HUBUNGAN
ADVERSITY QUOTIENT
DENGAN MOTIVASI
BERPRESTASI PADA MAHASISWA YANG MENGIKUTI
ORGANISASI INTRA (BEMFA)
NASKAH PUBLIKASI
Oleh : Edwin Ridho 201210230311200
FAKULTAS PSIKOLOGI
HUBUNGAN
ADVERSITY QUOTIENT
DENGAN MOTIVASI
BERPRESTASI PADA MAHASISWA YANG MENGIKUTI
ORGANISASI INTRA (BEMFA)
SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah
satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Oleh : Edwin Ridho 201210230311200
FAKULTAS PSIKOLOGI
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Adversity Quotient dan Motivasi Berprestasi pada Mahasiswa yang
Mengikuti Organisasi Intra (BEMFA)”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dra. Tri Dayakisni, M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang,
2. Ibu Dr. Nida Hasanati, M.Si dan ibu Susanti Prasetyaningrum S. Psi, M. Psi selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berguna, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik,
3. Ibu Yuni Nurhamida, S.Psi., M.Si. selaku dosen wali beserta seluruh dosen-dosen fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan dukungan dan pengarahan sejak awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini, 4. Teman-teman dari Badan Eksekutif Fakultas (BEMFA) Universitas
Muhammadiyah Malang yang telah bersedia menjadi subjek penelitian ini dari pelaksanaan uji coba instrumen hingga penelitian pasca uji coba instrument,
5. Ayahanda, ibunda, nenek, abang Iin, abang Aan, abang Rony, abang Ady beserta seluruh keluarga saya tercinta yang telah memberikan dukungan moril maupun material dan doa yang tidak putus-putusnya serta kasih sayang sehingga menjadi sumber energi dan inspirasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,
v
dukungan, motivasi, bantuan, pelajaran dan penyemangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,
7. Sahabat seperjuangan saya dari Banjarmasin yaitu Muhammad Thoyib Ghani, Firdaus Ramdhan Dermayu, Asrar Fathoni, Muhammad Farabi, Muhammad Iqbal, Ahmad Leo Yudanto, Aldi Naufal Hilmi, Muhammad Rodhi Ikhwan, dan Nikko Prayudi Gunara yang selalu menjadi tempat saya untuk berbagi banyak hal, menjadi keluarga terbaik saya disini, memberikan banyak pengalaman dan pembelajaran yang sangat berarti dengan berbagai dukungan, cobaan, canda tawa, keluh kesah, hinaan, dll,
8. Teman-teman angkatan 2012 Fakultas Psikologi khususnya kelas F yang sangat memberikan banyak perubahan kepada saya untuk menjadi lebih baik lagi dari pribadi sebelumnya,
9. Adek-adek tingkat 2013-2014 dan teman-teman pekerja part time UPT
Perpustakaan yang telah memberikan motivasi di saat penulis sedang mengalami kendala saat pengerjaan skripsi,
10. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, mudah-mudahan Allah S.W.T membalas pahala yang berlipat ganda, amin Ya Rabbal Alamin.
Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan saran demi perbaikan karya skripsi ini sangat penulis harapkan. Meski
demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti selanjutnya dan pembaca pada umumnya.
Malang, 10 Mei 2016
Penulis,
vi
vii
Adversity Quotient ...
7
Aspek-aspek Adversity Quotient ...
7
Faktor Pembentuk Adversity Quotient ...
8
Hubungan Antara Adversity Quotient dengan Motivasi Berprestasi ... 8
Hipotesa ... 9
METODE PENELITIAN ... 10 Rancangan Penelitian ... 10
Subjek Penelitian ... 10
Variabel dan Instrumen Penelitian ... 10
Prosedur dan Analisa Data ... 12
HASIL PENELITIAN ... 12
DISKUSI ... 14
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 16
REFERENSI ... 17
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil Survey NACE USA Mengenai Kualitas Lulusan Perguruan Tinggi Yang Diharapkan Di Dunia Kerja ... ... 3
Tabel 2. Hasil Try Out Skala Adversity Quotient ...
... 11 Tabel 3. Hasil Try Out Skala Motivasi Berprestasi ...
... 11 Tabel 4. Data Deskripsi Subjek ... ... 12
Tabel 5. Adversity Quotient dan Motivasi Berprestasi Berdasarkan Usia ...
... 13 Tabel 6. Adversity Quotient dan Motivasi Berprestasi Berdasarkan Jenis Kelamin ...
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Skala Saat Try Out Instrumen ... 19
Lampiran II Analisis Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 26
Output Skala Stres Kerja ... 27
Output Skala Fungsi Ibu Dalam Pengasuhan ... 37
Lampiran III Blue Print Skala Adversity Quotient dan Motivasi Berprestasi ... 46
Blue Print Instrumen Sebelum Try Out ... 47
Bue Print Instrumen Sesudah Try Out ... 48
Lampiran IV Skala Penelitian ... 50
Lampiran V Hasil Analisa Data ... 56
Uji Normalitas ... 57
Korelasi Product Moment Pearson’s Correlation ... 61
1
HUBUNGAN
ADVERSITY QUOTIENT
DENGAN MOTIVASI
BERPRESTASI PADA MAHASISWA YANG MENGIKUTI
ORGANISASI INTRA (BEMFA)
Edwin Ridho
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
edwinridho13@gmail.com
Motivasi berprestasi merupakan dorongan individu dalam mencapai prestasi yang diinginkan. Mahasiswa sekarang cenderung mengikuti organisasi namun tidak bersungguh-sungguh dalam mengikuti kegiatan organisasi tersebut. Sedangkan adversity quotient dapat diartikan
sebagai kecerdasan seseorang dalam menghadapi masalah di dalam hidupnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara adversity quotient dengan motivasi berprestasi.
Subjek penelitian adalah mahasiswa aktif yang menjadi bagian dari organisasi intra yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEMFA). Subjek berjumlah 262 orang. Teknik pengambilan sampel penelitian dengan menggunakan teknik cluster random sampling.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Alat pengumpulan data menggunakan skala motivasi dan skala Adversity Quotient. Analisis data dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson dengan menggunakan program SPSS. Hasil penelitian
menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara adversity quotient dengan
motivasi berprestasi (r = 0.458; p = 0.000 < 0.01). Jadi, semakin tinggi adversity quotient
maka akan semakin tinggi pula motivasi berprestasi, begitupun sebaliknya, semakin rendah
adversity quotient maka akan semakin rendah pula motivasi berprestasi. Adversity quotient
mempengaruhi motivasi berprestasi sebesar 20.9% (r2 = 0.209).
Kata Kunci: Adversity Quotient, Motivasi Berprestasi Mahasiswa
Achievement motivation is encouragement of individuals in achieving desired. Student now tend to follow the organization but not serious in following the organization’s activities. While adversity Quotient can be defined as a person’s intelligence in dealing with problems in his life. The aims of this research to determine the correlation between adversity quotient and achievement motivation. The subjects of this research were active students who are part of the intra organization namely Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEMFA). Subjects is 262 students. The sampling technique study using cluster random sampling. This study uses quantitative methods. The data was collected by using scale achievement motivation and Adversity Quotient. Data analysis using the technique of Pearson’s correlation product moment with SPSS. The finding showed that there was a significant positive correlation between adversity quotient and achievement motivation (r = 0.458; p = 0.000 < 0.01). It implies that, the highest adversity quotient, the higher the achievement motivation, vice versa, the lower the adversity quotient will also lower the achievement motivation. Adversity quotient affects achievement motivation for 20.9% (r2 = 0.209)
2
Dewasa ini, pendidikan sangat penting sebagai bekal dalam kehidupan kita di masa mendatang. Namun pendidikan hanya salah satu dari banyak faktor untuk mencapai cita-cita kita. Di masa perkuliahan ini, fenomena yang sering terjadi ialah rendahnya kesadaran mahasiswa dalam mengembangkan potensi diri dengan mencapai prestasi di bidang non akademik, salah satunya ialah dengan mengikuti organisasi-organisasi yang terdapat di kampus. Mahasiswa cenderung hanya berpikir untuk belajar di dalam ruang kelas saja dan hanya memikirkan untuk mendapatkan nilai indeks prestasi yang tinggi. Sedangkan kehidupan setelah perkuliahan, nilai indeks prestasi yang tinggi saja tidak cukup untuk memberikan kontribusi kepada negara.
