• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kombinasi Pupuk Hayati Cair Dan Pupuk Anorganik Dalam Peningkatan Produksi Biomasa Sorgum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kombinasi Pupuk Hayati Cair Dan Pupuk Anorganik Dalam Peningkatan Produksi Biomasa Sorgum"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

KOMBINASI PUPUK HAYATI CAIR DAN PUPUK

ANORGANIK DALAM PENINGKATAN PRODUKSI

BIOMASA SORGUM

DESY PRATIWI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kombinasi Pupuk Hayati Cair dan Pupuk Anorganik dalam Peningkatan Produksi Biomasa Sorgum adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)

ii

ABSTRAK

DESY PRATIWI. Kombinasi Pupuk Hayati Cair dan Pupuk Anorganik dalam Peningkatan Produksi Biomasa Sorgum. Dibimbing oleh DIDY SOPANDIE dan SUNGKONO.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh subtitusi pupuk anorganik NPK dengan pupuk hayati cair dalam peningkatan biomasa sorgum. Kegiatan penelitian ini dilakukan di Desa Mekarsari, Kecamatan Rancabungur, Bogor, Jawa Barat pada bulan Januari hingga Mei 2015. Percobaan ini disusun berdasarkan rancangan kelompok lengkap teracak satu faktor dengan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis pupuk pada perlakuan 50% NPK (Urea 75 kg Ha-1, SP-36 50 kg Ha-1, KCl 45 kg Ha-1) dengan PHC (2L Ha-1) menghasilkan karakter agronomi (tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang dan bobot biomasa) yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lain. Perlakuan pemupukan (Urea 150 kg Ha-1, SP-36 100 kg Ha-1, KCl 90 kg Ha-1 +PHC 2L Ha-1), (Urea 75 kg Ha-1, SP-36 50 kg Ha-1, KCl 45 kg Ha-1 +PHC 2L Ha-1) dan (Urea 150 kg Ha-1, SP-36 100 kg Ha-1, KCl 90 kg Ha-1) memperoleh unsur hara makro NPK paling baik. Perlakuan PHC saja tidak mampu meningkatkan produksi biomasa sorgum dan unsur hara. Perlakuan pupuk NPK pada dosis (Urea 56.5 kg Ha-1, SP-36 37.5 kg Ha-1, KCl 33.75 kg Ha-1), (Urea 75 kg Ha-1, SP-36 50 kg Ha-1, KCl 45 kg Ha-1) dan (Urea 112.5 kg Ha-1, SP-36 75 kg Ha-1, KCl 7.5 kg Ha-1) ditambah pupuk hayati menghasilkan bobot biomasa yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan NPK saja.

(4)

ABSTRACT

DESY PRATIWI. Combination of Liquid Biological Fertilizer and Inorganic Fertilizer in Increasing Sorghum Biomass Production. Supervised by DIDY SOPANDIE and SUNGKONO.

This research aimed to study the effect of inorganic fertilizer subtitution with liquid biological fertilizer to increase biomass products. This research started from January to May 2015, located in Desa Mekarsari, Kecamatan Rancabungur, Bogor, West Java. This experiment was conducted using an randomized complete design group with one factors and three replications. The results showed that fertilizer dose with 50% NPK (Urea 75 kg Ha-1, SP-36 50 kg Ha-1, KCl 45 kg Ha -1) + biofertilizer (2L Ha-1) showed better results than the other treatment on agronomic data (plant height, number of leaves, stem diameter, biomass weight). The fertilizer doses (Urea 150 kg Ha-1, SP-36 100 kg Ha-1, KCl 90 kg Ha-1 + biofertilizer 2L Ha-1), (Urea 75 kg Ha-1, SP-36 50 kg Ha-1, KCl 45 kg Ha-1 + biofertilizer 2L Ha-1) and (Urea 150 kg Ha-1, SP-36 100 kg Ha-1, KCl 90 kg Ha-1) provides the best result for macronutrient NPK. The only biological fertilizer treatment was not able to increase the production of biomass sorghum and macronutrient. Inorganic fertilizer treatment (Urea 56.5 kg Ha-1, SP-36 37.5 kg Ha-1, KCl 33.75 kg Ha-1), (Urea 75 kg Ha-1, SP-36 50 kg Ha-1, KCl 45 kg Ha-1) and (Urea 112.5 kg Ha-1, SP-36 75 kg Ha-1, KCl 7.5 kg Ha-1) + biofertilizer (2L Ha-1) produces biomass weights and macronutrient were not significantly different with only inorganic fertilizer treatment.

(5)

iv

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

KOMBINASI PUPUK HAYATI CAIR DAN PUPUK

ANORGANIK DALAM PENINGKATAN PRODUKSI

BIOMASA SORGUM

DESY PRATIWI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Kombinasi Pupuk Hayati Cair dan Pupuk Anorganik dalam Peningkatan Produksi Biomasa Sorgum

Nama : Desy Pratiwi NIM : A24110074

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Didy Sopandie, MAgr Pembimbing I

Dr Ir Sungkono, MP Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Sugiyanta, Msi Ketua Departemen

(7)

vi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul Kombinasi Pupuk Hayati Cair dan Pupuk Anorganik dalam Peningkatan Produksi Biomasa Sorgum. Skripsi ini merupakan karya ilmiah yang dibuat penulis setelah menyelesaikan penelitian selama lima bulan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang membantu dalam pelaksanaan penelitian, yaitu:

1 Kedua orang tua serta keluarga besar yang selalu memberikan motivasi dan doa untuk penulis.

2 Prof Dr Ir Didy Sopandie, MAgr sebagai dosen pembimbing I dan Dr Ir Sungkono, MP sebagai dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan serta dukungan selama penelitian dan penulisan skripsi. 3 Dr Iskandar Lubis, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah

memberikan motivasi dalam melaksanakan tugas akademik.

4 Dr Edi Santosa, SP MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam penulisan skripsi.

5 Teman-teman satu tim penelitian sorgum, Yohanes Kevin Danny dan Lara Wulandari yang selalu memberikan motivasi, bantuan, dan kebersamaan selama proses penelitian.

6 Teman teman AGH 48, Anggi, Ulfa, Adis, Muti, Usi, Bagus, Usamah, Budi, Ray, Arif, Jonner, Agief, Ikbal, Umam, Irfan, Uli, Faris, dan teman satu kos yang telah membantu dalam pengamatan dan memberikan semangat selama penelitian.

7 Pak Titis, Pak Endro, Pak Wasdat, dan Pak Jaya yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian.

8 PT Karya Anugerah Rumpin yang telah mendukung dan memberikan bantuan pada penelitian ini.

9 Serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat terhadap kemajuan pertanian Indonesia.

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Karakteristik Sorgum Manis (Sorghum bicolor (L.) Moench) 2

Kebutuhan Unsur Hara Tanaman Sorgum 3

Pupuk Hayati 4

Aplikasi Terpadu dari Pupuk Hayati, Organik dan Anorganik 4

Hijauan Pakan Ternak 5

METODE 6

Waktu dan Lokasi Penelitian 6

Bahan dan Alat Penelitian 6

Metode Penelitian 6

Prosedur Penelitian 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Kondisi Umum Penelitian 9

Analisis Kandungan Hara Tanah 10

Keragaan Karakter Agronomi 11

Analisa Fisiologi Daun 14

Analisis Usaha Tani 16

Perbandingan Hijauan Sorgum dengan Jagung sebagai Pakan Ternak 16

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN 22

(9)

viii

DAFTAR TABEL

1 Komposisi Kimia Pupuk Hayati Sumber Subur 4

2 Sifat kimia tanah di lokasi percobaan 10

3 Analisis kecukupan hara sebelum percobaan 11

4 Pengaruh perlakuan kombinasi dosis pupuk NPK dan PHC terhadap

keragaan tinggi tanaman 12

5 Pengaruh perlakuan kombinasi dosis pupuk NPK dan PHC terhadap

keragaan jumlah daun 12

6 Pengaruh perlakuan kombinasi dosis pupuk NPK dan PHC terhadap

keragaan diameter batang 13

7 Pengaruh perlakuan kombinasi dosis pupuk NPK dan PHC terhadap

keragaan bobot biomasa segar 14

8 Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap unsur hara N, P dan K

tanaman saat vegetatif maksimum 15

9 Analisa Usaha Tani 16

10 Analisa proksimat silase jagung dan sorgum 17

DAFTAR GAMBAR

1 Pertumbuhan sorgum 9

2 Defisiensi pada daun sorgum 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sidik ragam pengaruh perlakuan kombinasi dosis pupuk NPK dan

PHC terhadap karakter agronomi dan fisiologi 22

2 Data iklim wilayah Dramaga 23

3 Deskripsi varietas Super-1 24

(10)
(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu tantangan dari kompleksitas masalah di sektor pertanian adalah ketersediaan lahan subur. Berkurangnya lahan subur memaksa perluasan lahan untuk pertanian bergeser ke lahan marginal. Lahan marjinal di Indonesia mayoritas didominasi oleh lahan kering yang umumnya bereaksi masam. Data menunjukkan bahwa luas lahan kering di Indonesia mencapai 148 juta hektar dan diperkirakan 102.8 juta hektar diantaranya merupakan lahan kering marginal masam (Mulyani 2004). Di lahan marjinal seperti ini, pendekatan komoditi yang toleran merupakan salah satu keniscayaan untuk mendapatkan produktivitas tanaman yang tinggi.

