• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Penyesuaian Diri Lanjut Usia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Penyesuaian Diri Lanjut Usia"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

Proposal Skripsi

Guna Memenuhi Persyaratan Mata Kuliah Skripsi Bidang Psikologi Perkembangan

OLEH: JUNIAR PURBA

041301125

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

penyusunan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini yang berjudul “ Pengaruh

Dukungan Sosial terhadap Penyesuaian Diri Lanjut Usia” merupakan salah satu

syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi Fakultas Psikologi Universitas

Sumatera Utara Medan.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

baik dari masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi

penulis untuk menyelesaikan penyusunan skripsi ini, untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak dr. Chairul Yoel, Sp. A (K), selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Ika Sari Dewi, S.Psi, Psi., selaku dosen pembimbing yang tetap sabar

dalam membimbing penulis dan meluangkan waktunya untuk memberikan

bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Lili Garliah, M.Si., selaku dosen penguji seminar, dosen pembimbing

akademik yang telah membimbing penulis selama berada di Psikologi,

serta selaku dosen psikometri yang telah bersedia meluangkan waktu

untuk penulis berkonsultasi ketika penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Eka Ervika, M.Si., selaku dosen penguji seminar dan koordinator

(3)

penulis.

6. Seluruh staf pegawai Psikologi Universitas Sumatera Utara yang

membantu penulis dalam hal administrasi.

7. Seluruh lanjut usia yang telah bersedia menjadi sampel, baik untuk uji

coba penelitian maupun untuk penelitian asli.

8. Bapak Sanip K.S. dan Bapak Abdul Syukur, selaku kepala lingkungan

XVIII dan XIX Kelurahan Tanjung Rejo.

9. Bapak Johan Handoko dan Bapak Zulkipli, selaku kepala lingkungan VII

dan IX Kelurahan Kampung Lalang.

10.Orang tua penulis (Bapak R.Purba dan Ibu M.Saragih) yang telah

memberikan dukungan, doa, cinta dan kasih sayang yang begitu besar

sepanjang waktu, serta telah menjadi semangat dan motivator bagi penulis

untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini sebagai persembahan

untuk Bapak dan Ibu yang tersayang.

11.Kakak dan adik-adik penulis (Kak Yanti, Engki dan Intan) yang tetap

memberi dukungan , doa dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

12.Teman-teman KTB Love is Mustahak (Kak Intan, Grace, Ichin dan Kristy)

serta sahabat doa penulis (Wiwik) yang tetap memberikan dukungan, doa,

semangat dan bersedia memberikan waktu untuk mendengarkan keluh

(4)

memberi dukungan, doa dan semangat bagi penulis.

15.Sahabat-sahabat yang tergabung dalam Jusicat (Sani, Ivone, Chandra,

Astri, Thomas), serta Grace E. yang tetap mendoakan dan memberi

semangat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

16.Yunita, teman yang telah banyak membantu penyusunan skripsi ini.

17.Teman-teman sepelayanan yang tetap mendoakan penulis agar semangat.

18.Teman-teman seperjuangan angkatan 2004 lainnya dan seluruh mahasiswa

Psikologi Universitas Sumatera Utara.

19.Semua pihak yang terlibat di dalam penelitian ini dan telah banyak

membantu namun tidak tersebutkan namanya. Terima kasih atas

semuanya.

Akhir kata, penulis memohon maaf bila dalam usaha menyelesaikan skripsi

ini, penulis telah melakukan kesalahan dan menyakiti perasaan pihak yang terkait.

Penulis juga memohon maaf atas kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini

karena penulis sadar bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan

saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan

skripsi ini.

Medan, September 2008

(5)

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

C. Manfaat Penelitian ... 8

D. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II. LANDASAN TEORI ... 10

A. Dukungan Sosial ... 10

1. Definisi Dukungan Sosial ... 10

2. Bentuk-bentuk Dukungan Sosial ... 11

3. Cara Kerja Dukungan Sosial ... 12

4. Sumber-sumber Dukungan Sosial ... 14

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial ... 14

B. Penyesuaian Diri ... 15

1. Definisi Penyesuaian Diri ... 15

(6)

5. Kriteria Penilaian Penyesuaian Diri Lanjut Usia ... 30

6. Tanda-tanda Penyesuaian Diri Lanjut Usia yang Baik ... 33

C. Lanjut Usia ... 34

1. Definisi Lanjut Usia ... 34

2. Perubahan-perubahan yang Dialami Individu Lanjut Usia ... 35

D. Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Penyesuaian Diri Lanjut Usia ... 40

E. Hipotesa Penelitian ... 41

BAB III. METODE PENELITIAN ... 42

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 42

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 43

1. Dukungan Sosial ... 43

2. Penyesuaian Diri ... 43

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... 44

1. Populasi ... 44

2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 46

D. Metode Pengumpulan Data ... 47

1. Skala Dukungan Sosial ... 47

2. Skala Penyesuaian Diri ... 50

(7)

F. Prosedur Penelitian ... 55

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 55

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 57

3. Tahap Pengolahan Data... 57

G. Metode Analisa Data ... 57

1. Uji Normalitas ... 58

2. Uji Linieritas ... 58

BAB IV. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI ... 59

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 59

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 59

2. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 60

3. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 60

4. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pekerjaan ... 61

B. Hasil Penelitian ... 62

1. Uji Asumsi ... 62

2. Hasil Analisa Data... 63

(8)

C. Saran ... 71

1. Saran Metodologis ... 71

2. Saran Praktis ... 72

(9)

Tabel 2. Blue print Skala Dukungan Sosial Setelah Uji Coba ... 49

Tabel 3. Blue print Skala Dukungan Sosial Untuk Penelitian Asli ... 50

Tabel 4. Blue print Skala Penyesuaian Diri Saat Uji Coba ... 52

Tabel 5. Blue print Skala Penyesuaian Diri Setelah Uji Coba ... 52

Tabel 6. Blue print Skala Penyesuaian Diri Untuk Penelitian Asli... 53

Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 59

Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 60

Tabel 9. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 61

Tabel 10. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pekerjaan ... 61

Tabel 11. Uji Sebaran Normal Variabel dengan Tes Kolmogorov Smirnof ... 63

Tabel 12. Skor Empirik dan Skor Hipotetik Dukungan Sosial ... 65

Tabel 13. Kategori Dukungan Sosial Berdasarkan Mean Hipotetik ... 65

Tabel 14. Skor Empirik dan Skor Hipotetik Penyesuaian Diri ... 66

(10)
(11)

LAMPIRAN B

DATAMENTAH

LAMPIRAN C

HASIL OLAH DATA SPSS

LAMPIRAN D

SKALA PENYESUAIAN DIRI

SKALA DUKUNGAN SOSIAL

LAMPIRAN E

SURAT IZIN PENGAMBILAN DATA

(12)

Juniar Purba : 041301125

Judul : Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Penyesuaian Diri Lanjut Usia

75 halaman ; 15 tabel ; 1 gambar ; lampiran Biblografi : 1964 – 2007

Isi  Kata kunci : dukungan sosial, penyesuaian diri

Masa lanjut usia ditandai dengan terjadinya berbagai perubahan, baik perubahan fisik, psikologis maupun sosial, dan untuk itu dibutuhkan penyesuaian diri, yaitu suatu proses yang mencakup suatu respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dari dunia luar atau lingkungan tempat individu berada. Penyesuaian diri bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan oleh lanjut usia, untuk itu dibutuhkan dukungan sosial dari orang lain. Dukungan sosial adalah mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu.

Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasional, yaitu untuk mengetahui pengaruh dukungan sosial terhadap penyesuaian diri lanjut usia. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode cluster random sampling dengan jumlah subjek 62 orang lanjut usia yang berusia 60 – 70 tahun. Metode pengumpulan data dengan menggunakan dua buah skala, yaitu skala dukungan sosial yang disusun berdasarkan bentuk-bentuk dukungan sosial yang dikemukakan oleh Sarafino dan skala penyesuaian diri yang disusun berdasarkan bentuk-bentuk penyesuaian diri yang dikemukakan oleh Schneider.

(13)

Juniar Purba : 041301125

Judul : Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Penyesuaian Diri Lanjut Usia

75 halaman ; 15 tabel ; 1 gambar ; lampiran Biblografi : 1964 – 2007

Isi  Kata kunci : dukungan sosial, penyesuaian diri

Masa lanjut usia ditandai dengan terjadinya berbagai perubahan, baik perubahan fisik, psikologis maupun sosial, dan untuk itu dibutuhkan penyesuaian diri, yaitu suatu proses yang mencakup suatu respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dari dunia luar atau lingkungan tempat individu berada. Penyesuaian diri bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan oleh lanjut usia, untuk itu dibutuhkan dukungan sosial dari orang lain. Dukungan sosial adalah mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu.

Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasional, yaitu untuk mengetahui pengaruh dukungan sosial terhadap penyesuaian diri lanjut usia. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode cluster random sampling dengan jumlah subjek 62 orang lanjut usia yang berusia 60 – 70 tahun. Metode pengumpulan data dengan menggunakan dua buah skala, yaitu skala dukungan sosial yang disusun berdasarkan bentuk-bentuk dukungan sosial yang dikemukakan oleh Sarafino dan skala penyesuaian diri yang disusun berdasarkan bentuk-bentuk penyesuaian diri yang dikemukakan oleh Schneider.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa lanjut usia adalah masa perkembangan terakhir dalam hidup manusia

yang ditandai dengan perubahan fungsi fisik yang terkadang berhubungan dengan

proses menua (Papalia, 2004). Proses menua (aging) adalah proses alami yang

disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis, maupun sosial yang saling

berinteraksi satu sama lain (Kuntjoro, 2002).

Lanjut usia membawa penurunan fisik yang lebih besar dibandingkan

periode-periode usia sebelumnya. Lanjut usia mengalami kehilangan sejumlah neuron

pada otak dan sistem saraf, penurunan pada fungsi indra, kapasitas paru-paru dan

kemampuan seksualitas (Santrock, 2002). Sistem kekebalan tubuh lanjut usia pun

menurun, rentan terhadap penyakit, kemampuan mencerna makanan menjadi

lamban, kehilangan elastisitas dan fleksibilitas persendian dan tulang mulai

keropos (Kuntjoro, 2005).

Perubahan-perubahan fisik tersebut diatas sering kali menimbulkan berbagai

penyakit kronis pada lanjut usia, diantaranya diabetes melitus, kanker, asam urat

tinggi, penyakit saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan sebagainya

(Hutapea, 2005). Penyakit-penyakit kronis ini dicirikan oleh serangan yang

perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang lama sehingga dapat membatasi

(15)

bahwa lanjut usia yang mengalami kondisi kronis menjadi tidak mampu

menikmati waktu luang yang didapati setelah masa kerjanya.

Lanjut usia juga harus mengalami perubahan-perubahan secara psikologis,

yaitu perubahan pada psikis atau kejiwaan individu. Lanjut usia sering berbeda

dalam mempersepsikan sesuatu, kurang cepat dalam melakukan gerakan motorik

atau melakukan respon terhadap rangsangan yang ada, penurunan intelektual, dan

perubahan pada kepribadian (Barrow, 1996).

Papalia (2004) menuliskan bahwa lanjut usia lebih dapat mengingat kejadian

atau peristiwa yang dipersepsikan berbeda oleh lanjut usia. Hal ini menurut

peneliti berpengaruh ketika lanjut usia melihat keadaan zaman sekarang yang

berbeda dengan zaman ketika lanjut usia tersebut masih muda, sehingga lanjut

usia lebih sering menceritakan kehidupan dan kesuksesannya di masa lalu yang

terkadang tidak relevan lagi di masa sekarang.

Perubahan lainnya yang harus dihadapi lanjut usia adalah perubahan secara

sosial. Keberadaan lanjut usia sering dipersepsikan negatif oleh masyarakat luas,

yaitu sering dianggap tidak berdaya, sakit-sakitan, tidak produktif, dan

sebagainya. Tidak jarang lanjut usia diperlakukan sebagai beban keluarga,

masyarakat hingga negara dan sering dikucilkan di panti-panti jompo (Hutapea,

2005).

Kuntjoro (2002) menambahkan bahwa dalam masyarakat Indonesia sering

dijumpai pengertian dan mitos yang salah mengenai lanjut usia, sehingga banyak

(16)

sukar memahami informasi baru, tidak produktif dan menjadi beban masyarakat,

lemah, jompo, sakit-sakitan, pikun, dan lain-lain.

Masa lanjut usia ditandai pula dengan masa pensiun. Pensiun seringkali

dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang

masanya tiba sebagian individu sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan

macam apa yang akan dihadapi kelak. Hal tersebut dikarenakan dalam era modern

seperti sekarang ini, pekerjaan merupakan salah satu faktor terpenting yang bisa

mendatangkan kepuasan (karena uang, jabatan dan memperkuat harga diri),

sehingga sering terjadi orang yang pensiun tidak bisa menikmati masa tua dengan

hidup santai, sebaliknya, bahkan mengalami masalah serius (kejiwaan ataupun

fisik) (Jacinta, 2001).

Menurut Calhoun (1999), perubahan-perubahan atau kemunduran yang

dialami lanjut usia sangat membawa stres, baik untuk hal yang lebih baik maupun

yang lebih buruk. Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan lanjut usia merasa

tidak aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam, sering bingung, panik dan

depresif (Hutapea, 2005). Menurut Partodiwirjo (2005), sekitar 70 % lanjut usia

di Jawa Timur diduga stress. Pemicunya adalah faktor eksternal seperti tidak

mempunyai jaminan uang pensiun dan tidak mendapatkan perhatian dari keluarga.

Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat dikatakan bahwa bukanlah hal yang

mudah bagi lanjut usia untuk menghadapi setiap perubahan yang ada, namun

bagaimanapun perubahan itu haruslah dialami dan dihadapi oleh individu.

(17)

perubahan-perubahan, untuk itu dibutuhkan penyesuaian diri, yang menurut Sobur

(2003) merupakan faktor yang penting dalam kehidupan manusia.

Hal diatas didukung oleh Erikson (dalam Prawitasari, 1994) yang mengatakan

bahwa tugas perkembangan lanjut usia adalah mencapai integritas, artinya lanjut

usia harus berhasil mencapai komitmen dalam hubungan dengan diri sendiri dan

orang lain. Lanjut usia harus mampu menerima kelanjutan usia, keterbatasan fisik,

dan penyakit yang dideritanya, untuk itu lanjut usia harus mampu melakukan

penyesuaian diri yang baik.

Penyesuaian diri yang baik bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan oleh

lanjut usia karena seandainyapun lanjut usia dapat menerima setiap perubahan

pada dirinya, namun keterbatasan fisik, kesehatan ataupun ekonomi lanjut usia,

mengakibatkan lanjut usia mengalami masalah atau kesulitan untuk melakukan

penyesuaian diri. Menurut Kuntjoro (2002), untuk membantu lanjut usia tetap

beraktivitas maka dibutuhkan dukungan sosial. Dukungan sosial dari orang lain

menjadi sangat berharga dan akan menambah ketenteraman hidup setelah individu

memasuki masa lanjut usia.

Glaser mengatakan bahwa dukungan sosial, termasuk dari teman dan keluarga,

dapat menolong seseorang untuk mengatasi stres emosional yang disebabkan

perubahan-perubahan atau kemunduran-kemunduran yang dialami lanjut usia

yang dapat mengganggu penyesuaian diri lanjut usia (Hutapea, 2005). Sarafino

(2006) mengatakan bahwa individu yang mengalami sakit dan kurang

mendapatkan dukungan sosial, memiliki angka kematian yang lebih tinggi

(18)

(2003) mengatakan bahwa dukungan sosial dapat dengan efektif mengurangi

psychological distress, seperti depresi, atau kecemasan selama masa stres.

Menurut Santrock (2002), lanjut usia yang memiliki penyesuaian diri yang

baik adalah lanjut usia yang sehat, memiliki pendapatan yang layak, aktif,

berpendidikan baik, memiliki relasi sosial yang luas termasuk dintaranya

teman-teman dan keluarganya. Interaksi sosial dengan orang lain yang menyediakan

dukungan sosial, bagi lanjut usia memberikan suatu pandangan terhadap diri

sendiri yang lebih positif, dan lebih memampukan lanjut usia untuk mengatasi dan

pulih dari kejadian atau kondisi krisis yang dihadapi.

Kenyataannya di Indonesia, banyak lanjut usia yang tidak memiliki dukungan

sosial yang baik. Menurut data yang dikumpulkan dari Dinas Sosial pada tahun

2006, terungkap sekitar 10% atau 1.564.286 orang dari keseluruhan lanjut usia di

Indonesia sebanyak 16.522.311 orang, termasuk dalam kategori terlantar, bahkan

diperkirakan dari jumlah 16,5 juta lanjut usia, hanya 9 juta orang saja yang tidak

masuk kategori terlantar, sisanya masuk kategori terlantar dan rawan terlantar.

Pengertian lanjut usia terlantar adalah lanjut usia dengan usia diatas 60 tahun yang

tidak punya penghasilan, tidak punya tempat tinggal dan atau tinggal bersama

keluarga miskin (Susanto, 2007).

Banyaknya lanjut usia yang tidak memiliki dukungan sosial yang baik atau

terlantar menimbulkan pertanyaan bagi peneliti apakah berarti banyak juga lanjut

usia yang tidak memiliki penyesuaian diri yang baik, sebab menurut teorinya,

lanjut usia yang melakukan penyesuaian diri yang baik adalah lanjut usia yang

(19)

Kenyataannya ada lanjut usia yang meskipun kurang memiliki dukungan

sosial yang baik, terutama dari keluarga, namun masih dapat melakukan

penyesuaian diri yang baik. Hasil pengamatan peneliti dari lima orang lanjut usia

yang kurang memiliki dukungan sosial yang baik, ada dua orang lanjut usia yang

tetap memiliki penyesuaian diri yang baik.

