• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Keamanan Susu Bubuk Skim Impor Ditinjau dari Kualitas Mikrobiologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tingkat Keamanan Susu Bubuk Skim Impor Ditinjau dari Kualitas Mikrobiologi"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT KEAMANAN SUSU BUBUK SKIM IMPOR

DITINJAU DARI KUALITAS MIKROBIOLOGI

UTI RATNASARI HERDIANA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya yang menyatakan bahwa tesis Tingkat Keamanan Susu Bubuk Skim Impor Ditinjau dari Kualitas Mikrobiologi, adalah karya saya sendiri, dengan bimbingan para Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini

Bogor, Juli 2007

(3)

RINGKASAN

UTI RATNASARI HERDIANA. Tingkat Keamanan Susu Bubuk Skim Impor Ditinjau dari Kualitas Mikrobiologi. Dibimbing oleh FACHRIYAN H PASARIBU dan TITIEK SUNARTATIE.

Susu bubuk merupakan sumber protein yang sangat baik dan penting, mudah disusun kembali/rekonstruksi menjadi susu cair serta dapat menjadi bahan-bahan unsur produk lainnya. Susu bubuk dapat mengandung mikroorganisme karena lemahnya sanitasi dalam pengolahan atau penanganan makanan, adanya indikasi kontaminasi setelah prosesing. Hal ini dapat menyebabkan food borne disease dan keracunan makanan (food poisoning). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kualitas mikrobiologi susu bubuk skim impor dibandingkan dengan SNI No. 01-6366-2000 dan SNI No. 01-2970-1999 dan untuk mengetahui apakah susu bubuk skim impor layak atau aman untuk dikonsumsi. Sebanyak 40 sampel susu bubuk skim impor diambil dari 5 negara yang sering dilalulintaskan melalui Balai Karantina Hewan Kelas I Tanjung Priok Jakarta untuk dilakukan pengujian jumlah total bakteri (TPC), Coliform, Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan keberadaan Salmonella sp. Metode pengujian mengacu kepada SNI No. 01-2897-1992.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah total bakteri (TPC) adalah dibawah standar SNI, rata-rata jumlah bakteri Coliform, E. coli dan S. aureus adalah sesuai standar SNI yaitu 0, sedangkan keberadaan Salmonella sp. adalah negatif. Berdasarkan hasil pengujian kualitas mikrobiologi menunjukkan penanganan proses pengolahan susu bubuk skim impor dilakukan dengan sanitasi dan higiene yang baik, sehingga kualitas susu bubuk skim tersebut baik, aman dan layak untuk dikonsumsi.

(4)

ABSTRACT

UTI RATNASARI HERDIANA. Microbiologicaly Safety Level of Imported Skim Milk Powder. Under the direction of FACHRIYAN H PASARIBU and TITIEK SUNARTATIE.

(5)

©Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta ini dilindungi

(6)

TINGKAT KEAMANAN SUSU BUBUK SKIM IMPOR

DITINJAU DARI KUALITAS MIKROBIOLOGI

UTI RATNASARI HERDIANA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Tesis : Tingkat Keamanan Susu Bubuk Skim Impor Ditinjau dari Kualitas Mikrobiologi

Nama Mahasiswa : Uti Ratnasari Herdiana Nomor Pokok : B 551034014

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. drh. Fachriyan H Pasaribu drh. Titiek Sunartatie, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dr. drh. Denny Widaya Lukman, MSi. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

(8)
(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke-hadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya berupa kekuatan lahir dan bathin, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah kualitas mikrobilogik susu bubuk skim impor dengan judul Tingkat Keamanan Susu Bubuk Skim Impor Ditinjau dari Kualitas Mikrobiologi.

Penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Prof. Dr. drh. Fachriyan H Pasaribu sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan drh. Titiek Sunartatie, MS. sebagai Anggota Komisi Pembimbing, atas segala dukungan, bimbingan, dan arahan terhadap penulis selama penelitian dan penulisan tesis. Tak lupa pula penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. drh. Denny W. Lukman, MSi., selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor; Kepala Laboratorium Bakteriologi Bagian Mikrobiologi Medik Departemen IPHK FKH - IPB yang telah memberikan ijin serta Pak Agus dan rekan-rekan yang telah membantu kelancaran penelitian ini; Ir. Etih Sudarnika, MSi. yang membantu penulis dalam pengolahan data penelitian; serta rekan-rekan satu angkatan Kelas Khusus Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor tahun 2004.

Akhirnya ucapan terima kasih yang dalam kepada Ibunda Herwidati, Ayah dan Ibu Mertua, kakak-kakak, adik dan suami Drs. Suwardi, SH yang telah memberikan dukungan moral dan material dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan selama penelitian, pembimbingan dan penulisan tesis. Atas segala kebaikan yang telah penulis terima semoga Allah SWT berkenan melimpahkan rahmat dan ridha-Nya kepada kita semua. Harapan penulis semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan ilmu pengetahuan kita semua. Amien

(10)

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Magetan - Jawa Timur pada tanggal 10 Desember 1968, merupakan anak keenam dari enam bersaudara pasangan Bapak Soeratmin (almarhum) dan Ibu Herwidati.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1981 di SDN Magetan III Magetan dan pada tahun 1984 menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri I Magetan. Selanjutnya penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Magetan dan lulus pada tahun 1987. Tahun 1987 penulis melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor, pada tahun 1989 masuk Fakultas Kedokteran Hewan – Institut Pertanian Bogor, dan meraih gelar Dokter Hewan pada tahun 1994.

(11)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... ii

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR GRAFIK... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Perumusan Masalah... 2

Tujuan Penelitian... 2

Manfaat Penelitian... 3

Hipotesis... 3

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Susu... 4

Susu Bubuk... 5

Susu Bubuk Skim ... 7

Penyimpanan dan Faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Susu Bubuk... 8

Mikroorganisme dalam Susu... 9

Mutu dan Keamanan Susu Bubuk... 12

BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian... 15

Bahan dan Alat Penelitian... 15

Susu Bubuk Skim Impor... 15

Media Biakan... 16

Peralatan... 17

Metode Pengujian... 17

Pemeriksaan Organoleptik... 17

Pengujian Kualitas Mikrobiologi... 18

Persiapan Larutan Sampel... 18

Pengujian Jumlah Total Bakteri (TPC)... 18

Pengujian Jumlah Bakteri Coliform... 19

Pengujian Jumlah Bakteri Escherichia coli... 21

Pengujian Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus... 23

Pengujian Bakteri Salmonella... 24

(12)

iv

HASIL DAN PEMBAHASAN... 28

Kondisi Kemasan, Kontainer dan Alat Angkut Susu Bubuk Skim Impor... 28

Pemeriksaan Organoleptik... 29

Hasil Pengujian Kualitas Mikrobiologi... 30

Jumlah Total Bakteri (TPC) pada Susu Bubuk Skim Impor... 30

Jumlah Bakteri Coliform pada Susu Bubuk Skim Impor... 34

Jumlah Bakteri Escherichia coli pada Susu Bubuk Skim Impor... 35

Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus pada Susu Bubuk Skim Impor... 36

Keberadaan Bakteri Salmonella sp. pada Susu Bubuk Skim Impor... 37

KESIMPULAN DAN SARAN... 40

DAFTAR PUSTAKA... 41

(13)

v

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi kandungan gizi beberapa jenis susu bubuk... 5

2 Komposisi mikrobilogi, fisik dan kimia susu bubuk skim... 7

3 Spesifikasi persyaratan mutu batas maksimun cemaran mikroba pada susu bubuk... 13

4 Spesifikasi persyaratan mutu susu bubuk... 14

5 Rincian jumlah sampel yang diambil per negara berdasarkan persentase frekuensi kedatangan pada tahun 2004... 16

6 Sifat-sifat bakteri Coliform dengan uji IMViC... 23

7 Rataan nilai pH dan sebaran rataan nilai pH susu bubuk skim impor... 30

8 Rataan jumlah total bakteri (TPC) pada susu bubuk skim impor... 31

(14)

vi

DAFTAR GAMBAR

(15)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Kuisioner Pengambilan Sampel Susu Bubuk Skim Impor di BKH Kelas I

Tanjung Priok... 46

2 Data Pengiriman Susu Bubuk Skim Impor... 47

3 Data Alat Angkut Susu Bubuk Skim Impor... 48

4 Data Tempat Penyimpanan/Kontainer Susu Bubuk Skim Impor... 49

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tersedianya bahan pangan yang berkualitas dan aman untuk dikonsumsi sangatlah penting karena keracunan pangan dapat menyebabkan kepanikan massa, hilangnya kepercayaan konsumen dan lain-lain.

Konsumen di dalam dan di luar negeri dewasa ini semakin menuntut persyaratan mutu produk bahan pangan yang terjamin baik. Persyaratan mutu produk bahan pangan yang baik dan aman dikonsumsi adalah bebas residu (residu free) baik terhadap bahan hayati, bahan kimia, pestisida, logam berat, antibiotika, hormon dan obat-obatan lainnya maupun terhadap cemaran mikroba yang dapat menularkan penyakit (SNI 2000).

Berbagai uji mikrobiologis dapat dilakukan terhadap bahan pangan, meliputi uji kualitatif mikroba untuk menentukan mutu dan daya tahan suatu makanan dan uji indikator untuk menentukan sanitasi makanan tersebut (Gaman dan Sherrington 1992).

Susu merupakan makanan hampir sempurna dan merupakan makanan alamiah bagi hewan menyusui yang baru lahir, dan susu merupakan satu-satunya sumber makanan pemberi kehidupan segera sesudah kelahiran (Buckle et al. 1987). Susu dikenal sebagai bahan pangan sumber protein hewani yang kaya akan zat-zat gizi seperti protein, lemak, laktosa, mineral, vitamin dan dapat memenuhi semua keperluan zat-zat gizi manusia, terutama untuk pertumbuhan anak-anak. Namun demikian nilai gizi bahan tersebut menyebabkan susu merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme baik patogen maupun bukan patogen (Fardiaz 1989). Susu adalah sumber kalsium yang penting untuk makanan manusia. Kadar lemak merupakan komponen penting dalam proses pengolahan lanjutan susu (Juergens et al. 2002)

Susu bubuk merupakan salah satu produk olahan susu yang paling banyak dipasarkan di Indonesia. Dikonsumsi oleh semua tingkatan umur, mulai dari balita, anak-anak, orang dewasa sampai orang tua (Latif 2003).