Namun fenomena yang lebih besar lagi terdapat pada mahasiswa yang mengikuti organisasi intra (BEMFA) tetapi tidak berkontribusi penuh terhadap organisasi tersebut. Sehingga pengalaman dan manfaat yang seharusnya bisa banyak didapat di dalam organisasi menjadi tidak maksimal. Mahasiswa organisasi yang kurang aktif cenderung mengikuti organisasi sebagai ajang untuk mencari popularitas, ikut-ikutan teman, sebagai pengisi kegiatan di waktu luang tanpa bersungguh-sungguh memberikan kontribusi yang nyata terhadap organisasi tersebut.
Padahal di Perguruan Tinggi, mahasiswa mempunyai beberapa kemudahan dengan kebebasan dalam mengatur sendiri jadwal kuliah, mengatur beberapa banyak mata kuliah yang ingin ditempuh, dan mengatur waktu atau jadwal kuliah sehingga sebenarnya dapat memungkinkan untuk mencapai prestasi di organisasi. Namun kenyataannya mahasiswa tidak menggunakan kemudahan itu untuk meningkatkan potensi diri melainkan menggunakannya kepada hal yang kurang bermanfaat. Sehingga hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya krisis motivasi berprestasi pada mahasiswa. Prestasi merupakan sarana dalam melatih kesempatan yang pada akhirnya makin terbuka kesempatan dalam dunia pekerjaan dan sebaliknya, remaja yang memiliki prestasi rendah maka akan semakin kecil kesempatan yang dimilikinya dalam dunia pekerjaan (Gunarsa & Gunarsa, 2002).
Seperti perkataan Anies Baswedan (aniesbaswedan.com) seorang tokoh Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah dalam pesannya terhadap mahasiswa-mahasiswa yang baru saja memasuki perkuliahan yaitu “IP yang tinggi akan mengantarkan Anda pada panggilan wawancara, titik. Namun kepemimpinan, kemampuan komunikasi, dan kemampuan analitik lah yang akan mengantarkan Anda ke masa depan.” Ketiga hal tersebut dapat kita dapatkan dengan aktif di dalam organisasi karena pengalaman yang akan diberikan saat berorganisasi sangat banyak dan bermanfaat bagi kehidupan seorang mahasiswa.
Putra dan Pratiwi (2005) menyatakan bahwa soft skill yang dibutuhkan oleh lulusan
universitas tidak dapat hanya dipenuhi dalam proses pembelajaran yang dilakukan di bidang akademik saja, tetapi juga bidang non akademik. Menurut survey dari 457 pengusaha yang dilakukan oleh National Association of Colleges (NACE) tahun 2002 di Amerika Serikat,
3 Tabel 1. Hasil Survei NACE USA Mengenai Kualitas Lulusan Perguruan Tinggi yang Diharapkan di Dunia Kerja
No Kualitas Skor*
1 Kemampuan berkomunikasi 4.69
2 Kejujuran/Integritas 4.59
3 Kemampuan bekerja sama 4.54 4 Kemampuan interpersonal 4.5
5 Etos kerja yang baik 4.46
6 Memiliki motivasi/berinisiatif 4.42
7 Mampu beradaptasi 4.41
8 Kemampuan analitikal 4.36
9 Kemampuan computer 4.21
10 Kemampuan berorganisasi 4.05 11 Berorientasi pada detail 4
12 Kemampuan memimpin 3.97
13 Percaya diri 3.95
14 Berkepribadian ramah 3.85
15 Sopan/beretika 3.82
16 Bijaksana 3.75
17 IP ≥ 3.0 3.68
18 Kreatif 3.59
19 Humoris 3.25
20 Kemampuan enterpreneurship 3.23
*Skala 1 – 5 (5 tertinggi) (Sumber Putra dan Pratiwi 2005)
Dari hasil survey diatas diketahui kemampuan-kemampuan yang diharapkan oleh dunia kerja terhadap kualitas lulusan perguruan tinggi. Adapun salah satu cara mendapatkan kemampuan-kemampuan tersebut dengan mengikuti organisasi. Mahasiswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki dorongan untuk mencapai prestasi yang diinginkannya. Menurut Schaie (Santrock, 2002) masa dewasa awal adalah fase mencapai prestasi (achieving stage)
dimana pada masa ini melibatkan penerapan intelektualitas pada situasi yang memiliki konsekuensi besar dalam mencapai tujuan jangka panjang, seperti pencapaian karir dan pengetahuan.
Penelitian Moore dkk (2010) sebanyak 40 dari 89 (44.94%) mahasiswa baru berpartisipasi secara sukarela mengikuti Residential Leadership Learning Community untuk mendapatkan
keterampilan kepemimpinan, memperluas kemampuan kepemimpinan, dan belajar menjadi pemimpin yang lebih baik karena didorong oleh motivasi berprestasi.
Pentingnya berorgansisasi juga termuat dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan dijelaskan bahwa organisasi kemahasiswaan adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan dan peningkatan kecendikiawanan serta integritas kepribadian untuk mencapai tujuan pendidikan tinggi.
4
Gambaran motivasi berprestasi pada anggota organisasi intra (BEMFA) berdasarkan wawancara yang dilakukan pada 16 November 2015 terhadap mantan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Psikologi periode 2014-2015 terkait dengan kontribusi anggota BEM saat masa jabatannya yaitu beberapa anggota lain mengalami penurunan intensitas kedatangan rapat seiring berjalannya waktu kepengurusan bahkan terdapat 3 anggota yang mengundurkan diri ditengah-tengah periode. Para anggota kerap sekali mengeluh jika diberi tugas oleh ketuanya, cenderung malas-malasan untuk menyelesaikannya dan seringkali menunda-nunda tugas tersebut bahkan ada beberapa anggota yang menyelesaikan tugas melebihi batas waktu yang ditetapkan sehingga program kerja menjadi kurang maksimal. Jika ditinjau dengan karakteristik individu yang memiliki motivasi berprestasi dari teori McClelland (1987) kondisi anggota di atas menunjukkan indikator bahwa anggota organisasi cenderung untuk memilih tugas yang kurang menantang.
Gambaran lainnya yaitu pada saat mengadakan acara-acara di fakultas beberapa anggota kurang berkontribusi dalam mensukseskan program kerja, terlihat saat pembuatan acara cenderung untuk melihat dari laporan-laporan BEM terdahulu sehingga acara kurang kreatif dan inovatif, kemudian terlambat untuk menghadiri acara dari waktu yang ditetapkan sehingga tanggung jawab mereka terbengkalai, pada saat feedback diakhir acara dijadikan
ajang untuk saling melempar kesalahan dan berakhir dengan adu mulut maupun dongkol terhadap anggota yang bersangkutan. Hal ini jika ditinjau dari teori motivasi berprestasi McClelland adalah ciri-ciri orang yang tidak memiliki motivasi berprestasi.
Motivasi berprestasi merupakan daya dorong yang memungkinkan seseorang berhasil mencapai apa yang diidamkan. Seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi cenderung untuk selalu berusaha mencapai apa yang diinginkan walaupun mengalami hambatan dan kesulitan dalam meraihnya. Motivasi berprestasi yang dimiliki seseorang idealnya selalu mengalami progresif atau kemajuan sehingga akan mempercepat apa yang diidamkannya (Sugiyanto, 2013).
Sedangkan motivasi berprestasi juga mempengaruhi permasalahan akademik dimana mahasiswa yang mengikuti organisasi tidak mampu dalam membagi waktu saat kuliah dan saat berorganisasi sehingga mahasiswa sering terlambat memasuki kelas dan tidak jarang pula mahasiswa membolos saat perkuliahan berlangsung. Beberapa tugas kuliah dan praktikum juga kerap kali terbengkalai saat tugas organisasi sedang berlangsung sehingga menyebabkan banyak mahasiswa organisasi yang nilainya tidak memenuhi standar kelulusan mata kuliah. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Karolina (2013) individu yang memiliki motivasi berprestasi dalam akademik yang tinggi maka mudah untuk mencapai flow ketika
mengerjakan aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan akademik. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Rumiani (2006) motivasi berprestasi memiliki korelasi dengan prokrastinasi akademik. Stress mahasiswa tidak memiliki korelasi dengan prokrastinasi akademik. Ini berarti bahwa pada subjek penelitian ini, prokrastinasi banyak dipengaruhi oleh faktor internal (motivasi berprestasi).