Salah satu komoditas pilihan untuk lahan marginal adalah sorgum, khususnya sorgum manis (Sorghum bicolor (L.) Moench) karena bisa tumbuh lebih baik di lahan kering daripada jagung dan memiliki banyak manfaat (Sirappa 2003). Tanaman sorgum toleran terhadap kekeringan karena memiliki sistem perakaran yang dalam (Doggett 1970). Biji sorgum manis mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai alternatif bahan pangan, sedangkan batang dan daunnya sebagai sumber pakan ternak dan bioetanol. Batang dan daun sorgum manis juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan hijauan ternak yang bermutu melalui bioproses (Sirappa 2003).

Menurut penelitian Almodares dan Hadi (2009), varietas sorgum M81-E mampu menghasilkan pakan hijauan mencapai 103.6 ton ha-1 biomasa segar. Produksi hijauan yang optimal tersebut selalu sejalan dengan pemupukan yang intensif. Tingginya penggunaan pupuk anorganik pada sistem budidaya tanaman mengakibatkan terjadinya degradasi lahan. Penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus akan mengakibatkan rusaknya sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Sutanto 2002). Pencapaian target produksi tinggi dengan tetap menjaga kelestarian mutlak diperlukan. Usaha yang tepat diantaranya memanfaatkan pupuk hayati sebagai subtitusi penggunaan pupuk anorganik. Pupuk hayati berperan mempermudah penyediaan hara, dekomposisi bahan organik dan menyediakan lingkungan rhizosfer yang lebih baik bagi sistem perakaran tanaman (Sutanto 2002).

Pupuk hayati adalah substansi yang mengandung mikroorganisme hidup, dan jika diaplikasikan pada permukaan tanaman atau tanah dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Vessey 2003). Pupuk hayati cair Sumber Subur® berasal dari limbah hayati cair berupa urin dan rumen sapi melalui proses fermentasi. Pupuk hayati cair tersebut, selain mengandung Azospirillum sp. yang merupakan bakteri penambat N2, juga mengandung bakteri penambat fosfat yang berperan dalam penguraian senyawa karbon organik (Balittanah 2008).

(12)

2

bertujuan untuk memperpanjang masa simpan hijauan, sehingga pada musim kemarau peternak tidak akan mengalami kekurangan pasokan hijauan.

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan produksi pakan hijauan bagi peternakan sapi di Indonesia. Peningkatan produksi pakan ini sejalan dengan pengurangan konsumsi pupuk anorganik dengan substitusi pupuk hayati. Penggunaan pupuk hayati tersebut berasal dari limbah peternakan, sehingga menciptakan pertanian yang terpadu dan berkelanjutan.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan pengaruh kombinasi pupuk anorganik NPK dan pupuk hayati cair terhadap : (a) Karakter agronomi tanaman sorgum terutama biomasa tanaman dan (b) Karakter fisiologi tanaman sorgum terutama kandungan unsur hara makro NPK.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :

1. Terdapat satu atau lebih kombinasi pupuk anorganik NPK dan pupuk hayati cair yang mampu menghasilkan produktivitas biomasa sorgum paling tinggi 2. Terdapat satu atau lebih kombinasi pupuk anorganik NPK dan pupuk hayati

cair yang mampu menyerap unsur hara makro NPK paling ideal

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Sorgum Manis (Sorghum bicolor (L.) Moench).

Sorgum manis merupakan tanaman serealia semusim dan termasuk kelas monokotiledon sehingga memiliki akar serabut. Sistem perakaran sorgum terdiri atas akar-akar primer pada dasar buku pertama pangkal batang, akar sekunder dan akar tunjang. Akar primer adalah akar yang pertama kali muncul pada proses perkecambahan benih, berfungsi sebagai alat transportasi air dan nutrisi bagi kecambah. Seiring proses pertumbuhan tanaman, muncul akar sekunder pada ruas pertama yang menggantikan fungsi akar primer. Tanaman sorgum membentuk perakaran sekunder dua kali lebih banyak dari jagung. Akar sekunder berkembang secara ekstensif yang diikuti oleh matinya akar primer. Akar tunjang berfungsi seperti jangkar bagi tanaman dan berukuran lebih besar dan berwarna lebih gelap jika berada di permukan tanah. Akar tunjang memiliki ukuran dan fungsi yang sama dengan akar normal apabila mencapai tanah. Kemampuan akar tersebut yang mampu menopang pertumbuhan sorgum pada tanaman ratun hingga dua atau tiga kali. Batang tanaman sorgum merupakan rangkaian berseri dari ruas (internodes) dan buku (nodes) dengan ukuran diameter batang pada bagian pangkal antara 0.5-5.0 cm. Tinggi batang bervariasi antara 0.5-4.0 m tergantung pada varietas (House 1985).

(13)

3 digolongkan sebagai tanaman C-4 yang diketahui sangat efisien dalam fotosintesis. Efisiensi ini terjadi karena adanya sel seludang berkas dan sel mesofil yang berfungsi menambat CO2 yang merupakan bahan baku proses fotosintesis. Keistimewaan lain terdapat pada permukaan daun sorgum yang dilapisi lilin sehingga dapat mengurangi laju transpirasi dan mempunyai sistem perakaran yang ekstensif yang dapat meningkatkan penyerapan air. Fenomena stay-green pada sorgum juga mampu memperlambat proses senescen pada daun (Mahalakshmi dan Bidinger 2002) sehingga tanaman sorgum mampu mengelola batang dan daunnya tetap hijau walaupun pasokan air sangat terbatas (Borrel et al. 2006). Dari kondisi diatas, sorgum sangat efisien dalam fotosintesis dan mampu mengakumulasi biomasa dalam jumlah yang banyak.

Kebutuhan Unsur Hara Tanaman Sorgum

Unsur hara essensial dibagi menjadi dua kelompok, yaitu makro dan mikro. Hara makro yang terdiri dari N, P, K, C, H, O, Ca, S, serta Mg dan unsur hara mikro yang terdiri dari Fe, Mn, Cu, Zn, Mo, B, Cl. Kebutuhan hara makro berupa N, P, dan K sangat banyak digunakan oleh tanaman karena terangkut pada hasil panen dan pengembalian unsur hara ke lahan secara alami sangat sedikit. Pengangkutan pada hasil panen terjadi karena hara N digunakan untuk pembentukan protein, P untuk energi, dan K tetap tinggal dalam tanaman. Fokus para praktisi lebih pada unsur hara makro (N, P, dan K) bila dibandingkan dengan unsur hara lain, sehingga pupuk anorganik yang dibuat lebih mengarah kepada pemenuhan kebutuhan N, P, dan K. Ketersediaan di pasar yang hanya menjual pupuk N (Urea), P (SP-36), dan K (KCl) membuat petani hanya memberikan pupuk dengan unsur tersebut untuk tanaman mereka.

Unsur nitrogen dapat diperoleh pada pupuk urea dengan kandungan N sebanyak 45 %. Urea dapat langsung dimanfaatkan tanaman, tetapi umumnya di dalam tanah akan diubah menjadi ammonium dan nitrat melalui proses amonifikasi dan nitrifikasi oleh bakteri tanah. Nitrogen berperan dalam proses pertumbuhan tanaman dan meningkatkan kandungan klorofil tanaman. Kekurangan N menyebabkan tanaman tumbuh lambat, batang kecil, mudah rebah, daun menyempit dan pendek.

Jumlah hara tanaman sorgum yang diangkut pada pemanenan biji lebih sedikit dibanding jika dipanen keseluruhan brangkasan. Pada sistem pertanaman tanpa olah tanah dan pengolahan minimum, N dalam urea harus dibenamkan untuk menjaga volatilisasi dan imobilisasi.