Susu bubuk dapat dibedakan menjadi susu bubuk penuh, susu bubuk skim, susu bubuk whey dan susu bubuk buttermilk. Susu bubuk whey dan susu bubuk buttermilk tidak lazim dijumpai di Indonesia.

(17)

2

mengakibatkan gangguan kesehatan konsumen. Oleh sebab itu penanganan proses pengolahan susu bubuk dari mulai peternakan sampai ke konsumen harus higienis, agar kualitasnya tetap baik. Dari segi kesehatan masyarakat, susu bubuk perlu mendapat perhatian karena susu bubuk dapat membawa agen penyebab penyakit karena susu bubuk langsung ditambahkan sebagai bahan baku produk lain dan langsung disajikan sebagai minuman tanpa dipanaskan kembali (Sudarwanto dan Lukman 1993).

Berdasarkan laporan analisa statistik DirjenNak (2004) kebutuhan susu bubuk di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat, sedangkan produksi dalam negeri tidak dapat mencukupinya. Untuk memenuhi kebutuhan susu bubuk tersebut, maka pemerintah Indonesia membuat kebijakan importasi susu bubuk dari luar negeri. Negara pengekspor susu bubuk yang diijinkan oleh pemerintah adalah Amerika Serikat, Australia, New Zealand, Jerman, Denmark, Belanda, Perancis, Inggris, Singapura, Malaysia, Philippina, Argentina, Belgia dan Swedia. Susu bubuk impor tersebut berupa skim milk powder, whey powder, full cream milk powder (whole milk powder), butter milk powder dan whey protein concentrate.

Perumusan Masalah

Proses pengolahan susu bubuk meliputi pasteurisasi, penguapan dan spray drying dengan suhu tinggi. Proses pengolahan tersebut dapat mematikan sebagian besar mikroorganisme, tetapi ada beberapa mikroorganisme yang tahan panas akan tetap hidup. Pencemaran susu bubuk dapat terjadi pada saat proses pengolahan, apabila sanitasi dan higiene pabrik kurang, pada proses penyimpanan dan transportasi serta proses pencairan kembali (Saksono dan Saksono 1986). Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian mikrobilogi terhadap susu bubuk untuk menentukan tingkat keamanan susu bubuk.

Tujuan Penelitian

(18)

3

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan terhadap kegiatan importasi produk hewan dan olahannya khususnya susu bubuk dan sebagai bahan informasi (penyuluhan) bagi masyarakat tentang kualitas dan keamanan susu bubuk.

Hipotesis

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Susu

Susu yang biasa dikonsumsi adalah air susu yang dihasilkan induk hewan tanpa penambahan apapun. Induk hewan penghasil susu biasanya hewan mamalia, terutama sapi. Susu merupakan minuman bergizi tinggi, khususnya karena mengandung protein yang bernilai biologi tinggi serta mempunyai aroma yang spesifik susu. Aroma dan cita rasa susu sangat dipengaruhi oleh laktosa susu (Syarief dan Halid 1997).

Komposisi susu umumnya terdiri dari 3,3% protein, 3,8% lemak, 4,7% karbohidrat, kalsium 0,12%, vitamin 0,58% serta kadar air yang tinggi sekitar 87,6% (Gaman dan Sherrington 1994). Komposisi rata-rata susu sapi mengandung laktosa 4,8%, lemak 3,7%, protein 3,4%, protein non nitrogen 0,19% dan abu 0,7% (Marshall 1993).

Susu dikenal sebagai bahan pangan sumber protein hewani yang mempunyai daya cerna tinggi dan kaya akan zat-zat gizi seperti protein, laktosa, mineral dan vitamin (Fardiaz 1989). Sifat fisik susu mempunyai pH 6,5 – 7,5, derajat keasaman 15 – 16 oD, berat jenis 1,027 – 1,035 dan titik beku -0,50 oC – -0,52 oC (Syarief dan Halid 1997).

Susu merupakan media pertumbuhan yang baik bagi bermacam-macam bakteri, baik patogen maupun non patogen. Jumlah mikroba pada susu segar sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti keadaan alat pemerahan, udara kandang, kebersihan ambing dan suhu. Susu dapat tercemar mikroba pada saat melewati saluran kelenjar susu, kelenjar sisterna dan saluran puting (Rahman et al. 1992). Hasil pemerahan susu yang dilakukan dengan cara aseptis dan berasal dari ternak yang sehat, susu yang dihasilkan tidak steril, mengandung bakteri antara 100 – 1000 cfu/ml yang berasal dari ambing (Saleh 1988).

(20)

5

penanganan dalam pengolahan dan transportasi. Hal ini dapat menyebabkan foodborne disease pada manusia (FAO 1984).

Status mikroorganisme dalam susu sangat erat kaitannya dengan penanganan susu. Susu mempunyai kadar air yang tinggi, pH netral dan kandungan nutriennya tinggi, sehingga susu menjadi medium yang sangat baik untuk pertumbuhan berbagai mikroorganisme. Mikroorganisme penyebab kerusakan pada susu terutama dari golongan bakteri (Rahman et al. 1992).

Susu Bubuk

Susu bubuk adalah susu bubuk berlemak, rendah lemak dan tanpa lemak dengan atau tanpa penambahan vitamin, mineral dan bahan tambahan makanan yang diijinkan. Susu bubuk dibedakan ada tiga kelompok yaitu a) susu bubuk berlemak (full cream milk powder) adalah susu sapi yang telah diubah bentuknya menjadi bubuk, b) susu bubuk rendah lemak (partly skim milk powder) adalah susu sapi yang telah diambil sebagian lemaknya dan diubah bentuknya menjadi bubuk, dan c) susu bubuk tanpa lemak (skim milk powder) adalah susu sapi yang telah diambil lemaknya dan diubah menjadi bubuk (SNI 1992).

Gizi yang tersedia dalam susu berupa protein, glukosida, lipida, garam-garam mineral dan vitamin sangat cocok untuk pertumbuhan dan pertambahan jumlah sel anak-anak dan mamalia muda lainnya. Sehubungan dengan itu mikroorganisme menggunakan susu sebagai bahan yang sangat ideal untuk pertumbuhannya (Buckle et al. 1987). Komposisi kandungan gizi dari berbagai jenis susu bubuk dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kandungan gizi beberapa jenis susu bubuk

Jenis Susu Bubuk Air (%)

Protein (%)

Lemak (%)

Laktosa (%)

Mineral (%) Susu Bubuk Full Cream 3,5 25,2 26,2 38,1 7,0 Susu Bubuk Skim 4,3 35,0 0,97 51,9 7,8 Susu Bubuk Krim 4,0 21,5 40,0 29,5 5,0

Susu Bubuk Whey 7,1 12,0 1,2 71,5 8,2 Susu bubuk Buttermilk 3,1 33,4 2,28 54,7 6,5

(21)

6

Proses pembuatan susu bubuk umumnya dengan cara spray drying, yaitu susu cair dimasukkan ke dalam sebuah celah yang sangat sempit, dari celah tersebut memancarlah udara yang kering, dengan demikian hanya udara kering yang mengenai susu cair tersebut. Dari proses spray drying ini susu cair berubah wujud menjadi susu bubuk (Juergens et al. 2002).

Pengeringan pada proses pembuatan susu bubuk dapat menggunakan spray dryer

maupun drum dryer. Susu bubuk yang dikeringkan dengan drum dryer butirannya berbentuk pipih dengan ketebalan 8 – 10 mikron. Sifat kelarutan dalam air kurang sempurna, karena butiran-butiran lemak akan mengapung di atas. Susu bubuk yang dikeringkan dengan spray dryer terdiri atas partikel 10 – 15 mikron. Sifat kelarutan dalam air sempurna, hampir sama dengan susu segar. Adanya udara diantara butiran-butiran tersebut dapat menyebabkan timbulnya oksidasi selama penyimpanan (Syarief dan Halid 1997).

Menurut Oliveira et al. (2000) proses pembuatan susu bubuk melalui beberapa tahap yaitu :

1. Perlakuan pasteurisasi dengan suhu 90 oC selama 8 detik atau 108 oC selama 2 detik.

2. Penguapan air dengan perlakuan pemanasan akan menghasilkan 48% padatan. 3. Proses penyemprotan kering (spray drying), susu disemprot dengan udara

kering melalui lubang pada suhu 270 oC.

Susu bubuk merupakan sumber protein yang sangat baik dan penting, mudah disusun kembali/rekonstruksi menjadi susu cair serta dapat menjadi bahan-bahan unsur produk lainnya. Secara luas susu bubuk dapat digunakan untuk produksi roti, biskuit, kue-kue, kopi krimer, sop, keju, susu coklat, es krim, susu formula, nutrisi tambahan, rekombinan produk susu seperti susu pasteurisasi, susu evaporasi, susu kental manis, keju lunak dan keju keras, krem, whipping cream, yoghurt dan produk fermentasi lainnya (Pearce 2006; Juergens et al. 2002).