Teori adversity quotient (AQ) yang dipublikasikan oleh Stoltz (2000) yaitu tentang
pemahaman manusia tentang apa yang dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan. Adversity Quotient adalah kecerdasan seseorang dalam menghadapi situasi masalah dalam
kehidupannya. Adversity quotient memiliki tiga bentuk, pertama, AQ adalah suatu kerangka
5
Menurut Stoltz (2000) adversity quotient memiliki empat aspek yaitu Control, Origin & Ownership, Reach, dan Endurance. Aspek tersebut menjelaskan tentang bagaimana respon
yang digunakan individu untuk menjelaskan kesulitan yang dialami. Dari keempat aspek tersebut maka dapat dilihat tingkatan-tingkatan atau kategori respon individu dalam menghadapi kesulitan. Kategori tersebut yaitu Quitters (individu yang berhenti), Campers
(individu yang berkemah), dan Climbers (individu yang mendaki).
Ketiga kategori tersebut secara jelas menggambarkan bahwa adversity quotient merupakan
faktor yang erat kaitannya dengan motivasi. Individu yang memiliki adversity quotient tinggi
(climbers) akan diikuti oleh motivasi yang tinggi pula, individu yang memiliki adversity quotient moderat (campers) akan diikuti oleh motivasi yang kurang maksimal, dan individu
yang memiliki adversity quotient rendah (quitters) akan diikuti pula oleh motivasi yang
rendah. Hal ini diperkuat oleh Stoltz yang menyatakan bahwa climbers menyambut baik
tantangan-tantangan, dan mereka hidup dengan pemahaman bahwa ada hal-hal mendesak dan harus segera dibereskan. Mereka bisa memotivasi diri sendiri, memiliki semangat tinggi, dan berjuang untuk mendapatkan yang terbaik dari hidup (Stoltz, 2000).
Berdasarkan uraian diatas mahasiswa organisasi cenderung mempunyai adversity quotient
yang rendah karena tidak dapat mengendalikan permasalahan-permasalahan yang ada dihidupnya. Mahasiswa organisasi cenderung untuk memilih tantangan yang mudah dan kurang menantang sehingga tidak dapat mengoptimalkan potensi yang ada dalam dirinya dan juga tidak dapat memajukan organisasi yang diikutinya.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Syahid (2014) yaitu ada hubungan yang signifikan antara adversity quotient dan motivasi berprestasi siswa kelas XI MA Ali Maksum Krapyak di
Yogyakarta. Hal ini berarti, semakin tinggi adversity quotient yang dimiliki siswa, maka akan
semakin tinggi pula motivasi berprestasi siswa. Sebaliknya, semakin rendah adversity quotient yang dimiliki siswa, maka semakin rendah pula motivasi berprestasi siswa.
Sumbangan efektif dari adversity quotient yang dimiliki siswa pada penelitian ini sebesar
54,5%, sedangkan sumbangan sebesar 45,6% terdapat pada faktor lain.
Sesuai dengan penelitian lain yang dilakukan oleh Nurhayati (2015) yaitu terdapat pengaruh yang signifikan antara adversity quotient dan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar
matematika di SMA TUGU IBU 1. Siswa yang memiliki adversity quotient tinggi akan
mampu menyelesaikan hambatan dihadapannya dan meraih prestasi dalam belajarnya termasuk dalam pelajaran matematika.
Keterbatasan pada penelitian-penelitian sebelumnya terletak pada subjek penelitian dimana penelitian terdahulu menggunakan subjek remaja (siswa sekolah) sedangkan penelitian ini pada subjek masa dewasa awal (mahasiswa). Menurut Piaget (Santrock, 2002) fase kognitif remaja yaitu pemikiran mereka semakin abstrak, logis, dan idealistis; lebih mampu menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain, dan apa yang orang lain pikirkan tentang diri mereka; serta cenderung menginterpretasikan dan memantau dunia sosial.
Sedangkan menurut Schaie (Santrock, 2002) masa dewasa awal adalah fase mencapai prestasi (achieving stage) dimana pada masa ini melibatkan penerapan intelektualitas pada situasi
yang memiliki konsekuensi besar dalam mencapai tujuan jangka panjang, seperti pencapaian karir dan pengetahuan.
6
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah hubungan adversity quotient dengan motivasi berprestasi pada mahasiswa yang
mengikuti organisasi intra (BEMFA). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar hubungan adversity quotient dengan motivasi berprestasi pada mahasiswa yang mengikuti
organisasi intra (BEMFA) di Universitas Muhammadiyah Malang. Melalui penelitian ini diharapkan mahasiswa-mahasiswa kelak yang akan menjadi generasi penerus bangsa mengetahui sejauh mana tingkat adversity quotient mereka sehingga tidak cepat menyerah
dalam mencapai kesuksesan sebelum mengerahkan seluruh tenaga dan kemampuan mereka. Jika mereka masih dikategori quitters dan campers maka dapat ditingkatkan lagi menjadi climbers. Manfaat lainnya yaitu meningkatkan pengetahuan dan kesadaran diri mahasiswa
dalam mencapai prestasi di bidang non akademik untuk memperoleh soft skill guna menjalani
kehidupan setelah kuliah.
Motivasi Berprestasi
Gunarsa (2002) motivasi berprestasi adalah sesuatu yang ada dan menjadi ciri dari kepribadian seseorang dan dibawa dari lahir yang kemudian ditumbuhkan dan dikembangkan melalui interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Murray (Ross, 1998) mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai usaha untuk mencapai keinginan, dengan mengerahkan segala kemampuan dan kekuatan, berusaha dengan baik dalam setiap sesuatu dengan cepat dan tepat.
Menurut Chaplin (Gunarsa, 2002) motivasi berprestasi adalah kecendrungan seseorang untuk mencapai kesuksesan atau memperoleh apa yang menjadi tujuan akhir yang dikehendaki, keterlibatan diri individu terhadap suatu tugas, harapan untuk berhasil dalam suatu tugas yang diberikan, serta dorongan untuk mengatasi rintangan-rintangan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan sulit secara cepat dan tepat.
McClelland (1953) mengungkapkan bahwa motivasi berprestasi merupakan motif yang mengarahkan perilaku seseorang dengan menitik beratkan kepada pencapaian prestasi tertentu.
Aspek-Aspek Motivasi Berprestasi
McClelland (1953) menyatakan bahwa orang yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Menyukai resiko yang moderat
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi cenderung mempertimbangkan resiko yang akan dihadapinya sebelum memulai pekerjaan. Ia akan memilih tugas dengan derajat kesukaran sedang, yang menantang kemampuannya, namun masih memungkinkan untuk berhasil menyelesaikan dengan baik
2. Tanggung jawab pribadi yang besar
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi merasa dirinya bertanggung jawab terhadap tugas yang dikerjakannya. Seseorang akan berusaha untuk menyelesaikan setiap tugas yang dilakukan dan tidak akan meninggalkannya sebelum menyelesaikan tugasnya.
3. Menyukai umpan balik atas kinerjanya
Pada individu dengan motivasi berprestasi tinggi, pemberian umpan balik atas hasil usaha atau kerjanya yang telah dilakukan sangat disukai dan berusaha untuk melakukan perbaikan hasil kerja yang akan datang.
7
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi cenderung bertindak kreatif, dengan mencari cara baru untuk menyelesaikan tugas seefektif dan seefisien mungkin.
Adversity Quotient
Menurut Stoltz (2000) adversity quotient (AQ) adalah kecerdasan yang dapat memberikan
gambaran kepada individual berkaitan dengan seberapa jauh individual mampu bertahan menghadapi kesulitan dan mampu untuk mengatasinya; siapa yang mampu mengatasi kesulitan dan siapa yang akan hancur; siapa yang akan melampaui harapan-harapan atas kinerja dan potensi individual serta siapa yang akan gagal; serta siapa yang akan menyerah dan siapa yang akan bertahan.
Aspek-aspek Adversity Quotient
Stoltz (2000) menyatakan bahwa adversity quotient mepunyai empat aspek yaitu sebagai
berikut: 1. Control
Kendali seseorang atas suatu masalah. C mempertanyakan: Berapa banyak kendali yang dirasakan terhadap sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan? Dimensi AQ ini merupakan salah satu awal yang paling penting dan tambahan untuk teori optimisme Seligman.
2. Origin & Ownership
Pandangan seseorang terhadap suatu masalah dan pengakuan atas akibat yang ditimbulkan seseorang pada masalah tertentu. O mempertanyakan: Siapa atau apa yang menjadi asal usul kesulitan? Dan sampai sejauh manakah seseorang mengakui akibat-akibat kesulitan itu? Sampai sejauh mana seseorang bersedia mengakui akibat kesulitan itu.