Tanaman sorgum pada fase V5 (± 30 hari setelah berkecambah) mempunyai laju pertumbuhan dan serapan hara sangat tinggi, karena itu suplai hara yang cukup sangat dibutuhkan untuk mendapatkan pertumbuhan maksimum (Vanderlip 1993). Pada awal pertumbuhan hingga umur 20 hari, tanaman sorgum belum memerlukan banyak N. Pada umur 30 hari setelah tanam, penyerapan hara menjadi sangat cepat karena terjadi pertumbuhan titik diferensiasi, maka dari itu pemberian N sepertiga sampai setengah dari total kebutuhan N diberikan pada awal tanam,<10 HST sedangkan sisanya pada umur 30 hari (Espinoza 2003).

(14)

4

menjadi pendek, sistem perakaran tidak berkembang dengan baik, terlambat masak, ukuran biji dan malai kecil sehingga hasil menurun. Gejala pada daun yaitu daun berubah warna ungu-kemerahan, dimulai dari ujung ke pangkal daun (Grundon et al. 1987)

Unsur K berfungsi membantu aktivitas enzim dalam membuka dan menutup stomata dan kekurangan K dapat menghambat translokasi karbohidrat metabolisme nitrogen, tanaman mudah rebah dan mudah terinfeksi fungi di dalam tanah (Grundon et al. 1987). Unsur K dibutuhkan sangat banyak untuk menghasilkan biomasa sorgum, karena banyak unsur K yang diangkut untuk membentuk bahan kering (Sopandie 2014).

Pupuk Hayati

Pupuk hayati adalah substansi yang mengandung mikroorganisme hidup, dan jika diaplikasikan pada permukaan tanaman atau tanah dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan meningkatkan ketersediaan unsur hara (Vessey 2003). Pupuk hayati merupakan produk biologi aktif yang terdiri dari mikroba yang dapat meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan, dan kesehatan tanah (Permentan 2009). Pupuk hayati bertujuan untuk meningkatkan jumlah mikroorganisme dan mempercepat proses mikrobiologis untuk meningkatkan ketersediaan hara, sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman.

Tabel 1 Komposisi kimia pupuk hayati Sumber Subur® (Balittanah 2013) Jenis Bakteri

Jumlah populasi bakteri (cfu-1g-1propagul-1g-1

bahan pembawa)

Fungsi Bakteri Pelarut Fosfat 6.0 x 107 Melarutkan Fosfat

Azosiprilium 1.4 x 107 Menambat N2

Pupuk hayati dapat berisi bakteri atau fungi yang baik bagi tanaman. Bakteri penambat N2 mampu mengikat N-udara menjadi N-organik yang dapat dimanfaatkan oleh organisme lainnya (Simanungkalit 2001). Bakteri Azospirilium sp. dan Azotobacter merupakan mikroba penambat N yang hidup bebas dalam tanah. Tilak et al. (2005) melaporkan telah terjadi peningkatan perkecambahan benih dari Cicer arietinum, Phaseolus mungo, dan Zea mays dengan perlakuan perendaman benih dengan pupuk hayati.

Bakteri pelarut fosfat merupakan kelompok mikroba yang mengubah fosfat tidak larut dalam tanah menjadi bentuk yang dapat larut dengan jalan mensekresikan asam organik seperti asam format, asetat, propionat, laktat, glikolat, fumarat, dan suksinat (Rao 1994). Suliasih et al. (2010) menerangkan bahwa pemberian inokulan bakteri pelarut fosfat mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil buah tomat. Pemberian inokulan tersebut berperan dalam menstimulir peningkatan populasi bakteri pelarut fosfat dalam tanah serta meningkatkan aktivitas enzim fosfatase asam dan basa dalam tanah.

Aplikasi terpadu dari Pupuk Hayati, Organik dan Anorganik

(15)

5 jumlah yang dibutuhkan lebih sedikit. Selain keuntungan dari penggunaan pupuk anorganik, ternyata juga dilaporkan efek negatif dari pemberian pupuk tersebut. Pengaruh buruk dari penggunaan pupuk anorganik terus menerus ditunjukkan pada hasil penelitian Yunaini (2009) dimana pemberian pupuk anorganik 100% menghasilkan pH rendah yaitu 4.28 pada musim pertama dan 4.23 pada musim ke delapan. Hal ini berarti pemberian pupuk anorganik terus-menerus dalam jangka panjang akan menurunkan kemasaman tanah. Penurunan pH akibat pemberian pupuk anorganik kemungkinan disebabkan oleh terurainya urea melalui proses nitrifikasi. Selama proses nitrifikasi dilepaskan (H+) ke dalam tanah, yang lama kelamaan dapat memasamkan tanah.

Bahan organik dalam tanah berfungsi membuat aerasi tanah semakin baik, hara yang terfiksasi mineral tanah akan semakin sedikit sehingga yang tersedia oleh tanaman lebih besar. Unsur hara merupakan sumber energi mikroba tanah dalam mendekomposisi dan membuat hara lebih tersedia (Sutanto 2002).

Aplikasi terpadu antara pupuk hayati, pupuk organik, dan pupuk anorganik telah banyak dibuktikan dan menunjukkan hasil yang positif. Simanungkalit (2001) melaporkan bahwa pada percobaan pupuk hayati yang mengandung mikroorganisme pelarut fosfat Azospirillum, disimpulkan bahwa besarnya kenaikan hasil yang diperoleh dengan inokulasi tanpa pupuk N rata-rata 20%. Sebaliknya bila diinokulasikan ditambah dengan 25 kg N tingkat hasil lebih tinggi tetapi persentase kenaikan hasil karena inokulasi menjadi lebih rendah (7%). Hal ini berarti pemberian pupuk kimia masih diperlukan disamping inokulan sampai batas dimana pemberian ini tidak menekan perkembangan mikroorganisme. Fadiluddin (2009) mengungkapkan aplikasi pupuk hayati cair yang dikombinasikan dengan pupuk kompos dan pupuk anorganik pada tanaman jagung dapat meningkatkan serapan hara makro. Isolat bakteri yang digunakan antara lain Azospirrilum sp., Azotobacter sp., Bacillus sp., dan Pseudomonas sp. dengan kepadatan populasi 108 dengan dosis 100 ml tanaman-1. Hasil terbaik terlihat bahwa penambahan pupuk hayati hayati cair dikombinasikan dengan kompos 50%+ pupuk NPK 50% dengan peningkatan unsur makro sebesar 145%.

Hijauan Pakan Ternak

(16)

6

Jumlah hijauan yang kurang pada musim kemarau merupakan masalah dari sebagian besar peternak. Hijauan sorgum selain dapat diberikan langsung kepada ternak, dapat juga diawetkan sehingga persediaan pakan pada musim kemarau tetap terjaga. Silase adalah hijauan pakan yang difermentasi dan memiliki kadar air yang tinggi. Tujuan pembuatan silase adalah meningkatkan nilai gizi pakan, mengawetkan pakan dan mencegah agar tidak banyak nilai gizi yang hilang. Prinsip pembuatan silase adalah menurunkan derajat keasaman (pH) serendah mungkin dan dilakukan pada tempat anaerob, sehingga mikroba yang bersifat patogen tidak dapat tumbuh (McDonald et al.1995).

Penentuan kualitas silase dapat ditentukan secara organoleptis yaitu meliputi warna, bau, tekstur, dan rasa. Analisis laboratorium seperti kadar protein, serat kasar, dan lemak juga mutlak diperlukan untuk mengetahui komposisi kimia dalam silase. Ditjennak (2014) menambahkan bahwa kriteria silase yang baik mempunyai bau asam dan wangi dengan pH 3.8 - 4.2, kadar air 60 - 70 %, tidak ada jamur, warna seragam hijau kekuningan, dan tidak menggumpal.

METODE

insektisida Karbofuran 3G. Bahan untuk pembuatan silase yaitu molases dan toples. Alat yang digunakan antara lain meteran, jangka sorong, dan timbangan.

Metode Percobaan

Percobaan 1 Pengaruh kombinasi pupuk hayati dan anorganik terhadap pertumbuhan sorgum.

(17)

7 50% dosis pupuk NPK (Urea 75 kg Ha-1,SP-36 50 kg Ha-1,KCl 45 kg Ha-1)

25% dosis pupuk NPK (Urea 56.25 kg Ha-1,SP-36 37.5 kg Ha-1,KCl 33.75 kg Ha-1)

Model linier aditif yang digunakan adalah sebagai berikut : Yij = µ + αi + βj + εij Keterangan :

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j  = rataan umum

αi = pengaruh kombinasi pupuk ke-i, i=1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 βj = pengaruh kelompok ke-j, j = 1, 2, 3

εij = pengaruh galat pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

Pengolahan data dilakukan dengan uji F pada sistem SPSS (Statistical Package for The Social Science) dengan selang kepercayaan 95% (α = 5%). Setelah uji F, perlakuan yang berpengaruh nyata diuji lanjut dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf nyata 5% (Gomez 2007).

