• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi radiografi tandur tulang bifasik kalsium fosfat (bkf) pada tulang domba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi radiografi tandur tulang bifasik kalsium fosfat (bkf) pada tulang domba"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI RADIOGRAFI TANDUR TULANG BIFASIK

KALSIUM FOSFAT (BKF) PADA TULANG DOMBA

TRI APRIYADI HIDAYAT

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Radiografi Tandur Tulang Bifasik Kalsium Fosfat (BKF) pada Tulang Domba adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

Tri Apriyadi Hidayat

(4)

ABSTRAK

TRI APRIYADI HIDAYAT. Evaluasi Radiografi Tandur Tulang Bifasik Kalsium Fosfat (BKF) pada Tulang Domba. Dibimbing oleh RIKI SISWANDI dan GUNANTI.

Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan tandur tulang bifasik kalsium fosfat (BKF) secara in vivo. Tandur tulang BKF adalah kombinasi hidroksiapatit (HAp) dan β-trikalsium fosfat (β-TKF). Delapan belas ekor domba dibagi menjadi dua grup. Grup pertama menerima BKF1 (kombinasi HAp 70%:β-TKF 30%) dan grup kedua menerima BKF2 (HAp 60%:β-TKF 40%). Kedua tandur tulang dibuat dalam bentuk pelet dan ditanamkan dengan operasi aseptis pada bagian 1/3 proximo medial tulang tibia kanan. Sebagai kontrol pada medial tulang tibia kiri dilubangi tanpa pemberian tandur tulang. Pemeriksaan radiografi tulang tibia domba dilakukan pada hari ke-0 praoperasi, pascaoperasi, hari ke-7, 30, 60, dan 90 pascaoperasi. Parameter yang diamati adalah luas lesio, rasio densitas radiografi, radiopasitas, marginasi, bentuk tandur, dan bentuk kerusakan tulang. Hasil penelitian menunjukkan tandur tulang BKF2 mempunyai biodegradasi yang lebih baik dibandingkan tandur tulang BKF1. Hal ini terlihat dari penurunan rasio densitas radiografi dan luas BKF2 yang lebih besar daripada BKF1 hingga hari ke-90 pascaoperasi. Akan tetapi, persembuhan tulang terjadi lebih cepat pada kontrol daripada BKF1 dan BKF2.

(5)

ABSTRACT

TRI APRIYADI HIDAYAT. Radiographic Evaluation of Biphasic Calcium Phosphate (BCP) Bone Graft In Sheep. Supervised by RIKI SISWANDI and GUNANTI.

The study was conducted to evaluate in vivo bone graft biphasic calcium phosphat (BCP). Bone graft BCP is combination of hydroxyapatite (HAp) and β -tricalcium phospate (β-TCPl. Eighteen domestic sheeps were divided into two groups. Each group recieved different combination of BCP. The first group received BCP1 (HAp 70%:β-TCP 30%) and the second received BCP2 (HAp 60%:β-TCP 40%). Both of the bone grafts were shaped into a pellet form and were implanted under aseptic surgery on the 1/3 proximomedial of right tibia bone. The left tibia bone was drilled without bone graft as control. Bone graft were subjected to radiographic examination before and after surgery. Continously radiographic evaluation also performed at 7th, 30th, 60th, and 90th day postoperative. The observation parameters were lesion area width, radiographic density ratio, radiopacity, margination, the shape of bone graft, and control under radiographic evaluation. The result shown that BCP2 had better biodegradability properties than BCP1. This was evident from the decreased in the radiographic density ratio and area of BCP2 greater than BCP1 until ninetieth days postoperative. However, bone healing occurred more rapidly in controls than BCP1 and BCP2.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

EVALUASI RADIOGRAFI TANDUR TULANG BIFASIK

KALSIUM FOSFAT (BKF) PADA TULANG DOMBA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul Evaluasi Radiografi Tandur Tulang Bifasik Kalsium Fosfat (BKF) pada Tulang Domba dapat diselesaikan.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Drh Riki Siswandi, MSi dan Ibu Dr Drh Gunanti, MS selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, dorongan, kritik, dan saran yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr Drh Chusnul Choliq, MS, MM selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjadi mahasiswa FKH IPB. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Kiagus Dahlan yang telah menyediakan tandur tulang BKF. Penghargaan penulis sampaikan kepada teman-teman penelitian yang telah banyak membantu selama penelitian ini dilaksanakan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada kesekretariatan kurban 2014, Harini, Ardi, Anizza, Laily, Hafsari, Gamma, Faisal, Upeh, dan seluruh keluarga Acromion 47. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, mama, teteh, dan kaka serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

MATERI DAN METODE 2

Tempat dan Waktu Penelitian 2

Alat dan Bahan 2

Persiapan Hewan Model 3

Operasi Penanaman Tandur 3

Pengambilan Radiograf 4

Pengolahan Radiograf 5

Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Rasio Densitas Radiografi 7

Perubahan Luas Lesio 8

Perubahan Radiografi 8

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 12

UCAPAN TERIMAKASIH 12

DAFTAR PUSTAKA 12

(12)

