• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosedur Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Jika Menjadi Anggota Partai Politik Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Prosedur Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Jika Menjadi Anggota Partai Politik Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

PROSEDUR PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL JIKA

MENJADI ANGGOTA PARTAI POLITIK MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014

SKRIPSI

ELBARINO SHAH

NIM 090200117

Departemen Hukum Administrasi Negara

Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

(2)

PROSEDUR PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL JIKA MENJADI

ANGGOTA PARTAI POLITIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5

TAHUN 2014

ABSTRAK

Elbarino Shah1

Erna Herlinda, SH, MHum**) )

Suria Ningsih, SH, MHum***)

Pegawai Negeri Sipil (PNS) harus bersikap secara professional dan netral dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai seorang abdi negara. Apabila seorang Negeri Sipil (PNS) menjadi anggota suatu partai politik, maka Pegawai Negeri Sipil (PNS) tersebut harus diberhentikan dari intansi pemerintahanan dimana dia bertugas dan meninggalkan atributnya sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Berdasarkan hal itu, perlu adanya pengaturan tentang pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menjadi anggota suatu partai politik.

Metode penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah metode normatif yuridis yang bertujuan untuk memuat secara lengkap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) karena menjadi anggota suatu partai politik dan bagaimana prosedur pemberhentiannya. Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data primer dan data sekunder. Data Primer yang diperoleh melalui penelitian lapangan yang mana bisa dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dengan pihak-pihak yang memiliki keterkaitan dengan penelitian skripsi ini. Data Sekunder yang bersumber langsung dari peraturan perundang-undanfan, buku-buku literature ilmu hukum dan tulisan majalah hukum serta artikel-artikel yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti melalui penelitian kepustakaan.

Peraturan tentang larangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi anggota dari partai politik diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahin 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS). Namun, dalam aplikasinya undang-undang tersebut tidak dapat berdiri sendiri, sebab undang-undang tersebut juga terkait dengan peraturan lain yang membahas mengenai permasalahan yang sama, yaitu PP nomor 32 Tahun 1979, PP 30 Tahun 1980, dan PP Nomor 37 Tahun 2004. Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) karena menjadi anggota partai politik harus mengikuti prosedur seperti diatur dalam nomor 32 Tahun 1979, PP 30 Tahun 1980, dan PP Nomor 37 Tahun 2004. Pengaturan tentang upaya hukum bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberhentikan tersebut diatur dalam PP Nomor 32 Tahun 1979 dan PP Nomor 30

* Mahasiswa Fakultas Hukum USU NIM : 090200117

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan berkah dan karunia-Nya dalam setiap nafas kehidupan yang atas semuanya itu penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Prosedur Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) jika menjadi anggota partai politik menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014”. Sholawat beriring salam senantiasa kepada Nabi Muhammad SAW sang junjungan alam, sang penuntun jalan kebenaran.

Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah ambil peduli dan membantu baik secara langsung maupun tidak langsung hingga terselesaikannya skripsi ini. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum. Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Terima kasih atas segala bimbingan dan pengajaran yang diberikan.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum. Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Terima kasih atas segala bimbingan dan pengajaran yang diberikan.

3. Bapak Syafruddin SH, M.Hum. Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Terima kasih atas segala bimbingan dan pengajaran yang diberikan.

4. Bapak Dr. OK. Sahidin, SH, M.Hum. Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Terima kasih atas segala bimbingan dan pengajaran yang diberikan.

5. Ibu Suria Ningsih, SH.M.Hum. Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing I. Terimakasih atas waktu dan bimbingan yang diberikan.

(4)

7. Pejabat dan pegawai Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara serta pegawai lainnya yang telah membantu secara administratif proses perkuliahan dan penyelesaian studi penulis.

8. Dosen-dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas segala ilmu yang telah diberikan

9. Penulis mempersembahkan skripsi ini kepada kedua orang tua tercinta. Bapak Barkat Shah dan Ibu Hj. Elvida Pulungan. Terima kasih Dadak dan Mama atas doa tulus yang tiada henti diberikan, perhatian dan cinta yang senantiasa menjadi kekuatan terbesar bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Keluarga besar saya, Kak Primadani,SIP dan Abang Eladrian Shah (Ketua KNPI Kota Medan), Abang Elkananda (Ketua KNPI Simalungun) dan Kak Srisilvia Novita, terima kasih atas dorongan semangat, motivasi, serta doa yang tulus, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

11. Abangda M.R. Dian Shah (Ketua Sapma Pemuda Pancasila Kota Medan) serta seluruh pengurus dan rekan seperjuangan SAPMA PP Kota Medan, SAPMA PP sub komisariat fakultas hukum USU terima kasih atas segala pengalaman dan dukungannya.

12. Belahan hati saya, dr.Marissa Afrilia Ulfa, terima kasih atas cinta dan dukungan semangat yang diberikan.

13. Terima kasih kepada sahabat-sahabat tercinta seluruh mahasiswa fakultas hukum USU stambuk 2009, atas doa dan dukungan semangatnya. Kalian begitu luar biasa bagi saya.

14. Pihak-pihak yang telah membantu penulis selama ini, yang tidak dapat penulis jabarkan satu persatu.

Penulis berharap semoga skripsi yang ditulis ini ada manfaatnya bagi penulis dan juga pembacanya.

Medan, Oktober 2014

(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penulisan ... 8

E. Keaslian Penelitian ... 9

F. Tinjauan Kepustakaan ... 9

G. Metodologi Penulisan ... 15

H. Sistematika Penulisan ... 17

(6)

A. Kewajiban, Larangan Dan Sanksi Bagi Pegawai Negeri Sipil Menurut Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PP No. 53 tahun 2010)... . 18

B. Pemberhentian PNS menurut Peraturan Perundang-undangan Baik Diberhentikan Secara Hormat Maupun Tidak Hormat... ... 31

C. Peraturan Perundang-undangan Yang Mengatur Tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Jika Menjadi Anggota Partai Politik ... 39

BAB III : PROSEDUR PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL JIKA MENJADI ANGGOTA PARTAI POLITIK... ... 47

A. Mekanisme Pemberhentian Aparatur Sipil Negara Akibat Menjadi Anggota Partai Politik... 47 B. Instansi Terkait Yang Menangani Proses Pemberhentian Aparatur Sipil

Negara... ... 51 C. Hambatan Yang Dihadapi Dalam Proses Pemberhentian Aparatur Sipil

Negara... ... 58

BAB IV : UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH APARATUR SIPIL NEGARA AKIBAT SANKSI PEMBERHENTIAN KARENA

MENJADI ANGGOTA PARTAI POLITIK... . 71

A. Upaya Hukum Melalui Lembaga Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)... . 71 B. Upaya Hukum Melalui Lembaga Banding... . 73

(7)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN... .. 82

A. Kesimpulan... 82

B. Saran... 83

(8)

PROSEDUR PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL JIKA MENJADI

ANGGOTA PARTAI POLITIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5

TAHUN 2014

ABSTRAK

Elbarino Shah1

Erna Herlinda, SH, MHum**) )

Suria Ningsih, SH, MHum***)

Pegawai Negeri Sipil (PNS) harus bersikap secara professional dan netral dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai seorang abdi negara. Apabila seorang Negeri Sipil (PNS) menjadi anggota suatu partai politik, maka Pegawai Negeri Sipil (PNS) tersebut harus diberhentikan dari intansi pemerintahanan dimana dia bertugas dan meninggalkan atributnya sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Berdasarkan hal itu, perlu adanya pengaturan tentang pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menjadi anggota suatu partai politik.