Percobaan 2 Perbandingan kandungan analisa proksimat silase.

Percobaan ini bertujuan untuk membandingkan hasil analisa kimia berupa kadar protein kasar, serat kasar, lemak kasar, beta-N dan abu dari dua bahan silase yaitu silase jagung dan silase sorgum.

Prosedur Penelitiaan

Analisis tanah dan jaringan tanaman

Pengukuran kadar hara N, P, K, dan C-organik tanah menggunakan perangkat uji tanah kering. Penentuan titik pengambilan contoh tanah dilakukan dengan cara diagonal. Satu luasan lahan percobaan diambil sampel tanah sedalam 20 cm pada bagian tengah, sudut kiri bawah dan sudut kanan atas. Sampel tanah dari ketiga titik tersebut diaduk, dan dibawa ke laboratorium Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.

Analisis kecukupan hara makro pada lahan dilakukan pada tanaman sebelumnya berupa singkong. Jaringan tanaman yang diambil berupa daun keempat yang sudah terbuka sempurna dan sehat. Analisis dilakukan terhadap unsur hara makro yang dikandung dan jumlah setiap unsur tersebut. Laporan analisis kemudian dibandingkan dengan kisaran optimal (Novizan 2002).

Pengolahan Lahan dan Penanaman

Persiapan lahan dilakukan seminggu sebelum tanam. Persiapan lahan berupa pembersihan gulma, pemberian pupuk kandang dengan dosis 3 ton Ha-1, dan pembuatan petakan berukuran 5 m x 4 m. Penanaman dilakukan dalam masing-masing plot dengan jarak tanam 70 cm antar baris dan 20 cm dalam baris sebanyak 3 butir per lubang. Insektisida Karbofuran 3G diberikan sebanyak 5 butir per lubang pada saat penanaman.

Pemupukan

(18)

8

sedangkan SP-36 dan KCL diberikan seluruh dosis pada saat penanaman.Pemupukan urea kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 4 MST (Minggu Setelah Tanam) sebanyak dua per tiga dosis. Pemberian dosis pupuk disesuaikan dengan rancangan yang telah dibuat. Pemberian pupuk hayati cair dilakukan setiap seminggu sekali dari 1 MST hingga 7 MST dengan dosis 2 L Ha-1.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman meliputi penjarangan, pembumbunan, pengendalian gulma, dan pengendalian hama penyakit. Penjarangan dilakukan pada 3 MST dengan menyisakan satu tanaman utama.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan pada 75 HST (Hari Setelah Tanam) sesaat setelah 50% populasi tanaman berbunga. Pada umur tersebut kondisi batang, daun dan biji sorgum sangat baik untuk pakan ternak (McDonald et al. 1995). Pemanenan dilakukan dengan cara memotong batang tanaman 10 cm dari permukaan tanah.

Pembuatan silase

Tanaman sorgum yang telah dipanen kemudian dilayukan selama 1 jam (di bawah sinar matahari atau di ruangan dengan suhu kamar), selanjutnya dipotong dengan ukuran 5-6 cm. Potongan batang dan daun kemudian ditimbang dan ditambahkan molasses sebanyak 5% dari bobot brangkasan kemudian dimasukkan dalam wadah kedap udara dan disimpan selama satu bulan (McDonald et al. 1995).

Analisis Proksimat

Analisis Proksimat ditujukan untuk mengetahui persentase nutrien dalam bahan pakan beserta sifat kimianya, antara lain kadar air, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, ekstrak bebas nitrogen dan abu (Leeson dan Summer 2008).

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap 10 tanaman contoh yang dipilih secara acak pada setiap satuan percobaan. Peubah yang diamati meliputi :

1. Karakter Agronomi:

a. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang di permukaan tanah hingga ujung malai pada saat panen

b. Diameter batang, diukur 10 cm dari permukaan tanah saat 60 HST (vegetatif maksimum)

c. Jumlah daun, dihitung saat vegetatif maksimum

d. Bobot total tanaman segar, yang terdiri dari batang, daun, dan malai pada saat panen

2. Karakter Fisologis:

Analisis jaringan tanaman berupa unsur makro yang diambil dari daun dewasa ke-7 saat vegetatif maksimum.

(19)

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

Suhu rata-rata di lahan percobaan pada bulan Januari hingga April 2015 adalah 25.4 0C dan kelembaban relatif sebesar 86.4 %. Rata-rata curah hujan per bulan selama percobaan ini sekitar 294.3 mm dan rata-rata hari hujan selama 22.8 hari. Data tersebut diperoleh dari data rata-rata harian (BMKG 2015) (Lampiran 2). Tanaman sorgum mampu tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 23-30 0C (Deptan 1990), oleh karena itu dapat dikatakan suhu di lokasi penelitian telah sesuai dengan syarat tumbuh sorgum.

Kondisi awal tanaman pada fase pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 1. Kondisi tanaman pada awal pertumbuhan 1 MST (Minggu Setelah Tanam) menunjukkan fase vegetatif yang lambat Gambar 1.a Pada fase tersebut akar primer tumbuh terlebih dahulu, kemudian koleoptil baru muncul dari permukaan tanah dan dilanjutkan dengan tumbuhnya daun pertama dan seterusnya. Akar sekunder mulai terbentuk pada usia 3-7 hari setelah tanaman mucul di permukaan tanah. Setelah dilakukan pemupukan kedua pada 4 MST tanaman mulai menunjukkan pertumbuhan yang cepat Gambar 1.b Pada fase ini batang tumbuh dengan cepat selaras dengan unsur hara dan air yang cukup tinggi (Vanderlip 1993). Rata-rata tanaman berbunga 50% pada umur 65 HST Gambar 1.c dan pada fase tersebut biomasa telah terakumulasi maksimum. Fase berbunga tanaman sorgum tersebut lebih lama dari jagung. Biomasa maksimum pada jagung terjadi pada fase tasseling yang berkisar antara 45-52 hari (Subekti et al. 2007). Menurut Efendi et al. (2013) semakin panjang umur berbunga maka semakin besar peluang untuk membentuk biomasa tanaman dengan ukuran dan bobot yang besar.

Pertumbuhan sorgum di lahan percobaan hingga panen tergolong baik dan tidak terdapat gangguan hama dan penyakit yang melampaui ambang batas ekonomi sehingga tidak dilakukan pengendalian secara kimiawi. Defisiensi unsur hara terjadi pada tanaman muda berumur 30 HST pada beberapa petakan dengan perlakuan minimum pemupukan. Pada Gambar 2.a terlihat kehijauan daun berkurang dan Gambar 2.b terlihat terjadi klorosis pada daun tua. Hal ini dikarenakan terjadinya defisiensi unsur Nitrogen yang merupakan substansi pembentuk protein dalam klorofil daun (Dobermann dan Fairhurst 2000).

(20)

10

Analisis Kandungan Hara Tanah

Analisis kandungan hara tanah dilakukan sebelum dimulai penelitian dengan cara komposit. Tanah pada petak percobaan merupakan Podzolik Merah Kuning yang merupakan tanah yang sangat tercuci, lapisan atas bewarna abu-abu muda sampai kekuningan, lapisan bawah merah atau kuning. Terdapat akumulasi liat hingga tekstur relatif berat, struktur gumpal, permeabilitas rendah dan stabilitas agregat rendah ( Rachim dan Arifin 2011).

Tabel 2 Sifat kimia tanah di lokasi percobaan

Indikator Nilai Kriteria*

PH 5.0 Masam

AL-dd 0.93

Kejenuhan Al (%) 13 Rendah

KTK (cmol kg-1) 12.20 Rendah

Bahan Organik :

C-organik (%) 1.18 Rendah

N-total (%) 0.12 Rendah

C/N 10 Rendah

P dan K potensial :

P2O5 (mg 100g-1) 57 Tinggi

K2O (mg 100g-1) 17 Rendah

P tersedia :

P2O5 (ppm) 8.4 Sedang

Nilai Tukar Kation :

Ca (cmol kg-1) 5.55 Rendah

Mg (cmol kg-1) 1.86 Sedang

K (cmol kg-1) 0.04 Sangat rendah

Na (cmol kg-1) 0.06 Sangat rendah Keterangan : * Klasifikasi tanah menurut Hardjowigeno 2003

Berdasarkan sifat kimianya, tanah di lokasi percobaan menunjukkan bahwa tanah bereaksi masam dengan pH 5.0, kejenuhan Al ringan 13% (Al-dd 0.93 cmol kg-1). Kandungan N-total dan C-tanah rendah serta kandungan P potensial tinggi tetapi P tersedia sedang. Kandungan Ca-dd rendah, Mg-dd sedang, serta K-dd dan Na-dd yang sangat rendah. Kapasitas Tukar Kation yang rendah sekitar 12.20 cmol kg-1 menyebabkan ion-ion sulit tersedia untuk tanaman.

