• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskular di Bawah Tegakan Sengon (Paraserienthes falcataria) Studi Kasus di Areal PT Raja Garuda Mas Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskular di Bawah Tegakan Sengon (Paraserienthes falcataria) Studi Kasus di Areal PT Raja Garuda Mas Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DI

BAWAH TEGAKAN SENGON (Paraserienthes falcataria)

Studi Kasus di Areal PT Raja Garuda Mas

Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat

SKRIPSI

Oleh

Mila Yusniar 071202005 Budidaya Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KEANEKARAGAMAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DI

BAWAH TEGAKAN SENGON (Paraserienthes falcataria)

Studi Kasus di Areal PT Raja Garuda Mas

Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat

SKRIPSI

Oleh Mila Yusniar

071202005 Budidaya Hutan

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskular di Bawah Tegakan Sengon (Paraserienthes falcataria) Studi Kasus di Areal PT Raja Garuda Mas Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat

Nama Mahasiswa : Mlia Yusniar

NIM : 071202005

Program Studi : Budidaya Hutan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Dr. Delvian, S.P M.P Dr.Deni Elfiati, S.P, M.P Ketua Anggota

Mengetahui Ketua Departemen

(4)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula di bawah tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria) di areal PT Raja Garuda Mas Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat. Parameter yang diamati yaitu derajat infeksi akar, kepadatan spora dan identifikasi jenis spora. Pengidentifikasian Mikoriza dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah, Departemen Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, dimulai pada bulan Agustus sampai Desember 2010. Karakteristik morfologi yang digunakan untuk mengidentifikasi jenis Fungi Mikoriza Arbuskula adalah bentuk ketebalan dinding sel, ada tidaknya substanding hifa, kehalusan permukaan dan reaksi spora terhadap melzers. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kolonisasi akar rata-rata sebesar 18,46 % dan termasuk dalam kategori rendah. Penyebaran spora pada tanah sampel terdapat 137 jenis genus Fungi Mikoriza Arbuskula yaitu 128 jenis Glomus, 3 jenis Acaulospora dan 6 jenis Gigaspora sedangkan pengaruh lama penyimpanan inokulum media tanah pada hasil trapping menunjukkan penurunan yang sangat drastis dalam jangka waktu penyimpanan selama dua bulan.

(5)

ABSTRACT

The objective of this research is to know the diversity of arbuscular mycorrhizal fungi under the sengon’s stand (Paraserianthes falcataria) at PT Raja Garuda Mas, Besitang Subdistrict, Langkat Regency. The parameters observed were degree of root infection, spore density, and the identification of spore genus. The identification was doing at soil biology laboratory,Department of Agroekoteknologi, Faculty of Agriculture, North Sumatera University, begin from August until December 2010. Morfhology characteristic which used to identify arbuscular mycorrhizal fungi type are membrane cell’s thick, substanding hypa, smooth surface and reaction spore from melzers. The result show that avarange of root colonization is 18,46 % which include to low infected. The sample spread are 137 type of arbuscular mycorrhizal fungi spore which include of 128 type of Glomus,3 type of Acaulospora and 6 type of Gigaspora and also the duration of storage soil inoculum from trapping which save during 2 months shown the significant descrease spore density.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Mila Yusniar dilahirkan di Sei.Skala pada tanggal 14 Januari 1990 dari ayah Usman dan Ibu Nuraisyah (Almh). Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Pendidikan formal yang ditempuh selama ini: 1. SD Negeri 054875 Langkat, lulus tahun 2001 2. SMP Negeri 1 Selesai, lulus tahun 2004 3. SMA Negeri 1 Selesai, lulus tahun 2007

4. Tahun 2007 lulus dan melalui jalur PMP (Panduan Minat dan Prestasi) diterima di Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota BKM Baytul Ashjar Kehutanan, Tim Mentoring Agama Islam Fakultas Pertanian USU, asisten Praktikum Hidrologi Hutan pada tahun 2010, dan aktif diberbagai organisasi akstrauniversitas seperti HIMALA (Himpunan Mahasiswa Langkat), dan Forsil Rohis se-Kabupaten Langkat. Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan Pengelolaan Hutan (P3H) di Hutan Dataran Rendah Aras Napal dan Hutan Mangrove Pulau Sembilan Kabupaten Langkat. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Perum Perhutani Unit III KPH Garut, Jawa Barat.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Judul dari penelitian ini adalah “Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula di Bawah Tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria) Studi Kasus di Areal PT Raja Garuda Mas, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat”.

Penelitian ini melibatkan banyak pihak sehingga memberi kesan yang berarti di hati penulis. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayah Usman dan Ibu Nuraisyah (Almh), dan adikku Ilham Zuhri serta keluarga besar yang telah memberikan doa yang tulus, kasih sayang, dorongan materi dan semangat kepada penulis.

2. Bapak Dr. Delvian, S.P,M.P dan Ibu Dr. Deni Elfiati, S.P,M.P selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bantuan serta masukan yang sangat bermanfaat selama penulis menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Teman-temanku Novita Angraini, Nurul Diana, Intan Utami, Delcia Septiani, dan seluruh pihak yang mendukung baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasi dari awal penelitian hingga akhir skripsi ini.

(8)

DAFTAR ISI

Karakteristik Fungi Mikoriza ... 7

Penyebaran Fungi Mikoriza Arbuskula ... 9

Ekologi Fungi Mikoriza Arbuskula ... 9

Peranan Fungi Mikoriza Arbuskula ... 11

Morfologi Fungi ... 12

Sistem Reproduksi Fungi ... 13

METODOLOGI PENELITIAN ... 15

Waktu dan Tempat ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Eksplorasi dan Isolasi Fungi Mikoriza Arbuskula ... 16

Kolonisasi Fungi Mikoriza ... 17

Pemerangkapan (Trapping Culture) ... 18

(9)

DAFTAR TABEL

(10)

DAFTAR GAMBAR

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Bibit Pueraria javanica………. 39

Lampiran 2. Kriteria Persentase Kolonisasi Akar………. 40

Lampiran 3. Kriteria Penilaian Sifat-Sifat Tanah………. 41

(12)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula di bawah tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria) di areal PT Raja Garuda Mas Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat. Parameter yang diamati yaitu derajat infeksi akar, kepadatan spora dan identifikasi jenis spora. Pengidentifikasian Mikoriza dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah, Departemen Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, dimulai pada bulan Agustus sampai Desember 2010. Karakteristik morfologi yang digunakan untuk mengidentifikasi jenis Fungi Mikoriza Arbuskula adalah bentuk ketebalan dinding sel, ada tidaknya substanding hifa, kehalusan permukaan dan reaksi spora terhadap melzers. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kolonisasi akar rata-rata sebesar 18,46 % dan termasuk dalam kategori rendah. Penyebaran spora pada tanah sampel terdapat 137 jenis genus Fungi Mikoriza Arbuskula yaitu 128 jenis Glomus, 3 jenis Acaulospora dan 6 jenis Gigaspora sedangkan pengaruh lama penyimpanan inokulum media tanah pada hasil trapping menunjukkan penurunan yang sangat drastis dalam jangka waktu penyimpanan selama dua bulan.

