• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Partisipasi Ibu Balita di Posyandu dengan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Gizi Ibu Balita serta Status Gizi Balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Partisipasi Ibu Balita di Posyandu dengan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Gizi Ibu Balita serta Status Gizi Balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor"

Copied!
183
0
0

Teks penuh

(1)

Posyandu with Knowledge, Attitude, Behavior and Nutritional Status of Children Under-Five In Tamansari, Bogor. Under Direction of Dadang Sukandar and Yayat Heryato.

The objective of this research is to examine correlation between mother’s participation in posyandu with knowledge, attitude, behavior and adequacy level of children under-five nutrition in Tamansari, Bogor. This research is part of the research which its title was “a Multi-Approach Intervention to Empower Posyandu Nutrition Program to Combat Malnutrition Problem in Rural Areas” was conducted on February 2012 by using a cross sectional study design. 120 people become sample in this research were selected purposively with sample criteria are (1)have children under-five (male or female 0-60 month), (2)registered as a users of posyandu, (3)ready to be interviewed. The data which used are primary data including characteristic of family and individu sample (big of families, income of families, age, education, and job of sample, characteristic of children under-five (gender and age), mother’s participation in posyandu, knowledge, attitude, behavior of nutrition, food consumption of children under-five, and nutritional status of children under-five. Secondary data including general image of research location. The analysis was carried out with Structural Equation Modeling (SEM). Based on the analysis of SEM, mother’s participation has a significant effect on the level of nutrition knowledge (T-value =-2.59E16). Nutrition knowledge has a significant effect with nutrition attitude (T-value = -3.8323). Nutrition attitude has a significant effect with nutrition behavior (T-value = -3.8323). Nutrition knowledge has a significant effect with nutrition behavior (T-value = -3.8323). Nutrition attitude has a significant effect with nutritional status of children (T-value = -3.8323). Nutrition behavior has a significant effect with nutritional status of children (T-value = -5.1027).

(2)

dengan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Gizi Ibu Balita serta Status Gizi Balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar M.ScdanYayat Heryatno, SP., MPS.

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah mengkaji hubungan partisipasi ibu balita di posyandu dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita serta status gizi balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Tujuan khusus dari penelitian ini, yaitu 1) Mengkaji karakteristik sosial ekonomi keluarga, ibu dan balita. 2) Mengkaji partisipasi ibu balita di posyandu. 3) Mengkaji pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita. 4) Mengkaji tingkat kecukupan gizi balita. 5) Mengkaji status gizi balita. 6) Menganalisis hubungan antara partisipasi ibu balita di posyandu, pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita, serta status gizi balita.

Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional study. Lokasi penelitian bertempat di Desa Sukajadi, Sukaresmi, Sukaluyu, dan Sukajaya, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang berjudul “a Multi-Approach Intervention to Empower Posyandu Nutrition Program to Combat Malnutrition Problem in Rural Areas”. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secarapurposiveyang dilakukan pada bulan Februari 2012. Contoh dalam penelitian ini adalah ibu balita yang dipilih secarapurposive, dengan kriteria: (1) mempunyai balita (laki-laki atau perempuan berumur 0-60 bulan), (2) terdaftar sebagai pengguna Posyandu, (3) bersedia untuk diwawancarai. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 120 ibu balita dan anak balita. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik keluarga dan individu contoh (besar keluarga, pendapatan keluarga, umur, pendidikan, dan pekerjaan ibu), karakteristik balita ( jenis kelamin dan umur ), partisipasi ibu balita di posyandu, pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita, konsumsi pangan balita, serta status gizi balita. Data sekunder meliputi gambaran umum lokasi penelitian. Pengolahan data meliputiediting, coding, entry, cleaning, dan analisis data menggunakan analisisStructural Equation Modeling(SEM).

Rata-rata jumlah anggota keluarga contoh adalah 5 orang. Rata-rata pendapatan keluarga sebesar Rp.362.081. Sebagian besar umur contoh berada pada kategori dewasa dini (92.5%). Sebagian besar tingkat pendidikan contoh berada pada tingkat SMP/sederajat (47.5%). Sebagian besar conoth berprofesi sebagai ibu rumah tangga atau tidak bekerja (89.2%). Persentase Jenis kelamin balita hampir sama antara jenis kelamin laki-laki dengan perempuan, yaitu 50.8% laki-laki dan 49.2% perempuan. Sebagian besar balita berada pada golongan umur 12-23 bulan (32.5%) dan 24-35 bulan (30.8%).

Sebagian besar contoh (60%) memiliki tingkat partisipasi sedang. Sebagian besar contoh (67.5% ) menyatakan rutin mengunjungi Posyandu dalam tiga bulan terakhir. Sebagian besar contoh (58.3%) memiliki motivasi kunjungan tingkat sedang ke posyandu. Hampir seluruh contoh (99.2%) memiliki partisipasi yang rendah terhadap pelaksanaan posyandu. Sebanyak 54% contoh memiliki persepsi yang tergolong sedang tentang posyandu.

(3)

Konsumsi energi ini rata-rata hanya memenuhi 71.5% (defisit tingkat sedang) angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan AKG. Sebanyak 50.8% balita memiliki tingkat kecukupan energi defisit tingkat berat. Konsumsi protein balita secara keseluruhan rata-rata sebesar 17.5 gram. Konsumsi protein ini juga hanya memenuhi 87.9% (defisit tingkat ringan) angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan AKG. Sebanyak 46.7% balita memiliki tingkat kecukupan protein defisit tingkat berat. Sebanyak 50.8% balita memiliki tingkat kecukupan kalsium yang tergolong defisit. Sebanyak 52.5% balita memiliki tingkat kecukupan phosphor yang tergolong normal. Sebagian besar balita (65%) memiliki tingkat kecukupan besi yang tergolong defisit. Sebanyak 58.3% balita memiliki tingkat kecukupan vitamin A yang tergolong defisit. Sebagian besar balita (84.2%) memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 yang tergolong normal. Sebagian besar balita (67.5%) ,mengalami defisit vitamin C.

Sebagian besar balita (86.7%) memiliki status gizi baik menurut BB/U. Sebanyak 50.8% balita yang memiliki status gizi normal menurut TB/U. Sebagian besar balita (83.3%) memiliki status gizi normal menurut BB/TB.

Berdasarkan hasil analisis SEM, terdapat pengaruh signifikan partisipasi contoh di posyandu terhadap tingkat pengetahuan gizi contoh (T-value=-2.59E16). Tingkat Pengetahuan gizi contoh berpengaruh signifikan terhadap sikap gizi contoh (T-value= -3.8323). Tingkat pengetahuan dan sikap gizi contoh berpengaruh signifikan terhadap perilaku gizi contoh (T-value= -3.8323). Sikap dan perilaku gizi contoh berpengaruh signifikan terhadap status gizi balita contoh (T-value= -3.8323).

(4)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa salah satunya ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, dan kesehatan yang prima disamping penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk menjamin ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas, sangat dibutuhkan asupan gizi yang seimbang sedini mungkin, yaitu semenjak janin masih dalam kandungan. Keadaan gizi yang tidak baik pada usia balita akan berlanjut pada gangguan pertumbuhan dan kecerdasan otak pada anak usia sekolah, gizi kurang pada usia produktif, dan munculnya penyakit degeneratif. Banyaknya anak yang berstatus gizi kurang mencerminkan masalah yang besar pada sumber daya manusia di Indonesia.

Menurut Hardinsyah & Martianto (1988), status gizi merupakan salah satu petunjuk untuk menilai kualitas sumberdaya manusia, dan perilaku konsumsi pangan seseorang akan menentukan status gizi orang tersebut. Status gizi yang baik dapat menghasilkan generasi yang sehat, kuat, dan cerdas. Selain itu, dengan meningkatnya status gizi, akan meningkatkan produktifitas kerja sehingga akan meningkatkan kualitas perekonomian bagi masyarakat dan negara. Balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi atau termasuk salah satu kelompok masyarakat yang rawan gizi, sehingga status gizi balita dapat digunakan untuk mencerminkan status gizi masyarakat (Suhardjo & Riyadi 1990).

(5)

Soekirman (2000) menyatakan bahwa kurang gizi selain terjadi karena kondisi negara yang sedang krisis, juga timbul karena beberapa lembaga sosial yang ada di masyarakat kurang berfungsi dengan baik, salah satunya yaitu posyandu. Posyandu sebagai salah satu Pusat Pemulihan gizi (PPG) memegang peranan cukup besar dalam kegiatan penanggulangan gizi buruk dan gizi kurang. Posyandu merupakan pelayanan kesehatan paling dini yang diterima masyarakat khususnya balita sebelum ke puskesmas atau ke rumah sakit. Posyandu memiliki posisi strategis sebagai penyedia layanan kesehatan paling dekat dengan masyarakat, bahkan amat vital dalam meningkatkan pengetahuan serta kesadaran masyarakat akan arti penting dan urgensinya kesehatan.

Keberadaan posyandu dalam masyarakat memegang peranan penting, namun masih banyak anggota masyarakat yang belum memanfaatkannya secara maksimal. Penurunan partisipasi masyarakat dalam upaya kesehatan tersebut salah satunya dapat dilihat dari pemanfaatan posyandu oleh keluarga yang mempunyai anak balita, yaitu perbandingan antara jumlah anak balita yang dibawa ke posyandu dengan jumlah anak balita seluruhnya dalam satu wilayah kerja posyandu proporsinya masih rendah. Adapun standar pelayanan minimal untuk D/S adalah 80% (Depkes RI 2005).

