Proposal Skripsi
Guna Memenuhi Persyaratan Mata Kuliah Skripsi Bidang Psikologi Perkembangan
OLEH: JUNIAR PURBA
041301125
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
penyusunan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini yang berjudul “ Pengaruh
Dukungan Sosial terhadap Penyesuaian Diri Lanjut Usia” merupakan salah satu
syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara Medan.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
baik dari masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi
penulis untuk menyelesaikan penyusunan skripsi ini, untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak dr. Chairul Yoel, Sp. A (K), selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Ika Sari Dewi, S.Psi, Psi., selaku dosen pembimbing yang tetap sabar
dalam membimbing penulis dan meluangkan waktunya untuk memberikan
bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Lili Garliah, M.Si., selaku dosen penguji seminar, dosen pembimbing
akademik yang telah membimbing penulis selama berada di Psikologi,
serta selaku dosen psikometri yang telah bersedia meluangkan waktu
untuk penulis berkonsultasi ketika penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Eka Ervika, M.Si., selaku dosen penguji seminar dan koordinator
penulis.
6. Seluruh staf pegawai Psikologi Universitas Sumatera Utara yang
membantu penulis dalam hal administrasi.
7. Seluruh lanjut usia yang telah bersedia menjadi sampel, baik untuk uji
coba penelitian maupun untuk penelitian asli.
8. Bapak Sanip K.S. dan Bapak Abdul Syukur, selaku kepala lingkungan
XVIII dan XIX Kelurahan Tanjung Rejo.
9. Bapak Johan Handoko dan Bapak Zulkipli, selaku kepala lingkungan VII
dan IX Kelurahan Kampung Lalang.
10.Orang tua penulis (Bapak R.Purba dan Ibu M.Saragih) yang telah
memberikan dukungan, doa, cinta dan kasih sayang yang begitu besar
sepanjang waktu, serta telah menjadi semangat dan motivator bagi penulis
untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini sebagai persembahan
untuk Bapak dan Ibu yang tersayang.
11.Kakak dan adik-adik penulis (Kak Yanti, Engki dan Intan) yang tetap
memberi dukungan , doa dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
12.Teman-teman KTB Love is Mustahak (Kak Intan, Grace, Ichin dan Kristy)
serta sahabat doa penulis (Wiwik) yang tetap memberikan dukungan, doa,
semangat dan bersedia memberikan waktu untuk mendengarkan keluh
memberi dukungan, doa dan semangat bagi penulis.
15.Sahabat-sahabat yang tergabung dalam Jusicat (Sani, Ivone, Chandra,
Astri, Thomas), serta Grace E. yang tetap mendoakan dan memberi
semangat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
16.Yunita, teman yang telah banyak membantu penyusunan skripsi ini.
17.Teman-teman sepelayanan yang tetap mendoakan penulis agar semangat.
18.Teman-teman seperjuangan angkatan 2004 lainnya dan seluruh mahasiswa
Psikologi Universitas Sumatera Utara.
19.Semua pihak yang terlibat di dalam penelitian ini dan telah banyak
membantu namun tidak tersebutkan namanya. Terima kasih atas
semuanya.
Akhir kata, penulis memohon maaf bila dalam usaha menyelesaikan skripsi
ini, penulis telah melakukan kesalahan dan menyakiti perasaan pihak yang terkait.
Penulis juga memohon maaf atas kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini
karena penulis sadar bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan
saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan
skripsi ini.
Medan, September 2008
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
C. Manfaat Penelitian ... 8
D. Sistematika Penulisan ... 9
BAB II. LANDASAN TEORI ... 10
A. Dukungan Sosial ... 10
1. Definisi Dukungan Sosial ... 10
2. Bentuk-bentuk Dukungan Sosial ... 11
3. Cara Kerja Dukungan Sosial ... 12
4. Sumber-sumber Dukungan Sosial ... 14
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial ... 14
B. Penyesuaian Diri ... 15
1. Definisi Penyesuaian Diri ... 15
5. Kriteria Penilaian Penyesuaian Diri Lanjut Usia ... 30
6. Tanda-tanda Penyesuaian Diri Lanjut Usia yang Baik ... 33
C. Lanjut Usia ... 34
1. Definisi Lanjut Usia ... 34
2. Perubahan-perubahan yang Dialami Individu Lanjut Usia ... 35
D. Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Penyesuaian Diri Lanjut Usia ... 40
E. Hipotesa Penelitian ... 41
BAB III. METODE PENELITIAN ... 42
A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 42
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 43
1. Dukungan Sosial ... 43
2. Penyesuaian Diri ... 43
C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... 44
1. Populasi ... 44
2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 46
D. Metode Pengumpulan Data ... 47
1. Skala Dukungan Sosial ... 47
2. Skala Penyesuaian Diri ... 50
F. Prosedur Penelitian ... 55
1. Tahap Persiapan Penelitian ... 55
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 57
3. Tahap Pengolahan Data... 57
G. Metode Analisa Data ... 57
1. Uji Normalitas ... 58
2. Uji Linieritas ... 58
BAB IV. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI ... 59
A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 59
1. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 59
2. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 60
3. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 60
4. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pekerjaan ... 61
B. Hasil Penelitian ... 62
1. Uji Asumsi ... 62
2. Hasil Analisa Data... 63
C. Saran ... 71
1. Saran Metodologis ... 71
2. Saran Praktis ... 72
Tabel 2. Blue print Skala Dukungan Sosial Setelah Uji Coba ... 49
Tabel 3. Blue print Skala Dukungan Sosial Untuk Penelitian Asli ... 50
Tabel 4. Blue print Skala Penyesuaian Diri Saat Uji Coba ... 52
Tabel 5. Blue print Skala Penyesuaian Diri Setelah Uji Coba ... 52
Tabel 6. Blue print Skala Penyesuaian Diri Untuk Penelitian Asli... 53
Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 59
Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 60
Tabel 9. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 61
Tabel 10. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pekerjaan ... 61
Tabel 11. Uji Sebaran Normal Variabel dengan Tes Kolmogorov Smirnof ... 63
Tabel 12. Skor Empirik dan Skor Hipotetik Dukungan Sosial ... 65
Tabel 13. Kategori Dukungan Sosial Berdasarkan Mean Hipotetik ... 65
Tabel 14. Skor Empirik dan Skor Hipotetik Penyesuaian Diri ... 66
LAMPIRAN B
DATAMENTAH
LAMPIRAN C
HASIL OLAH DATA SPSS
LAMPIRAN D
SKALA PENYESUAIAN DIRI
SKALA DUKUNGAN SOSIAL
LAMPIRAN E
SURAT IZIN PENGAMBILAN DATA
Juniar Purba : 041301125
Judul : Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Penyesuaian Diri Lanjut Usia
75 halaman ; 15 tabel ; 1 gambar ; lampiran Biblografi : 1964 – 2007
Isi Kata kunci : dukungan sosial, penyesuaian diri
Masa lanjut usia ditandai dengan terjadinya berbagai perubahan, baik perubahan fisik, psikologis maupun sosial, dan untuk itu dibutuhkan penyesuaian diri, yaitu suatu proses yang mencakup suatu respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dari dunia luar atau lingkungan tempat individu berada. Penyesuaian diri bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan oleh lanjut usia, untuk itu dibutuhkan dukungan sosial dari orang lain. Dukungan sosial adalah mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu.
Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasional, yaitu untuk mengetahui pengaruh dukungan sosial terhadap penyesuaian diri lanjut usia. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode cluster random sampling dengan jumlah subjek 62 orang lanjut usia yang berusia 60 – 70 tahun. Metode pengumpulan data dengan menggunakan dua buah skala, yaitu skala dukungan sosial yang disusun berdasarkan bentuk-bentuk dukungan sosial yang dikemukakan oleh Sarafino dan skala penyesuaian diri yang disusun berdasarkan bentuk-bentuk penyesuaian diri yang dikemukakan oleh Schneider.
Juniar Purba : 041301125
Judul : Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Penyesuaian Diri Lanjut Usia
75 halaman ; 15 tabel ; 1 gambar ; lampiran Biblografi : 1964 – 2007
Isi Kata kunci : dukungan sosial, penyesuaian diri
Masa lanjut usia ditandai dengan terjadinya berbagai perubahan, baik perubahan fisik, psikologis maupun sosial, dan untuk itu dibutuhkan penyesuaian diri, yaitu suatu proses yang mencakup suatu respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dari dunia luar atau lingkungan tempat individu berada. Penyesuaian diri bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan oleh lanjut usia, untuk itu dibutuhkan dukungan sosial dari orang lain. Dukungan sosial adalah mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu.
Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasional, yaitu untuk mengetahui pengaruh dukungan sosial terhadap penyesuaian diri lanjut usia. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode cluster random sampling dengan jumlah subjek 62 orang lanjut usia yang berusia 60 – 70 tahun. Metode pengumpulan data dengan menggunakan dua buah skala, yaitu skala dukungan sosial yang disusun berdasarkan bentuk-bentuk dukungan sosial yang dikemukakan oleh Sarafino dan skala penyesuaian diri yang disusun berdasarkan bentuk-bentuk penyesuaian diri yang dikemukakan oleh Schneider.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa lanjut usia adalah masa perkembangan terakhir dalam hidup manusia
yang ditandai dengan perubahan fungsi fisik yang terkadang berhubungan dengan
proses menua (Papalia, 2004). Proses menua (aging) adalah proses alami yang
disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis, maupun sosial yang saling
berinteraksi satu sama lain (Kuntjoro, 2002).
Lanjut usia membawa penurunan fisik yang lebih besar dibandingkan
periode-periode usia sebelumnya. Lanjut usia mengalami kehilangan sejumlah neuron
pada otak dan sistem saraf, penurunan pada fungsi indra, kapasitas paru-paru dan
kemampuan seksualitas (Santrock, 2002). Sistem kekebalan tubuh lanjut usia pun
menurun, rentan terhadap penyakit, kemampuan mencerna makanan menjadi
lamban, kehilangan elastisitas dan fleksibilitas persendian dan tulang mulai
keropos (Kuntjoro, 2005).
Perubahan-perubahan fisik tersebut diatas sering kali menimbulkan berbagai
penyakit kronis pada lanjut usia, diantaranya diabetes melitus, kanker, asam urat
tinggi, penyakit saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan sebagainya
(Hutapea, 2005). Penyakit-penyakit kronis ini dicirikan oleh serangan yang
perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang lama sehingga dapat membatasi
bahwa lanjut usia yang mengalami kondisi kronis menjadi tidak mampu
menikmati waktu luang yang didapati setelah masa kerjanya.
Lanjut usia juga harus mengalami perubahan-perubahan secara psikologis,
yaitu perubahan pada psikis atau kejiwaan individu. Lanjut usia sering berbeda
dalam mempersepsikan sesuatu, kurang cepat dalam melakukan gerakan motorik
atau melakukan respon terhadap rangsangan yang ada, penurunan intelektual, dan
perubahan pada kepribadian (Barrow, 1996).
Papalia (2004) menuliskan bahwa lanjut usia lebih dapat mengingat kejadian
atau peristiwa yang dipersepsikan berbeda oleh lanjut usia. Hal ini menurut
peneliti berpengaruh ketika lanjut usia melihat keadaan zaman sekarang yang
berbeda dengan zaman ketika lanjut usia tersebut masih muda, sehingga lanjut
usia lebih sering menceritakan kehidupan dan kesuksesannya di masa lalu yang
terkadang tidak relevan lagi di masa sekarang.
Perubahan lainnya yang harus dihadapi lanjut usia adalah perubahan secara
sosial. Keberadaan lanjut usia sering dipersepsikan negatif oleh masyarakat luas,
yaitu sering dianggap tidak berdaya, sakit-sakitan, tidak produktif, dan
sebagainya. Tidak jarang lanjut usia diperlakukan sebagai beban keluarga,
masyarakat hingga negara dan sering dikucilkan di panti-panti jompo (Hutapea,
2005).
Kuntjoro (2002) menambahkan bahwa dalam masyarakat Indonesia sering
dijumpai pengertian dan mitos yang salah mengenai lanjut usia, sehingga banyak
sukar memahami informasi baru, tidak produktif dan menjadi beban masyarakat,
lemah, jompo, sakit-sakitan, pikun, dan lain-lain.
Masa lanjut usia ditandai pula dengan masa pensiun. Pensiun seringkali
dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang
masanya tiba sebagian individu sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan
macam apa yang akan dihadapi kelak. Hal tersebut dikarenakan dalam era modern
seperti sekarang ini, pekerjaan merupakan salah satu faktor terpenting yang bisa
mendatangkan kepuasan (karena uang, jabatan dan memperkuat harga diri),
sehingga sering terjadi orang yang pensiun tidak bisa menikmati masa tua dengan
hidup santai, sebaliknya, bahkan mengalami masalah serius (kejiwaan ataupun
fisik) (Jacinta, 2001).
Menurut Calhoun (1999), perubahan-perubahan atau kemunduran yang
dialami lanjut usia sangat membawa stres, baik untuk hal yang lebih baik maupun
yang lebih buruk. Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan lanjut usia merasa
tidak aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam, sering bingung, panik dan
depresif (Hutapea, 2005). Menurut Partodiwirjo (2005), sekitar 70 % lanjut usia
di Jawa Timur diduga stress. Pemicunya adalah faktor eksternal seperti tidak
mempunyai jaminan uang pensiun dan tidak mendapatkan perhatian dari keluarga.
Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat dikatakan bahwa bukanlah hal yang
mudah bagi lanjut usia untuk menghadapi setiap perubahan yang ada, namun
bagaimanapun perubahan itu haruslah dialami dan dihadapi oleh individu.
perubahan-perubahan, untuk itu dibutuhkan penyesuaian diri, yang menurut Sobur
(2003) merupakan faktor yang penting dalam kehidupan manusia.
Hal diatas didukung oleh Erikson (dalam Prawitasari, 1994) yang mengatakan
bahwa tugas perkembangan lanjut usia adalah mencapai integritas, artinya lanjut
usia harus berhasil mencapai komitmen dalam hubungan dengan diri sendiri dan
orang lain. Lanjut usia harus mampu menerima kelanjutan usia, keterbatasan fisik,
dan penyakit yang dideritanya, untuk itu lanjut usia harus mampu melakukan
penyesuaian diri yang baik.
Penyesuaian diri yang baik bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan oleh
lanjut usia karena seandainyapun lanjut usia dapat menerima setiap perubahan
pada dirinya, namun keterbatasan fisik, kesehatan ataupun ekonomi lanjut usia,
mengakibatkan lanjut usia mengalami masalah atau kesulitan untuk melakukan
penyesuaian diri. Menurut Kuntjoro (2002), untuk membantu lanjut usia tetap
beraktivitas maka dibutuhkan dukungan sosial. Dukungan sosial dari orang lain
menjadi sangat berharga dan akan menambah ketenteraman hidup setelah individu
memasuki masa lanjut usia.
Glaser mengatakan bahwa dukungan sosial, termasuk dari teman dan keluarga,
dapat menolong seseorang untuk mengatasi stres emosional yang disebabkan
perubahan-perubahan atau kemunduran-kemunduran yang dialami lanjut usia
yang dapat mengganggu penyesuaian diri lanjut usia (Hutapea, 2005). Sarafino
(2006) mengatakan bahwa individu yang mengalami sakit dan kurang
mendapatkan dukungan sosial, memiliki angka kematian yang lebih tinggi
(2003) mengatakan bahwa dukungan sosial dapat dengan efektif mengurangi
psychological distress, seperti depresi, atau kecemasan selama masa stres.
Menurut Santrock (2002), lanjut usia yang memiliki penyesuaian diri yang
baik adalah lanjut usia yang sehat, memiliki pendapatan yang layak, aktif,
berpendidikan baik, memiliki relasi sosial yang luas termasuk dintaranya
teman-teman dan keluarganya. Interaksi sosial dengan orang lain yang menyediakan
dukungan sosial, bagi lanjut usia memberikan suatu pandangan terhadap diri
sendiri yang lebih positif, dan lebih memampukan lanjut usia untuk mengatasi dan
pulih dari kejadian atau kondisi krisis yang dihadapi.
Kenyataannya di Indonesia, banyak lanjut usia yang tidak memiliki dukungan
sosial yang baik. Menurut data yang dikumpulkan dari Dinas Sosial pada tahun
2006, terungkap sekitar 10% atau 1.564.286 orang dari keseluruhan lanjut usia di
Indonesia sebanyak 16.522.311 orang, termasuk dalam kategori terlantar, bahkan
diperkirakan dari jumlah 16,5 juta lanjut usia, hanya 9 juta orang saja yang tidak
masuk kategori terlantar, sisanya masuk kategori terlantar dan rawan terlantar.
Pengertian lanjut usia terlantar adalah lanjut usia dengan usia diatas 60 tahun yang
tidak punya penghasilan, tidak punya tempat tinggal dan atau tinggal bersama
keluarga miskin (Susanto, 2007).
