• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Dermatitis Atopik dengan Kejadian Dermatitis Kontak Alergi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Dermatitis Atopik dengan Kejadian Dermatitis Kontak Alergi"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN DERMATITIS ATOPIK DENGAN KEJADIAN

DERMATITIS KONTAK ALERGI

TESIS

NELLY

NIM : 107105009

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

KONSENTRASI ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN DERMATITIS ATOPIK DENGAN KEJADIAN

DERMATITIS KONTAK ALERGI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Dokter Spesialis dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis Bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin pada Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara

Oleh

NELLY

NIM : 107105009

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : Hubungan Dermatitis Atopik dengan Kejadian Dermatitis Kontak Alergi

Nama : Nelly

Nomor Induk : 107105009

Program Studi : Ilmu Kedokteran

Konsentrasi : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

(Prof. Dr. dr. Irma D Roesyanto, SpKK(K))(dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K))

NIP. 194712241976032001 NIP. 195012111978112001

Ketua Departemen Ketua Program Studi

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

(Prof. Dr. dr. Irma D Roesyanto, SpKK(K))(dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K))

NIP. 194712241976032001 NIP. 195012111978112001

(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah penulis nyatakan dengan benar

NAMA : NELLY

NIM : 107105009

(5)

HUBUNGAN DERMATITIS ATOPIK DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK ALERGI

Nelly, Irma D. Roesyanto, Chairiyah Tanjung, Arlinda Sari Wahyuni

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP Haji Adam Malik Medan – Indonesia

Abstrak

Latar belakang : Dermatitis kontak alergi merupakan sensitivitas yang didapat terhadap paparan bahan yang menimbulkan reaksi inflamasi hanya pada orang yang telah tersensitisasi terhadap bahan tersebut sebelumnya. Dermatitis atopik ditunjukkan sebagai faktor risiko untuk terjadinya dermatitis kontak alergi dimana insidennya meningkat seiring dengan usia dalam individu atopi

Tujuan : Untuk mengetahui hubungan dermatitis atopik dengan kejadian dermatitis kontak alergi

Berbagai penelitian mengenai hubungan antara dermatitis atopik dengan kejadian dermatitis kontak alergididapatkan hasil yang bervariasi.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan cross

sectional. Tiga puluh empat orang pasien dengan riwayat dermatitis kontak

diikutsertakan dalam penelitian ini.Subjek penelitian dilakukan anamnesis, pemeriksaan dermatologis, dan uji tempel dengan 28 alergen standar dari

European Baseline Series.Hasil uji tempel dibaca pada jam ke-48 dan 72 sesuai

dengan International Contact Dermatitis Research Group (ICDRG). Pasien didiagnosis dermatitis atopik sesuai kriteria Hanifin dan Rajka.Hasil dianalisis secara statistik.

.

Hasil : Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa dermatitis atopik bukan penentu utama dalam kejadian dermatitis kontak alergi.

Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dermatitis atopik dengan kejadian dermatitis kontak alergi.

(6)

THE ASSOCIATION BETWEEN ATOPIC DERMATITIS AND ALLERGIC CONTACT DERMATITIS INCIDENCE

Nelly, Irma D. Roesyanto, Chairiyah Tanjung, Arlinda Sari Wahyuni

Department of Dermato-Venereology Medical Faculty of Sumatera Utara University

RSUP Haji Adam Malik Medan – Indonesia

Abstract

Background :Allergic contact dermatitis is an acquired sensitivity to various sub-stances that produce inflammatory reactions in those, and only those, who have been previously sensitized to the allergen. Atopic dermatitis is known as risk factor in the development of allergic contact dermatitis. Some studies in association between atopic dermatitis and allergic contact dermatitis incidence have found variety results.

Objective :To investigate the association between atopic dermatitis and allergic contact dermatitis incidence

Methods :This was a cross-sectional analyses study involving 34 subjects with history of contact dermatitis. History taking by anamneses and dermatological examination were conducted to all subjects. They were all patch tested with 28 standard allergens from European Baseline Series. Patch test results were read after 48 and 72 hours based on International Contact Dermatitis Research Group (ICDRG). Diagnosis of atopic dermatitis is based on Hanifin and Rajka criteria. The results were analyzed statistically.

Results :This study revealed that atopic dermatitis was not main determinant in allergic contact dermatitis incidence.

Conclusion : There was no significantly associated between atopic dermatitis and allergic contact dermatitis incidence.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur, hormat dan kemuliaan penulis panjatkan kehadirat

Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memampukan penulis dalam menyelesaikan

seluruh rangkaian penyusunan tesis yang berjudul: “Hubungan dermatitis atopik

dengan kejadian dermatitis kontak alergi” sebagai salah satu persyaratan untuk

memperoleh gelar keahlian Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Departemen

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara.

Dalam penyelesaian tesis ini ada banyak pihak yang Tuhan telah kirimkan

untuk membantu, memberikan dorongan dan masukan kepada penulis. Oleh

karena itu, pada kesempatan ini, ijinkanlah penulis menyampaikan rasa terima

kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Yang terhormat Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto-Mahadi, SpKK(K), selaku

pembimbing utama penulis, yang dengan penuh kesabaran membimbing,

memberi masukan, koreksi dan dorongan semangat kepada penulis selama

proses penyusunan tesis ini dan juga sebagai Ketua Departemen Ilmu

Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti

pendidikan spesialis di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Yang terhormat dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K), selaku pembimbing

kedua, yang dengan penuh kesabaran dan ketekunan dalam membimbing,

(8)

tesis ini dan juga sebagai Ketua Program Studi Departemen Ilmu Kesehatan

Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang

telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan

spesialis dan senantiasa mengingatkan dan memberikan dorongan selama

mengikuti pendidikan spesialis di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat melaksanakan studi pada

Universitas yang Bapak pimpin.

4. Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr.

Gontar A. Siregar, SpPD, KGEH, yang telah memberikan kesempatan

kepada saya untuk mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik dan

Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit

dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5. Yang terhormat dr. Richard Hutapea, SpKK(K), sebagai anggota tim

penguji, yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan koreksi

atas penyempurnaan tesis ini

6. Yang terhormat dr. Kristo A. Nababan, MKed(DV), SpKK, sebagai anggota

tim penguji, yang telah memberikan bimbingan, masukan dan koreksi atas

penyempurnaan tesis ini

7. Yang terhormat dr. Meidina K. Wardani, SpKK, sebagai anggota tim

penguji, yang telah memberikan bimbingan, masukan dan koreksi atas

(9)

8. Yang terhormat para Guru Besar, Alm. Prof. Dr. dr. Marwali Harahap,

SpKK(K), Prof. dr. Mansur A. Nasution, SpKK(K), serta seluruh staf

pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU, RSUP

H. Adam Malik Medan dan RSUD dr. Pirngadi Medan yang tidak dapat

saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu dan membimbing saya

selama mengikuti pendidikan ini.

9. Yang terhormat Bapak Direktur RSUP H. Adam Malik Medan dan Direktur

RSUD dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas

kepada saya selama menjalani pendidikan keahlian ini.

10. Yang terhormat Dr. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes, selaku konsultan

statistik, yang telah banyak membantu penulis dalam hal metodologi

penelitian dan pengolahan statistik penelitian ini.

11. Yang terhormat seluruh staf/pegawai dan perawat di Bagian Ilmu Kesehatan

Kulit dan Kelamin di RSUP H. Adam Malik Medan atas bantuan,

dukungan, dan kerjasama yang baik selama ini.

12. Yang terhormat semua pasien dengan riwayat dermatitis kontak yang telah

terlibat dalam penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya.

13. Yang tercinta Ibunda The Lie Hiong yang dengan penuh cinta kasih,

keikhlasan, doa, kesabaran, dan pengorbanan luar biasa untuk mengasuh,

mendidik, dan membesarkan penulis. Tiada ungkapan yang mampu

melukiskan betapa beryukurnya saya dan kiranya hanya Tuhan Yang Maha

(10)

14. Yang terkasih adik saya Zeinun, S.Kom, terima kasih atas doa, dukungan

dan semua bantuan yang telah diberikan kepada saya selama ini.

15. Yang terkasih kekasih saya dr. Hendra A. Choandry, SpPD, terima kasih

untuk segala dukungan moril dan materil, perhatian, dan kebersamaan kita

selama ini. Doa dan semangat darimu merupakan salah satu sumber

kekuatan saya dalam menjalani suka duka masa pendidikan ini.

16. Teman seangkatan dan sahabat saya tersayang, dr. Evita Lourdes br. Pinem,

dr. Fitry Adelia Sy, dr. Nadiya Munir, dr. Lia Yutrishia, dr. Sulistya Dwi

Rahasti, dr. Indah Atmasari terima kasih untuk kerjasama, kebersamaan,

waktu dan kenangan yang tidak akan pernah terlupakan selama menjalani

pendidikan ini.

