• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pekerja Kehutanan Di Iuphhk-Ha Pt. Carus Indonesia, Kalimantan Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kondisi Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pekerja Kehutanan Di Iuphhk-Ha Pt. Carus Indonesia, Kalimantan Tengah"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

KONDISI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PEKERJA KEHUTANAN DI IUPHHK-HA PT. CARUS

INDONESIA, KALIMANTAN TENGAH

SUGENG NGADIPUTRA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pekerja Kehutanan di IUPHHK-HA PT. Carus Indonesia, Kalimantan Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya limpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

SUGENG NGADIPUTRA. Kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pekerja Kehutanan di IUPHHK-HA PT. Carus Indonesia, Kalimantan Tengah. Dibimbing oleh EFI YULIATI YOVI.

Pekerjaan kehutanan dikarakteristikkan dengan lingkungan kerja yang sulit, pekerjaan fisik yang berat, dan risiko kecelakaan kerja yang tinggi. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi kondisi keselamatan dan kesehatan pekerja kehutanan di PT. Carus Indonesia. Penelitian menggunakan kuesioner yang menanyakan tentang kondisi keselamatan dan kesehatan, kepuasan kerja, dan gejala kelelahan kumulatif dari pekerja kehutanan. Hasilnya 44% responden mengalami kecelakaan selama bekerja, banyak diantaranya adalah akibat terkena parang. Sebagian besar responden (66.7%) sudah menggunakan APD saat bekerja. Sehubungan dengan kepuasan kerja, 13.0% dari responden tidak puas dengan pekerjaan mereka terutama karena gaji yang kurang. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tingkat pendidikan memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Berdasarkan hasil penelitian menggunakan Indeks Kumulatif Gejala Kelelahan, aspek fisik, mental, dan sosial dari kelelahan kumulatif pada responden dapat diidentifikasi. Pekerjaan bidang penebangan memiliki keluhan gejala kelelahan kumulatif yang tertinggi. Upaya perbaikan dalam peningkatan kepuasan kerja akan meningkatkan kualitas hidup melalui berkurangnya kelelahan kumulatif. Kenaikan gaji adalah perbaikan utama yang diharapkan oleh pekerja. Kata kunci: kelelahan kumulatif, kepuasan kerja, keselamatan dan kesehatan

ABSTRACT

SUGENG NGADIPUTRA. Occupational safety and health conditions of forestry workers in IUPHHK-HA PT. Carus Indonesia, Cental Kalimantan. Supervised by EFI YULIATI YOVI.

Forestry work is characterized as difficult working environment, heavy physical work, and high risk of work accidents. The objectives of this research are to identify the safety and health conditions of forestry workers in PT. Carus Indonesia. The research used a questionnaire that inquired about safety and health conditions, job satisfaction, and cumulative fatigue symptoms of forestry workers. The result 44% respondents experienced accidents during work, many of which consisted of cuts by short machete. Most respondents (66.7%) already use the PPE while working. With respect to job satisfaction, 13.0% of the respondents were dissatisfied with their job mainly because of the low salary. Statistical analysis showed that the level of education has a significant effect on job satisfaction. As a result of research using the Cumulative Fatigue Symptoms Index, physical, mental, and social aspects of cumulative fatigue were recognized in the respondents. Work on cutting field is the greatest cumulative fatigue symptoms. Improvement efforts to enhance job satisfaction would improve the quality of life through lessening cumulative fatigue. The increase of salary were the greatest concerns of the workers.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

KONDISI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PEKERJA KEHUTANAN DI IUPHHK-HA PT. CARUS

INDONESIA, KALIMANTAN TENGAH

SUGENG NGADIPUTRA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pekerja Kehutanan di IUPHHK-HA PT. Carus Indonesia, Kalimantan Tengah

Nama : Sugeng Ngadiputra NIM : E14110083

Disetujui oleh

Dr Efi Yuliati Yovi, SHut MLife Env Sc Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc F Trop Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April sampai dengan Mei 2015 ini adalah Kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pekerja Kehutanan di IUPHHK-HA PT. Carus Indonesia, Kalimantan Tengah.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Efi Yuliati Yovi, SHut MLife Env Sc selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama proses penyusunan skripsi ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh sahabat MNH 48 dan FAHUTAN 48 yang telah memberikan semangat sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf PT. Carus Indonesia dan Dwima Group yang telah membantu selama pengumpulan data. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Bahan 3

Alat 3

Prosedur Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Kondisi Kerja dan K3 5

Kepuasan Kerja 14

Gejala Kelelahan Kumulatif 18

SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 25

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26

RIWAYAT HIDUP 28

(12)

DAFTAR TABEL

1 Menentukan peluang kejadian nyaris celaka 4

2 Pengukuran suhu dan kelembaban udara 6

3 Keadaan topografi areal IUPHHK-HA PT. Carus Indonesia 6 4 Jenis kecelakaan kerja dan akibat hari tidak masuk kerja 7

5 Frekuensi mengalami kejadian nyaris celaka 8

6 Alat pelindung diri yang digunakan 9

7 Jenis tempat tinggal 11

8 Waktu menuju tempat kerja dari tempat tinggal 12

9 Perbaikan yang perlu dilakukan 12

10 Data personal responden 14

11 Uji statistik Mann Whitney 17

12 Pengelompokan karakteristik dari Indeks Kumulatif Gejala Kelelahan 19

DAFTAR GAMBAR

1 Perbandingan hasil Indeks Kumulatif Gejala Kelelahan antara kelompok pekerja usia muda dengan pekerja usia tua 20 2 Perbandingan hasil Indeks Kumulatif Gejala Kelelahan berdasarkan

jenis pekerjaan: a) Jenis pekerjaan dengan tingkat keluhan tertinggi b) Jenis pekerjaan dengan tingkat keluhan menengah c) Jenis pekerjaan

dengan tingkat keluhan terendah 22

3 Perbandingan hasil Indeks Kumulatif Gejala Kelelahan antara

kelompok pekerja baru dengan pekerja lama 23

4 Perbandingan Indeks Kumulatif Gejala Kelelahan rata-rata data penelitian dengan rata-rata standar data Jepang 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner penelitian 30

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pekerjaan dibidang kehutanan merupakan jenis pekerjaan berbahaya yang memiliki berbagai kendala seperti lingkungan kerja yang sulit, pekerjaan fisik yang berat (yang sering melebihi batas kapasitas pekerja hutan), dan risiko kecelakaan kerja yang tinggi (Yovi 2007). Selain itu, pekerja kehutanan sering dihadapkan pada kondisi hidup yang kurang baik, yaitu fasilitas tempat tinggal, infrastruktur, dan kebersihan yang minim dibandingkan dengan orang-orang yang tinggal di kota (Gandaseca dan Yoshimura 2001). Kehutanan terus berlanjut menjadi salah satu sektor industri yang paling berbahaya di sebagian besar negara. Di seluruh dunia, muncul kecenderungan yang kurang baik, seperti kenaikan tingkat kecelakaan dan tingginya kejadian penyakit akibat kerja dan pensiun dini di kalangan pekerja kehutanan (ILO 1998). Pelaporan, pencatatan, pemberitahuan, dan investigasi kecelakaan dan penyakit akibat kerja harus dilakukan untuk mengidentifikasi masalah utama kesehatan dan keselamatan yang timbul dari kegiatan kehutanan. Sehingga dapat dikembangkan metode yang efektif dalam menangani kecelakaan dan penyakit akibat kerja, dan untuk memonitor efektivitas kebijakan yang diambil dalam menjamin tingkat kesehatan dan keselamatan yang memuaskan (ILO 1998).

Pekerja merupakan input produksi yang perlu dikelola dengan baik, karena mereka adalah aset (kekayaan) utama bagi perusahaan yang selalu ikut aktif berperan dan paling menentukan tercapai tidaknya tujuan perusahaan. Perlindungan keselamatan dan kesehatan pekerja merupakan hal yang sangat penting. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja menyebutkan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan dan kesehatan dalam melakukan pekerjaan. Oleh karena itu, keselamatan dan kesehatannya perlu mendapat pemeliharaan sebaik-baiknya dari perusahaan. Pemeliharaan pekerja adalah usaha mempertahankan dan atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan sikap pekerja, agar mereka tetap loyal dan bekerja produktif untuk menunjang tercapainya tujuan perusahaan. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah segala upaya untuk mengendalikan risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif (Suma‟mur 1988).

