• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyalahgunaan perjanjian lisensi merek dalam praktek bisnis hak atas kekayaan intelektual

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyalahgunaan perjanjian lisensi merek dalam praktek bisnis hak atas kekayaan intelektual"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan HukumUntuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh:

IDA ROFIDAH NIM: 1111048000007

KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)

iii

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sumber-sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 02 April 2015

(5)

iv

LISENSI MEREK DALAM PRAKTEK BISNIS HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL”, Konsentrasi Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M. ix + 74 halaman + halaman lampiran. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara membuat sebuah perjanjanjian lisensi merek dalam praktek bisnis hak kekayaan intelektual yang benar dengan cara mengetahui dahulu apa saja yang menjadi factor dan penyebab adanya penyalahgunaan terhadap perjanjian lisensi merek ini. Serta untuk mengetahui bagai mana cara menyelesaikan penyalahgunaan perjanjian lisensi merek jika ada penyalahgunaan dalam perjanjian lisensi merek yang dapat merugikan salah satu pihak dari perjanjian tersebut sampai dengan kerugian terhadap konsumen. Latar belakang penelitian ini adalah terkait masalah-masalah yang ada karena dampak dari adanya penyalahgunaan perjanjian lisensi merek terhadap praktek bisnis ha katas kekayaan intelektual. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian library research, yang mengkaji berbagai dokumen yang terkait dengan penelitian. Metode Pengolahan dan Analisa Data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan konsep (conceptual approach), pendekatan historis (historical approach), dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Penelitian ini menggunakan tiga bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan non-hukum. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Penyalahgunaan perjanjian lisensi merek dalam praktek bisnis hak atas kekayaan intelektual sangatlah penting perlindungannya, adanya penyalahgunaan perjanjian lisensi merek ini karena adanya beberapa faktor yang dapat menyebabkan perjanjian lisensi merek cacat dimata hukum dan juga dapat merugikan semua pihak yang bersangkutan. Penelitian ini juga menjelaskan mengenai upaya penyelesaian sengketa yang ada dalam sebuah perjanjian lisensi merek sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 84 Undang-undang Merek tahun 2001.

Kata Kunci : Penyalahgunaan, Perjanjian Lisensi Merek, Hakatas Kekayaan Intelektual

(6)

v

Assalamu’alaikum Wr. Wb... Bismillahirrahmanirrahim...

Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT, karena berkat rahmat,

nikmat, serta anugerah- Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENYALAHGUNAAN PERJANJIAN LISENSI MEREK DALAM PRAKTEK

BISNIS HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL”. Sholawat serta salam penulis

sampaikan kepada tauladan umat islam Nabi Muhammad SAW, yang telah

memimpin ummat Islam keluar dari zaman kebodohan ke zaman yang penuh

dipenuhi dengan orang-orang yang cerdas. Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis

banyak sekali mendapatkan bantuan, arahan, bimbingan serta semangat yang

mendalam dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar., MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Djawahir Hejazziey, SH., MH., MA selaku Ketuan Program Studi

Ilmu Hukum dan Arip Purkon, MA selaku sekretaris Program Studi Ilmu

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Prof. Dr. H. Salman Manggalatung, SH, MH. Selaku Dosen Pembimbing

yang telah bersedia membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini dengan

(7)

vi

4. Segenap staff Perpustakan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Staff Perpustakan Utama UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, dan Staff Perpustakan Universitas Indonesia yang telah memberikan

fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.

5. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta khususnya Dosen Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan

ilmu pengetahuan dengan tulus ikhlas, semoga ilmu pengetahuan yang

diajarkan dapat bermanfaat dan menjadi keberkahan bagi penulis dan semoga

Allah SWT senantiasa membalas jasa-jasa beliau serta menjadikan semua

kebaikan ini sebagai amal jariyah untuk beliau semua.

6. Pembimbing Tahfidz yang tercinta selama di Universitas Islam Negri Pak

Nurrohi Yunus,.LLM Terimakasih atas bimbingannya selama penulis berada

di bangku perkuliahan.

7. Kedua orang tua tercinta yaitu ayahanda H. Muhfid Syadeli dan Ibunda Hj.

Rohanah, terimah kasih atas kasih sayang, motivasi, perhatian, ilmu

pengetahuan, arti kedisiplinan, serta segala hal yang selalu diberikan dengan

tulus tanpa pamrih, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada

jenjang Perguruan Tinggi Negeri. Begitu pula untuk adik-adik tercinta, Gina

(8)

vii

8. Sahabat-sahabat tercinta, khususnya Azhar Nur Fajar Alam yang telah

membantu, memberi semangat, arahan, serta mendampingi penulis baik suka

maupun duka. Semoga Allah senantiasa memberkahi dan meridhoi

kebersamaan kita.

9. Sahabat-sahabat tahfidzku yang solehah-solehah Novita Akria Putri, Sri

Andriani, Endang Putri Nurhayati, Tazkiyatun Nafs yang senantiasa berjuang

bersama dalam melaksanakan kewajiban bertahfidz ria. Buat

Sahabat-sahabatku seperjuangan yang cantik-cantik, Chairunisa, Dhurifah Nurutami,

Septiana Utami, Shinta Dhwiningtias, Hilda Israa, Ummu Salamah, Fanny

Fatwati Putri. Yang selalu memberikan semangat dan inspirasi selama dalam

bangku perkuliahan hingga data menyelesaikan skripsi ini. Dan

sahabat-sahabatku M.Rizky Firdaus, M.Hisyam Rafsanjani, M.Rizky Arisandi, Lidia,

Fadilah Haidar, Azmi Ritonga, Dandi Hernadi Pahusa, Uswatun Hasanah,

Anita Rostianti dan Innes. Yang selalu menemani, memberi pelajaran hidup

serta mengajariku indahnya bersahabat. Serta sahabat-sahabat “KKN Sejati”

yang sudah banyak sekali memberikan pengalaman hidup bermasyarakat

selama melaksanakan tugass KKN.

10.Kawan-kawan, kakak-kakak dan adik-adik kelas Keluarga Besar Program

(9)

viii

11.Himpunan Keluarga Besar Darul Falah (HIKADA), Keluarga Besar

Angkatan Pemuda Peduli Hukum (AMPUH), Business Club Community (BLC), dan keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) atas konsistensi dan kekompakannya yang telah memberikan wadah untuk saling

belajar, berbagai dan menggali ilmu dalam mengkaji Hukum secara holistic,

serta menjalin kekeluargaan yang sangat erat.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususya bagi penulis dan

umumnya bagi pembaca sekalian. Terima kasih. Wassalamu’alaikum warahmatullohi wa barokatuh...

Jakarta, 02 April 2015

(10)

ix

PERSETUJUAN PEMBIMBING... i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 8

E. Kerangka Teoretis dan Konseptual ... 8

F. Metode Penelitian ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II HAK MEREK DALAM HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL A. Pengertian dan Ruang Lingkup Merek ... 19

B. Pengertian dan Ruang Lingkup Hak atas Kekayaan Intelektual ... 21

C. Pengaturan Hukum Merek di Indonesia ... 30

(11)

x

A. Pengertian Umum Perjanjian dan syarat sah Perjanjian ... 39

B. Perngertian Lisensi dan Perjanjian Lisensi ... 46

C. Pertimbangan Pemberian Lisensi ... 51

D. Syaratdan Isi Perjanjian Lisensi Merek dalam HaKI ... 53

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM DALAM PENYALAHGUNAAN PERJANJIAN LISENSI MEREK A. Hak dan Kewajiban Pemberi dan Penerima Lisensi Merek ... 57

B. Bentuk-bentuk dan Faktor penyebab Penyalahgunaan Perjanjian Lisensi merek ... 63

C. Peran dan Wewenang Dirjen HaKI Terkait Perlindungan Hukum Penyalahgunaan Perjanjian Lisensi Merek ... 67

D. Penyelesaian Sengketa Penyalahgunaan Perjanjian Lisensi Merek ... 70

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 80

(12)

