• Tidak ada hasil yang ditemukan

Crude Palm Oil Consumption on Improve Retinol Concentration and Reduce Healthy Liver’s Enzyme Activity in Housewife Blood In Sub District Dramaga Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Crude Palm Oil Consumption on Improve Retinol Concentration and Reduce Healthy Liver’s Enzyme Activity in Housewife Blood In Sub District Dramaga Bogor"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGA DI KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR

CLAUDIA GADIZZA PERDANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Konsumsi Minyak Sawit Mentah Meningkatkan Kadar Retinol Plasma dan Menurunkan Aktivitas Enzim Penanda Kesehatan Hati pada Ibu Rumah Tangga di Kabupaten Dramaga Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

(4)
(5)

Concentration and Reduce Healthy Liver’s Enzyme Activity in Housewife Blood In Sub District Dramaga Bogor. Under direction of FRANSISKA RUNGKAT ZAKARIA and ENDANG PRANGDIMURTI

Vitamin A deficency (KVA) in indonesia is still a major problem. Although the level heavy of vitamin A deficiency (xeropthalmia) has seldom encountered , but Subclinical KVA level, the levels that still had not show the real symptoms , can still be found especially in toddlers. 

Crude palm oil (CPO) has high content of carotenoids as

a source of provitamin A. CPO is naturally red because it contains very high carotenoids, which until now has not been utilized in Indonesia. A programme to utilize CPO as a source of provitamin A was named SawitA programme. This programme aimed to help handling vitamin A deficiency in low income family by utilizing CPO as source of provitamin A. CPO contain high carotenoids and vitamin E which serves as antioxidant for the body. Antioxidants may reduce damage caused by oxidants by neutralize free radical, protect cells and prevent damage to lipids, proteins, enzymes, and DNA. Seventy respondents were selected for fed CPO for 2 months with a dose ±3,27 ml/day and their blood plasma from 22 healthy housewife respondents were analyzed by TFA method and using AST, ALT, ALP kits. The results showed 16 respondents displayed increased number of retinol plasma and decreased activity levels of AST, ALT and ALP enzymes. This research showed that CPO has antioxidant activity that can improve health of liver, so it can be alternative source of provitamin A for handling vitamin A deficiency in Indonesia.

(6)
(7)

Kadar Retinol Plasma dan Menurunkan Aktivitas Enzim Penanda Kesehatan Hati Ibu Rumah Tangga Di Kecamatan Dramaga Bogor Jawa Barat. Dibawah bimbingan FRANSISKA RUNGKAT ZAKARIA dan ENDANG PRANGDIMURTI.

Kurang vitamin A (KVA) di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama. Meskipun KVA tingkat berat (xeropthalmia) sudah jarang ditemui, tetapi KVA tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum menampakkan gejala nyata, masih menimpa masyarakat luas terutama kelompok balita. KVA tingkat subklinis ini hanya dapat diketahui dengan memeriksa kadar vitamin A dalam darah di laboratorium. Masalah KVA dapat diibaratkan sebagai fenomena “gunung es” yaitu masalah xeropthalmia yang hanya sedikit tampak dipermukaan. Hasil Studi Masalah Gizi Mikro di 10 propinsi yang dilakukan Puslitbang Gizi dan Makanan memperlihatkan balita dengan Serum Retinol kurang dari 20μg/dl adalah sebesar 14,6%. Hal ini menjadi lebih penting lagi, karena erat kaitannya dengan masih tingginya angka penyakit infeksi dan kematian pada balita.

Prinsip dasar untuk mencegah dan menanggulangi masalah KVA adalah menyediakan vitamin A yang cukup untuk tubuh. Selain itu perbaikan kesehatan secara umum turut pula memegang peranan. Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia dan minyak sawit mentah merupakan sumber β-karoten yang paling murah di antara semua minyak pangan sehingga dapat digunakan sebagai sumber provitamin A untuk mengatasi kasus KVA. Minyak sawit mentah mengandung β -karoten sebanyak 400 - 1000 ppm juga mengandung vitamin E yang juga sangat tinggi yaitu 800 - 1000 ppm. Permasalahannya adalah masyarakat tidak terbiasa mengkonsumsi minyak sawit mentah namun dalam bentuk minyak goreng yang telah mengalami proses pemucatan sehingga kandungan β-karotennya berkurang lebih dari 98%. Oleh karena itu pada penelitian ini akan diamati penerimaan dari minyak sawit mentah sebagai sumber provitamin A.

Tingginya kandungan β-karoten pada minyak sawit asli diharapkan mampu meningkatkan status vitamin A pada plasma darah responden. Minyak sawit mentah dilaporkan sukses meningkatkan status vitamin A serum dan air susu pada wanita hamil dan menyusui dengan memberikan minyak sawit mentah dengan kandungan β-karoten 90 mg selama 10 hari. Kandungan β-karoten dan vitamin E pada minyak sawit mentah juga mampu berperan sebagai antioksidan alami yang diduga memiliki peranan menjaga kesehatan hati. Penambahan minyak sawit merah pada level moderat pada ransum tikus mampu menjaga agar aktivitas enzim Alkalin fosfatase (ALP), alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat aminotransferase (AST) pada plasma berada pada batas normal. Ketiga jenis enzim tersebut merupakan penanda dari kesehatan hati.

(8)

pengaruh konsumsi minyak sawit mentah terhadap kadar retinol plasma dan aktivitas enzim penanda kesehatan hati. Penelitian ini dilakukan dalam 4 tahap: (1) Pemilihan responden dan pengambilan darah sebelum intervensi, (2) intervensi respondendengan MSMn, (3) pengambilan darah responden setelah intervensi dengan MSMn, (4) analisis plasma darah (kadar retinol dan aktivitas enzim penanda kesehatan hati) serta penilaian respon awal dan penerimaan reaponden terhadap produk MSMn.

Responden yang digunakan adalah dari keluarga prasejahtera sebanyak 70 orang yang berasal dari 30 keluarga, 50 orang dari 70 responden tersebut merupakan warga RT 03 RW 01 Desa Dramaga dan 20 orang responden lainnya merupakan warga Desa Dramaga RW 01 dan RW 02 serta warga Desa Babakan RW 01, 02 dan 06. Dari 70 orang responden dipilih 22 orang responden untuk diambil darahnya untuk dianalisis kadar retinol plasma dan aktivitas enzim penanda kesehatan hati sebelum dan sesudah mengkonsumsi minyak sawit mentah. Syarat responden yang dipilih untuk dianalisis darahnya: sehat berdasarkan pemeriksaan klinik, ibu rumah tangga usia produktif, sedang tidak hamil dan menyusui, berstatus gizi normal, tidak merokok. MSMn yang digunakan pada penelitian ini dikemas dalam botol plastik dengan volume 140 ml. Setiap keluarga diberi produk MSMn sebanyak 1 botol setiap minggu selama 2 bulan secara cuma-cuma. Respon awal dan penerimaan responden terhadap produk dinilai melalui wawancara dan kuesioner. Kadar retinol plasma dianalisis menggunakan reagen TFA menggunakan metode spektrofotometri, sedangkan untuk aktivitas enzim penanda kesehatan hati (aspartat transaminase, alanin transaminase dan alkalin fosfatase) dianalisis menggunakan kit reagen komersial. Pengaruh konsumsi MSMn terhadap kadar retinol plasma dan aktivitas enzim penanda kesehatan hati dianalisis menggunakan uji t berpasangan.

Respon awal responden menunjukkan bahwa responden deapat menerima produk MSMn dengan baik. Hanya kurang dari 1% responden yang terganggu oleh warna, rasa dan aroma. Tingkat penerimaan setelah 2 minggu, 1 bulan dan 2 bulan mengalami peningkatan seiring dengan waktu konsumsi, baik dari segi rasa aroma maupun warna. Setelah mengkonsumsi MSMn 3,27 ml perhari selama 2 bulan kadar retinol plasma responden meningkat. Rata-rata kadar retinol sesudah mengkonsumsi MSMn ( 1,68 μmol/l) dibandingkan sebelum konsumsi MSMn (1,56 μmol/l) namun tidak signifikan berdasarkan uji t berpasangan. Sedangkan untuk aktivitas enzim penanda kesehatan hati setelah mengkonsumsi MSMn dengan kandungan β-karoten 2169,606 μg selama dua bulan mengalami penurunan aktivitas. Rata-rata aktivitas AST pada plasma darah responden sebelum mengkonsumsi MSMn 9,640 U/l dan setelah mengkonsumsi MSMn menjadi 7,052 U/l (signifikan uji t berpasangan α 5%). Rata-rata aktivitas ALT pada plasma darah responden sebelum mengkonsumsi MSMn 12,605 U/l dan setelah mengkonsumsi MSMn menjadi 9,413 U/l (signifikan pada uji t α 5%). Rata-rata aktivitas ALP pada plasma darah responden sebelum mengkonsumsi MSMn 82,343 U/l dan setelah mengkonsumsi MSMn menjadi 52,954 U/l dan signifikan berdasarkan uji berpasangan dengan α 1%. Konsumsi MSMn selama dua bulan dapat memperbaiki status vitamin A serta kesehatan hati responden.

(9)

©Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor.

(10)
(11)

TANGGA DI KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR

CLAUDIA GADIZZA PERDANI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Mayor Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)
(14)
(15)

Bogor.

Nama : Claudia Gadizza Perdani

NIM : F251100171

Program Studi : Ilmu Pangan (IPN)

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. Fransiska Rungkat Zakaria, M.Sc Dr. Ir Endang Prangdimurti, M.Si

Ketua Anggota

 

Diketahui,

Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, Msc.Agr.

Tanggal Ujian: 24 Juli 2012 Tanggal Lulus:

(16)
(17)

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis dengan judul Pengaruh Konsumsi Minyak sawit mentah Terhadap Kadar Retinol Plasma dan Aktivitas Enzim Penanda Kesehatan Hati pada Ibu Rumah Tangga di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat Zakaria M.Sc dan Ibu Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si. selaku komisi pembimbing atas bimbingan, saran, arahan, serta waktu yang telah diluangkan selama penulis melaksanakan penelitian dan penulisan tesis ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada ibu Dr. Ir. Suliantari M.S yang telah bersedia menjadi penguji pada ujian tesis penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada ibu dan bapak beserta adik atas doa selama penulis melakukan penelitian.