(14)

2

Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi kerja dan K3 pekerja kehutanan di PT. Carus Indonesia 2. Bagaimana tingkat kepuasan kerja pekerja kehutanan yang menjadi fokus

kajian

3. Adanya akumulasi gejala kelelahan kumulatif akibat kerja pada pekerja kehutanan

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi kondisi kerja dan K3 pekerja kehutanan

2. Mengukur tingkat kepuasan pekerja dan faktor yang memengaruhi kepuasan kerja

3. Mengukur Indeks Kumulatif Gejala Kelelahan pekerja berdasarkan karakteristik usia, jenis pekerjaan, dan lama kerja

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk perusahaan sebagai bahan informasi dan bahan pertimbangan mengenai evaluasi sistem manajemen K3 yang telah dilaksanakan. Dengan perbaikan sistem manajemen K3 yang perlu dilakukan, diharapkan dihasilkan peningkatan produktivitas perusahaan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah kegiatan pengelolaan pada hutan alam, pekerja yang dikaji terdiri dari 9 aspek kegiatan kehutanan meliputi kegiatan penebangan, penyaradan, pengangkutan, sumber daya manusia (SDM), perencanaan lapangan, persemaian, litbang konservasi, pembinaan masyarakat desa hutan (PMDH), serta pekerja setingkat supervisor.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

(15)

3 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam proses pengambilan data yaitu: alat tulis, kamera digital, laptop, kuesioner, termometer digital, Software Microsoft Office 2010, dan Software SPSS versi 16.0. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data personal responden, kondisi K3, kepuasan kerja, dan keluhan gejala kelelahan kumulatif dari pekerja kehutanan di PT. Carus Indonesia.

Jumlah dan Cara Pemilihan Responden

Pemilihan responden dilakukan secara purposive sampling pada 9 kelompok pekerja yaitu penebangan, penyaradan, pengangkutan, SDM, perencanaan lapangan, persemaian, litbang konservasi, PMDH, serta supervisor. Pengambilan contoh pada 8 kelompok pertama adalah sekitar 6 orang, sedangkan kelompok terakhir (supervisor) merupakan pekerja yang memiliki jabatan tinggi di perusahaan setingkat Kepala Seksie, Kepala Subseksie, atau Koordinator Lapangan. Pertimbangan lainnya adalah pembagian secara merata menurut kriteria usia (muda: ≤ 35 tahun dan tua: > 35 tahun) dan kriteria lama bekerja (baru: < 10 tahun dan lama: ≥ 10 tahun).

Pengumpulan Data

Penelitian ini mengadaptasi metode penelitian yang dilakukan oleh Yoshimura dan Acar (2004), mengenai kondisi keselamatan dan kesehatan kerja pekerja kehutanan di Turki. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan adalah hasil observasi dan kuesioner. Observasi berupa pengumpulan data langsung dari lapangan meliputi suhu dan kelembaban udara. Data kuesioner diperoleh melalui wawancara semistruktur terhadap responden meliputi data personal, kondisi K3, kepuasan kerja, dan gejala kelelahan kumulatif. Data sekunder diperoleh dari data yang telah tersedia pada instansi-instansi yang terkait, mengutip buku serta data-data lain yang berhubungan dengan penelitian ini untuk menambah kelengkapan data.

Prosedur Analisis Data

Kondisi Kerja dan K3

(16)

4

literatur yang ada, sehingga akan diperoleh hasil yang menggambarkan kondisi kerja dan K3 pada lokasi yang diteliti. Dalam mengkuantifikasi frekuensi kejadian nyaris celaka digunakan konsep menentukan peluang terjadinya kecelakaan menurut Suardi (2007) dalam Kurnia (2013), yang ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Menentukan peluang kejadian nyaris celaka

Peluang Definisi Rata-rata frekuensia

Sangat sering

Rata-rata frekuensi terjadinya kecelakaan kerja = Jumlah terjadinya kecelakaan kerja pada setiap sub kegiatan berdasarkan risiko dalam 2 minggu kerja/jumlah responden. Namun peneliti menetapkan jangka waktu pengamatan menjadi 1 bulan, sehingga rata-rata frekuensinya menjadi dua kali lipat dari nilai yang ditunjukkan pada tabel.

Pengukuran suhu dan kelembaban udara dilakukan menggunakan termometer digital. Pengukuran dilakukan pada pukul 07:00 WIB sampai 16:00 WIB, dengan interval waktu setiap 60 menit. Lokasi pengukuran dilakukan pada setiap tempat aspek kegiatan yang diteliti, diantaranya pada petak tebang, persemaian, petak ukur permanen (PUP), kamp produksi, dan kamp utama. Hasil pengukuran dari berbagai lokasi tersebut dapat digunakan dalam mendeskripsikan besaran suhu setiap kegiatan kehutanan yang diteliti.

Kepuasan Kerja

Kuesioner berupa pertanyaan “ya atau tidak” dilakukan untuk mengidentifikasi kepuasan kerja, selain itu ditanyakan juga alasan untuk ketidakpuasan kerja (Lampiran 1B). Untuk mengidentifikasi faktor-faktor potensial yang berpengaruhi terhadap kepuasan kerja digunakan suatu metode statistika yaitu Uji Mann Whitney. Supangat (2010) menyebutkan bahwa Uji Mann Whitney adalah uji non parametrik yang digunakan untuk menguji perbedaan dua sampel yang diambil secara independent (tidak berhubungan). Sampel diperoleh dari populasi-populasi yang tidak berdistribusi normal. Dalam analisis peubah terikat (tidak bebas) yang diuji adalah kepuasan kerja, dan peubah bebas yang digunakan sebagai prediktor diantaranya usia, tingkat pendidikan, dan lama kerja. Hipotesis yang dibangun adalah sebagai berikut:

H0 : Peubah bebas tidak memiliki perbedaan yang signifikan terhadap kepuasan kerja

H1 : Peubah bebas memiliki perbedaan yang signifikan terhadap kepuasan kerja

(17)

5 Gejala Kelelahan Kumulatif

Untuk mengkuantifikasi kondisi gejala kelelahan kumulatif pada pekerja kehutanan, digunakan Indeks Kumulatif Gejala Kelelahan (CFSI) (Kosugo et al. 1992 dalam Yoshimura dan Acar 2004), dengan terdapat 74 pertanyaan yang disajikan pada Lampiran 1C. Responden diarahkan untuk menjawab pertanyaan “ya atau tidak”. Kemudian nilai hasil dari setiap pertanyaan dihitung menggunakan persamaan berikut:

r

= Keterangan:

r = nilai hasil (%) setiap pertanyaan

y = jumlah total dari jawaban “ya” dari setiap pertanyaan T = total jumlah dari responden

Pertanyaan-pertanyaan tersebut dikategorikan dalam 8 karakter kelompok. Nilai keluhan untuk setiap kelompok dihitung menggunakan persamaan berikut:

R =

Keterangan:

R = nilai hasil untuk setiap kelompok

Y = jumlah total dari jawaban “ya” untuk pertanyaan pada setiap kelompok T = jumlah total dari responden

k = jumlah pertanyaan pada setiap kelompok.

Hasil CFSI diolah dan dianalisis dalam bentuk grafik dengan sistem perbandingan langsung.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Kerja dan K3

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya (Mangkunegara 2002). Perlindungan K3 adalah upaya perlindungan yang bertujuan agar pekerja terhindar dari kecelakaan alat kerja, bahan, dan proses produksi serta cara-cara melakukan pekerjaan agar kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah (Suma‟mur 1989). Untuk memperoleh perumusan program K3 yang efektif maka diperlukan pengumpulan data dan informasi mengenai kondisi kerja dan K3 dari pekerja kehutanan PT. Carus Indonesia.

Kondisi Fisik

(18)

6

dalamnya. Menurut letak geografis ini diketahui bahwa areal konsesi berada tepat di bawah garis khatulistiwa yang memiliki suhu harian yang tinggi. Efisiensi kerja dipengaruhi oleh iklim kerja dalam daerah nikmat kerja, dimana tidak terlalu dingin dan tidak kepanasan. Suhu nikmat kerja ini sekitar 24−26 °C bagi orang-orang Indonesia (Suma‟mur 2009 dalam Krisanti 2011). Tabel 2 menunjukkan suhu lingkungan kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu nikmat kerja. Kombinasi dari suhu dan kelembaban udara di 5 lokasi apabila dibandingkan dengan klasifikasi heat and discomfort index maka bekerja pada kondisi iklim tersebut adalah berbahaya, dengan toleransi waktu untuk bekerja adalah sebentar dan sebagian besar waktu digunakan untuk istirahat. Kondisi iklim kerja dengan panas berlebihan akan mengakibatkan rasa lelah dan kantuk, mengurangi kestabilan dan meningkatkan jumlah angka kesalahan kerja (Nurmianto 2008 dalam Krisanti 2011). Penelitian Krisanti (2011) menyebutkan adanya hubungan positif signifikan antara tekanan panas dengan kelelahan kerja, dimana semakin tinggi tekanan panas maka tingkat kelelahan pekerja semakin tinggi.

Tabel 2 Pengukuran suhu dan kelembaban udara

Tempat Temperatur (°C) Kelembaban Udara (%)

Petak tebang 31.1 ± 3.1 68.0 ± 11.8 SA 49-8 Provinsi Kalimantan Tengah Skala 1 : 250.000, kondisi areal IUPHHK-HA PT. Carus Indonesia umumnya terdiri dari tanah kering dengan konfigurasi dominan lahan datar dan curam. Rincian secara lengkap luasan per kelas kelerengan ditunjukkan pada Tabel 3. Pada topografi curam pekerjaan kehutanan khususnya bagian produksi harus dilakukan secara hati-hati dengan penggunaan alat pelindung diri (APD) yang memadai karena bekerja pada lereng curam jauh lebih berat dan berbahaya daripada medan datar (ILO 1992).