DAFTAR TABEL

1 Penilaian perubahan radiografi 6

2 Rasio densitas radiografi lesio perlakuan dan kontrol arah pandang CdCr 7

3 Luas lesio perlakuan dan kontrol arah pandang ML dalam mm2 8

DAFTAR GAMBAR

1 Hewan model domba (A) mesin x-ray portable (B) 3 2 Pemboran os tibia (A) operasi penanaman tandur (B) 4

3 Posisi radiografi (A) caudo-cranial (B) medio-lateral 4 4 Ringkasan alur penelitian 5 5 Trayek perubahan radiografi 6 6 Grafik perubahan parameter zona radiolusen 9

7 Grafik perubahan parameter marginasi 9 8 Grafik Perubahan parameter bentuk 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Grafik luas lesio perlakuan dan lesio kontrol arah pandang medio lateral 14

2 Grafik rasio lesio perlakuan dan kontrol arah pandang medio lateral 14

3 Gambaran radiografi os tibia arah pandang Caudo cranial 15

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Setiap tahun banyak orang menderita berbagai penyakit tulang yang diakibatkan oleh trauma, tumor, dan patah tulang. Keadaan ini semakin parah dengan kurangnya material pengganti tulang yang ideal (Murugan dan Ramakrishna 2004), sehingga dibutuhkan berbagai biomaterial yang digunakan sebagai pengganti tulang.

Biomaterial pengganti tulang salah satunya adalah tandur tulang sintetis berupa biokeramik, salah satu contohnya adalah campuran hidroksiapatit (HAp) dan β-trikalsium fosfat (β-TKF). Penggunaan dua senyawa ini karena secara alami terdapat dalam komposisi anorganik tulang berupa mineral apatit (Park et al. 2009). Komponen utama senyawa apatit adalah kalsium fosfat. Senyawa kalsium fosfat memiliki beberapa fase yaitu, hidroksiapatit dan trikalsium fosfat, selain itu terdapat fase-fase lainnya seperti oktakalsium fosfat (OKF) dan dikalsium fosfat (DKF) (Shi 2004). Senyawa kalsium fosfat yang paling stabil adalah Hidroksiapatit [Ca10(PO4)6(OH)2] sedangkan Beta trikaslium fosfat [Ca3(PO4)2] bersifat mudah

terserap (Lind et al. 1999).

Kedua senyawa HAp dan β-TKF memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga untuk meningkatkan kemampuannya dilakukan penggabungan yang dikenal sebagai bifasik kalsium fosfat (BKF). Menurut De Val et al. (2013) penggabungan unsur HAp dan β-TKF akan dapat mengendalikan biodegradasinya. Manfaat tersebut dapat diuji melalui berbagai pengkajian baik secara mekanis, in vitro, dan in vivo sebagai bahan substitusi tulang untuk menutup kerusakan tulang atau dipergunakan dalam pemasangan tandur tulang. Pengujian material tandur dilakukan secara in vivo untuk mengetahui persembuhan jaringan tubuh dan interaksi material tandur tulang dengan jaringan. Pengujian secara in vivo

menggunakan domba sebagai hewan model karena memiliki kemiripan struktur dan regenerasi tulang dengan manusia serta memiliki besaran tulang tibia yang sesuai dengan kebutuhan.

Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya tentang tandur tulang sintetis. Dari penelitian sebelumnya ditemukan bahwa tandur yang digunakan tidak berhasil menginduksi pertumbuhan tulang lebih cepat dari persembuhan normal tulang (Gunanti et al. 2011). Hal ini disebabkan karena tandur yang digunakan tidak dapat terserap sempurna dalam waktu yang cepat. Namun tidak terlihat adanya reaksi penolakan tubuh terhadap tandur tersebut.

Untuk menjelaskan perubahan tandur tersebut, salah satu cara yang dilakukan adalah dengan gambaran radiologi. Oleh karena itu penggunaan radiologi dalam penelitian ini bertujuan untuk mengamati pengaruh penggunaan tandur tulang BKF terhadap pertumbuhan tulang melalui interpretasi radiografi.

Tujuan Penelitian

(14)

2

radiografi persembuhan tulang dan deskripsi morfologi tandur dalam tulang sehingga dapat ditemukan bahan tandur tulang yang baik.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menciptakan alternatif tandur tulang untuk memperbaiki kerusakan tulang.

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai November 2013. Operasi dan pengambilan radiograf domba dilakukan di Laboratorium Eksperimental Bedah, Divisi Bedah dan Radiologi, Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), Institut Pertanian Bogor (IPB). Pemeliharaan hewan dilakukan di kandang Unit Pengelolaan Hewan Laboratorium FKH IPB.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam operasi penanaman tandur tulang adalah perlengkapan bedah minor, perlengkapan anestesi, bor tulang, timbangan, termometer, stetoskop, dan siring.

