• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Penggunaan Lahan Komoditas Unggulan Perkebunan Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan Penggunaan Lahan Komoditas Unggulan Perkebunan Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN KOMODITAS UNGGULAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN TANAH DATAR, PROVINSI

SUMATERA BARAT

ASTRIANA RAHMI SETIAWATI

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perencanaan Penggunaan Lahan Komoditas Unggulan Perkebunan di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan didalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

(3)

ASTRIANA RAHMI SETIAWATI. Perencanaan Penggunaan Lahan Komoditas Unggulan Perkebunan Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Dibimbing oleh SANTUN R.P SITORUS dan WIDIATMAKA.

Perekonomian Kabupaten Tanah Datar sangat ditunjang oleh sektor pertanian. Pada tahun 2012 Pendapatan Domestik Regional Bruto Kabupoaten Tanah berada pada tingkat rata-rata/menengah yaitu 6,5% dan lebih rendah bila dibandingkan dengan kabupaten tetangga: Kabupaten Padang Pariaman (7,23 %); Agam (7,83%); Lima Puluh Kota (7,20%) dari total PDRB provinsi (BPS, 2013). Berdasarkan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatra Barat tahun 2014, pertumbuhan sektor perkebunan relatif lambat dan hanya menyumbang 4,08 % dari total PDRB Sumatra Barat. Sementara itu, terdapat adanya peningkatan produksi dari beberapa komoditi perkebunan seperti produksi kakao, kopi robusta, kopi arabika dan kemiri. Penetapan komoditas unggulan disuatu wilayah menjadi suatu keharusan dengan pertimbangan bahwa komoditas tersebut mampu bersaing secara berkelanjutan dengan komoditas yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain atau komoditas tersebut unggul secara komparatif dan kompetitif. Kesalahan managemen dalam penggunaan lahan akan menimbulkan kerusakan terhadap lahan itu sendiri (Nugroho 2000). Arahan pengembangan komoditas pada suatu lahan mencakup perencanaan penggunaan lahan untuk pengembangan komoditas tertentu. Komoditas yang terpilih adalah komoditas yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, hasil evaluasi kesesuaian lahannya sesuai serta dibudidayakan masyarakat dan memiliki dukungan infrastruktur dan kelembagaan yang cukup. Ketidaktahuan untuk mengendalikan suatu penggunaan lahan untuk pengendalian komoditas dapat diatasi dengan menyusun perencanaan penggunaan

lahan (Sitorus et al. 2012). Oleh karena itu, pengembangan ekonomi wilayah

melalui pengembangan komoditas unggulan akan mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengidentifikasi komoditas unggulan perkebunan Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat; (2) Mengidentifikasi dan mendeliniasi penggunaan lahan eksisting Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat; (3) Mengevaluasi ketersediaan lahan dan kesesuaian lahan untuk pengembangan komoditas unggulan perkebunan di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat; (4) Menyusun arahan rencana penggunaan lahan untuk komoditas unggulan Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat.

(4)

meliputi data penggunaan lahan, karakteristik lahan, serta pengamatan kondisi fisik lahan di lapangan dan data analisis tanah dilaboratorium. Data penggunaan lahan diperoleh dengan cara melakukan interpretasi citra satelit dan divalidasi dengan melakukan cek lapangan. Data kondisi fisik lahan dan karakteristik tanah

di peroleh dari survei lapang. Alat yang digunakan adalah Receiver GPS, kamera

digital, dan seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software: Envi 5

portable, Arc GIS 10.2, Google Earth Plus, Microsoft Excel, dan Microsoft Word. Komoditas unggulan suatu wilayah diidentifikasikan dengan nilai LQ yang lebih besar dari 1 dan nilai SSA yang positif. Berdasarkan analisis LQ dan SSA diketahui bahwa Kabupaten tanah datar memiliki 15 jenis komoditas unggulan; karet, kopi robusta, kakao, kelapa, cengkeh, kayu manis, aren, tebu, gardamunngu/kapulaga, kapok, merica, pala, panili, dan kemiri. Berdasarkan hasil

interpretasi citra satelit LANDSAT 8 dan dibantu dengan google earth serta

ground check, di ketahui bahwa penggunaan lahan aktual (2014) Kabupaten Tanah Datar adalah: hutan primer (37,2%); sawah (20%); hutan sekunder (19,8 %); dan kebun campuran (7,5%) merupakan empat penggunaan lahan terluas di Kabupaten Tanah Datar, namun untuk pengembangan komoditas unggulan perkebunan, evaluasi lahan hanya dilakukan pada penggunaan lahan hutan sekunder (19,8%), kebun campuran (7,5%), dan semak belukar (0,7%).

Lahan yang tersedia dan sesuai untuk pengembangan komoditas unggulan perkebunan di Kabupaten Tanah Datar dengan kelas kesesuaian lahan S3 adalah sebagai berikut: kakao (16.853 ha); kelapa (9.439 ha); cengkeh (6.921 ha); merica (4.912 ha); kayu manis (4.741 ha); pala (4.603 ha); karet (3.997 ha); tebu (3.651 ha); kopi arabika (1.980 ha); kemiri (1.366 ha); aren (1.291 ha); kapok (1.072 ha); kapulaga (982 ha); kopi robusta (924 ha); dan vanili (353 ha). Arahan rencana penggunaan lahan komoditas unggulan perkebunan adalah: kopi robusta (Kecamatan X Koto dan Tanjung Baru); pala (Kecamatan Batipuh); kakao (Kecamatan Batipuh Selatan, Rambatan, Limo Kaum, Tanjung Emas, dan Lintau Buo Utara); cassiavera/kayu manis (Kecamatan Pariangan dan Sungayang); vanili (Kecamatan Sungai Tarab); dan kopi arabika (Kecamatan Salimpauang).

(5)

SUMMARY

ASTRIANA RAHMI SETIAWATI. Land use Planning based on superior estate commodities in Tanah Datar Regency, West Sumatra province. Under directions of SANTUN R.P SITORUS and WIDIATMAKA.

Tanah Datar's economy is supported by the agricultural sector. In 2012 the Gross Domestic Regional Product (PDRB) Tanah Datar Regency was 6.5 % and it was lower than another regencies in West Sumatra: Padang Pariaman Regency (7.23 %); Agam (7.83%); Lima Puluh Kota (7.20%) (BPS 2013). Based on BPTP (2014) the growth of plantation sector are relatively slow, where accounted for only 4.08% of total PDRB of West Sumatra. In fact, there is an increase of some commodities of plantation such as cocoa, robusta coffee, arabica coffee and candlenut. the information of land resources for plantation in Kabupaten Tanah Datar is still limited and information about land suitability of superior estate commodities in every sub-district are not available. Determination for land suitability of superior estate in every regions is important and that commodities will compete sustainably with the same commodities produced by other regions or other commodities. To develop the commodities, the sistematic direction has to be considered for an optimal land use. An Errors in management of land use will

make a damage for itself (Nugroho 2000). The direction on developing

comodities in land includes land use planning. The Selected commodity should

have a high economic value, which is compatible with land use, easy to growth, and was supporting by institutional and other stakeholder. The uncontrolable of using land resources in each commodity, should be overcome with managing and

planning a land use itself (Sitorus et al. 2012). Therefore, Developing an

economic sector in each region from superior estate comodity development will increase the economic stability for itself. This research aimed: (1) to identify superior estate comodities of Tanah Datar Regency; (2) to identify present land use of Tanah Datar Regency; (3) to analyze land availability and to evaluate land

suitability of superior estate commodities; (4)to arrange the direction of superior

estate commodities development.

(6)

Microsoft Excel, and Microsoft Word.

Superior estate commodities was identified with LQ scores higher than 1 point and with positive SSA’s value. Based on analysis of LQ and SSA is known Tanah Datar regency has 15 types of superior estate commodities such as; rubber, Robusta coffee, cocoa, coconut, cloves, cinnamon, sugar palm, sugarcane, cardamom, kapok, pepper, nutmeg, vanilla, and candlenut. Some districts may have more than one superior estate commodites. Batipuh District has a lot of superior estate commodities (8 commodities) if we compared with other districts. Meanwhile the Lintau Buo District has none. Based on the results of satellite image LANDSAT 8 interpretation and assisted with google earth and ground check, assumes that the actual land use (2014) Tanah Datar regency are: primary forest (37.2%); ricefield (20%); secondary forest (19.8%); and mixed farms (7.5%) is the fourth largest land use in Tanah Datar, but for the development of superior estate commodities, land evaluation is only carried out on land use of secondary forest (19.8%), mixed farms (7.5%) and shrubs (0.7%). Based on the comparison between the percentage of ricefield and mixed farms (20%: 7.5%) it can be seen that agriculture systems in Tanah Datar more engaged in agriculture wetlands compared to the plantation, but the plantation sector had more contributing for regional income, so that it is important to optimize the land use development.

Land availability and suitability for developing superior estate commodities in Tanah Datar are: cocoa (16,853 ha); coconut (9,439 ha); clove (6,921ha); pepper (4,912 ha); cinnamon (4,741 ha); nutmeg (4,603 ha); rubber (3,997 ha); sugar cane (3,651 ha); Arabica coffee (1,980 ha); candlenut (1,363 ha); sugar palm (1,291 ha); kapok (1,072 ha); cardamom (982 ha); Robusta coffee (924 ha); vanilla (353 ha) respectively. The direction of land use planning for developing superior estate commodies are: Robusta coffee (X Koto District and Tanjung Baru District); nutmeg (Batipuh Distric) cocoa (South Batipuh District), Rambatan District, Limo Kaum District, Tanjung Emas District, and North Lintau Buo District); cinnamon (Pariangan District and Sungayang District); vanilla (Sungai Tarab District); and arabica coffee (Salimpauang District).

