BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerja Praktek
Di era globalisasi sekarang ini, Indonesia sebagai Negara berkembang
diharapkan mampu melakasanakan pembangunan ekonomi untuk meningkatkan taraf
hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan ekonomi tersebut
dapat berpengaruh terhadap perkembangan masyarakat. Pembangunan dapat
dilaksanakan dengan lancar apabila ada sumber daya ekonomi, baik sumber daya
alam, sumber daya manusia, dan sumber daya modal yang produktif. Tanpa adanya
dukungan yang cukup kuat dari sumber daya ekonomi yang produktif, pelaksanaan
pembangunan ekonomi tidak akan berlangsung efektif.
Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan ekonomi membutuhkan biaya,
biaya tersebut diperoleh dari penerimaan sektor pajak. Pajak mempunyai fungsi
anggaran (budgeter) dan fungsi mengatur (reguler). Menurut Sony devano dan Siti
kurnia rahayu dalam bukunya : “ Perpajakan : Konsep, Teori, dan Isu”, fungsi pajak
dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
Fungsi anggaran (budgetair) yaitu pajak berfungsi sebagai alat untuk
memasukan uang dari sektor swasta ( rakyat ) ke dalam kas Negara atau anggaran
negara berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Fungsi mengatur (regulerend) yaitu pajak merupakan alat kebijakan
pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Disamping usaha untuk memasukan uang
ikut andil dalam hal mengatur dan bilamana perlu mengubah susunan pendapatan dan
kekayaan dalam sektor swasta.
Pajak merupakan iuran yang dapat dipaksakan dan tanpa jasa timbal balik atau
kontraprestasi atau imbalan langsung, dan pajak ini dipungut oleh pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan
pelaksanaannya.
Dalam hal ini jenis-jenis pajak menurut waluyo dalam bukunya yang berjudul
“ Perpajakan Indonesia”, mengungkapkan bahwa pajak dapat dikelompokan ke dalam
tiga jenis yaitu: menurut golongan, sifat, dan pemungutannya.
Menurut golongan pajak terdiri dari dua golongan yaitu pajak langsung dan
pajak tidak langsung. Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat
dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang
bersangkutan, contohnya yaitu pajak penghasilan (PPh). Sedangkan pajak tidak
langsung yaitu pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain,
contohnya adalah pajak pertambahan nilai ( PPN).
Menurut sifatnya pajak terdiri dari dua kelompok yaitu pajak subjektif dan
pajak objektif. pajak subyektif adalah adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan
keadaan dari wajib pajak, contohnya yaitu pajak penghasilan (PPh). dan pajak
objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa
memerhatikan keadaaan diri wajib pajak, Contohnya Pajak Pertambahan Nilai dan
Menurut pemungutannya pajak terdiri dari dua kelompok yaitu pajak pusat
dan pajak daerah. Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, contohnya PPh, PPN, PPnBM,
PBB, dan bea materai. Sedangkan pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh
pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah, contohnya
pajak reklame dan pajak hiburan.
Dalam penggolongan pajak menurut Waluyo di atas terdapat macam-macam
pajak, diantaranya yaitu pajak pertambahan nilai ( PPN). PPN termasuk ke dalam
pajak tidak langsung, pajak objektif dan juga merupakan pajak pusat.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pengganti dari pajak penjualan,
alasan penggantian ini karena pajak penjualan dirasa sudah tidak lagi memadai untuk
menampung kegiatan masyarakat dan belum mencapai sasaran kebutuhan
pembangunan, antara lain untuk meningkatkan penerimaan negara, mendorong
ekspor, dan pemerataan pembebanan pajak. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah
pajak atas pemakaian konsumsi barang atau jasa di dalam daerah pabean Indonesia.
Dalam hal ini, barang dan jasa yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN dan PPn
BM disebut dengan istilah barang kena pajak ( BKP ) , dan jasa kena pajak ( JKP ).
Pengenaan PPN dapat dilimpahkan kepada orang lain dan seperti yang kita ketahui
bahwa hampir semua barang maupun jasa yang dikonsumsi di Indonesia merupakan
barang kena pajak (BKP)atau jasa kena pajak (JKP). Pajak pertambahan nilai disebut
pajak tidak langsung karena tidak langsung pada subyeknya, dan pembayar pajak
mempergunakan surat ketetapan pajak. Pajak Pertambahan Nilai juga termasuk ke
dalam pajak pusat atau pajak negara yang wewenang pemungutannya atau dikelola
oleh pemerintah pusat dan hasilnya dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin
negara dan pembangunan ( APBN ).
PT. Industri Telekomunikasi Indonesia atau lebih dikenal dengan PT INTI,
yaitu Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) yang bergerak di bidang industri dan
perakitan barang-barang elektronika serta pelayanan jasa instalasi telekomunikasi.
PT. INTI merupakan pengusaha kena pajak yang telah dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak pada tahun 2004 dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
01.001.672.3-051.000, yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan jasa kena
pajak, atau perolehan barang kena pajak, yang wajib memugut PPN. Pada saat
membeli atau memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh PKP ( Pengusah kena
pajak) yaitu pembayaran pajak dimuka dan disebut dengan pajak masukan, dan pada
saat menyerahkan BKP/JKP kepada Pihak lain PKP wajib memungut PPN, yang
disebut dengan Pajak Keluaran. Sebagai bukti telah memungut PPN, PKP Penjual
wajib membuat faktur untuk dapat dilakukan pengkreditan terhadap Pajak Keluaran
yang kemudian akan diproses penghitungan untuk dilakukannya pembayaran atau
penyetoran pajak sesuai dengan pajak yang terutang. Begitupun juga pembeli ( yang
dipungut PPN) harus meminta faktur pajak kepada PKP.
Apabila terjadi kesalahan dalam menentukan pajak masukan maupun pajak
keluaran akan mengakibatkan kesalahan dalam menghitung pajak pertambahan nilai
ditentukan. Dan berdasarkan uraian diatas maka penulis mengambil judul
“Prosedur Pajak Masukan Dan Pajak Keluaran Di PT. Inti ( Persero)
Bandung”.
1.2 Tujuan Kerja Praktek
Tujuan dari pelaksanaan kerja praktek yang dilakukan penulis adalah sebagai
berikut :
1) Untuk mengetahui bagaimana Prosedur Pajak Masukan dan Pajak
Keluaran yang ada di PT. Industri Telekomunikasi Indonesia
(persero).
2) Untuk mengetahui Prosedur Pembayaran atau Penyetoran PPN di PT.
Industri Telekomunikasi Indonesia (persero).
1.3 Kegunaan Kerja Praktek
Kegunaan yang diharapkan dari pelaksanaan kerja praktek ini adalah :
1) Bagi Perusahaan
Dengan adanya pelaksanaan kerja praktek ini semoga dapat
membantu pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan teknis yang berhubungan
2) Bagi Penulis
Semoga dengan adanya kerja praktek ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman serta lebih mengetahui pelaksanaan
dalam prosedur pajak masukan dan pajak keluaran.