Metode penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah metode normatif yuridis yang bertujuan untuk memuat secara lengkap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) karena menjadi anggota suatu partai politik dan bagaimana prosedur pemberhentiannya. Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data primer dan data sekunder. Data Primer yang diperoleh melalui penelitian lapangan yang mana bisa dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dengan pihak-pihak yang memiliki keterkaitan dengan penelitian skripsi ini. Data Sekunder yang bersumber langsung dari peraturan perundang-undanfan, buku-buku literature ilmu hukum dan tulisan majalah hukum serta artikel-artikel yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti melalui penelitian kepustakaan.

Peraturan tentang larangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi anggota dari partai politik diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahin 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS). Namun, dalam aplikasinya undang-undang tersebut tidak dapat berdiri sendiri, sebab undang-undang tersebut juga terkait dengan peraturan lain yang membahas mengenai permasalahan yang sama, yaitu PP nomor 32 Tahun 1979, PP 30 Tahun 1980, dan PP Nomor 37 Tahun 2004. Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) karena menjadi anggota partai politik harus mengikuti prosedur seperti diatur dalam nomor 32 Tahun 1979, PP 30 Tahun 1980, dan PP Nomor 37 Tahun 2004. Pengaturan tentang upaya hukum bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberhentikan tersebut diatur dalam PP Nomor 32 Tahun 1979 dan PP Nomor 30

* Mahasiswa Fakultas Hukum USU NIM : 090200117

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemilihan umum legislatif tahun 2014 yang diikuti oleh 10 partai nasional dan 3 partai lokal Aceh merupakan sebuah proses demokrasi yang wajib dilaksanakan di Indonesia setiap 5 tahun sekali. Pemilihan ini dilakukan untuk memilih anggota legislatif seperti DPR-RI, DPR-Propinsi, DPR-Kabupaten/Kota. Setelah pemilihan legislatif maka akan diselenggarakan pemilihan presiden republik indonesia yang juga dilaksanakan secara langsung. Ketika pada masa orde baru, apabila ada pemilihan legislatif yang di selenggarakan 5 tahun sekali maka setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS) wajib untuk memilih partai politik tertentu yaitu partai Golkar. Pada masa orde baru menunjukkan peranan Presiden yang semakin besar. Secara lambat laun tercipta pemusatan kekuasaan ditangan Presiden karena Presiden Soeharto telah menjadi seorang tokoh yang paling dominan dalam sistem politik Indonesia, tidak saja karena pengaruhnya yang dominan dalam elit politik Indonesia.

(10)

musuh-musuh Orde Baru dengan mewajibkan semua PNS untuk memilih Golkar dalam setiap pemilihan umum (Pemilu). Kemudian setelah Orde Baru menjadi lebih kuat, ternyata prinsip monoloyalitas tersebut masih tetap digunakan untuk mencegah partai politik lain keluar sebagai pemenang dalam Pemilu sehingga Golkar dan Orde Baru dapat selalu berkuasa.2

Kebijakan penguasa orde baru dengan mewajibkan PNS memilih partai politik tertentu akhirnya berubah setelah masa orde baru berakhir.Reformasi yang terjadi di Indonesia membuat aparat Negara seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS) wajib memiliki netralitas dalam menghadapi pemilu baik legislatif maupun eksekutif seperti pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan walikota dan bupati.Aparat Negara wajib menjunjung tinggi netralitas, ketika pada masa orde baru pihak ABRI ikut berpartisipasi di eksekutif dengan adanya fraksi ABRI di DPR-RI maka setelah reformasi pihak ABRI tidak lagi berpartisipasi dan diwajibkan netral oleh Negara.

Sebagai warga Negara Indonesia TNI dan POLRI tidak memiliki hak pilih dalam pemilu di Indonesia ini tercantum padapasal 326 UU No 8 tahun 2014 tentang pemilu DPR, DPD dan DPRD yang berbunyi “Dalam Pemilu tahun 2014 anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan haknya untuk memilih”. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Juga tidak membolehkan anggota TNI dan POLRI dalam memilih dengan dikabulkannya permohonan di Mahkamah Konstitusi terhadap pasal 260 UU No

2

(11)

42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang tidak memiliki kejelasan bahwa TNI dan POLRI memiliki hak pilih sehingga disini dianggap ada celah.3

Ketika para aparatur Negara seperti TNI dan POLRI sudah diputuskan tidak memiliki hak memilih pada pemilu legislatif dan presiden maka para PNS tetap memiliki hak pilih. Pegawai negeri sipil memiliki hak pilih yang tetap sama seperti pada masa sebelum reformasi, tetapi para PNS tidak memiliki kewajiban untuk memilih partai GOLKAR seperti masa orde baru. Di era reformasi PNS tidak memiliki kewajiban untuk memilih partai tertentu, tetapi PNS diminta untuk netral.Para PNS tidak boleh menjadi anggota partai politik, disinilah bukti netralitas PNS dalam menjalani kehidupan bernegara.Pada setiap pemilu, isu netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah salah satu topik yang hangat diperbincangkan.Seiring juga dengan isu netralitas TNI/POLRI.

Namun berbeda dengan TNI/POLRI yang memang secara jelas sesuai undang-undang diharuskan netral tanpa hak pilih, PNS ada di area abu-abu.PNS secara tegas dilarang menjadi pengurus atau anggota partai politik, tapi mereka memiliki hak pilih.Karenanya, PNS selalu menjadi sasaran janji-janji muluk partai, janji calon kepala daerah, atau janji calon presiden.PNS juga selalu menjadi sasaran bagi para calon kepala daerah maupun calon presiden apabila kalah di pemilihan umum. Para camat, lurah dan perangkat lainnya akan menjadi sasaran gugatan para calon yang kalah.

3

(12)

Kelancaran penyelenggaraan dalam menjalankan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional sangat tergantung pada netralitas aparatur Negara. Kesempurnaan dalam menjalankan pembangunan nasional terutama di tingkat daerah sangat tergantung pada kesempurnaan aparatur Negara dalam kesetiaan dan taat kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, bermental baik, disiplin dan berdedikasi tinggi dalam menjalankan tugas sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat dalam menyelenggarakan tugas-tugas menjadi aparatur Negara.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 jo UU No 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yang kemudian diganti dengan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) secara jelas menyatakan bahwa dalam upaya menjaga netralitas ASN dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan ASN, serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaga pada tugas yang dibebankan, ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Hal ini diperkuat Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang pada pasal 41 ayat 2 yang secara tegas melarang Pegawai Negeri Sipil menjadi pelaksana kampanye politik.

(13)

dilarang menggunakan fasilitas negara. Pasal 4 UU No 42 tahun 2008 ini juga memuat topik yang bertema PNS dan kampanye, isinya secara lengkap sebagai berikut:

(1) Pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta pegawai negeri lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap Pasangan Calon yang menjadi peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebelum, selama, dan sesudah masa Kampanye.

(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada pegawai negeri dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.

Terkait hal tersebut di atas, PNS sebagai abdi negara yang statusnya dijamin dan diatur undang-undang perlu memahami bahwa jejaring sosial adalah bagian dari masyarakat.Karenanya, perlu ada kehati-hatian dalam menyuarakan pendapat khususnya terkait politik dan keberpihakan.Dalam paparan dua undang-undang di atas, dapat disimpulkan bahwa PNS sebagai warga negara yang mempunyai hak pilih, diperbolehkan mengikuti kampanye serta menyuarakan dukungan terhadap partai atau calon jabatan politik tertentu. Namun, PNS dilarang mengajak orang lain untuk memilih partai atau calon tertentu termasuk dilarang mengajak anggota keluarga.

