ANALISIS PEMASARAN HASIL HUTAN NON KAYU
DI SEKITAR TAMAN NASIONAL BATANG GADIS
(Studi Kasus Desa Batahan Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing-Natal)
SKRIPSI
MISWARI 051201018 Manajemen Hutan
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Penelitian : ANALISIS PEMASARAN HASIL HUTAN NON
KAYU DI SEKITAR TAMAN NASIONAL BATANG
GADIS (Studi Kasus Desa Batahan Kecamatan Kotanopan
Kabupaten Mandailing-Natal)
Nama Mahasiswa : MISWARI
NIM : 051201018
Jurusan : Kehutanan
P. Studi : Manajemen Hutan
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Nurdin Sulistiyono S.Hut, M.Si Agus Purwoko S.Hut, M.Si
Ketua Anggota
Mengetahui,
Dr.Ir.Edy Batara Mulya Siregar MS
ABSTRAK
Taman Nasional batang Gadis (TNBG) merupakan salah satu Taman Nasional yang berada di Sumatera Utara, dengan luas wilayah ± 108.000 hektar. Di TNBG tersebut ditemukan DAS sebagai penyedia air yang teratur untuk mendukung kelangsungan hidup dan kegiatan perekonomian masyarakat. Di sekitar TNBG terdapat 68 desa dari 10 wilayah kecamatan yang didalamnya terdapat jenis tumbuhan yang menghasilkan hasil hutan non kayu (HHNK).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui HHNK yang dimanfaatkan oleh masyarakat, untuk mengetahui marjin pemasaran HHNK, serta untuk menentukan strategi terhadap permasalahan pemasaran HHNK dengan SWOT. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat, pengelola Taman Nasional, stakeholder dalam menganalisis pemasaran HHNK. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Batahan Kecamatan Kotanopan yang berada di sekitar TNBG. Waktu penelitian selama kurang lebih 2 bulan mulai Juni sampai Juli 2010. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama penelitian meliputi wawancara, kuisioner, pengolahan data dan analisis data.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan HHNK yang dimanfaatkan yaitu getah karet alam (Hevea brasiliensis), kulit kayu manis (Cinnamomun burmannii), dan minyak nilam (Pogostemon cablin Benth). Jenis yang memiliki marjin pemasaran terbesar adalah getah karet alam (Hevea brasiliensis) yaitu Rp. 5.000,00/ Kg (51,54%) dan marjin pemasaran terkecil adalah minyak nilam (Pogostemon cablin Benth) yaitu Rp. 700,00/ Kg (3,55%). Strategi utama yang ditentukan dalam pemasaran HHNK adalah strategi SO (strength Opportunity) yaitu mempertahankan kualitas HHNK dan pemasaran dari petani langsung sampai ke pedagang antar kota.
ABSTRACT
National Parks Batang Gadis (TNBG) is one of the National Park located in North Sumatra, with an area of ± 108 000 hectares. In TNBG were found watershed as a water provider regularly to support the continuity of life and economic activities of society. TNBG around the village there are 68 out of 10 districts in which there are plant species that produce non-timber forest products (NTFPs)
The purpose of this study is to determine NTFPs exploited by society, to know the marketing margin of NTFPs, as well as to determine the strategy of NTFPs with a SWOT marketing problems. This research is expected to benefit the community, National Park managers, stakeholders in analyzing the marketing of NTFPs. This research was conducted in the Village District Batahan Kotanopan around TNBG. Research time for approximately two months starting in June until July 2010. Activities conducted during the study including interviews, questionnaires, data processing and data analysis.
Based on the results of research show that NTFPs are exploited natural rubber latex (Hevea brasiliensis), cinnamon bark (Cinnamomun burmannii), and oil of patchouli (Pogostemon cablin). Species that have the largest marketing margins for natural rubber latex (Hevea brasiliensis) is Rp. 5000.00 / Kg (51.54%) and oil marketing margin is the smallest of patchouli (Pogostemon cablin) is Rp. 700.00 / Kg (3.55%). The main strategy is determined in the marketing of NTFPs is SO strategy (strength Opportunity) that maintain the quality of NTFPs and direct marketing from farmers to traders across the city.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada
suri teladan kita Rosulullah SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, hingga
kepada para pengikutnya yang senantiasa istiqomah sampai akhir zaman.
Skripsi ini merupakan laporan akhir dari penelitian penulis yang berjudul
“ANALISIS PEMASARAN HASIL HUTAN NON KAYU DI SEKITAR
TAMAN NASIONAL BATANG GADIS (Studi Kasus Desa Batahan Kecamatan
Kotanopan Kabupaten Mandailing-Natal)”. Penelitian ini dilakukan bulan Juni –
Juli 2010 atas bimbingan Nurdin Sulistiyono S.Hut, M.Si dan Agus Purwoko
S.Hut, M.Si. skripsi ini sekaligus merupakan salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
terdapat kekurangan, sehingga sangat diharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membimbing dan membangun guna meningkatkan kualitas dan kesempurnaan
skripsi ini. Akhir kata penulis mengharapkan skripsi ini bermanfaat bagi semua
dan dapat menjadi sebuah acuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, Juli 2010
DAFTAR ISI
Hasil Hutan Non Kayu... 6
Keadaan Umum Lokasi Penelitian... 18
Karakteristik Responden…... 19
Rantai Pemasaran Hasil Hutan Non Kayu... 20
Marjin Pemasaran Hasil Hutan Non Kayu... 24
Analisis
SWOT………...
29
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 33 Saran... ... 34
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Rekapitulasi data responden ... 19
Tabel 2. Hasil produksi dan harga hasil hutan non kayu ... 23
Tabel 3. Analisis marjin pemasaran hasil hutan non kayu... 25
Tabel 4. Analisis besarnya bagian keuntungan (Ski)... 26
Tabel 5. Analisis besarnya bagian biaya (Sbi)... 27
Tabel 6. Analisis bagian petani (Sp), mark up on selling dan efisiensi...28
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Rekapitulasi hasil kuisioner dan wawancara... viii
Lampiran 2. Jumlah hasil produksi dan harga setiap petani... ix
Lampiran 3. Marjin Pemasaran masing-masing tingkat... xiii
Lampiran 4. Analisis SWOT... xiv
Lampiran 5. Peta tempat penelitian... xv
ABSTRAK
Taman Nasional batang Gadis (TNBG) merupakan salah satu Taman Nasional yang berada di Sumatera Utara, dengan luas wilayah ± 108.000 hektar. Di TNBG tersebut ditemukan DAS sebagai penyedia air yang teratur untuk mendukung kelangsungan hidup dan kegiatan perekonomian masyarakat. Di sekitar TNBG terdapat 68 desa dari 10 wilayah kecamatan yang didalamnya terdapat jenis tumbuhan yang menghasilkan hasil hutan non kayu (HHNK).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui HHNK yang dimanfaatkan oleh masyarakat, untuk mengetahui marjin pemasaran HHNK, serta untuk menentukan strategi terhadap permasalahan pemasaran HHNK dengan SWOT. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat, pengelola Taman Nasional, stakeholder dalam menganalisis pemasaran HHNK. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Batahan Kecamatan Kotanopan yang berada di sekitar TNBG. Waktu penelitian selama kurang lebih 2 bulan mulai Juni sampai Juli 2010. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama penelitian meliputi wawancara, kuisioner, pengolahan data dan analisis data.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan HHNK yang dimanfaatkan yaitu getah karet alam (Hevea brasiliensis), kulit kayu manis (Cinnamomun burmannii), dan minyak nilam (Pogostemon cablin Benth). Jenis yang memiliki marjin pemasaran terbesar adalah getah karet alam (Hevea brasiliensis) yaitu Rp. 5.000,00/ Kg (51,54%) dan marjin pemasaran terkecil adalah minyak nilam (Pogostemon cablin Benth) yaitu Rp. 700,00/ Kg (3,55%). Strategi utama yang ditentukan dalam pemasaran HHNK adalah strategi SO (strength Opportunity) yaitu mempertahankan kualitas HHNK dan pemasaran dari petani langsung sampai ke pedagang antar kota.