Bahan yang digunakan selama pemeliharaan domba dan operasi penanaman tandur adalah desinfektan, pakan domba, 18 ekor domba jantan ekor gemuk, Ivermectin (Intermectin® 1%, PT. Tekad Mandiri Citra), Albendazole

(Albentack-900®, Biotek Indonesia), siring 1 mL dan 3 mL, pelet tandur tulang BKF yang terdiri dari BKF1 (kombinasi HAp 70%:β-TKF 30%) dan BKF2 (HAp 60%:β-TKF 40%) dengan diameter 4 mm dan tinggi 7 mm, atropine sulfas (Aludonna® 0,25 mg/ml, PT. Armoxindo Farma), xylazine (Xylazil®, 2% Troy Laboratories),

KetamineHCL (Ketamil®, 100 mg/ml Troy Laboratories), antibiotik enrofloxacine

(Roxine®, 100 mg/ml Sanbe Farma), antiinflamasi Phenol dan Sodium Formaldehyde Sulphoxylate Dihydrate (Flunixin®, 50 mg/ml Vet Tek), rivanol,

povidone iodine, alkohol 70%, perban, kapas, tampon, plester hypafix, benang jahit

catgut Chrom®3-0 (Catgut, Bbraun), dan Vicryl®6-0 (Polygactin, Ethicon). Alat yang digunakan untuk pengambilan data adalah mesin X-Ray (Diagnostic X-Ray Unit VR-1020, MA Medical Corporation, Nakanodai-Japan),

mesin scanner Canon® (Pixma MP258, Canon Inc),meja operasi, kaset film yang dilengkapi dengan intensifying screen, apron, hairdryer Panasonic® (EH-ND11, PT. Panasonic Gobel Indonesia), sarung tangan karet yang dilapisi dengan timbal,

marker, hanger, lampu iluminator, label, ImageJ 1,46r® (Wayne Rasband National Institutes of Health, USA), dan Adobe® Photoshop CS3.

(15)

3 Sulfit, Carestream Health Inc), larutan rinser, Carestream Fixer and Replenisher (Ammonium Tiosianat, Natrium Sulfit, Carestream Health Inc), air, dan label.

Gambar 1 Hewan model domba (A) mesin x-ray portable (B)

Persiapan Hewan Model

Sebanyak 18 ekor domba lokal jantan ekor gemuk berumur 1.5 tahun dengan bobot badan 23-25 kg digunakan sebagai model hewan. Domba tersebut dievaluasi secara klinis selama 7 hari sebelum penelitian. Pemeriksaan klinis juga dilakukan sehari sebelum operasi. Semua domba diberikan Albentack-900®(1 ml/10 kg berat badan (BB)) sebagai antelmentik dan Intermectin® (0,5 ml/25kg BB) sebagai antiektoparasit. Selain itu, dilakukan pembersihan dan desinfeksi kandang. Pemberian pakan dan minum dilakukan sebanyak 2 kali sehari (pagi dan sore).

Operasi Penanaman Tandur

Sebelum dilakukan perlakuan berupa penanaman tandur tulang terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan klinis. Selanjutnya domba disuntik Aludonna® (0.05 mg/kg BB) sebagai premedikasi. Selanjutnya domba disedasi dengan Xylazil® (0.2 mg/kg BB) dengan rute intravena (IV) dan sebagai maintenance menggunakan Ketamil® (40 mg/kg BB). Setelah domba terbius dilakukan pengambilan gambar praoperasi H-0, selanjutnya domba dibawa ke meja operasi. Operasi dilakukan secara aseptis dan hati-hati. Selanjutnya penanaman tandur tulang dilakukan pada bagian 1/3 proximo medial os tibia kanan dengan menggunakan bor tulang untuk membuat lubang sesuai dengan ukuran tandur tulang. Sebagai kontrol, lubang dengan ukuran yang sama dibuat pada os tibia kiri tanpa diisi dengan tandur tulang. Pemilihan tempat operasi pada 1/3 os tibia karena pada bagian tulang ini tidak terdapat pembuluh darah dan sedikit mengandung otot. Operasi dilakukan oleh operator yang sama untuk mencegah variasi operasi. Setelah operasi selesai domba kembali masuk ke ruang ronsen untuk pengambilan data pascaoperasi. Operasi dilakukan sebanyak tiga kali yaitu untuk panen hari ke 30, hari ke 60, dan hari ke 90.

Perawatan domba pascaoperasi meliputi pemberian pakan, air minum yang cukup, pemeriksaan klinis (pengukuran suhu tubuh, frekuensi jantung, dan

(16)

4

frekuensi nafas), pergantian perban, pembersihan luka operasi dengan rivanol, dan pengobatan luka operasi menggunakan povidone. Pemberian antibiotik Roxine®

(4mg/kg BB) dan antiinflamasi Flunixin® (2 mg/kg BB)satu kali sehari selama 5 hari pascaoperasi melalui aplikasi IM.