(21)

11 Berdasarkan data diatas, tanah di lokasi percobaan memiliki tingkat kesuburan yang rendah (Hardjowigeno 2003).

Kehadiran Al walaupun sedikit mampu membuat defisiensi unsur-unsur P, Ca, dan Mg serta defisiensi N dan K (Samac dan Tesfaye 2003). Gangguan terhadap pertumbuhan dan kerusakan akar oleh cekaman Al menyebabkan rendahnya kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara dan air, sehingga tanaman mengalami defisiensi hara dan hambatan pertumbuhan (Sopandie 2014).

Tabel 3 Analisis kecukupan hara sebelum percobaan

Sampel Kandungan hara (%)

C-organik N P K Ca Mg

Daun Singkong

47.77 4.15 0.30 1.42 0.69 0.36

Analisa kecukupan hara makro pada lahan tersebut dilakukan pada tanaman singkong (Tabel 3), menunjukkan bahwa tanaman tersebut mengalami defisien N dan P, sedangkan untuk kadar K dikatakan rendah, Ca cukup dan Mg dikatakan optimum. Angka kecukupan hara untuk tanaman singkong adalah N (5.1-5.8), P (0.38-0.5), K (1.42-1.88), Ca (0.5-0.72), dan Mg (0.24-0.29) (Howeler 2002). Hal ini menunjukkan bahwa cekaman Al mempengaruhi pertumbuhan tanaman singkong, dan tidak adanya pemupukan menyebabkan defisiensi semakin berat. Akibat adanya cekaman Al, walaupun P potensial tinggi, tetapi P menjadi defisien karena pada tanah kering P diikat oleh Al sehingga kehadiran Al yang sedikit mampu menghambat ketersediaan P dalam tanah. Pengapuran untuk menetralkan pengaruh Al yaitu dengan memberikan kapur pertanian untuk menurunkan kadar Al. Kapur yang diberikan mampu menetralisir sebagian besar Al yang terdapat pada tanah masam dan meningkatkan ketersediaan hara P yang terdapat dalam tanah (Sopandie et al. 2010). Pengembangan sorgum pada tanah masam bisa dilakukan sampai pada kejenuhan Al < 30 %, jika melebihi kondisi tersebut tidak akan ekonomis (Sopandie 2014).

Keragaan Karakter Agronomi

Pertumbuhan tanaman dapat diukur dengan berbagai cara diantaranya dengan mengukur keragaan karakter agronomi. Komponen pertumbuhan tanaman dapat diukur diantaranya melalui tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, dan bobot biomasa tanaman (Sitompul dan Guritno 1995).

(22)

12

Keterangan : Angka dalam satu jalur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf *=0.1dan #=0.05

Berdasarkan Tabel 4 tinggi tanaman terbaik terdapat pada perlakuan 75 % dosis pupuk NPK + tanpa PHC dimana nyata lebih tinggi dibanding tanpa pemupukan dengan rata-rata tinggi 281.14 berbanding 197.28 cm. Penggunaan 25% dosis pupuk NPK tanpa PHC terlihat nyata menurunkan tinggi tanaman dibandingkan dengan diberi pupuk hayati. Perlakuan PHC saja mampu meningkatkan tinggi tanaman dibandingkan tanpa pemupukan. Pemupukan setara 50%-100% dosis pupuk NPK dengan PHC tidak memberikan pengaruh yang

(23)

13 Jumlah daun merupakan bagian penting untuk diamati pada pertumbuhan vegetatif karena sebagian besar kegiatan fotosintesis terjadi di daun. Penghitungan jumlah daun dilakukan hanya pada daun yang masih berwarna hijau dan memiliki kemampuan untuk melakukan fotosintesis. Berdasarkan Tabel 5 perlakuan 50% dosis pupuk NPK + PHC menghasilkan rata-rata jumlah daun yang paling tinggi yaitu 11.95 helai. Perlakuan PHC saja tidak menghasilkan jumlah daun yang berbeda nyata dengan perlakuan tanpa pemupukan. Pengurangan 50 % dosis pupuk NPK tanpa PHC cenderung menurunkan jumlah daun dibandingkan dengan diberi pupuk hayati. Pemupukan setara 25%, 75% dan 100% dosis pupuk NPK dengan PHC tidak memberikan pengaruh jumlah daun yang nyata dibanding dengan tanpa PHC pada dosis pemupukan yang sama. House (1985) menyebutkan bahwa jumlah daun sorgum yang beradaptasi baik dengan lingkungannya berjumlah 6-12 helai. Tanaman sorgum pada percobaan menunjukkan bahwa adaptasinya tergolong baik.

Tanaman sorgum yang tinggi akan lebih tahan rebah apabila memiliki diameter batang yang besar karena dapat menopang tanaman dengan baik. Karakter diameter batang yang besar dapat menunjukkan kemampuan tanaman dalam mengalokasikan fotosintat dan tegakan tanaman (Brown 1985). Pada perlakuan 75% dosis pupuk NPK + pupuk hayati menunjukkan diameter batang paling besar dan berbeda nyata dengan tanpa pemupukan dengan rata-rata 21.57 mm dibanding 18.27 mm. Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa penggunaan PHC mampu meningkatkan diameter batang secara nyata. Pemupukan 25%-75% dosis pupuk NPK baik dengan penambahan PHC atau tidak ternyata menghasilkan diameter batang yang tidak berbeda nyata. Penggunaan PHC saja ternyata tidak mampu meningkatkan diameter batang secara nyata.

Tabel 6 Pengaruh perlakuan kombinasi dosis pupuk NPK dan PHC terhadap

Keterangan : Angka dalam satu jalur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf *=0.1dan #=0.05

(24)

14

biomasa tanaman daripada perlakuan tanpa pupuk hayati. Hasil biomasa paling tinggi ditunjukkan pada perlakuan 50% dosis pupuk NPK + pupuk hayati, hal ini dikarenakan hasil jumlah daun dan tinggi tanaman pada perlakuan tersebut juga tinggi.

Keterangan : Angka dalam satu jalur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf *=0.1dan #=0.05

Menurut Sungkono (2010) dengan meningkatnya jumlah daun akan diikuti dengan meningkatnya tinggi tanaman dan bobot biomasa sorgum. Terdapat kecenderungan bahwa pengurangan dosis pupuk NPK hingga mencapai 25% akan menurunkan bobot biomasa segar walaupun diaplikasikan pupuk hayati. Perlakuan PHC saja terlihat menghasilkan bobot biomasa yang tidak berbeda dengan perlakuan tanpa pemupukan.

Perlakuan 50% dosis pupuk NPK + PHC menghasilkan keragaan tinggi, jumlah daun, dan bobot biomasa yang lebih tinggi dari 100% dosis pupuk NPK + PHC dan 75% dosis pupuk NPK +PHC. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Simanungkalit (2001) yang menunjukkan bahwa pemberian pupuk P tanpa Bio-fosfat meningkatkan hasil kedelai dan mencapai maksimum pada pemberian 125 kg SP-36 ha-1, sedangkan bila pupuk dikombinasikan dengan Bio-fosfat hasil maksimal dicapai pada pemberian 53 kg SP-36 ha-1.

Analisa Fisiologi Daun

(25)

15 Tabel 8 Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap unsur hara N, P dan K tanaman

saat vegetatif maksimum

Keterangan : Angka dalam satu jalur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 0.05. Substitusi 25-75% dosis pupuk NPK dengan PHC mampu meningkatkan unsur hara N dibanding tanpa perlakuan pemupukan. Hasil dari perlakuan 25% dosis pupuk NPK + PHC, perlakuan aplikasi PHC saja, dan tanpa pupuk menunjukkan adanya defisiensi unsur hara pada tanaman sorgum. Hal ini ditunjukkan dengan total hara N-tanaman yang hanya pada kisaran 2.66% sampai 3.07%, padahal menurut Lockman (1972) ambang batas unsur hara hara minimal pada tanaman sorgum yang sedang berbunga yaitu antara 3.3% sampai 4.0%.