ABSTRACT
National Parks Batang Gadis (TNBG) is one of the National Park located in North Sumatra, with an area of ± 108 000 hectares. In TNBG were found watershed as a water provider regularly to support the continuity of life and economic activities of society. TNBG around the village there are 68 out of 10 districts in which there are plant species that produce non-timber forest products (NTFPs)
The purpose of this study is to determine NTFPs exploited by society, to know the marketing margin of NTFPs, as well as to determine the strategy of NTFPs with a SWOT marketing problems. This research is expected to benefit the community, National Park managers, stakeholders in analyzing the marketing of NTFPs. This research was conducted in the Village District Batahan Kotanopan around TNBG. Research time for approximately two months starting in June until July 2010. Activities conducted during the study including interviews, questionnaires, data processing and data analysis.
Based on the results of research show that NTFPs are exploited natural rubber latex (Hevea brasiliensis), cinnamon bark (Cinnamomun burmannii), and oil of patchouli (Pogostemon cablin). Species that have the largest marketing margins for natural rubber latex (Hevea brasiliensis) is Rp. 5000.00 / Kg (51.54%) and oil marketing margin is the smallest of patchouli (Pogostemon cablin) is Rp. 700.00 / Kg (3.55%). The main strategy is determined in the marketing of NTFPs is SO strategy (strength Opportunity) that maintain the quality of NTFPs and direct marketing from farmers to traders across the city.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberadaan hutan merupakan sumber mata pencaharian bagi masyarakat
yang tingkat perekonomiannya masih rendah karena memanfaatkan sumberdaya
hutan secara tradisional. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk maka
meningkat pula permintaan kebutuhan masyarakat akan hasil hutan baik kayu
maupun non kayu sesuai dengan kebutuhan. Mengingat hal tersebut sebagian
besar penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya pada pemanfaatan hasil
hutan dan jasa hutan (DEPHUTBUN, 1998).
Taman Nasional Batang Gadis adalah salah satu bagian dari Daerah Aliran
Sungai (DAS) Batang Gadis, Batang Batahan, dan Batang Natal. Ketiga DAS ini
sangat penting artinya sebagai penyedia air yang teratur untuk mendukung
kelangsungan hidup dan kegiatan perekonomian utama masyarakat. Keberadaan
Taman Nasional sangat besar sekali manfaatnya bagi masyarakat desa sekitar
kawasan. Banyak diantara mereka mengambil hasil hutan non kayu untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan cara menjual hasil hutan bahkan
ada sebagian penduduk yang menjadikan sebagai pekerjaan pokok (Pemerintah
Kabupaten Mandailing-Natal, 2004).
Analisis pemasaran di sekitar TNBG mendayagunakan masyarakat lokal
dalam mengindentifikasi produk potensial dan mengembangkan pasarnya untuk
memperoleh manfaat serta pendapatan tanpa merusak sumber dayanya. Analisis
pemasaran melalui pendekatan dan pengembangan pasar bisa membantu
masyarakat untuk membangun sistem mata pencaharian yang berkelanjutan
Taman Nasional dimanfaatkan sebagai sumber utama mata pencaharian
masyarakat setempat dan sebagian besar pendapatan masyarakat juga masih
tergantung dari hasil hutan non kayu. Dalam kelangsungan hidupnya penduduk
asli yang berada di dalam dan sekitar hutan menganggap hutan sebagai bagian
dari hidupnya. Selain itu informasi dan pengetahuan tentang pemasaran hasil
hutan non kayu masih sangat kurang karena masyarakat kebanyakan bergantung
pada pemasaran hasil hutan non kayu untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lain
Sehingga penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah
setempat dan masyarakat di dalam kawasan Taman Nasional Batang Gadis.
Identifikasi Masalah
1. Bagaimana rantai pemasaran hasil hutan non kayu di sekitar Taman
Nasional Batang Gadis.
2. Berapa besar marjin keuntungan dari rantai-rantai pemasaran hasil hutan
non kayu di sekitar Taman Nasional Batang Gadis.
3. Sampai seberapa jauh strategi pemecahan permasalahan yang berkaitan
dengan rantai pemasaran hasil hutan non kayu.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan penelitian dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui hasil hutan non kayu yang dimanfaatkan oleh
2. Untuk mengetahui rantai pemasaran dan besarnya marjin keuntungan dari
rantai-rantai pemasaran hasil hutan non kayu di sekitar Taman Nasional
Batang Gadis.
3. Untuk menentukan strategi terhadap permasalahan yang timbul berkaitan
dengan rantai pemasaran hasil hutan non kayu dengan SWOT.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan
pengetahuan tentang rantai pemasaran hasil hutan non kayu yang dapat
mempengaruhi harga di tingkat petani/ masyarakat. Dengan adanya pengetahuan
tersebut diharapkan dapat diaplikasikan untuk menganalisis keadaan harga dan
pola rantai pemasaran hasil hutan non kayu di sekitar Taman Nasional Batang
Gadis. Hasil Penelitian ini juga dapat disumbangkan sebagai bahan masukan
kepada pengelola Taman Nasional, pemerintah, stakeholder dan Masyarakat desa
TINJAUAN PUSTAKA
Taman Nasional Batang Gadis
Kawasan Taman Nasional Batang Gadis yang berasal dari kawasan hutan
lindung dan hutan produksi dengan luas ±108.000 Ha yang ditetapkan sejak
zaman penjajahan Belanda merupakan satu kesatuan ekosistem hutan hujan
tropika yang terdiri dari sub ekosistem hutan hujan tropika dataran rendah, sub
ekosistem hutan hujan tropika dataran tinggi dan sub ekosistem vulkanik yang
masih asli. Di dalam satu kesatuan ekosistem tersebut kaya akan keragaman jenis
hewan dan tumbuhan serta unsur - unsur fisik pendukungnya sehingga pada
kawasan tersebut dapat dibagi ke dalam zona inti, zona pemanfaatan dan zona
lainnya.