1 A. Latar Belakang Masalah

Haki atau Hak atas Kekayaan Intelektual merupakan suatu produk atau ruang

lingkup dari pada Hukum Bisnis, hukum bisnis merupakan suatu prangkat kaidah

hukum (termasuk enforcement-nya) yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan urusan atau kegiatan dagang, industri atau keuangan yang dihubungkan dengan

produksi atau pertukaran barang atau jasa dengan menempatkan uang dari para

enterpreneur dalam resiko tertentu dengan usaha tertentu dengan motif dari entrepreuner tersebut, adalah untuk mendapatkan keuntungan tertentu.1

Merek merupakan ruang lingkup dari pada Hak atas Kekayaan Intelektual

yang merupakan suatu hak kebendaan yang sah dan diakui oleh hukum atas benda

tidak berwujud berupa kekayaan/kreasi intelektual, yang dapat berupa diantaranya

hak merek, seperti hak kebendaan lainnya HaKI dapat beralih atau dialihkan dan

dapat dipertahankan kepemilikannya oleh siapapun.2Atas dasar ketentuan aturan-aturan serta ketentuan Undang-undang yang ada. Suatu merek yang menjadi merek

terkenal menjadi andalan pengusaha dalam memenangkan persaingan yang semakin

ketat. Fakta itu menyebabkan merek-merek terkenal menjadi incaran pemalsuan

merek penyalahgunaan bagi pihak-pihak yang beritikad tidak baik. Sebagai bagian

1

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2008), h. 2

2

(13)

dari HaKI, hak merek merupakan hak yang bersifat khusus. Hak khusus tersebut

pada dasarnya bersifat exclusive dan monopoli yang hanya dapat dilaksanakan oleh

pemilik hak, sedangkan orang lain tidak boleh untuk menggunakannyatanpa seizin

pemiliknya.

Berbeda dengan hak cipta, merek harus didaftarkan terlebih dahulu di dalam

Daftar Umum Merek. Merek sangat penting dalam dunia periklanan dan pemasaran

karena publik sering mengaitkan suatu imej, kualitas atau reputasi barang dan jasa

terhadap barang tertentu. Sebuah merek dapat menjadi kekayaan yang sangat

berbahaya secara komersial. Merek suatu perusahaan seringkali lebih bernilai

dibandingkan dengan aset riil suatu perusahaan tersebut. Merek juga berguna untuk

para konsumen, mereka membeli produk tertentu (yang terlihat dari mereknya)

karena menurut mereka, merek tersebut berkualitas tinggi atau aman untuk

dikonsumsi dikarenakan karena reputasi dari merek tersebut. Jika sebuah perusahaan

menggunakan merek perusahaan lain, para konsumen mungkin meresa tertipu karena

telah memberi prduk dengan kualitas yang lebih rendah.3

Karena hak merek merupakan hak ekslusif maka, tidak setiap orang bisa

menggunakan hak tersenbut. Orang lain baru dapat menggunakan, jika telah

mendapat izin dari pemiliknya. lzin itu berupa perjanjian lisensi.

Lisensi merupakan suatu bentuk pemberian hak yang melahirkan suatu

perikatan yang dapat bersifat ekslusif maupun non-ekslusif. Sebagai suatu perikatan

3

(14)

pemberian lisensi ini memberikan hak kepada pemberi lisensi atas kontra prestasi

dari penerima lisensi. Secara umum dapat dikatakan bahwa kontra prestasi yang

diharapkan oleh pemberi lisensi tersebut adalah suatu bentuk pembayaran (yang

disebut dengan license fee atau Royalty). Namun demikian kebutuhan praktis menunjukan bahwa ternyata tidak hanya sampai di situ saja kewajiban yang harus

dilaksanakan oleh penerima lisensi Merek tersebut. Pemberi lisensi merasa

berkepentingan agar Hak Atas Kekayaan Intelektual yang dilisensikan olehnya

kepada penerima lisensi dapat dijaga keutuhannya, (dalam hal Hak atas Kekayaan

Intelektual yang dilisensikan adalah merek, penerima lisensi bahkan diwajibkan

untuk menjaga kualitas atas mereknya yang dilisensikan tersebut), termasuk

melakukan hal-hal yang tidak akan mengakibatkan kerugian moril maupun materiil

bagi pihak pemberi lisensi. 4

Pasal 49 UU Merek 2001 menjelaskan tentang Praktek Perjanjian Lisensi

Merek di Indonesia selama ini sebelum adanya peraturan pelaksana yang secara

khusus mengatur mengenai lisensi, sudah banyak terjadi namun hanya berdasar asas

Kebebasan Berkontrak yang diatur Kitab Undang- Undang Perdata, meski begitu

perjanjian yang telah dibuat tetap berlaku karena syarat sahnya suatu perjanjian

sudah terpenuhi tanpa adanya kewajiban suatu pencatatan tertentu. Hal ini sesuai

dengan pasal 1320 KUHPer Pemerintah yang dalam hal ini adalah Direktorat

Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, khususnya Direktorat Merek sebaiknya segera

4

(15)

mengajukan Rancangan Keputusan Presiden yang mengatur mengenai ketentuan isi,

benstuk, cara permohonan pencatatan perjanjian lisensi sehingga terdapat kepastian

kejelasan hukum dan apabila terjadi sengketa diantara para pihak dalam perjanjian

lisensi maka akan dapat diselesaikan dengan baik. Selin itu juga agar Direktorat

Merek memiliki arsip salinan dari bentuk dan isi perjanjian lisensi merek sebagai

keperluan aministratif untuk memantau dan mengontrolperjanjian- perjanjian lisensi

merek yang ada.

Lisensi merek hendaklah mengandung itikad baik pada saat membuat

perjanjian lisensi. Hal ini dimaksudkan karena perjanjian lisensi bukanlah suatu

perjanjian pengalihan hak namun merupakan pemberian hak yang diberikan dari

pemilik merek kepada pihak lain dengan jangka waktu tertentu dan dengan syarat

tertentu. Berdasarkan contoh kontrak lisensi yang ada, ada beberapa hal yang

mungkin saja bisa terjadi dan dapat merugikan si pemberi lisensi merek ini sehingga

mengakibatkan pemutusan perjanjian secara sepihak bisa dilakukan, diantaranya:

penerima lisensi tidak konsisten dalam menggunakan merek yang dilisensikan,

penerima lisensi tidak membayar royalty sesuai dengan yang diperjanjikan, penerima

lisensi tidak menjaga kualitas produk yang dihasilkan. Selain itu dalam Pengawasan

dan kewenangan Perjanjian Lisensi sendiri ada beberapa Pertanyaan kritis yang layak

diajukan adalah siapa yang memiliki kelayakan dan kemampuan untuk melaksanakan

kewenangan menilai substansi perjanjian lisensi Merek? Ukuran apa yang

digunakan? Bagaimana bila para pihak merasa tidak membuat ketentuan yang

(16)

merek, tetapi dinyatakan sebaliknya oleh direktorat jendral? Harus diakui, ketentuan

ini mengandung bibit pertikaian dan masih harus dibuktikan efektivitasnya.

Merek merupakan sesuatu (gambar atau nama) yang dapat digunakan untuk

mengidentifikasi suatu produk atau perusahaan di pasaran. Pengusaha biasanya

berusaha mencegah orang lain menggunakan merek mereka karena dengan

menggunakan merek, para pedagang memperoleh reputasi baik dan kepercayaan dari

para konsumen serta dapat membangun hubungann antara reputasi tersebut dengan

mereka yang telah digunakan perusahaan secara regular. Semua hal di atas tentunya

membutuhkan pengorbanan waktu, tenaga dan uang.5

Oleh karena itu merek sangat dibutuhkan oleh pengusaha-pengusaha untuk

memberikan kepercayaan kepada konsumen terhadap kualitas produknya. Namun

bagaimana jika dalam pengalihan merek dengan cara Perjanjian Lisensi penerima

lisensi menggunakan merek baru. Merek baru tersebut merupakan merek penerima

lisensi sendiri dengan tujuan untuk ekspansi usaha. Selain itu yang muungkin terjadi

adalah bagaimana jika sengketa yang disebabkan karena mantan penerima lisensi

memproduksi barang atau jasa dengan menggunakan merek lain, namun kualitasnya

sama persis dengan kualitas merek yang pernah dilisensikannya. Kondisi itu akan

membuat mantan pemberi lisensi selaku pemilik merekakan menderita kerugian,

karena akan mengurangi jumlah penjualan produk barang atau jasanya.

