KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA
SERTA UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK
METANOL BUAH BELIMBING MANIS
(Averrhoa carambola Linn.)
SKRIPSI
OLEH:
AGNES E. SITORUS NIM 091524033
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA
SERTA UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK
METANOL BUAH BELIMBING MANIS
(Averrhoa carambola Linn.)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
AGNES E. SITORUS NIM 091524033
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI
LEMBAR PENGESAHAN
Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: Agustus 2011
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt. Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt. NIP 195006121980032001 NIP 195707231986012001
Dra. Masria Lasma Tambunan, M.Si., Apt. NIP 195005081977022001
Disahkan Oleh: Dekan,
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan berkat, rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Karakterisasi Simplisia dan
Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Metanol Buah
Belimbing Manis (Averrhoa carambola Linn.)” sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara.
Terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada Ayahanda Bagus sitorus
dan Ibunda tercinta Lisken Pardede yang tiada pernah ada hentinya berkorban
dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, juga kepada Kakak-kakakku (Juni
Sitorus dan Lasmarina Sitorus) dan adikku Gantriani Sitorus yang selalu setia
memberi doa, dorongan dan semangat.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt., dan Bapak Dr. Ginda Haro, M.Sc.,
Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan
nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Apt., selaku penasehat akademik yang
4. Bapak Dr. M. Pandapotan Nasution, MPS., Apt., Ibu Dra. Masfria, M.S.,
Apt., dan Ibu Dra. Masria Lasma Tambunan, M.Si., Apt selaku dosen
penguji yang telah memberikan saran, arahan, kritik dan masukan kepada
penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Tata Usaha di Fakultas Farmasi,
seluruh Asisten di Laboratorium Fitokimia dan Mikrobiologi yang telah
banyak membimbing penulis selama perkuliahan dan membantu penulis
dalam menyelesaikan penelitian ini.
6. Kakak-kakak, Abang-abang senior serta Teman-teman yang telah banyak
memberikan bantuan dan dukungan.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan,
oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis bersedia menerima kritik
dan saran yang membangun pada skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga
skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.
Medan, Agustus 2011
Penulis,
Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Metanol Buah Belimbing Manis
(Averrhoa carambola Linn.) Abstrak
Tumbuhan belimbing manis (Averrhoa carambola Linn.) merupakan salah satu tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat sebagai obat. Secara tradisional, buah belimbing manis dapat dimakan atau dijadikan juice, dan mempunyai berbagai manfaat sebagai obat alternatif, misalnya untuk mengobati batuk rejan, gusi berdarah, sakit gigi, bisul, koreng, dan mencret.
Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi, skrining fitokimia dan uji aktivitas antimikroba ekstrak metanol buah belimbing manis terhadap beberapa mikroba seperti bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan jamur
Candida albicans, Microsporum gypseum dengan metode difusi agar
menggunakan silinder logam.
Hasil karakterisasi simplisia buah belimbing manis diperoleh kadar air 7,88%; kadar sari yang larut dalam air 21,71%; kadar sari yang larut dalam etanol 12,91%; kadar abu total 3,68% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,13%. Hasil skrining fitokimia dari simplisia buah belimbing manis menunjukkan adanya senyawa golongan glikosida, saponin, flavonoid, dan triterpenoid/steroid. Ekstrak metanol buah belimbing manis diperoleh dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol. Daerah hambat yang efektif dengan diameter 14,20 mm pada konsentrasi 100 mg/ml terhadap bakteri Staphylococcus aureus, dengan diameter 14,23 mm pada konsentrasi 50 mg/ml terhadap bakteri
Escherichia coli, sedangkan pada jamur Candida albicans dan Microsporum gypseum tidak mempunyai daerah hambat.
Kata kunci : Karakterisasi, Ekstrak Metanol Buah Belimbing manis, Antimikroba,
Simplex Characterization and Phytochemical Screening and
Antimicrobial Activity of Methanol Extract of Star Fruit (Averrhoa carambola Linn.)
Abstract
Star fruit (Averrhoa carambola Linn.) is one of the plants used by the society as a drug. Traditionally, star fruit can be eaten or turned into juice, and has many advantages as a alternative medicine, such as the treat whooping cough, bleeding gums, toothache, ulcers, sores, and diarrhea.
This research is about the characterization, phytochemical screening and antimicrobial activity of methanol extract of the star fruit against several microbes such as bacterial Staphylococcus aureus, Escherichia coli, and fungus Candida
albicans, Microsporum gypseum using agar diffusion method using a metal
cylinder.
The result of the characterization of simplex of star fruit were the water value 7.88%; the water soluble extract value 21.71%, the ethanol soluble extract value 12.91%, the total ash value 3.68% and the acid insoluble ash value 0.13%. The results of phytochemical screening of simplex star fruit indicate class of glikosida, saponin, flavonoid, dan triterpenoid/steroid. The extract of star fruit was obtained meceration using methanol as solvent. Where as the limit of effective drag area with a diameter of 14.20 mm in the concentration 100 mg/ml for
Staphylococcus aureus, a diameter of 14.23 mm in the concentration of 50 mg/ml
for Escherichia coli, while the fungus Candida albicans and Microsporum
gypseum has no region inhibitory.
Keyword: Characterization, methanol extract of star fruit, Antimicrobial,
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Candida albicans, Microsporum gypseum.
DAFTAR ISI
1.6 Kerangka Konsep Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan ... 6
2.1.1 Sistematika Tumbuhan ... 6
2.1.2 Nama Daerah ... 6
2.1.3 Morfologi Tumbuhan ... 7
2.1.5 Kandungan Kimia dan Khasiat Tumbuhan ... 8
2.5 Pengujian Aktivitas Antimikroba ... 22
3.4.3 Pereaksi Besi (III) Klorida 1% ... 25
3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 27
3.6.7 Pemeriksaan Triterpenoid/steroid ... 31
3.7 Pembuatan Ekstrak Buah Belimbing Manis ... 32
3.7.1 Pembuatan Ekstrak Metanol ... 32
3.12 Penyiapan Inokulum ... 35
3.12.1 Penyiapan Inokulum Bakteri ... .... 35
3.12.2 Penyiapan Inokulum Jamur ... 35
3.13 Pembuatan Larutan Uji Dengan Berbagai Konsentrasi ... 35
3.14 Pengujian Aktivitas Antimikroba Terhadap Ekstrak Metanol Dengan Metode Difusi Agar ... 35
3.14.1 Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli ... 35
3.14.2 Jamur Candida albicans dan Microsporum gypseum ... 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 37
4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia ... 37
4.4 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Metanol Buah Belimbing Manis Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
dan Escherichia coli ... 41
4.5 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Metanol Buah Belimbing Manis Terhadap Jamur Candida albicans dan Microsporum gypseum ... 43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 45
5.2 Saran ... 46
DAFTAR PUSTAKA ... 47
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia ... 38
2. Hasil Skrining Fitokimia ... 39
3. Hasil Pengukuran Diameter Daerah Hambatan Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli ... 41
4. Hasil Pengukuran Diameter Daerah Hambatan Pertumbuhan Jamur
Candida albicans dan Microsporum gypseum ... 43
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tumbuhan Belimbing Manis
(Averrhoa carambola Linn.) ... 51
2. Buah segar belimbing manis ... 52
3. Simplisia Buah Belimbing Manis
(Averrhoa carambola Linn. Fructus) ... 52
4. Penampang melintang buah segar belimbing manis ... 53
5. Mikroskopik Serbuk Simplisia ... 54
6. Gambar Mikroskopik Penampang Melintang
Buah Segar Belimbing Manis ... 55
7. Gambar Mikroskopik Penampang Melintang
Biji Belimbing Manis ... 56
8. Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Metanol
Buah Belimbing Manis Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ... 67
9. Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Metanol
Buah Belimbing Manis Terhadap Bakteri Escherichia coli ... 69
10. Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Metanol
Buah Belimbing Manis Terhadap Jamur Candida albicans ... 71
11. Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Metanol
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 50
2. Gambar Tumbuhan Belimbing Manis (Averrhoa carambola Linn.) ... 51
3. Gambar Buah Segar, Simplisia, dan Penampang Melintang Buah Segar Belimbing Manis (Averrhoa carambola Linn.) ... 52
4. Gambar Mikroskopik Serbuk Simplisia ... 54
Gambar Mikroskopik Penampang Melintang Buah Segar Belimbing Manis ... 55
Gambar Mikroskopik Penampang Melintang Biji Belimbing Manis ... 56
5. Bagan Pembuatan Ekstrak Buah Belimbing Manis ... 57
6. Bagan Pengujian Aktivitas Antimikroba Pada Bakteri ... 58
7. Bagan Pengujian Aktivitas Antimikroba Pada Jamur ... 59
8. Perhitungan Karakteristik Simplisia ... 60
9. Hasil Pengukuran Diameter Daerah Hambatan Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli oleh Ekstrak Metanol Buah Belimbing Manis ... 65
Hasil Pengukuran Diameter Daerah Hambatan Pertumbuhan Jamur Candida albicans dan Microsporum gypseum oleh Ekstrak Metanol Buah Belimbing Manis ... 66
10.Gambar Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Metanol Buah Belimbing Manis Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus .... 67
11.Gambar Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Metanol Buah Belimbing Manis Terhadap Bakteri Escherichia coli ... 69
12.Gambar Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Metanol Buah Belimbing Manis Terhadap Jamur Candida albicans ... 71
Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Metanol Buah Belimbing Manis
(Averrhoa carambola Linn.) Abstrak
Tumbuhan belimbing manis (Averrhoa carambola Linn.) merupakan salah satu tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat sebagai obat. Secara tradisional, buah belimbing manis dapat dimakan atau dijadikan juice, dan mempunyai berbagai manfaat sebagai obat alternatif, misalnya untuk mengobati batuk rejan, gusi berdarah, sakit gigi, bisul, koreng, dan mencret.
Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi, skrining fitokimia dan uji aktivitas antimikroba ekstrak metanol buah belimbing manis terhadap beberapa mikroba seperti bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan jamur
Candida albicans, Microsporum gypseum dengan metode difusi agar
menggunakan silinder logam.
Hasil karakterisasi simplisia buah belimbing manis diperoleh kadar air 7,88%; kadar sari yang larut dalam air 21,71%; kadar sari yang larut dalam etanol 12,91%; kadar abu total 3,68% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,13%. Hasil skrining fitokimia dari simplisia buah belimbing manis menunjukkan adanya senyawa golongan glikosida, saponin, flavonoid, dan triterpenoid/steroid. Ekstrak metanol buah belimbing manis diperoleh dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol. Daerah hambat yang efektif dengan diameter 14,20 mm pada konsentrasi 100 mg/ml terhadap bakteri Staphylococcus aureus, dengan diameter 14,23 mm pada konsentrasi 50 mg/ml terhadap bakteri
Escherichia coli, sedangkan pada jamur Candida albicans dan Microsporum gypseum tidak mempunyai daerah hambat.
Kata kunci : Karakterisasi, Ekstrak Metanol Buah Belimbing manis, Antimikroba,
Simplex Characterization and Phytochemical Screening and
Antimicrobial Activity of Methanol Extract of Star Fruit (Averrhoa carambola Linn.)
Abstract
Star fruit (Averrhoa carambola Linn.) is one of the plants used by the society as a drug. Traditionally, star fruit can be eaten or turned into juice, and has many advantages as a alternative medicine, such as the treat whooping cough, bleeding gums, toothache, ulcers, sores, and diarrhea.
This research is about the characterization, phytochemical screening and antimicrobial activity of methanol extract of the star fruit against several microbes such as bacterial Staphylococcus aureus, Escherichia coli, and fungus Candida
albicans, Microsporum gypseum using agar diffusion method using a metal
cylinder.
The result of the characterization of simplex of star fruit were the water value 7.88%; the water soluble extract value 21.71%, the ethanol soluble extract value 12.91%, the total ash value 3.68% and the acid insoluble ash value 0.13%. The results of phytochemical screening of simplex star fruit indicate class of glikosida, saponin, flavonoid, dan triterpenoid/steroid. The extract of star fruit was obtained meceration using methanol as solvent. Where as the limit of effective drag area with a diameter of 14.20 mm in the concentration 100 mg/ml for
Staphylococcus aureus, a diameter of 14.23 mm in the concentration of 50 mg/ml
for Escherichia coli, while the fungus Candida albicans and Microsporum
gypseum has no region inhibitory.
Keyword: Characterization, methanol extract of star fruit, Antimicrobial,
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Candida albicans, Microsporum gypseum.
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Pengobatan tradisional dengan memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat
merupakan pengobatan yang dimanfaatkan dan diakui masyarakat dunia, hal ini
menandai kesadaran untuk kembali ke alam (back to nature) guna mencapai
kesehatan yang optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami.
Dalam menggunakan tumbuhan berkhasiat obat, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pengobatan tradisional. Hal-hal yang perlu mendapatkan
perhatian tersebut antara lain : karakteristik simplisia, skrining fitokimia simplisia
dan uji aktivitas antimikroba (Wijayakusuma dan Dalimartha, 2000).
Tumbuhan belimbing manis (Averrhoa carambola Linn.), dikenal dengan
beberapa nama seperti : balingbing manis (Sunda), blimbing legi (Jawa), bainang
sulapa (Makasar), dan balireng (Bugis) (Wiryowidagdo dan Sitanggang, 2002).
Belimbing manis (Averrhoa carambola Linn.) atau dalam bahasa Inggris
disebut Starfruit (Bila dipotong memiliki penampang yang berbentuk bintang)
merupakan tumbuhan yang berasal dari daerah tropis. Ciri buah belimbing manis
berwarna kuning kehijauan ketika masih muda dan berwarna kuning kemerahan
kalau sudah tua, berbiji kecil berwarna coklat, rasanya manis dengan sedikit asam
dan banyak mengandung air. Dengan cara dimakan biasa atau dijadikan juice,
Belimbing Manis memiliki banyak manfaat sebagai obat tradisional atau obat
Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan
yang dapat disebabkan oleh bakteri maupun jamur. Senyawa fenol seperti
flavonoid, tanin memiliki aktivitas sebagai antimikroba (Robinson, 1995).
Efek farmakologis dari buah belimbing manis ini kemungkinan disebabkan
oleh salah satu atau gabungan beberapa senyawa kimia yang terkandung
didalamnya seperti; golongan senyawa flavonoid, saponin, protein, lemak,
kalsium, fosfor, zat besi, serta vitamin A, B1 dan vitamin C (Wiryowidagdo dan
Sitanggang, 2002).
Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola Linn.) dapat digunakan
sebagai obat tradisional yaitu untuk mengobati batuk rejan, gusi berdarah, bisul,
koreng, mencegah sariawan dan mencret sedangkan daunnya digunakan untuk
obat darah tinggi dan penurun panas (Anonim, 2010).
Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian uji aktivitas antimikroba
ekstrak metanol buah belimbing manis terhadap bakteri Staphylococcus aureus,
Escherichia coli, dan jamur Candida albicans, Microsporum gypseum.
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat
menimbulkan infeksi pada luka yang dapat menyebabkan terjadinya bisul.