(13)

ABSTRACT

The objective of this research is to know the diversity of arbuscular mycorrhizal fungi under the sengon’s stand (Paraserianthes falcataria) at PT Raja Garuda Mas, Besitang Subdistrict, Langkat Regency. The parameters observed were degree of root infection, spore density, and the identification of spore genus. The identification was doing at soil biology laboratory,Department of Agroekoteknologi, Faculty of Agriculture, North Sumatera University, begin from August until December 2010. Morfhology characteristic which used to identify arbuscular mycorrhizal fungi type are membrane cell’s thick, substanding hypa, smooth surface and reaction spore from melzers. The result show that avarange of root colonization is 18,46 % which include to low infected. The sample spread are 137 type of arbuscular mycorrhizal fungi spore which include of 128 type of Glomus,3 type of Acaulospora and 6 type of Gigaspora and also the duration of storage soil inoculum from trapping which save during 2 months shown the significant descrease spore density.

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seluruh kehidupan di alam raya bersama lingkungan serta keseluruhan menyusun ekosfir. Ekosfir yang dihuni oleh berbagai komunitas biota yang mandiri serta lingkungan abiotik (anorganik) dan sumber – sumbernya disebut ekosistem. Setiap ekositem dicirikan dengan adanya kombinasi yang unik antara biota (organisme) dan sumber-sumber abiotik yang berfungsi memelihara kesinambungan aliran energi dan nutrisi (hara) bagi biota tersebut. Di dalam tanah, berdasarkan fungsinya dalam budidaya pertanian terdapat dua golongan jasad hayati tanah yaitu menguntungkan dan merugikan. Dalam hal ini ada beberapa simbiosis antara mikrobia tanah sebagai produsen zat-zat aditif, antara lain yaitu asosiasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dengan tanaman, dimana interaksi ini dapat merangsang produksi hormon seperti indole acetic acid (IAA), sitokinin, auksin, giberelin, serta eksudasi asam-asam organik dari akar. Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dapat menyuplai substansi bagi tanaman dan ada kaitannya dengan kemampuan FMA untuk bersaing dengan biota sapropitik dalam tanah terhadap tanah glukosa yang ada dan merombaknya menjadi gula (Hanafiah dkk, 2005 ).

(15)

jamur akar, jamur ini akan menginfeksi jaringan akar dengan fungi khusus mikoriza. Biasanya jamur akar ini dapat ditemukan langsung dibawah akar pohon tingkat tinggi tersebut. Mikoriza dapat dibagi pada dua kategori yaitu etotropik dan endotropik. Pada jenis etotropik, fungi menginfeksi di sekeliling permukaan luar dari akar dan menginfeksi jaringan sel tanaman. Sedangkan pada jenis endomikoriza, penetrasi dilakukan dengan menginfeksi inang. Asosiasi ini terjadi pada jenis-jenis tanaman yang tergolong pada jenis-jenis tanaman buah, dan jenis tanaman legum. Mikoriza sangat penting dalam kehutanan karena dapat mengatasi masalah reforestasi dan aforestasi dalam pembukaaan lahan baru. Akar yang diinfeksi oleh mikoriza ini lebih sering berasimilasi dengan fosfat dan pohon dapat tumbuh baik tanpa terjadi defisiensi fosfor ( Garret, 1963).

Fungi mikoriza arbuskula dapat ditemukan hampir pada sebagian besar tanah, pada umumnya tidak mempunyai inang yang spesifik. Namun tingkat populasi dan tingkat komposisi jenis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh karakteristik tanaman dan sejumlah faktor lingkungan seperti suhu, pH, kelembapan tanah dan kandungan fospor dan nitrogen. Suhu terbaik untuk perkembangan FMA adalah pada suhu 30 °C, tetapi untuk kolonisasi miselia yang terbaik adalah pada suhu 28-35 °C (Suhardi, 1989; Setiadi, 2001 Powell dan Bagyaraj, 1984).

(16)

(Harley dan Smith, 1983). Peranan penting FMA dalam pertumbuhan tanaman adalah kemampuannya untuk menyerap unsur hara baik makro maupun mikro. Selain itu akar yang mempunyai mikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan yang tidak tersedia bagi tanaman. Hifa eksternal pada mikoriza dapat menyerap unsur fosfat dari dalam tanah, dan segera diubah menjadi senyawa polifosfat. Senyawa polifosfat kemudian dipindahkan ke dalam hifa dan dipecah menjadi fosfat organik yang dapat diserap oleh sel tanaman. Efisiensi pemupukan P sangat jelas meningkat dengan penggunaan mikoriza. Tanaman yang mempunyai mikoriza cenderung lebih tahan terhadap kekeringan dibandingkan dengan tanaman yang tidak mempunyai mikoriza. Rusaknya jaringan kortek akibat kekeringan dan matinya akar tidak permanen pengaruhnya pada akar yang bermikoriza. Setelah periode kekurangan air, akar yang bermikoriza akan cepat kembali normal. Hal ini disebabkan karena hifa jamur mampu menyerap air yang ada pada pori – pori tanah saat akar tanaman tidak mampu lagi menyerap air dan penyerapan hifa yang sangat luas ( Dewi, 2007).

Akar tanaman yang terbungkus oleh mikoriza akan menyebabkan akar tersebut terhindar dari serangan hama dan penyakit. Infeksi patogen akar akan terhambat, disamping itu mikoriza akan menggunakan semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi pertumbuhan patogen. Dipihak lain, jamur mikoriza ada yang dapat melepaskan antibiotik yang dapat mematikan patogen. Mikoriza dapat mengurangi perkembangan penyakit busuk akar yang disebabkan oleh Phytopthora cinamomi dan dapat juga menekan serangan nematoda bengkak akar

(17)

Tujan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula di bawah tegakan sengon di Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat.

Manfaat Penelitian

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Sengon (Paraserienthes falcataria) adalah tanaman yang secara alami dapat bersimbiosis dengan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA). Namun pada kondisi lapangan keaktifan maksimal simbiosis tersebut tidak dapat diketahui. Sistem perakaran pada tanaman tingkat tinggi berasosiasi tidak hanya dengan mengubah lingkungan organik dan anorganik tetapi juga dengan sistem metabolik dari mikroorganisme. Mikroflora yang hidup disekitar perakaran memiliki perbedaan dari karakteristik tanah lainnya. Lingkungan perakaran unik yang bepengaruh terhadap akar tanaman disebut dengan rhizosfer. Kolonisasi dari lingkungan darat dapat meningkatkan suplai energi pada mikroorganisme heterotropik . Asosiasi dari berbagai jenis fungi pada akar dengan jelas dapat diseleksi secara individual pada jenis tanaman yang terdapat mikoriza. Lingkungan tanah berinteraksi pada akar terdapat sumber energi primer dan fungi mikoriza. Sebagai hasilnya adalah jaringan sumber energi primer dengan mudah dapat diambil oleh tanaman inang sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman (Read dkk, 1984).

(19)

Acaulospora. Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara jenis

jamur tertentu dengan perakaran tanaman (Brundrett, 1996).