5

(17)

Berdasarkan dari berbagai macam masalah yang timbul dari Perjanjian

Lisensi Merek ini, penulis sangat tertarik untuk membahas mengenai Perjanjian

Lisensi Merek ini yang terlalu banyak polemik di dalamnya, sehingga banyak sekali

kemungkinan-kemungkinan yang dapat merugikan Hak atas Kekayaan Intelektual

seseorang. Dengan demikian penulis tertarik mengangkat tema ini yang akan lebih

lanjut dituangkan dalam sebuah skripsi, dengan judul ”Penyalahgunaan Perjanjian Lisensi Merek dalam Praktek Bisnis Hak atas Kekayaan Intelektual”

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Memperhatikan cakupan materi yang dimuat dalam Undang-Undang Hak

atas Kekayaan Intelektual begitu luas, perlu sekiranya penulis untuk membatasi

penelitian ini dengan memfokuskan pada pembahasan mengenai penyalahgunaan

perjanjian lisensi merek dalam peraktek bisnis hak atas kekayaan intelektual.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, maka penulis

mengajukan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa saja bentuk-bentuk dan faktor-faktor penyebab adanya penyalahgunaan

perjanjian lisensi merek dalam Praktek Bisnis Hak atas Kekayaan Intelektul?

2. Bagaimana cara penyelesaian sengketa dalam penyalahgunaan perjanjian

(18)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Penulisan penelitian skripsi ini secara umum bertujuan untuk mengetahui

bagaimana kepastian Hukum dan perlindungan hukum dalam penyalahgunaan

perjanjian Lisensi Merek dan batasan-batasan perjanjian lisensi Merek. Dengan

rincian tujuan sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui bentuk–bentuk dan faktor-faktor penyebab adanya

penyalahgunaan perjanjian lisensi merek dalam praktik bisnis Hak atas

Kekayaan Intelektual.

2) Untuk mengetahui cara penyelesaikan sengketa dalam penyalahgunaan

perjanjian lisensi Merek

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoretis

Secara teoritis diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan

dibidang hukum hak atas kekayaan intelektual khususnya yang berkaitan

dengan perjanjian lisensi Merek.

b. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dari penilitian ini dapat diharapkan menjadi

bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menganalisis permasalahan

Perjanjian Lisensi Merek dan dalam memberikan kebijakan-kebijakan dan

konsukuensi hukum yang berkaitan dengan penegakan hukum serta kepastian

(19)

Perjanjian Lisensi Merek yang seadil-adilnya bagi kemakmuran hajat hidup

orang banyak, khususnya masyarakat Indonesia.

D. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Pernah ada penelitian sebelumnya yang dijadikan review terdahulu oleh penulis yaitu skripsi dengan judul “Lisensi Merek dalam Dunia Usaha”yang disusun

oleh Maria Magdalena, yang telah dipertahankan dalam prasyarat untuk

mendapatkan gelar Sarjana Ilmu Hukum Universitas Indonesia pada tahun 1990.

Penelitian ini fokus membahas mengenai bentuk Lisensi Merek dalam Dunia usaha. Selanjutnya buku yang disusun oleh Gunawan Widjaja dengan judul “Seri

Hukum Bisnis: Lisensi,” diterbitkan oleh PT Raja Grafindo Persada, Jakarta tahun

2001. Penelitian ini fokus terhadap konsep definisi lisensi, subjek dan objek

perjanjian lisensi serta pengaturan lisensi dalam peraturan-peraturan HaKI.

Sebagai pembeda dan pembanding, penelitian yang akan penulis angkat akan

fokus mengenai bentuk-bentuk dan faktor-faktor penyebab adanya penyalahgunaan

perjanjian Lisensi Merek dalam Praktik Bisnis Hak atas Kekayaan Intelktual serta

cara menyelesaikan sengketa dalam penyalahgunaan perjanjian Lisensi Merek.

E. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Sama halnya dengan hak cipta dan hak paten serta hak atas kekayaan

intelektual lainnya, maka hak merek juga merupakan bagian dari hak atas intelektual.

Selain dari alasan yang telah disebutkan pada bagian awal tulisan ini, maka khusus

(20)

konsiderans UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (selanjutnya disingkat UUM 2001) bagian yang menimbang butir a, yang berbunyi, “ bahwa di era perdagangan

global, sejalan dengan konvensi-kenvensi internasional yang telah diratifikasi

Indonesia, peranan merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga peranan persaingan usaha tidak sehat.”6

Dengan merek, produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal

muasalnya, kualitasnya serta keterjaminannya bahwa produk itu original.

Kadangkala yang membuat suatu produk menjadi mahal bukan produknya, tetapi

mereknya. Merek merupakan suatu yang ditempelkan dan dilekatkan pada suatu

produk, tetapi ia bukan produk itu sendiri. Seringkali setelah barang itu dibeli,

mereknya tak dapat dinikmati oleh si pembeli. Merek mungkin hanya menimbulkan

kepuasan saja bagi pembeli, namun benda materilnya yang dapat dinikmati. Merek

itu sendiri hanya benda immateril yang tak dapat memberikan apapun secara fisik.

Inilah yang membuktikan bahwa merek itu merupakan hak kekayaan immateril.7 Sama dengan hak milik lainnya, hak merek sebagai hak kebendaan immateril

juga dapat beralih dan dialihkan sebagaimana telah tertera dalam UUM tahun 2001

Bab ke V tentang Pengalihan Hak atas Merek Terdaftar (pasal 40, 41 dan 42). . Ini

suatu bukti bahwa UU Merek 2001 dapat mengikuti prinsip-prinsip hukum benda

yang dianut oleh seluruh dunia dalam penyusunan undang-undang mereknya. Salah

6

OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004) h. 329

7

(21)

satu wujud pengakuan dari hak kebendaan yang sempurna itu adalah,

diperkenankannya oleh undang-undang hak kebendaan itu beralih atau dialihkan oleh

si pemilik. Salah satu sistem pengalihan dalam hak merek adalah sebuah perjanjian

pengalihan yang disebut dengan perjanjian lisensi yang diatur dalam Undang-undang

Merek tahun 2001 pasal 43.

Lisensi dalam hal ini sebagai suatu cara untuk membagi dan menyebarkan ide

gagasan suatu ciptaan dan invensi dalam lingkup HaKI, agar negara berkembang

dapat mengikuti dan mencontohi apa yang telah dihasilkan oleh negara maju secara

legal. Sebagaimana telah diatur dalam UU No. 15 tahun 2001 pada Bab V mengenai

Pengalihan Hak atas Merek Terdaftar dan mengenai Lisensi.

