TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN
PADA SAAT BENCANA ALAM DITINJAU
DARI SUDUT KRIMINOLOGI
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
DAVID PANGARIBUAN
NIM : 070200414
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN
PADA SAAT BENCANA ALAM DITINJAU
DARI SUDUT KRIMINOLOGI
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
DAVID PANGARIBUAN
NIM : 070200414
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
KETUA DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
DR. M. Hamdan, SH, MH NIP: 195703261986011001
Dosen Pembimbing I
Muhammad Nuh, SH, M.Hum
Dosen Pembimbing II
Liza Erwina, SH, M.Hum
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
OUTLINE
TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN
PADA SAAT BENCANA ALAM DITINJAU
DARI SUDUT KRIMINOLOGI
NAMA : DAVID PANGARIBUAN
NIM : 070200414
DEPARTEMEN : HUKUM PIDANA
Pembimbing I :
Pembimbing II` :
Disetujui oleh :
Sekretaris Departemen Hukum Pidana
DAFTAR ISI
BAB II : FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA PENCURIAN PADA SAAT TERJADI BENCANA ALAM A. Faktor Intelegensi ... 18
B. Faktor Usia ... 20
C. Faktor Jenis Kelamin ... 24
D. Faktor Kebutuhan Ekonomi yang Mendesak ... 25
E. Faktor Pendidikan... 26
F. Faktor Pergaulan ... 27
BAB III : LANGKAH-LANGKAH YANG HARUS DILAKUKAN
GUNA MELINDUNGI HARTA BENDA KORBAN
BENCANA ALAM
A. Cara Preventif... 30
B. Cara Kuratif... 31
C. Pembinaan Bagi Masyarakat ... 31
BAB IV : TINDAKAN HUKUM YANG DILAKUKAN TERHADAP
PARA PELAKU
A. Unsur Tindak Pidana Menurut Beberapa Teoritis... 41
B. Unsur-unsur Rumusan Tindak Pidana Dalam Undang-undang 44
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ... 47
B. Saran ... 48
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini di Negara kita pada tahun-tahun terakhir ini begitu banyak
sekali musibah dan cobaan yang datang silih berganti yang mana merupakan
suatu bencana yang tidak kunjung usai, mulai dari krisis ekonomi yang surut,
masalah politik dan keamanan yang berkepanjangan serta menyusul lagi bencana
alam yang datang tiada henti.
Di samping itu juga terjadi lagi bencana alam di negara kita, yang tidak
kunjung selesai, seperti baru-baru ini yang masih hangat-hangatnya terjadi,
bencana alam meletusnya gunung merapi di Jawa Tengah dan Yogyakarta disertai
dengan gempa bumi dan Tsunami di pantai Selatan Pulau Jawa menelan ribuan
korban jiwa, dan juga terjadi banjir bandang di Sulawesi.
Tidak beberapa lama kemudian terjadi lagi bencana alam dan Tsunami
di daerah Pengandaran tepatnya di Jawa Barat, juga menimbulkan korban jiwa
dan harta benda yang begitu banyak. Maka sampai kapan lagi bencana ini usai
dan berakhir.
Dilihat dari kehidupan masyarakat begitu pesat dan cepat sebagai hasil dan
proses pelaksanaan pembangunan dari segala kehidupan sosial, politik, ekonomi,
keamanan dan kebudayaan yang telah membawa dampak yang negatif berupa
peningkatan kualitas dan kuantitas berbagai macam kejahatan yang sangat
Kasus yang paling menarik adalah mengenai pencurian yang terjadi
pada saat bencana alam, dimana banyak sekali faktor-faktor yang menyebabkan
seseorang melakukan tindakan pencurian tersebut. Dimana hal tersebut bukan
hanya lahir dari dalam diri manusia itu sendiri atau dari disi si pelaku saja,
melainkan lahir dari pihak lain yang ada pada sekelilingnya.
Pada pasca terjadinya bencana alam di suatu daerah hal tersebut juga
bisa menjadi pemicu meningkatnya kejahatan seperti permasalahan pencurian
barang-barang milik orang lain yang mana hal tersebut dikarenakan habisnya
bahan makanan yang disediakan selama ini dan juga bantuan-bantuan dari
pemerintah seperti makanan, obat-obatan yang belum sampai ke tangan
masyarakat, kemungkinan tempat yang akan dipasok bala bantuan makanan
dan obat-obatan jauh dari posko bantuan yang disediakan oleh pemerintah dan
suka relawan.
Seperti ada beberapa contoh yang saya kutip dari berbagai media masa
mengenai tindkan pencurian harta benda pada saat terjadinya bencana alam yakni :
korban gempa bumi dan gelombang Tsunami yang kini berada di lokasi
pengungsian mengeluhkan aksi pencurian barang-barang yang dilakukan oleh
orang-orang yang tidak dikenal, sejumlah warga korban gempa bumi dan Tsunami
di lokasi pengungsian di Aceh Besar mengatakan barang yang ditinggalkan di
rumahnya kini habis dicuri orang “saat saya tinggalkan rumah pasca bencana alam
gempa bumi dan Tsunami, semua peralatan yang ada di dalam rumah masih utuh.
Namun setelah kembali, peralatan, perabotan dan berbagai barang elektronik
habis disikat pencuri, kata seorang warga yang bernama Saifullah warga kampung
Ia menjelaskan rumah kediaman itu hanya mengalami kerusakan yang
ringan diterjang Tsunami. Rumah saya tinggalkan tanpa penjaga dengan keadaan
semua pintu terkunci rapat, namun kini hanya tersisa beberapa lemari dan kursi,
sedangkan barang-barang berharga lainnya sudah habis ludes dicuri.
“Sementara itu, Mahdani yang merupakan seorang pedagang Pusat Pasar
Aceh, juga menyesalkan dari orang-orang yang mencuri barang-barang
dagangannya, ia menyatakan kerugian bukan hanya disebabkan bencana alam
gempa bumi dan Tsunami, tetapi akibat aksi pencurian yang dilakukan oleh
orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Menurut Kementerian Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat, 30 Mei 2006 memberitakan terjadinya pencurian
di beberapa tempat lokasi bencana alam di Yogyakarta dan sekitarnya.
Aksi pencurian yang memanfaatkan situasi pasca gempa bumi pada
rumah-rumah kosong warga, mulai di beberapa dusun di Kabupaten Bantul,
Daerah Istimewa Yogyakarta aksi pencurian ini terjadi pada tanggal 28 Mei 2006
(Ahad) malam Senin dimana mereka meninggalkan rumah mereka dan pergi ke
tenda-tenda pengungsian atau tenda darurat, Try Mulyo kepada ANTARA Selasa,
dia juga menceritakan pada malam kedua setelah gempa, terjadi lagi pencurian
di rumah-rumah warga yang sedang tidur di posko pengungsian. Pelaku pencurin
tersebut dipergoki oleh salah satu warga hingga warga pun beramai-ramai
mengejar si pelaku pencurian tersebut, tetapi si pelaku berhasil meloloskan diri
Contoh kasus yang lain pada peristiwa pencurian pada saat bencana alam
yakni, “tiga minggu setelah status gunung merapi dinyatakan siaga, 12 April 2006
yang lalu Gubernur Propinsi DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) mengintruksikan
warga Kabupaten Sleman yang tinggal di daerah atau Kawasan Rawan Bencana
(KRB) III, segera melakukan evakuasi. Kawasan itu meliputi delapan Dusun
di Kecamatan Turi, Pakem, Cangkringan, imbauan tersebut untuk bertujuan
menghindari jatuhnya korban jiwa, namun di sisi lain pada saat pengosongan
tempat tinggal warga, itu membuka peluang untuk terjadinya pencurian harta
benda yang ditinggalkan.
Dari beberapa contoh kasus yang terjadi, jadi jelas karena adanya bencana
alam yang terjadi serta dengan adanya keterlambatan untuk memberikan bantuan
makanan, obat-obatan dan juga karena adanya kesempatan atau peluang seseorang
untuk melakukan pencurian atau juga dikarenakan keterpaksaan atau memang
untuk mencari kesempatan pada saat situasi seperti ini untuk melakukan perbuatan
yang menguntungkan diri sendiri
Maka dengan uraian serta penjelasan di atas penulis ingin melakukan
penelitian dengan judul : TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG
DILAKUKAN PADA SAAT BENCANA ALAM DITINJAU DARI SUDUT
KRIMINOLOGI.
B. Perumusan Permasalahan
Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini
1. Faktor-faktor apakah yang menjadi penyebab timbulnya pencurian yang
dilakukan pada saat terjadinya bencana alam?
2. Langkah-langkah apakah yang harus dilakukan guna melindungi harta benda
korban bencana alam?
3. Bagaimanakah hukuman yang harus dilakukan terhadap para pelaku pencurian
yang dilakukan pada saat terjadinya bencana alam?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya tindakan pencurian
pada saat terjadinya bencana alam.
2. Untuk mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan guna melindungi
harta benda korban bencana alam.
3. Untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum bagi pelaku pencurian
pada saat terjadinya bencana alam tersebut.