Keywords: land availability, matching method, suitability, superior estate comodity.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN KOMODITAS

UNGGULAN PERKEBUNAN KABUPATEN TANAH DATAR,

PROVINSI SUMATERA BARAT

ASTRIANA RAHMI SETIAWATI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

Pada

Program Studi Ilmu Tanah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)
(11)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subḥānahu Wa

Ta'Ala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan tesis

penelitian ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun guna memenuhi syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Program Studi Ilmu Tanah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Depertemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, dengan judul penelitian Perencanaan Penggunaan Lahan Komoditas Unggulan Perkebunan di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan sebesar besarnya kepada Bapak Prof. Dr Ir Santun R.P Sitorus dan Bapak Dr Ir Widiatmaka, DAA selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran, arahan, dan bimbingan hingga terselesaikannya penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran positif yang bersifat membangun dalam penyempurnaan tesis ini, sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Januari 2016

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Kerangka Pemikiran 4

2. TINJAUAN PUSTAKA

Penggunaan Lahan dan Evaluasi Lahan 5

Kualitas dan Karakteristik Lahan 6

Sektor dan Komoditas Unggulan 7

Penelitian Terdahulu 8

3. METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian 11

Metode Penelitian 11

Jenis Data, Alat, dan Metode Pengumpulan Data 11

Metode dan Teknik Analisis Data 12

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Komoditas Perkebunan Kabupaten Tanah Datar 20

Deleniasi Penggunaan Lahan Aktual Kabupaten Tanah Datar 24

Ketersediaan Lahan dan Kesesuaian Lahan Komoditas Unggulan

Perkebunan 25

Arahan Rencana Penggunaan Lahan Komoditas Unggulan Perkebunan

37

5. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 45

Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 46

LAMPIRAN 52

RIWAYAT HIDUP 119

(13)

1 Analisis laboratorium dan metode yang digunakan 12

2 Tujuan, jenis, sumber, teknik analis data dan output yang

diharapkan

15

3 Kriteria evaluasi kesesuaian lahan 18

4 Daftar komoditas unggulan perkebunan per ecamatan

Kabupaten Tanah Datar 20

5 Nilai LQ komoditas perkebunan Kabupaten Tanah Datar 22

6 Nilai SSA komoditas perkebunan Kabupaten Tanah Datar 23

7 Luas dan persentase penggunaan lahan di Kabupaten Tanah

Datar tahun 2014 24

8 Ketersediaan lahan untuk perencanaan komoditas unggulan

Kabupaten Tanah Datar 26

9 Kelas kemiringan lahan Kabupaten Tanah Datar 27

10 Jenis tanah Kabupaten Tanah Datar 28

11 Elemen penyusun Satuan Peta Lahan 28

12 Data temperatur udara Kabupaten Tanah Datar 32

13 Kesesuaian lahan aktual komoditas unggulan Kecamatan X

Koto 33

14 Kesesuaian lahan aktual komoditas unggulan Kecamatan

Batipuah

33

15 Kesesuaian lahan aktual komoditas unggulan Kecamatan

Batipuah Selatan 33

16 Kesesuaian lahan aktual komoditas unggulan Kecamatan

Pariangan 34

17 Kesesuaian lahan aktual komoditas unggulan Kecamatan

Rambatan 34

18 Kesesuaian lahan aktual komoditas unggulan Kecamatan Limo

Kaum 35

19 Kesesuaian lahan aktual komoditas unggulan Kecamatan

Tanjung Emas 35

20 Kesesuaian lahan aktual komoditas unggulan Kecamatan

Padang Gantiang 36

21 esesuaian lahan aktual komoditas unggulan Kecamatan Lintau

Buo Utara 36

22 Kesesuaian lahan aktual komoditas unggulan Kecamatan

Sungayang

36

23 Kesesuaian lahan aktual komoditas unggulan Kecamatan

Sungai Tarab 37

24 Kesesuaian lahan aktual komoditas unggulan Kecamatan

Salimpauang 37

25 Kesesuaian lahan aktual komoditas unggulan Kecamatan

(14)

28 Matrik pemilihan arahan komoditas unggulan utama

Kecamatan Pariangan 41

29 Matrik pemilihan arahan komoditas unggulan utama

Kecamatan Rambatan 41

30 Matrik pemilihan arahan komoditas unggulan utama

Kecamatan Limo Kaum 42

31 Matrik pemilihan arahan komoditas unggulan utama

Kecamatan Tanjung Emas 42

32 Matrik pemilihan arahan komoditas unggulan utama

Kecamatan Lintau Buo Utara 43

33 Matrik pemilihan arahan komoditas unggulan utama

Kecamatan Sungayang 43

34 Matrik pemilihan arahan komoditas unggulan utama

Kecamatan Salimpauang 44

35 Matrik pemilihan arahan komoditas unggulan utama

Kecamatan Tanjung Baru 44

36 Komoditas unggulan utama dan penunjang Kabupaten Tanah

Datar 45

DAFTAR GAMBAR

1 Alur kerangka pemikiran 4

2 Peta administrasi Kabupaten Tanah Datar 11

3 Diagram alir penelitian 19

4 Peta penggunaan lahan Kabupaten Tanah Datar 24

5 Peta ketersediaan lahan 26

6 Peta kemiringan lahan Kabupaten Tanah Datar 27

7 Peta tanah Kabupaten Tanah Datar 28

8 Peta satuan lahan Kabupaten Tanah Datar 29

9 Peta lokasi pengambilan sampel tanah 30

10 Peta arahan rencana penggunaan komoditas unggulan

perkebunan Kabupaten Tanah Datar 46

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis tanah di laboratorium 52

2 Kriteria evaluasi kesesuaian lahan 53

3 Penilaian evaluasi kesesuaian lahan tiap komoditas

unggulan

68

4 Pengamatan tanah di lapang 102

(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Evaluasi penggunaan lahan pada hakekatnya merupakan proses yang

terjadi secara terus menerus (continuing process) dan “multi-konsep” yang sangat

dipengaruhi oleh tujuan dari pengguna lahan itu sendiri, baik tujuan ekonomi, lingkungan, maupun tujuan sosial (Baja 2012). Menurut Sitorus (2004), evaluasi lahan merupakan suatu proses untuk menduga potensi sumber daya lahan untuk berbagai penggunaan. Fungsi evaluasi sumberdaya lahan adalah memberikan pengertian tentang hubungan-hubungan antara kondisi lahan dan penggunaannya serta memberikan kepada perencana sebagai perbandingan dan alternatif pilihan penggunaan yang dapat diharapkan berhasil. Penentuan kesesuaian lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman sangat diperlukan terutama dalam perencanaan pengembangan komoditas pertanian, kususnya dalam bidang perkebunan (Boix dan Zink 2008). Hal ini penting karena untuk mengetahui potensi pengembangan tanaman pertanian, diperlukan informasi kesesuaian komoditas berdasarkan kesesuaian lahan sehingga tanaman tersebut mampu tumbuh selaras dengan iklim

dan kondisi lahan yang ada (Makaborang et al. 2009). Babalola et al. (2011)

menyatakan bahwa untuk pengembangan suatu komoditas diperlukan beberapa persyaratan seperti adanya kesesuaian lahan dalam pemilihan komoditas unggulan pada suatu wilayah pengembangannya, adanya potensi sumberdaya lahan wilayah berupa lahan, agroklimat, tenaga kerja, sarana maupun prasarana sosial ekonomi serta kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat. Prinsip evaluasi kesesuaian lahan pertanian adalah untuk memprediksi potensi dan keterbatasan lahan untuk

produksi tanaman (Ranya et al. 2013).

Perekonomian Kabupaten Tanah Datar sangat tergantung pada sektor pertanian. Pendapatan Domestik Regional Bruto Kabupoaten Tanah pada tahun 2012 berada pada tingkat rata-rata/menengah yaitu 6,5% dan lebih rendah bila dibandingkan dengan kabupaten tetangga yang juga bergerak dibidang pertanian: Kabupaten Padang Pariaman (7,23 %); Agam (7,83%); Lima Puluh Kota (7,20%) dari total PDRB provinsi (BPS 2013). Berdasarkan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatra Barat tahun 2014, pertumbuhan sektor perkebunan relatif lambat dan hanya menyumbang 4,08 % dari total PDRB Sumatra Barat. Sementara itu, terdapat adanya peningkatan produksi dari beberapa komoditi perkebunan. Berdasarkan BPS Kabupaten Tanah Datar (2014), terdapat komoditi perkebunan yang cukup menjanjikan terhadap perekonomian masyarakat karena komoditinya dapat diekspor ke luar negeri, seperti produksi kakao, kopi robusta, kopi arabika dan kemiri.

(16)

pertimbangan, baik secara teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan.

Penyusunan arahan pengembangan komoditas perlu mempertimbangkan pemanfaatan lahan yang optimal. Kesalahan dalam pengelolaan lahan yang melebihi daya dukung lahan akan mengakibatkan terjadinya kerusakan lahan (Nugroho 2000). Semakin terbatasnya sumberdaya lahan dan keragaman kondisi biofisik memerlukan pengaturan dalam pemanfaatan agar lebih efisien dengan memperhatikan prioritas pengembangan komoditas pertanian, untuk itu masing-masing daerah harus mampu memilih jenis komoditas basis pertanian yang

diunggulkan dan diprioritaskan untuk dikembangkan (Mubekti et al. 2006).