Banyaknya lanjut usia yang tidak memiliki dukungan sosial yang baik atau
terlantar menimbulkan pertanyaan bagi peneliti apakah berarti banyak juga lanjut
usia yang tidak memiliki penyesuaian diri yang baik, sebab menurut teorinya,
lanjut usia yang melakukan penyesuaian diri yang baik adalah lanjut usia yang
Kenyataannya ada lanjut usia yang meskipun kurang memiliki dukungan
sosial yang baik, terutama dari keluarga, namun masih dapat melakukan
penyesuaian diri yang baik. Hasil pengamatan peneliti dari lima orang lanjut usia
yang kurang memiliki dukungan sosial yang baik, ada dua orang lanjut usia yang
tetap memiliki penyesuaian diri yang baik.
Dua orang lanjut usia tersebut diatas telah kehilangan pasangan hidup, tinggal
sendiri, kurang diperhatikan keluarga dan masyarakat sekitar rumah. Keluarga
lanjut usia tersebut kurang peduli meskipun lanjut usia tersebut sedang sakit dan
membiarkan lanjut usia itu menanggung semua biaya hidup dan perobatan sendiri
, bahkan masih saja menyusahkan dengan meminta bantuan dana kepada lanjut
usia tersebut. Itu semua tidak membuat lanjut usia memiliki penyesuaian diri yang
buruk. Lanjut usia menjadi lebih memperhatikan kesehatan, tetap bekerja sebagai
petani untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetap bersosialisasi, dan tidak menyesali
hidup.
Ada pula lanjut usia yang memiliki dukungan sosial yang baik, tetapi tidak
mampu melakukan penyesuaian diri yang baik. Hal tersebut didukung oleh
pernyataan Kuntjoro (2002) bahwa dukungan sosial bagi lanjut usia sangat
diperlukan selama lanjut usia sendiri mampu memahami makna dukungan sosial
tersebut sebagai penyokong atau penopang kehidupannya. Seringkali ditemui
bahwa tidak semua lanjut usia mampu memahami adanya dukungan sosial dari
orang lain, sehingga walaupun telah menerima dukungan sosial tetapi masih saja
menunjukkan ketidakpuasan, yang ditampilkan dengan cara menggerutu, kecewa,
Peneliti juga melihat dari hasil pengamatan langsung terhadap sepuluh orang
lanjut usia yang memiliki dukungan sosial yang baik, terdapat empat orang lanjut
usia yang tidak melakukan penyesuaian diri yang baik. Lanjut usia tersebut
tinggal bersama keluarga atau anak-anaknya dan mendapatkan perhatian dari
keluarga, bahkan dari lingkungan, namun para lanjut usia tersebut sering
mengeluh, atau marah kepada keluarga dan mengatakan bahwa keluarganya tidak
dapat memahami kehidupan lanjut usia tersebut.
Empat orang lanjut usia tersebut diatas jarang ke luar rumah untuk
bersosialisasi atau ikut kegiatan sosial, tetapi lebih sering berdiam diri dirumah
sambil menonton televisi atau melakukan aktivitas yang hanya melibatkan diri
sendiri, seperti makan sirih atau tidur. Ada pula lanjut usia yang memendam
kesedihan dan permasalahannya sendiri, tidak bersedia memberitahukan kepada
keluarga, dan hanya bisa menangis, bahkan ada yang melupakan permasalahan
dengan berjudi dan kurang peduli dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk
judi, dan menjadi lupa waktu atau terlambat makan.
Berdasarkan fenomena-fenomena diatas, dapat dilihat bahwa tidak selamanya
dukungan sosial itu berpengaruh terhadap penyesuaian diri lanjut usia. Hal
tersebut membuat peneliti tertarik untuk meneliti seberapa besar pengaruh
dukungan sosial terhadap penyesuaian diri lanjut usia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah yang muncul adalah sebagai berikut: “Bagaimana pengaruh dukungan
sosial terhadap penyesuaian diri lanjut usia?”
C. Tujuan Penelitian
Peneliti menetapkan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh dukungan sosial terhadap penyesuaian diri lanjut usia.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis
Memberikan sumbangan teoritis bagi disiplin ilmu Psikologi, terutama Psikologi Perkembangan dan Psikologi Lanjut Usia mengenai sumbangan
dukungan sosial terhadap penyesuaian diri lanjut usia.
2. Manfaat praktis
a. Memberikan tambahan informasi bagi lanjut usia tentang bagaimana
dukungan sosial mempengaruhi penyesuaian diri, sehingga lanjut usia lebih
dapat melakukan penyesuaian diri.
b. Memberikan tambahan informasi pada keluarga, masyarakat dan pemerintah
tentang seberapa besar pengaruh dukungan sosial terhadap penyesuaian diri
dan memberikan kemudahan dan dukungan untuk membantu penyesuaian
diri lanjut usia.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I: Pendahuluan
Berisi uraian singkat tentang latar belakang masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II: Landasan Teori
Berisi teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam menjelaskan
permasalahan penelitian, terdiri dari teori-teori tentang penyesuaian diri,
dukungan sosial dan lanjut usia, serta hipotesa penelitian.
Bab III : Metode Penelitian
Berisi tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel
penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, metode
pengumpulan data, daya beda aitem, validitas dan reliabilitas, prosedur
penelitian serta metode analisa data.
Bab IV : Analisa Data dan Interpretasi
Berisi tentang gambaran subjek penelitian, hasil penelitian dan deskripsi
data penelitian
Bab V : Kesimpulan, Diskusi dan Saran
Berisi tentang kesimpulan penelitian, diskusi dan saran praktis sesuai hasil
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Dukungan Sosial
1. Definisi Dukungan Sosial
Menurut Sarafino (2006), dukungan sosial mengacu pada kenyamanan,
perhatian, penghargaan atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok
kepada individu. Menurut Taylor (2003), dukungan sosial adalah informasi yang
diterima dari orang lain bahwa individu tersebut dicintai, diperhatikan, dihargai
dan bernilai dan merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan saling
dibutuhkan yang didapat dari orang tua, suami atau orang yang dicintai, sanak
keluarga, teman, hubungan sosial dan komunitas.
Menurut Orford (1992), dukungan sosial lebih mengarah pada variabel tingkat
individual, merupakan sesuatu yang dimiliki tiap orang dan dapat diukur dengan
pertanyaan tertentu. Tingkat dukungan sosial ini tergantung pada kebiasaan sosial
atau kemampuan sosial seseorang. Konstruk ini dapat diukur dengan mengetahui
aspek dukugan sosial yang diterima dari orang lain, sehingga akhirnya muncullah
beberapa asumsi. Asumsi pertama menyatakan bahwa dukungan sosial mengukur
aspek eksternal dari komunitas seseorang. Asumsi kedua menganggap dukungan
sosial sebagai karakteristik dari jaringan komunitas dan tidak bersifat individual.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial
orang, yang diperoleh dari orang lain yang dapat dinilai dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang tepat kepada individu tersebut.
2. Tipe-tipe Dukungan Sosial
Sarafino (2006) membedakan dukungan sosial atas empat bentuk mendasar,
yaitu:
a. Dukungan emosi atau penghargaan, yaitu meliputi empati, kepedulian,
perhatian, penghormatan positif dan semangat kepada seseorang. Dukungan
emosi memberikan rasa nyaman, jaminan, kepemilikan dan dicintai ketika
seseorang dalam situasi stres, misalnya memberikan dukungan emosi pada
seseorang yang kehilangan pasangan hidupnya. Dukungan emosi membantu
seseorang memiliki rasa kompetensi dan dihargai
Menurut Orford (1992), dukungan emosi lebih mengacu kepada pemberian
semangat, kehangatan, cinta kasih dan emosi, pemberian perhatian, rasa
percaya pada individu, empati, perasaan nyaman, membuat individu percaya
bahwa dia dikagumi, dihargai, dicintai, dan bahwa orang lain bersedia memberi
perhatian dan rasa aman pada individu tersebut.
b. Dukungan instrumental atau alat, yaitu meliputi bantuan langsung, seperti
ketika orang meminjamkan atau memberi uang kepada orang tersebut atau
menolong memberi pekerjaan ketika orang tersebut membutuhkan pekerjaan.
