STUDI KUALITAS PERAIRAN SEBAGAI PENGEMBANGAN
BUDIDAYA IKAN DISUNGAI KEUREUTO KECAMATAN
LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA PROVINSI
NANGGROE ACEH DARUSSALAM
Khairatun Nisa’
110302013
PROGRAMSTUDI MANAJEMENSUMBERDAYAPERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
STUDI KUALITAS PERAIRAN SEBAGAI PENGEMBANGAN
BUDIDAYA IKAN DI SUNGAI KEUREUTO KECAMATAN
LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA PROVINSI
NANGGROE ACEH DARUSSALAM
SKRIPSI
KHAIRATUN NISA’
110302013
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYAPERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
STUDI KUALITAS PERAIRAN SEBAGAI PENGEMBANGAN
BUDIDAYA IKAN DISUNGAI KEUREUTO KECAMATAN
LHOKSUKON KABUPATEN ACEH UTARA PROVINSI
NANGGROE ACEH DARUSSALAM
SKRIPSI
KHAIRATUN NISA’
110302013
SkripsisebagaisatudiantarabeberapasyaratuntukmemperolehgelarSarjana Perikanan di Program StudiManajemenSumberdayaPerairan
FakultasPertanianUniversitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA
PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
JudulPenelitian
: StudiKualitasPerairanSebagaiPengembanganBudi dayaIkan di Sungai KeureutoKecamatanLhoksukon, Kabupaten Aceh Utara, ProvinsiNanggroe Aceh Darussalam
Nama : KhairatunNisa’
NIM : 110302013
Program Studi : ManajemenSumberdayaPerairan
DisetujuiOleh KomisiPembimbing
Prof. ZulkifliNasution, M. Sc. Ph. D Dr. Khadijah ELRamija, S.Pi, MP
Ketua Anggota
Mengetahui
Dr. Ir. Yunasfi, M.Si
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Khairatun Nisa’
NIM : 110302013
Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul
StudiKualitasPerairanSebagaiPengembanganBudidayaIkan Di Sungai KeureutoKecamatanLhoksukonKabupaten Aceh Utara ProvinsiNanggroe Aceh Darussalamadalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapaun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber
data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
dibagian akhir skripsi ini.
Medan, September 2015
ABSTRAK
KHAIRATUN NISA’. Studi Kualitas Perairan Sebagai Pengembangan Budidaya Ikan Di Sungai Keureuto Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dibimbing oleh ZULKIFLI NASUTION dan KHADIJAH EL RAMIJA.
Sungai selain dimanfaatkan sebagai sumber air minum dan pemenuhan kehidupan sehari-hari, juga dimanfaatkan untuk budidaya perikanan. Dalam melakukan suatu kegiatan budidaya perikanan, maka perairan sungai yang digunakan sebagai budidaya perikanan harus memenuhi persyaratan baik parameter fisika, parameter kimia dan parameter biologi perairan, maka perlu dilakukan studi kualitas perairan untuk mengetahui potensi pengembangan budidaya perikanan di Sungai Keureuto. Mengetahui kualitas perairan Sungai Keureuto untuk kegiatan budidaya perikanan adalah dengan membandingkan nilai kualitas perairan Sungai Keureuto yang telah diteliti dengan baku mutu PP. No. 82 tahun 2001dengan metode storet. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – Mei 2015 di Sungai Keureuto. Metode yang digunakan adalah metode Purposive Sampling. Pengambilan sampel dilakukan pada 3 stasiun. Parameter fisika dan kimia perairan Sungai Keureto berdasarkan Baku Mutu PP. No. 82 tahun 2001 tergolong dalam baku mutu kelas III, dimana perairan Sungai Keureto masih sesuai untuk dilakukan budidaya perikanan.
ABSTRAK
KHAIRATUN NISA '. Study of Water Quality For Aquaculture Development in the Keureuto River Lhoksukon, North Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam Province. Under academic supervision byZULKIFLI NASUTION and KHADIJAH EL RAMIJA.
