• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis efisiensi teknis, pendapatan dan peranan kelembagaan petani pada usahatani padi sehat (Kasus Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis efisiensi teknis, pendapatan dan peranan kelembagaan petani pada usahatani padi sehat (Kasus Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)"

Copied!
282
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS, PENDAPATAN DAN

PERANAN KELEMBAGAAN PETANI PADA

USAHATANI PADI SEHAT

(Kasus di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong

Kabupaten Bogor Jawa Barat)

SKRIPSI

ANTEN RAHMITH PERMATASARI H34070071

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

ANTEN RAHMITH PERMATASARI Analisis Efisiensi Teknis, Pendapatan dan Peranan Kelembagaan Petani Pada Usahatani Padi Sehat (Kasus di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan RATNA WINANDI).

Animo masyarakat pada sistem pertanian sehat cukup besar. Oleh karena itu pengembangan pertanian sehat menjadi perhatian beberapa petani di Indonesia. Pertanian sehat ini adalah cara awal untuk memulai mengorganikkan lahan dan lingkungan sekitar lahan. Salah satu daerah yang mengembangkan sistem pertanian sehat ini adalah Desa Ciburuy, Kabupaten Bogor Jawa Barat.

Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra dari pelaksanaan sistem pertanian sehat dengan produk andalan mereka adalah padi sehat. Padi sehat adalah padi yang dalam proses tanamnya tidak menggunakan pestisida kimia namun masih menggunakan pupuk kimia. Produktivitas padi sehat di Desa Ciburuy ini masih di bawah rata-rata dibanding produktivitas padi di daerah lain. Hal ini diduga karena adanya ketidakefisienan dalam teknik budidaya yang dilakukan petani. Pendapatan petani di lokasi penelitian pun masih rendah terlihat dari masih banyaknya petani yang berstatus petani penyakap. Pada penelitian ini akan diteliti pendapatan petani sesuai dengan status penguasaan petani terhadap lahan garapannya. Peranan kelembagaan petani di desa ini pun belum teruji keefektivitasan dari keberadaaan kelembagaan tersebut. Oleh karena itu diperlukan informasi mengenai efisiensi teknis, pendapatan usahatani padi sehat, dan peranan kelembagaan petani di lokasi penelitian untuk solusi pemecahan masalahnya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 1) menganalisis tingkat efisiensi teknis usahatani padi sehat di Desa Ciburuy, 2) menganalisis tingkat pendapatan usahatani padi sehat di Desa Ciburuy, dan 3) menganalisis peranan kelembagaan petani di Desa Ciburuy.

Hasil analisis efisiensi teknis berdasarkan estimasi dari parameter

Maximum Likelihood untuk fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier, menunjukkan bahwa variabel luas lahan, pupuk kompos, dan pupuk urea berpengaruh pada peningkatan produksi padi sehat. Sementara variabel pupuk kandang, pupuk TSP, jumlah benih, dan tenaga kerja tidak berpengaruh pada peningkatan produksi padi sehat.

(3)

kelompok tani maka akan mengurangi tingkat inefisiensi dan meningkatkan tingkat efisiensi teknis usahatani padi sehat.

Hasil dari analisis pendapatan usahatani padi sehat menunjukkan bahwa pendapatan usahatani atas biaya tunai paling besar diperoleh petani pemilik sebesar Rp 8.514.416,67, sedangkan pendapatan atas biaya tunai paling sedikit diperoleh oleh petani penyakap yaitu sebesar Rp 1.032.459,76. Sementara pendapatan atas biaya total paling besar diperoleh petani pemilik sebesar Rp 6.155.980,84, dan petani penyakap memperoleh pendapatan atas biaya total paling sedikit sebesar Rp 495.948,07. Dapat disimpulkan bahwa usahatani padi sehat di lokasi penelitian ini menguntungkan. Hasil analisis R/C menunjukkan bahwa usahatani padi sehat di Desa Ciburuy layak untuk diusahakan dengan nilai R/C atas biaya tunai dan atas biaya total lebih besar dari satu. Dimana R/C atas biaya tunai dan total petani pemilik adalah 2,10 dan 1,61, petani penyewa 1,62 dan 1,58, petani penyakap 1,09 dan 1,04, dan petani penggadai 2,23 dan 1,64. Petani penggadai memiliki nilai R/C yang paling besar dibanding petani lain. Sementara petani penyakap yang merupakan mayoritas petani di lokasi penelitian memperoleh nilai R/C yang paling kecil dibanding petani yang lain. Hal ini diduga dikarenakan sistem bagi hasil yang tidak adil sehingga merugikan petani penyakap.

Hasil analisis peranan kelembagaan menunjukkan bahwa adanya kelembagaan petani di Desa Ciburuy seperti kelompok tani dan koperasi keberadaannya telah dirasakan efektif oleh para petani. Hasil tersebut ditunjukkan dengan hasil tanggapan para petani yang mengarah pada dukungan terhadap efektivitas dari keberadaan kelembagaan petani di lokasi penelitian. Meskipun tidak semua petani responden bergabung dengan kelompok tani, hanya 30 petani responden yang tergabung dengan kelompok tani dan 23 petani responden yang tergabung dalam koperasi kelompok tani. Adanya kelembagaan terutama kelompok tani memiliki pengaruh yang tidak signifikan dan bernilai negatif terhadap tingkat inefisiensi teknis padi sehat di lokasi penelitian. Hal ini berarti lamanya petani bergabung dengan kelompok tani ini akan meningkatkan tingkat efisiensi teknis di lokasi penelitian.

(4)

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS, PENDAPATAN DAN

PERANAN KELEMBAGAAN PETANI PADA

USAHATANI PADI SEHAT

(Kasus di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Jawa Barat)

ANTEN RAHMITH PERMATASARI H34070071

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Proposal : Analisis Efisiensi Teknis, Pendapatan dan Peranan Kelembagaan Petani Pada Usahatani Padi Sehat

(Kasus Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Nama : Anten Rahmith Permatasari

NIM : H34070071

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Ratna Winandi, MS NIP. 19530718 197803 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Efisiensi Teknis, Pendapatan dan Peranan Kelembagaan Petani Pada Usahatani Padi Sehat (Kasus di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Jawa Barat) adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 25 Juli 1989. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ayahanda Hikmat dan Ibunda Tuti Sumiati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Paminggir IV pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SLTP Negeri 01 Garut. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 1 Garut diselesaikan pada tahun 2007. Semua lembaga pendidikan tersebut berada di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat.

Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007. Penulis menerima beasiswa selama satu tahun dari PT. Unilever Indonesia sejak tahun 2010 sampai tahun 2011.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Efisiensi Teknis, Pendapatan Usahatani dan Peranan Kelembagaan Petani Pada Usahatani Padi Sehat (Kasus di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Jawa Barat)”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi teknis, pendapatan usahatani padi sehat dan peranan kelembagaan petani di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Padi merupakan salah satu bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, kedudukan padi ini sangat strategis, sehingga keberadaan usahatani padi perlu dipertahankan. Selain itu, adanya isu lingkungan dan banyaknya lahan yang kesuburan tanahnya berkurang, menjadikan perhatian masyarakat lebih tertarik terhadap sistem usahatani organik. Akan tetapi pelaksanaan sistem pertanian organik ini cenderung sulit karena tidak hanya mensterilkan tanah dari residu kimia, namun air irigasi dan udara juga harus bersih dari residu kimia. Pensterilan air dan udara inilah yang sulit karena seringkali lingkungan sekitar lahan masih menggunakan sistem pertanian anorganik sehingga masih mempengaruhi lahan organik di daerah tersebut. Oleh karena itu, sebagian besar sistem pertanian organik di Indonesia hanya mampu melaksanakan sistem pertanian sehat. Dimana sistem ini menggunakan pupuk organik dan pupuk kimia, serta menggunakan pestisida nabati.

(9)

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi para petani padi sehat pada umumnya, dan pada khususnya para petani padi sehat di Desa Ciburuy yang diharapkan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini.

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, dukungan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Andriyono Kilat Adhi selaku dosen penguji utama pada sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini.

3. Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen penguji departemen pada sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS, Ir. Dwi Rachmina, MS, Ir. Netti Tinaprilla, MM, Pak Maryono, SE yang telah memberikan banyak pencerahan bagi penulis dalam penyusunan skripsi dan meluangkan waktu untuk berdiskusi.

5. Yeka Hendra Fatika, SP dan Arif Karyandi Uswandi, SP yang telah membantu berdiskusi, memberikan banyak ilmu bagi penulis dalam penyusunan skripsi.

6. Seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis yang telah menjadi keluarga bagi penulis di Bogor. Terima kasih atas dukungan dan bantuannya.