Keberadaan desa-desa di dalam dan di sekitar wilayah rencana Taman
Nasional sebagai akibat adanya akses jalan baik jalan Negara, jalan propinsi, jalan
kabupaten maupun jalan desa itu sendiri sehingga memudahkan masyarakat untuk
melakukan aktifitas di wilayah dimaksud. Hasil telaahan di atas peta Rencana
Taman Nasional batang Gadis dapat diketahui keberadaan Taman Nasional :
1. Pada Zona Inti
Pada Zona inti tidak terdapat wilayah desa.
2. Pada Zona Pemanfaatan
Pada Zona ini tidak terdapat wilayah desa sehingga pada zona
3. Pada Zona Penyangga
Zona penyangga merupakan kawasan lindung yang berada di luar kawasan
lindung yang berada di luar kawasan hutan, dan pada zona ini telah terdapat
aktifitas manusia dengan penggunaan lahan untuk keperluan hidup sehari-hari.
Pada zona penyangga ini terdapat 68 (enam puluh delapan) desa dari 10 (sepuluh)
wilayah kecamatan.
Taman Nasional Batang Gadis (TNBG), maliputi hutan dataran rendah dan
dataran tinggi. Kawasan ini mempunyai peranan yang penting di tingkat lokal,
nasional dan global karena spektrum ekologinya yang lengkap disertai beragam
jenis keanekaragaman hayati dan sumber daya alam yang unik. sumber daya alam
yang ditemukan di Taman Nasional ini merupakan milik Negara dan dikelola
dengan sedemikian rupa untuk memaksimalkan kesejahteraan penduduk yang
tinggal disekitarnya. Namun demikian, masyarakat belum dapat merasakan
kesejahteraan yang semestinya karena mereka hidup di bawah standar ekonomi,
yang semakin diperparah dengan penggunaan sumber daya hutan yang tidak
lestari (CII, 2006).
TNBG menjadi semakin penting guna keberlanjutan pembangunan
ekonomi dan peningkatan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Madina.
Pengeluaran biaya mubazir yang harus dikeluarkan pemerintah daerah untuk
memulihkan alam sebagai konsekuansi dari rusaknya hutan alam dapat dihindari.
Tidak akan terjadi pengalihan dana investasi dari sektor-sektor produktif
masyarakat (pemodalan usaha produktif, biaya pendidikan, biaya kesehatan,
peningkatan gizi, perumahan dsb) kepada usaha pemulihan bencana
produktif ini dan pertumbuhan ekonomi daerah tidak terhambat. Dengan kondisi
hutan yang lestari dan terjaga baiknya fungsi ekologis (pengatur iklim, penjaga
kesuburan tanah, pengendali tata air), fungsi keanekaragaman hayati maupun
fungsi ekonominya, maka TNBG secara maksimal dapat dimanfaatkan sebagai
modal alam tanpa bayar (Unchanged natural capital) bagi serangkaian aktivitas
perekonomian lokal secara jangka panjang, seperti pertanian, perkrbunan,
pariwisata alam, perikanan atau peternakan (CII, 2004).
Taman Nasional adalah sebagai kawasan pelestarian alam yang
mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan TNBG
bukanlah suatu wilayah yang terlarang untuk dimasuki oleh manusia, bukan
mempersempit ruang gerak masyarakat mencari nafkah, tidak juga mengambil
tanah rakyat. Pembentukan TNBG tidak akan memisahkan kehidupan masyarakat
yang memang sejak lama mempunyai kearifan tradisional terhadap pelestarian
alam. Tetapi TNBG memberi peluang bagi masyarakat untuk meningkatkan taraf
hidup dan menjamin kelangsungan hidup jangka panjang (Konsorsium, 2005).
Peranan TNBG tidak hanya sekedar sebagai pengatur tata-air dan
pencegah erosi, tapi menjadi lebih luas, yaitu melindungi kekayaan dan keunikan
hayati skala global guna dimanfaatkan bagi umat manusia pada masa kini dan
masa mendatang, baik untuk bahan baku obat, farmasi, dan dan bahan pangan
baru (CII, 2006).
Hasil Hutan Non Kayu
Hasil Hutan Non Kayu semula disebut hasil hutan ikutan merupakan hasil
hutan yang bukan kayu berasal dari bagian pohon atau tumbuh-tumbuhan yang
masyarakat, dijual sebagai komoditi ekspor atau sebagai bahan baku untuk suatu
industri. Hasil hutan non kayu pada umumnya merupakan hasil sampingan dari
sebuah pohon, misalnya getah, daun, kulit, buah dan lain-lain atau berupa
tumbuhan-tumbuhan yang memiliki sifat khusus seperti rotan, bambu dan
lain-lain. Pemungutan hasil hutan non-kayu pada umumnya merupakan kegiatan
tradisional dari masyarakat yang berada di sekitar hutan, bahkan di beberapa
tempat, kegiatan pemungutan hasil hutan non kayu merupakan kegiatan utama
sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari. Sebagai contoh, pengumpulan
rotan, pengumpulan berbagai getah kayu seperti getah kayu Agathis, atau kayu
Shorea dan lain-lain yang disebut dammar (Djajapertjunda, 2001).
Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada kawasan konservasi merupakan
bentuk kegiatan pengambilan hasil hutan bukan kayu dengan tidak merusak fungsi
utama kawasan konservasi, seperti untuk mengambil madu, mengambil getah,
mengambil buah dan lain-lain. Usaha pemanfaatan dan pemungutan tersebut
dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus
menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menjaga, melindungi dan
meningkatkan fungsi kawasan konservasi.
Beberapa jenis hasil hutan non-kayu yang sudah dikenal adalah :
1. Getah Kayu
Bermacam-macam getah kayu yang sudah dikenal dan dipungut oleh
masyarakat serta diperdagangkan diantaranya adalah :
•Damar yang berasal dari pohon jenis Meranti (Dipterocarpaceae),
•Kopal yang berasal dari kayu Agathis (Agathis spp.),
•Getah perca (ketiau, balam) yang berasal dari pohon Balam atau Suntai
(Palaquium spp.),
•Kemenyan yang berasal dari getah pohon kemenyan (Styrax benzoin),
•Gambir yang berasal dari getah pohon gambir.
2. Minyak Hasil Sulingan
Hasil hutan non-kayu berupa yang minyak hasil penyulingan yang sudah
dikenal oleh masyarakat, diantaranya :
• Getah kayu Pinus (Pinus merkusii) dan jenis kayu berdaun jarum
lainnya dapat dimasak dan menghasilkan damar (gondorukem) dan
terpentijn (Agathis spp.),
• Kayu Putih yang dihasilkan dari penyulingan daun kayu putih
(Meulaleuca leucadendron) dan lain-lain,
• Minyak gosok dari bebagai jenis kayu seperti kayu lawang dan
lain-lain,
• Minyak Nilam yang dihasilkan dari penyulingan daun nilam,
• Kapur Barus.
3. Kulit Kayu
Hasil Hutan yang berupa kulit kayu yang sudah dimanfaatkan diantaranya
terdiri dari :
• Bahan penyamak kulit yang dihasilkan oleh kulit dari beberapa jenis
kayu, diantaranya pilang (Adenanthera spp), Kayu bakau (Anisotera
• Kulit kayu manis yang berasal dari Cassia vera (Cinnamomum bumanii
BL.) adalah kulit yang dikeringkan utuk campuran masakan,
• Kulit Kayu untuk pengawet jala yang terbuat dari benang kapas,
pewarna batik dan lain-lain.