Manfaat Penulisan
Secara praktis dapat memberikan pengertian dan informasi tentang
suatu tindakan pencurian yang dilakukan pada saat bencana alam, faktor-faktor
penyebabnya, bagaimana tindakan pencurian tersebut pada saat terjadinya
bencana alam, dan juga upaya-upaya penanggulangannya. Selain itu sebagai
sumbangsih bagi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
dalm masyarakat luas agar memahami dari apa yang dimaksud apabila terjadi
D. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini adalah asli, sebab ide, gagasan pemikiran dan usaha
penulis sendiri bukan merupakan hasil ciptaan atau hasil penggandaan dari karya
tulis orang lain yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu. Dengan ini penulis
dapat bertangung jawab atas keaslian penulisan skripsi ini, belum pernah ada
judul yang sama demikian juga dengan pembahasan yang diuraikan. Dalam hal
mendukung penulisan ini dipakai pendapat-pendapat para sarjana yang diambil
atau dikutip berdasarkan daftar referensi dari buku para sarjana yang ada
hubungannya dengan masalah dan pembahasan yang disajikan.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Kriminologi
Kriminalitas bukanlah suatu kejahatan yang baru saja terjadi, tetapi
merupakan faktor dari diri sendiri dan lingkungan sekitar. Dan bukanlah dari
semata-mata karena faktor biologis atau dari keturunannya, tingkah laku
kriminalitas itu bisa saja dilakukan oleh siapa pun, baik wanita maupun pria dan
dapat berlangsung pada usia anak-anak sampai dengan orang dewasa maupun
telah usia lanjut (sudah tua).
Tindak kejahatan bisa dilakukan secara sadar yaitu pikiran, direncanakan
ataupun diarahkan pada suatu maksud tertentu secara setengah sadar, misalnya
didorong oleh impus-impus yang hebat, atau di dorong pada paksaan-paksaan
yang sangat kuat (kompulasi-kompulasi) dan oleh obsesi misalnya karena terpaksa
untuk mempertahankan hidupnya, seseorang harus melawan dan terpaksa untuk
membalas menyerang sehingga terjadi peristiwa pembunuhan.1
1
Masyarakat yang modern sangatlah kompleks menimbulkan aspirasi-aspirasi
materil yang tinggi yang mana disertai dengan ambisi-ambisi yang tinggi sosial
yang tidak sehat. Gambaran ini merupakan pemenuhan kebutuhan materil yang
melimpah-limpah misalnya untuk memiliki harta kekayaan dan barang-barang
mewah tanpa memiliki kemampuan untuk mencapai dengan adanya cara tidak
wajar, dengan itu mendorong seseorang atau individu untuk melakukan tindakan
kriminal.
Menurut DR. Kartini Kartono mengemukakan beberapa defenisi-defenisi
mengenai kriminologi yang dinyatakan oleh sarjana-sarjana antara lain :
Mr. Raul Modigo (Kriminologi Indonesia) menyatkan bahwa kriminologi
adalah ilmu yang ditunjang oleh berbagai ilmu, yang membahas kejahatan sebagai
masalah manusia.
J. Costan mengatakan bahwa kriminologi adalah pengetahuan empiris
yang berdasarkan pengalaman, bertujuan menentukan faktor-faktor dari
penyebab terjadinya kejahatan dan penjahat, dengan memperhatikan faktor-faktor,
sosiologis, ekonomis, dan individual.
W. Saver mengatakan bahwa kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang
mengenai sifat jahat pribadi perorangan dan bangsa-bangsa berbudaya dan objek
penyelidikannya ialah kriminalitas dalam kehidupan perorangan, serta kriminalitas
dalam kehidupan bangsa dan negara.
S. Seeling mengatakan bahwa kriminologi adalah gejala-gejala yang
Mr. W.A. Bonger yaitu mengatakan bahwa kriminologi adalah ilmu
pengetahuan mengenai kejahatan yang seluas-luasnya.2 Melalui defenisi ini,
Bonger lalu membagi kriminologi itu menjadi kriminologi murni antara lain :3
1) Antropologi Kriminal adalah :
Ilmu pengetahuan tentang manusia jahat (somatis). Ilmu pengetahuan ini
memberikan atas pertanyaan tentang orang jahat dalam tubuhnya mempunyai
tanda-tanda seperti apa? Apakah ada hubungan antara suku bangsa dengan
kejahatan dan seterusnya.
2) Sosiologi Kriminal ialah :
Pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat. Pokok persoalan
yang dijawab oleh bidang ini adalah sampai dimana letak sebab-sebab
kejahatan dalam masyarakat.
3) Psikologi Kriminal
Ilmu pengetahuan tentang penjahat yang dilihat dari sudut jiwanya.
4) Psikopatologi dan Neuropatologi Kriminal ialah :
Ilmu tentang penjahat yang sakit jiwa atau urat syaraf
5) Penologi ialah :
Ilmu tentang tumbuh dan berkembangnya hukuman.
Disamping itu terdapat kriminologi terapan yang berupa :
1) Higiene Kriminal
Usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan. Misalnya usaha-usaha
yang dilakukan oleh pemerintah untuk menerapkan undang-undang, sistem jaminan
hidup dan kesejahteraan yang dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya
kejahatan.
2
Ibid, hlm. 122.
3
2) Politik Kriminal
Usaha penanggulangan kejahatan dimana suatu kejahatan telah terjadi. Di sini
dilihat sebab-sebab seorang melakukan kejahatan. Bila disebabkan oleh
faktor-faktor ekonomi maka usaha yang dilakukan adalah meningkatkan
keterampilan atau membuka lapangan kerja. Jadi semata-mata dengan
penjatuhan sanksi.
3) Kriminalistik
Yang merupakan ilmu tentang pelaksanaan penyidikan 8 teknik kejahatan dan
pengusutan kejahatan.
Wolfgang, Savitz dan Jhonston mengatakan bahwa kriminologi adalah
kumpulan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh
pengetahuan dan pengertian tentang gejala kejahatan dengan jalan mempelajari
dan menganalisa secara ilmiah keterangan-keterangan, keseragaman-keseragaman,
pola-pola dan faktor-faktor kausal yang berhubungan dengan kejahatan,
pelaku kejahatan serta reaksi masyarakat terhadap keduanya.4
1. Perbuatan yang disebut sebagai kejahatan;
Jadi objek studi
kriminologi meliputi :
2. Pelaku kejahatan;
3. Reaksi masyarakat yang dijatuhkan baik terhadap perbuatan maupun terhadap
pelakunya.
Ketiganya tidak dapat dipisah-pisahkan. Suatu perbuatan baru dapat
dikatakan sebagai kejahatan bila ia mendapat reaksi dari masyarakat.
4
Bonger menyatakan bahwa kejahatan merupakan perbuatan anti sosial
yang secara sadar mendapat reaksi dari negara berupa pemberian derita dan
kemudian sebagai reaksi terhadap rumusan-rumusan hukum mengenai kejahatan.
Alasan dirterimanya defenisi yuridis tentang kejahatan ini oleh Hasskel
dan Yablonsky adalah :
1) Statistik kejahatan berasal dari pelanggaran-pelanggaran hukum yang
diketahui oleh polisi, yang dipertegas dalam catatan-cacatan penahanan atau
peradilan serta data-data yang diperoleh dari orang-orang yang berada dari
dalam penjara atau parole. Perilaku yang tidak normatif serta perilaku
anti-sosial yang tidak melanggar hukum tidak mungkin menjadi bagian catatan
pribadi.
2) Tidak ada kesepakatan umum mengenai apa yang dimaksud dengan perilaku
anti-sosial.
3) Tidak ada kesepakatan umum mengenai norma-norma yang pelanggarannya
merupakan perilaku non normatif dengan suatu sifat kejahatan (kecuali hukum
pidana).
4) Hukum menyediakan perlindungan bagi stigmatisasi yang tidak adil.
Adalah suatu kesalahan apabila meninggalkan hal ini dalam rangka membuat
pengertian kejahatan menjadi lebih inklusif.
Ukuran dari menyimpang atau tidaknya suatu perbuatan bukan ditentukan
oleh nilai-nilai dan norma-norma yang dianggap sah oleh mereka yang duduk
pada posisi-posisi kekuasaan atau kewibawaan, melainkan oleh besar kecilnya
dikaji dalam konteks ketidakmerataan kekuasaan dan kemakmuran dalam
masyarakat. Perilaku menyimpang sebagai proses sosial dianggap terjadi sebagai
reaksi kehidupan kelas seseorang. Disini yang menjadi nilai-nilai utama adalah
keadilan dan hak-hak asasi manusia.
Rumusan kejahatan dalam kriminologi semakin diperluas. Sasaran perhatian
terutama diarahkan kepada kejahatan-kejahatan yang secara politis, ekonomis dan
sosial amat merugikan yang berakibat jatuhnya korban-korban bukan hanya
korban individual melainkan juga golongan-golongan dalam masyarakat.