17. dr. Liza Arianita, dr. Ridha Raudha, dr. Lora Desika Kaban, dr. Nita

Andrini, terima kasih atas kerjasama dan kebersamaan selama persiapan

mengikuti ujian nasional hingga penyelesaian tesis ini.

18. dr. Tri Nanda Syahfitri, dr. Arie Hidayati, dr. Ivan Tarigan, dr. Yosie Anra,

dr. Dewi Lastya Sari, dr. Meilania Hasnatasha, dr. Dina Theresa yang telah

menjadi teman berbagi cerita suka dan duka, terima kasih atas kerjasama

dan kebersamaan selama menjalani masa pendidikan ini.

19. Yang terhormat seluruh teman sejawat peserta Program Pendidikan Dokter

Spesialis Ilmu Kesehatan dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas segala

bantuan, dukungan, dan kerjasama yang telah diberikan kepada saya selama

(11)

Saya menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan.Oleh

karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

kesempurnaan tesis ini.Kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita

semua.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah saya untuk menyampaikan

permohonan maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan atau kekhilafan

yang telah saya lakukan selama proses penyusunan tesis dan selama menjalani

masa pendidikan ini.

Akhir kata, dengan penuh kerendahan hati, saya panjatkan doa kepada

Tuhan Yang Maha Pengasih, agar kiranya berkenan untuk memberkati dan

melindungi kita sekalian. Amin.

Medan, April 2015

Penulis

(12)

DAFTAR ISI

1.4. Tujuan Penelitian………. 3

1.4.1. Tujuan umum………... 3

1.4.2. Tujuan khusus……….. 3

1.5. Manfaat Penelitian………... 4

1.5.1. Bidang akademik atau ilmiah………...…… 4

1.5.2. Pelayanan masyarakat……….….… 4

1.5.3. Pengembangan penelitian……….... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………..…... 5

2.1. Dermatitis Kontak Alergi……….... 5

2.1.1. Definisi……… 5

2.1.2. Epidemiologi………...….... 5

2.1.3. Faktor-faktor predisposisi……… 5

2.1.3.1. Genetik………... 5

2.1.3.2. Jenis kelamin………..…... 6

2.1.3.3. Usia………...…. 6

2.1.3.4. Ras………..…... 7

2.1.3.5. Dermatitis atopik………...… 7

2.1.3.6. Penyakit penyerta……….…………. 7

2.1.3.7. Faktor-faktor lain………... 7

2.1.4. Etiologi dan Patogenesis………..… 8

(13)

2.2.3. Etiopatogenesis……… 14

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian………..…………. 22

3.3.1. Populasi target………. 22

3.3.2. Populasi terjangkau……….….… 22

3.3.3. Sampel………. 22

3.3.3.1. Kriteria inklusi……….…….. 23

3.3.3.2. Kriteria eksklusi……….……… 23

3.4. Besar Sampel……….……….…. 23

3.5. Cara Pengambilan Sampel Penelitian……….……….… 24

3.6. Identifikasi Variabel……… 24

3.7. Cara Penelitian……….………… 24

3.7.1. Pencatatan data dasar……….. 24

3.7.2. Pemeriksaan uji tempel………... 25

3.7.3. Pemeriksaan pasien dermatitis atopik………. 26

3.8. Definisi Operasional……….……... 27

3.9. Kerangka Operasional……….….… 28

3.10. Pengolahan dan Analisis Data……….… 28

3.11. Etika Penelitian……….…... 29

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 30

4.1. Karakteristik Subjek Penelitian………...… 30

4.2. Alergen Penyebab Dermatitis Kontak Alergi ………. 34

(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1.1 Kriteria diagnostikDAoleh Hanifin dan Rajka .…………. 17

4.1 Data karakteristik sampel DK ……….. 31

4.2 Karakteristik stigmata atopik sampel penelitian ………….. 34

4.3 Alergen penyebab dermatitis kontak alergi …………..…... 35

(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Kerangka teori ………. 20

2.2 Kerangka konsep ………. 21

3.1 Kerangka operasional ……….……. 28

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Naskah Penjelasan Kepada Peserta Penelitian ………….... 48

2. Persetujuan Setelah Penjelasan ……… 51

3. Status penelitian ………..….……… 52

4. Persetujuan Komite Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan ………... 57

5. Anamnesis Tes Tempel ……… 58

6. Hasil Pemeriksaan Tes Tempel ……… 64

7. Data Penelitian ………. 65

8. Analisis Statistik ……….. 69

9. Gambar Uji Tempel dan Hasil Pembacaan ……….. 73

(17)

DAFTAR SINGKATAN

BPS : Badan Pusat Statistik

AAAAI : American Academy of Allergy, Asthma and Immunology

CCL : Chemokine (C-C motif) Ligand

DKA : Dermatitis Kontak Alergi DermatitisKontak Iritan

DNCB :

FK : Fakultas Kedokteran 2,4-dinitrochlorobenzene

GMCSF : Granulocyte Macrophage Colony-Stimulating Factor HAM : Haji Adam Malik

HLA : Human Leucocyte Antigen

ICAM : Intercellular Adhesion Molecule

ICDRG : International Contact Dermatitis Research Group IFN : Interferon

Ig : Imunoglobulin

IKKK : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin IL : Interleukin

IL-R : Interleukin Reseptor

IPPD : N-Isopropyl-N-Phenyl-4-Phenylenediamine

LFA : Lymphocyte Function-associated Antigen

MBT : 2-Mercaptobenzothiazole

NDMA : p-nitroso-dimethylaniline

PPD :

PT : Perseroan Terbatas Para-Phenylenediamine

PTBP : 4-tert-Butylphenolformaldehyde resin RSCM : Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat SD : Sekolah Dasar

SMA : Sekolah Menengah Atas SMP : Sekolah Menengah Pertama SMF : Satuan Medis Fungsional

Th : T helper

TNF-α : Tumor Necrosis Factor α

(18)

HUBUNGAN DERMATITIS ATOPIK DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK ALERGI

Nelly, Irma D. Roesyanto, Chairiyah Tanjung, Arlinda Sari Wahyuni

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP Haji Adam Malik Medan – Indonesia

Abstrak

Latar belakang : Dermatitis kontak alergi merupakan sensitivitas yang didapat terhadap paparan bahan yang menimbulkan reaksi inflamasi hanya pada orang yang telah tersensitisasi terhadap bahan tersebut sebelumnya. Dermatitis atopik ditunjukkan sebagai faktor risiko untuk terjadinya dermatitis kontak alergi dimana insidennya meningkat seiring dengan usia dalam individu atopi

Tujuan : Untuk mengetahui hubungan dermatitis atopik dengan kejadian dermatitis kontak alergi

Berbagai penelitian mengenai hubungan antara dermatitis atopik dengan kejadian dermatitis kontak alergididapatkan hasil yang bervariasi.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan cross

sectional. Tiga puluh empat orang pasien dengan riwayat dermatitis kontak

diikutsertakan dalam penelitian ini.Subjek penelitian dilakukan anamnesis, pemeriksaan dermatologis, dan uji tempel dengan 28 alergen standar dari

European Baseline Series.Hasil uji tempel dibaca pada jam ke-48 dan 72 sesuai

dengan International Contact Dermatitis Research Group (ICDRG). Pasien didiagnosis dermatitis atopik sesuai kriteria Hanifin dan Rajka.Hasil dianalisis secara statistik.

.

Hasil : Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa dermatitis atopik bukan penentu utama dalam kejadian dermatitis kontak alergi.

Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dermatitis atopik dengan kejadian dermatitis kontak alergi.

(19)

THE ASSOCIATION BETWEEN ATOPIC DERMATITIS AND ALLERGIC CONTACT DERMATITIS INCIDENCE

Nelly, Irma D. Roesyanto, Chairiyah Tanjung, Arlinda Sari Wahyuni

Department of Dermato-Venereology Medical Faculty of Sumatera Utara University

RSUP Haji Adam Malik Medan – Indonesia

Abstract

Background :Allergic contact dermatitis is an acquired sensitivity to various sub-stances that produce inflammatory reactions in those, and only those, who have been previously sensitized to the allergen. Atopic dermatitis is known as risk factor in the development of allergic contact dermatitis. Some studies in association between atopic dermatitis and allergic contact dermatitis incidence have found variety results.

Objective :To investigate the association between atopic dermatitis and allergic contact dermatitis incidence

Methods :This was a cross-sectional analyses study involving 34 subjects with history of contact dermatitis. History taking by anamneses and dermatological examination were conducted to all subjects. They were all patch tested with 28 standard allergens from European Baseline Series. Patch test results were read after 48 and 72 hours based on International Contact Dermatitis Research Group (ICDRG). Diagnosis of atopic dermatitis is based on Hanifin and Rajka criteria. The results were analyzed statistically.

Results :This study revealed that atopic dermatitis was not main determinant in allergic contact dermatitis incidence.

Conclusion : There was no significantly associated between atopic dermatitis and allergic contact dermatitis incidence.