3) Bagi Pihak Lain
Semoga hasil kerja praktek ini dapat memberikan manfaat
pengetahuan yang berguna bagi semua pihak.
1.4 Lokasi dan Waktu Kerja Praktek
1.4.1 Lokasi Pelaksanaan Kerja Praktek
Lokasi pelaksanaan kerja praktek yaitu di Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang bergerak di bidang industri dan perakitan barang-barang
elektronika serta pelayanan jasa instalasi telekomunikasi yang berada di kota
bandung yang beralamat:
Nama perusahaan : PT. Industri Telekomunikasi ( Persero)
Divisi/Bagian : Keuangan
Sub. Bagian : Pajak dan Asuransi
Alamat : Jl. Moch. Toha No. 77 Bandung
1.4.2 Waktu Pelaksanaan kerja Praktek
Adapun dalam melaksanakan kerja praktek dimulai dari bulan Agustus
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1 Sejarah Singkat PT. INTI
PT. Industri Telekomunikasi Indonesia resmi berdiri melalui peraturan
pemerintah no.34 tahun 1974. Sejak tanggal 28 Desember 1974 dengan keputusan
Menteri Keuangan Republik Indonesia no.34 Kep. 171/MK/IV/12/1974 PT. INTI
merupakan suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan status perseroan yang
dibawahi oleh Departemen Keuangan sebagai pemilik saham. Dengan demikian PT
INTI (Persero) setiap tahunnya diaudit oleh Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan (BPKP). Selain itu PT. INTI (Persero) memiliki auditor internal
dibawah Satuan Pengawas Intern (SPI).
Berdasarkan PP nomor 59 tahun 1989, PT. INTI dimasukan kedalam
kelompok BPIS (Badan Pengelola Industri Strategis) bersama sembilan perusahaan
lainnya, yaitu: PT. PINDAD, PT. PAL Indonesia, PT. DAHANA, PT. KRAKATAU
STEEL, PT. IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara), PT. LEN (Lembaga
Elektronika Nasional), PT. BOMA BISMA INDRA, PT. BARATA, PT. INKA
Tahap-tahap perkembangan PT.INTI
• Sebelum tahun 1945
Tahun 1926 didirikan Laboratorium PTT (Pos,Telepon,Telegram) di Tegalega
(sekarang JL.Moch.Toha no.77). Kemudian pada tahun 1929, Laboratorium ini
menjadi bagian penting bagi penelitian dan pengembangan pertelekomunikasian
di Indonesia.
• Tahun 1945-1960
Setelah perang dunia ke-2 selesai, Laboratorium tersebut ditingkatkan
kedudukannya menjadi Labolatorium Telekomunikasi yang mencakup seluruh
bidang Telepon, Telegrap dan Radio. Sedangkan bengkel pusat diubah menjadi
Pusat Telekomunikasi.
• Tahun 1960-1968
Perkembangan PT. INTI dimulai sejak terjalin kerjasama antara perusahaan
negara telekomunikasi dengan Siemen AG pada tanggal 26 Mei 1966 dan
pelaksanaannya dibebankan pada Lembaga Penelitian dan Pengembangan POS
dan Telekomunikasi (LPP POSTEL). Dengan adanya unsur industri pada
lembaga ini, maka selanjutnya LPP POSTEL diubah menjadi Lembaga
Penelitian dan Pengembangan Industri Pos dan Telekomunikasi (LPPI
POSTEL). Pada tanggal 22 Juni 1968, Industri Telekomunikasi yang
pada Menteri Ekuin yang pada waktu itu dijabat oleh Sultan Hamengkubuwono
IX.
• Tahun 1968-1974
Pada tanggal 1-3 Oktober 1970, diadakan Rapat Kerja Pos dan Telekomunikasi
di Jakarta. Selanjutnya, berdasarkan surat keputusan Menteri Perhubungan RI
nomor : KM.32/R/PHB/1973 ditetapkan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Dalam tubuh LPP POSTEL, diresmikan bagian Industri Telekomunikasi
oleh Presiden RI pada tanggal 22 Juni 1968 di Bandung.
2. Untuk keperluan industri di atas, ditetapkan bentuk hukum
sebaik-baiknya, sehingga cakup kualiatas di LPPI POSTEL telah diubah menjadi
LPP POSTEL.
3. Sehubungan dengan itu, dianggap tepat apabila proyek tersebut
ditetapkan sebagai proyek industri yang dipimpin oleh Lembaga
Penelitian dan Pengembangan Pos dan Telekomunikasi.
Kemudian dengan PP RI nomor 34 tahun 1974, proyek industri pada
Departemen Perhubungan dijadikan sebagai suatu badan pelaksana kegiatan
produksi alat-alat dan perangkat telekomunikasi dalam memenuhi sarana dan
prasarana telekomunikasi.
Agar pelaksanaan kegiatan produksi tersebut dapat berjalan dan berkembang
menentukan bentuk usaha yang sesuai dengan sifat bidangnya, yaitu perusahaan
PERSEROAN. Berdasarkan keputusan Menteri Keuangan RI nomor
Kep.1711/MK/IV/12/1974 akta notaris Abdul Latief, Jakarta nomor 332,
Proyek Industri Telekomunikasi diubah menjadi PT. INTI (Persero) sejak
tanggal 30 Desember 1974
• Tahun 1974-1979
Tahap ini merupakan percobaan menuju industri dengan tingkat perkembangan
yang masih belum stabil. Hasil produksi yang penting adalah pesawat radio
HF/SBB dan alat penunjang kelancaran pemilu berupa Sambungan Telepon
Kendaraan Bermotor (STKB).
• Tahun 1980-1990
Periode ini merupakan periode pemantapan struktur menuju lepas landas pelita
IV. Perkembangan terutama didukung oleh keputusan pemerintah dengan
sasaran program dan ditetapkan sistem telekomunikasi nasional sehingga
melahirkan pabrik telekomunikasi digital pertama di Indonesia.
• Tahun 1991- sekarang
PT. INTI (Persero) bersama dengan industri dalam negeri lainnya mampu
merencanakan, harus mampu untuk tumbuh dan berkembang secara mandiri.
Hal ini karena usaha pencapaian teknologi merupakan dasar bagi pencapaian
Perkembangan yang telah dicapai dengan didukung oleh proyeksi arah
teknologi yang akan datang serta dengan peningkatan kualitas karyawan
merupakan faktor yang mempercepat laju pertumbuhan perusahaan. Oleh
karena itu, dalam Keppres nomor 59, pemerintah menetapkan PT. INTI
(Persero) sebagai salah satu dari 9 (sembilan) jajaran Strategis di Indonesia.
• Visi dan Misi Perusahaan
1. Visi Perusahaan
INTI bertujuan menjadi pilihan pertama bagi pelanggan dalam
mentransformasikan "MIMPI” menjadi “REALITA”Dalam hal ini, "MIMPI"
diartikan sebagai keinginan atau cita-cita bersama antara INTI dan
pelanggannya, bahkan seluruh stakeholder perusahaan. (To be the Customer’s
first choice in transforming DREAMS into REALITY).