Dua orang lanjut usia tersebut diatas telah kehilangan pasangan hidup, tinggal

sendiri, kurang diperhatikan keluarga dan masyarakat sekitar rumah. Keluarga

lanjut usia tersebut kurang peduli meskipun lanjut usia tersebut sedang sakit dan

membiarkan lanjut usia itu menanggung semua biaya hidup dan perobatan sendiri

, bahkan masih saja menyusahkan dengan meminta bantuan dana kepada lanjut

usia tersebut. Itu semua tidak membuat lanjut usia memiliki penyesuaian diri yang

buruk. Lanjut usia menjadi lebih memperhatikan kesehatan, tetap bekerja sebagai

petani untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetap bersosialisasi, dan tidak menyesali

hidup.

Ada pula lanjut usia yang memiliki dukungan sosial yang baik, tetapi tidak

mampu melakukan penyesuaian diri yang baik. Hal tersebut didukung oleh

pernyataan Kuntjoro (2002) bahwa dukungan sosial bagi lanjut usia sangat

diperlukan selama lanjut usia sendiri mampu memahami makna dukungan sosial

tersebut sebagai penyokong atau penopang kehidupannya. Seringkali ditemui

bahwa tidak semua lanjut usia mampu memahami adanya dukungan sosial dari

orang lain, sehingga walaupun telah menerima dukungan sosial tetapi masih saja

menunjukkan ketidakpuasan, yang ditampilkan dengan cara menggerutu, kecewa,

(20)

Peneliti juga melihat dari hasil pengamatan langsung terhadap sepuluh orang

lanjut usia yang memiliki dukungan sosial yang baik, terdapat empat orang lanjut

usia yang tidak melakukan penyesuaian diri yang baik. Lanjut usia tersebut

tinggal bersama keluarga atau anak-anaknya dan mendapatkan perhatian dari

keluarga, bahkan dari lingkungan, namun para lanjut usia tersebut sering

mengeluh, atau marah kepada keluarga dan mengatakan bahwa keluarganya tidak

dapat memahami kehidupan lanjut usia tersebut.

Empat orang lanjut usia tersebut diatas jarang ke luar rumah untuk

bersosialisasi atau ikut kegiatan sosial, tetapi lebih sering berdiam diri dirumah

sambil menonton televisi atau melakukan aktivitas yang hanya melibatkan diri

sendiri, seperti makan sirih atau tidur. Ada pula lanjut usia yang memendam

kesedihan dan permasalahannya sendiri, tidak bersedia memberitahukan kepada

keluarga, dan hanya bisa menangis, bahkan ada yang melupakan permasalahan

dengan berjudi dan kurang peduli dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk

judi, dan menjadi lupa waktu atau terlambat makan.

Berdasarkan fenomena-fenomena diatas, dapat dilihat bahwa tidak selamanya

dukungan sosial itu berpengaruh terhadap penyesuaian diri lanjut usia. Hal

tersebut membuat peneliti tertarik untuk meneliti seberapa besar pengaruh

dukungan sosial terhadap penyesuaian diri lanjut usia.

(21)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah yang muncul adalah sebagai berikut: “Bagaimana pengaruh dukungan

sosial terhadap penyesuaian diri lanjut usia?”

C. Tujuan Penelitian

Peneliti menetapkan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

pengaruh dukungan sosial terhadap penyesuaian diri lanjut usia.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Memberikan sumbangan teoritis bagi disiplin ilmu Psikologi, terutama Psikologi Perkembangan dan Psikologi Lanjut Usia mengenai sumbangan

dukungan sosial terhadap penyesuaian diri lanjut usia.

2. Manfaat praktis

a. Memberikan tambahan informasi bagi lanjut usia tentang bagaimana

dukungan sosial mempengaruhi penyesuaian diri, sehingga lanjut usia lebih

dapat melakukan penyesuaian diri.

b. Memberikan tambahan informasi pada keluarga, masyarakat dan pemerintah

tentang seberapa besar pengaruh dukungan sosial terhadap penyesuaian diri

(22)

dan memberikan kemudahan dan dukungan untuk membantu penyesuaian

diri lanjut usia.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I: Pendahuluan

Berisi uraian singkat tentang latar belakang masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II: Landasan Teori

Berisi teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam menjelaskan

permasalahan penelitian, terdiri dari teori-teori tentang penyesuaian diri,

dukungan sosial dan lanjut usia, serta hipotesa penelitian.

Bab III : Metode Penelitian

Berisi tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel

penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, metode

pengumpulan data, daya beda aitem, validitas dan reliabilitas, prosedur

penelitian serta metode analisa data.

Bab IV : Analisa Data dan Interpretasi

Berisi tentang gambaran subjek penelitian, hasil penelitian dan deskripsi

data penelitian

Bab V : Kesimpulan, Diskusi dan Saran

Berisi tentang kesimpulan penelitian, diskusi dan saran praktis sesuai hasil

(23)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Dukungan Sosial

1. Definisi Dukungan Sosial

Menurut Sarafino (2006), dukungan sosial mengacu pada kenyamanan,

perhatian, penghargaan atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok

kepada individu. Menurut Taylor (2003), dukungan sosial adalah informasi yang

diterima dari orang lain bahwa individu tersebut dicintai, diperhatikan, dihargai

dan bernilai dan merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan saling

dibutuhkan yang didapat dari orang tua, suami atau orang yang dicintai, sanak

keluarga, teman, hubungan sosial dan komunitas.

Menurut Orford (1992), dukungan sosial lebih mengarah pada variabel tingkat

individual, merupakan sesuatu yang dimiliki tiap orang dan dapat diukur dengan

pertanyaan tertentu. Tingkat dukungan sosial ini tergantung pada kebiasaan sosial

atau kemampuan sosial seseorang. Konstruk ini dapat diukur dengan mengetahui

aspek dukugan sosial yang diterima dari orang lain, sehingga akhirnya muncullah

beberapa asumsi. Asumsi pertama menyatakan bahwa dukungan sosial mengukur

aspek eksternal dari komunitas seseorang. Asumsi kedua menganggap dukungan

sosial sebagai karakteristik dari jaringan komunitas dan tidak bersifat individual.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial

(24)

orang, yang diperoleh dari orang lain yang dapat dinilai dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan yang tepat kepada individu tersebut.

2. Tipe-tipe Dukungan Sosial

Sarafino (2006) membedakan dukungan sosial atas empat bentuk mendasar,

yaitu:

a. Dukungan emosi atau penghargaan, yaitu meliputi empati, kepedulian,

perhatian, penghormatan positif dan semangat kepada seseorang. Dukungan

emosi memberikan rasa nyaman, jaminan, kepemilikan dan dicintai ketika

seseorang dalam situasi stres, misalnya memberikan dukungan emosi pada

seseorang yang kehilangan pasangan hidupnya. Dukungan emosi membantu

seseorang memiliki rasa kompetensi dan dihargai

Menurut Orford (1992), dukungan emosi lebih mengacu kepada pemberian

semangat, kehangatan, cinta kasih dan emosi, pemberian perhatian, rasa

percaya pada individu, empati, perasaan nyaman, membuat individu percaya

bahwa dia dikagumi, dihargai, dicintai, dan bahwa orang lain bersedia memberi

perhatian dan rasa aman pada individu tersebut.

b. Dukungan instrumental atau alat, yaitu meliputi bantuan langsung, seperti

ketika orang meminjamkan atau memberi uang kepada orang tersebut atau

menolong memberi pekerjaan ketika orang tersebut membutuhkan pekerjaan.

Menurut Orford (1992), dukungan ini mengacu pada penyediaan benda-benda

(25)

menyediakan benda-benda seperti alat-alat kerja, meminjamkan uang dan

membantu menyelesaikan tugas-tugas praktis.

c. Dukungan informasi, yaitu meliputi memberikan nasihat, arahan, saran atau

umpan balik mengenai bagaimana orang tersebut bekerja, contohnya seseorang

yang sedang sakit mendapat informasi dari keluarga atau dokter bagaimana

mengatasi penyakit, atau seseorang yang menghadapi keputusan sulit dalam

pekerjaannya, mendapat umpan balik atas idenya dari rekan kerja. Menurut

Orford (1992), dukungan ini terbagi dalam dua bentuk, yaitu bentuk pemberian

informasi atau pengajaran suatu keahlian yang dapat memberi solusi pada suatu

masalah, serta bentuk pemberian informasi yang dapat membantu individu

dalam mengevaluasi performance pribadi.

d. Dukungan persahabatan, yaitu mengacu pada ketersediaan orang lain untuk

menghabiskan waktu bersama orang tersebut, dengan demikian memberikan

perasaan keanggotaan dalam kelompok untuk berbagi ketertarikan dan aktivitas

sosial. Menurut Orford (1992), dukungan ini dapat berupa menghabiskan waktu

bersama dalam aktivitas-aktivitas rekreasional di waktu senggang, juga bisa

berbentuk lelucon, membicarakan minat dan melakukan kegiatan yang

mendatangkan kesenangan.