Menurut hasil penelitian, cakupan penimbangan ada kaitannya dengan faktor internal ibu balita seperti : tingkat pendidikan ibu balita, tingkat pengetahuan ibu balita, umur balita, status gizi balita (Yamroni 2003), di samping itu juga berkaitan dengan jarak posyandu (Masnuchaddin 1992) serta peran petugas kesehatan, tokoh masyarakat, kader posyandu (Hutagalung 1992). Masalah lain yang berkaitan dengan kunjungan di posyandu antara lain dana operasional dan sarana prasarana untuk menggerakkan kegiatan posyandu, tingkat pengetahuan kader, dan kemampuan petugas dalam pemantauan pertumbuhan dan konseling, tingkat pemahaman keluarga dan masyarakat akan manfaat posyandu serta pelaksanaan pembinaan kader (Profil Kesehatan Indonesia 2009).

(6)

sering membawa anaknya ke posyandu sesuai jadwal yang ditetapkan mencerminkan bahwa ibu sadar akan kesehatan dan umumnya anak tersebut lebih sehat yang ditunjukkan dengan status gizi yang baik. Melalui kegiatan di posyandu, pemantauan oleh ibu terhadap status gizi dan kesehatan anak dapat dilakukan dengan baik. Ibu juga dapat memanfaatkan posyandu sebagai sumber informasi untuk meningkatkan pengetahuan dalam hal gizi dan kesehatan.

Mengacu pada pentingnya pelayanan posyandu untuk meningkatkan status gizi dan kesehatan balita, maka perlu ditinjau kembali bagaimana tingkat partisipasi ibu balita di posyandu, pengetahuan, sikap, dan perilaku gizinya, serta status gizi balita.

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji hubungan partisipasi ibu balita di posyandu dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita serta status gizi balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengkaji karakteristik sosial ekonomi keluarga, ibu dan balita. 2. Mengkaji partisipasi ibu balita di posyandu.

3. Mengkaji pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita. 4. Mengkaji tingkat kecukupan gizi balita.

5. Mengkaji status gizi balita.

6. Menganalisis hubungan antara partisipasi ibu balita di posyandu, pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita, serta status gizi balita.

Hipotesis

1. Partisipasi ibu balita di posyandu berhubungan dengan tingkat pengetahuan gizi ibu balita, sikap, dan perilaku gizi ibu balita.

2. Pengetahuan gizi ibu balita berhubungan dengan sikap dan perilaku gizi ibu balita.

(7)

Kegunaan

(8)

TINJAUAN PUSTAKA

Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

Posyandu merupakan salah satu bentuk kegiatan dari Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), dimana masyarakat antara lain melalui kader-kader yang terlatih dibidang kesehatan menyelenggarakan 5 (lima) program prioritas secara terpadu pada suatu tempat dan waktu yang telah ditentukan dengan bantuan pelayanan dari petugas Puskesmas. Sasaran dalam pelayanan kesehatan di Posyandu adalah bayi (usia kurang dari 1 tahun), anak balita (usia 1-5 tahun), ibu hamil, ibu menyusui dan wanita PUS (pasangan usia subur) (Depkes RI 1986).

Secara umum tujuan penyelenggaraan posyandu adalah mempercepat penurunan Angka Kematian Bayi (AKB), anak balita dan angka kelahiran; mempercepat penurunan AKI (Angka Kematian Ibu ), ibu hamil dan ibu nifas; mempercepat diterimanya Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS); meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang sesuai kebutuhan; meningkatkan daya jangkau pelayanan kesehatan (Depkes RI 2006).

Program kegiatan yang dilakukan di posyandu, yang sekaligus masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan antara lain mencakup: keluarga berencana (KB), kesehatan ibu dan anak, imunisasi, peningkatan gizi dan penanggulangan diare (Sembiring 2004).

Berdasarkan Depkes RI (2006), posyandu secara umum dapat dibedakan menjadi 4 (empat) tingkat yaitu, Posyandu Pratama, Posyandu Madya, Posyandu Purnama, dan Posyandu Mandiri. Secara sederhana indikator untuk tiap peringkat Posyandu dapat diuraikan sebagai berikut :

Tabel 1 Indikator tingkat kemandirian posyandu

No Indikator Pratama Madya Purnama Mandiri

1 Frekuensi Penimbangan < 8 kali = 8 kali = 8 kali = 8 kali 2 Rerata Kader Tugas < 5 kali = 5 orang = 5 orang = 5 orang

3 Rerata Cakupan D/S < 50% < 50% = 50% = 50%

4 Cakupan Kumulatif KIA < 50% < 50% = 50% = 50%

5 Cakupan Kumulatif KB < 50% < 50% = 50% = 50%

6 Cakupan Kumulatif Imunisasi < 50% < 50% = 50% = 50%

7 Program Tambahan (-) (-) (+) (+)

8 Cakupan Dana Sehat < 50% < 50% < 50% = 50%

(9)

rutin bulanan posyandu, disamping jumlah kader yang terbatas, dapat pula karena belum siapnya masyarakat. Posyandu Madya adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak 5 orang atau lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan utamanya masih rendah yaitu < 50%. Posyandu Purnama adalah posyandu yang sudah melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata jumlah kader sebanyak 5 orang atau lebih. Cakupan utamanya > 50% serta mampu menyelenggarakan program tambahan dan telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya masih terbatas, yaitu kurang dari 50% KK di wilayah kerja posyandu. Posyandu Mandiri adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata kader sebanyak 5 orang atau lebih. Cakupan dari kegiatan utamanya > 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% KK yang bertempat tinggal di wilayah kerja posyandu.

Menurut Zulkifli (2003), di dalam posyandu dilakukan pelayanan masyarakat dengan sistem 5 meja, yaitu: pendaftaran, penimbangan, pengisian KMS, penyuluhan perorangan berdasarkan KMS, dan pelayanan KB dan Kesehatan. Petugas pada Meja 1 s/d 4 dilaksanakan oleh kader posyandu, sedangkan Meja V merupakan meja pelayanan paramedis (Bindes, perawat, dan petugas KB).

Karakteristik Keluarga Besar keluarga

(10)

memerlukan pangan yang relatif tinggi daripada golongan yang lebih tua (Suhardjo 1989).

Pendapatan keluarga

Sumarwan (2002) menyatakan bahwa pendapatan keluarga merupakan besarnya rata-rata penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga. Tingkat pendapatan seseorang mempengaruhi partisipasi, karena seseorang yang pendapatannya tinggi dapat menyumbangkan sebagian pendapatannya untuk melancarkan kegiatan yang sedang dilakukan. Tingkat pendapatan keluarga juga dapat menurunkan atau meningkatkan partisipasi sesuai pertimbangan keuntungan yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan (Sunyoto 1991). Apabila pendapatan tinggi, pola konsumsi pangan akan semakin beragam, serta akan terjadi peningkatan konsumsi pangan yang lebih bernilai gizi tinggi (Soekirman 2000).

Karakteristik Ibu Balita Umur

Menurut Kotler (2002), salah satu faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang dalam menerima informasi baru adalah umur. Kelompok umur dewasa dibedakan menjadi dewasa dini (18-39 tahun), dewasa madya (40-60 tahun), dan dewasa lanjut (> (40-60 tahun) (Hurlock 1980). Sunyoto (1991) mengemukakan bahwa seseorang yang berumur relatif muda cenderung lebih cepat dalam menerima sesuatu yang baru, sedangkan orang yang termasuk golongan tua cenderung selalu bertahan dengan nilai-nilai lama sehingga diperkirakan sulit menerima hal-hal yang bersifat baru.

Pendidikan

(11)

Tingkat pendidikan juga mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap sesuatu hal yang baru. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah baginya untuk menerima hal-hal yang baru yang ada di sekitarnya serta semakin bagus pula pengetahuan yang dimiliki (Hidayat 2004). Pekerjaan

Hardinsyah dan Suhardjo (1987) menyatakan bahwa tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar. Menurut Suhardjo (1989), kemampuan individu menyediakan makanan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas dipengaruhi oleh pendapatan dan daya beli yang dimilikinya. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan secara tidak langsung melalui pendapatan dapat mempengaruhi kebiasaan makan individu.

Partisipasi Ibu Balita di Posyandu

Menurut Hardjono (2000), partisipasi didefenisikan sebagai mengetahui apa yang dibutuhkan, ikut memikirkan dan merencanakan langkah-langkah yang akan dikerjakan, ikut berupaya dalam pelaksanaan, ikut menilai keberhasilan serta ikut menikmati hasil pembangunan. Pada hakekatnya, partisipasi bertitik pangkal dari sikap dan perilaku.

Melibatkan masyarakat dalam upaya pembangunan khususnya dalam bidang kesehatan, harus dilakukan atas dasar kemauan masyarakat sendiri. Apabila rasa tanggung jawab dan rasa memilki tidak ada, masyarakat hanya akan berperan sebagai objek yang pasif atau sebagai penonton yang pasif. Madanijah dan Triana (2007) mengelompokkan partisipasi ibu balita di posyandu menjadi empat kelompok, yaitu dilihat dari kehadiran, keaktifan, penggunaan Kartu Menuju Sehat (KMS), dan upaya pengembangan Posyandu, seperti bantuan dana, sarana, tenaga, dan waktu serta pemberian makanan atau PMT.