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang yang umum
ditemukan di usus besar. Bakteri ini dapat menyebabkan radang usus dengan
gejala yang muncul yaitu diare. Candida albicans merupakan jamur yang
menginfeksi bagian tubuh seperti organ genital wanita, kulit, kuku, paru-paru.
Sedangkan Microsporum gypseum merupakan jamur yang dapat menyebabkan
kurap dan panu, jamur ini menyerang permukaan kulit dan rambut (Jawetz, 2001;
Berdasarkan hal-hal diatas, maka dilakukan penelitian mengenai
karakteristik simplisia (meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik,
penetapan kadar air, kadar sari larut dalam air, kadar sari larut dalam etanol, kadar
abu total dan kadar abu tidak larut dalam asam), skrining fitokimia simplisia dan
pembuatan ekstrak metanol buah belimbing manis secara maserasi. Selanjutnya
ekstrak buah belimbing manis diuji aktivitas antimikroba dengan metode difusi
agar menggunakan silinder logam.
1.2Perumusan masalah
1. Bagaimana karakteristik pada simplisia buah belimbing manis?
2. Golongan senyawa kimia sekunder apa yang terdapat dalam buah belimbing
manis?
3. Apakah ekstrak metanol buah belimbing manis memiliki aktivitas
antimikroba?
1.3Hipotesis
1. Karakteristik simplisia buah belimbing manis dapat diperoleh dengan
menggunakan prosedur dalam buku Materia Medika Indonesia.
2. Simplisia buah belimbing manis mengandung golongan senyawa kimia
sekunder yaitu glikosida, saponin, flavonoid, triterpenoid/steroid.
3. Ekstrak metanol buah belimbing manis memiliki aktivitas sebagai
1.4Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui karakteristik simplisia buah belimbing manis.
2. Untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat dalam buah
belimbing manis.
3. Untuk mengetahui aktivitas antimikroba dari ekstrak metanol buah
belimbing manis terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli,
dan jamur Candida albicans, Microsporum gypseum.
1.5Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang efek
antimikroba dari ekstrak metanol buah belimbing manis (Averrhoa carambola
Linn.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli, serta jamur
1.6Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter
Buah Belimbing Manis
PK. Sari Larut dalam Air PK. Sari Larut dalam Etanol PK. Abu Total
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi, sistematika tumbuhan, nama daerah, morfologi
tumbuhan, habitat dan syarat tumbuh, serta kandungan kimia dan khasiat
tumbuhan.
2.1.1 Sistematika Tumbuhan
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Nama daerah, Sumatera : asam jorbing, belimbing manis; Jawa :
balingbing manis, belimbing legi, bhalimbing manes, blimbing lengger, blimbing
lingir, calincing amis, libi melau; Sulawesi : lumpias manis, rumpiasa, lumpiat
moromanit, lopias eme, lembetue lombiato, lombituko gula, takule, bainang
sulapa, pulirang, taning, balireng, nggalabola; Maluku : baknil kasluir, haurela
pasaki, taulela pasaki, ifel emroro, malibi totofuo, balibi totofuko, tufuo. Nama
2.1.3 Morfologi Tumbuhan
Belimbing Manis merupakan tanaman berbentuk pohon, tinggi mencapai
12 m. Percabangan banyak yang arahnya agak mendatar sehingga pohon ini
tampak menjadi rindang. Berbunga sepanjang tahun sehingga buahnya tak kenal
musim (Wijayakusuma dan Dalimartha, 2000).
Daun belimbing manis berupa daun majemuk menyirip ganjil dengan anak
daun berbentuk bulat telur, ujung runcing, tepi rata, permukaan atas mengilap,
permukaan bawah buram, panjang 1,75-9 cm, dan lebar 1,25-4,5 mm. Bunga
majemuk tersusun dengan baik, warnanya merah keunguan, keluar dari ketiak
daun dan di ujung cabang, ada juga yang keluar dari dahannya. Buahnya
merupakan buah buni, berusuk lima, bila dipotong melintang berbentuk bintang.
Panjang buah 4-12,5 cm, berdaging, dan banyak mengandung air, saat masak
warnanya kuning. Rasanya manis sampai asam. Biji berwarna putih kotor
kecoklatan, pipih, berbentuk elips dengan kedua ujung lancip (Wijayakusuma dan
Dalimartha, 2000).
Buah dan daun mengandung kristal asam oksalat sehingga rasanya asam.
Air perasan belimbing dapat dipakai untuk menghilangkan karat pada logam.
Perbanyakan dengan biji, okulasi, atau cangkok (Wijayakusuma dan Dalimartha,
2000).
2.1.4 Habitat dan Syarat Tumbuh
Belimbing manis merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal
dari kawasan Malaysia, kemudian menyebar luas ke berbagai negara yang
beriklim tropis lainnya di dunia termasuk Indonesia. Pada umumnya belimbing
sambilan sebagai tanaman peneduh di halaman-halaman rumah. Tanaman
belimbing manis memerlukan curah hujan yang tinggi. Oleh karena itu,
petumbuhan tidak akan terhambat sekalipun ditanam didaerah yang cukup basah
(Tim Penulis PS, 1992).
2.1.5 Kandungan Kimia dan Khasiat Tumbuhan
Kandungan kimia buah belimbing manis mengandung saponin, flavonoid,
steroid/triterpenoid, glikosida, protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin A,
B1, dan C (Wijayakusuma dan Dalimartha, 2000).
Khasiat dari buah belimbing manis ini adalah sebagai batuk rejan, gusi
berdarah, sakit gigi, bisul, koreng, dan mencret (Sirait, 1989).
2.2 Ekstraksi
Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang
tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang disari mengandung zat aktif
yang dapat larut dan zat yang tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein dan
lain-lain (Ditjen POM, 1986).
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari
simplisia menurut cara yang cocok di luar pengaruh cahaya langsung. Ekstrak
kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Sebagai cairan penyari dapat
digunakan air, eter, etanol atau campuran etanol dan air (Ditjen POM, 2000).
Ada beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut (Ditjen
1. Cara Dingin
a. Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar.
b. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, yang umumnya
dilakukan pada temperatur ruangan. Prosesnya terdiri dari tahapan
pengembangan bahan, tahapan maserasi antara tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat) yang tidak meninggalkan sisa bila 500 mg perkolat terakhir
diuapkan pada suhu + 50 0C.
2. Cara Panas
a. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses
pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga proses ekstraksi sempurna.
b. Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstrak kontinu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
c. Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50 0C.
d. Infudasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 96-98 0C
selama 15-20 menit di penangas air dapat berupa bejana infus tercelup
e. Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90 °C selama 30 menit.
2.3 Uraian Kandungan Kimia Tumbuhan
Uraian kandungan kimia tumbuhan meliputi, alkaloid, glikosida, saponin,
flavonoid, antrakinon, tanin dan triterpenoid/steroid.
2.3.1 Alkaloid
Alkaloida merupakan senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau
lebih atom nitrogen, bersifat optis aktif. Kebanyakan alkaloid berbentuk kristal
dan hanya sedikit yang berupa cairan pada suhu kamar. Sebagian besar alkaloid
berasa pahit. Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dan banyak yang
mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi banyak digunakan secara luas
dalam bidang pengobatan (Harborne, 1987).
Alkaloid juga terdapat di alam sebagai garam, yang merupakan hasil reaksi
antara basa (alkaloid) dan asam (misalnya asam sulfat untuk memberikan sulfat,
atau asam klorida untuk memberikan hidroklorida) (Heinrich, 2009).
Beberapa pereaksi uji yang sering digunakan adalah Mayer, Bouchardat
dan Dragendorff (Farnsworth, 1966).