Bogor, Juli 2012

(18)
(19)

ayah drg. Charles Edward Bintario dan ibu Poedji Wiedajani. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

(20)
(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...iii

DAFTAR GAMBAR...iv

DAFTAR LAMPIRAN ...v

I. PENDAHULUAN...1

1.1.Latar Belakang ...1

1.2.Tujuan...3

1.3.Manfaat...3

1.4.Hipotesis...3

II. TINJAUAN PUSTAKA ...4

2.1. Kelapa Sawit...4

2.2. Minyak Sawit Mentah...5

2.3. Sifat kimia Minyak Sawit...7

2.4.Manfaat Minyak Sawit Mentah Bagi Kesehatan... 9

2.5. Keamanan Minyak Sawit Mentah...13

2.6. Retinol...14

2.7. Karotenoid...17

2.8. Vitamin E...26

2.9. Radikal Bebas dan Kerusakan Sel...26

2.10. Uji Kesehatan Hati...28

2.11. Program SawitA...32

III. METODOLOGI ...33

3.1.Waktu dan Tempat ...33

3.2.Bahan dan Alat ...33

3.3.Tahapan Penelitian ...34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...40

4.1. Karakteristik Responden...40

4.2. Intervensi Minyak Sawit Mentah...43

4.3. Sikap Responden Terhadap Konsumsi Minyak Sawit Mentah...45

(22)

4.4.3. Aktivitas Enzim Penanda Kesehatan Hati (AST, ALT dan ALP)...56

(23)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komposisi asam lemak minyak sawit mentah...8

2. Nilai sifat fisiko kimia MSMn...9

3. Fitonutrisi MSMn...11

4. Kandungan komponen minor MSMn... 12

5. Karakteristik MSMn...13

6. Hasil analisis logam berat MSMn yang diproduksi di TECHNOPARK... 13

7. Retinol eqivalen (RE) minyak sawit mentah dengan bahan pangan nabati lainnya..16

8. Kebutuhan harian vitamin A...17

9. Seri pengenceran pada pembuatan kurva standar AST... 38

10. Seri pengenceran pada pembuatan kurva standar ALT... 39

11. Karakteristik demografi...40

12. Riwayat kesehatan responden sebulan terakhir... ...42

13. Data alamat keluarga responden...43

14. Respon setelah mengonsumsi minyak sawit mentah...46

15. Penerimaan responden terhadap MSMn...46

16. Perbaikan kesehatan yang dirasakan responden setelah konsumsi MSMn...47

17 Pengenalan sumber dan penggunaan vitamin A...48

18 Perbandingan retinol plasma sebelum dan sesudah mengkonsumsi MSMn...53

19 Peningkatan kadar retinol plasma...56

20 Perbandingan aktivitas AST plasma sebelum dan sesudah mengkonsumsi MSMn 58

21 Perbandingan aktivitas ALT plasma sebelum dan sesudah mengkonsumsi MSMn 59

22 Perbandingan aktivitas ALP plasma sebelum dan sesudah mengkonsumsi MSMn 61

 

 

(24)
(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Penampang melintang buah kelapa sawit...5

2. Struktur kimia retinol/ vitamin A... 15

3. Frekuensi responden mengkonsumsi MSMn...45

4. Perbaikan pengetahuan responden tentang produk sawit...48

5. Kemauan responden untuk mengkonsumsi MSMn setelah program selesai...49

6. Sikap responden ketika harus membeli untuk tetap dapat mengkonsumsi MSMn...50

7. Alasan Responden mau tetap mengkonsumsi MSMn...50

8. Kadar retinol plasma responden sebelum dan sesudah intervensi...52

9. Aktivitas AST pada plasma responden...57

10. Aktivitas ALT pada plasma darah responden...58

11. Aktivitas ALP pada plasma darah responden...61  

 

 

 

 

 

   

(26)
(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Brosur program SawitA...74

2 Komik edukasi program SawitA...75

3 Informed consent ...76

4 Kuesioner-kuesioner program SawitA...77

5 Hasil analisa retinol plasma... 91

6 Hasil analisa aktivitas ALT plasma...92

7 Hasil analisa aktivitas AST plasma...94

8 Hasil analisa aktivitas ALP plasma...96

9 Data responden...98

(28)
(29)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kurang vitamin A (KVA) di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama. Meskipun KVA tingkat berat (xeropthalmia) sudah jarang ditemui, tetapi KVA tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum menampakkan gejala nyata, masih menimpa masyarakat luas terutama kelompok balita. KVA tingkat subklinis ini hanya dapat diketahui dengan memeriksa kadar vitamin A dalam darah di laboratorium. Masalah KVA dapat diibaratkan sebagai fenomena “gunung es” yaitu masalah xeropthalmia yang hanya sedikit tampak dipermukaan. Hasil Studi Masalah Gizi Mikro di 10 propinsi yang dilakukan Puslitbang Gizi dan Makanan menurut DEPKES RI (2006) memperlihatkan balita dengan Serum Retinol kurang dari 20μg/dl adalah sebesar 14,6%. Hal ini menjadi lebih penting lagi, karena erat kaitannya dengan masih tingginya angka penyakit infeksi dan kematian pada balita.

Prinsip dasar untuk mencegah dan menanggulangi masalah KVA adalah menyediakan vitamin A yang cukup untuk tubuh. Selain itu perbaikan kesehatan secara umum turut pula memegang peranan. Dalam upaya menyediakan vitamin A yang cukup untuk tubuh, ditempuh kebijaksanan meningkatkan konsumsi sumber vitamin A alami melalui penyuluhan, menambahkan vitamin A pada bahan makanan yang dimakan oleh golongan sasaran secara luas (fortifikasi) serta

distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi secara berkala. Penanggulangan KVA saat ini masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi.

(30)

Tingginya kandungan β-karoten pada minyak sawit mentah diharapkan mampu meningkatkan status vitamin A pada plasma darah responden. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Canfield et al. (2001), minyak sawit mentah dilaporkan sukses meningkatkan status vitamin A serum dan air susu pada wanita hamil dan menyusui dengan memberikan minyak sawit mentah dengan kandungan β-karoten 90 mg selama 10 hari.

Kandungan β-karoten dan vitamin E pada minyak sawit mentah juga mampu

berperan sebagai antioksidan alami yang diduga memiliki peranan menjaga kesehatan hati. Penelitian yang dilakukan oleh Edem dan Akpanabiatuk (2006) melaporkan bahwa penambahan minyak sawit merah pada level moderat pada ransum tikus mampu menjaga agar aktivitas enzim Alkalin fosfatase (ALP), alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat aminotransferase (AST) pada plasma berada pada batas normal. Ketiga jenis enzim tersebut merupakan penanda dari fungsi hati. Oleh karena itu akan dilakukan pengujian aktivitas enzim ALP, ALT dan AST pada plasma darah wanita usia produktif untuk mengetahui pengaruh konsumsi minyak sawit mentah dengan kesehatan hati.

(31)

1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:

a. Menilai tingkat penerimaan masyarakat Kecamatan Dramaga (Desa Dramaga dan Babakan) terhadap produk olahan minyak sawit mentah (MSMn) sebagai sumber β-karoten (provitamin A)

b. Mengetahui pengaruh konsumsi minyak sawit mentah terhadap status vitamin A pada plasma dan aktivitas enzim ALP, ALT dan AST pada plasma sebagai penanda kesehatan hati.

1.3 Manfaat Penelitian

Memenuhi kebutuhan vitamin A dan E masyarakat dengan memanfaatkan sumber vitamin dari alam dan asli Indonesia, memperkenalkan produk minyak sawit mentah (MSMn) sebagai sumber provitamin A dan vitamin E alami sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomi dari minyak sawit mentah (MSMn).

1.4 Hipotesis

(32)
(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tumbuhan tropis golongan palma yang termasuk tanaman tahunan. Tanaman ini adalah tanaman berkeping satu yang masuk dalam genus Elais, family Palmae, kelas divisio

Monocotyledonae, subdivisio Angiospermae dengan divisio Spermatophyta. Nama

Elaeis berasal dari kata Elaion yang berarti minyak dalam bahasa Yunani, guineensis

berasal dari kata Guinea yang berarti Afrika. Jacq berasal dari nama botanis Amerika yang menemukannya, yaitu Jacquine. Tanaman ini tumbuh pada iklim tropis dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan suhu 22-32 °C (Harley 1997).

Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan kisaran suhu 22-33°C (Basiron 2005). Tanaman kelapa sawit baru dapat berproduksi setelah berumur sekitar 30 bulan. Buah yang dihasilkan disebut Tandan Buah Segar (TBS) atau Fresh Fruit Bunch (FFB). Produktivitas tanaman kelapa sawit meningkat ketika berumur 3-14 tahun dan akan menurun kembali setelah berumur 15-25 tahun. Setiap pohon kelapa sawit dapat menghasilkan 10-15 TBS per tahun dengan berat 3-40 kg per tandan tergantung umur tanaman. Dalam satu tandan, terdapat 1000-3000 buah dengan berat satu buah berkisar 10-20 g (Pahan 2007). Secara botani, buah kelapa sawit terdiri dari pericarp, mesocarp, kernel (inti sawit), dan

endocarp (tempurung). Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buahnya, kelapa

(34)

Gambar 1. Penampang melintang buah kelapa sawit (Pahan 2007). 2.2 Minyak Sawit Mentah (MSMn)/ Crude Palm Oil (CPO)

Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Produksi dan luas areal sawit Indonesia telah melampaui Malaysia. Produksi minyak sawit

mentah (CPO) Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2008, produksi CPO Indonesia 19,2 juta ton dengan luas areal perkebunan sawit

mencapai 7,1 juta hektar (Ditjenbun 2009). Pada tahun 2009 produksi CPO Indonesia meningkat menjadi 20,5 juta ton. Pada tahun 2010 produksi CPO menjadi 21,2 juta ton, meningkat 14,23% dari tahun sebelumnya (Ditjenbun 2011). Menurut SNI (2006), minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil adalah minyak nabati berwarna jingga kemerah-merahan yang diperoleh dari hasil pengempaan (ekstraksi) dari buah tanaman Elaeis guinneensis.