3. Cara Kerja Dukungan Sosial

Sarafino (2006) mengemukakan dua teori untuk mengetahui bagaimana cara

kerja dukungan sosial, yaitu:

(26)

Menurut teori ini, dukungan sosial melindungi individu dengan melawan

efek-efek negatif dari tingkat stres yang tinggi, yaitu dengan dua cara berikut:

1) Ketika individu menghadapi stressor yang kuat, seperti krisis keuangan,

maka individu dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi menjadi kurang

melihat situasi tersebut sebagai situasi yang penuh stres, bila dibandingkan

dengan individu dengan tingkat dukungan sosial yang rendah. Individu

dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi dapat berharap bahwa

seseorang yang dikenal individu akan menolong individu tersebut,

misalnya dengan meminjamkan uang atau memberikan nasihat bagaimana

mendapatkan uang tersebut.

2) Dukungan sosial dapat merubah respon seseorang terhadap stressor yang

telah diterima sebelumnya, contohnya, individu dengan dukungan sosial

yang tinggi mungkin memiliki seseorang yang memberikan solusi

terhadap masalah individu, atau menjadi melihat masalah tersebut sebagai

sesuatu yang tidak terlalu penting, atau membuat individu dapat melihat

titik terang dari masalah tersebut.

b. The direct effect hypothesis

Individu dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi memiliki perasaan

yang kuat bahwa individu tersebut dicintai dan dihargai. Individu dengan

dukungan sosial tinggi merasa bahwa orang lain peduli dan membutuhkan

individu tersebut, sehingga hal ini dapat mengarahkan individu kepada gaya

(27)

4. Sumber-sumber Dukungan Sosial

Menurut DiMatteo (1991), dukungan sosial bersumber dari orang lain seperti teman, keluarga, tetangga, teman sekerja dan orang-orang lainnya. Menurut

Wortman, Loftus & Weaver (1999), sumber dukungan sosial adalah teman,

pasangan hidup (suami/ isteri), pacar, anak-anak, anggota keagamaan, kelompok

dimana individu tersebut berada. Menurut Sarafino (2006), dukungan sosial dapat

berasal dari berbagai sumber seperti pasangan hidup, keluarga, pacar, teman,

rekan kerja, dan organisasi komunitas.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial

Berhasil tidaknya dukungan sosial tergantung pada siapa atau sumber yang

memberikannya. Sumber dukungan sosial merupakan aspek yang penting untuk

diketahui dan dipahami. Keberhasilan dukungan sosial juga bergantung pada

cocok atau tidaknya tipe dukungan sosial yang diberikan. Pengetahuan dan

pemahaman tentang tipe dukungan sosial yang akan diberikan akan membantu

individu mendapatkan dukungan sosial yang sesuai situasi dan keinginannnya,

sehingga dukungan sosial memiliki makna yang berarti bagi kedua belah pihak

(Orfford, 1991).

Keberhasilan dukungan sosial juga dipengaruhi oleh budaya. Hal ini

dikarenakan budaya mempengaruhi persepsi seseorang tentang perilaku yang

pantas serta bagaimana dan kapan individu harus mencari, memperoleh, dan

(28)

B. Penyesuaian Diri

1. Definisi Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau

personal adjustment. Menurut Calhoun dan Acocella (1990), penyesuaian dapat

didefinisikan sebagai interaksi individu yang kontinu dengan diri individu sendiri,

dengan orang lain, dan dengan dunia individu. Ketiga faktor tersebut secara

konstan mempengaruhi individu dan hubungan tersebut bersifat timbal balik

mengingat individu secara konstan juga mempengaruhi kedua faktor yang lain.

Tiga faktor yang disebut diatas adalah (Calhoun & Acocella ,1990):

a. Diri individu sendiri, yaitu jumlah keseluruhan dari apa yang telah ada

pada individu, perilaku individu, dan pemikiran serta perasaan individu

yang individu hadapi setiap detik.

b. Orang lain, yaitu orang lain berpengaruh besar pada individu, sebagaimana

individu juga berpengaruh besar terhadap orang lain.

c. Dunia individu, yaitu penglihatan dan penciuman serta suara yang

mengelilingi individu saat individu menyelesaikan urusan individu dapat

mempengaruhi individu dan mempengaruhi orang lain.

Menurut Schneider (dalam Astuti, 2000), penyesuaian diri dapat diartikan

sebagai suatu proses yang mencakup suatu respon-respon mental dan perilaku

yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi

kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk menghasilkan

kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dari

(29)

Menurut Semiun (2006), penyesuaian diri merupakan suatu istilah yang sangat

sulit didefinisikan karena penyesuaian diri mengandung banyak arti, kriteria untuk

menilai penyesuaian diri tidak dapat dirumuskan secara jelas dan karena

penyesuaian diri dan lawannya ketidakmampuan menyesuaikan diri

(maladjustment) memiliki batas yang sama sehingga akan mengaburkan

perbedaan diantara keduanya.

Semiun (2006) juga mengatakan bahwa penyesuaian diri tidak bisa dikatakan

baik atau buruk, sehingga Semiun mendefinisikan penyesuaian diri dengan sangat

sederhana, yaitu suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah

laku yang menyebabkan individu berusaha menanggulangi kebutuhan-kebutuhan,

tegangan-tegangan, frustasi-frustasi, dan konflik-konflik batin serta

menyelaraskan tuntutan-tuntutan batin dengan tuntutan-tuntutan yang dikenakan

kepada individu oleh dunia dimana individu hidup.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah

suatu proses dalam interaksi individu yang kontinu dengan diri sendiri, orang lain

dan lingkungan yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku untuk

menghadapi kebutuhan-kebutuhan, ketegangan, frustasi, dan konflik batin serta

mencapai keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan

(30)

2. Bentuk-bentuk Penyesuaian Diri

Schneider (1964) membagi penyesuaian diri atas 4 bentuk, yaitu: a. Penyesuaian pribadi

Menekankan pada beberapa jenis penyesuaian, yaitu:

1) Penyesuaian fisik dan emosional

Penyesuaian fisik dapat dilihat dari hal-hal berikut:

a) Memiliki waktu istirahat yang memadai, seperti cukup tidur di malam hari,

memiliki istirahat di sela-sela jadwal atau aktivitas di siang hari, memiliki

waktu tidur yang teratur, dan beristirahat untuk mengurangi kelelahan dan

memulihkan energi.

b) Teratur dalam melakukan kebiasaan fisik, seperti makan, tidur, buang air

dan olah raga.

c) Melakukan olah raga dan rekreasi yang dapat mempertahankan kesehatan

tetap baik. Olah raga dapat menjaga berat badan tetap normal, sedangkan

rekreasi dapat mengurangi ketegangan emosional, frustasi, serta

merangsang perkembangan minat dan sikap, yang penting terhadap

penyesuaian diri yang baik.

Penyesuaian dan kesehatan emosional dapat dilihat dari hal-hal berikut:

a) Emosional yang memadai, yaitu tidak bersikap apatis, memiliki simpati,

sikap menghargai, sikap menolong, sikap mencintai dan kebaikan hati

yang berintegrasi.

b) Kematangan emosional, yang ditunjukkan dengan kemampuan individu

(31)

c) Kontrol emosional, yaitu mampu mengatur perasaan seksual, membatasi

kesenangan terhadap benda-benda, menempatkan moralitas di atas

kesenangan sementara.

2) Penyesuaian seksual, dapat dilihat dari:

a) Memiliki pengetahuan dan informasi seksual yang memadai, yang

mencakup fakta fisik, psikologis, sosial dan moral dan implikasi tentang

seks.

b) Perkembangan penerimaan moral, objektivitas, desensitisasi dan sikap

moral yang berhubungan dengan seks.

c) Integrasi dorongan seksual, prinsip moral, dan tanggung jawab sosial.

d) Belajar untuk menunda ekspresi seksual dalam kaitannya dengan moral

dan penyesuaian diri yang baik.

e) Memahami konsekuensi dari perilaku seksual.

f) Pencapaian kematangan seksual.

3) Penyesuaian moral dan religi

Penyesuaian moral dapat dilihat dari:

a) Menerima dan melanjutkan perkembangan nilai moral, ideal, dan

prinsip-prinsip yang berhubungan dengan perkembangan moral yang matang,

personal dan subjektif.

b) Integrasi rangsangan sensori, dorongan dengan nilai dan prinsip moral.

c) Aplikasi dari nilai dan prinsip moral dengan penyelesaian efektif terhadap

konflik mental.

(32)

e) Disiplin diri yang tinggi, dimana nilai, prinsip dan idealnya diekspresikan

dengan efektif dalam perilaku moral.