Arahan pengembangan komoditas pada suatu lahan mencakup perencanaan penggunaan lahan untuk pengembangan komoditas tertentu. Komoditas yang terpilih adalah komoditas yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, hasil evaluasi kesesuaian lahannya sesuai serta dibudidayakan masyarakat dan memiliki dukungan infrastruktur dan kelembagaan yang cukup. Ketidaktahuan untuk mengendalikan suatu penggunaan lahan untuk pengendalian komoditas

dapat diatasi dengan menyusun perencanaan penggunaan lahan (Sitorus et al.

2012). Oleh karena itu, pengembangan ekonomi wilayah melalui pengembangan komoditas unggulan akan mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu daerah, sehingga perencanaan penggunaan lahan dengan mempertimbangkan kesesuaian lahan komoditas unggulan perkebunan penting dilakukan agar dapat memberikan informasi kesesuaian lahan komoditas tertentu untuk peningkatan pendapatan masyarakat dan pengembangan wilayahnya.

Perumusan Masalah

Kabupaten Tanah Datar merupakan daerah agraris, dimana 70 % penduduknya bergerak pada bidang pertanian, baik pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan, maupun peternakan. Pada saat sekarang ini belum ada informasi mengenai kesesuaian lahan komoditas unggulan perkebunan setiap kecamatan di Kabupaten Tanah Datar. Penetapan komoditas unggulan disuatu wilayah menjadi suatu keharusan dengan pertimbangan bahwa komoditas tersebut mampu bersaing secara berkelanjutan dengan komoditas yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain atau komoditas tersebut unggul secara komparatif dan kompetitif serta memiliki keterkaitan antar sektor yang kuat sehingga berpotensi sebagai motor penggerak perekonomian wilayah. Oleh karena itu pengembangan ekonomi melalui pengembangan komoditas unggulan akan mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu daerah.

Dalam pengembangannya, perlu dilakukan evaluasi kesesuaian lahan dari komoditas tersebut agar diketahui lokasi pengembangannya. Berdasarkan

rumusan masalah tersebut, disusun pertanyaan penelitian (research questions)

sebagai berikut :

1. Apa komoditas unggulan perkebunan Kabupaten Tanah Datar?

2. Bagaimana kondisi penggunaan lahan eksisting Kabupaten Tanah Datar

pada saat ini?

3. Bagaimana ketersediaan lahan dan kesesuaian lahan untuk komoditas

(17)

4. Bagaimana arahan pengembangan komoditas unggulan perkebunan Kabupaten Tanah Datar?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk merencanakan penggunaan lahan untuk pengembangan komoditas unggulan perkebunan di Kabupaten Tanah Datar. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dilakukan beberapa tahapan penelitian yang bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi komoditas unggulan perkebunan Kabupaten Tanah

Datar.

2. Mengidentifikasi dan mendeliniasi penggunaan lahan eksisting Kabupaten

Tanah Datar.

3. Mengevaluasi ketersediaan lahan dan kesesuaian lahan untuk

pengembangan komoditas unggulan perkebunan di Kabupaten Tanah Datar.

4. Menyusun arahan rencana penggunaan lahan untuk komoditas unggulan

perkebunan Kabupaten Tanah Datar.

Manfaat Penelitian

Hasil kajian dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam penyusunan

rencana arahan penggunaan lahan pertanian, RTRW serta dalam pengambilan kebijakan dalam mengendalikan pemanfaatan ruang.

2. Sebagai bahan pertimbangan dan acuan masyarakat khususnya yang

bergerak dalam usaha perkebunan.

Kerangka Pemikiran

Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan penggunaan lahan. Peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan terhadap kebutuhan manusia merupakan dua faktor yang akan memberikan tekanan terhadap lahan dan tuntutan agar lahan dapat memberikan hasil yang optimal, sehingga pemilihan komoditas yang memiliki prospek pengembangan sangatlah penting dilakukan. Hal ini dapat dilakukan melalui pemilihan komoditas unggulan perkebunan dan evaluasi kesesuaian lahan terhadap komoditas unggulan perkebunan tersebut. Evaluasi kesesuaian lahan merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan tertentu.

Untuk mengetahui komoditas unggulan perkebunan di Kabupaten Tanah

Datar dilakukan dengan teknik analisis LQ (Location Quotient) dan SSA (Shift

(18)

perkebunan hanya dilakukan pada lahan yang tersedia untuk pengembangan. Lahan tersedia diperoleh melalui tumpang tindih antara peta pola ruang (RTRW Kabupaten Tanah Datar), peta kawasan hutan, dan peta penggunaan lahan eksisting Kabupaten Tanag Datar. Kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Tekanan terhadap lahan meningkat

Gambar 1. Alur kerangka pemikiran

Peningkatan jumlah penduduk

Tuntutan untuk pemenuhan

kebutuhan

Tanaman bernilai ekonomi tinggi dan berpotensi pengembangan Perencanaan penggunaan

lahan (paling menguntungkan)

Kelas kesesuaian lahan

Rencana penggunaan lahan komoditas unggulan perkebunan.

Lahan tersedia dan sesuai

Analisis komoditas unggulan perkebunan (LQ dan SSA)

Ketersediaan lahan dan Satuan Peta Lahan

Komoditas unggulan perkebunan

1. Peta pola ruang. 2. Peta kawasan hutan. 3. Peta geologi 4. Peta lereng 5. Peta tanah 6. Citra satelit (peta penggunaan lahan 2014).

6. Analisis tanah di laboratorium

Evaluasi lahan (matching)

(19)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan (land use) dan penutupan lahan (land cover) pada

hakekatnya berbeda walaupun sama-sama menggambarkan keadaan fisik permukaan bumi. Lillesand dan Kiefer (1993) mendefinisikan penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada suatu bidang lahan, sedangkan penutupan lahan lebih merupakan perwujudan fisik objek-objek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap objek-objek tersebut.

Vink (1975) menyatakan bahwa penggunaan lahan adalah setiap bentuk campur tangan manusia terhadap sumberdaya lahan, baik yang bersifat permanen atau rotasi yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan dan penutupan lahan dapat memiliki pengertian yang sama untuk hal-hal tertentu tetapi sebenarnya memiliki penekanan yang berbeda. Penggunaan lahan menyangkut aktifitas pemanfaatan lahan oleh manusia,

sedangkan penutupan lahan lebih bernuansa fisik (Rustiadi et al. 2005).

Penggunaan lahan berkaitan dengan aktivitas manusia yang secara langsung berhubungan dengan lahan, dimana terjadi penggunaan lahan dan sumberdaya yang ada serta mengakibatkan dampak pada lahan. Penetapan penggunaan lahan pada umumnya didasarkan pada karakteristik lahan dan daya dukung lingkungannya. Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan baik untuk keperluan produksi pertanian maupun untuk keperluan lainnya memerlukan pemikiran yang seksama dalam mengambil keputusan yang paling menguntungkan dari sumberdaya lahan yang terbatas (Baja 2012).

Evaluasi Lahan

Pertumbuhan suatu wilayah akan berdampak pada peningkatan kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan. Kondisi tersebut mengharuskan perlunya pemikiran yang seksama dalam mengambil keputusan pemanfaatan yang paling menguntungkan dari sumberdaya lahan yang terbatas dengan tetap memperhatikan tindakan konservasinya untuk penggunaan dimasa yang akan datang (Sitorus 2004).

(20)

Berbagai metode evaluasi lahan telah banyak dikembangkan di Indonesia.

Soil Conservation Service, USDA memperkenalkan sistem kemampuan lahan (Klingebiel dan Montgomerry 1961). Dalam sistem ini lahan dikelompokkan kedalam delapan kelas (I – VIII) berdasarkan daya dukungnya untuk memproduksi tanaman-tanaman pertanian, rumput makanan ternak, dan kehutanan tanpa menimbulkan kerusakan dalam jangka panjang. Selanjutnya

FAO (1976) dalam Framework of Land Evaluation memperkenalkan sistem

klasifikasi kesesuaian lahan (Land Suitability Classification) untuk jenis

penggunaan lahan yang spesifik. Dalam sistem ini klasifikasi kesesuaian lahan dibagi kedalam ordo Sesuai (S) dan Tidak Sesuai (N). Ordo S dibagi lagi menjadi

Sangat sesuai/Highly suitable (S1), Cukup sesuai/Moderately suitable (S2), dan

Sesuai marginal/Marginal suitable (S3). Ordo N dibagi menjadi Tidak sesuai saat

ini/Currently not suitable (N1) dan Tidak sesuai permanen/Permanently not suitable (N2). Kedua sistem diatas banyak dianut dan dikembangkan di Indonesia, khususnya disektor pertanian dan kehutanan.

Di dalam kegiatan evaluasi lahan, sering dijumpai perbedaan dalam hasil penilaian kesesuaian lahan tersebut. Hal ini antara lain disebabkan oleh: (1) perbedaan terhadap faktor-faktor yang dinilai yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman; (2) perbedaan pengharkatan dalam penilaian karakteristik lahan; (3) perbedaan dalam sistem yang digunakan; dan (4) perbedaan dalam metode pengambilan keputusan, antara lain dengan metode penghambat maksimum atau parametrik (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Disamping itu, kriteria kesesuaian lahan yang ada masih bersifat umum dan disusun berdasar pengalaman empiris yang belum dikaji berdasarkan data-data penelitian atau dikorelasikan dengan produksi tanamannya.