Menurut Orford (1992), dukungan ini mengacu pada penyediaan benda-benda
menyediakan benda-benda seperti alat-alat kerja, meminjamkan uang dan
membantu menyelesaikan tugas-tugas praktis.
c. Dukungan informasi, yaitu meliputi memberikan nasihat, arahan, saran atau
umpan balik mengenai bagaimana orang tersebut bekerja, contohnya seseorang
yang sedang sakit mendapat informasi dari keluarga atau dokter bagaimana
mengatasi penyakit, atau seseorang yang menghadapi keputusan sulit dalam
pekerjaannya, mendapat umpan balik atas idenya dari rekan kerja. Menurut
Orford (1992), dukungan ini terbagi dalam dua bentuk, yaitu bentuk pemberian
informasi atau pengajaran suatu keahlian yang dapat memberi solusi pada suatu
masalah, serta bentuk pemberian informasi yang dapat membantu individu
dalam mengevaluasi performance pribadi.
d. Dukungan persahabatan, yaitu mengacu pada ketersediaan orang lain untuk
menghabiskan waktu bersama orang tersebut, dengan demikian memberikan
perasaan keanggotaan dalam kelompok untuk berbagi ketertarikan dan aktivitas
sosial. Menurut Orford (1992), dukungan ini dapat berupa menghabiskan waktu
bersama dalam aktivitas-aktivitas rekreasional di waktu senggang, juga bisa
berbentuk lelucon, membicarakan minat dan melakukan kegiatan yang
mendatangkan kesenangan.
3. Cara Kerja Dukungan Sosial
Sarafino (2006) mengemukakan dua teori untuk mengetahui bagaimana cara
kerja dukungan sosial, yaitu:
Menurut teori ini, dukungan sosial melindungi individu dengan melawan
efek-efek negatif dari tingkat stres yang tinggi, yaitu dengan dua cara berikut:
1) Ketika individu menghadapi stressor yang kuat, seperti krisis keuangan,
maka individu dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi menjadi kurang
melihat situasi tersebut sebagai situasi yang penuh stres, bila dibandingkan
dengan individu dengan tingkat dukungan sosial yang rendah. Individu
dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi dapat berharap bahwa
seseorang yang dikenal individu akan menolong individu tersebut,
misalnya dengan meminjamkan uang atau memberikan nasihat bagaimana
mendapatkan uang tersebut.
2) Dukungan sosial dapat merubah respon seseorang terhadap stressor yang
telah diterima sebelumnya, contohnya, individu dengan dukungan sosial
yang tinggi mungkin memiliki seseorang yang memberikan solusi
terhadap masalah individu, atau menjadi melihat masalah tersebut sebagai
sesuatu yang tidak terlalu penting, atau membuat individu dapat melihat
titik terang dari masalah tersebut.
b. The direct effect hypothesis
Individu dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi memiliki perasaan
yang kuat bahwa individu tersebut dicintai dan dihargai. Individu dengan
dukungan sosial tinggi merasa bahwa orang lain peduli dan membutuhkan
individu tersebut, sehingga hal ini dapat mengarahkan individu kepada gaya
4. Sumber-sumber Dukungan Sosial
Menurut DiMatteo (1991), dukungan sosial bersumber dari orang lain seperti teman, keluarga, tetangga, teman sekerja dan orang-orang lainnya. Menurut
Wortman, Loftus & Weaver (1999), sumber dukungan sosial adalah teman,
pasangan hidup (suami/ isteri), pacar, anak-anak, anggota keagamaan, kelompok
dimana individu tersebut berada. Menurut Sarafino (2006), dukungan sosial dapat
berasal dari berbagai sumber seperti pasangan hidup, keluarga, pacar, teman,
rekan kerja, dan organisasi komunitas.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial
Berhasil tidaknya dukungan sosial tergantung pada siapa atau sumber yang
memberikannya. Sumber dukungan sosial merupakan aspek yang penting untuk
diketahui dan dipahami. Keberhasilan dukungan sosial juga bergantung pada
cocok atau tidaknya tipe dukungan sosial yang diberikan. Pengetahuan dan
pemahaman tentang tipe dukungan sosial yang akan diberikan akan membantu
individu mendapatkan dukungan sosial yang sesuai situasi dan keinginannnya,
sehingga dukungan sosial memiliki makna yang berarti bagi kedua belah pihak
(Orfford, 1991).
Keberhasilan dukungan sosial juga dipengaruhi oleh budaya. Hal ini
dikarenakan budaya mempengaruhi persepsi seseorang tentang perilaku yang
pantas serta bagaimana dan kapan individu harus mencari, memperoleh, dan
B. Penyesuaian Diri
1. Definisi Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau
personal adjustment. Menurut Calhoun dan Acocella (1990), penyesuaian dapat
didefinisikan sebagai interaksi individu yang kontinu dengan diri individu sendiri,
dengan orang lain, dan dengan dunia individu. Ketiga faktor tersebut secara
konstan mempengaruhi individu dan hubungan tersebut bersifat timbal balik
mengingat individu secara konstan juga mempengaruhi kedua faktor yang lain.
Tiga faktor yang disebut diatas adalah (Calhoun & Acocella ,1990):
a. Diri individu sendiri, yaitu jumlah keseluruhan dari apa yang telah ada
pada individu, perilaku individu, dan pemikiran serta perasaan individu
yang individu hadapi setiap detik.
b. Orang lain, yaitu orang lain berpengaruh besar pada individu, sebagaimana
individu juga berpengaruh besar terhadap orang lain.
c. Dunia individu, yaitu penglihatan dan penciuman serta suara yang
mengelilingi individu saat individu menyelesaikan urusan individu dapat
mempengaruhi individu dan mempengaruhi orang lain.
Menurut Schneider (dalam Astuti, 2000), penyesuaian diri dapat diartikan
sebagai suatu proses yang mencakup suatu respon-respon mental dan perilaku
yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi
kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk menghasilkan
kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dari
Menurut Semiun (2006), penyesuaian diri merupakan suatu istilah yang sangat
sulit didefinisikan karena penyesuaian diri mengandung banyak arti, kriteria untuk
menilai penyesuaian diri tidak dapat dirumuskan secara jelas dan karena
penyesuaian diri dan lawannya ketidakmampuan menyesuaikan diri
(maladjustment) memiliki batas yang sama sehingga akan mengaburkan
perbedaan diantara keduanya.
Semiun (2006) juga mengatakan bahwa penyesuaian diri tidak bisa dikatakan
baik atau buruk, sehingga Semiun mendefinisikan penyesuaian diri dengan sangat
sederhana, yaitu suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah
laku yang menyebabkan individu berusaha menanggulangi kebutuhan-kebutuhan,
tegangan-tegangan, frustasi-frustasi, dan konflik-konflik batin serta
menyelaraskan tuntutan-tuntutan batin dengan tuntutan-tuntutan yang dikenakan
kepada individu oleh dunia dimana individu hidup.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah
suatu proses dalam interaksi individu yang kontinu dengan diri sendiri, orang lain
dan lingkungan yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku untuk
menghadapi kebutuhan-kebutuhan, ketegangan, frustasi, dan konflik batin serta
mencapai keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan
2. Bentuk-bentuk Penyesuaian Diri
Schneider (1964) membagi penyesuaian diri atas 4 bentuk, yaitu: a. Penyesuaian pribadi
Menekankan pada beberapa jenis penyesuaian, yaitu:
1) Penyesuaian fisik dan emosional
Penyesuaian fisik dapat dilihat dari hal-hal berikut:
a) Memiliki waktu istirahat yang memadai, seperti cukup tidur di malam hari,
memiliki istirahat di sela-sela jadwal atau aktivitas di siang hari, memiliki
waktu tidur yang teratur, dan beristirahat untuk mengurangi kelelahan dan
memulihkan energi.
b) Teratur dalam melakukan kebiasaan fisik, seperti makan, tidur, buang air
dan olah raga.
c) Melakukan olah raga dan rekreasi yang dapat mempertahankan kesehatan
tetap baik. Olah raga dapat menjaga berat badan tetap normal, sedangkan
rekreasi dapat mengurangi ketegangan emosional, frustasi, serta
merangsang perkembangan minat dan sikap, yang penting terhadap
penyesuaian diri yang baik.
Penyesuaian dan kesehatan emosional dapat dilihat dari hal-hal berikut:
a) Emosional yang memadai, yaitu tidak bersikap apatis, memiliki simpati,
sikap menghargai, sikap menolong, sikap mencintai dan kebaikan hati
yang berintegrasi.
b) Kematangan emosional, yang ditunjukkan dengan kemampuan individu
c) Kontrol emosional, yaitu mampu mengatur perasaan seksual, membatasi
kesenangan terhadap benda-benda, menempatkan moralitas di atas
kesenangan sementara.
2) Penyesuaian seksual, dapat dilihat dari:
a) Memiliki pengetahuan dan informasi seksual yang memadai, yang
mencakup fakta fisik, psikologis, sosial dan moral dan implikasi tentang
seks.
b) Perkembangan penerimaan moral, objektivitas, desensitisasi dan sikap
moral yang berhubungan dengan seks.
c) Integrasi dorongan seksual, prinsip moral, dan tanggung jawab sosial.
d) Belajar untuk menunda ekspresi seksual dalam kaitannya dengan moral
dan penyesuaian diri yang baik.
e) Memahami konsekuensi dari perilaku seksual.
f) Pencapaian kematangan seksual.
