EFEKTIVITAS PENAMBAHAN ZEOLIT (ACLINOP) DALAM
RANSUM UNTUK MENURUNKAN JUMLAH OOKISTA
Eimeria spp. PADA TINJA AYAM RAS PEDAGING
SKRIPSI
YUNI WIJAYANTI
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
ii RINGKASAN
Yuni Wijayanti. D14070203. Efektivitas Penambahan Zeolit (Aclinop) dalam Ransum untuk Menurunkan Jumlah Ookista Eimeria spp. pada Tinja Ayam Ras Pedaging. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Maria Ulfah, S.Pt., MSc. Agr. Pembimbing Anggota : Dr. drh. Hj. Umi Cahyaningsih, MS.
Usaha peternakan ayam ras pedaging saat ini kian berkembang seiring dengan meningkatnya jumlah permintaan terhadap daging ayam ras pedaging. Meskipun demikian, pemeliharaan ayam ras pedaging sering kali mengalami masalah yang bersumber dari Eimeria spp. yang menyebabkan koksidiosis sehingga mengakibatkan kerugian besar secara ekonomis. Alternatif upaya yang dapat digunakan untuk mencegah perkembangan Eimeria spp. adalah dengan pemberian zeolit (Aclinop) pada ransum. Sifat fisik Aclinop yang berpori menyebabkan penambahannya dalam ransum dapat menurunkan kadar air pada tinja ayam ras pedaging sehingga tingkat perkembangan dan penyebaran Eimeria spp. dapat ditekan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan penambahan Aclinop pada ransum terhadap jumlah ookista Eimeria spp. pada tinja ayam ras pedaging.
Penelitian ini dilakukan selama bulan Februari sampai Mei 2011 di Laboratorium Lapang Nutrisi Unggas Sektor C, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Protozoologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini menggunakan 120 ekor ayam ras pedaging yang tersebar dalam 12 kandang. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan pada penelitian ini adalah taraf penambahan Aclinop sebesar 0 kg Aclinop/100 kg ransum (R0); 1 kg Aclinop/100 kg ransum (R1); 2 kg Aclinop/100 kg ransum (R2); dan 3 kg Aclinop/100 kg ransum (R3). Waktu pengambilan sampel tinja dilakukan pada hari ke-14 sampai 21 pemeliharaan. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah jumlah ookista Eimeria spp. pada tinja ayam ras pedaging, pertambahan bobot badan minggu ketiga, konsumsi ransum minggu ketiga, konversi ransum minggu ketiga, perhitungan aspek ekonomi, dan kondisi umum lingkungan kandang ayam ras pedaging.
Taraf penambahan Aclinop dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah ookista Eimeria spp, tetapi hari pengambilan sampel tinja berpengaruh nyata terhadap jumlah ookista Eimeria spp. Meskipun demikian, penambahan 1 kg Aclinop/100 kg ransum (R1) memberikan hasil yang paling efektif dalam menurunkan jumlah ookista Eimeria spp. (74,30%), meningkatkan performa ayam ras pedaging dan keuntungan pada minggu ketiga pemeliharaan. Penggunaan Aclinop pada taraf yang lebih tinggi dapat menurunkan sebagian dosis koksidiostat sehingga menyebabkan jumlah ookista Eimeria spp. menjadi meningkat.
iii ABSTRACT
The Effectivity of Zeolite (Aclinop) Addition on Broiler Feed to Reduce The Number of Faecal Oocyst of Eimeria spp.
Wijayanti, Y, M. Ulfah, and U. Cahyaningsih
Coccidiosis is one of parasitic diseases caused by Eimeria spp. which frequently occurs in broiler farms. The disease results enteritis diarrhea that affects broiler viliability and growth. The purpose of the research was to study the effectivity of zeolite (Aclinop) added on broiler feed in reducing the number of faecal oocyst of Eimeria spp. Randomized block design was used on this study. One hundred and twenty day old chicks randomly distributed to four dietary treatments (R0 : 0 kg Aclinop/100 kg feed; R1 : 1 kg Aclinop/100 kg feed; R2 : 2 kg Aclinop/100 kg feed and R3 : 3 kg Aclinop/100 kg feed). The faecal samples were collected on 14th until 21st days and then analized by using McMaster method to count the number of oocyst of Eimeria spp. The results show that the level of Aclinop addition on commercial feed did not significantly different (P>0,05) on the number of oocyst of Eimeria spp. The collecting days of faecal samples were significantly influence (P<0,05) the number of oocyst of Eimeria spp. However, R1 could reduce faecal oocyst of Eimeria spp. (74,30%). R1 was the most effective treatment to reduce the number of faecal oocyst of Eimeria spp. Moreover it also resulted the highest broiler performances and the highest farming profitability.
iv
EFEKTIVITAS PENAMBAHAN ZEOLIT (ACLINOP) DALAM
RANSUM UNTUK MENURUNKAN JUMLAH OOKISTA
Eimeria spp. PADA TINJA AYAM RAS PEDAGING
YUNI WIJAYANTI D14070203
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
v Judul : Efektivitas Penambahan Zeolit (Aclinop) dalam Ransum untuk Menurunkan Jumlah Ookista Eimeria spp. pada Tinja Ayam Ras Pedaging
Nama : Yuni Wijayanti NIM : D14070203
Menyetujui,
Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,
(Maria Ulfah, S.Pt., MSc.Agr.) (Dr. drh. Hj. Umi Cahyaningsih, MS.) NIP. 19761101 199903 2 001 NIP. 19571007 198203 2 001
Mengetahui : Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc) NIP. 19591212 198603 1 004
vi RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Juni 1989 di Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Sugeng (Alm.) dan Ibu Wiji Lestari.
Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1995 di Sekolah Dasar Negeri Kawung Luwuk 2 Bogor dan diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2001 di Sekolah Menengah Pertama Negeri 8 Bogor dan diselesaikan pada tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Baturetno, Wonogiri pada tahun 2004 dan diselesaikan pada tahun 2007.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan pada tahun 2008. Penulis aktif dalam organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (BEM TPB) sebagai staf Departemen Informasi dan Komunikasi, periode 2007/2008. Penulis juga aktif sebagai Staf Divisi Pengembangan Organisasi di Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Himaproter) pada periode 2008/2009. Pada organisasi yang sama, Penulis menjabat sebagai Wakil Ketua Himaproter periode 2009/2010. Pada tahun 2009, Penulis aktif di IPB Social Politic Center dan selama menjadi mahasiswa Penulis merupakan anggota Organisasi Mahasiswa Daerah MAHAGIRI. Penulis juga berkesempatan menerima beasiswa Eka Tjipta Foundation dari tahun 2007 sampai dengan 2011.
Penulis pernah mengikuti kegiatan penulisan makalah yang berjudul Contemplation of Acceleration Program to Reach Self-Sufficiency of Beef in 2010 in
Indonesia yang dipresentasikan dan diterbitkan dalam The 3rd International Symposium in Niigata University, Japan (2009). Selain itu Penulis juga pernah lolos
dan didanai DIKTI dalam Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian yang berjudul
vii KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur Penulis ucapkan pada
Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis berhasil
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Penambahan Zeolit (Aclinop)
dalam Ransum untuk Menurunkan Jumlah Ookista Eimeria spp. pada Tinja Ayam Ras Pedaging”.
Perkembangan usaha budidaya ayam ras pedaging di Indonesia kian meningkat dewasa ini, namun peningkatan tersebut juga masih diiringi oleh risiko koksidiosis yang tinggi. Koksidiosis selama ini masih menjadi kendala yang besar karena tingkat kerugian yang ditimbulkan oleh genus Eimeria spp. menurunkan bobot badan, performa dan kematian yang tinggi. Oleh karena itu, perlu solusi lebih lanjut yang dapat mengurangi potensi perkembangan Eimeria spp., salah satunya dengan menambahkan Aclinop dalam ransum ayam ras pedaging. Penelitian dan penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan penambahan Aclinop dalam ransum terhadap jumlah ookista Eimeria spp. dalam tinja ayam ras pedaging. Hasil penelitian ini nantinya dapat digunakan sebagai alternatif solusi untuk menurunkan risiko koksidiosis pada ayam ras pedaging dalam manajemen pemeliharaannya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan agar skripsi ini menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin.
Bogor, September 2011
viii Peran Aclinop dalam Ransum Ayam Ras Pedaging .…..………..
3 Pemeriksaan Jumlah Ookista Eimeria spp. pada Tinja Ayam
Ras Pedaging ………
Kondisi Umum Lingkungan Kandang Ayam Ras Pedaging ………… Jumlah Ookista Eimeria spp. dalam Tinja Ayam Ras Pedaging……...
ix Periode Pengambilan Sampel Tinja Hari Ke-14 sampai 18 ……
Periode Pengambilan Sampel Tinja Hari Ke-19 sampai 21 …… Performa Ayam Ras Pedaging ……….. Karakteristik Saluran Pencernaan Ayam Ras Pedaging ………...
Aspek Ekonomi Penambahan Aclinop dalam Ransum…...
Medikasi dalam Ransum ..……….... Efektivitas Penambahan Aclinop dalam Ransum untuk Menurunkan Jumlah Ookista Eimeria spp. …..………..