(22)

7

Susu Bubuk Skim

Susu bubuk skim umumnya dapat diproduksi dengan metode roller-dried dan

spray-dried. Spray-dried menghasilkan susu bubuk non instant dan instant. Komposisi kimia susu bubuk skim adalah protein 34,0 – 37,0%, laktosa 49,5 – 52,0%, lemak 0,6 – 1,25%, abu 8,2 – 8,6% dan kelembutan 3,0 – 4,0% (non instant) serta 3,5 – 4,5% (instant). Menurut proses pemanasan yang digunakan dalam memproduksi susu bubuk skim diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu high-heat (least soluble), medium-heat, dan

low-heat (most soluble) (USDEC 2006). Komposisi mikrobiologi, fisik dan kimia susu bubuk skim dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi mikrobiologi, fisik dan kimia susu bubuk skim

Komposisi Jumlah Maksimal yang Diijinkan Mikrobiologi :

Standart Plate Count

Coliform

E. coli Salmonella Listeria

Staphylococcus koagulase positif

≤ 50.000 cfu/g (non instant)

≤ 35.000 cfu/g (instant)

≤ 10 cfu/g (instant)

≤ 50.000 cfu/g (lainnya) negatif

negatif negatif negatif

Karakteristik lain : Partikel abu

Kadar keasaman Daya larut

Warna Rasa, bau

7,5 – 15.0 mg (spray dried)

≤ 22,5 mg (roller dried) 0,14 – 0,15%

≤ 1,0 ml (instant)

≤ 1,25 ml (spray dried)

≤ 15,0 ml (roller dried)

putih jika terkena cahaya berwarna krem bersih, berbau susu

Sumber : USDEC 2006

(23)

8

Susu bubuk skim dapat digunakan untuk pembuatan coklat, es krim dan pembuatan permen. Susu bubuk skim dapat larut sempurna dalam air dingin (Syarief dan Halid 1997).

Penyimpanan dan Faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Susu Bubuk

Daya tahan susu bubuk sangat tergantung pada jenis bahan kemasan (pembungkus), jumlah oksigen, kelembaban, suhu penyimpanan dan juga kandungan kadar air dalam produk tersebut. Kerusakan susu bubuk akibat pertumbuhan mikroorganisme sangat jarang terjadi karena mempunyai aktivitas air (Aw) yang rendah

(Sudarwanto dan Lukman 1993). Susu bubuk lebih tahan terhadap bentuk kerusakan biologi, tetapi masih memungkinkan terhadap adanya kerusakan kimia seperti oksidasi lemak dan reaksi browning nonenzimatik (Syarief dan Halid 1997).

Kerusakan susu bubuk yang bersifat kimiawi biasanya disebabkan oleh O2,

sisa-sisa atau cemaran logam, suhu penyimpanan dan kadar air tepung susu. Kerusakan ditunjukkan oleh adanya flavor seperti ketengikan yang terjadi karena hidrolisis gliserida dan pelepasan asam lemak butirat dan kaproat, adanya oksidasi asam lemak tidak jenuh, oksidasi fosfolipid, adanya bau amis karena oksidasi dan reaksi hidrolisis. Mikroorganisme juga dapat merusak susu bubuk, antara lain bakteri yang hidup pada susu seperti Bacillus subtilis, B. cereus, Pseudomonas putrefaciens, P. ichthyoma, Proteusvulgaris dan Streptococcus lactis (Buckle et al. 1987).

Susu bubuk dapat dikemas dalam kantong plastik (plastic milk powder bag) atau kertas karton (multiwall paper) yang terdiri dari 3 lapis dengan ketebalan 5 milimeter. Lapisan luar terbuat dari bahan polypropylene (Farkye dan Obispo 2000). Susu bubuk dapat dikemas dalam plastik yang terbuat dari linen dan dilapisi dengan kertas semen dan dikemas dengan ukuran 25 kg atau 600 kg, disimpan dalam gas nitrogen untuk melindungi produk dari oksidasi sehingga aroma dan kualitasnya tetap terjaga (Pearce 2006).

(24)

9

Susu bubuk dapat disimpan pada suhu dingin dan kering, ada ventilasi udara dengan suhu tidak lebih dari 25 oC, kelembaban tidak kurang dari 65%, tidak terkena sinar matahari secara langsung atau bau yang menyengat. Susu bubuk yang disimpan pada suhu 4 oC – 20 oC memiliki daya tahan/keawetan selama satu tahun, sedangkan pada suhu 37 oC daya tahan susu bubuk hanya selama tiga bulan (Anonim 2005).

Beberapa faktor perubahan fisik dan kimiawi dapat menurunkan daya simpan susu bubuk dan nilai komersialnya, seperti terjadinya penggumpalan, adanya oksidasi lemak, berbau karamel dan perubahan warna menjadi coklat (Syarief dan Halid 1997). Berdasarkan hasil penelitian mengenai kondisi higiene yang berbeda dari susu mentah yang diolah menjadi susu bubuk akan mempengaruhi kualitas/mutu susu bubuk yang dihasilkannya. Suhu penyimpanan dan transportasi mungkin juga dapat mempengaruhi kualitas dan sifat susu bubuk khususnya index kelarutan dan kadar asamnya (Oliviera et al. 2000).

Mikroorganisme dalam Susu

Menurut Marshall (1993) bakteri yang ditemukan pada susu segar adalah

Salmonella, Listeria monocytogenes, Campylobacter, Yersinia enterocolitica, entero

pathogenic, Escherichia coli, Staphylococci, Streptococci, Brucella, Corynebacterium

diphteriae, Coxiella burnetti, virus dan mikotoksin. Ada beberapa bakteri yang masih dapat bertahan hidup pada susu setelah pasteurisasi seperti Salmonella, Listeria monocytogenes, dan Yersinia enterocolitica. Untuk mengurangi dan menghilangkan kandungan bakteri ini diperlukan penanganan proses pasteurisasi secara ketat dan cara penanganan bahan baku yang baik dan benar.

Susu yang berasal dari ambing sapi yang sehat seharusnya bebas dari mikroorganisme, akan tetapi umumnya tidak bebas dari mikroorganisme. Susu sapi yang baru diperah mengandung mikroorganisme antara 100 sampai 1000 cfu/ml (Jay 2003).

Mikroorganisme patogen seperti Brucella melitensis, Clostridium botulinum, Salmonella, Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenes, Shiga toxin-producing

(25)

10

kematian, peningkatan biaya perawatan, tidak masuknya pekerja yang sakit, kontaminasi produk peternakan dan hilangnya nilai jual produk peternakan (Brisabois et al. 2002).

Menurut Saksono dan Saksono (1986) mikroorganisme yang terdapat dalam susu bubuk adalah :

1. Micrococci yang tahan panas yang terdapat dalam susu.

2. Streptococci yang tahan panas, terutama jenis Streptococcus thermophilus, S. faecalis, S. bovis, S. faecalis var, S. liquefaciens, dan S. durans.

3. Spesies yang tahan panas dari Corynebacteria yang terdapat dalam susu. 4. Spora bakteri, hampir semuanya jenis aerob seperti Bacillus subtilis.

5. Bermacam-macam pencemar, diantaranya Escherichia coli yang penting, karena rendahnya sanitasi, dan pencemaran dari manusia yang bekerja di pabrik pengolahan susu.

Kelompok mikroorganisme yang tahan terhadap suhu pasteurisasi dapat dibedakan atas dua kelompok, yaitu bakteri termodurik dan termofilik. Bakteri termodurik adalah bakteri yang tahan panas pada suhu relatif tinggi, tetapi tidak harus tumbuh pada suhu relatif tinggi (Fardiaz 1992). Bakteri yang tergolong termodurik dan tahan suhu pasteurisasi misalnya beberapa spesies Streptococcus dan Lactobacillus. Bakteri termofilik merupakan bakteri yang tidak hanya tahan pemanasan pada suhu relatif tinggi, tetapi juga membutuhkan suhu tinggi untuk pertumbuhannya. Bakteri yang tergolong termofilik adalah Bacillus dan Clostridium (Fardiaz 1992).

Menurut Sudarwanto dan Lukman (1993) mikroorganisme yang biasa ditemukan pada susu bubuk adalah Micrococci thermoduric, Streptococci thermoduric, Corynebacteria dan mikroba pembentuk spora aerob.

(26)

11

Salmonella dan Staphylococcus tahan terhadap perlakuan teknologi pembuatan susu bubuk sehingga kedua mikroorganisme ini dilaporkan sering dijumpai pada susu bubuk (Ronsivalli dan Viera 1992).

Susu dapat mengandung Staphylococcus aureus jika ternak menderita penyakit radang ambing (mastitis) yang disebabkan oleh bakteri tersebut (Staphylococcal mastitis). Jika bakteri ini berkembang biak dan membentuk toksin pada susu segar, maka kemungkinan toksin tersebut masih dapat dijumpai pada produk susu olahan, walaupun sel bakterinya telah mati oleh proses pengolahan (Varnam dan Sutherland 1994). Menurut Makovec dan Ruegg (2003) S. aureus dan E. coli dapat diisolasi dari sampel susu sapi yang menunjukkan gejala mastitis dan mastitis subklinis yang diperiksa di Laboratorium Diagnostik Kedokteran Hewan Wisconsin antara tahun 1994 – 2001.

S. aureus memproduksi enterotoksin yang tahan panas oleh suhu pasteurisasi, temperatur masak, dan tidak mudah rusak (Ronsivalli dan Viera 1992). Berdasarkan laporan dari Food Science and Technologi (FST) USA (2000) bahwa susu bubuk skim yang diproduksi oleh Taiki Plant di Hokaido pada tanggal 10 April 2000 mengandung bakteri S. aureus dan enterotoksin A. Hal ini terjadi karena adanya kerusakan atau gangguan pada proses pemisahan krim dari susu dan gangguan penyaringan susu pada temperatur panas selama 3 jam, sehingga bakteri S. aureus berkembangbiak dan membentuk enterotoksin A.

Streptococcus lactis dan Escherichia coli dapat tumbuh pada susu bubuk skim. E. coli merupakan bakteri yang umum pada feses untuk menjaga keseimbangan mikroflora dalam usus manusia dan hewan. E. coli dapat mengkontaminasi susu karena sanitasi dan higiene yang kurang baik pada saat proses pengolahan susu. E. coli dapat menyebabkan diare dan keracunan yang fatal tergantung pada strainnya (Eddleman 1998). E. coli

merupakan gambaran indikator adanya kontaminasi oleh feses, indikator status higiene dan sanitasi pada proses pengolahan susu. Bakteri Gram negatif (E. coli, Klebsiella spp.),

Streptococcus uberis, S. dysgalactica dapat mengkontaminasi susu (Makovec dan Ruegg 2003).