(12)

Pengetahuan Gizi Ibu Balita

Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang peranan makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman untuk dimakan sehingga tidak menimbulkan penyakit, dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana cara hidup sehat (Notoatmodjo 1993). Menurut Sajogjo et al. (1994), secara tidak langsung pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi status gizi anak karena dengan pengetahuannya para ibu dapat mengasuh dan memenuhi kebutuhan zat gizi anak balita, sehingga keadaan gizinya terjamin. Pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui pendidikan formal di sekolah atau secara tidak langsung mendapatkannya dengan cara melihat atau mendengar. Seseorang dapat memperoleh pengetahuan gizi melalui berbagai sumber seperti buku-buku pustaka, majalah, televisi, radio, surat kabar dan orang lain (suami, teman, tetangga, ahli gizi, dokter, dan lain-lain) (Khomsanet al. 2009).

Menurut Moehdji (1986), sebagian besar kejadian gizi buruk pada anak dapat dihindari apabila ibu mempunyai cukup pengetahuan tentang bagaimana cara mengolah bahan makanan, cara mengatur menu, dan mengatur makanan anak. Tetapi pengaruh pengetahuan gizi terhadap konsumsi makanan tidak selalu linear, artinya semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi ibu rumah tangga belum tentu konsumsi makanan menjadi baik.

Sikap Gizi Ibu Balita

Sikap seseorang terhadap suatu objek selalu berperanan sebagai perantara antara respon dan objek yang bersangkutan. Respon diklasifikasikan dalam tiga macam, yaitu respon kognitif (respon perseptual dan pernyataan mengenai apa yang diyakini), respon afektif (respon syaraf simpatetik dan pernyataan afeksi), serta respon perilaku atau konatif (respon berupa tindakan dan pernyataan mengenai perilaku). Masing-masing klasifikasi respon ini berhubungan dengan ketiga komponen sikapnya. Dengan melihat salah satu saja di antara ketiga bentuk respon tersebut sikap seseorang sudah dapat diketahui. Walaupun begitu, deskripsi lengkap mengenai sikap individu tetap harus diperoleh dengan melihat ketiga macam respon secara lengkap (Azwar 2009).

Perilaku Gizi Ibu Balita

(13)

seseorang dari dua faktor utama, yaitu rangsangan yang merupakan faktor dari luar diri seseorang (faktor eksternal) seperti lingkungan baik fisik maupun non-fisik serta respon yang merupakan faktor dalam diri seseorang (faktor internal). Faktor eksternal yang paling besar peranannya dalam membentuk perilaku adalah faktor non-fisik berupa sosial budaya dimana seseorang berada. Sedangkan faktor internal yang menentukan seseorang merespon stimulus dari luar adalah perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, dan sebagainya.

Konsumsi Pangan dan Gizi Balita

Zat gizi adalah zat atau unsur kimia yang terkandung dalam pangan yang diperlukan untuk metabolisme dalam tubuh secara normal. Manusia memerlukan zat gizi agar dapat hidup dengan sehat dan mempertahankan kesehatannya. Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan internal dan eksternal, pemeliharaan tubuh dan pertumbuhan, serta untuk aktivitas (Hardinsyah & Martianto 1992).

Anak balita pada usia 1-3 tahun bersifat konsumen pasif dan usia 3-5 tahun bersifat konsumen aktif. Konsumen pasif artinya pada usia 1-3 tahun makan yang dikonsumsi tergantung pada apa yang disediakan oleh ibu, sedangkan konsumen aktif artinya anak dapat memilih makanan yang disukainya (Supriatin 2004).

Tahap awal dari kekurangan gizi dapat diidentifikasi dengan penilaian konsumsi pangan. Konsumsi pangan yang berkurang akan berdampak terhadap kurangnya zat gizi dalam tubuh. Secara umum terdapat dua kriteria untuk menentukan kecukupan konsumsi pangan, yaitu konsumsi energi dan protein. Kebutuhan energi biasanya dipenuhi dari konsumsi pangan pokok, sedangkan kebutuhan protein dipenuhi dari sejumlah substansi hewan, seperti ikan, daging, telur, dan susu (Hardinsyah & Martianto 1992).

(14)

Tabel 2 Angka kecukupan energi (AKE) dan protein (AKP) anak Golongan

usia

Berat badan (kg)

Tinggi badan (cm)

AKE (kkal/kap/hari)

AKP (gr/kap/hari)

0-6 bulan 6 60 550 10

7-11 bulan 8.5 71 650 16

1-3 tahun 12 90 1000 25

4-6 tahun 18 110 1550 39

7-9 tahun 25 120 1800 45

Sumber: Hardinsyah dan Tambunan (2004)

Status Gizi Balita

Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan zat gizi makanan (Riyadi 1995). Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier 2001).

Komponen penilaian status gizi, meliputi konsumsi pangan, pemeriksaan biokimia, pemeriksaan klinis dan riwayat kesehatan, pemeriksaan antropometri, serta data psikososial. Antropometri erat kaitannya dengan status gizi terutama pada masa pertumbuhan (Jahari 1995 dalam Briawan 2005). Antropometri paling sesuai digunakan di negara berkembang seperti Indonesia, daripada pengukuran secara klinis dan biokimia yang mahal dan sulit dilakukan.

(15)

Tabel 3 Kategori status gizi berdasarkan BB/U, TB/U, dan BB/TB

Indikator Status gizi keterangan

Berat badan menurut umur (BB/U)

Gizi buruk Gizi kurang

Gizi baik Gizi lebih

z-score <-3 -3 ≤ z-score < -2 -2 ≤ z-score ≤ +2

z-score > +2 Tinggi badan menurut umur

(TB/U)

Sangat pendek Pendek

Normal Tinggi

z-score < -3 -3 ≤ z-score < -2 -2 ≤ z-score ≤ +2

z-score > +2 Berat badan menurut tinggi

badan (BB/TB)

Sangat kurus Kurus Normal Gemuk

z-score < -3 -3 ≤ z-score < -2 -2 ≤ z-score ≤ +2

(16)

KERANGKA PEMIKIRAN

Balita merupakan generasi penerus bangsa di masa yang akan datang. Oleh karena itu, pembangunan kesehatan juga difokuskan pada golongan usia balita, salah satunya melalui pelayanan dasar gizi dan kesehatan di posyandu. Keberadaan posyandu diharapkan dapat mempercepat upaya perbaikan status gizi dalam menurunkan angka kematian balita serta prevalensi gizi kurang dan gizi buruk. Selain itu, posyandu juga dapat menyediakan informasi mengenai pentingnya hidup sehat bagi keluarga-keluarga di Indonesia, demi mewujudkan Indonesia sehat.

Sebagai suatu sistem pelayanan dasar kesehatan yang berasal dari masyarakat, untuk masyarakat,dan oleh masyarakat, posyandu membutuhkan dukungan dari masyarakat, salah satunya adalah partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat mempunyai peran penting dalam keberhasilan pembangunan, termasuk pembangunan kesehatan. Keberhasilan posyandu dalam menanggulangi berbagai masalah gizi, sangat dipengaruhi partisipasi ibu balita dalam kegiatan posyandu. Partisipasi ibu balita di posyandu sangat mempengaruhi pertumbuhan kesehatan dan status gizi anak.

(17)

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.

Keterangan:

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti

Partisipasi Ibu Balita di Posyandu Karakteristik Keluarga

• Besar keluarga

• Pendapatan keluarga

• Umur ibu

• Pendidikan ibu

• Pekerjaan ibu

Karakteristik balita

• Umur

• Jenis kelamin

Kader Posyandu & Tokoh Masyarakat Akses ke

Posyandu

Pengetahuan Gizi Ibu Balita

Tingkat Kecukupan Gizi Balita

Status Gizi Balita

Status kesehatan Sikap Gizi Ibu

Balita

(18)

METODE PENELITIAN

Desain, Waktu, dan Tempat

Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional study. Lokasi penelitian bertempat di Desa Sukajadi, Sukaresmi, Sukaluyu, dan Sukajaya, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang berjudul “a Multi-Approach Intervention to Empower Posyandu Nutrition Program to Combat Malnutrition Problem in Rural Areas”. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secarapurposive, dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut sebagian besar sosial ekonomi penduduknya tergolong menengah ke bawah, serta terdapat posyandu yang memiliki ibu balita dan balita yang terdaftar sebagai pengguna posyandu di desa tersebut. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2012.

Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah ibu balita yang dipilih secara purposive, dengan kriteria: (1) mempunyai balita (laki-laki atau perempuan berumur 0-60 bulan), (2) terdaftar sebagai pengguna Posyandu, (3) bersedia untuk diwawancarai. Masing-masing desa diambil 30 orang, sehingga secara keseluruhan jumlah contoh dalam penelitian ini adalah sebanyak 120 ibu balita dan anak balita. Penentuan jumlah contoh pada masing-masing desa berdasarkan pertimbangan kemudahan dalam mengkoordinir contoh pada saat pengambilan data serta sulitnya mencari contoh yang mau berpartisipasi pada penelitian ini.