4. Buah dan Biji
Hasil Hutan yang berupa buah dan biji yang sudah dapat dimanfaatkan,
diantaranya terdiri dari :
• Biji kayu Tengkawang (Shorea stenoptera),
• Buah kemiri (Aleurites spp),
• Buah matoa ( Pometia spp.)
• Buah asam
5. Pohon dan Tanaman Khusus
Jenis pohon atau tanaman tertentu yang khusus yang memiliki manfaat
yang sangat berguna, diantaranya terdiri dari :
• Kayu Cendana,
• Rotan,
• Bambu
• Kayu Gaharu dan lain-lain.
Produksi barang-barang yang khusus dihasilkan secara terkait dengan
tanaman tertentu yang tumbuh didalam hutan sebagai salah satu sumber
bahannya, seperti :
• Serat sutera alam, yang dihasilkan dari kepongpong sejenis Ulat
Sutera,
• Lak, yang dihasilkan seperti getah pelindung dari kutu kecil bernama
Lacifer lacca yang merupakan parasit pada beberapa jenis kayu tertentu,
• Madu (Apis mellifera) yang dihasilkan oleh lebah-lebah madu lokal
dan import yang sudah merupakan bagian dari hasil hutan,
• Sagu (Metroxylon spp.) dan lain-lain.
7. Binatang dan Bagian dari Binatang
Hasil hutan non kayu berupa binatang atau bagian dari binatang hasil
penangkaran binatang yang dilindungi yang sebagian besar telah dapat
dimanfaatkan untuk diperdagangkan, diantaranya : Kulit Buaya, Kera dan
lain-lain (Djajapertjunda, 2001).
Analisis Pemasaran
Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan-kegiatan pokok yang
dilakukan oleh para pengusaha dalam usahanya untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya, untuk berkembang, dan untuk mendapatkan laba.
Berhasil tidaknya dalam pencapaian tujuan tergantung kepada keahlian pengusaha
tergantung pula pada kemampuan pengusaha untuk mengkombinasikan
fungsi-fungsi tersebut agar usaha pemasaran dapat berjalan lancar.
Secara umum permintaan terhadap suatu barang dipengaruhi oleh harga
barang itu sendiri, harga barang lain baik itu merupakan barang substitusi atau
barang komplementer, pendapatan, dan selera. Permintaan suatu komoditas yang
memiliki spesifikasi dipengaruhi oleh elastisitas permintaan masing-masing
produk yang bahan bakunya barang itu sendiri. Dengan demikian besarnya angka
elastisitas tersebut akan menggambarkan besarnya perubahan permintaan sebagai
akibat adanya perubahan harga. Perilaku pasar suatu komoditi layak untuk
dicermati karena akan bisa ditemukan tingkat harga yang paling tepat sesuai
dengan ciri masing-masing aspek yaitu sisi penawaran di satu pihak dan sisi
permintaan di pihak lain. Dengan perkataan lain, pola penentuan harga akan
sangat tergantung pada kekuatan pelaku-pelaku ekonomi dalam struktur pasar
yang ada (Awang, 2002).
Sistem distribusi barang (termasuk hasil hutan) dari produsen ke
konsumen bisa dilakukan dengan melalui cara langsung maupun cara tidak
langsung. Keputusan untuk mendistribusikan barang dalam sistem tataniaga yang
sedang berjalan disebut dengan “One time strategic decision”. Sistem distribusi
dikatakan optimal adalah jika pada sistem dimaksud (yaitu : sistem tataniaga yang
sedang berjalan), harga sama dengan biaya marjinal (necessary condition). Pada
kondisi tersebut, tercapai tingkat efisiensi dari biaya distribusi barang dari
produsen ke konsumen (Awang, 2002).
Ada beberapa cara pendekatan yang bisa dilakukan untuk mengetahui
efisiensi tertentu adalah dengan menggunakan parameter marjin pemasaran dan
tingkat integrasi pasar. Secara matematis besarnya marjin pemasaran dapat
diformulasikan sebagai berikut :
Mp = Pr – Pf atau Mp = Σ Bi + Σ Ki
Keterangan :
• Mp = marjin pemasaran
• Pr = harga ditingkat pengecer
• Pf = harga ditingkat produsen
• Σ Bi = jumlah biaya yang dikeluarkan lembaga pemasaran (B1, B2,
B3…….)
• Σ Ki = jumlah keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran
Dalam tata niaga hasil-hasil pertanian, umumnya ada tiga tahap proses
penyampaian komoditas atau barang mulai dari produsen sampai kepada
konsumen. Tahap-tahap proses tersebut adalah : (1) proses konsentrasi, (2) proses
Equalisasi, dan (3) proses diversi (Ginting, 2006).
Pada tahap proses konsentrasi dimana pedagang perantara mengumpulkan
barang dari produsen/ petani, dan pedagang besar mengumpulkan
barang-barang dari pedagang pengumpul. Proses equalisasi dimana pedagang besar
menahan barangnya untuk sementara sebelum dijual ke pasar. Sedangkan proses
diversi adalah proses penjualan barang dari pedagang besar kepada pedagang
eceran, dan penjualan dari pedagang eceran kepada konsumen (Ginting, 2006).
Peranan pedagang besar sangat menentukan dalam menetapkan hasil-hasil
hutan non kayu. Dia membeli barang dalam keadaan pasar oligopsoni (dalam
kepada pasar oligopoli (dalam pasar harga dikuasai oleh beberapa penjual). Oleh
karena itu, posisi pedagang besar sangat menguntungkan dalam proses pemasaran.
Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats).
Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus menganalisis
faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman)
dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi. Model
yang paling popular untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT (Rangkuti,
2006).
SWOT adalah singkatan dari lingkungan Internal Strengths dan Weakness
serta lingkungan eksternal Opportunities dan Threats yang dihadapi dunia bisnis.
Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal Peluang (Opportunities)
dan Ancaman (Threats) dengan faktor internal Kekuatan (strengths) dan
Kelemahan (Weaknesses). Penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan
dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor
tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT (Rangkuti, 2006).
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di sekitar Taman Nasional Batang Gadis Desa
Batahan, Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing-Natal. Penelitian
berlangsung pada bulan Juni sampai dengan Juli 2010.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini Peta Taman Nasional Batang
perangkat komputer dengan software Microsoft excel, kamera, kalkulator,
kuisioner dan alat tulis.
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data primer adalah hasil observasi di lapangan, diperoleh melalui
wawancara dan kuisioner terhadap masyarakat produsen dan pedagang
pengumpul hasil hutan non kayu.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari sumber resmi dan instansi terkait
yaitu Dinas Kehutanan Mandailing-Natal, BPS Madina, Kantor Kepala Desa
Batahan dan Pedagang Pengumpul Besar Kecamatan melalui pencatatan data yang
diperlukan serta perolehan sejumlah literatur dan peta yang mendukung. Data
sekunder meliputi : kondisi umum lokasi penelitian, keadaan fisik hutan meliput i
status dan luas hutan di sekitar TNBG, literatur-literatur tentang TNBG, dan data
pendukung lainnya.
