehingga cukup beralasan bila

dijumpai beberapa kasus penerapan kegiatan GN-RHL yang cenderung “gagal”.

Hal tersebut mengindikasikan bahwa pemerintah hingga saat ini masih belum

memahami ”makna sebenarnyadari konsep partisipasi (la. Soetrisno 1995;

Setyarso 2004). Pemahaman partisipasi yang berlaku di lingkungan aparat

perencana adalah "kemauan masyarakat untuk mendukung secara mutlak

kegiatan-kegiatan yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh pemerintah”.

Kegiatan GN-RHL diistilahkan sebagai proyek pembangunan kehutanan yang

dibutuhkan oleh masyarakat, sehingga “harus dilaksanakan”. Kondisi tersebut

menyebabkan respon dan partisipasi masyarakat bersifat semu terhadap kegiatan .

Prasyarat agar suatu partisipasi dapat disebut sebagai “partisipasi yang

sesungguhnya” sedikitnya memiliki enam tolak ukur (Ostrom et a.l 1993), di

antaranya: (a) adanya akses dan kontrol (penguasaan) atas lahan dan sumberdaya

hutan oleh warga, (b) adanya keseimbangan kesempatan dalam menikmati

hasil-hasil dari hutan, (c) adanya komunikasi (tukar wacana) yang baik dan hubungan

yang konstruktif (saling menopang) antar pihak yang berkepentingan terhadap

hutan, (d) adanya keputusan kampung yang dibuat oleh warga kampung tanpa

tekanan dari luar (masyarakat tidak didikte saja oleh pihak luar), dan

prakarsa-prakarsa dilakukan sendiri oleh warga kampung tanpa tekanan pihak manapun, (e)

adanya pengaturan untuk mengatasi perbedaan-perbedaan kepentingan yang

berkaitan dengan sumberdaya hutan, dengan cara yang mengarah pada

penghindaran terjadinya perselisihan dan pengadaan penyelesaian perselisihan

secara adil, dan (f) adanya kemampuan teknis warga kampung dalam mengelola

(37)

25

Dari uraian tersebut nampak bahwa tinggi-rendahnya partisipasi

masyarakat ditentukan pula oleh seberapa jauh kegiatan tersebut mampu

melembaga dan memenuhi kebutuhan masyarakat, serta memberikan jaminan

atas kepastian hak dan kewajiban yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan

demikian, partisipasi masyarakat harus dipandang sebagai bentuk ”kerjasama”

antara pemerintah dan masyarakat dalam setiap tahapan kegiatan.

Kajian terkini tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi

masyarakat terkait pengelolaan sumberdaya hutan, mengklasifikasikannya ke

dalam faktor internal dan eksternal. Faktor internal di antaranya: umur, tingkat

pendidikan formal dan informal, jumlah anggota keluarga, luas lahan garapan,

pendapatan dari dan di luar kegiatan, pengalaman berorganisasi, pekerjaan

sampingan, status sosial petani, kepahaman kontrak, kekosmopolitan, peranan

kelembagaan informal, persepsi, dan motivasi. Sedangkan faktor eksternal terdiri

atas: peran pemerintah, peran pendamping lapangan, kejelasan hak dan

kewajiban, serta aspek sosial budaya masyarakat (Pujo 2003; Sunartana 2003;

Trison 2005).

Lebih jauh, Slamet (1989) mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor

yang mempegaruhi tahapan partisipasi, di antaranya adalah status sosial ekonomi

(pekerjaan, pendidikan, dan pendapatan). Lapisan sosial penduduk yang berstatus

lebih tinggi umumnya lebih banyak terlibat dalam proses perencanaan dan

pelaksanaan, kelas sosial menengah lebih banyak dalam proses pelaksanaan,

sedangkan kelas sosial yang lebih rendah biasanya terlibat pada proses

pemanfaatan.

Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini menggunakan konsepsi

pemikiran dan temuan di atas sebagai landasan analisis terhadap tingkat

partisipasi masyarakat dalam kegiatan GN-RHL di Propinsi Sulawesi Tengah.