Penyesuaian religi adalah proses dan gaya hidup dimana individu beraksi

dengan memadai terhadap realita keagamaan dan membutuhkan pengalaman

nilai dan melakukan sesuatu sesuai dengan orientasi keagamaan.

b. Penyesuaian sosial

Menekankan pada beberapa penyesuaian berikut:

1) Penyesuaian terhadap keluarga, yaitu:

a) Memiliki hubungan yang baik di antara anggota keluarga.

b) Bersedia menerima otoritas orang tua, yang merupakan kenyataan dalam

keluarga.

c)Mampu memperkirakan dan menerima tanggung jawab dan

pembatasannya.

d) Berusaha menolong keluarga untuk mendapatkan objektivitas individu dan

kelompok.

2) Penyesuaian terhadap masyarakat, yang ditandai dengan kemampuan

individu untuk bereaksi secara efektif dan baik terhadap realita, situasi dan

hubungan sosial. Individu diminta untuk:

a) Mengetahui dan menghargai hak orang lain dalam masyarakat.

b) Menjaga hubungan dengan orang lain dan mempertahakan persahabatan.

c) Peduli dan simpati terhadap kebahagiaan orang lain.

d) Memiliki sikap dan organisasi menolong, yang merupakan sikap moral

(33)

e) Menghargai nilai dan integrasi dari hukum, tradisi dan kebiasaan

masyarakat.

c. Penyesuaian pekerjaan

Penyesuaian pekerjaan berarti memiliki sikap yang memuaskan, efektif dan

konsisten terhadap pekerjaan atau profesi. Penyesuaian pekerjaan ditandai

dengan:

1) Ekspresi kemampuan, sikap dan minat yang memadai

2) Puas akan kebutuhan psikologis dasar, seperti kebutuhan akan status,

prestasi, keamanan dan rekognisi.

3) Kepuasan pekerjaan dan prestasi

4) Nyaman dengan karakteristik pekerjaan dan kepribadian

d. Penyesuaian pernikahan

Penyesuaian pernikahan lebih mengarah pada seni hidup secara efektif dan

baik terhadap konsep tanggung jawab, hubungan dan harapan dalam kehidupan

pernikahan. Penyesuaian pernikahan mencakup memiliki dan menikmati

hubungan yang baik dengan pasangan, berpartisipasi dengan minat dan

aktivitas anggota keluarga, menerima tambahan tanggung jawab yang ada, dan

mengubah gaya hidup untuk disesuaikan dengan perubahan dalam keluarga.

Penyesuaian pernikahan meminta adanya kecocokan dengan pasangan,

memiliki karakter kepribadian yang disesuaikan dengan pasangan, memiliki

peningkatan pencapaian tujuan pernikahan, saling mencintai, menghargai,

(34)

3. Penyesuaian Diri Lanjut Usia

Sebagian besar dari tugas-tugas perkembangan lanjut usia adalah penyesuaian

diri, yaitu sebagai berikut (Hurlock, 1999):

a. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan.

b. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan

keluarga.

c. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup.

d. Membentuk hubungan dengan orang – orang yang seusia.

e. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan.

f. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes.

Hurlock (1999) merangkum beberapa penyesuaian diri yang harus dilakukan

oleh lanjut usia ke dalam 2 bagian besar, yaitu:

a. Penyesuaian pribadi dan sosial

Individu lanjut usia harus melakukan penyesuaian diri terhadap beberapa

perubahan dalam dirinya, yaitu perubahan fisik, kemampuan motorik,

kemampuan mental, dan minat. Individu yang melakukan persiapan terhadap

perubahan diri dan sosial selama lanjut usia akan dapat menyesuaikan diri

dengan baik dibanding individu yang tidak melakukan persiapan sama sekali.

b. Penyesuaian pekerjaan dan keluarga

Penyesuaian pekerjaan dan keluarga bagi individu lanjut usia adalah sulit

karena hambatan ekonomis yang dewasa ini memainkan peran penting

(35)

1) Penyesuaian pekerjaan

Pria lanjut usia biasanya lebih tertarik pada jenis pekerjaan yang statis

daripada pekerjaan yang bersifat menantang, yang disadari tidak mungkin

ada, sehingga lanjut usia tersebut lebih puas dengan pekerjaannya daripada

individu yang lebih muda. Wanita lanjut usia merasa kurang puas dengan

pekerjaannya dan kurang merasa terganggu dengan tibanya masa pensiun

dibanding pria lanjut usia.

2) Penyesuaian diri terhadap masa pensiun

Pensiun selalu menyangkut perubahan peran, keinginan, nilai, dan

perubahan secara keseluruhan terhadap pola hidup setiap individu. Individu

lanjut usia akan lebih dapat menyesuaikan diri dengan baik apabila individu

tersebut pensiun secara sukarela, memiliki bimbingan dan perencanaan

pra-pensiun, mengembangkan minat tertentu guna menggantikan aktivitas kerja

rutin, memiliki kontak sosial, memiliki status ekonomi yang baik, status

perkawinan yang bahagia dan memiliki tempat tinggal yang menawarkan

berbagai kekompakan dan kegiatan bagi individu lanjut usia.

3) Penyesuaian terhadap berbagai perubahan dalam kehidupan keluarga

Lanjut usia harus melakukan penyesuaian terhadap perubahan hubungan

dengan pasangan, perubahan perilaku seksual, hubungan dengan anak,

ketergantungan orangtua dan hubungan dengan para cucu.

Perubahan peran lanjut usia dari pekerja ke pensiunan menyebabkan

kebanyakan pria lanjut usia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk

(36)

Hubungan yang baik dengan istri akan mendatangkan kebahagiaan bagi

kedua lanjut usia. Hubungan yang kaku dan dingin akan meningkatkan

percekcokan dengan kontak yang konstan.

Lanjut usia yang enggan menyesuaikan diri dengan perkembangan dan

kebutuhan anak yang berubah, akan mengalami kesepian, namun bila

sebaliknya, individu lanjut usia akan menemukan banyak kepuasan berteman

dengan anak-anak mereka.

Lanjut usia yang tidak mampu melepaskan peran otoriternya terhadap

anak, meskipun mengalami ketergantungan keuangan dan hubungan sosial

kepada anaknya, akan mengakibatkan anak yang telah dewasa merasa tidak

senang terhadap perlakuan tersebut.

Lanjut usia sering sekali merasa ada jurang pemisah dengan cucunya

yang sulit dijembatani, yang merupakan akibat dari perubahan nilai, sikap,

pola berpakaian, perilaku dan standar moral. Hubungan yang kaku antara

lanjut usia dengan cucu, bahkan anaknya, akan terbentuk bila lanjut usia

tersebut menyatakan ketidaksetujuannya dengan cucunya, sedangkan

cucunya menganggap nenek dan kakeknya ketinggalan zaman.

4) Penyesuaian diri terhadap hilangnya pasangan

Penyesuaian terhadap kematian pasangan atau terhadap perceraian sangat

sulit bagi pria maupun wanita lanjut usia, karena pada masa ini semua

(37)

5) Penyesuaian terhadap kesendirian

Lanjut usia memiliki kesempatan untuk memantapkan banyak minat yang

dapat menjauhkannya dari kehidupan yang sepi apabila mencapai masa

pensiun.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Lanjut Usia

Menurut Schneiders (1964), faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri secara umum adalah:

a. Kondisi fisik

Aspek-aspek berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat mempengaruhi

penyesuaian diri adalah:

1) Hereditas dan konstitusi fisik

Prinsip umum yang berkembang adalah semakin dekat kapasitas pribadi,

sifat atau kecenderungan berkaitan dengan konstitusi fisik, maka akan

semakin besar pengaruhnya terhadap penyesuaian diri, bahkan dalam hal

tertentu, kecenderungan ke arah maladjustment diturunkan secara genetik,

khususnya melalui media temperamen. Temperamen merupakan komponen

utama karena dari temperamen itu muncul karakteristik yang paling dasar

dari kepribadian, khususnya dalam memandang hubungan emosi dengan

penyesuaian diri.

2) Sistem utama tubuh

Sistem syaraf, kelenjar dan otot termasuk ke dalam sistem utama tubuh

(38)

berkembang normal dan sehat merupakan syarat mutlak bagi fungsi

psikologis agar dapat berfungsi secara maksimal yang akhirnya berpengaruh

secara baik pula kepada penyesuaian diri individu, dan begitu juga

sebaliknya.

3) Kesehatan fisik

Penyesuaian diri individu akan lebih mudah dilakukan dan dipelihara

dalam kondisi fisik yang sehat daripada yang tidak sehat. Kondisi fisik yang

sehat dapat menimbulkan penerimaan diri, percaya diri, harga diri, dan

sejenisnya yang akan menjadi kondisi yang sangat menguntungkan bagi

proses penyesuaian diri.

b. Kepribadian

Unsur-unsur kepribadian yang penting pengaruhnya terhadap penyesuaian

diri adalah:

1) Kemauan dan kemampuan untuk berubah

Kemauan dan kemampuan untuk berubah akan berkembang melalui

proses belajar.