Pengendalian sosial dalam arti luas dipahami sebagai usaha untuk memperbaiki
atau mengubah struktur politik, ekonomi dan sosial sebagai keseluruhan.
Jika dikaji secara keseluruhan, perkembangan kriminologi untuk menjadi
suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri, disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Kriminologi merupakan studi tentang tingkah laku mansuia tidaklah berbeda
dengan studi tentang tingkah laku lainnya yang bersifat nonkriminal.
b. Kriminologi merupakan ilmu yang bersifat inter dan multidisiplin, bukan ilmu
yang bersifat monodisiplin.
c. Kriminologi berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan
lainnya.
d. Perkembangan studi kejahatan telah membedakan antara kejahatan sebagai
suatu tingkah laku dan pelaku kejahatan sebagia subjek perlakuan sarana
peradilan pidana.
e. Kriminologi telah menempatkan dirinya sejajar dengan ilmu pengetahuan
2. Pengertian Pencurian
Berikut ini dikemukakan defenisi tentang pencurian yakni : “Menurut Darwan
pencurian adalah pengambilan atau perampasan harta benda seseorang (tidak termasuk
oleh orang di bawah pengawasan tertanggung), untuk dikuasai atau dimiliki secara
melawan hukum”.5
a. Jarah adalah (jarah), menjarah, merebut, dan merampas milik orang lain
diwaktu perang dan pada saat kekacauan.
Ada juga defenisi dari penjarahan serta beberapa defenisi yang termasuk
dalam arti lainnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yakni :
b. Menjarah adalah, merebut, merampas milik orang lain terutama dalam rangka
perang atau dalam keadaan kekacauan.
c. Jarah adalah, merampas, barang yang dijarah.
d. Penjarah adalah, orang yang menjarah.6
Sedangkan pengertian dari pencurian dalam Pasal 362 KUHP adalah :
barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebahagian
kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum,
diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
denda paling banyak enam puluh rupiah.
Jika diteliti rumusan tindak pidana pencurian tersebut, perbuatan itu terdiri
dari unsur-unsur :7
5
Darmawan, Asuransi Sinar Mas Mobil, Endosmen Huru Hara, Jakarta, 2002, hlm. 36.
6
Indrawan W.S, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Lintas Merdeka, Jombang, hlm. 284.
7
a. Barang siapa
b. Mengambil barang sesuatu
c. Barang kepunyaan orang lain
d. Dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum
Untuk diketahui bahwa Pasal 362 KUHP itu terdiri dari unsur seperti
tersebut di atas tanpa menitikberatkan satu unsur. Tiap-tiap unsur mengandung
arti yuridis untuk dipakai menentukan atas suatu perbuatan :
a. Barang siapa; yang dimaksud dengan barang siapa ialah “orang” subjek hukum
yang melakukan perbuatan.
b. Mengambil barang sesuatu.
Menurut Noyon Langemeyer; bahwa pengambilan yang diperlukan untuk
pencurian adalah pengambilan yang eigenmachtig, yaitu karena kehendak sendiri
atau tanpa persetujuan yang menguasai barang.
Menurut Simons dan Pompe; ia menyatakan menyamakan arti mengambil
dengan istilah wegnehmen dalam KUHP negara Jerman yang berarti tidak
diperlukan tempat dimana barang berada, tetapi memegang saja belum cukup,
pelaku harus menarik barang itu kepadanya dan menempatkan dalam
penguasaannya.
Sedangkan menurut Van Bemmelen; arti wegnehmen dirumuskan sebagai
1) Tiap-tiap perbuatan dimana orang menempatkan barang atau harta
kekayaan orang lain dalam kekuasaannya tanpa turut serta atau tanpa
persetujuan orang lain.
2) Tiap-tiap perbuatan dengan mana seseorang memutuskan ikatan dengan
sesuatu cara orang lain dengan barang kekayaannya itu.
Dalam teori mengambil ada 3 jenis bentuk mengambil :
a. Konteks; bahwa suatu perbuatan mengambil apabila seseorang pelaku telah
menggeser benda dimaksud, dengan perbuatan itu berarti pelaku telah
mengambil.
b. Ablasi; pelaku dikatakan mengambil barang sesuatu apabila pelaku meskipun
tidak menyentuh atas benda yang dimaksud, tetapi benda telah diamankan
dari gangguan orang lain dengan harapan benda dapat dimiliki.
c. Aprehesi; mengambil berarti pelaku telah membuat sesuatu benda dalam
kekuasaannya yang nyata.
Sedangkan arti memiliki :
a. Bahwa suatu barang yang diambil oleh pelaku harus dapat dinyatakan bahwa
memang barang tersebut akan dimiliki. Praktek peradilan yang dimaksud
memiliki ialah :
1. Barang yang telah diambil itu :
a. Ia kuasai seorang tuan
b. Ia kuasai selaku pemilik
c. Ia kuasai selaku seorang penguasa
2. Bahwa perbuatan atas suatu barang yang diambil itu sudah menyatakan
3. Pengertian Bencana Alam
Bencana alam adalah malapetaka bahaya. Membebani maksudnya adalah
menimbulkan (mendatangkan) bencana, kesengsaraan, keresahan.8
Pengertian dari alam adalah segala sesuatu yang dijadikan oleh Tuhan,
yang didiami oleh makhluk.9
F. Sistematika Penulisan
Jadi pengertian dari bencana alam secara harfiahnya adalah segala
kekacauan dan kesengsaraan, malapetaka yang terjadi di bumi ataupun dunia
yang didiami oleh makhluk.
Secara sistematis penulis membagi Skripsi ini dalam beberapa bab dan
tiap-tiap bab dibagi atas sub bab yang terperinci sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian,
dan sistematika penulisan.
BAB II : FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA PENCURIAN
PADA SAAT TERJADINYA BENCANA ALAM
Bab ini menguraikan tentang faktor-faktor penyebab timbulnya
pencurian pada saat terjadinya bencana alam, diantaranya faktor
intelegensi, faktor usia, faktor jenis kelamin, faktor kebutuhan
ekonomi.
8
Indrawan W.S, Op.Cit., hlm. 74.
9
BAB III : LANGKAH-LANGKAH YANG HARUS DILAKUKAN GUNA
MELINDUNGI HARTA BENDA KORBAN BENCANA ALAM
Bab ini menguraikan tentang cara-cara yang dilakukan untuk
melindungi harta benda korban bencana alam, yakni dengan cara
preventif dan kuratif serta pembinaan bagi masyarakat.
BAB IV : BAGAIMANAKAH TINDAKAN HUKUM YANG DILAKUKAN
TERHADAP PARA PELAKU
Bab ini menguraikan tentang pertanggungjawaban hukum terhadap
pelaku pencurian pada saat bencana alam.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Merupakan bab terakhir yang menguraikan tentang kesimpulan dan
BAB II
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA PENCURIAN
PADA SAAT TERJADI BENCANA ALAM
Pada kenyataannya tindakan dari pencurian itu sangatlah membuat
orang resah dan bertambah menderita dengan tindakan tersebut, dan itu
menyangkut dengan hukum pidana, secara teorinya hukum pidana menurut
C.S.T. Kansil adalah : hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran
dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam
dengan hukum yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.10
1. Motivasi Intrinsik (Intern)
Pada dasarnya ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang
melakukan suatu tindakan pencurian (penjarahan) yang mana hal tersebut
sangatlah merugikan seseorang dan membuat kepanikan serta menimbulkan
kesengsaraan orang lain yakni :
a. Faktor intelegensia
b. Faktor usia
c. Faktor jenis kelamin
d. Faktor kebutuhan ekonomi yang terdesak
2. Motivasi Ekstrinsik (Ekstern)
a. Faktor pendidikan
b. Faktor pergaulan
c. Faktor lingkungan
10
A. Faktor Intelegensi
Intelegensi adalah tingkat kecerdasan seseorang untuk atau kesanggupan
menimbang dan memberikan keputusan. Dimana dalam faktor kecerdasan
seseorang bisa mempengaruhi perilakunya, contoh saja apabila seseorang yang
memiliki intelegensi yang tinggi atau kecerdasan, maka ia akan selalu terlebih
dahulu mempertimbangkan untung dan rugi atau baik buruk yang dilakukan pada
setiap tindakannya. Dan apabila seseorang yang terpengaruh melakukan kejahatan,
dialah merupakan pelaku dan apabila dia melakukan kejahatan itu secara sendirian
akan dapat dilakukannya sendiri, sehingga dengan melihatnya orang akan ragu
apakah benar ia melakukan kejahatan tersebut.11
Jika kita tinjau kejahatan yang terjadi pada saat ini adalah disebabkan
oleh demikian tingginya teknologi, sehingga dalam hal pembuktian sangat sukar
untuk dibuktikan. Makin tinggi pendidikan seseorang, makin berbahaya jika sampai
ia melakukan kejahatan baik motif ekonomi maupun karena balas dendam, dengan
cara menggunakan teknologi yang modern dalam melakukan kejahatan tersebut.
Perkembangan modus operandi dalam melakukan kejahatan dewasa
ini lebih cenderung menggunakan atau memanfaatkan teknologi modern.