Kriteria kesesuaian lahan disusun berdasarkan tujuan evaluasi dan persyaratan penggunaan lahan dari suatu tipe penggunaan lahan tertentu yang dihubungkan dengan kualitas lahan. Kualitas lahan adalah sifat lahan yang berpengaruh langsung terhadap penggunaan lahan di suatu wilayah. Kualitas ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan dari pengertian karakteristik lahan (FAO 1976). Kualitas lahan dapat berperan positif dan negatif terhadap penggunaan lahan tergantung dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang berperan positif sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan. Sebaliknya penggunaan lahan yang bersifat negatif bersifat merugikan (merupakan kendala), sehingga menjadi faktor penghambat atau pembatas bagi suatu penggunaan lahan tertentu. Setiap kualitas lahan dapat berpengaruh terhadap satu atau lebih jenis penggunaan lahan. Demikian pula setiap jenis penggunaan lahan tertentu akan dipengaruhi oleh berbagai kualitas lahan. Karakteristik lahan didefinisikan sebagai sifat tanah yang dapat diukur dilapangan (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).

(21)

karakteristik lahannya. Referensi kriteria kesesuaian lahan yang lain seperti pada

FAO (1983) dan Djaenudin et al. (2000, 2003), baru sebagian kualitas lahan saja

dari yang dikemukakan pada FAO (1983). Namun demikian untuk keperluan evaluasi lahan yang lebih spesifik untuk komoditas tertentu perlu dipilih kualitas/karakteristik lahan yang relevan dengan tujuan evaluasi dan ketersediaan data disuatu wilayah. Beberapa kualitas/karakteristik lahan yang relevan dengan

kondisi lahan di Indonesia telah dicoba disusun oleh Djaenudin et al. (2000, 2003)

dan diterapkan dalam penyusunan kriteria kesesuaian lahan untuk berbagai komoditas pertanian.

Sektor dan Komoditas Unggulan Perkebunan

Sektor unggulan (key sector) adalah sektor yang memiliki peranan yang

relatif besar dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya dalam memacu tujuan

pertumbuhan ekonomi. Menurut Rustiadi et al. (2011) sektor unggulan dapat

diartikan sebagai sektor utama (leading sector) yakni suatu sektor yang

menciptakan pertumbuhan yang pesat dan kekuatan ekspansi ke berbagai sektor

lain dalam perekonomian. Adapun ciri-ciri sektor utama (leading sector) adalah

sebagai berikut: (a) Potensi menciptakan efek ganda (multiplier effect) dari

produksi-produksi yang dihasilkan terhadap sektor-sektor lain yang mempunyai kemungkinan berkembang dengan pesat; (b) Teknik produksi yang lebih modern dan kapasitas dapat diperluas; (c) Terciptanya tabungan masyarakat dan pada pengusaha menanamkan kembali keuntungan untuk pengembangan sektor utama

tersebut; (d) Perkembangan leading sector memacu perluasan kapasitas dan

modernisasi sektor-sektor lain.

Komoditas unggulan agribisnis diartikan sebagai komoditas basis agribisnis yang dihasilkan secara berlebihan dalam pengertian lebih untuk keperluan oleh masyarakat dalam suatu wilayah tertentu, sehingga kelebihan tersebut dapat dijual keluar wilayah tersebut (Saragih 2001). Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang paling menguntungkan untuk diusahakan atau dikembangkan pada suatu daerah. Salah satu kriteria penentuan komoditas unggulan perkebunan adalah berorientasi pasar dan berbasis sumberdaya lokal spesifik (Herdhiansyah et al. 2013).

Daryanto dan Hafizrianda (2010) menerangkan bahwa komoditas unggulan mempunyai kriteria sebagai berikut: (1) Harus mampu menjadi

penggerak utama (prime mover) pembangunan perekonomian. Dengan kata lain,

komoditas unggulan tersebut dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan, dan pengeluaran. Misalnya, cengkeh di Sulawesi Utara, kakao di Sulawesi Tenggara, dan minyak bumi dan gas di Nangroe Aceh Darussalam, dan pariwisata di Bali; (2) Mempunyai keterkaitan ke

depan dan ke belakang (forward and backward linkages) yang kuat, baik sesama

komoditas unggulan maupun komoditas lainnya; (3) Mampu bersaing dengan

produk sejenis dari wilayah lain (competitiveness) di pasar nasional dan pasar

(22)

Mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya; (7) Dapat bertahan dalam jangka panjang tertentu, mulai dari fase kelahiran, fase pertumbuhan, hingga fase kejenuhan atau penurunan. Jika komoditas unggulan yang satu memasuki tahap kejenuhan atau penurunan maka komoditas unggulan lainnya harus mampu menggantikannya; (8) Tidak rentan

terhadap gejolak eksternal dan internal; (9) Pengembangannya harus

mendapatkan berbagai bentuk dukungan, misalnya keamanan, sosial, budaya,

informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas insentif/disentif dan lain-lain;

(10) Pengembangannya berorientasi pada kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Menurut Kustanto (1999) penentuan komoditas unggulan dapat didasarkan pada kriteria-kriteria berikut: (1) Ketersediaan pasokan bahan baku secara kontinyu; (2) Nilai ekonomis bahan baku; (3) Keterkaitan dengan pendapatan petani; (4) Mempunyai kesempatan adanya diversifikasi produk; (5)

Penyebaran lokasi; (6) Kemungkinan intensifikasi dan ekstensifikasi; (7)

Kebijakan pemerintah.

Pengembangan wilayah tidak lepas dari kajian terkait aspek yang mendukungnya, salah satunya adalah penetapan komoditas unggulan. Beberapa hambatan yang dapat memperlambat perkembangan dari percepatan pertumbuhan antara lain adalah kurang optimalnya pemanfaatan keunggulan komparatif dan

kompetitif produk unggulan daerah (Hidayat et al. 2014). Komoditas unggulan

merupakan komoditas yang memiliki nilai strategis berdasarkan pertimbangan fisik (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manuasia, infrastruktur, kondisi sosial budaya) untuk dikembangkan disuatu wilayah. Penetapan komoditas unggulan dirasa sangat penting, karena dengan diketahuinya komoditas unggulan maka fokus pengembangan terhadap komoditas tersebut menjadi prioritas. Namun demikian, hal tersebut tentunya tidak mengabaikan komoditas non unggulan lainnya. Selain itu, dengan fokus pada pengembangan komoditas unggulan dapat diupayakan meningkatkan nilai tambah komoditas tersebut. Hal ini tentunya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. Di sisi lain, penentuan komoditas unggulan memberikan keuntungan antara lain biaya produksi lebih rendah jika dibandingkan diproduksi di wilayah lain, potensi pengembangan cukup luas karena preferensi masyarakat mendukung, dan tidak

kesulitan memperoleh sumberdaya manusia pendukung (Sitorus et al. 2014).

Dalam menetapkan suatu komoditas menjadi komoditas unggulan dapat dilakukan dengan berbagai metode. Salah satu metode yang paling umum

digunakan yaitu metode Location Quotient (LQ) (Hendayana 2003). Metode ini

lebih bersifat analisis dasar yang dapat memberikan gambaran tentang pemusatan aktifitas atau sektor basis saat ini. Sementara itu Chiang (2008) mendefinisikan LQ sebagai cara yang efisien untuk menentukan kosentrasi industri di beberapa wilayah dan kemudian pembuat kebijakan atau peneliti dapat merencanakan atau mengevaluasi pertumbuhan suatu wilayah dengan pengganda basis. LQ adalah suatu metode universal untuk mengetahui spesialisasi suatu wilayah dan dapat diterapkan untuk mengetahui spesialisasi suatu wilayah tertentu (Nan dan Wenxue 2009).

(23)

membandingkan antara share tenaga kerja manufaktur dengan penduduk wilayah terhadap total pangsa lapangan kerja relatif terhadap penduduk negara. Metode ini telah berkembang dan telah banyak digunakan untuk mengetahui pemusatan panen, sehingga berdasarkan pemahaman teori ekonomi basis (pemusatan) maka metode LQ juga dapat digunakan untuk mengetahui komoditas unggulan suatu wilayah. Untuk komoditas berbasislahan seperti tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan dapat digunakan data lahan (luas tanam atau luas panen), produksi atau produktifitas, sedangkan untuk komoditas pertanian yang tidak berbasis lahan digunakan data jumlah populasi (Sajjad dan Sandip 2014).

Penelitian Terdahulu

Hendayana (2003) telah mengidentifikasi komoditas unggulan pertanian pada tingkat nasional dengan menggunakan metode LQ. Hasilnya menunjukkan bahwa metode LQ sebagai salah satu pendekatan model ekonomis basis yang relevan dan dapat digunakan sebagai salah satu teknik untuk mengidentifikasi komoditas unggulan. Setiawan (2010) telah meneliti arahan pengembangan sektor pertanian Kabupaten Sumbawa berbasis komoditas unggulan daerah. Berdasarkan analisis LQ komoditas pertanian, menunjukkan hasil komoditas kacang hijau, sawo, mangga, jagung, dan pepaya memiliki nilai LQ>1. Selanjutnya dilakukan

dengan analisis Tipologi Klasen. Berdasarkan analisis tipologi klasen diperoleh

komoditas unggulan yang ditunjukkan pada kuadran 1 yaitu jagung, kedelai, kacang hijau, ubi jalar, dan cabe rawit. Untuk pemilihan prioritas komoditas unggulan dilakukan dengan dengan analisis AHP. Dalam analisis AHP yang digunakan sebagai kriteria adalah lahan, nilai tambah, modal, pasar, dan preferensi. Hasil analisis AHP diperoleh prioritas utama untuk dikembangkan adalah: jagung dengan skor (0,39); kacang hijau (0,23); kedelai (0,19); cabe rawit (0,16); dan ubi jalar (0,09). Kemudian setiap komoditas terpilih dilakukan pewilayahan pengembangan dengan analisis evaluasi lahan yang pada akhirnya setiap wilayah merupakan Wilayah Pengembangan (WP) untuk jenis komoditas unggulan yang berbeda.