Rivers can be used as sources of drinking water and fulfillment of daily life, is also used for aquaculture. To implement an aquaculture activities, the river waters are used as aquaculture must meet the requirements of both physical parameters, chemical parameters and biological parameters of water. It is necessary to study the quality of the waters to determine the potential for development of aquaculture in River Keureuto. To determine the quality of the waters of the River Keureuto for aquaculture activities is by comparing the quality of the waters of the River Keureuto that have been studied with the quality standard PP. No. 82 2001 with storet method. This study was conducted in March-May 2015 in Keureuto River. The method used is purposive sampling method. Samples were taken at 3 stations. Physical and chemical parameters river waters keureto based Quality Standard PP. No. 82 2001 belong to the quality standard of Grade III, where the waters of the River Keureto still appropriate to do aquaculture.
RIWAYAT HIDUP
Penulis Lahir Di Tanjung Mulia Pada Tanggal
08 Februari 1993. Anak Pertama dari dua bersaudara ini
merupakan putri dari pasangan Ibrahim, S.P dan
Maimunah S.Pt.
Pada tahun 2000 penulis diterima di SD 050678
Air Hitam, kemudian pada tahun 2005 penulis diterima
di MTs Negri Tanjung Pura. Pada tahun 2008 penulis diterima di MA Negri 2
Tanjung Pura dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2011, penulis diterima di
Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi (SNMPTN) Undangan terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian.
Penulis mengikuti Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai Penelitian
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah S.W.T. karena berkat
rahmat dan petunjuknya penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan
judul “Analisis Kualitas Perairan Sebagai Pengembangan Budidaya Ikan di
Sungai Keureuto, Kecamatan Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam”, yang merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan studi pada Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selesainya proposal penelitian ini
tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis ucapkan terima kasih
dan penghargaan yang tulus kepada kedua orang tua tercinta yaitu Ayahanda
Ibrahim S.P dan Ibunda Maimunah S.Pt, yang penuh pengorbanan dalam
membesarkan, curahan kasih sayang, serta doa yang tak henti kepada penulis
selama mengikuti pendidikan hingga dapat menyelesaikan proposal penelitian ini.
Serta saudara saya Siti Zakirah dan Khairil Fajar, S.E, terima kasih atas doa,
dukungan moril, dan motivasi yang senantiasa diberikan selama ini.
Terlepas dari keterbatasan penulis sebagai makhluk yang lemah, penulis
mengemukakan bahwa penyelesaian proposal penelitia ini tidak mungkin tercapai
tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku Ketua Program Studi Manajemen
2. Bapak Prof. Zulkifli Nasution, M. Sc. Ph.D selaku ketua komisi pembimbing
yang telah memberikan dukungan dan ilmu yang berharga bagi penulis.
3. Ibu Dr. Khadijah EL Ramija, S.Pi, MP selaku anggota komisi pembimbing
yang disela-sela kesibukannya bersedia meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Dharma Bakti, M.S selaku Dekan Fakultas Pertanian.
5. Seluruh Dosen dan staf Fakultas Pertanian khususnya Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan.
6. Patner terbaik, M. Irfansyah Harahap, terima kasih atas semua bantuan dan
dukungannya. Seluruh teman-teman MSP 2011 khususnya Rawiyatul
Hikmah, Febrina Rahmadanti Putri, Laily Dirda Fitrianingsih, Nurul
Fadillah, Julia Syahriani Hsb, Ainul Mardiah, Putri Widyawati, Syafrida
Siregar, Firza Annisa Nst, Mardiah Hsb, Emaliana, Kartika Dewi, M. Bobbie
Jhora Walker, Fahmi Fadhli Rais, Dede Yuanda, Ahmad Rizki, M. Ma’rufi
terima kasih atas semua bantuan dan dukungannya.
Terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata semoga
skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang
Manajemen Sumberdaya Perairan.
Medan, 2015
6. Amoniak ... 15
Faktor Biologi Perairan (Plankton) ... 16
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 18
Alat dan Bahan ... 19
Prosedur Penelitian... 19
Deskripsi Area ... 19
Parameter yang Diukur ... 21
a. Pengukuran Biologi ... 21
b. Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan ... 22
Analisis Data ... 24
Parameter Fisika Kimia Perairan ... 27
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 29
Parameter Fisika Kimia ... 29
Parameter Biologi ... 34
DAFTAR TABEL
No.TeksHalaman
1. Klasifikasi Padatan di Perairan Berdasarkan Ukuran
Diameter… ... 12
2. Nilai Kualitas Air Kelas II untuk Budidaya Ikan Air Tawar Menurut Baku Mutu PP No. 82 Tahun 2001 ... 26
3. Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air ... 28
4. Nilai Rata-Rata Parameter Fisika Kimia Perairan yang Diukur ... 29
5. Nilai Kelimpahan (K) Plankton ... 34
6. Nilai Keanekaragaman (H′) Plankton ... 34
7. Nilai Indeks Keseragaman (E) ... 35
8. Nilai Dominansi (C) ... 35
9. Nilai Skor Kualitas Perairan Metode Storet ... 35
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 5
2. Lokasi Penelitian ... 18
3. Stasiun 1 ... 20
4. Stasiun 2 ... 20
5. Stasiun 3 ... 21
6. Nilai Rata-Rata Suhu Pada Setiap Stasiun ... 30
7. Nilai Rata-Rata Kecerahan Pada Setiap Stasiun ... 30
8. Nilai Rata-Rata Kecepatan Arus Pada Setiap Stasiun ... 31
9. Nilai Rata-Rata TSS Pada Setiap Stasiun ... 31
10. Nilai Rata-Rata pH Pada Setiap Stasiun ... 32
11. Nilai Rata-Rata DO Pada Setiap Stasiun ... 32
12. Nilai Rata-Rata DO Pada Setiap Stasiun ... 33
13. Nilai Rata-Rata Nitrat Pada Setiap Stasiun ... 33
ABSTRAK
KHAIRATUN NISA’. Studi Kualitas Perairan Sebagai Pengembangan Budidaya Ikan Di Sungai Keureuto Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dibimbing oleh ZULKIFLI NASUTION dan KHADIJAH EL RAMIJA.
Sungai selain dimanfaatkan sebagai sumber air minum dan pemenuhan kehidupan sehari-hari, juga dimanfaatkan untuk budidaya perikanan. Dalam melakukan suatu kegiatan budidaya perikanan, maka perairan sungai yang digunakan sebagai budidaya perikanan harus memenuhi persyaratan baik parameter fisika, parameter kimia dan parameter biologi perairan, maka perlu dilakukan studi kualitas perairan untuk mengetahui potensi pengembangan budidaya perikanan di Sungai Keureuto. Mengetahui kualitas perairan Sungai Keureuto untuk kegiatan budidaya perikanan adalah dengan membandingkan nilai kualitas perairan Sungai Keureuto yang telah diteliti dengan baku mutu PP. No. 82 tahun 2001dengan metode storet. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – Mei 2015 di Sungai Keureuto. Metode yang digunakan adalah metode Purposive Sampling. Pengambilan sampel dilakukan pada 3 stasiun. Parameter fisika dan kimia perairan Sungai Keureto berdasarkan Baku Mutu PP. No. 82 tahun 2001 tergolong dalam baku mutu kelas III, dimana perairan Sungai Keureto masih sesuai untuk dilakukan budidaya perikanan.
ABSTRAK
KHAIRATUN NISA '. Study of Water Quality For Aquaculture Development in the Keureuto River Lhoksukon, North Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam Province. Under academic supervision byZULKIFLI NASUTION and KHADIJAH EL RAMIJA.