Hampir terhadap semua kasus kejahatan selalu ditemui teknik-teknik maupun
hasil teknologi mutakhir, yang mana ini dipengaruhi oleh intelegensi para pelaku
yang makin lama makin tinggi.
11
Menghadapi modus operandi yang makin lama makin tinggi nilai
teknologinya, ditambah mobilitas yang serba cepat, sudah sepantasnya kita
meningkatkan pengetahuan maupun kemampuan penyidik secara ilmiah,
disertai dedikasi yang tinggi dari petugas lapangan maupun para ilmiah di
laboratorium.
Sehingga dengan adanya pengetahuan tersebut maka dengan mudah para
petugas untuk menentukan siapa pelaku dari kejahatan tersebut, sehingga menghindari
penangkapan, yang mengakibatkan kerugian bagi orang yang dituduh melakukan
kejahatan tersebut. Maka makin tinggi intelegensi seseorang, maka akan lebih
mudah ia melakukan kejahatan.
Tahap kecerdasan dapat diukur dengan suatu baterai test yang ditentukan
oleh Binet dan Simon. Hasilnya dicocokkan dengan angka-angka tertentu untuk
mendapatkan Equi (Inteligency Quetient), antara lain :
1. Idiot taraf kecerdasannya sampai dengan kecerdasan usia 2 tahun
2. 1 s/d 50 disebut Intesin taraf kecerdasannya usia 5-6 tahun
3. 51 s/d 71 disebut Debil taraf kecerdasannya dapat mencapai kelas 2-3 SD
4. 71 s/d 90 disebut Lamban taraf kecerdasannya dapat mencapai kelas 5 SD
5. 91 s/d 110 disebut Normal taraf kecerdasannya bisa tamat SD, SMP (kelas 2)
6. 111 s/d 150 disebut Pandai Sekali taraf kecerdasannya bisa di Perguruan Tinggi
7. 150 ke atas disebut Genius
Idiot adalah mereka yang mempunyai daya fikir atau kemampuan
berfikirnya tidak lebih anak normal yang berumur 3 tahun.
Imbiesel adalah manusia yang kemampuan dan daya fikirnya tidak lebih
Debil adalah seseorang manusia yang mempunyai daya fikir atau
kemampuan berfikirnya tidak lebih dari anak yang berumur 12 tahun.
B. Faktor Usia
Usia atau umur dapat juga mempengaruhi kemampuan untuk berfikir dan
melakukan kemampuan bertindak, semakin bertambah umur atau usia seseorang
maka semakin meningkat kematangan berfikir untuk dapat membedakan sesuatu
perbuatan baik dan buruk.12
1. Masa Kanak-kanak (0 – 11 Tahun)
Karena pada umumnya apabila seseorang yang telah mencapai umur
dewasa maka akan bertambah banyak kebutuhan dan keinginan yang ingin
dipenuhi atau didapati.
Sebagaimana diketahui bahwa manusia mempunyai masa-masa atau
periode atau perkembangan atau “life stadium” yang sudah dibawa sejak dia lahir,
terdapat beberapa fase dalam perkembangan atau pertumbuhan seorang manusia
antara lain :
Periode ini adalah : suatu masa yang sangat penting yakni sebagai suatu
dasar atau basis untuk perkembangan individu anak dalam perkembangan
selanjutnya. Bila pada masa ini, salah mengembangkan pendidikan dan pengajaran
dalam pertumbuhan dan perkembangan si anak, maka anak itu kelak akan
mengalami kehidupan yang suram. Sehingga yang menjadi si anak kelak
menjadi orang yang baik adalah dipengaruhi oleh pengajaran dan pendidikan
yang diberikan terhadap si anak tersebut.
12
Pada fase ini sifat kriminalitas yang dilakukan si anak adalah sebagai
berikut :
1) Delik yang dibuat pada umumnya berbentuk sangat sederhana, misalnya :
pencurian kecil-kecilan dan perbuatan-perbuatan merusak. Pada masa ini
kejiwaan si anak belum matang dan lebih banyak ketidaktahuannya bahwa
perbuatan yang dilakukannya adalah perbuatan yang dilarang.
2) Delik itu bisa juga terjadi karena suruhan atau pengaruh kawan-kawannya
yang lebih dewasa. Yang sebenarnya anak itu belum matang untuk membedakan
mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk.
Frekwensi kriminalitas seorang anak untuk melakukan kejahatan pada
masa ini adalah sebagai berikut :
1) Perbuatan yang dilakukan atau diperbuat hanyalah kelakuan-kelakuan buruk
yang tidak dapat dikenakan/hukuman.
2) Seandainya unsur kriminalitas itu sesuai dengan delik yang tertera di dalam
undang-undang, maka perbuatan tersebut tidak selamanya dapat di pidana
kalau dilakukan oleh anak-anak.
2. Masa Remaja (12 – 17 Tahun)
Pada usia ini disamping pertumbuhan fisik yang cepat, juga timbul
gejala-gejala kejiwaan (psikis). Pada usia ini dikenal perbedaan jenis lebih
sempurna, sejalan dengan itu mulai tumbuh perasaan-perasaan seksual pada kedua
Usia ini dipandang kritis karena baik wanita maupun laki-laki amat
memerlukan pembinaan untuk menampung gejala-gejala fisik dan psikis yang
baru dialami pertama kali.
Dorongan-dorongan pertumbuhan fisik terutama bagi para pria
cenderung melakukan penyimpangan-penyimpangan berupa perkelahian maupun
penganiayaan, pencurian, dan lain-lain. Perbuatan itu dilakukan lebih sempurna.
Mulai dari bentuk-bentuk kenakalan sampai kejahatan-kejahatan tersebut di atas.
Kenakalan-kenakalan yang dapat dilakukan antara lain : meninggalkan sekolah,
tidak patuh pada orang tua, dan sebagainya.
3. Masa Dewasa I (18 – 31 Tahun)
Pada usia ini pertumbuhan fisik mencapai puncaknya. Pertumbuhan fisik
ini dapat mendorong untuk melakukan kejahatan, bentuk-bentuk kejahatan
yang dilakukan bersifat fisik seperti : perampokan, pencurian, perkelahian,
penganiayaan, bahkan pembunuhan juga dapat terjadi. Perbuatan tersebut di atas
dipengaruhi dan didorong oleh kemampuan fisiknya.
Pada usia ini tumbuh suatu gejala psikis (gejala kejiwaan) yang ekstrim
yaitu : keinginan untuk melakukan sesuatu yang menonjolkan keperkasaannya
yaitu melakukan perbuatan yang aneh-aneh atau advonturir.
Misalnya perbuatan yang dilakukan tersebut adalah : cita-cita ingin
mengelilingi dunia dan dapat dilakukan secara nyata, tanpa perhitungan yang teliti,
buruk dan baik dari akibat perjalanannya itu.13
13
Pada usia ini frekwensi kejahatan paling tinggi. Karena pada usia ini orang
melakukan perbuatan kejahatan tanpa memikirkan akibat dan dampak dari perbuatan,
baik itu pada dirinya sendiri maupun kepada orang lain. Karena dia melakukan
perbuatan tersebut hanya menggunakan atau menonjolkan kekuatannya atau
keperkasaannya, sehingga untuk memikirkan akibat dari perbuatan tersebut tidak ada.
Maka untuk mengatasi agar seseorang untuk tidak melakukan kejahatan
diperlukan pembinaan dan pendidikan moral, pendidikan norma agama dan
bermasyarakat. Sehingga dengan adanya pendidikan norma dan agama, maka dia
dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan buruk, sehingga untuk
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan agama atau bertentangan dengan
undang-undang akan jatuh dari pikirannya untuk melakukan perbuatan tersebut.
4. Masa Dewasa Penuh (31 – 55 Tahun)
Pada usia ini pertumbuhan jiwa (psikis) mencapai puncak. Perbuatan kejahatan
yang dilakukan adalah bersifat fisik pencurian dengan kekerasan, pencurian biasa,
perkelahian dan penganiayaan, dan lain-lain mulai ditinggalkan.14
Pada usia ini kejahatan yang dilakukan adalah berdasarkan gerakan psikis
(gerakan jiwa) misalnya : penggelapan, penipuan, korupsi, kolusi dan lain-lain.
Yang mana kejahatan yang dilakukan mengandung kelicikan-kelicikan jiwa
dalam melakukan operasi kejahatan yang hendak dilakukannya, sehingga untuk
melakukan kejahatan tersebut didasarkan atas kehendak dari dalam hatinya
(jiwanya), dengan kata lain apa yang dikatakan hatinya itulah perbuatan yang
akan dilakukan tanpa memandang perbuatan yang akan dilakukannya, baik atau
buruk perbuatan yang akan dilakukan tersebut.
14
5. Masa Tua
Pada usia ini kemampuan fisik maupun psikis (kemampuan jasmani
maupun rohani kembali menurun). Frekwensi kejahatan yang pada umumnya
menurun dibandingkan dengan usia dewasa I dan usia dewasa ke II. Tapi tidak
tertutup kemungkinan pada fase ini untuk melakukan kejahatan yang dilakukan
pada fase sebelumnya.