18 19 21 24 25 26 28
KESIMPULAN DAN SARAN………. Kesimpulan……… Saran………..
30 30 30
UCAPAN TERIMA KASIH………. 31
DAFTAR PUSTAKA……….... 33
LAMPIRAN……….. 36
x DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Karakteristik Fisik Zeolit Alam ……….. 7
2. Hasil Analisis Proximat Aclinop ……….……... 9
3. Kandungan Nutrien Ransum yang Diberikan pada Ayam
Ras Pedaging ………...……… 10
4. Data Pengamatan Suhu Kandang ayam Ras Pedaging
dengan Taraf Aclinop dalam Ransum yang Berbeda……. 15
5. Jumlah Penghitungan Ookista Eimeria spp. pada Ransum
dengan Taraf Aclinop yang Berbeda ……….. 17
6. Performa Ayam Ras Pedaging yang Diberi Aclinop pada
Ransumnya pada Minggu Ke-3 Pemeliharaan ……..…….. 22 7. Penghitungan Aspek Ekonomi Penggunaan Aclinop
xi DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Ookista Eimeria spp. yang Bersporulasi ……..…………... 6 2. Grafik Keadaan Suhu Kandang Ayam Ras Pedaging yang
Diberi Aclinop dengan Taraf yang Berbeda pada
Ransum……… 15
3a. Kondisi Sirkulasi Udara Kandang Ayam Ras Pedaging
yang Baik .………... 16
3b. Kondisi Sirkulasi Udara Kandang Ayam Ras Pedaging
yang baik ……..………... 16
4. Grafik Perkembangan Jumlah Rataan Ookista Eimeria spp. pada Ayam Ras Pedaging yang Diberi Aclinop
dengan Taraf yang Berbeda pada Ransum ………. 18
5a. Usus dan Sekum Normal Ayam Ras Pedaging (Hasil
Penelitian) ……….…….. 22
5b. Pertambahan Bobot Badan antara Minggu Ke-2 dan
Minggu Ke-3 ………... 22 5c. Jumlah Konsumsi Ransum pada Minggu Ke-3 ………….. 22 5d. Konversi Ransum pada Minggu Ke-3 ………...….. 22 6a. Usus dan Sekum Normal Ayam Ras Pedaging (Wardhani,
2011) ………... 24
6b. Pendarahan Sekum Ayam Ras Pedaging (FAO, 2008) ….. 24
7. Label Komposisi Ransum Komersil yang Mengandung
Medikasi ………...………... 27
xii DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Data Hasil Penghitungan Jumlah Ookista Eimeria spp.
pada Tinja Ayam Ras Pedaging………... 37 2. Data Transformasi Hasil Penghitungan Jumlah Ookista
Eimeria spp. ……… 38
3. Hasil Analisis Anova Penghitungan Jumlah Ookista
Eimeria spp... 38
4. Data Konsumsi Ransum Selama Pemeliharaan ……..…… 39
5. Data Konversi Ransum Selama Pemeliharaan …..…..…… 39
6. Data Pertambahan Bobot Badan Selama Pemeliharaan …. 39 7. Data Suhu Kandang Ayam Ras Pedaging Selama
Penelitian ……… 40
PENDAHULUAN Latar Belakang
Usaha peternakan ayam ras pedaging saat ini kian berkembang pesat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, tingkat pendapatan dan kesadaran pangan berprotein sehingga tingkat permintaan daging ayam juga meningkat. Data statistik menunjukkan bahwa pada tahun 2010 populasi ayam ras pedaging di Indonesia sekitar 1.249.952.000 dan diperkirakan jumlahnya akan terus meningkat pada tahun selanjutnya (Badan Pusat Statistik, 2011). Namun demikian, pemeliharaan ayam ras pedaging sering kali mengalami masalah yang bersumber dari parasit sehingga menyebabkan penurunan performa maupun kematian ayam ras pedaging dan kerugian secara ekonomis. Salah satu jenis parasit yang mudah menginfeksi ayam ras pedaging adalah genus Eimeria.
Penyakit yang bisa timbul karena Eimeria adalah koksidiosis. Spesies Eimeria pada ayam adalah Eimeria acervulina, E. tenella, E. maxima, E. hagani, E.
brunette, E. mitis, E. mivati, E. necatrix, dan E. praecox. Setelah terjadi infeksi, ayam ras pedaging menjadi lemah, pucat, nafsu makan berkurang, nafsu minum bertambah, berkumpul di sudut ruangan, bulu kusam, tinja bercampur darah, sayap terkulai, lesu, mengantuk, dan kematian yang tinggi pada anak ayam. Selain itu, bahaya yang juga bisa timbul adalah penularan penyakit yang bersumber dari ookista parasit melalui debu yang beterbangan, pakaian, sepatu kandang, kendaraan, hewan lain dan manusia.
Gejala-gejala infeksi parasit sering kali tidak terlihat dari luar tubuh induk semang sehingga ayam ras pedaging yang terinfeksi hanya mengalami sedikit penurunan performa, terutama bobot badan. Tetapi bila dilihat secara spesifik pada usaha budidaya skala besar, penurunan bobot badan ayam ras pedaging akan mengurangi pendapatan usaha secara signifikan.
2 Eimeria yang menjadi pemicu pertumbuhan mikroorganisme yang menyebabkan
penyakit lainnya.
Penambahan Aclinop pada ransum ayam ras pedaging ini diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengembangkan peternakan ayam ras pedaging dengan tingkat risiko kerugian yang rendah akibat Eimeria. Hal ini juga akan meningkatkan kesehatan dan performa ayam ras pedaging menjadi lebih baik.
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Ras Pedaging
Ayam ras pedaging adalah galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, masa panen yang pendek dan menghasilkan kualitas daging berserat lunak, timbunan daging baik, dada lebih besar dan kulit licin (North dan Bell, 1990). Karakteristik ayam ras pedaging modern menurut Pond et al. (1995) adalah pertumbuhan yang cepat, banyak penimbunan lemak pada bagian dada dan otot-otot daging, serta aktivitasnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan jenis ayam petelur. Ayam ras pedaging merupakan ayam-ayam muda jantan atau betina yang menghasilkan daging dan umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan bobot badan antara 1,2-1,9 kg/ekor (Kartasudjana, 2005).
Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum adalah jumlah ransum dan zat makanan lain yang dimakan dalam jumlah waktu tertentu dan digunakan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup (Wahju, 2004). Konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang dimakan oleh ternak dan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok serta produksi ternak tersebut (Tillman et al., 1991). Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi antara lain adalah besar dan bangsa ayam, suhu lingkungan, tahap produksi dan energi dalam ransum.
Rose (1997) menyatakan bahwa konsumsi ransum pada unggas pada dasarnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi metabolis. Ransum juga harus diimbangi dengan protein, vitamin, dan mineral yang cukup agar tidak mengalami kekurangan zat-zat makanan tersebut (Wahju, 2004).
Pertambahan Bobot Badan
4 Pengukuran pertumbuhan bobot badan dapat menjadi salah satu kriteria untuk mengukur pertumbuhan pada ayam broiler. Pertambahan bobot badan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengubah zat-zat makanan (nutrien) yang terdapat dalam pakan (Ensminger, 1992). Pertambahan bobot badan merupakan kenaikan bobot badan yang dicapai oleh seekor ternak selama periode tertentu. Pertambahan bobot badan diperoleh dengan pengukuran kenaikan bobot badan dengan melakukan penimbangan berulang dalam waktu tertentu misalnya tiap hari, tiap minggu, tiap bulan, atau tiap tahun (Tillman et al., 1991).
Konversi Ransum
Konversi ransum menurut Bell dan Weaver (2002) adalah suatu ukuran yang digunakan untuk menilai efisiensi penggunaan ransum serta kualitas ransum. Konversi merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan dalam jangka waktu tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi ransum antara lain litter, panjang dan intensitas cahaya, luas lantai per ekor, uap amonia kandang, penyakit, bangsa unggas, kualitas ransum, jenis ransum, penggunaan zat aditif, kualitas air, dan manajemen pemeliharaan (Gillipsie, 1992).
Wahju (2004) menyatakan bahwa nilai konversi ransum dapat digunakan untuk mengukur keefisienan penggunaan ransum. Semakin rendah angka konversi ransum maka semakin baik. Hal ini menandakan penggunaan ransum yang semakin efisien. Nilai konversi rendah adalah yang baik dan berbeda dari masa awal ke masa akhir. Pada masa akhir setelah usia empat minggu, pertumbuhan ayam menjadi lambat dan mulai menurun sedangkan penggunaan ransum bertambah terus (Rasyaf, 2003.
Koksidiosis
Etiologi
5 pada berbagai bagian usus, yaitu Eimeria acervulina, E. tenella, E. maxima, E. hagani, E. brunette, E. mitis, E. mivati, E. necatrix, dan E. praecox. Menurut Levine
(1985) Eimeria diklasifikasikan sebagai berikut. Kingdom : Protista
Phylum : Apicomplexa Class : Conoidasida Subclass : Coccidiasina Family : Eimeriidae Genus : Eimeria
Species : Eimeria acervulina, E. tenella, E. maxima, E. hagani, E. brunette, E. mitis, E. mivati, E. necatrix, dan E. praecox.