Rivers can be used as sources of drinking water and fulfillment of daily life, is also used for aquaculture. To implement an aquaculture activities, the river waters are used as aquaculture must meet the requirements of both physical parameters, chemical parameters and biological parameters of water. It is necessary to study the quality of the waters to determine the potential for development of aquaculture in River Keureuto. To determine the quality of the waters of the River Keureuto for aquaculture activities is by comparing the quality of the waters of the River Keureuto that have been studied with the quality standard PP. No. 82 2001 with storet method. This study was conducted in March-May 2015 in Keureuto River. The method used is purposive sampling method. Samples were taken at 3 stations. Physical and chemical parameters river waters keureto based Quality Standard PP. No. 82 2001 belong to the quality standard of Grade III, where the waters of the River Keureto still appropriate to do aquaculture.
DAFTAR LAMPIRAN
NO. Teks Halaman
1. Gambar Bagan Kerja Metode Winkler ... 46
2. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5 ... 47
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air merupakan salah satu senyawa kimia yang terdapat di alam secaraakan
tetapi ketersediaan air yang memenuhi syarat bagi keperluan manusia relatif
sedikit karena dibatasi oleh berbagai faktor. Dari sekitar 1.386 juta km3 air yang
ada di bumi, sekitar 1.337 km3 (97,39%) berada di samudera atau lautan dan
hanya sekitar 35 juta km3 (25,53%) berupa air tawar di daratan dan sisanya dalam
bentuk gas/uap. Jumlah air tawar tersebut sebagian besar (69%) berupa gumpalan
es dan glasier yang terperangkap di daerah kutub, sekitar 30% berupa air tanah
dan hanya sekitar 1% terdapat dalam sungai, danau dan waduk (Suripin, 2002).
UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dinyatakan bahwa
sungai merupakan salah satu bentuk alur air permukaan yang harus dikelola secara
menyeluruh, terpadu berwawasan lingkungan hidup dengan mewujudkan
kemakmuran rakyat. Berdasarkan hal tersebut sungai harus dilindungi dan dijaga
kelestariannya, ditingkatkan fungsi dan kemanfaatannya, dan dikendalikan
dampak negatif terhadap lingkungannya.
Sungai merupakan perairan mengalir (lotik) yang dicirikan oleh arus yang
searah dan relatif kencang, dengan kecepatan berkisar 0,1 – 1,0 m/detik, serta
sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim, bentang alam (topografi dan kemiringan),
jenis batuan dasar dan curah hujan. Semakin tinggi tingkat kemiringan, semakin
besar ukuran batuan dasar dan semakin banyak curah hujan, pergerakan air
semakin kuat dan kecepatan arus semakin cepat. Sungai bagian hulu dicirikan
dengan badan sungai yang dangkal dan sempit, tebing curam dan tinggi, berair
jernih dan mengalir cepat. Sungai sebagai penampung dan penyalur air yang
datang dari daerah hulu atas, akan sangat terpengaruh oleh tata guna lahan dan
luasnya daerah aliran sungai, sehingga pengaruhnya akan terlihat pada kualitas air
sungai (Odum, 1996).
Kegiatan pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
manusia yang menitik beratkan pada pertumbuhan ekonomi dengan
memanfaatkan sumber daya alam tanpa memperhatikan aspek lingkungan dapat
menimbulkan tekanan terhadap lingkungan. Berbagai aktivitas manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya yang berasal dari kegiatan industri, rumah tangga,
dan pertanian akan menghasilkan limbah yang memberi sumbangan pada
penurunan kualitas air sungai (Suriawiria, 2003).
Kuantitas air di alam ini jumlahnya relatif tetap namun kualitasnya
semakin lama semakin menurun. Kuantitas/jumlah air umumnya dipengaruhi oleh
kualitas air sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial seperti kepadatan penduduk
dan kepadatan sosial (Effendi, 2003).
Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan diuji berdasarkan
parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 115: Tahun 2003), kualitas air tersebut dapat dinyatakan dengan parameter
fisik karakteristik air dan kualitas air sungai. Parameter fisik menyatakan kondisi
fisik air atau keberadaan bahan-bahan yang dapat diamati secara visual/kasat
mata. Parameter fisik tersebut adalah kandungan partikel/padatan, warna, rasa,
bau, dan suhu. Sedangkan yang termasuk dalam karakteristik air sungai ini yaitu
sedimentasi dan salinitas (Supiyati, dkk., 2012).
Produksi perikanan budidaya (akuakultur) tumbuh pesat dalam 2-3 dekade
terakhir. Budidaya perikanan menyumbang sekitar sepertiga pasokan ikan dunia.
Indonesia berada diurutan keempat setelah Vietnam sebagai produsen perikanan
budidaya perairan. Padahal potensi perikanan budidaya Indonesia sangat besar.
Wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya perairan sangat luas, terdiri dari
laut (marine aquaculture), perairan tawar (freshwater aquaculture) dan tambak/air
payau (brackishwater aquaculture).Potensi produksi budidaya perairan Indonesia
mencapai 57,7 juta ton, terdiri dari 47 juta ton budidaya laut, 5 juta ton budidaya
tambak, dan 5,7 juta ton budidaya air tawar (Kordi K dan Andi, 2010).
Salah satu sungai di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang memiliki
potensi besar yaitu Sungai Kreung Keureuto dengan luas tangkapan ± 931 km2.
Luas total daerah aliran sungai (catcment area) adalah 916,31 km2, dengan
terletak di daerah Kabupaten Aceh Utara dan sebagian lagi masuk dalam wilayah
Kabupaten Aceh Tengah. Hulu Krueng Keurueto berada di Gunung Tungkuh Tige
dan bagian hilir melintas di tengah Kota Lhoksukon. Sungai sebagai penampung
dan penyalur air yang datang dari daerah hulu atas, akan sangat terpengaruh oleh
tata guna lahan dan luasnya daerah aliran sungai, sehingga pengaruhnya akan
terlihat pada kualitas air sungai Kualitas air sungai dipengaruhi oleh seluruh
aktivitas manusia, pemanfaatan jasa sungai, limbah, pertambangan, dan pertanian
di DAS. Sungai sebagai sumberdaya perairan belum dimanfaatkan masyarakat
untuk kegiatan usaha budidaya perikanan. Untuk mendukung perikanan Indonesia
diwilayah Sungai Keureuto ini sangat berpotensi untuk dilakukan usaha budidaya
perikanan.
Perumusan Masalah
Adapun rumusan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Apakah kualitas perairan di Sungai Keureuto memenuhi baku mutu dalam PP
No. 82 tahun 2001?
2. Apakah di Sungai Keureuto layak dikembangkan budidaya ikan?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kualitas perairan Sungai Keureuto untuk pengembangan
budidaya ikan.
2. Untuk mengetahui pengaruh dari aktivitas masyarakat sekitar terhadap
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat sebagai informasi bagi masyarakat dan pihak
yang membutuhkan sebagai dasar pengembangan budidaya ikan di Sungai
Keureuto. Sebagai bahan lanjutan penelitian bagi yang membutuhkan data.