2. Misi Perusahaan
Fokus bisnis tertuju pada kegiatan jasa engineering yang sesuai
dengan spesifikasi dan permintaan konsumen.
Memaksimalkan value (nilai) perusahaan serta mengupayakan growth
(pertumbuhan) yang berkesinambungan.
Berperan sebagai prime mover (penggerak utama) bangkitnya industri
2.2 Struktur Organisasi PT. INTI
Struktur organisasi PT. INTI (Persero) Bandung pada divisi keuangan,
dibentuk berdasarkan surat keputusan KN.001/2006. Struktur organisasi pada PT.
INTI ( Persero) Bandung menggambarkan bentuk susunan yang memperlihathan
hubungan antara setiap divisi. Bagian Organisasi perusahaan secara jelas dapat di
lihat dibawah ini:
Struktur Organisasi pada Divisi Keuangan membawahi Sub. Bagian :
1. Departemen Perencanaan Pengembangan dan Sistem Akuntansi
a. Sub Departemen Adm. Perencanaan
b. Sub Departemen Pengembangan dan Sistem Akuntansi Keuangan
c. Sub Departemen Pokli Sistem Akuntansi Dan Sistem Akuntansi Keuangan
2. Departemen Akuntansi dan Anggaran
a. Sub Departemen Akuntansi
b. Sub Departemen Lap. Manajemen
c. Sub Departemen Pengendalian Dan Anggaran Verifikasi
3. Departemen Pajak dan Asuransi
a. Sub Departemen pajak
4. Departemen Manajemen Asset
a. Sub Departemen Optimilisasi Asset
b. Sub Departemen Portofolio Investasi
5. Departemen Pendanaan
a. Sub Departemen Bendahara
b. Sub Departemen Pengelolaan Dana
c. Sub Departemen Perencanaan Pengendalian Keuangan
Bagan struktur organisasi PT. Inti pada divisi keuangan dapat di gambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Divisi Keuangan PT. INTI DIVISI KEUANGAN
PAJAK & ASURANSI MANAJEMEN ASSET PENDANAAN
2.3 Deskripsi Jabatan PT. INTI
Adapun job description atau uraian tugas pada divisi keuangan adalah
sebagai berikut:
1. Divisi Keuangan
Bertanggung jawab kepada Dewan Direksi
Membawahi :
- Departemen Perencanaan Pengembangan dan Sistem Akuntansi
- Departemen Akuntansi dan Anggaran
- Departemen Pajak dan Asuransi
- Departemen Manajemen Asset
- Departemen Pendanaan
Tugas dan Wewenang
a. Memimpin dan mengelola Divisi Keuangan.
b. Menyusun strategis bisnis dan memberikan arah kebijakan strategis
sebagai pedoman kegiatan bisnis perusahaan.
c. Melakukan penyusunan rencana jangka panjang dan rencana jangka
pendek.
d. Melakukan koordinasi kegiatan pelaporan dengan bekerjasama dengan
para kepala divisi dan unit lainnya.
e. Melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengembangan kompetensi
f. Menyampaikan laporan secara berkala, sekurang-kurangnya sebulan
sekali kepada direksi.
2. Departemen Perencanaan Pengembangan dan Sistem Akuntansi
Bertanggung jawab kepada divisi keuangan
Membawahi :
- Sub Departemen Adm. Perencanaan
- Sub Departemen Pengembangan dan Sistem Akuntansi Keuangan
- Sub Departemen Pokli Sistem Akuntansi Dan Sistem Akuntansi
Keuangan
Tugas dan wewenang :
a. Menyusun dan mengusulkan rencana kegiatan, program kerja,
anggran biaya dan investasi sebagai pedoman kegiatan bagian
perencanaan dan pengendalian sistem akuntansi keuangan.
b. Menganalisa mengusulkan dan membuat operating model
(actionplan) pengembangan sistem keuangan.
c. Memberikan laporan kemajuan pencapaian program kerja secara
periodik disertai rekomendasi atas setiap permasalahan yang ada
dalam pengelolaan kegiatan perencanaan dan pengendalian sistem
akuntansi keuangan kepada atasan.
d. Menginventarisir permasalahan kebijakan manajemen mengenai
fungsi SDM korporasi baik langsung maupun melalui forum
komunikasi pengelola SDM.
e. Memberikan laporan kemajuan pencapaian program kerja secara
periodic disertai rekomendasi atas setiap permasalahan yang ada
dalam pengelolaan kegiatan perencanaan dan pengendalian sistem
akuntansi keuangan kepada atasan.
3. Departemen Akuntansi dan Anggaran
Bertanggung jawab kepada divisi keuangan
Membawahi :
- Sub Departemen Akuntansi
- Sub Departemen Lap. Manajemen
- Sub Departemen Pengendalian Dan Anggaran Verifikasi
Tugas dan Wewenang :
a. Menyusun rencana kerja dan melaksanakan kegiatan urusan
akuntansi.
b. Mengarahkan dan mengevaluasi kegiatan urusan akuntansi sebagai
pedoman kegiatan urusan akuntansi.
c. Pengelolaan data base akuntansi dan keuangan.
d. Mengumpulkan data yang dibutuhkan, menganalisa laporan
keuangan dari unit-unit kerja.
f. Penyusunan laporan keuangan corporate, inhouse dan konsolidasi
perusahaan.
g. Pencatatan transaksi keuangan perusahaan.
h. Memberikan laporan kemajuan pencapaian program kerja secara
periodik disertai rekomendasi atas setiap permasalahan yang ada
dalam pengelolaan kegiatan akuntansi kepada atasan.
i. Melaksanakan pembinaan dan pengembangan kompetensi SDM.
4. Departemen Pajak dan Asuransi
Bertanggung jawab kepada divisi keuangan
Membawahi :
- Sub Departemen pajak
- Sub Departemen asuransi
Tugas dan Wewenang :
a. Menyusun Rencana Kerja dan melaksanakan kegiatan Urusan Pajak.
b. Mengarahkan dan mengevaluasi kegiatan Urusan Pajak sebagai
pedoman Kegiatan Urusan Pajak.
c. Menerima & Verifikasi Pajak Voucher penjualan
d. Verifikasi Pajak Faktur Penjualan (sebelum ditagihkan) dari
Divisi/SBU/Unit.
e. Membuat Rekapitulasi Setoran Pajak (ke Bank/Kantor Pos).
g. Membuat Laporan SPT Tahunan ke kantor KPP BUMN.
h. Melaksanakan penyelesaian Penarikan Retur Pajak (Rampung)
dari Kas Negara.
i. Membuat Laporan Pembelian ke Kanwil DJP.
j. Melayani permintaan Bukti Potongan PPh Rekanan.
k. Rekonsiliasi pajak ke Akuntansi.
l. Menyusun program kerja dan anggaran biaya & investasi unitnya.
m. Memberikan laporan kemajuan pencapaian program kerja secara
periodikdisertai rekomendasi atas setiap permasalahan yang ada
dalam pengelolaan kegiatan pajak kepada atasan.
n. Melaksanakan pembinaan dan pengembangan kompetensi SDM.
