• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimalisasi Pemupukan Dan Pengapuran Untuk Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai Di Lahan Rawa Lebak Dengan Budidaya Jenuh Air

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimalisasi Pemupukan Dan Pengapuran Untuk Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai Di Lahan Rawa Lebak Dengan Budidaya Jenuh Air"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMALISASI PEMUPUKAN DAN PENGAPURAN

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI

DI LAHAN RAWA LEBAK

DENGAN BUDIDAYA JENUH AIR

ENDRIANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimalisasi Pemupukan dan Pengapuran terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai di Lahan Rawa Lebak dengan Budidaya Jenuh Air adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016 Endriani A252130321

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB

(4)

RINGKASAN

ENDRIANI. Optimalisasi Pemupukan dan Pengapuran untuk Pertumbuhan dan Produksi Kedelai di Lahan Rawa Lebak dengan Budidaya Jenuh Air. Dibimbing oleh MUNIF GHULAMAHDI dan EKO SULISTYONO.

Glycine max L. Merril yang dikenal dengan nama kedelai adalah tanaman pangan penting setelah padi dan jagung. Lahan rawa lebak adalah rawa yang dipengaruhi oleh adanya genangan dengan lamanya waktu genangan lebih dari 3 bulan dan tinggi genangan lebih dari 50 cm. Penciri utama lahan rawa lebak adalah tinggi dan waktu terjadinya genangan. Masalah yang dihadapi dalam pengembangan lahan rawa lebak adalah pengendalian air, pH tanah pada umumnya rendah, dan ketersediaan unsur hara dalam tanah relatif rendah dengan tingkat kesuburan tanah yang rendah sampai sedang. Oleh karena itu diperlukan teknologi budidaya yang dapat menaikkan pH tanah dan meningkatkan kesuburan tanah yakni teknologi kombinasi pemupukan kimia dan hayati dan ameliorasi lahan serta pengelolaan air yang tepat dengan sistem budidaya jenuh air.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemupukan dan memperoleh dosis optimum pupuk N dan P, serta dosis dolomit untuk kedelai pada lahan rawa lebak. Penelitian dilaksanakan pada dua musim tanam di lahan rawa lebak yang sudah dibudidayakan secara intensif dan lahan rawa lebak bukaan baru. Percobaan I dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2014, di lahan rawa lebak yang sudah dibudidayakan secara intensif di Desa Labuhan Ratu VI, Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan faktorial dalam rancangan lingkungan rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan. Faktor ke-satu yaitu dosis pupuk N (0, 11.25, 22.50 dan 33.75 kg N ha-1), faktor ke-dua

yaitu dosis pupuk P (0, 36,72 dan 108 kg P205 ha-1), faktor ke-tiga : pupuk hayati

penambat N dan pelarut P tanpa dan dengan pupuk hayati). Percobaan II dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2015 di lahan rawa lebak bukaan baru. Rancangan percobaan disusun menggunakan rancangan faktorial dalam rancangan lingkungan acak kelompok dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor ke-satu yaitu pupuk hayati yaitu tanpa dan dengan pupuk hayati. Faktor ke-dua dosis dolomit yaitu 0, 500, 1000, dan 1500 kg dolomit ha-.1.

Hasil penelitian pada lahan rawa lebak yang sudah dibudidayakan secara intensif menunjukkan pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P tidak berbeda nyata terhadap produktivitas kedelai pada lahan rawa lebak. Interaksi pupuk hayati dengan pupuk N meningkatkan bobot biji per tanaman dan interaksi pupuk hayati dan pupuk P meningkatkan bobot kering tajuk dan kombinasi ketiga jenis pupuk meningkatkan serapan hara N, P dan K oleh tanaman, kendati secara statistik tidak berbeda nyata. Dosis yang direkomendasikan untuk pengembangan kedelai di lahan rawa lebak yang sudah dibudidayakan secara intensif dengan (pH 7.0, N-total 0.05% , P2O5 74 mg/100 g, dan K2O 26 mg/100 g) adalah pupuk

hayati + 11.25 kg N ha-1 + 36 kg P

2O5 ha-1. Produktivitas maksimum pada lahan

rawa lebak bukaan baru (pH 5.6, N-total 0.12%, K2O 15.2 mg/100 g) diperoleh

pada perlakuan tanpa pupuk hayati sebesar 3.54 ton ha-1 dan pada dosis dolomit

1.5 ton ha-1 sebesar 3.52 ton ha-1 dan berbeda nyata di bandingkan tanpa dolomit

dengan produktivitas sebesar 3.09 ton ha-1.

(5)

SUMMARY

ENDRIANI. Optimization of Fertilization and Liming for Growth and Production of Soybean at The Lowland Swamp with Saturated Soil Cultured. Supervised by MUNIF GHULAMAHDI and EKO SULISTYONO.

Glycine max L. Merrill, known as soybean is an important food crop after rice and maize. Lowland swamp is a swamp that is affected by inundation for more than 3 months and the water level is higher than 50 cm. Primary identifiers of lowland swamp are height and time of the inundation. The problems that occurred in the development of lowland swamp are high acidity of soil and the low availability of nutrients with the low-moderate fertility of soil. Therefore, a cultivation technology is necessary to increase the soil pH and to improve soil fertility. That technology can be a combination of chemical and biological fertilizer, soil amelioration and management of water in water-saturated cultivation systems.

The study aims at determining the optimum dose of N and P fertilizer and dolomite of for soybean at lowland swamp. The research was conducted two times in two planting season at two kinds of lowland swamp namely intensively cultivated and newly made land. The first experiment was conducted from September to December 2014, at the lowland swamp that has been intensively cultivated lowland swamp at Labuhan Ratu VI village, Labuhan Ratu District, East Lampung. A factorial design in a randomized block design with three replications was used in this study. The treatments were the level of N fertilizer (0,11.25, 22.50 and 33.75 kg N ha-1), the level of P fertilization (0, 36, 72 and 108

P2O5 kg ha-1) and biofertilizer application (without and with biofertilizer). The

second experiment was conducted from April to July 2015 at the newly made lowland swamp. A factorial randomized block design with three replications was used in this study. The treatments were biofertilizer application (without and with biofertilizer and the dose of dolomite (0, 500, 1000 and 1500 kg ha- 1).

The results of first experiment showed that the biofertilizer, N and P fertilizer did not significantly affect the productivity of soybean in the lowland swamp intensively cultivated. Interaction of biofertilizer and N fertilizer increased seed weight per plant and the interaction of biofertilizer and P fertilizer increased shoot dry weight and the combination of all three types of fertilizers improved nutrient uptake of N, P and K by plants, though statistically not significant. The recommendation of dosage for the development of soybean in intensively cultivated lowland swamp with (pH of 7.0, 0.05% N, 74 mg/100 g P2O5 and 26

mg/100g K2O, was 11.25 kg N ha-1 + 36 kg P2O5 ha-1with biofertilizer application.

Meanwhile, for the newly lowland swamp (pH of 5.6, 0.12% N, 12.9 ppm P2O5,

and 6.06 mg/100g K2O) the recommendation rate dose of fertilizer could not be

determined yet. No biofertilizer or with 1.5 ton dolomite ha-1 was required to

produce the highest yield (+ 3.5 ton ha-1).

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

OPTIMALISASI PEMUPUKAN DAN PENGAPURAN

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI

DI LAHAN RAWA LEBAK

DENGAN BUDIDAYA JENUH AIR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga Tesis ini berhasil diselesaikan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan tesis ini tidak mungkin diselesaikan sendiri tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dengan penuh keikhlasan dan penghargaan yang tulus penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS dan Dr Ir Eko Sulistyono, M.Si selaku

komisi pembimbing atas semua arahan, saran, dan bimbingan dalam penyusunan proposal sampai selesainya penulisan tesis.

2. Dr Ir Joko Susilo Utomo, M.Sc, Prof Dr Ir Setyo Dwi Utomo, M.Sc, Dr Ir Yulia Pujiharti, MS yang telah memberikan rekomendasi kepada penulis untuk melanjutkan studi S2 di Institut Pertanian Bogor.

3. Dr Maya Melati, MS MSc selaku Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura atas arahan, saran dan masukan dalam penyusunan tesis dan penyelesaian studi.

4. Ir Atang Sutandi, MSi PhD sebagai penguji luar komisi atas semua saran dan masukan dalam penulisan tesis

5. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian atas beasiswa selama menjalani pendidikan di SPS Institut Pertanian Bogor

6. Bapak Godin dan Bapak Giyarno yang telah berkenan memberi izin menggunakan lahannya untuk penelitian serta Bapak Dadin Suherlan atas bantuan teknis selama penelitian.

7. Rekan-rekan Sekolah Pascasarjana IPB S2 dan S3 AGH angkatan 2012 dan 2013 khususnya Tim Peneliti Kedelai BJA (Dr Hesti Pujiwati, Danner Sagala, M.Si, Bachtiar M.Si, Toyip Hadiwijaya M.Si, Syafina Pusparani, M.Si, Nani Herawati, SP) yang telah memberikan semangat dan kerjasama selama melaksanakan penelitian dan penulisan tesis.