Nureli (2008) meneliti arahan pengembangan komoditas unggulan perkebunan di Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung. Berbeda dengan Setiawan (2010), pengembangan strategi komoditas unggulan perkebunan yang digunakan oleh Nureli diawali dengan evaluasi kesesuaian lahan dengan

menggunakan software ALES. Kemudian baru mengidentifikasi komoditas

unggulan perkebunan dengan menggunakan metode LQ. Selanjutnya dilakukan analisis finansial (BC, NPV, dan IRR). Untuk pengembangan komoditas

dilakukan dengan analisis Focus Group Discussion (FGD). Hasil penelitian

(24)

karet adalah ekstensifikasi di wilayah Kecamatan Pagelaran, Sukoharjo, Adiluwih, dan Banyumas.

Rosdiana (2011) melakukan penelitian analisis komoditas unggulan pertanian dan strategi pengembangannya di Kabupaten Ciamis Propinsi Jawa

Barat. Analisis komoditas unggulan dilakukan dengan menggunakan tabel

Input-Output dan indeks komposit. Strategi pengembangan komoditas unggulan dilakukan dengan analisis gabungan AHP dan SWOT selanjutnya disebut dengan A’WOT. Hasil menunjukkan terdapat enam komoditas unggulan pertanian yaitu: padi, ayam ras pedaging, sapi, peternakan lainnya, ikan darat termasuk hasil perairan darat lainnya, dan kelapa. Dari keenam komoditas unggulan dipaduserasikan dengan kebijakan pertanian Kabupaten Ciamis melalui diskusi dengan pemangku kebijakan, sehingga diperoleh tiga prioritas pengembangan komoditas unggulan yaitu: padi, ayam ras pedaging, dan sapi. Berdasarkan analisis A’WOT disusun strategi pengembangan komoditas padi diantaranya adalah mendorong peningkatan produksi dan kualitas beras.

Permata (2015) meneliti analisis komoditas unggulan dan potensi wilayah untuk mendukung pengembangan wilayah Kabupaten Padang Pariaman. Pada

penelitian ini digunakan metode LQ dan SSA (Shift Share Analysis). Sementara

(25)

3 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2014 – Agustus 2015 di Kabupaten Tanah Datar, Propinsi Sumatera Barat. Secara geografis Kabupaten Tanah Datar terletak pada posisi 00˚17" LS – 00˚39" LS dan 100˚19" BT -

100˚51" BT, dengan luas wilayah 1.336 Km2 dan terdiri dari 14 kecamatan, 75

nagari, serta 395 jorong. Secara administratif Kabupaten Tanah Datar berbatasan dengan: sebelah utara (Kabupaten Agam dan 50 Kota), sebelah selatan (Kabupaten Solok dan Kota Sawah Lunto), sebelah barat (Kabupaten Padang Pariaman), dan sebelah timur (Kabupaten Padang Pariaman). Lokasi penelitian secara spasial dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta administrasi Kabupaten Tanah Datar

Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahap kegiatan, yaitu: (1) Pengumpulan data meliputi: identifikasi komoditas unggulan perkebunan, identifikasi tipe penggunaan lahan, dan analisis tanah di laboratorium; (2) Kegiatan analisis ketersediaan lahan dan kesesuaian lahan untuk pengembangan komoditas unggulan; (3) Menyusun arahan pengembangan komoditas unggulan.

Jenis Data, Alat, dan Metode Pengumpulan Data

(26)

produksi tanaman perkebunan), Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Tanah Datar (BAPPEDA), data iklim, Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI), Peta Pola Ruang (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kabupaten Tanah Datar, Peta Kawasan Hutan Kabupaten Tanah Datar (Kementerian Kehutanan), Peta Administrasi Kabupaten Tanah Datar, Peta Tanah, Peta Lereng, dan Peta Geologi. Alat yang

digunakan adalah Receiver GPS, kamera digital, dan seperangkat komputer yang

dilengkapi dengan software: Envi 5 portable, Arc GIS 10.2, Google Earth Plus,

Microsoft Excel, dan Microsoft Word.

Data primer meliputi data penggunaan lahan, karakteristik lahan, serta pengamatan kondisi fisik lahan di lapangan dan data analisis tanah dilaboratorium. Data penggunaan lahan diperoleh dengan cara melakukan

interpretasi citra satelite yaitu Landsat TM 8 yang dibantu dengan google earth

dan divalidasi dengan melakukan cek lapangan (ground truth). Data kondisi fisik

lahan dan karakteristik tanah di peroleh dari survei lapang. Sifat fisik dan kimia tanah serta metode analisis yang digunakan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Analisis laboratorium dan metode yang digunakan

No Analisis Laboratorium Metode analisis

1. Fisika Tanah

- tekstur tanah Pipet ayakan / berdasarkan hukum Stokes

(Baver 1959).

2. Retensi hara

- KTK Pencucian amonium asetat (USDA 2004).

- K-dd Pencucian amonium asetat (USDA 2004).

- Na-dd Pencucian amonium asetat (USDA 2004).

- Ca-dd Pencucian amonium asetat (USDA 2004).

- Mg-dd Pencucian amonium asetat (Black 1965).

- pH Elektrometrik pH meter

- C organik Walkey and Black (Black 1957) .

3. Hara tersedia

- N total Kjedahl (Black 1965).

- P2O5 Bray I (Rayment dan Hingginson 1992).

Metode dan Teknik Analisis Data

Matriks hubungan antara tujuan, jenis data, sumber data, teknik analisis, dan keluaran tertera pada Tabel 2.

Identifikasi komoditas unggulan

Teknik penilaian komoditas unggulan dapat dilakukan melalui beberapa

cara diantaranya adalah index komoditas unggulan, multi criteria analysis, Model

(27)

serta cakupan yang lebih luas. Analisis sisi penawaran ini dimaksudkan menunjukkan kondisi riil produksi komoditas di lokasi studi yang secara tidak langsung juga menggambarkan preferensi masyarakat dalam mengusakan komoditas tersebut. Dari aspek permintaan akan tergambar potensi pengembangan, khususnya terkait potensi pasar yang cukup besar dalam wilayah lokal maupun dalam cakupan wilayah yang lebih luas. Secara hipotetik teknik yang dapat dipilih terdiri dari berbagai teknik yang sudah berkembang jauh serta kombinasi teknik analisis yang menjadi pendekatan kedua sisi tersebut. Teknik yang berkembang antara lain adalah identifikasi keunggulan komparatif dengan menggunakan analisis LQ dan keunggulan kompetitif dengan menggunakan teknik SSA yang merupakan teknik dekomposisi pertumbuhan atau analisis pertumbuhan. Kombinasi dari kedua pendekatan serta modifikasinya dilakukan untuk memperoleh teknik paling baik dalam menentukan komoditas unggulan dari

suatu wilayah (Sitorus et al. 2014). Analisis komoditas unggulan tanaman

perkebunan pada penelitian ini dilakukan dengan metode LQ dan SSA. Metode ini dilakukan untuk mengetahui komoditas basis, keunggulan komparatif dan kompetitif keunggulan tanaman perkebunan di Kabupaten Tanah Datar.

a. Analisis location quotient (LQ)

Location Quotient (LQ) digunakan untuk menunjukkan ada tidaknya pemusatan aktifitas komoditas pertanian pada kecamatan di Kabupaten Tanah

Datar. Menurut Blakely (1994) dalam Sitorus (2012) persamaan indeks LQ

dirumuskan sebagai berikut:

����= ���

�� � �.�

�. . �

Dimana:

XIJ : derajat aktifitas komoditas (luas lahan) ke-j di Kecamatan ke-i

XI. : total aktifitas komoditas (luas lahan) di Kecamatan ke-i

X.J : total aktifitas komoditas (luas lahan) ke-j di semua Kecamatan

X.. : derajat aktifitas total komoditas (luas lahan) di Kabupaten Tanah

Datar

Kriteria penilaian dalam penentuan ukuran derajat basis/keunggulan komparatif adalah jika nilai indeks LQ lebih besar atau sama dengan satu (LQ ≥ 1), maka komoditas tersebut merupakan komoditas unggulan, sedangkan apabila nilainya kurang dari satu (LQ < 1), berarti komoditas yang dimaksud termasuk kedalam komoditas non basis pada kegiatan perekonomian wilayah Kabupaten Tanah Datar.

LQ ≥ 1 menunjukkan bahwa peranan komoditas i cukup menonjol di

daerah tersebut dan seringkali sebagai petunjuk bahwa daerah tersebut surplus akan komoditas i dan mengekspornya kedaerah lain. Daerah itu hanya mungkin mengekspor produk ke daerah lain atau luar negeri karena mampu menghasilkan

produk tersebut secara lebih murah dan efisien. Atas dasar tersebut LQ ≥ 1 secara

(28)

lama berkembang, sedangkan bagi sektor yang baru atau sedang tumbuh apalagi yang selama ini belum pernah ada, LQ tidak dapat digunakan karena produk totalnya belum menggambar kapasitas riil daerah tersebut.

a. Shift share analysis (SSA)

Shift Share Analysis (SSA) merupakan salah satu analisis untuk memahami pergeseran struktur aktivitas di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi (cakupan wilayah yang lebih luas) dalam dua titik waktu.