Susu yang mengandung Brucella melitensis, dan Mycobacterium tuberculosis

(27)

12

undulan (brucellosis), demam typhoid, gastroenteritis, dipteri dan lainnya (Williams 1979).

Mikroorganisme yang ada pada produk olahan susu adalah genus Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc, Enterococcus, Pediococcus, Streptococcus, Micrococcus dan

Staphylococcus (Ogier et al. 2002). Bakteri Gram positif yang terdapat pada produk olahan susu adalah Listeria, Clostridium spp., Enterococcus, Staphylococcus dan Streptococcus (Morgan et al. 1999).

Salmonella sp. dapat terdeteksi pada produk susu olahan (susu bubuk) dengan menggunakan sistim PCR ProbeliaTM dalam waktu 24 – 28 jam. Dengan teknik kultur memerlukan waktu 3 – 4 hari untuk menentukan isolat yang positif mengandung Salmonella. Salmonella dapat menyebabkan foodborne disease (Wan et al. 2000).

Listeria monocytogenes dan Salmonella spp. merupakan bakteri patogen yang menyebabkan foodborne disease. L. monocytogenes dapat menimbulkan penekanan sistem kekebalan tubuh (immunosuppressed), dengan gejala klinis meningitis, septikemia, aborsi atau infeksi neonatal pada wanita hamil (Oliviera et al. 2000).

Menurut Hassan et al. (2000) hasil penelitian susu mentah di New York pada periode bulan April 1998 – Maret 1999 menunjukkan prevalensi L. monocytogenes

12,6% dan prevalensi Salmonella spp. 1,5%. Satu sampel ditemukan positif Salmonella typhimurium DT 104.

Mutu dan Keamanan Susu Bubuk

(28)

13

Di Indonesia spesifikasi persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada susu bubuk didasarkan pada SNI No. 01-6366-2000 (Tabel 3), sedangkan spesifikasi persyaratan mutu susu bubuk didasarkan pada SNI No. 01-2970-1999 (Tabel 4).

Tabel 3 Spesifikasi persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada susu bubuk

No Jenis Cemaran Mikroba Batas Maksimum Cemaran Mikroba

(cfu/g atau cfu/ml)

1 Jumlah Total (Total Plate Count) 5 x 104

2 Coliform 0

3 Escherichia coli (pathogen) (*) 0

4 Enterococci 1 x 101

5 Staphylococcus aureus 1 x 101

6 Clostridium sp. 0

7 Salmonella sp. (**) Negatif

8 Camphylobacter sp. 0

9 Listeria sp. 0

Keterangan : * : dalam satuan MPN/gram atau ml ** : dalam satuan kualitatif

(29)

14

Tabel 4 Spesifikasi persyaratan mutu susu bubuk

No. Jenis Uji Satuan

Persyaratan Susu bubuk berlemak Susu bubuk rendah lemak Susu bubuk tanpa lemak 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8 9 Keadaan - Bau - Rasa Air Abu Lemak Protein Pati Cemaran logam - Tembaga (Cu) - Timbal (Pb) - Seng (Zn) - Timah (Sn) - Raksa (Hg)

Arsen

Cemaran Mikroba - Angka Lempeng Total - Bakteri Coliform - E coli

- Salmonella - S. Aureus

- - b/b, % b/b, % % % % mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg koloni/g APM koloni/g koloni/100g koloni/g normal normal maks 4,0 maks 6,0 min 26,0 min 25,0 tidak ternyata maks 20,0 maks 0,3 maks 4,0 maks 40,0/250* maks 0,03 maks 0,1

maks 5 x 105 maks 20

negatif negatif 1x 102

normal normal

maks 4,0

maks 9,0

1,5 < 26,0

min 26,0 tidak ternyata maks 20,0 maks 0,3 maks 4,0 maks 40,0/250* maks 0,03 maks 0,1

maks 5 x 105 maks 20

negatif negatif 1x 102

normal normal maks 4,0 maks 9,0 maks 1,5 min 34,0 tidak ternyata maks 20,0 maks 0,3 maks 4,0 maks 40,0/250* maks 0,03 maks 0,1

maks 5 x 105 maks 20

negatif negatif 1x 102

(30)

MATERI DAN METODA

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Bagian Mikrobiologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan - Institut Pertanian Bogor pada bulan Agustus 2005 sampai bulan Oktober 2006.

Bahan dan Alat Penelitian

Susu Bubuk Skim Impor

Metoda pengambilan sampel susu bubuk skim impor adalah sebagai berikut :

- Pemilihan sampel dengan metoda multistage random sampling (teknik penarikan contoh bertingkat). Sampel susu bubuk yang diambil adalah susu bubuk skim impor kemasan karung/kantong semen ukuran 25 kg. Sampel susu bubuk skim yang diambil berasal dari 5 negara (dari 16 negara) pengekspor yang paling sering dilalulintaskan melalui Balai Karantina Hewan Kelas I Tanjung Priok Jakarta. Sampel diambil pada saat kedatangan atau masuk ke instalasi karantina hewan sementara dalam periode penelitian.

- Jumlah yang diambil sebanyak 40 sampel berdasarkan rumus (Leech dan Sellers 1979) :

4 PQ n =

L2 Keterangan :

n = besaran sampel P = asumsi prevalensi Q = 1 – P

(31)

16

Dengan tingkat konfidensi 95% dan galat yang diinginkan 5% serta asumsi prevalensi 2,5% maka didapat :

4 x 0,025 x 0,975

n = (0,05)2

= 39 dibulatkan 40 sampel

- Jumlah sampel susu bubuk skim impor yang diambil untuk masing-masing negara pengekspor didasarkan pada persentase frekuensi kedatangan pada tahun 2004 (Tabel 5).

Tabel 5 Rincian jumlah sampel yang diambil per negara berdasarkan persentase frekuensi kedatangan pada tahun 2004

No. Negara Persentase frekuensi

kedatangan Jumlah Pembulatan 1. Australia 36% x 39 sampel 14,04 14

2. Belanda 19,50% x 39 sampel 7,61 8 3. New Zealand 24,85% x 39 sampel 9,69 10 4. Denmark 10,15% x 39 sampel 3,96 4 5. Jerman 9,50% x 39 sampel 3,70 4 Total 100% x 39 sampel 39 40

- Pengambilan sampel pada kontainer dilakukan secara acak sederhana berdasarkan nomor seri atau batch sebanyak 3 – 4 sampel. Jika dalam pemasukan terdapat lebih 2 kontainer maka sampel diambil dari 2 kontainer yang dipilih secara acak sederhana dengan cara pengundian nomor kontainer

- Pengambilan sampel dilakukan seaseptik mungkin dengan menggunakan peralatan yang steril. Sampel kemudian diambil sebanyak ± 500 gram dimasukkan ke dalam kantong plastik steril yang telah diberi label kode sampel, negara asal dan tanggal pengambilan.

Media Biakan

(32)

17

Red Bile Agar (VRBA), Nutrient Agar (NA), Triple Sugar Iron (TSI) Agar, Urea Agar,

Lysin Agar dan Uji Indol, Baird Parker Agar (BPA), Egg Yolk Tellurite Emulsion, Brain Heart Infusion (BHI) Broth dan plasma kelinci.

Peralatan

Cawan petri, pipet ukuran 1 ml dan 25 ml steril, tabung reaksi, gelas piala, labu Erlenmeyer, tabung Durham, gelas ukur, gelas sediaan, termometer, sengkelit (ose), penangas air/water bath, autoklaf, inkubator (lemari pengeram), bunsen, timbangan,

stomacher, mikroskop, kertas lakmus, kertas label, dan kantong plastik steril.

Metoda Pengujian

Jenis pemeriksaan yang dilakukan adalah :

1. Pemeriksaan organoleptik meliputi warna, bau, rasa dan pH serta borang pertanyaan/isian.

2. Pengujian kualitas mikrobiologi yang dilakukan adalah jumlah total bakteri/Total Plate Count (TPC), jumlah bakteri Coliform, E. coli, S. aureus dan pengujian kualitatif bakteri Salmonella sp.

Masing-masing sampel dilakukan 2 (dua) kali pemeriksaan (duplo). Pengujian kualitas mikrobiologi sampel susu bubuk skim impor dilakukan menggunakan metode pengujian yang mengacu kepada SNI No. 19-2897-1992 tentang cara uji cemaran mikroba.

Pemeriksaan Organoleptik

(33)

18

Pengujian Kualitas Mikrobiologi

Persiapan Larutan Sampel

Penghitungan TPC dilakukan dengan menggunakan metode agar tuang (pour plate). Susu bubuk ditimbang sebanyak 25 gram, kemudian dilarutkan dengan larutan pengencer BPW 0,1% sebanyak 225 ml (1 : 10)/dianggap sudah 10-1, dihomogenkan dengan bantuan stomacher 15.000 – 20.000 rpm. . Untuk susu bubuk yang tidak mudah larut dicampur lebih dahulu dengan larutan 1,25% natrium sitrat. Untuk pengenceran awal suhu larutan pengencer 45 oC. Selanjutnya dibuat pengenceran dari 10-1 menjadi 10-2 dengan cara : 1 ml larutan sampel pengenceran 10-1 dimasukkan ke dalam 9 ml BPW 0,1%, kemudian dihomogenkan. Dengan cara yang sama dibuat pengenceran 10-3, 10

-4

, 10-5 dan 10-6 .