Simbiosis ini terdapat hampir pada semua jenis tanaman. Fungi mikoriza ini dibagi dalam dua jenis, yaitu endomikoriza dan ektomikoriza. Namun pada umumnya mikoriza lebih banyak dikelompokkan menjadi tiga, yaitu dengan adanya penambahan kelompok mikoriza yang merupakan bentuk peralihan dari kedua jenis tadi, yaitu ektendomikoriza. Jamur ektomikoriza memasuki akar dan mengganggu sebagian lamela tengah di antara sel korteks. Susunan hifa di sekeliling sel korteks ini disebut jaring Hartig (Harley dan Smith, 1983).

Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dapat berasosiasi dengan hampir 90% jenis tanaman dimana tiap jenis tanaman dapat juga berasosiasi dengan satu atau lebih jenis FMA. Tetapi tidak semua jenis tumbuhan dapat memberikan respon pertumbuhan positif terhadap inokulasi FMA. Konsep ketergantungan tanaman akan FMA adalah relatif dimana tanaman tergantung pada keberadaan FMA untuk mencapai pertumbuhannya. Tanaman yang mempunyai ketergantungan yang tinggi pada keberadaan FMA, biasanya akan menunjukkan pertumbuhan yang nyata terhadap inokulasi FMA, dan sebaliknya tidak dapat tumbuh sempurna tanpa adanya asosiasi dengan FMA (Setiadi, 2001).

Jamur endomikoriza masuk ke dalam sel korteks dari akar serabut (feeder roots). Jamur ini tidak membentuk selubung yang padat, namun membentuk

(20)

keadaan tidak ada tanaman inang, hifa yang terbentuk dari spora sebelum simbiosis (presimbiotik) berhenti tumbuh dan akhirnya mati. Adanya akar tanaman inang, jamur melalui hifanya akan kontak dengan tanaman inang dan mulai proses simbiotik. Fase kontak dimulai dengan kejadian seperti pertentangan pertumbuhan jamur dengan akar tanaman, pola percabangan akar baru, dan pada akhirnya terbentuk apresorium. Apresorium merupakan struktur penting dalam siklus hidup FMA. Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) bersimbiosis dengan akar tanaman dan merupakan cendawan simbiotik obligat yang termasuk ke dalam kelas Zygomycetes dan ordo Glomalaes. Glomales mencakup dua sub ordo yaitu Glomineae dan Gigasporineae. Sub ordo Glomineae terdiri dari dua famili yaitu

Glomaceae dengan genus Glomus dan Sclerosystis, dan Acaulosporaceae

dengan genus Acaulospora dan Entrophospora. Sub ordo Gigasporineae terdiri atas satu famili, yaitu Gigasporaceae dengan genus Gigaspora dan Scutellospora (Smith dan Read, 1997).

Karakteristik Fungi Mikoriza

Struktur utama FMA adalah Arbuskula, vesikula, hifa eksternal dan spora antara lain adalah (Dewi, 2007)

(21)

sangat tergantung pada metabolisme tanaman, bahan makanan dan intensitas radiasi matahari (Mosse, 1981; Brundrett, 2003). Pembentukan struktur tersebut dipengaruhi jenis tanaman, umur tanaman, dan morfologi akar tanaman yang dibentuk oleh hifa ekstraseluler dan intraseluler ke dalam dinding sel inang .

- Vesikel merupakan suatu struktur berbentuk lonjong atau bulat, mengandung cairan lemak, yang berfungsi sebagai organ penyimpanan makanan atau berkembang menjadi klamidospora, yang berfungsi sebagai organ reproduksi dan struktur tahan. Vesikel biasanya dibentuk lebih banyak di luar jaringan korteks pada daerah infeksi yang sudah tua, dan terbentuk setelah pembentukan arbuskul. Jika suplai metabolik dari tanaman inang berkurang, cadangan makanan itu akan digunakan oleh cendawan sehingga vesikua mengalami degenerasi. Pada ordo Glomales tidak semua genus memiliki vesikula

- Hifa Eksternal, merupakan struktur lain dari FMA yang berkembang di luar akar. Hifa ini berfungsi menyerap hara dan air di dalam tanah. Adanya hifa eksternal yang berasosiasi dengan tanaman akan berperan penting dalam perluasan bidang adsorpsi akar sehingga memungkinkan akar menyerap hara dan air dalam jangkauan yang lebih jauh (Mosse, 1981). - Spora, merupakan propagul yang bertahan hidup dibandingkan dengan

(22)

Penyebaran Fungi Mikoriza Arbuskula

Fungi mikoriza arbuskula dapat ditemukan hampir pada semua tanah dan seringkali secara nyata memperbaiki pertumbuhan tanaman pada tanah-tanah yang tidak subur (Smith dan Read, 1997).

Fungi mikoriza biasanya tersebar dengan berbagai cara. Penyebaran aktif miselia melalui tanah, setelah infeksi di akar hifa berkembang di daerah perakaran pada tanah dan terbentuk struktur fungi, diantaranya miselium eksternal akar yang merupakan organ yang sangat penting dalam menyerap unsur hara dan mentransfer ke tanaman ( Setiadi, 2001).

Ekosistem alami mikoriza di daerah tropika (tropical rain forest), dicirikan oleh keragaman spesies yang sangat tinggi, khususnya dari jenis ektomikoriza Hutan alami yang terdiri dari banyak spesies tanaman dan umur yang tidak seragam sangat mendukung perkembangan mikoriza. Konversi hutan untuk lahan pertanian akan mengurang keragaman jenis dan jumlah propagul cendawan, karena perubahan spesies tanaman, jumlah bahan organik yang dihasilkan, unsur hara dan struktur tanah (Munyanziza dkk., 1997).

Ekologi Fungi Mikoriza Arbuskula

(23)

memproses pertumbuhan tanaman yang akan diinokulasi. Faktor lingkungan berpengaruh terhadap pembentukan FMA dalam hal suplai dan keseimbangan hara, kelembapan, dan pH tanah (Richards, 1997).

Fungi mikoriza arbuskula yang membentuk asosiasi simbiotik dengan akar tanaman inangnya yang dapat hidup di dalam dan di luar jaringan akar (dalam tanah), fenomena ini dapat secara langsung berinteraksi dengan mikrobia tanah lainnya atau melalui fisiologi inang (akar dan pola eksudasi). Selain itu juga dipengaruhi oleh inang dan faktor edafik seperti pH tanah, kelembapan, komposisi nutrisi, bahn organik dan sifat fisik inang (Lestari,1998).

Bahan organik merupakan salah komponen penyusun tanah yang penting di samping air dan udara. Jumlah spora FMA tampaknya berhubungan dengan kandungan bahan organik didalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah yang mengandung bahan organik 1-2 % sedangkan pada tanah-tanah berbahan organik kurang dari 0,5 % kandungan spora sangat rendah

(Pujianto,2001).

(24)

Peranan Fungi Mikoriza Arbuskula

FMA dapat memperbaiki penyerapan hara dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Fungi mikoriza ini dapat menginfeksi akar tanaman kemudian memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman dapat meningkatkan kapasitas penyerapan unsur hara. Unsur hara yang diserap terutama adalah unsur hara P. Kemampuan FMA ini dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk organik. Selain perbaikan nutrisi, telah banyak dilaporkan bahwa FMA juga mampu meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan patogen tular tanah dan juga dapat membantu pertumbuhana tanaman pada tanah yang tercemar logam berat seperti lahan bekas tamabang (bioremidiator) (Linderman, 1996; Setiadi, 2001).