Eimeria spp. mempunyai siklus hidup yang kompleks dan menciri, yaitu
berlangsung sekitar tujuh hari, meliputi berbagai stadia aseksual dan seksual. Eimeria spp. memiliki satu generasi ookista, 2-4 stadia aseksual (skizogami atau
merogoni) dan satu stadium aseksual (sporogoni). Ookista harus mengalami sporulasi agar menjadi infektif. Waktu untuk bersporulasi bervariasi dari 20-30 jam pada suhu kamar dimana sebagian besar spesies Eimeria membutuhkan waktu sporulasi antara 17-18 jam. Sporulasi ookista yang optimal berlangsung pada suhu 25-30oC dengan kelembaban dan kadar oksigen yang tinggi. Satu ookista yang telah bersporulasi dapat menghasilkan 100.000 ookista (Tabbu, 2002).
6 Gambar 1. Ookista Eimeria spp. yang Bersporulasi (Cicek et. al., 2010)
Patogenitas Eimeria spp.
Menurut Levine (1985), patogenitas koksidiosis disebabkan oleh beberapa faktor yaitu jumlah sel induk semang yang rusak, besarnya dosis infeksi ookista, patogenitas galur coccidia, ras, umur ayam, status gizi, agen-agen penyakit lain, stress, derajat dan waktu reinfeksi serta derajat imunitasnya. Koksidiosis sekum disebabkan oleh Eimeria tenella paling sering terjadi pada unggas muda terutama yang berumur empat minggu. Unggas dengan umur 1 sampai 2 minggu cenderung lebih tahan, walaupun demikian anak ayam umur sehari dapat pula terinfeksi (Soulsby, 1986).
Kerusakan mukosa sekum yang disertai pendarahan menyebabkan ayam kekurangan darah (anemia). Kehilangan darah yang cukup banyak dapat menyebabkan kematian pada hari ke 5-7 setelah infeksi. Kerusakan usus yang hebat disebabkan oleh skizon generasi II, karena ukuran dan jumlahnya yang banyak, serta posisinya di lapisan yang lebih dalam dari mukosa. Pada kondisi ini muncul tanda hemoragi dan diare. Pada saat pematangan skizon terjadi hemoragi yaitu darah keluar ke dalam lumen sekum, kemudian terjadi pengelupasan lapisan epitel sekum yang kadang-kadang sampai ke dasar submukosa. Darah akan tampak dalam tinja mulai hari keempat setelah infeksi. Epitel yang robek menyebabkan darah dan sel-sel jaringan yang rusak dilepaskann ke dalam lumen usus. Pada penyakit koksidiosis ringan, gejala klinis tidak terlihat tetapi jika penyakitnya berat dapat bersifat mematikan. Penderita tampak lemas, tidak aktif dan makan sedikit (Levine, 1985).
7 kematian tinggi pada anak ayam (Akoso,1998). Gejala klinis yang timbul pada ayam yang terinfeksi terjadi sampai hari ke-7 setelah infeksi (Marshall et. al. 1995).
Zeolit (Aclinop)
Kata “zeolit” berasal dari kata Yunani zein yang berarti membuih dan lithos
yang berarti batu. Nama zeolit menunjukkan sifat zeolit yang akan mendidih jika dipanaskan dalam tabung terbuka pada suhu 200°C. Warna dari zeolit adalah putih keabu-abuan, putih kehijau-hijauan, atau putih kekuning-kuningan (Polat et al., 2004). Beberapa jenis zeolit yang telah diketahui karakteristiknya diperlihatkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Fisik Zeolit Alam
Jenis Porositas (%) Stabilitas
Panas
Zeolit klinoptilolit (Na4K4)(Al8Si40O96).24H2O adalah zeolit alam yang biasa
digunakan sebagai pakan dan pangan aditif, serta sebagai penyerap gas dan bau. Kemampuan klinoptilolit ini berasal dari banyaknya pori-pori dan ketahanan yang tinggi terhadap temperatur ekstrim. Klinoptilolit juga dapat menyerap amonia dan gas beracun lainnya dari udara dan berperan sebagai filter, baik bagi tujuan kesehatan dan penghilang bau (Polat et al., 2004).
8 permukaan yang aktif penukar ion. Di dalam rongga zeolit, kecenderungan sorbsi molekul sorbet adalah tinggi, hal ini disebabkan adanya sistem pori antara kristal yang mengakibatkan molekul mendapatkan interaksi gaya yang kuat dengan permukaan rongga. Interaksi ini dapat ditingkatkan dengan adanya muatan kerangka dan adanya kation-kation, sehingga menghasilkan suatu medan elektrostatik (Muchtar, 2005).
Peran Aclinop dalam Ransum
Aclinop (Na4K4Al8Si40O9624.H2O) mempunyai struktur bangun yang sama
dengan klinoptilolit lainnya. Kandungan Si yang tinggi menyebabkan Aclinop bersifat sangat higroskopis(Srihapsari, 2006).
Mekanisme aksi zeolit dalam pencernaan ternak menurut hasil penelitian Cool dan Willard (1982) adalah dengan mengurangi pembentukan NH4+ dalam
saluran pencernaan. Reaksi NH4+ + OH- akan menghasilkan NH3 + H2O. Jika
pembentukan NH4+ dapat dihambat maka pembentukan NH3 yang merupakan
senyawa beracun juga dapat dikurangi.
Cool dan Willard (1982) yang melakukan penelitian pada ternak babi menemukan bahwa senyawa NH4+ terikat pada struktur zeolit mulai dari lambung
sampai akhir duodenum, secara bertahap kemudian dilepas di saluran pencernaan bagian bawah karena pengaruh pH lumen usus. Kenyataan ini dibuktikan dengan meningkatnya konsentrasi NH4+ sebesar 10 kali pada jejunum di saluran pencernaan babi. Zeolit menukar kation Na+ ketika berada di duodenum sehingga aliran digesta mulai dari lambung sampai duodenum diperlambat. Hal ini mengakibatkan proses deaminasi protein meningkat.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2011. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisis jumlah ookista Eimeria spp. dilakukan di Laboratorium Protozoologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan Dan Kesehatann Masyarakat Veteriner (IPHK), Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Materi
Ternak
Ternak yang digunakan yaitu ayam ras pedaging strain Cobb galur CP 707 produksi PT. Charoen Pokhpand Jaya Farm sebanyak 120 ekor yang berumur satu hari (Day Old Chick / DOC) dan dipelihara hingga umur 35 hari.
Ransum
Ransum yang digunakan selama penelitian yaitu ransum komersial CP 5-11 dari PT Charoen Pokhpand. Ransum ditambah Aclinop alam dengan beberapa tingkat penambahan yang berbeda yaitu 1 kg/100 kg ransum, 2 kg/100 kg ransum, dan 3 kg/100 kg ransum (R0, R1, R2, dan R3). Aclinop (Aquatic Clinoptilolite) yang digunakan berasal dari Lampung dan diproduksi oleh CV. Minatama. Hasil analisa kandungan nutrien Aclinop ditunjukkan pada Tabel 2. Kandungan nutrien ransum perlakuan ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 2. Hasil Analisis Proksimat Aclinop
Nutrien Persentase (%)
Kadar air 8,51
Protein kasar (PK) 0,13
Lemak kasar (LK) 0,36
Serat kasar (SK) 1,52
Abu 85,92
Ca 0,09
P total 14,02 ppm
10 Tabel 3. Kandungan Nutrien Ransum yang Diberikan pada Ayam Ras Pedaging
Nutrien R0 R1 R2 R3 Standar
Keterangan: Hasil analisis Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Teknologi, IPB (2011). 1 Hasil Perhitungan, 2 BSN (2011)
Litter
Litter yang digunakan selama penelitian yaitu sekam padi dengan ketebalan 5
cm dari dasar lantai kandang. Penggunaan litter dilakukan dari awal pemeliharaan hingga ayam berumur 35 hari.
Kandang
Ayam ras pedaging dipelihara dalam kandang dengan litter berukuran 1x1 m2. Kandang yang dibutuhkan 12 buah, masing-masing petak berisi DOC sebanyak 10 ekor.
Bahan Analisis Eimeria spp.
Bahan yang digunakan pada analisis Eimeria spp. adalah tinja ayam ras pedaging. Sampel tinja untuk tujuan analisis Eimeria spp. diambil pada saat ayam berumur 14 sampai 21 hari. Bahan lain yang digunakan larutan garam jenuh.
Peralatan
11 transparan ukuran ½ kg, spidol permanen, label nama, keranjang penampung, mikroskop cahaya, pipet plastik, gelas plastik, tisu gulungan, sendok, dan pipet.
Prosedur
Persiapan Kandang
Lantai dan pembatas kandang dibersihkan terlebih dahulu, disemprot dengan desinfektan dan dikapur untuk memutus rantai kehidupan mikroorganisme yang merugikan. Tempat ransum dan minum dicuci terlebih dahulu sebelum dipasang. Tiap kandang diberikan satu buah tempat ransum dan tempat minum serta satu buah lampu 40 watt.