Lebih kurang 37% dari seluruh areal kelapa sawit di Indonesia adalah perkebunan rakyat, sedang sisanya diusahakan oleh pemerintah dan swasta. Devisa yang diperoleh dari ekspor minyak kelapa sawit dan turunannya pada tahun 2011 mencapai US$ 11,61 milyar, naik 17,75% atau US$ 2,5 milyar pada tahun sebelumnya (Ditjenbun 2011).

Menurut WHO (World Health Organization), konsumsi per kapita minyak dan lemak pangan minimal 12 kg per tahun dan kebutuhan konsumsi Indonesia adalah sebesar 13 kg per tahun pada tahun (Goei 2008). Pengolahan buah kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara VI, Pasaman, Sumatra Barat untuk menghasilkan MSMn dimulai dari penanganan bahan baku atau tandan segar (TBS) pada saat pemanenan hingga

(35)

sampai pabrik. Secara garis besar, proses pengolahan TBS menjadi MSMn melalui tahap pengukusan perontokan (pemipilan), pelumatan (pencacahan), esktraksi minyak dan klarifikasi (Yuliawan 1997).

a. Pengukusan

TBS yang tiba dari kebun segera ditimbang dan dimasukkan ke dalam lori perebusan. Lori perebusan dimasukkan ke dalam sterilizer yang dapat ditutup dengan rapat untuk menghindari terjadinya pengeluaran uap sebagai media perebus. Proses pengukusan pada suhu 135-160°C selama 90-110 menit dengan tekanan 2,8-3,0 kg/cm2. Pengukusan ini bertujuan untuk mempermudah pelepasan buah dari tandan, melunakkan buah sehingga mempermudah penghancuran, penonaktifan enzim lipase dan oksidase, memudahkan pemisahan tempurung dengan inti, serta menguraikan pektin dan polisakarida sehingga menjadi lunak.

b. Perontokam (pemipilan)

Perontokan bertujuan untuk memisahkan tandan dengan buah. Proses perontokan buah terjadi akibat perputaran mesin perontok. Mesin perontok buah memiliki batang-batang penghubung yang diatur dengan interval yang sama.

c. Pelumatan (pencacahan)

Pelumatan dilakukan untuk memisahkan buah dengan biji serta memudahkan proses ekstraksi minyak. Pelumatan dilakukan dengan cara pengadukan buah oleh alat yang dilengkapi pisau berputar. Pada proses pelumatan ini ditambahkan air bersuhu 90-95°C untuk mempermudah pemisahan buah dengan biji serta membuka kantong-kantong minyak sehingga dapat mengurangi kehilangan minyak. Suhu yang rendah menyebabkan minyak semakin kental sehingga menyulitkan ekstraksi minyak.

d. Ekstraksi minyak

(36)

e. Penjernihan

Penjernihan adalah proses pembersihan minyak yang bertujuan untuk mengeluarkan air dan kotoran dari minyak, memperkecil kerusakan minyak akibat oksidasi, memperkecil kehilangan minyak dan menekan biaya produksi, serta mempermudah pengolahan limbah. Klarifikasi terdiri dari beberapa tahapan proses, yaitu pemisahan kotor an berupa serabut dan lumpur, pemisahan minyak dengan air, pengambilan minyak yang terdapat pada lumpur serta pembersihan. Pembersihan kotoran yang berupa saringan serabut dilakukan dengan saringan getar, pemisahan kotoran berupa lumpur dilakukan dengan pengendapan, pemisahan minyak dengan air dilakukan pada tangki pengendapan, sedangkan pembersihan minyak dilakukan pada alat pembersih minyak (oil purifer).

Minyak hasil ekstraksi ditampung pada tangki perangkap pasir. Tangki tersebut digunakan untuk memisahkan pasir dengan minyak. Pemisahan pasir terjadi akibat perbedaan berat jenis antara pasir, minyak dan air dengan pemberian uap panas pada tangki perangkap pasir. Minyak selanjutnya dialirkan pada saringan getar yang bertujuan untuk memisahkan benda-benda padat pada minyak.

Minyak yang telah disaring dialirkan ke dalam tangki pengendapan. Pada alat ini terjadi pemisahan kotoran berupa lumpur dengan cara sentrifuse, pada proses tersebut digunakan air panas sebagai pengencer. Lumpur yang masih terdapat pada minyak selanjutnya terdapat pada minyak dihilangkan dengan alat pengering hampa agar minyak tidak mudah terhidrolisis. Minyak yang diperoleh berupa MSMn selanjutnya ditimbang dan disimpan di dalam tangki penampungan. Cairan lumpur hasil klarifikasi yang masih mengandung minyak tersebut ditampung sementara di bak penampungan untuk didaur ulang.

2.3 Sifat Kimia Minyak Sawit Mentah (MSMn)

(37)

kandungan asam lemak jenuh yang banyak, seperti asam palmitat dan stearat yang mempunyai titik cair tinggi pada suhu kamar. Minyak kelapa sawit merupakan lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap (Ketaren 2005).

MSMn memiliki dua komponen asam lemak terbesar yaitu asam palmitat dan asam oleat. Kandungan asam palmitat sebesar 39-45% dan asam oleat sebesar 37-44%. Asam lemak palmitat merupakan asam lemak jenuh yang memiliki titik cair yang tinggi, aitu 64°C, sehingga pada suhu ruang MSMn berbentuk semi padat (Belitz dan Grosch 1999). Kandungan asam palmitat yang tinggi membuat MSMn lebih tahan terhadap oksidasi (ketengikan) dibanding jenis minyak lain. Asam oleat merupakan asam lemak tidak jenuh rantai panjang. Titik cair asam oleat lebih rendah dibanding asam palnitat (Ketaren 2005). Menurut Bonni dan Choo (2000) asam lemak jenuh oleat (40,8%), linoleat (11,9%) dan linolenat (0,4%) efektif mengurangi kolesterol darah dan asam lemak jenuh (asam palmitat 36,6% dan asam stearat 3,7%) tidak meningkatkan kolesterol darah. Pada Tabel 1 dapat dilihat komposisi asam lemak minyak sawit mentah.

Tabel 1 Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit Mentah

Asam Lemak Jumlah (%)

Asam Kaprat (C10:0) Asam Laurat (C12:0) Asam Miristat (C14:0) Asam Palmitat (C16:0) Asam Palmitoleat (C16:1)

Asam Stearat (C18:0) Asam Oleat (C18:1) Asam Linoleat (C18:2) Asam Linolenat (C18:3) Asam arakhidonat (C 20:0)

1-3 Sumber: Basiron 2005

(38)

juga digunakan untuk informasi dalam pengolahan lebih lanjut. Pada Tabel 2 dapat dilihat sifat fisiko-kimia dari minyak sawit mentah.

Tabel 2 Nilai Sifat Fisiko Kimia MSMn

Sifat Fisiko Kimia Nilai

Trigliserida 95%

Asam lemak bebas 5-10%

Warna (5¼ lovibond cell) Merah orange

Kelembaban dan impurities 0.15%-3.0%

Bilangan peroksida 1-5.0 (meq/kg)

Bilangan anisidin 2-6 (meq/kg)

Kadar β-karoten 500-700 ppm

Kadar fosfor 10-20 ppm

Kadar besi 4-10 ppm

Kadar tokoferol 600-1000 ppm

Digliserida 2-6%

Bilangan asam 6.9 mg KOH/g minyak

Bilangan penyabunan 224-249 mg KOH/g minyak

Bilangan iod (wijs) 44-54

Titik leleh 21-24 °C

Indeks refraksi 36.0-37.5

Sumber: Ketaren (2008)

2.4 Manfaat Minyak Sawit Mentah Terhadap Kesehatan

Penggunaan senyawa antioksidan juga anti radikal saat ini semakin meluas seiring dengan semakin besarnya pemahaman masyarakat tentang peranannya dalam menghambat penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, arteriosclerosis, kanker, serta gejala penuaan. Masalah-masalah ini berkaitan dengan kemampuan antioksidan untuk bekerja sebagai inhibitor (penghambat) reaksi oksidasi oleh radikal bebas reaktif yang menjadi salah satu pencetus penyakit-penyakit di atas (Tahir et al. 2003).

(39)

alami dan ditambahkan ke dalam bahan makanan. Adanya antioksidan alami maupun sintetis dapat menghambat oksidasi lipid, mencegah kerusakan, perubahan dan degradasi komponen organik dalam bahan makanan sehingga dapat memperpanjang umur simpan (Rohdiana 2001).

MSMn merupakan sumber β-karoten yang paling murah diantara semua edible oil, sehingga dapat digunakan sebagai sumber vitamin A untuk mengatasi kasus kekurangan vitamin A. Studi nutrisi menggunakan tikus albino yang dibagi menjadi 3 kelompok dimana masing-masing kelompok diberi dalam ransumnya 10% MSMn untuk kelompok pertama, Groundnut oil (GNO) pada kelompok kedua dan Red Palm Oil (RPO) pada kelompok ketiga. Kemudian diamati laju pertumbuhan, PER, NPU, daya cerna, absorbsi lemak, nitrogen balance, fosfor dan retensi kalsium, serum enzim serta hematologi dibandingkan dengan kontrol. Hasilnya CPO memberikan kualitas nutrisi yang cukup baik dibandingkan GNO dan RPO (Manorama dan Rukmini 1991).