Gambar 2 Pemboran os tibia (A) operasi penanaman tandur (B)

Pengambilan Radiograf

Pengambilan radiograf os tibia domba dilakukan dengan pengaturan focal film distance (FFD) 100 cm atau 40 inci, 56 kVp dan 0.8 mAs. Digunakan 2 arah pandang berbeda, yaitu caudocranial (CdCr) dan mediolateral (ML). Radiograf os tibia domba diambil saat praoperasi dan pascaoperasi. Pengambilan radiograf pascaoperasi dilakukan setelah operasi (H-0), hari ke-7 (H-7), hari ke-30 (H-30), hari ke-60 (H-60), dan hari ke-90 (H-90)

Gambar 3 Posisi radiografi (A) caudocranial (B) mediolateral

A B

(17)

5

Gambar 4 Ringkasan alur penelitian

Pengolahan Radiograf

Rasio Densitas Radiografi, Luas Lesio Perlakuan dan kontrol

Perhitungan densitas radiografi digunakan dengan menggunakan perangkat lunak ImageJ®. Sebelum melakukan perhitungan densitas dan luas, radiograf terlebih dahulu dipindai dengan scanner Canon® Pixma MP258. Setelah itu, hasil pemindaian diedit menggunakan perangkat lunak Adobe® Photoshop CS3 untuk

menghasilkan gambar hitam-putih.

Nilai densitas radiografi diwakili oleh nilai rataan histogram, karena nilai rataan histogram selaras dengan nilai densitas radiografi, yaitu semakin besar nilai

histogram suatu area, maka semakin besar pula nilai densitas radiografinya (Gambar 5). Selanjutnya, histogram lesio perlakuan atau kontrol dibandingkan dengan histogram korteksnya. Hasil perbandingan tersebut mewakili rasio densitas radiografi lesio perlakuan dan kontrol. Perhitungan densitas lesio dilakukan pada arah pandang CdCr sementara perhitungan luas dilakukan pada arah pandang ML.

Rasio densitas radiografi= HistogramHistogram perlakuan/ kortekskontrol

Perubahan Radiografi

Parameter yang diamati untuk tandur tulang adalah marginasi, bentuk, dan zona radiolusen. Parameter yang diamati untuk kontrol adalah marginasi dan bentuk.

H-7 H+7

H-0 H+90

H+60

Persiapan model hewan

Operasi penanaman tandur

H+30

Pengambilan radiograf

(18)

6

Parameter marginasi dan bentuk pada tandur tulang digunakan untuk mengevaluasi batas dan bentuk tandur tulang. Parameter zona radiolusen pada tandur adalah adanya daerah hitam (radiolusen) dalam tandur tulang. Parameter marginasi pada kontrol merupakan pengamatan pada lesio tulang kontrol. Parameter bentuk pada kontrol adalah pengamatan pada pinggiran korteks tulang yang dibuat lesio kontrol. Penilaian radiografi dilakukan secara kualitatif yang kemudian dikuantifikasi dengan penilaian berbeda untuk setiap tingkat perubahan sesuai Tabel 1.

Gambar 5 Trayek perubahan radiografi *Diambil dan disesuaikan dari Thrall (2002)

Tabel 1 Penilaian perubahan radiografi

Bentuk Utuh Menyusut Pecah Serpihan kecil

(19)

7 Analisis Data

Data hasil penelitian disajikan sebagai rataan ± simpangan baku. Data diolah menggunakan IBM SPSS Statistic 21 dan microsoft Excel 2013. Data variabel dianalisis statistik menggunakan metode One-Way Analyze of variant (ANOVA), kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rasio Densitas Radiografi

Rasio densitas radiografi pada awal penelitian menunjukkan nilai yang berbeda signifikan (p<0.05) antarkelompok perlakuan dengan nilai BKF1 lebih besar daripada BKF2 dan lebih besar daripada kontrol. Pada H-30, BKF1 dan BKF2 terjadi penurunan rasio densitas radiografi, sedangkan pada kontrol mengalami peningkatan (Tabel 2).

Nilai rasio densitas radiografi tulang kontrol pada awal penelitian tidak berbeda signifikan dari pengamatan H-0 sampai H-30. Namun terjadi perbedaan signifikan (p<0.05) pada pengamatan H-60 dan H-90. Nilai rasio H-0 sampai H-90 memiliki rasio kurang dari satu, sehingga lesio kontrol memiliki opasitas yang lebih rendah (radiolusen), karena tulang kehilangan unsur kalsium fosfat pada saat pengeboran. Walaupun tidak mencapai nilai satu, nilai rasio terus mengalami peningkatan mendekati satu. Peningkatan tersebut mengindikasikan bahwa tulang terus mengalami proses persembuhan.

Nilai rasio tandur tulang BKF dalam satu kelompok perlakuan berbeda signifikan (p<0.05) pada H-60 dan H-90. Pengamatan tandur tulang BKF1 dan BKF2 tidak berbeda signifikan pada pengamatan H-0 sampai H-90. Nilai rasio densitas radiografi BKF1 dan BKF2 terus menunjukkan penurunan mendekati satu. Nilai rasio diatas satu terjadi karena opasitas lesio perlakuan lebih radioopak dibandingkan dengan opasitas korteks. Perbandingan nilai rasio tandur tulang BKF1 dengan BKF2 menunjukkan nilai rasio yang lebih kecil sampai H-90 pada BKF2.