7. Ibu dan Bapak tercinta semoga ini dapat menjadi persembahan yang terbaik. Terima kasih atas semua hal yang menjadi bisa dan ada untuk mewujudkan mimpi-mimpi anak-anaknya. Saudara tersayang Nizar I. Ramadhan, Bang Anton, Bang Ayi, Wa Ade , dan seluruh keluarga besar yang lain terima kasih atas doa dan dukungannya.

(11)

9. Petani padi sehat di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Jawa Barat yang telah bersedia menjadi responden penelitian ini. 10. Sahabat-sahabat seperjuangan (Agrivinie, Astari Haqi, Azizah, Decy,

Dinar, Jihan, Meutia Utami, Octiasari, Putri K, dan Venty), yang telah membuat perjalanan ini semakin berwarna dan selalu membantu penulis. Juga sahabat-sahabat (Dede J, Yahya H, Pandu A, Sigit, Hatta, Okky, Billy, Rendy, Lutfi, Ardie dan sahabat yang lain yang tidak bisa penulis tulis semua) yang selalu membantu, menjaga, dan menyemangati penulis seperti adik sendiri.

11. Teman-teman Agribisnis angkatan 44 atas semangat kekeluargaan selama kuliah di Agribisnis IPB. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya. Serta Agribisnis angkatan 42, 43, 45, dan 46.

(12)

DAFTAR ISI

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Gambaran Umum Padi ... 9

2.2. Kajian Empiris Usahatani Padi Organik ... 9

2.3. Kajian Empiris Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani ... 11

2.4. Kajian Empiris Peranan Kelembagaan ... 13

2.5. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ... 15

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 17

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 17

3.1.1. Konsep Usahatani ... 17

3.1.2. Konsep Fungsi Produksi ... 21

3.1.3. Konsep Fungsi Produksi Stochastic Frontier ... 24

3.1.4. Konsep Efisiensi dan Inefisiensi ... 28

3.1.5. Konsep Pendapatan Usahatani ... 32

3.1.6. Konsep Kelembagaan ... 33

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 37

IV METODOLOGI PENELITIAN ... 41

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41

4.2. Metode Pengumpulan Data ... 41

4.3. Metode Pengambilan Contoh ... 42

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 42

4.4.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier ... 42

4.4.2. Analisis Efisiensi Teknis dan Inefisiensi Teknis ... 44

4.4.3. Analisis Pendapatan Usahatani ... 46

4.4.4. Analisis Peranan Kelembagaan ... 47

4.5. Batasan Operasional dan Satuan Pengukuran ... 49

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN ... 52

5.1. Gambaran Umum Desa Ciburuy ... 52

5.1.1. Karakteristik Wilayah ... 52

5.1.2. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat ... 53

(13)

5.3. Budidaya Padi Sehat ... 61

VI ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI ... 68

6.1. Analisis Produksi Stochastic Frontier ... 69

6.1.1. Pendugaan Fungsi Produksi Metode OLS ... 69

6.1.2. Model Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier .. 70

6.1.3. Interpretasi Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier... 71

6.2. Analisis Efisiensi Teknis ... 73

6.2.1. Sebaran Efisiensi Teknis ... 73

6.2.2. Sumber-sumber Efisiensi Teknis ... 74

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT .... 76

7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat ... 76

7.2. Biaya Usahatani Padi Sehat ... 78

7.3. Pendapatan Usahatani Padi Sehat ... 81

VIII ANALISIS PERANAN KELEMBAGAAN ... 83

8.1. Kelompok Tani ... 83

8.2.3. Efektifitas Koperasi Kelompok Tani ... 96

IX KESIMPULAN DAN SARAN ... 101

9.1. Kesimpulan ... 101

9.2. Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 104

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Proyeksi Produksi dan Pasar Padi Organik di Indonesia ... 2 2. Skala Skor Penilaian Efektivitas ... 49 3. Sebaran Responden Menurut Usia Petani Padi Sehat di Desa

Ciburuy Tahun 2011 ... 55 4. Sebaran Responden Menurut Pendidikan Formal Petani Padi

Sehat di Desa Ciburuy Tahun 2011 ... 55 5. Sebaran Responden Menurut Status Usahatani Padi Sehat di Desa

Ciburuy Tahun 2011 ... 56 6. Sebaran Responden Menurut Pengalaman Berusahatani Padi

Sehat di Desa Ciburuy Tahun 2011 ... 57 7. Sebaran Responden Menurut Status Penguasaan Lahan Usahatani

Padi Sehat di Desa Ciburuy Tahun 2010 ... 58 8. Sebaran Responden Menurut Luas Lahan Garapan Petani Padi

Sehat di Desa Ciburuy Tahun 2011 ... 58 9. Sebaran Responden Menurut Jenis Lahan Usahatani Padi Sehat di

Desa Ciburuy ... 59 10. Sebaran Responden Menurut Pengelolaan Lahan Petani Padi

Sehat di Desa Ciburuy Tahun 2011 ... 59 11. Sebaran Responden Menurut Sistem Penjualan Hasil Panen

Petani Padi Sehat di Desa Ciburuy Tahun 2011 ... 60 12. Sebaran Responden Menurut Tujuan Penjualan Hasil Panen

Petani Padi Sehat di Desa Ciburuy Tahun 2011 ... 61 13. Pendugaan Fungsi Produksi dengan Menggunakan Metode OLS 69 14. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Stochastic Frontier dengan

Menggunakan Metode MLE ... 70 15. Sebaran Efisiensi Teknis Petani Responden ... 74 16. Parameter Dugaan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inefisiensi

Teknis Usahatani Padi Sehat ... 74 17. Rata-rata Penerimaan Usahatani Padi Sehat per Hektar Tahun

2011 ... 77 18. Biaya Rata-rata Usahatani Padi Sehat per Hektar di Desa Ciburuy

(15)

19. Perhitungan Pendapatan dan Rasio Penerimaan Terhadap Biaya (R/C) Usahatani Padi Sehat per Hektar di Desa Ciburuy Tahun

2011 ... 81 20. Sebaran Anggota Kelompok tani Berdasarkan Nama Kelompok

tani di Desa Ciburuy Tahun 2011 ... 84 21. Sebaran Anggota Berdasarkan Lama Bergabung dengan

Kelompok tani di Desa Ciburuy Tahun 2011 ... 85 22. Sebaran Responden Anggota Kelompok tani Berdasarkan

Manfaat yang Diarasakan oleh Petani di Desa Ciburuy Tahun

2011 ... 87 23. Sebaran Responden Berdasarkan Partisipasi dalam Kelompok

Tani di Desa Ciburuy Tahun 2011 ... 89 24. Perhitungan Skor Efektivitas Kelompok Tani di Desa Ciburuy ... 91 25. Kategori Penilaian Efektifitas Kinerja Kelompok Tani ... 92 26. Sebaran Responden Berdasarkan Keikutsertaannya dalam

Koperasi Kelompok Tani ... 93 27. Sebaran Responden Berdasarkan Lama Bergabung dengan

Koperasi Kelompok Tani Lisung Kiwari ... 94 28. Sebaran Responden Berdasarkan Manfaat yang Dirasakan dari

adanya Koperasi Kelompok Tani ... 95 29. Sebaran Responden Berdasarkan Keikutsertaannya dalam

Koperasi Kelompok Tani dan Keterkaitannya dengan Sumber

Modal yang Digunakan ... 96 30. Perhitungan Skor Efektivitas Koperasi Kelompok Tani Lisung

Kiwari ... 99 31. Kategori Penilaian Efektifitas Kinerja Koperasi Kelompok Tani .. 100

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kurva Fungsi Produksi ... 23

2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier ... 26

3. Efisiensi Teknis dan Alokatif (orientasi input) ... 29

4. Efisiensi Teknis dan Alokatif (orientasi output) ... 30

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

6. Luas Panen- Produktivitas-Produksi Tanaman Padi Seluruh

Provinsi ... 109

7. Rincian Penggunaan Faktor-faktor Produksi Padi Sehat ... 111

8. Rincian Faktor-faktor dalam Efek Inefisiensi Teknis ... 113

9. Perhitungan Minitab ... 115

10. Output Frontier 4.1 Padi Sehat ... 116

11. Hasil Analisis Penerimaan dan Biaya Usahatani Padi Anorganik per hektar di Desa Purwasari tahun 2004-2005 ... 122

(18)

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Padi merupakan sumber bahan makanan pokok bagi sebagian masyarakat Indonesia. Apalagi setelah adanya kebijakan pembangunan masa lalu, yang menyebabkan perubahan sosial budaya dan pola konsumsi masyarakat. Pada awalnya masyarakat masih mengkonsumsi jagung, ubi, dan sagu lalu berubah menjadi hanya mengkonsumsi beras semata. Saat ini masyarakat Indonesia mengkonsumsi 139 kg beras/kapita/tahun yang termasuk konsumsi yang terbesar dibanding negara-negara lain di Asia (Julian 2010). Selain itu juga padi menjadi sumber perekonomian bagi sebagian besar masyarakat pedesaan. Berbagai aspek kehidupan, termasuk sosial, ekonomi, dan politik akan sangat terpengaruh jika produksi padi berkurang.

Sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia, konsumsi beras di Indonesia pun mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 sampai 2010, pertumbuhan produksi dan produktivitas padi secara keseluruhan di Indonesia masing-masing sebesar 1,17% dan 1,26%. Hal ini tidak sebanding dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat sebesar 1,49% per tahun, dimana konsumsi beras nasional mencapai 139 kg per kapita per tahun. Oleh karena itu, muncul isu ketahanan pangan untuk memenuhi kebutuhan akan konsumsi beras yang terus meningkat sehingga diperlukan upaya peningkatan produksi padi. Pemerintah membuat program untuk upaya peningkatan produksi beras ini dengan program upaya P2BN (Peningkatan Produksi Beras Nasional).

(19)

P2BN dan ‘Go Organik 2010’ ini berusaha untuk tetap meningkatkan produksi padi nasional dengan menggunakan input-input organik, seperti pupuk dan pestisida agar dapat mengembalikan kesuburan tanah dan menjaga lingkungan. Program ini pun mendapat animo yang besar dari masyarakat. Oleh karena itu permintaan terhadap padi organik ini sangat banyak.

Ahmad (2007) memproyeksikan kebutuhan pasar dan produksi padi organik yang terus meningkat dari tahun 2005 sampai 2009 (tabel 1). Data tabel (1), tahun 2005 produksi padi mampu memenuhi kebutuhan pasar yaitu sekitar 550,3 kuintal. Namun pada tahun berikutnya produksi padi organik ini tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar. Hal ini dikarenakan peningkatan produksi tidak seimbang dengan peningkatan yang lebih besar pada kebutuhan pasar. Pada tahun 2009, produksi padi organik di Indonesia hanya sebesar 577,08 kuintal, sedangkan kebutuhan pasar sebesar 1.141,102 kuintal. Permintaan yang lebih tinggi dibanding penawaran, mengindikasikan bahwa padi organik ini memiliki prospek yang bagus di masa yang akan datang. Bahkan laju pertumbuhan penjualan pangan organik di dunia berkisar dari 20-30% per tahun pada dekade terakhir ini, termasuk padi organik (Asrulhoesein 2010). Luas penanaman padi organik nasional kurang dari 5% dari total luas lahan sawah di Indonesia atau sekitar lebih dari 630.000 ha1.

Tabel 1.Proyeksi Produksi dan Pasar Padi Organik di Indonesia (Kuintal)

Tahun Produksi Kebutuhan Pasar Selisih Kebutuhan Pasar

dan Produksi

Adanya perkembangan teknologi pertanian organik ini turut dipengaruhi adanya trend peningkatan kesadaran akan pentingnya kesehatan yang berimbas pada peningkatan konsumsi produk-produk organik terutama pada masyarakat di perkotaan. Konsumen potensial dari produk organik ini adalah warga

1

(20)

atas yang jumlahnya berkisar 10% atau 22 juta penduduk Indonesia, akan tetapi produsen beras organik di Indonesia baru melayani maksimal 15% dari jumlah konsumen tersebut2. Hal ini dikarenakan harga produk-produk pertanian organik yang relatif mahal dibanding produk pertanian anorganik. Contohnya beras organik Cimelati yang dijual dengan harga Rp 10.500,- per kg dan Rajalele yang dijual seharga Rp13.000,- per kg (Mahesa R 2010). Beras anorganik bisa dijual dengan harga Rp 5.000 – Rp 7.000 per kg. Tentu saja bagi masyarakat kalangan menengah bawah lebih memilih mengkonsumsi beras anorganik dibanding beras organik. Kurangnya kepedulian mereka akan kesehatan dan juga keterbatasan keuangan yang menjadi penyebabnya.

Selain berdampak pada permintaan dan bertambahnya konsumen, animo masyarakat yang besar berdampak pada semakin banyak petani yang tertarik untuk menerapkan sistem teknologi pertanian organik di berbagai daerah (Sulaeman 2007). Akan tetapi hal tersebut menyebabkan munculnya banyak perbedaan dan pemahaman yang berbeda tentang pertanian organik. Sehingga harus diimbangi dengan regulasi atau peraturan yang jelas baik dari pemerintah maupun dari lembaga internasional seperti Standar Nasional Indonesia (SNI) Sistem Pangan Organik. Dimana regulasi ini menjadi aturan dasar pertanian organik di Indonesia dan juga sertifikasi.

Penggunaan sistem pertanian anorganik dapat menghasilkan padi dengan produktivitas 5-6 ton per hektar (Mahesa 2010). Sementara itu, produktivitas padi dengan sistem pertanian organik mengalami penurunan pada panen pertama hingga 20% atau 4,5 ton per hektar. Akan tetapi pada musim panen keempat dan kelima, produktivitas padi organik akan mengalami peningkatan hingga mencapai 9 ton per hektar3. Hal ini berarti dalam jangka panjang padi organik dapat berpotensi menghasilkan padi yang lebih banyak dibanding padi anorganik. Penggunaan pupuk dan pestisida kimia dalam jumlah yang besar serta dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan penurunan kesuburan dan kesehatan lahan pertanian, munculnya resistensi hama dan penyakit, terjadinya

2

Suyamto. 2009. Berbicara dalam www.trubusonline.com [diakses tanggal 30 Desember 2010]

3

_______. 2007. Hidup Sehat dengan Mengkonsumsi Beras Organik dalam Harian Medan Bisnis.

(21)

ketergantungan para petani kepada sarana pertanian kimia, serta tingginya residu pestisida berbahaya dalam pangan yang dikonsumsi (Samsudin, 2010).

Penggunaan bahan organik sebagai kompos secara rutin akan meningkatkan kesuburan tanah, melalui penambahan unsur hara dan perbaikan sifat tanah. Bahan organik juga ini dapat menjadikan lingkungan yang ideal bagi mikroorganisme yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman dan dapat menekan perkembangan hama dan penyakit. Selain kompos, banyak juga ditemukan bahan-bahan pestisida yang diolah baik dari tumbuh-tumbuhan yang banyak terdapat di lingkungan sekitar kita maupun hewan seperti air kencing kelinci. Pestisida ini disebut pestisida nabati yang selain dapat membunuh hama dan penyakit juga tidak mengakibatkan efek negatif bagi lingkungan dan residu yang berbahaya. Ditemukan juga agen antagonis, yaitu beberapa cendawan dan bakteri yang secara alami dapat menekan perkembangan hama dan penyakit tanaman yang biasa. Kompos atau pupuk organik, pestisida, dan agen antagonis ini dapat dibuat sendiri atau secara kelompok oleh petani4.

Pelaksanaan sistem pertanian organik di Indonesia belum dapat disertifikasi menurut sertifikat organik internasional. Hal ini dikarenakan lahan yang sudah tidak menggunakan pupuk kimia dan pestisida kimia masih dapat tercemar oleh air dan udara di lingkungan sekitar yang masih menggunakan bahan-bahan kimia. Sementara pertanian organik baik dari lahan, air, dan udara harus steril dari bahan dan residu kimia berbahaya. Oleh karena itu sistem pertanian yang dilaksanakan masih sistem pertanian sehat. Yang disebut dengan sistem pertanian sehat ini adalah sistem pertanian yang sudah tidak menggunakan pestisida kimia untuk memberantas hama, tapi menggunakan pestisida nabati. Meskipun masih menggunakan pupuk anorganik, namun penggunaannya tidak terlalu banyak dibanding pertanian anorganik.

Sentra produksi padi terbesar di Indonesia adalah Jawa Barat (Lampiran 1). Provinsi Jawa Barat adalah salah satu provinsi yang mendukung perkembangan sistem pertanian sehat meskipun skala usahanya masih kecil, terutama untuk sistem pertanian padi sehat. Pengembangan sistem pertanian sehat

4

(22)

ini tersebar di berbagai kabupaten, salah satunya Kabupaten Bogor. Sentra produksi padi sehat di Kabupaten Bogor adalah Desa Ciburuy.