5. Departemen Manajemen Asset
Bertanggung jawab kepada divisi keuangan
Membawahi :
- Sub Departemen optimalisasi asset
- Sub Departemen portofolio investasi
Tugas dan Wewenang :
a. Menyusun dan mengusulkan rencana kegiatan, program kerja,
anggaran biaya dan investasi sebagai pedoman kegiatan bagian
b. Merencanakan, mengorganisasikan dan mengendalikan kegiatan
manajemen asset.
c. Membantu perencanaan urusan manajemen asset.
d. Melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan urusan manajemen asset
sebagai pedoman kegiatan urusan manajemen asset.
e. Menyusun program kerja dan anggaran biaya dan investasi
unitnya.
f. Memberikan laporan kemajuan pencapaian program kerja secara
periodik disertai rekomendasi atas setiap permasalahan yang ada
dalam pengelolaan kegiatan administrasi perencanaan
pengendalian asset kepada atasan.
6. Departemen Pendanaan
Bertanggung jawab kepada divisi keuangan
Membawahi :
- Sub Departemen Bendahara
- Sub Departemen Pengelolaan dana
- Sub Departemen perencanaan Pengendalian Keuangan
Tugas dan Wewenang :
a. Merencanakan, mengorganisasikan, dan mengendalikan bagian
b. Menyusun dan mengusulkan rencana kegiatan, program kerja,
anggran biaya dan investasi sebagai pedoman kegiatan bagian
pendanaan.
c. Mengendalikan kegiatan fungsi bendahara (penyimpanan dan
penerimaan) dan perencanaan pengendalian, pengelolaan dana
(pengalokasian dana).
d. Memberikan laporan kemajuan pencapaian program kerja secara
periodik disertai rekomendasi atas setiap permasalahan yang ada
dalam pengelolaan kegiatan pendanaan kepada atasan.
e. Melaksanakan pembinaan dan pengembangan kompetensi SDM di
bawahnya.
f. Mengupayakan sumber pendanaan dari eksternal perusahaan guna
keberlangsungan dan pertumbahan perusahaan.
2.4 Aspek Kegiatan PT. INTI
Kegiatan- kegiatan yang dilakukan oleh PT. INTI dalam kegiatan usahanya
berikut kerjasama yang dilakukannya.
Fasilitas produksi yang dimiliki oleh PT. INTI antara lain adalah :
Pabrik perakitan telepon
Pabrik perakitan transmisi
Pabrik konstruksi & mekanik
Kerjasama Teknologi yang pernah dilakukan pada era ini antara lain dengan
Siemens, BTM, PRX, JRC, dan NEC. Pada era tersebut produk Pesawat Telepon
Umum Koin (PTUK) INTI menjadi standar Perumtel (sekarang Telkom).
Fasilitas produksi terbaru yang dimiliki INTI pada masa ini, disamping
fasilitas-fasilitas yang sudah ada sebelumnya, antara lain adalah Pabrik Sentral
Telepon Digital Indonesia (STDI) pertama di Indonesia dengan teknologi produksi
Trough Hole Technology (THT) dan Surface Mounting Technology (SMT).
Kerjasama teknologi yang pernah dilakukan pada era ini antara lain adalah :
Bidang sentral (switching), dengan Siemens
Bidang transmisi dengan Siemens, NEC, dan JRC
Bidang CPE dengan Siemens, BTM, Tamura, Shapura, dan TatungTEL
Pada era ini, INTI memiliki reputasi dan prestasi yang signifikan, yaitu:
Menjadi pionir dalam proses digitalisasi sistem dan jaringan telekomunikasi
di Indonesia.
Bersama Telkom telah berhasil dalam proyek otomatisasi telepon di hampir
seluruh ibu kota kabupaten dan ibu kota kecamatan di seluruh wilayah
Selama 20 tahun sejak berdiri, kegiatan utama INTI adalah murni manufaktur.
Namun dengan adanya perubahan dan perkembangan kebutuhan teknologi, regulasi
dan pasar, INTI mulai melakukan transisi ke bidang jasa engineering.
Pada masa ini aktivitas manufaktur di bidang switching, transmisi, CPE dan
mekanik-plastik masih dilakukan. Namun situasi pasar yang berubah, kompetisi yang
makin ketat dan regulasi telekomunikasi yang makin terbuka menjadikan posisi INTI
di pasar bergeser sehingga tidak lagi sebagai market leader. Kondisi ini
mengharuskan INTI memiliki kemampuan sales force dan networking yang lebih
baik. Kerjasama teknologi masih berlangsung dengan Siemens secara single-source.
Pada era ini kerjasama teknologi tidak lagi bersifat single source, tetapi
dilakukan secara multi source dengan beberapa perusahaan multinasional dari Eropa
dan Asia. Aktivitas manufaktur tidak lagi ditangani sendiri oleh INTI, tetapi secara
spin-off dengan mendirikan anak-anak perusahaan dan usaha patungan, seperti:
Bidang CPE, dibentuk anak perusahaan bernama PT. INTI PISMA
International yang bekerja sama dengan JITech International, bertempat di
Cileungsi Bogor.
Bidang mekanik dan plastik, dibentuk usaha patungan dengan PT PINDAD
bernama PT. IPMS, berkedudukan di Bandung.
Bidang-bidang switching, akses dan transmisi, dirintis kerja sama dengan
adaptif terhadap kebutuhan pasar. Beberapa perusahan multinasional yang
telah melakukan kerjasama pada era ini, antara lain:
SAGEM, di bidang transmisi dan selular
MOTOROLA, di bidang CDMA
ALCATEL, di bidang fixed & optical access network
Ericsson, di bidang akses
Hua Wei, di bidang switching & akses
Dari serangkaian tahapan restrukturisasi yang telah dilakukan, INTI kini
memantapkan langkah transformasi mendasar dari kompetensi berbasis manufaktur
ke engineering solution. Hal ini akan membentuk INTI menjadi semakin adaptif
terhadap kemajuan teknologi dan karakteristik serta perilaku pasar.
Dari pengalaman panjang INTI sebagai pendukung utama penyediaan
infrastruktur telekomunikasi nasional dan dengan kompetensi sumberdaya manusia
yang terus diarahkan sesuai proses transformasi tersebut, saat ini INTI bertekad untuk
menjadi mitra terpercaya di bidang penyediaan jasa profesional dan solusi total yang
BAB III
PEMBAHASAN PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 3.1Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek
Bidang pelaksanaan kerja praktek yang dilakukan oleh penulis yaitu di bagian
keuangan divisi pajak dan asuransi, kemudian penulis ditempatkan dibagian
pajak. selama melaksanakan kerja praktek penulis dibimbing oleh ketua urusan
pajaknya sendiri.