2. Kerangka Konseptual

Secara konsep UUM 2001 tidak memnyebutkan bahwa merek merupakan

salah satu wujud dari karya inteletual. Sebuah karya yang didasarkan kepada olah

pikir manusia yang kemudian terjelma dalam bentuk benda Immateril. Suatu hal

yang perlu dipahami dalam setiap kali menempatkan hak merek dalam krangka hak

atas kekayaan intelektual adalah bahwa, kelahiran hak atas merek itu diawali dari

temuan-temuan dalam bidang hak atas kekayaan intelektual lainnya, misalnya hak

cipta. Pada merek ada unsur ciptaan, misalnya desain logo, atau desain huruf,

terdapat hak cipta dalam bidang seni. Oleh karena itu, dalam hak merek bukan hak

cipta dalam bidang seni itu yang dilindungi tetapi mereknya itu sendiri sebagai tanda

pembeda. Jadi, ada sesuatu “yang tak terlihat” dalam hak merek itu. Itulah hak

(22)

intelektual. Dalam krangka ini hak merek termasuk pada kategori hak atas kekayaan

perindustrian (Industriele Eigendom) atau Industrial Property Rights.8

Undang-undang No. 15 tahun 2001 pasal 1 butir 1, menjelaskan definisi

merek, “Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf

angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya

pembeda yang digunakan dalam kegiatan perdagangan atau jasa.” Sedangkan para

ahli diantaranya adalah Philip S. James MA, berpendapat bahwa “a trade mark is a mark used in conextion with goods which a tader uses in order to tignity that a certain type of good are his trade need not be the actual menufacture of goods, in order to give him the right to use a trade mark, it will suffice if they marely pas throug his hand is the course of trade” yang artinya merek dagang adalah suatu tanda yang dipakai oleh seorang pengusaha atau pedagang untuk menandakan bahwa suatu

bentuk tertentu dari barang-barang kepunyaannya, pengusaha atau barang tersebut

tidak perlu penghasilan sebenarnya dari barang-barang itu, untuk memberikan

kepdanya hak untuk memakai suatu merek, cukup memadai jika barang-barang itu

ada di tangannya dalam lalu lintas perdagangan.9

Ada beberapa cara yang diatur dalam Undang-undang mengenai pengalihan

hak Merek terhadap pihak lain di antaranya adalah dengan menggunakan Perjanjian

Lisensi. Diadakannya lisensi untuk mensiasati agar hak monopoli yang dimiliki oleh

seorang inventor dan pencipta tidak menghambat perkembangan dan kemajuan

8

OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, h. 330 9

(23)

teknologi dalam suatu negara yang berkembang. Penerima Lisensi dapat

mengembangkan usahanya selama tidak melanggar Undang-undang, dan sesuai

klausula perjanjian yang disepakati antara kedua belah pihak. Namun pada

kenyataannya pemberi lisensi masih terlalu menjadikan hak monopoli yang

dimilikinya untuk mengatur royalti dengan setinggi-tingginya diluar kemampuan

para penerima lisensi.

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang

lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.

Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung

janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis10. Sedangkan penyalahgunaan perjanjian merupakan perbuatan melanggar hukum yang dapat

merugikan salah satu pihak atau lawan pihaknya dalam sebuah perjanjian karena

kelalaiannya, dalam pasal 1238 KUHPer menyebutkan “ Si Berutang adalah lalai,

bila ia dengan surat perintah atau sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau

demi perikatannya sendiri jika ini menetapkan si berutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan” hal ini bisa dibilang wanprestasi,

Wanprestasi adalah suatu perbuatan kelalaian atau kealpaan salah satu pihak yang

terlibat dalam suatu perjanjian, dimana:

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi dilakukannya.

b. Tidak melaksanakan apa yang dijanjikan.

10

(24)

c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.11 Hal-hal yang sering disalahgunakan oleh pemberi lisensi secara konsep

melanggar doktrin fairdealing12 yang menjelaskan bahwa hak moral selalu dijunjung tinggi dalam setiap transaksi kontrak atau perjanjian. Doktrin ini menjelaskan bahwa

setiap pemberian lisensi harus mementingkan keterbukaan, keseimbangan, dan

proporsionalitas yang menjamin akan keuntungan kedua belah pihak dapat terwujud

dengan baik. Hak monopoli yang dimiliki oleh pemberi lisensi dalam kaitannya

dengan HaKI, wajib memperhatikan dokrin ini agar akibat hukum yang timbul kelak

dapat diminimalisir dan tercegah pada awal komitmen perjanjian.

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum merupakan suatu

kegiatan know-how dalam ilmu hukum yang bersifat perspektif, bukan sekedar know-about. Sebagai kegiatan know-how penilitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi. Disinilah dibutuhkan kemampuan untuk

mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisis

11

Ibid, h. 45 12

(25)

masalah yang dihadapi dan kemudian memberikan pemecehan atas masalah

tersebut.13

Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam menjawab

permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini dan untuk memenuhi

penulisan skripsi ini penulis menggunakan jenis metode Penelitian yuridis

normatif yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan

kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.14Sedangkan sifat dari penelitian ini adalah deskriptif yaitu tipe penelitian untuk memberikan data yang seteliti

mungkin tentang suatu gejala atau fenomena, agar dapat membantu dalam

memperkuat teori-teori yang sudah ada, atau mencoba merumuskan teori baru.

2. Pendekatan Yang Digunakan

Sehubungan dengan penelitian ini penulis menggunakan jenis penilitian

normatif, maka dalam hal teknik pengumpulan data dalam penelitian normatif,

penulis menggunakan beberapa pendekatan, yaitu pendekatan

perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan historis (historical approach).

Pendekatan perundang-undangan dimaksudkan untuk memperoleh kejelasan

mengenai ketentuan hukum dalam kewenangan pengawasan bagi pihak-pihak

terkait perjanjian lisensi atas merek dalam praktek hukum bisnis ketika ada

13

Peter Mahmud Marzuki, Penilitian Hukum, cet. VIII, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), h. 60

14

(26)

penyalahgunan Perjanjian Lisensi merek. Sedangkan pendekatan konseptual

dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana seharusnya konsep atau kriteria

perjanjian lisensi merek dalam praktek bisnis hak atas kekayaan intelktual, dengan tidak adanya salah satu pihak yang diruggikan. Adapun pendekatan historis

digunakan untuk mengetahui bagaimana sebenarnya sejarah perkembangan hak

merek khususnya dalam Perjanjian Lisensi merek di Indonesia.

3. Sumber Penelitian

Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber penelitian yang

berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier,

dengan rincian sebagai berikut:

a. Bahan hukum primer (yang meliputi UUD 1945, dan peraturan

perundang-undangan yang terkait Hak atas Merek ). Bahan hukum sekunder merupakan

data yang diperoleh dari bahan kepustakaan.15

b. Bahan hukum sekunder yang terdiri dari atas buku-buku (text books) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh (de herseende leer), jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan

hasil-hasil simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian skripsi ini.

c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti

kamus hukum, encyclopedia, dan lain-lain.16

15

Soejono Sokanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1992), h.51. 16

(27)

4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Penelitian ini, penulis mempergunakan metode pengumpulan data melalui

studi dokumen/ kepustakaan (library research) yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan seperti buku-buku yang berkaitan dengan merek

dan perjanjian lisensi, pendapat sarjana, surat kabar, artikel, kamus dan juga berita

yang penulis peroleh dari internet.

Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier

diinvetarisasi dan diklasifikasi dengan menyesuaikan masalah yang dibahas.

Dalam upaya mengumpulkan data yang diperlukan, digunakan Metode

Dokumentasi, metode ini dimaksudkan dengan mencari hal-hal atau variabel

berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, media online, majalah, prasasti,

notulen, rapat, agenda, dan sebagainya.17

5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum

sekunder, serta bahan hukum tersier diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa,

sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab

permasalah yang telah dirumuskan. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan

secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat

umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi. Selanjutnya setelah bahan

17

(28)

hukum diolah, dilakukan analisis terhadap bahan hukum dengan melakukan

analisis secara kritis dan mendalam mengenai Bentuk-bentuk atau faktor-faktor

penyebab adanya penyalahgunaan perjanjian lisensi merek, dan Penyelesaian

sengketa dalam penyalahgunaan perjanjian lisensi merek.

G. Sistematika Penulisan.

Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Petunjuk Penulisan Skripsi Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012” dengan

sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa

subbab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun perinciannya sebagai

berikut:

BAB I Pendahuluan,

Diuraikan mengenai Latar Belakang Masalah, dilanjutkan dengan,

Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,

Kerangka Teoritis dan Konseptual, Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu,

Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II Tinjauan umum mengenai Pengertian Umum Hak Merek Dalam Hak

Atas Kekayaan Intelektual.

Pada bab ini penulis akan membahas mengenai pengertian Merek dan Ruang

lingkupnya, Pengertian HaKI dan Ruang lingkupnya, Pengaturan Hukum

Merek di Indonesia, serta perolehan dan Pendaftaran Merek di Indonesia.

BAB III Tinjauan umum mengenai Perjanjian dan Perjanjian Lisensi Merek

(29)

Pada bab ini penulis akan menguraikan Pengertian Umum perjanjian dan

Syarat Sah Suatu Perjanjian, Pengertian Lisensi dan Pengertian Perjanjian

Lisensi, Pertimbangan Pemberian Lisensi, serta Syarat dan Isi Perjanjian

Lisensi Merek dalam HaKI.