Faktor-faktor yang dianalisis terdiri atas faktor internal dan eksternal. Faktor

internal meliputi: umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, luas lahan

garapan yang dikuasai, tingkat pendapatan, pekerjaan sampingan,

kekosmopolitan, persepsi, dan motivasi yang dimiliki. Faktor eksternal meliputi;

intensitas sosialisasi kegiatan, peran pendamping lapangan, dan kejelasan hak dan

(38)
[image:38.612.116.520.98.595.2]

26

Gambar 3 Kerangka PemikiranPenelitian

Partisipasi masyarakat Program GN-RHL Tahap Perencanaan (Y1) Tahap Pelaksanaan (Y2) Tahap Pemanfaatan (Y4) Tahap Evaluasi (Y3) Strategi Pengembangan Partisipasi masyarakat

- Umur peserta (X1.1)

- Tingkat pendidikan (X1.2)

- Jumlah anggota keluarga

(X1.3)

- Luas lahan garapan (X1.4)

- Tingkat pendapatan (X1.5)

- Kekosmopolitan (X1.6)

- Pekerjaan sampingan

(X1.7)

- Persepsi (X1.8)

- Motivasi instrinsik (X1.9)

- Motivasi Ekstrinsik

(X1.10) F a k to r In te r n a l

- Intensitas sosialisasi

program (X2.1)

- Peran pendamping

lapangan (X2.2)

- Kejelasan hak dan

(39)

27

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kelurahan Layana Kecamatan Palu Timur

Kotamadya Palu dan Kelurahan Lambara Kecamatan Palu Utara Kotamadya

Palu, Sulawesi Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive),

dengan pertimbangan utama bahwa kedua lokasi tersebut merupakan eks-lokasi

kegiatan pembuatan tanaman GN-RHL tahun 2004. Pertimbangan lainnya adalah

kedua lokasi ini memiliki tipologi hutan dan sistem penerapan GN-RHL yang

berbeda, sehingga baik untuk dibandingkan. Penelitian ini berlangsung selama

6 bulan mulai dari Bulan Januari 2007 – Juni 2007.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif korelasional, yang mendeskripsikan secara

sistematis mengenai fakta-fakta serta hubungan antara fenomena yang diteliti

(Nasir 1993). Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode survei

melalui teknik wawancara terbuka, penyebaran kuesioner, wawancara mendalam,

dan diskusi pakar. Tenik-teknik tersebut digunakan untuk mengumpulkan data

yang dibutuhkan dalam menjelaskan hubungan di antara peubah-peubah yang

telah ditetapkan sebelumnya, serta menyusun strategi pengembangan partisipasi

masyarakat (Singarimbun dan Effendi 1995).

Metode Pengambilan Contoh

Responden yang terpilih adalah responden yang terlibat langsung

(peserta) dalam kegiatan GN-RHL. Pemilihan responden dilakukan dengan

metode sensus. Untuk Lambara, responden yang diambil adalah sebanyak 45

orang, sedangkan untuk Layana sebanyak 50 orang. Mengacu pada pendapat

Arikunto (1993) dalam Safei (2005), bahwa apabila subyeknya kurang dari 100

orang, sebaiknya diambil secara keseluruhan.

Selain itu, ditetapkan pula 5 orang responden ahli, yang diambil dari

perwakilan pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan GN-RHL, baik yang

berinteraksi langsung dengan GN-RHL maupun tidak, namun masih memiliki

(40)

28

unsur perguruan tinggi, 2 orang dari dinas kehutanan propinsi dan kabupaten,

1 orang dari penyuluh lapangan, 1 orang dari lembaga swadaya masyarakat yang

terlibat.

Pengumpulan Data

Data primer diperoleh secara langsung dari responden dengan teknik

wawancara dan atau mengisi daftar isian (kuesioner) serta pengamatan langsung

di lapangan. Data primer meliputi: identitas responden, jenis kegiatan,

kelembagaan, dan manfaat kegiatan GN-RHL. Data sekunder yang dikumpulkan

adalah data yang terkait dengan kajian-kajian penelitian terdahulu melalui

penelusuran berbagai pustaka yang ada, dan dari berbagai instansi terkait (balai

pengelolaan daerah aliran sungai, dinas lingkup pertanian dan kehutanan, badan

perencana pembangunan daerah, kantor statistik daerah). Data sekunder meliputi

keadaan geografis, demografi, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Variabel Pengamatan

Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah:

1. Karakteristik individu (faktor internal) meliputi: umur, tingkat pendidikan,

jumlah anggota keluarga, luas lahan garapan, tingkat pendapatan,

kekosmopolitan, pekerjaan sampingan, persepsi, dan motivasi.