(14)

partai politik, dapat dilakukan asalkan ia mengundurkan diri sebagai PNS.Larangan yang sama juga tercantum pada Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang melarang PNS memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara ikut serta sebagai pelaksana kampanye, menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS, atau mengerahkan PNS lain sebagai peserta kampanye.

Pelanggaran PNS pada aturan PP di atas akan dikenai hukuman disiplin, seperti yang dijelaskan sebagai berikut:

Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:

1. Hukuman disiplin ringan (teguran lisan; teguran tertulis; atau pernyataan tidak puas secara tertulis).

2. Hukuman disiplin sedang; (penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun; penundaan kenaikan pangkat selama 1 tahun; atau penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun).

3. Hukuman disiplin berat (penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun; pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah; pembebasan dari jabatan; pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS).

(15)

dalam Pemilihan Umum yang pada dasarnya adalah penjabaran dari aturan-aturan di atasnya. Namun pada Surat Edaran MENPAN ini dimuat aturan yang memperbolehkan PNS menjadi anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dalam kegiatan pemilu dengan disertai adanya izin dari atasan langsung.

Ketika akan berbicara netralitas PNS terhadap partai politik maka kita harus mengetahui apa itu partai politik dan seperti apa partai politik yang ada di Indonesia. Dapat kita lihat dari Undang-undang Partai Politik No 2 tahun 2011 dimana Pengertian Partai Politik menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No 2 tahun 2011 tentang Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan citacita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal diatas maka permasalahan yang akan dibahas dalam hal Pemberhebtian Pegawai Negeri Sipil akibat menjadi anggota partai politik adalah sebagai berikut

(16)

2. Bagaimana prosedur pemberhentian Pegawai Negeri Sipil akibat menjadi anggota partai politik atau tidak netral dalam pemilu.

3. Upaya-upaya yang harus dilakukan Pegawai Negeri Sipil terhadap sanksi pemberhentian akibat menjadi anggota partai politik atau tidak netral dalam pemilu.

C. Tujuan Penelitian

Dilihat dari permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan peraturan tentang pemberhentian Pegawai Negeri Sipil akibat menjadi anggota partai politik atau tidak netral dalam pemilu.

2. Untuk mengetahui prosedur pemberhentian Pegawai Negeri Sipil akibat menjadi anggota partai politik atau tidak netral dalam pemilu.

3. Untuk mengetahui upaya-upaya apa yang harus dilakukan Pegawai Negeri Sipil terhadap sanksi pemberhentian akibat menjadi anggota partai politik atau tidak netral dalam pemilu.

D. Manfaat Penulisan

Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat :

(17)

diharapkan dapat berguna sebagaiu bahan pengambilan keputusan di setiap instansi atau badan pemerintahan yang berkaitan dengan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil akibat menjadi anggota partai politik atau karena tidak netral dalam pemilu. 2. Secara praktis, sebagai aplikasi ilmu yang telah dipelajari pada hukum administrasi

Negara yang mana hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu hukum, instansi pemerintah, praktisi. Akademisi dan masyarakat mengenai pemberhentian Pegawai Negeri Sipil akibat menjadi anggota partai politik atau karena tidak bersikap netral dalam pemilu.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran perpustakaan, ternyata penulisan yang berkaitan dengan “Prosedur Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Jika Menjadi Anggota Partai Politik Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara”, belum pernah ada yang melakukan. Oleh karenanya penulisan skripsi ini asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Tinjauan Kepustakaan

(18)

dengan judul skripsi. Dalam undang-undang tersebut pengertian pegawai negeri dirumuskan sebagai berikut :

Pengertian pegawai negeri dan pejabat negara diatur dalam negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam Undang-Undang No 5 tahun 2004 Pasal 1 ayat 1 dan 2 tentang Aparatur Sipil Negara yang dimaksud dengan:

1. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.

2. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(19)

pengaruh semua golongan dan partai politik, tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Oleh karena itu, pegawai negeri yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai poiitik harus diberhentikan sebagai pegawai negeri, baik dengan hormat atau tidak dengan hormat. Ketentuan Pasal 2 ayat (1) PP 37/2004 dengan tegas mengatakan:

“Pegawai Negeri Sipil dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.”

Jika Pegawai Negeri Sipil (“PNS”) menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, maka berdasarkan Pasal 2 ayat (2) PP 37/2004 iadiberhentikan sebagai PNS. Menurut Penjelasan Umum PP 37/2004, pemberhentian tersebut dapat dilakukan dengan hormat atau tidak dengan hormat.

Pengertian Partai Politik menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No 2 tahun 2011 tentang Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan citacita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara,serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Asas dan Ciri Partai Politik menurut Pasal 9 Undang-Undang No 2 tahun 2011 tentang Partai adalah

(20)

(2) Partai Politik dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan kehendak dan citacitaPartai Politik yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945.

(3) Asas dan ciri Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)merupakan penjabaran dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945.

Fungsi Partai Politik menurut Undang-Undang No 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik adalah :

a. Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

b. Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat;

c. Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara;

d. Partisipasi politik warga negara Indonesia; dan

e. Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.

Tujuan Partai Politik menurut Undang Undang Parpol tahun 2011adalah:

(21)

c. Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

d. Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan khusus Partai Politik adalah:

a. Meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan

b. Memperjuangkan cita-cita Partai Politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

c. Membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Tujuan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diwujudkan secara konstitusional.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011, pada pasal 12 dan pasal 13 telah menggariskan hak dan kewajiban Partai Politik, sebagai berikut :

1. Partai Politik berhak:

a. Memperoleh perlakuan yang sama, sederajat, dan adil dari negara b. Mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri

c. Memperoleh hak cipta atas nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik sesuai dengan peraturan perundang-undangan

(22)

serta kepala daerah dan wakil kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan

e. Membentuk fraksi di tingkat Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan

f. Mengajukan calon untuk mengisi keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan

g. Mengusulkan pergantian antarwaktu anggotanya di Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan

h. Mengusulkan pemberhentian anggotanya di Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan

i. Mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, calon Gubernur dan Wakil Gubernur, calon Bupati dan Wakil Bupati, serta calon Walikota dan Wakil Walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan

j. Membentuk dan memiliki organisasi sayap Partai Politik

(23)

2. Partai Politik berkewajiban:

a. Mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan peraturan perundang – undangan

b. Memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

c. Berpartisipasi dalam pembangunan nasional

d. Menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia e. Melakukan pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi politik anggotanya f. Menyukseskan penyelenggaraan pemilihan umum

g. Melakukan pendaftaran dan memelihara ketertiban data anggota

h. Membuat pembukuan, memelihara daftar penyumbang dan jumlah sumbangan yang diterima, serta terbuka kepada masyarakat

i. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan yang bersumber dari dana bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah secara berkala 1 (satu) tahun sekali kepada Pemerintah setelah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan

j. Memiliki rekening khusus dana kampanye pemilihan umum k. Menyosialisasikan program Partai Politik kepada masyarakat.

G. Metodologi Penulisan

(24)

merumuskan pembahasan mengenai pemberhentian Pegawai Negeri Sipil akibat menjadi anggota partai politik.

1. Jenis Penelitian

Adapun Jenis Penelitian yang digunakan penulis adalah Juridis normatif yang bertujuan untuk memuat secara lengkap dan sistematis mengenai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil akibat menjadi anggota partai politik serta menganalisisnya.