8. Ayahanda Syahwiruddin dan Ibunda Edi Marni serta adik-adik dan keluarga besar yang telah membantu dan mendoakan keberhasilan penulis selama pendidikan S2.

9. Ibu Mertua Rosmi (alm) dan Bapak Mertua Chaidir (alm) beserta kakak dan adik ipar yang telah memberikan perhatian dan membantu mengawasi anak-anakku.

10. Suami tercinta Heldi Safri, SE dan anak-anakku M Andre Pratama dan Atikah Ghaisani yang tersayang atas izin, pengertian, ketabahan dan kesabaran, serta pengorbanan, motivasi dan doanya selama menjalani pendidikan S2.

11. Kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penelitian dan penulisan tesis yang tidak dapat ditulis satu persatu, penulis ucapkan terimakasih.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xiv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Hipotesis 4

2 PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI DI LAHAN RAWA LEBAK INTENSIF DENGAN KOMBINASI PUPUK HAYATI DAN PUPUK

KIMIA PADA SISTEM BUDIDAYA JENUH AIR (BJA) 6

Pendahuluan 6

Bahan dan Metode 8

Hasil dan Pembahasan 11

Simpulan 25

3 KOMBINASI PUPUK HAYATI DAN DOLOMIT TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI DI LAHAN RAWA LEBAK

BUKAAN BARU DENGAN SISTEM BUDIDAYA JENUH AIR 26

Pendahuluan 26

Bahan dan Metode 27

Hasil dan Pembahasan 30

Simpulan 37

4 PEMBAHASAN UMUM 38

5 SIMPULAN DAN SARAN 39

DAFTAR PUSTAKA 40

LAMPIRAN 45

RIWAYAT HIDUP 53

(14)

DAFTAR TABEL

1 Sifat fisik dan kimia tanah sebelum penelitian di lahan rawa lebak

intensif 11

2 Pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P terhadap tinggi tanaman 14 3 Pengaruh interaksi pupuk hayati, N, dan P terhadap Tinggi Tanaman 4

MST dan Jumlah Cabang 10 MST. 15

4 Pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P terhadap jumlah cabang 16 5 Pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk Pterhadap jumlah daun 16 6 Pengaruh Interaksi pupuk N dengan pupuk P terhadap tinggi tanaman 4

MST, Jumlah daun 2 MST dan 12 MST 17

7 Pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif maksimum 8 MST 18 8 Pengaruh interaksi pupuk hayati dengan pupuk P terhadap tinggi

tanaman 4 MST, tinggi tanaman panen dan bobot kering tajuk 18 9 Pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P terhadap Biomass

kedelai 19

10 Pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P terhadap kadar hara daun 20 11 Pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P terhadap serapan hara

daun kedelai 8 MST. 21

12 Pengaruh interaksi pupuk hayati dengan pupuk N terhadap tinggi tanaman saat panen, jumlah daun 8 MST, Kadar hara P dan K daun dan

berat biji per tanaman 21

13 Pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P terhadap komponen hasil

Kedelai 22

14 Keragaan generatif tanaman kedelai 23

15 Sifat fisik dan kimia tanah sebelum penelitian di lahan rawa lebak

bukaan baru 31

16 Pengaruh pupuk hayati dan dosis dolomit terhadap tinggi tanaman 31 17 Pengaruh pupuk hayati dan dolomit terhadap jumlah cabang 32 18 Pengaruh pupuk hayati dan kapur terhadap jumlah daun 32 19 Pengaruh pupuk hayati dan dosis kapur terhadap jumlah bunga dan

jumlah polong 33

20 Pengaruh pupuk hayati dan dosis kapur terhadap kadar hara daun

kedelai 8 MST 34

21 Serapan hara N, P, dan K Kedelai pada perlakuan pupuk hayati dan

dosis kapur. 34

22 Pengaruh interaksi pupuk hayati dengan dolomit terhadap serapan hara

NPK daun kedelai pada umur 8 MST 35

23 Pengaruh pupuk hayati dan dosis kapur terhadap komponen hasil

kedelai 36

24 Pengaruh pupuk hayati dan kapur terhadap biomassa kedelai 37

DAFTAR GAMBAR

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Pembagian zona lahan rawa di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) 46 2 Kesesuaian lahan untuk tanaman kedelai berdasarkan sifat fisika dan

kimia tanah 47

3 Pola tanam Padi - Kedelai di Lahan Rawa Lebak Dangkal Kec.

Labuhan Ratu dengan BJA Tahun 2014 48

4 Penggenangan sistem BJA pada petak percobaan ketinggian air dipertahankan tetap 20 cm dibawah permukaan tanah 49 5 Pertumbuhan tanamam kedelai pada umur 35 hari setelah tanam

(HST) pada lahan rawa lebak yang sudah dibudidayakan intensif 49 6 Rekapitulasi sidik ragam terhadap komponen pertumbuhan dan

produksi percobaan 1 50

7 Korelasi antar peubah-peubah dengan produksi percobaan 1 50 8 Keragaan tanaman umur 35 HST pada lahan rawa lebak bukaan baru 51 9 Perlakuan pupuk hayati dan dolomit pada kedelai dilahan rawa lebak

bukaan baru 51

10 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pupuk hayati dan dosis kapur dolomit terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan rawa

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan komoditas yang perlu mendapat perhatian karena kebutuhan dalam negeri cukup tinggi mencapai 2.02 juta ton per tahun, sementara produksi nasional tahun 2013 hanya 742000 ton (BPS 2013), sehingga untuk memenuhi kekurangan kebutuhan tersebut harus dipenuhi dari impor. Peningkatan kebutuhan kedelai setiap tahunnya seiring pertambahan jumlah penduduk. Laju kecepatan kenaikan produksi kedelai tidak dapat mengimbangi laju kecepatan kenaikan penduduk, penyebabnya antara lain adalah alih fungsi lahan pertanian produktif ke non pertanian. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah ekstensifikasi pada lahan-lahan sub optimal yang masih cukup luas dan belum dimanfaatkan secara optimal, antara lain lahan rawa lebak.

Lahan rawa lebak berpotensi cukup besar untuk pengembangan dan meningkatkan produksi tanaman pangan. Kedelai dapat di tanam pada lahan rawa lebak intensif maupun lahan rawa lebak bukaan baru. Luas lahan rawa lebak di Indonesia 13.3 juta hektar yang tersebar di pulau Sumatera seluas 2.8 juta hektar, Kalimantan seluas 3.6 juta hektar, Sulawesi seluas 0.6 juta hektar dan Papua seluas 6.3 juta hektar (Djamhari 2009). Luas lahan rawa lebak yang baru dimanfaatkan secara intensif sekitar 5 persen dari luasan 13.3 juta hektar (Djafar 2013). Pemanfaatan lahan rawa lebak yang sudah dibudidayakan intensif terutama digunakan untuk menanam padi.

Menurut Subagyo (2006), berdasarkan tinggi dan lamanya waktu genangan lahan rawa lebak dikelompokkan menjadi lahan rawa lebak dangkal (tinggi genangan < 50 cm dengan lama genangan < 3 bulan), lebak tengahan (50-100 cm dengan 3-6 bulan) dan lebak dalam (> 100 cm dengan >3-6 bulan). Kedelai dapat ditanam pada lahan rawa lebak yang sudah dibudidayakan intensif maupun pada lahan rawa lebak bukaan baru. Pemanfaatan lahan rawa lebak intensif selama ini diperuntukkan untuk budidaya tanaman padi, dengan intensitas pertanaman 1-2 kali setahun, sementara budidaya kedelai jarang dilakukan pada lahan tersebut karena produktivitasnya rendah.

Kendala yang dihadapi pada lahan rawa lebak adalah genangan air dan banjir yang datangnya tidak menentu, mendadak pada musim hujan dan apabila musim kemarau terjadi kekeringan sehingga lahan hanya dapat ditanami satu kali dalam setahun. Karakteristik lahan rawa lebak merupakan daerah dataran rendah dan dekat dengan aliran sungai maka dipengaruhi dengan adanya pasang surut air sungai. Pasang surutnya air dipengaruhi oleh musim, apabila musim hujan air sungai pasang dan lahan tergenangi air, dan apabila musim kemarau air sungai surut, maka lahan menjadi kering.

Kendala fisik dan kimia tanah pada lahan rawa lebak adalah tingkat kesuburan tanah secara umum rendah-sedang, dengan pH tanah 4.0-4.2, kandungan hara N-total sedang (0.33%), P-tersedia rendah (11.3 me 100g-1),

K-tersedia rendah (0.20 me 100g-1), C-org 10.8% (Haryono et al. 2013), untuk itu

(18)

Upaya penting yang dilakukan dalam memperbaiki kondisi tanah dan meningkatkan produktivitas lahan rawa lebak adalah dengan cara pemupukan dan pengapuran. Pemberian pupuk dan kapur berdasarkan hasil uji tanah, sesuai status hara tanah dan perbaikan pengelolaan air. Perbaikan pengelolaan air dapat dilakukan dengan teknologi budidaya jenuh air yang dapat menjamin kestabilan air dari sejak tanam sampai matang fisiologis, dengan cara mempertahankan ketinggiam muka air tanah setinggi 20 cm dari permukaan tanah.