1.2. Perumusan Masalah

Pertanian sehat ini didukung oleh banyak pihak dan lembaga salah satunya adalah Lembaga Pertanian Sehat Dompet Dhuafa (LPS DD). Lembaga ini melakukan pendampingan kepada para petani melalui Program Pemberdayaan Petani Sehat (P3S). Komoditas unggulan dari pertanian organik yang didampingi oleh LPS ini adalah padi, jagung, dan bawang merah. Saat ini LPS DD melakukan pendampingan pada petani di 8 cluster (wilayah) di Indonesia, seperti Bogor, Banyuasin, Brebes Larangan, Brebes Salem, Cianjur, Serang, Tegal, dan Subang. Cluster Bogor merupakan daerah yang memiliki jumlah petani binaan yang paling banyak dibanding wilayah lain yaitu sekitar 1000 petani yang tergabung dalam 16 kelompok tani dan 4 gabungan kelompok tani (gapoktan). Sedangkan daerah lain hanya membina 200-700 petani dalam 1-2 gapoktan5.

Salah satu desa yang menjadi desa binaan LPS DD ini adalah Desa Ciburuy yang merupakan titik awal pengembangan program pemberdayaan petani di Bogor. Petani di desa ini tergabung dalam satu gapoktan yang bernama Gapoktan Silih Asih. Gapoktan ini terdiri dari 6 kelompok tani, yaitu kelompok tani Silih Asih I, Silih Asih II, Manunggal Jaya, Saung Kuring, Tunas Inti, dan Lisung Kiwari. Seluruh anggota yang tergabung dalam anggota ini sekitar 124 petani dengan lahan yang tersebar di Desa Ciburuy dan desa sekitar. Kelompok tani ini menjadi sarana penyaluran bantuan pemerintah baik berupa pupuk maupun benih, serta menjadi sarana pembelajaran dan diskusi para petani yang menjadi anggota kelompok tani. Hal ini dikarenakan kelompok tani sering mengadakan diskusi antar anggota, pelatihan dan penyuluhan bagi para petani. Gapoktan ini juga memiliki beberapa unit usaha salah satunya adalah koperasi yang bernama Koperasi Kelompok Tani (KKT) Lisung Kiwari. Koperasi ini menyediakan modal, sarana produksi, peminjaman traktor, dan sebagai sarana penjualan hasl produksi para petani di Desa Ciburuy.

5

(23)

Hampir sekitar 51,56% lahan subur di Desa Ciburuy ini berupa sawah yang 90% atau sekitar 79 hektar lahannya ditanami padi, sedangkan sisanya sekitar 10% ditanami produk pertanian selain padi, contohnya jagung, singkong, ubi, dan sayuran. Bahkan hampir seluruh petani padi di desa ini menerapkan pertanian sehat dan padi yang dihasilkan adalah padi sehat atau padi tanpa pestisida kimia. Hasil panen para petani kemudian dijual kepada koperasi. Di koperasi, padi sehat ini mendapat perlakuan seperti pengemasan dan pelabelan dengan merek SAE (Sehat Aman Enak). Dari koperasi, beras sehat ini dijual ke konsumen baik melalui LPS DD ataupun melalui koperasi secara langsung. Beras yang dihasilkan koperasi ini telah memiliki hasil pengujian laboratorium dari Laboratorium Toksikologi Balitbio dan telah terdaftar di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor sebagai bukti beras yang dihasilkan adalah beras sehat yang bebas dari pestisida kimia.

Produktivitas padi sehat di Desa Ciburuy ini sekitar 4-6 ton per hektar dalam satu tahun dengan 2-3 kali masa panen. Akan tetapi tingkat produktivitas yang dihasilkan ini relatif rendah dibanding wilayah lain seperti daerah Banten yang memiliki produktivitas padi sehat sekitar 8 ton per hektar6. Hal ini diduga terjadi karena penggunaan faktor-faktor produksi yang belum efisien.

Permintaan pasar terhadap beras sehat di desa ini mencapai 40-100 ton per bulan, akan tetapi produksi padi sehat para petani di desa ini hanya mencapai 30 ton per bulan, sehingga belum dapat memenuhi permintaan pasar7. Agar ketersediaan beras sehat ini tetap terjamin, maka kelompok tani memberlakukan musim tanam yang berbeda-beda kepada tiap petani. Namun produktivitas padi sehat di desa ini yang masih rendah yang diakibatkan oleh berbagai faktor-faktor produksi seperti: lahan, pupuk, benih, pestisida, obat-obatan, dan tenaga kerja yang penggunaannya diduga belum efisien. Selain itu hal lain yang menghambat peningkatan produktivitas padi sehat ini adalah adanya hama tikus.

Teknik budidaya padi sehat yang dijalankan ini akan mempengaruhi tingkat efisiensi teknis usahatani. Petani yang mampu mengelola penggunaan sumberdaya yang ada untuk mencapai output maksimum atau meminimalkan

6

Sinartani. 2008. Budidaya Varietas Inpari 9 Semi Organik. www.sinartani.com. [diakses tanggal 17 Februari 2011]

7

(24)

penggunaan input untuk mencapai output yang sama, dapat dikatakan telah mencapai efisien pada teknik budidayanya. Efisiensi teknis yang mampu dicapai petani akan mempengaruhi besar kecilnya pendapatan yang diperoleh petani. Selain itu pendapatan petani juga dipengaruhi kemudahan mendapatkan faktor-faktor produksi dan kemudahan menjual hasil panen petani. Kemudahan dalam memperoleh faktor produksi dan menjual hasil panen juga pengetahuan tentang teknik budidaya yang baik menjadi peranan dari kelembagaan petani di suatu tempat seperti kelembagaan kelompok tani dan koperasi.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana efisiensi teknis usahatani padi sehat di Desa Ciburuy 2. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani padi sehat di Desa Ciburuy? 3. Bagaimana peranan kelembagaan kelompok tani dan koperasi terhadap

para petani di Desa Ciburuy?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis efisiensi teknis usahatani padi sehat di Desa Ciburuy. 2. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani padi sehat.

3. Menganalisis peranan kelembagaan petani (Kelompok tani dan Koperasi) di Desa Ciburuy.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi : 1. Petani sebagai informasi terutama mengenai peningkatan efisiensi

teknis dan pendapatan usahatani padi sehat

2. Pemerintah dan Dinas-dinas terkait untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan pengembangan produksi padi sehat. 3. Peneliti lain, sebagai bahan pembanding dan diharapkan dapat

(25)

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam lingkup regional, yaitu Desa Ciburuy yang terletak di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Komoditas yang akan diteliti adalah padi sehat. Petani yang dijadikan contoh dalam penelitian ini adalah petani yang membudidayakan padi sehat yang ditanam dengan menggunakan sistem pertanian organik, namun sampai penelitian ini dilakukan padi sehat ini belum memiliki sertifikat organik hanya memiliki hasil uji laboratorium dari Laboratorium Toksikologi Balitbio dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor saja. Analisis kajian ini dibatasi untuk melihat karakteristik petani padi sehat, fungsi produksi Cobb-Douglas, efisiensi teknis usahatani, pendapatan usahatani dan peranan kelembagaan petani di daerah penelitian. Selain itu pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan konsep

(26)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Padi

Tanaman padi (Oryza sativa L) termasuk dalam golongan Gramineae

yang memiliki ciri khas masing-masing dimana antara varietas yang satu dengan varietas yang lain berbeda dalam hal pembawaan atau sifat varietas (Siregar dalam Podesta 2009). Tanaman padi ini tersebar di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Padi merupakan komoditi pangan utama bagi masyarakat Indonesia. Menurut Masyhudi (1992) dalam Anggreini (2005), menjelaskan tanaman memiliki bermacam-macam jenis didasarkan distribusi geografis dan bentuk morfologi tanamnannya. Hal ini disebabkan karena sebarannya begitu luas dan dalam proses perkembangannya telah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.

Tiga tipe atau tiga ras ekografik, seperti Indika, Japonika, dan Javanika merupakan hasil evolusi dari perkembangan spesies O. Sativa (Las et al 2004 dalam Anggreini 2005). Padi ini merupakan tanaman yang sangat rentan terhadap kekeringan, seperti musim kemarau yang ketersedian airnya terbatas sehingga hasil tanaman rendah atau air sama sekali tidak tersedia sehingga lahan dibiarkan kering. Akan tetapi pada musim hujan, kebutuhan air lebih mudah dipenuhi (Irianto et al, 2004 dalam Anggreini 2005).

2.2. Kajian Empiris Usahatani Padi Sehat

Padi sehat adalah padi yang disahkan oleh sebuah badan independen, untuk ditanam dan diolah menurut standar ‘organik’ yang ditetapkan. Definisi organik pada umumnya berarti bahwa: tidak ada pestisida dan pupuk dari bahan kimia sintetis yang digunakan, kesuburan tanah yang dipelihara melalui penggunaan pupuk kandang, tanaman dirotasikan untuk menghindari penanaman tanaman yang sama dari tahun ke tahun di sawah yang sama, dan pergantian bentuk-bentuk bukan kimia untuk mengendalikan hama tanaman.