SSA juga menjelaskan kemampuan berkompetisi (competitiveness) aktivitas

tertentu di suatu wilayah tertentu serta menjelaskan kinerja aktivitas tertentu di wilayah tertentu. Rumus SSA adalah sebagai berikut.

SSA =

[

XI(t1) / XI(t0)

]

-

[

XJ(t1) / XJ(t0)

]

(Rustiadi et al. 2011)

Dimana:

XI : Luas panen suatu komoditas di suatu unit wilayah kecamatan.

XJ : Total luas panen suatu komoditas di seluruh unit wilayah kecamatan.

t0 : Titik tahun awal.

t1 : Titik tahun akhir.

Metode SSA yang dilakukan dalam penelitian ini hanya mengambil

komponen differential shift. Hal ini dilakukan karena ingin benar-benar melihat

tingkat kompetisi (competitiveness) suatu aktivitas tertentu dibandingkan dengan

pertumbuhan total aktivitas tersebut dalam wilayah tanpa ada pengaruh dari

pertumbuhan total wilayah (regional share) maupun pertumbuhan sektoral

(proportional shift).

Deliniasi tutupan dan penggunaan lahan

Tahapan yang digunakan pada interpretasi Landsat untuk mengklasifikasikan penggunaan lahan di Kabupaten Tanah Datar sebagai berikut:

a. Pemotongan batas area penelitian

Pemotongan batas area penelitian diperlukan untuk melakukan clip Citra

Landsat untuk memperoleh wilayah yang akan dianalisis, yaitu wilayah administrasi Kabupaten Tanah Datar.

b. Rektifikasi citra

Citra Landsat terlebih dahulu dilakukan rektifikasi/koreksi geometrik untuk mengurangi distorsi geometrik. Keakuratan hasil koreksi

ditunjukkan dengan nilai RMS (Root Mean Square) yang kecil. Nilai RMS

yang ditoleransi adalah yang lebih kecil dari 0,5. Untuk mendapatkan nilai

RMS yang kecil dilakukan dengan cara dengan memilih GCP (Ground

(29)

Tabel 2. Tujuan, jenis, sumber, analisis data , dan output yang diharapkan

No Tujuan Jenis Data Sumber Data Teknik Analisis Output yang Diharapkan

1 Mengidentifikasi komoditas unggulan

- BPS Kabupaten Tanah Data

- Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kab. Tanah Datar

- Analisis LQ dan SSA - Komoditas unggulan tanaman perkebunan Kabupaten Tanah Datar

2 Mengidentifikasi dan mendeliniasi - Peta Administrasi

- USGS - Google earth - BIG

- Interpretasi citra dengan metode visual.

- Overlay peta dengan SIG. - Pengecekan lapangan.

- Peta penggunaan lahan Kab. Tanah Datar tahun 2014.

3 Mengevaluasi ketersediaan lahan dan kesesuaian lahan komoditas unggulan tanaman perkebunan Kabupaten Tanah Datar

- Peta pola ruang (RTRW) - Peta kawasan hutan - Komoditas unggulan perkebunan.

- Peta Tanah (1:250.000) - Peta Geologi (1:250.000). - Peta Kemiringan Lahan (1: 25.000).

-Peta Penggunaan lahan (1:50.000).

-Karakteristik Lahan. -Data iklim .

- Bappeda Kab. Tanah Datar

- Kementrian kehutanan - Hasil dari tujuan 2. - BBSDLP.

- BIG. - Analisis GIS.

- Interpretasi citra satelit. - Pengamatan lapangan. - Analisis laboratorium - Stasiun klimatologi.

- Overlay peta. - Matching.

- Peta ketersediaan lahan komoditas unggulan perkebunan Kabupaten Tanah Datar. - Kesesuaian lahan komoditas unggulan perkebunan Kabupaten Tanah Datar

4 Menyusun arahan rencana penggunaan lahan untuk komoditas unggulan perkebunan Kabupaten Tanah Datar

- Pola tanam komoditas (survey lapang).

- Total produksi komoditas unggulan.

- Total luas panen komoditas unggulan.

- Kelas kesesuaian lahan

- Survey lapang - BPS - Hasil tujuan 3

(30)

c. Klasifikasi penggunaan lahan

Klasifikasi dilakukan dengan menggunakan metode interpretasi visual (digitize on screen). Tipe penggunaan lahan yang digunakan dalam klasifikasi yaitu: hutan primer, hutan sekunder, kebun campuran, lahan terbangun, lahan terbuka, semak belukar, ladang, sawah, dan tubuh air. Teknik interpretasi citra penginderaan jauh dapat dilakukan dengan menggunakan komponen interpretasi yang meliputi data acuan, kunci interpretasi citra, metode pengkajian dan penerapan konsep multispektral. Beberapa hal yang dijadikan dasar dalam interpretasi visual citra Kabupaten Tanah Datar tahun 2014 sebagai berikut:

1. Peta penggunaan lahan tahun 2014 hasil interpretasi citra dibuat pada

skala 1:50.000 menggunakan software ERDAS Imagine dan ArcGis

10.0 serta dilakukan generalisasi polygon. Aturan generalisasi adalah

dengan menentukan luas polygon terkecil, yaitu: 0,5 cm x 0,5 cm x 0,5

cm x skala pemetaan.

2. Kunci interpretasi citra yang menjadi pertimbangan berupa 9

karakteristik dasar, yaitu: rona/warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, bayangan,situs (Lillesand dan Kiefer 1997), asosiasi/korelasi, dan kedekatan antara interpreter dengan obyek yang diinterpretasi.

3. Metode pengkajian yang dilakukan adalah pengkajian dengan

pertimbangan umum ke pertimbangan khusus pada suatu obyek dengan metode konvergensi bukti dimana menggunakan sebanyak mungkin kunci interpretasi citra.

4. Penetapan konsep multispektral, yaitu penggunaan alternatif beberapa

band secara bersamaan untuk memudahkan interpretasi.

- Citra dengan komposit band 543 dapat dengan mudah untuk

memudahkan obyek vegetasi dengan non vegetasi. Obyek bervegetasi dipresentasikan dengan warna hijau dan tanah kerting dengan warna merah.

- Citra dengan komposit band 432 untuk membedakan obyek kelurusan

seperti jalan dan kawasan perkotaan. Jaringan jalan dipresentasikan dengan warna putih.

- Citra dengan komposit band 543 untuk membedakan obyek yang

mempunyai kandungan air atau kelembaban tinggi. Obyek dengan tingkat kelembaban atau kandungan air tinggi akan dipresentasikan dengan rona yang lebih gelap secara kontras. Penggunaan komposit

band ini digunakan untuk mempresentasikan obyek tambak (tampak

bewarna biru kehitaman dengan bentuk kotak teratur), dan untuk membedakan hutan rawa dengan hutan lahan kering, sawah dengan padi tua ataupun sawah dengan awal penanaman.

Untuk menentukan tutupan lahan, citra landsat TM dibantu dengan

Citra Geo-Eye dari Google Earth yang telah di-georeferensi. Setelah

(31)

Evaluasi ketersediaan lahan dan kesesuaian lahan komoditas unggulan Kabupaten Tanah Datar

Setelah didapatkan komoditas unggulan tanaman perkebunan melalui analisis LQ dan SSA, selanjutnya dilakukan evaluasi ketersediaan lahan dan kesesuaian lahan untuk komoditas unggulan tersebut. Adapun langkah-langkah evaluasi adalah sebagai berikut:

a. Ketersediaan lahan komoditas unggulan

Untuk mengetahui ketersediaan lahan untuk pengembangan komoditas unggulan maka dilakukan analisis spasial melalui: (1) Peta pola ruang Kabupaten Tanah Datar; (2) Peta peruntukan kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan; (3) Peta penggunaan lahan eksisting 2014.

b. Menentukan satuan lahan

Sebelum melakukan evaluasi kesesuaian lahan, dilakukan terlebih dahulu penentuan Satuan Peta Lahan (SPL) skala 1:50.000. SPL didapatkan dengan cara

overlay dari beberapa peta yaitu : (1) Peta Tanah skala 1:250.000; (2) Data DEM yang kemudian di interpretasikan menjadi Peta Kemiringan Lahan skala 1:25.000; (3) Peta Penggunaan Lahan eksisting skala 1:50.000; dan (4) Peta Geologi skala 1:250.000. Setelah itu dilakukan pemisahan antara kawasan budidaya dan

kawasan lindung dengan cara meng-overlay SPL dengan peta RTRW kabupaten.