Tabel 3 Keadaan topografi areal IUPHHK-HA PT. Carus Indonesiaa Kelas Lereng Topografi Luas (ha) Persentase (%)

A (0−8%) Datar 27 824 38.55

Sumber: RKU IUPHHK-HA PT. Carus Indonesia

Kecelakaan Kerja

(19)

7 jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun. Kerugian langsung yang tampak dari timbulnya kecelakaan kerja adalah biaya pengobatan dan kompensasi kecelakaan. Sedangkan biaya tidak langsung yang tidak tampak ialah kerusakan alat-alat produksi, penataan manajemen keselamatan yang lebih baik, biaya penyelidikan kecelakaan, terhentinya kegiatan produksi, dan hilangnya waktu kerja. Ada tiga faktor utama terjadinya kecelakaan kerja yaitu perbuatan manusia yang tidak aman, kondisi lingkungan yang tidak aman, dan manajemen (Tarwaka 2008).

Tabel 4 Jenis kecelakaan kerja dan akibat hari tidak masuk kerjaa

Kejadian Jumlah Hari tidak masuk

kerja

Jawaban ganda (boleh lebih dari 1)

(20)

8

dan terkoordinasi baik antar pekerja, karena kegiatan penebangan merupakan pekerjaan paling berbahaya pada industri kehutanan (Pine et al. 1994 dalam Jingxin et al. 2003).

Selanjutnya kejadian tertimpa ban logging truk, kecelakaan ini hanya sekali dan secara umum jarang terjadi, namun mengakibatkan absen yang paling lama yaitu 365 hari. Kecelakaan ini mengakibatkan kerusakan (retak) pada tulang di sekitar mata dan mengakibatkan fungsi pengelihatan terganggu sehingga memerlukan waktu pemulihan yang lama. Kejadian ini perlu dijadikan perhatian terutama oleh supir logging truk, mekanik, maupun pekerja lainnya untuk berhati-hati dalam menangani alat berat terkait keparahan kecelakaan yang mungkin diakibatkan. Untuk mencegah kecelakaan fatal maka harus dapat menekan angka kejadian nyaris celaka, kerusakan harta benda, maupun kecelakaan ringan yang mungkin timbul. Oleh karena itu, pendidikan dan pelatihan diperlukan untuk mengurangi kejadian kecelakaan tersebut.

Kejadian Nyaris Celaka

Pada kuesioner juga ditanyakan mengenai pengalaman kejadian nyaris celaka selama bekerja. Kejadian nyaris celaka (near-miss incident) adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan dimana pekerja hampir terlibat dalam kecelakaan kerja, dengan keadaan yang sedikit berbeda dapat mengakibatkan kerusakan, cedera, bahkan kematian (Gandaseca dan Yoshimura 2001). Kejadian ini dianggap berpengaruh dalam menjelaskan faktor-faktor risiko potensial pada kecelakaan aktual, dan analisis kejadian-kejadian ini adalah penting dalam mengidentifikasi faktor risiko dan mengambil tindakan yang diperlukan sebelum kecelakaan aktual terjadi (Gandaseca dan Yoshimura 2001).

Tabel 5 Frekuensi mengalami kejadian nyaris celaka

Jawaban Jumlah Persentase (%)

Sangat sering 0 0

Sering 0 0

Kadang-kadang 0 0

Jarang 21 38.9

Sangat jarang 33 61.1

(21)

9 bahwa 172 dari 289 responden (60%) mengalami kejadian nyaris celaka selama periode 1 tahun terakhir. Merujuk pada hasil tersebut, peneliti yakin bahwa terdapat lebih banyak kejadian nyaris celaka di PT. Carus Indonesia yang terjadi dibandingkan dengan hasil yang ditunjukkan pada Tabel 5. Sehubungan dengan sulitnya mengingat kembali rincian kejadian nyaris celaka yang pernah terjadi. Peneliti menyarankan bahwa setiap kejadian nyaris celaka dilaporkan secara tertulis setiap hari untuk mencegah kecelakaan yang sebenarnya.

Alat Pelindung Diri

Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat yang digunakan untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya atau kecelakaan kerja. Penggunaan APD efektif dalam meminimalkan cedera fatal di bidang pekerjaan kehutanan. Analisis catatan kecelakaan pada kegiatan penebangan membuktikan bahwa keharusan menggunakan APD dan perangkat keselamatan yang sesuai pada chainsaw menghasilkan penurunan yang drastis pada beberapa jenis cedera dan kecelakaan (FAO 1992). APD berupa sepatu keselamatan terdiri dari 2 macam yaitu sepatu boot digunakan oleh pekerja yang masuk hutan dan sepatu safety digunakan oleh pekerja yang tidak masuk hutan (mekanik, operator kendaraan, dan lain-lain). Pada Tabel 6 terlihat sudah banyak responden yang menggunakan APD khususnya helm (66.7%) dan sepatu keselamatan (75.9%), namun untuk penggunaan secara menyeluruh pada semua pekerja masih belum dapat direalisasikan. Kendala utama dalam membudayakan penggunaan APD adalah biaya yang tinggi dan tidak terbiasanya pekerja menggunakan APD. Ketidakbiasaan ini yang membuat pekerja enggan menggunakan, dan merasa menggunakan APD adalah hal yang mengganggu. Namun sebaliknya pekerja yang sudah terbiasa dan paham akan fungsinya justru merasa tidak nyaman apabila tidak menggunakan.

Tabel 6 Alat pelindung diri yang digunakana

Alat pelindung diri Jumlah Persentase (%)

Helm 36 66.7

Sarung tangan 17 31.5

Sepatu keselamatan 41 75.9

Pelindung telinga (earplug) 3 5.6

a

Jawaban ganda (boleh lebih dari 1)

(22)

10

diantaranya tidak nyaman untuk digunakan dalam lingkungan kerja yang panas dan mengganggu penggunaan APD lainnya seperti kacamata dan helm (Yovi 2011). Atas temuan tersebut peneliti menyarankan perusahaan menyediakan earplug yang lebih banyak untuk pekerja lainnya seperti asisten chainsaw, operator traktor, dan asisten traktor. Hal yang perlu diperhatikan pengelola kemudian dalam penggunaan earplug adalah kemungkinan adanya infeksi (bakteri dan virus) pendengaran terkait kebersihan pekerja (tangan) yang minim saat bekerja.

Penggunaan APD pada pekerja penebangan secara umum sudah dilaksanakan, dari 6 responden 5 diantaranya sudah memadai namun ada 1 responden yang masih kurang yaitu tidak mengenakan helm. Hal ini berlawanan dengan pekerja bagian penyaradan, dari 6 responden tidak satu pun yang mengenakan helm. Jingxin et al. (2003) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kepala, atau kepala dan bagian tubuh lain, merupakan bagian yang paling sering mengalami cedera pada pekerjaan kehutanan di Jilin China dengan persentase 79%, dikarenakan kejatuhan suatu obyek atau material. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa proporsi yang besar dari cedera terjadi pada bagian kepala (Salisbury et al. 1991; West et al. 1996 dalam Jingxin et al. 2003). Hal ini juga dipengaruhi oleh supervisor (pimpinan) bagian produksi yang kurang intensif dalam upaya penerapan penggunaan APD secara menyeluruh. Merujuk pada data kecelakaan kerja PT. Carus Indonesia 5 tahun terakhir pada tahun 2009−2012 dan 2014 terjadi kecelakaan kerja dengan persentase pekerjaan penebangan sebesar 37.5% dan penyaradan sebesar 20.0% terhadap seluruh jumlah kecelakaan yang terjadi. Kecelakaan kerja pada kedua pekerjaan ini selalu terjadi setiap tahunnya dan merupakan yang terbesar dibandingkan dengan kecelakaan kerja pada pekerjaan lainnya. Sehingga penggunaan APD memiliki urgensi penting dalam mencegah dan meminimalkan cedera akibat kecelakaan kerja. Saran kepada Bagian SDM untuk lebih mengintensifkan penggunaan APD kepada Supervisor Bagian Produksi dan dilanjut pada pekerja di lapangan. Selain itu, Bagian SDM perlu juga untuk lebih mengintensifkan penggunaan APD pada staf lapangan Litbang Konservasi karena sebagian besar masih belum menggunakan helm saat bekerja.