2. Faktor eksternal meliputi: intensitas sosialisasi kegiatan, peran pendamping

kelembagaan dan kejelasan hak dan kewajiban.

3. Tingkat partisipasi masyarakat (keterlibatan peserta dalam kegiatan GN-RHL mulai dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap

pemanfaatan)

Metode Analisis Data

a. Pengolahan Data

Sebelum dianalisis, data terlebih dahulu diedit. Khusus data yang bersifat

kuantitatif, proses pengeditan terdiri atas: (a) penghitungan total skor tiap-tiap

variabel dan (b) pengelompokan data sesuai dengan variabel masing-masing.

(41)

29

interpretasi dan penjelasan hasil catatan lapangan serta kategorisasi data,

(b) mendeskripsikan kategori-kategori data, dan (c) mengelompokkan data.

b. Analisis Data

Analisis data penelitian digunakan untuk menjawab tujuan dan menguji

hipotesis yang telah diajukan. Adapun metode analisis yang digunakan sebagai

berikut:

1. Untuk menjawab tujuan pertama, yakni mengkaji tingkat partisipasi

masyarakat peserta kegiatan GN-RHL dijelaskan secara deskriptif-kuantitatif.

Analisis ini digunakan untuk menghitung jumlah dan persentase dari data-data

yang dikumpulkan, melalui cara tabulasi yang selanjutnya disajikan dalam

bentuk distribusi frekuensi.

2. Untuk menjawab tujuan yang kedua, yakni mengkaji hubungan di antara

faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi dengan tingkat partisipasi

masyarakat dalam kegiatan GN-RHL, dijelaskan secara deskriptif-kualitatif

dengan menggunakan analisis statistik non parametrik yaitu uji korelasi

Spearman Rank, dengan rumus : (Walpole 1992; Sugiyono 2000).

di mana:

ρ = Koefisien korelasi Spearman Rank bi = Selisih peringkat X dan Y

n = Banyaknya sampel

Untuk kemudahan dan ketepatan pengolahan digunakan bantuan komputer

dengan program Statistical Program for Social Sience (SPSS) versi 14.

3. Untuk menjawab tujuan ketiga, yaitu menyusun strategi pengembangan

partisipasi masyarakat dalam kegiatan GN-RHL , digunakan analisis SWOT

(Strength, Weakness, Opportunity, dan Threat). Analisis ini dilakukan

dengan melihat kekuatan, peluang, kelemahan dan ancaman. Faktor-faktor

tersebut diperoleh dari berbagai informasi, literatur, wawancara pakar dan

pihak terkait, sehingga didapatkan sejumlah faktor yang dapat kembali )

1 ( 6

1 2

2

− −

=

n n

bi

(42)

30

diajukan sebagai bahan pertanyaan dalam kuisioner, sehingga didapatkan

peubah-peubah yang menjadi faktor internal dan eksternal yang dapat

mempengaruhi pengembangan partisipasi masyarakat. Analisis dilakukan ke

dalam tiga tahapan pokok, yaitu:

(1) Tahapan identifikasi. Pada tahap ini, terlebih dahulu dibuat Internal Factors Evaluations Matrix (Matriks IFE) dan External Factors

Evaluation Matrix (Matriks EFE). Matriks IFE (Tabel 2) digunakan

untuk menganalisis peubah-peubah internal dan mengklasifikasikannya

menjadi kekuatan dan kelemahan. Demikian halnya dengan matriks EFE

(Tabel 3) digunakan untuk menganalisis peubah-peubah eksternal, dan

mengklasifikasikannya menjadi peluang dan ancaman.

Tabel 2 Matriks Internal Factor Evaluation

Strategi Internal (1)

Bobot (2)

Rating (3)

Skor = Bobot x Rating (4)

Kekuatan

1.