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dermatitis Kontak (DK)adalah inflamasi kulit yang diinduksi oleh

bahan-bahan yang kontak dengan kulit.1Secara garis besar DK dapat dibagi dua

yaitu Dermatitis Kontak Iritan (DKI)yang merupakan reaksi inflamasi pada kulit

akibat paparan bahan yang menyebabkan erupsi pada sebagian besar orang yang

kontak dengan bahan tersebut dan Dermatitis Kontak Alergi (DKA)yang

merupakan sensitivitas yang didapat terhadap paparan bahan yang menimbulkan

reaksi inflamasi hanya pada orang yang telah tersensitisasi terhadap bahan

tersebut sebelumnya.

DKI

2

lebih seringterjadi daripadaDKA.DKI terjadi sekitar 80% dari

seluruh pasien DK sedangkan DKA hanya sekitar 10-20%.3,4Menurut survei yang

dilakukan oleh American Academy of Allergy, Asthma and Immunology (AAAAI)

sebanyak5,7 jutakunjungan dokterpertahundilakukan untuk masalah

DK.5Adalebih dari 85.000bahan kimiadilingkunganduniasaat ini dan hampirsetiap

bahandapatmenjadi iritan, sedangkanlebih dari3.700bahantelah diidentifikasi

sebagaialergenkontak.5,6Insiden DK terus meningkat, begitu jugadengan jumlah

alergen dan iritan yang dilaporkan sebagai penyebab kondisi tersebut.

Di Amerika Serikat, 90% klaim kesehatan disebabkan DK akibat

pekerjaan.Di Skandinavia insiden DK lebih tinggi daripada di Amerika. 7

8 Di

Indonesia, laporan dari Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran

(21)

insiden DK sebesar 5,51%.9Dipoliklinik alergi Rumah Sakit Umum

Daerah(RSUD) dr. Pirngadi Medan insiden DK pada tahun 2000 sebanyak

30,61% dan tahun 2001 sebanyak 30,40%.DiPoliklinik Alergi-ImunologiRumah

Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik (HAM) Medan pada tahun 2000

didapatkan 731 pasien baru dengan 201 pasien atau 27,50% menderita DK,

sedangkan pada tahun 2001 insiden DK sebesar 23,70%.10Berdasarkan data rekam

medis di RSUP HAM Medan pada tahun 2013 didapatkan pasien baru yang

berkunjung ke Poliklinik Alergi-Imunologi sebanyak 248 orang dengan 77 pasien

menderita DK dan 17 pasien didiagnosis DKA. Dari catatan medis poliklinik

alergi di RSUP HAM Medan pada tahun 2000 sebanyak 5,39% disebabkan oleh

sandal karet, 3,43% masing-masing oleh obat tradisional dan krim topikal, dan

penyebab terbanyaknya sebesar 68,62% adalah tidak diketahui.10,11

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki faktor-faktor yang

berhubungan dengan DKA.Semuakelompok usia dapat terkenadenganjumlah

sedikit lebih banyakpada perempuan akibat adanya paparan kontaktan spesifik

dalam perhiasan dan kosmetik. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa

polimorfisme gen sitokin misalnyaTumor Necrosis Factor (TNF)-α telah

ditunjukkan lebih umum pada individu yang polisensitisasi.5,6Dermatitis Atopik

(DA) juga ditunjukkan sebagai faktor risiko untuk DKA dimana DKA meningkat

seiring dengan usia dalam individu yang atopi.8,12

Sampai saat ini,pasien denganDAkebanyakan masih dianggaplebih kecil

kemungkinannya untukmenderitaDKA. Beberapapenelititelah melaporkanadanya

penurunanfrekuensisensitisasikontak pada individu denganDA. Ada jugasejumlah

(22)

secara terbalikdengan keparahanklinis.13Banyakpenelitipada akhir-akhir ini telah

menemukan bahwa frekuensi alergi kontak pada pasien dengan DA adalah

sebanding dengan yang non atopi baik pada populasi dewasa maupunanak.8,13

Selain itu, penelitian juga menunjukkan bahwa individu atopi dan nonatopi

memiliki reaksi imunologi yang sama dalam terjadinya DKterhadap alergen

tertentu.13,14

Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan tersebut didapatkan hasil

yang bervariasi.Studi-studi yangmembahashubungan antaraDA danDKA masih

sangat sedikit dan belum ada penelitian yang dilakukan di Indonesia khususnya di

Medan. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk meneliti lebih lanjut mengenai

hubungan DA dengan kejadian DKA.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara DA dengan kejadian DKA.

1.3. Hipotesis

Ada hubungan antara DA dengan kejadian DKA.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan DA dengan kejadian DKA.

1.4.2. Tujuan Khusus

(23)

3. Mengetahui proporsi DKA pada pasienDK.

4. Mengetahui alergenpenyebab pada pasienDK.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bidang Akademik atau Ilmiah

Membuka wawasan yang lebih mendalam mengenai peran DA sebagai

perkiraan salah satu faktor risiko untukterjadinyaDKA.

1.5.2. Pelayanan Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan terhadap

masyarakat mengenai hal-hal yang dapat mempengaruhi kejadian

penyakit alergi pada kulit.

1.5.3. Pengembangan Penelitian

Memberikan data dan dapat menjadi landasan teori bagi

(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dermatitis Kontak Alergi 2.1.1. Definisi

DKA merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat atau reaksi imun

tipeIV yang diperantarai sel terutama sel T akibatadanya kontak kulit dengan

alergen lingkungan yang terjadi hanyapada individu yangtelah mengalami

sensitisasi terhadapalergenpada paparansebelumnya.6,15,16

2.1.2. Epidemiologi

Berdasarkan studi retrospektif yang dilakukan oleh Thyssen

dkk.mengenai epidemiologi alergi kontak di berbagai negara didapatkan

prevalensi median alergi kontak terhadap setidaknya satu alergen pada populasi

umum sebesar 21,2%.6,17DKAmerupakan kondisi yang umum dimanaterjadi pada

6-18% pria dan 11-35% wanita yang dipengaruhi oleh alergen-alergen tertentu.17

2.1.3. Faktor-faktor predisposisi 2.1.3.1. Genetik

Sulzberger dkk.melakukan percobaan dengan p-nitroso-dimethylaniline

(NDMA) dan 2,4-dinitrochlorobenzene (DNCB) dan mendapatkan variasi

individu dalam kerentanan terhadap sensitisasi kontak dimana individu yang lebih

rentan terhadap sensitisasi dengan satu bahan kimia menunjukkan sedikit atau

(25)

akhir-akhir ini menunjukkan bahwa kerentanan individu terjadi dengan

amplifikasi spesifik non antigen dari sensitisasi imun.8,18

2.1.3.2. Jenis kelamin

Wanita memiliki kadar imunoglobulin (Ig) yaitu IgM dan IgG yang lebih

banyak daripada pria dan respon imun diperantarai sel yang lebih kuat.18Pengaruh

hormon seks dalam induksi dan elisitasi alergi kontak sebagian besar tidak

diketahui. Pada suatu studi pilot didapatkan respon terhadap DNCB meningkat

pada wanita yang mendapat hormon kontrasepsi oral dan reaktivitas tes tempel

yang berbeda pada siklus menstruasi.8,18

Alasan utama dominasi perempuan dalam berbagai penelitian tes tempel

klinis adalah jumlah wanita sensitif nikel dan kobalt yang tinggi.18Perbedaan

inimungkin disebabkan juga olehfaktor sosial danlingkungan dimana perempuan

lebih cenderungmengalamisensitivitasnikelkarena

peningkatanpemakaianperhiasandanlaki-lakilebih

cenderungmengalamisensitivitaskromatdaripaparan pekerjaan.6,8

2.1.3.3. Usia

Pola paparan terhadap alergen lingkungan berbeda antara berbagai

kelompok usia. Individu muda lebih sering terpapar terhadap bahan kimia industri

dan kosmetik dibandingkan individu lebih tua yang lebih sering terpapar obat-obat

topikal. Prevalensi alergi kontak meningkat seiring dengan meningkatnya

(26)

2.1.3.4. Ras

Pada percobaan sensitisasi terhadap poison ivy dan DNCB di tahun 1966

didapatkan perbedaan ras dimana individu berkulit hitam lebih resisten

dibandingkan individu berkulit putih.8

2.1.3.5. Dermatitis atopik (DA)

Adanya downregulasi sel T helper (Th)1 pada individu atopi diharapkan

menurunkan kejadian DK, namun berbagai penelitian klinis masih

kontradiksi.Sebagian besar menemukan kecenderungan sensitisasi kontak yang

menurun walaupun penelitian-penelitian terbaru mendapatkan bahwa pada

individu atopi terjadi peningkatan frekuensi sensitisasi nikel.18

2.1.3.6. Penyakit penyerta

Pada pasien dengan penyakit akut atau yang menurunkan daya tahan

tubuh seperti kanker, penyakit Hodgkin dan mikosis fungoides, terjadi gangguan

untuk terjadinya sensitisasi kontak. Ini juga terlihat pada pasien dengan fungsi

limfosit T yang terganggu.8,18

2.1.3.7. Faktor-faktor lain

Paparan alergen dan kemungkinan terjadinya variasi sensitisasi tidak

hanya terjadi pada usia, tetapi jugaberhubungan dengan faktor sosial, lingkungan,

kegemaran, dan pekerjaan dimana kegemaran dan pekerjaan memiliki efek yang

lebih menonjol.8 Penelitian juga telahmenyelidikihubungan yang mungkin terjadi

(27)