Satuan lahan yang dievaluasi kesesuaian lahannya adalah satuan lahan yang termasuk dalam kawasan budidaya dan berada di kecamatan yang mempunyai komoditas unggulan. Setelah itu menentukan titik pengamatan-pengecekan lapang.

c. Pengumpulan data lapang

Pengumpulan data lapang yaitu berupa pengumpulan data karakteristik lahan. Karakteristik lahan yang dapat diamati di lapang yaitu: drainase, singkapan batuan, kemiringan lahan, dan ketebalan solum tanah. Sementra itu, untuk analisis sifat kimia tanah dan analisis tekstur tanah dilakukan di laboratorium dan

dilakukan pengambilan contoh tanah di lapang secara purposive sampling pada

setiap satuan peta lahan pada kedalaman 0 – 30 cm dan 31 – 60 cm.

d. Evaluasi kesesuaian lahan

Evaluasi lahan dilakukan dengan menggunakan metoda matching

(pendekatan faktor pembatas) dari Land Use Requirement komoditas unggulan

(32)

Tabel 3. Kriteria evaluasi kesesuaian lahan

No. Kualitas Lahan Karakteristik Lahan

1. Temperatur (tc) Temperatur rata-rata tahunan (˚C)

2. Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm)

Lamanya masa kering (bulan) Kelembaban (%)

3. Ketersediaan oksigen (oa) Drainase

4. Media perakaran (rc) Tekstur

bahan kasar (%) kedalaman tanah (cm)

5. Retensi hara (nr) KTK (cmol)

Kejenuhan basa (%) pH

C-organik (%)

6. Hara tersedia (na) N total (%)

P2O5 (mg/100 g)

K2O (mg/100 g)

7. Bahaya erosi (eh) Lereng (%)

8. Penyiapan lahan (lp) Batuan dipermukaan (%)

Singkapan batuan (%)

Sumber: BBDSLP (2011) yang dimodifikasi.

Kesesuaian lahan diklasifikasikan ke dalam 4 kelas, yaitu Sangat

sesuai/Highly suitable (S1), Cukup sesuai/Moderately suitable (S2), Sesuai

marginal/Marginally suitable (S3), Tidak sesuai/not suitable (N) (BBSDLP,

2011).

Arahan penggunaan lahan untuk perencanaan pengembangan komoditas unggulan

Arahan rencana penggunaan lahan untuk komoditas unggulan disusun dengan mempertimbangkan: (1) pola tanam (pengamatan lapang); (2) total luas tanam; (3) total produksi; dan (4) kelas kesesuian lahan komoditas unggulan.

(33)

Gambar 3. Bagan alir penelitian Kabupaten dalam

angka (2007 dan 2014)

Citra Landsat 8 (2014)

Peta geologi, peta lereng, dan peta tanah

Peta pola ruang dan peta peruntukan kawasan hutan

Data luas panen

LQ dan SSA

Komoditas unggulan perkebunan Kabupaten

Tanah Datar

Interpretasi visual

Peta

tutupan/penggunaan lahan eksisting

Overlay Overlay

SPL

Lahan tersedia

Lahan sesuai Lahan

tersedia dan sesuai

Arahan rencana penggunaan lahan komoditas unggulan perkebunan

Kabupaten Tanah Datar

(34)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Komoditas Perkebunan Kabupaten Tanah

Komoditas unggulan merupakan jenis pilihan komoditas yang diusahakan pada daerah setempat yang memiliki sifat-sifat unggul bagi daerah tersebut bila dibandingkan dengan daerah lainnya (Rositadevy 2007). Salah satu karakteristik wilayah yang penting diketahui adalah pemusatan suatu aktivitas tertentu di wilayah tersebut dengan membandingkannya pada cakupan agregat yang lebih

luas. Teknik yang biasa digunakan adalah analisis Location Quotient (LQ). Salah

satu manfaat dari analisis ini adalah mengetahui keunggulan komparatif wilayah. Analisis ini merupakan perbandingan relatif antara kemampuan yang sama pada

cakupan wilayah yang lebih luas (Rustiadi et al. 2011). Berdasarkan hasil analisis

luas panen Kabupaten Tanah Datar dengan menggunakan LQ dan Shift Share

Analysis (SSA) pada Tabel 5 dan 6, maka didapatkan komoditas unggulan tiap kecamatan seperti yang tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Daftar komoditas unggulan perkebunan per kecamatan di Kabupaten Tanah Datar

No Kecamatan Komoditas Unggulan

(Nilai LQ > 1 dan SSA +)

1 X Koto Kopi robusta

2 Batipuh Kelapa dan pala

3 Batipuh Selatan Kakao, kelapa, cengkeh, kayu manis, kapulaga,

kapok, pala, dan kemiri.

4 Pariangan Cengkeh, kayu manis, aren, dan pala.

5 Rambatan Kakao, cengkeh, dan merica.

6 Lima Kaum Kakao, kelapa, pala, dan kemiri.

7 Tanjung Emas Kakao dan kelapa

8 Padang Gantiang Karet

9 Lintau Buo -

10 Lintau Buo Utara Kakao dan tebu

11 Sungayang Kayu manis dan aren

12 Sungai Tarab Panili

13 Salimpauang Kopi arabika dan tebu

14 Tanjung Baru Kopi robusta dan tebu

(35)

Nilai LQ merupakan perbandingan antara total luas panen suatu komoditas di kecamatan dan kabupaten dengan total luas panen semua komoditas di suatu kecamatan dengan kabupaten, semakin tinggi nilai luas panen suatu komoditas di satu kecamatan maka nilai LQ dari komoditas tersebut akan semakin tinggi dan sebaliknya. Namun, nilai LQ yang tinggi (>1) harus diikuti dengan nilai

SSA (+) agar dapat dikatakan sebagai suatu komoditas unggulan. Nilai analisis

LQ ini merupakan nilai perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama

pada wilayah yang lebih luas (Rustiadi et al. 2011). Dengan demikian, nilai LQ

beberapa kecamatan untuk masing-masing komoditas yang dibawah 1 bukan berarti areal tersebut memiliki luas areal dan produksi suatu komoditas yang rendah dan sebaliknya. Hal ini dikarenakan oleh nilai LQ merupakan suatu nilai perbandingan relatif suatu komoditas tertentu di suatu wilayah tertentu dengan dengan perbandingan total komoditas di suatu wilayah tertentu terhadap wilayah agregat yang lebih luas (Riyadi 2012). Analisis LQ hanya mampu menggambarkan sisi keunggulan komparatif suatu wilayah terhadap aktivitas ekonomi tertentu. Dari analisis LQ yang dilakukan maka perlu dikuatkan dengan SSA untuk mengetahui keunggulan dari sisi kompetitifnya.

SSA merupakan perbandingan antara luas panen suatu komoditas di suatu kecamatan antara dua titik tahun yang di kurangi dengan perbandingan total luas komoditas dalam kabupaten selama dua titik tahun tersebut. Analisis SSA digunakan untuk mengetahui seberapa besar pertumbuhan produksi/produktivitas komoditas pada wilayah dan dapat digunakan sebagai indikator komoditas

unggulan. Menurut Rustiadi et al. (2011), SSA merupakan teknik analisis yang

digunakan untuk melihat tingkat keunggulan kompetitif (competitiveness) suatu

wilayah dalam agregat wilayah yang lebih luas, berdasarkan kinerja sektor lokal di wilayah tersebut. Hasil analisis SSA dapat mengetahui performa komoditas yang memiliki daya saing baik, pertumbuhan cepat, dan kelompok komoditas mana yang progresif atau maju. Keragaan performa komoditas ini yang dapat

dijadikan sebagai komoditas unggulan (Dewanti dan Santoso et al. 2012; Yulianto

et al. 2013).

Nilai LQ (>1) dan SSA (+) menandakan bahwa suatu komoditas tidak hanya mampu memenuhi konsumsi regional dan di ekspor ke luar wilayah tersebut, tetapi juga mengalami peningkatan dalam penanaman. Berdasarkan

Tabel 5 dan 6 terlihat bahwa kakao (Theobroma cacao L.) merupakan komoditas

yang memiliki nilai LQ dan SSA yang tinggi di beberapa kecamatan di Kabupaten tanah datar yaitu: Batipuah selatan (1,48:36,94); Rambatan (2,87:6,74); Lima kaum (3,68:8,27); Tanjung emas (1,05:4,94); dan Lintau buo utara(1,17:17,97). Selain itu terdapat kecamatan Sungai tarap yang memiliki peningkatan luas panen (2007 – 2014 dengan SSA 6,10) namun belum memiliki LQ yang positif.

(36)

Tabel 5. Nilai LQ komoditas perkebunan Kabupaten Tanah Datar

No Kecamatan

LQ Komoditas Unggulan Perkebunan 2014

Karet Kopi Arabika

Kopi

Robusta Kakao Kelapa Cengke

h

Cassiever

a Aren Tebu

Gardamungg

u Kapok Merica Pala Panili Kemiri Pinang

Tembaka u Nilam 1 X Koto 0,00 2,60 4,98 0,02 0,23 0,77 0,50 0,00 2,72 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,48 0,59 0,00 0,00 2 Batipuh 0,00 1,16 3,55 0,63 1,52 2,04 2,16 0,00 0,00 1,45 0,00 0,00 7,37 0,00 1,71 0,76 0,00 0,00 3 Batipuh

Selatan 0,00 0,00 1,68 1,48 1,83 2,87 1,41 0,23 0,00 4,37 7,19 0,00 9,77 0,00 4,55 2,95 0,00 0,00 4 Pariangan 0,00 0,21 0,60 0,71 0,88 3,35 3,75 1,26 0,00 4,14 0,00 0,00 9,33 0,00 0,30 2,17 0,00 0,00 5 Rambatan 0,00 0,00 0,00 2,87 3,07 2,21 0,79 0,00 0,00 1,31 8,94 11,95 0,00 0,00 0,79 1,10 0,00 0,00 6 Lima Kaum 0,00 0,00 0,71 3,68 1,82 1,47 0,52 0,00 0,00 7,84 0,00 0,00 5,68 0,00 2,67 3,02 0,00 0,00 7 Tanjung

Emas 1,51 0,00 0,82 1,05 1,63 1,12 0,47 0,00 0,00 1,12 0,00 0,00 0,13 0,00 7,44 1,92 0,00 0,00 8 Padang