Analisis Data
1. Analisis Marjin Pemasaran
Data-data yang dihasilkan dari wawancara dan penyebaran kuisioner
dikumpulkan berdasarkan karakteristiknya, selanjutnya disajikan dalam bentuk
tabulasi. Data-data yang telah tersaji dalam bentuk tabulasi dianalisis secara
sistematis nilai marjin pemasaran, marjin keuntungan dan efisiensi operasional
dirumuskan sebagai berikut :
Mp = Pr – Pf atau Mp = Σ Bi + Σ Ki
Keterangan :
• Mp = marjin pemasaran
• Pr = harga ditingkat konsumen
• Pf = harga ditingkat produsen
• Σ Bi = jumlah biaya yang dikeluarkan lembaga pemasaran (B1, B2,
B3…….)
• Σ Ki = jumlah keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran
Analisis besarnya bagian keuntungan (Ski) dan bagian biaya (Sbi)
masing-masing lembaga pemasaran (Pedagang pengumpul) diformulasikan sebagai
berikut :
Ski = ki x 100% Ki = Keuntungan Lembaga Pemasaran
Pr – Pf bi = Biaya yang dikeluarkan lembaga
pemasaran
Sbi = bi x 100% Pr = Harga ditingkat Konsumen
Pr - Pf Pf = harga ditingkat produsen
Besarnya share (bagian ) harga yang diterima petani/masyarakat (Sp) dari
harga yang dibayarkan konsumen bisa diketahui dengan menggunakan formula
sebagai berikut:
Sp = Pf
Pr
Mark up on selling dan Mark up on cost
Analisis mark up on selling dan mark up on cost adalah suatu analisis
untuk mengetahui tingkat efisiensi operasional (atau efisiensi teknis, yaitu tingkat
kemampuan menyampaikan/ mendistribusikan barang dalam sistem tataniaga
yang berjalan dengan biaya minimum). Formula analisi tersebut adalah :
1. Mark up (on cost) = Marjin tataniaga x 100%
Harga beli/produksi
2. Mark up (on selling) = Marjin tataniaga
Data yang diperoleh dari lapangan berupa hasil kuisioner dan wawancara,
dan data sekunder lainnya misalnya data keadaan di lapangan dianalisis secara
deskriptif kemudian kedua data tersebut dianalisis dengan menggunakan teknik
analisis SWOT. Adapun teknik analisis SWOT yaitu dengan menganalisa tentang
masalah dari rantai pemasaran hasil hutan non kayu di sekitar Taman Nasional
Batang Gadis dari segi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki x 100%
Harga jual
(Penelitian ini menggunakan mark up on selling)
Besarnya nilai mark up akan menentukan tingkat efisiensi operasional
sistem tataniaga yang berjalan. Dengan ketentuan nilai mark up on selling lebih
besar dari 50% maka efisiensi tataniaga rendah dan lebih kecil dari 50% maka
efisiensi tinggi. Oleh karena itu, nilai mark up (persentase) yang makin rendah
(kecil) menunjukkan tingkat efisiensi tataniaga makin tinggi dan akan terjadi hal
yang sebaliknya jika nilai tersebut makin besar.
kemudian dibuat strategi pemecahan permasalahan menurut kekuatan dan peluang
untuk menekan ataupun mengurangi kelemahan dan ancaman yang ada.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Desa Batahan berada di Kecamatan Kotanopan, Kabupaten
Mandailing-Natal dengan luas Desa 148,94 Ha. Desa Batahan memiliki topografi lereng/
punggung bukit dengan ketinggian 1162 meter di atas permukaan laut (mdpl) pada
Dari luas lahan berdasarkan wawancara, luas total lahan yang ditanami
berbagai jenis hasil hutan non kayu mencapai ± 1000 Ha, dengan luas lahan yang
dimiliki petani berkisar antara 0,5 sampai 1,00 Ha. Terdapatnya berbagai hasil
hutan non kayu di lahan masyarakat Desa Batahan membuat hasil hutan non kayu
sebagai sumber penghasilan yang dominan dan cukup menjanjikan apabila dapat
dikembangkan dengan jenis pengelolaan hutan rakyat.
Jika dilihat luasan lahan untuk rumah tempat tinggal relatif kecil sehingga
dapat diperkirakan bahwa sarana perdagangan belum cukup tersedia dalam
mengimbangi kebutuhan masyarakat. Dengan melihat penggunaan lahan yang
terbesar untuk hasil hutan non kayu maka jelas bahwa kebutuhan masyarakat
menjadi hal yang utama untuk diperhatikan. Karena itu peranan masyarakat petani
hasil hutan non kayu yang memenuhi kebutuhan pokok semakin penting.
Perdagangan hasil hutan non kayu di Desa Batahan menduduki posisi
strategis dalam mendorong kegiatan ekonomi selain tersebut merupakan sektor
yang paling besar memberikan kontribusi. Sejalan dengan penggunaan lahan
masyarakat disekitar Taman Nasional maka Desa Batahan telah mempunyai
banyak fungsi salah satunya fungsinya adalah sebagai penjaga hutan (forest
guard).
Karakteristik Responden
Responden di Desa Batahan adalah petani/ warga masyarakat secara
keseluruhan yang mengusahakan hasil hutan non kayu. Responden lain adalah
pedagang pengumpul (toke) yang mengumpulkan di masing-masing daerah
operasi. Pedagang pengumpul tersebut berperan dalam menunjang saluran
jumlahnya kecil dari petani menjadi jumlah yang banyak. Saluran pemasaran
yang beroperasi secara besar adalah toke godang (pedagang besar antar kota) yang
berlokasi di pasar Kotanopan. Pada pasar ini baik sarana dan prasarana sudah
cukup memadai. Dari pasar inilah hasil hutan non kayu didistribusikan ke luar
daerah, sehingga penelitian hanya sampai pada pasar Kotanopan. Hasil hutan non
kayu didistribusikan dari pasar Kotanopan kebanyakan ke Sumatera Barat dan
sebagian ke Tapanuli Selatan yang dapat berupa pabrik.
Tabel 1. Rekapitulasi data responden
No. Responden Jumlah (orang) Total (%)
1. Petani HHNK 79 85,86
2. Pedagang Pengumpul Desa 5 5,43
3. Pedagang Pengumpul Pasar Kecamatan 5 5,43
4. Pedagang Besar Antar Kota 3 3,28
Total 92 100
Petani desa Batahan yang dihuni 94 KK mempunyai lahan yang ditanami
jenis hasil hutan non kayu mencapai ± 1000 Ha. Sebagian petani Desa bermata
pencaharian sebagai petani musiman, dan sebagian petani yang bermodal
mengusahakan hasil hutan non kayu seperti getah karet (Hevea brasiliensis), kulit
kayu manis (Cinnamomun burmanii), dan minyak nilam (Pogostemon cablin
Benth).