Peran FMA sebetulnya secara tidak langsung meningkatkan ketahanan terhadap kadar air yang ekstrim. Fungi mikoriza dapat mempengaruhi kadar air tanaman inang (Morte dkk., 2000). Ada beberapa dugaan tanaman bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan, antara lain :

1. Adanya mikoriza menyebabkan resistensi akar terhadap gerakan air menurun sehingga transpor air ke akar meningkat.

2. Peningkatan status P tanaman sehingga daya tahan tanaman terhadap kekeringan meningkat. Tanaman yang mengalami kahat P cenderung peka terhadap kekeringan.

(25)

4. Pengaruh tidak langsung karena adanya hifa eksternal yang menyebabkan FMA efektif dalam mengagregasi butir tanah sehingga kemampuan tanah menyimpan air meningkat.

Secara tidak langsung, cendawan mikoriza berperan dalam perbaikan struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk. Sedangkan secara langsung, fungi mikoriza dapat meningkatkan serapan air, hara dan melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur toksik. Sedikitnya ada 5 hal yang dapat membantu perkembangan tanaman dari adanya mikoriza ini antara lain Mikoriza dapat meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah, mikoriza dapat berperan sebagai penghalang biologi terhadap infeksi patogen akar, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang ekstrim, meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh lainnya seperti auxin, menjamin terselenggaranya proses biogeokemis (Nuhamara, 1994). Morfologi Fungi

(26)

dinamakan dengan hifa. Setiap hifa lebarnya 5 sampai 10 µ m, dibandingkan dengan sel bakteri yang biasanya berdiameter 1 µ m. Disepanjang hifa terdapat sitoplasma bersama. Ada tiga macam morfologi hifa, antara lain :

1. Aseptat atau senosit. Hifa ini tidak mempunyai dinding sekat atau septum 2. Septat dengan sel-sel uninukleat. Sekat membagi hifa menjadi ruang-ruang

atau sel-sel berisi sel nukleus tunggal. Pada setiap septum terdapat pori di tengah- tengah yang memungkinkan perpindahan nukleus dan sitoplasma dari suatu ruang ke ruang yang lain. Ruang suatu hifa yang bersekat tidak terbatasi oleh suatu membran sebagaimana halnya pada sel yang khas, setiap ruangan itu biasanya dinamakan sel

3. Septat dengan sel-sel multinukleat. Septum membagi hifa menjadi sel-sel dengan lebih dari satu nukleus dalam setiap ruang

Miselium dapat vegetatif (somatik) atau reproduktif. Beberapa hifa atau miselium somatik menembus ke dalam medium untuk mendapatkan zat makanan. Miselium reproduksi bertanggung jawab untuk pembentukkan spora dan biasanya tumbuh meluas ke udara dari medium. Miselium suatu kapang dapat merupakan jaringan yang terjalin lepas atau dapat merupakan struktur padat yang terorganisasi seperti pada jamur (Pelczar dan Chan, 2005).

Sistem Reproduksi Fungi

(27)

Spora aseksual yang berfungsi untuk menyebarkan spesies di bentuk dalam jumlah besar. Ada banyak macam spora aseksual yaitu:

1. Konidiospora atau konidium. Konidium yang bersel satu dan kecil disebut mikrokonidium. Konidium yang besar dan bersel banyak dinamakan makrokonidium. Konidium dibentuk di ujung atau disisi suatu hifa

2. Sporangiospora. Spora bersel satu yang dibentuk di dalam kantung di ujung hifa disebut sporangium.

3. Oudium atau arthospora. Spora yang terbentuk karena ujung-ujung hifa yang terlepas

4. Klamidospora. Spora bersel satu yang berdinding tebal yang sangat resisten terhadap keadaan yang buruk, terbentuk dari sel-sel hifa yang somatik

5. Blastospora. Tunas atau kuncup pada sel-sel khasmir

(28)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Desember 2010. Penelitian

dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah, Departemen Agroekoteknologi,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dan pengambilan sampel

tanah di Areal PT Raja Garuda Mas, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat .

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh tanah dan akar tanaman di bawah tegakan sengon. Untuk ekstraksi dan identifikasi spora mikoriza digunakan bahan berupa larutan glukosa 60%, larutan Melzers sebagai bahan pewarna spora dan larutan polyvinyl lacto glycerol (PVLG) sebagai bahan pengawet spora.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengambilan contoh tanah dan dan akar tanaman adalah kompas, tali plastik, cangkul, kantong plastik, dan spidol serta kertas label, sedangkan peralatan untuk pengamatan di laboratorium adalah saringan 425µ m, 212 µ m, 106 µ m, dan 53 µ m, tabung sentrifuse, cawan petri, pinset spora, mikroskop binokuler, mikroskop cahaya, kaca preparat, dan kaca penutup.

Eksplorasi dan Identifikasi Fungi Mikoriza arbuskula Pengambilan Contoh Tanah dan Akar

(29)

(Transect Method). Jalur dibuat sepanjang 120 m dengan lebar 5 m dari garis pantai menuju ke daratan. Jalur dibagi dalam 6 petak dengan ukuran panjang setiap petak 20 m dan lebar 5 m. Jumlah jalur yang dibuat sebanyak 6 jalur dengan jarak antar jalur sekitar 200 m.

Pada masing-masing petak dalam jalur diambil contoh tanah sebanyak 600–700 g dari zona rhizosfir, yaitu pada kedalaman 0–20 cm. Selain itu juga diambil 3 jenis anakan yang dominan pada setiap petak ukur untuk mempelajari kolonisasi FMA pada setiap petak ukur.

Ekstraksi dan Identifikasi Spora Fungi Mikoriza Arbuskula

Teknik yang digunakan dalam mengekstraksi spora FMA adalah teknik tuang – saring dari Pacioni (1992) dan akan dilanjutkan dengan teknik sentrifugasi dari Brundrett dkk. (1996). Prosedur kerja teknik tuang – saring ini dimulai dengan mencampurkan tanah sampel sebanyak 50 g dengan 200–300 ml air dan diaduk sampai butiran-butiran tanah hancur. Selanjutnya disaring dalam satu set saringan dengan ukuran 425 µ m, 212 µm 106 µ m dan 53 µ m secara berurutan dari atas ke bawah. Dari saringan bagian atas disemprot dengan air kran untuk memudahkan bahan saringan lolos. Kemudian saringan paling atas dilepas dan saringan kedua kembali disemprot dengan air kran. Setelah saringan kedua dilepas sejumlah tanah sisa yang tertinggal pada saringan terbawah dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse.

(30)

disentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 3 menit. Selanjutnya larutan supernatan tersebut dituang ke dalam saringan 53 µ m, dicuci dengan air mengalir (air kran) untuk menghilangkan glukosa. Endapan yang tersisa dalam saringan di atas dituangkan ke dalam cawan petri dan kemudian diamati di bawah mikroskop binokuler untuk penghitungan kepadatan spora dan pembuatan praparat guna identifikasi spora FMA yang ada.