Jenis dan Cara Pengambilan Data

(19)

Tabel 4 Data primer dan cara pengumpulannya

No Data Variabel Cara pengumpulan data

1 Karakteristik sosial ekonomi keluarga

1. Besar keluarga 2. pendapatan keluarga 3. Umur ibu

4. Pendidikan ibu 5. Pekerjaan ibu

Wawancara

menggunakan kuesioner

2 Karakteristik individu balita 1. Umur

2. Jenis kelamin

Wawancara

menggunakan kuesioner 3 Partisipasi ibu balita di

posyandu

1. Frekuensi kunjungan 2. Motivasi kunjungan 3. Pelaksanaan

posyandu

4. Persepsi posyandu

Wawancara

menggunakan kuesioner

4 Pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita

Berupa pertanyaan mengenai pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita

Wawancara

menggunakan kuesioner

5 Konsumsi pangan balita Recall konsumsi pangan balita (2x24 jam)

Wawancara

menggunakan kuesioner 6 Status gizi balita Berat badan dan panjang

badan balita

pengukuran antropometri balita

Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data

Pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan analisis data yang dilakukan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 for windows, Statistical Product and Service Solution(SPSS) for Windowsversi 16.0 dan Statistical Analysis System(SAS) versi 9.1.3. Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif dan statistik inferensia yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

(20)

Pendapatan keluarga diperoleh dengan menjumlahkan pendapatan seluruh anggota keluarga, baik dari hasil pekerjaan utama, maupun pekerjaan tambahan selama satu bulan, yang dibagi dengan jumlah anggota keluarga dan dinyatakan dalam satuan Rp/kapita/bulan. Hasil tersebut kemudian dikategorikan menjadi dua kategori berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten Bogor (BPS 2011), yaitu miskin (<Rp209.777/kapita/bulan) dan tidak miskin (≥Rp209.777/kapita/bulan).

Data karakteristik balita meliputi umur dan jenis kelamin. Umur balita dikelompokkan menjadi kelompok umur ≤5 bulan, 6-11 bulan, 12-23 bulan, 24-35 bulan, 36-47 bulan. Jenis kelamin dikelompokkan menjadi laki-laki dan perempuan.

Variabel analisis partisipasi ibu balita dikelompokkan ke dalam empat aspek, yaitu frekuensi kunjungan ke posyandu, motivasi kunjungan ke posyandu, pelaksanaan posyandu, dan persepsi tentang posyandu. Penilaian partisipasi ibu balita di posyandu berdasarkan kemampuan ibu balita dalam menjawab berbagai pertanyaan terkait empat aspek tersebut. Skor partisipasi ibu balita dihitung berdasarkan persentase terhadap skor maksimal. Selanjutnya partisipasi ibu balita di posyandu dibagi menjadi tiga kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Kategori rendah apabila skor yang diperoleh < 60% dari skor maksimal, kategori sedang apabila skor yang diperoleh antara 60-80% dari skor maksimal, dan kategori baik apabila skor yang diperoleh > 80% dari skor maksimal (Khomsan 2000).

(21)

Pemakaian skor tergantung pertanyaan yang diberikan. Kemudian skor yang diperoleh dibandingkan dengan skor maksimal. Kategori rendah apabila skor yang diperoleh < 60% dari skor maksimal, kategori sedang apabila skor yang diperoleh antara 60-80% dari skor maksimal, dan kategori baik apabila skor yang diperoleh > 80% dari skor maksimal (Khomsan 2000).

Kandungan zat gizi dari suatu jenis pangan dihitung dengan rumus (Hardinsyah & Briawan 1994):

Keterangan:

KGij : jumlah zat gizi idari setiap jenis pangan j Bj : berat pangan j (gram)

Gij : kandungan zat gizi I dari pangan j

BDDj : persen jumlah pangan j yang dapat dimakan

Tingkat konsumsi gizi dapat diperoleh dengan rumus (Hardinsyah & Briawan 1994):

Keterangan:

TKGi : tingkat konsumsi gizi i Ki : konsumsi gizi i

AKGi : kecukupan gizi i yang dianjurkan

Status gizi balita ditentukan melalui suatu perhitungan statistik dengan menghitung angka nilai hasil penimbangan dibandingkan dengan angka rata-rata atau median dan standar deviasi dari suatu angka acuan standar WHO. Rumus yang digunakan untuk mengetahui nilai Z-skor adalah (Supariasa et al. 2001):

nilai individu subjek – nilai median baku rujukan Z-skor =

nilai simpangan baku rujukan

Adapun ringkasan pengkategorian variabel dan batasan nilai yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut.

KGij= (Bj/100)xGijx(BDDj/100)

(22)

Tabel 5 Pengkategorian variabel penelitian

No Variabel Kategori Batas nilai

1 Karakteristik keluarga

Besar keluarga (Hurlock 1993)

1. Kecil 2. Sedang 3. Besar

≤ 4 orang 5-7 orang ≥ 8 orang Pendapatan keluarga (BPS

2010)

1. Miskin 2. Tidak miskin

<Rp209.777/kapita/bulan ≥Rp209.777/kapita/bulan

Umur (Hurlock 1980)

1. Dewasa dini 2. Dewasa Madya 3. Dewasa lanjut

18-39 tahun 40-60 tahun >60 tahun

Pendidikan

1. Tidak tamat SD 2. SD/sederajat 3. SMP/sederajat 4. SMA/sederajat 5. Perguruan Tinggi

-Pekerjaan 1. Petani 2. Pedagang 3. Buruh tani 4. Buruh non tani 5. Jasa

6. Ibu rumah tangga 7. lain-lain

-2 Karakteristik balita

Jenis kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan -Umur -≤5 bulan 6-11 bulan 12-23 bulan 24-35 bulan 36-47 bulan

3 Partisipasi ibu balita di Posyandu (Interval kelas)

1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi < 60% 60-80% >80% 4

Pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita (Khomsan 2000) 1. Kurang 2. Sedang 3. Baik < 60% 60-80% >80% 5

Tingkat konsumsi energi dan protein (Depkes 1996, diacu dalam Rahmawatiet al. 2001)

1. Defisit tingkat berat 2. Defisit tingkat sedang 3. Defisit tingkat ringan 4. Normal

5. Di atas AKG

<70% 70-79% 80-89% 90-119%

≥120%

6 Tingkat konsumsi vitamin dan mineral (Gibson 2005)

1. Defisit 2. Normal

Tk<77% Tk≥77%

7 Status gizi balita (WHO 2007) 1. BB/U

1. Gizi buruk 2. Gizi kurang 3. Gizi baik 4. Gizi lebih

z-score <-3 -3 ≤ z-score < -2 -2 ≤ z-score ≤ +2

z-score > +2

2. TB/U

1. Sangat pendek 2. Pendek 3. Normal 4. Tinggi

z-score < -3 -3 ≤ z-score < -2 -2 ≤ z-score ≤ +2

z-score > +2

3. BB/TB

1. Sangat kurus 2. Kurus 3. Normal 4. Gemuk

z-score < -3 -3 ≤ z-score < -2 -2 ≤ z-score ≤ +2

(23)

Analisis data

Hubungan antar variabel dianalisis menggunakan analisis Structural Equation Modeling (SEM). Menurut Wijayanto (2008) model persamaan struktural (Structural Equation Modeling) adalah teknik analisis multivariate yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks, baik recursive maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai keseluruhan model.

SEM memiliki dua konstruk yang harus diukur. Variabel yang tidak bisa diukur secara langsung dan memerlukan beberapa indikator sebagai proksi disebut variabel laten. Sedangkan, indikator-indikator yang dapat diukur dikenal sebagai variabel manifest. Jika suatu variabel tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya dalam model, maka dalam SEM sering disebut variabel eksogen dimana setiap variabel eksogen selalu independen. Variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain dalam suatu model penelitian disebut variabel endogen. Berikut adalah model SEM yang digunakan pada penelitian ini.

ε2

δ1 ε1

λy22

δ2 ζ2 ε4

λx11 λy11 β21 β42

λx21 γ11 λy44

β32

λx31 λy54

λx41 ζ1 β31 β43 ζ4

δ3 ε5

ζ3 λy33 δ4

ε3

Gambar 2 ModelStructural Equation Modeling(SEM) penelitian

ξ

1

η

1

η

4

η

2 x1

x2

x3

x4

y5 y1

y2

y3

y4

(24)

Berikut adalah notasi matematik dari model Structural Equation Modeling (SEM) penelitian.

Model pengukuran: x1= λx11ξ1+ δ1 x2= λx21ξ1+ δ2 x3= λx31ξ1+ δ3 x4= λx41ξ1+ δ4 y1= λy11η1+ ε1 y2= λy22η2+ ε2 y3= λy33η3+ ε3 y4= λy44η4+ ε4 y5= λy54η4+ ε5 Model struktural:

η1= γ11ξ1+ ζ1 η2= β21η1+ ζ2

η3= β31η1+ β32η2+ ζ3 η4= β42η2+ β43η3+ ζ4 Keterangan:

Variabel laten eksogen:

ξ

1(KSI1)= partisipasi ibu balita di Posyandu Variabel laten endogen:

• η1(ETA1) = pengetahuan gizi ibu balita

η

2(ETA2) = sikap gizi ibu balita

η

3(ETA3) = perilaku gizi ibu balita

η

4(ETA4) = status gizi balita

Manifestlaten eksogen:

• x1= frekuensi kehadiran ibu balita ke posyandu

• x2= besar keluarga

• x3= pendapatan keluarga

• x4= pekerjaan ibu balita

Manifestlaten endogen:

• y1= indikator pengetahuan gizi ibu balita

• y2= indikator sikap gizi ibu balita

(25)

• y4= tingkat kecukupan energi balita

• y5= tingkat kecukupan protein balita

Definisi Operasional

Ibu balitaadalah ibu yang mempunyai anak balita yang terdafar sebagai peserta Posyandu.