Hutan Desa Batahan merupakan hutan yang semakin penting guna
keberlanjutan pembangunan ekonomi dan peningkatan pertumbuhan ekonomi di
Kecamatan Kotanopan. Dengan kondisi hutan yang terjaga sebagai fungsi
alam tanpa bayar bagi aktivitas perekonomian desa secara jangka panjang, seperti
pertanian, perkebunan, dan peternakan.
Kondisi ekonomi petani Desa Batahan ini dari tahun ke tahun tidak
beranjak baik bahkan terbelenggu pada kesulitan ekonomi seiring naiknya harga
kebutuhan dasar/ pokok maupun kebutuhan sarana dan prasarana untuk
menampung usaha tani mereka. Petani banyak mengeluh dengan masa depan diri
dan keluarganya karena hasil usaha tani mereka dirasakan tidak mampu
mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dan mereka tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan biaya sekolah anak-anak serta kebutuhan kesehatan
keluarga.
Berbagai program untuk mengangkat hasil hutan petani telah mereka
lakukan namun masih belum juga menaikkan kemampuan ekonomi. Program kali
ini yang dicanangkan oleh petani Desa Batahan adalah PNPM Mandiri digunakan
untuk memperbaiki jalan menuju Desa Batahan. Menghadapi kesulitan ekonomi
dan berbagai akibatnya, petani sangat tertekan batin, dan pikiran, disamping itu
desakan/ tuntutan dari petani tidak pernah tiada hentinya, bahkan diantara
sekelompok petani mulai kehilangan kepercayaan terhadap kemampuan Desa
dalam mengupayakan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.
Analisis Pemasaran
Rantai Pemasaran Hasil Hutan Non Kayu
Saluran rantai pemasaran hasil hutan non kayu yang dilakukan responden
(petani) di Desa Batahan terdapat saluran pemasaran dari tiga jenis hasil hutan
1. Saluran pemasaran getah karet (Hevea brasiliensis). Saluran pemasaran
getah karet (Hevea brasiliensis) dilakukan secara langsung di Desa yaitu
petani menjual hasil hutan non kayu langsung ke pedagang pengumpul
Desa. Hasil hutan non kayu dari pedagang pengumpul Desa akan
diteruskan ke pedagang pengumpul pasar dan pedagang besar antar kota.
Saluran pemasaran getah karet (Hevea brasiliensis) jika digambarkan
dalam bagan alir, yaitu:
2. Saluran pemasaran kulit kayu manis (Cinnamomun burmanii). Saluran
pemasaran kulit kayu manis (Cinnamomun burmanii) juga dilakukan
secara langsung di desa yaitu petani menjual hasil hutan non kayu
langsung ke pedagang pengumpul Desa. Saluran pemasaran kayu manis
(Cinnamomun burmanii) jika digambarkan dalam bagan alir, yaitu:
3. Saluran pemasaran minyak nilam (Pogostemon cablin Benth). Saluran
pemasaran minyak nilam (Pogostemon cablin Benth) juga dilakukan
langsung ke pedagang pengumpul Desa. Saluran pemasaran nilam
(Pogostemon cablin Benth) jika digambarkan dalam bagan alir, yaitu:
Petani di Desa Batahan yang memasarkan dan menjual hasil hutan non
kayu langsung ke pedagang pengumpul Desa terjadi pada petani yang memanen
hasil getah karet (Hevea brasiliensis), kulit kayu manis (Cinnamomun burmanii
dan minyak nilam (Pogostemon cablin Benth)). Petani yang memasarkan dan
menjual hasil hutan non kayu langsung ke pedagang pengumpul desa terdekat
dilakukan karena hasil hutan dirasakan beban yang berat untuk diangkat dan jarak
tempuh yang jauh untuk mencapai tempat pedagang pengumpul di pasar
Kotanopan.
Berdasarkan wawancara dalam penelitian, maka sasaran-sasaran hasil
hutan non kayu hanya dilakukan pada ketiga jenis. Hal ini disebabkan petani
kebanyakan hanya memanen ketiga hasil hutan yaitu getah karet (Hevea
brasiliensis), kulit kayu manis (Cinnamomun burmanii), dan nilam (Pogostemon cablin Benth) untuk dijadikan produk yang bisa untuk dijual. Sedangkan produk-produk hasil hutan yang lain sangat jarang dilakukan atau dipanen oleh petani.
Hasil hutan lain tidak dijadikan produk karena harga tidak sesuai dengan upah
kemiri (Aleurites sp.) dan madu lebah (Apis mellifera) yang memerlukan waktu
panen lama dan usaha keras untuk mendapatkan hasil hutan non kayu tersebut.
Produksi dan Harga Hasil Hutan Non Kayu
Data pada Tabel 2 menunjukkan hasil produksi dan harga yang didapati
seluruh responden dari pemanenan hasil hutan non kayu.di Desa Batahan.
Tabel 2. Hasil produksi dan harga hasil hutan non kayu
N0. Jenis Hasil Hutan Non
Sumber: Kuesioner dan wawancara penelitian
Jumlah produksi suatu jenis hasil hutan non kayu diperoleh dari perkalian
jumlah berat selama sebulan dengan petani yang memanen hasil hutan tersebut.
Jumlah produksi rata-rata jenis hasil hutan non kayu di lahan yang diusahakan
petani diperoleh dari pembagian antara jumlah berat jenis hasil hutan non kayu
dengan jenis hasil hutan non kayu petani selama sebulan.
Hasil penelitian di Desa Batahan menunjukkan bahwa jumlah produksi
yang diperoleh 79 responden dari 3 jenis hasil hutan non kayu yang dipasarkan
sebesar 12.800 Kg/ bulan. Jenis hasil hutan non kayu yang memiliki jumlah
(56,25% dari total jumlah produksi). Hal ini dikarenakan jumlah yang banyak di
hutan dan harga kulit manis ini relatif tinggi. Sementara jenis hasil hutan non kayu
yang dimanfaatkan masyarakat dalam jumlah terkecil adalah minyak nilam
(Pogostemon cablin Benth) sebesar 2400 Kg/ bulan (18,75% dari total jumlah
produksi). Dari jumlah tersebut, jumlah produksi rata-rata satu jenis yang
diperoleh seorang responden juga sama yaitu 54 Kg/ bulan. Hal ini dikarenakan
panen yang diusahakan di hutan yang relatif rendah tiap kilogram dari jenis hasil
hutan non kayu lain seperti getah karet (Hevea brasiliensis).
Marjin Pemasaran Hasil Hutan Non Kayu
Berdasarkan data wawancara dan kuisioner yang diperoleh dilapangan
(tabel 3) bahwa terdapat harga jual masing-masing saluran pemasaran. Harga jual
pada tiap saluran akan berbeda mulai dari harga jual petani sampai harga jual
pedagang besar antar kota, sehingga didapat selisih dan angka marjin pemasaran.
Secara rinci marjin pemasaran hasil hutan non kayu Desa Batahan adalah sebagai
Tabel 3. Analisis Marjin Pemasaran Hasil Hutan Non Kayu Desa Batahan dalam Rp. / Kg.