Kerangka Pemikiran
Sungai Keureuto merupakan sungai yang belum pernah diteliti bagaimana
kualitas perairannya. Beberapa aktivitas manusia merubah kualitas perairan sungai
ini, yaitu aktivitas pertanian, limbah domestik (rumah tangga), limbah
nondomestik (aktivitas pasar) dan penambangan gas mempengaruhi faktor fisika,
kimia dan biologi perairan Sungai Keureuto. Untuk itu perlu dilakukan uji kualitas
perairan Sungai Keureto, apakah sesuai dengan Baku Mutu PP RI No. 82 Tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, dan
apakah Sungai Keureuto ini berpotensi untuk dilakukan pengembangan budidaya
perairan atau tidak. Adapun kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
Akitivitas Manusia
Sungai Keureuto
Penambangan Limbah Domestik
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Sungai
Ekosistem air tawar secara umum dibagi atas 2 yaitu perairan lentik
(perairan tenang) misalnya danau dan perairan lotik (perairan mengalir) yaitu
sungai. Perbedaan utama antara perairan lotik dan perairan lentik adalah arus,
dimana arus pada perairan lotik umumnya mempunyai kecepatan arus yang sangat
tinggi disertai perpindahan massa air yang berlangsung dengan cepat (Hutabarat,
2010).
Sungai adalah perairan umum yang airnya mengalir terus menerus pada
arah tertentu, berasal dari air tanah, air permukaan yang diakhiri bermuara ke laut.
Sungai sebagai perairan umum yang berlokasi di darat dan merupakan suatu
ekosistem terbuka yang berhubungan erat dengan sistem-sistem terestrial dan
lentik. Ciri-ciri umum daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya
gunung. Sungai adalah lingkungan alam yang banyak dihuni oleh organisme
(Odum, 1996).
Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Krueng Keureuto membentang pada
Kabupaten Aceh Tengah pada bagian hulu dan Kabupaten Aceh Utara pada
bagian hilir. Luas total daerah aliran sungai (catcment area) adalah 916,31 km2,
dengan panjang sungai 93,91 km. Sungai Krueng Keureuto menerima kontribusi
debit dari Hulu Sungai Krueng Keureuto (DAS 351,03 km2), Sungai Krueng Pirak
(DAS 88,85 km2), Sungai Krueng Ceuku (DAS 82,25 km2), Sungai Krueng Peuto
(DAS 276 km2), Aluleuhop (DAS 81,23 km2) dan Alueganto (DAS 37,28 km2)
(Dinas Kimpraswil 2001). Keadaan geometrik sungai ini terutama di bagian hilir
merupakan daerah daratan rendah dengan gejala meandering (anyaman) aktif dan
kapasitas tampungan yang relatif kecil dibandingkan dengan debit yang dialirkan.
Selain itu juga banyak terdapat belokan sungai yang tajam dengan kemiringan
yang relatif datar sehingga kemampuan mengalirkan debit menjadi kecil.
Sepanjang Sungai Krueng Keureuto ini tidak ada penambangan besar-besaran
terhadap material dasarnya, sehingga relatif tidak menganggu keseimbangan
angkutan sedimennya. Lhoksukon merupakan salah satu daerah yang menerima
konstribusi air secara langsung dari Sungai Krueng Keureuto ini, terutama untuk
kebutuhan irigasi dan tambak. Areal Lhoksukon meliputi perkampungan, areal
persawahan dan ladang di sebelah barat, utara dan timur dari Lhoksukon, hutan,
rawa, semak belukar dan perkebunan tebu di sebelah selatan Lhoksukon dan
sebagian kecil tambak masyarakat. Pada sungai ini terdapat beberapa anak sungai
diantaranya Krueng Pirak, Krueng Ceku, Alu Leuhop, Krueng Kreh, Krueng
dalam alur sungai Krueng Keureuto yang menyebabkan puncak banjir yang tinggi
di daerah hilir sungai(Syahyadi, 2012).
Budidaya Ikan
Ikan dan biota akuatik (air) umumnya merupakan bahan pangan bergizi
tinggi yang telah dimnfaatkan umat manusia sejak mulai berburu manusia yang
hidup disekitar sungai, danau, dan laut dapat menangkap dan memungut berbagai
biota akuatik untuk dikonsumsi, baik dalam keadaan mentah maupun dimasak.
Nenek moyang manusia yang hidup dilaut, didanau, dan disungai inilah yang
kemudian melahirkan peradaban saat ini (Kordi K, 2010).