3. Reach
Jangkauan pengaruh masalah yang dialami seseorang dalam aspek-aspek kehidupan lainnya. R mempertanyakan: Sejauh manakah kesulitan akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan seseorang? Respons-respons dengan AQ yang rendah akan membuat kesulitan merembes ke segi-segi lain dari kehidupan seseorang.
4. Endurance
Pandangan seseorang terhadap jangka waktu berlangsungnya suatu masalah. E mempertanyakan: Berapa lama kesulitan akan berlangsung? Dan berapa lama penyebab kesulitan itu akan berlangsung?
Stoltz (2000) mengungkapkan adversity quotient dapat dikategorikan menjadi tiga kategori
yaitu:
1. Quitters (individu yang berhenti)
Disebut dengan individu yang memiliki Low-AQ. Individu pada kategori ini
cenderung memilih keluar, menghindari kewajiban, mundur dan berhenti, tidak ada dorongan untuk mencoba mendaki.
2. Campers (individu yang berkemah)
Disebut juga Moderat-AQ. Individu yang tergolong pada kategori ini menanggapi
tantangan walaupun hanya mencapai tahapan tertentu dan tidak berusaha untuk mencapai tujuan akhir, individu sudah merasa cukup puas dengan apa yang ada dan melepaskan kemungkinan peluang yang masih bisa diraihnya, sesungguhnya kesuksesan masih mungkin bisa dicapai akan tetapi tidak mampu mengarahkan potensi dan energinya.
8
Disebut juga High-AQ. Individu yang membangkitkan dirinya untuk terus mendaki
dan akan selalu memikirkan kemungkinan dan selalu mengembangkan potensinya, memotivasi diri dengan semangat yang tinggi untuk berjuang mendapatkan yang terbaik dalam hidup tanpa menghiraukan segala tantangan dan hambatan yang menghalang.
Faktor Pembentuk Adversity Quotient
Menurut Stolz (2000) faktor-faktor pembentuk adversity quotient adalah kinerja, motivasi,
pemberdayaan, kreativitas, produktivitas, pengetahuan, ketekunan, daya tahan, perbaikan, tingkah laku, respons terhadap perubahan.
Hubungan antara Adversity Quotient dengan Motivasi Berprestasi
Mahasiswa organisasi BEMFA cenderung mengalami penurunan motivasi berprestasi seiring berjalannya waktu kepengurusan dimana awal mereka masuk organisasi BEMFA masih sering aktif mengikuti kegiatan organisasi namun masuk pertengahan sampai akhir mulai terlihat penurunan motivasi berprestasi sedangkan jika dikaitkan dengan adversity quotient
mereka yang mulai turun motivasinya dapat dikategorikan rendah karena tidak dapat mengatasi masalah yang ada dihadapannya, sedangkan yang dapat bertahan namun mulai kurang aktif dalam kegiatan organisasi dikategorikan sedang, dan yang dapat bertahan serta tetap aktif mengikuti seluruh kegiatan organisasi dikategorikan tinggi.
Menurut penelitian Warapsari (2015) mahasiswa berprestasi memiliki kemampuan adversity quotient, dimana mahasiswa berprestasi mampu menyelesaikan kesulitan yang dihadapinya,
meskipun kesulitan yang dihadapi tiap mahasiswa berprestasi berbeda, akan tetapi mahasiswa berprestasi mampu bertahan dan tetap gigih dan penuh semangat serta memiliki motivasi yang tinggi sehingga membuat mereka optimis dalam menyelesaikan kesulitan dan segala kegiatan yang dilakukan.
Aspek control sebagai kemampuan seseorang dalam mengendalikan segala tantangan atau
kesulitan dalam hidupnya. Individu yang mempunyai motivasi berprestasi menyukai resiko yang moderat, tanggung jawab pribadi yang besar, menyukai umpan balik atas kinerjanya, dan cenderung bertindak kreatif dan inovatif. Dengan demikian control rendah individu
cenderung tidak berdaya pada kondisi perubahan di dalam organisasi. Ketika menghadapi tantangan atau kesulitan individu tidak mampu dalam mencari solusi dari kesulitan tersebut, individu cenderung pasif didalam organisasi. Individu dengan control sedang, tidak mudah
putus asa dalam menghadapi tantangan yang dapat diselesaikan namun akan mudah putus asa jika menghadapi tantangan yang tidak dapat diselesaikan. Individu dengan control tinggi
melihat segala kesulitan dengan sebagai sesuatu yang dapat diselesaikan. Individu akan mencari berbagai solusi untuk menyelesaikan kesulitan tersebut. Dalam hal ini, aspek control
berkaitan dengan aspek motivasi berprestasi atas individu yang menyukai resiko mederat dimana individu mampu untuk mengendalikan segala masalah yang ada di hidupnya.
Aspek origin & ownership yaitu kemampuan individu untuk melihat masalah yang ada dan
kemampuan individu untuk mengakui akibat dari masalah yang muncul. Individu yang mempunyai motivasi berprestasi menyukai resiko yang moderat, tanggung jawab pribadi yang besar, menyukai umpan balik atas kinerjanya, dan cenderung bertindak kreatif dan inovatif. Dengan demikian invididu dengan origin & ownership rendah akan menolak atau
menghindari tanggung jawab pekerjaan, cenderung bersikap ragu-ragu dan menarik diri dari tantangan yang lebih besar. Individu dengan origin & ownership sedang ikut bertanggung
9
menyalahkan diri sendiri dan mampu menempatkan diri untuk bertanggung jawab. Mampu mencari solusi walaupun sumber masalah bukan dari dirinya. Dalam hal ini, aspek origin & ownership berkaitan dengan aspek motivasi berprestasi atas individu yang mempunyai
tanggung jawab yang besar dimana individu mampu untuk mengakui akibat dari masalah yang muncul.
Aspek reach yaitu kemampuan individu untuk membatasi masalah sehingga tidak
mempengaruhi bagian lain dari hidup individu. Individu yang mempunyai motivasi berprestasi menyukai resiko yang moderat, tanggung jawab pribadi yang besar, menyukai umpan balik atas kinerjanya, dan cenderung bertindak kreatif dan inovatif. Dengan demikian individu dengan reach rendah individu merasa tidak memiliki kemampuan untuk mengatasi
suatu masalah. Individu dengan reach sedang akan menganggap masalah terkadang sebagai
suatu bencana. Namun individu mampu membatasi masalah agar tidak mempengaruhi hal lain. Sedangkan individu dengan reach tinggi cenderung merespon kesulitan sebagai hal yang
bersifat sementara. Dalam hal ini, aspek reach berkaitan dengan aspek motivasi berprestasi
menyukai umpan balik atas kinerjanya dimana individu mampu untuk membatasi masalah berdasarkan kritik dan saran atau feedback dari orang lain sehingga tidak mempengaruhi
bagian lain dari hidupnya.
Aspek endurance yaitu kemampuan individu untuk merasakan jangka waktu berlangsungnya
suatu masalah. Individu yang mempunyai motivasi berprestasi menyukai resiko yang moderat, tanggung jawab pribadi yang besar, menyukai umpan balik atas kinerjanya, dan cenderung bertindak kreatif dan inovatif. Individu dengan endurance rendah akan merespon
kesulitan sebagai sesuatu yang terus menerus ada. Individu dengan endurance sedang akan
melihat kesulitan sebagai sesuatu yang bertahan lama. Individu akan lama dalam mengambil keputusan untuk perubahan ketika menghadapi kesulitan. Sedangkan individu dengan
endurance tinggi akan menganggap kesulitan sebagai sesuatu yang dapat diselesaikan. Dalam
hal ini, aspek endurance berkaitan dengan aspek motivasi berprestasi atas individu yang
bertindak kreatif dan inovatif dimana individu mampu untuk bertindak secara kreatif dalam menghadapi kesulitan yang ada di hidupnya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan terdapat hubungan antara kedua variabel dimana semakin tinggi variabel x maka semakin tinggi pula variabel y begitu juga sebaliknya jika variabel x rendah maka dibarengi pula dengan varibel y yang rendah.