2.3.2 Glikosida
Glikosida adalah suatu senyawa, bila dihidrolisis akan terurai menjadi gula
(glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin). Glikosida yang gulanya berupa
glukosa disebut glukosida. Glikosida dibedakan menjadi α- glikosida dan β
-glikosida. Pada tanaman, glikosida biasanya terdapat dalam bentuk beta.
mudah terhidrolisis oleh asam mineral atau enzim. Hidrolisis oleh asam
memerlukan panas hidrolisis oleh enzim tidak memerlukan panas (Sirait, 2007).
Menurut Fransworth (1966), pembagian glikosida berdasarkan ikatan yang
menghubungkan bagian gula dan bukan gula adalah :
1. C-glikosida, jika atom C menghubungkan bagian gula dan bukan gula.
Contoh: aloin.
2. O-glikosida, jika atom O menghubungkan bagian gula dan bukan gula.
Contoh: salisin.
3. N-glikosida, Jika atom N menghubungkan bagian gula dan bukan gula.
Golongan ini sebagian gulanya bukan gula sebenarnya tetapi derivatnya.
Contoh: vidarabin.
4. S-glikosida, jika thiol (SH) yang menghubungkan bagian gula dan bagian
bukan gula. Contoh: sinigrin.
2.3.3 Saponin
Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dapat menimbulkan
busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah, dapat
menyebabkan hemolisis sel darah merah. Beberapa saponin bekerja sebagai
antimikroba (Robinson, 1995). Pembentukan busa yang mantap sewaktu
mengekstraksi tumbuhan atau pada waktu memekatkan ekstrak tumbuhan
merupakan bukti terpercaya akan adanya saponin (Harbone, 1987).
Saponin tersebar luas diantara tanaman tinggi. Keberadaan saponin sangat
mudah ditandai dengan pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila
menusuk, menyebabkan bersin dan sering mengakibatkan iritasi terhadap selaput
lendir (Gunawan dan Mulyani, 2004).
2.3.4 Flavonoid
Menurut perkiraan, kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis
oleh tumbuhan diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berkaitan erat
dengannya. Sebagian besar tanin berasal dari flavonoid. Jadi flavonoid merupakan
salah satu golongan fenol alam yang terbesar (Markham, 1988).
Flavonoid mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya mempunyai
struktur C6-C3-C6 yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh tiga atom
karbon yang merupakan rantai alifatik (Markham, 1988).
Flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat pada
seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospermae. Beberapa
flavonoid berwarna, tetapi flavonoid yang menyerap sinar UV penting dalam
mengarahkan serangga. Beberapa fungsi flavonoid untuk tumbuhan yaitu
pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus, dan
anti serangga (Robinson, 1995).
2.3.5 Antrakinon
Pada saat mengidentifikasi pigmen dari sumber tumbuhan baru, harus
diingat bahwa hanya sedikit saja antrakinon yang terdapat secara teratur dalam
tumbuhan. Yang paling sering dijumpai ialah emodin; sekurang-kurangnya
terdapat dalam enam suku tumbuhan tinggi. Sukar untuk memisahkan campuran
antrakinon, dan sering cara khas telah dikembangkan untuk memisahkan
2.3.6 Tanin
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae
terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi
dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air. Sebagian
besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan
karena rasanya yang sepat. Kita menganggap salah satu fungsi utama tanin dalam
tumbuhan ialah sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan (Robinson, 1995).
Golongan tanin dalam makanan dan tanaman memberikan rasa kesat dan
pahit. Golongan ini terdiri atas senyawa polifenol larut-air, yang dapat memiliki
bobot molekul berat. Secara garis besar, tanin terbagi menjadi dua golongan yaitu:
tanin dapat-terhidrolisis, yang terbentuk dari esterifikasi gula dengan asam fenolat
sederhana yang merupakan tanin turunan-sikimat (misalnya asam galat), dan tidak
dapat-terhidrolisis, yang kadang disebut tanin terkondensasi, yang berasal dari
reaksi polimerisasi (kondensasi) antar flavonoid. Sesuai dengan namanya, tanin
dapat terhidrolisis oleh basa untuk membentuk asam sederhana dan gula. Sifat
utama tanin adalah kemampuannya mengikat protein. Tanin tersebar di dunia
tanaman dan dapat diproduksi oleh tanaman, karena ikatannya dengan protein
membuat tanaman ini tidak menarik untuk dimakan (Heinrich, 2009)
2.3.7 Triterpenoid/steroid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,
yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang rumit, kebanyakan berupa
alkohol, aldehid atau asam karboksilat, berupa senyawa tahan warna, berbentuk
menjadi empat golongan senyawa: triterpenoid sebenarnya, steroid, saponin, dan
glikosida jantung. Saponin dan glikosida jantung merupakan triterpenoid dan
steroid yang terutama terdapat sebagai glikosida (Harborne, 1987).
Steroid adalah triterpenoida yang kerangka dasarnya sistem cincin siklo
pentana perhidrofenantren. Uji yang biasa digunakan adalah reaksi
Liebermann-Burchard yang dengan kebanyakan triterpen dan steroid memberikan warna
hijau-biru (Harbone, 1987).
2.4 Uraian Mikroba
Mikroba atau mikroorganisme adalah organisme hidup yang berukuran
sangat kecil dan hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop. Mikroba
dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu organisme prokariot dan organisme
eukariot. Bakteri termasuk ke dalam organisme prokatiot dan jamur termasuk
organisme eukariot (Pratiwi, 2008).
2.4.1 Bakteri
Bakteri merupakan mikroorganisme yang bersel satu, sel prokariotik,
berkembang biak dengan pembelahan diri yaitu aseksual (Dwidjoseputro, 1994).
Berdasarkan pewarnaan Gram bakteri dibedakan menjadi bakteri Gram
positif dan Gram negatif. Dinding sel bakteri Gram positif mengandung banyak
lapisan peptidoglikan yang membentuk struktur yang tebal dan kaku, dan asam
teikoat. Pada dinding sel bakteri Gram negatif terdapat membran luar (yang terdiri
dari protein, lipoprotein, fosfolipid dan lipopolisakarida), beberapa lapisan
peptidoglikan pada daerah periplasma (yang terikat pada lipoprotein pada
Jenis bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli.
a. Staphylococcus aureus
Sistematika Staphylococcus aureus menurut Dwidjoseputro, 1994 adalah
sebagai berikut:
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales
Suku : Micrococcaceae
Marga : Staphylococcus
Jenis : Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus termasuk bakteri Gram positif, berbentuk kokus,
bila diamati di bawah mikroskop, berpasangan atau berkelompok, yang memiliki
warna keemasan muda. Bakteri ini merupakan bakteri patogen berupa anaerob
fakultatif dan tumbuh pada suhu optimum 37 0C (Jawetz, 2001). Bakteri ini
menyebabkan infeksi pada luka yang mungkin menyebar ke lapisan subkutan kulit
yang menyebabkan terjadinya abses permukaan yang terlokalisasi atau bisul.
Bakteri ini merupakan mikroorganisme flora normal manusia yang terdapat pada
saluran nafas atas dan kulit yang jarang menyebabkan penyakit individu yang
b. Escherichia coli
Sistematika Escherichia coli menurut Dwidjoseputro, 1994 adalah sebagai
berikut :
Divisi : Schizophyta
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales
Suku : Enterobacteriaceae
Marga : Escherichia
Jenis : Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif, aerob atau anaerob
fakultatif, panjang 1-4 mikrometer, lebar 0,4-1,7 mikrometer, berbentuk batang,
tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh baik pada suhu 37 oC tapi dapat tumbuh pada
suhu 8-40 oC, membentuk koloni yang bundar, cembung, halus dan dengan tepi
rata (Jawetz, 2001).
Escherichia coli merupakan bagian dari flora normal saluran pencernaan.