Anak balita adalah anak yang berusia 0-60 bulan yang tinggal bersama kedua orang tuanya.

Besar keluarga adalah jumlah/banyaknya orang yang tinggal dalam satu keluarga dan menjadi tanggungan kepala keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Pendapatan keluarga adalah jumlah pendapatan yang diperoleh anggota keluarga dari pekerjaan utama dan pekerjaan tambahan dalam bentuk uang dan dibagi dengan seluruh tanggungan keluarga yang dinyatakan dalam rupiah perkapita perbulan.

Umur ibu balita adalah lamanya hidup ibu balita dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan hingga diwawancarai.

Pendidikan ibu balita adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh oleh ibu balita yang dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan Perguruan tinggi. Pekerjaan ibu balitaadalah jenis pekerjaan atau mata pencaharian utama untuk

memenuhi kebutuhan hidup keluarga yang dikelompokkan ke dalam bekerja dan tidak bekerja.

Partisipasi ibu balita di Posyandu adalah keterlibatan ibu balita di posyandu pada saat balita seharusnya dibawa ke posyandu, meliputi aspek frekuensi kunjungan ke posyandu, motivasi kunjungan ke posyandu, pelaksanaan posyandu, dan persepsi tentang posyandu.

Pengetahuan gizi ibu balita adalah kemampuan ibu balita dalam menjawab pertanyaan tentang gizi menggunakan kuisioner, kemudian diberi skor dan dikategorikan menjadi kurang (skor<60%), sedang (60-80%), dan baik (skor>80%).

(26)

Perilaku gizi ibu balita adalah perbuatan atau penerapan pola hidup ibu balita terhadap anak balita sehari-hari yang diukur dengan skor jawaban dari pernyataan yang diberikan dan dikategorikan menjadi kurang (skor<60%), sedang (60-80%), dan baik (skor>80%).

Konsumsi pangan dan gizi balitaadalah jumlah pangan dan gizi yang dimakan oleh balita yang diperoleh dengan menggunakan metode food recall selama 2x24 jam.

Tingkat kecukupan gizi adalah perbandingan jumlah konsumsi energi dan zat gizi aktual terhadap angka kecukupan energi dan zat gizi rata-rata sehari yang dianjurkan dan dinyatakan dalam persen.

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kondisi Geografis

Kecamatan Taman Sari merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor yang memiliki luas 2.630.936 Ha. Kecamatan taman sari terdiri dari 8 desa, 25 lingkungan/dusun, 91 RW, 360 RT, dengan jumlah penduduk laki-laki 44.075 jiwa dan perempuan 41.803 jiwa. Secara administrasi Kecamatan Taman Sari mempunyai batas wilayah sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Kec. Ciomas dan Bogor selatan; sebelah barat berbatasan dengan Gunung Salak; sebelah selatan berbatasan dengan Kec. Tenjolaya dan Kec. Dramaga; sebelah timur berbatasan dengan Kec. Cijeruk. Kecamatan Taman Sari beriklim sejuk dengan temperatur suhu rata-rata 25ºC pada siang hari dan 30ºC pada malam hari, dengan ketinggian antara 700 meter di atas permukaan

laut, yang merupakan kawasan berbukit di bawah kaki Gunung Salak.

Berdasarkan karakteristik wilayah dan pola interaksi dan eksternal yang

didukung oleh jaringan infrastruktur pelayanan baik lokal maupun regional,

Kecamatan Taman Sari termasuk ke dalam pembangunan wilayah Kabupaten

Bogor Selatan yang merupakan kawasan penyangga resapan air dan kawasan

hijau dengan mengintensifkan dan melestarikan tanaman tahunan dan

mengadakan gerakan rehabilitasi lahan kritis (penanaman pohon). Sebagai

wilayah pengembangan pertanian dan wisata, Kecamatan Taman sari yang

menonjol produksi pertaniannya adalah padi, jagung, ketela pohon, ketela

rambat, kacang tanah dan sayur-sayuran. Di samping itu juga sebagai sentra

tanaman hias yang pemasarannya telah memasuki pangsa local, regional, dan

mancanegara. Pengembangan lainnya adalah industrI sedang berjumlah 27

buah dengan tenaga kerja 77 orang, kecil 400 buah dengan pekerja 1200 orang,

dan home industry 74 buah dengan pekerja 400 orang. Untuk pengembangan pariwisata ada Kampung Budaya Sindang Barang, Bumi Perkemahan, Curug

Nangka, dan Wisata Situs yang tersebar di Desa Pasireurih, Sukamantri, dan

(28)

Tabel 6 Luas tanah dan pola pemanfaatannya

No Pemanfaatan Luas (Ha)

1 Pemukiman

-2 Sawah 981.94

3 Darat 237.78

4 Perkebunan 1610.75

5 Pertanian

-6 Rawa/Situ 35.00

7 Hutan

-8 Lapangan olahraga 8.60

Sumber : Data Monografi Kecamatan Tamansari Tahun 2011

Kondisi Demografis

Penduduk Kecamatan Tamansari sampai dengan bulan Desember 2011

berjumlah 85,878 jiwa terdiri dari 44,075 jiwa laki-laki dan 41,803 jiwa

perempuan. Total jumlah penduduk yang ada tersebar di delapan desa yang

terdapat di Kecamatan Tamansari dengan jumlah yang berbeda-beda. Desa

yang paling padat penduduknya adalah Desa Sukamantri, sedangkan jumlah

yang paling sedikit jumlah penduduknya adalah Desa Sukajadi.

Tabel 7 Jumlah penduduk Kecamatan Tamansari menurut jenis kelamin

No Desa Laki-laki Perempuan Total

1 Sukamantri 6,857 6,575 13,432

2 Sirnagalih 6,505 6,991 12,496

3 Pasir Eurih 5,805 5,818 11,223

4 Tamansari 5,512 5,308 10,820

5 Sukaresmi 5,947 5,517 11,464

6 Sukaluyu 4,602 3,910 8,512

7 Sukajaya 4,996 5,173 10,169

8 Sukajadi 3,851 3,911 7,762

Total 44,075 41,803 85,878

Kondisi Sosial Budaya

Kecamatan Tamansari dikenal sebagai bagian dari wisata Curug Nangka,

Bumi Perkemahan Sukamantri, Gunung Salak Endah dan Pura. Setiap hari libur

terjadi kemacetan lalu lintas kenderaan, terutama di sekitar wilayah yang dapat

memicu kemacetan sebagai akibat dari tidak disiplinnyapengemudi angkut dan

para pedagang yang sebagian berjualan di badan jalan.

Pada bidang olahraga, Kecamatan Tamansari belum memiliki sarana

olahraga terpadu dan memadai. Dalam bidang kebudayaan ditujukan untuk

melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah serta mempertahankan

jati diri dan nilai-nilai budaya daerahdi tengah-tengah semakin derasnya arus

informasi dan pengaruh negative budaya global. Pengembangan seni dan

budaya Kecamatan Tamansari diselenggarakan secar terintegerasi dengan

(29)

macam kegiatan untuk melestarikan dan mengaktualisasikan seni dan budaya

daerah sebagai upaya mengelola kekayaan dan keragaman budaya serta

mempromosikan, menjalin kemitraan, dan mengembangkan destinasi pariwisata

di Kecamatan Tamansari.

Kondisi Ekonomi

Denyut nadi perekonomian Kecamatan Tamansari didukung oleh sarana

dan prasarana wilayah yang ada, yang merupakan aspek pendukung utama

dalam pembangunan perkotaan yang secara tidak langsung akan berpengaruh

kepada tingkat perekonomian masyarakat. Sarana prasarana tersebut dalam

pengembangan pembangunan berperan sebagai pengarah pembentukan tata

ruang kota, pemenuhan kebutuhan infrastruktur, pemicu pertumbuhan wilayah

dan pengikat wilayah. Sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan

perkotaan, diantaranya adalah keterbatasan transportasi, pengairan, jaringan

listrik, telekomunikasi, dan pemukiman.

1. Jaringan Transportasi

Jaringan transportasi di Kecamatan Tamansari cukup baik, kondisi jalan

relatif baik, sebagian besar telah beraspal dan seluruh wilayah dapat dilalui oleh

kenderaan beroda empat sepanjang tahun.

2. Jaringan air bersih/irigasi

Pemenuhan air bersih bagi masyarakat Kecamatan Tamansari dan

sebagian warga masyarakat memanfaatkan air bawah tanah berupa sumur gali,

pembuatan jet pump, dan lain-lain. Untuk mandi cuci kakus (MCK) sebagian

besar mempergunakan air bawah tanah.

3. Jaringan listrik

Pelayanan jaringan listrik PLN telah menajngkau seluruh wilayah yang

dimanfaatkan untuk kebutuhan pemukiman, perkantoran, industry, perdagangan,

dan jasa. Khusus untuk penerangan jalan umum (PJU), sebagian besar wilayah

Tamansari telah dilengkapi dengan PJU yang tiap tahun selalu diadakan

penambahan PJU untuk peningkatan sarana umum pelistrikan. Sedangkan untuk

mengimbangi tingginya penggunaan daya listrik PLN oleh masyarakat, maka di

beberapa lokasi pemukiman dan perindustrian memanfaatkan jaringan listrik dari

genset. Prasarana telekomunikasi masyarakat mayoritas dilayani oleh PT.