Budidaya jenuh air (BJA) telah memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan produksi kedelai dibandingkan budidaya kering pada beberapa varietas kedelai, meningkatkan bobot kering akar dan bintil akar (Troedson et al. 1983, Ghulamahdi 1990). Sistem ini dapat menciptakan lingkungan yang menjamin ketersediaan air secara stabil bagi tanaman (Ghulamahdi 1999).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya di lahan rawa pasang surut dengan budidaya jenuh air pada kedalaman muka air 20 cm di bawah permukaan tanah, kedelai varietas Tanggamus memiliki produktivitas tertinggi bila diberi kapur 3.29 ton ha-1dibandingkan tanpa kapur 1.60 ton ha-1 dan terjadi peningkatan pH tanah

sebesar 0.83 unit (Noya 2012).

Lahan rawa lebak adalah rawa yang dipengaruhi oleh adanya genangan dengan lamanya waktu genangan lebih dari 3 bulan dan tinggi genangan lebih dari 50 cm. Penciri utama lahan rawa lebak adalah tinggi dan waktu terjadinya genangan. Lahan rawa lebak menurut jangkauan pengaruh pasang dan intrusi air laut termasuk ke dalam zone III (lampiran 1) atau peraiaran air tawar pedalaman yang bebas dari pengaruh pasang, fluktuasi muka air dipengaruhi oleh curah hujan dan banjir kiriman. Berdasarkan lama dan tingginya genangan wilayah rawa lebak dibagi dalam empat tipologi, yaitu lebak dangkal, lebak tengahan, lebak dalam, dan lebak sangat dalam (Balitbangtan 2013). Masalah utama yang dihadapi dalam pengembangan lahan rawa lebak adalah pH tanah yang rendah-sedang, ketersediaan unsur hara dalam tanah relatif rendah.

Ameliorasi dan pemupukan merupakan komponen penting untuk memecahkan masalah tersebut, khususnya pada lahan rawa. Pemilihan lahan rawa untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian khususnya pangan dikarenakan antara lain: ketersediaan lahan cukup luas, ketersediaan air yang melimpah, topografi yang nisbi datar, mudah diakses dengan melewati sungai dan jalan darat, lebih tahan deraan iklim, keanekaragaman hayati dan sumber plasma nutfah cukup kaya dan mempunyai potensi warisan budaya dan kearifan lokal mendukung (Haryono et al. 2013). Keberhasilan pemanfaatan lahan rawa untuk pertanian khususnya dalam budidaya tanaman pangan ditentukan banyak faktor antara lain : tingkat kesesuaian lahan dan lingkungan, sikap dan persepsi petani, kerajinan dan keuletan, penerapan teknologi budidaya secara baik dan tepat, termasuk penyiapan lahan. Untuk menjadikan lahan rawa sebagai sumber pertumbuhan produksi pertanian secara optimal memerlukan inovasi teknologi dan diseminasi hasil-hasil penelitian secara berkesinambungan.

(19)

tanaman dengan permukaaan air tetap sekitar 10-20 cm dibawah permukaaan tanah, sehingga lapisan tanah di bawah perakaran jenuh air.

Pertumbuhan bintil akar dan komponen produksi kedelai dipengaruhi oleh interaksi antara varietas, pemupukan nitrogen, dan tinggi muka air tanah (Suwarto et al. 1994). Genangan dalam parit dapat meningkatkan hasil biji kedelai 20% sampai 80%. Peningkatan hasil tersebut terjadi karena pertumbuhan bintil yang dapat dipertahankan sampai saat pengisian polong (Indradewa et al. 2004).

Pupuk hayati memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan dan saat ini semakin diminati oleh petani karena selain ramah lingkungan, juga dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Pupuk hayati merupakan formula pupuk berisi mikroba, baik tunggal maupun beberapa mikroba, dalam satu bahan pembawa dengan fungsi untuk menyediakan unsur hara dan meningkatkan produksi tanaman. Mikroba yang diformulasikan merupakan mikroba yang bermanfaat dan tidak bersifat sebagai patogen (penyebab penyakit) tanaman.

Beberapa mikroba yang digunakan sebagai pupuk hayati adalah dari golongan bakteri penambat N2 simbiotik (rhizobia), bakteri penambat N2

non-simbiotik (antara lain Azotobacter dan Azospirillum), mikroba pelarut P (Bacillus sp., Pseudomonas sp., Streptomyces sp. dan cendawan Trichoderma sp., Aspergillus sp., Penicillium sp.). Pemanfaatan bakteri rhizobium yang toleran kondisi masam berkadar Al, Mn, dan Fe tinggi dapat menggantikan sebagain besar pupuk N an-organik pada tanaman kedelai yang ditanam pada lahan masam, terutama pada lahan-lahan yang belum pernah ditanami kedelai (Harsono et al. 2009).

Pemanfaatan bahan pembenah tanah dan pupuk untuk memperbaiki kesuburan tanah dapat dilakukan dengan penambahan kapur, bahan organik dan pupuk NPK. Untuk itu perlu dilakukan penelitian kombinasi pemupukan kimia dan hayati dan penerapan BJA di lahan rawa lebak untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan rawa lebak. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh dosis pemupukan dan dosis kapur dolomit pada lahan rawa lebak intensif dan lahan rawa lebak bukaan baru.

Perumusan Masalah

(20)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan maka tujuan umum penelitian ini adalah meningkatkan produktivitas kedelai di lahan rawa lebak intensif dan mengkaji potensi pengembangan kedelai di lahan rawa lebak bukaan baru serta pengaturan pola tanam dan pengelolaan air pada lahan rawa lebak. Tujuan khusus untuk percobaan I Judul : Pertumbuhan dan Hasil Kedelai di Lahan Rawa Lebak Intesif dengan Kombinasi Pupuk Hayati dan Pupuk Kimia Pada Sistem Budidaya Jenuh Air adalah:

a. Mendapatkan dosis optimum pupuk N dan P yang untuk pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan rawa lebak intensif.

b. Menjelaskan pengaruh pupuk hayati bakteri Penambat N dan Pelarut P terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan rawa lebak intensif c. Mengetahui interaksi pupuk N dan P serta pupuk hayati terhadap efisiensi

pemupukan N dan P untuk pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan rawa lebak intensif.

Tujuan Percobaan II Judul : Kombinasi Pupuk Hayati dan Dolomit Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai di Lahan Rawa Lebak Bukaan Baru dengan Sistem Budidaya Jenuh Air.

a. Mendapatkan dosis dolomit yang optimum untuk pertumbuhan dan hasil kedelai dilahan rawa lebak.

b. Mengetahui pengaruh pupuk hayati bakteri penambat N dan pelarut P terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan rawa lebak bukaan baru.

c. Mengetahui interaksi pupuk hayati bakteri penambat N dan pelarut P dan dosis dolomit terhdap pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan rawa lebak bukaan baru.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia dan mendapatkan dosis pupuk N dan P yang optimum serta dosis dolomit untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan rawa lebak.

Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Percobaan I :

a. Terdapat dosis pupuk N dan P yang optimum untuk pertumbuhan dan produksi kedelai dilahan rawa lebak intensif .

b. Terdapat pengaruh bakteri penambat N dan Pelarut P terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai di rawa lebak pada musim kemarau dan musim hujan. c. Terdapat interaksi dosis pupuk N dan P dan bakteri penambat N dan Pelarut P

(21)

Percobaan II :

a. Terdapat dosis dolomit yang optimum untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan rawa lebak bukaan baru.

b. Terdapat pengaruh puuk hayati bakteri penambat N dan pelarut P terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan rawa lebak bukaan baru.

c. Terdapat interaksi pupuk hayati bakteri penambat N dan Pelarut P dan dosis dolomit terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai dilahan rawa lebak bukaan baru.

Gambar 1 Kerangka berpikir penelitian optimalisasi pemupukan dan pengapuran terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan rawa lebak

Rawa lebak

Lahan rawa lebak intensif Lahan rawa lebak bukaan baru

pH netral P-tersedia sangat tinggi

N-total sangat rendah K-tersedia sedang

pH rendah P-tersedia sedang

N-total rendah K-tersedia sangat rendah

Fe tinggi

Dosis pupuk N&P

Pupuk hayati Dosis dolomit Pupuk hayati

Pengetahuan pemupukan pada lahan rawa lebak Dosis optimum pupuk N, P

(22)

2

PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI DI LAHAN

RAWA LEBAK INTENSIF DENGAN KOMBINASI PUPUK

HAYATI DAN PUPUK KIMIA PADA SISTEM BUDIDAYA

JENUH AIR (BJA)

Pendahuluan

Upaya peningkatan produksi kedelai melalui perluasan areal panen dan peningkatan produktivitas bergantung pada penyediaan pupuk kimia dalam jumlah cukup, diantaranya adalah pupuk kimia sumber hara N. Tanaman kedelai membutuhkan nitrogen dan hara lain cukup banyak. Mulatsih (1997) menyatakan untuk menghasilkan 100 kg biji, tanaman kedelai menyerap 8 sampai 10 kg N. Selanjutnya Ismail dan Effendi (1993) menyatakan untuk menghasilkan 1 ton biji kering kedelai ha-1 membutuhkan hara N sebanyak 22.5 kg N + 45 kg P

205 + 25

kg K20 ha-1 pada lahan kering.