Ahli jiwa berpendapat bahwa salah satu titik usia yang kritis adalah
40 tahun, merupakan penyimpangan yang terakhir. Pada usia ini sebenarnya
kematangan jiwa telah dicapai. Kejahatan sudah mulai menurun sampai masa tua.15
C. Faktor Jenis Kelamin
Pada masa tua penyimpangan-penyimpangan atau kejahatan yang dilakukan
antara lain : pencurian-pencurian ringan, exhybitionis (pelanggaran susila yang
bersifat ringan).
Bahwa dari lahirnya seseorang itu mempunyai tingkat Gradilitas Seks
yang berbeda dan bahkan ada yang sudah mempunyai bibit keturunan.
Menurut Sigmund Freud, bahwa manusia itu hidup dalam Libido Seksualitas.
Apabila seseorang tidak sanggup menguasai dirinya maka akan timbullah delik
seksual.
Sebagaimana dikatakan oleh P. Lukas bahwa sifat jahat pada
hakikatnya sudah ada pada manusia semenjak lahir dan hal ini diperoleh pada
keturunannya.
15
Dari pendapat ini diambil kesimpulan bahwa sifat seksual tertentu
termasuk di dalamnya. Kemudian apabila dilihat dari persentase kejahatan yang
dilakukan oleh wanita dan laki-laki itu berbeda. Hal ini dapat dilihat dari statistik
bahwa persentase kejahatan yang dilakukan oleh laki-laki lebih banyak dari pada
kejahatan yang dilakukan oleh para wanita. Demikian juga bentuk-bentuk kejahatan
yang dilakukan baik luasnya, frekwensinya maupun caranya.
Hal ini bergantung dengan perbedaan sifat yang dimiliki wanita dengan
sifat-sifat yang dimiliki laki-laki, yang sudah dipunyainya atau didapatkannya
sejak dia lahir dan berhubungan pula dengan kebiasaan kehidupan suatu masyarakat.
Perlu kita ketahui bahwa fisik wanita lebih lemah bila dibandingkan
dengan fisik laki-laki, sehingga untuk melakukan kejahatan lebih banyak
dilakukan oleh laki-laki dari pada yang dilakukan oleh wanita.
D. Faktor Kebutuhan Ekonomi Yang Mendesak
Pada fase ini sangatlah berpengaruh pada seseorang atau pelaku pencurian,
dimana pada saat terjadinya pencurian setiap orang pasti butuh makanan dan
kebutuhan hidup lainnya yang harus dipenuhi, maka hal tersebut mendorong
seseorang untuk melakukan pencurian.
Kalaulah hanya mengharapkan dari bantuan pemerintah dan dari bantuan
masyarakat lainnya pasti akan lama tiba untuk mereka. Maka dengan keadaan
tersebut mereka melakukan tindakan yang tidak sesuai lagi bagi kepentingan umum
karena dalam masalah ini ada sebagian orang-orang yang merasa dirugikan.16
16
Yang mana krisis ekonomi akan mengakibatkan pengangguran,
kelompok gelandangan, patologi sosial atau penyakit masyarakat. Apabila ditambah
dengan kemerosotan moral, agama, dapat membawa kepada dekondensi moral
dan kenakalan anak-anak.
Dengan makin meningkatnya kebutuhan hidup, sehingga untuk memenuhi
kebutuhan tersebut dapat ditempuh dengan berbagai hal, baik itu dengan cara
yang baik atau dengan cara yang jahat. Maka faktor ekonomi merupakan salah
satu faktor yang paling dominan sehingga orang dapat melakukan kejahatan,
karena disebabkan oleh kebutuhan ekonomi yang kian hari kian meningkat.
Sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat dilakukan dengan
mencuri atau menjarah barang orang lain, baik itu di saat gempa, maupun di saat
malam hari.
E. Faktor Pendidikan
Pendidikan dalam arti luas termasuk ke dalam pendidikan formal dan non
formal (kursus-kursus). Faktor pendidikan sangatlah menentukan perkembangan
jiwa dan kepribadian seseorang, dengan kurangnya pendidikan maka mempengaruhi
perilaku dan kepribadian seseorang, sehingga bisa menjerumuskan untuk melakukan
tindakan-tindakan yang bertentangan dengan norma dan aturan-aturan hukum
yang berlaku.
Apabila seseorang tidak pernah mengecap yang namanya bangku sekolah,
maka perkembangan jiwa seseorang dan cara berpikir orang tersebut akan sulit
melakukan suatu perbuatan yang menurut dia baik tetapi belum tentu bagi orang
lain itu baik. Tapi tindkan yang sering dilakukannya itu adalah perbuatan yang
dapat merugikan orang lain. Pendidikan adalah merupakan wadah yang sangat
baik untuk membentuk watak dan moral seseorang, yang mana semua itu
di dapatkan di dalam dunia pendidikan.
Tapi tidak tertutup kemungkinan seseorang yang melakukan kejahatan
tersebut adalah orang-orang yang mempunyai ilmu yang tinggi dan mengecap
dunia pendidikan yang tinggi pula.
F. Faktor Pergaulan
Pada prinsipnya suatu pergaulan tertentu membuat atau menghasilkan
norma-norma tertentu yang terdapat di dalam masyarakat. Pengaruh pergaulan
bagi seseorang di dalam maupun di luar lingkungan rumah tersebut sangatlah
berbeda, sangatlah jauh dari ruang lingkup pergaulannya.
Mengenai pergaulan yang berbeda-beda yang dilakukan oleh seseorang
dapat melekat dan sebagai motivasi bagi seseorang, karena dalam sebuah contoh,
yang terjadi pada saat bencana alam dimana masyarakat pada saat itu merasa
mengalami kekurangan dari segala hal, seperti makanan dan kebutuhan hidup
yang harus dipenuhi oleh setiap orang pada saat terjadinya bencana alam,
ia melihat orang-orang yang mengambil atau mencuri barang-barang milik orang
lain untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, di samping karena adanya ajakan
dan dorongan dari teman-teman yang lain. Dengan hal tersebut maka ia terdorong
G. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan adalah semua benda dan materi yang mempengaruhi
hidup manusia seperti kesehatan jasmani dan kesehatan rohani, ketenangan lahir
dan batin.
Lingkungan sosial adalah berupa lingkungan rumah tangga, sekolah, dan
lingkungan luar sehari-hari, lingkungan sosial dan lingkungan masyarakat.
Suatu rumah tangga adalah merupakan kelompok lingkungan yang terkecil
tapi pengaruhnya terhadap jiwa dan kelakuan si anak. Karena awal pendidikannya
di dapat dari lingkungan ini.
Lingkungan alam yang teduh damai di daerah-daerah pedesaan dan
pegunungan yang mana memberikan pengaruh yang menyenangkan, sedangkan
daerah kota dan industri yang penuh dan padat, bising, penuh hiruk pikuk yang
memuakkan, mencekam dan menstimulir penduduknya untuk menjadi kanibal
(kejam, bengis, mendekati kebiadapan).17
Oleh karena adanya tekanan dari masyarakat atau faktor eksternal yang
merobek-robek keseimbangan batinnya, dengan demikian seseorang dapat
melakukan perbuatan kriminal yang mana karena adanya tekanan atau paksaan. Pada prinsipnya perilaku seseorang dapat berubah dan bergeser bisa
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti halnya dalam kasus pencurian dan
penjarahan yang dilakukan pada saat terjadi bencana alam itu merupakan suatu
kriminal situasional atau kriminal primer yang dilakukan oleh orang-orang
biasa (non-kriminal) atau yang bukan penjahat, dan individu-individu yang pada
umumnya patut terhadap hukum.
17
Seseorang bertindak atau berbuat kejahatan adalah didasarkan pada proses
antara lain :
1) Tingkah laku itu dipelajari
Secara negatif dikatakan bahwa tingkah laku kriminal itu tidak diwarisi
sehingga atas dasar itu tidak ada seseorang menjadi jahat secara mekanis.
2) Tingkah laku kriminal dipelajari dalam hubungan komunikasi.
3) Tingkah laku kriminal dipelajari dalam kelompok pergaulan yang intim.
Selain faktor-faktor tersebut di atas ada satu faktor yang menyebabkan
orang melakukan kejahatan yaitu faktor kesombongan moral, yang mana dalam
faktor ini seseorang melakukan kejahatan tanpa memperhatikan disekelilingnya,
yang mana dia mau melakukan suatu kejahatan tanpa memperhatikan keadaan
disekelilingnya, asalkan dia mendapatkan apa yang diinginkannya, baik dengan
cara baik atau dengan cara jahat dan baik itu dalam keadaan gempa maupun dalam
keadaan yang lain. Maka faktor ini merupakan salah satu dari jenis faktor-faktor
BAB III
LANGKAH-LANGKAH YANG DILAKUKAN UNTUK
MELINDUNGI HARTA BENDA PADA
SAAT BENCANA ALAM
Ada 3 (tiga) cara yang dapat digunakan dalam melindungi harta benda
pada saat terjadi bencana alam dari tindakan pencurian yakni :
A. Cara Preventif
Preventif adalah semua urusan atau kebijaksanaan yang diambil jauh
sebelum timbulnya tindakan pencurian, yang bertujuan agar tindakan pencurian
itu jangan sampai terjadi.