Pemeliharaan
Day Old Chick (DOC) yang baru datang ditimbang bobot badan awalnya
(gram/ekor) dan diperoleh rataan bobot badan DOC: 44,77 gram (R0); 44,77 gram (R1); 44,47 gram (R2) dan 44,83 gram (R3). Day Old Chick selanjutnya dimasukkan kedalam 36 kandang secara acak, dengan pembagian untuk masing-masing kandang berisi 10 ekor DOC. Day Old Chick yang baru datang diberi larutan air gula 10% untuk mengembalikan kondisi tubuh selama perjalanan. Ransum diberikan sesuai taraf perlakuan dari hari pertama sampai hari ke-35. Ransum dan minum diberikan ad libitum. Day Old Chick yang digunakan sudah dilengkapi dengan vaksin ND I,
IBD, dan ND II.
Ayam ras pedaging selama pemeliharaan diberi penambahan Aclinop alam kedalam ransum dengan beberapa taraf penambahan yang berbeda yaitu 0, 1, 2, dan 3 kg dalam 100 kg ransum (R0, R1, R2, dan R3). Penimbangan bobot ayam ras pedaging dan penghitungan jumlah konsumsi ransum dilakukan setiap minggu selama pemeliharaan.
Pengambilan Sampel untuk Analisis Jumlah Ookista Eimeria spp.
12 Pemeriksaan Jumlah Ookista Eimeria spp. pada Sampel Tinja Ayam Ras Pedaging
Pemeriksaan jumlah ookista Eimeria spp. pada tinja ayam ras pedaging dilakukan dengan metode pemeriksaan kamar hitung McMaster. Untuk menghitung jumlah ookista, sebanyak 1 gram tinja dicampur dengan 29 ml larutan pengapung dalam sebuah tabung kemudian disentrifus.
Langkah-langkah penghitungan ookista Eimeria spp. dengan metode penghitungan McMaster adalah sebagai berikut.
1. Sebanyak 1 gram tinja ayam ras pedaging diletakkan pada gelas aduk dan ditambahkan 29 ml larutan garam jenuh. Campuran dihomogenkan dengan mengaduknya secara perlahan kemudian dilakukan penyaringan.
2. Campuran yang sudah diaduk dan disaring kemudian dipindahkan kedalam tabung kemudian di sentrifus dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit. 3. Campuran yang sudah homogen dapat dipipet langsung ke kamar hitung
McMaster 1 dan 2.
4. Campuran yang berada di dalam kamar hitung McMaster didiamkan selama 2-3 menit lalu amati di bawah mikroskop pada pembesaran objektif 10 kali dan pembesaran okuler 10 kali, sehingga total pembesaran menjadi 100 kali.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan pada penelitian ini berupa taraf penambahan Aclinop dalam ransum, yang terdiri dari empat taraf perlakuan 0 kg Aclinop/100 kg ransum (R0), 1 kg Aclinop/100 kg ransum (R1), 2 kg Aclinop/100 kg ransum (R2), dan 3 kg Aclinop/100 kg ransum (R3). Setiap perlakuan dalam penelitian ini dilakukan pengambilan sampel tinja ayam ras pedaging yang diambil pada hari ke-14 (T14), 15 (T15), 16 (T16), 17 (T17), 18
(T18), 19 (T19), 20 (T20), dan 21 (T21) pemeliharaan. Sampel tinja ayam ras pedaging
diambil dari 3 kandang yang berbeda dari setiap perlakuan.
Model matematika rancangan percobaan ini menurut Gasperz (1995) adalah: Yij = µ + Pi + Kj+ εij
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan ookista Eimeria spp. ayam ras pedaging pada taraf penambahan Aclinop ransum yang berbeda.
13 Pi = Pengaruh taraf perlakuan ke-i ( i = 0, 1, 2, 3 kg Aclinop/100 kg
ransum)
Kj = Pengaruh kelompok ke-j ( j = hari ke-14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, dan 21)
εij = Pengaruh galat percobaan yang berasal dari faktor penambahan
Aclinop taraf ke-i dan pada kelompok ke-j
Data penghitungan jumlah Eimeria spp. yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA, sedangkan peubah pertambahan bobot badan, konversi ransum, konsumsi ransum, perhitungan ekonomi dan suhu kandang dijelaskan secara deskriptif. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Jumlah ookista Eimeria spp. dalam tiap gram tinja. Data perhitungan ini kemudian ditransformasi menggunakan transformasi akar X dengan nilai β = 1. Hasil data yang ditransformasi kemudian diolah dengan menggunakan ANOVA. Perhitungan ookista per gram tinja dapat dilakuan dengan rumus:
Keterangan: n = Jumlah ookista di kamar hitung
2. Pertambahan bobot badan pada minggu ketiga (PBB) (gram/ekor/minggu). Perhitungan ini dilakukan dengan mengurangkan hasil penimbangan bobot badan ayam ras pedaging pada minggu ketiga (BB3) dengan penimbangan bobot badan
ayam ras pedaging pada minggu kedua (BB2). Rumus yang digunakan adalah:
PBB (gram/ekor/minggu) = BB3– BB2
3. Konsumsi ransum pada minggu ketiga (KR) (gram/ekor/minggu). Konsumsi ransum mingguan diperoleh dengan menghitung selisih antara jumlah pemberian ransum ayam ras pedaging dengan sisa ransum selama minggu ketiga. Rumus yang digunakan adalah:
KR (gram/ekor/minggu) = Pemberian ransum (gram) - Sisa ransum (gram) 4. Konversi ransum (Feed Conversion Ratio/FCR). Konversi ransum merupakan
14 5. Penghitungan aspek ekonomi (keuntungan). Nilai keuntungan didapat berdasarkan perhitungan yang menghubungkan pertambahan bobot badan, konsumsi ransum komersial ayam ras pedaging dan penambahan Aclinop pada minggu ketiga pemeliharaan dengan asumsi Cateris Paribus. Pada kondisi tersebut, faktor-faktor lain yang mempengaruhi keuntungan diasumsikan konstan atau tidak berubah selama penelitian dilakukan. Nicholson (1991) menjelaskan bahwa asumsi Cateris Paribus adalah asumsi bahwa semua faktor lainnya yang relevan dipertahankan konstan ketika meneliti pengaruh satu variabel tertentu dalam sebuah model ekonomi. Dengan demikian, setelah dilakukan analisis tersebut, didapat sebuah fungsi keuntungan sebagai berikut.
Keuntungan = 12.000 x – (5.850 y + 6.000 z) Keterangan: x = Pertambahan bobot badan ayam ras pedaging (kg)
y = Jumlah konsumsi ransum komersial ayam ras pedaging (kg)
z = Jumlah penambahan Aclinop dalam ransum ayam ras pedaging (kg) * Koefisien fungsi yang digunakan merupakan asumsi harga pada saat penelitian (Februari sampai Maret 2011); 12.000 merupakan harga jual ayam ras pedaging/kg bobot badan hidup, 5.850 merupakan harga pakan ransum komersial/kg, dan 6.000 merupakan harga Aclinop/kg
6. Data lain yang diamati adalah suhu dan sirkulasi udara di dalam kandang ayam ras pedaging sebagai indikator penilaian dari kondisi lingkungan secara umum. Suhu kandang yang diukur pada pagi hari (pukul 06.00 WIB), siang hari (pukul 12.00 WIB) dan sore hari (pukul 18.00 WIB) dengan menggunakan termohigrometer. Rumus yang digunakan untuk mengukur rataan suhu harian adalah:
Suhu (°C) =
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lingkungan Kandang Ayam Ras Pedaging
Kondisi umum lingkungan yang diamati dalam penelitian ini adalah suhu harian kandang dan sirkulasi oksigen dalam kandang secara kualitatif. Hasil pengamatan suhu pada kandang ayam ras pedaging disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Data Pengamatan Suhu Kandang Ayam Ras Pedaging dengan Taraf Aclinop dalam Ransum yang Berbeda
Hasil pengamatan suhu kandang menunjukkan bahwa seluruh rataan suhu yang diamati masih berada pada nilai suhu optimum yang diperlukan Eimeria spp. untuk bersporulasi, yaitu 25 sampai 30oC (Tabbu, 2002). Meskipun demikian, banyaknya jumlah ookista Eimeria spp. yang bersporulasi lebih berhubungan dengan siklus hidup Eimeria spp. pada tubuh ayam, sehingga suhu kandang pada penelitian ini kurang mempengaruhi jumlah ookista Eimeria spp.
Gambar 2. Grafik Keadaan Suhu Kandang Ayam Ras Pedaging dengan Taraf Penambahan Aclinop yang Berbeda dalam Ransum.
16 Berdasarkan grafik keadaan suhu dalam kandang ayam ras pedaging, suhu dalam kandang mengalami fluktuasi dari pengamatan hari ke-14 sampai ke-21 (Gambar 2). Suhu dalam kandang berada pada kisaran 25,92 sampai 27,58°C. Berdasarkan Gambar 1, secara umum pada hari ke-14 dan 15 suhu dalam kandang ayam ras pedaging cenderung tinggi kemudian menurun pada hari ke-16. Peningkatan suhu dalam kandang kembali terjadi pada hari ke-17 dan mengalami penurunan secara bertahap hingga hari ke-21. Fluktuasi yang terjadi pada suhu dalam kandang ayam ras pedaging lebih dominan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, terutama cuaca. Tingginya suhu kandang menurut pengamatan disebabkan oleh kondisi lingkungan luar kandang yang panas dan cuaca yang terik, sedangkan penurunan suhu dipengaruhi oleh turunnya hujan.