Nitrogen merupakan komponen penyusun asam amino, protein, amida, nukleotida dan nukleoprotein yang berfungsi dalam pembelahan sel, perpanjangan sel, dan pertumbuhan (Fujita et al. 1991). Bakteri rhizobium dan tanaman kedelai dapat melakukan simbiose dengan baik pada tanah yang subur; banyak mengandung unsur P, Ca, dan Mo, dan pH tanah berkisar antara 5.5-7.0 dan suhu tanah yang optimum bagi pertumbuhan bakteri berkisar antara 18-20 oC.

Tanggapan kedelai terhadap pemupukan selama ini diketahui tidak konsisten atau sangat kecil pada tanah-tanah yang sangat rendah kesuburannya. Hasil kedelai yang tinggi selalu diperoleh dari tanah-tanah yang mempunyai tingkat kesuburan tinggi. Pemberian pupuk nitrogen biasanya tidak selamanya memberikan pengaruh terhadap kenaikan hasil.

Menurut beberapa hasil penelitian pengaruh fosfat pada tanaman kedelai menyatakan bahwa pupuk P berpengaruh positif terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah polong serta menaikkan jumlah bintil akar. Selanjutnya Chesney (1973) melaporkan bahwa hasil kedelai naik secara nyata pada pemupukan 0, 29, dan 59 kg P ha-1. Sachomsky (1977) menyimpulkan bahwa fosfat sangat penting

untuk mendapatkan biji yang baik dan dosis tidak boleh kurang dari 40-60 kg P ha-1. Unsur Fosfor (P) di dalam tanah berasal dari bahan organik (pupuk kandang

dan sisa-sisa tanaman), pupuk kimia dan mineral-mineral di dalam tanah (Hardjowigeno 2007). Batuan fosfat berupa senyawa Ca3(PO4)2 banyak terdapat

di alam, akan tetapi sukar larut dalam air sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Fosfor berfungsi memacu pertumbuhan akar pada benih dan tanaman muda, mempercepat pembungaan dan pemasakan biji atau buah, serta berguna pada pembentukan asam nukleat (inti sel), fosfolipid (lemak), protein dan koenzim. Kekurangan fosfor menyebabkan pertumbuhan terhambat, daun mudah rontok, pembentukan biji dan buah jelek, dan terjadi nekrosis atau kematian sel (Hardjowigeno 2007).

(23)

xylem. Proses penyerapan tersebut berupa reaksi penukaran ion. Tanaman menyerap ion PO43- dan melepaskan OH-. Reaksi pertukaran ion ini terjadi karena

adanya tekanan osmosis antara tanaman dan tanah dan dipengaruhi juga oleh gaya kohesi antara molekul air yang sangat kuat, sehingga menyebabkan unsur hara yang terlarut dalam tanah dapat terserap oleh tanaman. Setelah unsur hara berada dalam tubuh tanaman, maka unsur hara tersebut disebarkan ke seluruh bagian tanaman melalui pembuluh kapiler (Puspitawati 2013).

Pupuk hayati (Bio-fertilizer)

Salah satu upaya peningkatan produksi kedelai di Indonesia adalah dengan perluasan areal tanam antara lain ke lahan rawa. Kendala utama yang dihadapi adalah ketersediaan hara yang rendah diantaranya fosfor (P). Pupuk P yang diberikan ke tanah pada lahan masam lebih dari 80%.secara cepat ditransformasi ke bentuk P yang tidak tersedia. Salah satu cara untuk meningkatkan ketersediaan hara P di tanah masam adalah meningkatkan kelarutannya dengan memanfaatkan bakteri pelarut fosfat. Pupuk hayati pelarut P dapat meningkatkan P tersedia bagi tanaman.

Pupuk hayati merupakan formula pupuk berisi mikroba, baik tunggal maupun beberapa mikroba, dalam satu bahan pembawa dengan fungsi untuk menyediakan unsur hara dan meningkatkan produksi tanaman. Mikroba yang diformulakan merupakan mikroba yang bermanfaat dan tidak bersifat sebagai patogen (penyebab penyakit) tanaman (Simanungkalit et al. 1998).

Beberapa mikroba yang digunakan sebagai pupuk hayati adalah dari golongan bakteri penambat N2 simbiotik (rhizobia), bakteri penambat N2

non-simbiotik (antara lain Azotobacter dan Azospirillum), mikroba pelarut P (Bacillus sp., Pseudomonas sp., Streptomyces sp. dan cendawan Trichoderma sp., Aspergillus sp., Penicillium sp.). Pupuk hayati penambat N dan Pelarut P yang digunakan dalam penelitian ini dengan kandungan bahan aktif Bradhyzobium (rhizosfer-endofit), Azotobacter vinelandi (rhizosfer), Methylobacterium SP (filosfer), Bacilus cereus (rhizosfer) (Balitbangtan 2015).

Pupuk hayati yang digunakan mengandung mikroba untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, sehingga mengurangi penggunaan pupuk kimia. Mikroba yang terdapat dalam pupuk hayati ini merupakan mikroba unggul penghasil fitohormon, penambat N2 simbiotik, penambat N2 non siombiotik, pelarut fosfat,

dan menghasilkan senyawa anti patogen (Balitbangtan 2015). Keunggulan dari pupuk hayati yang digunakan yaitu mengandung bakteri filosfer Methylobacterium sp., sebagai penghasil fitohormon untuk pertumbuhan vegetatif tanaman, mengurangi penggunaan pupuk N, P, K anorganik hingga 50%, dapat diaplikasikan pada tanaman pangan (padi dan kedelai) tanaman hortikultura (cabai) dan tanaman perkebunan (tebu).

(24)

seperti bakteri Pseudomonas sp. dan Bacillus sp dapat mengeluarkan asam-asam organik seperti asam formiat, asetat, dan laktat yang bersifat dapat melarutkan bentuk-bentuk fosfat yang sukar larut tersebut sehingga menjadi bentuk tersedia bagi tanaman.

Bahan dan Metode Tempat dan Waktu

Penelitian terdiri dari dua kegiatan percobaan yang dilaksanakan di lahan rawa lebak dangkal milik petani di Desa Labuhan Ratu 6 Kecamatan Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur pada akhir MK (September-Desember 2014) pada agroekosistem lahan rawa lebak yang sudah dibudidayakan secara intensif dan lahan rawa lebak bukaan baru (April 2015 –Juli 2015). Analisis tanah dan analisis hara tanaman dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah Bogor dan Laboratorium BPTP Lampung.

Alat dan Bahan

Bahan yang dipergunakan untuk kegiatan di lapangan yaitu : benih kedelai varietas Tanggamus, pupuk Urea, SP-36, KCl, kapur dolomit, pupuk hayati, herbisida, pestisida dan insektisida kimia. Bahan-bahan kimia untuk analisis tanah dan analisis hara di laboratorium. Pada kegiatan percobaan di lapangan diperlukan alat sebagai berikut : bajak sapi, cangkul, sprayer, tali rafia, mistar, kamera, hand counter, kantong plastik, terpal, timbangan analitis, alat-alat tulis dan alat-alat laboratorium untuk analisis tanah dan analisis hara tanaman.

Rancangan Percobaan

Penelitian disusun menggunakan rancangan faktorial dalam rancangan lingkungan rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan. Faktor ke-satu: 4 taraf dosis pupuk N yaitu 0, 11.25, 22.50 dan 33.75 kg N ha-1, faktor ke-dua: 4 taraf

dosis pupuk P yaitu 0, 36,72 dan 108 kg P205 ha-1, faktor ke-tiga : Pupuk hayati

penambat N dan Pelarut P (A0) tanpa pupuk hayati, (A1) pakai pupuk hayati. Model linier RAK Faktorial Pada percobaan I

Yijkl = µ + Ni + Pj + Hk + (NP)ij + + (NH)ik + (PH)jk + (NPH)ijk + βl + εijkl

dimana:

Yijkl = produksi kedelai akibat pupuk N taraf ke- i pupuk P taraf ke -j pupuk

H taraf ke-k dan kelompok ke-l. i =1, 2, 3, 4, j =1, 2, 3, 4, (NH)ik = pengaruh interaksi pupuk N taraf ke-i dan pupuk hayati ke-k

(PH)jk = pengaruh interaksi pupuk P taraf ke-j dan pupuk hayati ke-k

(NPH)ijk = pengaruh interaksi komponen dari pupuk N taraf ke-i, P taraf ke-j dan H taraf ke-k

(25)

εijkl = pengaruh galat dari suatu percobaan pupuk N taraf ke-i, P taraf ke-j,

H taraf ke-k dan kelompok ke-l. Pelaksanaan

Persiapan Lahan

Sebelum persiapan lahan dilakukan pengambilan sampel tanah sebelum penelitian, untuk mengetahui sifat fisika dan kimia tanah. Sampel tanah diambil pada 5 titik secara diagonal pada kedalaman olah 20 cm. Persiapan lahan dilakukan dengan cara TOT (tanpa olah tanah), lahan disemprot dengan herbisida 2 minggu sebelum tanam dengan dosis 4 L ha-1. Selanjutnya membuat petak yang

berukuran lebar 4 meter dan panjang 20 meter dan membuat saluran drainase/parit dengan lebar 30 cm dan kedalaman 25 cm pada tiap petak percobaan. Kemudian dilakukan pembuatan petak-petak perlakuan dengan ukuran 4 m x 5 m sebanyak 96 petak satuan percobaan. Satu minggu sebelum tanam diberi kapur dengan dosis 1 ton ha-1 bersamaan dengan pemberian pupuk KCl dengan dosis 100 kg ha-1.