Pembuatan preparat spora menggunakan bahan pewarna Melzer’s dan pengawet PVLG yang diletakkan secara terpisah pada satu kaca preparat. Spora-spora FMA yang diperoleh dari ekstraksi setelah dihitung jumlah diletakkan dalam larutan Melzer’s dan PVLG dan jenis spora FMA yang ada dikedua larutan ini sama Selanjutnya spora-spora tersebut dipecahkan secara hati-hati dengan cara menekan kaca penutup preparat menggunakan ujung lidi. Perubahan warna spora dalam larutan Melzer’s adalah salah satu indikator untuk menentukan tipe spora yang ada.

Kolonisasi FMA pada Akar Tanaman Sampel

Pengamatan kolonisasi FMA pada akar tanaman contoh dilakukan melalui teknik pewarnaan akar (staining). Metode yang digunakan untuk pembersihan dan pewarnaan akar sampel adalah metode dari Kormanik dan McGraw (1982). Langkah pertama adalah memilih akar-akar halus dengan diameter ± 0,5 mm segar dan dicuci dengan air mengalir hingga bersih.

(31)

Selanjutnya akar contoh direndam dalam larutan HCl 2% dan diinapkan selama satu malam. Larutan HCl 2% kemudian dibuang dengan mengalirkannya secara perlahan-lahan. Selanjutnya akar sampel direndam dalam larutan Trypan blue 0,05%. Kemudian larutan Trypan blue dibuang dan diganti dengan larutan lacto glycerol untuk proses destaining (pengurangan warna). Selanjutnya kegiatan pengamatan siap dilakukan.

Penghitungan persentase kolonisasi akar menggunakan metode panjang akar terkolonisasi (Giovannetti dan Mosse, 1980). Secara acak diambil potong-potongan akar yang telah diwarnai dengan panjang ± 1 cm sebanyak 10 potong-potongan akar dan disusun pada kaca preparat, untuk setiap tanaman sampel dibuat dua preparat akar. Potongan-potongan akar pada kaca preparat diamati untuk setiap bidang pandang. Bidang pandang yang menunjukkan tanda-tanda kolonisasi (terdapat hifa dan atau arbuskula dan atau vesikula) diberi tanda positif (+), sedangkan yang tidak terdapat tanda-tanda kolonisasi diberi tanda negatif (-). Derajat/persentase kolonisasi akar dihitung dengan menggunakan rumus:

% kolonisasi akar =

Pemerangkapan (Trapping Culture)

Teknik pemerangkapan digunakan dengan mengikuti metode Brundreet et al.,(1994). Setiap contoh tanah dibuat 5 pot kultur dan terdapat 6 sampel tanah

(32)

Pemeliharaan kultur meliputi kegiatan penyiraman, pemberian hara dan pengendalian hama secara manual. Larutan hara yang digunakan adalah Hyponex merah (25-5-20) dengan konsentrasi 1 g/l. Pemberian larutan hara dilakuan setiap minggu sebanyak 20 ml tiap pot kultur.

Setelah kultur berumur 8 minggu kegiatan penyiraman dihentikan dengan tujuan menkondisikan kultur pada keadaan stress kekeringan. Proses pengeringan ini berlangsung secara perlahan sehingga dapat merangsang pembentukan spora lebih banyak. Periode pengeringan ini akan berlangsung selama lebih kurang 2 minggu. Setelah itu dapat dilakukan pemanenan spora dengan menggunakan teknik isolasi spora yang telah dijelaskan pada Bagian A (Ekstraksi dan Identifikasi Spora Fungi Mikoriza Arbuskula)

Pengamatan

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Fisik dan KimiaTanah

Berdasarkan data analisis kimia tanah diketahui bahwa kisaran pH tanah yang terdapat pada areal penelitian tergolong masam. Pada umumnya, tanah yang sudah berkembang lanjut di daerah iklim humid (daerah lembab dengan curah hujan tinggi) mempunyai pH yang rendah. Hal ini disebabkan karena penguapan yang semakin tinggi menyebabkan tertimbunnya unsur-unsur di permukaaan tanah. Tingkat kemasaman tanah (pH) ini selain berperan penting dalam ketersediaaan unsur hara juga mempengaruhi perkecambahan spora. Menurut pernyataan Widyastuti dkk. (2005) ketersediaan P erat kaitannya dengan tingkat kemasaman tanah. Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa tanah yang terdapat di lokasi penelitian tergolong tanah yang masam sedangkan ketersediaan P di dalam tanah tergolong sangat rendah, hal ini dapat memungkinkan terjadinya hubungan timbal balik antara kemasaman tanah dan ketersediaan P di dalam tanah. Rendahnya kandungan P di dalam tanah menyebabkan tumbuhan mampu membentuk simbiosis dengan FMA. Selain itu ketersediaan N total di dalam tanah juga tergolong sangat rendah, sedangkan N sangat berperan penting dalam pertumbuhan tanaman, dan nisbah C/N mempengaruhi ketersediaan unsur hara di dalam tanah sehingga menjadi parameter tanah subur atau tidak. Dan tanah pada areal penelitian ini tergolong tidak subur berdasarkan kriteria dari analisis sifat kimia tanahn yang sudah dilakukan.

(34)

perangsangan pertumbuhan fungi mikoriza, pengaruh nitrogen terhadap fungi mikoriza juga dipengaruhi kuat oleh ketersediaaan fosfor rendah atau tinggi di dalam tanah. Ketersediaan fosfor tanah sangat dibutuhkan karena kandungan fosfor tinggi maka fungi mikoriza terdapat sedikit di sekitar rhizosfir, dan sebaliknya fungi mikoriza dapat berkembang dengan baik pada tanah yang mempunyai fosfor lebih rendah, hal ini sesuai dengan pernyataan Harley dan Smith (1983) dalam Adawiyah (2009).

Tabel 1. Hasil analisis sifat kimia tanah sample dibawah tegakan sengon ( Paraserianthes falcataria)

Parameter Satuan Kisaran Nilai Keterangan

pH - 5,56 Masam

Keterangan : Penilaian sifat-sifat tanah didasarkan pada Kriteria Penilaian Sifat-sifat Tanah ( Pusat Penelitian Tanah-Bogor,1983)

Kepadatan Spora Pada Tanah Sampel

Hasil pengamatan menunjukan bahwa rata-rata kepadatan spora per 50 gram tanah adalah 33,8/50gram tanah . Kepadatan jumlah spora di ulang sebanyak enam kali. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh keakuratan hasil dari kepadatan spora.

Tabel 2. Kepadatan spora pada tiap sample per 50 gram sampel tanah

Tanah sampel Jumlah spora

(35)

Dari data di atas dapat diketahui bahwa kepadatan spora per 50 gram tanah sangat berbeda-beda pada tiap ulangan sampel tanah. Menurut pernyataan Shiguenza dkk. (1996) dalam Adawiyah (2009) bahwa adanya perbedaan yang terjadi di tiap sampel tanah disebabkan oleh fungi yang belum banyak bersporulasi dan ada kecendrungan dipengaruhi oleh musim (curah hujan). Hal inisesuai dengan pernyataan Delvian (2006) disebabkan karena kelembaban tanah yang tinggi pada kondisi basah akan merangsang perkecambahan spora dan terbentuknya kolonisasi dengan tanaman inang. Sebaliknya pada kondisi kering atau sedikit hujan pembentukan spora baru akan meningkat dan persentase kolonisasi akan menurun. Kondisi kering akan merangsang pembentukan spora yang banyak sebagai respon alami dari FMA serta upaya untuk mempertahankan keberadaannya di alam.

