• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas kolaborasi antara perum perhutani dengan masyarakat dalam pengelolaan hutan kasus PHBM di KPH Madiun dan KPH Nganjuk, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas kolaborasi antara perum perhutani dengan masyarakat dalam pengelolaan hutan kasus PHBM di KPH Madiun dan KPH Nganjuk, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS KOLABORASI ANTARA

PERUM PERHUTANI

DENGAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN

Kasus PHBM di KPH Madiun dan KPH Nganjuk,

Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

FITRIA KURNIAWAN

E 14102030

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Efektivitas Kolaborasi antara Perum Perhutani dengan Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan (Kasus PHBM di KPH Madiun dan KPH Nganjuk, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur) adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitakan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor, September 2006

(3)

RINGKASAN

FITRIA KURNIAWAN. Efektivitas Kolaborasi antara Perum Perhutani dengan Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan (Kasus Di KPH Madiun dan KPH Nganjuk, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur). Dibimbing Oleh DIDIK SUHARJITO

Menurut Kiwari (1983) dalam Suharjito dan Dudung (1998), social forestry adalah ilmu pengetahuan dan seni menumbuhkan pohon-pohon dan atau vegetasi lain pada lahan yang tersedia, di dalam dan di luar areal hutan tradisional dengan melibatkan masyarakat untuk tujuan menghasilkan tata guna lahan yang seimbang dan saling melengkapi (Tiwari, 1983). Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk melihat dan menjelaskan proses kolaborasi yang terbangun selama ini antara Perum Perhutani dengan masyarakat khususnya petani hutan dalam pengelolaan hutan.

Penelitian dilakukan di dua lokasi yaitu MPSDH Wana Lestari di Desa Padas yang berada pada wilayah kawasan hutan RPH Panggung, BKPH Dagangan, KPH Madiun dengan LMDH Argo Mulyo di Desa Sugihwaras yang berada pada wilayah kawasan hutan RPH Cabean, BKPH Wengkal, KPH Nganjuk. Penelitian dimulai dari bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2006. Penelitian dilakukan dengan metode survei melalui wawancara kepada responden dengan mengunakan kuisioner, kemudian data diolah dan disajikan dalam bentuk Tabel Frekuensi dan Tabulasi Silang, serta dijelaskan secara deskriptif.

Berdasarkan hasil kuisioner, dapat di lihat bahwa MPSDH Wana Lestari dan LMDH Argo Mulyo tergolong dinamis. Karena dari aspek tujuan kelompok sudah jelas terutama tujuan dari pembentukan MPSDH Wana Lestari maupun LMDH Argo Mulyo dalam program PHBM, aspek struktur kelompok jelas karena masing-masing kelompok telah memiliki aturan yang jelas serta struktur organisasi yang lengkap dengan wewenang pengambilan keputusan ada ditangan rapat anggota, dan kelompok telah berjalan efektif. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya manfaat yang diperoleh dari keberadaan MPSDH Wana Lestari dan LMDH Argo Mulyo serta motivasi awal anggota untuk ikut dalam menjaga kelestarian hutan.

Tingkat partisipasi MPSDH Wana Lestari dan LMDH Argo Mulyo dalam aspek perencanaan berada pada kategori sedang, dalam aspek pelaksanaan berada dalam kategori tinggi, dalam aspek pemanfaatan hasil berada dalam kategori tinggi, serta dalam aspek evaluasi atau monitoring berada dalam kategori sedang.

(4)
(5)

EFEKTIVITAS KOLABORASI ANTARA

PERUM PERHUTANI

DENGAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN

Kasus PHBM di KPH Madiun dan KPH Nganjuk,

Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

FITRIA KURNIAWAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan Pada Departemen Manajemen Hutan

Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(6)

Judul Penelitian :Efektivitas Kolaborasi antara Perum Perhutani dengan Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan (Kasus PHBM di KPH Madiun dan KPH Nganjuk, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur)

Nama Mahasiswa : FITRIA KURNIAWAN NIM : E 14102030

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 132 104 680

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP. 131 430 799

(7)

KATA PEGANTAR

Alhamdullilah segala Puji Syukur Kehadirat Allah SWT Yang Maha Mengetahui dan Yang Menggenggam Jiwa Setiap Manusia, atas segala limpahan Rahmat, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yangt berjudul “ Efektivitas Kolaborasi antara Perum Perhutani dengan Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan (Kasus PHBM di KPH Madiun dan KPH Nganjuk, Perum Perhutan Unit II Jawa Timur ) “ bertempat di MPSDH Wana Lestari dan LMDH Argo Mulyo.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Didik Suharjito, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak

memberikan bimbingan, nasihat dan saran selama penulis menyusun karya ilmiah ini.

2. Ir. Jajang Suryana, M.Sc selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Ir. Siswoyo, M.Si selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan atas masukan, saran serta nasehatnya kepada penulis.

3. Bapak, Ibu, atas doa, kasih sayang dan pengorbananya selama ini kepada penulis serta Mbah kung dan Mbah putri atas doanya. Semoga karya kecil ini bisa menjadi salah satu wujud mikul dhuwur mendhem jero seorang anak kepada orang tuanya.

4. Kakak-kakakku Mas Bambang, Mas Nur, Mbak Ning dan Mbak Dian atas kasih sayangnya serta keponakanku Lingga, Syafa dan Saddam.

5. Pak Jhon selaku Adm KPH Madiun, Pak Loedy Ajun Korkam KPH Madiun, Pak Iwan, Pak Usep, dan Pak Dani di Sekretariat Ekolabel atas bantuanya selama penulis di KPH Madiun serta Pak Suyatno dari MPSDH Wana Lestari atas bantuannya selama di lapangan.

6. Pak Amirul selaku Adm KPH Nganjuk, Pak Fitri Asper PHBM serta Pak Suparno dan Pak Satirun dari LMDH Argo Mulyo atas bantuannya selama penulis di KPH Nganjuk dan dilapangan.

(8)

8. Temen-temen seperjuangan MeNeHe’ers angkatan 39 (Arie, Cempaka, Lenita, Desi, Ida, Silvi, Nurul, Wawit, Getry, Dodi, Ma’ruf, Luky, Desna , Jalil and MNH Crew)

9. Kawan-kawan Pengurus FMSC Periode 2004-2005 dan Pengurus DPM Fakultas Kehutanan Periode 2004-2005. Semoga kebersamaan selama ini dapat terikat dalam tali persaudaraan.

10.Temen-temen satu kosant (Farih, Farid, Sofyan, dan Roron) atas keceriaan dan kebersamaanya selama ini.

11.Thanks for Ikhsan BDH 39 yang telah membantu penulis selama sidang (makasih laktopnya yach)

12.Thanks for Yopi, and adik kelasku Shinta, Nayu, Guruh dan Fitroh. Teman bertukar pikiran, curhat dan diskusi selama ini.

Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga segala amal kebaikan mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Bogor, September 2006

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Plunturan, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo pada tanggal 18 Juli 1983 anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Sudijono, S.Pd dan Warsini. Penulis mengawali pendidikan di TK Dharma Wanita, melanjutkan pendidikan dasar di SDN 1 Plunturan dan lulus pada tahun 1996. Pada tahun 1996, penulis melanjutkan pendidikan di SLTP 1 Ponorogo lulus pada tahun 1998. kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah di SMU 1 Ponorogo, lulus tahun 2002. Pada tahun 2002 penulis diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutana, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Penulis telah mengikuti kegiatan praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di KPH Banyumas Barat serta dilanjutkan di Perum Perhutani KPH Ngawi pada bulan Juli hingga Agustus 2005. Pada bulan Februari hingga April 2006 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Penulis juga pernah menjadi Asisten Mata Kuliah Ilmu Tanah Hutan dari tahun 2004 hingga 2005.

Selain itu, dalam kegiatan kemahasiswaan penulis aktif berorganisasai, pada tahun 2003 penulis aktif di DKM Ibbadurahman periode 2003-2004, pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan periode 2003-2004, Pjs Forest Management Student Club periode 2002-2003, dan Pengurus Forest Management Student Club periode 2003-2004. Pada tahun 2004 penulis aktif di Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Kehutanan sebagai anggota Komisi Advokasi dan terakhir penulis diberi amanat menjadi Ketua Umum Himpunan

Profesi FMSC Departemen Manajemen Hutan periode 2004-2005. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana kehutanan, penulis

(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Menurut Tiwari (1983) dalam Suharjito dan Darussman (1998), social forestry adalah ilmu pengetahuan dan seni menumbuhkan pohon-pohon dan atau vegetasi lain pada lahan yang tersedia, di dalam dan di luar areal hutan tradisional dengan melibatkan masyarakat untuk tujuan menghasilkan tata guna lahan yang seimbang dan saling melengkapi.

Untuk menunjang keberhasilan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di Perum Perhutani, diperlukan lembaga masyarakat desa hutan yang merupakan wadah bagi masyarakat sekitar hutan yang bersedia memelihara kelestarian hutan dengan jalan menjalin kerjasama dengan Perum Perhutani.

Berbagai penelitian mengenai Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat telah banyak dilakukan di Perum Perhutani. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudaryanti (2002) dalam penelitian menunjukkan bahwa dengan adaanya kedinamisan kelompok terjadi perubahan produktivitas anggota dalam kategori sedang. Pujo (2002) Alasan berpartisipasi peserta Program Kehutanan Sosial pada umumnya karena alasan terinduksi dan bahkan masih ada yang tidak berpartisipasi. Hal ini menunjukkan bahwa mereka berpartisipasi terhadap program, karena adanya peran / dorongan dari orang luar baik dari kelembagaan yang bersifat formal maupun non formal.

Menurut Kusumaningtyas (2003) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat Desa Cileuya pada tahap perencanaan maupun pada tahap pelaksanaan pada Program PHBM termasuk dalam kategori tinggi. Dengan demikian tingkat partisipasi masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dikategorikan tinggi.