Tabel 2 Rasio densitas radiografi lesio perlakuan dan kontrol arah pandang CdCr Perlakuan

(20)

8

Perubahan Luas Lesio

Menghitung luas lesio perlakuan dan kontrol adalah salah satu cara yang dilakukan untuk melihat laju biodegradasi dan penyerapan tandur tulang yang diimplantasikan. Luas tandur tulang BKF1 dan BKF2 pada H-0 memiliki nilai yang hampir sama. Hal ini menunjukkan bahwa kedua tandur tulang memiliki ukuran yang seragam (Tabel 3).

Penurunan luas tandur tulang jelas terlihat pada H-60. Penurunan luas ini menandakan bahwa telah terjadi pengurangan jumlah BKF yang disebabkan karena proses biodegradasi. Luas lesio BKF1 dan BKF2 tidak berbeda signifikan pada pengamatan H-0 sampai H-90. Sampai akhir pengamatan BKF2 memiliki luas yang lebih kecil daripada BKF1. Hal ini berarti bahwa laju biodegradasi BKF2 lebih cepat daripada BKF1.

Luas lesio kontrol pada H-0 sampai H-7 tejadi penurunan kecil, hal ini disebabkan karena pada minggu pertama setelah kerusakan tulang hanya terjadi proses peradangan (Akers dan Michael 2008). Luas tulang kontrol pada pengamatan H-30 terjadi penurunan signifikan. Penurunan tersebut terjadi karena tulang mengalami tahap perbaikan atau pembentukan kalus. Luas lesio kontrol pada pengamatan H-60 sampai H-90 mempunyai nilai yang sangat kecil, hal ini berarti bahwa lesio pada beberapa tulang kontrol telah mengalami proses remodelling

dengan proses yang terus berlangsung.

Perubahan Radiografi

Gambaran radiografi tulang normal dengan arah pandang ML dan CdCr memperlihatkan opasitas tulang bagian lateral terlihat lebih radioopak dan bagian medial lebih radiolusen. Gambaran radiografi tulang BKF1 dan BKF2 yang diambil pada H-0 pascaoperasi dengan arah pandang ML memperlihatkan adanya bentuk bulatan radioopak pada bagian yang diimplantasi. Hal ini mengindikasikan bahwa tandur telah berada dalam tulang. Pada H-0, BKF2 dengan arah pandang ML terlihat adanya zona radiolusen (+) yang kemungkinan terjadi bukan karena proses biodegradasi, tetapi karena adanya keretakan saat proses implantasi. Pada H-30, BKF2 mulai terjadi perubahan (+) sedangkan pada tulang BKF1 belum terjadi perubahan (-). Pada H-60 dan H-90, terjadi peningkatan perubahan zona radiolusen

Tabel 3 Luas lesio perlakuan dan kontrol arah pandang ML dalam mm2 Perlakuan adanya perbedaan signifikan (p<0.05) antar hari pengambilan data. Huruf

(21)

9 BKF2 lebih besar daripada BKF1. Perubahan parameter zona radiolusen ditampilkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Grafik perubahan zona radiolusen. BKF1 ( ) dan BKF2 ( ) Perubahan parameter marginasi pada H-0 dan H-7 pascaoperasi tidak menunjukkan adanya perubahan (-). Pengamatan gambaran radiografi dengan arah pandang ML dan CdCr menunjukkan marginasi lesio tulang kontrol, BKF1, dan BKF2 terlihat jelas. Pada H-30, terjadi perubahan dengan kontrol lebih besar daripada BKF2, sedangkan BKF1 tidak mengalami perubahan marginasi (-). Pada H-60, BKF1 mulai mengalami perubahan dengan kontrol lebih besar daripada BKF2 dan lebih besar daripada BKF1. Pada H-90 perubahan marginasi memiliki urutan yang sama pada H-60. Sampai akhir pengamatan tulang kontrol tidak mengalami perubahan mencapai nilai maksimal, hal ini terjadi karena tidak semua tulang kontrol memiliki kecepatan persembuhan yang sama. Perubahan parameter marginasi ditampilkan pada Gambar 7.

Gambar 7 Grafik perubahan marginasi. Kontrol ( ), BKF1 ( ), dan BKF2 ( ) Pengamatan perubahan parameter bentuk kontrol, BKF1, dan BKF2 pada H-0 dan H-7 tidak mengalami perubahan (Gambar 8). Lesio perlakuan pada kedua tandur tulang masih terlihat utuh (-) sedangkan pada tulang kontrol bentuknya rata (-). Pada H-30, kontrol mulai menunjukkan perubahan bentuk. Bentuk lesio kontrol mengalami perubahan bentuk (+). Perubahan tersebut mengindikasikan adanya pertumbuhan kalus. Kalus menjadi dasar proses pembentukan jaringan tulang baru. Perubahan bentuk pada tulang kontrol terlihat dengan pengamatan gambaran radiografi menggunakan arah pandang CdCr. Pada H-60 terjadi perubahan bentuk dengan kontrol lebih besar daripada BKF2 dan lebih besar daripada BKF1. BKF2 mengalami perubahan bentuk (+) ukuran tandur tulang bertambah kecil. Apabila dilihat dengan arah pandang ML maka ukuran tandur terlihat jelas sedangkan zona radiolusen bertambah banyak. Pada H-90, BKF1 telah mengalami perubahan dengan urutan kontrol lebih besar daripada BKF2 dan lebih besar daripada BKF1.