Jenis Tempat Tinggal

(23)

11

Tabel 7 Jenis tempat tinggal

Jenis Jumlah Persentase (%)

Rumah 15 27.8

Mess/kamp 39 72.2

Cara pengelompokkan pekerja terhadap jenis tempat tinggalnya adalah berdasarkan jumlah hari dominan dalam sebulan pekerja tinggal terkait dengan tugas pekerjaannya masing-masing. Sebagai contoh pekerja lokal yang tinggal di desa (rumah) sekitar kamp utama, namun tugas pekerjaannya mengharuskan untuk bekerja di petak tebang (kamp produksi) dengan ketentuan toleransi waktu berada di kamp utama atau rumah (meninggalkan pekerjaan) hanya beberapa hari dalam sebulan, maka pekerja ini termasuk dalam kelompok yang tinggal di mess meskipun dia adalah penduduk lokal disana. Jenis tempat tinggal pekerja ditunjukkan pada Tabel 7, sebagian besar responden tinggal di mess atau kamp (72.2%) dan rumah (27.8%). Kenyamanan dan ketersediaan fasilitas dasar untuk hidup pada tempat tinggal turut mempengaruhi kepuasan kerja, sehingga penting untuk diperhatikan oleh perusahaan. Fasilitas dasar ini diantaranya adalah kelayakan bangunan, pengaturan jumlah pekerja yang tinggal (privasi), hiburan, olahraga, makanan, dan pemenuhan kebutuhan barang sehari-hari. Meskipun tetap saja kondisi hidup jauh lebih kurang nyaman dibandingkan dengan mereka yang tinggal di desa atau kota. Terpenuhinya kebutuhan dasar pekerja akan mengimbangi gejala kelelahan kumulatif (perasaan negatif) akibat pekerjaan, sehingga pekerja tetap bersemangat dan optimal dalam bekerja.

Waktu Menuju Tempat Kerja

(24)

12

Tabel 8 Waktu menuju tempat kerja dari tempat tinggal

Waktu (menit) Jumlah Persentase (%)

≤ 15 28 51.9 konservasi yang mengeluhkan jauhnya jarak dari pondok menuju tempat kerja (meskipun dapat ditempuh < 30 menit) ditambah beratnya topografi lahan ketika bekerja di dalam hutan. Hal ini karena perjalanan ditempuh dengan berjalan kaki dan harus merintis jalan menembus hutan, hal ini diperparah ketika pekerja harus membawa material untuk keperluan kerjanya sehingga akan menambah beban kerja. Seperti dalam kegiatan pembuatan Petak Ukur Permanen (PUP) baru dimana pekerja harus membawa patok batas sub petak yang terbuat dari kayu, sehingga semakin jauh lokasi kerja berimplikasi pada bertambahnya beban kerja. Perbaikan yang Diperlukan

Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya mengenai berbagai kendala dan keterbatasan bekerja di sektor kehutanan, lebih lanjut peneliti menanyakan mengenai perbaikan yang perlu dilakukan (Tabel 9).

Tabel 9 Perbaikan yang perlu dilakukana

Indikator Jumlah Persentase (%)

Gaji/upah 15 27.8

Tempat tinggal dan kehidupan lebih baik 11 20.4

Kendaraan transportasi 7 13.0

Hutan yang lestari dan perlindungan lingkungan kerja 4 7.4 Kelengkapan peralatan kerja dan gudang peralatan 3 5.6

Alat mesin kehutanan 3 5.6

a

Jawaban ganda (boleh lebih dari 1)

(25)

13 tinggal di kamp dekat hutan dengan fasilitas seadanya. Harapan pekerja adalah pengaturan penggunaan kamar agar tidak terlalu banyak, perlunya renovasi pada bagian tempat tinggal yang mulai rusak, dan penambahan bangunan perumahan sehubungan bertambahnya jumlah pekerja. Hal ini utamanya disuarakan oleh pekerja di bidang persemaian serta litbang konservasi mengenai tempat tinggal di lokasi kamp utama.

Perbaikan tertinggi selanjutnya adalah ketersediaan kendaraan transportasi (13.0%). Transportasi merupakan sarana yang diperlukan untuk mengakses tempat kerja atau tempat tujuan lainnya. Pekerja biasanya tidak dapat pergi ke mana pun tanpa akses menggunakan mobil karena hutan tempat mereka bekerja sangat luas dan jauh. PT. Carus Indonesia merupakan salah satu dari lima anak perusahaan dalam naungan Dwima Group, manajemen sendiri menerapkan prinsip penghematan tenaga kerja dalam pengelolaannya, sehingga ada satu divisi yang langsung menangani lima anak perusahaan sekaligus. Hal ini berimplikasi pada volume pekerjaan yang banyak dan memerlukan bantuan sarana transportasi untuk mobilitas, sehingga ketiadaan sarana mengakibatkan pekerjaan tertunda. Sebagai contoh, Divisi Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang karena adanya keterbatasan sarana transportasi sehingga program kerja yang telah rencanakan berjalan kurang maksimal. Divisi yang paling mengharapkan perbaikan ini adalah PMDH terlihat semua aspirasi responden dalam hal yang senada mengenai perlunya tambahan sarana transportasi. Lebih jauh lagi, esensi pembinaan masyarakat desa masih kurang maksimal karena PMDH hanya memberikan bantuan uang untuk kegiatan-kegiatan tertentu seperti bantuan honor guru, kesehatan, acara adat, santunan duka cita kematian, dan lain-lain. Sedangkan upaya pembinaan peningkatan kemandirian usaha dan kesejahteraan masih minim dan belum mencapai kesuksesan. Sebenarnya keluhan kurangnya sarana transportasi ini juga terjadi pada jenis kegiatan lainnya, sehingga saran peneliti agar perusahaan dapat menambah armada transportasi yang ada. Ketiga macam perbaikan utama ini sejalan dengan penelitian sebelumnya di Turki oleh Yoshimura dan Acar (2004), yang menyatakan bahwa secara umum perbaikan yang diharapkan oleh pekerja kehutanan mengarah pada kesejahteraan ekonomi dan kondisi hidup pekerja.

(26)

14

Sedangkan pekerjaan tetap dan asuransi tidak menjadi perhatian khusus oleh pekerja. Hal ini karena perusahaan sekarang sedang terus tumbuh dan terbukti dengan adanya rencana manajemen untuk menambah 2 anak perusahaan baru. Pekerja juga sudah paham selama mereka bekerja dengan baik atau dengan selayaknya (tidak mangkir kerja) serta tidak membuat pelanggaran fatal maka jasa mereka akan tetap dipakai perusahaan. Perusahaan sudah mendaftarkan pekerja pada perusahaan asuransi terkait tenaga kerja sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku. Perusahaan juga memiliki poliklinik kesehatan sendiri dan hubungan kerjasama dengan rumah sakit besar di ibukota provinsi dengan akses yang mudah. Proses penanganan kecelakaan kerja dan perhatian kesehatan pekerja sudah cukup baik. Hal tersebut membuat pekerja merasa tenang mengenai

Tabel 10 Data personal responden

Karakteristik Kategori Jumlah Persentase (%)

Jenis kelamin Laki-laki 54 100

(27)

15 memungkinkan mengalami kelelahan secara fisik, mental, maupun sosial. Responden setingkat supervisor merupakan pekerja dengan posisi jabatan yang tinggi di perusahaan diantaranya Kepala Seksie, Kepala Subseksie, dan Koordinator Lapangan. Kepala Seksie merupakan orang yang memimpin suatu divisi. Terkait 8 jenis pekerjaan lainnya maka responden setingkat supervisor yang diambil mewakili 5 divisi yaitu Produksi, Sumber Daya Manusia (SDM), Perencanaan, Bina Hutan, dan Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH). Kepuasan Kerja

Pekerja merupakan pelaku yang menunjang tercapainya tujuan, mempunyai pikiran, perasaan, dan keinginan yang dapat mempengaruhi sikap-sikapnya terhadap perusahaan. Menurut Handoko (1996), kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagaimana para pekerja memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Kepuasan kerja bersifat individual dan setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Kepuasan kerja umumnya mengacu pada sikap seorang pekerja sebagai kumpulan perasaan, kepuasan kerja bersifat dinamis. Indikator kepuasan kerja dapat diukur dengan kedisiplinan, moral kerja, dan mutasi yang kecil maka secara umum kepuasaan kerja pekerja baik (Hasibuan 2013). Menurut Hasibuan (2013), kepuasan kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu balas jasa yang adil dan layak, penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian, berat dan ringannya pekerjaan, serta suasana dan lingkungan pekerjaan. Faktor lain yang turut berpengaruh adalah peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan, sikap pimpinan dalam kepemimpinannya, dan sifat pekerjaan monoton atau tidak. Mutasi (keluar-masuk) yang rendah harus didorong karena mutasi yang tinggi pada pekerja dapat meningkatkan biaya operasional dan risiko kecelakaan (ILO 1998).

(28)

16

kumulatif yang dirasakan pekerja. Manajemen perusahaan perlu terus mempertahankan bahkan meningkatkan kondisi ini, diantaranya dengan penelitian terkait juga mengimplementasi aspirasi pekerja yang dirasa relevan dan penting. Sinaga (2009) menyebutkan bahwa kepuasan kerja dapat menurun secepat timbulnya, bahkan lebih cepat, sehingga mengharuskan para manajer untuk memperhatikan setiap saat.