Hampir semua perlakuan meningkatkan unsur hara P-tanaman secara nyata kecuali pada perlakuan PHC saja. Subtitusi 25-75% pupuk NPK dengan PHC mampu meningkatkan unsur hara P dibanding tanpa pemupukan. Unsur hara P-tanaman pada semua perlakuan terlihat normal dan masih berada pada angka kecukupan 0.2-0.35 % (Lockman 1972).

Unsur hara hara K-tanaman menunjukkan hasil paling tinggi yaitu pada perlakuan 75% dosis pupuk NPK + PHC.Sedangkan perlakuan PHC saja tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan tanpa pemupukan. Semua perlakuan tidak mengalami defisiensi dimana angka kecukupan masih berada pada batas angka kecukupan K pada fase berbunga yaitu 1.4-1.7 %. (Lockman 1972).

Penelitian yang dilakukan menunjukkan penggunaan PHC tidak berpengaruh nyata terhadap peubah agronomi dan fisiologi. Hal ini bisa disebabkan karena dosis pemupukan yang rendah, dimana pada saat aplikasi pemupukan hayati hanya digunakan konsentrasi 10 ml L-1 dengan dosis 2 L Ha-1 atau sesuai dengan rekomendasi yang tertera pada kemasan. Pada penelitian Amalia (2011) aplikasi PHC 2L Ha-1 dengan penggunaan dosis pupuk NPK 75 % menghasilkan pertumbuhan dan hasil padi sawah yang tidak berbeda dengan aplikasi 100% dosis pupuk NPK. Dapat dikatakan bahwa dosis PHC yang digunakan masih kurang mampu untuk meningkatkan populasi mikroba dalam tanah. Curah hujan selama penelitian berkisar antara 294.3 mm bulan-1 tergolong tinggi yang diduga menyebabkan efektivitas PHC cair tersebut berkurang karena tercuci.

(26)

16

efektivitas inokulan. Ghosh (2001) mensyaratkan jumlah populasi minimal 107 sel g-1 atau ml-1 bahan pembawa untuk inokulan tunggal bakteri pelarut fosfat dan penambat N Azospirrilum sp. Kemampuan kolonisasi dan daya hidup inokulan dalam tanah sangat ditentukan oleh kepadatan inokulan saat diaplikasikan. Jumlah inokulan yang banyak pada hasil laboratorium, belum tentu akan meningkatkan hasil bila jumlah populasi sewaktu aplikasi ke tanaman rendah. Hal ini berhubungan dengan daya saing inokulan dengan mikroba alami dalam tanah (Mukerji dan Manoharachary2006). Lahan percobaan yang digunakan memiliki pH yang rendah dan terdapat kejenuhan Al. Kinerja bakteri pelarut phospat (PSB) dan fiksasi nodulasi nitrogen sangat dipengaruhi oleh kondisi kritis, seperti salinitas tinggi, pH dan suhu umum ekosistem, terlebih jika ada kecenderungan Al dalam kemampuan memfiksasi fosfor (Tilak 2005).

Menurut penelitian Saraswati et al. (2007) perlakuan penambahan pupuk hayati menghasilkan kenaikan produksi padi yang meningkat pada musim tanam kedua. Hal ini menunjukkan bahwa sejalan dengan waktu, pemberian PHC dan pupuk organik mampu meningkatkan kesuburan tanah.Hal tersebut menjadi penyebab mengapa pengaruh PHC tidak begitu terlihat pada penelitian ini.

Analisa Usaha Tani

Hasil analisa usahatani menunjukkan bahwa aplikasi 50% dosis pupuk NPK+PHC dan 75% dosis pupuk NPK menghasilkan keuntungan maksimum. Perlakuan 50% dosis pupuk NPK+PHC meningkatkan keuntungan dua kali lebih tinggi daripada tanpa penggunaan pupuk hayati. Penggunaan PHC saja juga terlihat meningkatkan keuntungan sebesar tujuh kali dibanding tanpa pemupukan. Nilai R/C rasio seluruh perlakuan terlihat menguntungkan secara usahatani, tetapi perlakuan dengan penambahan PHC terlihat lebih menguntungkan secara ekonomi dibanding tanpa menggunakan PHC. Hasil analisis usahatani secara rinci disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Analisis usahatani pupuk hayati sorgum per hektar Perl

Perbandingan Hijauan Sorgum dengan Jagung Sebagai Pakan Ternak

(27)

17 itu budidaya tanaman pakan yang khusus untuk pemenuhan konsumsi hijauan ternak perlu dilakukan.

Biomasa jagung sudah lama digunakan untuk memenuhi kebutuhan hijauan ternak. Hasil penelitian Akil et al. (2003) menunjukkan hasil biomasa beberapa varietas jagung berkisar antara 34 - 48 ton Ha-1. Hasil tersebut masih dibawah biomasa sorgum varietas Super-1 pada penelitian ini yaitu sekitar 50 ton Ha-1. Menurut penelitian Efendi et al. (2013) panen sorgum varietas Super-1 dari tanaman primer mampu menghasilkan hijauan sebesar 53.8 ton Ha-1, tidak begitu berbeda dengan hasil penelitian ini.

Budidaya sorgum dapat dilakukan sepanjang musim, karena ratun tanaman sorgum dapat tumbuh baik pada musim kemarau. Menurut Tsuchihashi dan Goto (2008), tanaman ratun cenderung lebih toleran cekaman kekeringan dibanding tanaman primernya karena sudah memiliki sistem perakaran yang baik. Kebutuhan air yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg bahan kering pada jagung juga lebih tinggi dari sorgum sehingga tanaman sorgum lebih tahan kekeringan (House 1985).

Tabel 10 Analisa proksimat silase jagung dan sorgum

Analisa kimia bahan silase sorgum dan jagung disajikan pada Tabel 10 Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa silase jagung masih lebih baik dari silase sorgum. Komposisi abu dalam silase tersebut merupakan sisa pembakaran pakan berupa mineral yang tidak bisa dicerna oleh ternak (Leeson dan Summer 2008). Menurut Balittan (2012) kadar abu yang baik digunakan

sebagai pakan untuk penggemukan sapi yaitu ≤ 10 %. Silase sorgum dan jagung

tersebut masih tergolong baik untuk digunakan sebagai pakan. Protein kasar terdiri dari asam-asam amino dan semua bahan organik yang mengandung nitrogen. Standar protein kasar yang baik yaitu ≥ 8 % (Balittan 2012). Terlihat pada Tabel 10 bahwa kandungan protein kasar jagung sudah mampu memenuhi standar, tetapi untuk silase sorgum belum mampu. Kadar protein kasar pada silase sorgum masih bisa ditingkatkan dengan menambah bahan starter yang mengandung protein tinggi.

Serat kasar merupakan bagian karbohidrat yang tidak dapat larut (Leeson dan Summer 2008). Selanjutnya Crowder dan Chedda (1982)mengatakan bahwa semakin tinggi kadar serat kasar, semakin sulit dicerna oleh ternak. Kandungan serat kasar yang ditetapkan adalah ≤ 17% (Balittan 2012) , dapat dikatakan bahwa silase sorgum dan silase jagung masih dibawah standar yang baik untuk dicerna oleh ternak ruminansia. Umur panen yang dipersingkat bisa dilakukan untuk mengurangi nilai serat kasar tersebut (Crowder dan Chedda 1982).

(28)

18

Lemak kasar merupakan semua senyawa pakan yang dapat larut dalam pelarut organik dan bermanfaat sebagai sumber energi (Leeson dan Summer 2008). Hasil lemak kasar pada silase jagung lebih tinggi dari silase sorgum, namun kedua bahan silase tersebut masih tergolong baik untuk digunakan sebagai bahan pakan yang baik karena memenuhi standar ukuran lemak kasar yaitu ≤ 6% (Balittan 2012). Beta-N (Bahan ekstrak tanpa N) merupakan tolak ukur secara kasar kandungan karbohidrat pada suatu pakan. Semakin tinggi kandungan Beta-N suatu pakan semakin baik (Leeson dan Summer 2008). Terlihat bahwa silase jagung masih memiliki kandungan Beta-N lebih tinggi daripada silase sorgum, walaupun silase sorgum masih tergolong baik untuk digunakan sebagai pakan ternak ruminansia.

Sumber hijauan jagung yang digunakan untuk silase ditanam terpisah dengan sumber hijauan sorgum. Jagung ditanam pada lahan PT Karya Anugerah Rumpin, Rumpin Jawa Barat dengan pemupukan yang optimal sehingga mempengaruhi dalam komposisi kimia silase yang diuji. Kandungan protein dan asam amino dalam komposisi kimia hijauan tidak hanya dipengaruhi oleh genetik, tetapi juga kesuburan tanah, pemupukan, dan iklim (Tangendjaja et al. 2007).