Hipotesa
10 METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental yaitu jenis penelitian korelasional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dimana penelitian ini menghubungkan pendekatan-pendekatan terhadap empiris untuk mengukur, menganalisa, mengumpulkan, dan menampilkan data dalam bentuk numerik daripada naratif secara akurat. Penilitian ini berusaha untuk melihat hubungan antar variabel yang diteliti dengan menggunakan metode perhitungan statistik. Adapun pengukuran dilakukan dengan menggunakan dua skala yaitu skala adversity quotient dan skala motivasi berprestasi serta data identitas diri subjek.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah mahasiswa yang terdaftar sebagai bagian dari organsisasi intra badan eksekutif mahasiswa fakultas (BEMFA) di Universitas Muhammadiyah Malang. BEMFA sendiri terbagi terdiri dari 10 fakultas dengan total populasi sebanyak 325 orang kemudian dikerucutkan berdasarkan tabel Isaac dan Michael menjadi 262 subjek. Pengambilan subjek ini menggunakan teknik cluster random sampling. Tujuan dari
penggunaan teknik pengambilan sampel ini adalah untuk mempermudah peneliti dalam pengambilan sampel subjek berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.
Variabel dan Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini terdapat dua variabel yakni variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). adapun yang menjadi variabel bebas (X) yaitu adversity quotient dan variabel variabel
terikatnya (Y) adalah motivasti berprestasi.
Adversity quotient sebagai kemampuan yang dimiliki individu untuk merespon segala
kesulitan ataupun tantangan yang ada di dalam hidupnya yang didasari oleh aspek control, origin & ownership, reach, endurance. Skala pengukuran adversity quotient dibuat oleh
peneliti sendiri dengan menggunakan aspek-aspek adversity quotient oleh Stoltz sebagai
acuan. Adapun aspek-aspek tersebut ialah aspek control sebagai kemampuan seseorang dalam
mengendalikan suatu masalah yang datang. Aspek origin & ownership menjelaskan mengenai
kemampuan seseorang memandang sumber masalah yang ada dan mengakui akibat dari masalah yang timbul terlepas dari sumber masalah tersebut dari dirinya maupun orang lain. Aspek reach menjelaskan dampak suatu masalah yang muncul tanpa mempengaruhi bagian
kehidupannya. Aspek endurance sebagai kemampuan individu untuk menilai jangka waktu
berlangsungnya masalah yang muncul. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data menggunakan skala, yaitu skala jenis likert. Pada skala adversity quotient ini dibedakan
berdasarkan item yang positif (favourable) dan item negatif (unfavourable). Skala jenis likert
terdiri atas empat pilihan pernyataan yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Salah satu contoh itemnya adalah “Kesalahan yang saya telah perbuat akan menghancurkan harga diri saya dihadapan teman-teman”. Adapun hasil try out
11 Tabel 2 Hasil Try Out Skala Adversity Quotient
Instrumen Jumlah Item
Diujikan Item Valid Jumlah Validitas Indeks (Cronbach’s Alpha) Nilai Reliabilitas Adversity Quotient 0.32 – 0.74 0.93
Dari hasil uji coba pada skala adversity quotient yang telah dilakukan kepada subjek sebanyak
30 mahasiswa organisasi terdapat beberapa item yang dieliminasi karena tidak valid yaitu sebanyak 15 item, sehingga jumlah keseluruhan dari 50 item menjadi 35 item serta hasil indeks validitas dengan rentangan 0.32 – 0.74 dan nilai konsistensi reliabilitas sebesar 0.93 (Cronbach’s Alpha).
Motivasi berprestasi merupakan dorongan untuk berbuat sebaik mungkin, agar memperoleh hasil yang terbaik sesuai dengan kondisi yang diharapkan, dengan cara berusaha keras berdasarkan standar yang telah ditetapkan di dalam organisasi. Penelitian ini menggunakan instrumen yang dibuat oleh peneliti sendiri dengan menggunakan aspek-aspek motivasi berprestasi dari McClelland yaitu menyukai resiko yang moderat, mempunyai tanggung jawab yang besar, menyukai umpan balik atas kinerjanya dan bertindak secara kreatif dan inovatif. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data menggunakan skala, yaitu skala jenis likert. Pada skala motivasi berprestasi ini dibedakan berdasarkan item yang positif (favourable) dan
item negatif (unfavourable). Skala jenis likert terdiri atas empat pilihan pernyataan yaitu
sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Salah satu contoh itemnya adalah “Saya berusaha mengerjakan tugas yang diberikan dari hasil rapat organisasi”. Adapun hasil try out pada skala motivasi berprestasiadalah sebagai berikut:
Tabel 3 Hasil Try Out Skala Motivasi Berprestasi
Instrumen Jumlah Item
Diujikan Item Valid Jumlah Validitas Indeks (Cronbach’s Alpha) Nilai Reliabilitas Motivasi Berprestasi 0.31 – 0.69 0.93
Dari hasil uji coba pada skala adversity quotient yang telah dilakukan kepada subjek sebanyak
12
indeks validitas dengan rentangan 0.31 – 0.69 dan nilai konsistensi reliabilitas sebesar 0.93 (Cronbach’s Alpha).
Prosedur dan Analisa Data
Tahap pertama, tahap pertama atau persiapan ini dimulai dari peneliti menyusun skala motivasi berprestasi dan skala adversity quotient,
Tahap kedua yaitu try out untuk menguji validitas dan reliabilitas skala motivasi dan skala
adversity quotient,
Tahap ketiga setelah didapatkan validitas dan reliabilitas yaitu membagikan skala kepada subjek penelitian yang merupakan bagian dari organasisasi intra badan eksekutif mahasiswa (BEMFA) di Universitas Muhammadiyah Malang,
Tahap keempat yaitu analisa data hasil dari keseluruhan skala yang telah dibagikan kepada subjek penelitian. Data-data yang telah diperoleh dari kedua skala tersebut akan diinput dan diolah dengan menggunakan program SPSS dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson. Terakhir, peneliti mengambil kesimpulan penelitian.
HASIL PENELITIAN
Setelah penelitian ini dilakukan, diperoleh beberapa hasil yang akan dipaparkan dengan tabel-tabel berikut. Tabel yang pertama pada bab hasil penelitian ini merupakan data deskripsi subjek yang turut serta dalam penelitian. Adapun data deskripsi subjek adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Data Deskripsi Subjek
Kriteria Jumlah Persentase
Usia
13 Tabel 5. Adversity Quotient dan Motivasi Berprestasi Berdasarkan Usia
Kriteria Adversity QuotientKategori Total Motivasi Berprestasi Kategori Total
Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
18
Berdasarkan tabel 5 diketahui sebanyak 38 subjek dengan usia 18 tahun mempunyai adversity quotient kategori rendah sebanyak 1 subjek, kategori sedang sebanyak 29 subjek dan kategori
tinggi sebanyak 8 subjek, sedangkan motivasi berprestasi kategori rendah sebanyak 4 subjek, kategori sedang sebanyak 29 subjek, kategori tinggi sebanyak 5 subjek. Kemudian sebanyak 52 subjek dengan usia 19 tahun mempunyai adversity quotient kategori rendah sebanyak 6
subjek, kategori sedang sebanyak 37 subjek dan kategori tinggi sebanyak 9 subjek, sedangkan motivasi berprestasi kategori rendah sebanyak 4 subjek, kategori sedang sebanyak 39 subjek, kategori tinggi sebanyak 9 subjek. Kemudian sebanyak 97 subjek dengan usia 20 tahun mempunyai adversity quotient kategori rendah sebanyak 14 subjek, kategori sedang sebanyak
74 subjek dan kategori tinggi sebanyak 9 subjek, sedangkan motivasi berprestasi kategori rendah sebanyak 19 subjek, kategori sedang sebanyak 71 subjek, kategori tinggi sebanyak 7 subjek. Dan terakhir sebanyak 75 subjek dengan usia 21 tahun mempunyai adversity quotient
kategori rendah sebanyak 12 subjek, kategori sedang sebanyak 45 subjek dan kategori tinggi sebanyak 18 subjek, sedangkan motivasi berprestasi kategori rendah sebanyak 17 subjek, kategori sedang sebanyak 47 subjek, kategori tinggi sebanyak 11 subjek.
Tabel 6. Adversity Quotient dan Motivasi Berprestasi Berdasarkan Jenis Kelamin
Kriteria Adversity QuotientKategori Total Motivasi Berprestasi Kategori Total
Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
Pria 23
Berdasarkan tabel 6 diketahui sebanyak 141 subjek dengan jenis kelamin pria mempunyai
adversity quotient kategori rendah sebanyak 23 subjek, kategori sedang 94 subjek, dan
14
subjek dengan jenis kelamin wanita mempunyai adversity quotient kategori rendah sebanyak
10 subjek, kategori sedang 91 subjek, dan kategori tinggi sebanyak 20 subjek, sedangkan motivasi berprestasi kategori rendah sebanyak 17 subjek, kategori sedang 89 subjek, dan kategori tinggi 15 subjek.