Ada tiga macam nutrien yang dapat menghambat terbentuknya radikal bebas yang dapat menimbulkan penyakit degeneratif seperti arterosklerosis, artritis dan kanker yaitu β-karoten, vitamin E (yang keduanya terdapat pada minyak sawit) dan vitamin C (Choo

et al. 1994). Karotenoid dapat berperan sebagai antioksidan karena struktur molekulnya

(40)

Tabel 3 Fitonutrisi Minyak Sawit Mentah

Fitonutrisi sawit Manfaat bagi kesehatan

Vitamin E (600-1000 ppm) Antikanker

Antiangiogenesis Antiarterosklerosis Antiaging

Antioksidan

Mengahambat sintesis kolesterol Melindungi jantung

Karotenoid (500-700 ppm) Aktivitas provitamin A

Melindungi jantung Antikanker

Fitosterol (300-620 ppm) Menurunkan kadar kolesterol

Squalen (250-540 ppm) Melindungi jantung

Mencegah sintesis kolesterol Antikanker

Fosfolipid (20-100 ppm) Penyusun otak

Mudah dicerna dan diserap Memberikan energi

Ko-enzim Q10 (10-80 ppm) Meningkatkan produksi energi seluler

Mekanisme pertahanan antioksidatif Melindungi jantung

Antikanker

Polifenol (40-70 ppm) Menghambat sintesis kolesterol

Antikanker Sumber: Lohanathan et al. 2011

Minyak sawit merah efektif meningkatkan status vitamin A pada anak (Silvan et al. 2001, Manorama et al. 1996, Lian et al. 1967 dan Roels 1963) dan wanita (Canfield

et al. 2001). Pada percobaan 10 bulan memberikan makan siang yang mengandung

minyak sawit merah dapat diterima dan dapat meningkatkan status vitamin A pada anak-anak usia prasekolah (Silvan et al. 2001). Memberikan makanan ringan pada anak-anak yang mengandung minyak sawit merah yang mengandung 2,4 mg β-karoten selama 60 hari dapat meningkatkan status vitamin A sama efektifnya dengan memberikan vitamin A sintetik 600 μg perhari (Manorama et al. 1996). Hasil yang serupa ketika mengkonsumsi minyak sawit merah dengan kandungan β-karoten 1,8-7,8 mg sama efektifnya dengan mengkonsumsi vitamin A sintetik (Rukmini 1994, Lian et al. 1967 dan Roels 1963).

(41)

untuk dijadikan program pemberian makanan di sekolah. Minyak sawit merah juga terbukti efektif meningkatkan status vitamin A pada ibu dan bayi. Konsumsi minyak sawit merah yang mengandung β-karoten total sebanyak 90 mg selama 10 hari dapat meningkatkan kadar retinol plasma menjadi dua kali lipat dan meningkatkan retinol air susu ibu sebanyak 2,5 kali lipat. Peningkatan kadar retinol ini lebih besar dibandingkan dengan pemberian suplemen vitamin A sintetik sehingga dapat disimpulkan bahwa konsumsi minyak sawit merah merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan status vitamin A (Stuijvenberg et al. 2000).

Menurut Lin (2002) komponen utama dari MSMn adalah triasilgliserol (95%), sedangkan sisanya berupa asam lemak bebas (3-5%), dan komponen minor (1%) yang terdiri dari karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol, fosfolipid dan glikolipid, squalen, gugus hidrokarbon alifatik, dan elemen sisa lainnya. Selain kandungan asam lemak, terdapat komponen minor pada minyak sawit yang memengaruhi kualitasnya. Kandungan komponen minor pada MSMn dapat dilihat pada Tabel 4 Kandungan komponen minor MSMn mempunyai peranan penting dalam kestabilan minyak walaupun kandungannya hanya 1%.

Tabel 4 Kandungan komponen minor MSMn

Senyawa Jumlah (%)

(42)

2.5 Keamanan Minyak Sawit Mentah

Proses pengemasan MSMn ke dalam botol produk SawitA dilakukan secara langsung dengan menuangkan MSMn ke dalam botol produk sebanyak 140 ml. Karakteristik MSMn yang digunakan pada program SawitA disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik MSMn

Analisis Angka

Rata-rata bilangan asam (g NaOH/g minyak) 0,007

Rata-rata asam lemak bebas (%) 4,42

Rata-rata bilangan iod 50,86

Bilangan peroksida (meq peroksida/kg) 0

Sumber: Zakaria et al. 2011

Karakteristik MSMn yang diperoleh dari PT SMART Tbk Jakarta tidak sama pada setiap batch. Kadar asam lemak bebas sangat bervariasi akan tetapi semua batch tidak mengandung peroksida, yang menunjukkan bahwa selama penyimpanan dan distribusi MSMn tidak terjadi oksidasi lemak. Hal ini sesuai dengan kondisi warna yang berasal dari karotenoid pada MSMn yang masih intensif yang menunjukkan keberadaan karotenoid yang tinggi yang bersifat sebagai antioksidan (Puspitasari 2008, Rismawati 2008). Hasil analisis logam berat MSMn yang diproduksi di TECHNOPARK disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil analisis kadar air dan logam berat MSMn

No. Parameter Satuan Hasil Pemeriksaan Metode MSMn 4 Crom Heksavalent

(43)

Keamanan produk MSMn yang dibagikan juga ditunjang oleh kadar bilangan peroksida semua produk yang dianalisis yang tidak terdeteksi atau nol. Asam lemak bebas yang lebih dari yang disarankan oleh SNI juga tidak berbahaya bagi konsumen karena pada dasarnya, semua lemak yang dikonsumsi manusia akan dicerna dan diserap dalam bentuk asam lemak bebas. Berbagai produk pangan fermentasi juga mengandung asam lemak bebas yang tinggi, misalnya yoghurt, keju, tempe, oncom dan sebagainya. Kadar asam lemak bebas yang tinggi dapat merusak kualitas rasa produk pangan karena dapat mengalamai oksidasi menjadi senyawa peroksida yang menimbulkan ketengikan. Pada MSMn, walaupun asam lemak bebas terdapat dalam jumlah yang tinggi, tetapi tidak terdapat senyawa peroksida sebagai hasil oksidasi yang disebabkan oleh tingginya karotenoid sebagai antioksidan (Butt et al. 2006, Scrimshaw 2000, Ping 2000).

2.6 Retinol (Vitamin A)

Vitamin A adalah salah satu zat gizi mikro yang diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh (imunitas) dan kesehatan mata. Vitamin A atau retinol merupakan senyawa poliisoprenoid yang mengandung cincin sikloheksenil. Vitamin A merupakan istilah generik untuk semua senyawa dari sumber hewani yang memperlihatkan aktivitas biologik vitamin A. Senyawa-senyawa tersebut adalah retinol, asam retinoat dan retinal. Hanya retinol yang memiliki aktivitas penuh vitamin A, sehingga retinol merupakan bentuk asupan vitamin A yang paling umum, lainnya hanya mempunyai sebagian fungsi vitamin A (Murray et al. 1995).

(44)

Gambar 2. Struktur Kimia Retinol/ vitamin A (Murray et a.l 1995).

Vitamin A banyak berperan dalam pembentukan indra penglihatan bagi manusia. Vitamin ini akan membantu mengkonversi sinyal molekul dari sinar yang diterima oleh retina untuk menjadi suatu proyeksi gambar di otak kita. senyawa yang berperan utama dalam hal ini adalah retinol (Blomhoff 2006). Bersama dengan rodopsin, senyawa retinol akan membentuk kompleks pigmen yang sensitif terhadap cahaya untuk mentransmisikan sinyal cahaya ke otak (Lee et al. 1996). Peranan retinol untuk penglihatan normal sangat penting karena daya penglihatan mata sangat tergantung pada adanya rodopsin, suatu pigmen yang mengandung retinol. Diperkirakan di Indonesia anak penderita xeroftalmia kornea aktif lebih dari 60.000 setiap tahunnya. Sebanyak 20.00-30.000 penderita itu akan mengalami kebutaan selama hidupnya (Winarno 1999). Oleh karena itu, kekurangan vitamin A di dalam tubuh seringkali berakibat fatal pada organ penglihatan.

Vitamin A juga dapat melindungi tubuh dari infeksi organisme asing, seperti bakteri patogen. Mekanisme pertahanan ini termasuk ke dalam sistem imun eksternal, karena sistemk imun ini berasal dari luar tubuh. Vitamin akan meningkatkan aktivitas kerja dari sel darah putih dan antibodi di dalam tubuh sehingga tubuh menjadi lebih resisten terhadap senyawa toksin maupun terhadap serangan mikroorganisme parasit, seperti bakteri patogen dan virus (Goetz 1986).

(45)

Tabel 7 Retinol eqivalen (RE) minyak sawit mentah dibandingkan dengan bahan pangan nabati lainnya

Bahan pangan μg RE/g

Jeruk Pisang Tomat Wortel

Minyak sawit merah

8

Vitamin A merupakan vitamin yang tidak larut air, oleh karena itu vitamin A tidak dapat dikeluarkan melalui urin. Kelebihan vitamin A akan disimpan dalam hati, oleh karena itu apabila kadarnya melebihi ambang batas aman dapat menimbulkan efek toksik atau keracunan. Berdasarkan rekomendasi institut kesehatan nasional di Amerika Serikat, disarankan konsumsi harian dari vitamin A antara 500-1.500 mikrogram. Tentu saja konsumsinya disesuaikan untuk tiap kelompok umur dan jenis kelamin. Kelebihan konsumsi β-karoten tidak berakibat toksik tapi kerotenis (warna kuning pada kulit) dan berlangsung tidak lama bila konsumsi diturunkan. Hal ini dikarenakan, penyerapan β -karoten akan menurun bila konsumsinya berlebihan. selain itu, sebagian besar dari karoten yang diserap tidak diubah menjadi vitamin A. Kelebihan β-karoten akan dikeluarkan di feses (Bloomhoff 1994). Kebutuhan harian setiap orang berbeda-beda dan yang membedakannya adalah umur dan jenis kelamin (Tabel 8).