(11)

pengelolaan hutan saat ini, bukan lagi mutlak menjadi domain satu stakeholder,

dalam hal ini Perum Perhutani. Dalam penelitian ini tetap memperhatikan aspek dinamika kelompok dan aspek partisipasi masyarakat sekitar hutan dalam Program PHBM.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas permasalahan dari penelitian ini adalah 1. Pada tingkat apa keragaan dinamika kelompok yang telah dicapai ?

2. Pada tingkat apa partisipasi masing-masing lembaga masyarakat desa hutan ?

3. Pada tingkat apa kolaborasi yang terbangun selama ini antara Perum Perhutani dengan masyarakat sekitar hutan dalam Program PHBM ?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Menganalisis kedinamisan antar lembaga masyarakat desa hutan yang terdapat dalam Program PHBM

2. Menganalisis partisipasi lembaga masyarakat desa hutan dalam Program PHBM.

3. Menganalisis kolaborasi antara Perum Perhutani dengan masyarakat sekitar hutan dalam Program PHBM.

Manfaat Penelitian

1. Perum Perhutani: sebagai bahan pertimbangan kebijakan dalam penentuan model pengelolaan hutan yang saling menguntungkan.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ...

i

DAFTAR TABEL ...

iv

DAFTAR GAMBAR ...

vi

DAFTAR LAMPIRAN ...

vii

PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat ... 3

Lembaga Masyarakat Desa Hutan ... 4

Dinamika Kelompok ... 4

Partisipasi Masyarakat ... 6

Kolaborasi Dalam Pengeloaan Hutan ... 7

METODOLOGI PENELITIAN

Kerangka Pemikiran ... 10

Definisi Operasional ... 12

Metode Penelitian ... 15

Lokasi dan waktu Penelitian ... 15

Jenis Data ... 15

Metode Pengumpulan Data ... 15

Metode Pengambilan Contoh ... 16

Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 16

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kesatuan Pemangkuan Hutan Madiun ... 17

Letak ... 17

Luas dan Iklim ... 17

Pembagian Wilayah ... 18

(13)

Kependudukan ... 19

Berdasarkan Tingkat Umur ... 31

Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 33

Berdasarkan Tingkat Luas Lahan Andil ... 33

Efektivitas kelompok ... 38

Partisipasi Masyarakat ... 40

Partisipasi Tahap Perencanaan ... 40

Partisipasi Tahap Pelaksanaan ... 44

Partisipasi Tahap Pemanfaatan Hasil ... 47

Partisipasi Tahap Monitoring atau Evaluasi ... 51

Kolaborasi antara Perum Perhutani dengan Masyarakat ... 54

Pandangan Lembaga Masyarakat Masyarakat Desa Hutan terhadap Perum Perhutani ... 54

Faktor Tujuan Bersama ... 54

Faktor Percaya (Trust)... 56

Faktor Pembagian Peran dan Tanggung jawab ... 57

Faktor Kapasitas Masing-Masing Pihak ... 60

Faktor Hasil dari PHBM ... 63

Faktor Pentingnya Resiko ... 69

Pandangan Perum Perhutani terhadap Lembaga Masyarakat Desa hutan ... 71

Faktor Tujuan Bersama ... 71

Faktor Percaya (Trust)... 72

Faktor Pembagian Peran dan Tanggung jawab ... 73

Faktor Kapasitas Masing-Masing Pihak ... 74

Faktor Hasil dari PHBM ... 76

(14)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 80

Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1 Daftar kepadatan penduduk sekitar KPH Madiun ... 19

Tabel 2 Daftar mata pencaharian penduduk sekitar hutan KPH Madiun .. 20

Tabel 3 Daftar kepadatan penduduk di kecamatan sekitar KPH Nganjuk 22 Tabel 4 Daftar mata pencaharian penduduk sekitar hutan KPH Nganjuk 22 Tabel 5 Produksi pupuk bokhasi MPSDH Wana Lestari ... 27

Tabel 6 Distribusi respoden anggota berdasar tingkat umur ... 32

Tabel 7 Distribusi responden anggota berdasar tingkat pendidikan ... 33

Tabel 8 Distribusi responden berdasar tingkat luas lahan andil ... 33

Tabel 9 Distribusi responden anggota berdasar tingkat kekosmopolitan.. 35

Tabel 10 Distribusi petani responden pada tahap perencanaan PHBM .... 41

Tabel 11 Distribusi petani responden pada tahap pelaksanaan PHBM... 45

Tabel 12 Distribusi petani responden pada tahap pemanfaatan hasil PHBM 48 Tabel 13 Distribusi petani responden pada tahap evaluasi PHBM ... 52

Tabel 14 Distribusi petani responden terhadap faktor tujuan bersama ... 55

Tabel 15 Distribusi petani responden terhadap realisasi janji Perum Perhutani ... 56

Tabel 16 Distribusi petani responden terhadap kemampuan jumlah kualitas SDM Perum Perhutani ... 57

Tabel 17 Distribusi petani responden terhadap faktor peran dan tanggung jawab ... 58

Tabel 18 Distribusi petani responden terhadap faktor kemampuan masing-masing pihak ... 60

Tabel 19 Distribusi petani responden terhadap faktor hasil dari PHBM .. 63

Tabel 20 Kejadian pencurian kayu di RPH Panggung ... 64

Tabel 21 Kejadian pencurian kayu di RPH Cabean ... 66

Tabel 22 Rata-rata pendapatan petani responden ... 67

(16)

Perum Perhutani ... 72 Tabel 27 Distribusi responden Perum Perhutani terhadap faktor

kemampuan jumlah dan kualitas SDM Perum Perhutani ... 73 Tabel 28 Distribusi responden Perum Perhutani terhadap faktor peran

dan tanggung jawab ... 73 Tabel 29 Distribusi responden Perum Perhutani terhadap faktor kapasitas masing-masing pihak ... 74 Tabel 30 Distribusi responden Perum Perhutani terhadap faktor hasil

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 11

Gambar 2 Kawasan Wanareksa MPSDH Wana Lestari ... 24

Gambar 3 Struktur organisasi MPSDH Wana Lestari ... 24

Gambar 4 Kawasan Wengkon LMDH Argo Mulyo ... 28

Gambar 5 Struktur organisasi LMDH Argo Mulyo ... 28

Gambar 6 Patok batas lahan di LMDH Argo Mulyo ... 43

Gambar 7 tumpang sari tanaman jati di MPSDH Wana Lestari ... 50

Gambar 8 Kondisi pencurian kayu di RPH Panggung tahun 2001-2006.. 64

Gambar 9 Tegakan jati di kawasan Wanareksa MPSDH Wana Lestari ... 65

Gambar 10 Kondisi pencurian kayu di RPH Cabean tahun 2001-2006.... 66

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1 Rekapitulasi Responden MPSDH Wana Lestari ... 85

Lampiran 2 Rekapitulasi Responden LMDH Argo Mulyo ... 86

Lampiran 3 Foto-foto Penelitian di MPSDH Wana Lestari ... 87

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

Pengelolaan Sumberdaya Berbasis Masyarakat (PHBM) adalah suatu program dari Perum Perhutani yang gagasanya di lansir pertama kali pada tahun 1999. Mengikuti program serupa di Nepal yakni Joint Forest Management (JFM). Program PHBM ini bermaksud untuk meningkatkan hubungan yang harmonis antara pengelola hutan (Perhutani) dengan masyarakat di sekitarnya dengan cara berbagi kewenangan dan berbagi hasil pengelolaan (Affianto, 2005).

Menurut Haeruman (2005), tujuan di laksanakan program PHBM adalah : 1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan melepaskan dari

kemiskinan, membangun pemupukan modal masyarakat.

2. Meningkatkan kemampuan teknologi dan manajemen organisasi masyarakat lokal dalam melaksanakan PHBM.

3. Membangun PHBM secara struktural, sehingga PHBM menjadi salah satu andalan usaha rakyat.

4. Meningkatkan keanekaragaman jenis usaha dan jenis hasil yang lebih unggul dan tahan terhadap gejolak ekonomi.

5. Meningkatkan sediaan sumberdaya kehutanan bagi pengembangan sektor kehutanan yang lebih luas. Ini terbentuk sebagai hasil akhir dari keberhasilan upaya pemberdayaan masyarakat.

(20)

Lembaga Masyarakat Desa Hutan

Lembaga Masyarakat Desa Hutan merupakan suatu komunitas masyarakat yang tergabung dalam suatu wadah / organisasi, baik karena kesamaan profesi antara lain Kelompok Masyarakat Desa Hutan (KMDH), Kelompok tani Hutan (KTH), Kelompok Tani Penghijauan (KTP), maupun karena kesamaan tempat tinggal di dalam suatu desa (Pemda Nganjuk, 2002).

Menurut Sudaryanti (2002), pembentukan kelompok pada masyarakat yang tinggal di sekitar desa hutan merupakan upaya untuk mewujudkan keberhasilan pelaksanaan pengelolaan hutan bersama masyarakat. Kelompok yang di bentuk tersebut dapat merupakan sarana masyarakat desa hutan menyampaikan aspirasi dan atau menerima informasi dari pihak Perum Perhutani, sehingga hubungan antara keduanya diharapkan terjalin dengan baik.

Selain itu, kelompok dapat berfungsi sebagai wadah kerjasama antara pesanggem dalam hal ini adalah modal, tenaga kerja, dan informasi serta lebih efektif melakukan kontrol sosial (Wong 1979 dalam Suharjito 1994). Kehadiran ketua sebagai pemimpin dalam kelompok sangat penting. Menurut Simon et al.

(diacu dalam Mulyana, 2001) Pemimpin harus menjadi motor penggerak organisasi dan harus mampu merumuskan masalah dan merumuskan pemecahannya, serta dapat tampil sebagai mediator yang berani dan mampu berkomunikasi maupun berhadapan dengan petugas pemerintah.