Berdasarkan hasil uji korelasi product moment pearson, diperoleh nilai koefisien korelasi (r)
sebesar 0.458 yang berarti adversity quotient memiliki hubungan timbal balik dengan
motivasi berprestasi. Selain itu, nilai signifikan (p) dari hasil analisa data menunjukkan 0.000 < 0.01 dengan taraf kesalahan (alpha) 0.01 serta berada pada taraf kepercayaan 99.% yang
artinya kedua variabel tersebut menunjukkan hubungan positif yang signifikan, dimana semakin tinggi adversity quotient maka akan semakin tinggi pula motivasi berprestasi,
begitupun sebaliknya, semakin rendah adversity quotient maka akan semakin rendah pula
motivasi berprestasi. Adapun adversity quotient mempengaruhi motivasi berprestasi sebesar
20.9%. Hal tersebut dapat dilihat dari koefisien determinasi (r2) sebesar 0.209, sementara
sisanya 79.1% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.
DISKUSI
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara adversity quotient dengan
motivasi berprestasi dengan nilai korelasi 0.000 < 0.01. Hal ini membuktikan bahwa hipotesis diterima, dimana semakin tinggi adversity quotient maka akan semakin tinggi pula motivasi
berprestasi, begitupun sebaliknya, semakin rendah adversity quotient maka akan semakin
rendah pula motivasi berprestasi. Hal ini berkesesuaian dengan teori motivasi berprestasi yang menjelaskan bahwa motivasi berprestasi sebagai keinginan untuk sukses dalam kompetisi, yang berkeinginan untuk mengungguli orang lain dengan mencapai suatu prestasi atau suatu standar yang dianggap berhasil (McClelland, 1987). Maka dari hal tersebut diketahui mahasiswa yang mengikuti organisasi mempunyai motivasi berprestasi dalam keinginan mengungguli orang lain dengan mencapai suatu standar yang dianggap berhasil.
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini ialah subjek dengan rentang usia 18-22 tahun sebagaimana menurut Piaget (Santrock, 2002) individu dengan rentang usia sekian memasuki fase kognitif dimana pemikiran mereka semakin abstrak, logis, dan idealistis; lebih mampu menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain, dan apa yang orang lain pikirkan tentang diri mereka; serta cenderung menginterpretasikan dan memantau dunia social.
Sedangkan menurut Schaie (Santrock, 2002) masa dewasa awal adalah fase mencapai prestasi (achieving stage) dimana pada masa ini melibatkan penerapan intelektualitas pada situasi
yang memiliki konsekuensi besar dalam mencapai tujuan jangka panjang, seperti pencapaian karir dan pengetahuan. Ditinjau dari kemampuan perkembangan tersebut, maka tidak heran jika mereka mempunyai adversity quotient yang tinggi maka mereka akan mampu dalam
memecahkan permasalahan ataupun tantangan yang sedang dihadapinya sehingga hal tersebut akan mendorong motivasi berprestasi mereka untuk selalu ingin mencapai suatu prestasi yang ingin diraihnya.
Dari tabel 5 terlihat bahwa dari rentang usia 18-21 tahun mempunyai adversity quotient yang
15
(70.9%). Adapun analisis berdasarkan jenis kelamin yaitu sebanyak 94 subjek jenis kelamin pria (35.8%) mempunyai adversity quotient yang sedang dan 97 subjek pria (37.0%)
mempunyai motivasi berprestasi yang sedang. Sedangkan sebanyak 91 subjek jenis kelamin wanita (34.7%) mempunyai adversity quotient yang sedang dan 89 subjek wanita (33.9%)
mempunyai motivasi berprestasi yang sedang.
Penelitian Kaye dan Grace (2015) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara adversity quotient dan strategi coping oleh mahasiswa. Responden menilai diri mereka
bahwa mereka dapat mempengaruhi adversity quotient mereka sampai batas moderat. Strategi
coping responden dikategorikan dalam kemampuan mereka untuk menentukan kesengsaraan yang mereka hadapi, kecepatan mengatasi situasi apapun, membangun kembali kepercayaan diri dan bangkit kembali setelah kemalangan menimpa. Dari hari pertama mereka dilahirkan sampai sekarang, mahasiswa menghadapi berbagai tingkat kesulitan. Kesulitan mungkin penyakit, nilai kuliah yang rendah, atau kehilangan orang yang dicintai. Bagaimana mereka menangani tantangan ini akan menentukan pencapaian yang lebih besar di hidup mereka. Dengan tetap fokus, bertekad, dan berkonsentrasi pada hal yang positif berkali-kali maka mereka bisa menjadi lebih kuat. Hal ini berarti, dengan strategi coping yang baik berarti individu tersebut juga memiliki adversity quotient yang baik sehingga akan meningkatkan
motivasi berprestasi menjadi lebih baik pula.
Penelitian lain oleh Haryani dan Tairas (2014) menyatakan bahwa adanya faktor intrinsik dan ekstrinsik yang berpengaruh dalam motivasi berprestasi pada mahasiswa tidak mampu secara ekonomi. Kondisi ekonomi keluarga mereka yang berasal dari keluarga tidak mampu secara ekonomi membuat mereka ingin berhasil dan pada akhirnya mampu memperbaiki kondisi ekonomi keluarga. Hal ini dapat dikaitkan dengan adversity quotient dimana mahasiswa tidak
mampu secara ekonomi mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi untuk menghadapi masalah yang ada dihadapannya.
Hasil analisa didapatkan koefisien determinasi (r2) dari kedua variabel tersebut adalah 0.209.
Artinya adversity quotient memiliki pengaruh sebesar 20.9% dalam mempengaruhi motivasi
berprestasi dan 79.1% dipengaruhi oleh faktor lain. Adapun faktor lain yang dapat mempengaruhi adversity quotient yaitu kinerja, motivasi, pemberdayaan, kreativitas,
produktivitas, pengetahuan, ketekunan, daya tahan, perbaikan, tingkah laku, respons terhadap perubahan (Stoltz, 2000).
Hasil penelitian yang telah dilakukan berlawanan dengan penelitian oleh Huijuan (2009) yang bertujuan untuk melihat hubungan adversity quotient dan performa akademik. Hasil
penelitiannya menyatakan sebanyak 171 subjek (61.07%) mempunyai adversity quotient yang
rendah, 62 subjek (22.14%) mempunyai adversity quotient yang dibawah rata-rata, 43 subjek
(15.36%) mempunyai adversity quotient yang rata-rata, 2 subjek (0.71%) mempunyai adversity quotient yang diatas rata-rata dan 2 subjek (0.71%) mempunyai adversity quotient
16
mereka tidak akan pernah bisa menikmati pemandangan indah yang hanya bisa dilihat dari atas gunung (Stoltz, 1997).
Menurut Stoltz (1997) adversity quotient adalah kecerdasan yang dapat memberikan
gambaran kepada individual berkaitan dengan seberapa jauh individual mampu bertahan menghadapi kesulitan dan mampu untuk mengatasinya. Adversity quotient sendiri mempunyai
empat aspek yaitu control, kendali seseorang atas suatu masalah, origin&ownership,
pandangan seseorang terhadap suatu masalah dan pengakuan atas akibat yang ditimbulkan seseorang pada masalah tertentu, reach, jangkauan pengaruh masalah yang dialami seseorang
dalam aspek-aspek kehidupan lainnya, endurance, pandangan seseorang terhadap jangka
waktu berlangsungnya suatu masalah.Individu-individu dengan keempat aspek tersebut jika dikaitkan dengan ciri-ciri motivasi berprestasi yaitu menyukai resiko yang moderat, mempunyai tanggung jawab yang besar, menyukai umpan balik atas kinerjanya, cenderung bertindak kreatif dan inovatif (McClelland, 1953). Maka kedua hal tersebut akan membuat mahasiswa mempunyai kemampuan dalam memecahkan permasalahan ataupun tantangan apapun yang sedang dihadapinya sehingga hal tersebut akan mendorong motivasi berprestasi mereka untuk selalu ingin mencapai suatu prestasi yang ingin diraihnya.