Penanaman

Penanaman dilakukan pada tanggal 14 September 2014. Sebelum benih ditanam, benih kedelai direndam selama 1 jam dengan larutan pupuk hayati konsentrasi 5 gram dilarutkan dalam 5 liter air dilakukan pada tempat yang teduh, tidak terpapar sinar matahari. Penanaman dengan cara ditugal dengan jarak tanam 40 cm x 12.5 cm diisi 2 biji setiap lubang tanam. Air irigasi dialirkan ke parit petakan sejak tanam dan dipertahankan ketinggian muka air 10-20 cm di bawah permukaan tanah sampai panen.

Pemupukan

Aplikasi pupuk hayati selanjutnya pada umur 2, 4, dan 6 MST, sebanyak 25 g dilarutkan dalam 25 liter air setiap kali penyemprotan disemprotkan pada barisan tanaman. Pupuk N dan pupuk P diberikan pada saat tanam sesuai dosis perlakuan. Pupuk diberikan dalam alur 5-7cm dari baris tanaman kemudian ditutup dengan tanah bersamaan menutup lubang tanam.

Pemeliharaan

Penyiangan dilakukan secara manual dilakukan sebanyak 3 kali (umur 3, 7, dan 10 MST) dan pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara intensif berdasarkan hasil pengamatan dilapang.

Panen

Panen dilakukan pada saat tanaman berumur 98 HST saat tanaman matang fisiologis dengan ciri sebagian daun telah rontok dan berwarna kuning, polong berwarna coklat.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan sejak tanaman berumur 2 MST sampai panen. Peubah yang diamati meliputi komponen pertumbuhan dan produksi antara lain:

(26)

Pengamatan tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung buku terakhir pada batang utama pada umur 2 MST, 4 MST, 6 MST, 8 MST,10 MST, 12 MST dan saat panen.

2) Jumlah cabang

Pengamatan jumlah cabang dilakukan dengan menghitung cabang yang tumbuh dari batang utama, setiap dua minggu sekali sampai umur 12 minggu setelah tanam. Cabang yang dihitung adalah yang telah memiliki lebih dua daun trifoliat.

3) Jumlah daun

Pengamatan jumlah daun dilakukan secara reguler tiap dua minggu sejak tanaman berumur dua minggu sampai umur 12 minggu setelah tanam. Daun trifoliat dihitung bila telah membuka sempurna.

4) Jumlah bintil akar per tanaman pada umur 35 HST

Tanaman sampel diambil sebanyak 1 tanaman pada setiap perlakuan secara destruktif, kemudian dihitung jumlah bintil akar yang masih segar yang terdapat pada akar.

5) Jumlah cabang produktif per tanaman 4, 6, 8 10,12 MST

Penghitungan dilakukan terhadap seluruh jumlah cabang yang terdapat pada batang utama saat panen.

6) Jumlah polong total (buah)

Penghitungan dilakukan terhadap seluruh jumlah polong pada masing-masing sampel diamati saat panen.

7) Jumlah polong isi per tanaman

Penghitungan dilakukan saat panen terhadap seluruh jumlah polong yang bernas masing-masing sampel

8) Jumlah polong hampa (buah)

Merupakan banyaknya polong hampa per tanaman, dilakukan dengan menghitung banyaknya polong hampa tiap 5 tanaman sampel pada setiap petak pada saat panen dan dirata-ratakan.

9) Bobot kering brangkasan (gram).

Bobot kering brangkasan merupakan bobot kering semua bagian tanaman (akar, batang dan daun,) kecuali biji, dilakukan dengan menimbang bobot kering tiap 10 tanaman sampel pada setiap petak. Penimbangan dilakukan setelah dioven selama 3 X 24 jam pada suhu 70 0C (sampai beratnya

konstan) pada kadar air 12%

10) Produksi per petak (kg/ha) dan kadar air saat panen

Dihitung berdasarkan berat biji kering per petak ubinan, setelah di keringkan sampai kadar air 12 %.

Analisis Data

(27)

Hasil dan Pembahasan Kondisi umum lahan rawa lebak intensif

Hasil analisis tanah sebelum penelitian menunjukkan bahwa tanah mempunyai pH aktual 7.0 dengan kategori netral dan tingkat kesuburan tanah sedang. Kandungan C-organik pada lahan 0.55% kategori sangat rendah (walkey and Black) dan C/N dengan nilai 11 termasuk sedang, kandungan N-total tanah sangat rendah dan KTK tanah rendah dan tidak terdapat pirit. Lahan yang digunakan merupakan tanah dengan jenis lempung liat berpasir (USDA 1990), tanah mempunyai kandungan pasir 53%, debu 25%, liat 22 % (Tabel 1).

Tabel 1 Sifat fisik dan kimia tanah sebelum penelitian di lahan rawa lebak intensif

Parameter Nilai Kriteria*

Sifat Fisik :

Tekstur tanah (pipet): Lempung liat berpasir

- Pasir 53%

*= Kriteria penilaian hasil analisis tanah Laboratorium Balai Penelitian Tanah Bogor (2014).

(28)

kimia tanah memenuhi persyaratan tumbuh untuk tanaman kedelai untuk dapat tumbuh secara optimal.

Tanah mempunyai kandungan P tersedia tinggi (18 ppm P205), kandungan

P total sangat tinggi (74 mg/100g), N total sebesar (0.05%) termasuk sangat rendah, dan K termasuk sedang (26 mg/100g K20). Sumarno dan Manshuri (2006)

menyatakan bahwa tesktur tanah menentukan kemudahan akar berkembang, kemampuan daya serap dan perrmeabilitas terhadap air permukaan. Menurut petani pemilik lahan, lahan yang digunakan sebelumnya ditanami padi dan setiap kali bercocok tanam padi maupun sayuran, sisa-sisa hasil panen seperti jerami, dan daun-daun sisa panen sayuran selalu dikembalikan ke lahan, sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah.

Faktor lingkungan yang menentukan keberhasilan produksi kedelai selain faktor tanah adalah faktor iklim. Faktor iklim yang menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai diantaranya: intensitas sinar matahari, suhu, kelembaban udara dan curah hujan. Kondisi iklim pada lokasi penelitian yaitu intensitas cahaya matahari tergolong tinggi, dengan suhu rata-rata harian 320C.

Pada awal pertumbuhan tidak ada hujan, tetapi air cukup tersedia di aliran sungai dan terdapat juga saluran irigasi teknis sehingga dapat dialirkan ke lahan dan tidak menghambat pertumbuhan tanaman kedelai. Data curah hujan dan pola tanam dapat di lihat pada (Lampiran 3).

Secara umum tanah mempunyai tingkat kesuburan tanah yang sedang berdasarkan hasil analisis tanah sebelum penelitian. Tekstur tanah termasuk dalam kategori lempung liat berpasir dan sesuai untuk tanaman kedelai. Tanaman kedelai akan tumbuh sangat baik pada tanah yang mempunyai tekstur sedang, dengan pH 6-7 (netral), C-organik> 0,8% (rendah), N total > sedang, P2O5 tinggi, K2O sedang

(Djaenuddin et al. 1994), dan kejenuhan Al < 20% (Dierolf et al. 2001).

Menurut Haryono et al. (2013), pada umumnya lahan rawa lebak mempunyai kemasaman tanah sedang (pH tanah > 4,0 - 4,5), lapisan pirit ada pada kedalaman > 100 cm, kadar aluminium dan besi rendah, dikatakan lahan potensial karena mempunyai kendala yang lebih ringan dibandingkan lahan sulfat masam atau lahan gambut.

Lahan rawa lebak yang digunakan merupakan lahan rawa yang sudah dibudidayakan secara intensif dan sudah seringkali ditanami padi dan tanaman sayuran, namun jarang ditanami kedelai. Indeks pertanaman padi 1-2 kali dalam setahun, tergantung musim dan curah hujan setempat. Faktor fisiko-kimia yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kedelai adalah tekstur, struktur, drainase, kedalaman lapisan olah, pH, kandungan hara, kandungan bahan organik dan kemampuan tanah menyimpan kelembaban.

(29)

dengan fase pertumbuhan tanaman kedelai. Penerapan sistem BJA pada lahan rawa lebak dapat meningktakan indeks pertanaman menjadi 3 kali dalam satu tahun.

Kondisi ini menyebabkan tanaman kedelai akan mengalami kelebihan air pada suatu waktu dan stress kekurangan air pada suatu waktu tertentu. Kerusakan tanaman kedelai akibat kelebihan air tidak akan terjadi jika permukaaan air tanah dipertahankan tetap. Kedelai akan menyesuaikan diri pada lingkungan tanah yang jenuh air, yakni budidaya basah, sehingga perkembangan dan pertumbuhan tanaman yang normal akan terbentuk kembali (Hunter et al. 1980).