(27)

1. Sertifikasi Lokal untuk pangsa pasar dalam negeri yang masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia sintetis dalam jumlah yang minimal, namun sudah sangat membatasi penggunaan pestisida kimia. Departemen Pertanian melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak lain yang terkait membentuk tim untuk merumuskan sertifikasi nasional.

2. Sertifikasi Internasional untuk pangsa ekspor dan kalangan tertentu di dalam negeri, seperti sertifikat yang dikeluarkan oleh IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movements). Persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapat sertifikat internasional ini diantaranya masa konversi lahan, tempat penyimpanan produk organik, bibit, pupuk, pestisida, dan pengolahan hasil harus memenuhi persyaratan sebagai produk pertanian organik.

(28)

antara padi organik dan padi anorganik, dimana produktivitas padi dengan sistem budidaya anorganik lebih tinggi jika dibandingkan produktivitas padi organik.

Sementara Fatullah melakukan penelitian yang menyimpulkan perbedaan yang mendasar pada teknis budidaya padi sehat dan padi konvensional yang ada pada persiapan benih, pembuatan pupuk kompos, pembuatan pestisida nabati, dan pembuatan pupuk cair yang lebih sering dilakukan dibanding pada usahatani padi konvensional.

Pengkajian terhadap penelitian terdahulu pada usahatani padi organik ini berguna mengetahui permasalahan apa saja yang ada dalam usahatani padi organik ini dan apa saja alat analisis yang digunakan untuk mengatasi masalah ini. Dengan adanya kajian terhadap penelitian terdahulu dapat membuat penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu meskipun denga komoditas yang sama.

2.3. Kajian Empiris Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani

Tujuan dari proses produksi adalah mentransformasi input menjasi output secara efisien. Ada dua konsep untuk mengukur efisiensi, yaitu fungsi produksi batas (frontier production function) dan fungsi produksi rata-rata (average production function). Fungsi Produksi merupakan hubungan antara penggunaan input yang digunakan dengan output suatu yang menunjukkan suatu sumberdaya (input) dapat dirubah sehingga menghasilkan produk tertentu.

Terdapat tiga penelitian terdahulu yang melakukan penelitian tentang efisiensi teknis dan pendapatan usahatani yaitu Maryono, Podesta, dan Khotimah. Maryono (2008) melakukan penelitian tentang Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Padi Program Benih Bersertifikat: Pendekatan Stochastic Frontier di Desa Pasirtelaga, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang. Sementara penelitian Podesta (2009) melakukan penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Benih Sertifikat Terhadap Efisiensi dan Pendapatan Usahatani Padi Pandan Wangi di kabupaten Cianjur. Sedangkan Khotimah (2010) melakukan penelitian tentang Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat

(29)

analisis pendapatan serta analisis R/C rasio untuk menganalisis pendapatan dari usahatani. Namun pada penelitian Khotimah menggunakan juga BEP (Break Even Point) untuk menganalisis pendapatan usahatani.Penelitian Podesta dan Maryono memiliki persamaan pada komoditas yaitu padi program benih bersertifikat yang juga dilakukan pada dua musim tanam. Pada penelitian Maryono menunjukkan bahwa masa tanam I faktor produksi yang bernilai positif dan berpengaruh nyata adalah urea dan tenaga kerja, sedangkan jumlah benih bernilai negatif dan berpengaruh nyata terhadap produksi. Pada masa tanam II, faktor produksi urea, obat-obatan, dan tenaga kerja bernilai positif dan berpengaruh nyata, sedangkan jumlah benih dan pupuk TSP bernilai negatif serta berpengaruh nyata terhadap produksi. Program benih bersertifikat berdampak pada menurunnya tingkat efisiensi teknis. Efek inefisiensi teknis menunjukkan pada masa tanam I variabel yang berpengaruh nyata adalah dummy bahan organik dan dummy legowo. Sedangkan pada masa tanam II yang berpengaruh nyata adalah pengalaman, pendidikan, dan rasio urea-TSP. Biaya total yang dikeluarkan oleh petani setelah program lebih besar dengan biaya sebelum program, sedangkan pengeluarannya lebih kecil. Pendapatan atas biaya total petani lebih besar setelah adanya program. Namun pendapatn riil atas biaya total dan biaya tunai pada masa tanam II lebih kecil dibandingkan pada masa tanam I. R/C rasio atas biaya tunai dan biaya total setelah program secara nominal mengalami peningkatan dibandingkan sebelum program, namun secara riil mengalami penurunan.

Podesta (2009) pada penelitiannya dapat disimpulkan bahwa usahatani padi Pandan Wangi benih sertifikat manupun non sertifikat telah efisien secara teknis dilihat dari rata-rata nialianya masing-masing sebesar 0,967 dan 0,713. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat inefisiensi teknisnya adalah usia, pendidikan formal, pengalaman, umur bibit, dummy status usahatani, dan dummy

(30)

tunai dan biaya total pada MT I. Nilai R/C rasio atas biaya tunai usahatani padi Pandan Wangi benih non sertifikat MT II lebih besar R/C rasio yang lain yaitu sebesar 7,54. Hal ini dikarenakan biaya benih non sertifikat lebih murah dibandingkan benih sertifikat. Oleh karena itu banyak petani yanglebih memilih benih non sertifikat dibanding benih sertifikat.

Penelitian Khotimah menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar adalah lahan, benih/lahan, tenaga kerja/lahan, pupuk P/lahan,dan pupuk K/lahan, sedangkan pupuk N/lahan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar. Usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus telah cukup efisien ditunjukkan oleh tingkat efisiensi teknis rata-rata yaitu 0,75. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata dan positif terhadap inefisiensi teknis adalah pengalaman, lama kerja di luar usahatani, dan status kepemilikan lahan. Variabel umur, pendidikan, dan pendapatan diluar usahatani berpengaruh negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis ubi jalar, sedangkan variabel penyuluhan berdampak negatif dan tidak nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani ubi jalar. Hasil analisis pendapatan ubi jalar menunjukkan pendapatan usahatani atas biaya tunai maupun biaya total lebih besar dari nol yang berarti menguntungkan. hasil analisis R/C rasio menunjukkan usahatani ubi jalar di daerah penellitian menguntungkan untuk diusahakan karena nialnya lebih besar dari satu. Analisis menggunakan BEP menunjukkan bahwa harga yang diterima petani dan jumlah produksi ubi jalar layak jual di daerah penelitian lebih besar dari BEP harga dan BEP unit yang berarti harga yang diterima dan jumlah ubi jalar yang diproduksi memberikan keuntungan pagi petani.

Dari ketiga penelitian tersebut, dapat dijadikan acuan dalam penentuan variabel teknis baik variabel efisiensi maupun variabel inefisiensi teknis. Selain itu penelitan terdahulu juga menjadi acuan dalam penentuan komponen penerimaan dan biaya yang digunakan dalam menganalisis pendapatan dan juga sebagai pembanding dari hasil analisis yang diperoleh.

2.4. Kajian Empiris Peranan Kelembagaan

(31)

tertulis mengenai tata hubungan manusai dan lingkungannya yang menyangkut hak-hak serta tanggung jawabnya. Selain itu kelembagaan juga sebagi suatu organisasi yang memiliki hierarki (Baga 2009). Kelembagaan dalam bidang pertanian terdiri dari kelompok tani, gabungan kelompok tani (gapoktan), lembaga keuangan, lembaga pendidikan, lembaga penelitian, lembaga pemerintahan, dll yang berhubungan ataupun mendukung pelaksanaan pertanian.

Mutaqin (2008) pada penelitiannya tentang Analisis Kinerja Kelembagaan Agribisnis dan Efisiensi Teknik Usahatani Padi pada Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.Hasil penelitian menyimpulkan bahwa keragaan dari kelembagaan agribisnis yang dibangun oleh LPS telah memenuhi kelengkapan sistem agribisnis yaitu sistem agribisnis hulu, budidaya, hilir, dan jasa penunjang. Akan tetapi pada subsistem hulu dan hilir keberadaan kelembagaan ini kurang mendukung, karena lembaga pertanian disana tidak mampu mengendalikan pasokan barang dan harga input produksi pertanian. Sementara itu pada subsistem hilir pengolahan produk primer menjadi produk olahan masih terbatas pada beberapa kelompok di Kecamatan Cigombong, sedangkan kelompok di luar Kecamatan Cigombong tidak diolah ataupun dijual melalui lembaga pertanian. Pemahaman antar kelompok tani sama dengan pemahaman yang diajarkan LPS, akan tetapi dalam prakteknya terjadi perbedaan seperti dalam penanaman baik dalam jarak tanam, jenis varietas ataupun jumlah bibit per lubang; dalam pemupukan terjadi perbedaan dalam jumlah dosis dan jenis pupuk yang dipakai. Efisiensi teknik petani binaan LPS tergolong tinggi dan sebarannya berbeda-beda anar kelompok tani. Kelompok tani yang kinerjanya bagus menunjukkan selang tingkat efisiensi anggotanya relatif kecil. Kelompok tani yang mengalami dinamika kelompok yang menurun berpengaruh nyata pada tingkat produksi dan efisiensi teknik rata-rata kelompok.