Ayam ras pedaging pada penelitian ini dipelihara dalam kandang tipe terbuka yang memiliki sirkulasi udara dan pencahayaan yang baik. Tirai pada kandang dibuka pada pagi hari dan ditutup kembali ketika hari menjelang sore atau hujan. Secara umum, kandang yang digunakan memungkinkan aliran udara terutama oksigen untuk masuk dan keluar secara baik. Berdasarkan kondisi sirkulasi udara, kemungkinan kadar oksigen tersedia cukup dalam kandang sehingga dapat memicu Eimeria spp. untuk bersporulasi.
(a) (b)
17 Jumlah Ookista Eimeriaspp. pada Tinja Ayam Ras Pedaging
Hasil penghitungan rataan ookista Eimeria spp. pada tinja ayam ras pedaging merupakan salah satu indikator untuk mengetahui tingkat keparahan sehingga dapat menyebabkan koksidiosis. Hasil penghitungan rataan ookista Eimeria spp. pada penelitian ini disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Penghitungan Ookista Eimeria spp. pada Ransum dengan Taraf Aclinop yang Berbeda
Hari
ke-
Jumlah Ookista Eimeria spp. pada Taraf Penambahan Aclinop dalam
Ransum (ookista/gram tinja) Rataan Kelompok
R0 R1 R2 R3
14 467±252 500±520 233±208 867±635 517±262
15 6.683±2.838 2.683±749 1.867±493 1.350±721 3.146±2.421
16 1.433±425 850±770 1.200±132 1.000±397 1.121±253
17 2.333±419 2.250±577 8.483±6.258 6.750±3.927 4.954±3.155
18 6.433±7.506 3.500±1.817 6.750±3.550 3.175±225 4.965±1.888
19 28.467±37.373 4.717±1.255 13.867±18.472 19.225±16.775 16.569±9.940
20 59.400±1.750 4.050±1.676 13.517±11.689 5.583±2.172 20.638±26.173
21 58.500±29.603 23.533±18.608 36.917±31.659 105.500±54.785 56.113±35.938
Rataan 20.465±25.367 5.260±6.226 10.354±11.186 17.931±18.941 13.503±18.712
Penurunan 0% 74.30% 49.41% 12.38% -
Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan Aclinop dalam ransum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap jumlah ookista Eimeria spp., sedangkan hari pengambilan sampel tinja berpengaruh nyata terhadap jumlah ookista Eimeria spp. (P<0,05). Meskipun demikian, dalam penelitian ini terlihat adanya kecenderungan penurunan jumlah ookista Eimeria spp. yang besar pada perlakuan R1. Jumlah rataan ookista yang diamati mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya umur pemeliharaan ayam ras pedaging pada minggu ketiga (Tabel 5). Banyaknya ookista Eimeria spp. yang termakan oleh ayam dapat menghasilkan jumlah ookista Eimeria
spp. yang berbeda pula. Penelitian Setyawati dan Yuwono (2006) menunjukkan
18 Berdasarkan Tabel 5, rataan jumlah ookista Eimeria spp. tertinggi adalah pada ayam ras pedaging tanpa penambahan Aclinop pada ransum (R0), yaitu 20.465 ookista/gram tinja. Disisi lain, terlihat bahwa pada penambahan 1 kg Aclinop/100 kg ransum (R1) menghasilkan jumlah rataan ookista yang terendah, yaitu 5.260 ookista/gram tinja dibandingkan dengan taraf R2 (10.354 ookista/gram tinja) dan R3 (17.931 ookista/gram tinja). Hal ini dikarenakan terjadi penyerapan molekul air yang efektif pada taraf R1 sehingga perkembangan siklus hidup Eimeria spp. menjadi rendah. Rendahnya kadar air dalam tinja pada perlakuan R1 membuat lingkungan media perkembangan ookista Eimeria spp. ini menjadi kurang baik. Pendapat ini didukung oleh hasil penelitian Kamaludin (2011) yang memperlihatkan bahwa penambahan Aclinop dalam ransum dengan taraf R1 menghasilkan kadar air tinja yang terendah, yaitu sebesar 80,16% sedangkan penambahan Aclinop dengan taraf yang lain menghasilkan kadar air tinja yang lebih tinggi, yaitu R0 (80,26%); R2 (80,22%) dan R3 (81,88%).
Gambar 4. Grafik Perkembangan Jumlah Rataan Ookista Eimeria spp. pada Ayam Ras Pedaging yang diberi Aclinop dengan Taraf yang Berbeda pada Ransum
Periode Pengambilan Sampel Tinja Hari Ke-14 sampai 18
Berdasarkan Gambar 4, pada perlakuan penambahan Aclinop sebesar 0 kg/100 kg ransum (R0) menunjukkan bahwa pengambilan sampel tinja pada hari ke-14 sampai hari ke-18 berada pada kisaran jumlah ookista Eimeria spp. yang masih rendah (467 sampai 6.433 ookista/gram tinja) dibanding jumlah ookista penyebab
19 koksidiosis. Penelitian Setyawati dan Yuwono (2006) juga menunjukkan bahwa pada kelompok ayam yang diinfeksi 10.000 ookista Eimeria tenella sudah memperlihatkan perlukaan pada sekum akibat koksidiosis.
Jumlah ookista Eimeria spp. pada perlakuan R1 selalu berada dibawah jumlah ookista perlakuan R0, R2 dan R3 (Tabel 5). Jumlah ookista yang diamati pada waktu pengambilan sampel hari ke-14 sampai hari ke-18 menunjukkan perkembangan jumlah ookista Eimeria spp. yang rendah, berkisar antara 500 hingga 3.500 ookista/gram tinja. Jumlah ookista Eimeria spp. tersebut belum berada pada taraf yang serius.
Tabel 4 dan Gambar 2 memperlihatkan jumlah rataan ookista Eimeria spp. pada penambahan Aclinop sebanyak 2 kg dalam 100 kg ransum (R2) lebih tinggi dibandingkan perlakuan R1. Akan tetapi perlakuan R2 menghasilkan jumlah ookista Eimeria spp. yang lebih rendah dibandingkan R0 dan R3. Pada waktu pengambilan
sampel hari ke-14 sampai hari ke-18, jumlah ookista Eimeria spp. berkisar antara 233 sampai 8.483 ookista/gram tinja.
Gambar 2 menunjukkan bahwa rataan jumlah ookista pada taraf penambahan Aclinop sebanyak 3 kg/100 kg ransum (R3) cenderung rendah pada waktu pengambilan sampel tinja hari ke-14 sampai ke-18 (867 sampai 6.750 ookista/gram tinja) kemudian berfluktuasi kembali pada hari ke-19 dan ke-20 pemeliharaan. Secara umum, pada pengambilan sampel hari ke-14 sampai 18 untuk semua perlakuan menunjukkan jumlah ookista Eimeria spp. yang tidak menimbulkan masalah serius penyebab koksidiosis pada ayam ras pedaging dalam penelitian ini. Periode Pengambilan Sampel Tinja Hari Ke-19 sampai 21
Jumlah rataan ookista Eimeria spp. pada perlakuan R0 mulai meningkat tajam pada pengambilan sampel tinja hari ke-19 sampai ke-20. Kisaran jumlah ookista Eimeria spp. pada waktu tersebut adalah 28.467 sampai 59.400 ookista/gram tinja.
20 ini (Tabel 5 dan Gambar 4). Marshall et. al. (1995) mengungkapkan bahwa gejala patogenitas yang timbul pada ayam yang terinfeksi terjadi sampai hari ke-7 setelah infeksi.
Gambar 4 memperlihatkan bahwa jumlah ookista Eimeria spp. pada perlakuan R1 selalu berada dibawah jumlah ookista perlakuan lainnya (R0, R2 dan R3). Jumlah ookista yang diamati pada waktu pengambilan sampel hari ke-19 sampai hari ke-20 menunjukkan perkembangan jumlah ookista Eimeria spp. yang rendah, berkisar antara 4.050 hingga 4.717 ookista/gram tinja. Adapun peningkatan jumlah ookista Eimeria spp. pada hari ke-21 mencapai 25.533 ookista/gram tinja. Kejadian ini
menunjukkan bahwa jumlah ookista Eimeria spp. pada perlakuan R1 belum menunjukkan masalah yang serius meskipun terjadi peningkatan jumlah ookista Eimeria spp. yang cukup tinggi pada hari ke-21. Hal ini diduga karena penyebab
patogenitas Eimeria spp. pada penelitian ini bukan berasal dari spesies Eimeria spp. yang patogenitasnya tinggi.