Saluran pemasaran hasil hutan non kayu ini, tingkat keuntungan terbesar
diterima petani pada harga produksi, yaitu sebesar Rp. 12.000 yang didapat pada
jenis getah karet (Hevea brasiliensis). Untuk mengetahui besarnya marjin
pemasaran produksi hasil hutan non kayu di Desa Batahan, pada table 3 telah
disajikan dengan singkat. Tabel 3 menunjukkan bahwa harga yang terbesar yaitu
harga pada pengumpul besar di Kecamatan dan harga terkecil yaitu pada tingkat
petani.
Jenis hasil hutan non kayu yang memiliki marjin pemasaran terbesar
adalah getah karet (Hevea brasiliensis) yaitu Rp. 5.000/ Kg (51,54% dari total
jumlah marjin pemasaran/ Kg). Hal ini dikarenakan harga getah karet dipedagang
besar kecamatan lebih tinggi. Sementara jenis hasil hutan non kayu yang memiliki
marjin pemasaran terkecil adalah minyak nilam (Pogostemon cablin Benth) yaitu
marjin pemasaran diperoleh juga besarnya bagian keuntungan masing-masing
saluran pemasaran pada tabel 4. Secara rinci Analisis besarnya bagian keuntungan
masing-masing saluran pemasaran adalah sebagai berikut.
Tabel 4. Analisis besarnya bagian keuntungan (Ski) masing-masing dari saluran pemasaran dalam %/ Kg.
Pada bagian keuntungan di tingkat masing-masing saluran pemasaran,
tingkat keuntungan terbesar diterima pengumpul pasar Kotanopan. Dari jenis
karet (Hevea brasiliensis) pedagang pengumpul pasar Kotanopan mendapat
keuntungan Rp. 2.000/ Kg sama dengan 40% artinya pengumpul pasar mendapat
bagian keuntungan setiap kilogram karet (Hevea brasiliensis) sebesar 40% dari
jumlah total marjin pemasaran dari harga petani sampai harga pedagang antar
Kota sebesar Rp. 5.000 (100%)/ Kg.
Sedangkan bagian keuntungan terkecil diterima oleh pengumpul Desa. Dari jenis
mendapat Rp. 80/ Kg dari jumlah total marjin pemasaran dari harga petani
sampai pedagang antar Kota nilam (pogostemon cablin Benth) sebesar Rp. 700
(100%)/ Kg. Besar kecilnya persen bagian keuntungan dipengaruhi oleh harga
jenis hasil hutan non kayu tingkat petani sampai pedagang antar Kota dan lokasi
penyampaian masing-masing pelaku saluran pemasaran tersebut. Berdasarkan
analisis marjin pemasaran diperoleh juga besarnya bagian biaya masing-masing
saluran pemasaran pada tabel 5. Secara rinci Analisis besarnya bagian biaya
masing-masing saluran pemasaran adalah sebagai berikut.
Tabel 5. Analisis besarnya bagian biaya (Sbi) masing-masing dari saluran pemasaran dalam %/ Kg.
Pada bagian biaya di tingkat masing-masing saluran pemasaran, tingkat
biaya terbesar dikeluarkan pengumpul pasar Kotanopan. Dari jenis karet (Hevea
brasiliensis) pedagang pengumpul pasar Kotanopan mengeluarkan biaya Rp.1.000/ Kg sama dengan 20% artinya pengumpul pasar mengeluarkan biaya
setiap kilogram karet (Hevea brasiliensis) sebesar 20% dari jumlah total marjin
pemasaran dari harga petani sampai harga pedagang antar Kota sebesar Rp. 5.000
(100%)/ Kg. Sedangkan bagian biaya terkecil diterima oleh pengumpul Desa. Dari
jenis nilam (pogostemon cablin Benth) mengeluarkan biaya 3%/ Kg yaitu
mendapat Rp. 20/ Kg dari jumlah total marjin pemasaran sebesar Rp. 700 (100%)/
Kg. Besar kecilnya persen bagian biaya dipengaruhi oleh lokasi penyampaian
barang dan tidak memadainya fasilitas pemasaran. Berdasarkan analisis marjin
pemasaran diperoleh besarnya bagian harga petani dan mark up on selling saluran
pemasaran pada tabel 6. Secara rinci Analisis besarnya bagian bagian harga petani
dan mark up on selling saluran pemasaran adalah sebagai berikut.
Tabel 6. Analisis besarnya bagian petani (Sp), mark up on selling, dan efisiensi saluran rantai pemasaran hasil hutan non kayu.
Berdasarkan penelitian dan perhitungan yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa efisiensi pemasaran yang tinggi disebabkan nilai mark up on
selling (persentase) rendah. Hal ini dikarenakan para pedagang pengumpul
menggunakan cara pemasaran berdasar permintaan dan pesaing. Menurut Ginting
(2006) harga tinggi akan ditetapkan apabila harga kuat, sebaliknya bila
permintaan lemah harga akan diturunkan. Dalam penelitian terlihat jelas bahwa
harga hasil hutan non kayu yang ditetapkan oleh pedagang pengumpul akan
berdasar permintan artinya harga ditetapkan dengan melihat permintaan pedagang
pengumpul besar antar kota di Kecamatan.
Analisis SWOT
Secara lebih jelas analisis pemasaran hasil hutan non kayu di sekitar
TNBG dilakukan analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (SWOT).
Berdasarkan hasil wawancara dan pengisian oleh masyarakat dapat dirumuskan
beberapa pokok permasalahan baik internal maupun eksternal. Dari hasil scoring
yang diperoleh dilakukan analisis menentukan strategi pemasaran hasil hutan non
kayu yang disajikan pada tabel 7 berikut:
Tabel 7. Analisis SWOT Pemasaran Hasil Hutan Non Kayu di Sekitar Taman Nasional Batang Gadis
S (Strengths)
1.HHNK banyak
2.Kerja sama yang baik
antara petani dan
pengumpul
3. Kualitas HHNK baik
W (Weaknesses)
1. SDM rendah/ kurang
2. Proses produksi/ panen
lama
3. Sarana dan prasarana
kurang memadai
4. Keterbatasan dana/
keuangan
5. Permintaan pedagang
pengumpul tidak
O (Opportunities)
1.Hubungan kerjasama
dengan TNBG
2. Kebijakan pemerintah
Strategi SO
pedagang besar di pasar
Kecamatan
3. Perbaikan saranna dan
prasarana
2.Pemberian sarana dan
prasarana sesuai
keinginan petani
Keterangan : Strategi SO
1. Mempertahankan kualitas HHNK yang dihasilkan untuk dapat memperluas
HHNK yang diperoleh maka jalinan kerjasama dengan pedagang pengumpul
akan tetap dapat terjaga, bahkan dapat bertambah. Ini memungkinkan
kerjasama dalam segala bidang, misalnya peningkatan kualitas dengan melalui
cara panen dan cara pemasaran.
2. Menggunakan pemasaran dari petani langsung ke pedagang besar di pasar
Kecamatan. HHNK yang banyak maka untuk mencapai efisiensi yang tinggi
dan lebih baik alangkah baiknya menggunakan pemasaran dari petani
langsung sampai pada pedagang besar. Dengan kerjasama yang baik petani
dengan pedagangbesar Kecamatan maka dapat diketahui berapa besar
permintaan dan naik atau turunnya harga HHNK.