3.1.1 Pengertian Prosedur
Adapun Pengertian Prosedur menurut Mulyadi dalam Buku Sistem
Akuntansi (2008,5) bahwa:
“Prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan
beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang”.
3.1.2 Pengertian Pajak
Pengertian pajak menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani yang telah telah
diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodihardjo, SH yang dikutip oleh Waluyo
dalam buku perpajakan (2006,2) bahwa :
“ Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang
berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan”
3.1.3 Pengelompokan Pajak
Menurut Waluyo Pajak dapat dikelompokan kedalam kelompok :
1. Menurut Golongan
a. Pajak Langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat
dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib
pajak yang bersangkutan. Sebagai contoh Pajak Penghasilan.
b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat
dilimpahkan ke pihak lain. Sebagai contoh Pajak Pertambahan Nilai.
2. Menurut Sifat
Pembagian pajak menurut sifat dimaksudkan pembedaaan dan
pembagiannya berdasarkan ciri-ciri prinsip:
a. Pajak Subjektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti
memperhatikan keadaan dari wajib pajak.
b. Pajak Objektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
objeknya, tanpa memerhatikan keadaaan diri wajib pajak
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang
3. Menurut Pemungut dan Pengelolaannya
a. Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
b. Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. ( Waluyo, 12,
2006 ).
3.1.4 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 3.1.4.1Pengertian PPN
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap
pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke
konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau
Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung,
maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan
penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir)
tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung. (www.wikipedia.com)
Pengertian Pajak Pertambahan nilai menurut Tugiman bin Sarjono, S,E. M.M
dkk (2008,207) dalam Buku Grey Area Perpajakan disebutkan bahwa :
3.1.4.2Dasar Hukum PPN
Undang-undang yang mengatur pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) adalah
Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009. ( modul brevet:3)
3.1.4.3Obyek dan Subyek PPN
Menurut UU PPN pasal 4 tahun 2009 Obyek PPN dikenakan atas :
1. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha Kena Pajak. Syarat-Syaratnya adalah :
Barang berwujud yang diserahkan berupa BKP;
Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP tidak
berwujud;
Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;
Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau
pekerjaannya.
2. Impor BKP
3. Penyerahan JKP yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh
Pengusaha Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah:
Jasa yang diserahkan merupakan JKP;
Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;
Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean didalam
Daerah Pabean;
5. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean;
6. Ekspor BKP oleh Pengusaha Kena Pajak;
7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan
usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
8. penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan
semula aktiva tersebut tidak unutk diperjualbelikan, sepanjang PPN
yang dibayar pada saat perolehaannya dapat dikreditkan.
(Mardiasmo, 260, 2006).
Adapun untuk lebih jelasnya perbedaan dalam subjek dan objek PPN terdapat dalam
tabel di bawah ini :
1 Penyerahan BKP Penjual & pembeli Penjual (PKP)
Pilihan UU PPN Pasal 1 angka 15 2 Penyerahan JKP Penjual & Pembeli Penjual
Indonesia
ini diuraikan dengan jelas pada Pasal 1 angka 14, 15 serta Pasal 3A ayat (1) dan ayat
(2) UU PPN dan PPn BM.
Sehingga tidak beralasan tidak apabila ada pembeli yang membeli BKP/JKP
dari penjual yang tidak memungut PPN, kemudian pembeli tersebut ditagih PPN nya.
Karena pembeli bukan subjek pajak PPN sehingga tidak terutang PPN. Subjek
pajaknya adalah penjual BKP/JKP tersebut, sehingga PKP penjual yang harus
bertanggungjawab atas mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN yang
Demikian juga tidak beralasan apabila PKP pembeli yang telah
mengkreditkan PPN Masukan atas pembelian BKP/JKP dan memiliki faktur pajak
yang sah serta bukti pembayaran PPN-nya, ternyata dikoreksi pajak masukannya
karena alasan PKP penjual tidak menyetorkan dan melaporkan atau dikonfirmasi
tidak ada. Karena peristiwa tersebut adalah tanggung jawab PKP penjual di luar
kendala PKP pembeli.
Subyek PPN terdiri dari:
1. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Yaitu orang pribadi atau pengusaha sebagaimana yang melakukan penyerahan
BKP dan atau penyerahan JKP yang dikenakan pajak berdasarkan
Undang-undang PPN, tidak termasuk pengusaha kecil (PK) yang batasannya
ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan, kecuali PK yang memilih
dikukuhkan menjadi PKP.
2. Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak. ataupun pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan
penyerahan Barang kena pajak dan atau jasa kena pajak dengan jumlah
peredaran bruto atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,00.
Adapun batasan pengusaha kecil sebelumnya adalah peredaran bruto Rp.
360.000.000,00 dalam setahun yang melakukan penyerahan barang kena pajak
dan jasa kena pajak tetapi penyerahan barang kena pajaknya lebih dari 50%
dari total peredaran bruto dan penerimaan bruto. Dan peredaran bruto Rp.
barang kena pajak dan jasa kena pajak, tetapi dalam penyerahan jasa kena
pajaknya lebih dari 50% dari total peredaran bruto dan penerimaan bruto.
3. Orang Pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak(BKP) tidak
berwujud atau yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak(JKP) dari luar daerah
pabean didalam daerah pabean. ( Diana Sari, 2007, 35)
3.1.4.4Barang kena pajak (BKP) dan Jasa kena Pajak (JKP)
Barang Kena Pajak menurut pasal 1 huruf c dan huruf b lama UU PPN
1984 sebelum 1 januari 1995, pengertian Barang Kena Pajak dirumuskan
sebagai berikut:
Barang kena pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau
hukumnya dapat berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak
sebagai hasil proses pengolahan barang (pabrikasi) yang dikenakan pajak
berdasarkan Undang-undang ini.
Sedangkan dalam pasal 1 angka 3 dan angka 2UU PPN tahun 1984, Barang
kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat
berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak maupun barang tidak
berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini. ( Untung
Sukardji, 66, 2006).
Dan Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan
suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau
dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan
bahan dan atas petunjuk dari pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan
Undang-undang PPN dan PPnBM. ( Waluyo, 342, 2006)
3.1.4.5Barang Dan Jasa Yang Tidak Dikenakan PPN
Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan Barang Kena Pajak dan
Jasa Kena Pajak, sehingga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali
jenis barang dan jenis jasa sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4A
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tidak
dikenakan PPN, yaitu:
A. Jenis Barang Yang Tidak Dikenakan PPN
1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil
langsung dari sumbernya, meliputi :
a) Minyak mentah
b) Gas bumi
c) Panas bumi
d) Pasir dan Kerikil
e) Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara dan
f) Biji timah, biji besi, biji tembaga, biji nikel, biji perak, seta biji
g) Barang hasil pertambangan dan pengeboran lainnya yang
diambil langsung dari sumbernya.