(32)

tanggapan petani responden anggota kelompok tani. Hasil penelitian menunjukkan keberadaan kelompok tani berpengaruh positif terhadap produksi dan pendapatan petani terlihat dari analisis R/C rasio terhadap pendapatan. Keberadaan kelompok tani di daerah penelitian sudah efektif terlihat pada analisis skala likert yang berada pada nilai yang cukup efektif. Hal ini dikarenakan kelompok tani memberikan penyuluhan dan bimbingan terhadap petani, serta memberi kejelasan pasar kepada petani.

2.5. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

Analisis usahatani padi organik pada penelitian terdahulu hanya mengkaji tentang aspek pendapatan dan sistem usahatani. Sedangkan pada penelitian ini akan mengkaji tentang aspek efisiensi teknis, aspek pendapatan usahatani padi organik, dan peranan kelembagaan bagi petani di daerah penelitian. Dalam pengujian efisiensi teknis, penelitian ini sama dengan penelitian terdahulu menggunakan pendekatan stochastic frontier dan dalam analisis pendapatan pun sama menggunakan analisis pendapatan dan R/C rasio. Hal ini dikarenakan pendekatan stochastic frontier ini tidak hanya mengukur efisiensi teknis dari usahataninya, tetapi juga mengukur adanya galat (error) yang menyebabkan inefisiensi teknis. Variabel efsiensi yang digunakan pada penelitian terdahulu pada umumnya adalah lahan, benih, pupuk kompos, pupuk kandang, pupuk Urea, pupuk TSP dan tenaga kerja, sama halnya dengan variabel efisiensi yang digunakan pada penelitian ini. Sedangkan dalam penggunaan variabel inefisiensi, penelitian ini memiliki perbedaan variabel. Dimana penelitian ini menggunakan variabel umur petani, dummy status kepemilikan lahan, lama bergabung dengan kelompok tani. Pemilihan variabel ini berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, dan juga berdasarkan variabel yang dianggap mempengaruhi inefisiensi teknis petani.

(33)
(34)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis ini terdiri dari teori tentang konsep usahatani, konsep fungsi produksi, konsep fungsi produksi stochastic frontier, konsep efisiensi dan inefisiensi, konsep pendapatan usahatani, dan konsep kelembagaan.

3.1.1. Konsep Usahatani

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu (Soekartawi, 1994). Menurut Suratiyah (2008), ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Menurut Tohir (1983) dalam Suratiyah (2008), perkembangan usahatani berdasarkan tujuan dan prinsip sosial ekonomi digolongkan dalam beberapa golongan, salah satunya golongan usahatani yang memiliki ciri-ciri ekonomis seperti usahatani keluarga yang berkembang dari usahatani swasembada (subsistence farming) ke usahatani komersial (commercial farming). Dimana usahatani swasembada (subsistence farming) bertujuan menghasilkan bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sedangkan usahatani komersial (commercial farming) bertujuan menghasilkan bahan pangan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya.

Menurut Suratiyah (2008), klasifikasi usahatani dapat dibedakan menurut corak dan sifat, organisasi, pola, serta tipe usahatani.

1) Corak dan Sifat

Menurut corak dan sifat dibagi menjadi dua, yaitu komersial yang telah memperhatikan kualitas serta kuantitas produk dan subsistence hanya memenuhi kebutuhan sendiri.

2) Organisasi

(35)

dibagi, dan usaha kooperatif yang tiap prosesnya dikerjakan secara individual hanya pada beberapa kegiatan yang dianggap penting dikerjakan oleh kelompok contohnya Perkebunan Inti Rakyat (PIR).

3) Pola

Menurut polanya, usahatani dibagi menjadi 3, yaitu usahatani khusus yang hanya mengusahakan satu cabang usahatani saja, usahatani tidak khusus yang mengusahakan beberapa cabang usaha bersama-sama dengan batas yang tegas, dan usahatani campuran yang mengusahakan beberapa cabang secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas yang tegas (contoh tumpang sari).

4) Tipe

Menurut tipenya, usahatani dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan komoditas yang diusahakan, contohnya usahatani jagung dan usahatani padi.

Terdapat unsur yang selalu ada pada suatu usahatani yang dalam pelaksanaannya saling terkait satu sama lain yang disebut faktor produksi. Faktor-faktor produksi itu terdiri dari 4 unsur pokok, yaitu:

1) Tanah

(36)

kimiawi lebih menguntungkan dalam usahatani. Kesuburan tanah secara fisik dan kimiawi dapat diperbaiki melalui pengolahan yang baik, rotasi tanam yang tepat, pemupukan, pembuatan teras, dan sebagainya. e) Luas lahan, semakin luas lahan yang diusahakan maka semakin tinggi produksi dan pendapatan per kesatuan luasnya. f) Lokasi lahan, yang akan menentukan kelancaran pemasaran. Lokasi yang jauh dan prasarana transportasi yang kurang memadai akan dapat memperburuk usahatani tersebut dari aspek ekonomi. g) Fasilitas-fasilitas, berupa pengairan dan drainase sangat membantu dalam pertumbuhan tanaman sehingga akan meningkatkan produksi.

2) Tenaga Kerja

(37)

Sedangkan tenaga kerja mekanik digunakan untuk pengolahan tanah, penanaman, pengendalian tanah, dan pemanenan.

3) Modal

Modal adalah barang atau uang yang merupakan subsitusi faktor produksi dan bersama-sama dengan faktor produksi lain digunakan untuk menghasilkan produk pertanian. Menurut Hernanto (1996), modal dalam usahatani digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan menambah pendapatan serta kekayaan usahatani. Modal digunakan untuk membeli sarana produksi, membayar tenaga kerja, dan membayar pengeluaran lain selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber modal ini dapat diperoleh dari diri sendiri (tabungan keluarga); pinjaman atau kredit dari bank, lembaga keuangan, toko sarana produksi maupun rentenir; warisan; dan usaha lain. Berdasarkan sifatnya, modal dapat dibedakan menjadi modal tetap dan modal tidak tetap. Modal tetap adalah modal yang tidak habis digunakan dalam satu periode produksi, meliputi bangunan dan tanah. Modal tidak tetap meliputi alat-alat, bahan, uang tunai, piutang di bank, tanaman, ternak serta ikan.

4) Manajemen

Menurut Hernanto (1996), manajemen usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya sebaik mungkin serta mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya menjadi ukuran dari keberhasilan pengelolaan usahatani.

(38)

3.1.2. Konsep Fungsi Produksi

Fungsi produksi sebagai suatu fungsi yang menggambarkan hubungan antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan adalah berupa output dan variabel yang menjelaskan adalah berupa input. Sementara Doll dan Orazem (1984), menjelaskan fungsi produksi adalah hubungan antara input-output dari proses produksi. Tanah, pupuk, tenaga kerja, pupuk, iklim, dan sebagainya yang menjadi input-input proses produksi mempengaruhi besar kecilnya output yang dihasilkan. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:

Y = f (X1, X2, X3,…,Xn)

Keterangan :

Y = Output

X1, X2, X3,…,Xn = Input-input yang digunakan dalam proses produksi

Jumlah input yang digunakan dalam proses produksi dapat digunakan untuk menduga produksi (output yang dihasilkan). Dari fungsi produksi tersebut dapat dimanfaatkan untuk menentukan kombinasi input yang terbaik terhadap suatu proses produksi. Fungsi produksi ini dipengaruhi oleh “Hukum Kenaikan l yang Semakin Berkurang” (The Law of Diminishing Return) yang menjelaskan bahwa jika faktor produksi variabel dengan jumlah tertentu ditambahkan terus-menerus pada sejumlah faktor produksi tetap, akhirnya akan dicapai suatu kondisi dimana setiap penambahan satu unit faktor produksi variabel akan menghasilkan tambahan produksi yang semakin berkurang.

Soekartawi (1990), menjelaskan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih fungsi poduksi, diantaranya:

1. Fungsi produksi harus dapat menggambarkan keadaan usahatani yang sebenarnya terjadi.

2. Fungsi produksi dapat dengan mudah diartikan khususnya arti ekonomi dan parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut.

(39)

dijelaskan dengan variabel yang menjelaskan dan parameter statistik dari parameter yang diduga memenuhi persyaratan untuk dapat disebut parameter yang mempunyai derajat ketelitian tinggi.