Pengujian Jumlah Total Bakteri (TPC)

(34)

19

Homogenisasi sampel

25 g contoh + 225 ml ( BPW 0,1%) suhu pengencer 45 oC dihomogenkan dengan stomacher 15.000 – 20.000 rpm

Pengenceran desimal (10-2, 10-3, 10-4, 10-5, 10-6) (1 ml contoh + 9 ml BPW 0,1% )

masing-masing 1 ml dimasukkan ke dalam dua cawan Petri steril

Ditambahkan + 15 ml media PCA, dihomogenkan dan dibiarkan sampai agar memadat

Diinkubasi 35 oC, 24 – 48 jam

[image:34.612.168.446.84.391.2]

Penghitungan dan pencatatan jumlah koloni ( 25-250)

Gambar 1 Metoda pengujian jumlah total bakteri (TPC) [SNI No. 19-2897-1992]

Pengujian Jumlah Bakteri Coliform

Pengujian jumlah Coliform dilakukan dengan dua tahap yaitu uji dugaan dan uji peneguhan. Uji dugaan dilakukan dengan memindahkan 1 ml larutan sampel pengenceran 10-1 dengan pipet steril ke dalam 9 ml larutan BPW 0,1% untuk mendapatkan pengenceran 10-2, dengan cara yang sama seperti diatas dibuat pengenceran 10-3. Selanjutnya masing-masing 1 ml dari setiap pengenceran 10-1, 10-2, dan 10-3 dipipet dan dimasukkan ke dalam 3 tabung yang berisi 5 ml Lauryl Sulphate Tryptose Broth

(LSTB) yang berisi tabung Durham terbalik. Kemudian diinkubasikan selama 24 – 48 jam pada temperatur 35 oC. Gas yang terbentuk pada tabung–tabung tersebut adalah hasil positif untuk uji dugaan Coliform.

(35)

20

diinkubasikan ke dalam inkubator temperatur 35 oC selama 24 – 48 jam. Hasil positif uji peneguhan diperoleh apabila terbentuk gas dalam masing-masing tabung. Selanjutnya menggunakan tabel angka paling mungkin (APM)/most probable number (MPN) berdasarkan jumlah tabung BGLBB yang positif menbentuk gas di dalam tabung Durham sebagai jumlah Coliform per gram (Gambar 2).

Homogenisasi sampel

25 g contoh + 225 ml ( BPW 0,1%) suhu pengencer 45 oC dihomogenkan dengan stomacher 15.000 – 20.000 rpm

Dibuat pengenceran desimal 10-2, 10-3

Dipindahkan masing-masing 1 ml ke dalam 3 tabung berisi 5 ml LSTB

Diinkubasi 35 oC, 24 – 48 jam

Dipindahkan 1 ose yang positif gas ke dalam 10 ml BGLBB 2%

Diinkubasi 35 oC, 24 – 48 jam

Tabung – tabung yang menghasilkan gas pada tabung Durham dicatat dan dirujuk ke tabel APM/MPN

(36)

21

Pengujian Jumlah Bakteri Escherichia coli

Pengujian dilakukan dengan uji dugaan, uji peneguhan dan identifikasi melalui uji biokimiawi Indol, Methyl Red (MR), Voges-Proskauer (VP) dan Citrate (IMViC). Pengujian dugaan E. coli dilakukan sama dengan uji penduga pada Coliform dengan medium LSTB. Selanjutnya uji peneguhan dilakukan dengan memindahkan biakan positif dari tabung LSTB dengan menggunakan ose dari setiap tabung ke dalam EC Broth yang berisi tabung Durham terbalik. Kemudian diinkubasikan pada penangas air suhu 44 – 45 oC selama 24 – 48 jam. Gas yang terbentuk didalamnya dicatat dan dianggap positif. Hasil uji dinyatakan dengan terbentuk tidaknya gas dalam tabung Durham. Jika terbentuk gas dengan menunjuk pada tabel APM/MPN, dapat dinyatakan APM/MPN E. coli. Kemudian dari tabung yang membentuk gas digoreskan pada perbenihan Violet Red Bile Agar (VRBA) dalam cawan Petri dan diinkubasi pada suhu 35 oC selama 18 – 24 jam. Dari perbenihan VRBA dipilih koloni berwarna merah gelap yang berdiameter 0.5 mm atau lebih dan diinokulasikan pada Nutrient Agar miring dalam tabung, diinkubasi pada suhu 35 oC selama 18 – 24 jam. Dari biakan ini dilakukan pengujian IMViC. Sifat-sifat bakteri Coliform dengan uji IMViC dapat dilihat pada Tabel 6.

Uji Indol dilakukan dengan menginokulasikan 1 sengkelit dari biakan murni

Nutrient Agar miring ke dalam Tryptone Broth, dan diinkubasikan pada suhu 35 oC selama 18 – 24 jam. Ke dalam tabung ditambahkan 0,2 – 0,3 ml pereaksi indol (reagen Kovac). Warna merah tua pada permukaan menunjukkan reaksi indol positif, warna jingga menunjukkan reaksi indol negatif.

Uji Methyl Red dilakukan dengan menginokulasikan 1 sengkelit dari biakan

Nutrient Agar ke dalam media MR-VP dan diinkubasikan pada suhu 35 oC selama 18 – 24 jam. Dengan menggunakan pipet, 5 ml dari larutan ini dipindahkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 tetes merah metil dan dikocok. Warna kuning menunjukkan reaksi negatif dan warna merah menunjukkan reaksi positif.

(37)

22

dan dikocok. Didiamkan selama 2 – 4 jam. Warna merah muda hingga merah tua menunjukkan reaksi positif, warna tidak berubah menunjukkan reaksi negatif.

Uji Sitrat dilakukan dengan menginokulasikan 1 sengkelit dari biakan Nutrient Agar ke dalam perbenihan Simmons citrate dan diinkubasikan pada suhu 35 oC selama 48 – 96 jam. Warna biru menunjukkan reaksi positif, warna hijau menunjukkan reaksi negatif

[image:37.612.140.474.299.594.2]

Untuk uji penegasan dengan reaksi biokimiawi menunjukkan uji Indol dan MR positif dan uji VP serta sitrat negatif, dapat dinyatakan penegasan adanya E. coli

(Gambar 3).

Dari tabung-tabung LSTB yang positif gas

Dipindahkan masing-masing 1 ml ke dalam 3 tabung EC Broth

Diinkubasi pada penangas air 44 – 45 oC, 24 – 48 jam

Dari semua tabung positif (EC Broth), dipupuk ke dalam VRBA

Diinkubasi 35 oC, 24 – 48 jam

Koloni positif , dipupuk pada NA miring diinkubasi 35 oC, 18 – 24 jam, Kemudian dilakukan uji biokimiawi dicatat tabung yang menunjukkan Indol positif, MR positif, VP negatif dan sitrat negatif dirujuk pada tabel MPN

(38)
[image:38.612.150.497.115.228.2]

23

Tabel 6 Sifat-sifat bakteri Coliform dengan uji IMViC

Indol Methyl Red Voges

Proskauer Citrat Type

+ - + - - + + + + + - - - - - - + + - - + + + +

Typical E. coli Atypical E. coli Typical Intermediate Atypical Intermediate Typical E. aerogenes Atypical E. Aerogenes

Sumber : SNI No. 01-2897-1992

Pengujian Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus

Diambil 1 ml larutan sampel pada pengenceran 10-1 dengan pipet steril dimasukkan ke dalam 9 ml larutan BPW 0,1% untuk mendapatkan pengenceran 10-2. Dengan cara yang sama dibuat pengenceran 10-3, 10-4, 10-5, 10-6. Sebanyak 1 ml sampel dari masing-masing pengenceran 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, 10-5, 10-6 dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Ditambahkan 15 – 20 ml media Baird-Parker Agar (BPA) yang sudah ditambahkan dengan 5% Egg Yolk Tellurite Emulsion (5 ml ke dalam 95 ml medium BPA) pada masing-masing cawan yang sudah berisi larutan sampel. Supaya larutan sampel dan media BPA homogen dilakukan pemutaran cawan membentuk angka delapan. Diinkubasikan pada suhu 35 oC selama 24 – 48 jam dan cawan petri diletakkan terbalik. Dipilih cawan petri yang mengandung koloni 20 – 200. Koloni S. aureus

berwarna hitam mengkilat, tepi koloni putih dan dikelilingi daerah yang terang.

(39)

24

Homogenisasi sampel

25 g contoh + 225 ml ( BPW 0,1%) suhu pengencer 45 oC dihomogenkan dengan stomacher 15.000 – 20.000 rpm

1 ml + 9 ml BPW 0,1%

Pengenceran desimal (10-2, 10-3, 10-4,10-5, 10-6)

1 ml dimasukkan ke dalam cawan Petri steril

Ditambahkan + 15 ml media BPA, dihomogenkan dan dibiarkan sampai agar memadat

Diinkubasi 35 oC, 30 – 48 jam

Penghitungan dan pencatatan jumlah koloni hitam mengkilat, tepi putih dan dikelilingi daerah terang

Dilakukan uji koagulase

1 koloni dimasukkan ke dalam 5 ml BHIB Diinkubasi 35- 37 oC, 20 – 24 jam

0,1 ml kultur + 0,3 ml plasma kelinci diinkubasi pada 35– 37 oC , 2 – 6 jam

[image:39.612.167.451.85.532.2]

Terjadi koagulasi Koagulase positif

Gambar 4 Metoda pengujian S. aureus (SNI No. 19-2897-1992)

Pengujian Bakteri Salmonella

Pengujian bakteri Salmonella dilakukan dengan cara penyiapan dan homogenisasi sampel, pra-pengkayaan, pengkayaan, penanaman pada media selektif, penegasan dengan uji biokimiawi dan dilanjutkan dengan uji serologis.

(40)

25

Diinkubasi pada suhu 37 oC selama 16 – 20 jam. Dari biakan pra pengkayaan ini dipipet 10 ml, dimasukkan ke dalam 100 ml Tetrathyonate Briliant Green Broth, diinkubasi pada suhu 43 oC selama 24 jam (pengkayaan).

Dari biakan pengkayaan, diambil satu sengkelit kemudian digoreskan pada cawan Petri berisi media selektif Hektoen Enteric Agar (HEA) dan Brilliant Green Agar

(BGA), kemudian diinkubasikan pada suhu 37 oC selama 24 jam. Koloni tersangka pada media HEA jika koloni berwarna biru hijau dengan atau tanpa bintik hitam di tengah, sedangkan pada media BGA, jika koloni berwarna merah muda hingga merah atau bening hingga buram dengan lingkaran merah muda sampai merah.