... ... ... ...

10. ... ... ...

Kelemahan

1. ... ... ...

... ... ... ...

10. ... ... ...

Total

Sumber: Rangkuti (2000).

(43)
[image:43.612.141.517.99.296.2]

31

Tabel 3 Matriks EksternalFactor Evaluation

Peubah Strategi Eksternal (1)

Bobot (2)

Rating (3)

Skor = Bobot x Rating (4)

Peluang

1. ... ... ...

... ... ... ...

10. ... ... ...

Ancaman

1. ... ... ...

... ... ... ...

10. ... ... ...

Total

Sumber: Rangkuti (2000).

Terdapat 6 tahapan untuk membuat matrik IFE dan EFE, yaitu:

(a) Pada kolom pertama (1) ditentukan faktor-faktor strategis internal

(kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman).

(b) Pada kolom kedua (2) pemberian bobot masing-masing peubah dengan

skala mulai dari 1 (paling penting) sampai 0 (tidak penting) berdasarkan

pengaruh peubah-peubah tersebut. Metode tersebut digunakan untuk

memberikan penilaian terhadap bobot setiap peubah strategis internal dan

eksternal dengan cara membandingkan variabel horisontal terhadap

variabel vertikal. Penentuan bobot untuk setiap variabel dilakukan dengan

memberikan nilai 1, 2, 3; di mana nilai 1 = jika indikator horisontal kurang

penting daripada indikator vertikal, nilai 2 = jika indikator horisontal sama

pentingnya dengan indikator vertikal, nilai 3 = jika indikator horisontal

lebih penting daripada indikator vertikal.

(c) Pada kolom ke tiga (3) pemberian rating mulai dari nilai 1 – 4 untuk

masing-masing peubah dengan pengaruh kecil-sedang-besar-sangat besar.

(d) Pada kolom ke empat (4), bobot pada kolom kedua (2) dikalikan dengan

rating pada kolom ketiga (3). Kemudian hasil kali tersebut dijumlahkan

(44)

32

(2) Tahapan pemaduan. Tahapan ini berfungsi untuk memadukan faktor

internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan

ancaman). Alat analisis yang digunakan adalah diagram SWOT atau diagram

internal-eksternal.

(3) Tahapan perumusan strategi pengembangan partisipasi masyarakat.

Tahapan ini digunakan untuk menetapkan strategi berdasarkan kekuatan,

kelemahan, peluang, dan ancaman seperti disajikan pada matriks SWOT

(Tabel 4)

Tabel 4 Matrik analisis SWOT

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Kekuatan Kelemahan

Peluang Strategi kekuatan-peluang Strategi

kelemahan-peluang

Ancaman Strategi kekuatan-ancaman Strategi

kelemahan-ancaman

Penjelasan:

a. Strategi kekuatan – peluang, strategi ini didasarkan pada pemanfaatan

seluruh kekuatan dari pengembangan partisipasi masyarakat pada kegiatan

GN-RHL yang telah dilakukan untuk memanfaatkan peluang

sebesar-besarnya.

b. Strategi kekuatan – ancaman, strategi ini didasarkan pada pemamfaatan

seluruh kekuatan dari pengembangan partisipasi masyarakat yang telah

dilakukan untuk mengatasi ancaman yang ada.

c. Strategi kelemahan – peluang, strategi ini didasarkan pada pemanfaatan

peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan.

d. Strategi kelemahan – ancaman, strategi ini didasarkan pada meminimalkan

kelemahan yang ada dalam pengembangan partisipasi masyarakat pada

(45)

33

Definisi Operasional

1. Umur adalah usia responden yang dihitung dari tahun lahir sampai saat

penelitian dilaksanakan dan dinyatakan dalam tahun, di mana pembulatan ke

atas bila usia responden 5 bulan keatas dan pembulatan ke bawah bila usia

responden kurang dari 5 bulan. Umur responden diukur dalam tahun dan

terdiri atas tiga kategori, meliputi : rendah (< 40); sedang (40-55); dan tinggi

(>55)

2. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh

oleh responden yang dinyatakan dengan tidak sekolah dan tidak tamat SD,

tamat SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi. Tingkat Pendidikan diukur

berdasarkan jenjang pendidikan yang ditempuh dan terbagi atas tiga kategori,

meliputi; rendah (<3); sedang (3); dan tinggi (>3).