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh
rakyat banyak, yaitu:
a. Segala jenis beras dan gabah, seperti beras putih, beras merah,
beras ketan hitam atau beras ketan putih dalam bentuk:
Beras berkulit ( padi atau gabah ) selain untuk benih.
Digiling
Beras setengah giling atau digiling seluruhnya, disosoh,
dikilapkan maupun tidak.
Beras Pecah
Menir ( Groats) dari beras.
b. Segala jenis jagung, seperti jagung putih, jagung kuning, jagung
kemerahan atau popcorn ( jagung brondong), dalam bentuk :
agung yang telah dikupas maupun belum atau jagung
tongkol dan biji jagung atau jagung pipilan.
Munir (groats) atau bneras jagung, sepanjang masih dalam
bentuk butiran.
c. Sagu, dalam bentuk :
Empulur Sagu
d. Segala jenis kedelai, seperti kedelai putih, kedelai hijau, kedelai
kunin g atau kedelai hitam dalam bentuk pecah dan utuh.
e. Garam baik yang beriodium maupun tidak beriodium termasuk
Garam meja.
Garam dalam bentuk curah atau kemasan 50 kg atau lebih,
dengan kadar Na CL 94,7% (dry Basis).
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah
makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman
baik yang dikonsumsi ditempat maupun tidak. Dan tidak termasuk
makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha katering atau
usaha jasa boga.
4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
B. Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN
1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik meliputi:
a. Jasa dokter umum, jasa dokter spesialis, jasa dokter gigi.
b. Jasa dokter hewan.
c. Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gizi, fisioterapi, ahli
gigi.
d. Jasa kebidanan, dan dukun bayi.
f. jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium
kesehatan, dan sanatorium.
2. Jasa dibidang Pelayanan sosial, meliputi:
a. Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo.
b. Jasa pemadam kebakaran kecuali yang bersifat komersial.
c. Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan.
d. Jasa lembaga rehabilitasi kecuali yang bersifat komersial.
e. Jasa pemakaman termasuk krematorium.
f. Jasa dibidang olahraga kecuali yang bersifat komersial.
g. Jasa pelayanan sosial lainnya kecuali yang bersifat komersial.
3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko yang dilakukan
oleh PT. Pos Indonesia (Persero).
4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan
hak opsi, meliputi :
a. Jasa perbankan, kecuali jasa penyediaan tempat untuk
menyimpan barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk
kepentingan pihak lain berdasarkan surat kontrak ( perjanjian ),
serta anjak piutang.
b. Jasa asuransi, tidak temasuk broker asuransi, dan
c. Jasa sewa guna usaha dengan hak opsi.
5. Jasa di bidang keagamaan, meliputi :
b. Jasa Pemberian khotbah atau dakwah, dan
c. Jasa lainnya di bidang keagamaan.
6. Jasa di bidang pendidikan, meliputi :
a. Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa
penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan,
pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan
keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
b. Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus
7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak
tontonan termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat
komersial. Seperti pementasan kesenian tradisional yang
diselenggarakan secara cuma-cuma.
8. Jasa di bidang penyiaran yang bersifat iklan seperti jasa penyiaran
radio atau televisi baik yang dilakukan oleh instansi pemerintah
maupun swasta yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh
sponsor yang bertujuan komersial.
9. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air, meliputi jasa
angkutan umum di darat, di laut, di danau maupun di sungai yang
10.Jasa di bidang tenaga kerja meliputi:
a. Jasa tenaga Kerja.
b. Jasa Penyediaan tenaga kerja sepanjang pegusaha penyedia
bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut,
dan
c. Jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja.
11.Jasa Di bidang perhotelan, meliputi :
a. Jasa Persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di
hotel, rumah penginapan, motel, losmen dan hotel.
b. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka
menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi jenis-jenis
jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah Izin
Mendirikan Bangunan, pemberian ijin usaha perdagangan,
pembdrian Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pembuatan Kartu
Tanda Penduduk (KTP). (www.pajak.go.id)
3.1.5 Pajak Masukan
3.1.5.1Pengertian Pajak Masukan
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya
sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) karena perolehan Barang
Kena Pajak atau Penerimaan jasa kena pajak dan atau pemanfaatan barang
Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean dan atau impor Barang Kena Pajak.
(Undang-Undang pajak, 248, 2009)
3.1.5.2Pajak Masukan Yang Tidak Dapat dikreditkan
Pajak Masukan pada dasarnya dapat dikreditkan terhadap pajak
keluaran. Akan tetapi tidak semua Pajak Masukan dapat dikreditkan. Pajak
Masukan yang tidak dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan bagi
pengeluaran untuk:
1) Perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai
PKP.
2) Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung
dengan kegiatan usaha.
3) Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station
wagon, van dan kombi, kecuali merupakan barang dagangan atau
disewakan.
4) Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar
daerah pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP.
5) Perolehan BKP atau JKP yang bukti pungutan pajaknya berupa Faktur
Pajak Sederhana.
6) Perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (5) UU PPN,
7) Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak
dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
8) Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan
penerbitan ketetapan pajak.
9) Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan
dalam SPT Masa PPN yang ditemukan pada waktu dilakukan
pemeriksaan.
10)Berkenaan dengan:
Penyerahan kendaraan bermotor bekas.
Penyerahan jasa yang dilakukan oleh pengusaha biro perjalanan
atau biro pariwisata.
Jasa pengiriman paket.
Jasa anjak piutang.
Kegiatan membangun sendiri. ( Undang-undang Pajak tahun 2009,
3.1.6 Pajak Keluaran
3.1.6.1Pengertian Pajak Keluaran
Menurut pasal 1 angka 25 Undang-undang nomor. 18 tahun 2000
“Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib
dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena,
penyerahan Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak”.
3.1.6.2Skema Perhitungan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Keluaran
Pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan BKP dan atau
penyerahan JKP harus memungut pajak keluaran atas penyerahan barang
atau jasa tersebut sesuai dengan ketentuan yang ada dalan undang-undang
PPN No. 42 tahun 2009 dan menyetorkan dan juga melaporkan SPT
Massa.
Gambar 3.1 Skema Perhitungan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Keluaran
Pengusaha Kena Pajak
Penjualan BKP Dalam Negeri
Diperhitungkan sebagai Pajak Keluaran sesuai dengan UU PPN No.42
Tahun 2009
Memungut
Menyetor
3.1.7 Saat Dan Tempat Pajak Terhutang 3.1.7.1Saat Pajak Terutang
Pajak terutang pada saat:
1) Penyerahan Barang kena pajak atau jasa kena pajak
2) Impor Barang kena pajak atau jasa kena pajak
3) Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah
pabean di dalam daerah pabean
4) Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean didalam daerah
pabean.
5) Ekspor barang kena pajak
6) Pembayaran dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan
barang kena pajak atau sebelum jasa kena pajak dari luar daerah
pabean didalam daerah pabean. (Undang-Undang Pajak tahun 2009,
253, 2009).