BAB IV Tinjauan yuridis Perlindungan Hukum dalam Penyalahgunaan

Perjanjian Lisensi Merek.

Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai hak dan kewajiban pemberi

dan penerima lisensi merek, Bentuk-bentuk dan faktor-faktor penyebab

adanya Penyalahgunaan Perjanjian Lisensi Merek, Peran dan Wewenang

Dirjen HaKI Terkait Perlindungan Hukum terhadap penyalahgunaan lisensi,

serta Penyelesaian Sengketa Penyalahgunaan Perjanjian Lisensi Merek.

BAB V Penutup yang berisi Kesimpulan dan Saran.

Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, untuk itu penulis

menarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian, disamping itu penulis

(30)

19

MENGENAI HAK MEREK DALAM HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL

A.Pengertian dan Ruang Lingkup Merek

Pasal 1 butir 1 Undang-undang Merek tahun 2001 memberikan suatu definisi tentang

Merek, yaitu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan

warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya perbedaan dan

digunakan dalam kegiatan perdagangan atau jasa.1

Selanjutnya hak atas merek itu memiliki definisi sendiri sebagai mana telah

dijelaskan pula dalam Pasal 3 Undang-undang Merek tahun 2001 hak eksklusif yang

diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek

untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan

izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.2

Sama halnya dengan hak cipta dan hak paten serta hak kekayaan intelektual lainnya,

maka hak merek juga merupakan bagian dari Hak atas Kekayaan Intelektual.Undang-undang

Merek 1992 menyebutkan bahwa merek merupakan salah satu wujud dari karya

intelektual.Sebuah karya yang didasarkan oleh pikir manusia, yang kemudian terjelma dalam

benda immateril.3

1

Dikutip dari, Pasal 1 butir 1Undang-undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek. 2

Dikutip dari, Pasal 3 Undang-undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek. 3

(31)

Suatu hal yang harus dipahami dalam setiap kali menetapkan hak merek dalam

krangka hak atas kekayaan intelektual adalah bahwa, kelahiran hak atas merek itu diawali

dari temuan-temuan dalam bidang hak atas kekayaan intelektual lainnya, misalnya hak cipta.

Pada merek ada unsur ciptaan, misalnya desain logo, atau desain huruf.Ada hak cipta dalam

desain seni. Oleh karena itu, dalam hak merek bukan hak cipta dalam bidang seni itu yang

dilindungi, tetapi mereknya itu sendiri, sebagai tanda pembeda.4

Adapun mengenai jenis Merek, Undang-undang Merek tahun 2001 telah mengatur

tentang jenis-jenis merek, yaitu sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 butir 2 dan 3 UU

Merek Tahun 2001 yaitu:5

a. Merek dagang, adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama, atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya

b. Merek Jasa, adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama, atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa jenis lainnya.

Disamping jenis merek sebagaimana dikemukakan di atas ada juga pengklafikasian

lain yang didasarkan kepada bentuk atau wujudnya. Bentuk dan wujud merek itu dimaksud

untuk membedakan dari jenis barang milik orang lain. Oleh karena adanya pembedaan itu,

maka terdapat beberapa jenisbentuk wujud merek yakni:

1. Merek Lukisan (beel mark)

2. Merek Kata (word mark)

3. Merek Bentuk (form mark)

4. Merek Bunyi-bunyian (klank mark)

5. Merek Judul (title merk)6

Adapun pemakaian merek memiliki beberapa fungsi yaitu :

4

Ibid, h. 330 5

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Moderen di Era Global, (Bandung : PTCitra Aditiya Bakti, 2008), h. 203

6

(32)

1) Tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya.

2) Alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukum dengan menyebut hukum lainnya.

3) Jaminan atas mutu barangnya

4) Penunjuk asal barang / jasa dihasilkan7

B.Pengartian dan Ruang Lingkup Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan hak yang timbul dari adanya

kretifitas manusia yang menghasilkan karya-karya inovatif yang dapat diterapkan

pada kehidupan manusia. Istilah lain dari HKI adalah Hak Milik Intelektual, dimana kata “milik” lebih tepat dari pada istilah “kekayaan”. Apabila diperhatikan dalam

sistem Hukum Perdata Indonesia pada hukum harta kekayaan terdiri dari dua bagian

yaitu hukum perikatan (Pasal 1233 KUH Perdata) dan hukum benda (Pasal 499 KUH

Perdata). Pada konsep harta kekayaan, setiap benda selalu ada pemiliknya. Setiap

pemilik suatu benda mempunyai hak atas benda miliknya, yang biasa disebut dengan ”Hak Milik”. Dengan demikian pemilik berhak untuk menikmati dan menguasai

benda tersebut. Kedua istilah tersebut diatas saling melengkapi sehingga tidak perlu

dipermasalahkan.Hukum Hak Kekayaan Intelektual adalah hukum yang mengatur

perlindungan bagi para pencipta dan penemu karya-karya inovatif

sehubungandengan pemanfaatan karya-karya mereka secara luas dalam masyarakat,

7 Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, “

(33)

karena itu tujuan hukum HKI adalah menyalurkan kreativitas individu

untukkemanfaatan manusia secara luas.8

Selain itu, Hak Kekayaan Intelektual adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu

benda yang baersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio, hasil dari pekerjaan

rasio manusia yang menalar. Hasil kerjanya itu berupa benda im-materil yaitu benda

tidak berwujud.9

“Dalam kepustakaan hukum Anglo saxon10 ada juga dikenal dengan intellectual property right. Kata ini kemudian diterjemahkan menjadi “Hak

Milik Intelektual”, yang sebenarnya menurut hemat penulis (Saidin), lebih tepat kalo diterjemahkan menjadi Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI). Alasannya karena “hak milik” sebenarnya sudah merupakan istilah baku dalam kepustakaan hukum.11Padahal tidak semua Hak Atas Kekayaan Intelektual merupakan hak milik dalam arti yang sesungguhnya. Bisa merupakan hak untuk memperbanyak saja, atau untuk menggunakannya dalam produk tertentu dan bahkan dapat pula berupa hak sewa (rental right), atau hak-hak lain yang timbul dari perikatan seperti lisensi, hak siaran, dan lain sebagainya.”12

Substansinya Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) merupakan bagian dari

benda yaitu benda tidak berwujud (benda Immateril). Maksud benda tidak berwujud

8

Nuzulia Kumalasari, Pentingnya Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dalam Era Globalisasi”,Qistie 3, no.3, (2009, h.25

9

OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, h. 9 10

Hukum Anlo Saxon adalah hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim yang selanjutnya.

11

Perbedaan seru tentang istilah ini telah berlangsung selama bertahun-tahun ada yang setuju dengan istilah hak milik intelektual, ada yang bertahan untuk menggunakan Hak Kekayaan Intelektual, tapi memang akhirnya oleh Bambang Kesowo Ketua Tim yang membidangi masalah hukum HAKI, memveto lalu agar menggunakan istilah Hak Kekayaan Intelektual. Singkatnyapun bermacam-macam pula ada HAKI,HaKI dan HKI. Rumusan baku tentang Hak Milik itu misalnya dapat kita lihat dalam pasal 570 KUHPerdata dalam pasal 20 UUPA tahun 1960, tentang Hak Milik Atas Tanah. Menurut penulis yang lebih cocok dalam menggunakan istilah ini adalah menggunakan istilah HaKI

12

(34)

di sini adalah benda yang bersasal dari kreatifitas seseorang dalam menghasilkan

karyanya. Benda dalam kerangka hukum perdata diklasfikasikan dalam dua katagori

yaitu benda berwujud dan tidak berwujud. Dalam konteks ini dilihat pengertian

benda dalam Hak atas Kekyaan Intelektual yang dimaksud. Untuk memahami lebih

lanjut mengenai benda yang dimaksud dapat dilihat dalam Pasal 499 KUHPerdata berbunyi : “ Menurut paham undang-undang yang dimaksud dengan benda ialah

tiap-tiap barang dan tiap-tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik”.Dapat kita

simpulkan bahwasanya benda terdiri dari sebuah barang dan hak milik.