2. Sumber Data

Data-data yang diperoleh dalam penulisan skripsi ini yaitu :

1. Data Sekunder yang bersumber langsung dari peraturan perundang-undanfan, buku-buku literature ilmu hukum dan tulisan majalah hukum serta artikel-artikel yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti melalui penelitian kepustakaan.

2. Data Primer yang diperoleh melalui penelitian lapangan yang mana bisa dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dengan pihak-pihak yang memiliki keterkaitan dengan penelitian skripsi ini.

(25)

H. Sistematika Penulisan

Didalam penulisan skripsi ini dikemukakan sistematika penulisan agar diperoleh suatu kesatuan pembahasan yang saling berhubungan antara bab yang satu dengan bab lainnya.

BAB I : Bab ini menguraikan bab pendahuluan, dalam hal ini memuat beberapa sub bab yaitu latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan , metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Bab ini menguraikan tentang Landasan hukum pemberhentian pegawai negeri sipil jika menjadi anggota partai politik yang isinya dimuat di dalam sub-sub bab yaitu kewajiban/larangan dan sanksi bagi PNS menurut peraturan Disiplin PNS PP No.53 tahun 2010, Pemberhentian PNS menurut peraturan perUUan, serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil akibat menjadi anggota partai politik.

(26)

Partai Politik, Instansi terkait yang menangani Proses Pemberhentian Aparatur Sipil Negara dan Hambatan yang dihadapi dan Proses Pemberhentian Aparatur Sipil Negara.

BAB IV : Bab ini menguraikan tentang upaya hukum yang dilakukan Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan sanksi pemberhentian akibat menjadi anggota partai politik yang dimuat dalam sub-sub bab yaitu upaya hukum melalui lembaga Peradilan Tata Usaha Negara, Lembaga Banding dan Lembaga peninjauan kembali.

(27)

BAB II

LANDASAN HUKUM PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL JIKA

MENJADI ANGGOTA PARTAI POLITIK

A. Kewajiban, Larangan Dan Sanksi Bagi Pegawai Negeri Sipil Menurut

Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PP No. 53 tahun 2010)

Soegeng Prijodarminto memberikan pengertian disiplin sebagai “suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian prilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan, dan atau ketertiban”.4

1.) Sikap mental (mental/ attitude), yang merupakan sikap taat dan tertib sebagai hasil atau pengembangan dari latihan, pengendalian pikiran dan pengendalian watak.

Nilai-nilai kepatuhan, ketaatan dan ketertiban itu tercipta dan terbentuk melalui suatu proses. Proses di sini dapat berupa binaan melalui keluarga, pendidikan formal dan pengalaman atau pengenalan dari keteladanan dari lingkungannya. Dengan disiplin dapat membuat seseorang tahu membedakan hal-hal yang seharusnya dilakukan, yang wajib dilakukan, yang boleh dilakukan, yang tidak sepatutnya dilakukan. Disiplin baru akan terwujud bilamana disiplin telah dapat ditanamkan yang dimulai dari tiap-tiap pribadi dari unit terkecil, dari organisasi atau dari kelompok. Disiplin mempunyai tiga aspek yaitu :

2.) Pemahaman yang baik mengenai sistim aturan perilaku, norma, kriteria, dan standar yang sedemikian rupa, sehingga pemahaman tersebut menumbuhkan pengertian

4

(28)

yang mendalam atau kesadaran, bahwa ketaatan akan aturan; norma, kriteria dan standar tadi merupakan syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan (sukses).

3.) Sikap kelakuan yang secara wajar menunjukkan kesungguhan hati, untuk mentaati segala hal secara cermat dan tertib.5

Sedangkan unsur pokok yang membentuk disiplin berupa : 1.) Sikap yang telah ada pada diri manusia.

Sikap atau attitude ini merupakan unsur yang hidup di dalam jiwa manusia yang harus mampu bereaksi terhadap lingkungannya, dapat berupa tingkah laku atau pemikiran.

2.) Sistem nilai budaya yang ada di dalam masyarakat.

Sedangkan sistem nilai budaya (cultural value system) merupakan bagian dari budaya yang berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman atau penuntun bagi kelakuan manusia.6

Perpaduan antara sikap dengan sistem nilai budaya yang menjadi pengarah dan pedoman tadi mewujudkan sikap mental berupa perbuatan atau tingkah laku.Hal inilah yang pada dasarnya disebut disiplin.

Keberadaan Pegawai Negeri di Indonesia baik di Pusat dan di Daerah dirasakan semakin penting untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan, kelancaran atau ketidakjalanan pemerintah dan pembangunan yang sedang dilaksanakan tidak terlepas dari keikutsertaan Pegawai Negeri Sipil. Majunya pembangunan, indahnya

5

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), hal. 22-23.

6

(29)

peraturan, dan lancarnya roda pemerintahan tidak terlepas dari peran aktifdan sikap disiplin Pegawai Negeri Sipil tersebut.

Berbicara mengenai disiplin Pegawai Negeri Sipil, tidak akan maju pembangunan apabila para aparatur negaranya tidak memiliki dispilin. Pembangunan yang dimaksudkan disini adalah pembangunan dari segala bidang.Untuk menjamin tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas dibuat Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang memuat keharusan, larangan dan sanksi.Sikap disiplin ini sangat luas pengertiannya dikarenakan banyak pekerjaan, tugas, serta tanggung jawab yang harus dilakukan seorang Pegawai Negeri Sipil.Jika mereka lalai atau tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil, maka mereka dikatakan tidak disiplin (indisipliner).Seorang Pegawai Negeri Sipil adalah juga seorang manusia sebagai sumber daya yang dapat berinteraksi dalam Tugas Pokok dan Fungsinya dalam organisasi Pemerintahan sehingga dapat dikatakan sebagai homo administratikus dan

organization man.7

Dalam konteksnya sebagai homo administratikus salah satu bentuknya adalah pegawai dalam suatu organisasi.Pegawai dalam prosesnya memiliki perilaku awal yang dibentuk oleh lingkungan maupun pendidikannya.Perilaku dasar tersebut dapat berbeda dengan perilaku yang diinginkan oleh organisasi.Dimana Pegawai harus tunduk pada aturan-aturan yang berlaku didalam organisasi sehingga dapat diarahkan pada tujuannya.

7

(30)

Adapun kewajiban pegawai negeri sipil sebagaimana diatur dalam pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mengucapkan sumpah/janji PNS. 2. Mengucapkan sumpah/janji jabatan.

3. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pemerintah.

4. Menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan.

5. Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab.

6. Menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah dan PNS.

7. Mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang dan/atau golongan.

8. Memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan.

9. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan negara. 10.Melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat

membahayakan atau merugikan negara atau pemerintah, teruta ma di bidang keamanan, keuangan dan materiil.

11.Masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja. 12.Mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan,

13.Menggunakan dan memelihara barang milik negara dengan sebaik-baiknya. 14.Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat.

(31)

16.Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier. 17.Menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.

Disetiap ada kewajiban yang harus dijalankan, sudah pasti terhadap larangan yang tidak boleh dilakukan, peraturan didiplin bagi pegawai negeri sipil juga memiliki larangan yang tidak boleh dilakukan oleh seorang pegawai negeri sipil. Larangan bagi pegawai negeri sipil (PNS) sebagaimana diatur dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah sebagai berikut:

1. Menyalahgunakan wewenang.

2. Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain.

3. Tanpa ijin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional.

4. Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing.

5. Memiliki, menjual, membeli menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah.

(32)

7. Memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung maupun tdk langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan.

8. Menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya.

9. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya.

10.Melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani.