Namun tetap saja terdapat sebagian pekerja tidak puas terhadap pekerjaannya. Jumlah total responden yang tidak puas sebanyak 7 orang (13.0%), dari jumlah tersebut alasan utama untuk ketidakpuasan kerja adalah gaji atau upah yang kurang (100%), kemudian konflik antar pekerja (14.3%) merupakan alasan lainnya. Hasil ini sejalan dengan penelitian Gandaseca dan Yoshimura (2001), yang menyatakan sebagian besar pekerja kehutanan di Indonesia tidak puas akan gaji yang didapatkan. Pekerja yang tidak puas terdiri dari pekerja di bagian litbang konservasi sebanyak 3 orang. Kemudian masing-masing 1 orang pada pekerjaan berikut yaitu penebangan, penyaradan, pengangkutan, dan persemaian. Selain gaji ketidakpuasan pekerja bagian litbang konservasi juga dipengaruhi oleh lokasi kerja yang jauh dan ditempuh dengan berjalan kaki, padatnya pekerjaan dibandingkan dengan tenaga kerja yang ada, fasilitas mess kurang layak (kerusakan), hubungan dengan atasan Divisi Bina Hutan yang kurang harmonis, dan kecemburuan hasil gaji bulanan dengan divisi lain. Saran peneliti terhadap perusahaan untuk mengkaji kembali kebutuhan tenaga kerja yang ada karena jumlahnya memang sangat terbatas ditambah lagi harus menangani 4 IUPHHK-HA lainnya dalam naungan Dwima Group, akibatnya hasil pekerjaan yang dilakukan kurang maksimal karena dikejar oleh pekerjaan lain yang menanti. Kemudian untuk fasilitas mess selain merupakan tanggung jawab pekerja yang menempati, akan lebih baik apabila perusahan mendata secara rutin kondisi mess yang ada dan membantu kegiatan renovasi yang sekiranya diperlukan. Selain itu dengan semakin berkembangnya perusahaan (tenaga kerja) diperlukan penambahan jumlah mess, hal ini banyak dikeluhkan oleh pekerja lapangan Divisi Bina Hutan dan pekerja lapang di kamp produksi khususnya ketika berada (libur kerja) di kamp utama Tumbang Manggu.

(29)

17 penyebab ketidakpuasan kerja. Namun hal ini masih bisa diimbangi oleh alat mesin yang dioperasikan (logging truk) masih tergolong baru yaitu pengadaan tahun 2014 sehingga produktivitas kerja dapat maksimal. Apabila tidak ada alat mesin baru tersebut besar kemungkinan pekerja keluar dari perusahaan dan mencoba bekerja di perusahaan lain dengan upah lebih besar, pekerja sangat percaya diri dengan keterampilan mengoperasikan alat berat yang dimilikinya. Selanjutnya pada pekerja bagian persemaian alasan ketidakpuasan selain gaji adalah merasa pekerjaan yang dilakukan adalah hal yang monoton sehingga menjadi malas untuk bekerja. Hal ini berdampak negatif terhadap hubungan sosial dengan rekan kerja, sehingga terkadang terjadi konflik.

Supangat (2010) menyebutkan Uji Mann Whitney adalah uji non parametrik yang digunakan untuk menguji perbedaan dua sampel yang diambil secara independent (tidak berhubungan). Sampel diperoleh dari populasi-populasi yang tidak berdistribusi normal. Uji ini digunakan untuk mengidentifikasi faktor (peubah bebas) yang berpotensi memengaruhi kepuasan kerja. Hasilnya ditunjukkan pada Tabel 11, yaitu tingkat pendidikan merupakan peubah pembeda yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja dengan nilai signifikansi (Asymp. Sig. (2-tailed)) sebesar 0.007 (< 0.05). Sedangkan kedua peubah lainnya tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap kepuasan kerja. Hasil menunjukkan bahwa peningkatan tingkat pendidikan berpengaruh terhadap peningkatan kepuasan kerja yang dirasakan.

Tabel 11 Uji statistik Mann Whitney

Usia Tingkat

Pendidikan Lama Kerja

Mann-Whitney U 105.000 77.500 129.000

Wilcoxon W 133.000 105.500 157.000

Z -1.534 -2.678 -0.918

Asymp. Sig. (2-tailed) 0.125 0.007* 0.359

Exact Sig. [2x(1-tailed Sig.)] 0.131 0.023 0.375

*

Tolak H0 dengan tingkat kepercayaan 95% (0.05)

(30)

18

memperoleh gaji yang lebih tinggi, dan mendapatkan fasilitas kerja yang lebih baik.

Gejala Kelelahan Kumulatif

Kelelahan kumulatif adalah perpaduan dari wujud penurunan fungsi mental dan fisik yang terakumulasi selama bekerja yang menghasilkan berkurangnya semangat kerja sehingga mengakibatkan efektifitas dan efisiensi kerja menurun (Saito 1999). Kelelahan tidak hanya disebabkan oleh suatu sebab tunggal seperti terlalu kerasnya beban kerja, namun juga oleh tekanan-tekanan yang terakumulasi setiap harinya pada suatu masa yang panjang. Apabila keadaan seperti ini berlarut-larut maka akan muncul tanda-tanda memburuknya kesehatan, penurunan produktivitas kerja, bahkan kecelakaan kerja. Penelitian ini mengukur gejala kelelahan yang dialami oleh para pekerja kehutanan dengan menggunakan Metode Indeks Kumulatif Gejala Kelelahan (CFSI). Daftar pertanyaan metode ini dikelompokan kedalam 8 kelompok seperti yang ditunjukkan pada Tabel 12. Gandaseca (1998), menyatakan bahwa metode ini digunakan untuk mencari faktor-faktor dalam pekerjaan atau lingkungan yang dapat menyebabkan dampak negatif pada kesehatan pekerja. Metode ini tidak menekankan pada tanggapan spontan yang diberikan oleh pekerja terhadap kuesioner, tetapi menekankan pada perasaan lelah yang diderita oleh pekerja setelah beberapa waktu bekerja dan juga pada perasaan lelah yang berkelanjutan. Kosugo dan Fujii (2002) dalam Yoshimura dan Acar (2004), mengelompokkan kelelahan kedalam 3 aspek yaitu aspek fisik (kelelahan umum, kelelahan kronis, dan gangguan fisik), aspek mental (perasaan depresi, perasaan gelisah, dan penurunan kekuatan), serta aspek sosial (perasaan mudah marah dan keengganan bekerja). Sedarmayanti (1996) dalam Enrico (2002) berpendapat bahwa pada dasarnya kelelahan disebabkan oleh dua faktor sebagai berikut:

1. Kelelahan akibat faktor fisiologis (fisik)

Kelelahan ini timbul karena adanya perubahan fisiologis dalam tubuh. Kerja fisik yang kontinyu berpengaruh terhadap mekanisme kerja tubuh manusia. Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk sisa (asam laktat) dalam otot dan peredaran darah. Produk sisa ini bersifat membatasi kelangsungan kegiatan otot. Kelelahan ditandai oleh adanya keletihan, kejenuhan, ketegangan otot, perubahan dalam kebiasaan makan dan tidur, serta secara umum tingkat energinya rendah.

2. Kelelahan akibat faktor psikologis (mental)

(31)

19 Selanjutnya kelelahan sosial, pengertian kelelahan ini mirip dengan kelelahan mental hanya saja menyangkut perasaan seseorang terhadap interaksinya dengan orang lain (bersifat negatif) di lingkungan kerja, baik dengan atasan, rekan kerja, maupun bawahan.

Tabel 12 Pengelompokan karakteristik dari Indeks Kumulatif Gejala Kelelahan

Kelompok Karakteristik Pertanyaan nomor

NF1

(32)

20

Gejala Kelelahan Berdasarkan Usia

Metode Indeks Kumulatif Gejala Kelelahan dilakukan terhadap 54 responden yang terdiri dari 24 responden berusia muda, yaitu usia 15−35 tahun dan 30 responden berusia tua, yaitu usia > 35 tahun.

Gambar 1 menunjukkan suatu perbandingan kelelahan kumulatif antara pekerja berusia muda dengan pekerja berusia tua. Secara umum pada kedua kelompok usia tersebut mengalami kelelahan aspek fisik lebih dominan dibandingkan dengan kelelahan aspek mental dan aspek sosial, dimana pekerja usia muda memiliki persentase keluhan lebih tinggi daripada pekerja usia tua. Persentase keluhan untuk jenis kelelahan aspek fisik yang paling besar terjadi pada kelompok NF 2-1, yaitu pertanyaan tentang kelelahan umum, baik yang terjadi pada pekerja usia tua 28.0% maupun pekerja usia muda 38.3%. Kemudian persentase keluhan untuk kelelahan aspek mental yang paling tinggi terdapat pada kelompok NF 5-1, yaitu pertanyaan tentang perasaan gelisah, baik yang terjadi pada pekerja usia tua 13.6% maupun pekerja usia muda 26.9%. Selanjutnya persentase keluhan kelelahan aspek sosial yang paling tinggi terdapat pada kelompok NF 3, yaitu pertanyaan tentang perasaan mudah marah, baik yang terjadi pada pekerja usia tua 15.2% maupun pekerja usia muda 18.5%.