Pemberian air secara terputus-putus (intermitten) sangat mengganggu pertumbuhan tanaman karena pada waktu kering akan mengalami stress dan saat air diberikan terjadi pemulihan namun sebelum pulih tanaman kembali mengalami stress kekeringan. Penggenangan terputus-putus juga dapat menghambat penambatan N dibandingkan dengan tanpa penggenangan (Tampubolon 1988), sehingga penelitian ini dilakukan dengan sistem BJA. BJA merupakan penanaman dengan memberikan irigasi terus menerus, dan membuat tinggi muka air tanah tetap (sekitar 5 cm di bawah permukaan tanah) sehingga lapisan di bawah permukaan tanah jenuh air .

Air diberikan sejak tanaman kedelai berumur 14 hari sampai polong berwarna coklat (Hunter et al. 1980). Tinggi muka air tetap akan menghilangkan pengaruh negatif dari kelebihan air pada pertumbuhan tanaman karena kedelai akan beraklimatisasi dan selanjutnya tanaman memperbaiki pertumbuhannya (Natahnson et al. 1984). Pemberian air dilakukan dalam parit drainase setinggi 10-20 cm dibawah permukaan tanah, sehingga kondisi perakaran jenuh air, seperti ditunjukkan pada (Lampiran 4). Sistem BJA telah terbukti dapat meningkatkan produktivitas kedelai pada lahan rawa sulfat masam.

Hasil penelitian Sagala et al. (2011) menunjukkan bahwa perlakuan pengaturan kedalaman muka air 20 cm menghasilkan 4.63 ton ha-1 kedelai

varietas Tanggamus, sedangkan penelitian Sahuri (2010) menunjukkan bahwa perlakuan kedalaman muka air 20 cm dengan lebar bedengan 2 meter mencapai 4.15 ton ha-1. Hasil penelitian Welly (2013) menunjukkan bahwa kedalaman muka

air 20 cm menghasilkan 4.13 ton ha-1. Selanjutnya Nugroho AS (2013) produktivitas kedelai varietas Tanggamus dilahan sulfat masam Lampung Timur dengan kombinasi pupuk 200 kg ha-1 SP-36, 100 KCl + 1 ton dolomit + 2 ton

pupuk kandang dengan sistem BJA menghasilkan 4.76 ton ha-1. Ghulamahdi et al. (2009) menyimpulkan bahwa kedalaman muka air 20 cm merupakan kedalaman terbaik secara ekonomi yang dapat menghasilkan produktivitas tinggi.

(30)

Keragaan Pertumbuhan Tanaman Tinggi Tanaman

Pengaruh pupuk hayati terhadap tinggi tanaman pada 2, 6 dan 12 MST (minggu setelah tanam) berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata. Pupuk N berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 6 MST, dan pengaruh pupuk P terhadap tinggi tanaman tidak berbeda nyata dapat dilhat pada (Tabel 2).

Tabel 2 Pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P terhadap tinggi tanaman

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)

2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST Panen

Pupuk Hayati

Tanpa 8.98 a 44.59 85.95 b 125.85 a 129.19 b 128.80 b 85.03

Pakai 8.52 b 44.79 98.58 a 128.52 a 132.48 a 132.34 a 85.20

Pupuk N

0 kg ha-1 8.75 44.12 87.87 c 126.39 129.27 129.13 85.19

11.25 kg ha-1 8.74 44.96 89.75 bc 126.93 130.56 130.43 84.50

22.50 kg ha-1 8.64 44.85 94.18 ab 129.30 133.16 132.23 85.14

33.75 kg ha-1 8.86 44.83 97.26 a 126.10 130.34 130.50 85.53

Pupuk P (P205)

0 kg ha-1 8.40 44.51 89.74 127.80 131.53 130.79 84.73

36 kg ha-1 8.82 45.28 92.10 126.85 130.23 130.38 85.60

72 kg ha-1 8.78 44.97 92.42 128.13 130.23 130.04 84.52

108 kg ha-1 8.99 43.99 94.80 125.94 131.34 131.07 85.51

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi pupuk hayati dan pupuk kimia pada tinggi tanaman 4 MST pada kombinasi pupuk hayati, dosis 11.25

kg N ha-1, dan 72 kg P

205 ha-1 nyata lebih tinggi sebesar 48.73 cm dibandingkan

dengan tanpa pupuk hayati + 33.75 N ha-1 dan 108 kg P

2O5 ha-1 sebesar 40.87 cm dan

kombinasi tanpa pupuk hayati, 22.50 kg N ha-1 dan tanpa pupuk P, tetapi tidak

berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 3).

Kombinasi dosis 11.25 kg N ha-1,dan 72 kg P

2O5 ha-1 menyebabkan peubah

tinggi tanaman 4 MST lebih tinggi dibanding kombinasi dosis 33.75 kg N ha-1 dan

108 kg P2O5 ha-1 tetapi tidak berbeda dengan kontrol. Pada peubah tinggi tanaman 4

MST perlakuan tanpa pupuk hayati dan tanpa pupuk P lebih tinggi tetapi tidak berbeda nyata dengan pupuk hayati dan tanpa pupuk P. Kontrol lebih tinggi daripada

tanpa pupuk hayati dan 108 kg P2O5 ha-1. Pertumbuhan tanaman kedelai pada umur

35 hari setelah tanam di lahan rawa lebak intensif dapat dilihat pada (Lampiran 5). Tinggi tanaman saat panen kombinasi tanpa pupuk hayati dan 72 kg P2O5

ha-1 nyata lebih tinggi dibandingkan kombinasi pupuk hayati dan 72 kg P

2O5 ha-1

(31)

Tabel 3 Pengaruh interaksi pupuk hayati, N, dan P terhadap Tinggi Tanaman 4 MST dan Jumlah Cabang 10 MST.

N (kg ha-1) P2O5 (kg ha-1)

0 36 72 108

Tanpa Pupuk Hayati Tinggi Tanaman 4 MST

0 45.63 abcd 45.33 abcd 41.80 de 43.27 cde

11.25 44.00 bcde 43.67 bcde 45.60 abcd 43.87 bcde

22.50 47.87 ab 46.00 abcd 46.07 abcd 43.47 cde

33.75 44.87 abcde 45.00 abcde 46.07 abcd 40.87 e

Pupuk Hayati

0 42.80 de 44.93 abcde 43.33 cde 45.87 abcd

11.25 42.80 de 43.80 bcde 48.73 a 47.20 abc

22.50 40.73 e 48.67 a 42.33 de 43.67 bcde

33.75 47.40 abc 44.87 abcde 45.80 abcd 43.73 bcde

Tanpa Pupuk Hayati Jumlah Cabang 10 MST

0 3.8 d 4.4 abcd 4.2 abcd 4.4 abcd

Bahan organik mempunyai peranan penting dalam kesuburan tanah dan merupakan sumber hara penting bagi tanaman. Bahan organik berfungsi memelihara kondisi fisik tanah secara optimum untuk pertumbuhan, kapasitas pengikatan air dan ketersediaan hara. Berkaitan dengan keberadaan mikroorganisme di dalam tanah. Proses utama aktivitas mikrob di dalam tanah adalah mineralisasi bahan organik tersebut. Proses dekomposisi ion kompleks organik dalam residu, dapat dimineralisasi atau dikonversi dari bentuk organik ke bentuk an organik seperti N, P dan S (Havlin et al. 2005).

Jumlah Cabang

Pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk terhadap jumlah cabang dapat dilihat pada (Tabel 4). Hasil analisis sidik ragam terhadap jumlah cabang 10 MST pada kombinasi pupuk hayati + 22.50 kg N ha-1 + 108 kg P

2O5 ha-1

menunjukkan jumlah cabang yang nyata lebih tinggi sebesar 4.67 dibandingkan kombinasi 11.25 kg N ha-1 dan 72 kg P

2O5 ha-1 dan kombinasi tanpa pupuk N dan

108 kg P2O5 kg ha-1 sebesar 3.93 dan kontrol, tetapi tidak berbeda nyata dengan

perlakuan tanpa hayati 11.25 kg N ha-1dan 36 kg P

2O5 ha-1 sehingga dosis ini

direkomendasikan.

(32)

indeterminite. Aplikasi pupuk hayati dan pupuk N serta pupuk P dapat meningkatkan jumlah cabang.

Tabel 4 Pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P terhadap jumlah cabang Perlakuan 4 6 8 Jumlah Cabang (MST) 10 12 Panen

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Jumlah daun

Pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap jumlah daun 4 MST, 6 MST dan 8 MST dan 10 MST dan 12 MST. Pengaruh pupuk N berpengaruh nyata terhadap jumlah daun 8 MST, 10 MST dan 12 MST. Pupuk P berpengaruh terhadap jumlah daun pada vegetatif maksimum 8 MST (Tabel 5).