Penambahan Aclinop sebanyak 1 kg/100 kg ransum (R1) diperkirakan efektif dalam menurunkan kadar air tinja ayam ras pedaging. Walaupun dalam penelitian ini tidak dilakukan pengukuran kadar air tinja pada hari ke-14 sampai 21, namun Kamaludin (2011) menyatakan bahwa kadar air tinja pada perlakuan R1 memiliki kadar air paling rendah, yaitu 80,16% sedangkan R0 (80,26%); R2 (80,22%) dan R3 (81,88%). Aclinop memiliki struktur pori yang banyak sehingga kemampuannya menyerap air (bersifat sangat higroskopis) dapat dikatakan sangat baik. Kondisi seperti ini merupakan keadaan yang kurang optimum bagi proses sporulasi Eimeria spp. sehingga jumlah ookista yang bersporulasi relatif lebih rendah dibandingkan
perlakuan lain. Menurut Srihapsari (2006), kandungan Si yang sangat tinggi menyebabkan Aclinop bersifat sangat higroskopis, sedangkan sporulasi ookista yang optimal berlangsung pada kelembaban yang tinggi. Tabbu (2002) menyatakan bahwa satu ookista yang telah bersporulasi dapat menghasilkan 100.000 ookista.
Pada pengambilan sampel tinja hari ke-19 sampai 20, jumlah rataan ookista Eimeria spp. pada penambahan Aclinop sebanyak 2 kg dalam 100 kg ransum (R2)
21 penambahan Aclinop mampu menyerap sebagian kadar air tinja dengan baik meskipun daya penyerapannya masih lebih rendah dibawah perlakuan R1.
Berdasarkan Gambar 4, rataan jumlah ookista pada taraf penambahan Aclinop sebanyak 3 kg/100 kg ransum (R3) lebih rendah pada waktu pengambilan sampel tinja hari ke-14 sampai ke-18 (867 sampai 6.750 ookista/gram tinja) kemudian berfluktuasi kembali pada hari ke-19 dan ke-20 pemeliharaan. Jumlah ookista Eimeria spp. pada perlakuan ini kemudian meningkat kembali dalam jumlah yang
sangat tinggi pada hari ke-21, yaitu sebesar 105.500 ookista/gram tinja. Hal ini kemungkinan dikarenakan sebagian dosis koksidiostat yang sudah berada di ransum terserap sebagian oleh Aclinop sehingga kurang dapat menurunkan jumlah ookista Eimeria spp. Pendapat ini didukung oleh penelitian Nesic et. al. (2003) yang
menyatakan bahwa ikatan Aclinop dapat meng-nonaktifkan sebagian atau penuh dari proses biologi. Aclinop mengikat sebagian dosis Salinomicyn-Na sehingga mengurangi kandungan dosisnya. Daya absorbsi Aclinop terhadap Salinomicyn-Na dapat meningkat dari 83,2 hingga 96% dalam waktu 120 menit. Hal ini didukung oleh data Danforth et. al. (1977) yang menyatakan bahwa dosis Salinomicyn-Na yang rendah tidak mampu untuk melawan koksidiosis.
Pendugaan lain dari kejadian tersebut disebabkan pada minggu kedua hingga minggu ketiga pemeliharaan, sistem imunitas maternal pada tubuh ayam ras pedaging mulai menurun sehingga jumlah ookista Eimeria spp. pada waktu tersebut juga mulai meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Candra (2008) memperlihatkan bahwa koksidiosis terjadi pada unggas muda terutama yang berumur hingga empat minggu, sedangkan unggas yang lebih tua sebagai pembawa penyakit.
Performa Ayam Ras Pedaging
22 Tabel 6. Performa Ayam Ras Pedaging yang diberi Aclinop pada Ransumnya pada
Minggu Ke-3 Pemeliharaan.
Parameter Perlakuan Taraf Penambahan Aclinop dalam Ransum Standar*
R0 R1 R2 R3
Jumlah Ookista
(ookista/gram tinja) 20.465 5.260 10.354 17.931 -
PBB (gram/ekor) 417,18 436,87 396,60 423,40 445,9
Konsumsi ransum
(gram/ekor/minggu) 660,70 671,83 627,17 651,77 558,27
Konversi ransum 1,49 1,54 1,54 1,54 1,25
* Standar Performa CP 707 (PT Charoen Phokphand Jaya Farm, 2006)
Gambar 5. (a) Jumlah Rataan Ookista Eimeria spp. (b) Pertambahan Bobot Badan antara Minggu Ke-2 dan Ke-3 (c) Jumlah Konsumsi Ransum pada Minggu Ke-3 (d) Konversi Ransum pada Minggu Ke-3.
23 kesamaan pola antara pertambahan bobot badan dan jumlah konsumsi ransum pada ayam ras pedaging. Peningkatan pertambahan bobot badan dan jumlah konsumsi ransum yang tertinggi terjadi pada perlakuan taraf penambahan Aclinop sebesar 1 kg/100 kg ransum (R1). Hal ini disebabkan karena jumlah ookista Eimeria spp. pada perlakuan ini paling rendah (Tabel 6 dan Gambar 5a) dengan jumlah ookista Eimeria spp. sebesar 5.260 ookista/gram tinja.
Pertambahan bobot badan dan konsumsi ransum ayam ras pedaging yang paling rendah terjadi pada perlakuan R2. Hal ini kemungkinan dikarenakan oleh jumlah ookista Eimeria spp. pada taraf penambahan Aclinop 2 kg/100 kg ransum (R2) mengalami peningkatan yang menyebabkan tingkat patogenitasnya lebih tinggi dibandingkan perlakuan R1. Hasil penelitian ini didukung oleh JanSuszkiw (1997) yang menyatakan bahwa adanya infeksi Eimeria spp. menyebabkan ayam menjadi tumbuh lebih lambat dan dapat menyebabkan kematian. Dakpogan (2006) juga menyampaikan bahwa infeksi Eimeria maxima pada ayam akan berpengaruh terhadap bobot ayam (body weight gain), meningkatkan jumlah ransum yang terbuang, dehidrasi dan malabsorbsi nutrien akibat kerusakan vili usus. Meskipun demikian, berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 6 dan Gambar 5 (a, b dan c) perlakuan R0 dan R3 tidak menunjukkan penurunan bobot badan dan konsumsi ransum yang terlalu besar meskipun memiliki jumlah ookista Eimeria spp. yang berada di atas jumlah ookista Eimeria spp. yang dapat menimbulkan penyakit pada perlakuan R2. Hal ini diduga disebabkan oleh faktor lain selain jumlah ookista Eimeria spp. Levine (1985) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi patogenitas Eimeria yaitu jumlah sel induk semang yang rusak, tingginya dosis infeksi ookista, patogenitas galur koksidia, ras, umur ayam, status gizi, agen penyakit lainnya, adanya stress, derajat waktu reinfeksi, dan derajat imunitas induk semang.
24 jumlah ookista Eimeria spp. tertinggi (20.465 ookista/gram tinja) dengan konversi ransum yang terendah (1,489). Sedangkan pada penambahan Aclinop 1 kg/ 100 kg ransum (R1) menghasilkan jumlah ookista Eimeria spp. terendah (5.260 ookista/gram tinja) tetapi memiliki konversi ransum yang tinggi (1,539). Hal ini berbeda dengan pendapat Calnek et. al. (1994), yang menyatakan bahwa infeksi Eimeria maxima menyebabkan penurunan bobot badan dan meningkatkan konversi
ransum sehingga menyebabkan kerugian yang sangat besar.
Karakteristik Saluran Pencernaan Ayam Ras Pedaging
Karakteristik saluran pencernaan hasil penelitian dan gambaran pendarahan pada sekum akibat infeksi Eimeria spp. diperlihatkan pada Gambar 6b.
(a) (b)
Gambar 6. (a) Usus dan Sekum Normal Ayam Ras Pedaging (Wardhani, 2011), dan (b) Pendarahan pada Sekum Ayam Ras Pedaging (FAO, 2008)
Pengamatan rataan jumlah ookista Eimeria spp. berdasarkan kelompok pada hari ke-19 sampai 21 juga tidak menghasilkan angka kematian karena kokidiosis, meskipun jumlah ookistanya cukup tinggi (16.569 sampai 56.113 ookista/gram tinja). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ditemukan perlukaan pada saluran pencernaan baik di sepanjang bagian usus maupun sekum (Gambar 6a).
Gejala klinis yang terlihat selama penelitian adalah diare pada taraf yang ringan. Hal ini diduga karena keberadaan Eimeria acervulina atau beberapa spesies Eimeria spp. yang tidak memiliki tingkat patogenitas yang tinggi, tidak seperti
Eimeria tenella yang merupakan spesies yang tingkat patogenitasnya paling tinggi diantara spesies Eimeria spp. yang lain. Witlock et. al. (1975) menjelaskan bahwa
Pendarahan sekum
25 tanda-tanda koksidiosis akibat infeksi genus Eimeria berbeda-beda tergantung spesies yang menginfeksi, umumnya terjadi dalam bentuk diare (E. acervulina) atau diare hemoragi (E. tenella), pendarahan titik dan eksudat mukus (E. maxima), dehidrasi, kehilangan bobot badan, prolapsus rectal dan disentri. Pendarahan di sekum merupakan karakteristik infeksi Eimeria tenella yang mengakibatkan kehancuran ekstensif dari mukosa dengan lesion pada jaringan. Menurut Soulsby (1986), Eimeria tenella adalah spesies yang paling patogen. Pada umumnya, infeksi coccidia dengan satu jenis spesies sangat jarang ditemukan, biasanya diikuti oleh infeksi campuran.