2) Pengaturan diri

Pengaturan diri sama pentingnya dengan proses penyesuaian diri dan

pemeliharaan stabilitas mental, kemampuan untuk mengatur diri dan

mengarahkan individu. Kemampuan pengaturan diri mengarahkan

(39)

3) Realisasi diri

Perkembangan kepribadian yang berjalan dengan normal sepanjang masa

kanak-kanak dan remaja, maka di dalamnya tersirat potensi laten dalam

bentuk sikap, tanggung jawab, penghayatan nilai-nilai, penghargaan diri dan

lingkungan serta karakteristik lainnya menuju pembentukan kepribadian

dewasa, yang semuanya itu merupakan unsur-unsur penting yang mendasari

realisasi diri.

4) Kecerdasan

Baik buruknya penyesuaian diri tidak sedikit ditentukan oleh kapasitas

intelektual atau inteligensi. Inteligensi sangat penting bagi perolehan

perkembangan gagasan, prinsip dan tujuan yang memainkan peranan penting

dalam proses penyesuaian diri.

c. Edukasi/ pendidikan

Unsur-unsur penting dalam edukasi/ pendidikan yang dapat mempengaruhi

penyesuaian diri individu adalah:

1) Belajar

Kemauan belajar merupakan unsur penting dalam penyesuaian diri

individu karena pada umumnya respon-respon dan sifat-sifat kepribadian

yang diperlukan bagi penyesuaian diri yang diperoleh dan menyerap ke

dalam diri individu adalah melalui proses belajar.

2) Pengalaman

Ada 2 jenis pengalaman yang memiliki nilai terhadap penyesuaian diri,

(40)

3) Latihan

Latihan merupakan proses belajar yang berorientasi kepada perolehan

keterampilan dan kebiasaan. Penyesuaian diri sebagai suatu proses yang

kompleks memerlukan latihan yang sungguh-sungguh agar mencapai hasil

penyesuaian diri yang baik.

4) Determinasi diri

Determinasi diri merupakan faktor yang sangat kuat yang dapat

digunakan untuk kebaikan atau keburukan, untuk mencapai penyesuaian diri

secara tuntas, atau bahkan untuk merusak diri sendiri.

d. Lingkungan

Faktor lingkungan meliputi:

1) Lingkungan keluarga

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang sangat penting atau

bahkan tidak ada yang lebih penting dalam kaitannya dengan penyesuaian

diri individu. Unsur-unsur di dalam keluarga, seperti interaksi orang tua dan

anak, interaksi antar anggota keluarga, peran sosial dalam keluarga,

karakteristik anggota keluarga, kekohesivan dalam keluarga dan gangguan

dalam keluarga akan berpengaruh terhadap penyesuaian diri individu.

2) Lingkungan masyarakat

Konsistensi nilai-nilai, sikap, aturan-aturan, norma, moral, dan perilaku

masyarakat akan diidentifikasikan oleh individu yang berada dalam

masyarakat tersebut, sehingga berpengaruh terhadap proses penyesuaian diri

(41)

e. Agama dan budaya

Agama berkaitan erat dengan faktor budaya. Agama memberikan

sumbangan nilai-nilai, keyakinan, praktik-praktik yang memberi makna sangat

mendalam, tujuan serta kestabilan dan keseimbangan hidup individu. Budaya

juga merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan individu.

Hal ini terlihat jika dilihat dari adanya karakteristik budaya yang diwariskan

kepada individu melalui berbagai media dalam lingkungan keluarga maupun

masyarakat.

Hurlock (1999) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi

penyesuaian diri lanjut usia adalah :

a. Persiapan untuk hari tua

Individu yang tidak mempersiapkan diri secara psikis dan ekonomis untuk

mengadapi berbagai perubahan yang akan terjadi di hari tua, seringkali akan

mengalami trauma dalam melakukan penyesuaian tersebut.

b. Pengalaman masa lampau

Berbagai kesulitan yang dialami dalam menyesuaikan diri pada lanjut usia

seringkali merupakan akibat dari pelajaran tentang bentuk tertentu dari

penyesuaian di masa lalu, yang tidak sesuai dengan periode lanjut usia dalam

rentang kehidupannya.

c. Kepuasan kebutuhan

Individu harus mampu memuaskan berbagai kebutuhan pribadi mereka dan

berbuat sesuai dengan harapan-harapan orang lain sepanjang rentang kehidupan

(42)

d. Kenangan akan persahabatan lama

Lanjut usia akan semakin baik melakukan penyesuaian dan juga akan

semakin bahagia bila semakin lama persahabatan antara individu-individu

lanjut usia dapat dipertahankan. Pindah ke wilayah lain atau meninggalkan

teman-teman lamanya akan menghambat penyesuaian dengan lingkungan baru.

e. Anak-anak yang telah dewasa

Sikap anak yang telah dewasa terhadap orang tua yang sudah lanjut usia dan

sering berhubungan dengan lanjut usia tersebut dapat menciptakan penyesuaian

sosial dan personal yang baik bagi individu lanjut usia.

f. Sikap sosial

Salah satu hambatan terbesar dalam melakukan penyesuaian diri yang baik

di masa lanjut usia adalah sikap sosial yang kurang senang terhadap individu

lanjut usia.

g. Sikap pribadi

Sikap menolak terhadap usia yang semakin bertambah tua, dan terhadap

penyesuaian atas perubahan yang terjadi karena bertambahnya usia merupakan

hambatan yang serius bagi terwujudnya penyesuaian diri yang berhasil di hari

tua.

h. Metode penyesuaian diri

Metode rasional mencakup menerima batas usia, mengembangkan

minat-minat baru, belajar melepaskan anak, dan tidak memikirkan masa lalu. Metode

irasional meliputi menolak berbagai perubahan yang datang bersamaan dengan

(43)

masa-masa sebelumnya, asyik dengan hal-hal yang menyenangkan di masa-masa lampau,

dan ingin tergantung pada orang lain untuk merawat dirinya.

i. Kondisi

Penyakit yang kronis (menahun) merupakan penghalang yang lebih besar

dibanding penyakit yang bersifat temporer dalam menyesuaikan diri dengan

masa lanjut usia, walaupun penyakit temporer mungkin lebih berat deritanya

dan lebih berbahaya.

j. Kondisi hidup

Pemaksaan kepada lanjut usia untuk tinggal di suatu tempat yang membuat

lanjut usia merasa rendah diri, tidak sesuai dan membenci tempat itu, dapat

mengakibatkan situasi yang tidak menyenangkan dalam penyesuaian diri yang

harus dilakukan pada masa lanjut usia.

k. Kondisi ekonomi

Individu-individu lanjut usia akan merasa sulit untuk menyesuaikan diri

dengan permasalahan keuangan karena mengetahui bahwa individu tersebut

mempunyai kesempatan yang kecil atau tidak sama sekali dalam memecahkan

masalah tersebut, tidak seperti yang dahulu dapat individu lakukan ketika

masih muda.

5. Kriteria Penilaian Penyesuaian Diri Lanjut Usia

Terdapat beberapa kriteria yang dapat dipakai untuk menilai jenis penyesuaian diri yang dilakukan individu lanjut usia, apakah baik atau tidak, yaitu (Hurlock,

(44)

a. Kualitas pola perilaku

Ada dua teori yang berbeda dan bertolak belakang mengenai keberhasilan

individu lanjut usia. Menurut teori aktivitas (activity theory), pria maupun

wanita seharusnya tetap merawat berbagai sikap dan kegiatan semasa usia

madya selama mungkin dan kemudian mencari kegiatan pengganti untuk

berbagai kegiatan yang harus ditinggalkan sebagai pengganti pekerjaan apabila

pensiun, pengganti organisasi perkumpulan yang harus ditinggalkan karena

alasan keuangan atau hal-hal lain, pengganti teman atau kerabat keluarga yang

telah meninggal atau pindah ke lingkungan lain.

Menurut teori pelepasan diri (disengagement theory), pria maupun wanita,

secara sukarela dilakukan atau tidak, membatasi keterlibatan individu dalam

berbagai kegiatan individu berusia madya. Lanjut usia menghentikan hubungan

langsung dengan orang lain, misalnya bebas berbuat sesuka hati apabila

menyenanginya, melakukan hal-hal penting menurut individu tanpa

mempedulikan perasaan-perasaan orang lain tentang individu tersebut.

Penelitian mengenai penyesuaian diri yang baik dan yang buruk yang

dilakukan pada individu-individu lanjut usia menunjukkan bahwa individu yang

melakukan penyesuaian diri yang baik, mempunyai sifat-sifat yang diharapkan

ada pada individu yang mengikuti teori aktivitas, sedangkan individu yang

kelihatannya menunjukkan penyesuaian yang buruk, memiliki karakteristik

yang berhubungan dengan teori pelepasan diri.