Hasil pengamatan di lapangan berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa hal-hal yang berkaitan dengan kepadatan spora adalah perbedaaan lokasi dan rhizosfer yang menyebabkan perbedaan keanekaragaman populasi dari fungi mikoriza, hal ini sesuai dengan pernyataaan yang dinyatakan oleh Baon (1998) dalam Adawiyah (2009) dan spora mikoriza dalam penyebarannya menyesuaikan diri di lingkungan dan menunjukkan toleransi yang tinggi dan adaptasi yang berbeda.

(36)

spora terhadap Melzers). Pada identifikasi jenis spora ini hanya dapat diidentifikasi sebanyak 137 jenis spora karena banyak spora yang rusak sehingga sulit untuk mengidentifikasinya. Kepadatan spora FMA hasil observasi di lapangan dalam 50 gr tanah yang dijadikan sebagai sampel, menunjukan hasil yang berbeda pada setiap sample tanah. Sebaran Glomus juga merata pada setiap sample tanah. Genus Glomus memiliki kepadatan paling tinggi, hal ini menunjukan bahwa Glomus bersifat adaptif dan menunjukan toleransi yang tinggi pada tanah di bawah tegakan sengon. Pada pengidentifikasian ini ditemukan ada 128 jenis genus Glomus, 3 jenis genus Gigaspora dan 6 jenis genus Acaulospora (Tabel 3), namun pada pengidentifikasian ini tidak terdapat dokumentasi spora dikarenakan pada saat penyimpanan preparat spora yang sudah diidentifikasi hilang. Spora yang diidentifikasi hanya 137 jenis, banyak spora yang rusak, sehingga tidak maksimal dalam melakukan identifikasi. Dibawah ini terdapat beberapa spora mikoriza yang sudah diidentifikasi berdasarkan kesamaan karakteristik morfologi ( bentuk ketebalan dinding sel, ada tidak nya substanding hifa serta kehalusan permukaan dan reaksi spora terhadap Melzers).

Tabel 3. Identifikasi berbagai macam jenis Genus Spora Mikoriza Arbuskula

No Jenis Reaksi

Berbentuk bulat,warna merah bata agak kekuningan dan dinding spora sangat halus penampakannya

2 Glomus sp 2 Tidak ada perubahan warna

Spora berbentuk bulat,berwarna merah tua agak kecoklatan, permukaannya sangat halus

3 Glomus sp 3 Perubahan warna dari kuning menjadi merah

Spora bulat, berdinding tebal dan berwarna kemerah-merahan

4 Glomus sp 4 Reaksi warna

(37)

menjadi

Spora bulat,permukaannya halus dan warna agak kecoklatan

Spora berbentuk bulat, berwarna kuning kecoklatan dan dinding selnya mudah rusak

7 Acaulospora

Spora berbentuk bulat, berwarna coklat kemerahan dan permukaan sangat halus

8 Glomus

sp 6

Tidak ada reaksi

Spora berbentuk lonjong, berwarna coklat

9 Glomus

Spora berbentuk bulat, terdapat benjolan kecil dibawahnya dan berwarna agak kecoklatan

10 Glomus

Memiliki tangkai spora, dan permukaan spora agak halus berwarna coklat kemerahan, dinding spora agak tebal

11 Glomus

sp 9

Tidak ada reaksi

Spora berbentuk bulat, berwarna merah gelap, permukaan spora agak halus dan dinding spora tebal dan tidak ada corak

12 Acaulospora

Spora berbentuk bulat, permukaan spora terdapat bintil-bintil seperti rongga pada kulit jeruk, berwarna merah tua kecoklatan dan dinding spora agak tebal

13 Acaulospora

Spora berbentuk bulat, coklat kemerahan, permukaan spora mudah pecah

(38)

1 dengan

kecoklatan, mempunyai bulbus suspensor berbentuk bulat kecil dibawah spora

15 Acaulospora

Spora berbentuk bulat, berwarna kuning kemerahan dan permukaan sporanya sangat halus sekali

16 Glomus

sp 10

Tidak ada reaksi

Spora berbentuk bulat, berwarna merah gelap, permukaan spora agak halus dan dinding spora tebal dan tidak ada corak

17 Acaulospora

Spora berbentuk bulat, berwarna agak coklat kemerahan

Spora berbentuk bulat, berwarna coklat kehitaman

Spora berbentuk bulat,permukaan spora tidak begitu halus, dinding spora agak tebal dan tidak memiliki tangkai spora

Spora berbentuk bulat, berwarna agak kecoklatan, dan permukaan kulit halus kemudian tersusun berlapis-lapis

21 Glomus

sp 14

Tidak ada reaksi

Bentuk spora seperti elllips, memiliki tangkai spora, berwarna agak kecoklatan dan permukaan spora agak halus

22 Gigaspora sp

Spora berbentuk bulat, terdapat bulbus suspensor di bagian terbawah sporanya

23 Gigaspora sp

3

Tidak ada reaksi

(39)

24 Glomus

Spora berbentuk bulat, memiliki tangkai spora, berwarna coklat gelap. Dinding spora tebal dan permukaannya agak halus

Spora bulat, berdinding tebal dan berwarna kemerah-merahan

Spora berbentuk bulat,warna kecoklatan dan permukaaan spora sangat halus

27 Glomus

Spora berbentuk bulat, berwarna coklat kemerahan, dan permukaan spora mudah sekali pecah

Spora berbentuk bulat, berwarna coklat kemerahan dan dinding spora agak tebal

29 Glomus

Spora berbentuk bulat, berwarna coklat kemerahan dan permukaan spora mudah sekali rusak bila di sentuh

30 Glomus

Spora berbentuk bulat, berwarna coklat kemerahan, dan permukaan spora mudah sekali pecah

31 Glomus

sp 22

Tidak ada reaksi

Spora bulat dan berwarna kuning keemasan

(40)

lebih umum ditemukan di tanah tropis dan genus Acaulospora lebih beradaptasi pada kondisi tanah masam dengan pH<5.

Kepadatan Spora Hasil Trapping

Hasil pengamatan kepadatan spora pada tanah hasil trapping (Tabel 3) ini terdapat perbedaan kepadatan spora yang sangat drastis dimana dapat dilihat pada perbandingan tabel kepadatan spora selang waktu selama dua bulan. Terjadi penurunan kepadatan spora. Pada penyaringan pertama yaitu pada bulan Oktober setalah pemanenan rata-rata kepadatan spora adalah 81,7 spora per 50 gram sampel tanah sedangkan setelah dilakukannya penyaringan kedua yaitu pada bulan Desember, penyaringan berselang selama 2 bulan, jumlah rata-rata kepadatan spora menurun sangat drastis yaitu jumlah spora 30,2 spora per 50 gram sampel tanah. Selain itu faktor yang sangat mendukung terjadinya penurunan dari kepadatan spora adalah inokulum tanah yang digunakan, karena pada tanah mungkin saja banyak terdapat bakteri- bakteri lain yang dapat memakan spora di dalam tanah tersebut, karena spora mikoriza mengandung lipid sehingga sangat disukai oleh bakteri atau pathogen tanah. Faktor lain juga yang mendukung adalah adanya makrofauna seperti semut yang berada di inokulum tanah tersebut.