Dinamika Kelompok

Dalam sebuah sistem sosial terdapat keinginan dari masing–masing individu untuk menyatu baik berdasarkan keyakinan, keinginan, asal usul yang sama atau yang lainya. Begitu juga dengan lembaga masyarakat desa hutan yang tidak terlepas dari tujuan utama pembangunan pedesaan secara menyeluruh yaitu dengan adanya pertumbuhan ekonomi, pemerataan, dan kesejahteraan sehinggan antara masyarakat dengan kelembagaan merupakan mitra yang sejajar dan saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya.

(21)

Dinamika kelompok akan mencakup faktor-faktor yang menyebabkan suatu kelompok hidup, bergerak, aktif dan efektif dalam mencapai tujuannya.

Dinamika kelompok adalah suatu keadaan dimana suatu kelompok dapat menguraikan, mengenali kekuatan–kekuatan yang terdapat dalam situasi kelompok yang dapat membuka perilaku kelompok dan anggota– anggotanya.

Ada 9 unsur dalam melakukan analisis dinamika kelompok yaitu : (a) Tujuan kelompok (group goal), (b) Struktur kelompok (Group structure), (c) Fungsi tugas (Task function), (d) Pembinaan dan pengembangan kelompok(Group building and maintenance), (e) Kekompakan kelompok (group cohesiveness), (f) Suasana kelompok (Group atmosphere), (g) Ketegangan kelompok (Group pressure), (h) Efektivitas kelompok (Group evectiveness), dan (i) Maksud terselubung (Hidden agenda). Dalam penelitian ini digunakan 3 unsur dinamika kelompok, yaitu :

A. Tujuan kelompok yaitu sesuatu yang ingin dicapai oleh kelompok, apakah tujuan itu sesuai dengan tujuan anggota, formal atau tidak formal, jelas atau tidak jelas, karena kedinamisan kelompok akan tercapai jika sesuai dengan tujuan individu.

B. Struktur kelompok adalah bagaimana kelompok tersebut mengatur dirinya sendiri. Setiap kelompok memiliki struktur yang berbeda. Ketidakjelasan struktur akan menyebabakan ketidak jelasan wewenang, kewajiban setiap anggota sehingga dalam pelaksanaan kegiatan tidak dapat berlangsung dengan efektif.

C. Efektivitas kelompok merupakan keberhasilan kelompok dalam mencapai tujuan. Semakin berhasil suatu kelompok maka anggota akan memiliki kebanggaan terhadap kelompoknya. Menurut Margono (2001), efektivitas dapat dilihat dari sudut pandang:

1. Dari hasil atau produktivitas yang di hasilkan dari anggota yang terlibat dalam kelompok.

2. Dari moral kelompok, semangat serta kesunguhan yang terdapat pada masing-masing anggota.

(22)

Partisipasi Masyarakat

Menurut Cohen dan Uphoff (1977) dalam Kartasubrata (1986), partisipasi adalah istilah deskriptif yang mencakup berbagai kegiatan dan situasi yang beraneka ragam karena besar sekali kemungkinan terjadinya kesalahpahaman tentang sebab dan akibat, ruang lingkup dan penyebarannya.

Menurut Slamet dalam Kartasubrata (2002), mengemukakan bahwa syarat- syarat yang diperlukan untuk berpartisipasi rakyat dapat dikelompokkan dalam tiga golongan :

1. Ada kesempatan untuk membangun / untuk ikut dalam pembangunan. 2. Kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan itu.

3. Ada kemauan untuk berpartisipasi.

Dimensi partisipasi mencakup jenis partisipasi yang sedang diselenggarakan, kelompok-kelompok perorangan yang terlibat dalam partisipasi tersebut dan berbagai cara bagaimana terjadinya proses partisipasi tersebut. Sedangkan kontek partisipasi berfokus pada hubungan antara ciri-ciri proyek pembangunan pedesaan dan pola-pola partisipasi yang ada dalam lingkungan daerah lokasi proyek.

Menurut Delli Priscolli (1997) dalam Suporahardjo (2005), nilai inti dari partisipasi adalah sebagai berikut :

1. Masyarakat harus punya suara dalam keputusan tentang tindakan yang mempengaruhi kehidupan mereka.

2. Partisipasi masyarakat meliputi jaminan bahwa kontribusi masyarakat akan mempengaruhu keputusan.

3. Proses partisipasi masyarakat mengkomunikasikan dan memenuhi kebutuhan proses semua partisipasi.

4. Proses partisipasi masyarakat berupaya dan memfasilitasi keterlibatan mereka yang berpontensi untuk berpengaruh.

5. Proses partisipasi melibatkan partisipasi dalam mendefinisikan bagaimana berpartisipasi .

(23)

7. Proses partisipasi masyarakat memberi partisipasi informasi yang mereka butuhkan dengan cara yang bermakna.

Menurut Ndraha (1990) dalam Yumi (2002), partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan dapat di pilahkan sebagai berikut : (1) partisipasi dalam / melalui kontak dengan pihak lain sebagai titik awal perubahan sosial, (2) partispasi dalam memperhatikan / menyerap dan memberikan tanggapan terhadap informasi, baik dalam arti menerima (mentaati, memenuhi, melaksanakan),menerima dengan syarat ataupun dalam arti menolaknya, (3) partisipasi dalam perencanaan termasuk pengambilan keputusan, (4) partisipasi dalam pelaksanaan operasional, (5) partisipasi dalam menerima, memelihara, dan mengembangkan hasil pembangunan dan (6) partisipasi dalam menilai pembangunan, yaitu keterlibatan masyarakat dalam menilai tingkat pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana dan tingkatan hasilnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

Menurut Pujo (2002) pada kegiatan PMDH, masyarakat belum terlibat dengan baik pada semua tahap kegiatan bahkan pada tahap perencanaan dan pengendalian tingkat keterlibatannya masih rendah. Hal ini menunjukan bahwa aspek perencanaa dan pengendalian kegiatan belum sepenuhnya melibatkan masyarakat.

Pada kegiatan PHBM, masyarakat juga belum terlibat baik pada semua tahapan kegiatan. Walaupun demikian telah menunjukkan intensitas yang lebih baik jika dibandingkan pada Program PMDH. Masyarakat pada umumnya berpartisipasi pada kegiatan yang dirasa memberikan manfaat langsung pada mereka yaitu pada tahap pelaksanaan dan pemanfaatan hasil

Kolaborasi dalam Pengelolaan Hutan

(24)

Menurut Wondolleck dan Yaffee (2000) dalam Suporahardjo (2005), perkembangan pendekatan kolaborasi mulai muncul sebagai respon atas tuntutan kebutuhan akan manajemen pengelolaan sumberdaya yang baru, yang demokratis, lebih mengakui perluasan yang lebih besar atas dimensi manusia dalam mengelola pilihan-pilihan, mengelola ketidakpastian, dan membangun kesepahaman, dukungan, kepemilikan atas pilihan-pilihan bersama.

Pengelolaan hutan secara kolaboratif dapat dipandang sebagai pengembalian kekuasaan yang lebih besar kepada masyarakat lokal dan pengakuan otoritas manajemen mereka secara formal.

Pada pengelolaan hutan berbasis masyarakat terdapat satu tantangan untuk membangun dan memelihara proses kolaborasi dalam tahap perencanaan dan pelaksanaan inisiatif. Komitmen suatu kelompok untuk berkolaborasi tergantung pada persepsi bahwa kesepakatan di antara stakeholder akan memberikan hasil yang positif bagi anggotanya. Menurut Katherine et al (2002) dalam Suporahardjo (2005), hasil positif itu meliputi :

1. Keuntungan materiil.

2. Pengakuan masa pemakaian dan hak penggunaan. 3. Bertambahnya identitas budaya.

4. Pencapaian kepentingan jangka pendek dan jangka panjang.

Menurut Gray (1989) dalam Suporahardjo (2005), lima ciri penting yang menentukan proses kolaborasi meliputi :

1. Membutuhkan keterbukaan karena dalam kolaborasi antara stakeholder

harus saling memberi dan menerima untuk menghasilkan solusi bersama. 2. Menghormati perbedaan dan menjadikan sumber potensi kreatif untuk

membangun kesepakatan.

3. Peserta dalam kolaborasi secara langsung bertanggung jawab untuk pencapaian kesepakatan tentang jalan keluar.

4. Membutuhkan satu jalan keluar yang disepakati untuk arahan interaksi diantara stakeholder dimasa depan.

(25)

Walaupun pendekatan kolaborasi telah memberikan kesuksesan dan manfaat dalam menyelesaikan masalah, tapi dalam perjalanannya terdapat kendala sebagai keterbatasan dari pendekatan kolaborasi. Menurut Gray (1989) dalam

Suporahardjo (2005), beberapa kendala dalam kolaborasi, yaitu :

1. Komitmen kelembagaan tertentu menimbulkan disinsentif untuk berkolaborasi.

2. Sejarah hubungan yang dicirikan oleh interaksi permusuhan yang telah berlangsung lama diantara dua pihak.

3. Dinamika perkembangan tingkat kemasyarakatan (pendekatan kolaborasi lebih sulit dipraktekkan ketika kebijakan rendah sekali perhatiannya dalam mempertimbangakan alokasi sumberdaya langka).

(26)

METODOLOGI PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Anggota lembaga masyarakat desa hutan terdiri dari berbagai tingkat umur, tingkat pendidikan, luas lahan andil dan tingkat kekosmopolitan yang berbeda beda, sehingga dari sini dapat melihat kedinamisan lembaga masyarakat desa hutan.

Untuk mengukur tingkat kedinamisan kelompok dapat di lihat berdasarkan variabel yang ada yaitu tujuan kelompok, struktur kelompok, serta efektivitas kelompok. Dengan semakin dinamisnya kelompok diharapkan akan berdampak pada tingkat partisipasi lembaga masyarakat desa hutan pada Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat.