11.Menghalangi berjalannya tugas kedinasan.

12.Memberikan dukungan kepada calon presiden/wakil presiden, DPR, DPD atau DPRD.

13.Memberikan dukungan ke pada calon presiden/wakil.

14.Memberikan dukungan ke pada calon anggota DPRD atau calon kepala daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai fotocopy KTP atau surat keterangan Tanda Penduduk sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

15.Memberikan dukungan kepada calon kepala daerah/ wakil kepala daerah.

(33)

Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dijatuhi hukuman disiplin. Apabila Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak mentaati kewajiban dan larangan yang telah ditentukan dalam peraturan pemerintah tersebut,maka akan dikenakan sanksi atau hukuman yang juga telah diatur dalam peraturan pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Bentuk sanksi atau hukuman yang diberikan yaitu :

a. Hukuman Disiplin Ringan : 1) Tegoran lisan;

2) Tegoran tertulis;

3) Pernyataan tidak puas secara tertulis. b. Hukuman Disiplin Sedang :

1) Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; 2) Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun;

3) Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun (sebelumnya di PP Nomor 30 Tahun 1980 merupakan hukuman disiplin berat)

c. Hukuman Disiplin Berat

1) Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun (sebelumnya di PP Nomor 30 Tahun 1980 tidak di atur)

2) Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah (sebelumnya di PP Nomor 30 Tahun 1980 tidak di atur);

3) Pembebasan dari jabatan;

(34)

5) Pemberhentian Tidak Dengan Hormat sebagai PNS.8

Sebagaimana telah diketahui bahwa kebijaksanaan dan langkah penertiban aparatur pemerintah harus dilanjutkan dan makin ditingkatkan, terutama dalam menanggulangi masalah korupsi, penyalahgunaan wewenang, kebocoran dan pemborosan kekayaan dan keuangan negara, pemungutan liar serta berbagai bentuk penyelewengan lainnya.

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 yang mengatur tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil disebutkan dalam pasal 1 angka 3 bahwa yang termasuk pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.

Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin oleh pejabat yang berwenang menghukum.Dalam rangka menegakkan disiplin Pegawai Negeri Sipil maka ketentuan tersebut haruslah benar-benar dapat dilaksanakan secara sungguh-sungguh oleh para atasan atau pejabat yang berwenang. Tidak melaksanakan ketentuan itu, sama halnya tidak berbuat apa-apa terhadap pelanggaran disiplin yang telah terjadi, dan sama pula artinya membiarkan berlangsungnya pelanggaran disiplin. Membiarkan berlangsungnya pelanggaran disiplin adalah juga tidak berdisiplin.Hal ini menjadi faktor penyebab menurunnya disiplin.Penegakkan disiplin dengan demikian menjadi kewajiban para atasan atau pejabat yang berwenang.Para atasan atau pejabat yang berwenang dalam menegakkan disiplin

8

(35)

haruslah bersikap tegas tanpa memandang siapapun orangnya, karena dengan sikap yang demikian dapat menunjukkan dirinya sebagai pembina atau pembimbing atau pemimpin sejati.Hukuman disiplin diberikan tidak lain untuk memperbaiki serta mendidik Pegawai Negeri Sipil itu sendiri, serta untuk melancarkan aktifitas penyelenggaraan tugas-tugas kedinasan secara baik. Hukuman disiplin dapat dibagi menurut tingkat dan jenis, masing-masing sesuai dengan sifat dan berat atau ringannya pelanggaran yang diperbuat, serta akibat yang ditimbulkannya atas pelanggaran yang dibuat oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

Pada prinsipnya Tata Cara Pemanggilan, Pemeriksaan, Penjatuhan, dan Penyampaian Keputusan Hukuman Disiplin melalui beberapa prosedur berikut ini sebagaimana ketentuan pasal 23 s/d pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 yaitu :

1. PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin dipanggil secara tertulis oleh atasan langsung untuk dilakukan pemeriksaan.

2. Pemanggilan kepada PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal pemeriksaan.

3. Apabila pada tanggal yang seharusnya yang bersangkutan diperiksa tidak hadir, maka dilakukan pemanggilan kedua paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal seharusnya yang bersangkutan diperiksa pada pemanggilan pertama.

(36)

5. Sebelum PNS dijatuhi hukuman disiplin setiap atasan langsung wajib memeriksa terlebih dahulu PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin. Pemeriksaan dilakukan secara tertutup dan hasilnya dituangkan dalam bentuk berita acara pemeriksaan.

6. Apabila menurut hasil pemeriksaan kewenangan untuk menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS tersebut merupakan kewenangan dari :

a) atasan langsung yang bersangkutan maka atasan langsung tersebut wajib menjatuhkan hukuman disiplin;

b) pejabat yang lebih tinggi maka atasan langsung tersebut wajib melaporkan secara hierarki disertai berita acara pemeriksaan.

7. Khusus untuk pelanggaran disiplin yang ancaman hukumannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) PP No.53 2010, dapat dibentuk Tim Pemeriksa. Tim Pemeriksa ini terdiri dari atasan langsung, unsur pengawasan, dan unsur kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk. Tim Pemeriksa dibentuk oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk. 8. Apabila diperlukan, atasan langsung, Tim Pemeriksa atau pejabat yang

berwenang menghukum dapat meminta keterangan dari orang lain.

9. Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) harus ditandatangani oleh pejabat yang memeriksa dan PNS yang diperiksa.

10.Dalam hal PNS yang diperiksa tidak bersedia menandatangani berita acara pemeriksaan maka berita acara pemeriksaan tersebut tetap dijadikan sebagai dasar untuk menjatuhkan hukuman disiplin.

(37)

12.Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25 pejabat yang berwenang menghukum menjatuhkan hukuman disiplin.

13.Dalam keputusan hukuman disiplin harus disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh PNS yang bersangkutan.

14.PNS yang berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata melakukan beberapa pelanggaran disiplin, terhadapnya hanya dapat dijatuhi satu jenis hukuman disiplin yang terberat setelah mempertimbangkan pelanggaran yang dilakukan. 15.PNS yang pernah dijatuhi hukuman disiplin kemudian melakukan pelanggaran

disiplin yang sifatnya sama, kepadanya dijatuhi jenis hukuman disiplin yang lebih berat dari hukuman disiplin terakhir yang pernah dijatuhkan.

16.PNS tidak dapat dijatuhi hukuman disiplin dua kali atau lebih untuk satu pelanggaran disiplin.

17.Dalam hal PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan di lingkungannya akan dijatuhi hukuman disiplin yang bukan menjadi kewenangannya, Pimpinan instansi atau Kepala Perwakilan mengusulkan penjatuhan hukuman disiplin kepada pejabat pembina kepegawaian instansi induknya disertai berita acara pemeriksaan.

18.Penyampaian keputusan hukuman disiplin dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak keputusan ditetapkan.

(38)

20.Setiap penjatuhan hukuman disiplin ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang menghukum.

21.Keputusan disampaikan secara tertutup oleh pejabat yang berwenang menghukum atau pejabat lain yang ditunjuk kepada PNS yang bersangkutan serta tembusannya disampaikan kepada pejabat instansi terkait. 9

Dalam rangka kelancaran pemeriksaan, PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin dan kemungkinan akan dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat, dapat dibebaskan sementara dari tugas jabatannya oleh atasan langsung sejak yang bersangkutan diperiksa. Pembebasan sementara dari tugas jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sampai dengan ditetapkannya keputusan hukuman disiplin. PNS yang dibebaskan sementara dari tugas jabatannya tersebut tetap diberikan hak-hak kepegawaiannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam hal atasan langsung sebagaimana dimaksud tidak ada, maka pembebasan sementara dari jabatannya dilakukan oleh pejabat yang lebih tinggi.

B. Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Menurut Peraturan

Perundang-undangan Baik Diberhentikan Secara Hormat Maupun Tidak Hormat

9

(39)

Pegawai negeri sipil (PNS) yang tidak mampu melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya dengan baik dapat diberhentikan dari jabatan dan posisinya sebagai seorang pegawai negeri sipil (PNS) baik itu pemberhentian dengan hormat maupun pemberhentian dengan tidak hormat.

Pemberhentian terdiri atas :

1. Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil dan 2. Pemberhentian dari jabatan negeri.

Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil adalah pemberhentian yang menyebabkan yang bersangkutan tidak lagi berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil.Pemberhentian dari jabatan negeri adalah pemberhentian yang menyebabkan yang bersangkutan tidak lagi bekerja pada suatu satuan organisasi Negara, tetapi masih berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil.Jenis-Jenis Pemberhentian Sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil terdiri atas pemberhentian dengan hormat sebagai Pegawai Pegawai Negeri Sipil dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

(40)

Pemberhentian Dengan Hormat Sebagai Pegawai Negeri Sipil Pemberhentian dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil meliputi :

a. Meninggal Dunia b. Atas permintaan sendiri c. Mencapai Batas Usia Pensiun d. Adanya Penyederhanaan Organisasi

Perubahan satuan organisasi negara adakalanya mengakibatkan kelebihan pegawai. Apabila terjadi hal yang sedemikian maka Pegawai Negeri Sipil yang kelebihan itu disalurkan pada satuan organisasi negara lainnya. Kalau penyaluran dimaksud tidak mungkin dilaksanakan, maka Pegawai Negeri Sipil yang kelebihan itu diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atau dari jabatan negeri dengan mendapat hak-hak kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

e. Pemberhentian Karena Tidak Cakap Jasmani Dan Rohani Berdasarkan peraturan undang-undangan yang berlakuyang dinyatakan dengan surat Keterangan Tim Penguji Kesehatan dinyatakan:

1. Tidak dapat berkerja lagi dalam semua Jabatan Negeri karena kesehatannya. 2. Menderita penyakit atau kelainan yan berbahaya bagi diri sendiri atau

lingkungan kerjanya.

(41)

a. Melanggar sumpah/janji pegawai negeri sipil dan sumpah/janji jabatan selain pelanggaran sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji jabatan karena tidak setia kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah; atau

b. Dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukumannya kurang dari 4 (empat) tahun.

Pegawai Negeri Sipil (PNS) dapat diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat karena :

1. Dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukumannya 4 tahun atau lebih; atau

2. Melakukan pelanggaran disiplin tingkat berat

Pegawai Negeri Sipil (PNS) diberhentikan tidak dengan hormat karena :

1. Melanggar sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji jabatan karena tidak setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah; 2. Melakukan penyelewengan terhadap Ideologi Negara, Pancasila, Undang-Undang

Dasar 1945 atau terlibat dalam kegiatan yang menentang Negara dan Pemerintah; atau

(42)

jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.

Pegawai Negeri Sipil yang meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu 2 bulan terus menerus dihentikan pembayaran gajinya mulai bulan ketiga. Apabila dalam waktu kurang dari 6 bulan melaporkan diri kepada pimpinan instansinya, maka ia dapat ditugaskan kembali jika ada alasan-alasan yang dapat diterima atau diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil apabila ketidakhadirannya itu adalah karena kelalaian sendiri, dan menurut pendapat pejabat yang berwenang akan mengganggu suasana kerja jika ia ditugaskan kembali.

Pegawai Negeri Sipil yang meninggalkan tugas secara tidak sah terus menerus selama 6 bulan diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentian tersebut ditetapkan berlaku mulai tanggal penghentian pembayaran gajinya dan gaji selama 2 bulan sejak ia tidak masuk bekerja diberikan kepadanya.

(43)

Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Gubernur, Bupati/Walikota atau pejabat lain yang ditunjuk. Pegawai Negeri Sipil yang telah dinyatakan hilang, yang sebelum melewati masa 12 bulan diketemukan kembali dan masih hidup dan sehat, dipekerjakan kembali sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pegawai Negeri Sipil yang telah dinyatakan hilang yang belum melewati masa 12 bulan diketemukan kembali, tetapi cacat diperlakukan sebagai berikut:

a. Diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan hak pensiun apabila ia telah memiliki masa kerja sekurang-kurangnya 4 tahun, tetapi apabila ia belum memiliki masa kerja sekurang-kurangnya 4 tahun maka ia diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil tanpa hak pensiun.

b. Apabila hilangnya dan cacatnya itu disebabkan dalam dan oleh karena ia menjalankan kewajiban jabatannya, maka ia diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan hak pensiun tanpa memandang masa kerja.

Pegawai Negeri Sipil yang telah dinyatakan hilang diketemukan kembali setelah melewati masa 12 bulan diperlakukan sebagai berikut:

1. Apabila ia masih sehat, dipekerjakan kembali;

(44)

Selain alasan yang telah dikemukakan diatas, seorang pegawai negeri sipil (PNS) juga dapat diberhentikan oleh karena sebab-sebab lain yaitu :

a. Pegawai Negeri Sipil yang tidak melaporkan diri kepada pimpinan instansi induknya 6 bulan setelah habis menjalankan cuti di luar tanggungan negara, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

b. Pegawai Negeri Sipil yang terlambat melaporkan diri kembali kepada instansi induknya setelah habis menjalankan cuti di luar tanggungan negara diperlakukan sebagai berikut:

1. Apabila keterlambatan melaporkan diri itu kurang dari 6 bulan maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dapat dipekerjakan kembali apabila alasan-alasan tentang keterlambatan melaporkan diri itu dapat diterima oleh pejabat yang berwenang dan ada lowongan dan setelah ada persetujuan Kepala BKN. 2. Apabila keterlambatan melaporkan diri itu kurang dari 6 bulan tetapi

alasan-alasan tentang keterlambatan melaporkan diri itu tidak dapat diterima oleh pejabat yang berwenang maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil.

3. Apabila keterlambatan melaporkan diri itu lebih dari 6 bulan maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

(45)

kejahatan/pelanggaran jabatan dan berhubung dengan itu oleh pihak yang berwajib dikenakan tahanan sementara, mulai saat penahanannya harus dikenakan pemberhentian sementara. Seorang Pegawai Negeri yang oleh pihak berwajib dikenakan tahanan sementara karena didakwa telah melakukan suatu pelanggaran hukum pidana yang tidak menyangkut pada jabatannya dalam hal pelanggaran yang dilakukan itu berakibat hilangnya penghargaan dan kepercayaan atas diri pegawai yang bersangkutan atau hilangnya martabat serta wibawa pegawai itu.Tujuan pemberhentian sementara terutama untuk mengamankan kepentingan peradilan dan juga untuk kepentingan jawatan (instansi).

Selama pemberhentian sementara kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberikan penghasilan sebagai berikut:

a. Jika ada petunjuk-petunjuk yang cukup meyakinkan bahwa yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran yang didakwakan atas dirinya, mulai bulan berikutnya ia diberhentikan diberikan bagian gaji sebesar 50% dari gaji pokok yang diterimanya terakhir;

b. Jika belum terdapat petunjuk-petunjuk yang jelas tentang telah dilakukannya pelanggaran yang didakwakan atas dirinya mulai bulan berikutnya ia diberhentikan diberikan bagian gaji sebesar 75 % dari gaji pokok yang diterimanya terakhir.