Terdapat bukti yang secara umum mengatakan bahwa individu yang

(45)

penyesuaian yang baik pula di masa lanjut usia. Individu yang memiliki

keinginan sederhana dan watak yang baik, menjadikan masa lanjut usianya

mudah dijalani.

b. Perubahan dalam perilaku emosional

Kriteria selanjutnya yang dapat dipergunakan untuk menilai jenis

penyesuaian lanjut usia adalah berbagai perubahan yang berkaitan dengan

perilaku emosional. Berbagai penelitian tentang individu lanjut usia

menunjukkan bahwa lanjut usia cenderung menjadi apatis dalam kehidupan,

kurang responsif dibanding ketika masih muda, respon-respon emosional lebih

spesifik, kurang bervariasi, dan kurang mengena pada suatu peristiwa.

c. Perubahan kepribadian

Kriteria berikutnya adalah derajat dan besar perubahan kepribadian. Sudah

diketahui bahwa individu lanjut usia, tanpa menghiraukan pola-pola

kepribadian di masa mudanya, berkembang menjadi individu yang

menjengkelkan dengan sifat-sifat mudah marah, pelit, suka bertengkar, banyak

menuntut, egois.

Sifat-sifat lanjut usia, yang lebih kaku dalam memandang segala sesuatu,

lebih konservatif dalam bertindak, lebih berprasangka buruk dalam bersikap

terhadap orang lain dan lebih terpusat pada diri sendiri, merupakan sifat-sifat

lama yang menjadi berlebih-lebihan dan semakin tampak karena adanya

tekanan-tekanan yang terjadi pada masa lanjut usia.

Status minoritas yang dimiliki lanjut usia menyebabkan sifat-sifat

(46)

sejenis dengan kelompok minoritas, seperti hipersensitivitas, membenci diri

sendiri, perasan tidak aman dan tidak pasti, bertengkar, apatis, kemunduran,

tertutup, cemas, terlalu tergantung dan bersikap menolak.

d. Kebahagiaan

Kriteria selanjutnya adalah derajat kepuasan diri atau kebahagiaan lanjut

usia yang dialami. Kebahagiaan lanjut usia dapat ditunjang oleh beberapa

kondisi, seperti: memiliki kenangan yang menggembirakan, bebas untuk

mencapai gaya hidup yang diinginkan, sikap yang realistis terhadap kenyataan,

menerima kenyataan, terus berpartisipasi dengan kegiatan yang berarti dan

menarik, diterima oleh dan memperoleh respek dari kelompok sosial, merasa

puas dengan status sekarang dan prestasi masa lalu, puas dengan status

perkawinan dan kehidupan seksual, menikmati kegiatan rekreasional yang

direncanakan, melakukan kegiatan produktif, dan lain-lain.

6. Tanda-tanda Penyesuaian Diri Lanjut Usia yang Baik

Tanda-tanda penyesuaian diri lanjut usia yang baik adalah (Hurlock, 1999): a. Minat yang kuat dan beragam

b. Kemandirian dalam hal ekonomi, yang memungkinkan untuk hidup

mandiri

c. Melakukan banyak hubungan sosial dengan segala umur

d. Kenikmatan kerja yang menyenangkan dan bermanfaat tidak memerlukan

(47)

e. Kemampuan untuk memelihara rumah yang menyenangkan tanpa

mengerahkan terlalu banyak tenaga fisik

f. Berpartisipasi dalam organisasi kemasyarakatan

g. Kemampuan untuk menikmati kegiatan saat ini tanpa menyesali masa

lampau

h. Mengurangi kecemasan terhadap diri sendiri dan orang lain

i. Menikmati kegiatan dari hari ke hari meskipun aktivitas tersebut mungkin

sifatnya berulang-ulang

j. Menghindari kritik dari orang lain, terutama dari generasi yang lebih muda

k. Menghindari kesalahan-kesalahan, khususnya tentang kondisi tempat

tinggal dan perlakuan dari orang lain.

C. Lanjut Usia

1. Definisi Lanjut usia

Lanjut usia adalah periode penutup dalam rentang kehidupan individu, yaitu

suatu periode dimana individu telah ”beranjak jauh” dari periode terdahulu yang

lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat, yang

dimulai pada usia 60-an. Hurlock (1999), membagi tahap terakhir dalam rentang

kehidupan individu ini menjadi:

a. Lanjut usia dini, yang berkisar antara 60 sampai 70 tahun

b. Lanjut usia, yang dimulai pada usia 70 sampai akhir kehidupan individu.

Menurut Santrock (2002), lanjut usia terbagi atas:

(48)

b. Usia tua akhir (75 tahun atau lebih)

c. Usia tua lanjut (85 tahun atau lebih)

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, lanjut usia meliputi:

a. Lanjut usia (elderly) = antara 60 dan 74 tahun

b. Lanjut usia tua (old) = antara 75 dan 90 tahun

c. Usia sangat tua (very old) = diatas 90 tahun

Menurut Undang-undang No. 13/Th.1998 tentang kesejahteraan lanjut usia,

Bab I Pasal 1 Ayat 2, lanjut usia adalah individu yang mencapai usia 60 (enam

puluh) tahun keatas. Undang-undang ini menggunakan bentuk definisi presisi

yang lebih baik dibandingkan definisi orang jompo.

Berdasarkan uraian diatas, lanjut usia didefinisikan sebagai individu yang

mencapai usia 60 tahun keatas.

2. Perubahan-Perubahan yang Dialami Individu Lanjut Usia

Lanjut usia mengalami berbagai perubahan dalam hidup, yaitu:

a. Perubahan fisik

Sebagian besar perubahan kondisi fisik pada lanjut usia terjadi ke arah yang

memburuk dimana proses dan kecepatannya sangat berbeda untuk

masing-masing individu meskipun usia individu tersebut sama. Berbagai perubahan

terbesar yang terjadi pada masa lanjut usia adalah sebagai berikut (Hurlock,

1999):

1) Perubahan penampilan, yaitu perubahan pada daerah kepala (rambut

(49)

berubah akibat hilangnya gigi), daerah tubuh (bahu membungkuk, perut

membesar, pinggul tampak mengendor, garis pinggang melebar, payudara

bagi wanita menjadi kendur), dan daerah persendian (pangkal tangan

menjadi kendor dan terasa berat, kaki menjadi kendor dan pembuluh darah

balik menonjol, tangan menjadi kurus kering).

2) Perubahan bagian dalam tubuh, yaitu perubahan pada sistem syaraf (berat

otak berkurang, bilik-bilik jantung melebar), isi perut (perubahan posisi

jantung, perubahan elastisitas jaringan)

3) Perubahan pada fungsi fisiologis, yaitu memburuknya pengaturan

organ-organ, menurunnya fungsi pembuluh darah pada kulit, perubahan pada

pencernaan, ketahanan dan kemampuan bekerja menurun.

4) Perubahan panca indera, yaitu perubahan pada penglihatan (penurunan

kemampuan mata untuk melihat, menurunnya sensitivitas terhadap warna),

pendengaran (kehilangan kemampuan mendengar nada yang sangat tinggi),

perasa (berhentinya pertumbuhan syaraf perasa), penciuman (daya

penciuman kurang tajam), perabaan (indera perabaan di kulit semakin

kurang peka), dan menurunnya sensitivitas terhadap rasa sakit.

b. Perubahan psikologis

Lanjut usia mengalami berbagai perubahan secara psikologis, atau

perubahan secara mental atau kejiwaan individu, yaitu:

1) Perubahan persepsi, yaitu kapasitas persepsi individu menurun secara

bertahap, meskipun beberapa perubahan hanya sedikit dan dapat diatasi.

(50)

disebabkan oleh masalah pada pendengaran daripada karena penurunan

kognitif. Lanjut usia menjadi lebih sulit mengulang percakapan secara

detail bila berada ditempat ramai (Siyelman & Rider, 2003).

2) Kemampuan motorik, yaitu lanjut usia mengalami penurunan kekuatan,

kecepatan dalam bergerak, lebih lambat dalam belajar, cenderung menjadi

canggung, yang menyebabkan sesuatu yang dibawa dan dipegang

tertumpah dan jatuh, melakukan sesuatu dengan tidak hati-hati dan

dikerjakan secara tidak teratur (Hurlock, 1999).

3) Kecerdasan, yaitu meskipun sedikit, lanjut usia memang mengalami

penurunan intelektual, apalagi bila lanjut usia tersebut jarang melakukan

latihan terhadap otak (Santrock, 2002).

4) Belajar, yaitu lanjut usia lebih berhati-hati dalam belajar, memerlukan

waktu yang lebih banyak untuk mengintegrasikan jawaban, kurang mampu

mempelajari hal-hal baru yang tidak mudah diintegrasikan dengan

pengalaman masa lalu, dan hasilnya kurang tepat dibanding individu yang

masih muda (Hurlock, 1999).