Tabel 5 Pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk Pterhadap jumlah daun Perlakuan 2 4 6 Jumlah Daun (MST) 8 10 12

(33)

Pada kombinasi tanpa pupuk N dan 36 kg P2O5 ha-1 menyebabkan jumlah

daun 2 MST nyata lebih tinggi dibanding tanpa pupuk N dan 72 kg P2O5 ha-1 dan

kontrol. Pengaruh interaksi pupuk hayati dengan pupuk N terhadap jumlah daun 8 MST terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan pupuk hayati + 33.75 kg N ha-1 dibandingkan tanpa pupuk hayati + tanpa pupuk N dan tanpa pupuk hayati

+11.25 kg N ha-1, tanpa pupuk hayati + 22.50 kg N ha-1. Pada peubah jumlah daun

12 MST kombinasi 33.75 kg N ha-1 dan 108 kg P

2O5 ha-1 nyata lebih tinggi

dibanding kombinasi 22.50 kg N ha-1 dan 72 kg P

2O5 ha-1 dan 108 kg P2O5 ha-1

dan kontrol, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 33.75 kg N ha-1 dan

tanpa P (Tabel 6). Semakin banyak jumlah daun yang dimiliki, proses fotosintesis akan berjalan lebih intensif, sehingga fotosintat yang dihasilkan juga lebih banyak. Fase pertumbuhan vegetatif mempengaruhi ukuran dan kanopi kedelai (Kumudini 2010). Egli (2010) menyatakan fase pertumbuhan vegetatif merupakan fase yang sangat menentukan produksi kedelai, yang ditandai pembentukan daun dan cabang produktif.

Tabel 6 Pengaruh Interaksi pupuk N dengan pupuk P terhadap tinggi tanaman 4 MST, Jumlah daun 2 MST dan 12 MST

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

(34)

Tabel 7 Pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif maksimum 8 MST Perlakuan tanaman (cm) Tinggi Jumlah daun (helai) Jumlah cabang (buah)

Tanpa pupuk hayati 125.85 b 23.8 b 3.6

Keterangan:Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT.

Jumlah cabang pada fase vegetatif maksimum berkorelasi nyata terhadap serapan hara P dan sangat nyata terhadap serapan hara K dan berkorelasi nyata terhadap produksi kedelai.

Pengaruh interaksi pupuk hayati dan pupuk P terhadap tinggi tanaman saat panen kombinasi pupuk hayati + 33.75 kg N ha-1 nyata lebih tinggi dibandingkan

kombinasi tanpa hayati + 33.75 kg N ha-1 tetapi tidak berbeda nyata dengan

kontrol (Tabel 8).

Tabel 8 Pengaruh interaksi pupuk hayati dengan pupuk P terhadap tinggi tanaman 4 MST, tinggi tanaman panen dan bobot kering tajuk

Hayati 0 kg ha-1 36 kg ha-1 72 kg haP2O5-1 108 kg ha-1

Pada peubah bobot kering tajuk kombinasi pupuk hayati dan 108 kg P2O5

ha-1 nyata lebih tinggi dibandingkan kombinasi pupuk hayati dan tanpa pupuk P

dan kombinasi pupuk hayati + 72 kg P2O5 ha-1, tetapi tidak berbeda nyata dengan

(35)

kering tajuk akan tinggi, artinya penyerapan hara berlangsung dengan baik. Tanaman dapat menyerap hara dengan baik sehingga menghasilkan biomass yang besar. Pada peubah jumlah bintil akar, bobot basah daun, bobot kering daun dan bobot kering tajuk serta bobot kering akar tidak terdapat pengaruh nyata (Tabel 9). Tabel 9 Pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P terhadap Biomass kedelai

Perlakuan

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Kandungan N tanah atau pemupukan nitrogen takaran tinggi sering dilaporkan menekan atau memperlambat pembintilan dan mengurangi jumlah N tertambat. Abu Shakra (1975) melaporkan, pemupukan 50 kg N ha-1 memberikan berat

bintil akar yang nyata lebih tinggi daripada pemupukan N 130-210 kg N ha-1.

Nodulasi pada akar kedelai akan mulai efektif setelah tanaman berumur dua minggu, maka pemberian pupuk N dalam jumlah yang tidak terlalu banyak sebagai starter pada waktu tanam dapat dianjurkan.

Kadar Hara N, P, dan K Daun Kedelai

(36)

Tabel 10 Pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P terhadap kadar hara daun

Perlakuan N (%) P (%) K (%)

Pupuk Hayati

Tanpa pupuk hayati 4.54 b 0.41 1.90 b

Pakai pupuk hayati 4.67 a 0.42 2.00 a

Pupuk N (kg ha-1)

0 4.39 b 0.41 1.89 b

11.25 4.64 a 0.41 1.96 a

22.50 4.66 a 0.42 1.96 a

33.75 4.73 a 0.41 1.98 a

Pupuk P (kg ha-1)

0 4.51 0.39 c 1.85 c

36 4.60 0.41 b 1.98 ab

72 4.65 0.42 b 1.94 b

108 4.66 0.43 a 2.02 a

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Pengaruh faktor tunggal Pupuk N terhadap kadar hara N dan K daun kedelai juga berbeda nyata dibandingkan tanpa pemberian pupuk N. Pengaruh pupuk P terhadap kadar hara P dan K daun kedelai menunjukkan perbedaan yang nyata. Peningkatan dosis pupuk P meningkatkan kadar hara P dan K daun kedelai pada umur 8 MST. Rekapitulasi sidik ragam komponen pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan rawa lebak intensif ditunjukkan pada (Lampiran 6). Serapan Hara N, P dan K Tanaman Kedelai

Pada peubah kandungan hara N kombinasi pupuk hayati+108 kg P2O5 ha-1

nyata lebih tinggi dibandingkan pupuk hayati + tanpa pupuk P, tanpa pupuk hayati+108 kg P2O5 ha-1 dan kontrol, tetapi tidak berbeda nyata dengan tanpa

pupuk hayati + 36 kg P2O5 ha-1. Pada peubah kadar hara K, kombinasi pupuk

hayati + 11.25 kg N ha-1 nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol, tetapi tidak

berbeda nyata dengan kombinasi pupuk hayati + tanpa pupuk N. Pengaruh interaksi pupuk hayati dan pupuk N terhadap kadar hara P terdapat perbedaan nyata antara kombinasi tanpa pupuk hayati + 22.50 kg N kg N ha-1 dibandingkan

kombinasi tanpa pupuk hayati + 33.75 kg N ha-1.

Pengaruh interaksi pupuk hayati dengan pupuk N terhadap kadar hara K menunjukan pengaruh yang nyata antara perlakuan tanpa pupuk hayati + tanpa pupuk N dan 22.50 kg N ha-1 dibandingkan pakai pupuk hayati + 11.25 kg N ha-1.

(37)

Tabel 11 Pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P terhadap serapan hara

Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Berat biji per tanaman kombinasi tanpa pupuk hayati + tanpa pupuk N dan kombinasi pupuk hayati + 11.25 kg N ha-1 dan pupuk hayati + 33.75 nyata lebih

tinggi dibandingkan tanpa pupuk hayati + 33.75 kg N ha-1 (Tabel 12). Tabel 12 Pengaruh interaksi pupuk hayati dengan pupuk N terhadap tinggi

tanaman saat panen, jumlah daun 8 MST, Kadar hara P dan K daun dan berat biji per tanaman Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji

(38)

Pupuk hayati, pupuk N dan Pupuk P tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap peubah bobot 100 butir dan produktivitas kedelai ditunjukkan pada (Tabel 13).

Tabel 13 Pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P terhadap komponen hasil kedelai

Perlakuan 100 butir Bobot (g) menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT

Pupuk hayati yang digunakan mengandung mikroba penambat N dan pelarut P yang mampu meningkatkan kemampuan tanaman mengikat N dari udara dan dapat meningkatkan kelarutan fosfat didalam tanah, sehingga fosfat menjadi tersedia bagi tanaman. Peningkatan dosis pupuk N juga menunjukkan pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah cabang. Peningkatan dosis pupuk P cenderung meningkatkan jumlah daun dan berbeda nyata dibandingkan tanpa pupuk P.

Unsur nitrogen memiliki peranan penting bagi tanaman. Nitrogen merupakan komponen penyusun asam amino, protein, amida, nukleotida dan nukleoprotein yang berfungsi dalam pembelahan sel, perpanjangan sel, dan pertumbuhan (Fujita et al. 1991).

Bakteri rhizobium dan tanaman kedelai dapat melakukan simbiose dengan baik pada tanah yang subur, banyak mengandung unsur P, Ca, dan Mo, dan pH tanah berkisar antara 5.5-7.0 dan suhu tanah yang optimum bagi pertumbuhan bakteri berkisar antara 25-30 oC. Tanggapan kedelai terhadap pemupukan selama

ini diketahui tidak konsisten atau sangat kecil pada tanah-tanah yang sangat rendah kesuburannya. Hasil kedelai yang tinggi selalu diperoleh dari tanah-tanah yang mempunyai tingkat kesuburan tinggi. Pemberian pupuk nitrogen biasanya tidak selamanya memberikan respon terhadap kenaikan hasil. Pengaruh pemupukan N terlihat pada warna daun kedelai menjadi hijau tua, pertumbuhan vegetatif bertambah dan tanaman menjadi lebih tinggi.