3.1.7.2Tempat Terutangnya Pajak
1. Untuk penyerahan BKP atau JKP :
a) Tempat tinggal.
b) Tempat Kedudukan.
c) Tempat Kegiatan Usaha
3. Untuk pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar daerah
pabean, di tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar sebagai
wajib pajak.
4. Untuk kegiatan membangun sendiri oleh PKP yang dilakukan tidak
dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya atau oleh bukan PKP,
ditempat bangunan tersebut didirikan.
5. Tempat lain yang ditetapkan dengan keputusan Direktur Jenderal Pajak.
3.2Teknis Pelaksanaan Kerja Praktek
Kegiatan yang dilakukan oleh penulis selama melakukan praktek kerja
lapangan di PT. INTI yaitu dengan cara dibimbing, diarahkan, dan dinilai oleh
pembimbing dari perusahaan. Kegiatan yang dilakukan penulis diantaranya:
1. Menyesuaikan faktur pajak pembelian ( Pajak masukan ) maupun faktur pajak
penjualan ( Pajak Keluaran) dengan data yang sudah diinput guna meneliti
agar data yang diinput tidak salah.
2. Menginput data dari faktur pajak ke dalam SPT PPN dll.
3.3Pembahasan Hasil Pelaksanaan Kerja Praktek
3.3.1 Prosedur Pajak Masukan dan Pajak Keluaran di PT. Inti Bandung Prosedur Pajak Masukan dan Pajak Keluaran ini merupakan urutan kegiatan
sehubungan dengan timbulnya transaksi pemungutan pajak dalam negeri dan
dipungut yang berupa pajak masukan dan pajak keluaran, beserta pengurusan
Pemprosesan dokumen dan dokumen apa saja yang digunakan dalam prosedur
ini. Dan adapun prosedur ini di awali dengan adanya pembagian dua fungsi
ataupun dua departemen didalamnya. Yaitu terdapat fungsi Penagihan dan fungsi
Pajak Corporate.
Fungsi penagihan menerbitkan faktur pajak rangkap 3 ( tiga) dengan
meminta nomor seri dari fungsi keuangan guna penagihan ke pembeli dan
kemudian menyerahkan faktur pajak masukan dan pajak keluaran tersebut ke
fungsi keuangan unutuk ditandatangani dan membuat bukti penerimaan keuangan.
Dan setelah itu melakukan entry data faktur pada aplikasi e-SPT masa,
menyiapkan seluruh Faktur Pajak asli dalam suatu masa pajak dan
menyerahkannya kepada fungsi pajak paling lambat setiap bulan beserta
rekapitulasi yang telah dicetak, kemudian dicopy dan dilakukan arsip dokumen
pajak.
Fungsi Pajak corporate menerima faktur pajak lembar ke-2 (kedua) da ke-3
(tiga) dari fungsi penagihan dan dilanjutkan dengan memisahkan faktur pajak
lembar ke-2 untuk KPP dan lembar ke-3 untuk diarsip, melakukan pencetakan
rekap faktur pajak masukan dan pajak keluaran dan melakukan pengecekan
dengan faktur pajak lembar ke-2 dan lembar ke-3. setelah itu melakukan
konsolidasi atau penggabungan antara pajak masukan dan pajak keluaran, baik
dengan faktur pajak masukan atau pajak keluaran untuk melihat hasil pajak
pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan maka kekurangan SPT masa PPN
Masa kurang bayar akan disetorkan ke Bank Persepsi atau Pos dan Giro, dan
apabila Pajak keluaran lebih kecil daripada pajak masukan maka untuk SPT Masa
PPN maka lebih bayar tersebut akan dikompensasikan ke masa pajak berikutnya
ataupun dilakukan restitusi, disumbangkan ke negara. Adapun bagan alir dari
PROSEDUR PAJAK PPN PEMBELIAN DALAM NEGERI
VENDOR FUNGSI ADUM FUNGSI PAJAK KETERANGAN
FP PEMB
FP PEMB= FAKTUR PAJAK PEMBELIAN
RFP= REKAP FAKTUR
Gambar 3.2 Prosedur Pajak PPN Pembelian
3.3.1.1Dokumen Yang Digunakan
Adapun dokumen yang digunakan atau di perlukan dalam hal prosedur
Pajak PPN Pembelian dan dalam hal ini berupa pajak masukan karena
1. Faktur Pajak
Faktur Pajak dalam hal ini yaitu merupakan suatu adanya bukti pungutan
PPN karena adanya transaksi pembelian ataupun perolehan BKP atau JKP
dan atas Penyerahan BKP atau JKP didalam daerah pabean.
2. Rekapitulasi Faktur Pajak
Rekapitulasi faktur pajak ini merupakan bentuk dari seluruh
penggabungan laporan dari beberapa faktur pajak baik yang dapat
dikreditkan ataupun yang tidak dapat dikreditkan yang berisi tentang
besarnya pajak yang harus dibayar, yang tertuang dan disajikan menjadi
sebuah laporan atau informasi untuk diproses lebih lanjut untuk dilakukan
pengecekan.
3.3.2 Prosedur Pembayaran atau Penyetoran PPN di PT. Inti Bandung
Prosedur Pembayaran Pajak PPN Pembelian Dalam Negeri ini merupakan
serangkaian kegiatan yang rutin dilaksanakan sehubungan dengan kewajiban
menghitung dan menyetorkannya, dengan prosedur sebagai berikut:
Prosedur ini didalamnya terdapat beberapa fungsi ataupun divisi yang sangat
berkaitan erat dengan Prosedur Pembayaran PPN ini dan beberapa fungsi itu
terbagi atas 2 fungsi yaitu fungsi pembayaran dan fungsi pajak corporate.
Pengajuan untuk pembayaran PPN yang harus dibayarkan ataupun disetorkan
terlebih dahulu di Fungsi Pajak Corporate dengan menerbitkan atau membuat
jumlah keseluruhan pajak masukan dan pajak keluaran yang telah ditandatangani
oleh manager pajak dan kemudian jumlah pajak masukan dan pajak keluaran
tersebut dimasukan kedalam induk SPT Masa PPN dan surat setoran pajak ( SSP).
Dan juga menerbitkan bukti pengeluaran keuangan ( Voucher ), sesuai jumlah
yang tertera pada jumlah pada induk SPT masa PPN dan Surat setoran Pajak
(SSP) dan rekap rencana pembayaran yang kemudian ditanda tangani oleh Pihak
pihak tertentu yang kemudian diserahkan kepada fungsi pembayaran untuk proses
penerbitan giro.
Fungsi pembayaran corporate menerima bukti pengeluaran keuangan dan
dokumen pajak asli dari fungsi Pajak corporate, kemudian menerbitkan giro dan
menyetorkannya pada Bank Persepsi atau Pos dan Giro, Bank memberi cap lunas
pada giro tersebut.