Barang yang dimaksud pada Pasal 499 KUHPerdata di atas adalah benda

materil (stoffelijk voorwerp), sedangkan hak adalah benda immateril.Sejalan dengan klasifikasi benda menurut Pasal 503 KUHPerdata, yaitu penggolongan benda ke

dalam kelompok benda berwujud (bertubuh) dan benda tidak berwujud (tidak

bertubuh).13Dari sini dapat dipahami bahwa Hak atas Kekayaan Intelektual, adalah sebuah benda yang tidak berwujud karena Hak atas Kekayaan Intelektrual

merupakan sebuah benda yang berasal dari rasio dan kreatifitas seseorang dan

membuat hasil sebuah karya sehingga bisa djadikan sebagai hak milik.

Hak atas Kekayaan Inteltual (HaKI) berhubungan dengan benda tidak berwujud serta

melindungi karya intelektual yang lahir dari cipta, rasa dan karsa manusia. Definisi yang

bersifat lebih umum dikemukakan oleh Jill Mc Keogh dan Abdrew Steward, HaKI adalah

sekumpulan hak yang diberikan oleh hukum untuk melindungi investasi ekonomi dari

13

(35)

usaha yang kreatif. Sedangkan, UNCTAD14 dan ISCD (dua lembaga Internasional)

mendefinisikan HaKI sebagai hasil-hasil usaha manusia kreatif yang dilindungi oleh

hukum.15 Disamping itu Direktorat Jendral (Ditjen) HaKI Depertemen Hukum dan HAM-RI

bekerjasama dengan ECAP (European Commision ASEAN Project on the Protection of

Intelektual Property Right)16 mendefinisikan HaKI sebagai hak yang timbul bagi hasil oleh

pikir otak yang menghasilkan suatu produk yang berguna bagi manusia.17

Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa , HaKI selalu

mengandung tiga unsur yaitu:18

a. Mengandung hak ekslusif yang diberikan oleh hukum

b. Hak tersebut berkaitan dengan usaha manusia yang didasarkan pada

kemampuan intelektual

c. Kemampuan intelektual tersebut memiliki nilai ekonomi.

Indonesia sebagai negara yang memiliki komitmen kuat terhadap perlindungan

HaKI, sudah lama terlibat secara aktif dalam krangka kerja baik yang bersifat regional

maupun Internasional di bidang HaKI. Meskipun keikutsertaan tidak secara otamatis

menghapus faktor-faktor penghalang didalam penegakan HaKI di Indonesia, setidaknya

14

UNCTAD (United Nation Conference on Trade and Development) adalah organisasi internasional yang didirikan pada tahun 1969.UNCTAD merupakan organ utama Majlis Umum PBB dalam menangani isu perdagangan, investasi dan pembangunan.

15

Arus Akbar Silondae, dan Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisnis,

(Jakarta : Mitra Wacana Media, 2010), h. 155-156 16

ECAP (European Commision ASEAN Project on the Protection of Intelektual Property Right) merupakan program yang di-inisiasi oleh Europian Union untuk emningkatkan informasi mengenai Intellectual Property Right (IPR)atau HaKI di regional ASEAN termasuk Indonesia

17

Arus Akbar Silondae, dan Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisnis, h. 155-156

18

(36)

Indonesia telah menunjukan pada dunia Internasional, bahwa HaKI telah menjadi prioritas

utama di dalam pembangunannya saat ini untuk mengetahui lebih jauh peran aktif tersebut

serta krangka kerja di bidang HaKI yang telah diselenggarakan dibidang WTO19.20

Munculnya usaha-usaha perlindungan terhadap HaKI sama tuanya dengan

ciptaan-ciptaan manusia. Perlindungan hukum terhadap HaKI pada prinsipnya adalah perlindungan

terhadap pencipta. Dalam perkembangan kemudian menjadi pranata hukum yang dikenal

Intellectual Property Right (IPR). Perhatian-perhatian negara untuk mengadakan kerjasama

mengenai masalah HaKI secara formal telah ada sejak akhir abad ke-19.Perjanjian-perjanjian

ini secara kuantitatif sebagian besar mengatur mengenai perlindungan Hak Milik

Perindustrian (Industrial Property Right) dan yang lainnya mengatur mengenai hak cipta.

Organoisasi yang menangani ini adalah WIPO21(World Intellectual Property

Organization).22

TRIPs hanyalah sebagian dari keseluruhan sistem perdagangan yang diatur WTO,

dan keanggotaan Indonesia pada WTO menyiratkan bahwa Indonesia secara otomatis terkait

pada TRIPs. Adalah tidak mungkin untuk hanya menjadai peserta dari TRIPs tanpa menjadi

anggota dari WTO- hak-hak dan kewajiban dari TRIPs hanya timbul bila suatu negara

menjadi anggota WTO.Sebaliknya, tidak mungkin menjadi anggota WTO tanpa menjadi

peserta TRIPs. Sifat yang demikian itu, tampak dengan jelas dari kasus yang dialami

19

World Trade Organization (WTO) merupakan organisasi perdagangan dunia dan merupakan satu-satunya badan Internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antar negara

20

Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung : PT. Alumni h. 2013), 23-24 21

World Intellectual Property (WIPO) merupakan Organisasi dibawah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang khusus menangani dan mengembangkan usaha-usaha perlindungan terhadap Hak Kekayaan atas Intelektual (HaKI)

22

Taryana Soenandar, Perlindungan Hak Milik Intelektual Di Negara-negara Asean,

(37)

Indonesia pada waktu timbul permasalahan Proyek Mobil Nasional Timor yang harus

ditundukkan pada aturan-aturan penyelesaian sengketa yang diatur WTO.

Keberatan-keberatan yang diajukan terhadap proyek ini adalah karena terjadinya pelanggaran terhadap

ketentuan-ketentuan WTO, diantaranya ketentuan-ketentuan TRIPs, sehingga perlu diadakan

suatu proses penyelesaian sengketa secara menyeluruh berdasarkan ketentuan-ketentuan

WTO yang berlaku.23

Ruang lingkup perjanjian internasional yang dinaungi WIPO, WIPO sendiri bertugas

untuk mengembangkan usaha-usaha perlindungan terhadap Hak atasKekayaan Intelektual,

meningkatkan kerjasama antar negara dan organisasi-organisasi internasional. Menurut

konvensi WIPO yang termasuk kedalam ruang lingkup IPR terdiri dari dua unsur yaitu:24

1. Hak Milik Perindustrian (Industry Property Right) yang meliputi paten, merek dagang, dan desain industri.

2. Hak Cipta, yang meliputi hasil-hasil karya kesusastraan, musik ,fotografi dan sinematografi.

Jenis dan Penggolongan HaKI :25

23

Ibid. h. 25 24

Taryana Soenandar, Perlindungan Hak Milik Intelektual Di Negara-negara Asean, h. 8 25

(38)

Hak Kekayaan atas Intelektual yang dianut di Indonesia mengenal tujuh cabang yaitu

diantaranya :26

1. HAK CIPTA (COPYRIGHT)

Pengaturan Hak Cipta sebagai cabang dari HaKI di Indonesia diatur dalam

Undang-undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta (Undang-undang HC). Hak Cipta

adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan dan

26

Arus Akbar Silondae, dan Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisnis, h. 157-158