Telkom dan sebagian dengan sarana Handphone yang dimiliki oleh masyarakat. Untuk keperluan pos dan giro dilayani langsung oleh kantor Pos dan Giro

(30)

4. Perekonomian masyarakat

Berbagai kebijakan dari pemerintah untuk memberdayakan perekonomian

masyarakat telah banyak dilakukan. Di bidang pendidikan program BOS, KBBS

dari provinsi Jawa Barat, pemberdayaan PLS, pemberian beasiswa, dan lain-lain.

Pada bidang kesehatan ada pemberian Askes Gakin, Raksa Desa Kesehatan,

Pemberdayaan Posyandu, penanganan KLB, dan bidang peningkatan

kemampuan day beli penciptaan lapangan kerja baru. Sejalan dengan itu, untuk

mengantisipasi naik turunnya denyut nadi perekonomian di Kecamatan

Tamansari maka pembangunan perekonomian pada setiap bidang pembagunan

penyebarannya diarahkan merata. Perencanaan pembangunan yang ditetapkan

dan upaya pengembangan infrastruktur senantiasa diarahkan bagi pemenuhan

kebutuhan masyarakat perkotaan dengan konsep pengembangan potensi yang

dimilki wilayah. Sebagai ibu balita adanya potensi alam berupa situ-situ tentunya

akan mendukung pula potensi pengembangan wilayah Kecamatan Tamansari di

bidang pariwisata. Potensi alam tersebut adalah Situ Taman di Desa Tamansari

dengan luas 2.4 Ha dan Situ Jadi di desa Sukajadi dengan luas 1.5 Ha.

Berdasarkan pekerjaan, penduduk Kecamatan Tamansari mempunyai

pekerjaan yang beraneka ragam, namun secara garis besar sebagian besar

penduduk adalah bekerja sebagai petani, peternak, pengusaha, wiraswasta,

karyawan swasta, PNS, Polri, dan lainnya.

Tabel 8 Jumlah usaha kecil, menengah, dan besar di Kecamatan Tamansari Tahun 2011

No Desa Kecil Menengah Besar

1 Tamansari 12 58 3

2 Sukajaya 25 84

-3 Sukamantri 20 56 7

4 Sirnagalih 8 183 3

5 Pasir Eurih 10 125 6

6 Sukaluyu 12 94

-7 Sukajadi 15 60 4

8 Sukaresmi 20 283 2

(31)

Karakteristik Keluarga dan Individu Ibu balita Besar Keluarga

Besar keluarga merupakan banyaknya individu yang tinggal bersama

dalam satu atap dan bergantung pada sumber penghidupan yang sama. Anggota

keluarga terdiri atas ayah, ibu, anak, saudara daan anggota keluarga lainnya

yang tinggal dalam satu atap. Menurut Hurlock (1993), besar keluarga

dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), sedang

(5-7 orang), dan besar (≥ 8 orang). Sebaran ibu balita berdasarkan besar

keluarga disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Sebaran ibu balita berdasarkan besar keluarga

Besar keluarga n %

kecil (≤4 orang) 71 59.2

sedang (5-7 orang) 37 30.8

Besar ( ≥8 orang) 12 10.0

Total 120 100

Rata-rata ± sd 4.9 ± 2.1

Minimum – Maksimum 3 – 14

Jumlah anggota keluarga terkecil dalam penelitian ini adalah sebanyak 3

orang, sedangkan jumlah anggota keluarga terbesar adalah sebanyak 14 orang.

Rata-rata jumlah anggota keluarga dalam penelitian ini adalah sebanyak 5 orang.

Sebanyak 59.2% keluarga ibu balita berada pada kategori keluarga kecil, 30.8%

berada pada kategori keluarga sedang, dan sisanya 10% berada pada kategori

keluarga besar.

Pendapatan Keluarga

Pendapatan merupakan sumberdaya material bagi seseorang untuk

membiayai kegiatan konsumsinya. Jumlah pendapatan yang diperoleh akan

menggambarkan besarnya daya beli dari seseorang. Daya beli akan

menggambarkan banyaknya produk dan jasa yang dibeli dan dikonsumsi

seseorang. Pendapatan yang diukur dari seseorang biasanya bukan hanya

pendapatan yang diterima oleh individu, melainkan pendapatan yang diterima

oleh seluruh anggota keluarga (Suwarman 2003). Oleh karena itu, pada

penelitian ini pendapatan keluarga yang dimaksud adalah penjumlahan dari

pendapatan yang diperoleh oleh ayah, ibu, dan keluarga lain dalam satu atap per

bulannya. Sebaran ibu balita berdasarkan pendapatan keluarga disajikan pada

(32)

Tabel 10 Sebaran ibu balita berdasarkan pendapatan keluarga

Pendapatan keluarga (Rp/kap/bln) n %

Miskin (<Rp214.338) 26 21.7

Tidak miskin (≥214.338) 94 78.3

Total 120 100

Rata-rata ± sd 362.081 ± 396.887

Minimum – Maksimum 64.450 – 4.585.700

Pendapatan keluarga terkecil pada penelitian ini adalah sebesar

Rp.64.450 perkapita/bulan, sedangkan pendapatan keluarga terbesar adalah

sebesar Rp.4.585.700 perkapita/bulan. Rata-rata pendapatan keluarga pada

penelitian ini adalah sebesar Rp.362.081. Keluarga yang termasuk ke dalam

kategori keluarga tidak miskin adalah sebanyak 75.8%, sedangkan keluarga

yang tergolong ke dalam keluarga miskin adalah sebanyak 24.2%. Kategori

tingkat pendapatan keluarga dibuat berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten

Bogor (BPS 2011). Keluarga dikatakan miskin jika pendapatan keluarga kurang

dari Rp.214.338 perkapita/bulan dan dikatakan tidak miskin jika pendapatan

keluarga lebih besar sama dengan Rp.214.338 perkapita/bulan. Tingkat

pendapatan akan mencerminkan kemampuan untuk membeli bahan pangan.

Makin tinggi pendapatan akan semakin tinggi daya beli keluarga terhadap

pangan, sehingga akan membawa pengaruh terhadap beragam dan banyaknya

pangan yang akan dikonsumsi dan akhirnya berdampak positif terhadap status

gizi (Soekirman 2000).

Umur

Umur ibu balita dan suami dikelompokkan menjadi dewasa dini (18-39

tahun), dewasa madya (40-60 tahun) dan dewasa lanjut ( ≥ 60 tahun) (Hurlock

1980). Sebaran ibu balita berdasarkan umur disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Sebaran ibu balita berdasarkan umur

Umur Suami Ibu balita

n % n %

Dewasa dini (18-39) 104 86.7 111 92.5

Dewasa madya (40-60) 16 13.3 9 7.5

Total 120 100 120 100

Rata-rata ± sd 31.9 ± 8.0 26.6 ± 6.9

Minimum – Maksimum 20 – 60 18 – 50

Umur suami terendah pada penelitian ini adalah 20 tahun, sedangkan

umur tertinggi adalah 60 tahun dengan rata-rata 31.9 tahun. Sebagian besar

(33)

berada pada kategori dewasa madya (13.3%). Sementara itu, umur terendah

pada ibu balita adalah 18 tahun, sedangkan umur tertinggi adalah 50 tahun

dengan rata-rata 26.6 tahun. Sebagian besar umur ibu balita berada pada

kategori dewasa dini (92.5%), dan sisanya berada pada kategori dewasa madya

(7.5%).

Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk memperoleh

pengetahuan. Menurut Hardinsyah (2007) semakin tinggi pendidikan seseorang

maka akan memiliki akses yang mudah dalam memperoleh informasi mengenai

gizi sehingga akan memiliki pengetahuan gizi yang tinggi pula. Pada penelitian ini

tingkat pendidikan ibu balita dan suami dibagi ke dalam lima kategori, yaitu tidak

tamat SD, SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan perguruan tinggi.

Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel12.

Tabel 12 Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat pendidikan

Pendidikan Suami Ibu balita

n % n %

Tidak tamat SD 42 35.0 1 0.8

SD/sederajat 65 54.2 48 40.0

SMP/sederajat 7 5.8 57 47.5

SMA/sederajat 2 1.7 12 10.0

Perguruan tinggi 4 3.3 2 1.7

Total 120 100 120 100

Persentase terbesar tingkat pendidikan suami berada pada tingkat

SD/sederajat (54.2%). Sementara itu, ada sebanyak 35% suami yang tidak tamat

SD. Hal ini diduga berhubungan dengan status sosial ekonomi keluarga.

Keluarga dengan status sosial ekonomi tinggi cenderung akan diimbangi dengan

tingkat pendidikan yang tinggi pula, sebaliknya keluarga dengan status sosial

ekonomi rendah akan mendapatkan pendidikan yang rendah pula. Hal ini

dikarenakan keterbatasan dana untuk membayar biaya sekolah.

Persentase terbesar tingkat pendidikan ibu balita berada pada tingkat

SMP/sederajat (47.5%). Persentase ibu balita yang tidak tamat SD hanya

sebesar 0.8%, sangat jauh dibawah persentase tidak tamat SD pada suami

(35%). Secara umum, persentase tingkat pendidikan ibu balita lebih baik

dibandingkan tingkat pendidikan suami. Hal ini dapat dilihat pada besarnya

(34)

SMP/sederajat, sedangkan tingkat pendidikan suami yang paling tinggi hanya

sampai SD/sederajat saja.