Tabel 4. Kepadatan spora pada sample tanah trapping penyaringan pertama ( I)

Tanah sampel Jumlah spora

1 71

2 80

3 69

4 96

5 76

6 98

Jumlah 490

(41)

Tabel 5. Kepadatan spora pada sampel tanah trapping penyaringan kedua (II)

Tanah sampel Jumlah spora

1 9

2 20

3 32

4 54

5 44

6 22

Jumlah 181

Rata-rata 30,2

Menurut pernyataan pernyataan Astiko (2008) bahwa penurunan kepadatan spora bisa disebabkan oleh penyimpanan yang kurang baik dan juga bisa mengalami penurunan viabilitas seperti menurunnya daya infeksi dan jumlah propagul setelah diaplikasikan ke tanaman. Selain itu penurunan kepadatan spora juga bisa disebabkan oleh pengaruh suhu dimana bila inokulum disimpan dalam suhu kamar maka aktivitas fisiologi dari jamur masih terus aktif. Dilihat dari Tabel 4, bahwa kepadatan spora sangat tinggi dilihat dari jumlah spora tiap sampel nya, sangat berbeda dengan kepadatan spora pada penyaringan ke dua, dimana kepadatan spora sangat drastis menurun, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Astiko (2008) bahwa karena tidak adanya tanaman inang makin lama spora- spora yang berada di inokulum tanah akan mati. Hal ini tentu saja akan menyebabkan besarnya potensi inokulum dan derajat infeksi bila di aplikasikan ke tanaman, hal lain juga bisa disebabkan oleh terjadinya dekomposisi tanah yang disebabkan oleh bakteri tanah yang berada pada media inokulum.

(42)

sedangkan pada penyaringan tanah hasil trapping selama 2 bulan menurun dengan rata-rata kepadatan spora adalah 30,2/50 gram sampel tanah.

Bila dibandingkan dengan penyaringan spora pada sampel hasil trapping ke- 1, penurunan sangat drastis terjadi, seperti yang sudah dijelaskan pada pembahasan diatas, bahwa spora mikoriza dapat mengalami penurunan karena disebabkan oleh hal- hal diantaranya suhu dari tempat menyimpanan inokulum, lama penyimpanan mikoriza yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas mikoriza, bila tidak ada inang untuk melakukan sporulasi maka kemungkinan spora akan mati.

Persentase Kolonisasi Akar

Hasil pengamatan pada akar tanaman sampel anakan sengon ditemukan

(43)

Gambar 2. Vesikula pada akar yang terinfeksi mikoriza

Sedangkan untuk melihat penampang akar yang diinfeksi mikoriza dan yang tidak terinfeksi mikoriza dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini.

Gambar 3. Penampang akar yang tidak terinfeksi mikoriza

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa perbandingan akar yang terinfeksi mikoriza dengan akar yang tidak terinfeksi mikoriza sangat jelas, dimana akar yang terinfeksi mikoriza memiliki dinding lebih tebal karena diselimuti oleh hifa, hifa ini berfungsi sabagai mantel yang melindungi akar tanaman.

(44)

Tabel 6. Persentase kolonisasi akar pada anakan sampel

Preparat Rata-rata Kriteria Persentase Kolonisasi

1 13,46 % Rendah

2 22,72 % Rendah

3 11,2 % Rendah

4 22,06 % Rendah

5 16,95 % Rendah

6 27,53 % Sedang

Rata-rata 18,96% Rendah

Keterangan : Kriteria persentase kolonisasi akar mengacu pada pernyataan Setiadi dkk. (1992) dalam Zebua ( 2008)

(45)

sudah lama dan kering, hal ini juga yang menyebabkan infeksi akar yang mendominasi pada tiap sampel akarnya hampir semuanya hanya sedikit.

(46)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) di bawah tegakan diantaranya terdapat 3 jenis genus yaitu Glomus, Acaulospora dan Gigaspora

2. Dari perhitungan persentase rata-rata kolonisasi akar adalah 18,96 % dan termasuk dalam kriteria infeksi rendah

3. Kepadatan spora rata-rata pada tanah sampel adalah 33,8/50 gram sampel tanah dan pada hasil trapping adalah 81,7/50 gram sampel tanah

Saran

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah. 2009. Status Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Berdasarkan Tinggi Gradien Salinitas di Hutan Pantai Pulau Pandang Kabupaten Batu Bara Sumatera Utara. Thesis. Universitas Sumatera Utara. Medan

AN,G., Miyakawa,S., Kawahara, A.,Osaki, M dan Ezawa, T. 2008. Community Structure of Arbuscular Mychorrhiza Fungi Association with Primer Grass Species Michanthus sinensis in Acid Sulfate Soils, Habitat Segregation along pH Gradien. Soil science and Plant Nutritions. Hokkaido University. Japan

Astiko,W.2008. Kesesuaian Jenis Kemasan, Suhu, Lama Penyimpanan Inokulum Komersial Jamur Mikoriza Tanah Vertisol Lombok. Program Studi Hama dan Penyakit Tanaman. Fakultas Pertanian. Universitas Mataram

Auge, R.M. 2001. Water Relation, drough and VA micchorhiza symbiosis. International Agriculture Journal. Vol: 3-42.

Baon, J. B.1998. Peranan Mikoriza VA Pada Kopi dan Kakao. Makalah disampaikan dalam workshop Aplikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula pada Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan. Oktober 1998. Bogor.

Brundrett, M., N. Bougher, B. Dell, T. Grove, dan N. Malajczuk. 1996. Working with Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. ACIAR Monograph 32. Cooper,K. M dan Losel D. M.1978. Lipid physiology of Versicular and

Arbuscular Mycorrhiza. Department of Botany. University Sheffield

Coyne, Mark, S. 1960. Soil Microbiology : an exploratory approach. Delmar Pubhlishers. An international Thompson Pubhlisher Company.

Delvian. 2003. Keanekaragaman dan potensi pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula ( CMA) di Hutan Pantai. Disertasi. Program pasca sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Delvian. 2006. Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula. USU Reportsitory

Dewi, R.I. 2007. Makalah Peran, Prospek dan Kendala dalam Pemanfaatan Endomikoriza. Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran. Bandung.

(48)

Fernandez, Dell’amico, M.J, Angoa, M.P dan Providencia, I.E. 2011. Use of a Liquid Inoculum of Arbuscular Mychorrhiza Fungi Glomus hoi in Rice Plant Cultivated in Saline Gleysol : A New Alternatif to Inoculate. Journal of Plant Breeding and Crop Science.Volume 3.Http//www. academicjournals.org.ISSN 2006

Garret, S.D. 1963. Soil, fungi and Soil Fertility. Pergamon Press.Oxford.

Hanafiah, K.A. Anas, I. Napoleon, A, dan Ghoffar, N. 2005. Biologi Tanah (Ekologi dan Mikrobiologi Tanah). Penerbit PT Raja Grafindo Persada.Jakarta

Harley, J. L. dan M. S. Smith. 1983. Mycorrhizal Symbiosis. Academic Press, Inc. New York. 483p.

Kabirun, S. dan J. Widada, 1995. Response of soybean grown on acid soil to inoculation of vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi. Biotrop Spec. Publ. No56 : 131-137. Biology and Biotechnology of Mycorrhizae.