Gantiang 2,83 0,00 0,16 0,67 0,83 0,25 0,10 0,00 0,00 1,84 0,00 0,00 0,00 0,00 0,96 0,78 0,00 0,00 9 Lintau Buo 3,35 0,00 0,12 0,26 0,35 0,00 0,14 0,00 0,00 0,05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,52 0,00 0,00 10 Lintau Buo

Utara 0,46 0,45 0,62 1,17 0,77 0,18 0,28 0,88 3,24 0,38 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,75 2,56 0,00 11 Sungayang 0,00 0,00 0,89 1,01 0,75 0,61 2,67 13,57 0,00 0,13 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,79 0,00 0,00 12 Sungai

Tarab 0,00 1,17 3,28 0,77 0,85 1,77 3,05 0,00 0,00 0,43 0,00 0,00 0,00 19,61 0,00 0,45 0,00 0,00 13 Salimpa-

ung 0,00 8,50 0,13 0,37 0,49 1,41 1,96 0,00 2,64 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,73 0,00 0,00 14 Tanjung

Baru 0,00 0,77 3,00 0,93 0,55 1,91 1,53 0,00 1,54 0,13 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,03 9,43 0,00

(37)

Tabel 6. Nilai SSA komoditas perkebunan Kabupaten Tanah Datar

N

o Kecamatan

SSA Komoditas Unggulan Perkebunan 2007 - 2014

Karet Kopi Arabika

Kopi

Robusta Kakao Kelapa Cengkeh

Casiaver

a Aren Tebu

Garda mungg u

Kapok Merica Pala Panili Kemiri Pinang Tembaka

u Nilam 1 X Koto 0,00 -2,87 0,08 0,00 0,06 -0,06 -0,38 0,00 -0,81 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -0,08 -3,83 0,00 0,00 2 Batipuh 0,00 -3,28 -0,05 0,00 0,04 -0,02 0,11 0,00 0,00 -0,12 0,00 0,00 0,04 0,00 -0,08 0,00 0,00 0,00 3 Batipuh

Selatan 0,00 0,00 -0,07 36,94 0,53 0,11 0,10 -0,04 0,00 0,04 0,01 0,00 0,19 0,00 0,40 -2,58 0,00 0,00 4 Pariangan 0,00 -0,78 -0,07 -14,33 0,07 0,07 0,35 0,21 0,00 -0,18 0,00 0,00 0,04 0,00 -0,08 -1,83 0,00 0,00 5 Rambatan 0,00 0,00 0,00 6,74 -0,04 0,96 9,39 0,00 0,00 -0,19 0,00 0,17 0,00 0,00 0,00 -2,83 0,00 0,00 6 Lima Kaum 0,00 0,00 -0,07 8,27 0,71 -0,67 0,15 0,00 0,00 -0,28 0,00 0,00 0,04 0,00 0,01 -1,83 0,00 0,00 7 Tanjung

Emas

-0,02 0,00 -0,14 4,94 0,03 -0,29 -0,13 0,00 0,00 -0,12 0,00 0,00 0,00 0,00 -0,06 0,00 0,00 0,00 8 Padang

Gantiang 0,06 0,00 -0,02 -17,56 -0,38 -0,32 0,69 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -0,08 0,00 0,00 0,00 9 Lintau Buo

-0,03 0,00 -0,07 -17,68 -0,02 0,00 0,27 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -1,33 0,00 0,00 10 Lintau Buo

Utara 0,02 11,89 0,01 17,97 0,04 -0,27 1,30 -0,04 16,94 -0,49 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 11 Sungayang 0,00 0,00 -0,05 -7,56 0,03 2,41 0,99 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 -2,83 0,00 0,00 12 Sungai

Tarab 0,00 -1,78 -0,13 6,10 0,06 -0,12 -0,09 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 43,64 0,00 0,00 0,00 0,00 13 Salimpaung 0,00 2,19 -0,07 0,00 0,28 -0,25 -0,08 0,00 0,02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 14 Tanjung

Baru 0,00 -0,44 0,26 0,00 0,02 -0,10 -0,37 0,00 0,17 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

(38)

Deliniasi Penggunaan Lahan Aktual Kabupaten Tanah Datar

Penggunaan lahan merupakan bentuk fisik atau cerminan aktivitas manusia yang terkait dengan fungsi suatu lahan, yang ditentukan oleh kondisi fisik dan nonfisik serta menggambarkan pengelolaannya. Cerminan secara fisik disebut sebagai penutupan lahan, yang cendrung menggambarkan kenampakan sesaat dan statis (Kementerian Lingkungan Hidup 2009). Identifikasi penggunaan lahan aktual merupakan hal terpenting yang harus dilakukan sebelum melakukan perencanaan terhadap suatu lahan. Penggunaan lahan aktual akan menentukan apakah lahan tersedia atau tidak tersedia untuk rencana penggunaan lahan. Luas spasial dan persentase penggunaan lahan di Kabupaten Tanah Datar disajikan pada Gambar 4 dan Tabel 7.

Gambar 4. Peta penggunaan lahan Kabupaten Tanah Datar tahun 2014

Tabel 7. Luas dan persentase penggunaan lahan di Kabupaten Tanah Datar tahun 2014

Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

Hutan primer 50.920 37,2

Hutan sekunder 27.056 19,8

Kebun campuran 10.260 7,5

Lahan terbuka 1.374 1,0

Pemukiman/lahan terbangun 6.839 5,0

Ladang 3.481 2,5

Sawah 27.305 2,0

Semak belukar 896 0,7

Tubuh air 8.574 6,3

Jumlah 136.705 100

Sumber: Interpretasi citra LANDSAT 8 Tahun 2014

(39)

lahan aktual akan menentukan apakah lahan tersedia atau lahan tidak tersedia

untuk rencana penggunaan lahan. Datasets penggunaan lahan membantu dalam

identifikasi lokasi, intensitas, dan tingkat aktivitas manusia yang penting untuk

perencanaan (Hansen et al. 2000). Pola penggunaan lahan (penutupan dan

penggunaan lahan) mencerminkan karakter masyarakat dalam berinteraksi dengan lingkungan (lahan), sehingga memungkinkan untuk melihat perbedaan sistem ekonomi dan sosial yang menempati lingkungan yang sama (Ganasri dan Dwarakish 2015). Berdasarkan hasil interpretasi citra satelit LANDSAT 8 dan

dibantu dengan google earth serta ground check, di ketahui bahwa penggunaan

lahan aktual (2014) Kabupaten Tanah Datar adalah: hutan primer (37,2%); sawah (20%); hutan sekunder (19,8 %); dan kebun campuran (7,5%) merupakan empat penggunaan lahan terluas di Kabupaten Tanah Datar, namun untuk pengembangan komoditas unggulan perkebunan, evaluasi lahan hanya dilakukan pada penggunaan lahan hutan sekunder (19,8%), kebun campuran (7,5%), dan semak belukar (0,7%). Berdasarkan persentase perbandingan antara penggunaan lahan sawah dan kebun campuran (20%:7,5%) dapat dilihat bahwa pertanian Kabupaten Tanah Datar lebih banyak bergerak di bidang pertanian lahan basah dibandingkan dengan perkebunan, namun sektor perkebunan memberikan sumbangan yang cukup tinggi bagi pendapatan daerah sehingga penting untuk mengoptimalkan penggunaan lahan untuk pengembangannya. Berdasarkan peta penggunaan lahan pada Gambar 4 diatas, dapat dilihat bahwa secara spasial daerah timur, utara, dan barat Kabupaten Tanah Datar didominasi oleh hutan primer. Kecamatan Tanjung Baru, Salimpauang, Sungai Tarap, Pariangan, dan Limo Kaum di dominasi oleh lahan basah (sawah). Sementara itu penggunaan lahan kebun campuran dan hutan sekunder banyak tersebar di Kecamatan Rambatan, Tanjung Emas, Padang Gantiang, Lintau Buo, dan Lintau Buo Utara.

Ketersediaan Lahan dan Kesesuaian Lahan Komoditas Unggulan Perkebunan

a. Ketersediaan lahan

Gambar

Gambar 1. Alur kerangka pemikiran
Gambar 2. Peta administrasi Kabupaten Tanah Datar
Tabel 2. Tujuan, jenis, sumber, analisis data , dan output yang diharapkan
Tabel 3. Kriteria evaluasi kesesuaian lahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bahan pakan yang diujikan pada penelitian ini adalah tepung kulit kopi, kulit kacang tanah, rumput lapang, daun turi, jerami padi dan jerami padi

Seiring dengan berkembangnya teknologi yang sangat pesat, banyak sekali perusahaan- perusahaan yang memanfaatkan teknologi untuk memperbaiki sistem penjualan dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode pengendalian persediaan yang optimal digunakan oleh CV Mamabros Servicindo Batam dengan membandingkan antara kebijakan yang

[r]

Positioning dari Sakacu adalah menjadikan Sakacu sebagai sandal jepit kekinian yamg dapat bersaing dengan produk lain dengan mengunggulkan warna serta gambar

perusahaan dapat tercapai maka perusahaan harus mempunyai kinerja yang tinggi.. Kebijaksanaan perusahaan mempunyai pengaruh yang kuat

permasalahan diatas, kajian tentang gerusan lokal di sekitar abutmen jembatan yang terdapat pada sungai akibat adanya pengaruh debit perlu mendapat perhatian secara

Hasil penelitian menunjukan bahwa sistem pembalajaran yang meliputi perencanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa tunanetra di SMPLB Wantuwirawan