Secara garis besarnya usaha preventif dapat dilakukan dengan
menciptakan keluarga dan lingkungan yang taat pada agama, harmonis dan
adanya kerjasama yang baik antara masyarakat dengan aparat penegak hukum.
Secara preventif usaha penanggulangan dari tindakan pencurian dapat
dilakukan antara lain dengan :
a. Secara Moralistik adalah dengan cara menyebar dan memberikan keterangan
yang sifatnya meluas tentang ajaran-ajaran agama dan norma-norma hukum
yang mana akan mengekang maksud dan tujuan seseorang untuk berbuat
kejahatan. Dalam hal ini dibutuhkan peranan anggota masyarakat dan peranan
pemerintah.
b. Cara Abolistik adalah dengan cara mengatasi atau mengurangi setiap perilaku
kejahatan, seperti dengan memperbaiki perekonomian masyarakat dan
B. Cara Kuratif
Cara kuratif adalah tindakan yang diambil sesudah timbulnya kejahatan
yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan agar kejahatan atau tindakan
pencurian itu jangan sampai terjadi lagi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara
membasmi tindakan kejahatan dengan kekuasaan dan sanksi, dan juga dapat
dicegah dengan melalui atau mengikuti kegiatan-kegiatan seperti kegiatan agama,
diskusi, penyuluhan yang dilakukan oleh para petugas dari pihak pemerintah yang
dapat menggugah pikiran seseorang yang melakukan tindakan kejahatan.
C. Pembinaan Bagi Masyarakat
Pembinaan bagi masyarakat yang dalam keadaan tidak stabil atau masih
dalam masa trauma pada saat bencana alam. Hal ini dapat dilakukan untuk
pembinaan kepribadian, yang menyangkut kesadaran beragama, berbangsa dan
bernegara dan juga disertai oleh pihak pemerintah untuk mempercepat kedatangan
bantuan makanan dan obat-obatan yang dibutuhkan bagi masyarakat.
Adapun strategi yang dilakukan dewan PBB dalam menanggulangi dan
mencegah terjadinya kejahatan antara lain :18
1. Meniadakan faktor-faktor penyebab/kondisi yang menimbulkan terjadinya
kejahatan.
2. Pencegahan kejahatan dan peradilan pidana harus ditempuh dengan kebijakan
integral/sistematik.
3. Kejahatan-kejahatan yang mendapat perhatian kongres PBB untuk
ditanggulangi.
18
4. Perlu dibenahi dan ditingkatkan kualitas institusi dan sistem manajemen
organisasi/manajemen data.
5. Perlu dibenahi dan ditingkatkan kualitas aparat penegak hukum.
6. Disusun beberapa “Guines”, “Basic Principles”, “Rules”, “Standart Minimum
Rules” (SMR).
7. Ditingkatkan kerjasama Internasional “International Cooperation” dan
bantuan teknis “Technical Assitance” dalam rangka memperkokoh “The Rule
of Low” dan “Management of Criminal Justice System”.
Dalam melakukan penanggulangan dan pencegahan kejahatan harus
memperhatikan hal-hal pokok sebagai berikut :19
1. Pencegahan dan penanggulangan kejahatan harus menunjang tujuan
“goal”, “Social Walfare” dan “Social Defence”. Aspek “Social Walfare” dan
“Social Defence” sangat penting adalah aspek kesejahteraan/perlindungan
masyarakat yang bersifat immaterial, terutama nilai kepercayaan,
kebenaran/kejujuran/keadilan.
2. Pencegahan dan penanggulangan kejahatan harus dilakukan dengan pendekatan
integral ada keseimbangan sarana “penal” dan “non-penal”.
Dilihat dari sudut politik kriminal, kebijakan paling strategis melalui
sarana “non-penal” karena lebih bersifat preventif dan karena kebijakan “penal”
mempunyai keterbatasan/kelemahan (yaitu bersifat fragmentaris, simplistis,
tidak structural fungsional; simptomatik atau tidak eliminatif individualistic
atau “offender oriented tidak victim oriented” lebih bersifat represif atau tidak
preventif; harus didukung oleh infrastruktur dengan biaya yang tinggi.
19
3. Pencegahan dan penanggulangan kejahatan dengan sarana “penal” merupakan
“penal policy” atau “penal law enforcement policy” yang fungsional dan
opersionalnya melalui beberapa tahap, antara lain :
a. Formulasi (kebijakan legislatif)
b. Aplikasi (kebijakan yudikatif/yidicial)
c. Eksekusi (kebijakan eksekutif/administratif)
Dengan adanya tahap “formulasi” maka upaya pencegahan dan
penanggulangan kejahatan bukan hanya tugas aparat penegak hukum/penerap
hukum, tetapi juga tugas aparat pembuat hukum (aprat legislatif); bahkan kebijakan
legislatif merupakan tahap paling strategis dari upaya pencegahan dan penanggulangan
kejahatan melalui “penal policy”. Oleh karena itu, kesalahan dan kelemahan kebijakan
legislatif merupakan kesalahan strategis yang dapat menjadi penghambat upaya
pencegahan dan penanggulangan kejahatan pada tahap aplikasi dan eksekusi.
Agar peegakan hukum dapat terlaksana dengan baik dalam masalah
pencegahan dan penanggulangan kejahatan berjalan dengan baik maka hal
tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal, sehingga penegakan hukum tersebut dapat
berjalan dengan baik, antara lain :20
1. Pemberian teladan kepatuhan hukum oleh para penegak hukum
2. Sikap yang lugas (zakelijk) dari penegak hukum
3. Penyesuaian peraturan yang berlaku dengan perkembangan teknologi mutakhir
4. Penerangan dan penyuluhan mengenai peraturan yang berlaku terhadap masyarakat
5. Memberi waktu yang cukup bagi masyarakat untuk memahami peraturan
yang baru dibuat.
20
Meskipun studi yang baru dilakukan oleh Soerjono Soekanto tersebut
mengambil objek studi bidang penegakan hukum lalu lintas jalan raya,
tetapi kesimpulan yang ditariknya cukup relevan bagi penegakan hukum
di bidang-bidang lainnya juga. Lebih tegasnya lagi, masih menurut
Soerjono Soekanto, faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum adalah
sebagai berikut :
1. Faktor hukumnya sendiri (termasuk faktor undang-undang)
2. Faktor penegak hukum (dimasukkan disini, baik para pembantu maupun
penerapan hukum)
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
4. Faktor masyarakat, yakni masyarakat dimana hukum tersebut diterapkan
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya cipta, dan karsa yang didasarkan
pada karsa manusia dalam pergaulan hidup.
Adapun penyebab tidak terlaksananya penegakan hukum di negara kita
saat sekarang ini adalah sebagai berikut :
1. Rendahnya kualitas dari Hakim, Jaksa, Polisi dan Advokat
2. Tidak diindahkannya prinsip the right man in the right pleace
3. Rendahnya komitmen mereka terhadap penegakan hukum
4. Tidak adanya mekanisme penegakan hukum yang baik dan modern
5. Kuatnya pengaruh dan intervensi politik dan kekuasaan ke dalam dunia
6. Dan yang sangat memperihatinkan adalah kuatnya tuduhan tentang adanya
korupsi dan organized crime antara anggota caturwangsa tersebut berupa
BAB IV
TINDAKAN HUKUM YANG DILAKUKAN TERHADAP
PARA PELAKU
Aliran kriminologi baru lahir dari pemikrian yang bertolak pada anggapan
bahwa perilaku yang menyimpang dan disebut dengan kejahatan, harus dijelaskan
dengan melihat kondisi-kondisi struktural yang ada dalam masyarakat dan
menempatkan perilaku menyimpang dalam konteks ketidakmerataan kekuasaan,
kemakmuran dan otoritas serta kaitannya dengan perubahan-perubahan ekonomi
dan politik sosial masyarakat.
Maka pandangan kriminologi terhadap pencurian adalah sesuatu perbuatan
yang menyimpang. Sedangkan pengertian dari pencurian adalah Pasal 352 KUHP
adalah : barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebahagian
kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum,
diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
denda paling banyak enam puluh rupiah.
Maka penerapan hukum terhadap para pelaku yang melakukan kejahatan
pencurian pada saat gempa bumi sesuai dengan bunyi Pasal 363 KUHP huruf 2e
yang berbunyi : Dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun, dihukum
pencurian pada waktu kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau gempa laut,
letusan gunung berapi, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api,
Dari bunyi pasal di atas maka hukuman yang dikenakan bagi para pelaku
adalah lebih berat karena pada waktu semacam di atas orang semua ribut dan
barang-barang dalam keadaan tidak terjaga, sehingga memudahkan orang untuk
melakukan kejahatan tersebut. Maka orang tersebut memanfaatkan kesempatan itu
untuk mencuri. Sehingga penerapan hukumnya diperberat karena orang yang
memiliki barang tersebut tidak mengawasi dan menjaga barangnya jauh dari
kontrollannya. Karena dalam keadaan ini orang lebih mementingkan keselamatan
jiwa dan keluarga dibandingkan dengan keselamatan harta bendanya.