Pada tingkat partisipasi dapat dilihat dari tahapan–tahapan dalam partisipasi yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap pemanfaatan hasil serta tahap pengendalian program. Jika semakin sering partisipasi lembaga masyarakat desa hutan pada tahap–tahap partisipasi tersebut, maka dapat di indikasikan bahwa kolaborasi dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dapat berjalan dengan baik dan optimal.

Untuk melihat kegiatan-kegiatan partisipatif secara kualitatif dilakukan observaasi dan wawancara bebas. Dengan demikian diharapkan dapat ditangkap persepsi masyarakat sekitar hutan tentang makna dan ruang lingkup kolaborasi dalam PHBM.

(27)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Efektivitas Kolaborasi antara Perum Perhutani dengan Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan

Aspek – aspek dinamika kelompok:

•Tujuan kelompok

•Struktur kelompok

•Efektivitas kelompok

Partisipasi Lembaga

Masyarakat Desa Hutan

Partisipasi dalam tahap perencanaan

Partisipasi dalam tahap pelaksanaan

Kolaborasi Pengelolaan

Hutan Bersama Masyarakat

Partisipasi dalam tahap evaluasi atau

monitoring Partisipasi dalam tahap pemanfaatan

Saling Percaya (Trust) Perhutani

dan Petani Pembagian Peran dan Tanggungjawab Perhutani dan Petani

Kapasitas Masing- masing Pihak Perhutani dan Petani

Hasil dari PHBM Pentingnya Resiko

(28)

Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Faktor internal

Faktor internal anggota adalah ciri-ciri pribadi anggota yang diduga sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kedinamisan suatu kelompok tani hutan, yang meliputi :

1. Umur adalah usia anggota yang tergabung dalam kelompok tani hutan yang dihitung sejak kelahirannya dan dikategorikan menjadi muda (≤ 51 tahun), menengah (52 -63tahun) dan tua (≥ 64 tahun)

2. Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang terakhir ditempuh responden dan pendidikan informal (kursus / pelatihan) yang pernah diikuti responden dan dikategorikan menjadi rendah (SD), sedang (SLTP) dan tinggi (SMU)

3. Luas lahan andil adalah jumlah satuan hamparan tanah garapan hasil dari andil dan dikategorikan menjadi sempit (< 0.1 Ha), sedang (0.1 – 0.5 ha), dan luas (> 0.5 Ha).

(29)

Aspek-aspek dinamika kelompok

Aspek-aspek dinamika kelompok adalah faktor-faktor yang menjadikan kelompok tersebut mengalami kedinamisan

1. Tujuan kelompok yaitu sesuatu yang ingin dicapai oleh kelompok, apakah tujuan itu sesuai dengan tujuan anggota, formal atau tidak formal, jelas atau tidak jelas, karena kedinamisan kelompok akan tercapai jika sesuai dengan tujuan individu.

2. Struktur kelompok adalah bagaimana kelompok tersebut mengatur dirinya sendiri.

3. Efektivitas kelompok merupakan keberhasilan kelompok dalam mencapai tujuan.

Partisipasi kelompok tani hutan dalam Program PHBM

Partisipasi masyarakat dalam kegiatan Program PHBM adalah keikutsertaan masyarakat yang termasuk dalam kelompok tani hutan yang meliputi kegiatan sebagai berikut :

1. Perencanaan PHBM adalah proses pengambilan keputusan yang rasional dalam kegiatan PHBM dan dikategorikan rendah (tidak pernah terlibat), sedang (jarang terlibat), dan tinggi (sering terlibat).

2. Pelaksanaan PHBM adalah kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan PHBM yang telah direncanakan dikategorikan rendah (tidak pernah terlibat), sedang (jarang terlibat), dan tinggi (sering terlibat).

3. Pemanfaatan hasil PHBM adalah pembagian hasil usaha dari kegiatan dalam kegiatan PHBM dikategorikan rendah (tidak pernah terlibat), sedang (jarang terlibat), dan tinggi (sering terlibat).

4. Monitoring atau evaluasi PHBM adalah kegiatan yang mengarah pada evaluasi hasil dari Program PHBM dikategorikan rendah (tidak pernah terlibat), sedang (jarang terlibat), dan tinggi (sering terlibat).

Kolaborasi antara Perum Perhutani dan petani hutan

(30)

apa tujuan PHBM dan kesesuai tujuan PHBM dengan individu dan kelompok dikategorikan tidak jelas (persentase < 25 %), cukup jelas (persentase > 25 %), dan jelas (persentase > 50 %).

2. Faktor saling percaya (trust) adalah bagaimana kepercayaan antara Perum Perhutani dan petani hutan dalam membangun kolaborasi dengan kriteria apakah sesuai antara ucapan dan tindakan Perum Perhutani dalam Program PHBM serta keyakinan petani terhadap kemampuan Perum Perhutani dalam melaksanakan Program PHBM dikategorikan rendah (persentase < 25 %), sedang (persentase > 25 %), dan tinggi (persentase > 50 %).

3. Faktor pembagian peran dan tanggungjawab adalah bagaimana peran dan tanggungjawab diantara dua belah pihak selama ini dalam membangun kolaborasi dengan kriteria kejelasan peranan petani dan Perum Perhutani selama ini dalam pelaksanaan Program PHBM dikategorikan tidak jelas (persentase < 25 %), cukup jelas (persentase > 25 %), dan jelas (persentase > 50 %).

4. Faktor kapasitas masing-masing pihak adalah bagaimana kemampuan kedua belah pihak dalam masalah manajemen PHBM dan ketersediaan SDM dengan kriteria jumlah sumberdaya yang ada serta keberadaan kontrak kerja terhadap kelangsungan Program PHBM dikategorikan rendah (persentase < 25 %), sedang (persentase > 25 %), dan tinggi (persentase > 50 %).

5. Faktor hasil dari PHBM adalah bagaimana menurut pandangan kedua belah pihak dari hasil yang diperoleh dari Program PHBM dengan kriteria keamanan hutan, peningkatan pendapatan serta keinginan dalam melanjutkan Program PHBM dikategorikan tidak mendukung (persentase < 25 %), cukup mendukung (persentase > 25 %), dan mendukung (persentase > 50 %).

(31)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survai. Data dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuisioner, dimana pemilihan Lembaga Masyarakat Desa Hutan dilakukan secara purposive sampling dengan dasar pemilihan LMDH adalah sudah berdiri cukup lama, yaitu ketika Program PHBM baru dilaksanakan di KPH Madiun dan KPH Nganjuk dan kegiatan kedua LMDH telah menunjukkan hasil dan sudah dapat dinikmati oleh anggotanya.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di KPH Madiun dan KPH Nganjuk, Unit II Jawa Timur. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Mei - Juni 2006. Dasar pemilihan KPH Madiun adalah Program PHBM telah berjalan sejak tahun 2002 dengan kondisi hutan jati yang masih bagus dan KPH Nganjuk adalah Program PHBM telah berjalan sejak tahun 2003 dengan kondisi hutan jati yang cukup bagus

Jenis Data

Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder dari sasaran penelitian. Data primer meliputi keadaan umum responden yang diambil melalui wawancara dan kuesioner. Sedangkan data sekunder meliputi keadaan lingkungan biofisik tempat penelitian dan data lain yang relevan

dengan penelitian.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

1. Teknik Observasi, yaitu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap objek peneliti.

(32)

3. Studi Pustaka, yaitu cara pemgumpulan data dengan cara mempelajari literatur, laporan, karya ilmiah dan hasil penelitian yang ada hubungannya dengan penelitian.

Metode Pengambilan Contoh

Pemilihan responden sebagai unit contoh dilakukan secara acak dimana dari MPSDH Wana Lestari diambil sebanyak 30 orang responden dari 80 anggota dan LMDH Argo Mulyo diambil 30 orang responden dari 239 anggota. Sedangkan dari Perhutani dilakukan secara purposive sampling dengan responden masing-masing sebanyak 3 orang.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

(33)

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kesatuan Pemangkuan Hutan Madiun Letak

Secara geografis KPH Madiun terletak diantara garis Lintang Selatan 70 30” s/d 70 50” dan 40 30” s/d 40 50” BT dengan baris batas sebagai berikut :

- Sebelah Utara : KPH Saradan

- Sebelah Timur : KPH Saradan dan Lawu Ds - Sebelah selatan : KPH Lawu Ds.

- Sebelah Barat : KPH Lawu Ds dan Ngawi

Sedangkan secara administratif, KPH Madiun berada di Daerah Kabupaten Madiun, Ponorogo, dan Magetan.