Morfologi dan ciri-ciri pembeda Escherichia coli yaitu: merupakan batang Gram
negatif, terdapat tunggal, berpasangan, dalam rantai pendek, biasanya tidak
berkapsul, tidak berspora, motil atau tidak motil, lipotrikus, aerobik, anaerobik
fakultatif, penghuni normal usus besar, seringkali menyebabkan
infeksi. Escherichia coli dalam usus besar bersifat patogen apabila melebihi dari
jumlah normalnya. Galur-galur tertentu mampu menyebabkan peradangan selaput
perut dan usus (gastroenteritis). Bakteri ini menjadi patogen yang berbahaya bila
hidup di luar usus besar seperti pada saluran kemih, yang dapat mengakibatkan
2.4.2 Jamur
Jamur adalah organisme heterotrofik. Jamur dapat berupa khamir yang
tumbuh sebagai uniseluler atau berupa kapang yang tumbuh berupa
filamen-filamen. Komponen penyusun dinding sel berupa kitin, selulosa atau glukan
(Pelczar dan Chan, 2006).
Jenis jamur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Candida albicans
dan Microsporum gypseum.
a. Candida albicans
Sistematika Candida albicans menurut Dwidjoseputro, 1994 adalah
sebagai berikut:
Divisi : Thallophyta
Kelas : Deuteromycetes
Bangsa : Moniliales
Suku : Cryptococcaceae
Marga : Candida
Jenis : Candida albicans
Candida albicans merupakan khamir lonjong yang berkembangbiak
dengan bertunas yang menghasilkan pseudomiselium baik dalam biakan maupun
dalam jaringan dan eksudat (Jawetz, 2001). Khamir ini merupakan flora normal
b. Microsporum gypseum
Sistematika Microsporum gypseum menurut Dwidjoseputro, 1994 adalah
sebagai berikut:
Divisi : Ascomycota
Kelas : Eurotiomycetes
Bangsa : Onygenales
Suku : Arthrodermataceae
Marga : Microsporum
Jenis : Microsporum gypseum
Microsporum gypseum merupakan jamur imperfecti (jamur tidak
sempurna) atau deuteromycotina karena perkembangbiakannya hanya secara
aseksual. Jamur ini berdinding kasar, multiseluler, dan berbentuk kumparan, dan
terbentuk pada ujung-ujung hifa. Microsporum gypseum mempunyai banyak
makrokonidia yang terdiri dari 4 sampai 6 sel, berdinding lebih tipis dalam koloni
yang berwarna kekuning-kuningan sampai kecoklat-coklatan. Jamur ini sering
menginfeksi kulit dan rambut (Jawetz, 1982).
Bila suatu mikroorganisme ditanam pada media yang sesuai dalam waktu
tertentu akan tumbuh memperbanyak diri, maka dapat dilihat suatu grafik
pertumbuhan yang dapat dibagi dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase Penyesuaian Diri (Lag phase)
Fase lag merupakan fase adaptasi, yaitu fase penyesuaian mikroorganisme
pada suatu lingkungan baru. Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan jumlah
kondisi dan jumlah awal mikroorganisme dan media pertumbuhan (Pratiwi,
2008).
2. Fase Pembelahan (Fase log / fase eksponensial)
Fase log merupakan fase dimana mikroorganisme tumbuh dan membelah
pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika mikroorganisme, sifat
media dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan dan
massa yang bertambah secara eksponensial. Bila konsentrasi sel mikroorganisme
melebihi 1x107/ml, maka laju pertumbuhan akan berkurang, bila konsentrasi sel
mencapai 4-5x109/ml, maka laju penyebaran oksigen tidak dapat memenuhi
kebutuhan meskipun dalam kultur tersebut diberikan udara yang cukup, dan
pertumbuhan akan diperlambat secara progresif (Pratiwi, 2008).
3. Fase Stasioner (Stationary phase)
Kekurangan nutrien atau akumulasi produk toksik menyebabkan
pertumbuhan sama sekali berhenti, terdapat kehilangan sel perlahan-lahan melalui
kematian yang diimbangi oleh pembentukan sel baru melalui pertumbuhan dan
pembelahan. Pada saat ini , jumlah sel total secara perlahan meningkat walaupun
jumlah sel yang dapat hidup tetap konstan (Jawetz, 2001).
4. Fase Kematian (Death phase)
Pada fase ini terjadi akumulasi bahan toksik, zat hara yang diperlukan oleh
bakteri berkurang sehingga bakteri akan memasuki fase kematian. Fase ini
merupakan kebalikan dari fase logaritmik. Jumlah sel menurun terus sampai
c
b d
a
Gambar 3. Grafik Pertumbuhan bakteri Keterangan :
a : Lag phase
b : Log phase
c : Stationary phase
d : Death phase
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dapat meliputi
temperatur, pH, tekanan osmosis, oksigen, dan nutrisi (Pratiwi, 2008).
1. Temperatur
Temperatur menentukan aktivitas enzim yang terlibat dalam aktivitas
kimia. Peningkatan temperatur sebesar 10 0C dapat meningkatkan aktivitas enzim
sebesar dua kali lipat. Pada temperatur yang sangat tinggi akan terjadi denaturasi
protein yang tidak dapat balik (irreversible), sedangkan pada temperatur yang
sangat rendah aktivitas enzim akan berhenti. Pada temperatur pertumbuhan
optimal akan terjadi kecepatan pertumbuhan optimal dan dihasilkan jumlah sel
yang maksimal. Berdasarkan batas temperatur dibagi atas tiga golongan yaitu:
a. Psikrofil (oligotermik), tumbuh pada temperatur -5 sampai 30 0C dengan suhu
b. Mesofil (mesotermik), tumbuh pada temperatur 10 sampai 45 0C dengan suhu
optimum 20 sampai 40 0C.
c. Termofil (politermik), tumbuh pada temperatur 25 sampai 80 0C dengan suhu
optimum 50 0C sampai 60 0C (Pratiwi, 2008).
2. pH
Pertumbuhan bakteri pada pH optimal antara 6,5 dan 7,5. Namun,
beberapa spesies dapat tumbuh dalam keadaan sangat asam atau sangat alkali.
Bagi kebanyakan spesies, nilai pH minimum dan maksimum ialah antara 4 dan 9.
Bila bakteri dibiakan dalam suatu medium, yang mula-mula disesuaikan adalah
pHnya maka mungkin sekali pH ini berubah karena adanya senyawa asam atau
basa yang dihasilkan selama pertumbuhan (Pelczar dan Chan, 1986).
3. Tekanan Osmosis
Osmosis merupakan perpindahan air melewati membran semipermeabel
karena ketidakseimbangan material terlarut dalam media. Medium yang baik
untuk pertumbuhan sel adalah medium isotonis terhadap sel. Dalam larutan
hipotonik air akan masuk ke dalam sel sehingga menyebabkan pecahnya sel
(plasmolisis), sedangkan dalam larutan hipertonik air akan keluar dari sel
sehingga membran plasma mengerut dan lepas dari dinging sel (Lay, 1996).
4. Oksigen
Berdasarkan kebutuhan oksigen mikroorganisme dapat bagi menjadi 5
golongan yaitu:
a. Anaerob obligat, hidup tanpa oksigen, oksigen toksik terhadap golongan ini.
c. Anaerob fakultatif, mampu tumbuh baik dalam suasana dengan atau tanpa
oksigen.
d. Aerob obligat, tumbuh subur bila ada oksigen dalam jumlah besar.
e. Mikroaerofilik, hanya tumbuh baik dalma tekanan oksigen yang rendah
(Pratiwi, 2008).