Menurut Sungkono (2014) hasil analisa proksimat silase sorgum ternyata memiliki kandungan protein kasar, dan Beta-N yang lebih baik daripada silase jagung. Kadar lemak kasar juga tidak jauh berbeda dari silase jagung (Lampiran 4). Tanaman jagung dan sorgum yang digunakan sebagai sumber silase pada penelitiaan tersebut dibudidayakan, dipanen, dan diproses menjadi silase dengan teknik yang sama.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dosis pupuk pada perlakuan 50% NPK (Urea 75 kg Ha-1, SP-36 50 kg Ha -1, KCl 45 kg Ha-1) dengan PHC (2L Ha-1) menghasilkan karakter agronomi (tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang dan bobot biomasa) yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lain. Perlakuan pemupukan (Urea 150 kg Ha-1, SP-36 100 kg Ha-1, KCl 90 kg Ha-1 +PHC 2L Ha-1), (Urea 75 kg Ha-1, SP-36 50 kg Ha-1, KCl 45 kg Ha-1 +PHC 2L Ha-1) dan (Urea 150 kg Ha-1, SP-36 100 kg Ha -1, KCl 90 kg Ha-1) memperoleh unsur hara makro NPK paling baik. Perlakuan PHC saja tidak mampu meningkatkan produksi biomasa sorgum dan unsur hara. Perlakuan pupuk NPK pada dosis (Urea 56.5 kg Ha-1, SP-36 37.5 kg Ha-1, KCl 33.75 kg Ha-1), (Urea 75 kg Ha-1, SP-36 50 kg Ha-1, KCl 45 kg Ha-1) dan (Urea 112.5 kg Ha-1, SP-36 75 kg Ha-1, KCl 7.5 kg Ha-1) ditambah pupuk hayati menghasilkan bobot biomasa yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan NPK saja.

Saran

(29)

19

DAFTAR PUSTAKA

Akil M, Rauf M, Fadhly AF. 2003. Teknologi Budidaya Jagung untuk Pangan dan Pakan yang Efisien dan Berkelanjutan pada Lahan Marjinal. Laporan Penelitian Balitsereal.

Amalia Y. 2011. Penggunaan Pupuk Organik Cair untuk Mengurangi Dosis Penggunaan Pupuk Anorganik pada Padi Sawah (Oryza Sativa L.).[skripsi] Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Almodares A, Hadi R. 2009. Production of Bioethanol from Sweet Sorghum. African Journal of Agricultural Research.4(9): 772-780.

[BALITSEREAL] Balai Penelitian Serealia. 2002. Data Visitor Plot Jagung di KP Maros. [catatan penelitian].

[BALITSEREAL] Balai Penelitian Serealia. 2014. Varietas Super-1 (Sorgum). [internet]. [diunduh 2015 Oktober 16]. Tersedia pada : http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php?option=com_conten t&view=article&id=511:varietas-super-1-sorgum&catid=47:database-gandum-dan-sorgum.

[BALITTAN] Badan Litbang Pertanian. 2012. Teknologi Pakan Protein Rendah untuk Sapi Potong. Sinartani.Edisi 21-27 November 2012 No.3483 Tahun XLIII.

[BALITTANAH] Balai Penelitian Tanah. 2008. Pengujian Efektivitas PHC Sumber Subur Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Selada. Bogor (ID): Balittanah.

[BMKG]. Badan Meteorologi dan Geofisika. 2015. Data Iklim. Bogor (ID): BMKG.

Borrell A, Oosterom EV, Hammer G, Jordan D, Douglas A.2006. The Physiology of stay- green in Sorghum. Hermitage Research Station, University of Queensland.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Populasi Ternak. [internet]. [diunduh 2015

Oktober 16]. Tersedia pada :

http://www.bps.go.id/linktabelstatis/view/id/1506.

[Deptan] Departemen Pertanian. 1990. Teknologi Budidaya Sorgum. Jayapura (ID) : Balai Informasi Penelitian.

[DITJENNAK] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Silase.

[internet].[diunduh 2015 Februari 13]. Tersedia pada: http//www.ditjennak.pertanian.go.id/download.php?file=leaflet_silase.pdf

Crowder L, Chedda HR. 1982. Tropical Grassland Husbandry1st edition. London (UK): Longmans Green and CO. Ltd.

Dobermann A, Fairhurst T. 2000. Rice : Nutrient Disorders and Nutrient Management. London (UK): Oxford Graphic Printers Pte Ltd.

Doggett H. 1970. Sorghum. London (UK): Longmans Green and CO. Ltd.

Efendi R, Aqil M, Pabendon M. 2013. Evaluasi Genotipe Sorgum Manis (Sorghum bicolor (L.) Moench) Produksi Biomas dan Daya Ratun Tinggi. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 32 (2): 116-125.

(30)

20

Fadiluddin M. 2009. Efektivitas Formula Pupuk Hayati dalam Memacu Unsur Hara, Produksi, dan Kualitas Hasil Jagung dan Padi Gogo di Lapang.[tesis] Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Gomez KA, Gomez AA. 2007.Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanianedisi kedua. Sjamsuddin E, Baharsjah JS, penerjemah. Jakarta (ID): UI press. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agriculture Research.

Ghosh TK, Singh RP, Yadav DS, Duhan JS. 2001. Review on Quality Control of Biofertilizer in India. Fertiliser MarketingNews. 32(8): 1-9.

Grundon NJ, Edwards DG, Takkar PN. 1987. Nutritional Disorder of Grain Sorghum. Canberra (AU) : Australian Centre for International Agriculture Research.

Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta (ID) : Akademika Presindo.

House LR. 1985. A Guide to Sorghum Breeding2nd Ed. Patancheru (IN) : International Crops Research Institut for Semi-Arid Tropics (ICRISAT). Howeler RH. 2002. Cassava: Biology,Production and Utilization.Hillocks RJ,

Thresh JM, Bellotti AC, ed. Bangkok (TH): CAB International.

Kushartono B. 2001. Teknik Penyimpanan dan Peningkatan Kualitas Jerami dengan Cara Anonisasi. Buletin Pertanian. Badan Penelitian Pengembangan Pertanian. 6(2) 81-83.

Leeson S, Summer SD. 2008. Commercial Poultry Nutrition Third Edition.Nottingham (UK): Nottingham Univ Press.

Lockman, Raymond B. 1972. Mineral Composition of Grain Sorghum Plant Samples Part III : Suggestes Nutrient Sufficiency Limits as Various Stages of Growth. Comm Soil Sci. Plant Anal. 3:295-304.

Mahalakshmi V. and F.R. Bidinger. 2002. Evaluation of stay-green Sorghum Germplasm Lines at ICRISAT. Crop Sci. 42: 965-974.

Marschner H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants2nd Edition. London (UK): Academic Press.

McDonald P, Edwards RA, Greenhalg JFD, Morgan CA. 1995. Animal Nutrition Fifth edition. New York (US) : Longman Group Ltd.

Mukerji KG, Manoharachary. 2001. Microbial Activity in the Rhizosphere. Singh J, ed. Berlin (DE): Springer.

Mulyani A. 2004. Penyebaran Lahan Masam Potensi dan Ketersediannya untuk Pengembangan Pertanian. Bogor (ID):Badan Penelitian Tanah.

Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan Efektif. Jakarta (ID) : Agromedia Pustaka. [PERMENTAN]. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia. 2009. Pupuk

Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah. No 28/Permentan/SR. 130/5/2009. [internet].[diunduh 2015 Februari 13]. Tersedia pada

:http://ppvt.setjen.deptan.go.id/ppvtpp/files/96permentan-28-130-th-2009.pdf

Rukmana R. 2005. Budidaya Rumput Unggul, Hijauan Makanan Ternak. Yogyakarta (ID) : Kanisius.

Samac DA, Tesfaye M. 2003. Plant Improvement for Tolerance to Aluminum in Acid Soils. Plant Cell, Tissue and Organ Culture. 75: 189–207.

Saraswati R, Husen E. 2007. Prospek Penggunaan Pupuk Hayati pada Sawah Bukaan Baru.Lahan Sawah Bukaan Baru. 151-173.

(31)

21 Sirappa MP. 2003. Prospek Pengembangan Sorgum di Indonesia sebagai Komoditas Alternatif untuk pangan, pakan dan industri. J Litbang Pertanian 22 (4): 133-140.

Sitompul SM. Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Press.