(22)

10

Perubahan bentuk lesio perlakuan ke dua jenis tandur tulang berupa penyusutan bentuk (+). Pengamatan berdasarkan gambaran radiografi pada tulang BKF2 terlihat zona radiolusen sekitar tandur menjadi berkurang, hal ini kemungkinan terjadi karena proses remodelling tulang. Perubahan bentuk lesio kontrol terus meningkat sampai pengamatan hari ke-90 (++).

Sampai akhir pengamatan, gambaran radiografi tulang kontrol dengan arah pandang ML telah mengalami persembuhan yang baik. Tulang kontrol telah memiliki opasitas yang hampir sama dengan sekitarnya. Pengamatan dengan arah pandang CdCr menunjukkan kontrol telah memiliki opasitas yang sama dengan korteks, tetapi sedikit lebih tebal. Kemungkinan hal tersebut mengindikasikan adanya pertumbuhan kalus sekunder. Perubahan parameter bentuk ditampilkan pada Gambar 8.

Gambar 8 Grafik perubahan bentuk.Kontrol ( ), BKF1 ( ), dan BKF2 ( ) Rasio densitas radiografi dipengaruhi oleh nilai histogram tandur BKF1, BKF2, dan lesio kontrol. Semakin besar nilai histogram, maka semakin besar pula rasio densitas radiografinya. Nilai histogram berbanding lurus dengan densitas suatu benda. Tulang mempunyai nilai densitas sebesar 1.65 g/cm3 (Thrall 2002), HAp 3.156 g/cm3 dan β-TKF 3.07 g/cm3 (Li et al. 2003). Oleh karena itu, urutan rasio densitas radiografi menjadi BKF1 lebih besar daripada BKF2 dan lebih besar dari kontrol. Penurunan rasio densitas tulang BKF berbanding lurus dengan penurunan densitas radiografi, hal ini disebabkan adanya penyerapan BKF terutama unsur β-TKF karena adanya proses persembuhan tulang (Ogose et al. 2004).

Penurunan luas lesio yang signifikan dari H-30 sampai H-90 terjadi karena pada tahap ini mulai terjadi proses osteogenesis serta pembentukan kalus. Luas lesio kontrol masih ada sampai akhir pengamatan menunjukkan bahwa proses

remodelling tulang terus berlangsung. Menurut Akers dan Michael (2008) Tahap persembuhan tulang terdiri dari tiga tahapan yaitu peradangan, pembentukan kalus, dan remodelling. Tahap peradangan terjadi hematoma pada tulang yang mengalami kerusakan selama beberapa jam dan hari. Sel radang seperti makrofag, monosit, limfosit, dan fibroblas datang karena pengaruh prostaglandin. Dalam persembuhan tulang terdapat dua bentuk kalus, kalus primer terbentuk minggu ketiga sampai keempat dan kalus sekunder pada bulan ketiga sampai keempat. Remodelling

merupakan tahapan yang berlangsung paling lama, setelah proses remodelling

selesai akan menghasilkan tulang yang normal kembali baik secara sifat, bentuk, dan kekuatan mekanik (Kalfas 2001).

Setelah tandur tulang diimplantasikan akan terbentuk kolonisasi sel disekitar tandur. Kolonisasi sel yang terdiri dari monosit, makrofag, sel raksasa, dan osteoklas untuk melakukan penyerapan serta fibroblast dan sel-sel osteogenik untuk

(23)

11 memperbaiki jaringan (Daculsi 1998). Proses persembuhan tulang yang berisi tandur tulang memiliki perbedaan dengan lesio kontrol. Lesio perlakuan yang berisi tandur tulang akan mengalami biodegradasi seluler dengan menghasilkan

carbonate hydroxyapatite (CHA) yang berperan dalam mineralisasi tulang baru. Mekanisme biodegradasi tandur tulang dapat terjadi melalui dua proses, yaitu proses yang diperantarai oleh cairan tubuh dan diperantarai oleh sel tulang (Onodera et al. 2009). Proses yang diperantarai cairan tubuh terjadi lebih awal dengan memecah BKF menjadi ion Ca dan P yang kemudian dikeluarkan ke lingkungan (Kunert-Keil et al. 2014) Menurut Ozalay et al. (2009) kalsium yang dilepaskan akan menjadi secondary messenger bagi fibroblas dan osteoblas untuk memperbaiki tulang. Proses yang diperantarai oleh sel tulang dilakukan oleh makrofag osteoklas dengan cara memakan bahan tandur tulang.

Selama proses pemeliharaan domba tidak mengalami gangguan kesehatan. Menurut literatur menyebutkan bahwa BKF memiliki indikasi rendah mengandung racun, tidak bersifat mutagenik, dan tidak menimbulkan reaksi imunologi (Liu et al. 2005; Chalil et al. 2014 ). Selain itu trikalsium fosfat bersifat biokompatibel dan osteokonduktif (Moore et al. 1987).