Aspek Ekonomi Penambahan Aclinop dalam Ransum
Hasil perhitungan aspek ekonomi pada perlakuan dengan penambahan Aclinop dalam ransum pada taraf yang berbeda diperlihatkan pada Tabel 7 berikut. Tabel 7. Penghitungan Aspek Ekonomi Penggunaan Aclinop dalam Ransum pada
Minggu Ke-3
(gr/ekor/minggu) 417,18 436,87 396,60 423,40
Harga Jual Ayam Ras Pedaging
(Rp/kg bobot hidup)* 12.000 12.000 12.000 12.000
Pendapatan Berdasarkan PBB
(Rp/ekor/minggu) 5.006,14 5.242,40 4.759,20 5.080,80
Jumlah konsumsi ransum
(gr/ekor/per minggu) 660,70 671,83 627,17 651,77
Harga Ransum Komersial (Rp/kg) 5.850 5.850 5.850 5.850
Biaya Ransum Komersial
(Rp/minggu) 3.865,11 3.930,22 3.668,92 3.812,85
Jumlah Aclinop yang ditambahkan
(Rp/ekor/minggu) 3.865,11 3.970,53 3.744,18 3.930,17
Keuntungan Penjualan (Rp/ekor) 1.141,03 1.271,88 1.015,02 1.150,63
Keterangan: *Asumsi harga jual ayam ras pedaging/kg bobot hidup bulan Februari 2011 di Bogor sebesar Rp 12.000,00.
26 Berdasarkan Tabel 7, penggunaan Aclinop dapat meningkatkan keuntungan secara ekonomi dibandingkan perlakuan ayam ras pedaging yang tidak ditambahkan Aclinop dalam ransumnya. Meskipun total biaya konsumsi ransum campuran pada perlakuan R1 paling tinggi (Rp 3.970,53), akan tetapi besarnya biaya tersebut dapat diiringi pertambahan bobot badan yang besar (436,87) sehingga menghasilkan jumlah keuntungan yang besar pula. Fungsi keuntungan tersebut tidak berlaku pada perlakuan penambahan Aclinop dengan taraf R2 dan R3, karena terdapat pengaruh faktor biologis berupa perbedaan jumlah ookista Eimeria spp. yang berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan.
Selisih keuntungan antara perlakuan tanpa penambahan Aclinop (R0) dengan penambahan Aclinop 1 kg/100 kg ransum (R1) adalah sebesar Rp 130,85/ekor. Selisih keuntungan tersebut apabila dikondisikan pada perternakan ayam ras pedaging dengan skala pemeliharaan yang besar, maka akan menghasilkan keuntungan yang cukup signifikan. Selain itu, nilai tambah yang bisa diperoleh adalah risiko patogenitas yang dapat menurunkan performa ayam ras pedaging pada perlakuan R1 dapat ditekan. Chapman (2003) menyatakan bahwa adanya infeksi koksidiosis selain menyebabkan kematian juga mengakibatkan kerugian dalam industri peternakan berupa penurunan penampilan dan peningkatan biaya produksi.
Medikasi dalam Ransum
Jumlah ookista Eimeria spp. pada tinja ayam ras pedaging berfluktuatif seiring dengan berbedanya hari pengambilan sampel. Jumlah ookista Eimeria spp. yang diamati (Tabel 4) pada hari ke-14 sampai 18 berada di bawah jumlah ookista yang menyeebabkan penyakit pada ayam ras pedaging yang menderita koksidiosis. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya jumlah ookista Eimeria spp. ini adalah adanya kandungan koksidiostat pada ransum komersial yang ditujukan untuk mencegah kejadian koksidiosis pada ayam ras pedaging seperti yang tercantum pada label ransum komersial yang digunakan pada penelitian ini (Gambar 7).
27 robenidin, zoalen, nicarbasin, furazolidone, metalbenzoquat, lasalocid, salinomicyn
dan sulfaquinoxalin.
Gambar 7. Label Komposisi Ransum Komersial yang Terdapat Kandungan Medikasi Meskipun demikian, medikasi dalam ransum ternyata tidak menjamin sepenuhnya ayam ras pedaging yang dipelihara terbebas dari koksidiosis. Hal ini dibuktikan dari hasil pengamatan jumlah ookista Eimeria spp. (Tabel 5) pada hari ke-19 sampai 21 yang mengalami peningkatan yang cukup besar. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan koksidiostat yang terdapat dalam ransum kurang baik dan kurang cocok untuk membunuh ookista Eimeria spp. karena pada fase ini, ookista cenderung lebih tahan dan kuat terhadap obat-obatan. Menurut Levine (1985), ookista Eimeria maxima merupakan tahapan dalam siklus hidup yang paling kuat. Pada tahap ini koksidia tahan terhadap pengaruh suhu maupun obat-obatan.
Disamping itu, kejadian ini dikarenakan setiap jenis medikasi memiliki karakteristik sendiri terhadap spesies Eimeria spp. tertentu. Oleh karena itu, upaya medikasi yang dilakukan dapat saja cocok untuk beberapa spesies Eimeria spp. tetapi juga dapat menjadi resisten terhadap spesies yang lain. Selain itu, setiap jenis antikoksidia memiliki mekanisme yang berbeda untuk membunuh spesies Eimeria tertentu. Pendapat ini didukung oleh Abbas et. al. (2011) yang menjelaskan bahwa sebagian besar hubungan mengenai parasit terjadi secara biologis, termasuk juga mekanisme seleksi dari resistensi Eimeria. Pendalaman model aksi dari antikoksidia bertujuan untuk mengetahui mekanisme perkembangan resistensi Eimeria. Beragamnya model aksi dari banyaknya jenis antikoksidia dapat berakibat pada rusaknya fungsi membran (ionophores), mereduksi energi metabolisme (quinolones,
28 clopidol, nicarbazin dan robenidine), menjadi kovaktor dari proses sintesis (amprolium, sulphonamides) dan sintesis DNA (arprinocid).
Abbas et. al. (2011) juga menjelaskan bahwa antikoksidia jenis sulphonamides, amprolium, decoquinate, clopidol, monensin, dan diclazuril cocok digunakan untuk
membunuh Eimeria tenella. Sementara jenis antikosidia seperti benzeneamines, robenidine, halofugionone, ionospheres, dan toltrazuril dapat digunakan untuk berbagai spesies Eimeria. Meskipun demikian, dalam penelitian ini tidak dapat diperkirakan jenis koksidiostat yang digunakan pada ransum komersial.
Efek resistensi ini juga didukung oleh pendapat Harismah (2006) bahwa pemberian koksidiostat memiliki kelemahan, yaitu dapat menyebabkan resistensi Eimeria tenella terhadap obat tersebut, apabila penggunaannya tidak sesuai dengan aturan, dan secara terus menerus dalam jangka waktu lama. Allen dan Fetterer (2002) juga menyatakan penggunaan anticoccidia atau koksidiostat yang tidak tepat akan menimbulkan tanda-tanda keracunan, penghambatan pertumbuhan dan residu pada ayam.
Aplikasi Penambahan Aclinop dalam Ransum
Penelitian penambahan Aclinop dalam ransum ini merupakan salah satu upaya alternatif yang dapat diterapkan dalam usaha budidaya ayam ras pedaging untuk menekan jumlah ookista Eimeria spp. Hasil persentase penurunan jumlah ookista Eimeria spp. penyebab koksidiosis melalui penambahan Aclinop dengan taraf yang
berbeda ditampilkan pada Gambar 8.
29 Aclinop dapat menekan pertumbuhan Eimeria spp. dengan cara mengontrol lingkungan yang tidak kondusif bagi media tumbuh Eimeria spp. tersebut. Penurunan jumlah rataan ookista Eimeria spp. tertinggi terjadi pada perlakuan R1, yaitu sebanyak 74.30% dibandingkan jumlah rataan ookista Eimeria spp. yang tidak diberi Aclinop atau R0 (Tabel 5). Persentase penurunan yang ditunjukkan Gambar 8 juga memperlihatkan bahwa penambahan Aclinop pada taraf R2 dan R3 juga memberikan penurunan jumlah ookista Eimeria spp. tetapi persentasenya tidak sebesar perlakuan R1. Penambahan Aclinop pada ransum komersial yang digunakan dalam penelitian ini dapat menurunkan jumlah ookista Eimeria spp. pada tinja ayam ras pedaging dibanding ransum yang tidak diberi Aclinop. Meskipun demikian, efektivitas penambahan Aclinop untuk menurunkan jumlah ookista Eimeria spp. memiliki batasan karena penggunaan Aclinop pada taraf yang lebih tinggi dapat menurunkan sebagian dosis koksidiostat sehingga menyebabkan jumlah ookista Eimeria spp. menjadi meningkat.