Tabel 8 Kebutuhan harian vitamin A berdasarkan umur dan jenis kelamin

Umur FAO/WHO (μg RE/hari)

(46)

2.7 Karotenoid

Karotenoid sebagai salah satu komponen mikro didalam minyak sawit mempunyai beberapa sifat nutrisi atau fungsi biokimiawi yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Kata karotenoid diturunkan dari komponen utama penyusunnya, yaitu β -karoten, pigmen oranye yang diisolasi pertama kali dari wotel (Daucus carota) oleh Wackenroder pada tahun 1831 (Gross 1991). Meskipun karotenoid, terutama β-karoten terdapat dalam beberapa minyak nabati mentah, sumber karotennoid yang paling besar adalah minyak sawit merah. Menurut Pulungan et al. (2000), minyak sawit merah mempunyai keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya, yaitu biaya produksi rendah, komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh yang berimbang, serta mengandung senyawa-senyawa minor yang bermanfaat bagi kesehatan. Minyak sawit merah mengandung karotenoid sebanyak 678,7 mg/kg yang terdiri dari fitoen, fitofluen, α-karoten, β-karoten, -karoten ζ-karoten, neuroperon, α-zeakaroten dan likopen (Oi et al. 1993)

Karotenoid, teristimewa β-karoten telah lama diketahui mempunyai aktivitas provitamin A karena secara in vivo dapat diubah menjadi vitamin A. Beberapa hasil penelitian memperlihatkan bahwa karotenoid minyak sawit dapat berfungsi sama dengan vitamin A. Menurut Olson (1991), tubuh akan mengkonversi β-karoten menjadi vitamin A dalam jumlah secukupnya saja, selebihnya akan tetap tersimpan sebagai β -karoten. Sifat inilah yang menyebabkan β-karoten berperan sebagai sumber vitamin A yang aman. Jadi tidak seperti suplemen vitamin A yang bisa menyebabkan keracunan jika diberikan secara berlebihan. Linder (1991) menyatakan bahwa β-karoten akan diabsorbsi mukosa usus tetap dalam bentuk utuh, sedangkan 75% sisanya diubah menjadi retinol (vitamin A) dengan bantuan enzim 15, 15’ β-karoten dioksigenase.

Karotenoid dapat berperan sebagai antioksidan karena struktur molekulnya mempunyai ikatan ganda yang sangat mudah mengalami oksidasi secara acak menurut kinetika reaksi ordo pertama (Lenfant et al. 1996). Jacques et al. (1991) mengamati bahwa orang yang mempunyai konsentrasi karoten plasma yang tinggi (lebih dari 3,3 μmol/L) mempunyai prevalensi katarak 20% lebih rendah dibandingkan dengan orang yang memiliki karoten plasma kurang dari 1,7 μmol/L.

The National Institute of Health di Amerika serikat telah mengidentifikasi β

(47)

dan prospektif menyatakan bahwa asupan pangan yang mengandung karotenoid berasosiasi dengan resiko kanker paru-paru. Berbagai hasil penelitian memperlihatkan bahwa β-karoten mempunyai kemampuan sebagai pemusnah oksigen singlet yang efektif (Choo et al. 1994). Disamping β-karoten , likopen dilaporkan juga sebagai pemusnah spesies oksigen yang reaktif dan efektif. Studi tentang oksidasi lemak dan kolesterol dan lipoprotein densitas rendah memperlihatkan sifat-sifat karotenoid sebagai pemusnah radikal bebas. Khasiat selanjutnya, riset juga mengindikasikan bahwa β -karoten mempunyai efek positif dalam mereduksi plaque dalam pembuluh nadi sehingga β-karoten bersifat antiarterosklerosis (Gaziano et al. 1990). Kemampuan ini menyebabkan β-karoten dapat digunakan untuk mencegah penyakit kardiovaskular.

2.7.1 Sifat Fisik dan Kimia Karotenoid

Karotenoid merupakan pigmen alami yang tersebar luas di alam. Karotenoid berkontribusi memberikan warna kuning, oranye, dan ungu pada pangan nabati maupun hewan. Lebih dari 650 karotenoid telah ditemukan dan diisolasi dari berbagai sumber namun hanya 60 jenis yang tersedia dalam pangan dan hanya 20 karotenoid yang dapat dideteksi dalam plasma dan jaringan pada manusia (During & Harrison 2004).

Karotenoid adalah kelompok senyawa yang tersusun dari unit isopren atau turunannya. Berdasarkan unsur-unsur penyusunnya, karotenoid dibagi menjadi dua golongan utama yaitu: (a) golongan hidrokarbon karotenoid yang tersusun oleh unsur-unsur atom C dan H seperti α, β, dan -karoten dan (b) golongan oksi karotenoid atau xantofil yang tersusun oleh unsur-unsur atom C, H, OH seperti lutein, violaxantin, neoxantin, zeaxantin dan kriptoxantin. Dari total karotenoid, kadar karoten hidrokarbon umumnya lebih tinggi (60-70%) dibandingkan dengan kadar oksi karotenoid (Bauernfeind et al. 1981).

(48)

-karoten dan --karoten mempunyai aktivitas biologis kira-kira setengah dari nilai β -karoten. Karotenoid bersifat stabil di alam. Namun isolatnya mudah mengalami perubahan molekul, isomerisasi dan degradasi oleh panas, cahaya, oksigen, trace

element, dan asam (Bauernfeind et al. 1981).

Karotenoid memiliki banyak ikatan rangkap sehingga mudah mengalami degradasi oksidasi. Oksidasi ini terbagi atas oksidasi kimia, autooksidasi, oksidasi cahaya (photooxidation) dan oksidasi enzimatik. Proses oksidasi secara kimia terjadi karena berbagai oksidan seperti oksigen, ozone, alkalin permanganat, asam kromat dan lain-lain. Hasil degradasi tergantung pada lokasi terjadinya kerusakan. Pada ozonolisis terjadi pemotongan ikatan-ikatan karbon sehingga membentuk asam karboksilat yang akhirnya menentukan sifat akhir karotenoid. Autooksidasi merupakan reaksi oksidasi spontan antara suatu senyawa dengan oksigen dan atau sinar UV pada suhu kamar, dimana akan terbentuk peroksida dan hidroperoksida. Photooksidasi merupakan reaksi oksidasi yang diinduksi oleh cahaya. Reaksi yang dapat terjadi adalah: 1) kehilangan satu atau lebih elektron dari suatu senyawa kimia sebagai hasil dari photoeksitasi senyawa tersebut dan 2) reaksi antara suatu senyawa dengan oksigen yang dipengaruhi oleh adanya cahaya. Oksidasi enzimatik yang terjadi secara in vivo dikatalis oleh berbagai enzim. Lipoksigenase merupakan salah satu enzim oksidatif utama pada tanaman. Enzim ini dikatalis oleh molekul oksigen asam lemak tidak jenuh yang mengandung cis,cis-1,4-pentadiene menjadi cis,trans-conjugated hydroperoxida. Enzim ini mengubah pigmen pada jaringan sayuran seperti klorofil dan karotenoid (Gross 1991).

Rantai poliene konjugasi yang terdapat pada senyawa karotenoid mempengaruhi karakteristik warna senyawa tersebut yang sangat bervariasi mulai dari kurang berwarna (phytoene), kuning (4.4’-diaponeurosporene), orange (β-karoten), merah (capsanthin), merah muda (bacterioruberin), dan akan berwarna biru dengan semakin meningkatnya jumlah ikatan rangkap konjugasi (Krinsky et al. 2004).

2.7.2 Pencernaan, Penyerapan dan Metabolisme Karotenoid

(49)

lambung dan enzim pencernaan. Pelepasan karotenoid dari matriks pangan tergantung pada senyawa lain yang membentuk kompleks dengan karotenoid seperti protein dan juga tergantung pada bentuk keberadaannya seperti bentuk kristal pada wortel atau bentuk terlarut seperti pada minyak jagung (Deming dan Erdman 1999). Diet yang mengandung karotenoid provitamin A sebagian dilepaskan dari protein matriks makanan oleh kerja enzim pepsin lambung dan berbagai enzim proteolitik dalam saluran usus bagian atas. Selama proses dalam saluran pencernaan, karotenoid terdispersi dalam usus bagian atas oleh asam-asam empedu. Sebagian karotenoid telah mengalami esterifikasi dan sisanya masih dalam bentuk karotenoid bebas. Ester-ester karotenoid, karotenoid bebas dan vitamin A yang terdispersi dalam emulsi lipida membentuk kilomikron dengan bantuan asam empedu, berdifusi ke dalam lapisan glikoprotein membran mikrofili sel-sel epitel usus (Linder 1989). Proses penyerapan terjadi dengan cara difusi pasif. Proses ini membutuhkan kelarutan misel dalam lapisan air di sekitar membran sel mikrofili enterosit. Misel akan berdifusi ke dalam membran dan melepaskan karotenoid dan komponen lipid lainnya pada sitosol sel.

Setelah penyerapan selesai, β-karoten dan karotenoid provitamin A lainnya diubah menjadi vitamin A (retinal) oleh enzim β-karoten-15,15’-dioxygenase (β C-15,15’-DIOX). Retinal kemudian direduksi menjadi retinol. Efisiensi penyerapan karotenoid dipengaruhi oleh ada tidaknya komponen lain dalam pangan seperti lemak dan protein (Shiau et al. 1990). Makanan yang mengandung asam lemak tidak jenuh dilaporkan dapat meningkatkan aktivitas βC-15,15’-DIOX dan cellular retinol-binding

protein tipe II (CRBP II) pada mukosa instestinal tikus. Kecepatan pemecahan

tergantung pada status vitamin A dalam tubuh dan berbeda untuk setiap jenis organisme. Penyerapan karotenoid ke dalam enterosit tidak menjamin seluruh karotenoid tersebut akan dimetabolisme dan diserap oleh tubuh. Karotenoid tersebut dapat hilang pada lumen saluran pencernaan akibat perubahan fisiologi sel mukosa (Deming dan Erdman 1999). Menurut Rodriguez dan Kimura (2004), beberapa faktor yang mempengaruhi penyerapan dan pemanfaatan karotenoid antara lain jumlah, tipe karotenoid dalam makanan (bentuk kristal atau terlarut), lemak, vitamin E, serat, status protein dan zink, keberadaan penyakit tertentu dan adanya parasit.