Kristin E.H dan Chaterine A.G. 2005. Evidence for Mutualist Limitation the Impact of conspecific Density on the Michorrhizal Inoculum Potential of Woodland Soils. Ecologia Journals 145. 123-131

Lestari, Y. 1998. Interaksi CMA dengan Mikroba Tanah Selektif. Makalah disampaikan dalam Workshop Aplikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula pada Tanaman Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan. 5-10 Oktober 1998, Bogor. Marx DH. 1982. Micorrhiza in interaction with other microorganism. In method

and Principles of micorrhiza research. The Am. Phyt. Soc Minessota.

Moose,B.1981. Observation on extra matricalmycellium of a vesicular- arbuskular endophyte. Transactions of The British Mycological Society.439-448.

Moreria, D dan Tsai, SM. 2007. Biodiversity and Distribision of Arbuscular Michorrizhae Fungi in AraucariaAngustifolia Forest. Journal Agriculture 64 : 393-399.

Morte, A, C.Lovisolo dan A. Schubert. 2000. Effect of drought stress on growth and water relations of the mycorrhizal association. Helianthemum almeriense - Tervesia claveryi. Mycorrhiza J. 10/3 : 115-119.

Munyanziza, E., H.K. Kehri, dan D.J. Bagyaraj.1997. Agricultural intensification, soil biodeversity and agro-ecosystem function in the tropics : the role of mycorrhiza in crops and trees. Applied Soil Ecology 6 : 77-85.

(49)

Pasaribu, J.H. 2009. Aplikasi Kompos Kulit Kayu Eucalyptus dan Mikoriza Arbuskula Terhadap Pertumbuhan Stek Pucuk Eukaliptus ( Eucalypthus sp).Skripsi. Departemen Kehutanan. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Pelczar dan Chan. 2005. Dasar- Dasar Mikrobiologi. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Powell, C.L. and Bagyaraj, J. 1984. VA Mycorrhiza. CRC Press. Inc. Boca Raton, Florida.

Pujianto. 2001. Pemanfaatan Jasad Mikro, Jamur Mikoriza dan Bakteri dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan di Indonesia: Tinjauan dari Persepektif Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Read, D.J, Francis, R dan Finlay, R.D. 1984. The Structure and of The Vegetative mycelium of myccorhizal roots. In the Ecology anf Phisiology of the fungal mycellium. Cambridge University Press, Cambridge.

Rhicards, B. N. 1987. The Microboilogy of Teresterial Ecosystem. Jhon Willey and Sons. New York.

Rosmarkam, A dan Yuwono, N.W. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta.

Sari ,R.M. 2008. Keberadaan Mikoriza Pada Areal Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif. Skripsi. Departemen Silvikultur. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sarwono, H. 1987. Ilmu Tanah ( Cetakan Pertama). Penerbit PT Mediatama. Surabaya

Setiadi. 2001. Peranan Mikoriza Arbuskular dalam Rehabilitasi Lahan Kritis di Indonesia. Disampaikan Dalam Seminar Penggunaan Cendawan Mikoriza dalam Sistem Pertanian Organik dan Rehabilitasi Lahan Kritis. Bandung .23 April 2001.

Smith, S. E. dan Read, D. J. . 1997. Mycorrhizal Symbiosis. London. Academic Press.

Suhardi, 1989. Mikoriza Vesikular Arbuskular. UGM Press, Yogyakarta.

Syah, A., Jumjunidang, M.J, dan Herizal.Y. 2003. Penyimpanan Kapsul Cendawan Mikoriza Arbuskula Untuk Mempertahankan Daya Multiplikasi dan Inefektivitas. Balai Penelitian Tanaman Buah dan Tropika. Solok. Sumatera Barat

(50)

Inokulum untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Serapan Hara Bibit Kelapa Sawit. Jurnal Menara Perkebunan. Halaman 26-34

(51)

Lampiran 1. Bibit Pueraria javanica

Gambar 1. Bibit Puirera javanica di Rumah kaca

(52)

Lampiran 2. Kriteria Persentase Kolonisasi Akar Menurut Setiadi dkk. ( 1992) dalam Zebua ( 2008)

No Persentase kolonisasi akar ( %) Keterangan

1 0 – 25 Rendah

2 26 - 50 Sedang

3 51 -71 Tinggi

(53)
(54)

Lampiran 5.Hasil Perhitungan Persentase Infeksi Akar

Preparat Sampel 1

Sampel 2

Sampel 3

Sampel 4

Sampel 5

Sampel 6

P 1 0 % 20 % 0 % 16,7 % 35,71 % 37,5 %

P 2 0 % 26,78 % 0 % 50 % 28,57 % 44,15 %

P 3 28,57 % 14,28 % 16,7 % 16,7 % 20 % 37,5 %

P 4 0 % 32,5 % 0 % 33,03 % 0 % 0 %

P 5 12,5 % 56,36 % 16,7 % 28,57 % 40 % 25 %

P 6 22,9 % 0 % 33,33 % 0 % 0 % 52,78 %

P 7 16,7 % 23,80 % 0 % 0 % 0 % 33,93 %

P 8 16,7 % 25 % 16,7 % 0 % 28,57 % 0 %

P 9 22,9 % 28,5 % 0 % 42,27 % 55,55 % 0 % P 10 14,28 % 0 % 28,57 % 33,33 % 16,7 % 44,44 % Rata- rata 13,46 % 22,72 % 11,2 % 22,06 % 16,95 % 27,53 %

Kriteria Persentase Kolonisasi

Akar

Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang

Gambar

Tabel 1. Hasil analisis sifat kimia tanah sample dibawah tegakan sengon  ( Paraserianthes falcataria)
Tabel 3. Identifikasi berbagai macam jenis Genus Spora Mikoriza Arbuskula
Tabel 4. Kepadatan spora pada sample tanah trapping penyaringan pertama ( I)
Tabel 5. Kepadatan spora pada sampel tanah trapping penyaringan kedua (II)
+4

Referensi

Dokumen terkait

[r]

http://www.komunikasipraktis.com/2015/10/strategi-komunikasi-pengertian-dan.html diakses pada tanggal 3 November 2016, pukul 13.00

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, teknis dan kewajaran harga serta formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran paket pekerjaan tersebut diatas,

Berdasarkan identifikasi yang telah dikemukakan di atas, agar penelitian terarah dan tidak menyimpang dari topik yang dibahas, maka penulis memberi batasan permasalahan pada :

Pada perlakuan kering (63.2% RPTA), hanya formula F4 yang mampu meningkatkan parameter pertumbuhan tersebut secara signifikan, sementara formula mutan (F1, F2 dan F3)

pelaksanakan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang bantuan dan jaminan sosial, pemberdayaan kesejahteraan sosial, rehabilitasi dan pelayanan kesejahteraan

Sekolah sebagai agen sosialisasi memiliki ekstrakurikuler, di mana kemampuan untuk dapat berinteraksi dalam kehidupan sosial secara besar merupakan bagian dari

Untuk pinjaman yang diberikan dan piutang yang dicatat pada biaya perolehan diamortisasi, Perusahaan terlebih dahulu menentukan apakah terdapat bukti obyektif