3) Penyesuaian moral dan religi
Penyesuaian moral dapat dilihat dari:
a) Menerima dan melanjutkan perkembangan nilai moral, ideal, dan
prinsip-prinsip yang berhubungan dengan perkembangan moral yang matang,
personal dan subjektif.
b) Integrasi rangsangan sensori, dorongan dengan nilai dan prinsip moral.
c) Aplikasi dari nilai dan prinsip moral dengan penyelesaian efektif terhadap
konflik mental.
e) Disiplin diri yang tinggi, dimana nilai, prinsip dan idealnya diekspresikan
dengan efektif dalam perilaku moral.
Penyesuaian religi adalah proses dan gaya hidup dimana individu beraksi
dengan memadai terhadap realita keagamaan dan membutuhkan pengalaman
nilai dan melakukan sesuatu sesuai dengan orientasi keagamaan.
b. Penyesuaian sosial
Menekankan pada beberapa penyesuaian berikut:
1) Penyesuaian terhadap keluarga, yaitu:
a) Memiliki hubungan yang baik di antara anggota keluarga.
b) Bersedia menerima otoritas orang tua, yang merupakan kenyataan dalam
keluarga.
c)Mampu memperkirakan dan menerima tanggung jawab dan
pembatasannya.
d) Berusaha menolong keluarga untuk mendapatkan objektivitas individu dan
kelompok.
2) Penyesuaian terhadap masyarakat, yang ditandai dengan kemampuan
individu untuk bereaksi secara efektif dan baik terhadap realita, situasi dan
hubungan sosial. Individu diminta untuk:
a) Mengetahui dan menghargai hak orang lain dalam masyarakat.
b) Menjaga hubungan dengan orang lain dan mempertahakan persahabatan.
c) Peduli dan simpati terhadap kebahagiaan orang lain.
d) Memiliki sikap dan organisasi menolong, yang merupakan sikap moral
e) Menghargai nilai dan integrasi dari hukum, tradisi dan kebiasaan
masyarakat.
c. Penyesuaian pekerjaan
Penyesuaian pekerjaan berarti memiliki sikap yang memuaskan, efektif dan
konsisten terhadap pekerjaan atau profesi. Penyesuaian pekerjaan ditandai
dengan:
1) Ekspresi kemampuan, sikap dan minat yang memadai
2) Puas akan kebutuhan psikologis dasar, seperti kebutuhan akan status,
prestasi, keamanan dan rekognisi.
3) Kepuasan pekerjaan dan prestasi
4) Nyaman dengan karakteristik pekerjaan dan kepribadian
d. Penyesuaian pernikahan
Penyesuaian pernikahan lebih mengarah pada seni hidup secara efektif dan
baik terhadap konsep tanggung jawab, hubungan dan harapan dalam kehidupan
pernikahan. Penyesuaian pernikahan mencakup memiliki dan menikmati
hubungan yang baik dengan pasangan, berpartisipasi dengan minat dan
aktivitas anggota keluarga, menerima tambahan tanggung jawab yang ada, dan
mengubah gaya hidup untuk disesuaikan dengan perubahan dalam keluarga.
Penyesuaian pernikahan meminta adanya kecocokan dengan pasangan,
memiliki karakter kepribadian yang disesuaikan dengan pasangan, memiliki
peningkatan pencapaian tujuan pernikahan, saling mencintai, menghargai,
3. Penyesuaian Diri Lanjut Usia
Sebagian besar dari tugas-tugas perkembangan lanjut usia adalah penyesuaian
diri, yaitu sebagai berikut (Hurlock, 1999):
a. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan.
b. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan
keluarga.
c. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup.
d. Membentuk hubungan dengan orang – orang yang seusia.
e. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan.
f. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes.
Hurlock (1999) merangkum beberapa penyesuaian diri yang harus dilakukan
oleh lanjut usia ke dalam 2 bagian besar, yaitu:
a. Penyesuaian pribadi dan sosial
Individu lanjut usia harus melakukan penyesuaian diri terhadap beberapa
perubahan dalam dirinya, yaitu perubahan fisik, kemampuan motorik,
kemampuan mental, dan minat. Individu yang melakukan persiapan terhadap
perubahan diri dan sosial selama lanjut usia akan dapat menyesuaikan diri
dengan baik dibanding individu yang tidak melakukan persiapan sama sekali.
b. Penyesuaian pekerjaan dan keluarga
Penyesuaian pekerjaan dan keluarga bagi individu lanjut usia adalah sulit
karena hambatan ekonomis yang dewasa ini memainkan peran penting
1) Penyesuaian pekerjaan
Pria lanjut usia biasanya lebih tertarik pada jenis pekerjaan yang statis
daripada pekerjaan yang bersifat menantang, yang disadari tidak mungkin
ada, sehingga lanjut usia tersebut lebih puas dengan pekerjaannya daripada
individu yang lebih muda. Wanita lanjut usia merasa kurang puas dengan
pekerjaannya dan kurang merasa terganggu dengan tibanya masa pensiun
dibanding pria lanjut usia.
2) Penyesuaian diri terhadap masa pensiun
Pensiun selalu menyangkut perubahan peran, keinginan, nilai, dan
perubahan secara keseluruhan terhadap pola hidup setiap individu. Individu
lanjut usia akan lebih dapat menyesuaikan diri dengan baik apabila individu
tersebut pensiun secara sukarela, memiliki bimbingan dan perencanaan
pra-pensiun, mengembangkan minat tertentu guna menggantikan aktivitas kerja
rutin, memiliki kontak sosial, memiliki status ekonomi yang baik, status
perkawinan yang bahagia dan memiliki tempat tinggal yang menawarkan
berbagai kekompakan dan kegiatan bagi individu lanjut usia.
3) Penyesuaian terhadap berbagai perubahan dalam kehidupan keluarga
Lanjut usia harus melakukan penyesuaian terhadap perubahan hubungan
dengan pasangan, perubahan perilaku seksual, hubungan dengan anak,
ketergantungan orangtua dan hubungan dengan para cucu.
Perubahan peran lanjut usia dari pekerja ke pensiunan menyebabkan
kebanyakan pria lanjut usia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk
Hubungan yang baik dengan istri akan mendatangkan kebahagiaan bagi
kedua lanjut usia. Hubungan yang kaku dan dingin akan meningkatkan
percekcokan dengan kontak yang konstan.
Lanjut usia yang enggan menyesuaikan diri dengan perkembangan dan
kebutuhan anak yang berubah, akan mengalami kesepian, namun bila
sebaliknya, individu lanjut usia akan menemukan banyak kepuasan berteman
dengan anak-anak mereka.
Lanjut usia yang tidak mampu melepaskan peran otoriternya terhadap
anak, meskipun mengalami ketergantungan keuangan dan hubungan sosial
kepada anaknya, akan mengakibatkan anak yang telah dewasa merasa tidak
senang terhadap perlakuan tersebut.
Lanjut usia sering sekali merasa ada jurang pemisah dengan cucunya
yang sulit dijembatani, yang merupakan akibat dari perubahan nilai, sikap,
pola berpakaian, perilaku dan standar moral. Hubungan yang kaku antara
lanjut usia dengan cucu, bahkan anaknya, akan terbentuk bila lanjut usia
tersebut menyatakan ketidaksetujuannya dengan cucunya, sedangkan
cucunya menganggap nenek dan kakeknya ketinggalan zaman.
4) Penyesuaian diri terhadap hilangnya pasangan
Penyesuaian terhadap kematian pasangan atau terhadap perceraian sangat
sulit bagi pria maupun wanita lanjut usia, karena pada masa ini semua
5) Penyesuaian terhadap kesendirian
Lanjut usia memiliki kesempatan untuk memantapkan banyak minat yang
dapat menjauhkannya dari kehidupan yang sepi apabila mencapai masa
pensiun.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Lanjut Usia
Menurut Schneiders (1964), faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri secara umum adalah:
a. Kondisi fisik
Aspek-aspek berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat mempengaruhi
penyesuaian diri adalah:
1) Hereditas dan konstitusi fisik
Prinsip umum yang berkembang adalah semakin dekat kapasitas pribadi,
sifat atau kecenderungan berkaitan dengan konstitusi fisik, maka akan
semakin besar pengaruhnya terhadap penyesuaian diri, bahkan dalam hal
tertentu, kecenderungan ke arah maladjustment diturunkan secara genetik,
khususnya melalui media temperamen. Temperamen merupakan komponen
utama karena dari temperamen itu muncul karakteristik yang paling dasar
dari kepribadian, khususnya dalam memandang hubungan emosi dengan
penyesuaian diri.