Uji penegasan (uji biokimia) dilakukan dengan terlebih dahulu mengambil koloni tersangka dan digoreskan pada permukaan media Nutrient Agar dalam cawan petri dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 20 – 24 jam. Dari biakan ini diambil satu sengkelit, dipindahkan ke dalam media Triple Sugar Iron (TSI) Agar, Urea Agar, Lysine Decarboxylase Medium dan Indol Medium.

Reaksi biokimia Salmonella jika pada TSI Agar, bagian tegaknya berwarna kuning dengan atau tanpa warna hitam (H2S), bagian miring berwarna merah atau tidak

berubah. Pada media Urea Agar , warna media tidak berubah (reaksi negatif), dan pada

Lysine Decarboxylase berwarna ungu (reaksi positif). Untuk uji Indol, bereaksi negatif dengan warna jingga .

Uji serologi, jika reaksi biokimia menunjukkan ada Salmonella. Satu sengkelit dari biakan TSI Agar diambil dan dioleskan pada gelas sediaan. Kemudian antisera diteteskan disamping biakan. Dengan menggunakan sengkelit, tetesan antisera dan biakan dicampur, bila terjadi penggumpalan menunjukkan uji positif. Jika reaksi biokimia menunjukkan adanya Salmonella dan uji serologi positif, maka Salmonella

(41)

26

Homogenisasi contoh

25 g contoh + 225 ml Lactose Broth (10-1) Diinkubasi pada 37 oC, 24 jam

10 ml dimasukkan ke dalam 100 ml Tetrathyonate Brilian Green Broth Diinkubasi 43 oC, 24 jam

1 ose dipupuk pada media selektif HEA dan BGA Diinkubasi pada 37 oC, 24 jam

[image:41.612.158.457.80.459.2]

Koloni tersangka dipupuk pada media NA Diinkubasi pada 37 oC, 20 – 24 jam

Gambar 5 Metoda pengujian Salmonella (SNI No. 19-2897-1992)

Analisa Data

Analisa data yang digunakan adalah analisa deskriptif, yaitu dengan menyajikannya dalam bentuk tabel dan gambar. Analisa deskriptif adalah bidang statistik yang membicarakan cara atau metode mengumpulkan, menyederhanakan dan menyajikan data sehingga bisa memberikan informasi (Mattjik dan Sumertajaya 2002).

TSIA Urea Indol Lysin

(42)

27

Σ

x

i

n

Σ

x

i

n

Σ

( x

i

– x )

2

n-1

Σ

( x

i

– x )

2

n-1

Data yang diperoleh dari hasil pengujian kualitas mikrobiologi dalam susu bubuk skim impor dianalisis dengan persamaan pendugaan rataan jumlah mikroba dengan rumus sebagai berikut :

X ± t

α/2.v

S/

n

dimana :

x = rataan =

tα/2 = nilai t – student pada tingkat kepercayaan (1 – α) x 100% dan derajat

bebas : v

n = ukuran sampel

s = simpangan baku =

=

Σ

x

i

Σ

x

i

n-1

n

Σ

x

i

Σ

x

i
(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Kemasan, Kontainer dan Alat Angkut Susu Bubuk Skim Impor

Empat puluh sampel susu bubuk skim impor diambil sebagai bahan penelitian. Sampel diambil dari 5 negara pengekspor yang sering dilalulintaskan melalui Balai Karantina Hewan Kelas I Tanjung Priok Jakarta berdasarkan frekuensi kedatangan.

Susu bubuk skim impor ini dikemas dalam kantong semen ukuran 25 kg yang terdiri dari 1 lapis kantong plastik di bagian dalam dan 4 lapis kertas semen di bagian luarnya. Plastik digunakan sebagai pembungkus makanan karena kuat dan kencang, mencegah dari kelembaban dan gas, tahan terhadap serangan, transparans sehingga terlihat isi di bagian dalamnya, dan fleksibel. Pengemasan dapat diartikan sebagai usaha untuk menjamin keamanan produk selama pengangkutan, penyimpanan sehingga aman sampai konsumen (Brown 1992).

Susu bubuk skim impor disimpan dalam kontainer yang dijaga suhu dan kelembabannya selama dalam perjalanan dari negara asal ke Indonesia sesuai standar penyimpanan yaitu pada suhu berkisar antara 24 °C – 25 °C dan kelembaban 65 – 68%. Kelembaban adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas dalam pengawetan beberapa produk makanan dan mempengaruhi stabilitas keseimbangannya, terutama untuk bahan-bahan yang dikeringkan seperti susu bubuk, egg powder, buah-buahan yang dikeringkan (Nielsen 2003).

Kemasan susu bubuk skim impor dalam kontainer disusun dengan rapi dan diberi jarak antar baris dengan kantong plastik berisi udara (air bag) agar tidak terjadi benturan antar kemasan yang dapat merusak susunan kemasan, dan di lantai kontainer diberi pallet

terbuat dari kayu/aluminium sehingga kemasan tidak bersentuhan langsung dengan lantai kontainer. Hal ini bertujuan memberi sirkulasi udara yang baik dalam kontainer untuk menjaga kualitas susu bubuk skim impor tersebut tetap baik dan tidak cepat terjadi kerusakan.

(44)

29

adalah sebagai berikut : negara Australia 5 – 6 hari, negara Denmark 33 hari, negara Belanda 27 hari, negara New Zealand 8 hari dan negara Jerman 27 hari.

Alat angkut yang digunakan adalah kapal besar yang didisain khusus sebagai alat pengangkut barang/kontainer. Kapal ini pada umumnya mempunyai ventilasi udara yang baik sehingga sirkulasi udara cukup memadai. Selain membawa kontainer susu bubuk kapal ini juga membawa daging dan produk olahannya serta produk olahan susu lainnya (keju, cream dan butter) yang disimpan pada kontainer yang berbeda.

Susu bubuk skim impor ini oleh importir digunakan sebagai bahan baku untuk industri pengolahan susu, industri pengolahan roti dan bakeri, industri pengolahan ice cream, dan sebagai bahan campuran pembuatan coklat, kopi creamer, sop, serta produk olahan susu lainnya. Bahkan oleh beberapa importir langsung dijual kepada distributor untuk diedarkan kepada konsumen.

Pemeriksaan Organoleptik

Hasil pemeriksaan organoleptik menunjukkan bahwa 40 sampel susu bubuk skim impor yang diambil mempunyai warna putih kekuning-kuningan atau krem, aromanya khas bau susu, rasanya agak manis, tekstur butirannya halus/lembut dan tidak menggumpal. Ini menunjukkan bahwa secara organoleptik susu bubuk skim impor berkualitas baik.

Susu bubuk dapat mengumpal dan mengeras karena mengandung kasein. Kasein yang mengeras selama penyimpanan menyebabkan daya larutnya sangat menurun sebagai tanda susu mengalami kerusakan, sehingga susu bubuk tersebut tidak dapat memenuhi fungsinya seperti yang diharapkan (Muchtadi 1997). Sifat kasein mudah menggumpal bila ditambah asam pekat, enzim proteolitik, alkohol pekat atau karena pemanasan (Syarief dan Halid 1997). Susu juga mengandung laktosa. Susu bubuk yang disimpan pada tempat yang lembab atau kadar air yang tinggi menyebabkan laktosa akan mudah menyerap air sehingga susu mudah menggumpal (Juergens et al. 20022).

(45)

30

1992). Kerusakan susu karena faktor mikrobiologis merupakan bentuk kerusakan yang banyak merugikan serta kadang-kadang berbahaya terhadap kesehatan manusia, karena racun yang diproduksi (Muchtadi 1997). Kerusakan yang terjadi pada produk olahan susu dipengaruhi oleh bakteri yang mengkontaminasi susu setelah proses pasteurisasi, yaitu dari peralatan, selama proses pengisian dan dari wadah pengepak, serta dapat pula dari suhu penyimpanan (Fardiaz 1992).

[image:45.612.148.466.405.526.2]

Rataan nilai pH susu bubuk skim impor dan sebaran rataan nilai pH pada selang kepercayaan 95% (α ≤ 0,05) pada masing-masing negara dapat dilihat pada Tabel 7. Negara Denmark dan Jerman mempunyai sebaran rataan nilai pH yang sama dan mempunyai sebaran yang luas dibandingkan dengan ketiga negara lainnya, sedangkan negara Australia mempunyai sebaran rataan nilai pH paling rendah dibandingkan dengan ketiga negara lainnya. Urutan rataan nilai pH dari yang tertinggi sampai yang terendah pada masing-masing negara adalah negara Denmark dan Jerman mempunyai nilai yang sama, negara New Zealand, negara Belanda dan negara Australia (Gambar 6).

Tabel 7 Rataan nilai pH dan sebaran rataan nilai pH susu bubuk skim impor

Negara pH

Rataan ± SD Selang Kepercayaan 95% Australia 6,65 ± 0.05 6,54-6,76 Denmark 6,78 ± 0.10 6,45-7,10 Belanda 6,66 ± 0.06 6,52-6,80 New Zealand 6,70 ± 0.06 6,55-6,85

Jerman 6,78 ± 0.10 6,45-7,10

(46)

31

6.65 6.78 6.66 6.7 6.78

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 pH Australi a Denma rk Belanda New Ze

aland Jerman

Negara

[image:46.612.190.401.96.274.2]

Rataan nilai pH

Gambar 6 Rataan nilai pH susu bubuk skim impor

Hasil Pengujian Kualitas Mikrobiologi

Jumlah Total Bakteri (TPC) pada Susu Bubuk Skim Impor

Hasil rataan jumlah total bakteri (TPC) pada susu bubuk skim impor dari negara Australia, Denmark, Belanda, New Zealand dan Jerman adalah dibawah standar SNI No. 01-6366-2000 dan SNI No. 01-2970-1999 (Tabel 8 dan Gambar 7). Sebaran rataan jumlah total bakteri (TPC) pada selang kepercayaan 95% (α ≤ 0,05) yang mencemari susu bubuk skim impor setiap negara sangat bervariasi. Negara New Zealand mempunyai sebaran nilai yang sangat bervariasi dan rataan jumlah total bakteri paling tinggi dibandingkan ke empat negara lainnya, sedangkan negara Belanda tidak ada sebaran rataan jumlah total bakteri karena nilainya adalah nol.