Luas dan Iklim

Luas Kawasan Hutan KPH Madiun adalah 31.229,2 Ha dengan rincian Klas Perusahaan Jati 27.528,2 Ha dan Klas Perusahaan Kayu Putih 3.701,1 Ha yang dibagi menjadi 4 (Empat) Bagian Hutan yaitu :

- Bagian Hutan Caruban : 11.999,4 Ha - Bagian Hutan Pagotan : 4.076,0 Ha - Bagian Hutan Ponorogo Timur : 6.260,3 Ha - Bagian Hutan Ponorogo Barat : 8.893,5 Ha

Jumlah : 31.229,2 Ha

(34)

Pembagian Wilayah

KPH Madiun dibagi menjadi 2 SKPH yaitu SKPH Madiun Utara dan SKPH Madiun Selatan, masing-masing dibagi menjadi beberapa BKPH dengan pembagian sebagai berikut :

I.SKPH Madiun Utara

Membawahi 6 (Enam) BKPH yaitu : 1. BKPH Brumbun : 1.756,2 Ha 2. BKPH Caruban : 3.316,8 Ha 3. BKPH Dagangan : 2.240,4 Ha 4. BKPH Dungus : 3.456,9 Ha 5. BKPH Mojorayung : 2.833,5 Ha 6. BKPH Ngadirejo : 2.238,5 Ha

Jumlah : 16.075,4 Ha

II. SKPH Madiun Selatan

Membawahi 5 (Lima) BKPH yaitu : 1. BKPH Bondrang : 2.925,5 Ha 2. BKPH Pulung : 2.207,4 Ha 3. BKPH Sampung : 3.613,5 Ha 4. BKPH Sukun : 3.701,1 Ha 5. BKPH Somoroto : 2.538,6 Ha

Jumlah : 15.153,8 Ha

Pengembangan Desa Hutan

(35)

Kependudukan

Jumlah penduduk dalam kecamatan yang masuk dalam wilayah kerja KPH Madiun adalah : 804.789 orang yang terdiri dari 393.121 laki-laki dan 411.667 perempuan. Untuk melihat kepadatan penduduk di sekitar hutan KPH Madiun dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Daftar Kepadatan Penduduk Tiap Kecamatan Sekitar Hutan KPH Madiun No Kecamatan Laki-laki

(Org) 8 Gemarang 14.192 14.668 28.860 101,97 283 9 Jenangan 26.344 26.852 53.196 59,44 895

Jumlah 393.121 411.667 804.789 1454,28 553

Sumber data : Statistik dalam angka Kab.Ponorogo, Madiun, Magetan tahu 2004

Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa kecamatan yang mempunyai tingkat kepadatan pendufuk tertinggi adalah Kecamatan Wungu sebesar 1.057 org / km2 sedangkan yang terendah adalah Kecamatan Karee sebesar 152 org / km2

Mata Pencaharian

(36)

Tabel 2. Daftar Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Sekitar Hutan KPH 1 Kab.Madiun 324.041 47.809 534 37.185 58.443 10.624 478.626 2 Kab.Magetan 219.333 93.491 45 81.779 63.772 52.009 510.429 3 Kab.Prg :

Jumlah 651.463 147.212 1.918 204.111 131.089 111.676 1.247.479 Sumber data : Statistik dalam angka Kab.Ponorogo, Madiun, Magetan tahun2004

Berdasarkan data pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa sekitar 52 % mata pencaharian penduduk di sekitar hutan KPH Madiun didominasi oleh petani dan buruh sekitar 16 % disamping itu, juga terdapat mata pencaharian lain seperti pedagang, pensiunan, pegawai dan lain-lain.

Kesatuan Pemangkuan Hutan Nganjuk Letak

Secara geografis KPH Ngajuk terletak diantara garis Lintang Selatan 70 20” s/d 70 50” dan 1110 5” s/d 1120 13” BT dengan baris batas sebagai berikut :

- Sebelah Utara : KPH Bojonegoro - Sebelah Timur : KPH Jombang - Sebelah selatan : KPH Kediri - Sebelah Barat : KPH Saradan

(37)

Luas dan Iklim

Luas Kawasan Hutan KPH Nganjuk adalah 21.273,48 Ha dengan Klas Perusahaan Jati yang dibagi menjadi 2 (Dua) Bagian Hutan yaitu :

- Bagian Hutan Tritik : 12.627,40 Ha - Bagian Hutan Berbek : 8.646,08 Ha

Jumlah : 21.273,48 Ha

Sebagian besar jenis tanah dikawasan hutan KPH Nganjuk untuk bagian Hutan Tritik terdiri dari jenisMediterane Merah, Lithosol, Regosol, Aluvial dan Latosol, sedangkan diwilayah Bagian Hutan Berbek terdiri dari jenis Aluvial, Latosol coklat, coklat tua kemerah-merahan dan Latosol merah tua. Berdasarkan pembagian iklim Scmith Ferguson KPH Madiun termasuk Tipe iklim E dengan nilai Q = 166,6 % .Ketinggian tempat KPH Nganjuk berada diantara 60 – 550 m dpl.

Pembagian Wilayah

KPH Nganjuk dibagi menjadi 1 SKPH yaitu SKPH Nganjuk, masing -masing dibagi menjadi 5 BKPH dengan pembagian sebagai berikut :

SKPH Nganjuk

Membawahi 5 (Lima) BKPH yaitu : 1. BKPH Tamanan

2. BKPH Tritik 3. BKPH Wengkal 4. BKPH Berbek 5. BKPH Bagor

Pengembangan Desa Hutan

(38)

Kependudukan

Jumlah penduduk dalam kecamatan yang masuk dalam wilayah kerja KPH Madiun adalah : 321.029 orang yang terdiri dari 158.120 laki-laki dan 162.909 perempuan. Untuk melihat kepadatan penduduk di sekitar hutan KPH Nganjuk dapat di lihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Daftar Kepadatan Penduduk Tiap Kecamatan Sekitar Hutan KPH Nganjuk

No Kecamatan Laki-laki

(Org) 2 Gondang 23.797 24.475 48.272 95,943 503 3 Ngluyu 6.916 7.041 13.957 86,149 162 4 Berbek 25.218 26.117 51.335 48,300 1.063 5 Ngetos 15.967 16.357 32.342 60,212 537 6 Sawahan 16.612 16.929 33.541 115,886 307 7 Bagor 25.351 27.225 52.576 51,153 1.028 8 Wilangan 12.581 12.060 24.641 50,640 504

Jumlah 158.120 162.909 321.029 659,946 566

Sumber data : Statistik dalam angka Kab. Nganjuk 2002

Dari Tabel 3 dapat terlihat bahwa kecamatan yang mempunyai tingkat kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Berbek sebesar 1.063org / km2 sedangkan yang terendah adalah Kecamatan Ngluyu sebesar 162 org / km2.

Mata Pencaharian

Untuk melihat mata pencaharian penduduk yang berada di sekitar hutan KPH Madiun dapat dilihat dari Tabel 4 berdasarkan kecamatan.

Tabel 4. Daftar Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Sekitar Hutan KPH Madiun

(39)

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa sekitar 51 % mata pencaharian penduduk di sekitar hutan KPH Madiun didominasi oleh petani dan buruh sekitar 33 %. Dengan demikian sebenarnya tenaga yang diperlukan sebagai tenaga penggarap tanaman ataupun kegiatan hutan lainnya cukup tersedia tergantung dari keahlian, ketekunan serta kemauan yang keras dari petugas lapangan dalam mendekati dan membina masyarakat sekitar hutan, sehingga dapat membantu program-program dari Perum Perhutani. Begitu juga untuk kasus yang terdapat di KPH Madiun dimana masyarakatnya didominasi bermata pencaharian sebagai petani dan buruh.

Deskripsi Lembaga Masyarakat Desa Hutan

Sejarah MPSDH Wana Lestari

Desa Padas merupakan desa yang memiliki hutan potensial dengan vegetasi yang cukup rapat, disamping ketergantungan masyarakat terhadap hutan cukup tinggi. Desa Padas merupakan desa yang berada dalam wilayah kerja RPH Panggung BKPH Dagangan KPH Madiun.

Seiring dengan bergulirnya Program PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) dengan dasar berbagi yaitu berbagi peran, berbagi tanggung jawab dan berbagi hasil dalam pengelolaan hutan, dilakukan penadatanganan kontrak antara MPSDH Wana Lestari dengan pihak KPH Madiun pada tanggal 12 November 2002 di hadapan notaris M. Handoyo, SH dengan Akte Notaris Nomor: 11.353 / L / 2002 untuk melakukan kerjasama dalam pengelolaan hutan dengan Perhutani.

(40)

Gambar 2. Kawasan Wanareksa MPSDH WanaLestari

Lahan yang di Wanareksakan kepada MPSDH Wana Lestari dikelola oleh anggota untuk menaman tanaman palawija seperti pisang, jagung, dan ketela serta budidaya tanaman empon-empon dan porang dimana tanaman porang. Selama berjalannya Program, MPSDH Wana Lestari telah mempunyai pengurus yang terdiri dari ketua, bendahara dan sekretaris serta KKP yang merupakan kumpulan dari prayasawana yang berinteraksi langsung dengan kegiatan-kegiatan di lapangan. Susunan kepengurusan MPSDH Wana Lestari dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur organisasai MPSDH Wana Lestari

Ketua Suyatno

Sekretaris Parno

Sie Keamanan Ladi Sie Lapangan

Djono

Bendahara Adi susanto

Sie Perencanaan Karno

KKP III KKP II

(41)

Kegiatan MPSDH Wana Lestari

Untuk meningkatkan kesejahteraan MPSDH tidak hanya tergantung pada hasil sharing yang di peroleh dari Perum Perhutani, tetapi juga mengembangkan usaha lainnya, terutama usaha di luar hutan. Kegiatan yang selama ini telah dilakukan oleh MPSDH Wana Lestari adalah :

1. Budidaya Agroforestry

Salah satu usaha untuk mengamankan wilayah Wanareksa, maka di bawah tegakan jati dilakukan pemanfaatan budidaya tanaman porang dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan anggota, disamping dari kegiatan budidaya tanaman jagung, pisang dan ketela. Untuk areal penaman porang dilakukan pada petak 66 b dengan luas baku 35,6 ha. Dari segi hasil, dapat memberikan nilai tambah, karena dari 1 ha tanaman porang dapat menghasilkan porang sebanyak 6 ton dengan nilai jual sebesar Rp 700,- / kg.

2. Pemanenan (Tebangan B)

Pada kegiatan pemanenan, MPSDH Wana Lestari dilibatkan didalamnya. Diharapkan dengan pelibatan dari MPSDH Wana Lestari akan menumbuhkan kepercayaan dari masyarakat sekitar hutan tentang bagi hasil dari kayu jati dan juga untuk memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat. Untuk tebangan B dilakukan pada petak 66 a dan 66 c dengan luas baku 13,9 ha dan 4,1 ha. Untuk tebangan pada petak ini merupakan kayu rimba dari jenis sonobrit.