(46)

sementara ia berhak mendapat gaji penuh serta penghasilan-penghasilan lain yang berhubungan dengan t unjangan istri dan jabatannya. Jika sesudah pemeriksaan pegawai yang nrdifipdih bersangkutan ternyata bersalah maka:

a. Terhadap pegawai yang dikenakan pemberhentian sementara tersebut harus diambil tindakan pemberhentian sedangkan bagian gaji berikut tunjangan-tunjangan yang telah dibayarkan kepadanya tidak dipungut kembali.

b. Terhadap pegawai yang dikenakan pemberhentian sementara tersebut jika perlu diambil tindakan harus diambil tindakan sesuai dengan pertimbangan/keputusan Hakim .

Jika berdasarkan keputusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dinyatakan tidak bersalah maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus direhabilitasikan terhitung mulai saat diberhentikan sementara dan gaji dibayarkan penuh. Jika ternyata yang bersangkutan dinyatakan bersalah, diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan tidak hormat. Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan pemberhentian sementara:

(47)

c. Jika ternyata tindak pidana yang dilakukan tersebut diancam hukuman penjara kurang dari 4 tahun dan ada hal-hal yang meringankan maka yang bersangkutan dapat diaktifkan kembali sebagai Pegawai Negeri Sipil, namun tidak tertutup kemungkinan yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin atau tindakan administratif lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

C. Peraturan Perundang-Undangan Yang Mengatur Tentang Pemberhentian

Pegawai Negeri Sipil Menjadi Anggota Partai Politik

Pemerintah telah menetapkan 7 (tujuh) prioritas kebijakan manajemen kepegawaian secara nasional, yakni :

1. Rekrutmen PNS; 2. Netralitas PNS;

3. Profesionalisme dalam pengembangan karier PNS; 4. Disiplin PNS;

5. Pengembangan Manajemen Informasi Sistem berbasis informasi teknologi; 6. Peningkatan pelayanan PNS;

7. Remunerasi dan kesejahteraan PNS

(48)

Aparatur Sipil Negara (ASN) yang secara jelas menyatakan: Dalam upaya menjaga netralitas Aparatur Negara (ASN) dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan ASN, serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaga pada tugas yang dibebankan, ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

Hal ini diperkuat Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang pada pasal 41 ayat 2 yang secara tegas melarang Pegawai Negeri Sipil menjadi “Pelaksana” kampanye politik.Namun undang-undang yang sama pada pasal 41 ayat 4 dan 5 menyebutkan bahwa pegawai negeri sipil (PNS) boleh menjadi “Peserta” kampanye. Dengan prasyarat, tidak boleh menggunakan atribut Partai Politik, Pasangan Calon, atau atribut pegawai negeri sipil.Serta dilarang mengerahkan pegawai negeri sipil di lingkungan kerjanya dan dilarang menggunakan fasilitas negara.

Pasal 44 undang-undang nomer 42 tahun 2008 ini juga memuat topik yang membahas mengenai pegawai negeri sipil(PNS) dan kampanye, isinya secara lengkap sebagai berikut:

(49)

(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada pegawai negeri dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.

Pada bagian ini, perhatian perlu ditujukan pada larangan mengajak dan mengimbau anggota keluarga dan masyarakat.Satu dekade terakhir, dengan semakin canggihnya teknologi informasi dan semakin maraknya penggunaan jejaring sosial di internet serupa Facebook, Twitter atau sejenisnya, orang perorang dengan mudahnya memaparkan ide, pilihan maupun pendapatnya kepada publik.

Terkait hal tersebut di atas, PNS sebagai abdi negara yang statusnya dijamin dan diatur undang-undang perlu memahami bahwa jejaring sosial adalah bagian dari masyarakat.Karenanya, perlu ada kehati-hatian dalam menyuarakan pendapat khususnya terkait politik dan keberpihakan.

Dalam paparan dua undang-undang di atas, dapat disimpulkan bahwa PNS sebagai warga negara yang mempunyai hak pilih, diperbolehkan mengikuti kampanye serta menyuarakan dukungan terhadap partai atau calon jabatan politik tertentu. Namun, PNS dilarang mengajak orang lain untuk memilih partai atau calon tertentu termasuk dilarang mengajak anggota keluarga.

(50)

Larangan yang sama juga tercantum pada Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang melarang PNS memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara ikut serta sebagai pelaksana kampanye, menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS, atau mengerahkan PNS lain sebagai peserta kampanye.

Selain Undang-undang dan Peraturan Pemerintah (PP) tersebut di atas, netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS) juga diatur oleh Surat Edaran MENPAN Nomor 07 Tahun 2009 tentang Netralitas Pegawai Negeri Sipil dalam Pemilihan Umum yang pada dasarnya adalah penjabaran dari aturan-aturan di atasnya. Namun pada Surat Edaran MENPAN ini dimuat aturan yang memperbolehkan Pegawai Negeri Sipil(PNS) menjadi anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dalam kegiatan pemilu dengan disertai adanya izin dari atasan langsung.

(51)

Pemberhentian karena Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menjadi Anggota/Pengurus Partai Politik juga diatur dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Pegawai Negeri Sipil yang akan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik wajib mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil, yang diajukan secara tertulis kepada Pejabat Pembina Kepegawaian dan tembusannya disampaikan kepada:

1. Atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, serendah-rendahnya pejabat struktural eselon IV;

2. Pejabat yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian instansi yang bersangkutan; 3. Pejabat yang bertanggung jawab di bidang keuangan yang bersangkutan.

Pegawai Negeri Sipil yang mengundurkan diri tersebut diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.Pemberhentiannya terhitung mulai akhir bulan yang bersangkutan mengajukan pengunduran diri.

(52)

Melalui mekanisme yang telah diterapkan melalui Peraturan Pemerintah diatas seharusnya kinerja Pegawai Negeri Sipil dapat menunjukan perbaikan kearah yang positif bahkan adanya grafik yang tajam.Sampai dengan saat ini perubahan-perubahan itu tidak menampakkan grafik yang diinginkan meskipun dilihat dari penegakan hukuman yang telah ada tidak menampikkan bahwa adanya peranan dari Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Peraturan Perundang-undangan tentang Kepegawaian menempatkan posisi pada jenis peraturan hukum publik.Dimana hukum kebijaksanaan publik merupakan variabel yang memiliki keterkaitan erat sehingga telaah tentang tentang kebijaksanaan pemerintah semakin dibutuhkan untuk dapat dirasakan berseiring dengan semakin meluasnya persolan terutamanya tentang birokrasi pegawai negeri sipil (PNS).Melalui peraturan Perundang-undangan tentang kepegawaian pemerintah senyatanya dapat dikatakan melaksanakan pembangunan dikarenakan dengan disiplin Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara baik maka roda pembangunan yang didukung aparatur pegawai negeri sipil (PNS) dapat berjalan secara baik, optimal dan berkesinambungan.