2.1.4. Etiologi dan Patogenesis

DKA merupakan reaksi hipersensitivitas lambat (tipe IV)yang

diperantarai sel akibat paparan dan sensitisasi individu yang rentan secara genetik

terhadap alergen lingkungan dimana pada paparan berulang memicu reaksi

inflamasi kompleks.2,6,20Hal ini berbedadengan DKIdimana DKI tidak

adareaksisensitisasidanintensitasreaksi inflamasinyasebanding dengankonsentrasi

danjumlahiritan.Adadua fase berbedapada DKA yaitufasesensitisasidan

faseelisitasi.6,21

2.1.4.1. Fase sensitisasi

Sebagian besaralergen lingkunganadalah molekulkecil,

lipofilikdenganberat molekul rendah(<500 Dalton).3,4,6Hapteninidiaplikasikan

padastratum korneumyangmenembus kelapisan bawahepidermisdanditangkap

olehselLangerhansdengan proses pinositosis. Di dalamsel, hapten akan diubah

secara kimiawidengan enzimlisosomatausitosoldan berkonjugasidengan

molekulHuman Leucocyte Antigen(HLA)-DR yang baru disintesisuntuk

membentukantigenlengkap. Kompleks inidiekspresikan padapermukaan

selLangerhansdan dipresentasikanke selThelperspesifik

yangmengekspresikanmolekulCluster of Differentiation(CD)4yang

mengenaliHLA-DR selLangerhansdan secara lebih spesifikkompleks reseptor

selT–CD3 yang mengenaliantigenyang diproses.3,20

Ada atau tidak adanya sel-sel T spesifik kemungkinan besar ditentukan

secara genetikyang memungkinkan interaksi dengan ribuan antigen terjadidengan

(28)

HLA-DR – antigen dan reseptor sel T – CD3awal terjadi di kulit dan sel

Langerhans bermigrasi melalui limfatik ke kelenjar regional serta

mempresentasikan kompleks HLA-DR – antigen ke sel-sel T spesifik. Setelah

pengenalan antigen terjadi, kedua sel diaktifkan. Serangkaian sitokin disintesis

oleh sel Langerhans dan sel T. Pada sel T, pesan ini ditransmisikan melalui

molekul CD3.Sel Langerhans mensekresiInterleukin (IL)-1yang merangsang sel T

untuk mensekresi IL-2 dan untuk mengekspresikan reseptor IL-2.3,22 Sitokin ini

menyebabkan stimulasi proliferasi sel T sehingga memperluas klon sel T spesifik

yang mampu merespon antigen pemicu yang terjadi selama fase jeda klasik

sensitisasi. Sel T primer atau memori yang dihasilkan sekarang jauh

lebihbanyakbila dibandingkan dengan populasi asli sel-sel dengan reseptor sel

Tspesifik yangkemudian meninggalkan kelenjar getah bening dan beredar ke

seluruh tubuh. Fasesensitisasiumumnya berlangsung10-15 haridansering

asimptomatis.3,4.6 Paparan berikutnyaterhadap

antigenataurechallengemengakibatkanfaseelisitasi.3,6Rechallengedemikian

dapatterjadi melaluibeberapa rute, termasuktransepidermal, subkutan, intravena,

intramuskular, inhalasi, dankonsumsi oral.6

2.1.4.2.

Fase kedua atau elisitasi hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada paparan

berulang. Sekali lagi, hapten berdifusi ke sel Langerhans, ditangkap dan diubah

secara kimia, terikat ke HLA-DR, dan kompleks diekspresikan pada permukaan

sel Langerhans.

Fase elisitasi

3,16

Kompleks ini berinteraksi dengan sel T primer baik dalam

(29)

Sel-sel Langerhans mensekresikan IL-1 yang merangsang sel T untuk

menghasilkan IL-2 dan mengekspresikan Interleukin Reseptor(IL-2R) yang akan

menyebabkan proliferasi dan perluasan populasi sel Tdalam kulit.3,4,6 Selain itu,

sel-sel T teraktivasi mensekresi Interferon (IFN)-γyang mengaktifkan keratinosit

danmenyebabkannya mengekspresikanIntercellular Adhesion Molecule(ICAM)-1

dan HLA-DR.3,16Molekul ICAM-1 memungkinkan keratinosit berinteraksi dengan

sel T dan leukosit lain yang mengekspresikan molekulLymphocyte

Function-associated Antigen(LFA)-1. Ekspresi HLA-DR memungkinkan keratinosit untuk

berinteraksi langsung dengan sel T CD4 dan untuk presentasi antigen ke sel-sel ini

juga.Selain itu, ekspresi HLA-DR dapat membuat keratinosit menjadi target bagi

sel T sitotoksik. Keratinosit teraktivasi juga menghasilkan sejumlah sitokin

termasuk IL-1, IL-6, danGranulocyte Macrophage Colony-Stimulating

Factor(GMCSF)yang semuanya dapat lebih lanjut memperluas keterlibatan dan

aktivasi sel T. Selain itu, IL-1 dapat merangsang keratinosit untuk menghasilkan

eikosanoid. Kombinasi sitokin dan eikosanoid menyebabkan aktivasi sel mast dan

makrofag.3,21

Histamindari selmastdaneikosanoiddari selmast, keratinosit,

danleukositinfiltrasimenyebabkandilatasipembuluh darah danpeningkatan

permeabilitasterhadapfaktor-faktor dan sel-sel larutproinflamatori yang beredar.

Kaskadeini menyebabkanrespon DKAklinisinflamasi, kerusakanselular, dan

selanjutnyaprosesperbaikan.3

(30)

Pasien umumnya mengeluh gatal dengan gambaran klinis dermatitis

berupa efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas.8,16,23

2.1.5.1.Fase akut

Kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam pada tempat terjadinya kontak

dengan bahan penyebab. Derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi, ada yang

ringan ada pula yang berat.16,22 Pada yang ringan hanya berupa eritema dan

edema, sedangkan pada yang berat terdapat eritema dan edema yang lebih hebat

disertai vesikel atau bula yang bila pecah akan terjadi erosi dan eksudasi. Lesi

cenderung menyebar dan batas kurang jelas.8,16

2.1.5.2.Fase sub akut

Pada fase ini akan terlihat eritema, edema ringan, vesikula, krusta dan

pembentukan papul-papul.6,22

2.1.5.3.Fase kronis

Lesi cenderung simetris, batas kabur, kelainan kulit likenifikasi, papul,

skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta

eritema ringan.6,8,16

2.1.6. Diagnosis

Diagnosis DKA ditegakkan dengan anamnesis yang teliti, pemeriksaan

(31)

Anamnesis dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan mencari

penyebab.Hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjut untuk

mencegah kekambuhan. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi,

perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang

pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, pertanyaan personal

mengenai pakaian baru, sepatu lama, kosmetik, kaca mata, dan jam tangan serta

kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor psikologik.

Pemeriksaan fisik didapatkan eritema, edema dan papul dengan

pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang

membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas,

dan dapat meluas ke daerah sekitarnya.

5,6,16

Uji tempel digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas terhadap zat

yang bersentuhan dengan kulit sehingga alergen dapat ditentukan dan tindakan

korektif dapat diambil. Uji tempel dilakukan untuk konfirmasi dan diagnostik

tetapi hanya dalam kerangka anamnesis dan pemeriksaan fisik. 5,6

Uji tempel yang paling sering digunakan adalah dengan Finn Chambers

aluminium bulat, IQ Ultra Chamber persegi, dan TRUE test (Thin-layer

Rapid-Use Epicutaneous).