(50)

oleh lipase lipoprotein dan sisa kilomikron dengan cepat dipindahkan ke hati dan jaringan lainnya. Very Low Density Lipoprotein (VLDL) selanjutnya merupakan pembawa utama karotenoid sehingga low density lipoprotein (LDL) menunjukkan konsentrasi tertinggi karotenoid di dalam plasma. Karotenoid juga ditemukan pada berbagai jaringan. Walaupun konsentrasi tinggi ditemukan pada kelenjar adrenal dan

corpus luteum namun tempat penyimpanan utama karotenoid adalah pada hati dan

jaringan adiposa. Karotenoid pangan yang tidak terserap akan dieksresikan melalui feces. Beberapa metabolit karotenoid juga terdeteksi pada feces. Walaupun metabolit polar karotenoid kemungkinan terdapat dalam bentuk konjugasi dan dapat dikeluarkan melalui urin, namun informasi mengenai hal tersebut sangat terbatas (Olson 1994).

Estimasi waktu paruh dilaporkan 11-12 hari untuk likopen, β-karoten, α-karoten, lutein dan zeaxantin (Miccozzi et al. 1992). Karena itu perlu dipahami bahwa kemampuan penyerapan karotenoid dan perubahannya menjadi vitamin A tidak sama untuk setiap jenis karotenoid. Karotenoid provitamin A hanya dapat diubah jika dibutuhkan oleh tubuh sehingga mencegah potensi toksisitas akibat kelebihan dosis vitamin A (Dutta et al. 2005).

2.7.3 Efek Biologis Karotenoid

(51)

lebih baik dan memiliki tubuh yang lebih tinggi. Vitamin A juga penting untuk pembentukan enamel pada pertumbuhan gigi (Olson 2001).

Molekul β-karoten dapat membentuk dua molekul retinol sedangkan α-karoten dan β-kriptoxantin hanya sebagian yang aktif sebagai vitamin A. Nilai Internasional Unit (IU) aktivitas vitamin A didasarkan pada hasil evaluasi biologis kemampuan suatu senyawa untuk mendukung pertumbuhan hewan coba dalam kondisi defisiensi vitamin A (1 IU= 10.47 nmol retinol = 0.3 μg retinol bebas atau 0.344 μg retinil asetat). Karena absorpsi karoten yang relatif rendah dan metabolisme yang tidak sempurna untuk menghasilkan retinol maka 6 μg β-karoten dinyatakan sama dengan 1 μg retinol ekuivalen (RE) dimana ratio molar dari 3.2 mol β-karoten ekuivalen dengan 1 mol retinol. Saat ini dikenal pula istilah retinol activity equivalent (RAE) yang ditetapkan oleh Institut Medicine (2001). 1 RAE = 1 μg all-trans retinol, 12 μg β-karoten dan 24 μg α-karoten atau β-kriptoxantin. Pada basis ini 1 IU aktivitas vitamin A = 3.6 μg β -karoten atau 7.2 μg karotenoid provitamin A lainnya (Bender 2003).

2.7.4 Bioavailabilitas Karotenoid

Definsi bioavailabilitas menurut FDA (Food and Drug Administration) adalah kecepatan atau tingkat penyerapan senyawa aktif yang terkandung dalam obat (Shi dan Le Maguer 2000). Definisi ini juga berlaku buat senyawa aktif atau nutrisi yang terdapat dalam pangan. Jackson (1997) menjelaskan bahwa bioavailabilitas merupakan fraksi nutrisi tercerna dari pangan yang dapat diserap oleh usus halus, dimetabolisme dan disimpan dalam tubuh. Hal ini dijelaskan pula oleh Boyer dan Liu (2004) bahwa walaupun seluruh nutrisi dapat dikonsumsi, namun pada kenyataannya selama pencernaan tidak ada nutrisi yang secara keseluruhan dapat diubah menjadi bentuk yang dapat diserap

Bioavailabilitas nutrisi biasanya ditentukan dalam plasma darah manusia (in vivo

assay) sehingga terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi antara lain keragaman

(52)

Penentuan bioavailabilias dapat dilakukan secara in vivo dengan menggunakan manusia atau secara in vitro yang menirukan kondisi yang terjadi di dalam tubuh. Metode in vivo secara langsung memberikan data bioavailabilitas dan biasanya digunakan untuk pangan dan nutrisi yang memiliki keragaman atau variasi yang tinggi. Respon ditentukan setelah manusia atau hewan percobaan mengkonsumsi nutrisi tunggal (alami atau sintetik) yang kemudian dibandingkan dengan dosis nutrisi yang sama yang berasal dari sumber pangan (Yeum dan Russel 2002).

Zakaria et al. (2000) melaporkan bahwa pada pengujian bioavailabiltas karotenoid bahan pangan karbohidrat tinggi dengan berbagai cara pengolahan, nilai FAR (faktor akumulasi retinol) yang merupakan nilai konversi provitamin A mendekati atau melebihi nilai FAR vitamin A sintetik (1/5.9). Nilai FA terbaik adalah pada kelompok tikus yang diberikan diet pisang dengan perlakuan kering beku yaitu sebesar 1/2.09. Hal ini berarti dari 2.09 μg β-karoten pisang yang dikonsumsi akan dihasilkan 1 μg retinol.

Pengujian biovailabilitas karotenoid produk bahan pangan lainnya dilaporkan oleh Meridian (2000) yang melakukan pengujian terhadap minuman emulsi karoten minyak sawit dengan nilai FAR sebesar 1/9.09. Wylma (2003) menjelaskan pula bahwa pengujian bioavailabilitas karotenoid terhadap bubuk daun cincau hijau menunjukkan nilai FAR sebesar 1/13.21.

2.7.5 Mekanisme Karotenoid sebagai Antioksidan

Karotenoid yang dikonsumsi baik dari makanan maupun dari suplemen dapat bersifat sebagai antioksidan melalui quenching singlet oxygen dan scavenging free

radical. β-karoten merupakan quencher (peredam) singlet oksigen yang paling baik.

Menurut Foote (1976), 1 molekul β-karoten dapat meredam 250-1000 molekul singlet oksigen pada kecepatan 1.3x1010 M-1S-1. Transfer energi dari singlet oksigen ke peredamnya akan menghasilkan pembentukan triplet oksigen dan triplet-state quencher dengan reaksi berikut :

1 O

2 *

+ CAR 3O

2 + 3

CAR*(Halliwell & Gutteridge 1999).

(53)

kelarutan karotenoid. Kobayashi dan Sakamoto (1999) membandingkan aktivitas

quenching dari β-karoten dan astaxanthin, kemudian melaporkan bahwa aktivitas

quenching astaxanthin menurun dengan meningkatnya sifat hidrofobik, dan sebaliknya

terjadi peningkatan quenching β-karoten. Lebih lanjut Lee dan Min (1990) mengevaluasi efektivitas 5 karotenoid dalam quenching terhadap klorofil dengan sensitizer photooksidasi pada minyak kedelai. Data yang diperoleh menunjukkan efektivitas quenching meningkat dengan semakin banyaknya ikatan rangkap pada karotenoid dan jumlah karotenoid yang ditambahkan. Menurut Beutner et al. (2000), karotenoid dengan 7 atau lebih sedikit ikatan rangkap kurang efektif sebagai quencher karena tidak dapat menerima energi dari singlet oksigen.

Proses autooksidasi seperti peroksidasi lipid berhubungan dengan reaksi rantai radikal yang melibatkan radikal peroksil (ROO ). Antioksidan pemutus rantai tersebut seperti halnya karotenoid dapat menghambat kecepatan dan efisiensi pengikatan

(scavenging) radikal bebas dengan reaksi sebagai berikut:

Initiator + RH R (Tahap inisiasi) R + O

2ROO (Tahap propagasi) ROO + RH ROOH + R

ROO + ROO Produk (Terminasi)

ROO + CAR ROOH + CAR (Penghambatan oleh karotenoid)

Hasil radikal turunan antioksidan (CAR) tidak sesuai untuk propagasi reaksi. Hal ini antara lain disebabkan oleh tidak terjadinya reaksi abstraksi atom H atau reaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksil lainnya (Krinsky et al. 2004).

Packer et al. (2005) melaporkan bahwa terdapat hubungan antara struktur karotenoid dan kemampuannya untuk bereaksi dengan radikal bebas yang diuji secara in

vitro. Diduga diwali dengan pembukaan cincin β-ionone, kemudian penambahan gugus

(54)

Pengikatan radikal secara in vivo akan berhubungan dengan pencegahan beberapa penyakit. Konsumsi pangan kaya karotenoid seperti buah-buahan dan sayur-sayuran dapat menurunkan resiko perkembangan tipe kanker tertentu. Ziegler (1989) melaporkan bahwa konsentrasi β-karoten plasma yang tinggi dapat menurunkan resiko penyakit kanker paru-paru. Menurut Bendich dan Olson (1989), pada pengujian in vivo

dan in vitro, β-karoten menunjukan efek proteksi membran lipid, LDL (Low Density

Lipoprotein) dan lipid hati dari oksidasi yang diinduksi oleh radikal bebas karbon

tetraklorida.

2.8 Vitamin E

Tidak ada minyak nabati yang memiliki kandungan vitamin E yang lebih tinggi dibandingkan dengan minyak kelapa sawit (Chow 1992). Vitamin E secara alami ada dalam delapan bentuk yang berbeda atau isomer, empat tokoferol dan empat tokotrienol. Secara alami minyak sawit mengandung alfa, beta, gamma, dan delta tokoferol dan alfa, beta, gamma, dan delta tokotrienol. Tokotrienol adalah vitamin E telah terbukti memiliki aktivitas antioksidan dan antikanker. Tokotrienol pada aktivitas enzim hati dapat membantu menurunkan kadar kolesterol jahat tanpa pengurangan kolesterol baik. Sifat antioksidan pada vitamin E memberi banyak manfaat bagi tubuh manusia, seperti mencegah penuaan kulit, mencegah oksidasi lemak, mengurangi tekanan darah. Tokotrienol pada sawit telah terbukti melindungi protein dari stress oksidatif dan menjegah peroksidasi lipida (Ebong et al.1999).