3. Pembuatan Tanaman

(42)

4. Pemeliharaan Rutin (Tebangan E)

Untuk kegiatan tebangan E berdasarkan kesepakatan pada perjanjian dalam kegiatan PHBM pada penjarangan pertama semua hasil dari kegiatan di serahkan pada MPSDH Wana Lestari sedangkan penjarangan selanjutnya, MPSDH Wana Lestari memperoleh 25 % dari hasil penjarang berdasarkan rumus yang ada, dimana untuk kegiatan tebangan E dilakukan pada petak 66 b dengan luas areal 35,6 ha dengan usulan tebangan E pola MR.

5. Rencana Pengamanan

Salah satu tujuan dari dibentuknya MPSDH Wana Lestari adalah untuk ikut melakukan kegiatan pengamanan hutan. Untuk kegiatan pengamanan hutan dilakukan pada seluruh petak yang menjadi hak pengelolaan dalam Wanareksa yaitu seluas 114,3 ha dengan dilakukan oleh anggota berdasarkan KKP (Kumpulan-kumpulan Prayasawana) dengan sistem blok berdasarkan wilayah kerja KKP yang bersangkutan baik di lakukan secara aktif maupun pasif.

6. Usaha Produktif di luar Kawasan Hutan

Disamping kegiatan di dalam kawasan hutan, anggota MPSDH Wana Lestari juga melakukan kegiatan pembuatan pupuk bokashi. Selain untuk meningkatkan pendapatan anggota, juga dapat memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar hutan. Produksi pupuk bokhasi yang dihasilkan dari MPSDH Wana Lestari, seperti disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Produksi Pupuk Bokashi MPSDH Wana Lestari

No Tahun Jumlah Produksi Bokhasi (Ton)

1 2003 307

2 2004 1050

3 2005 200

(43)

pemasaranya sehingga keberlangsungan kegiatan ini bisa berjalan dan dapat memberikan nilai tambah bagi perkembangan MPSDH Wana Lestari kedepannya.

Sejarah LMDH Argo Mulyo

Lembaga Masyarakat Desa Hutan Argo Mulyo berkedudukan di Desa Sugihwaras yang berada dalam wilayah kawasan hutan RPH Cabean, BKPH Wengkal, KPH Nganjuk. Program PHBM di RPH Cabean dilakukan penandatangan perjanjian dengan Perhutani pada tanggal 13 Agustus 2003 dihadapan Notaris Wiji Winarsih, SH. dengan Akte Notaris Nomor: 13 / 2003. Dimana sebelumnya pada tanggal 24 Maret 2003 dibentuk Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dengan nama LMDH Argo Mulyo. Untuk memperkuat kedudukan dan legalitas LMDH, dengan bantuan dari Perum Perhutani KPH Nganjuk, maka secara resmi LMDH Argo Mulyo telah dibuatkan Badan Hukum dengan Akte Notaris Nomor : 10 / 2003 tanggal 14 Mei 2003.

LMDH Argo Mulyo hingga kini mempunyai anggota sebanyak 239 orang, dimana dari ke 239 anggota tersebut, dibagi ke dalam 10 Kelompok Kerja (Pokja) dengan anggota masing-masing antara 25-30 orang. Setiap kelompok kerja dipimpin oleh 1 orang Ketua Pokja yang dibantu oleh 1 orang Wakil Ketua Pokja.

Untuk menentukan luas kawasan yang akan dijadikan wilayah PHBM antara LMDH Argo Mulyo dengan Perum Perhutani KPH Nganjuk adalah mengacu pada pola desa Wengkon yang sudah ada. Berdasarkan hal tersebut, kawasan hutan yang masuk pangkuan / Wengkon dari desa Sugihwaras adalah meliputi kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang terdiri dari :

1. Hutan Lindung = 181,9 Ha 2. Hutan Produksi = 785,9 Ha

(44)

Gambar 4. Kawasan wengkon LMDH Argo Mulyo

Selama berjalannya Program PHBM, LMDH Argo Mulyo telah mempunyai pengurus yang terdiri dari ketua, bendahara, dan sekretaris serta Pokja yang merupakan kelompok-kelompok kecil yang berinteraksi langsung dengan kegiatan-kegiatan di lapangan. Susunan kepengurusan LMDH Argo Mulyo dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Struktur organisasi LMDH Argo Mulyo

Ketua Satirun

Sekretaris Suparno

Bendahara Suwadi

Sie Tanaman Kaseran Sie Keamanan

Wijono Sie Usaha

Tarmuji

Pokja Pokja

Pokja Pokja

(45)

Kegiatan LMDH Arga Mulyo

Selama ini LMDH Argo Mulyo melakukan berbagai kegiatan untuk menunjang berlangsungnya organisasai guna meningkatkan kesejahteraan LMDH, tanpa hanya mengantungkan bagi hasil dari Perum Perhutani. Kegiatan yang selama ini telah di lakukan oleh LMDH Argo Mulyo adalah :

1. Pengamanan Hutan

a. Penomoran Pohon

Penomoran pohon ini bertujuan untuk mengetahui jumlah pohon yang ada dan sekaligus untuk kontrol jika ada pohon yang hilang. Jumlah pohon yang telah diberi nomor sebanyak 60.546 pohon dengan luas hutan 287,8 Ha.

b. Patroli secara Pasif

Anggota LMDH Argo Mulyo pada saat ke hutan sambil mencari kayu bakar, mencari rumput dan empon-empon wajib mengadakan pengawasan terhadap orang-orang yang mencurigakan dan langsung melaporkan ke Pos PPO atau ke petugas Perum Perhutani.

c. Patroli secara Aktif

Dalam melakukan pengamanan hutan dengan sistem patroli ini, tiap-tiap kelompok kerja memperoleh jadwal yang tetap untuk mengadakan patroli. Adapun sistem yang disepakati adalah : setiap Pokja (kelompok kerja) melakukan patroli setiap 10 hari sekali dengan jumlah anggota setengah dari jumlah anggota pokja. Dari setengah anggota Pokja yang melakukan patroli 3 orang melakukan piket di Pos Pengendali Operasional (PPO) ini dilakukan untuk memudahkan komunikasi apabila ada sesuatu yang sifatnya mendadak.

d. Pembuatan Pos Pengamanan

(46)

2. Penanggulangan Kebakaran Hutan

Masalah yang paling sulit diatasi pada musim kemarau adalah masalah kebakaran hutan. Untuk itu LMDH Argo Mulyo mengadakan upaya-upaya dalam mengendalikan kebakaran hutan yaitu :

a. Membuat jadwal pemantauan kebakaran bagi anggota.

Hal ini dilakukan dengan melibatkan seluruh anggota LMDH yang dikoordinasikan oleh masing-masing ketua Pokja. Setiap pokja mendapatkan jadwal dalam 1 hari dengan jumlah anggota 5 orang dan 1 orang pemimpin dan didampingi mandor.

b. Melakukan babat alur

Babat alur dilakukan pada daerah-daerah yang rawan kebakaran. Hal ini untuk menghemat tenaga dan kegiatan.

c. Membeli biji pada anggota

Pembelian biji oleh LMDH untuk dipasarkan keluar dengan syarat tidak boleh terbakar, jika terbakar tidak dibeli oleh LMDH sehingga setiap anggota yang mengambil biji berusaha supaya biji tidak terbakar.

d. Membuat papan-papan peringatan

Papan ini dipasang pada tempat yang strategis dan pintu masuk kawasan hutan dengan maksud setiap orang yang masuk ke hutan bisa membaca dan berhati-hati.

3. Pembuatan Trubusan

Di wilayah LMDH Argo Mulyo Dusun Cabean pada tahun 2003, areal pembentukan LMDH terdapat tanah kosong seluas 7,5 Ha yang terdiri dari :

• Petak 181 = 2,5 Ha

• Petak 175 = 2 Ha

• Petak 179 = 2 Ha

Dalam usaha mempercepat penyelesaian tanah kosong, maka tempat-tempat tersebut dilakukan dengan teknik trubusan.

4. Pengembangan Usaha Produktif

(47)

Salah satu usaha untuk menjaga kelestarian hutan yang dikembangkan oleh LMDH Argo Mulyo adalah Agroforestry yaitu pengusahaan budidaya tanaman empon-empon dibawah tegakan jati.

Pengembangan Agroforestry tersebut dilaksanakan sebagai berikut

• Penanaman kunci pepet di petak 182A seluas 2 Ha yang akan dipanen bulan Juli dengan perkiraan produksi 1 ton dengan harga Rp. 5.000,- per kg sehingga akan diperoleh hasil Rp. 5.000.000,-

• Pemeliharaan porang di petak 227 seluas 25 Ha yang akan dipanen bulan Juni dengan perkiraan produksi 25 ton dengan harga Rp. 650,- per kg sehingga akan diperoleh hasil sebesar Rp. 16.250.000,-.

5. Usaha Produktif di Luar Kawasan Hutan

Untuk meningkatkan kesejahteraan anggota LMDH Argo Mulyo telah dilakukan pengembangan usaha di luar hutan sebagai berikut :

• Pembuatan kripik gadung 25 orang

• Penampungan porang 3 orang

Faktor Internal Anggota

Dalam melaksanakan penelitian ini, dipilih responden masing-masing sebanyak 30 orang di MPSDH Wana Lestari dari jumlah anggota sebanyak 80 orang dan di LMDH Argo Mulyo dari jumlah anggota sebanyak 239 orang. Faktor internal anggota di dasarkan pada karakteristik responden yang meliputi umur, tingkat pendidikan, luas lahan andil dan tingkat kekosmopolitan yaitu sifat anggota kelompok yang selalu mencari informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan Program PHBM.