2

2,25,26

Serangkaianseri alergenstandar direkomendasikan untuk

digunakanpada setiap individuyang menjalani uji tempel.2,25The European

Standard Series adalah yang paling umum digunakan di Eropa dan tempat lain di

dunia.25Dalam protokol uji tempel, hapten yang didugadiaplikasikan dalam

jumlah tertentu ke kulit selama 48 jam (24 jam di beberapa negara) dan penilaian

untuk reaksi kulit yang timbul dilakukan pada waktu tertentu, biasanya setelah 2,

(32)

hingga 10%reaksi positif, yang negatif pada pemeriksaan

sebelumnya.2,5,6,25Intensitas reaksi dinilai dan dicatat sesuai dengan International

Contact Dermatitis Research Group (ICDRG) menurut sistem penilaian oleh

Wilkinson dkk. yaitu, + (reaksi non vesikular lemah dengan eritema yang dapat

diraba), ++ (reaksi kuat edema atau vesikular), +++ (reaksi hebat bulosa atau

ulserasi). Bila reaksi sangat lemah atau meragukan dimana hanya ada eritema

samar atau makular (tidak dapat diraba) dicatat dengan tanda tanya (?+), dan

reaksi iritan dicatat sebagai IR.6,21,26,27Jika memungkinkan, tes

tempelharusdipasang di bagian punggung atas pasien karena merupakan

lokasiyang paling nyaman baik untuk dokter dan pasien, dan sebagian besar

validasi uji tempel dilakukan di daerah ini. Aplikasi tes di daerah tubuh lain

(misalnya tangan, lengan, paha, perut) harus dibatasi pada situasi pengecualian

dan harus dilakukan oleh dokter berpengalaman karena kesulitan interpretasi.3,25

2.2. Dermatitis Atopik 2.2.1. Definisi

DA adalah penyakit kulit inflamasi kronik sangat gatal yang umumnya

timbul selama masa bayi dan kanak-kanak tetapi dapat bertahan atau mulai di

masa dewasa.28,29

2.2.2. Epidemiologi

DAmerupakan masalahkesehatan masyarakatutama di seluruh

duniadengan prevalensipada anak-anaksebesar 10-20% di Amerika Serikat, Eropa

(33)

lainnya.PrevalensiDApada orang dewasasekitar1-3%.28,29,30Prevalensi DA yang

lebih tinggi ditemukanpada daerah kota dibandingkandaerah pedesaan

negara-negara maju dan penyakit lebih sering ditemukan pada kelompok kelas sosial

yang lebih tinggi.Berdasarkan jenis kelamin, rasio terjadinya DAadalah

perempuan :laki-lakisebesar 1,3:1,0.29,31

Sejak tahun 1960, telah terjadipeningkatanlebihdari tiga kali lipatdalam

prevalensiDA.29Dasar peningkatan prevalensi DA ini belum dipahami dengan

baik. Variasi yang luas dalam prevalensi telah diamati pada negara-negara yang

dihuni oleh kelompok etnis yang sama. Tampak bahwa faktor lingkungan sangat

penting dalam menentukan ekspresi penyakit, meliputi ukuran keluargayang kecil,

peningkatan pendapatan dan pendidikan baik pada kulit putih maupun kulit hitam,

migrasi dari lingkungan pedesaan ke perkotaan, dan peningkatan penggunaan

antibiotikyang disebut sebagai gaya hidup Barat.28,29

2.2.3. Etiopatogenesis

DA merupakan penyakit kulit inflamatori sangat gatal yang terjadi akibat

interaksi kompleks antara gen-gen kerentanan genetik yang mengakibatkan sawar

kulit rusak, kerusakan sistem imun bawaan, dan peningkatan respon imunologi

terhadap alergen dan antigen mikroba.29,30,32 Kelainansawar kulittampaknya

terkaitdengan mutasigenfilaggrinyang mengkodeproteinstrukturalyang penting

untuk pembentukansawarkulit.Kulitindividu denganDAjuga

telahterbuktikekurangan seramida(molekul lipid) sertapeptida

antimikrobasepertikatelisidinyang merupakanpertahanan lini

(34)

kulitinimenyebabkankehilangan airtransepidermaldan

peningkatanpenetrasialergendan mikrobake dalam kulit.31Agen infeksius yang

paling sering terlibat dalam DA adalah Staphylococcus aureus yang berkolonisasi

pada sekitar 90% pasien DA.30 Respon imun bawaan yang rusak juga tampaknya

berkontribusi dalam peningkatan infeksi bakteri dan virus pada pasien dengan

DA. Interaksi faktor-faktorini menyebabkan respon sel T dalam kulit (awalnya

didominasi respon Th2 dan kemudian didominasi Th1) dengan pelepasan

kemokin dan sitokin proinflamasi (misalnyaIL-4, IL-5 dan TNF) yang mendorong

produksiIgE dan respon inflamasi sistemik yang selanjutnya menyebabkan

inflamasi kulit yang gatal.29,30

Penelitian yang terbarumenghubungkan

ketidakseimbanganantararesponlimfositTh1danlimfosit Th2. Dalam respon

terhadappaparanantigen,limfositTh1mengaktifkanIFN-γ, IL-2danTNFα serta

membantu dalamperekrutandan aktivasimonosit, makrofagdan limfositT

sitotoksikdalam melawanpatogen intraselular.LimfositTh2mensekresikan4,

IL-5, IL-10.31,32 IL-4 akan merangsangperalihanselBuntuk produksiIgE,

sedangkanIL-5 menyebabkaneosinofiliadanIL-10 menekaninflamasi imunyang

diperantarai selT.Ini merupakan kecenderungan genetik atopi untuk

memperlihatkan perluasan sistemik aktivitas sel Th2 oleh berbagai alergen

imunologi dan nonimunologi.32Faktor pemicu dan alergen yang paling sering

dilaporkan adalah panas, berkeringat, bahan iritan (sabun, bahan kimia keras),

kelembaban, stres dan kecemasan, makanan tertentu, alergen inhalan dan agen

mikroba seperti Staphylococcus, virus, Pityrosporum, Candida dan

(35)

2.2.4. Gambaran klinis

DA biasanya dimulai pada masa bayi. Sekitar 50% pasien mengalami

penyakit ini pada tahun pertama kehidupan dan 30% di antara usia 1-5 tahun.29,34

Sekitar50-80% pasien dengan DAakan mengalami rhinitis alergi atau asma ketika

usia anak lebih besar.29,30

Pruritushebatdanreaktivitaskulitmerupakan gambaranutama

DA.28,29Pruritusdapat intermiten sepanjang haritetapibiasanya memburukdi sore

dan malamhariyang mengakibatkan garukan, papulprurigo, likenifikasi, danlesi

kuliteksematosa.28,32Lesi kulitakutditandai dengan papuleritematosayang

berkaitan denganekskoriasi, vesikeldi atas kuliteritematosa,

daneksudatserosa.DAsubakutditandai denganpapul eritematosa, ekskoriasi, sisik.

DAkronis ditandaiolehplak, likenifikasi, danpapulfibrotik(prurigo nodularis).

PadaDAkronis, ketiga tahapreaksi kulitseringterjadi bersamaan.Pasienbiasanya

memilikikulitkering dan kusampada semua tahapDA.

Distribusi dan pola reaksi kulit bervariasi sesuai dengan usia pasien dan

aktivitas penyakit.

28,29

33

Selama masa bayiusia 2 bulan-2 tahun, DA umumnya lebih

akut dan terutama melibatkan wajah, kulit kepala, pergelangan tangan dan

permukaan ekstensor ekstremitas. Daerah popok biasanya terhindar.32,33Pada

anak-anak usia 2-12 tahun lokasi umumnya padadaerah fleksor, leher,

pergelangan tangan dan pergelangan kaki. Lokasi lesi pada remaja dan dewasa

muda adalah pada daerah lipat siku dan lutut (antekubiti dan popliteal), kaki,

wajah (terutama daerah periorbital) dan leher.32Pada anak-anak lebih tua dan yang

(36)

lokasi ruam pada lipatan fleksural ekstremitas.33,35 DA sering menghilang

seiringdengan usia. Pada DA kulit lebihrentan terhadap gatal-gatal dan inflamasi

saat terpapar iritan eksogen. Eksema tangan kronis dapat menjadi manifestasi

utama pada banyak orang dewasa dengan DA.

2.2.5. Diagnosis

29

Diagnosis DA ditegakkan berdasarkan kriteria tertentu yang

mempertimbangkan anamnesis dan manifestasi klinis.34,35 Sampai saat ini, yang

paling banyak digunakan untuk diagnosis DA adalah kriteria Hanifin dan Rajka

(Tabel 1.1) dimana diagnosis DA dapat ditegakkan bila dijumpai 3 atau lebih

kriteria mayor dan 3 atau lebih kriteria minor.