2) Sistem utama tubuh
Sistem syaraf, kelenjar dan otot termasuk ke dalam sistem utama tubuh
berkembang normal dan sehat merupakan syarat mutlak bagi fungsi
psikologis agar dapat berfungsi secara maksimal yang akhirnya berpengaruh
secara baik pula kepada penyesuaian diri individu, dan begitu juga
sebaliknya.
3) Kesehatan fisik
Penyesuaian diri individu akan lebih mudah dilakukan dan dipelihara
dalam kondisi fisik yang sehat daripada yang tidak sehat. Kondisi fisik yang
sehat dapat menimbulkan penerimaan diri, percaya diri, harga diri, dan
sejenisnya yang akan menjadi kondisi yang sangat menguntungkan bagi
proses penyesuaian diri.
b. Kepribadian
Unsur-unsur kepribadian yang penting pengaruhnya terhadap penyesuaian
diri adalah:
1) Kemauan dan kemampuan untuk berubah
Kemauan dan kemampuan untuk berubah akan berkembang melalui
proses belajar.
2) Pengaturan diri
Pengaturan diri sama pentingnya dengan proses penyesuaian diri dan
pemeliharaan stabilitas mental, kemampuan untuk mengatur diri dan
mengarahkan individu. Kemampuan pengaturan diri mengarahkan
3) Realisasi diri
Perkembangan kepribadian yang berjalan dengan normal sepanjang masa
kanak-kanak dan remaja, maka di dalamnya tersirat potensi laten dalam
bentuk sikap, tanggung jawab, penghayatan nilai-nilai, penghargaan diri dan
lingkungan serta karakteristik lainnya menuju pembentukan kepribadian
dewasa, yang semuanya itu merupakan unsur-unsur penting yang mendasari
realisasi diri.
4) Kecerdasan
Baik buruknya penyesuaian diri tidak sedikit ditentukan oleh kapasitas
intelektual atau inteligensi. Inteligensi sangat penting bagi perolehan
perkembangan gagasan, prinsip dan tujuan yang memainkan peranan penting
dalam proses penyesuaian diri.
c. Edukasi/ pendidikan
Unsur-unsur penting dalam edukasi/ pendidikan yang dapat mempengaruhi
penyesuaian diri individu adalah:
1) Belajar
Kemauan belajar merupakan unsur penting dalam penyesuaian diri
individu karena pada umumnya respon-respon dan sifat-sifat kepribadian
yang diperlukan bagi penyesuaian diri yang diperoleh dan menyerap ke
dalam diri individu adalah melalui proses belajar.
2) Pengalaman
Ada 2 jenis pengalaman yang memiliki nilai terhadap penyesuaian diri,
3) Latihan
Latihan merupakan proses belajar yang berorientasi kepada perolehan
keterampilan dan kebiasaan. Penyesuaian diri sebagai suatu proses yang
kompleks memerlukan latihan yang sungguh-sungguh agar mencapai hasil
penyesuaian diri yang baik.
4) Determinasi diri
Determinasi diri merupakan faktor yang sangat kuat yang dapat
digunakan untuk kebaikan atau keburukan, untuk mencapai penyesuaian diri
secara tuntas, atau bahkan untuk merusak diri sendiri.
d. Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi:
1) Lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang sangat penting atau
bahkan tidak ada yang lebih penting dalam kaitannya dengan penyesuaian
diri individu. Unsur-unsur di dalam keluarga, seperti interaksi orang tua dan
anak, interaksi antar anggota keluarga, peran sosial dalam keluarga,
karakteristik anggota keluarga, kekohesivan dalam keluarga dan gangguan
dalam keluarga akan berpengaruh terhadap penyesuaian diri individu.
2) Lingkungan masyarakat
Konsistensi nilai-nilai, sikap, aturan-aturan, norma, moral, dan perilaku
masyarakat akan diidentifikasikan oleh individu yang berada dalam
masyarakat tersebut, sehingga berpengaruh terhadap proses penyesuaian diri
e. Agama dan budaya
Agama berkaitan erat dengan faktor budaya. Agama memberikan
sumbangan nilai-nilai, keyakinan, praktik-praktik yang memberi makna sangat
mendalam, tujuan serta kestabilan dan keseimbangan hidup individu. Budaya
juga merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan individu.
Hal ini terlihat jika dilihat dari adanya karakteristik budaya yang diwariskan
kepada individu melalui berbagai media dalam lingkungan keluarga maupun
masyarakat.
Hurlock (1999) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi
penyesuaian diri lanjut usia adalah :
a. Persiapan untuk hari tua
Individu yang tidak mempersiapkan diri secara psikis dan ekonomis untuk
mengadapi berbagai perubahan yang akan terjadi di hari tua, seringkali akan
mengalami trauma dalam melakukan penyesuaian tersebut.
b. Pengalaman masa lampau
Berbagai kesulitan yang dialami dalam menyesuaikan diri pada lanjut usia
seringkali merupakan akibat dari pelajaran tentang bentuk tertentu dari
penyesuaian di masa lalu, yang tidak sesuai dengan periode lanjut usia dalam
rentang kehidupannya.
c. Kepuasan kebutuhan
Individu harus mampu memuaskan berbagai kebutuhan pribadi mereka dan
berbuat sesuai dengan harapan-harapan orang lain sepanjang rentang kehidupan
d. Kenangan akan persahabatan lama
Lanjut usia akan semakin baik melakukan penyesuaian dan juga akan
semakin bahagia bila semakin lama persahabatan antara individu-individu
lanjut usia dapat dipertahankan. Pindah ke wilayah lain atau meninggalkan
teman-teman lamanya akan menghambat penyesuaian dengan lingkungan baru.
e. Anak-anak yang telah dewasa
Sikap anak yang telah dewasa terhadap orang tua yang sudah lanjut usia dan
sering berhubungan dengan lanjut usia tersebut dapat menciptakan penyesuaian
sosial dan personal yang baik bagi individu lanjut usia.
f. Sikap sosial
Salah satu hambatan terbesar dalam melakukan penyesuaian diri yang baik
di masa lanjut usia adalah sikap sosial yang kurang senang terhadap individu
lanjut usia.
g. Sikap pribadi
Sikap menolak terhadap usia yang semakin bertambah tua, dan terhadap
penyesuaian atas perubahan yang terjadi karena bertambahnya usia merupakan
hambatan yang serius bagi terwujudnya penyesuaian diri yang berhasil di hari
tua.
h. Metode penyesuaian diri
Metode rasional mencakup menerima batas usia, mengembangkan
minat-minat baru, belajar melepaskan anak, dan tidak memikirkan masa lalu. Metode
irasional meliputi menolak berbagai perubahan yang datang bersamaan dengan
masa-masa sebelumnya, asyik dengan hal-hal yang menyenangkan di masa-masa lampau,
dan ingin tergantung pada orang lain untuk merawat dirinya.
i. Kondisi
Penyakit yang kronis (menahun) merupakan penghalang yang lebih besar
dibanding penyakit yang bersifat temporer dalam menyesuaikan diri dengan
masa lanjut usia, walaupun penyakit temporer mungkin lebih berat deritanya
dan lebih berbahaya.
j. Kondisi hidup
Pemaksaan kepada lanjut usia untuk tinggal di suatu tempat yang membuat
lanjut usia merasa rendah diri, tidak sesuai dan membenci tempat itu, dapat
mengakibatkan situasi yang tidak menyenangkan dalam penyesuaian diri yang
harus dilakukan pada masa lanjut usia.
k. Kondisi ekonomi
Individu-individu lanjut usia akan merasa sulit untuk menyesuaikan diri
dengan permasalahan keuangan karena mengetahui bahwa individu tersebut
mempunyai kesempatan yang kecil atau tidak sama sekali dalam memecahkan
masalah tersebut, tidak seperti yang dahulu dapat individu lakukan ketika
masih muda.
5. Kriteria Penilaian Penyesuaian Diri Lanjut Usia
Terdapat beberapa kriteria yang dapat dipakai untuk menilai jenis penyesuaian diri yang dilakukan individu lanjut usia, apakah baik atau tidak, yaitu (Hurlock,
a. Kualitas pola perilaku
Ada dua teori yang berbeda dan bertolak belakang mengenai keberhasilan
individu lanjut usia. Menurut teori aktivitas (activity theory), pria maupun
wanita seharusnya tetap merawat berbagai sikap dan kegiatan semasa usia
madya selama mungkin dan kemudian mencari kegiatan pengganti untuk
berbagai kegiatan yang harus ditinggalkan sebagai pengganti pekerjaan apabila
pensiun, pengganti organisasi perkumpulan yang harus ditinggalkan karena
alasan keuangan atau hal-hal lain, pengganti teman atau kerabat keluarga yang
telah meninggal atau pindah ke lingkungan lain.