Akan tetapi bukan berarti penelitian ini tidak memiliki kekurangan. Berbagai hambatan juga dialami oleh peneliti saat melakukan penelitian ini. Pada saat penelitian ini, hal ini dibarengi dengan kegiatan tahunan kampus yaitu rector cup dimana seluruh organisasi intra (BEMFA) turut ikut andil dalam pelaksanaan kegiatan tersebut kemudian juga dibarengi dengan waktu Ujian Tengah Semester (UTS) sehingga subjek penelitian ini sangat sibuk dan harus fokus pada kedua hal tersebut. Hal ini berkaitan dengan validitas dan reliabilitas yang dikhawatirkan dengan kesibukkan tersebut akan terjadi pengisian skala yang tidak diisi dengan bersungguh-sungguh.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan jika adversity quotient
memiliki hubungan yang positif dengan motivasi berprestasi yang berarti hipotesis diterima. Hal tersebut ditandai dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.458. Selain itu dilihat dari nilai signifikan (p) dimana p = 0.000 < 0.01 adversity quotient memiliki hubungan positif
yang signifikan dengan taraf kesalahan (alpha) 0.01 dan berada pada tahap kepercayaan 99%.
Yang artinya semakin tinggi adversity quotient maka akan semakin tinggi pula motivasi
berprestasi, begitupun sebaliknya, semakin rendah adversity quotient maka akan semakin
rendah pula motivasi berprestasi. adalah 0.209. Adapun adversity quotient memiliki pengaruh
sebesar 20.9% (r2 = 0.209) dalam mempengaruhi motivasi berprestasi dan 79.1% dipengaruhi
oleh faktor lain yang tidak diteliti.
Implikasi dari penelitian ini bagi mahasiswa yaitu diharapkan mahasiswa mempunyai
adversity quotient yang tinggi atau dalam penyebutan kategori oleh Stoltz yaitu climbers
dimana mereka dapat terus mengembangkan potensi dalam dirinya, memotivasi diri dengan semangat yang tinggi untuk menghadapi segala tantangan maupun permasalahan dengan mencari solusi atas permasalahan yang sedang menimpa dirinya agar dapat mencapai segala prestasi yang diinginkannya. Serta diharapkan lulusan mahasiswa-mahasiswa tersebut dapat menjadi sosok yang berkualitas dan diharapkan di dunia kerja dengan banyaknya pengalaman dan soft skill yang sudah mereka dapatkan di dalam organisasi. Adapun cara kongkrit untuk
pelatihan-17
pelatihan yang ditawarkan oleh jasa-jasa dari intansi pengembangan sumber daya manusia. Kemudian bagi peneliti selanjutnya yang mempunyai kesamaan atau kemiripan dengan penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan penelitiannya dengan lebih luas dan kreatif seperti pemilihan subjek yang lebih akurat, menambahkan beberapa kriteria, menggunakan sampel yang lebih bervariasi, mempertimbangkan karakteristik demografi, menganalisis sesuai dengan klasifikasi adversity quotient, dll.
REFERENSI
Arif, Karolina. 2013. Hubungan Antara Motivasi Berprestasi dan Flow Akademik. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. Vol. 2 No. 1. http://journal.ubaya.ac.id 15
November 2015
Baswedan, Anies. 2014. Pesan Anies Baswedan Untuk Mahasiswa Baru.
http://aniesbaswedan.com 15 November 2015
Buck, Ross. 1988. Human Motivation and Emotion. Jhon Wiley & Son, Inc. The United
States of America
Gunarsa, S. D., & Gunarsa, Y. S. D. 2002. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia
Hastono, S. P. 2001. Analisis Data. Jakarta: FKM-UI
Haryani, Ratna & Tairas, M. M. W. 2014. Motivasi Berprestasi Pada Mahasiswa Berprestasi Dari Keluarga Tidak Mampu Secara Ekonomi. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan. Vol. 03 No. 01
Huijuan, Zhou. 2009. The Adversity Quotient and Academic Performance Among College Students at ST. Joseph’s College, Quezon City. An Undergraduate Thesis. Quezon City: The Departments of Arts and Sciences
Kaye, D. D. & Grace, M. A. 2015. Adversity Quotient and Coping Strategies of College Students in Lyceum of the Philippines University. Asia Pasific Journal of Education, Arts and Sciences. Vol. 2 No. 3
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman
Umum Organisasi Kemahasiswaan.
http://www.dikti.go.id/Archieve2007.Org.Mhs.html 15 November 2015
McClelland, D. C., Atkinson, J. W., Clark, R. A., & Lowell, E. L. 1953. The Achievement Mottive. New York: Appleton-Century-Crofts, Inc.
McClelland, D. C. 1987. Human Motivation. New York: Cambridge University Press
Moore, L. L., Grabsch, D. K., & Rotter, C. 2010. Using Achievement Motivation Theory to Explain Student Participation in a Residential Leadership Learning Community.
Journal of Leadership Education. Vol. 9 Issue 2.
Nurhayati. 2015. Pengaruh Advetsity Quotient (AQ) dan Motivasi Berprestasi Terhadap
Prestasi Belajar Matematika. Jurnal Formatif. 3(1): 72-77
Putra, I. S, & Pratiwi A. (2005). Sukses Dengan Soft Skills. Bandung: Direktorat Pendidikan
18
Rumiani. 2006. Prokrastinasi Akademik Ditinjau dari Motivasi Berprestasi dan Stres Mahasiswa. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro. Vol. 3 No. 2.
http://ejournal.undip.ac.id 15 November 2015
Santoso, S. 1999. SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta: Gramedia
Santrock, J. W. 2002. Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Stoltz, P. G. 2000. Adversity Quotient. Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. Jakarta:
Gransindo
Sugiyanto. 2013. Pentingnya Motivasi Berprestasi dalam Mencapai Keberhasilan Akademik siswa.
Syahid, Nur. 2014. Hubungan Antara Advesity Quotient dan Motivasi Berprestasi Siswa Kelas
XI MA Ali Maksum Krapyak Yogyakarta. Skripsi. (tidak dipublikasikan). Yogyakarta:
Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga
Wahyono, Teguh. 2012. Analisis Statistik Mudah dengan SPSS 20. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo
Warapsari, L. F. 2015. Adversity Quotient pada Mahasiswa Berprestasi. Skripsi. (tidak
19
LAMPIRAN I
20
Assalamu’alaikum wr.wb.
Nama saya Edwin Ridho dari jurusan Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang melalui instrumen ini meminta kesediaan Anda untuk meluangkan waktu mengisi skala ini demi penelitian skripsi saya.
Berikut ini terdapat sejumlah pernyataan. Anda diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan-pernyataan tersebut sesuai dengan diri Anda, dengan cara memberi tanda centang
(√) pada salah satu kolom pilihan jawaban yang tersedia. Adapun pilihan jawaban tersebut adalah:
SS : Apabila pernyataan Sangat Sesuai dengan diri Anda
S : Apabila pernyataan Sesuai dengan diri Anda
TS : Apabila pernyataan Tidak Sesuai dengan diri Anda
STS : Apabila pernyataan Sangat Tidak Sesuai dengan diri Anda
Setiap orang dapat memiliki jawaban yang berbeda. Pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan diri Anda, sebab tidak ada jawaban yang dinilai benar atau salah maupun penilaian baik atau buruk. Oleh karena itu, sangat dihargai jawaban yang jujur, tebuka, dan apa adanya. Pastikan agar tidak ada satupun jawaban yang terlewatkan.
Saya ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya atas kesediaan Anda mengisi skala ini, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Identitas Anda semata-mata hanya untuk kepentingan penelitian, dan kerahasiaan identitas Anda dijamin oleh peneliti.