5) Daya ingat, yaitu lanjut usia cenderung lemah dalam mengingat hal-hal

yang baru dipelajari dan sebaliknya baik terhadap hal-hal yang telah lama

dipelajari (Hurlock, 1999).

6) Kreativitas, yaitu kapasitas atau keinginan yang diperlukan untuk berpikir

kreatif bagi lanjut usia cenderung menurun (Hurlock, 1999).

7) Kepribadian, yaitu lanjut usia cenderung lebih puas ketika gaya hidup

(51)

(Siyelman & Rider, 2003). Lanjut usia juga menjadi cenderung

meningkatkan ketidaksetujuan, mengalami penurunan keterbukaan

terhadap dunia di luar dirinya (Papalia & Old, 2004).

8) Rasa humor, yaitu banyak dipercaya bahwa individu lanjut usia kehilangan

rasa dan keinginannya terhadap hal-hal yang lucu (Hurlock, 1999).

9) Perbendaharaan kata, yaitu perbendaharaan kata lanjut usia menurun

sangat kecil karena individu secara konstan menggunakan sebagian besar

kata yang pernah dipelajari sebelumnya (Hurlock, 1999).

10)Mengenang, yaitu kecenderungan untuk mengenang sesuatu yang terjadi

di masa lalu meningkat semakin tajam sejalan dengan bertambahnya usia

(Hurlock, 1999).

c. Perubahan Sosial

Banyak individu lanjut usia menghadapi diskriminasi dari lingkungannya. Individu lanjut usia menjadi tidak dipekerjakan untuk pekerjaan-pekerjaan yang

baru atau dikeluarkan dari pekerjaan lama karena dipandang terlalu kaku, lemah

pikiran, atau karena efektivitas biaya. Lanjut usia ditolak secara sosial karena

dipandang sudah pikun atau membosankan (Santrock, 2002). Sikap sosial

terhadap individu lanjut usia yang tidak menyenangkan, mendorong individu

untuk mengundurkan diri dari kegiatan sosial (Hurlock, 1991).

Individu lanjut usia disingkirkan dari kehidupan keluarga lanjut usia

tersebut oleh anak-anak yang melihat lanjut usia sebagai sosok yang sakit, jelek

dan parasit. Singkatnya, individu lanjut usia dipandang tidak mampu berpikir

(52)

terhadap komunitas, dan memegang tanggung jawab pekerjaan. Persepsi

tersebut tentu saja tidak berperikemanusiaan, tetapi seringkali terjadi secara

nyata dan menyakitkan (Santrock, 2002).

Lanjut usia pun mengalami perubahan pada sistem kekerabatan dalam

keluarga, yaitu menjadi lebih modern, yang telah mengubah anutan pada nilai

tradisional paguyuban yang selama ini dianut. Hal ini akan memposisikan lanjut

usia ke kedudukan dan perannya yang baru dalam keluarga. Agen sosialisasi

bagi anak bukan hanya orangtua pada saat ini, tetapi meluas ke institusi lain

seperti sekolah, media massa, kelompok sebaya, serta partisipasi perempuan

dalam angkatan kerja yang dapat memberi pengaruh tertentu dalam kemampuan

keluarga dalam memberi pelayanan optimal bagi lanjut usia (Patmonodewo,

2001).

Masa lanjut usia ditandai pula dengan masa pensiun. Pensiun seringkali

dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan Menurut Hutapea

(2005), ketika belum menjadi lanjut usia, individu merasa you are some one,

you are needed, tetapi ketika memasuki masa pensiun, lanjut usia merasa I am

nobody. Lanjut usia tidak lagi menerima kiriman parsel dari tempat kerja di saat

hari raya dan menjadi kurang dihormati dan disegani oleh rekan kerjanya

dahulu.

Banyak individu mempersepsikan pensiun secara negatif dengan

menganggap bahwa pensiun itu merupakan pertanda dirinya sudah tidak

berguna dan dibutuhkan lagi karena usia tua dan produktivitas semakin

(53)

tempat individu bekerja. Seringkali pemahaman itu tanpa sadar mempengaruhi

persepsi individu sehingga menjadi over sensitif dan subyektif terhadap

stimulus yang ditangkap. Kondisi ini membuat lanjut usia jadi sakit-sakitan

saat pensiun tiba (Jacinta, 2001).

D. Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Penyesuaian Diri Lanjut Usia

Menurut Davidoff (1991), manusia pada dasarnya adalah makhluk yang

terbatas yang tidak mungkin hidup tanpa adanya kondisi yang menguntungkan,

sehingga jelaslah lingkungan mempunyai peran penting, khususnya dalam hal

penyesuaian diri. Individu akan lebih besar kemungkinannya untuk merasa sehat

lahir dan batin bila kebutuhan individu tersebut terpuaskan, khususnya dalam hal

keuangan, kesehatan, pekerjaan yang memuaskan, rekreasi, belajar dan

pengungkapan kreativitas.

Santrock (2002) mengatakan bahwa lanjut usia yang memiliki penyesuaian

diri yang baik adalah lanjut usia yang sehat, memiliki pendapatan yang layak,

aktif, berpendidikan baik, memiliki relasi sosial yang luas. Interaksi sosial dengan

orang lain yang menyediakan dukungan sosial, memberikan suatu pandangan

terhadap diri sendiri yang lebih positif bagi lanjut usia.

Jattuningtias (2003) mengatakan bahwa hal yang paling mendasar yang

dibutuhkan lanjut usia dalam menghadapi masa pensiun adalah dukungan sosial.

Dukungan sosial yang berasal dari significant others, seperti anak, keluarga dan

teman mempengaruhi individu untuk melakukan penyesuaian diri dalam

(54)

maka penyesuaian dirinya pun baik, dimana individu dapat menempatkan dirinya

di masyarakat maka individu itu akan diterima dengan baik oleh masyarakat,

begitu juga sebaliknya.

Glaser mengatakan bahwa dukungan sosial, termasuk dari teman dan keluarga,

dapat menolong seseorang untuk mengatasi stres emosional yang disebabkan

perubahan-perubahan atau kemunduran-kemunduran yang dialami lanjut usia

yang dapat mengganggu penyesuaian diri lanjut usia ( Hutapea, 2005 ).

E. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan uraian teoritis diatas, maka hipotesa yang diajukan dalam

penelitian ini adalah: “dukungan sosial memiliki pengaruh terhadap penyesuaian

diri lanjut usia”. Hipotesis ini mengandung pengertian bahwa apabila dukungan

sosial yang dimiliki lanjut usia semakin tinggi, akan menyebabkan penyesuaian

(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut

cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data dan pengambilan

kesimpulan hasil penelitian (Hadi, 2000). Penelitian ini menggunakan metode

kuantitatif yang bersifat korelasional. Penelitian korelasional bertujuan

menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada

satu atau lebih variabel lain. Peneliti dapat memperoleh informasi mengenai taraf

hubungan yang terjadi melalui studi korelasional ini. Pembahasan dalam metode

penelitian ini meliputi: identifikasi variabel penelitian, definisi operasional,

populasi dan teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, daya beda

aitem, validitas, dan reliabilitas serta metode analisa data

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Masalah yang harus dipecahkan harus diidentifikasi, dipilih dan dirumuskan

dengan tepat, untuk menguji hipotesis penelitian. Identifikasi variabel utama yang

digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel bebas : dukungan sosial

Gambar

Tabel 1.Blueprint Skala Dukungan Sosial Saat Uji Coba
Tabel 3.Blueprint Skala Dukungan Sosial untuk Penelitian Asli
Tabel 4.Blueprint Skala Penyesuaian Diri Saat Uji Coba
Tabel 6.Blueprint Skala Penyesuaian Diri Untuk Penelitian Asli
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tugas perkembangan yang harus dilakukan oleh lanjut usia adalah penyesuaian diri terhadap kekuatan fisik yang menurun,

Hubungan Penyesuaian Diri dengan Tingkat Kecemasan Lanjut Usia di Karang Werda Semeru Jaya dan Jember Permai Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember ; Risky

diartikan sebagai usia lanjut. Masa ini biasanya ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun. Banyak orang berkata bahwa

Selanjutnya terdapat kondisi yang menunjang keberhasilan penyesuaian perkawinan kembali di masa usia lanjut, yaitu pernikahan pertama yang bahagia, mengetahui

Individu lanjut usia harus melakukan penyesuaian diri terhadap beberapa perubahan dalam dirinya, yaitu perubahan fisik, kemampuan motorik, kemampuan mental, dan minat.

Seperti yang telah dikatakan pada bagian sebelumnya, bahwa individu yang memasuki masa usia lanjut atau lansia, selain akan mengalami penurunan berbagai macam fungsi

Perubahan-perubahan yang umum terlihat pada masa usia lanjut adalah ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Baik pria maupun wanita, pada usia lanjut mereka

kenyamanan (Conformity) penyesuaian diri dengan aturan, penguasaan (Mastery) penyesuaian diri dari dalam yaitu memahami emosi secara tepat dan cara mengorganisasikan