5. Nutrisi
Sumber zat makanan (nutrisi) bagi bakteri diperoleh dari senyawa karbon,
nitrogen, sulfur, fosfor, unsur logam (natrium, kalsium, magnesium, mangan, besi,
tembaga dan kobalt), vitamin dan air untuk fungsi-fungsi metabolik dan
pertumbuhannya (Dwijoseputro, 1994).
2.5Pengujian Aktivitas Antimikroba
Penetapan aktivitas antimikroba menurut Wattimena, 1991 yaitu:
1. Cara difusi agar
Cara ini dapat menggunakan cakram kertas, silinder logam atau cekungan.
Hasilnya diperoleh dengan mengamati dan mengukur daerah bening di sekeliling
cakram, silinder atau cekungan yang menunjukkan hambatan pertumbuhan
mikroba.
2. Cara Turbidimetri
Pengukuran dengan cara ini cepat dan dapat memperkirakan jumlah sel.
Jika suspensi sel terlihat keruh maka cahaya tidak dapat diteruskan. Hal ini berarti
makin keruh suspensi makin banyak sel yang ada dalamnya. Pengukuran dapat
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental. Tahap
penelitian meliputi penyiapan bahan, karakteristik simplisia, skrining fitokimia
simplisia, dan pembuatan ekstrak. Selanjutnya pengujian aktivitas antimikroba
dengan metode difusi agar menggunakan silinder logam. Parameter yang dilihat
adalah besarnya diameter hambat pertumbuhan bakteri dan jamur. Penelitian ini
dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Farmasi, Universitas Sumatera Utara.
3.1 Alat-alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, autoklaf
(Fisons), blender (Philips), bola karet, desikator, freeze dryer (Modulio),
inkubator (Fiber Scientific), jangka sorong, jarum ose, kamera digital (Sony),
kompor (Sharp), krus porselin, Laminar Air Flow Cabinet (Astec HLF 1200L),
lemari pendingin (Toshiba), lumpang dan alu, mikroskop, neraca kasar (Sun),
neraca listrik (Vibra AJ), oven (Memmert), penangas air (Yenaco), pinset, pipet
mikro (Eppendorf), rotary evaporator (Haake D), seperangkat alat penetapan
kadar air, silinder logam, spektrofotometer visibel (Dynamic) dan tanur.
3.2 Bahan-bahan
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah buah belimbing manis,
nutrient agar, potato dextrose agar, Staphylococcus aureus (ATCC No. 6538),
Microsporum gypseum (Biofarma), air suling, larutan NaCl 0,9%, bahan kimia
yang digunakan berkualitas pro analisa, kecuali dinyatakan lain: alfa naftol, asam
klorida pekat, asam asetat anhidrida, asam asetat glasial, asam nitrat pekat, asam
sulfat pekat, benzen, besi (III) klorida, bismut (III) nitrat, etanol, eter minyak
tanah, etilasetat, n-heksan, iodium, isopropanol, kalium iodida, kloralhidrat,
kloroform, metanol, natrium hidroksida, natrium klorida, natrium sulfat anhidrat,
raksa (II) klorida, serbuk magnesium, serbuk zinkum, timbal (II) asetat, dan
toluena.
3.3 Penyiapan Bahan 3.3.1 Pengambilan Bahan
Pengambilan bahan dilakukan secara purposif (sengaja) yaitu tanpa
membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Umur bahan yang
diambil tidak diperhitungkan. Sampel yang digunakan adalah buah belimbing
manis (Averrhoa carambola Linn.) yang diperoleh dari Pancurbatu, Kabupaten
Deli Serdang, Sumatera Utara.
3.3.2 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di “Herbarium Bogoriense”, Bidang
Botani Pusat Penelitian Biologi (LIPI) Bogor.
3.3.3 Pembuatan Simplisia
Buah belimbing manis yang telah dikumpulkan sebanyak 10 kg dicuci
bersih dengan air mengalir, ditiriskan kemudian dipotong secara melintang. Buah
ini kemudian dikeringkan di lemari pengering pada suhu 40-60 0C hingga kering,
kemudian ditimbang sebagai berat kering. Selanjutnya simplisia diserbuk
menggunakan blender, disimpan dalam wadah plastik yang tertutup rapat,
terlindung dari panas dan sinar matahari.
3.4Pembuatan Pereaksi
3.4.1 Pereaksi Asam Klorida 2 N
Sebanyak 17 ml asam klorida pekat dilarutkan dalam air suling hingga
volume 100 ml (Depkes RI, 1979).
3.4.2 Pereaksi Asam Sulfat 2 N
Sebanyak 5,4 ml asam sulfat pekat kemudian diencerkan dengan air suling
hingga 100 ml. (Depkes RI, 1979).
3.4.3 Pereaksi Besi (III) klorida 1%
Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml
(Ditjen POM, 1995).
3.4.4 Pereaksi Bouchardat
Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air
suling, ditambahkan iodium sebanyak 2 g dan dicukupkan dengan air suling
hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).
3.4.5 Pereaksi Dragendorff
Campur 20 ml larutan bismuth nitrat P 40% dalam asam nitrat P dengan 50
ml larutan kalium yodida P 54,4%, diamkan sampai memisah sempurna. Ambil
larutan jernih dan encerkan dengan air secukupnya hingga 100 ml (Depkes RI,
3.4.6 Pereaksi Kloralhidrat
Sebanyak 70 g kloralhidrat dilarutkan dalam 100 ml air (Depkes RI,
1979).
3.4.7 Pereaksi Liebermann-Burchard
Sebanyak 5 ml asam asetat anhidrida dicampurkan dengan 5 ml asam
sulfat pekat kemudian ditambahkan etanol hingga 50 ml (Harborne,1987).
3.4.8 Pereaksi Mayer
Sebanyak 1,35 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam 60 ml air suling.
Kemudian pada wadah lain sebanyak 5 g kalium iodida dilarutkan dalam 10 ml
air lalu campurkan keduanya dan ditambahkan air suling hingga 100 ml (Ditjen
POM, 1995).
3.4.9 Pereaksi Molish
Sebanyak 3 g alfa-naftol ditimbang, kemudian dilarutkan dalam asam
nitrat 0,5 N hingga volume 100 ml (Ditjen POM, 1995).
3.4.10 Pereaksi Natrium hidroksida 2 N
Sebanyak 8,002 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling
hingga 100 ml (Depkes RI, 1979).
3.4.11 Pereaksi Timbal (II) asetat 0,4 M
Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat dilarutkan dalam air bebas
3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia
Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik
dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air,
penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total dan
penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam.
3.5.1 Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk, ukuran,
warna, bau, dan rasa simplisia buah belimbing manis (Averrhoa carambola Linn.
fructus).
3.5.2 Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia dengan
cara menaburkan serbuk simplisia di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan
kloralhidrat kemudian ditutup dengan kaca penutup, setelah itu dilihat di bawah
mikroskop. Sebagai pembanding, untuk melihat susunan anatomis maka diperiksa
juga penampang melintang bahan segar dan penampang melintang biji.
3.5.3 Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (Destilasi
Toluen). Cara kerja : Ke dalam labu alas bulat dimasukkan 200 ml toluen dan 2
ml air suling, didestilasi selama 2 jam. Toluen didinginkan selama 30 menit dan
volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Kemudian ke
dalam labu tersebut dimasukkan 5 gram serbuk simplisia yang telah ditimbang
seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih,
kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian besar air
Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen.
Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan
mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume
air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai
dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air
dihitung dalam persen (WHO, 1992).
3.5.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air
Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi
selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform P (2,5 ml kloroform P dalam air suling
sampai 1 liter) menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6
jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 ml filtrat
hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan
sisa pada suhu 105 oC hingga bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut
dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI,
1995).