21 Skala 1: Adversity Quotient
NO PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN
SS S TS STS
1 Saya merasa yakin dapat mengatasi setiap masalah yang menghanpiri saya
2 Kesalahan yang saya telah perbuat akan menghancurkan harga diri saya dihadapan teman-teman
3 Permasalahan yang saya hadapi tidak akan mengganggu kegiatan saya yang lain
4 Saya rasa, saya tidak berdaya jika menghadapi tugas yang menumpuk ketika saya lelah
5 Saya akan mencari jalan keluar agar permasalahan yang saya hadapi dapat segera terselesaikan
6 Beban yang saya tanggung terasa sangat berat, ketika saya menghadapi suatu masalah
7 Saya merasa tidak mampu menghadapi masalah yang terjadi dalam kehidupan ini
8 Selama ini saya merasa selalu melaksanakan kewajiban saya dengan baik
9 Saya merasa kewalahan setiap kali menghadapi masalah 10 Sampai kapanpun hidup saya akan sama saja, tidak akan
mengalami kemajuan
11 Saya menganggap bahwa kesulitan yang saya alami merupakan permasalahan yang wajar, yang dialami juga oleh orang lain
12 Masalah yang saya hadapi tidak akan berdampak negatif pada hubungan saya dengan teman-teman
13 Benar kata orang, saya memang tidak dapat melakukan apapun
14 Saya adalah orang yang tidak mudah putus asa
15 Saya yakin permasalahan yang saya hadapi akan segera berakhir
22
saya telah merusaknya
17 Saya tetap bisa mengambil keputusan yang tepat walaupun masalah yang saya hadapi begitu berat
18 Saya yakin bahwa saya memiliki kemampuan yang sama dengan yang lain untuk mencapai prestasi
19 Saya menjauh dari teman-teman ketika saya mengalami kegagalan
20 Saya berani mengungkapkan pendapat saya di depan orang banyak
21 Tidak ada seorangpun yang dapat memprediksi terjadinya suatu masalah
22 Saya merasa tidak berdaya dalam melawan kesulitan 23 Saya mendapat kritik buruk dari teman-teman karena saya
kurang mampu memberikan yang terbaik
24 Padatnya aktivitas tidak akan mempengaruhi keinginan saya untuk mencapai prestasi
25 Saya yakin dengan segenap kemampuan yang saya miliki dapat mengatasi kesulitan yang saya hadapi
26 Saat mendapat kesulitan saya tetap berusaha mencari solusi agar saya bisa melaluinya
27 Saya merasa takut untuk menanggung resiko atas keputusan yang saya ambil
28 Saya merasa bahwa kritikan yang disampaikan oleh teman akan menjatuhkan harga diri saya
29 Saya sering panik ketika berada pada suatu kesulitan sehingga sering mengambil keputusan yang kurang tepat
30 Kesetiaan bukan berarti harus ikut menanggung akibat dari permasalahan yang bukan berasal dari diri saya
31 Saya merasa bahwa kemampuan yang saya miliki berada di bawah kemampuan teman lainnya
32 Saya bisa berkonsentrasi ketika belajar meskipun saya sedang mempunyai masalah
23
sampai tuntas, saya tidak mau hanya setengah-setengah
34 Saya merasa gugup ketika diminta untuk mengungkapkan pendapat di depan umum
35 Saya memilih menghindar dari suatu permasalahan, karena saya merasa permasalahan tersebut bisa berdampak negatif untuk diri saya
36 Saya tidak dapat mencari solusi saat ditimpa masalah yang berat
37 Jika telah melakukan kesalahan, saya akan segera memperbaikinya tanpa harus menyesal dalam waktu yang lama
38 Saya mampu mengambil keputusan yang tepat meskipun saya mengalami konflik dengan teman-teman saya
39 Saya sering merasa bahwa kesulitan yang saya alami akibat kebodohan yang saya lakukan
40 Saya merasa malu bergaul dengan teman karena ketidakmampuan saya dalam mengatasi situasi yang sulit
41 Saya berusaha supaya tidak menunda segala tugas yang harus saya kerjakan
42 Ketika mengalami kegagalan, saya merasa hidup ini telah hancur
43 Saat mendapat masalah saya merasa tidak perlu menyalahkan diri secara berlebihan
44 Ketika masalah tidak kunjung berakhir, saya merasa bahwa diri saya lemah
45 Saya akan tunjukkan ketidak setujuan pendapat apabila pendapat tersebut saya rasa tidak tepat
46 Jika gagal menggunakan cara pertama, saya akan segera mencari cara lain untuk menyelesaikan suatu tugas
47 Saya merasa kegiatan yang saya lakukan selama ini merupakan kegiatan yang sia-sia dan tidak berguna
48 Kegagalan bukanlah hal yang menyakitkan bagi saya
24
50 Semangat saya hancur ketika saya mengetahui tugas yang harus saya kerjakan bertumpuk-tumpuk
Skala 2: Motivasi Berprestasi
NO PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN
SS S TS STS
1 Saya berusaha mengerjakan tugas yang diberikan dari hasil rapat organisasi
2 Saya merasa terbantu bila mendapatkan saran atau masukan saat berdiskusi
3 Saya lebih menyukai tugas yang lebih sulit daripada tugas yang mudah di dalam organisasi
4 Saya senang menemukan cara-cara yang baru dalam
7 Saya akan bermain walaupun tugas-tugas organisasi belum saya selesaikan
8 Saya meminta bantuan teman untuk menyelesaikan tugas yang sulit saya atasi
9 Saya senang dengan keberhasilan menyelesaikan tugas-tugas organisasi
10 Saya merasa kecewa bila hasil kerja saya mendapat nilai buruk dari teman-teman yang lain
11 Saya tidak suka menerima perintah dari ketua organisasi 12 Saya tertarik untuk mempelajari sesuatu yang baru di
lingkungan saya
13 Saya suka menjatuhkan teman yang lain dengan berbagai cara agar saya dapat menjadi nomor satu
25
15 Saya tidak yakin bisa menyelesaikan tugas yang sulit dari organisasi
16 Saya senang mengerjakan tugas tanpa usaha yang keras
17 Saya selalu mengerjakan tugas yang diberikan organisasi sesulit apapun tugas tersebut
18 Saya senang mendapatkan saran dari ketua organisasi agar prestasi saya lebih baik lagi
19 Walaupun pernah gagal dalam suatu tugas, saya yakin suatu saat akan berhasil
20 Saya mengerjakan tugas organisasi jauh-jauh hari sebelum hari yang ditentukan
21 Keberhasilan yang saya peroleh merupakan keberuntungan semata
22 Saya lebih suka menerima tugas dengan pengalaman baru daripada mengerjakan tugas yang pernah saya lakukan sebelumnya
23 Saya lebih memilih mengerjakan tugas yang mudah dan tidak menentang daripada mengerjakan tugas yang sulit saya selesaikan
24 Saya tidak suka menyelesaikan tugas hal dengan cara mencoba cara-cara yang lebih efektif
25 Saya berusaha menyelesaikan tugas organisasi tepat waktu karena bagi saya hasilnya sama saja
30 Adanya masukan bagi saya sama saja karena tidak berpengaruh terhadap prestasi saya
26
meskipun saya mungkin bisa melakukannya
32 Saat mengikuti rapat, saya malas untuk mencari solusi atas permasalahan yang harus diselesaikan
33 Saya siap menerima hukuman bila melanggar aturan dari organisasi
34 Kritikan dari luar dapat menjadi masukan bagi saya untuk memperbaiki diri
35 Saya yakin dapat mengerjakan tugas dari organisasi dengan sebaik-baiknya
36 Saya merasa bosan terhadap rutinitas yang monoton setiap hari
37 Saya selalu tepat waktu dalam menyelesaikan tugas dari organisasi
38 Saran dari orang lain bukanlah hal yang penting bagi saya 39 Saya tidak mengerjakan tugas dari organisasi apabila
tidak dikenakan sanksi bagi anggota yang tidak mengerjakan tugas tersebut
40 Untuk mengatasi kegiatan yang padat, saya merasa tidak perlu pintar dan bijak dalam mengatur waktu saya
41 Jika lalai mengerjakan tugas yang diberikan organisasi, saya siap menerima sanksi yang akan diberikan
42 Tugas yang sulit menjadikan saya mengerahkan seluruh kemampuan yang saya miliki
43 Saya harus pandai dalam mengelola waktu untuk organisasi dan kegiatan lain
44 Saya tidak suka bersaing dalam mengejar prestasi
45 Saat melakukan presentasi saat rapat, saya lebih suka bila banyak teman yang bertanya mengenai hal yang saya sampaikan
46 Saya yakin dapat melalui segala tantangan dalam organisasi dengan baik
27
48 Saya tidak akan meraih sukses walaupun sudah berusaha dengan maksimal
49 Saat orang-orang di sekitar saya memberikan masukan terhadap saya, saya merasa senang karena ini menunjukkan bahwa mereka peduli terhadap saya
50 Saya tidak terbiasa menggunakan kritikan sebagai acuan dalam mengevaluasi diri
51 Saya tidak tertarik untuk melakukan aktifitas-aktifitas yang lebih menantang
52 Saya tidak siap menerima resiko atas tugas yang saya kerjakan
53 Saya merasa malas untuk mempelajari informasi baru yang positif
54 Tidak masalah bagi saya bila tidak mengerjakan tugas dari organisasi
55 Saya merasa bahwa kritikan yang disampaikan oleh teman akan menjatuhkan harga diri saya
28
LAMPIRAN II
29
Output Skala Adversity Quotient
Case Processing Summary
a. Listwise deletion based on all variables in the
32
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
34
a. Listwise deletion based on all variables in the
36
a. Listwise deletion based on all variables in the
38
Output Skala Motivasi Berprestasi
Case Processing Summary
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
42 a. Listwise deletion based on all variables in the
44
a. Listwise deletion based on all variables in the