Fungsi pajak corporate menerima Giro atau surat transfer dari fungsi
pembayaran corporate kemudian fungsi pajak melakukan pengisian SSP ( Surat
Setoran Pajak ) rangkap dan menyerahkan kepada Bank Persepsi atau Pos dan
Giro beserta Copy Giro paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya sebagai
Pembayaran Pajak. Surat setoran pajak ( SSP ) yang telah ditanda tangani oleh
dan cap Bank Persepsi atau Pos dan Giro dan didistribusikan kepada :
a. Lembar ke-1 ( ke-satu) untuik arsip Wajib Pajak.
b. Lembar ke-2 ( ke-dua) untuk KPP melalui KPKN.
c. Lembar ke-3 (ke-tiga) untuk KPP
e. Lembar ke-5 (ke-lima) untuk Wajib Pajak atau Pihak Lain.
Kemudian melakukan entry data atau edit data PPN masukan dan PPN
keluaran dan PPN yang tidak dapat dikreditkan, dan menerima bukti penerimaan
surat dan Bukti SSP yang kemudian di arsip seluruh dokumen di fungsi pajak.
Dan untuk lebih jelasnya adapun bagan alir dari prosedur diatas adalah sebagai
PROSEDUR PEMBAYARAN ATAU PENYETORAN PAJAK PPN
SPT PPN= PEMBERITAHUAN SURAT PPN MASA
3.3.2.1Dokumen Yang digunakan
Adapun dokumen yang digunakan dalam prosedur diatas adalah sebagai
berikut:
1. Surat Pemberitahuan ( SPT ) masa PPN 1107 B merupakan laporan bulanan
yang dapat disampaikan oleh pengusaha kena pajak yang digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak PPN.
2. Surat Setoran Pajak ( SSP ) digunakan sebagai sarana untuk melakukan
pembayaran atau penyetoran pajak PPN yang terutang.
3. Bukti Pengeluaran Keuangan merupakan sarana yang dilakukan oleh pihak
tertentu dan dalam hal ini bagian pajak meminta agar dari fungsi
pembayaran dapat menyediakan dana untuk melakukan pembayaran Pajak
PPN.
4. Rencana Pembayaran atau Rekapitulasi PPN merupakan laporan akhir
mengenai jumlah rencana pembayaran PPN yang akan dibayarkan.
5. Giro yaitu merupakan surat perintah bayar yang diterbitkan oleh fungsi
pembayaran untuk menyetorkan pajak PPN ke Bank persepsi. dan bukti giro
ini untuk diperlihatkan kepada kantor pos atau bank persepsi sebagai bukti
bahawa telah melakukan pembayaran atau penyetoran pajak PPN.
6. Bukti Penerimaan surat ini merupakan bukti bahwa pihak perusahaan telah
menerima surat yang didalamnya berisi telah menyetokan PPN ke KPP
7. Daftar Pajak masukan 1107 B dan pajak keluaran 1107 A yaitu merupakan
seluruh penggabungan transaksi pembelian ataupun penyerahan barang
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang penulis lakukan selama melakukan
kerja praktek serta analisa yang dilakukan terhadap pokok bahasan yang telah
diuraikan dan dijelaskan pada Bab-Bab sebelumnya, maka penulis mencoba
untuk menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Prosedur Pajak Masukan dan Pajak Keluaran di PT. Industri
Telekomunikasi Indonesia ( persero ), telah terlaksana dengan baik dan
sesuai dengan prosedur dan undang-undang yang telah ditentukan. Baik
dalam pemrosesan maupun kelengkapan dokumen-dokumen yang
mendukung untuk dilakukannya penghitungan dalam proses pembayaran
PPN yang terutang. Dalam penggunaan faktur pajak standar yang dibuat
untuk dilakukan pemungutan PPN telah dilaksanakan dengan benar.
2. Pelaksanaan Penyetoran ataupun Pembayaran PPN di PT. Industri
Telekomunikasi Indonesia ( persero), telah terlaksana dengan baik. Baik
dalam penyetoran, menggunakan formulir Surat Setoran Pajak ( SSP )
sebanyak 5 lembar, dan dalam pengisiannya dilaksanakan secara baik dan
benar. PT. Industri Telekomunikasi Indonesia ( persero) selalu tepat waktu
dan apabila terjadi lebih bayar akan dilakukan kompensasi untuk masa
pajak bulan berikutnya.
4.2 Saran
Saran di kemukakan dengan harapan dapat berguna dan dapat menunjang
aktifitasnya terutama yang berhubungan dengan Prosedur pajak masukan dan
pajak keluaran. Adapun saran- saran yang ingin disampaikan oleh penulis
kepada perusahaan adalah sebagai berikut:
1. Dalam melakukan penginputan faktur lebih baik dilakukan dengan lebih
teliti supaya tidak salah dalam outputnya. Sehingga tidak kesulitan untuk
menyesuaikannya berulang kali serta agar prosedur pajak masukan dan
pajak keluaran dilaksanakan dengan baik.
2. Data yang diarsipkan lebih baik di cek setiap tahun agar lebih rapi dan
Laporan Kerja Praktek
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Dalam Menempuh Jenjang SI
Program Studi Akuntansi
Oleh :
NAMA : NURHAETI
NIM : 21107009
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
Tax center UNIKOM. 2010. Modul Pelatihan Pajak Terapan Brevet A dan B Terpadu
Sukardji Untung. ( 2006 ). Edisi Revisi Pajak Pertambahan Nilai. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada.
Waluyo. 2007. Perpajakan Indonesia. Buku 1. Jakarta : Salemba Empat
Devano, sony. S.E., M.Ak. dan siti kurnia rahayu, S.E., Perpajakan : Konsep, Teori, dan Isu.
Jakarta : Kencana, 2006
Mulyadi. ( 2008 ). Cetakan ke Empat Sistem Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat.
Bin Sarjono, tugiman, S.E, MM, BKP DKK. ( 2008). Grey Area Perpajakan. Jakarta: Gemilang
Gagasindo Handal PT.
Mardiasmo, 2006, Perpajakan Edisi Revisi. 2006, Yogyakarta, Andi.
Anonim. ( 2009 ). Undang-Undang Pajak Lengkap Tahun 2009. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Sari Diana. ( 2007 ). Perpajakan. Bandung.
http://www.pajak.go.id/
Nama Lengkap : Nurhaeti
Tempat Tanggal Lahir : Cianjur, 10 Mei 1989
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Tongkeng No. 5 Bandung
No. Telp : 08997985431
Data Pendidikan
1. Tahun 2001 Lulus Sekolah dasar ( SD) Sukajaya Cianjur
2. Tahun 2004 Lulus Sekolah Menengah Pertama ( SMP ) 2 Pagelaran Cianjur
3. Tahun 2007 Lulus Madrasah Aliyah ( MA ) Tanggeung Cianjur
4. Tahun 2007 Sampai Sekarang Tercatat Sebagai Mahasiswa Akuntansi Universitas Komputer