3.5.5 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama
24 jam dalam 100 ml etanol 95% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali
selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring
cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan
sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan
dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105 oC sampai bobot tetap. Kadar dalam
persen sari yang larut dalam etanol 95% dihitung terhadap bahan yang telah
3.5.6 Penetapan Kadar Abu Total
Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama
dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian
diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada
suhu 600 oC selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh
bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara
(Depkes RI, 1979).
3.5.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut dalam Asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml
asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dipijarkan sampai bobot tetap,
kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1979).
3.6 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia serbuk simplisia buah belimbung manis meliputi:
pemeriksaan senyawa alkaloid, glikosida, saponin, flavonoid, antrakinon, tanin
dan triterpenoid/steroid.
3.6.1 Pemeriksaan Alkaloid
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, kemudian ditambahkan 1 ml
asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2
menit, didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk tes alkaloida.
Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalam masing-masing tabung reaksi
a.Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat
b.Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff
c.Ditambahkan 2 tetes pereaksi Meyer
Alkaloid disebut positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada paling sedikit 2
tabung reaksi dari percobaan diatas (Depkes RI, 1989).
3.6.2 Pemeriksaan Glikosida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml
campuran 7 bagian volume etanol 96% dan 3 bagian volum air suling ditambah
dengan 10 ml asam klorida 2N. Direfluks selama 30 menit, didinginkan dan
disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II)
asetat 0,4M, lalu dikocok selama 5 menit dan disaring. Filtrat disari dengan 20 ml
campuran 3 bagian kloroform dan 2 isopropanol dilakukan berulang sebanyak tiga
kali. Kumpulan sari air diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50 oC. Sisanya
dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut,
yaitu 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, diuapkan di
penangas air. Sisa dilarutkan dalam 2 ml air suling dan 5 tetes pereaksi Molish.
Kemudian secara perlahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat. Glikosida positif
jika terbentuk cincin ungu (Depkes RI, 1979).
3.6.3 Pemeriksaan Saponin
Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat
selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi
1-10 cm. Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2N, bila buih tidak hilang
3.6.4 Pemeriksaan Flavonoid
Sebanyak 10 g sebuk simplisia kemudian ditambahkan 100 ml air panas,
dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, filtrat yang
diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu di tambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 ml
asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok, dan dibiarkan memisah.
Flavonoid positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil
alkohol (Farnsworth, 1966).
3.6.5 Pemeriksaan Antrakinon
Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia ditambahkan 5 ml asam sulfat 2N,
dipanaskan sebentar, dinginkan. Tambahkan 10 ml benzena, kocok, diamkan.
Pisahkan lapisan benzen, saring; filtrat berwarna kuning, menunjukkan adanya
antrakinon. Kocok lapisan benzena dengan 1-2 ml natrium hidroksida 2N,
diamkan; lapisan air berwarna merah dan lapisan benzena tidak berwarna
menunjukkan adanya antrakinon (Depkes RI, 1995).
3.6.6 Pemeriksaan Tanin
Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu
filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml
larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida. Terjadi
warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Depkes RI, 1979).
3.6.7 Pemeriksaan Triterpenoid/steroid
Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan n-heksan selama 2 jam, lalu
disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 2 tetes
menunjukkan adanya steroida dan timbul warna merah, pink atau ungu
menunjukkan adanya triterpenoida (Farnsworth, 1966).
3.7 Pembuatan Ekstrak Buah Belimbing Manis 3.7.1 Pembuatan Ekstrak Metanol
Sebanyak 600 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam wadah gelas
berwarna gelap lalu dimaserasi dengan 750 ml pelarut metanol selama 5 hari
terlindung dari cahaya matahari sambil sering diaduk, lalu diserkai, diperas
dengan kain flanel. Lalu ampas ditambahkan cairan penyari secukupnya sehingga
diperoleh seluruh sari sebanyak 1000 ml, kemudian didiamkan selama 2 hari dan
dienap tuangkan. Maserat diuapkan dengan bantuan alat penguap rotary
evaporator pada temperatur tidak lebih dari 40 0C dan di freeze dryer sampai
diperoleh ekstrak kental (Ditjen POM, 1979). Dan ekstrak kental yang diperoleh
sebanyak 89,6 g.
3.8 Sterilisasi Alat
Alat-alat dan bahan-bahan untuk pemeriksaan mikrobiologi harus
disterilkan terlebih dahulu sebelum dipakai. Alat-alat gelas disterilkan didalam
oven pada suhu 170 °C selama 1 jam. Media disterilkan di autoklaf pada suhu 121
3.9 Pembuatan Media
3.9.1 Media Nutrient Agar (NA)
Komposisi : Beef Extract 3 g
Peptone 5 g
Agar 15 g
Air suling 1 L
Cara pembuatan :
Sebanyak 23 g serbuk NA dilarutkan dalam air suling hingga 1 liter
dengan bantuan pemanasan sampai semua bahan larut sempurna. Kemudian
disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 0C selama 15 menit (Difco Laboratories,
1977).
3.9.2 Media Potato Dextrose Agar (PDA) Komposisi : Potato extract 4 g
Dextrose 20 g
Agar 15 g
Air suling 1 L
Cara pembuatan :
Sebanyak 39 g serbuk PDA dilarutkan dalam air suling hingga 1 liter
dengan bantuan pemanasan, kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121
0
3.10 Pembuatan Agar Miring
3.10.1 Pembuatan Agar Miring Nutrient Agar (NA)
Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 5 ml media nutrient agar, didiamkan
pada suhu kamar sampai sediaan membeku pada posisi miring kira-kira 45o
kemudian disimpan dalam lemari pendingin.
3.10.2 Pembuatan Agar Miring Potato Dextrose Agar (PDA)
Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 5 ml media potato dextrose agar,
didiamkan pada suhu kamar sampai sediaan membeku pada posisi miring
kira-kira 45o kemudian disimpan dalam lemari pendingin.
3.11 Pembuatan Stok Kultur
3.11.1 Pembuatan Stok Kultur Bakteri
Satu koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum ose steril, lalu
ditanam pada media nutrient agar miring dengan cara menggores. Kemudian
diinkubasi dalam inkubator pada suhu 36-37 0C selama 18-24 jam (Ditjen POM,
1995).
3.11.2 Pembuatan Stok Kultur Jamur
Satu koloni jamur diambil dengan menggunakan jarum ose steril, lalu
ditanam pada media potato dextrose agar miring dengan cara menggores.
Kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 20-25 0C selama 48 jam (Ditjen
3.12 Penyiapan Inokulum
3.12.1 Penyiapan Inokulum Bakteri
Koloni bakteri diambil dari stok kultur padat dengan jarum ose steril lalu
disuspensikan dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml larutan NaCl 0,9%.
Kemudian diukur kekeruhan larutan pada panjang gelombang 580 nm sampai
diperoleh transmitan 25% (Ditjen POM, 1995).
3.12.2 Penyiapan Inokulum Jamur
Koloni jamur diambil dari stok kultur padat dengan jarum ose steril lalu
disuspensikan dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml larutan NaCl 0,9%.
Kemudian diukur kekeruhan larutan pada panjang gelombang 580 nm sampai
diperoleh transmitan 25% (Ditjen POM, 1995).
3.13 Pembuatan Larutan Uji dengan Berbagai Konsentrasi
Ekstrak metanol ditimbang 5 g dilarutkan dengan etanol 96% hingga 10 ml
maka konsentrasi ekstrak adalah 500 mg/ml kemudian dibuat pengenceran
selanjutnya sampai diperoleh ekstrak dengan konsentrasi 400 mg/ml; 300 mg/ml;
200 mg/ml; 100 mg/ml; 90 mg/ml; 80 mg/ml; 70 mg/ml; 60 mg/ml; 50 mg/ml; 40
mg/ml; 30 mg/ml; 20 mg/ml; 10 mg/ml.