Aclinop bekerja dengan menyerap molekul air untuk mengurangi kelembaban pada saluran pencernaan maupun tinja ayam ras pedaging. Mekanisme ini berbeda dengan koksidiostat yang menekan jumlah ookista dengan senyawa kimia. Penggunaan obat-obatan terutama antibiotik pada ayam ras pedaging sebenarnya sudah dilarang, tetapi di Indonesia kegiatan ini masih banyak dilakukan oleh kalangan peternak ayam ras pedaging. Selain akan menimbulkan efek resistensi pada ayam ras pedaging yang dipelihara, antibiotik juga dapat berdampak buruk bagi kesehatan manusia yang mengonsumsi daging ayam ras pedaging yang memiliki kandungan residu antibiotik sehingga diperlukan upaya alternatif untuk menanggulangi hal tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Taraf penambahan Aclinop dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah ookista Eimeria spp, tetapi hari pengambilan sampel tinja berpengaruh nyata terhadap jumlah ookista Eimeria spp. Meskipun demikian, terdapat kecenderungan bahwa penambahan 1 kg Aclinop/100 kg ransum (R1) memberikan hasil yang efektif terhadap penurunan jumlah ookista Eimeria spp. (74,30%), meningkatkan performa ayam ras pedaging dan keuntungan pada minggu ketiga pemeliharaan. Efektivitas penambahan Aclinop untuk menurunkan jumlah ookista Eimeria spp. memiliki suatu batasan karena penggunaan Aclinop pada taraf yang lebih besar dapat menurunkan sebagian dosis koksidiostat sehingga menyebabkan jumlah ookista Eimeria spp. menjadi meningkat.
Saran
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Efektivitas Penambahan Zeolit (Aclinop) pada Ransum untuk Menurunkan Jumlah Ookista Eimeria spp. pada Tinja Ayam Ras Pedaging.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Maria Ulfah, S.Pt., MSc.Agr. dan Dr. drh. Hj. Umi Cahyaningsih, MS, selaku dosen pembimbing skripsi atas arahan, perhatian dan dukungan yang telah diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS. yang telah memberikan koreksi dan motivasi yang besar, serta terima kasih pula kepada Dr. Despal Tanjung, S.Pt., MSc.Agr. atas saran yang berarti selama proses skripsi berlangsung. Kepada Ir. Sri Rahayu, MSi. dan Ir. Dwi Margi Suci, MSi. selaku dosen penguji yang banyak memberikan masukan dalam penulisan, serta M. Baihaqi, S.Pt., MSc. selaku panitia sidang yang juga memberikan saran dan koreksi. Bapak Dr. Jakaria, S.Pt, MSc. selaku pembimbing akademik dan Keluarga Bapak Bramada Winiar Putra, S.Pt. yang mendoakan dan menyemangati Penulis selama masa studi di IPB. Ucapan terima kasih juga Penulis sampaikan untuk PT. Charoen Pokhpand Jaya Farm dan CV. Minatama Lampung yang telah berkontribusi atas terlaksananya penelitian ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang amat besar kepada telapak kaki surga Penulis, kedua orangtua tercinta, Ibu Wiji Lestari dan Bapak B. Budiono yang telah memberikan dukungan baik materi dan kasih sayang sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dengan tepat waktu. Kepada Fela, Bapak Ahmad Gunarso, Nenny Pebriani, SE. dan Eka Susi Lestari, SE. yang telah menjadi semangat Penulis untuk memberikan yang terbaik.
32 Dwi, Kak Glenn) juga Sarwar yang telah menjadi partner menulis dan diskusi yang baik. Pihak lain yang turut membantu dalam kelancaran penulis menyelesaikan tugas akhir, Bu Nani, Pak Saryo, Mas Ade, Bu Lanjar, Mas Mul, dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Akhir kata Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi masyarakat peternak Indonesia.
September 2011
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, R. Z., Z. Iqbal, D. Blake, M. N. Khan & M. K. Saleemi. 2011. Anticcocdial drug resistance in fowl coccidia: The state of play revisited. World’s Poultry Science Journal. Vol. 67: 337-349
Akoso B. T. 1998. Kesehatan Unggas. Kanisius. Yogyakarta. Pp: 105-108
Allen P. C. & R. H. Fetterer. 2002. Recent advances in biology and immunobiology of Eimeria species and in diagnosis and control of infection with these coccidian parasites of poultry. J. Clinical Microbiology, 15: 58-65
Bell, D. D & W. D Weaver Jr. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production. 5th Ed. Springer Science Business Media, Inc., New York.
Balitvet. 2008. Peran Pakan dalam Keamanan Produk Ternak. Invofet. Jakarta. Cabuk, M., A. Alcicek, M. Bozkurt, & S. Akkan. 2004. Effect of Yucca schidigera
and natural Aclinope on broiler performance. J. Int. Poult. Sci. 10: 651-654. Calnek, B. W., H. J. Barnes, C. W. Beard, W. M. Reid & H. Jr. Wiyodi. 1994.
Desease of Poultry. 9th Ed. Lowa State University. Lowa.
Candra, A. A. 2008. Efektifitas Pemberian Infus dan Bubuk Temulawak (Curcuma xanthorriza ROXB.) terhadap Penampilan dan Kajian Ekonomi Ayam Pedaging yang Diinfeksi Eimeria maxima. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Chapman, H. D. 2003. Origins of coccidiosis research in the fowl-the first fifty years. Avian Dis. 47: 1-20
Cicek, H., M. Karatepe, B. Karatepe, M. Cakir & M. Eser. 2010. Eimeria species (Apicomplexa: Eimeriidae) detected from the Anatolian ground squirrel, Spermophillus xanhophrymnus (Rodentia: Sciuridae) in Nigde province, Turkey. Ankara Univ. Vet. 57: 143-144.
Cool, W. M., & J. M. Willard. 1982. Effect of clinoptilolite on swine nutrition. Nutr. Rep. Int. 26: 759–766.
Danforth, H. D., M. D. Ruff, W. M, Reid, & R. L. Miller. 1977, Anticoccidial activity of Salinomycin in battery raised broiler chickens. Poult Sci, 56, 926-32
Dakpogan, H. B. 2006. Free-range chick survivability in improved conditions and the
effect of 3 medical plants on Eimeria tenella. Tesis. Departement of Veterinary
Pathobiology, The Royal Veterinary and Agricultural University.
Ensminger, M. E. 1992. Animal Science (Animal Agriculture Series). 9th Ed. Interstate Publishers, Inc., Danville, Illinois.
[FAO] Food Agriculture Organization. 2008. Specisic Desease of Poultry.
http://www.fao.org/ag/portal/index_en. [14 April 2008]
Gasperz. 1995. Teknik Analisa dalam Penelitian Percobaan. Tarsito. Bandung. Gillipsie, J. M. 1992. Modern Livestock and Poultry Production. 4th Ed. Delmar
34 Handayani & Widiastuti. 2010. Adsorpsi ammonium (NH4+) pada zeolit berkarbon
dan zeolit A yang disintesis dari abu dasar batubara PT. IPMOMI PAITON dengan metode BATCH. Prosiding Tugas Akhir Semester Ganjil 2009/2010. Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Harismah, A. 2006. Pengaruh Pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis Paniculata Ness) dengan Pelarut Air Dosis Bertingkat Terhadap Jumlah Skizon, Makrogamet, Mikrogamet dan Ookista Eimeria Tenella pada Sekum Ayam [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
JanSuszkiw. 1997. Broiler chick may from spicer feed. Int. J. Poult. Sci. 2 (5): 351-353
Kamaludin, E. 2011. Penggunaan zeolit asal Lampung dalam ransum dan litter sebagai upaya mitigasi kadar amonia (NH3) dari ekskreta dan pH litter ayam
broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kartasudjana, R. 2005. Manajemen Ternak Unggas. Fakultas Peternakan. Universitas Padjajaran Press, Bandung.
Leeson, S. & J. D. Summers. 2005. Commercial Poultry Nutrition. 3rd Ed. University Books, Canada.
Levine N. D. 1985. Veterinary Protozoologi. Lowa State University Press. Ames. Pp: 130-135
Marshall R. N. M. A. Tylor, J. A. Green & Catchpole.1995. The pathogenic effect of UK field isolate of Eimeria tenella in modern broiler and layer chicken. J. Protozoology Research 5: 66-76
Muchtar, R. 2005. Penurunan kandungan posfat dalam air dengan zeolit. J. Indonesia. Zeolites. 4: 1411-6723.
Nesic, V., Z. Aleksi, S. Dimitrijevic, M. Knejevic, T. Ilic, & R. Resanovic. 2003. The influence of a diet of mixed feed contain-ing zeolite on the course of cecal coccidiosis in broilers. Acta Veterinaria (Beograd), Vol. 53., 377-383
Nicholson, W. 1991. Teori Mikroekonomi Prinsip dan Perluasan. Binarupa aksara. Jakarta.
North, M. O. & D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Ed. The Avi Publishing Company Inc., Wesport, Connecticut.
Polat, E., M. Karaca, H. Demir. & N. Onus. 2004. Use of natural zeolite (Clinoptilolite) in agriculture. J. Fruit and Ornamental Plant Research 12:183-189.
Pond, W. G., D. C. Church & K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 4th ed. John Wiley and Sons, Inc., Canada.