Berdasarkan Tingkat Umur

(48)

Tabel.6 Distribusi Responden LMDH Berdasarkan Tingkat Umur No Lembaga Masyarakat

Desa Hutan

Muda (≤ 51 th)

Menengah (52-63 th)

Tua (≥ 64 th) 1 MPSDH Wana Lestari 22 (73,33 %) 5 (16,67 %) 3 (10 %)

2 LMDH Argo Mulyo 20 (66,67 %) 7 (23,33 %) 3 (10 %)

Menurut Badan Pusat Statistik (2003) menyatakan bahwa kategori usia penduduk di bagi menjadi 3 kategori yaitu umur < 14 tahun sebagai kategori tidak produktif, umur 14 - 64 tahun sebagai kategori produktif, dan umur > 64 tahun sebagai kategori tidak produktif.

Pada Tabel 6, dapat di lihat bahwa umur responden dari anggota MPSDH Wana Lestari berada dalam kategori menengah (52-63 th) sebanyak 5 orang (16,67 %) dan kategori tua (≥ 64 th) sebanyak 3 orang (10 %) sedangkan sebanyak 22 orang (73,33 %) berada dalam kategori muda (≤ 51 th). Untuk LMDH Argo Mulyo sebanyak 5 (16,67 %) berada dalam kategori menengah, dan kategori tua sebanyak 3 orang (10 %), sedangkan untuk kategori muda sebanyak 20 orang (66,67 %) . Dari 30 orang responden di MPSDH Wana Lestari, sebanyak 29 orang memiliki pekerjaan utama sebagai petani dan 1 orang sebagai sekretaris desa. Sedangkan di LMDH Argo Mulyo, sebanyak 29 orang memiliki pekerjaan utama sebagai petani dan 1 orang sebagai kepala dusun.

(49)

Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pengelompokan responden berdasarkan kategori tingkat pendidikan dapat di lihat pada Tabel 7.

Tabel.7 Distribusi Responden LMDH Berdasarkan Tingkat Pendidikan No Lembaga Masyarakat

Desa Hutan

Pada Tabel 7, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden dari dua lembaga masyarakat desa hutan merupakan lulusan SD. Untuk MPSDH Wana Lestari yang berada dalam kategori rendah (SD) sebanyak 23 orang (76,6 % ) sedangkan untuk kategori sedang (SLTP) sebanyak 6 orang (20 %) dan yang berada dalam kategori tinggi (SMU) sebanyak 1 orang (3,33 %). Untuk LMDH Argo Mulyo pada kategori rendah (SD) sebanyak 26 orang (86,67 %) sedangkan pada kategori sedang (SLTP) sebanyak 3 orang dengan persentase 10 % dan kategori tinggi (SMU) sebanyak 1 orang dengan persentase 3,33 %.

Rendahnya tingkat pendidikan pada kedua kelompok responden tersebut di sebabkan karena adanya suatu anggapan, bahwa lulus SD sudah termasuk bagus. Sedangkan responden yang lulusan SLTP dan SMU, pada umumnya berada dalam kepengurusan. Hal ini disebabkan oleh tingkat pendidikan mereka yang lebih tinggi, serta dari faktor pengaruh mereka terhadap masyarakat di lingkungan tersebut.

Berdasarkan Luas Lahan Andil

Pengelompokan responden berdasarkan kategori tingkat pendapatan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel.8 Distribusi Responden LMDH Berdasarkan Luas Lahan Andil No Lembaga Masyarakat

(50)

Menurut Kartasubrata (1986), kepemilikan lahan yang ada dalam rumah tangga masyarakat pedesaan terbagi menjadi empat lapisan. Lapisan pertama yaitu rumah tangga yang memiliki lahan kurang dari 0,10 Ha atau tidak berlahan, lapisan kedua yaitu rumah tangga yang memiliki lahan antara 0,11Ha sampai 0,25 Ha, Lapisan ketiga yaitu rumah tangga yang memiliki lahan antara 0,26 Ha sampai 0,5 Ha dan lapisan terakhir yaitu rumah tangga yang memiliki lahan lebih dari 0,50 Ha.

Berdasarkan Tabel 8, dapat dilihat bahwa untuk MPSDH Wana Lestari sebanyak 10 orang (33,33 %) memiliki lahan andil seluas 0.1-0.5 ha sedangkan 20 reponden (66, 67 %) mempunyai lahan luas yaitu lebih dari 0.5 ha. Luasnya kepemilikan lahan dari hutan di sebabkan oleh adanya konsep Wanareksa, sehingga masyarakat bisa menaman tanaman di bawah tegakan jati. Sebelum adanya Wanareksa, anggota kelompok hanya memiliki lahan maksimal seluas 0.25 ha dan hanya pada petak tertentu disesuaikan dengan adanya kegiatan penanaman dari Perhutani dimana setelah 2 tahun, harus meninggalkan areal tersebut. Setelah dengan adanya Wanareksa, anggota kelompok boleh melakukan budidaya dibawah tegakan tersebut dengan tanaman porang.

Pada LMDH Argo Mulyo, penguasaan lahan tidak hanya dibatasi seluas maksimal 0.25 ha. Di LMDH Argo Mulyo menggunakan konsep Wengkon dalam pengelolaan wilayah hutan, dimana masyarakat bisa menanamai tanaman di bawah tegakan jati selama masih berada dalam kawasan Wengkon yang telah disepakati dengan pihak Perum Perhutani. Dari kepemilikan lahan yang ada, sebanyak 19 orang (63,33 %) pada kategori sedang (0.1-0.5 ha) , dan kategori lahan luas (> 0.5 ha) sebanyak 11 orang (36,67 %).

Berdasarkan Tingkat Kekosmopolitan

(51)

Tabel.9 Distribusi Responden LMDH Berdasarkan Tingkat Kekosmopolitan No Lembaga Masyarakat

Desa Hutan

Berdasarkan Tabel 9, dapat dijelaskan bahwa umumnya responden dari anggota MPSDH Wana Lestari berkaitan dengan tingkat kekosmopolitan, dimana anggota aktif untuk mencari informasi yang berkaitan dengan kegiatan PHBM dan juga seringnya responden untuk menghadiri pertemuan yang di adakan oleh kelompok baik resmi maupun tidak resmi berada dalam kategori sedang dimana responden menghadiri pertemuan antara 2 – 3 kali serta mencari informasi ke sumber informasi sebayak 2-3 orang setiap bulan sebanyak 27 orang (90 %), sedangkan untuk kategori rendah (Pertemuan 1 kali, sumber informasi 1 orang setiap bulan ) sebanyak 2 orang (6,67 %) dan kategori tinggi (pertemuan > 3 kali serta sumber informasi > 3 orang setiap bulan) sebanyak 1 orang (3,33 %).

Hal ini disebabkan karena, anggota yang akan melakukan kegiatan penanaman, lebih banyak menanyakannya kepada mandor tanam, pengurus kelompok dan kadangkala menayakan kepada mantri. Sedangkan mereka menghadiri pertemuan hanya sekali dalam sebulan dan pertemuan tersebut dilaksankan bersamaan dengan kegiatan arisan, tetapi jika ada hal-hal yang bersifat mendadak seperti ada kunjungan dari pihak luar maupun ada program dari Perum Perhutani, maka pertemuan biasa dilakukan.

(52)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dinamika Kelompok

Dalam penentuan kedinamisan kelompok baik di MPSDH Wana Lestari maupun LMDH Argo Mulyo, di gunakan tiga indikator sebagai penilainya, yaitu aspek tujuan kelompok, aspek struktur kelompok, dan aspek efektivitas kelompok

Tujuan Kelompok

Pada sebuah organisasi, terutama lembaga masyarakat desa hutan, tujuan kelompok merupakan salah satu elemen penting yang harus di perhatikan. Karena dengan tujuan kelompok yang jelas maka anggota yang tergabung di dalamnya akan mengetahui arah organisasi yang akan di bangun. Dalam kegiatan PHBM, lembaga masyarakat desa hutan merupakan unsur penting yang harus dibangun. Dengan lembaga msyarakat desa hutan yang jelas akan menunjang kesuksesan dari program PHBM.

MPSDH Wana Lestari dibangun atas dasar untuk menghimpun dan memperdayakan potensi sumber daya hutan dalam pembangunan dan pengelolaan sumber daya hutan sehingga terbentuk sistem pengelolaan hutan jati yang optimal bagi kepentingan masyarakat desa hutan, masyarakat luas, pemerintah dan kelestarian lingkungan. Disamping itu, juga untuk melestarikan hutan demi anak cucu, untuk menambah rejeki dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta untuk menjalin kerjasama dengan Perum Perhutani dalam melakukan pengelolan hutan.

(53)

Selain berkaitan dengan kegiatan pengelolaan hutan, LMDH Argo Mulyo juga melakukan kegiatan untuk meringankan anggota dari iuran desa seperti kegiatan bersih desa. Dengan bergabung dalam LMDH Argo Mulyo, biaya iuran di tanggung dan membantu anggotanya jika melakukan pengobatan. LMDH Argo Mulyo juga memberikan kontribusi dalam pembangunan Desa Sugihwaras seperti LMDH melakukan kegiatan pembuatan jalan yang secara swadaya dilakukan oleh anggota disampimg itu, juga melakukan pemberian bantuan rutin kepada SDN Sugihwaras dalam usaha untuk peningkatan mutu anak didik.

Berdasasarkan hasil wawancara dengan responden untuk mengetahui kesesuai dari tujuan kelompok tani hutan, responden dari MPSDH Wana Lestari dan LMDH Argo Mulyo sebayak 30 orang (100 %) menyatakan bahwa tujuan dari pembentukan kelompok sudah sesuai, karena selama ini telah memberian manfaat bagi masyarakat sekitar hutan terutama dari anggota yang tergabung di dalamnya. Begitu juga tentang tingkat kejelasan tujuan dari MPSDH Wana Lestari dan Argo Mulyo, sebanyak 30 orang (100 %) menyatakan bahwa tujuan kelompok telah jelas, karena dalam pembentukan MPSDH Wana Lestari dan LMDH Argo Mulyo, mereka ikut dilibatkan didalamnya terutama dalam penyusunan AD / ART dan juga berbagai kegiatan yang berlangsung selama ini dalam pengelolaan hutan bersama Perum Perhutani.