3. Jumlah anggota keluarga adalah jumlah keseluruhan anggota keluarga

meliputi suami, istri, anak dan keluarga lain yang menjadi tanggungan

keluarga. Jumlah anggota keluarga diukur berdasarkan jumlah orang yang

terbagi kedalam dikategorikan, meliputi; rendah (<3 orang); sedang (3-4

orang); dan tinggi (>4 orang)

4. Luas lahan garapan adalah keseluruhan luas lahan yang di garap oleh

responden, diukur dalam hektar (ha) dan terdiri atas tiga kategori yaitu: kecil

(<1 ha); sedang (1-2.5 ha); dan tinggi (>2.5 ha).

5. Pendapatan adalah penghasilan rata-rata responden setiap bulan yang

diperoleh dari berbagai sumber dan diukur dalam Rp/bulan. Pendapatan

responden terdiri atas tiga kategori, yaitu: rendah (<Rp500.000,-); sedang

(Rp500.000,- – 750.000,-); dan tinggi (>Rp750.000,-).

6. Kekosmopolitan adalah sifat responden yang selalu mencari informasi yang

dibutuhkan berkaitan dengan kegiatan GN-RHL, diukur berdasarkan frekuensi

dalam kunjungan ke tempat lain, mengadakan kontak dan berdiskusi dengan

sumber informasi (teman, tetangga, tokoh masyarakat, pendamping dan

lembaga pemerintahan. Kekosmopolitan dikategorikan ke dalam tiga yaitu:

(46)

34

7. Pekerjaan sampingan adalah pekerjaan lain atau pekerjaan tambahan yang

dilakukan responden di luar pekerjaan utamanya dalam satu tahun terakhir.

Pekerjaan sampingan diukur berdasarkan berapa jumlah pekerjaan yang

digeluti dan dikategorikan ke dalam: rendah (<2); sedang (2); dan tinggi (>2).

8. Persepsi adalah pandangan dan penilaian responden terhadap tujuan, manfaat

dan pelaksanaan kegiatan GN-RHL, diukur berdasarkan penilaian responden

terhadap kegiatan GN-RHL yang terdiri atas tiga kategori, yaitu: rendah (<5);

sedang (5-8); dan tinggi (>8)

9. Motivasi intrinsik adalah dorongan dari dalam untuk mewujudkan harapan

dengan

Gambar

Gambar 2.  Diagram SWOT  (Rangkuti 2005)
Gambar 3  Kerangka Pemikiran  Penelitian
Tabel 3  Matriks Eksternal Factor Evaluation
Tabel  5  Struktur penggunaan lahan di lokasi penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

menunjukkan nilai signifikansi kadar fenolik total sebesar p&lt;0,05 sehingga perbedaan metode ekstraksi berpengaruh signifikan terhadap kadar total fenolik ekstrak

Untuk melayani transportasi penumpang dalam kota dan penumpang antar kota dalam propinsi, kabupaten Pekalongan mempunyai sebuah terminal baru yang terletak di jalan Diponegoro,

Berilah tanda pada kotak yang tersedia pada salah satu kolom yang menurut anda paling sesuai dengan kenyataan yang anda alami saat ini STP : Sangat Tidak Puas.. TP :

[r]

Dengan adanya pengembangan sumber belajar berbasis lingkungan melalui bentuk-bentuk penugasan yang bersangkutan dengan masyarakat dan diharuskan siswa untuk dapat

Uji efektivitas jambu biji merah (Psidium guajava) terhadap laju aliran saliva pada penderita xerostomia yang mengonsumsi telmisartan.. Ekstrak teh hijau 3% yang

Misalnya, kalau kita tulis model (M/M/1) : FIFO// ∞/∞ , ini berarti bahwa model menyatakan kedatangan distribusikan secara Poisson, waktu pelayanan distribusikan secara

Pendidikan Agama dan Budi Pekerti3. Pendidikan Pancasila