Tingkat pendidikan orang tua sangat berpengaruh pada kehidupan di

dalam keluarga, khususnya tingkat pendidikan ibu yang mempunyai pengaruh

lebih besar. Hal ini dikarenakan ibu mempunyai peran dan tanggung jawab lebih

besar pada pengasuhan dan perawatan anak serta keluarga. Tingkat pendidikan

yang tinggi memudahkan seseorang untuk dapat menerima informasi dan

menerapkannya dalam perilaku dan gaya hidup sehat sehari-hari (Atmarita &

Fallah 2004).

Pekerjaan

Suhardjo (1989a) menyatakan bahwa jenis pekerjaan yang dimiliki

seseorang merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas

makanan, karena jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan pendapatan yang

diterima. Pekerjaan suami dan ibu balita dalam penelitian ini digolongkan ke

dalam tujuh kategori, yaitu petani, pedagang, buruh tani, buruh non-tani, jasa, ibu

rumah tangga, dan lain-lain. Sebaran ibu balita berdasarkan jenis pekerjaan

disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran ibu balita berdasarkan jenis pekerjaan

Pekerjaan Suami Ibu balita

n % n %

Petani 9 7.5 2 1.7

Pedagang 9 7.5 7 5.8

Buruh tani 14 11.7 1 0.8

Buruh non-tani 73 60.8 1 0.8

Jasa 9 7.5 2 1.7

IRT/ tidak bekerja 0 0.0 107 89.2

Lain-lain 6 5 0 0.0

Total 120 100 120 100

Persentase terbesar jenis pekerjaan suami pada penelitian ini adalah

sebagai buruh non-tani (60.8%). Pekerjaan buruh non-tani ini dapat juga diartikan

sebagai pengrajin sepatu dan sandal, baik untuk pria dan wanita serta untuk

anak-anak dan dewasa. Selain itu, mereka juga lihai dalam membuat sepatu

sepak bola beserta bolanya. Sementara itu, persentase terkecil jenis pekerjaan

suami dikelompokkan ke dalam kategori lain-lain (5%). Kategori lain-lain ini terdiri

dari pekerjaan sebagai PNS, karyawan swasta, sales, bendahara desa, guru

(35)

Persentase terbesar jenis pekerjaan ibu balita berada pada kategori ibu

rumah tangga atau tidak bekerja (89.2%). Sementara itu, ibu yang bekerja untuk

mendapatkan penghasilan hanya dalam jumlah yang kecil, yaitu pedagang

(5.8%), petani (1.7%), jasa (1.7%), buruh tani (0.8%), dan buruh non-tani (0.8%).

Peranan ibu rumah tangga dalam usaha perbaikan gizi keluarga

sangatlah penting. Peran ibu di dalam keluarga di antaranya sebagai pengasuh

anak dan pengatur konsumsi pangan anggota keluarga. Menurut Suhardjo

(1989a), ibu yang bekerja tidak lagi memiliki waktu untuk mempersiapkan

makanan bagi keluarga, namun seorang ibu yang turut bekerja akan

meningkatkan pendapatan keluarga.

Karakteristik Balita Jenis kelamin

Salah satu karakteristik balita yang diteliti adalah karakteristik balita

berdasarkan jenis kelamin. Sebaran ibu balita berdasarkan jenis kelamin balita

disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Sebaran balita berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin n %

Laki-laki 61 50.8

Perempuan 59 49.2

Total 120 100.0

Besarnya persentase Jenis kelamin balita pada penelitian ini hampir

sama antara jenis kelamin laki-laki dengan perempuan, meskipun balita yang

berjenis kelamin laki-laki persentasenya sedikit lebih besar daripada balita

berjenis kelamin perempuan, yaitu 50.8% laki-laki dan 49.2% perempuan.

Umur

Usia balita merupakan periode paling kritis dalam pertumbuhan dan

perkembangan motorik anak. Pertumbuhan anak secara pesat terutama terjadi

pada masa bayi, yaitu pada tahun pertama kehidupan. Umur balita pada

penelitian ini dibagi ke dalam lima kategori berdasarkan Riskesdas (2010), yaitu

≤5 bulan, 6-11 bulan, 12-23 bulan, 24-35 bulan, 36-47 bulan. Sebaran ibu balita

(36)

Tabel 15 Sebaran balita berdasarkan umur

Umur n %

≤5 bulan 11 9.2

6-11 bulan 22 18.3

12-23 bulan 39 32.5

24-35 bulan 37 30.8

36-47 bulan 11 9.2

Total 120 100.0

Rata-rata ± sd 20.1 ± 11.0

Minimum – Maksimum 1 – 46

Umur balita terendah pada penelitian ini adalah 1 bulan, sedangkan umur

balita tertinggi adalah 46 bulan dengan rata-rata 20.1 ± 11.0 bulan. Sebagian

besar balita berada pada golongan umur 12-23 bulan (32.5%) dan 24-35 bulan

(30.8%).

Partisipasi Ibu Balita di Posyandu

Partisipasi ibu balita di posyandu ditinjau dari empat aspek, yaitu

frekuensi kunjungan ke posyandu, motivasi kunjungan ke posyandu,

pelaksanaan posyandu, dan persepsi tentang posyandu. Tingkat partisipasi ibu

balita di posyandu diukur dari 14 pertanyaan, dengan rincian 3 pertanyaan

mengenai frekuensi kunjungan, 3 pertanyaan mengenai motivasi kunjungan, 5

pertanyaan mengenai pelaksanaan, dan 3 pertanyaan mengenai persepsi

tentang posyandu.

Berdasarkan 14 pertanyaan diperoleh total skor maksimum, yaitu 28.

Pengkategorian tingkat partisipasi ibu balita di posyandu diperoleh dengan

menjumlahkan seluruh skor dari keempat aspek yang diperoleh ibu balita

kemudian dibagi total skor maksimum dikali 100 persen. Partisipasi ibu balita

dikatakan kurang jika skor kurang dari 60%, dikatakan sedang jika skor berada

diantara 60-80%, dan dikatakan baik jika skor di atas 80%. Tingkat partisipasi ibu

balita disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16 Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat partisipasi di posyandu

Kategori n %

Rendah (<60%) 26 21.7

Sedang (60-80%) 63 52.5

Tinggi (>80%) 31 25.8

Total 120 100.0

(37)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar ibu balita

(52.5%) memiliki tingkat partisipasi sedang. Sementara itu, masih terdapat ibu

balita yang memiliki tingkat partisipasi rendah (21.7%). Kurangnya tingkat

partisipasi ibu balita di posyandu dapat terlihat terutama pada aspek

pelaksanaan posyandu. Hampir seluruh ibu balita memiliki tingkat partisipasi

rendah pada aspek pelaksanaan posyandu. Hal ini menunjukkan masih

minimnya partisipasi ibu balita terhadap kelancaran pelaksanaan

program-program posyandu. Walaupun demikian, masih ada ibu balita yang memiliki

tingkat partisipasi tinggi yang tinggi (25.8%). Hal ini terlihat pada aspek frekuensi

kunjungan ke posyandu, dimana lebih dari setengah jumlah ibu balita memiliki

tingkat partisipasi yang tinggi pada aspek ini. Tingkat partisipasi ibu balita dalam

kegiatan posyandu berhubungan nyata dengan pertumbuhan, kesehatan, dan

status gizi anak (Marjankaet al. 2001). Frekuensi Kunjungan ke Posyandu

Kunjungan balita ke posyandu adalah datangnya balita ke posyandu

untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, misalnya: penimbangan, imunisasi,

penyuluhan gizi, dan lain sebagainya (Dinkes Prov. Jateng 2007). Frekuensi

kunjungan ke posyandu ditinjau dari kunjungan dalam tiga bulan terakhir. Hal ini

dikarenakan ingatan ibu balita terhadap kunjungan ke posyandu dalam tiga bulan

terakhir masih segar, sehingga meminimalisir tingkat kelupaan ibu balita.

Sebaran ibu balita berdasarkan kunjungan ke posyandu dalam tiga bulan terakhir

disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17 Sebaran ibu balita berdasarkan kunjungan balita ke posyandu dalam tiga bulan terakhir

Frekuensi Kunjungan n %

0 kali/bulan 15 12.5

1 kali/bulan 8 6.7

2 kali/bulan 16 13.3

3 kali/bulan 81 67.5

Total 120 100.0

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari setengah jumlah

ibu balita (67.5% ) yang dijadikan sampel pada penelitian ini menyatakan rutin

mengunjungi posyandu dalam tiga bulan terakhir. Sementara itu, ada sebanyak

12.5% ibu balita yang sama sekali tidak pernah mengunjungi posyandu dalam

tiga bulan terakhir. Adapun beberapa alasan ibu balita yang tidak rutin

(38)

diimunisasi, anak tidak mau, tidak tahu jadwalnya, malu karena anaknya BGM,

ibu dan anak dalam keadaan sakit, ada urusan lain yang lebih penting, serta

jarak rumah dengan posyandu cukup jauh.

Kegiatan tumbuh kembang anak di posyandu memerlukan kehadiran ibu

balita dan anaknya setiap bulan. Hal ini dikarenakan kegiatan tersebut hanya

akan bermakna apabila anak hadir dan ditimbang di posyandu setiap bulan.