Tabel 8 Rataan jumlah total bakteri (TPC) pada susu bubuk skim impor

TPC

SNI 5 x 104 cfu/g

NEGARA Rataan ± SD

(x 101 cfu/g)

Selang Kepercayaan 95% (x 101 cfu/g)

Australia 3,16 ± 1,49 1,33-7,51

Denmark 6,25 ± 0,48 4,73-7,77

Belanda 0 0

New Zealand 7,94 ± 1,26 4,72-13,37

[image:46.612.182.447.571.712.2]
(47)

32

Jumlah dan jenis bakteri dalam susu sangat bervariasi. Umumnya jenis bakteri yang terbanyak dalam susu adalah Streptococcus (0 – 50%), Micrococcus (30 – 39%), bakteri Gram-positif, bakteri Gram-negatif, Bacillus dan lain-lain masing-masing mempunyai rataan sekitar 10% (Cariera et al. 1974 dalam Cousin dan Bramley 1981). Berdasarkan sifat Gramnya, bakteri Gram positif umumnya lebih tahan panas dari pada bakteri Gram negatif (Fardiaz 1992).

3.16 6.25 0 7.94 6.25 0 1 2 3 4 5 6 7 8 x 1 0 1 cf u /g

Australia Denmark BelandaNew Zealand Jerman

Negara

[image:47.612.173.487.222.388.2]

TPC

Gambar 7 Rataan jumlah total bakteri (TPC) pada susu bubuk skim impor

Keberadaan mikroorganisme pada susu bubuk dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jumlah dan jenis bakteri pada susu mentah, suhu pemanasan, higiene dan pengolahan pada saat pengeringan. Jumlah mikroorganisme yang tinggi pada susu mentah cenderung menghasilkan susu bubuk yang mengandung jumlah mikroorganisme yang tinggi, khususnya susu mentah yang mengandung bakteri termodurik. Bakteri termodurik yang dapat diisolasi pada susu bubuk adalah Bacillus, Enterococcus, Alcaligenes tolerans, Actinomyces umumnya Thermoactinomyces dan Micromonospora. Umumnya susu mentah yang mengandung bakteri kurang lebih 105 cfu/ml akan menghasilkan susu bubuk dengan kandungan bakteri tidak lebih dari 104 cfu/g (Varnam dan Sutherland 1994).

Hadirnya mikroorganisme pada proses pengolahan susu bubuk dapat dirusak selama proses pemanasan tergantung pada tipe mikroorganismenya, suhu pengeringan pada pengeluaran udara spray drying atau suhu pemompaan drum dan waktu penyimpanan pada drum drying. Bentuk vegetatif bakteri Gram negatif, termasuk

(48)

33

produk susu diberi perlakuan pemanasan yang sama atau lebih tinggi dari suhu pasteurisasi. Perlakuan pemanasan ini bertujuan untuk melindungi terjadinya kontaminasi pada saat pasteurisasi, pengeringan dan pengemasan produk. Adanya mikroorganisme patogen setelah pasteurisasi dan pengeringan produk susu, merupakan indikasi kontaminasi setelah pengolahan (Marshall 1993).

Studi tentang susu bubuk telah menunjukkan, bahwa pengeringan merusak sebagian besar jasad renik, tetapi beberapa jenis yang tahan panas tetap tahan hidup jika tidak dipanaskan pada suhu tinggi. Jadi pengeringan tidak dapat dipercaya sepenuhnya dapat merusak bakteri. Pencemaran ulang terhadap susu bubuk mungkin dapat terjadi pada saat penyusunan kembali menjadi cair. Bakteri Staphylococci, Micrococci dan organisme yang tahan panas lainnya cenderung memperbanyak diri pada alat yang digunakan untuk pengolahan susu bubuk (Saksono dan Saksono 1986).

[image:48.612.174.464.511.645.2]

Tersedianya faktor-faktor seperti nutrisi, air, pH, oksigen, potensi oksidasi-reduksi, dan adanya zat penghambat serta jasad renik lainnya akan mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada susu (Fardiaz 1992). Susu bubuk jika disusun kembali dengan air dan menjadi cair, ia akan menjadi sangat peka terhadap kerusakan dan harus ditangani dengan benar. Susu yang disusun kembali sebaiknya disimpan dalam almari pendingin jika tidak digunakan. Untuk menghindari kontaminasi, alat serta air yang digunakan sebaiknya bebas dari kontaminasi bakteri pencemar (Saksono dan Saksono 1986).

Tabel 9 Rataan jumlah bakteri Coliform, E. coli, S. aureus dan keberadaan Salmonella sp.pada susu bubuk skim impor

Coliform E. coli Salmonella sp S. aureus

SNI 0

APM

0

APM Negatif

1 x 101 cfu/g

NEGARA

Australia 0 0 Negatif 0

Denmark 0 0 Negatif 0

Belanda 0 0 Negatif 0

New Zealand 0 0 Negatif 0

(49)

34

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

1 2 3 4 5

x 10

1 cf

u

/g

Australia Denmark BelandaNew Zealand Jerman

Negara

[image:49.612.164.494.94.261.2]

Colifrom E. coli S. aureus Salmonella sp.

Gambar 8 Rataan jumlah bakteri Coliform, E. coli, S. aureus dankeberadaan bakteri

Salmonella sp. pada susu bubuk skim impor

Jumlah Bakteri Coliform pada Susu Bubuk Skim Impor

Hasil pengujian rataan jumlah bakteri Coliform pada susu bubuk skim impor yang berasal dari negara Australia, Denmark, Belanda, New Zealand dan Jerman sesuai dengan batas maksimum cemaran mikroba yang ditetapkan SNI No. 01-6366-2000 dan SNI No. 01-2970-1999 (Tabel 9 dan Gambar 8). Hal ini menandakan bahwa penanganan proses pengolahan susu bubuk skim impor dilakukan dengan sanitasi dan higiene yang baik, sehingga kualitas susu bubuk skim impor tersebut baik, aman dan layak untuk dikonsumsi.

Coliform merupakan bakteri Gram negatif, dapat tumbuh dengan baik dalam media yang banyak mengandung zat makanan. Coliform dilaporkan tumbuh pada temperatur -2 °C – 50 °C, tumbuh pada pH 4,4 – 9,0. Coliform tumbuh baik pada

Nutrient Agar dan terbentuk koloni setelah 12 – 16 jam pada suhu 37 °C (Jay 2003). Keberadaan mikroorganisme pada susu bubuk dipengaruhi oleh kombinasi antara suhu dan waktu (lama) proses pemanasan pendahuluan (preheating), pemekatan dan pengeringan. Jumlah bakteri psikrotrofik, koliform, kapang dan khamir akan menurun selama proses pendahuluan. Keberadaan mikroorganisme tersebut pada susu bubuk menandakan adanya pencemaran dari peralatan dan lingkungan selama dan setelah proses pengolahan (Sudarwanto dan Lukman 1993).

(50)

35

industri pengolahan makanan. Penggunaan Coliform sebagai bakteri indikator maka perlu diperhatikan beberapa hal yaitu Coliform dapat berkembang biak dalam beragam suhu penyimpanan, Coliform tidak selalu mengindikasikan adanya pencemaran feses atau mikroorganisme patogen dan Coliform dapat bertahan hidup pada suhu pembekuan sehingga tidak dapat sebagai indikasi pada pangan beku (Sudarwanto dan Lukman 1993).

Test Coliform pada produk olahan susu tidak hanya dimaksudkan untuk indikasi kontaminasi oleh kotoran tetapi juga menggambarkan secara keseluruhan kondisi sanitasi pada peternakan dan pada proses pengolahannya (Jay 2003).

Jumlah Bakteri Escherichia coli pada Susu Bubuk Skim Impor

Hasil pengujian rataan jumlah bakteri E. coli pada susu bubuk skim impor yang berasal dari negara Australia, Denmark, Belanda, New Zealand dan Jerman sesuai dengan batas maksimum cemaran mikroba yang ditetapkan SNI No. 01-6366-2000 dan SNI No. 01-2970-1999 (Tabel 9 dan Gambar 8). Jumlah E. coli bernilai nol menggambarkan suatu produk bahan makanan tidak terkontaminasi oleh feses baik secara langsung maupun tidak langsung melalui air dan alat yang digunakan sehingga menjadi parameter penanganan yang higienis, serta tidak membahayakan kesehatan dan keamanan konsumen.

E. coli biasanya digunakan sebagai indikator pencemaran air oleh kotoran manusia dan hewan, karena E. coli hidup dalam usus besar manusia dan hewan (Syarief dan Halid 1997). E. coli dalam jumlah banyak bersama-sama tinja, akan mencemari lingkungan (Fardiaz 1992). E. coli merupakan bakteri indikator adanya kontaminasi bahan makanan oleh tinja serta mikroorganisme lain yang ada di saluran percernaan, dan menunjukkan adanya indikasi masalah pada proses pengolahan makanan. E. coli diijinkan ada pada makanan antara 1 – ≤ 100 cfu/g atau 100 cfu/ml, kriteria ini menggambarkan kemungkinan sebagai parameter keamanan makanan (Jay 2003). Coliform dan E. coli

adalah bakteri indikator yang penting dalam pengolahan susu bubuk, sebagai indikasi adanya bakteri termodurik atau kontaminasi setelah proses pengolahan (Varnam dan Sutherland 1994).

(51)

toxin-36

producing Escherichia coli (STEC) secara serius menyebabkan penyakit bahkan kematian. Salah satu strain STEC adalah E coli 0157:H7. Gejala klinis yang ditimbulkan adalah diare, perdarahan, kolitis, muka pucat, menurunnya pembentukan urine, pembengkakan ginjal dan kegagalan ginjal. Untuk membatasi resiko kontaminasi E coli

perlu adanya Good Hygiene Practise yang baik dalam penanganan, prosesing dan pengolahan makanan (Brisabois et al. 2002).