Hasil penelitian Gandaseca dan Yoshimura (2001), menyebutkan pekerja dengan usia lebih dari 35 tahun sangat puas dengan pekerjaannya, sementara pekerja pada usia 30−35 tahun juga merasa puas. Sebaliknya pada pekerja muda (≤ 30 tahun) memiliki tingkat kepuasan yang lebih rendah. Dimana kepuasan kerja memiliki korelasi negatif terhadap gejala kelelahan kumulatif. Gejala kelelahan kumulatif yang dirasakan pekerja usia muda lebih tinggi, hal ini karena ekspektasi mereka mengenai dunia kerjanya yang tinggi sehingga ketika harapan dan realita terdapat kesenjangan mengakibatkan meningkatnya indeks kelelahan kumulatif. Lebih lanjut, pekerja muda lebih suka kehidupan di kota yang dirasa lebih baik, nyaman, menarik, sedangkan hutan membosankan. Sedangkan pekerja

(33)

21 usia tua cenderung memiliki kedewasaan emosional yang lebih tinggi sehingga lebih berpengalaman menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan. Selain itu dikemukakan juga dengan keadaan usia, dirasa sulit atau berat dalam mencoba peruntungan karir baru dimana karir harus dimulai dari awal. Sehingga pekerja usia tua berupaya untuk semaksimal mungkin menikmati pekerjaan yang ada sekarang.

Gejala Kelelahan Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Gambar 2 menunjukkan perbandingan kelelahan kumulatif berdasarkan jenis pekerjaan responden. Secara umum kelelahan aspek fisik lebih dominan dibandingkan kelelahan aspek mental maupun aspek sosial. Namun terdapat perbedaan pada jenis pekerjaan persemaian dimana kelelahan kumulatif aspek sosial dan aspek mental justru lebih dominan. Hal ini karena pekerjaan tidak dianggap berat namun dirasakan sebagai hal yang monoton, adanya sedikit konflik antar pekerja, juga gaji yang kurang menenuhi standar yang diharapkan.

a) 0 10 20 30 40 50 60 70NF 3

NF 2-1

NF 6

NF 2-2 NF 4

NF 1 NF 5-1

NF 5-2

Penebangan

Litbang konservasi Perencanaan

(%)

(34)

22

Hasil dari 9 jenis pekerjaan yang diteliti diketahui bahwa kegiatan penebangan memiliki tingkat keluhan kumulatif tertinggi, perhitungan berdasarkan jumlah kumulatif dari gejala kelelahan setiap kelompok. Kelelahan kumulatif yang sangat dominan adalah kelelahan aspek fisik. Secara berturut-turut kelelahan umum (NF 2-1) sebesar 70.0%, kelelahan kronis (NF 6) sebesar 41.7%, perasaan mudah marah (NF 3) sebesar 33.3%, dan gangguan fisik (NF 2-2) sebesar 31.0% merupakan jumlah keluhan dengan persentase terbesar. Alasan untuk hasil ini adalah pengoperasian chainsaw membutuhkan ketahanan tubuh yang kuat, kondisi lingkungan kerja yang sulit, dimana pekerja tinggal di kamp hutan dan jauh dari keluarga. Sehingga saran kepada perusahaan untuk dilakukan pengecekan kondisi kesehatan pekerja secara rutin juga meyediakan obat-obatan dan vitamin yang berfungsi mengurangi rasa nyeri badan dan meningkatkan daya tahan tubuh.

Jenis pekerjaan dengan tingkat kelelahan kumulatif tertinggi selanjutnya yaitu litbang konservasi dan perencanaan lapangan. Sedangkan tingkat keluhan terendah adalah pekerja bagian SDM, hal ini diduga karena gaji yang sudah sesuai dengan standar setiap individu pekerja, beban kerja yang tidak terlalu berat, dan tersediaannya berbagai fasilitas sehari-hari. Kemudian dapat diketahui juga bahwa tingkat kelelahan kumulatif pekerja setingkat supervisor adalah lebih rendah dibandingkan dengan para pekerja lapangan. Menurut Mangkunegara (2001) dalam Sinaga (2009), pekerja yang menduduki tingkat pekerjaan yang tinggi akan cenderung merasa lebih puas daripada yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih rendah. Lebih lanjut, mereka memiliki kemampuan kerja yang baik, balas jasa (gaji) yang tinggi, fasilitas kerja dan hidup yang lebih, serta beban kerja fisik yang tidak berat. Kepuasan kerja adalah faktor penting dalam kelelahan kumulatif pada pekerja kehutanan, dimana peningkatan kepuasan kerja dapat menekan kelelahan kumulatif (Yoshimura dan Acar 2004).

c)

(35)

23 Gejala Kelelahan Berdasarkan Lama Bekerja

Metode Indeks Kumulatif Gejala Kelelahan dilakukan terhadap 54 responden yang terdiri dari 30 responden pekerja baru dengan lama kerja < 10 tahun dan 24 responden pekerja lama dengan lama kerja ≥ 10 tahun.

Gambar 3 menunjukkan suatu perbandingan kelelahan kumulatif antara pekerja baru dengan pekerja lama. Secara umum pada kedua kelompok pekerja tersebut mengalami kelelahan aspek fisik lebih dominan dibandingkan dengan kelelahan aspek mental dan aspek sosial, dimana pekerja baru memiliki persentase keluhan lebih tinggi daripada pekerja lama. Apabila diperhatikan sebaran kelelahan kumulatif Gambar 3 relatif mirip dengan hasil yang ditunjukkan pada Gambar 1 sebelumnya. Faktor lama kerja memiliki korelasi yang cukup tinggi dengan faktor usia pekerja, hal ini karena sebagian besar pekerja usia tua adalah mereka yang telah bekerja lebih dari sama dengan 10 tahun (pekerja lama), begitu juga sebaliknya pada kelompok pekerja usia muda. Meskipun tidak sepenuhnya seperti itu, namun sebagian besar data menunjukan hal demikian. Persentase keluhan untuk jenis kelelahan aspek fisik yang paling besar terjadi pada kelompok NF 2-1, yaitu pertanyaan tentang kelelahan umum, baik yang terjadi pada pekerja lama 22.9% maupun pekerja usia muda 40.3%. Kemudian persentase keluhan untuk kelelahan aspek mental yang paling tinggi terdapat pada kelompok NF 5-1, yaitu pertanyaan tentang perasaan gelisah, baik yang terjadi pada pekerja lama 14.8% maupun pekerja baru 23.3%. Selanjutnya persentase keluhan kelelahan aspek sosial yang paling tinggi terdapat pada kelompok NF 3, yaitu pertanyaan tentang perasaan mudah marah, baik yang terjadi pada pekerja lama 13.7% maupun pekerja baru 19.0%.

Secara umum dalam struktur jenjang karir pekerja baru masih berada pada tingkat bawah sampai dengan menengah. Pada tingkat ini beban kerja fisik adalah yang paling berat dan berbahaya dan sering dituntut mengerjakan pekerjaan di dalam areal hutan dengan fasilitas yang minim. Selain itu, gaji yang diperoleh pun

(36)

24

tidak terlalu besar. Hal-hal tersebut saling berinteraksi dan mengakibatkan tingkat kelelahan yang dirasakan lebih tinggi. Sedangkan pada pekerja lama secara umum mereka sudah memegang posisi yang cukup tinggi (meskipun tidak semua) seperti misalnya koordinator lapangan, operator alat mekanis tertinggi (logging truk), kasubsie, bahkan kasie (kepala) suatu divisi. Dimana pekerjaan fisik tidak terlalu berat, gaji lebih tinggi, serta fasilitas kerja yang disediakan lebih lengkap. Hal tersebut dapat meningkatkan kepuasan kerja yang kemudian berpengaruh dalam menekan tingkat kelelahan kumulatif yang dirasakan. Meskipun memang pada posisi jabatan lebih tinggi beban mental yang diemban akan semakin besar. Namun hal ini dapat diatasi karena pekerja lama memulai karir dari awal sehingga paham dan terbiasa dengan kondisi dan tantangan yang ada. Pekerja usia tua ini sudah bekerja lebih dari 10 tahun bahkan sampai 20 tahun, sehingga berdasarkan pengalaman ini beban kerja tidak dirasa terlalu sulit.

Gejala Kelelahan Data Hasil Penelitian terhadap Standar Data Pekerja di Jepang

Hasil penelitian pada setiap kelompok karakteristik dari CFSI dibandingkan dengan nilai rata-rata dari standar data untuk laki-laki, yang ditentukan dengan mengumpulkan 37.646 contoh di Jepang (Kosugo dan Fujii 2002 dalam Yoshimura dan Acar 2004) ditunjukkan pada Gambar 4.

Tingkat keluhan data hasil penelitian apabila dibandingkan dengan rata-rata standar data Jepang, terdapat 2 kelompok yang melebihi standar tersebut yaitu kelompok kelelahan umum (NF 2-1) dan perasaan gelisah (NF 5-1). Alasan untuk hasil ini yaitu kondisi pekerjaan yang berat dan berbahaya serta tempat kerja yang jauh dari keluarga. Namun secara umum perusahaan menyediakan kebutuhan dasar dengan cukup, sehingga dapat mengimbangi kepuasan kerja yang diharapkan. Hal ini dicontohkan dengan adanya fasilitas hiburan, olahraga, kesehatan, tempat tinggal, dan makanan sehari-hari yang cukup memadai. Sebagian besar pekerja juga cukup memperhatikan kecukupan istirahat yang dibutuhkan dengan tidur tidak larut malam, sehingga esok hari tubuh dapat bugar

(37)

25 kembali. Kebiasaan ini berpengaruh dalam mengendalikan kelelahan kumulatif yang dirasakan pekerja.