Struktur Kelompok

Untuk melihat kedinamisan suatu kelompok, struktur kelompok merupakan salah satu unsur yang harus di perhatikan dimana struktur kelompok adalah bagaimana tersebut mengatur dirinya sendiri. Dengan adanya ketidak jelasan struktur, dapat menyebabkan ketidak jelasan wewenang dan kewajiban setiap anggota, sehingga akan berdampak pada kegiatan tidak berjalan efektif.

(54)

kegiatan yang dilakukan MPSDH Wana Lestari berkaitan dengan peningkatan ekonomi anggota, seperti melakukan budidaya porang di bawah tegakan yang mempunyai nilai ekonomi, disamping kegiatan pembuatan pupuk bokhasi.

Untuk menunjang komunikasi kelompok, pada umumnya responden menyatakan bahwa KKP (Kumpulan-Kumpulan Prayasawana) merupakan salah satu sarana untuk menujang komunikasi secara formal yang berkaitan dengan kegiatan MPSDH Wana Lestari, disamping menggunakan sarana lain seperti kegiatan arisan dan pengajian.

Pada LMDH Argo Mulyo, dalam melakukan pengambilan keputusan dalam kelompok menggunakan sarana rapat pengurus dan anggota menjadi pihak yang berwenang dalam pengambilan keputusan. Untuk kesesuaian kegiatan dengan tujuan dari kelompok, sebanyak 30 orang (100 %) menyatakan sesuai, karena mereka menilai selama ini LMDH Argo Mulyo telah melakukan kegiatan yang dapat memberikan kontribusi bagi anggota serta Desa Sugihwaras seperti budidaya tanaman porang, empon-empon yang memiliki nilai ekonomi, dan melakukan kegiatan pengamanan hutan, sedangkan kontribusi bagi desa dengan melakukan kegiatan pembutan jalan serta bantuan dana pendidikan bagi SDN Sugihwaras. Dalam menujang komunikasi kelompok secara formal, menggunakan sarana Pokja dan kegiatan-kegiatan informal seperti arisan.

Efektivitas Kelompok

Efektivitas kelompok merupakan keberhasilan kelompok dalam mencapai tujuan. Semakin berhasil suatu kelompok, maka anggota akan memiliki kebanggaan terhadap kelompoknya. Responden yang ada di MPSDH Wana Lestari pada umunya menjawab bahwa banyak manfaat yang diperoleh dari keberadaan kelompok terutama bisa menambah penghasilan kelurga dari hasil hutan.

(55)

ketika ada pencurian kayu masyarakat membiarkan. Tetapi setelah adanya MPSDH, mulai muncul rasa kepedulian terhadap hutan karena mereka sadar bahwa fungsi hutan sangat besar bagi kehidupan mereka.

Untuk masalah motivasi awal responden ikut serta dalam MPSDH Wana Lestari, pada umumnya karena adanya faktor bagi hasil berupa kayu dari Perum Perhutani yang besarnya sesuai dengan persentase yang telah disepakati dengan Perum Perhutani.

Responden di LMDH Argo Mulyo, berkaitan dengan manfaat dari keberadaan kelompok tersebut, pada umumnya mereka mengatakan bahwa banyak manfaat yang di peroleh dengan adanya LMDH terutama berkaitan dengan peningkatan pendapatan rumah tangga. Sebelum adanya LMDH dan konsep Wengkon, mereka hanya memiliki lahan di hutan maksimal 0,25 ha dalam jangka waktu 2 tahun. Tapi setelah adanya konsep Wengkon, mereka bisa memperoleh lahan lebih dari 0,25 ha dan juga dapat menanami tanaman di bawah tegakan seperti budidaya porang dan empon-empon dengan waktu kepemilikan lebih dari 2 tahun. Selain itu, faktor bagi hasil berupa kayu dari Perum Perhutani yang besarnya tergantung dari potensi tegakan yang menjadi wilayah Wengkon LMDH Argo Mulyo.

Untuk masalah motivasi awal mereka ikut tergabung dalam LMDH, pada umumnya responden menjawab, karena adanya progarm PHBM yang didalamnya terdapat hasil bagi berupa kayu dari Perum Perhutani. Tetapi seiring dengan berjalanya waktu dan banyaknya kegiatan yang telah dilaksanakan oleh LMDH Argo Mulyo, mereka sudah tidak tergantung lagi pada bagi hasil berupa kayu. Mereka menyadari bahwa disamping bagi hasil, mereka memperoleh manfaat lain seperti anggota LMDH Argo Mulyo dilibatkan dalam kegiatan penanaman yang sebelumnya mereka jarang dilibatkan, kegiatan penjarangan dan kegiatan penebangan, dimana dari hasil penebangan tersebut mereka memperoleh upah.

(56)

serta kelompok telah berjalan efektif. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya manfaat yang diperoleh dari keberadaan MPSDH Wana Lestari maupun LMDH Argo Mulyo terutaam dalam mendukung pendapatan keluarga.

Partisipasi Masyarakat

Dalam penentuan partisipasi masyarakat yang tergabung dalam MPSDH Wana Lestari dan LMDH Argo Mulyo, di gunakan tiga indikator untuk melihat tingkat partisipasi dalam kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat, yaitu aspek perencanaan, aspek pelaksanaan, aspek pemanfaatan hasil, dan aspek monitoring atau evaluasi.

Partisipasi Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan merupakan tahapan paling penting dalam kegiatan PHBM dikarenakan, pada tahap ini dilakukan persiapan atas segala sesuatu yang disepakati dalam kontrak kerja serta pengenalan konsep kerja. Pada tahap perencanaan ini meliputi kegiatan penentuan jenis tanaman, pembagian lahan andil, penentuan luas lahan andil, pengadaan bibit tanaman pokok serta penentuan pola tanam. Pentingnya partisipasi pada tahap perencanaan akan menentukan untuk tahap selanjutnya baik pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan pengawsan karena pada tahap ini, anggota dari MPSDH dan LMDH ikut dilibatkan dalam tahap perencanaan. Karena pada kegiatan PHBM, kelompok MPSDH dan LMDH diposisikan sebagai pelaku utama. Menurut Priscolli (1997) dalam Suporahardjo (2005), pada kegiatan partisipasi, masyarakat harus punya suara dalam keputusan tentang tindakan yang mempengaruhi kehidupan mereka serta partisipasi masyarakat meliputi jaminan bahwa kontribusi masyarakat akan mempengaruhi keputusan.

(57)

Tabel.10 Distribusi Petani Responden pada Tahap Perencanaan PHBM No Lembaga Masyarakat Desa

Hutan

Tidak pernah

Jarang Sering

1 MPSDH Wana Lestari

• Penentuan jenis tanaman

• Pembagian lahan andil

• Penentuan luas lahan andil

• Pengadaan bibit tanaman pokok

• Penentuan pola tanam

2 (6,67 %)

• Penentuan jenis tanaman

• Pembagian lahan andil

• Penentuan luas lahan andil

• Pengadaanbibit tanaman pokok

• Penentuan pola tanam

-

Berdasarkan Tabel 10, dapat dilihat bahwa untuk tahap perencanan kegiatan PHBM di MPSDH Wana Lestari untuk penentuan jenis tanaman sebanyak 21 orang (70 %) jarang terlibat, sedangkan responden di LMDH Argo Mulyo sebanyak 26 orang (86,67 %) menyatakan jarang terlibat dalam kegiatan penentuan jenis tanaman sedangkan penentuan pola tanam di MPSDH Wana Lestari sebanyak 15 orang (50 %) menyatakan jarang terlibat. Dan di LMDH Argo Mulyo sebanyak 26 orang (86,67 %) menyatakan jarang. Rendahnya tingkat partisipasi petani pada penentuan jenis tanaman dan penentuan pola tanam dikarenakan pada umumnya kegiatan tersebut dilakukan oleh pengurus dengan tetap berdasar pada ketentuan yang telah ditetapkan oleh pihak Perum Perhutani, sedangkan anggota yaitu petani tinggal melaksanakan di lapangan. Hasil kesepakatan tersebut tetap disosialisasikan kepada anggota melalui pertemuan. Pada umumnya, responden yang menjawab sering merupakan orang-orang yang berada di pengurus kelompok.

Gambar

Tabel 1. Daftar Kepadatan Penduduk Tiap Kecamatan Sekitar Hutan KPH Madiun
Tabel 2. Daftar Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Sekitar Hutan KPH Madiun
Tabel 3. Daftar Kepadatan Penduduk Tiap Kecamatan Sekitar Hutan KPH Nganjuk
Gambar 3.  Ketua
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis (1) gambaran proses pembelajaran di SMK PGRI 1 Mejayan, (2) kesulitan yang dialami siswa dalam memahami

Aspergillus sp 1 yang diisolasi pada medium PDA pada umur 7 hari dengan suhu inkubasi 30 o C berwarna hijau tua, permukaan koloni mendatar dengan tekstur permukaan

Untuk mencari makna yang terkandung dalam foto-foto jurnalistik pada.. penelitian kali ini, penulis menggunakan pendekatan

Dengan mengetahui bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal dapat membantu perusahaan makanan dan minuman dalam menentukan bagaimana seharusnya

Variabel-variabel dalam penelitian ini yang meliputi variabel independen (eksogen, bebas) yaitu gaya kepemimpinan (X1), motivasi (X2), disiplin (X3), dan variabel

Berdasarkan data yang diperoleh dan uji statistik yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian dekokta daun paitan dengan dosis 400; 800; 1600 mg/kgBB memiliki

Berapa banyak siswa yang tidak melompat pada gamabar di bawah ini..a. Berapakah jumlah kok pada gambar

Selain daripada cita-cita untuk mewujudkan “port” untuk kami sendiri, kami sedar pendekatan ini akan memberikan nilai tambah kepada ekonomi setempat kerana ianya berupaya untuk