Tidak ada tes diagnostik khusus untuk DA. 29,34

32

Peningkatan kadarIgE

ditemukan hingga 80% pasien yang terkena, namun hasil ini dapat didapati pula

pada gangguan atopi lain.29,32 Biopsi kulit menunjukkan dermis yang menebal dan

hiperkeratotik dengan inflamasi perivaskular.32

Tabel 1.1 Kriteria diagnostikDAoleh Hanifin dan Rajka

Likenifikasi fleksor pada orang dewasa

Keterlibatan wajah, permukaan fleksor dan ekstensor pada anak-anak dan

remaja

Kombinasi kedua pola pada anak-anak dan dewasa

Kronis dan rekuren

Riwayat pribadi atau keluarga atopi

(37)

 

Reaktivitas kulit segera (tipe I) pada pengujian kulit

Kadar IgE serum yang meningkat

Usia onset dini

Kecenderungan untuk infeksi kulit dan defisiensi imunitas diperantarai sel

Kecenderungan untuk dermatitis tangan dan kaki non spesifik

Tabel

Lipatan kulit infraorbital (Dennie-Morgan)

Keratokonus

Katarak subkapsular anterior

Cincin mata (“shiner”), penggelapan periokular kulit

Pucat atau eritema wajah

Pitiriasis alba

Lipatan kulit pada bagian anterior kerongkongan

Pruritus yang diinduksi oleh keringat

Intoleransi terhadap wol dan pelarut lemak

Peningkatan perifolikular

Intoleransi terhadap beberapa makanan

Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan emosional

∗ Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 29 Dermografisme putih

2.3. DKA dan DA

Beberapa penelitian telah membuktikan dengan jelas bahwa pasien

DAmemilikirisiko lebih besar terkena DKI dibandingkan pasien nonatopi,

namunrisiko terkena DKA masih kontroversi.5,13,34Sampai saat ini,dianggap

(38)

Beberapapenelititelah melaporkanadanya penurunanfrekuensisensitisasikontak di

antara individu denganDA.13

Konsep inididukung olehpenelitian yangmenunjukkan bahwa pasien

denganDAtidakmudahdisensitisasi oleh

aplikasiberulangdinitrochlorobenzenetetapimudah disensitisasi

sewaktuDAmembaik.36,37Penelitian yang lebih barumenunjukkanbahwa

frekuensiDKAatausensitisasikontak terhadap alergenumumseperti nikel, kobalt,

thimerosal, dan fragrance mixterjadi samaseringnyaantara

pasiendenganDAdanpopulasi umum dimana tingkatfrekuensi sampai

40%.Sebuahpenelitian laintelahmelaporkan tingkatsensitisasiyang secara

signifikan lebih tinggipada subjekatopisebesar 65,0%

biladibandingkandenganyang terlihat padasubjeknonatopi.

Banyak peneliti sekarang telah menemukan bahwa frekuensi alergi

kontak pada pasien dengan DA adalah sebanding dengan non atopi baik populasi

dewasa maupunanak.

36

13,36

Selain itu, penelitian telah menunjukkan bahwa individu

atopi dan nonatopi memiliki reaksi imunologi yang sama dalam kejadian

DKterhadap alergen tertentu. Setelah pengujian dengan nikel, pasien DA dan

nonatopi memiliki peningkatan IL-2, IL-4, dan INF-γyang sama. Satu-satunya

perbedaan dalam respon imun kedua kelompok yaitu ditemukan peningkatan

IL-10 pada yang nonatopisaja.

Studi

13

pediatrikbaru-baru inimenunjukkan bahwaDKAdansensitisasi

kontakterhadap alergensetidaknyasama seringnya pada anak-anakatopisepertipada

(39)

anak-anakditemukanberkorelasi denganprevalensisensitisasi kontakyang selanjutnya

(40)

2.4. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka teori

(41)

2.5. Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka konsep

(42)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu studi analitik dengan rancangan potong

lintang (cross sectional).

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2014 hingga Maret 2015

yang bertempat di SMF IKKK RSUP HAM Medan.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi target

Pasien-pasien dengan riwayat DK.

3.3.2. Populasi terjangkau

Pasien-pasien dengan riwayat DK yang berobat ke SMF IKKK RSUP

HAM Medan sejak Oktober 2014 hinggaMaret 2015.

3.3.3. Sampel

Bagian dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan

(43)

3.3.3.1. Kriteria inklusi

1. Pasien berumur 18-65 tahun dengan riwayat DK.

2. Bersedia ikut serta dalam penelitian dengan menandatangani

informed consent.

3.3.3.2. Kriteria eksklusi

1. Pasien yang menderita flare DK.

2. Pasien yang mendapat pengobatan antihistamin sistemik (antagonis

reseptor H1, antagonis reseptor H2, antagonis leukotrien) dan

anthistamin topikal (doksepin) dalam waktu 2 minggu terakhir

sebelum penelitian.

3. Pasien yang menggunakan obat kortikosteroid topikal dan

imunosupresan topikal lain (takrolimus, pimekrolimus) pada lokasi

uji tempel dalam 2 minggu terakhir.

4. Pasien yang sedang mengkonsumsi obat kortikosteroid sistemik

dengan dosis di atas 20 mg dalam 2 minggu terakhir.

5. Pasien yang sedang dalam keadaan hamil

3.4. Besar Sampel

Untuk menghitung besar sampel, digunakan rumus berikut.

(44)

Dimana :

P = proporsi di populasi (0,22)

a

P = perkiraan proporsi di populasi (0,47)

a

P

P0 − = beda proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar 0,25

Maka :

Sampel untuk penelitian ini sebanyak 34 orang.

3.5. Cara Pengambilan Sampel Penelitian

Pada penelitian ini akan digunakan pengambilan sampel secara

non-randomized consecutive sampling.

3.6. Identifikasi Variabel

Variabel bebas : dermatitis atopik

Variabel terikat : dermatitis kontak alergi

3.7. Cara Penelitian

3.7.1. Pencatatan data dasar

Pencatatan data dasar dilakukan oleh peneliti di SMF IKKKDivisi

(45)

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan dermatologis.Diagnosis klinis

ditegakkan oleh peneliti bersama dengan pembimbing di SMF IKKK Divisi

Dermato Alergi dan Imunologi RSUP HAM Medan.

3.7.2. Pemeriksaan uji tempel

1. Bahan alergen standar yang digunakan dalam penelitian ini adalah

alergen dari European Baseline Series Chemotechnique Diagnostics.

2. Aplikasikan sejumlah kecilantigenpada setiap chamberberurutan

dimulai darinomor satubahan standar

3.

.

Untukantigencair, diaplikasikansatu tetescairanke kertas saring yang

sudah ditempatkan di dalamchamber

4.

.

Posisi pasien duduk atau telungkup.

5. Dilakukan pembersihan pada kulit punggung bagian atas dengan

kain kasa atau jika kulit pasien berminyak dapat dibersihkan dengan

kapas alkohol, kemudian dibiarkan kering.

6. Ditempelkan IQ Ultra®chamberpada punggung dan direkat dengan

plester hipoalergenik, serta diberi tanda sesuai dengan urutan bahan

alergen yang diuji.

7. Pasien diijinkan pulang dengan pesan bahwa lokasi uji tempel tidak

boleh basah terkena air dan untuk berhati-hati bila sedang mandi

serta mengurangi aktivitas yang menimbulkan keringat berlebihan.

8. Pembacaan dilakukan pada jam ke 48 dan 72 (atau lebih awal jika

(46)

9. Intensitas reaksi dinilai dan dicatat sesuai dengan ICDRG menurut

sistem penilaian oleh Wilkinson dkk. yaitu :

- negatif

26,27

?+ reaksi meragukan

+ reaksi lemah (non vesikular)

++ reaksi kuat (edema atau vesikular)

+++ reaksi hebat (bula atau ulseratif)

NT tidak diuji

IR reaksi iritan tipe berbeda

10. Hasil tes tempel yang positif bermakna dinilai relevansinya dengan

anamnesis dan gambaran klinis. Hasil relevansi positif dianggap

sebagai penyebab (pembacaan dilakukan 15 menit setelah plester

dilepaskan).Pasien diberi catatan tentang hasil uji tempel yang positif

bermakna.

3.7.3. Pemeriksaan pasien dermatitis atopik

Pada pasien yang telah didiagnosis dengan DKA kemudian dilakukan

anamnesis dan pemeriksaan klinis untuk menegakkan DA berdasarkan kriteria

Hanifin dan Rajka. Setelah penegakkan diagnosisDA, hubungan DA dengan

(47)

3.8. Definisi Operasional

3.8.1. DKA adalah dermatitis kontak yang disebabkan adanya kontak kulit

dengan alergen. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

gambaran klinis yang didukung oleh uji tempel yang hasilnya positif.

Anamnesis berupa adanya riwayat kontak ulang dengan bahan alergen

yang dicurigai, riwayat penyakit sebelumnya, stigmata atopik, pekerjaan,

kegemaran, pemakaian produk.

Gambaran klinis berupa makula eritema, edema, papul, vesikel pada

tempat kontak dengan bahan alergen, tidak berbatas tegas dan dapat

meluas ke sekitarnya yang umumnya terasa gatal.

Uji tempel adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan

apakah suatu bahan tertentu menyebabkan inflamasi alergi pada kulit

pasien dengan aplikasi sejumlah bahan alergen standar ke kulit selama 48

jam dan dinilai reaksi kulit pada hari ke-2 dan 3. Uji tempel dinyatakan

positif bila ditemukan intensitas reaksi +, ++, +++ pada kulit sesuai

dengan sistem ICDRG.