Faktor lain yang juga berpengaruh adalah adanya komunikasi antar pekerja PT. Carus Indonesia dengan pekerja lain dari industri sejenis mengenai pekerjaan. Banyak yang mengatakan bekerja di perusahaan lain memang memiliki gaji yang sedikit lebih besar, namun fasilitas pelayanan karyawan sangat minim, dan ini membuat mereka tidak betah (gaji tidak dapat mengimbangi ketidakpuasan kerja). Sehingga ada kesan bahwa mereka yang bekerja di PT. Carus Indonesia adalah suatu hal yang didambakan. Hal ini secara tidak langsung meningkatkan derajat kepuasan dan menekan nilai keluhan terhadap kerja. Indeks Kumulatif Gejala Kelelahan hasil penelitian menunjukkan hasil keluhan yang lebih rendah, dibandingkan penelitian serupa sebelumnya yang dilakukan oleh Yoshimura dan Acar (2004) pada pekerja kehutanan di Turki. Hal ini diduga karena adanya upaya perusahaan dalam perbaikan secara terus-menerus, sehubungan jarak waktu antara kedua penelitian ini yang cukup jauh.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Persentase pekerja yang pernah mengalami kecelakaan kerja selama bekerja adalah sebesar 44% dari total responden. Kecelakaan yang paling sering yaitu luka karena terkena parang. Kemudian 66.7% responden sudah menggunakan APD minimal dalam bekerja yaitu helm dan sepatu keselamatan, hasil ini cukup baik dan dapat terus ditingkatkan. Tingkat kepuasan kerja dapat dikategorikan baik, hanya sebesar 13.0% dari responden merasa tidak puas dengan pekerjaan mereka terutama karena gaji yang kurang. Hasil Uji Mann Whitney pada 3 peubah bebas yang diteliti menunjukkan bahwa tingkat pendidikan merupakan peubah yang berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Tingkat pendidikan berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan kerja. Pekerjaan penebangan merupakan jenis pekerjaan dengan keluhan kelelahan kumulatif tertinggi. Secara umum kelelahan kumulatif aspek fisik lebih besar dibandingkan dengan kelelahan aspek mental maupun sosial. Kelelahan kumulatif pekerja usia muda lebih tinggi dibandingkan pekerja tua. Kelelahan kumulatif pekerja baru lebih tinggi dibandingkan pekerja lama. Perbaikan utama yang dirasakan penting oleh responden diantaranya kenaikan gaji atau upah (27.8%), tempat tinggal dan kehidupan lebih baik (20.4%), serta tambahan kendaraan transportasi (13.0%).

Saran

1. Memberikan saran kepada pengelola untuk meninjau dan menerapkan opsi perbaikan yang relevan yang disampaikan oleh pekerja.

2. Memberikan saran kepada pengelola untuk lebih giat dalam upaya membudayakan penggunaan APD secara menyeluruh sebagai upaya perlindungan K3 pekerja.

(38)

26

DAFTAR PUSTAKA

[Depnaker] Departemen Tenaga Kerja. 1998. Statistik Kecelakaan Kerja. Jakarta (ID): Pengawas Ketenagakerjaan Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai Departemen Tenaga Kerja.

Enrico E. 2002. Analisis kelelahan pekerja pemanenan hutan dengan menggunakan metode Indeks Kumulatif Gejala Kelelahan di PT Musi Hutan Persada Provinsi Sumatera Selatan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[FAO] Food Agriculture Orgnization. 1992. Introduction to Ergonomics in Forestry in Developing Countries. Rome (IT): FAO.

Gandaseca S. 1998. Ergonomics evaluations of industrial forest plantation work and workers in east kalimantan [disertasi]. Japan (JP): Kyoto University. Gandaseca S, Yoshimura T. 2001. Occupational safety, health, and living

condition of forestry workers in Indonesia. Journal Forest Resource [Internet]. [diunduh 2015 Jul 1]; 6:281−286. Tersedia pada: http://link.springer.com/article/10.1007/BF02762469.

Haerudin A. 2012. Kepuasan pekerja Hutan Pendidikan Gunung Walat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Handoko TK. 1996. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta (ID): BPFE.

Hasibuan MSP. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta (ID): PT. Bumi Aksara.

[ILO] International Labour Organization. 1992. Fitting the Job to Forest Worker:an Illustrated Training Manual on Ergonomics. Geneva (CH): ILO

[ILO] International Labour Organization. 1998. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Kehutanan. Geneva (CH): ILO

Jingxin W, Bell JL, Grushecky ST. 2003. Logging injuries for a 10-year period in Jilin Province of the people of Republik of China. Journal of Safety Research 34:273-279.

Krisanti DR. 2011. Hubungan antara tekanan panas dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja bagian produksi di CV. Rakabu Furniture Surakarta [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.

Kurnia DS. 2013. Identifikasi potensi kecelakaan kerja pada pemanenan hutan jati di Cianjur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mangkunegara AP. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung (ID): PT. Remaja Rosdakarya.

Saito K. 1999. Measurement of fatigue in industries. Journal Industrial Health 37:134−142.

Sinaga MA. 2009. Analisis tingkat kepuasan tenaga kerja pada bagian produksi IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Kalimantan Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Suma‟mur PK. 1988. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta (ID): PT. Saksama.

(39)

27 Supangat A. 2010. Statistika dalam Kajian Deskriptif, Inferensi, dan

Nonparametrik. Jakarta (ID): PT. Kencana.

Tarwaka. 2008. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Surakarta (ID): Harapan Press.

Wahyuni WD. 2008. Analisis tingkat kepuasan terhadap produktivitas kerja: studi kasus di bagian produksi PT. Putra Sumber Utama Timber Jambi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Yoshimura T, Acar HH. 2004. Occupational safety and health conditions of forestry workers in turkey. Journal Forest Resource [Internet]. [diunduh 2015 Jun 6]; 9:225−232. Tersedia pada: http://link.springer.com/article/ 10.1007/s10310-004-0078.

Yovi EY. 2007. %VdotO2max as physical load indicator unit in forest work operation. Jurnal Manajemen Hutan Tropika 13(3):140−145.

(40)

28

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 20 September 1993 dari pasangan Sukirman dan Ngadiyem. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pada tahun 2011 penulis lulus dari SMAN 4 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus Seleksi SNMPTN Tulis dan diterima pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama masa perkuliahan penulis ikut berpartisipasi dalam lembaga kemahasiswaan dan berbagai kepanitiaan, yaitu Staff Lembaga Struktural Bina Desa BemKM IPB (2011−2013), Staff UKM Panahan IPB (2011−2012), Pengurus UKM Merpati Putih IPB (2011−2012), Peserta Kejuaraan Pencak Silat Merpati Putih di Cirebon (2012), Kepala Divisi Danus dan Sponsorship IPB OPEN: Kejuaraan Nasional Pencak Silat Merpati Putih se-Jawa (2012), Staff Kelompok Studi Pemanfaatan FMSC (2012−2014), Magang Mandiri di Dinas Perhutbun Purwokerto (2013), dan Magang Mandiri di Perhutani KPH Randublatung Blora (2014).

Penulis telah melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan pada tahun 2013 di Sancang Timur dan Papandayan, Praktik Pengenalan Hutan pada tahun 2014 di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, dan Praktik Kerja Lapang pada tahun 2015 di IUPHHK-HA PT. Dwimajaya Utama Kalimantan Tengah.

(41)

29

(42)

30

Lampiran 1 Kuesioner penelitian

A.

KUESIONER DATA PERSONAL RESPONDEN

Petunjuk pengisian:

 Berilah tanda silang “X” pada jawaban yang sesuai dengan kondisi anda

 Jika terdapat uraian isikan jawaban dengan jelas

No : Tanggal :

Nama : Waktu :

Usia : Tempat :

Jenis Kelamin : Jenis Pekerjaan :

A. Personal

1. Status Perkawinan :

a. Kawin b. Belum Kawin c. Cerai 2. Pendidikan Terakhir :

a. SD b. SMP c. SMA d. Universitas e. Lainnya 3. Jumlah anggota keluarga yang tinggal bersama (termasuk responden) : 4. Sudah berapa lama anda bekerja di bidang kehutanan (tahun) :

5. Jenis Status Kerja : a. Tetap b. Kontrak B. Kesehatan Pekerja

1. Apakah anda merokok? [ ya , tidak ]

2. Jika Ya, berapa batang / bungkus rokok yang dihabiskan setiap hari? 3. Apakah anda suka minum minuman keras? [ ya , tidak ]

4. Jika Ya, berapa kali dalam seminggu anda meminum minuman tersebut? 5. Apakah anda pernah merasakan sakit di bagian pinggang? [ ya , tidak ] 6. Jika Ya, seberapa seringkah?

a. Kadang-kadang b. Sering c. Setiap hari 7. Bagaimana kondisi pendengaran anda sekarang?

a. Normal b. Terganggu c. Rusak

(43)

31 Lampiran 1 (Lanjutan)

B.