Menurut Soekartawi (1990), terdapat dua tolak ukur dalam mengukur produktivitas dari suatu proses produksi, yaitu:

1. Produk Marginal, yaitu tambahan satu satuan produk atau hasil (output) yang diperoleh dengan penambahan satu satuan input, dengan kondisi input lainnya tetap. Hubungan Y dan X bisa terjadi dalam tiga kemungkinan, yaitu bila produk marginal konstan, bila produk marginal menaik, bila produk marginal menurun. Produk marjinal yang konstan dapat diartikan bahwa setiap tambahan satu-satuan unit input X, dapat menyebabkan tambahan satu-satuan unit output, dengan satuan yang sama setiap ada penambahan. Bila penambahan satu-satuan unit input X, yang menyebabkan satu-satu-satuan unit output Y yang semakin menaik secara tidak proposional disebut dengan produk marginal yang menaik atau increasing productivity. Sedangkan bila terjadi suatu peristiwa tambahan satu-satuan unit input X, menyebabkan satu-satuan unit output Y yang menurun atau decreasing productivity, contohnya penggunaan pupuk urea yang terus menerus pada usahatani padi akan menyebabkan semakin berkurangnya produksi padi yang diperoleh.

Produk Marjinal (PM) = =

2. Produk Rata-rata (PR), yaitu perbandingan antara output total dengan input produksi. Dimana output total atau produk total (PT=Y) adalah jumlah output yang diperoleh dalam proses produksi.

Produk Rata-rata (PR) = =

Dari hubungan PM, PR, dan PT, akan dapat diketahui elastisitas produksi yang digunakan untuk melihat perubahan output yang dihasilkan, disebabkan oleh input yang dipakai. Elastisitas Produksi (Ep) adalah persentase dari output sebagai akibat dari persentase perubahan dari input.

(40)

I II III

Gambar 1. Kurva Fungsi Produksi

Sumber : Beattie dan Taylor (1985)

Gambar 1, menunjukkan tiga daerah produksi dalam suatu fungsi produksi yaitu peningkatan PR yaitu daerah I, penurunan PR ketika PM positif yang ditunjukkan oleh daerah II, dan penurunan PR ketika PM negatif yang ditunjukkan oleh daerah III. Pada Gambar 1, dapat pula dilihat hubungan antara PT, PR, dan PM, sebagai berikut (Doll dan Orazem, 1978):

input X3

X2

X1

output

PM/PR

input

0

Produk Marjinal (PM) Produk Rata-Rata(PR)

(41)

1. Daerah I terletak diantara 0 dan X2, dimana nilai elastisitas yang lebih besar

dari satu ( > 1), yang berarti sejumlah output yang cukup menguntungkan masih bisa diperoleh dengan menambah sejumlah input. Terdapat pada kondisi PM maksimum atau terjadi ketika PM lebih besar dari PR. Daerah ini disebut sebagai daerah irrasional atau inefisiensi, yang berakhir pada saat PM=PR.

2. Daerah II terletak antara X2 dan X3dengan nilai elastisitas antara nol dan satu

(0 < < 1), dimana tambahan output yang yang diperoleh tidak seimbang dengan penambahan sejumlah input yang digunakan. Daerah ini dicirikan dengan penambahan hasil produksi yang semakin menurun (decreasing rate). Penggunaan input produksi pada daerah ini telah optimal sehingga disebut daerah rasional atau efisien. Daerah II akan berakhir ketika PM = 0.

3. Daerah III dicapai ketika PM bernilai negatif dan produk rata-rata serta produk total berada pada kondisi menurun, yang merupakan daerah dengan nilai elastisitas lebih kecil dari nol ( < 0). Hal ini berarti bahwa setiap tambahan sejumlah input akan memberikan kerugian. Penggunaan input produksi dalam jumlah yang berlebih mengakibatkan daerah ini sudah tidak efisien sehingga disebut daerah irrasional.

3.1.3. Konsep Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Menurut Seinford dan Trail (1990) (dalam Battese dan Coelli. 1998), menjelaskan metode pendekatan stochastic frontier dan metode teknik linear programming(Data Envelopment Analysis, DEA) adalah dua metode pendekatan yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi relatif suatu usahatani. Metode

stochastic frontier digunakan untuk mengukur kesalahan acak dimana keluaran dari usahatani merupakan fungsi dari faktor produksi kesalahan acak dan inefisiensi. Sedangkan metode yang tidak mempertimbangkan adanya kesalahan acak sehingga efisiensi teknis dapat menjadi bias adalah metode teknik linear programming.

(42)

dalam Sukiyono (2005) menjelaskan bahwa model produksi frontier

memungkinkan untuk menduga atau memperkirakan efisiensi relatif usahatani yang didapatkan dari hubungan antara produksi dan potensi produksi yang dapat dicapai. Akan tetapi model SF masih jauh dari kenyataan riil karena pencapaian

best practice perusahaan banyak dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan, pengalaman, dan skala perusahaan (Alvarez dan Inespi 2003 diacu dalam Sirait 2007).

Giannakas et al. (2003) dalam Sukiyono (2005), menjelaskan bahwa karakteristik model produksi frontier untuk menduga efisiensi teknis adalah adanya pemisahan dampak dari goncangan peubah eksogen terhadap keluaran melalui kontribusi ragam yang menggambarkan efisiensi teknis. Hal ini juga berarti bahwa penggunaan metode ini dimungkinkan untuk menduga tingkat inefisiensi suatu proses produksi tanpa mengabaikan error term (galat dari modelnya.

Fungsi produksi stochastic frontier terdapat penambahan random error, vi,

serta non negatif variabel acak, ui, yang secara matematis dapat ditulis sebagai

berikut (Aigner 1997; Broeck & Meeusen 1997 dalam Coelli et al. 1998): yi= xi + vi- ui i = 1,2,3,...., N

dimana :

yi = produksi yang dihasilkan petani pada waktu ke-t

xi = vektor masukan yang digunakan petani pada waktu ke-t

= vektor parameter yang akan diestimasi

vi = variabel acak yang berkaitan dengan faktor eksternal (iklim, hama)

sebarannya simetris dan menyebar normal (vi ~ N (0, σv2))

ui = variabel acak non negatif yang diasumsikan mempengaruhi tingkat

inefisiensi teknis dan berkaitan dengan faktor internal dengan sebaran bersifat setengah normal (ui ~ | N (0, σv2) |)

(43)

terdistribusi secara bebas dan identik atau independentand identically distributed

(i.i.d) dengan rataan nol dan ragamnya konstan, σv2, variabel bebas, uis,

diasumsikan sebagai independent identically distributed eksponensial atau variabel acak setengah normal. Variabel uiberfungsi untuk menangkap inefisiensi

teknis.

Model yang dinyatakan dalam persamaan di atas disebut sebagai fungsi produksi stochastic frontier karena nilai output dibatasi oleh variabel acak (stochastic) yaitu nilai harapan dari xi + viatau exp (xi + vi). Random error bisa

bernilai positif dan negatif dan begitu juga output stochastic frontier bervariasi sekitar bagian tertentu dari model frontier, exp (xi ).

Stuktur dasar dari model stochastic frontier digambarkan seperti Gambar 2. Sumbu x mewakili input sedangkan sumbu y mewakili output. Komponen yang pasti dari model frontier, yaitu fungsi produksi f(xi; ), digambarkan dengan

asumsi bahwa berlaku hukum diminishing return to scale, dimana jika variabel faktor produksi dengan jumlah tertentu ditambahkan secara terus-menerus dengan jumlah yang tetap maka akhirnya akan tercapai suatu kondisi dimana setiap penambahan satu unit faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang semakin menurun.

Gambar 2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier

(44)

Penjelasan Gambar 2 adalah terdapat dua petani yaitu petani i dan petani j. Petani i menggunakan input sebesar xi dan menghasilkan output yi. Nilai dari

output stochastic frontieradalah yi, melampaui nilai fungsi produksi. Hal ini dapat

terjadi karena aktifitas produksi petani i dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan dimana variabel vi bernilai positif. Hal ini ditunjukkan oleh

variabel vi > 0, dimana variabel acak yang berkaitan dengan faktor eksternal

tersebut memberikan pengaruh yang positif dan menguntungkan petani.

Sementara itu petani ke-j menggunakan input sebesar xjdan memproduksi

yj berada di bawah fungsi produksi karena aktifitas produksi petani j dipengaruhi

oleh kondisi yang tidak menguntungkan dimana variabel vj bernilai negatif. Hal

tersebut ditunjukkan dengan vj < 0, dimana variabel acak yang berkaitan dengan

faktor eksternal memberikan pengaruh yang tidak menguntungkan terhadap produksi petani. Output stochastic frontier tidak dapat diamati karena nilai random error tidak teramati. Bagian deterministik dari model stochastic frontier

terlihat diantara output stochastic frontier. Output yang diamati dapat menjadi lebih besar dari bagian deterministik dari frontier apabila random error yang sesuai lebih besar dari efek inefisiensinya (misalnya yi > exp (xj ) jika vj > uj)

(Coelli, et al., 1998). Namun model stochastic frontier juga memiliki kelemahan, yaitu tidak adanya kepastian bentuk penyebaran dari variabel-variabel ui.