HaKI

Hak Cipta

Hak Cipta

Hak-hak Lain yang terkait dengan Hak Cipta

Hak Milik Perindustrian

1.Paten

2. Paten Sederhana 3. Varietas tanaman 4. Merek

5. Desain Produk Industri 6. Rahasia dagang

7 Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

(39)

memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi

pembatasan-pembatasan menurut peraturan-peraturan yang berlaku.27

2. PATEN (PATENT)

Dasar hukum hak Paten di Indonesia terletak pada Undang-undang No. 14 tahun

2001 tentang Paten. Paten adalah Hak Ekslusif yang diberikan oleh Negara kepada

Inventor atas hasil Invensinya dibidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu

melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada

pihak lain untuk melaksanakannya.28

3. MEREK (TRADEMARK)

Undang-undang No.15 tahun 2001 tentang Merek merupakan dasar hukum yang

terbaru tentang perlindungan Merek di Indonesia. Sampai dengan saat ini, tercatat

pemerintah telah tiga kali merevisi undang Merek, yaitu terhadap

Undang-undang No. 19 tahun 1992 sebagai revisi terhadap Undang-Undang-undang No. 14 tahun 1997

dan yang terbaru adalah Undang-undang No. 15 tahun 2001 yang masih berlaku saat ini.

revisi Undang-undang Merek tersebut dilakukan untuk memenuhi kewajiban Indonesia

sebagai anggota the World Trade Organization (WTO) melalui kebijakan menyusaikan

substansi Undang-undang nasional dengan standar Internasional perjanjian

Trade-Related Aspect of Intellectual Property Right (TRIPs).29

Dalam pasal 1 angka 1 Undang-undang Merek dirumuskan bahwa merek adalah

tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau

27

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis menata Bisnis Moderen di Era Global, h. 208 28

Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual, h. 183 29

(40)

kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam

kegiatan prdagangan barang atau jasa.30

4. DESAIN INDUSTRI (INDUSTRIAL DESIGN)

Dasar hukum hak Desain Industri di Indonesia terletak pada Unang-undang No.

31 tahun 2000 tentang Desain Industri. Desain Industri adalah suatu kreasi tentanng

bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atua

gabungan dari padanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan

kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta

dapat dipakai untuk menghasilka produk, barang komoditas industri, atau kerajinan

tangan.31

5. DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU (INTEGRATED CIRCUIT LAYOUT

DESIGN)

Undang-undang No.32 tahun 2000 merupakan dasar hukum yang pertama di

Indonesia terhadap perlindungan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Dalam pasal 1

anka 5 Undang-undang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah hak ekslusif yang

diberikan oleh negara Repblik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya, untuk

selama waktu tertentu melaksanakan sendiri atau memberikan persetujuannya kepada

pihak lain untuk melaksanakan hal tersebut.32

6. RAHASIA DAGANG (TRADE SECRET)

30

Dikutip dari, Pasal 1 butir 1 Undang-undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek. 31

Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual, h. 220 32

(41)

Dasar hukum Rahsia Dagang di Indonesia adalah Undang-undang No. 30 tahun

2000 tentang Rahasia Dagang. Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui

oleh umum di bidang tekhnologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena

berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiannya oleh pemilik Rahasia

Dagang.33

7. PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN (PLANT VARIETIES PROTECTION)

Perlindungan atas Varietas Tanaman di Indonesia bersumber pada

Undang-undang No. 29 tentang perlindungan Varietas Tanaman (Undang PVT). Perlindungan

Varitas Tanaman adalah Perlindungan khusus yang diberikan negara, yang dalam hal ini

diwakili oleh pemerintah dan pelaksaannya dilakukan oleh kantor perlindungan varietas

tanaman, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui

kegiatan pemuliaan tanaman.34

C.PENGATURAN HUKUM MEREK DI INDONESIA

Perkembangan pengaturan Merek di Indonesia antara Tahun 1961, 1992, 1997, dan

2001 terdapat beberapa hal pokok perubahan dan penambahan dalam setiap perubahan yang

dilakukan. Dalam sejarah perundang-undangan merek di Indonesia dapat dicatat bahwa pada

masa kolonial Belanda berlaku Reglement Industriele Eigindom (RIE) yang dimuat dalam

Stb. 1912 No. 545 Jo.Stb. 1913 No. 214. Setelah Indonesia merdeka peraturan ini dinyatakan

terus berlaku, berdasarkan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Ketentuan itu masih terus

berlaku, hingga akhirnya sampai pada akhir tahun 1961 ketentuan tersebut diganti dengan

UU No. 12 tahun 1961 tentang merek perusahaan dan merek perniagaan yang diundangkan

pada tanggal 11 oktober 1961 dan dimuat dalam lembaran negara RI No. 290 dan

33

OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, h. 452

34

(42)

penjelasannya dimuatdalam Tambahan Lembaran Negara RI No. 2341 mulai berlaku pada

bukan November 1961.35

Kedua Undang-undang di atas memiliki banyak kesamaan. Perbedaannya hanya

terletak pada antara lain masa berlakunya merek, yaitu sepuluh tahun menurut UU Merek

1961 dan jauh lebih pendek dari RIE 1912, yaitu 20 tahun. Undang-undang merek tahun

1961 ini ternyata mampu bertahan selama kurang lebih 31 tahun, untuk kemudian

Undang-undang ini dengan berbagai pertimbangan harus dicabut dan digantikan oleh Undang-Undang-undang

No. 19 tahun 1992 tentang “Merek” yang diundangkan dalam Lembaran Negara RI tahun

1992 No. 81 dan penjelasannya dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara No. 3490, pada

tanggal 28 Agustus 1992. UU yang disebut terakhir ini berlaku sejak 1 April 1993.Alasan

dicabutnya UU Merek Tahun 1961 itu, adalah karena UU Merek NO.21 Tahun 1961 dinilai

tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Undang-undang Merek

tahun 1992 ini banyak sekali mengalami perubahan-perubahan yang sangat berati,

diantaranya mengenai sistem pendaftaran, lisensi, merek kolektif, dan sebagainya.36

Seiring waktu berlalu pada tahun 1997 dengan beberapa pertimbangan UU Merek

Tahun 1992 pun diperbaharui lagi dengan UU No 14 Tahun 1997. Pada tahun 2001 UU No.

19 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UU No. 14 tahun 1997 tersebut dinyatakan tidak

berlaku. Sebagai gantinya adalah Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001.Adapun alasan

diterbitkannya UU NO. 15 Tahun 2001 diantaranya adalah salah satu perkembangan yang

kuat dan memperoleh perhatian seksama dalam masa sepuluh tahun ini dan

kecenderungannya yang masih akan berlangsung di masa yang akan datang adalah semakin

meluasnya arus globalisasi baik bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang

35

OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, h. 331 36

(43)

kehidupan lainnya. Perkembangan tekhnologi informasi dan transfortasi telah menjadikan

kegiatan di sektor perdagangan meningkat secara pekat dan bahkan telah menempatkan

dunia sebagai pasar tunggal bersama.37

Perundang-undangan tentang merek juga memperkenakan adanya apa yang

disebutkan dengan “Hak Prioritas. Yaitu hak pemohon untuk mengajukan permohonan yang

berasal dari negara yang bergabung dalam Paris Convention for the Protection of Industrial

Property, atau agreement Establishing the, World Trade Organization untuk memperoleh

pengakuan bahwa tanggal penerimaan di negara asal merupakan tanggal prioritas di negara

tujuan yang juga anggota salah satu dari kedua perjanjian itu, selama pengajuan itu

dilakukan dalam kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan Paris Convention for the

Protection of Industrial Property.38

D.PEROLEHAN DAN PENDAFTARAN MEREK DI INDONESIA

Syarat mutlak suatu merek yang harus dipenuhi oleh setiap orang ataupun badan

hukum yang ingin menggunakan suatu merek, supaya merek itu dapat diterima dan dipakai

sebagai merek atau cap dagang, adalah bahwa merek itu harus mempunyai daya pembedaan

yang cukup , sehingga mempunyai cukup kekuatan untuk membedakan barang hasil

produksi sesuatu perusahaan atau barang perniagaan (perdagangan) atau jasa dari produksi

seseorang dengan barang-barang yang diproduksi oleh orang lain. Karena adanya merek itu

barang-barang yang diproduksi menjadi dapat dibedakan.39

Selain itu, perlu kiranya penulis menguraikan lebih lanjut mengenai merek yang

dapat didaftarkan sebagai suatu merek.

37

OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, h. 336 38

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, h. 204 39

(44)

Menurut Pasal 5 UU Merek, merek tidak dapat didaftarkan apabila mengandung

salah satu unsur dibawah ini :40

1. Bertentangan dengan kesusilaan, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum

2. Tidak memiliki daya pembeda 3. Telah menjadi milik umum, atau

4. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.