Ukuran dari yang menyimpang atau tidaknya suatu perbuatan bukan
diketahui oleh nilai-nilai dan norma-norma yang dianggap sah oleh mereka yang
duduk pada posisi-posisi kekuasaan atau kebiwaan, melainkan oleh besar kecilnya
atau keparahan sosial yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut dan dikaji
dalam konteks ketidakmerataan kekuasaan atau kemakmuran dalam masyarakat.
Perilaku menyimpang sebagai proses sosial dianggap terjadi sebagai reaksi
terhadap kehidupan kelas seseorang. Disini yang menjadi nilai-nilai utama adalah
keadilan dan hak-hak asasi manusia.
Rumusan kejahatan dalam kriminologi semakin diperluas. Sasaran perhatian
terutama diarahkan kepada kejahatan-kejahatan yang secara politis, ekonomis,
dan sosial amat merugikan yang berakibat jatuhnya korban-korban bukan hanya
korban individual melainkan juga golongan-golongan dalam masyarakat.
Pengendalian sosial dalam arti luas dipahami sebagai usaha untuk memperbaiki
Robert F Meler mengungkapkan bahwa salah satu kewajiban dan kriminologi
baru ini adalah untuk mengungkap tabir hukum pidana, baik sumber-sumber maupun
penggunaan-penggunaannya, guna mempelajari kepentingan-kepentingan penguasa.
Suatu catatan kritis terhadap pemikiran ini diungkapkan oleh Paul Mudigdo
dinyatakan bahwa kadar kebenaran dan nilai-nilai praktis dan teori kritis dapat
bertambah apabila hal itu dikembangkan dalam situasi kongkrit demi kepentingan
atau bersama-sama mereka yang terbelakang, guna memperbaiki posisi
hukum atau pengurangan keterbelakangan mereka dalam masyarakat. Akan tetapi,
bahaya dari praktek pengalaman yang tak terbatas adalah adanya penyempitan
kesadaran dan diadakannya generalisasi yang terlalu jauh jangkauannya.
Mereka sampai pada perumusan-perumusan tentang kejahatan dan perilaku
penyimpangan yang tidak dapat dipertahankan oleh karena adanya generalisasi
yang berlebihan bahwa delik adanya pernyataan dari perlawanan sadar dan
rasional terhadap masyarakat yang tidak adil yang hendaknya menyamaratakan
orang-orang menjadi obyek-obyek peraturan oleh birokrasi ekonomi dan politik.
Prespektif teori kriminologi untuk membahas masalah kejahatan pada
umumnya memiliki dimensi yang amat luas. Keleluasaan dimensi dimaksud
sangat bergantung pada titik pandang yang hendak dipergunakan dalam melakukan
analisis teoritis terhadap subjek pembahasan. Terdapat tiga titik pandang dalam
melakukan analisis terhadap masalah kejahatan, yaitu : pertama, yang disebut titik
pandang secara makro atau macrotheories, kedua, yang disebut microtheories,
dan ketiga disebut bridging theories.21
21
Macrotheories adalah teori-teori yang menjelaskan kejahatan dipandang
dari segi struktur sosial dan dampaknya. Teori-teori ini menitikberatkan
rates of crime atau epidemiologi kejahatan dari pada atas pelaku kejahatan.
Sebagai contoh, teori anatomi dan teori konflik. Sementara itu microtheories
adalah teori-teori yang menjelaskan mengapa seseorang atau kelompok orang
dalam masyarakat terhadap orang-orang yang melakukan kejahatan dan terdapat
pula sekelompok orang atau orang-orang tertentu yang tidak melakukan kejahatan.
Teori ini menitikberatkan pada pendekatan psikologis atau sosiologis
atau biologis. Sebagai contoh, teori kontrol dan social learning theory.
Bridging theories adalah teori-teori yang tidak atau sulit untuk dikategorikan
ke dalam, baik macrotheories maupun microtheories. Teori-teori yang termasuk
ke dalam kategori ini menjelaskan struktur sosial dan juga menjelaskan
bagaimana seseorang atau sekelompok orang menjadi penjahat. Sebagai contoh,
teori subkultur dari teori differential opportunity.
Aliran-aliran atau sering disebut sebagai schools dalam kriminologi
menunjuk kepada proses perkembangan pemikiran dasar dan konsep-konsep
tentang kejahatan dan pelakunya.
Landasan pemikiran aliran klasik yang mengatakan bahwa manusia dapat
melakukan kejahatan adalah sebagai berikut :
1. Individu dilahirkan dengan kehendak bebas untuk hidup menentukan
pilihannya sendiri.
2. Individu memiliki hak asasi diantaranya hak untuk hidup, kebebasan dan
3. Pemerintah negara dibentuk untuk melindungi hak-hak tersebut muncul
sebagai hasil perjanjian sosial antara yang diperintah dan yang memerintah.
4. Setiap warga negara hanya menyerahkan sebagai dari hak asasinya kepada
negara sepanjang diperlukan oleh negara untuk mengatur masyarakat dan
demi kepentingan sebagian terbesar dari masyarakat.
5. Kejahatan merupakan pelanggaran terhadap perjanjian sosial, oleh karena itu
kejahatan merupakan kejahatan moral.
6. Hukuman hanya dibenarkan selama hukuman itu dijatuhkan untuk
memelihara perjanjian sosial. Oleh karena itu, tujuan hukum adalah untuk
mencegah kejahatan dikemudian hari.
7. Setiap orang dianggap sama dimuka hukum, oleh karena itu seharusnya setiap
orang diperlakukan sama.
Aliran ini mengakui bahwa manusia memiliki akalnya disertai kehendak
untuk menentukan pilihannya. Akan tetapi, aliran ini berpendapat bahwa kehendak
mereka itu tidak terlepas dari pengaruh lingkunganna. Secara singkat, aliran ini
berpegang teguh pada keyakinan bahwa kehidupan seseorang dikuasai oleh
hukum sebagai akibat.
Sedangkan pemikiran aliran positif adalah sebagai berikut :
1. Kehidupan manusia dikuasai oleh hukum sebab akibat.
2. Masalah-masalah sosal seperti kejahatan dapat diatasi dengan melakukan studi
secara sistematis mengenai tingkah laku manusia.
3. Tingkah laku kriminologi adalah hasil dari kondisi abnormalitas.
Abnormalitas ini mungkin terletak pada diri individu atau juga pada
4. Tanda-tanda abnormalitas tersebut dapat dibandingkan dengan tanda-tanda
yang normal.
5. Abnormalitas tersebut dapat diperbaiki dan karenanya penjahat dapat
diperbaiki.
6. Treatment lebih menguntungkan bagi penyembuhan penjahat, sehingga tujuan
dari saksi bukanlah menghukum melainkan memperlakukan atau membina
pelaku kejahatan.
Maka dari uraian di atas tindakan pidana tersebut mempunyai unsur-unsur
yaitu antara lain :
A. Unsur Tindak Pidana Menurut Beberapa Teoritis
Menurut Moeljatno, unsur tindak pidana adalah :22
1. Perbuatan;
2. Yang dilarang (oleh aturan hukum)
3. Ancaman pidana (bagi yang melanggar hukum)
Perbuatan manusia saja yang boleh dilarang oleh aturan hukum.
Berdasarkan kata majemuk perbuatan pidana, maka pokok pengertian pada
perbuatan itu, tapi tidak dipisahkan dengan orangnya. Ancaman (diancam) dengan
pidana menggambarkan bahwa tidak mesti perbuatan di dalam kenyataannya
benar-benar dipidana. Pengertian diancam pidana merupakan pengertian umum,
yang artinya pada umumnya dijatuhi pidana. Apakah inkonkrito orang yang
melakukan perbuatan dijatuhi pidana ataukah tidak merupakan hal yang lain
pengertian pidana.
22
Menurut R. Tresna peristiwa pidana adalah suatu perbuatan atau
rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan undang-undang atau
peraturan perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan
tindakan penghukuman.
Dari rumusan R. Tresna di atas, tindak pidana terdiri dari unsur-unsur :
1. Perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia
2. Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
3. Diadakan tindakan penghukuman
Dari unsur yang ketiga, kalimat diadakan penghukuman terdapat pengertian
bahwa seolah-olah setiap perbuatan yang dilarang itu selalu diikuti dengan
penghukuman, terdapat pengertian seolah-olah setiap perbuatan yang dilarang
selalu diikuti dengan penghukuman. Berbeda dengan Moeljatno, karena kalimat
diancam pidana berarti perbuatan itu tidak selalu dan tidak dengan demikian
dijatuhi pidana.