Skala ukur :nominal

3.8.3. DA adalah

Skala ukur : nominal

penyakit kulit inflamasi bersifat kronis residifyang mengenai

bayi dan anak juga dapat terjadi pada dewasa, disertai stigmata atopik

pada pasien atau keluarganya.Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria

Hanifin dan Rajka oleh peneliti bersama dengan pembimbingdimana

(48)

3.9. Kerangka Operasional

Gambar 3.1 Kerangka operasional

3.10. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang didapat diolah dengan metode analisis hipotesis untuk

menentukan hubungan antara DA dengan DKA.Analisis dilakukan dengan

menggunakan perangkat lunak pengolah data.

Untuk menganalisis hubungan antar variabel dilakukan uji statistik chi

square dengan jumlah sel tidak ada nilai ekspektasi (expected count) kurang dari 5

tidak lebih dari 25%. Bila ada maka digunakan Fisher Exact Test. Batas uji

keamanan (p) yang digunakaan dalam penelitian adalah 0,05 dengan interval Pasien riwayat DK yang berobat ke SMF IKKK Divisi

Dermato Alergi dan Imunologi RSUP HAM Medan

Memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

DKA (+)

Uji tempel

DKA (-) DA (+) DA (-)

(49)

kepercayaan 95%. Dikatakan bermakna jika nilai p≤0,05 dan tidak bermakna jika

nilai p>0,05.

3.11. Etika Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan sampel biologis, yang

selama pelaksanaannya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan

kode etik penelitian biomedik.Ijin didapat dari Komisi Etika Penelitian Fakultas

(50)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada 34 orang subjek dengan riwayat DK yang

dimulai dari bulanOktober 2014–Maret 2015.

4.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik subjek pada penelitian ini ditampilkan berdasarkan

distribusi frekuensi kelompok jenis kelamin, usia, suku, agama, pendidikan, status

pernikahan. Sedangkan karakteristik atopi terdiri dari stigmata atopik pada diri

(51)

Tabel 4.1 Data karakteristik sampel DK

Karakteristik sosiodemografi Jumlah (n=34) Persentase (%)

Jenis kelamin

Berdasarkan tabel 4.1. didapatkan bahwaperempuan berjumlah 19 orang

atau 55,9% lebih banyak dibandingkan laki-laki yang berjumlah 15 orang atau

44,1%.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan di

Medan oleh Mahadi pada tahun 1991-1992 dimana dilaporkan terdapat 72,73%

pasien adalah perempuan dan 27,27% pasienlaki-laki.38 Nasution dkk.pada tahun

1992 melaporkan pasien DKdi RS Dr Pirngadi Medan sebanyak 63,79%

(52)

perempuan dan 32,18% laki-laki, sedangkan pada tahun 1994ditemukan pasien

DK sebanyak 71,43% perempuan dan 28,57%laki-laki.

Villafuerte dan Palmero dari Filipina melaporkan dari 267 pasien DK

sebanyak 71,4% adalah perempuan dan laki-laki28,6%. 39

40

Penelitian di Jerman

yang dilakukan oleh Forsbeck pada tahun 2001, dari 1141 pasien DK, 50,4%

untuk pasien perempuan lebih banyak daripada pasien laki-laki. Demikian juga

pada penelitian Basketter di Thailandpada tahun 2004, dari 1178-2545 orang yang

diikutsertakan dalam penelitiannya ditemukan 49,1-70,7% adalah perempuan.

Pada penelitian Dotterud di Norwegia pada tahun 2007 ditemukan prevalensi

55,8% pasien DK perempuan dari 1236 orang subjek penelitian.17Sebaliknya

penelitian yang dilakukan oleh García-Gavín tentang epidemiologi DK di Spanyol

pada tahun 2008, ditemukan 740 atau 63,7% adalah perempuan dan 421 atau

36,3% adalah laki-laki dari jumlah 1161 pasien.

Penelitian Sunaryo di Poliklinik kulit dan kelamin RSUP Prof. Dr. R. D.

Kandou Manado pada bulan Januari-Desember 2012 juga memperoleh hasil yang

sama dengan penelitian-penelitian lainnya tentang pasien DK yang lebih banyak

terjadi pada pasien wanita sebanyak 52 orang atau 67,5% dibandingkan dengan

pria sebesar 2:1.

41

42

Hasil inipun sesuai dengan penelitian Wulus, yang menemukan

59% DK terjadi pada wanita.43 Hal ini terjadi disebabkanoleh wanita lebih sering

terpapar dengan berbagai bahan alergik maupun iritan dalam pekerjaan

sehari-hari. Hal ini juga didukung oleh kepustakaan yang menyatakan bahwa wanita dua

kali lipat lebih sering menderita DK dibandingkan dengan pria.

Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa DK terbanyak pada kelompok

(53)

dilakukan di poliklinik kulit dan kelamin RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado

menemukan kelompok tertinggi pada usia 25-44 tahun atau 30,18%.43Fatma dan

Hari yang meneliti mengenai hubungan antara usia pekerja dengan kejadian DK

di PT Inti Pantja Press Industri yang bergerak dalam bidang

otomotifmenemukanbahwa dari 43 pekerja, 26 pekerja atau 60,5% berusia ≤30

tahun dan pekerja yang berusia >30 tahun hanya sekitar 13 orang atau

35,1%.44Menurut kepustakaan bahwa DK lebih sering diderita oleh orang dewasa,

meskipun sebenarnya dapat terjadi pada semua usia dan angka kejadian

meningkat pada usia produktif. Hal ini terkait dengan pekerjaan dan kehidupan

mereka sehari-hari yang mengharuskan mereka terpapar dengan bahan-bahan

iritan dan alergen.

Distibusi berdasarkan suku didapatkan suku Jawa memiliki frekuensi

terbanyak sebanyak 15 orang atau 44,1%. 8,22

Menurut data BPS Sumatera Utara, pada

tahun 2000 mayoritas penduduk kota Medan berasal dari suku Jawa sebesar

33,03% dan Batak sebesar 20,93%, yang disusul oleh suku Tionghoa sebesar

10,65%, Mandailing sebesar 9,36%, Minangkabau sebesar 8,6%, Melayu sebesar

6,59%, Karo sebesar 4,10%, Aceh sebesar 2,78%, dan lain-lain sebesar 3,95%.

Berdasarkan pendidikan didapatkan frekuensi tertinggi adalah perguruan

tinggi berjumlah 14 orang atau 41,2%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata

sampel pada penelitian ini memiliki tingkat intelektual yang cukup baik.Menurut

Yuli Kusumawati (2008) tingkat pendidikan seseorang ikut mempengaruhi mudah

tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan. Semakin tinggi pendidikan

seseorang akansemakin mudah menerima informasi tentang kesehatan.

45

46

Penelitian

(54)

hubungan pengetahuan dengan kejadian DK.47

Tabel 4.2 Karakteristik stigmata atopik sampel penelitian

Berdasarkan hal tersebut dapat

ditarik kesimpulan bahwa masih terdapat kontroversi mengenai kaitan pendidikan

dan timbulnya DKA.

Karakteristik Jumlah (n=34) Persentase (%)

Dermatitis atopik Ya

Tidak

27 7

79,4 20,6 Riwayat keluarga atopi

Ya Tidak

11 23

32,4 67,6

Total 34 100,0

Distribusi frekuensi berdasarkan dermatitis atopik didapatkansebesar 27

orang atau 79,4% yang memiliki DA sedangkan 7 orang atau 20,6% tidak

memiliki DA.Distribusi frekuensi berdasarkan riwayat keluarga atopi didapatkan

sebesar 23 orang atau 67,6% tidak memiliki riwayat keluarga atopi dan 11 orang

atau 32,4% yang memiliki riwayat keluarga atopi.

4.2. Alergen Penyebab Dermatitis Kontak Alergi

(55)

Tabel 4.3Alergen penyebab dermatitis kontak alergi

No Alergen standar

Hasil uji tempel

5. Cobalt(II)chloride hexahydrate 29 (85,2) 5 (14,7) 34 (100,0)

6. Benzocaine 32 (94,1) 2 (5,8) 34 (100,0)

7. Nickel(II)sulfate hexahydrate 21 (61,7) 13 (38,2) 34 (100,0)

8. Clioquinol 34 (100,0) 0 34 (100,0)

17. 2-Mercaptobenzothiazole (MBT) 34 (100,0) 0 34 (100,0)

18. Formaldehyde 34 (100,0) 0 34 (100,0)

23. Methylisothiazolinone +

Methylchloroisothiazolinone 34 (100,0) 0 34 (100,0)

24. Budesonide 34 (100,0) 0 34 (100,0)

25. Tixocortol-21-pivalate 34 (100,0) 0 34 (100,0)

26. Methyldibromoglutaronitrile 34 (100,0) 0 34 (100,0)

27. Fragrance mix II 34 (100,0) 0 34 (100,0)

28. Lyral 34 (100,0) 0 34 (100,0)

Berdasarkan tabel 4.3didapatkanbahwa lima alergen yang menyebabkan

(56)

orang atau 38,2%, kobalt klorida sebanyak 5 orang atau 14,7%, Myroxylon

pereirae resin sebanyak 3 orang atau 8,8%, fragrance mix sebanyak 2 orang atau

5,8%, PPD sebanyak 2 orang atau 5,8%.