E coli 0157:H7 dapat menyebabkan foodborne illness. Pada tahun 1999 dilaporkan adanya 73.000 kasus infeksi dan 61 kasus kematian di Amerika Serikat dengan gejala klinis diare berdarah dan kerusakan pada ginjal. Kontaminasi E coli 0157:H7 dapat terjadi pada saat di peternakan, paska panen, prosesing dan pengolahan bahan pangan (CDC 2006). Penyakit yang disebabkan oleh E coli 0157:H7 dapat dicegah dengan memasak makanan dan mencegah kontaminasi silang pada makanan mentah dan makanan yang telah diolah lebih lanjut (Ronsivalli dan Vieira 1992).

Jumlah Bakteri Staphylococcus aureus pada Susu Bubuk Skim Impor

Hasil pengujian rataan jumlah bakteri S. aureus pada susu bubuk skim impor yang berasal dari negara Australia, Denmark, Belanda, New Zealand dan Jerman sesuai dengan batas maksimum cemaran mikroba yang ditetapkan SNI No. 01-6366-2000 dan SNI No. 01-2970-1999 (Tabel 9 dan Gambar 8). Hal ini menunjukkan bahwa proses pengolahan dan alat yang digunakan dalam proses pengolahan susu bubuk skim impor tersebut mempunyai sanitasi dan higiene yang baik sehingga susu bubuk skim impor tersebut mempunyai kualitas yang baik, aman dan layak untuk dikonsumsi.

Pemeriksaan S. aureus dan toksinnya dalam bahan makanan bertujuan untuk konfirmasi S. aureus sebagai agen penyebab keracunan makanan. Selain itu untuk menentukan apakah bahan makanan tersebut mengandung atau merupakan sumber potensial dari enterotoxigenic Staphylococci. Pemeriksaan S. aureus dapat juga memberikan gambaran terjadinya pencemaran setelah pengolahan yang biasanya berkaitan erat dengan kontak produk olahan dengan manusia atau dengan alat pengolah yang tidak bersih (Sudarwanto dan Lukman 1993).

(52)

37

oleh S. aureus sangat berbahaya bagi konsumen. Pada kondisi menguntungkan bakteri

S. aureus dalam makanan mampu memperbanyak diri sampai populasi yang sangat tinggi, tanpa perubahan warna, bau dan rasa yang berarti (Jay 2003).

S. aureus menghasilkan enterotoksin yang dapat menyebabkan keracunan makanan (Varnam dan Sutherland 1994). Bakteri S. aureus dapat rusak oleh pemanasan, tetapi bakteri ini dapat tumbuh dan memproduksi racun (enterotoksin) sebelum dimasak. Enterotoksin yang diproduksi S. aureus tidak rusak oleh pemanasan. Beberapa makanan seperti susu bubuk dapat menyebabkan keracunan Staphylococcal (Ronsivalli dan Viera 1992; Marshall 1993). Bakteri S. aureus dapat rusak pada pemanasan 60 oC selama 12 menit. Toksin S. aureus tahan pada suhu pasteurisasi, suhu didih dan suhu pengalengan. Untuk menghancurkan enterotoksin S. aureus memerlukan suhu pemanasan 120 oC selama 30 menit dengan menggunakan autoklaf (FDA 2007).

Susu mentah sebagai bahan dasar pembuatan produk olahan susu setelah dipasteurisasi harus segera didinginkan pada suhu 3 °C – 4 °C untuk persiapan proses lebih lanjut. Tujuan pendinginan ini untuk mencegah lebih lanjut proses kerusakan secara kimiawi dan fisik dari perlakuan panas dan juga mengurangi kandungan bakteri termofilik. Beberapa bakteri Staphylococci dapat memproduksi toksin yang berbahaya dalam panas yang stabil (FAO 1984).

Jay (2003) melaporkan adanya wabah keracunan S. aureus pada bulan Juni-Juli pada tahun 2000 di Kansai Jepang dan menimbulkan korban 13.420 orang akibat mengkonsumsi skim milk powder dari sumber yang sama. Gejala klinis pada penderita keracunan S. aureus adalah 73,3% muntah dan 75,9% mengalami diare. Puncak terjadinya gejala klinis adalah 3 – 4 jam setelah mengkonsumsi skim milk powder yang terkontaminasi S. aureus bahkan sampai 6 jam. Hasil pemeriksaan laboratorium dari sisa

skim milk powder yang dikonsumsi mengandung 3,7 ng/g Staphylococcal enterotoxin A

(SEA).

S. aureus secara umum ditemukan pada kulit dan selaput lendir manusia (Varnam dan Sutherland 1994). S. aureus secara normal ditemukan pada hidung, tenggorokan dan kerongkongan, yang menyebabkan ujung jari dan tangan dapat terkontaminasi oleh

(53)

38

tangan, terutama makanan yang akan mendukung pertumbuhan S. aureus (Ronsivalli dan Vieira 1992).

S. aureus yang berdiam di daerah pernafasan pada orang sehat dapat menyebabkan penyakit sinusitis pada rongga hidung, mulut, dada dan menyebabkan demam. Penggunaan masker dapat mencegah terjadinya kontaminasi langsung dari pernafasan ke makanan (Saksono dan Saksono 1986).

Keberadaan bakteri S. aureus atau enterotoxin S. aureus dalam proses pengolahan makanan atau pada alat pengolahan makanan merupakan indikasi lemahnya sanitasi dalam pengolahan atau penanganan makanan. S. aureus dapat menyebabkan beberapa keracunan makanan (food poisoning) sehingga merupakan agen penyebab foodborne disease. Metode yang digunakan untuk mendeteksi atau menghitung S. aureus

tergantung pada jenis makanan yang diuji serta latar belakang dari bahan yang diuji. Strain yang diduga merupakan bakteri S. aureus menunjukkan hasil reaksi koagulase positif (Bennet dan Lancette 1998).

Keberadaan Bakteri Salmonella sp. pada Susu Bubuk Skim Impor

Hasil pengujian keberadaan bakteri Salmonella sp. pada susu bubuk skim impor yang berasal dari negara Australia, Denmark, Belanda, New Zealand dan Jerman sesuai dengan batas maksimum cemaran mikroba yang ditetapkan SNI No. 01-6366-2000 dan SNI No. 01-2970-1999 (Tabel 9 dan Gambar 8). Hal ini menandakan, bahwa penggunaan suhu dalam proses pasteurisasi telah sesuai dengan suhu yang direkomendasikan untuk membunuh bakteri Salmonella dalam makanan (62,8 oC selama 30 menit atau 72 oC selama 15 detik) dan diikuti dengan penyimpanan pada suhu rendah (Fardiaz 1992).

(54)

39

Dalam pengujian isolasi Salmonella pada susu bubuk skim perlu dipertimbangkan tatacara atau langkah rekonstruksi (pencairan kembali), suhu penyimpanan dan lamanya penyimpanan. Berdasarkan penelitian Bechers et al. (1985) menunjukkan indikasi susu bubuk skim yang direkontruksi sebagai sampel penelitian sangat sesuai untuk isolasi

Salmonella. Kesimpulan dari penelitian ini adalah susu bubuk skim yang direkontruksi dan disimpan pada suhu ruang menunjukkan pengurangan jumlah sampel yang positif

Salmonella dibandingkan waktu penyimpanan ditambah. Susu skim yang direkontruksi dan disimpan pada suhu 4°C tidak menunjukkan adanya efek yang cukup berarti.

Salmonella seringkali menimbulkan foodborne patogen yang mempengaruhi mikrobiologi keamanan pangan pada susu bubuk dan keju. S. agona yang diinokulasi pada susu bubuk skim dapat terdeteksi sebanyak 5 – 10 cfu/g, bila disimpan pada suhu 5 °C, 15 °C dan 25 °C selama 5 menit dengan menggunakan ProbeliaTM (Wan et al.

2000).

Salmonella merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang tidak berspora, ada 2.400 serotipe. Habitatnya terdapat pada alat pencernaan, sehingga terdapat pada feses. Insekta dapat berperan sebagai vektor penyebaran Salmonella. Pelayaran inte

Gambar

Tabel 1   Komposisi kandungan gizi beberapa jenis susu bubuk
Tabel 2 Komposisi mikrobiologi, fisik dan kimia susu bubuk skim
Tabel 3 Spesifikasi persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada susu bubuk
Tabel 4  Spesifikasi persyaratan mutu susu bubuk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan penjelasan Gooleman (1998) lima komponen dasar kecerdasan emosi, yaitu: 1) Self-awareness (pengenalan diri), yaitu mampu mengenali emosi dan penyebab

Hubungan antara Penanaman Modal Asing Masuk yang disesuaikan dengan GDP terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Asia pada rentang tahun 2005 hingga tahun 2010 dengan menggunakan

Berdasarkan hasil uji pendahuluan menggunakan metode BSLT dapat disimpulkan bahwa ketiga senyawa hasil sintesis berpotensi aktif sebagai senyawa antikanker yang

Program ini merupakan upaya UPT Perpustakaan untuk menggambarkan sasaran pengembangan dan strategi arah kebijakan yang harus ditempuh oleh perpustakaan dalam rangka

Objek penelitian adalah mencari bukti dari data primer mengenai korelasi variabel budaya organisasi, motivasi kerja, stres kerja terhadap kinerja karyawan pada

EMCL bermitra dengan STIKes ICsada Bojonegoro menjalankan sebuah program pelatihan untuk mendukung kualitas pelayanan kesehatan masyarakat di desa-desa di sekitar lapangan Banyu

Tidak ada interaksi antara konsentrasi dan lama penyimpanan sehingga tidak mempengaruhi viskositas lotion.Analisis Tukey menunjukkan bahwa lotion minyak atsiri

Pada bagian ini, sedikit disinggung juga pengenaan rente ekonomi dari Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) Hutan Alam dan Hutan Tanaman yang hanya dikenakan