Sejumlah peneliti menanggapi kritikan ini dengan membuat bentuk penybarannya yang lebih umum seperti terpotong normal (truncated-normal) (Stevenson 1980 dalam Khotimah 2010) dan dua parameter gamma untuk menangkap efek inefisiensi teknis (Greene 1990 dalam Khotimah 2010). Kedua distribusi tersebut memiliki bentuk distribusi yang lebih luas.

(45)

3.1.4. Konsep Efisiensi dan Inefisiensi

Efisiensi menurut Soekartawi (2002), dapat diartikan sebagai upaya penggunaan input yang minimum untuk mendapat output yang maksimum. Efisiensi juga dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara input dan output yang digunakan dalam proses produksi. Suatu metode dapat dikatakan lebih efisien apabila menggunakan sejumlah input yang sama namun memberikan hasil yang lebih banyak, atau dengan menggunakan input yang lebih sedikit namun memberikan output yang sama banyaknya dengan asumsi harga input dan output yang sama.

Menurut Soekartawi (2002), efisiensi dapat digolongkan menjadi 3, yaitu : 1. Efisiensi Teknis : pengalokasian input yang digunakan sehingga dapat

menghasilkan produksi yang maksimum.

2. Efisiensi Alokatif : tercapai pada saat petani dapat menghasilkan keuntungan yang besar dari usahataninya atau jika nilai dari produk marginal sama dengan harga input yang bersangkutan.

3. Efisiensi Ekonomis : tercapai pada saat penggunaan input sudah dapat menghasilkan keuntungan maksimum.

Produktivitas pertanian akan semakin tinggi jika petani menerapkan efisiensi teknis dan efisiensi harga. Dalam perhitungan efisiensi ada dua pendekatan yaitu dengan pendekatan input dan pendekatan output. Pendekatan input dijelaskan melalui kurva isocost dan isoquant. Menurut Soekartawi (2002), isocost (Iso-biaya) adalah garis yang menghubungkan titik-titik kombinasi penggunaan input yang satu (X1) dan input yang lain (X2) yang didasarkan pada

tersedianya modal. Sedangkan isoquant adalah suatu garis yang menghubungkan titik-titik kombinasi optimum dari sejumlah input satu (X1) dan input yang lainnya

(X2). Perhitungan isoquant bertujuan untuk mencari besarnya kombinasi input

(46)

X2/y

B P

A

Q R

Q’ B’

0 A’ X1/y

Gambar 3.Efisiensi Teknis dan Alokatif (orientasi input) Sumber : Coelli, Rao, Battese (1998)

Pada Gambar 3, titik AA’ adalah titik yang menunjukkan kurva isocost, sedangkan kurva isoquant ditunjukkan oleh titik BB’. Titik P adalah merupakan titik yang efisien secara teknis karena berada di kurva isoquant. Jarak QP menunjukkan adanya inefisiensi teknis, jika petani menggunakan input sejumlah P untuk memproduksi 1 unit output. Pada ruas garis QP jumlah input yang digunakan dapat dikurangi tanpa harus mengurangi jumlah output yang dihasilkan. Titik yang efisien secara alokatif dan teknis atau dengan kata lain efisien secara ekonomis adalah titik Q’.

Efisiensi teknis (TE) dapat dihitung dengan rasio : TEi= 0Q/0P

Notasi i digunakan untuk menunjukkan nilai efisiensi teknis dengan pendekatan orientasi input. Derajat efisiensi teknis yang dapat dicapai ditunjukkan dengan besarnya nilai TEiyang berkisar antara 0 dan 1.

Efisiensi alokatif (AE) dirumuskan sebagai berikut: AEi= 0R/0Q

(47)

Gabungan dari konsep efisiensi teknis dan alokatif adalah efisiensi ekonomis (EE) yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

EE = TE x AE = 0Q/0P x 0R/0Q = 0R/0P

Nilai EEimerupakan hasil pengalian antara TEidengan AEi, serta rasionya

antara 0 dan 1. Titik RP dapat diintrepetasikan sebagai pengurangan biaya.

Gambar 4. Efisiensi Teknis dan Alokatif (orientasi output) Sumber : Coelli, Rao, Battese (1998)

Pada Gambar 4. Dijelaskan metode pendekatan yang didasarkan pada orientasi output dengan menggunakan kurva kemungkinan produksi ZZ’, sedangkan kondisi inefisiensi petani ditunjukkan oleh titik A. Ruas garis AB menggambarkan kondisi inefisiensi secara teknis dengan adanya tambahan output tanpa membutuhkan input tambahan. Informasi harga output digambarkan oleh garis isorevenueDD’.

Pada pendekatan output rasio efisiensi teknis adalah TE0 = 0A/0B,

sedangkan efisiensi alokatif yaitu AE0 = 0B/0C. Sementara kondisi yang efisien

secara ekonomis adalah EE0 = 0A/0C. Rasio dari ketiga nilai efisiensi tersebut

berkisar antara 0 dan 1. Notasi o digunakan untuk menunjukkan nilai efisiensi dengan pendekatan orientasi output.

y1/x y2/x

0 Z’

Z

D’ C

B’

(48)

Asumsi bahwa sebuah usahatani dalam mencapai keuntungannya harus mengalokasikan biaya secara minimum dari input yang ada atau berarti sebuah usahatani berhasil mencapai efisiensi alokatif. Sehingga akan diperoleh fungsi biaya frontier dual dengan persamaan sebagai berikut (Adhiana 2005):

C = C (yi, pi, i) = ui

Dimana :

C = biaya produksi yi = jumlah output pi = harga input

i = koefisien parameter

ui = error term (efek inefisiensi alokatif)

Pendekatan output melihat seberapa besar peningkatan jumlah output tanpa meningkatkan jumlah penggunaan input dengan tujuan untuk memaksimumkan keuntungan. Kurva yang dilihat adalah kurva kemungkinan produksi dan kurva isorevenue. Inefisiensi yang dihasilkan melalui pendekatan output menunjukkan jumlah output yang dapat ditingkatkan tanpa penambahan input.

Bakhsoodeh dan Thomson dalam Adhiana (2005) menjelaskan bahwa petani yang efisien secara teknis adalah petani yang menggunakan lebih sedikit input untuk memproduksi sejumlah output pada tingkat tertentu atau petani yang dapat menghasilkan output yang lebih besar dari petani lainnya dengan mengguanakan sejumlah input tertentu. Efisiensi teknis tidak tercapai karena adanya faktor penghambat terjadi ketika faktor produksi yang digunakan masih mungkin ditingkatkan.

Gambar

Gambar 1.Kurva Fungsi Produksi
Gambar 4.  Efisiensi Teknis dan Alokatif (orientasi output)
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional
Tabel 13. Pendugaan Fungsi Produksi dengan Menggunakan Metode OLS
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kaitannya dengan kepemimpinan Kepala Desa di Minahsa yang dikenal dengan istilah Hukum Tua, menunjukkan bahwa kepala desa di Minahasa selain sebagai pemimpin

Ansoriyah (2017) Pendapat tersebut sejalan dengan [4], bahwa salah satu faktor kemampuan dalam menulis karya ilmiah adalah motivasi dan disiplin yang tinggi, yang diperlukan

Secara spesifik penelitian ini bertumpu pada menciptakan iklim organisasi yang kondusif, dukungan organisasi sehingga diharapkan dapat terjadi proses berbagi pengetahuan

Strategi yang masih tetap diperlukan berdasarkan hasil pendapat pakar di atas adalah strategi pengaplikasian hasil kebijakan wws SPK AGROSAWIT, penataan peran aktor yang

halnya mikroorganisme lain, diduga eksudat yang dikeluarkan oleh akar tanaman akan mempengaruhi pula populasi dan keragaman mikroorganisme pelarut fosfat di tanah

Petani menganggap materi yang disampaikan penyuluh tidak bermanfaat bagi mereka sehingga petani tidak menerapkan informasi tersebut4. Tidak

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh persentase massa gipsum dan serat terhadap kuat tekan dan kuat lentur papan semen-gipsum berserat eceng gondok.. Alat uji Kuat

Berdasarkan hasil yang didapat dari penelitian ini, konsentrasi ekstrak daun Bintaro ( Cerbera odollam ) yang ditambahkan pada pakan (daun cabai rawit) yang