Asam lemak tidak jenuh mengandung tokoferol tinggi, tokoferol dipercaya dalam pencegahan penyakit jantung dan kanker (Wong et al. 1988). Pemberian α -tokoferol pada anak-anakyang menderita defisiensi vitain A ternyata dapat menaikkan konsentrasi retinol plasmanya. Hal ini berhubungan dengan kerja vitamin E yang mencegah oksidasi vitamin A. Selain berfungsi sebagai antioksidan, vitamin E juga berperan dalam sintesis asam nukleat, pembentukan sel darah merah dan sintesis koenzim A yang penting dalam proses pernafasan (Winarno 1995).

2.9 Radikal Bebas dan Kerusakan Sel 2.9.1 Radikal Bebas

(55)

keadaan stabil dengan jalan menarik elektron lain sehingga terbentuk radikal baru. Reaksi radikal bebas ini berlangsung secara berantai (cascade reaction) (Jakus 2002).

Radikal bebas dapat berasal dari sumber endogenus yaitu pada reaksi reduksi oksidasi normal dalam mitokondria, peroksisom, detoksifikasi senyawa senobiotik, metabolisme obat-obatan dan fagositasi. Sedangkan radikal bebas dari sumber eksogenus berasal dari asap rokok, radiasi, inflamasi, latihan olahraga berlebihan, diet tinggi asam lemak tidak jenuh, dan karsinogen (Langseth 1995).

Radikal bebas dapat bersifat positif dan negatif. Sifat positifnya antara lain dalam jumlah terkontrol berperan dalam proses fungsi biologis, misalnya dalam bakterisidal dan bakteriolisis. Juga beperan sebagai mediator respon terhadap infeksi patogen, sebagai signal apoptosis sel atau jalur signal tranduksi, second messenger serta berperan pada sintesis eikosanoid. Sifat negatif radikal bebas adalah dapat menyebabkan stres oksidatif. Hal ini terjadi karena terjadi ketidakseimbangan antara radikal bebas dengan antioksidan. Radikal bebas dalam jumlah berlebihan sementara jumlah antioksidan seluler lebih sedikit sehingga dapat menyebabkan kerusakan sel (Costa et al. 2005). Pengukuran radikal bebas dalam sistem biologi dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Teknik pengukuran langsung yaitu RPE Resonan Paramagnetik Elektronik (RPE) dan Proton Magnetik Resonansi Resolusi Tinggi (PMRRT). Teknik tersebut menggunakan senyawa yang dapat menangkap sinyal radikal bebas pada sistem in vivo. Pengukuran secara langsung sangat sulit dilakukan karena radikal bebas bereaksi sangat cepat, sehingga sering dilakukan dengan metode pengukuran tidak langsung melalui pengukuran produk turunan seperti malondialdehida (MDA) dan 4-hidroksinonenal. Dua turunan tersebut sering digunakan untuk pengukuran reaksi radikal bebas lipid (Nabet 1996).

2.9.2 Kerusakan Sel

(56)

Stres oksidatif merupakan suatu keadaan yang timbul akibat reaksi metabolik yang menggunakan O

2, yang mengakibatkan terganggunya sistim oksidan-antioksidan sel. Atau dapat pula didefinisikan sebagai suatu keadaan yang terjadi karena peningkatan kadar radikal bebas di dalam tubuh, yang dapat terjadi karena pembentukannya yang meningkat atau pembuangannya yang berkurang (Pratap et al. 2004). Stres oksidatif dapat menyebabkan kematian sel baik secara apoptosis maupun nekrosis. Kematian sel secara apoptosis mencakup proses otodestruksi seluler aktif yang ditandai dengan penyusutan sel, kerusakan membran, dan fragmentasi DNA inti. Sedangkan nekrosis merupakan kematian sel akibat kerusakan yang ditandai dengan kerusakan struktur seluler secara menyeluruh diikuti dengan lisisnya sel (Forrest et al. 1994).

Pengaruh radikal bebas yang diketahui paling awal adalah oksidasi lipid. Oleh sebab itu kerusakan oksidatif karena oksidasi lipid ini paling sering diteliti. Produk oksidasi lipid banyak ditemukan dalam cairan biologis, dapat diukur dengan berbagai cara yaitu :(a) aldehida dalam plasma seperti MDA, TBARs dan 4-hidroksinonenal, (b) penurunan PUFA dalam plasma, (c) diena terkonjugasi dalam plasma, (d) hidroperoksida dalam plasma (Winklhofer-Roob et al. 1995).

2.10 Uji Kesehatan Hati

Hati merupakan salah satu organ terbesar pada manusia dengan bobot sekitar 1,5 kg pada orang dewasa. Beberapa pembuluh darah masuk dan keluar dari hati, seperti vena hepatika dan arteri hepatika. Walaupun bobot hati hanya sekitar 2-3% dari bobot tubuh, namun hati terlibat dalam 25-30% pemakaian oksigen (Koolman 1995). Fungsi hati adalah untuk membentuk kantong empedu dan isinya, menyimpan dan melepaskan karbohidrat, membentuk urea, metabolisme kolesterol, membentuk protein plasma, melakukan banyak fungsi yang berhubungan dengan metabolisme lemak, menginaktivasi beberapa hormon polipeptida, mengurangi dan menghubungkan hormon steroid adrenokortikal dan gonad, menyintesis 25-hidroksikolekalsiferol, dan melakukan detoksifikasi berbagai obat dan racun (Ganong 1991).

Hati mempunyai sistem enzim yang aktif untuk menyintesis triasilgliserol,

(57)

Koolman (1995), hati dapat mengatur konsentrasi asam amino dalam plasma. Jadi, hati dapat memecahkan kelebihan asam amino dengan cara mengubah nitrogen menjadi urea dan mentranspornya ke ginjal. Banyak protein dan peptida plasma dibentuk dan dipecah di dalam hati. Hepatosit juga berfungsi menyintesis protein albumin serum (Sadikin 2001). Jumlah fosfatidilkolin mikrosom hati dapat mempengaruhi kemampuan hati untuk memetabolisasi obat (Gibson 2006).

Terganggunya fungsi hati biasanya ditandai dengan menguningnya warna kulit, membran mukosa, dan naiknya konsentrasi bilirubin (50 mg/L), enzim ALT, AST, dan GGT dalam darah (Lu 1995). Banyak sekali jenis penyakit hati, di antaranya sirosis hati, hepatitis, penyakit kuning, sindrom Reye, penyakit Wilson, dan tumor hati (Kaplan 1989). Laporan National Cancer Institute menyatakan bahwa laki-laki yang terkena penyakit hati jumlahnya dua kali lipat lebih banyak daripada wanita. Selain itu, manusia dengan usia lebih dari 55 tahun terkena penyakit hati beberapa kali lipat lebih banyak daripada manusia dengan usia kurang dari 55 tahun. Gangguan pada hepatosit akan mengganggu proses sintesis albumin serum. Akan tetapi, konsentrasi albumin serum yang rendah belum tentu disebabkan oleh terganggunya fungsi hati (Sadikin 2001).

Pada sirosis hati, koagulasi intravaskuler hampir selalu disertai dengan fibrinolisis (99,86%), sedangkan kemungkinan fibrinolisis tanpa disertai koagulasi intravaskuler ditemukan sebanyak 70% (Tambunan 1993). Organ hati yang telah rusak dapat ditanggulangi dengan cara transplantasi hati. Namun, transplantasi hati masih termasuk operasi yang paling berbahaya (Calne 1985). Faktor-faktor yang menyebabkan gangguan fungsi hati, yaitu kekurangan nutrisi (sistein, tokoferol, dan vitamin B kompleks), konsumsi alkohol yang berlebihan, virus, obat-obatan (parasetamol, CCl4, dan aspirin), dan aflatoksin (Lu 1995).

2.10.1 Enzim Transaminase dan Alkalin Fosfatase (ALP)

(58)

informasi tentang tingkat kerusakan hati (Lehninger 2005). Pada keadaan fungsi hati yang terganggu, peningkatan aktivitas ALT biasanya lebih banyak daripada AST (Kaplan 1989).

Enzim ALT dan AST juga penting di dalam obat-obatan industrial untuk menentukan apakah orang-orang yang terpapar tetraklorida, kloroform, atau pelarut lain yang digunakan dalam industri kimia menderita kerusakan hati. Pelarut-pelarut ini menyebabkan degenerasi hati, yang mengakibatkan kebocoran berbagai enzim ke dalam darah dari sel hati yang terluka. Transaminase, yang sangat aktif di dalam hati dan yang aktivitasnya dapat dideteksi dalam jumlah sangat kecil, sangat bermanfaat dalam pemantauan serum darah orang-orang yang terpapar senyawa kimia industri. Analisis berbagai aktivitas enzim di dalam serum darah memberikan informasi diagnostik yang berharga bagi berbagai gangguan hati (Lehninger 2005).

Menurut Kaplan (1989), selain enzim AST dan ALT, ada empat enzim lagi yang dapat dijadikan indikator terganggunya fungsi hati, yaitu alkalin fosfatase (EC 3.1.3.1), Gamma-glutamiltransferase (EC 2.3.2.2), 5’-nukleotidase (EC 3.1.3.5), dan laktat dehidrogenase (EC 1.1.1.27). Semuanya sudah umum digunakan. Namun, AST dan ALT tetap lebih baik karena paling cepat keluar dari hati yang terganggu dibanding keempat enzim lainnya. Beberapa penelitian sebelumnya menggunakan enzim AST dan ALT sebagai indikator fungsi hati. Marliana (2005) menganalisis fungsi hati dengan enzim-enzim ini setelah hati tikus yang digunakannya dirusak dengan induksi parasetamol. Setelah rusak, tikus dicekoki dengan ekstrak daging buah mahkota dewa. Tujuannya adalah ingin mengetahui potensi tumbuhan ini sebagai hepatoprotektor. Firmansyah (2007) menganalisis khasiat hepatoproteksi ekstrak daun sangitan dengan konsep metode yang sama seperti Marliana (2005). Pada manusia, nilai normal enzim ALT berkisar antara 5-25 U/L, sedangkan AST adara 5-35 U/L (Baron 1992).