Pendaftaran Merek menganut dua sistem, yaitu sistem deklaratif dan konstitusif

(atributif). Undang-undang Merek Tahun 2001 dalam sistem pendaftarannya menganut

sistem konstitutif, sama dengan UU sebelumnya yakni UU No. 19 Tahun 1992 dan UU No.

14 Tahun 1997. Ini adalah perubahan yang mendasar dalam UU Merek Indonesia, yang

semula menganut sistem deklaratif.41

Menurut Soegondo Soemodiredjo Secara Internasional dikenal empat sistem

pendaftaran Merek yaitu :

1. Pendaftaran Merek tanpa pemeriksaan merek terlebih dahulu 2. Pendaftaran dengan pemeriksaan merek terlebih dahulu 3. Pendaftaran dengan pengumuman sementara

4. Pendaftaran merek dengan pemberitahuan terlebih dahulu tentang adanya merek-merek terdaftar lain yang ada persamaannya.42

Pendaftaran merek, adalah untuk memberikan status bahwa pendaftaran diangggap

sebagai pemakai pertama sampai ada orang lain yang membuktikan sebaliknya. Berbeda

dengan sistem deklaratif dalam sistem konstitutif baru akan menimbulkan hak apabila telah

didaftarkan oleh si pemegang. Oleh karenanya dalam sistem ini pendaftaran adalah suatu

40

C.S.T. Kansil, Hak Milik Intelektual (Hak Milik Perindustrian dan Hak Cipta), Jakarta : Sinar Grafika, 1990), h. 152

41

OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, h. 362 42

(45)

keharusan.Dalam sistem deklaratif titik berat diletakkan atas pemakaian pertama, siapa yang

memakai pertama suatu merek dialah dianggap berhak menurut hukum atas merek yang

bersangkutan.Jadi pemakaian pertama yang menciptakan hak atas merek bukanlah

pendaftaran.

Adapun prosedur pendaftaran Merek, menurut UU Merek Tahun 2001 diatur dalam

Pasal 7 mengenai Tata cara pendaftaran merek di Indonesia adalah :

1. Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jendral dengan mencantumkan :

a. Tangal, bulan, dan tahun

b. Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat pemohon

c. Nama lengkap dan alamat kuasa apabila pemohon diajukan melalui kuasa d. Warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftaranya menggunakan

unsur-unsur warna

e. Nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal permohonan diajukan dengan hak prioritas

2. Permohonan ditandatangani Pemohon atau Kuasanya.

3. Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara bersama, atau badan hukum.

4. Permohonan dilampirin dengan bukti pembayaran biaya

5. Dalam hal permohaonan diajukan oleh lebih dari satu orang atau beberapa orang secara bersama, atau badan hukum.

6. Dalm hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu dari Pemohon yang berhak atas Merek tersebut dengan melampiri persetujuan tertulis dari para pemohon yang mewakilkan. 7. Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan melalui

Kuasanya, surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas Merek tersebut.

8. Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual.

9. Ketentuan mengenai syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual diatur dengan Peraturan Pemerinta, sedangkan tatacara pengangkatannya diatur dengan Keputusan Presiden. 43

Surat permohonan diatas juga harus dilengkapi dengan :

a. Surat Pernyataan bahwa merek yang dimintakan pendaftarannya adalah miliknya b. Dua puluh helai etiket merek yang bersangkutan

43

(46)

c. Tambahan Berita Negara yang memuat akta pendirian badan hukum atau salinan yang sahakta pendirian badan hukum, apabila p-emilik mereka adalah badan hukum

d. Surat kuasa apabila permintaan pendaftaran merek diajukan melalui kuasa, dan e. Pembayaran seluruh baiaya dalam rangka permintaan pendaftaran merek yang jenis

dan besarnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Pasal 10 ayat (1).44

Selain harus memenuhi ketentuan sebagaimamna dimaksud di atas,

Undang-undangpun mengatur mengenai permintaan pendaftaran merek dengan menggunakan hak

prioritas, yaitu wajib dilengkapi pula dengan bukti permintaan penerimaan pendaftaran yang

pertama kali yang menimbulkan hak prioritas tersebut.

Permohonan pendaftaran merek dalam hak prioritas diatur dalam Pasal 11 dan

Pasal 12 Undang-umdang Merek No. 15 Tahun 2001.Bukti hak prioritas berupa surat

permohonan pendaftaran beserta tanda penerimaan permohonan tersebut yang juga

memberikan penegasan tentang tanggal penerimaan permohonan. Dalam hal yang

disampaikan berupa salinan atau fotokopi atau tanda penerimaan, pengesahan atas salinan

atau fotokopi surat atau tanda penerimaan tersebut diberikan oleh Direktorat Jendral apabila

permohnan diajukan untuk pertama kali. Subjek hukum atau badan hukum yang telah

mendapatkan hak secara prioritas akan dilindungi haknya di negara luar (negara dimana

yang bersangkutan mendaftarkan hanya prioritasnya) seperti ia mendapatkan perlindungan di

negri sendiri. Dan untuk membatalkan pendaftar merek yang sama di negara lain pemegang

hak prioritas mendapatkan masa tengang waktu selama enam bulan.45

Mengenai jangka waktu perlindungan sebuah merek terdaftar adalah selama jangka

waktu sepuluh tahun dari tanggal penerimaan (pasal 28). Jangka waktu ini dapat

diperpanjang untuk masa yang tidak dapat ditentukan selama 10 tahun (pasal 35(1)) dengan

44

OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, h. 370 45

(47)

pembayaran biaya. Namun, pemilik harus melakukan perpanjangan 12 bulan sebelum merek

tersebut berakhir (pasal 35(2)). Merek akan diperpanjang masa berlakunya hanya jika

pemilik masih memakai merek tersebut dalm perdagangan barang dan atau jasa (pasal

36huruf (a) dan (b)).46

Berikut skema prosedur pendaftaran Merek menurut Undang-undang Merek No. 15

tahun 2001:

46

(48)
(49)

Keterangan :

1. Berlangsung paling lama 9 bulan

2. Paling lama 30 hari sejak tanggal surat pemberitahuan penolakan

3. Berlangsung selama 3 bulan terhitung paling lama 10 hari sejak tanggal disetujuinya

permohonan untuk didaftar

4. Oposisi dapat dilakukan selama jangka waktu pengumuman

5. Jika oposisi diterima pemohon dapat mengajukan banding ke komisi banding, jika

tidak Ditjen HaKI menerbitkan sertifikat Merek paling lama 30 hari sejak tanggal

permohonan disetujui untuk didaftar.

6. Gugatan diajukan paling lama 3 bulan sejak diterimanya keputusan penolakan

banding47

47

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu kegiatan itu adalah melakukan perjanjian dengan pihak yang

Sedangkan upaya perlindungan hukum represif dilakukan apabila terjadi sengketa-sengketa yang berhubungan dengan Layangan Janggan sebagai salah satu karya ekspresi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis tentang perlindungan hukum hak kekayaan intelektual dalam perjanjian waralaba (Studi Tentang Perlindungan

LPPM Universitas Jambi Halaman | 1331 hukum atau penyalahgunaan keadaan pada waktu pembuatan perjanjian utang-putang sebagai perjanjian pokoknya, sehingga dapat diajukan

Walaupun demikian, setiap pihak pun hendaknya memahami bahwa pembatasan terhadap sumber penyedia bahan baku dapat mengakibatkan tidak adanya kebebasan bagi licensee

Walaupun demikian, setiap pihak pun hendaknya memahami bahwa pembatasan terhadap sumber penyedia bahan baku dapat mengakibatkan tidak adanya kebebasan bagi licensee

oleh perjanjian antara pencipta lagu dengan produser rekaman musik yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Jadi, produser rekaman musik yang mempunyai kuasa

Kesimpulan yang dapat ditarik melalui tulisan ini adalah kriteria perjanjian lisensi yang melanggar Pasal 47 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 Tentang Merek memuat ketentuan yang