Sampai akhir pengamatan tandur tulang BKF2 memiliki luas yang lebih kecil. Perubahan bentuk tandur menjadi lebih kecil kemungkinan berhubungan dengan proses pertumbuhan tulang dan aktivitas osteoblast (Sartoris et al. 1986). Walaupun perbedaannya kecil, tandur tulang BKF2 memiliki kemampuan biodegradasi yang lebih baik. Laju biodegradasi BKF dipengaruhi oleh laju biodegradasi HAp dan β-TKF. Laju biodegradasi HAp lebih lambat karena bersifat lebih stabil daripada β-TKF sehingga BKF yang memiliki kandungan HAp lebih banyak akan lambat terdegradasi. Berdasarkan literatur menyatakan bahwa β-TKF lebih mudah terdegradasi (Shimazaki dan Mooney 1985) selain itu, BKF2 memiliki rasio (HAp/ β-TKF) yang lebih kecil, karena semakin besar rasio BKF akan mengurangi daya penyerapannya (Sarin et al. 2011).

Kemampuan yang dimiliki oleh tandur tulang BKF belum optimal karena tidak memiliki tingkat biodegradasi yang tinggi serta tidak mampu menginduksi persembuhan lebih cepat daripada tulang kontrol. Struktur pori baik makropori dan mikropori merupakan faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya hal ini. Adanya pori bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan, sebagai kerangka pertumbuhan tulang dan membentuk kanal vaskularisasi untuk peredaran darah dan suplai nutrisi ke tulang (Ghosh et al. 2007). Tandur BKF yang digunakan dalam penelitian ini diduga tidak memiliki struktur pori yang baik karena dibuat secara sederhana melalui proses pemadatan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(24)

12

struktur pori. Perubahan parameter radiografi menunjukkan bahwa tandur tulang bifasik kalsium fosfat dapat diterima oleh tubuh atau bersifat biokompatibel.

Saran

Untuk memperoleh suatu hasil yang lebih baik, maka diperlukan penelitian lanjutan mengenai potensi tandur tulang BKF sebagai alternatif bone graft sintetis. Penelitian dengan bahan yang sama namun dengan teknik pembuatan yang lebih baik, menganalisa struktur pori, serta pemberian sel-sel osteogenik diharapkan diperoleh kualitas tandur tulang yang lebih baik.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penelitian ini didanai oleh Hibah Penelitian Lintas Departemen-BOPTN 2013 atas nama Dr Drh Gunanti, MS. Tandur tulang didapatkan dari Dr Kiagus Dahlan, Laboratorium Biofisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Penulis ucapkan terimakasih atas bantuan berbagai pihak dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Akers RM, Michael D. 2008. Anatomy and Physiology of Domestic Animals. Iowa

(US) : Blackwell Publishing.

Ghosh SK, Nandi SK, Kundu B, Datta S, De DK, Roy SK, Basu D. 2007. In vivo

response of porous hydroxyapatite and β-tricalcium phosphate prepared by aqueous solution combustion method and comparison with bioglass scaffolds.

J of Biomedical Materials Research Part B. 217-227.

Chalil YK, Ren WC, Hassan A, Masudi SM, Alam MK. 2014. An in vitro

genotoxicity study of biphasic calcium phosphate on ames test. J International Medical. 21:34-37.

Daculsi G. 1998. Biphasic calcium phosphate concept applied to artificial bone, implant coating and injectable bone substitute. Biomaterials. 19:1473-1478. De val JEM, Mazon P, Guirado JC, Ruiz RA, Fernandez MR, Negri B, Abboud M,

De aza P. 2013. Comparison of three hydroxyapatite/β-tricalcium phosphate/collagen ceramic scaffolds: An in vivo study. J Biomed Mater Res Part A. 1-10.

Gunanti, Soejoko DS, Agungpriyono S, Siswandi R. 2011. Persembuhan Kerusakan Segmental Tulang dengan Semen Tulang Hidroksiapatit-Trikalsium Fosfat pada Domba sebagai Hewan Model untuk Manusia. LPPM IPB. Bogor (ID).

Kalfas IH. 2001. The principles of bone healing. Neurosurg focus. 10:1-10.

(25)

13 Li S, De Wijin JR, LI J, Layrolle P, De Groot K. 2003. Macroporous biphasic calcium phosphate scaffold with high permeability/porosity ratio. Tissue Engineering. 9:1-14.

Lind M, Overgaard S, Bunger C, Soballe K. 1999. Improved bone anchorage of hydroxyapatite coated implants compared with tricalcium-phosphate coated implants in trabecular bone in dogs.Biomaterials. 20:803-808.

Liu LP, Xiao YB, Xiao ZW, Wang ZB, Li C, Gong X. 2005. Toxicity of hydroxyapatite nanoparticles on rabbits. Wei Sheng Yan Jiu. 34: 474–476. Moore DC, Chapman M, Manske D. 1987. The evaluationof a biphasic calcium

phosphate ceramic for use in graftinglong-bone diaphyseal defects. J Orthop Res. 5:356–365.

Murugan R, Ramakrishna S. 2004. Bioresorbable composite bone paste using polysaccharide based nano hydroxiapatite. Biomaterials. 25:3829-3835. Ogose A, Hotta T, Kawashima H, Kondo N, Gu W, Kamura T, Endo N. 2004.