Penelitian García-Gavín dkk. di Spanyol juga menemukan hal yang sama

bahwa lima alergen penyebab DKA yang paling sering adalah nikel sulfat sebesar

25,88%, potassium dichromate sebesar 5,31%, kobalt klorida sebesar 5,10%,

fragrance mix sebesar 4,64%, dan balsam Peru sebesar 4,44%.

Nikel terdapat pada perhiasan, logam-logam dan benda-benda yang

dilapisi logam seperti kunci, koin, risleting, kancing, pacu jantung, baterai, dan

lain-lain.Kobalt klorida dan potassium dichromate jugamerupakan golongan

logam.Nikel adalah penyebab utama DKA di dunia terutama pada wanita. 41

6,8 Pada

penelitian di Medan, logam menempati peringkat keempat selama tiga tahun yaitu

tahun 1992 sebanyak 8,31%, tahun 1993 sebanyak 7,83% dan tahun 1994

sebanyak 10,30%. Namun, tahun 1996-1997 menempati peringkat pertama

sebesar 45%.38Kobalt klorida merupakan alergen kedua paling sering terjadi pada

wanita, kemungkinan disebabkan oleh sensitisasi melalui pemakaian perhiasan

atau dalam lingkungan pekerjaan, produk kebersihan dan rambut, produk-produk

yang digunakan dalam industri tekstil, atau kulit.41,48 Pada penelitian ini

ditemukan sebagian besar individu yang memiliki hasil positif terhadap alergen

nikel dan kobalt merupakan individu yang alergi terhadap barang-barang logam

yang di dalamnya terkandung nikel ataupunkobalt seperti cincin, jam tangan, tali

pinggang. Bahkan ada 3 orang yang memiliki hasil positif terhadap kedua alergen

(57)

DiDenmark, terjadi penurunan insiden kepekaan terhadap nikel pada

wanita dari 22,1% sebelum tahun 1991 menjadi 16,7% selama tahun 1996 sejak

diberlakukan peraturan penggunaan nikel pada barang-barang aksesori.

Namun,pada kelompok laki-laki masih terjadi peningkatan dari 3,1% menjadi

4,3% yangdisebabkan oleh tindik telinga yang akhir-akhir ini merupakan suatu

mode.

Di Filipina pada tahun 1996-2001 logam juga menduduki peringkat atas,

yaitu nikel sulfat 35,5%,potassium dichromate20,3% dan kobalt klorida

19,2%. 17

17,49

Di India,pada tahun 1997 potassium dichromatesebagai penyebab

terbesar sebesar 20,5% diikuti nikel sulfat sebesar 16,5%. Cina juga hampir sama

dengan India, pada tahun 1991 dengan potassium dichromatesebesar 17,9% dan

nikel sulfat sebesar 13,8%.50

Pada penelitian ini dijumpai 3 orang atau 8,8% yang bereaksi positif

terhadap Myroxylon pereirae resin (balsam Peru). Selain itu ada 2 orang atau

5,8% yang bereaksi positif terhadap fragrance mix I.

Pada penelitian ini hanya ditemukan 1 atau 2,9%

orang yang memiliki hasil positif terhadap potassium dichromate dimana individu

tersebut alergi terhadap bahan logam.

Fragrance mix dan balsam

Peru dalam penelitian García-Gavín dkk. di Spanyol merupakan penyebab

peringkat keempat dan kelima, dengan persentase sekitar 4,5%.41Myroxylon

pereirae dianggap sebagai marker yang baik untuk alergi fragrance dan dapat

mengidentifikasi sekitar 50% individu yang alergi fragrance.

Dalam penelitian ini juga ditemukan 2 orang atau 5,8% yang bereaksi

positif terhadap PPD, 2 orang atau 5,8% bereaksi positif terhadap

N-Isopropyl-N-phenyl-4-phenylenediamine (IPPD).

6

(58)

sebagai alergen peringkat ketiga pada wanita, dengan frekuensi sebesar 5,03% (CI

95%, 3,43%-6,64%).41 PPD terdapat pada pewarna rambut yang merupakan

prekursor umum di dalam produk pewarna rambut oksidatif, sedangkan IPPD

merupakan turunan dari PPD yang juga terdapat dalam pewarna rambut.

Dalam penelitian ini ditemukan ada 2 orang atau 5,8% yang bereaksi

positif dengan thiuram mix. Thiuram mix diketahui merupakan sensitizer yang

umum dalam karet. Insidensi sensitivitas sekitar 5-10% dari pasien yang dites

dengan uji tempel.

8,51

8,48

Selain itu, juga ditemukan reaksi positif terhadap benzokain sebanyak 2

orang atau 5,8%. Anestesi lokal dari derivat –kain yang digunakan secara luas

terutama dalam sediaan injeksi.DKA sering dilaporkan berkaitan dengan

penggunaan krim pada pruritus ani, hemoroid dan gigitan serangga, lotion untuk

luka bakar, dan tetes mata dan telinga anestesi.Pada penelitian Anadkk. diperoleh

bahwa dalam 112 pasien atau 4,1%yang diperiksa memiliki minimal satu reaksi

alergi terhadap anestesi lokal, dengan prevalensi reaksi terhadap benzokain

sebesar 22,5% dan sebagian besar atau 44% adalah tidak berhubungan atau terjadi

(59)

Gambar 4.1Frekuensi alergen penyebab DKA berdasarkan golongan usia

Dari gambar 4.1 tampak bahwa alergen penyebab DKA paling banyak

pada kelompok usia 18-34 tahun adalah nikel sulfat, yang disusul kobalt klorida,

myroxylon pereirae resin, potasiumdichromate, thiuram mix, benzokain,

PTBP,quaternium-15, dan 2-methoxy-6-n-pentyl-4-benzoquinone. Alergen

penyebab pada kelompok usia 35-49 tahun adalah nikel sulfat, PPD, thiuram mix,

kobalt klorida,benzokain, myroxylon pereirae resin, dan fragrance mix I. Pada

kelompok usia 50-65 tahun alergen penyebab adalah nikel sulfat, IPPD,

Pada penelitian Kwangsukstith dan Maibach yang membagi DKA pada

orang dewasa menjadi tiga kelompok umur: dewasa muda (15-40 tahun), dewasa

pertengahan (40-65 tahun) dan yang lebih tua (>65 tahun). Insiden dan

manifestasi klinis DKA pada tiap-tiap kelompok ini dapat berbeda. Perbedaan

pada paparan sebelumnya atau terbaru, karena perbedaan pekerjaan, budaya,

pakaian, kosmetik, kebiasaan dan lingkungan, dapat menyebabkan variasi dalam

sensitisasi atau induksi DKA.

PPD,

fragrance mix I.

53

Fase elisitasi DKA berbeda secara nyata dalam

Gambar

Gambar Uji Tempel dan Hasil Pembacaan ……………….. 73
Tabel 1.1 Lanjutan
Gambar 2.1 Kerangka teori
Gambar 3.1 Kerangka operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

“Website merupakan sebuah kumpulan halaman-halaman web beserta file- file pendukungnya, seperti file gambar, video, dan file digital lainnya yang disimpan pada sebuah web

Hasil dari penelitian ini bahwa keberadaan atau kegiatan yang dilakukan oleh LSM A New Vision mendapat respon positif dan antusias yang tinggi dari masyarakat.. A

dapat dikesampingkan/dihentikan. Hal ini juga terkait dengan prinsip penyelesaian sengketa secara murah, sederhana dan cepat. Hadirnya upaya tersebut tentu tidak terlepas

&amp;al &amp;al ini ini bis bisa a ber berart arti i mem memberi beri lapisan 'a( )lilin* atau lapisan poliuretan pada mobil, memberi lapisan cat pada benda lapisan 'a(

Penelitian pada kluster ini bagi bidang fokus SHSBP harus mengacu ke dalam renstra perguruan tinggi terkait agenda-agenda prioritas dengan keluaran hasil

Jumlah kejadian rupture perineum pada ibu bersalin normal di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta 2015 dalam penelitian ini sebanyak 95 orang sebagian besar terjadi pada rupture

H R 0 R = Tidak ada perlakuan yang memberikan pengaruh nyata terhadap nilai scavenging activity, nilai total fenol dan intensitas warna pada ubi kayu yang dipanaskan.. H R 1 R

Pada tahap kedua, IPEWG berencana untuk bekerja dengan staf lapangan APRIL untuk mengembangkan lebih lanjut praktik-praktik pengelolaan terbaik untuk operasional yang telah ada