Menurut teori pelepasan diri (disengagement theory), pria maupun wanita,
secara sukarela dilakukan atau tidak, membatasi keterlibatan individu dalam
berbagai kegiatan individu berusia madya. Lanjut usia menghentikan hubungan
langsung dengan orang lain, misalnya bebas berbuat sesuka hati apabila
menyenanginya, melakukan hal-hal penting menurut individu tanpa
mempedulikan perasaan-perasaan orang lain tentang individu tersebut.
Penelitian mengenai penyesuaian diri yang baik dan yang buruk yang
dilakukan pada individu-individu lanjut usia menunjukkan bahwa individu yang
melakukan penyesuaian diri yang baik, mempunyai sifat-sifat yang diharapkan
ada pada individu yang mengikuti teori aktivitas, sedangkan individu yang
kelihatannya menunjukkan penyesuaian yang buruk, memiliki karakteristik
yang berhubungan dengan teori pelepasan diri.
Terdapat bukti yang secara umum mengatakan bahwa individu yang
penyesuaian yang baik pula di masa lanjut usia. Individu yang memiliki
keinginan sederhana dan watak yang baik, menjadikan masa lanjut usianya
mudah dijalani.
b. Perubahan dalam perilaku emosional
Kriteria selanjutnya yang dapat dipergunakan untuk menilai jenis
penyesuaian lanjut usia adalah berbagai perubahan yang berkaitan dengan
perilaku emosional. Berbagai penelitian tentang individu lanjut usia
menunjukkan bahwa lanjut usia cenderung menjadi apatis dalam kehidupan,
kurang responsif dibanding ketika masih muda, respon-respon emosional lebih
spesifik, kurang bervariasi, dan kurang mengena pada suatu peristiwa.
c. Perubahan kepribadian
Kriteria berikutnya adalah derajat dan besar perubahan kepribadian. Sudah
diketahui bahwa individu lanjut usia, tanpa menghiraukan pola-pola
kepribadian di masa mudanya, berkembang menjadi individu yang
menjengkelkan dengan sifat-sifat mudah marah, pelit, suka bertengkar, banyak
menuntut, egois.
Sifat-sifat lanjut usia, yang lebih kaku dalam memandang segala sesuatu,
lebih konservatif dalam bertindak, lebih berprasangka buruk dalam bersikap
terhadap orang lain dan lebih terpusat pada diri sendiri, merupakan sifat-sifat
lama yang menjadi berlebih-lebihan dan semakin tampak karena adanya
tekanan-tekanan yang terjadi pada masa lanjut usia.
Status minoritas yang dimiliki lanjut usia menyebabkan sifat-sifat
sejenis dengan kelompok minoritas, seperti hipersensitivitas, membenci diri
sendiri, perasan tidak aman dan tidak pasti, bertengkar, apatis, kemunduran,
tertutup, cemas, terlalu tergantung dan bersikap menolak.
d. Kebahagiaan
Kriteria selanjutnya adalah derajat kepuasan diri atau kebahagiaan lanjut
usia yang dialami. Kebahagiaan lanjut usia dapat ditunjang oleh beberapa
kondisi, seperti: memiliki kenangan yang menggembirakan, bebas untuk
mencapai gaya hidup yang diinginkan, sikap yang realistis terhadap kenyataan,
menerima kenyataan, terus berpartisipasi dengan kegiatan yang berarti dan
menarik, diterima oleh dan memperoleh respek dari kelompok sosial, merasa
puas dengan status sekarang dan prestasi masa lalu, puas dengan status
perkawinan dan kehidupan seksual, menikmati kegiatan rekreasional yang
direncanakan, melakukan kegiatan produktif, dan lain-lain.
6. Tanda-tanda Penyesuaian Diri Lanjut Usia yang Baik
Tanda-tanda penyesuaian diri lanjut usia yang baik adalah (Hurlock, 1999): a. Minat yang kuat dan beragam
b. Kemandirian dalam hal ekonomi, yang memungkinkan untuk hidup
mandiri
c. Melakukan banyak hubungan sosial dengan segala umur
d. Kenikmatan kerja yang menyenangkan dan bermanfaat tidak memerlukan
e. Kemampuan untuk memelihara rumah yang menyenangkan tanpa
mengerahkan terlalu banyak tenaga fisik
f. Berpartisipasi dalam organisasi kemasyarakatan
g. Kemampuan untuk menikmati kegiatan saat ini tanpa menyesali masa
lampau
h. Mengurangi kecemasan terhadap diri sendiri dan orang lain
i. Menikmati kegiatan dari hari ke hari meskipun aktivitas tersebut mungkin
sifatnya berulang-ulang
j. Menghindari kritik dari orang lain, terutama dari generasi yang lebih muda
k. Menghindari kesalahan-kesalahan, khususnya tentang kondisi tempat
tinggal dan perlakuan dari orang lain.
C. Lanjut Usia
1. Definisi Lanjut usia
Lanjut usia adalah periode penutup dalam rentang kehidupan individu, yaitu
suatu periode dimana individu telah ”beranjak jauh” dari periode terdahulu yang
lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat, yang
dimulai pada usia 60-an. Hurlock (1999), membagi tahap terakhir dalam rentang
kehidupan individu ini menjadi:
a. Lanjut usia dini, yang berkisar antara 60 sampai 70 tahun
b. Lanjut usia, yang dimulai pada usia 70 sampai akhir kehidupan individu.
Menurut Santrock (2002), lanjut usia terbagi atas:
b. Usia tua akhir (75 tahun atau lebih)
c. Usia tua lanjut (85 tahun atau lebih)
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, lanjut usia meliputi:
a. Lanjut usia (elderly) = antara 60 dan 74 tahun
b. Lanjut usia tua (old) = antara 75 dan 90 tahun
c. Usia sangat tua (very old) = diatas 90 tahun
Menurut Undang-undang No. 13/Th.1998 tentang kesejahteraan lanjut usia,
Bab I Pasal 1 Ayat 2, lanjut usia adalah individu yang mencapai usia 60 (enam
puluh) tahun keatas. Undang-undang ini menggunakan bentuk definisi presisi
yang lebih baik dibandingkan definisi orang jompo.
Berdasarkan uraian diatas, lanjut usia didefinisikan sebagai individu yang
mencapai usia 60 tahun keatas.
2. Perubahan-Perubahan yang Dialami Individu Lanjut Usia
Lanjut usia mengalami berbagai perubahan dalam hidup, yaitu:
a. Perubahan fisik
Sebagian besar perubahan kondisi fisik pada lanjut usia terjadi ke arah yang
memburuk dimana proses dan kecepatannya sangat berbeda untuk
masing-masing individu meskipun usia individu tersebut sama. Berbagai perubahan
terbesar yang terjadi pada masa lanjut usia adalah sebagai berikut (Hurlock,
1999):
1) Perubahan penampilan, yaitu perubahan pada daerah kepala (rambut
berubah akibat hilangnya gigi), daerah tubuh (bahu membungkuk, perut
membesar, pinggul tampak mengendor, garis pinggang melebar, payudara
bagi wanita menjadi kendur), dan daerah persendian (pangkal tangan
menjadi kendor dan terasa berat, kaki menjadi kendor dan pembuluh darah
balik menonjol, tangan menjadi kurus kering).
2) Perubahan bagian dalam tubuh, yaitu perubahan pada sistem syaraf (berat
otak berkurang, bilik-bilik jantung melebar), isi perut (perubahan posisi
jantung, perubahan elastisitas jaringan)
3) Perubahan pada fungsi fisiologis, yaitu memburuknya pengaturan
organ-organ, menurunnya fungsi pembuluh darah pada kulit, perubahan pada
pencernaan, ketahanan dan kemampuan bekerja menurun.
4) Perubahan panca indera, yaitu perubahan pada penglihatan (penurunan
kemampuan mata untuk melihat, menurunnya sensitivitas terhadap warna),
pendengaran (kehilangan kemampuan mendengar nada yang sangat tinggi),
perasa (berhentinya pertumbuhan syaraf perasa), penciuman (daya
penciuman kurang tajam), perabaan (indera perabaan di kulit semakin
kurang peka), dan menurunnya sensitivitas terhadap rasa sakit.
b. Perubahan psikologis
Lanjut usia mengalami berbagai perubahan secara psikologis, atau
perubahan secara mental atau kejiwaan individu, yaitu:
1) Perubahan persepsi, yaitu kapasitas persepsi individu menurun secara
bertahap, meskipun beberapa perubahan hanya sedikit dan dapat diatasi.
disebabkan oleh masalah pada pendengaran daripada karena penurunan
kognitif. Lanjut usia menjadi lebih sulit mengulang percakapan secara
detail bila berada ditempat ramai (Siyelman & Rider, 2003).