Subekti NA, Syafruddin, Efendi R, Sunarti S. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Maros (ID) : Balai Penelitian Tanaman Serealia. Suliasih , Widawati S , Muharam A. 2010. Aplikasi Pupuk Organik dan Bakteri

Pelarut Fosfat untuk Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Tomat dan Aktivitas Mikroba Tanah. J Hortikultura. 20(3): 241-246.

Sungkono, Trikoesoemaningtyas, Wirnas D, Sopandie D, Human S, Yudiarto MA. 2009. Pendugaan Parameter Genetik dan Seleksi Galur Mutan Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di Tanah Masam. J Agron Indonesia. 37 (3) : 220 – 225.

Sungkono. 2010. Seleksi Galur Mutan Sorgum [Sorghum bicolor(L.)Moench] untuk Produktivitas Biji dan Bioetanol Tinggi di Tanah Masam Melalui Pendekatan Participatory Plant Breeding. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Sungkono. 2014. Laporan Hasil Analisa Proksimat Silase Sorgum dan Silase Jagung [komunikasi singkat]. Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan IPB.

Sopandie D, Agustina K, Trikoesoemaningtyas, Wirnas D. 2010.Tanggap Fisiologi Akar Sorgum (Sorghum bicolor(L.) Moench) terhadap Cekaman Aluminium dan Defisiensi Fosfor di dalam Rhizotron.J Agron Indonesia. 38 (2) : 88 – 94.

Sopandie D. 2014.Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika. Bogor (ID): IPB Press.

Sopandie D.2014.Butir-butir diskusi pengembangan sorgum sebagai pakan ternak. Di dalam : Sopandie D, editor.Diskusi Pengembangan Sorgum sebagai Pakan Ternak; 2014 Agus 30; Lampung Tengah, Indonesia.

Sutanto R. 2002. Penerapan Pertanian Organik, Pemasyarakatan & Pengembangannya. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Tangendjaja B, Wina E. 2007. Limbah Tanaman dan Produk Samping Industri Jagung untuk Pakan . Bogor (ID) : Balai Penelitian Ternak.

Tilak KVBR, Ranganayaki N, Pal KK, De R, Saxena AK. 2005. Diversity of plant growth and soil health supporting bacteria. Current Science.89 (1): 136-150.

Tsuchihashi N, Goto Y. 2008. Year-round Cultivation of Sweet Sorghum [Sorghum bicolor (L.) Moench] through A Combination of Seed and Ratoon Cropping in Indonesia Savanna. Plant Prod. Sci. 11(3): 377-384. Vanderlip RL. 1993. How A Grain Sorghum Plant Develops. Manhattan (US):

Kansas State University.

Vessey JK. 2003. Plant Growth Promoting Rhizobacteria as Biofertilizer. Plant Soil. 255:571-586.

(32)

22

LAMPIRAN

Lampiran 1 Sidik ragam pengaruh perlakuan kombinasi dosis pupuk NPK dan PHC pada taraf 0.1

Sumber Keragaman

db JK KT F hitung Pr > F KK (%)

Bobot 17.47

Perlakuan 9 387186.17 43020.69 4.61 0.003 Ulangan 2 53098.87 26549.43 2.85 0.08 Error 18 167931.13 9329.51

Tinggi 7.54

Perlakuan 9 22436.28 2492.92 6.65 0.0003

Ulangan 2 1099.77 549.88 1.47 0.26

Error 18 6750.24 375.01

Diameter 5.33

Perlakuan 9 32.83 3.65 3.04 0.02

Ulangan 2 2.03 1.01 0.84 0.45

Error 18 21.61 1.20

Jumlah daun

8.05

Perlakuan 9 25.23 2.80 4.06 0.01

Ulangan 2 0.81 0.41 0.59 0.56

Error 18 12.42 0.69

Kadar N 1.95

Perlakuan 6 4.31 0.72 162.22 0.0000

Ulangan 2 0.02 0.0082 1.85 0.1992

Error 12 0.05 0.0044

Kadar P 2.86

Perlakuan 6 0.02 0.0035 66.27 0.000

Ulangan 2 0.0004 0.0002 3.55 0.06

Error 12 0.0006 0.0001

Kadar K 2.38

Perlakuan 6 0.03 0.0059 3.27 0.0381

Ulangan 2 0.0078 0.0039 2.19 0.1548

(33)

23 Lampiran 2. Data Iklim wilayah Dramaga

Bul-an

Curah Hujan

Hari Hujan

Tempe-ratur

Temperatur Temperatur Kelem-baban (mm) (hari)

Rata-Rata

Maksimum (ºC)

Minimum (ºC)

Relatif (%) (ºC) Rata-

Rata

Abso lut

Rata- Rata

Abso lut

Feb 346 18 25 29.8 33.1 22 19.2 88

Mar 374 24 25.6 31.4 33.6 22.3 21 85

Apr 206 22 25.8 31.7 33.8 22.9 21.6 86

(34)

24

Lampiran 3 Deskripsi sorgum varietas Super-1 Karakteristik Super-1

Tahun dilepas 2013

Asal Pulau Sumba, NTT Umur Berbunga 50% 56 hari Panen 105 - 110 hari

Tinggi tanaman 201.65 cm

Sifat tanaman Menghasilkan ratun Kedudukan tangkai Di pucuk

Bentuk daun Pita Jumlah daun 12 helai Sifat malai Kompak Bentuk malai Elips Panjang malai 26.67 cm

Sifat sekam Setengah tertutup (depan), setengah tertutup (belakang) Warna sekam Coklat muda

Bentuk/sifat biji Bulat lonjong Ukuran biji Panjang 4.37 mm Lebar 4.03 mm

Diameter 2.60 mm Warna biji Putih

Bobot 1000 biji 32.10 g, k.a. 10% Rata-rata hasil 2.66 t ha-1 k.a. 10% Potensi Hasil 5.75 t ha-1 k.a. 10% Kerebahan Tahan

Ketahanan Agak tahan hama Aphis, tahan penyakit Antraknose, karat daun, dan hawar daun.

Kadar protein 12.96% Kadar lemak 2.21% Kadar karbohidrat 71.32% Kadar tanin 0.11% Kadar magnesium 90.33 Kadar phospor 249.88 Kadar gula brix 13.47% Produksi etanol 2851 L ha-1 Potensi etanol 4220 L ha-1 Bobot biomas batang 17.05 t ha-1 Potensi produksi biomas 38.70

(35)

25 Lampiran 4 Hasil analisa proksimat silase jagung dan silase sorgum di

Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan IPB. Parameter

Jagung

(Daun, batang, tongkol muda)

Sorgum (Daun, batang, malai)

Berat kering (%) 56.39 83.33

Abu (%) 4.12 4.25

Protein Kasar (%) 6.18 6.67

Serat Kasar (%) 16.20 19.15

Lemak Kasar (%) 1.25 1.21

Beta-N (%) 28.64 52.05

(36)

26

RIWAYAT HIDUP

Desy Pratiwi, putri tunggal dari pasangan Rochwatiningsih dan Sumarsono.Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Desember 1993 di Semarang. Tahun 2008 penulis masuk SMA N 5 Semarang, kemudian penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan, di departemen Agronomi dan Horikultura.

Gambar

 Gambar 1.a Gambar 1.b Gambar 1.c
Gambar 2.a    Gambar 2.b
Tabel 4 Pengaruh perlakuan kombinasi dosis pupuk NPK dan PHC terhadap keragaan tinggi tanaman
Tabel  8 Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap unsur hara N, P dan K tanaman saat vegetatif maksimum

Referensi

Dokumen terkait

Variabel harga berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel kepuasan konsumen Joglosemar Yogyakarta Hal itu dapat dilihat dari nilai signifikansi yang

Hasil ini dapat digunakan dalam aplikasi klinis, bahwa untuk mendapatkan pencitraan yang baik dari suatu jaringan tumor/kanker dapat dilakukan pada 45 menit

Alhamdulillahirabbil’alamin , penulis memanjatkan puji syukur pada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis

 bangkai tubuh hewan lainnya yang tergenang air sehingga sering juga d lainnya yang tergenang air sehingga sering juga disebut dengan jamur.. isebut

Seiring dengan berkembangnya zaman yang semakin membutuhkan segala hal yang praktis dan mudah untuk perawatan diri dan acara pernikahan maka WILDAN Salon dan Wedding

Tujuan penelitian ini untuk menghasilkan soal serupa TIMSS pada konten data dan peluang yang valid dan praktis serta menguji efek potensial soal dalam mengukur

Selain menandakan bahwa single mother dari klien dirumah terapi anak berkebutuhan khusus ini memiliki kearifan dan kebijaksanaan, dengan tau instansi yang memberikan terapi