KUESIONER KONDISI KESELAMATAN, KESEHATAN,

DAN PEKERJAAN SERTA KEPUASAN KERJA

Petunjuk pengisian:

 Berilah tanda silang “X” pada jawaban yang sesuai dengan kondisi yang anda alami

 Jika terdapat uraian pada pilihan jawaban isikanlah dengan jelas

(44)

32

Lampiran 1 (Lanjutan) Keterangan:

2. Frekuensi (jumlah) mengalami kecelakaan kerja nyaris terjadi:

1. ≥ 10 2.8-9,99 3. 6-7,99 4. 4-5,99 5. ≤ 3,99

3. Alat pelindung diri (APD) yang digunakan:

1. Helm 2. Sarung tangan 3. Sepatu keselamatan 4. Jaket keselamatan 5. Celana keselamatan 6. Pelindung mata 7. Pelindung telinga 8. Lain-lain (ditulis pada kolom jawaban)

4. Keluhan akibat kerja:

1. Nyeri punggung bawah 2. kaku pada leher atau pundak 3. Lain-lain (ditulis pada kolom jawaban)

5. Jenis tempat tinggal:

1. Mess/kamp 2. Karavan 3. Tenda 4. Rumah

6. Waktu menuju tempat kerja (menit):

1. ≤ 15 2. 16-30 3. 31-60 4. 61-90 5. 91-120 6. > 120

7. Cara menuju tempat kerja:

1. Berjalan kaki 2. Sepeda 3. Sepeda motor 4. Mobil 5. Truk/bis 6. Lain-lain (ditulis pada kolom jawaban)

8. Perbaikan yang perlu dilakukan:

1. Hutan yang lestari dan perlindungan lingkungan kerja 2. Asuransi 3. Gaji/upah 4. Alat mesin kehutanan 5. Tempat tinggal dan kehidupan yang lebih baik 6. Pekerjaan tetap 7. Lain-lain (ditulis pada kolom jawaban)

9. Kepuasan kerja:

1. Puas terhadap pekerjaan 2. Tidak puas terhadap pekerjaan

10. Alasan ketidakpuasan kerja:

(45)

33 Lampiran 1 (Lanjutan)

C.

KUESIONER INDEKS KUMULATIF GEJALA

KELELAHAN (CFSI)

Petunjuk pengisian:

 Berilah tanda centang “√” pada jawaban yang sesuai dengan kondisi anda

No Pertanyaan Ya Tidak

1 Saya merasa akhir-akhir ini kurang nafsu makan 2 Saya merasa tidak sabaran dalam mengerjakan sesuatu 3 Saya merasa mudah marah karena hal-hal yang sepele 4 Saya merasa tidak ada yang menarik dari kehidupan saya 5 Saya saat ini tidak ada minat membaca atau menulis 6 Pekerjaan saya sangat monoton / menjemukan 7 Saya sering merasa gugup

8 Saya merasa sangat malas/berat untuk mengerjakan apapun 9 Saya merasa akhir-akhir ini sering merasa mengantuk 10 Saya tidak merasa santai/tenang saat berada di lingkungan

keluarga

11 Akhir-akhir ini kepala saya rasanya berat

12 Saya sering merasa letih/lelah saat bangun tidur di pagi hari 13 Saya merasa kecewa akan segala hal

14 Saya merasa terkadang timbul perasaan-perasaan yang menggelisahkan

15 Kadang-kadang ingin menyendiri

16 Kadang-kadang merasa tidak aman/risau tanpa alasan 17 Terkadang melakukan tindakan-tindakan ceroboh, saya

sering menjatuhkan sesuatu

18 Akhir-akhir ini saya sulit untuk bisa tidur

19 Akhir-akhir ini sering mengkhayal sesuatu yang tidak mungkin terjadi

20 Saya merasa enggan untuk berhubungan dengan teman-teman

21 Saya merasa ada sesuatu yang tidak beres dalam perut saya 22 Saya tidak dapat mencurahkan tenaga dan perhatian terhadap

pekerjaan

23 Saya mudah mengumpat/berkata kasar

(46)

34

No Pertanyaan Ya Tidak

27 Saya merasa enggan untuk berbicara dengan orang lain 28 Saya sering merasa pusing/ pening

29 Saya kurang percaya diri dalam mengerjakan suatu pekerjaan

30 Akhir-akhir ini saya merasa lelah pada sekujur tubuh 31 Saya merasa ingin berkelahi dengan seseorang

32 Saya merasa kurang enak badan saat bangun tidur pagi hari 33 Saya merasa berat untuk pergi ke tempat kerja di pagi hari 34 Rasanya ada kemurungan di lingkungan kerja

35 Akhir-akhir ini pikiran saya sering kosong 36 Saya merasa semua hal bermasalah

37 Saya merasa hubungan dengan atasan sedang tidak serasi 38 Saya merasa kadang-kadang merasa sakit dan pusing 39 Saya merasa hubungan dengan teman-teman sedang tidak

baik

40 Saya merasa mempunyai penyakit sakit pinggang 41 Saya merasa sakit di setiap tulang-tulang persendian 42 Saya tidak mempunyai waktu luang untuk bersantai 43 Saya merasa lelah berpikir

44 Saya sering marah-marah berlebihan 45 Saya merasa kurang tenang tanpa alasan

46 Sering timbul banyak pikiran macam-macam saat akan memulai suatu pekerjaan, sehingga menimbulkan kesulitan 47 Saya terlalu sibuk mengurusi keluarga

48 Saya merasa enggan untuk bekerja

49 Akhir-akhir ini saya kehilangan berat badan

50 Saya merasa tidak berdaya dan kurang dibandingkan yang lain

51 Sering terkena diare

52 Saya sedang membutuhkan hiburan untuk pelipur lara 53 Penglihatan mata saya kadang-kadang menjadi kabur 54 Suara atau bunyi-bunyian sering mengganggu saya 55 Saya punya masalah berkonsentrasi/pikiran

bercabang-cabang

56 Saya mudah kehilangan daya kekuatan/semangat hidup 57 Saya kehilangan minat dalam bekerja

58 Mata saya terasa lelah 59 Pundak saya pegal-pegal

(47)

35

No Pertanyaan Ya Tidak

61 Saya mudah masuk angin

62 Akhir-akhir ini saya kerja tidak semangat

63 Saya tidak punya keinginan/cita-cita untuk masa yang akan datang

64 Saya memiliki masalah dan ingin untuk menceritakan kepada seseorang

65 Merasa enggan untuk mengerjakan sesuatu yang disukai sekalipun

66 Pikiran saya tidak jernih

67 Akhir-akhir ini kaki terasa lemas/letih

68 Kehilangan daya/semangat hidup tanpa alasan 69 Saya terlalu banyak memikirkan hal-hal yang sepele 70 Saya tidak mampu memulihkan kelelahan/keletihan setelah

bekerja

71 Saya sering merasa letih sehingga rasanya ingin rebah saja selama bekerja

72 Saya banyak memikirkan pekerjaan bahkan setelah pulang ke rumah

73 Saya tidak ingin meneruskan pekerjaan saya sekarang 74 Saya sering sangat senang untuk tidur pada malam hari 75 Saya merasa pekerjaan sehari-hari sangat melelahkan 76 Hidup ini terasa sangat membosankan/jenuh

77 Rasanya hidup saya ini tidak ada artinya

78 Apapun yang diupayakan terasa sia-sia/tidak ada gunanya 79 Saya tidak dapat menikmati apapun

(48)

36

(49)

Gambar

Tabel 1  Menentukan peluang kejadian nyaris celaka
Tabel 2  Pengukuran suhu dan kelembaban udara
Tabel 4  Jenis kecelakaan kerja dan akibat hari tidak masuk kerjaa
Tabel 5  Frekuensi mengalami kejadian nyaris celaka
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa makanan yang mengandung cukup kalsium, inulin, dan teripang mampu membantu meningkatkan pembentukan massa tulang pada tikus

Jika benda tersebut tidak kecil atau tidak berat terhadap tali, maka system disebut bandul fisis, sebuah benda di gantungkan pada poros horizontal dan berayun dengan sudut

Tujuan sistem politik Islam adalah untuk membangunkan sebuah sistem pemerintahan dan kenegaraan yang tegak di atas dasar untuk melaksanakan seluruh hukum syariat

BerdasarkanhasilanalisisujiWilcoxon Signed Rank Test, terdapat perbedaan yang signifikan mengenai tingkat pengetahuan WUS tentang kanker serviks, IVA tes dan pap smear

Perhitungan data dalam hal ini dilakukan dengan merotasikan modul surya tiap setengah jamnya sebesar 7,5 0 -5 0 seiring pergantiaan jam dari timur ke bagian barat

Dibandingkan dengan kecap yang dibuat dengan cara hidrolisis, kecap yang berasal dari proses fermentasi biasanya memiliki cita rasa dan aroma yang lebih baik.. Hal ini

Aset keuangan dan liabilitas keuangan saling hapus dan nilai netonya disajikan dalam laporan posisi keuangan konsolidasian jika, dan hanya jika, terdapat hak yang berkekuatan

Ekstrak kulit apel (Malus sylveltris L) dapat dikembangkan sebagai hair treatment tonic untuk pertumbuhan rambut dalam bentuk sediaan mikroemulsi dan memiliki