2) Kemampuan motorik, yaitu lanjut usia mengalami penurunan kekuatan,
kecepatan dalam bergerak, lebih lambat dalam belajar, cenderung menjadi
canggung, yang menyebabkan sesuatu yang dibawa dan dipegang
tertumpah dan jatuh, melakukan sesuatu dengan tidak hati-hati dan
dikerjakan secara tidak teratur (Hurlock, 1999).
3) Kecerdasan, yaitu meskipun sedikit, lanjut usia memang mengalami
penurunan intelektual, apalagi bila lanjut usia tersebut jarang melakukan
latihan terhadap otak (Santrock, 2002).
4) Belajar, yaitu lanjut usia lebih berhati-hati dalam belajar, memerlukan
waktu yang lebih banyak untuk mengintegrasikan jawaban, kurang mampu
mempelajari hal-hal baru yang tidak mudah diintegrasikan dengan
pengalaman masa lalu, dan hasilnya kurang tepat dibanding individu yang
masih muda (Hurlock, 1999).
5) Daya ingat, yaitu lanjut usia cenderung lemah dalam mengingat hal-hal
yang baru dipelajari dan sebaliknya baik terhadap hal-hal yang telah lama
dipelajari (Hurlock, 1999).
6) Kreativitas, yaitu kapasitas atau keinginan yang diperlukan untuk berpikir
kreatif bagi lanjut usia cenderung menurun (Hurlock, 1999).
7) Kepribadian, yaitu lanjut usia cenderung lebih puas ketika gaya hidup
(Siyelman & Rider, 2003). Lanjut usia juga menjadi cenderung
meningkatkan ketidaksetujuan, mengalami penurunan keterbukaan
terhadap dunia di luar dirinya (Papalia & Old, 2004).
8) Rasa humor, yaitu banyak dipercaya bahwa individu lanjut usia kehilangan
rasa dan keinginannya terhadap hal-hal yang lucu (Hurlock, 1999).
9) Perbendaharaan kata, yaitu perbendaharaan kata lanjut usia menurun
sangat kecil karena individu secara konstan menggunakan sebagian besar
kata yang pernah dipelajari sebelumnya (Hurlock, 1999).
10)Mengenang, yaitu kecenderungan untuk mengenang sesuatu yang terjadi
di masa lalu meningkat semakin tajam sejalan dengan bertambahnya usia
(Hurlock, 1999).
c. Perubahan Sosial
Banyak individu lanjut usia menghadapi diskriminasi dari lingkungannya. Individu lanjut usia menjadi tidak dipekerjakan untuk pekerjaan-pekerjaan yang
baru atau dikeluarkan dari pekerjaan lama karena dipandang terlalu kaku, lemah
pikiran, atau karena efektivitas biaya. Lanjut usia ditolak secara sosial karena
dipandang sudah pikun atau membosankan (Santrock, 2002). Sikap sosial
terhadap individu lanjut usia yang tidak menyenangkan, mendorong individu
untuk mengundurkan diri dari kegiatan sosial (Hurlock, 1991).
Individu lanjut usia disingkirkan dari kehidupan keluarga lanjut usia
tersebut oleh anak-anak yang melihat lanjut usia sebagai sosok yang sakit, jelek
dan parasit. Singkatnya, individu lanjut usia dipandang tidak mampu berpikir
terhadap komunitas, dan memegang tanggung jawab pekerjaan. Persepsi
tersebut tentu saja tidak berperikemanusiaan, tetapi seringkali terjadi secara
nyata dan menyakitkan (Santrock, 2002).
Lanjut usia pun mengalami perubahan pada sistem kekerabatan dalam
keluarga, yaitu menjadi lebih modern, yang telah mengubah anutan pada nilai
tradisional paguyuban yang selama ini dianut. Hal ini akan memposisikan lanjut
usia ke kedudukan dan perannya yang baru dalam keluarga. Agen sosialisasi
bagi anak bukan hanya orangtua pada saat ini, tetapi meluas ke institusi lain
seperti sekolah, media massa, kelompok sebaya, serta partisipasi perempuan
dalam angkatan kerja yang dapat memberi pengaruh tertentu dalam kemampuan
keluarga dalam memberi pelayanan optimal bagi lanjut usia (Patmonodewo,
2001).
Masa lanjut usia ditandai pula dengan masa pensiun. Pensiun seringkali
dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan Menurut Hutapea
(2005), ketika belum menjadi lanjut usia, individu merasa you are some one,
you are needed, tetapi ketika memasuki masa pensiun, lanjut usia merasa I am
nobody. Lanjut usia tidak lagi menerima kiriman parsel dari tempat kerja di saat
hari raya dan menjadi kurang dihormati dan disegani oleh rekan kerjanya
dahulu.
Banyak individu mempersepsikan pensiun secara negatif dengan
menganggap bahwa pensiun itu merupakan pertanda dirinya sudah tidak
berguna dan dibutuhkan lagi karena usia tua dan produktivitas semakin
tempat individu bekerja. Seringkali pemahaman itu tanpa sadar mempengaruhi
persepsi individu sehingga menjadi over sensitif dan subyektif terhadap
stimulus yang ditangkap. Kondisi ini membuat lanjut usia jadi sakit-sakitan
saat pensiun tiba (Jacinta, 2001).
D. Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Penyesuaian Diri Lanjut Usia
Menurut Davidoff (1991), manusia pada dasarnya adalah makhluk yang
terbatas yang tidak mungkin hidup tanpa adanya kondisi yang menguntungkan,
sehingga jelaslah lingkungan mempunyai peran penting, khususnya dalam hal
penyesuaian diri. Individu akan lebih besar kemungkinannya untuk merasa sehat
lahir dan batin bila kebutuhan individu tersebut terpuaskan, khususnya dalam hal
keuangan, kesehatan, pekerjaan yang memuaskan, rekreasi, belajar dan
pengungkapan kreativitas.
Santrock (2002) mengatakan bahwa lanjut usia yang memiliki penyesuaian
diri yang baik adalah lanjut usia yang sehat, memiliki pendapatan yang layak,
aktif, berpendidikan baik, memiliki relasi sosial yang luas. Interaksi sosial dengan
orang lain yang menyediakan dukungan sosial, memberikan suatu pandangan
terhadap diri sendiri yang lebih positif bagi lanjut usia.
Jattuningtias (2003) mengatakan bahwa hal yang paling mendasar yang
dibutuhkan lanjut usia dalam menghadapi masa pensiun adalah dukungan sosial.
Dukungan sosial yang berasal dari significant others, seperti anak, keluarga dan
teman mempengaruhi individu untuk melakukan penyesuaian diri dalam
maka penyesuaian dirinya pun baik, dimana individu dapat menempatkan dirinya
di masyarakat maka individu itu akan diterima dengan baik oleh masyarakat,
begitu juga sebaliknya.
Glaser mengatakan bahwa dukungan sosial, termasuk dari teman dan keluarga,
dapat menolong seseorang untuk mengatasi stres emosional yang disebabkan
perubahan-perubahan atau kemunduran-kemunduran yang dialami lanjut usia
yang dapat mengganggu penyesuaian diri lanjut usia ( Hutapea, 2005 ).
E. Hipotesa Penelitian
Berdasarkan uraian teoritis diatas, maka hipotesa yang diajukan dalam
penelitian ini adalah: “dukungan sosial memiliki pengaruh terhadap penyesuaian
diri lanjut usia”. Hipotesis ini mengandung pengertian bahwa apabila dukungan
sosial yang dimiliki lanjut usia semakin tinggi, akan menyebabkan penyesuaian
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut
cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data dan pengambilan
kesimpulan hasil penelitian (Hadi, 2000). Penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif yang bersifat korelasional. Penelitian korelasional bertujuan
menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada
satu atau lebih variabel lain. Peneliti dapat memperoleh informasi mengenai taraf
hubungan yang terjadi melalui studi korelasional ini. Pembahasan dalam metode
penelitian ini meliputi: identifikasi variabel penelitian, definisi operasional,
populasi dan teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, daya beda
aitem, validitas, dan reliabilitas serta metode analisa data
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Masalah yang harus dipecahkan harus diidentifikasi, dipilih dan dirumuskan
dengan tepat, untuk menguji hipotesis penelitian. Identifikasi variabel utama yang
digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel bebas : dukungan sosial