3.14 Pengujian Aktivitas Antimikroba Terhadap Ekstrak Metanol dengan Metode Difusi Agar
3.14.1 Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
Cawan petri dimasukkan 0,1 ml inokulum bakteri, kemudian ditambahkan
20 ml media nutrient agar steril yang telah dicairkan dan ditunggu hingga suhu
ditanamkan silinder logam. Selanjutnya masing-masing silinder logam
dimasukkan ekstrak sebanyak 0,1 ml dengan berbagai konsentrasi. Kemudian
diinkubasi pada suhu 36-37 0C selama 18-24 jam, lalu diamati adanya diameter
daerah hambat di sekitar silinder logam serta diukur dengan menggunakan jangka
sorong. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali (Ditjen POM, 1995).
3.14.2 Jamur Candida albicans dan Microsporum gypseum
Cawan petri dimasukkan 0,1 ml inokulum jamur, kemudian ditambahkan
20 ml media potato dextrose agar steril yang telah dicairkan dan ditunggu hingga
suhu mencapai 45 0C, dihomogenkan dan dibiarkan sampai media memadat.
Setelah itu ditanamkan silinder logam. Selanjutnya masing-masing silinder logam
dimasukkan ekstrak metanol sebanyak 0,1 ml dengan berbagai konsentrasi.
Kemudian diinkubasi pada suhu 20-25 0C selama 48 jam, lalu diamati adanya
diameter daerah hambat di sekitar silinder logam serta diukur dengan
menggunakan jangka sorong. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali (Ditjen POM,
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan
Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di “Herbarium Bogoriense”,
Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor menyatakan bahwa tumbuhan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Belimbing Manis (Averrhoa
carambola L), family Oxalidaceae. Identifikasi dapat dilihat pada lampiran 1
halaman 50.
4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia
Hasil pemeriksaan makroskopik buah segar belimbing manis adalah
bentuknya merupakan buah buni, berusuk lima, bila dipotong melintang
berbentuk bintang, berwarna kuning kehijauan atau kuning, berbiji banyak
berwarna putih kotor kecoklatan, pipih, berbentuk elips dengan kedua ujung
lancip. Rasanya manis sampai asam sedangkan pemeriksaan makroskopik
simplisia buah belimbing manis adalah kulitnya berkeriput, panjangnya 3-5 cm,
tidak berbau, tidak berasa, berwarna kuning kecoklatan.
Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia buah belimbing manis
memperlihatkan adanya berkas pengangkut, perenkim, endosperm berisi butir
pati, kristal kalsium oksalat bentuk druse, epidermis, serabut, sel batu. Pada
penampang melintang buah belimbing manis segar memperlihatkan adanya
epidermis, ruang antar sel berisi cairan, parenkim, berkas pengangkut, serabut,
biji memperlihatkan adanya epikarp, endokarp, sel batu, endosperm berisi butir
pati. Gambar mikroskopik dapat dilihat pada lampiran 4 halaman 54-56.
Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia buah belimbing manis dapat
dilihat pada tabel 1 berikut:
Tabel 1. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia
No Parameter Hasil (%)
Penetapan kadar air dilakukan untuk mengetahui apakah simplisia
memenuhi persyaratan, karena air merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan mikroba, ternyata hasilnya memenuhi syarat yaitu 7,88% lebih kecil
dari 10%. Penetapan kadar sari larut air untuk mengetahui kadar senyawa yang
bersifat polar, sedangkan kadar sari larut dalam etanol dilakukan untuk
mengetahui senyawa yang terlarut dalam etanol, baik polar maupun non polar.
Penetapan kadar abu total dilakukan untuk mengetahui jumlah logam-logam berat
dan mineral dalam simplisia, misalnya logam Ca, Mg, Fe, Mn, Zn dan mineral
misalnya K, Na sedangkan penetapan kadar abu tidak larut dalam asam dilakukan
untuk mengetahui kadar senyawa yang tidak larut dalam asam, misalnya silika,
pasir. Perhitungan hasil karakterisasi simplisia dapat dilihat pada lampiran 8
4.3 Hasil Skrining Fitokimia
Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia buah belimbing manis
menunjukkan adanya golongan senyawa glikosida, saponin, flavonoid,
triterpenoid/steroid. Hasil skrining dapat dilihat pada tabel 2 berikut.
Tabel 2. Hasil Skrining Fitokimia
No Golongan senyawa yang diperiksa Hasil skrining
1 Alkaloid -
7 Triterpenoid/steroid +
Keterangan : + = Mengandung senyawa yang diperiksa - = Tidak mengandung senyawa yang diperiksa
Pada serbuk simplisia buah belimbing manis yang ditambahkan pereaksi
Molish dan asam sulfat pekat dimana terbentuk cincin berwarna ungu pada batas
cairan menunjukkan adanya glikosida. Penambahan 10 ml air panas, didinginkan
dan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik dengan adanya buih yang
mantap selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1-10 cm dan tidak hilang
dengan penambahan asam klorida 2N menunjukkan adanya saponin. Penambahan
serbuk Mg dan asam klorida pekat dan amil alkohol, dan dibiarkan memisah
memberikan warna kuning jingga, menunjukkan adanya senyawa flavonoid.
Penambahan Liebermann-Burchard memberikan warna ungu menunjukkan
steroid. Hasil skrining fitokimia simplisia buah belimbing manis memperlihatkan
adanya golongan senyawa glikosida, saponin, flavonoid, triterpenoid/steroid.
Adanya kandungan senyawa flavonoid menunjukkan bahwa buah
belimbing manis mempunyai aktivitas antimikroba dimana flavonoida merupakan
golongan senyawa fenol (Robinson, 1995). Golongan fenol diketahui memiliki
aktivitas antimikroba yang bersifat bakterisida namun tidak bersifat sporisida
(Pratiwi, 2008). Senyawa fenol bekerja dengan cara mendenaturasi protein sel
dan merusak dinding sel bakteri sehingga bakteri mati, juga dapat
mempresipitasikan protein secara aktif dan merusak lipid pada membran sel
melalui mekanisme penurunan tegangan permukaan membran sel (Pelczar dan
Chan, 1986).
Flavonoida bekerja pada bakteri dengan cara merusak membran
sitoplasma. Membran sitoplasma bakteri sendiri berfungsi mengatur masuknya
bahan-bahan makanan atau nutrisi, apabila membran sitoplasma rusak maka
metabolit penting dalam bakteri akan keluar dan bahan makanan untuk
menghasilkan energi tidak dapat masuk sehingga terjadi ketidakmampuan sel
bakteri untuk tumbuh dan pada akhirnya terjadi kematian.
Hasil ekstraksi dengan menggunakan pelarut metanol diperoleh ekstrak
4.4 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Metanol Buah Belimbing Manis Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
Hasil uji aktivitas antimikroba menunjukkan bahwa ekstrak metanol dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Semakin tinggi konsentrasi ekstrak akan menghasilkan diameter daerah hambatan
yang semakin besar.
Hasil pengukuran diameter daerah hambatan ekstrak metanol, dapat dilihat
pada tabel 3 berikut.
Tabel 3. Hasil Pengukuran Diameter Daerah Hambatan Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli
Keterangan: (*) = Hasil rata-rata tiga kali pengukuran, (-) = Tidak ada hambatan
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah menentukan diameter
zona hambat pertumbuhan bakteri, dimana diameter zona hambat akan meningkat
seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak. Hal ini membuktikan bahwa
peningkatan konsentrasi terhadap ekstrak buah belimbing manis memiliki korelasi