(39)

sebesar 72 kg P2O5 ha-1 menunjukkanjumlah polong total paling banyak (161.77)

dan jumlah polong isi paling tinggi (146.79) dapat di lihat pada (Tabel 14). Menurut beberapa hasil penelitian pengaruh fosfat pada tanaman kedelai menyatakan bahwa pupuk P berpengaruh positif terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah polong serta menaikkan jumlah bintil akar. Selanjutnya Chesney (1973) melaporkan bahwa hasil kedelai naik secara nyata pada pemupukan 0, 29, dan 59 kg P ha-1. Sedang Sachomsky (1977) menyimpulkan bahwa fosfat sangat

penting untuk mendapatkan biji yang baik dan dosis tidak boleh kurang dari 40-60 kg P ha-1.

Pengaruh ketiga jenis pupuk terhadap komponen hasil tidak memberikan perbedaan yang nyata, baik jumlah polong total, jumlah polong isi, jumlah polong hampa maupun produktivitas. Kondisi tanah yang mempunyai kecukupan hara menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman dapat mencapai hasil optimal. Korelasi antar peubah pertumbuhan dengan produksi kedelai di lahan rawa lebak intensif ditunjukkan pada (Lampiran7).

Tabel 14 Keragaan generatif tanaman kedelai

Perlakuan Jumlah

polong total

Jumlah

polong isi Jumlah polong hampa menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT

Faktor sifat fisik dan kimia tanah sebelum penelitian yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman kedelai dan tingkat kesuburan tanah yang sedang menyebabkan perlakuan pemupukan tidak memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap produksi. Ketersediaan hara nitrogen, fosfat dan kalium dalam tanah sering menjadi kendala hasil pertanian, sehingga konsumsi pupuk yang mengandung ketiga unsur tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun. Kedelai sebagai tanaman semusim menyerap hara N, P dan K dalam jumlah relatif besar. Dalam satu kilogram biji kedelai terkandung 60-70g N, sehingga beberapa peneliti berpendapat bahwa untuk setiap hektar pertanaman kedelai jumlah N yang digunakan lebih besar daripada tanaman lainnya (Pasaribu D dan Suprapto S 1993).

(40)

menunjukkan bahwa pemberian pupuk P mampu meningkatkan jumlah polong total, jumlah polong isi dan produktivitas tanaman. Supaya mendapatkan hasil yang tinggi diperlukan hara dalam jumlah cukup dan seimbang, maka pemupukan N dan P harus seimbang dengan ketersediaan hara K. Nitrogen yang diserap tanaman akan ditranslokasikan ke bagian atas tanaman melalui xylem. Kira-kira 70% nitrogen daun berada dalam kloroplas dan untuk seluruh bagian tanaman sekitar 50% nitrogen berada dalam plastida (Salado & Navaro et al.1985).

Pengaruh nitrogen pada tanaman adalah merangsang pertumbuhan tanaman, memberikan warna hjau pada daun, dan meningkatkan protein pada biji. Biji kedelai mengakumulasi bahan kering sekitar 25% dari total bobot kering tanaman dan mengakumulasi sekitar 45% N dari total seluruh tanaman. Pada Tabel 10, terlihat bahwa pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P meningkatkan kadar hara N, P dan K daun pada umur 8 MST. Kandungan hara N, P dan K pada daun melebihi batas kecukupan hara untuk tanaman kedelai. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian (Ghulamahdi 1999) bahwa sistem BJA meningkatkan kadar hara daun N, P, dan K pada fase vegetatif maksimum. Pupuk P memberikan pengaruh terhadap ketersediaan hara P tanaman. Semakin tinggi dosis pupuk P menunjukkan kadar hara P dan K daun makin tinggi dan berbeda nyata dibandingkan tanpa pupuk P.

Perlakuan kombinasi pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P berpengaruh sangat nyata terhadap peningkaan kadar hara N dan K pada daun kedelai. Pupuk hayati menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar hara N dan K daun, sedangkan pupuk N memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kadar hara P pada daun dan pengaruh nyata terhadap kadar hara K daun (Tabel 14).

Hardjowigeno (2010) menyatakan bahwa batas antara kecukupan dan defisiensi unsur hara tanaman kedelai berdasarkan analisis tanaman yaitu hara N sebesar 4.2%, hara P sebesar 0.26% dan hara K sebesar 1.7%. Berdasarkan hasil analisis jaringan daun pada pertumbuhan vegetatif maksimum menunjukkan kadar hara N, P dan K pada daun melampuai batas kecukupan, hal ini disebabkan pengaruh pemberian pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P. Pemberian pupuk P mampu meningkatkan kadar hara P pada daun. Kombinasi Pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P memberikan pengaruh nyata terhadap kadar hara K.

Pemberian pupuk P dengan dosis 108 kg P2O5 ha-1 memberikan pengaruh

nyata terhadap kandungan hara P pada daun. Marschner (1995) menyatakan bahwa pergerakan hara menuju permukaan akar tanaman bersama-sama dengan gerakan massa air (aliran masa). Pergerakan air dikendalikan oleh laju transpirasi tanaman. Suplai hara N lebih dominan dengan mekanisme aliran massa, sedangkan hara P dan K secara difusi. Hardjowigeno (2010) menambahkan bahwa serapan hara N melalui mekanisme aliran massa sebesar 98.8%, sedangkan melalui mekanisme difusi serapan hara P sebesar 90.9% dan K sebesar 77.7%.

(41)

pertumbuhan vegetatif dan generatif terpacu. Pertumbuhan vegetatif seperti luas daun, laju pertumbuhan tanaman, perkembangan akar dan bintil akar semuanya meningkat.

Pemberian pupuk nitrogen biasanya tidak selamanya memberikan respon terhadap kenaikan hasil. Pengaruh pemupukan N terlihat pada warna daun kedelai menjadi hijau tua, pertumbuhan vegetatif bertambah dan tanaman menjadi lebih tinggi. Pertambahan dalam pertumbuhan vegetatif yang berlebihan biasanya mengakibatkan penurunan hasil kedelai (Ismail et al. 1993). Hasil kedelai yang tinggi selalu diperoleh dari tanah-tanah yang mempunyai tingkat kesuburan tinggi. Suplai hara yang cukup dan berimbang perlu dipertahankan untuk pertumbuhan dan hasil kedelai baik.

Kombinasi yang memberikan nilai terbaik dari peubah jumlah cabang adalah tanpa pupuk hayati + 11.25 kg N ha-1 dan 36 kg P

2O5 ha-1. Untuk jumlah

daun 12 MST adalah 33.75 kg N ha-1 + Tanpa Pupuk P. Serapan kandungan hara

N adalah tanpa hayati + 36 kg P2O5 ha-1.

Jumlah daun maksimum pada perlakuan kombinasi pupuk hayati+ tanpa pupuk N. Produksi lebih berkorelasi dengan peubah jumlah cabang dibandingkan peubah yang lain, maka kombinasi yang direkomendasikan adalah pupuk hayati + 11.25 kg N ha-1 dan 36 kg P

2O5 ha-1 (Tabel 11).

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dosis optimum untuk pupuk N diperoleh pada dosis 21.43 kg N ha-1 dengan produktivitas 3.61 t ha-1dan dosis optimum untuk pupuk P adalah 74.02 kg P205 ha-1 dengan produktivitas3.94 t ha-1.

Pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P tidak berbeda nyata terhadap produktivitas pada lahan rawa lebak yang sudah dibudidayakan secara intensif dengan tingkat kesuburan tanah sedang dan pH-H20 tanah 7.0 dan P–tersedia

tinggi (18 ppm) serta K20 sedang (26 mg/100 g).

Gambar

Gambar 1 Kerangka berpikir penelitian optimalisasi pemupukan dan pengapuran
Tabel 2 Pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P terhadap tinggi tanaman
Tabel 3  Pengaruh interaksi pupuk hayati, N, dan  P terhadap Tinggi Tanaman 4 MST dan Jumlah Cabang 10 MST
Tabel 4 Pengaruh pupuk hayati, pupuk N dan pupuk P terhadap jumlah cabang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tanggung jawab auditee, dalam hal ini adalah pemimpin satker (rektor jika entitas kita adalah perguruan tinggi) mencakup seluruh aktivitas tata kelola keuangan pada satker

Enter a All requested variables entered... Enter a All requested

Hanya saja media sosial yang memungkinkan seseorang dengan mudahnya mengkurasi konten sesuai apa yang mereka yakini, seolah memanjakan bias ini, artinya ketika

Kampung kue menjadi salah satu bukti bahwa perempuan memiliki peran untuk meningkatkan ketahanan ekonomi keluarga, tidak hanya sebagai objek namun sebagai subjek yang terlibat

Dengan demikian penelitian ini sendiri akan membahas pandangan Abū Zayd sebagai pemikir Islam kontemporer dan tokoh hermeneutik yang menghadirkan perspektif berbeda pada

Khusus untuk melindungi beruang Madu dibangun Kawasan Wisata dan Pendidikan Lingkungan Hidup (KWPLH). Beruang Madu dilindungi di Indonesia sejak tahun 1973. Diharapkan hal

Aluminium merupakan salah satu logam anorganik yang dijumpai dalam air minum. Aluminium juga merupakan salah satu elektroda yang dapat digunakan dalam proses

Keadaan Pajak Buah Berastagi cukup ramai diminati dan dikunjungi oleh para wisatawan, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Pajak ini terletak di lokasi