Strategi WO
1. Peningkatan junlah SDM. Jumlah SDM yang terdapat sekarang sangat kurang
untuyk memproduksi HHNK secara maksimal. Dengan kerja sama antara
petani dengan pihak-pihak lain, mutu SDM juga dapat lebih baik.
2. Penambahan waktu proses panen. Waktu yang sedikit dalam memanen HHNK
menjadikan produksi HHNK sedikit. Kurangnya waktu dapat lebih banyak
menimbulkan keadaan pendapatan masyarakat kecil. Jumlah waktu lebih baik
disesuaikan dengan jumlah petani dengan kebun atau lahan yang ada.
3. Perbaikan sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana Desa dinilai belum
cukup memadai, misalnya kondisi tempat tinggal petani yang jauh dapat
menimbulkan dan menjadikan Desa terpencil dan tertinggal terus-menerus.
4. Perluasan informasi tentang permintaan dan harga di Kecamatan. Informasi
mendukung produksi panen HHNK. Oleh karena itu, diharapkan informasi
lebih baik bersifat terbuka, melihat tingkat pendidikan petani yang rendah.
Strategi ST
1. Membina hubungan baik antar petani, pedagang pengumpul dan pengelola
TNBG. Dengan membina hubungan yang baik dapat terjalin suatu
kesepahaman antara petani, pedagang pengumpul dan pengelola TNBG. Ini
dapat berdampak pada peningkatan kerjasama antara petani dengan pedagang
pengumpul besar di Kecamatan. Tindakan yang dilaksanakan adalah
melakukan pemasaran dari petani Desa sampai pedagang pengumpul besar di
Kecamatan berfungsi secara sempurna.
Strategi WT
1. Kurangi persaingan dengan menambah SDM untuk produksi banyak. Jika
SDM sudah ada dengan masing-masing lahan yang ada dapat menambah
hasil panen petani untuk dapat meningkatkan taraf hidup petani.
2. Pemberian saran dan prasarana yang diinginkan petani. Jika petani sudah
mempunyai masing-masing lahan, sehingga dapat mempunya potensi
HHNK yang banyak. Oleh karena itu, sarana dan prasarana petani sangat
diperlukan mengingat potensi hhnk yang dimiliki akan turut menjadi salah
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Hasil hutan non kayu utama yang diusahakan oleh masyarakat di Desa
Batahan ada 3 jenis, yakni getah karet (Hevea brasiliensis), kulit kayu
manis (Cinnamomun burmanii), dan nilam (Pogostemon cablin Benth).
.Hal ini disebabkan responden kebanyakan hanya memanen ketiga jenis
hasil hutan non kayu yang dijadikan produk dan bisa dijual.
2. Saluran rantai pemasaran hasil hutan non kayu di sekitar TNBG Desa
Batahan terdapat saluran rantai pemasaran secara langsung yaitu petani
menjual hasil hutan non kayu langsung ke pedagang pengumpul Desa.
Hasil hutan non kayu dari pedagang pengumpul Desa akan diteruskan ke
pedagang pengumpul pasar dan pedagang besar antar kota.
3. Jenis hasil hutan non kayu yang memiliki marjin pemasaran terbesar
total jumlah marjin pemasaran/ Kg). Sementara jenis hasil hutan non kayu
yang memiliki marjin pemasaran terkecil adalah Nilam (Pogostemon
cablin Benth) yaitu sebesar Rp. 700 (3,55% dari total jumlah marjin pemasaran).
4. Terdapat 9 strategi untuk pemasaran hasil hutan non kayu di sekitar Taman
Nasional Batang Gadis, antara lain berdasarkan (a) strategi SO yaitu :
memprtahankan kualitas hasil hutan non kayu dan pemasaran dari petani
langsung sampai ke pedagang antar kota, (b) strategi WO yaitu
peningkatan SDM dan perluasan informasi harga, (c) strategi ST yaitu :
membina hubungan baik antar petani, pedagang pengumpul, dan pengelola
TNBG dan (d) strategi WT yaitu : kurangi persaingan dengan menambah
SDM untuk produksi yang banyak dan pemberian sarana dan prasarana
yang diinginkan petani.
Saran
Peran serta para petani hasil hutan non kayu sangat dibutuhkan dalam
pemasaran agar dapat meningkatkan kemampuan pengetahuan dalam memasarkan
hasil hutan non kayu. Oleh karena itu, hasil hutan mempunyai kualitas baik dan
harga tinggi dalam rantai pemasaran yang lebih efisien.
Amrun dan Konsorsium C.B. 2005. Hubungan TNBG Dengan Kehidupan Masyarakat Sekitar Kawasan. Piccala No. 4, Edisi Pertama. Medan. Hal. 4-7
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi. PT. Renita Cipta. Jakarta
Awang, S dkk
Djajapertjunda, S dan Sumardjani, L. 2001. Hasil hutan non kayu gambaran masa lampau.
. 2002. Hutan Rakyat, Sosial Ekonomi dan Pemasaran. BPFE. Yogyakarta Hal. 69-81
Bitra Konsorsium Indonesia. 2005. Dari Hutan Rarangan Ke Taman Nasional, Potret Komunitas Lokal Di Sekitar Taman Nasional Batang Gadis. USU Press. Medan. Hal 28 -29
Conservation International Indonesia. 2006. Kolaborasi Pengelolaan Ekosistem Taman Nasional Batang Gadis. Naskah Kebijakan Tim Inisiator Kolaborasi Pengelolaan Taman Nasional Batang Gadis. Proyek Kerjasama Departemen Kehutanan, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Pemerintah Kabupaten Mandailing-Natal dan Conservation International Indonesia. Jakarta
Departemen Kehutanan dan Conservation International Indonesia. 2004. Taman Nasional Batang Gadis, Upaya Mewariskan Hutan Bagi Anak Cucu. Medan
Departemen Kehutanan dan Perkebunan Repulik Indonesia. 1998. Buku Panduan Kehutanan Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta
Ginting, P. 2006. Pemasaran Produk Pertanian: Studi Empiris Tentang marjin Pemasaran dan Efisiensi Pemasaran Sayuran di Kotamadya Bandung. USU Press. Medan. Hal. 6-15
Google Earth. 2010. Citra Rupa Bumi Kotanopan. [24/05/10]
Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal. 2004. Rencana Pembangunan Taman Nasional Batang Gadis Sebagai Inisiatif Daerah Untuk Melestarikan Sumber Daya Alam Hutan Di Kabupaten Mandailing Natal. Panyabungan
Rangkuty, F. 2006. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal. 18 - 35
Saefuddin, A.M., 1981. Pemasaran Produk Pertanian. IPB. Bogor
Santoso, S. 2003. Konsep dan Aplikasi dengan Microsft Excel dan SPSS. Penerbit Andi Offset. Yokyakarta
Santoso, S. 2007. Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 15. PT Media Komputindo. Kelompok Gramedia. Jakarta.