Menurut Madanijah dan dan Triana (2007) tingkat kehadiran ibu balita di

posyandu dikategorikan menjadi baik apabila garis grafik berat badan pada KMS

tidak pernah putus (hadir dan ditimbang setiap bulan di posyandu). Dikategorikan

sedang apabila garis grafik pada KMS tersambung minimal dua bulan

berturut-turut, dan dikategorikan kurang apabila garis grafik pada KMS tidak terbentuk

(tidak hadir dan ditimbang di posyandu). Kunjungan ibu balita dan anaknya ke

posyandu sebaiknya rutin dilakukan hingga balita berusia lima tahun. Hal ini

dimaksudkan agar perkembangan anak pada usia tersebut bisa dipantau dengan

baik. Oleh karena itu, perlu diketahui apakah ibu balita akan tetap mengunjungi

posyandu hingga balita berusia lima tahun. Sebaran ibu balita berdasarkan

rencana kunjungan ke posyandu disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18 Sebaran ibu balita berdasarkan rencana kunjungan ke posyandu hingga balita berusia lima tahun

Jawaban n %

Ya 106 88.3

Tidak 14 11.7

Total 120 100.0

Sebanyak 88.3% ibu balita menyatakan akan mengunjungi posyandu

hingga balita berusia lima tahun. Sementara itu, ada sebanyak 11.7% ibu balita

yang menyatakan tidak akan melakukan kunjungan ke posyandu. Banyak hal

yang menyebabkan ibu balita tidak berencana mengunjungi posyandu hingga

balita berusia lima tahun, diantaranya kesibukan ibu balita, ibu malas ke

posyandu, anak sudah selesai diimunisasi, dan anak tidak mau ke posyandu.

Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat ibu balita yang belum memahami

pentingnya mengunjungi posyandu hingga balita berusia lima tahun. Oleh karena

itu, kader-kader posyandu harus terus berupaya mendorong agar ibu selalu rutin

membawa anaknya ke posyandu. Kunjungan rutin ke posyandu akan

memberikan manfaat lebih besar bagi balita karena dapat mencegah munculnya

(39)

Pengkategorian frekuensi kunjungan ibu balita ke posyandu diukur

dengan tiga pertanyaan. Skor maksimum jika semua pertanyaan dapat dijawab

dengan tepat adalah 7. Dari hasil perhitungan diperoleh skor maksimum 100%

dan skor minimum 0%. Sebaran ibu balita berdasarkan frekuensi kunjungan ke

posyandu disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19 Sebaran ibu balita berdasarkan frekuensi kunjungan ke posyandu

Kategori n %

Rendah (<60%) 39 32.5

Tinggi (>80%) 81 67.5

Total 120 100.0

Skor (rata-rata ± sd) 75.2 ± 35.9

Sebagian besar ibu balita (67.5%) memiliki frekuensi kunjungan yang

tinggi ke posyandu. Hal ini disebabkan oleh kemauan ibu balita untuk

mengunjungi posyandu hingga balita berusia lima tahun. Sementara itu, ada

sebanyak 32.5% ibu balita yang memiliki frekuensi kunjungan yang rendah ke

posyandu. Hal ini disebabkan oleh banyaknya ibu balita yang tidak mengunjungi

posyandu dalam tiga bulan terakhir kunjungan. Oleh Karena itu, sangat

dibutuhkan dukungan dan dorongan dari pihak keluarga, kader, dan tokoh

masyarakat untuk mengajak ibu balita agar rutin mengunjungiu posyandu setiap

bulannya. Selain itu, motivasi yang besar dari dalam diri ibu balita sangat

dibutuhkan agar rutin mengunjungi posyandu demi kesehatan ibu dan balita.

Motivasi Kunjungan ke Posyandu

Menurut Notoadmodjo (2010) motivasi merupakan suatu alasan

seseorang untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.

Motivasi pada dasarnya merupakan interaksi seseorang dengan situasi tertentu

yang dihadapinya. Wujud motivasi ibu balita salah satunya bisa dilihat dari

berupa kemauan untuk mengantarkan langsung anak balita ke posyandu.

Sebaran Ibu balita yang mengantarkan langsung anaknya ke posyandu disajikan

pada Tabel 20.

Tabel 20 Sebaran ibu balita yang langsung mengantarkan anaknya ke posyandu

Jawaban n %

Ya 109 90.8

Kadang-kadang 7 5.8

Tidak 4 3.3

(40)

Sebanyak 90.8% ibu balita menyatakan secara langsung mengantarkan

anaknya ke posyandu. Sementara itu, ada sebanyak 5.8% ibu balita yang

menyatakan hanya kadang-kadang mengantarkan anaknya ke posyandu, serta

ada sebanyak 3.3% ibu balita yang menyatakan tidak pernah mengantarkan

langsung anaknya ke posyandu. Hal ini disebabkan karena ada dua ibu balita

yang baru melahirkan sehingga belum bisa mengantarkan anaknya ke posyandu.

Selain itu, ada dua ibu balita yang menyatakan sibuk, sehingga tidak bisa

mengantarkan anaknya langsung ke posyandu. Sebagai gantinya, anggota

keluarga lain yang mengantarkan anaknya ke posyandu, seperti tante dan kakak

balita itu sendiri.

Posyandu merupakan salah satu sarana layanan masyarakat yang

mudah diakses oleh berbagai lapisan masyarakat. Program-program yang

dijalankan oleh posyandu sangat bermanfaat bagi masyarakat, khususnya ibu

balita dan anak balita. Selain itu, biayanya juga tidak terlalu mahal, sehingga

sangat cocok untuk dimanfaatkan oleh masyarakat ekonomi menengah ke

bawah. Oleh karena itu, tidak ada alasan lagi bagi ibu balita untuk tidak

mengunjungi posyandu. Namun, pada kenyataannya masih ada anggota

keluarga peserta posyandu yang tidak mendukung ibu dan anak balita untuk

mengunjungi posyandu. Sebaran ibu balita berdasarkan anggota keluarga yang

tidak mendukungnya ke posyandu disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21 Sebaran ibu balita berdasarkan anggota keluarga yang tidak mendukung ibu balita ke posyandu

Anggota keluarga yang tidak mendukung n %

Suami 3 2.5

Mertua 1 0.8

Tidak ada 116 96.7

Total 120 100.0

Hampir seluruh ibu balita (96.7%) menyatakan bahwa tidak ada anggota

keluarga yang tidak mendukung ibu balita ke posyandu. Namun, masih ada

beberapa ibu yang tidak mendapatkan dukungan dari anggota keluarganya, yaitu

suami (2.5%) dan mertua (0.8%). Adapun alasan yang membuat anggota

keluarga tidak mendukung ibu balita ke posyandu dikarenakan mereka khawatir

anaknya demam setelah diberi imunisasi di posyandu. Padahal demam

merupakan salah satu reaksi tubuh terhadap imunisasi yang akan meningkatkan

kekebalan tubuh anak. Alasan lainnya adalah pihak keluarga merasa

(41)

menunjukkan masih terdapat keluarga yang belum memahami pentingnya

posyandu dan imunisasi pada anak.

Banyak hal yang dapat memotivasi ibu balita mengunjungi posyandu.

Selain dukungan dari keluarga, alasan ibu balita mengunjungi posyandu adalah

untuk kesehatan ibu balita dan anak. Alasan lainnya secara rinci dijelaskan pada

Tabel 22.

Tabel 22 Sebaran ibu balita berdasarkan tiga alasan mengunjungi posyandu

Alasan n %

Agar anak sehat 102 85.0

Mendapatkan imunisasi/kapsul vitaminA 54 45.0

Agar berat badan anak terpantau 76 63.3

Mendapatkan KB gratis 1 0.8

Bisa bertemu dengan sesama warga (ibu-ibu lain) 10 8.3

Mendapatkan makanan tambahan (PMT) 2 1.7

Mendapatkan pengetahuan gizi/kesehatan ibu anak 4 3.3

Disuruh kader/RT/RW 4 3.3

Agar a

Gambar

Tabel 3 Kategori status gizi berdasarkan BB/U, TB/U, dan BB/TB
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
Tabel 5 Pengkategorian variabel penelitian
Gambar 2 Model Structural Equation Modeling (SEM) penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: (1) mengetahui karakteristik keluarga balita meliputi besar keluarga, umur orang tua, pendapatan keluarga, pekerjan orang

Data primer meliputi data karakteristik contoh (nama lengkap, jenis kelamin, umur, asal daerah, nomor telepon, pendidikan terakhir, jabatan pada restoran,

Data primer meliputi karakteristik keluarga (besar keluarga dan pendapatan orangtua), karakteristik contoh (jenis kelamin dan usia), karakteristik orangtua (usia, pendidikan,

Adapun tujuan khususnya (1) mengidentifikasi karakteristik keluarga (besar keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan, pendapatan keluarga), karakteristik demografi (umur,

Data primer meliputi data karakteristik penjamah makanan (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama berkerja), karakteristik santri putri (tanggal lahir,

Adapun tujuan khusus penelitian ini yaitu: (1) Mengetahui karakteristik contoh dan keluarga (besar keluarga, pendidikan, umur, dan pekerjaan), (2) Mempelajari

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan karakteristik ibu balita (usia, pekerjaan, pendidikan, dan pendapatan keluarga), pengetahuan ibu dan

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: (1) mengetahui karakteristik keluarga balita meliputi besar keluarga, umur orang tua, pendapatan keluarga, pekerjan orang