Menurut bunyi batasan yang dibuat Vos dapat ditarik unsur-unsur tindak
pidana antara lain :
1. Kelakuan manusia
2. Diancam dengan pidana
3. Dalam peraturan perundang-undangan
Dapat dilihat pada unsur yang ketiga penganut paham dualisme tersebut,
tidak ada perbedaan yaitu bahwa tindak pidana itu adalah perbuatan manusia yang
dilarang, dimuat dalam undang-undang, dan diancam dengan pidana bagi yang
Dari unsur yang ada jelas terlihat bahwa unsur-unsur tersebut tidak
menyangkut diri si pembuat atau dipidananya pelaku, semata-mata mengenai
pembuatannya.
Akan tetapi jika dibandingkan dengan penganut paham monoisme
memang tampak berbeda. Penulis mengambil dua rumusan saja yang di muka
telah dikemukakan yaitu Jonkers dan Schrevandijk.
Dari batasan yang dibuat oleh Jonkers penganut paham monosime dapat
dirinci unsur-unsur tindak pidana antara lain :23
1. Perbuatan
2. Melawan hukum yang berhubungan dengan
3. Kesalahan yang dilakukan oleh orang yang dapat
4. Dipertanggungjawabkan
Sementara itu Schrevandijk dalam batasan yang dibuatnya secara panjang
lebar itu jika dirinci terdapat unsur-unsur sebagai berikut :
1. Kelakuan orang yang
2. Bertentangan dengan keinsyafan hukum
3. Diancam dengan hukuman
4. dilakukan dengan hukum
5. Dipersalahkan atas kesalahan
Walaupun rincian dari ketiga rumusan di atas tampak berbeda, namun pada
hakekatnya ada persamaan yaitu tidak memisahkan antara unsur mengenai
perbuatannya dengan unsur yang mengenai diri orangnya.
23
B. Unsur-unsur Rumusan Tindak Pidana Dalam Undang-undang
Buku II KUH Pidana memuat rumusan-rumusan perihal tindak pidana
tertentu yang masuk dalam kelompok kejahatan, dan buku ke III memuat
pelanggaran. Ternyata ada unsur-unsur yang selalu disebutkan dalam setiap
rumusan yaitu mengenai tingkah laku atau perbuatan wlaupun ada pengecualian
seperti pada Pasal 351.24
1. Unsur tingkah laku
Unsur kesalahan dan melawan hukum kadang-kadang dicantumkan,
dan sering kali jika tidak dicantumkan, sama sekali tidak dicantumkan mengenai
unsur-unsur kemampuan bertanggungjawab. Di samping itu banyak mencantumkan
unsur-unsur lain baik sekitar atau mengenai objek kejahatan atau perbuatan secara
khusus untuk rumusan tertentu.
Dari rumusan-rumusan tindak pidana dalam KUH Pidana itu, dapat diketahui
adanya unsur tindak pidana yaitu :
2. Unsur melawan hukum
3. Unsur kesalahan
4. Unsur akibat konstitutif
5. Unsur keadaan menyertai
6. Unsur syarat tambahan untuk dapat dituntut pidana
7. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana
8. Unsur syarat tambahan untuk dapat dipidana
9. Unsur objek hukum tindak pidana
10.Unsur objek hukum tindak pidana
11.Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana
24
Dari sebelas unsur itu, diantaranya dua unsur yakni kesalahan dan
melawan hukum yang termasuk unsur subjektif. Sedangkan sebaliknya
berupa unsur objektif, unsur melawan hukum ada kalanya bersifat objektif.
Misalnya melawan hukumnya perbuatan mengambil pada pencurian (Pasal 362).
Terletak bahwa dalam mengambil itu di luar persetujuan atau kehendak pemiliknya.
Atau pada Pasal 251 pada kalimat tanpa izin perintah juga pada Pasal 253
pemerasan, pengancaman 369, dimana disebutkan untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum.
Begitu juga unsur melawan hukum pada perbuatan memiliki dalam
penggelapan pada Pasal 372 yang besifat subjektif. Artinya terdapat kekerasan
bahwa memiliki benda orang lain yang ada dalam kekuasaannya itu merupakan
celaan masyarakat.
Mengenai kapan unsur melawan hukum itu berupa melawan hukum
objektif atau subjektif bergantung dari bunyi redaksi rumusan tindak pidana
yang bersangkutan.
Unsur yang bersifat objektif adalah semua unsur yang berada di luar
keadaan batin manusia si pembuat, yakni semua unsur mengenai perbuatannya,
akibat perbuatan dan keadaan-keadaan tertentu yang melekat pada perbuatan dan
objek tindak pidana.
Unsur subjektif adalah semua unsur yang mengenai atau melekat pada
Pengetahuan tentang sifat melawan hukum yang subjektif ini relatif
belum lama dan pertama timbul di Jerman. Menurut Mezger, hal adalah buah
usaha orang-orang seperti Von Weber Welel, Maurach dan Bush.25
a. Kelakuan dan akibat (perbuatan)
Jadi untuk menyimpulkan apa yang diajukan di atas, maka yang merupakan
unsur atau elemen perbuatan pidana adalah :
b. Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan
c. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana
d. Unsur melawan hukum yang objektif
e. Unsur melawan hukum yang subjektif
Perlu ditekankan lagi bahwa sekalipun dalam rumusan delik tidak terdapat
unsur melawan hukum, namun jangan dikira bahwa perbuatan tersebut lalu tidak
bersifat melawan hukum. Sebagaimana ternyata di atas, perbuatan tadi sudah
demikian wajar sifat melawan hukumnya, sehingga tak perlu untuk dinyatakan
tersendiri.
Akhirnya ditekankan, bahwa meskipun perbuatan pidana pada
umumnya adalah keadaan lahir dan terdiri atas elemen-elemen lahir, namun ada
kalanya perumusan juga diperlukan elemen batin yaitu sifat melawan hukum
yang subjektif.
25
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Aliran kriminologi baru lahir dari pemikiran yang bertolak pada anggapan
bahwa perilaku yang menyimpang dan disebut dengan kejahatan harus
dijelaskan dengan melihat kondisi-kondisi struktural yang ada dalam
masyarakat dan menempatkan perilaku menyimpang dalam konteks
ketidakmerataan kekuasaan, kemakmuran dan otoritas serta kaitannya
dengan perubahan-perubahan ekonomi dan politik sosial masyarakat.
Pencurian yang dilakukan oleh seseorang pada waktu bencana sangatlah
suatu perbuatan yang tidak berperikemanusiaan, yang mana orang yang
dalam kesusahan seharusnya membutuhkan uluran tangan sehingga dapat
membantu meringankan kesusahan yang dialaminya, bukan untuk
disusahkan lagi dengan jalan mengambil barang yang dimilikinya.
2. Faktor-faktor yang mengakibatkan seseorang untuk melakukan kejahatan
pencurian adalah faktor ekonomi karena dengan adanya kebutuhan
yang sangat banyak, maka untuk memenuhi kebutuhan tersebut seseorang
harus dengan jalan bekerja, dan yang paling memprihatinkan bagi
orang-orang yang belum bekerja, maka untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi yang banyak tersebut sehingga dia melakukan kejahatan dengan
mencuri. Sehingga dia dapat memenuhi kebutuhannya dan keluarganya,
tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan dari perbuatan yang
3. Dalam mengatasi kejahatan di negara kita, pemerintah harus benar-benar
melakukan penegakan hukum dan menerapkan sanksi bagi orang yang
melakukan kejahatan, dengan diterapkan sanksi tersebut maka orang akan
merasa takut untuk melakukan kejahatan. Khususnya bagi para pelaku
kejahatan yang melakukan kejahatan disaat orang dalam keadaan musibah
misalnya gempa bumi, gunung meletus, kebakaran, pencurian di malam
hari, harus dikenakan sanksi yang sangat berat. Maka sanksi yang
dijatuhkan pada orang-orang yang melakukan kejahatan tersebut dapat
memberikan efek jera bagi para pelakunya.
B. Saran
1. Harapan kita bagi pemerintah dalam mengatasi bencana alam yang
dialami negara kita saat sekarang, yang mana bencana tersebut bahkan
silih berganti datangnya. Maka pemerintah dalam hal ini harus cepat
bertindak dan memberikan bantuan baik itu sandang maupun pangan,
karena masyarakat yang ketimpa bencana memang sangat membutuhkan
hal tersebut. Dalam hal menyalurkan bantuan tersebut harus benar-benar
ditujukan bagi orang yang sangat membutuhkannya.
2. Bagi masyarakat yang tertimpa bencana, harus sabar dan banyak intropeksi
diri karena itu semua merupakan ujian dan cobaan dari Tuhan dan bagi
pemerintah sendiri ini merupakan suatu hal yang harus dijadikan sebagai
masalah nasional, maka dengan dijadikannya masalah tersebut menjadi
maupun yang tidak, harus sama-sama merasakan penderitaan yang
dialami oleh saudara-saudara kita yang tertimpa bencana. Sehingga untuk
melakukan kejahatan, maka dia merasakan keadaan yang dialami oleh