(53)

Cara perumusan yang dilakukan melalui perundang-undangan adalah dengan membuat rumusan-rumusan hipotesis, yakni hanya merumuskan kerangka umum suatu perbuatan atau peristiwa yang terjadi dalam kenyataan hidup sehari-hari.Konsep merupakan alat yang dipakai untuk mengindentifikasi dan mengklasifikasikan fenomena-fenomena yang merupakan karakteristik dari kenyataan sosial. Suatu konsep harus juga mengandung arti (meaningful) karena tujuannya adalah untuk memberikan informasi misalnya : konsep hak, kewajiban, kesalahan dan sebagainya sehingga menyebabkan orang sulit memahaminya.10

Konsep tujuan yang hendak dicapai dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan tentang Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil seperti terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 seharusnya dapat juga dapat memenuhi Tujuan Hukum yaitu rasa keadilan dan fungsi hukum itu sendiri, Aristoteles membedakan keadilan menjadi dua macam yaitu :Justicia distributive (setiap orang menghendaki apa yang menjadi haknya) dan Justicia comuntative(keadilan yang menyamakan).11

1. Menetapkan hubungan-hubungan antara para anggota masyarakat, dengan menunjukkan jenis-jenis tingkah laku-tingkah laku apa yang diperkenankan dan apa yang dilarang;

Dan fungsi-fungsi nya seperti yang disampaikan oleh Hoeble yaitu ada 4 (empat), yaitu:

10

Sri Hartini, Setiajeng Kadarsih dan Tedi Sudrajat, Hukum Kepegawaian di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal.57.

11

(54)

2. Menentukan pembagian kekuasaan dan merinci apa saja yang boleh melakukan serta siapakah yang harus mentaatinya dan sekaligus memilihkan sanksi-sanksi yang tepat dan efektif;

3. Menyelesaikan sengketa;

4. Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi-kondisi kehidupan yang berubah, yaitu dengan cara merumuskan kembali hubungan esensial antara anggota-anggota masyarakat.

(55)

BAB III

PROSEDUR PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL JIKA MENJADI

ANGGOTA PARTAI POLITIK

A. Mekanisme Pemberhentian Aparatur Sipil Negara Akibat Menjadi Anggota

Partai Politik

Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menyatakan bahwa Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Pegawai Negeri Sipil yang akan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik wajib mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil, yang diajukan secara tertulis kepada Pejabat Pembina Kepegawaian dan tembusannya disampaikan kepada:

1. Atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, serendah-rendahnya pejabat struktural eselon IV;

2. Pejabat yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian instansi yang bersangkutan;

3. Pejabat yang bertanggung jawab di bidang keuangan yang bersangkutan.

(56)

tersebut atasan langsung tidak menyampaikan pertimbangan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian, maka selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya surat pengunduruan diri keputusan pemberhentian dapat ditetapkan tanpa pertimbangan atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.

Apabila dalam waktu 20 (dua puluh) hari sejak diterimanya surat pengunduran diri Pejabat Pembina Kepegawaian tidak mengambil keputusan, maka usul pengunduran diri Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tersebut dianggap dikabulkan. Pejabat Pembina Kepegawaian sudah harus menetapkan keputusan pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan selambat-lambatnya 30 (tigapuluh) hari sejak pengunduran diri dianggap dikabulkan.

Adapun tatacara pemberhentiannya yaitu :

1. Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan pengunduran diri karena akan menjadi anggota/pengurus politik diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai akhir bulan ia mengajukan pengunduran diri, kecuali terdapat alasan-alasan yang sah yang menyebabkan pengunduran diri itu ditangguhkan. 2. Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota/ pengurus partai politik tanpa

mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil, atau sebelum usul pengunduran dirinya dikabulkan, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentian karena alasan ini ditetapkan mulai Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

(57)

disiplin dan pemberhentiannya dilaksanakan sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Penangguhan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan pengunduran diri ditangguhkan, apabila:

1. Yang bersangkutan masih dalam pemeriksaan pejabat yang berwenang karena diduga melakukan pelanggaran disiplin yang dapat dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

2. Yang bersangkutan sedang mengajukan upaya banding administratif kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian (Bapek) karena dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

3. Yang bersangkutan mempunyai tanggung jawab kedinasan yang dalam waktu singkat tidak dapat dialihkan kepada Pegawai Negeri Sipil lainnya.

(58)

penangguhan tersebut. Pejabat Pembina Kepegawaian dapat mendelegasikan wewenangnya atau memberi kuasa kepada pejabat lain serendah-rendahnya pejabat struktural eselon II untuk menangguhkan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Hak-hak Kepegawaian Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil diberikan hak-haknya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 dijelaskan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik tanpa mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pemberhenian ini berlaku terhitung mulai akhir bulan yang bersangkutan menjadi nggota dan/atau pengurus partai politik. Pegawai Negeri Sipil yang mengundurkan diri dan ditangguhkan pemberhentiannya, tetapi tetap menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, diberhentikan dengan tidak hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai akhir bulan yang bersangkutan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) ini juga berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil yang akan menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). (Pasal 10 PP 37 Tahun 2004)12

Dengan demikian apabila seorang Pegawai Negeri Sipil menjadi anggota dan/atau pengurus suatu partai poltik, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku harus memilih salah satu antara tetap menjadi Pegawai Negeri Sipil atau tetap menjadi anggota atau pengurus partai politik.

12

(59)

B. Instansi Terkait Yang Menangani Proses Pemberhentian Aparatur Sipil

Negara

Dalam proses pemberhentian aparatur sipil negara dalam hal ini ialah Pegawai Negeri Sipil baik itu karena menjadi anggota dan/atau pengurus suatu partai politik atau karena sebab yang lainnya, ada beberapa instansi terkait yang mengurusi proses pemberhentian tersebut, baik pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat. Instansi tersebut ialah :

1. Badan Kepegawaian Daerah (BKD)

Badan Kepegawaan Daerah (BKD) mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang kepegawaian serta dapat ditugaskan untuk melaksanakan penyelenggaraan wewenang yang dilimpahkan oleh Pemerintah kepada Walikota selaku Wakil Pemerintah dalam rangka dekonsentrasi.

Dalam menjalankan tugas penyelenggaraan pengelolaan kepegawaian daerah, BKD berfungsi sebagai berikut :

1) Penyusunan dan pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dari Badan Daerah (BKD).

2) Perumusan kebijakan teknis penyelenggaraan perencanaan, pengadaan, pengembangan, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan, disiplin, serta pemberhentian pegawai.

3) Penyusunan formasi pegawai.

Referensi

Dokumen terkait

Maksudnya bahwa kewenangan yang dimiliki oleh Gubernur dalam pengelolaan barang milik daerah termasuk rumah dinas daerah dilimpahkan kepada Sekretaris Daerah (salah

Sementara itu, kesepadanan makna dalam penerjemahan akan menentukan berhasil atau tidaknya suatu penerjemahan, karena penerjemahan pada prinsipnya merupakan pengalihan

Data-data di rumah sakit maupun di masyarakat menunjukkan penyakit kardiovaskuler yang terdiri dari penyakit jantung koroner, penyakit jantung hiperten- si dan stroke adalah

Sistem Informasi ini akan memudahkan pengelolaan, dapat meminimumkan konsumsi waktu yang dibutuhkan dalam proses pengajuan dan persetujuan aplikasi

Dalam hal sumberdaya kewenangan, tampak mengemuka tentang kewenangan besar Kepala Desa yang mendominasi arah pelaksanaan kebijakan, sehingga tenaga Pendamping Desa

Pada ikan Mujair perubahan histopatologi akibat cacing parasit Monogenea sebagian besar berupa hiperplasia, desquamasi lamela insang sekunder, kongesti pembuluh

Hasil analisis tersebut mengindikasikan bahwa hipotesis kerja dapat diterima, yang artinya secara bersama-sama variabel lingkungan keluarga dan lingkungan pergaulan

Pada tahun 2012 hingga tahun 2013, kemampuan perusahaan menghasilkan modal kerja bersih dari total aktiva mengalami penurunan karena kenaikan harga bahan baku dan