Comparison of hydroxyapatite and β-tricalcium phosphate as bone substitutes after excision of bone tumors. J Biomed Mater Res Part B: Appl Biomater. 72B: 94-101.

Onodera J, Kondo E, Omizu N, Ueda D, Yagi T, Yasuda K. 2013. Beta-tricalcium phosphate shows superior absorption rate and osteoconductivity compared to hydroxyapatite in open-wedge high tibial osteotomy. Knee Surg Sports Traumatol Arthrosc. 812-821.

Ozalay M, Sahin O, Akpinar S, Ozkoc G, Cinar M, Cesur N. 2009. Remodelling potentials of biphasic calcium phosphate granules in open wedge high tibial osteotomy. Arch Orthop Trauma Surg. 129:747-752.

Park JC, Sohn JY, Yun JH. Jung UW, Kim CS, Cho KS, Kim CK, Choi SH. 2009. Bone regeneration capacity of two different macroporous biphasic calcium materials in rabbit calvarial defect. J Korean Acad Periodontol. 39:223-230. Sarin P, Lee SJ, Aostolov ZD, Kriven WM. 2011. Porous biphasic calcium

phosphate scaffolds from cuttlefish cone. J Am Ceram Soc. 8:2362-2370. Sartoris DJ, Gershuni DH, Akeson WH, Holmes HE, Rsnick D. 1986. Corraline

hydroxyapatite deglued bone, chitosan and gelatin. Bull Mater Sci. 24:415-420.

Shi D. 2004. Biocompatibility of materials. Berlin (DE). Springer.

Shimazaki K, Mooney V. 1985. Comparative study of porous hydroxyapatite and tricalcium phosphate as bone substitute. J Orthop Res. 3:301-10.

(26)

14

LAMPIRAN

Lampiran 1 Grafik luas lesio perlakuan dan lesio kontrol arah pandang medio lateral Kontrol , BKF 1 , dan BKF 2 .

Lampiran 2 Grafik rasio lesio perlakuan dan kontrol arah pandang caudo cranial.

(27)

15 Lampiran 3 Gambaran radiografi os tibia arah pandang Caudocranial. Praoperasi

(A, B* dan C**), H-0 (D, E* dan F**), H-7 (G, H* dan I**), H-30 (J, K* dan L**), dan H-60 (M, N* dan O**) H-90 (P, Q* dan R**). * BKF 1 ** BKF 2

1 cm

A B* C**

D

G

J

M

E*

H*

K*

N*

F**

I**

L**

O**

P Q* R**

1 cm 1 cm 1 cm

1 cm 1 cm

1 cm

1 cm 1 cm

1 cm

1 cm 1 cm 1 cm

1 cm 1 cm 1 cm

(28)

16

Lampiran 4 Gambaran radiografi os tibia arah pandang Mediolateral. Pra operasi (A, B* dan C**), H-0 (D, E* dan F**), H-7 (G, H* dan I**), H-30 (J, K* dan L**), H-60 (M, N* dan O**), dan H-90 (P, Q* dan R**) . * BKF1 ** BKF 2

A B* C**

D E* F**

G H* I**

J K* L**

M N* O**

P Q* R**

1 cm 1 cm 1 cm

1 cm 1 cm 1 cm

1 cm 1 cm 1 cm

1 cm 1 cm 1 cm

1 cm 1 cm 1 cm

(29)

17 RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rangkasbitung pada tanggal 27 April 1992 dari ayah yang bernama Saniman dan ibu yang bernama Partinah. Penulis merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus dari SD Negeri 1 Warunggunung, kemudian pada tahun 2007 penulis juga lulus dari SMP Negeri 1 Warunggunung. Selanjutnya pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Rangkasbitung dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih mayor Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan.

Gambar

Gambar 1 Hewan model domba (A)  mesin x-ray portable (B)
Gambar 2 Pemboran os tibia (A) operasi penanaman tandur (B)
Gambar 4 Ringkasan alur penelitian
Tabel 1 Penilaian perubahan radiografi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan : S1, Ilmu Sosial, Universitas

Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting dalam pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tidak semata-mata terganutng pada jumlah sumberdaya manusia saja, tetapi lebih

apa yang akan kita pelajari setiap orang punya dokumen diri adakah dokumen di keluargamu apa saja koleksi keluargamu mari mengenal dokumen dan benda koleksi.. supaya

Contoh terakhir, dalam bidang penyelidikan perubatan arus perdana yang ditiru secara membuta-tuli dari Barat, tanpa usul periksa, tatakaedah viviseksi (vivisection = ujikaji

EP

Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pembayaran atau jasa pelayanan persampahan/kebersihan yang khusus disediakan dan

Laju rata-rata pertambahan panjang secara linier di kedalaman 9 meter, 6 meter, dan 3 meter selama empat bulan yaitu dari bulan agustus- november meningkat

Berdasarkan hasil penelitian dan uji hipotesis yang sudah dilakukan mengenai nilai-nilai kearifan lokal dalam tradisi tepuk tepung tawar di Desa Sungai Selari Kecamatan Bukit Batu