(59)

enzim alkalin fosfatase diatas 180 U/L (biasanya diikuti dengan peningkatan bilirubin plasma) menunjukkan kemungkinan terjadinya sirosis biliaris primer. Peningkatan yang mencapai 150 U/L khas pada virus hepatitis. Kadar enzim ALP normal pada orang dewasa adalah 20-95 U/L (Baron 1992). Rataan kadar enzim alkalin fosfatase kontrol adalah 71,04 IU/L sementara setelah diberi CCl4 meningkat menjadi 128,11 IU/L (Venukumar dan Latha 2002).

Pengaruh konsumsi minyak sawit merah pada aktivitas enzim pada plasma yang digunakan sebagai marker pada investigasi fungsi organ pada tikus. Tikus diberi perlakuan suplementasi (10% dan 20% minyak sawit merah dari total lemak dari ransumnya) dengan kadar lemak pada ransum 4,6% dari total ransum dan kontrol tanpa suplementasi dengan sumber lemak ransum hanya dari minyak jagung selama 28 hari. Kelompok tikus yang diberi perlakuan suplementasi dengan minyak sawit merah mengalami penurunan aktivitas enzim lipase, alkalin fosfatase, alanin transaminase, aspartat transaminase dibandingkan dengan kontrol (P<0,005). Aktivitas enzim lipase, ALP, ALT dan AST dari kelompok tikus yang disuplementasi minyak sawit merah sebanyak 20% lebih rendah dibandingkan dengan kelompok tikus yang disuplementasi minyak sawit merah sebanyak 10%. Kesimpulannya adalah konsumsi minyak sawit merah pada level moderat mampu menjaga agar aktivitas enzim berada pada batas normal (Edem dan Akpanabiatuk 2006).

Aktivitas enzim Alkalin fosfatase (ALP), Alanin transaminase (ALT), Aspartate transaminase (AST) pada serum kelompok tikus yang diberikan 15% dari total ransumnya minyak sawit yang telah dioksidasi termal selama 18 minggu, meningkat secara signifikan (P<0,05) dibandingkan dengan kelompok tikus yang diberikan 15% dari ransumnya minyak sawit segar serta kelompok tikus yang tidak diberi perlakuan penambahan minyak sawit pada ransumnya. Perlakuan pemberian minyak sawit sebanyak 15% dari total ransum selama 18 minggu baik yang segar maupun yang telah teroksidasi termal mampu meningkatkan aktivitas enzim ALP, ALT dan AST jika dibandingkan dengan kontrol (p<0,05-0,01) (Owu et al. 1997).

2.11 Program SawitA

(60)

posyandu sebagai fasilitator dan dilakukan di 10 desa yang ada di wilayah kecamatan Dramaga. Tujuan program ini adalah untuk mengatasi masalah kekurangan vitamin A di Indonesia melalui pemberian produk minyak sawit merah. Program ini bersifat terapan yang menghasilkan produk baru berbasis minyak sawit merah yang secara alamiah mengadung provitamin A dan Vitamn E yang sangat tinggi dengan harga yang sangat terjangkau (Zakaria et al. 2011).

Program SawitA ini memprioritaskan kepada masyarakat prasejahtera karena masyarakat tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk membeli alternatif vitamin A alami seperti buah-buahan. Kegiatan program dilaksanakan secara bertahap dan bergilir di masyarakat bekerjasama dengan pemerintah daerah dan dinas kesehatan kabupaten dan lembaga desa terkait khususnya Posyandu. Pada tahap pertama program ini dilaksanakan di Kabupaten Bogor yang nantinya diharapkan dapat dijadikan model untuk penerapan pada Kabupaten yang lain. Produk dibagikan secara cuma-cuma selama dua bulan kepada 2142 responden di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dari Keluarga prasejahtera sesuai dengan data desa setempat dan disertai dengan penyuluhan tentang manfaat, cara penggunaan dan berbagai resep penggunaan minyak sawit (Zakaria et al. 2011).

(61)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini bekerja sama dengan program SawitA dalam memanfaatkan provitamin A minyak sawit mentah untuk mengatasi kekurangan vitamin A di Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2011 sampai bulan Maret 2012, bertempat di Desa Dramaga dan Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Propinsi jawa Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan secara sengaja (Purposive), mengikuti saran dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tentang daerah di Kabupaten Bogor yang kekurangan vitamin A dengan populasi besar dan masih banyak terdapat masyarakat prasejahtera yang sulit mengakses fasilitas kesehatan. Terdapat beberapa kecamatan yang merupakan sasaran dari Dinas Kesehatan kabupaten Bogor dan salah satunya adalah Kecamatan Dramaga. Analisis darah dilaksanakan di laboratorium biokimia Departemen ITP Fateta IPB.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat bantu untuk pernyuluhan atau sosialisasi, alat bantu pengambilan darah dan alat untuk analisa darah. Alat bantu untuk sosialisasi didapatkan dari program SawitA seperti brosur atau komik yang berisi sifat-sifat, khasiat, cara pemakaian, dampak dan manfaat penggunaan minyak sawit serta leaflet yang diberikan pada responden. Selain itu, digunakan pula kuesioner sebagai panduan untuk melakukan wawancara kepada responden yang diadaptasi dari penelitian Waysima (2011) tentang “Pengaruh Peran Ibu pada Pembentukan Perilaku Makan Ikan Laut Siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Jepara dan Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah” dan Program SawitA serta surat kesediaan responden untuk mengikuti kegiatan ini selama 2 bulan dan informed cosent untuk pengambilan darah.

(62)

Bahan utama yang digunakan adalah MSMn (Minyak Sawit Mentah) yang yang diproduksi oleh tim produksi Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Produksi produk SawitA dilaksanakan di Technopark IPB dengan nomor registrasi produk industri rumah P-IRT No 207320101871. Bahan untuk analisis serum adalah: etanol 95%, petroleum eter, trifluoro acetic acid (TFA), kloroform, standar β-karoten (Sigma), standar retinol (Sigma), kit Alkalin fosfatase (AMS ALP 6), kit Aspartat transaminase (AMS AST 6), kit alanin transaminase (AMS ALT 6).

3.3 Tahapan Penelitian

3.3.1 Pemilihan Responden dan Pengambilan Darah Sebelum Intervensi

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu penelitian lapang pemberian produk dirumah dan penelitian laboratorium analisa pada plasma darah. Responden yang dipilih masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan dari desa Babakan dan Dramaga sebanyak 70 orang responden untuk pengujian pemberian produk di rumah

(Home Use Test) dari 30 keluarga Responden yang digunakan adalah dari keluarga

prasejahtera sebanyak 70 orang yang berasal dari 30 keluarga, 50 orang dari 70 responden tersebut merupakan warga RT 03 RW 01 Desa Dramaga dan 20 orang responden lainnya merupakan warga Desa Dramaga RW 01 dan RW 02 serta warga Desa Babakan RW 01, 02 dan 06. Responden yang dipilih termasuk dalam kategori prasejahtera berdasarkan data yang diperoleh dari Posyandu-posyandu yang terdapat pada kedua desa tersebut. Semua responden yang dipilih adalah responden yang telah mendandatangani informed consent.

Untuk analisa aktivitas enzim ALP, transaminase (ALT dan AST) pada plasma darah, dipilih responden berjumlah 22 orang ibu pada usia produktif (28-43 tahun) yang merupakan bagian dari pengujian penggunaan di rumah serta telah diseleksi berdasarkan kesediaan untuk diambil darahnya sebelum dan sesudah intervensi serta telah menandatangani surat persetujuan atau informed consent pengambilan darah. Syarat responden yang dipilih untuk dianalisis darahnya:

• Sehat berdasarkan pemeriksaan klinik

• Ibu rumah tangga usia produktif

• Sedang tidak hamil dan menyusui

Gambar

Gambar 1. Penampang melintang buah kelapa sawit (Pahan 2007).
Tabel 2 Nilai Sifat Fisiko Kimia MSMn
Tabel 3 Fitonutrisi Minyak Sawit Mentah
Tabel 4 Kandungan komponen minor MSMn
+7

Referensi

Dokumen terkait

Elang Express adalah perusahaan jasa ekspedisi dengan layanan ke berbagai negara dimana karyawannya acapkali harus menghadapi pelanggan asing dan berkomunikasi dengan pihak

m em pert anggungjaw abkan secara jelas keberadaan sebagian milik para det eni ant ara lain berupa uang, dan barang2 lainnya yang t elah disebut para det eni dalam

Eka   Permanasari

Pada saat pengakuan awal, Grup mengklasifikasikan instrumen keuangan dalam kategori berikut: aset keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi, pinjaman

Metode: Penelitian cross sectional terhadap 34 pasien (17 pasien PPOK stabil dan 17 pasien PPOK eksaserbasi akut), dilakukan pemeriksaan magnesium serum dan

Namun bila pada pasien telah terjadi komplikasi, adanya penyakit kronis lain yang sulit dan pasien dengan daya tahan tubuh menurun, yang seluruhnya membutuhkan penanganan lebih

Untuk kajian QSAR dalam penelitian ini digunakan analisis regresi multilinear dengan data log (1/IC 50 ) sebagai variabel tidak bebas, sedangkan data muatan bersih atom pada

Pada penulisan ilmiah ini akan diterapkan sebuah sistem jaringan area lokal yang diatur oleh kebijakan yang dibuat yang disesuaikan dengan keperluan mengkondisikan lingkungan kerja