Budidaya ikan sebenarnya sudah lama dikenal banyak orang namun
metode yang digunakan masih bersifat tradisional dan sederhana. Untuk
meningkatkan produksi ikan perlulah kiranya dilakukan pengembangan dibidang
metode budidaya ikan ini. Yang dimaksud dengan budidaya ikan disini adalah
usaha manusia dengan segala tenaga dan kemampuannya untuk memelihara ikan
dengan cara memasukkan ikan tersebut dalam tempat dengan kondisi tertentu atau
dengan cara menciptakan kondisi lingkungan alam yang cocok bagi ikan
(Afrianto dan Evi, 1988).
Pengembangan usaha budidaya perikanan adalah salah satu solusi untuk
mengatasi penurunan hasil tangkapan dan peningkatan harga minyak.
Pengembangan usaha ini akan dapat menjamin suplai ikan sepanjang tahun dan
hal ini akan memberikan dampak positif bagi kehidupan nelayan di masa depan
Salah satu sistem budidaya yang cocok dilakukan pada perairan sungai
adalah sistem karamba. Sistem karamba adalah sistem budidaya ikan yang
dilakukan dalam suatu wadah yang dibatasi oleh bambu atau jaring kawat.
Budidaya ikan dalam karamba telah dimulai untuk pertama kalinya di sungai
Cibunut, Bandung pada tahun 1940. Sejak itu, sistem karamba mulai menyebar ke
seluruh Jawa Barat. Saat ini, sistem karamba telah berkembang dengan pesat dan
telah mampu memberikan hasil ikan kurang lebih sebesar 600 ton setiap
hektarnya. Berdasarkan letaknya didalam perairan, maka karamba dapat dibagi
menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Karamba didasar perairan
2. Karamba dibawah permukaan air
3. Karamba pada permukaan
Jenis ikan air tawar yang sangat efisien dipelihra dengan sistem karamba
adalah ikan mas (Cyprinus carpio). Selain itu, ikan bandeng (Chanos chanos)
juga dapat dipelihara dengan sistem karamba diperairan payau. Akhir-akhir ini
banyak dicoba untuk membudidayakan jenis ikan yang lain dalam karamba.
Ternyata pemeliharaan ikan Lele (Clarias batrachus), Nila (Oreochromis
niloticus), dan mujair (Oreochromis mosambicus) didalam karamba telah
memberikan hasil yang baik (Afrianto dan Evi, 1988).
Kualitas Air
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 menyatakan bahwa Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, pasal 1, pencemaran air
energidan atau komponen lain kedalam air oleh kegiatan manusia, sehingga
kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat
berfungsi sesuai peruntukannya’’ (Rahmawati, 2011).
Klasifikasi dan kriteria mutu air mengacu pada Peraturan Pemerintah No.
82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
air yang menetapkan mutu air kedalam empat kelas:
1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,
dan atau perutukan lain yang mempersyaratkan mutu air yangsama dengan
kegunaan tersebut.
2. Kelas dua, air yang peruntukaannya dapat digunakan untuk prasarana/ sarana
kegiatan rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi pertamanan, dan atau peruntukan lainnya yang mempersyaratkan
mutu airyang sama dengan kegunaan tersebut.
3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan atau peruntukan
lainnya yang mempersyaratkan mutu airyang sama dengan kegunaan tersebut.
4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertamanan dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut (Rahmawati, 2011).
Kualitas air, yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen lain didalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter,
yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut, dan sebagainya),
parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam, dan sebagainya), dan
sumberdaya air sangat penting, agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan
dengan tingkat mutu yang diinginkan (Effendi, 2003).
Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi,
atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaaannnya didalam air. Sedangkan kelas air adalah peringkat kualitas air
yang dinilai masih ayak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu
(Rahmawati, 2011).
Suatu sungai dikatakan tercemar jika kualitas airnya sudah tidak sesuai
dengan peruntukannya. Kualitas air ini didasarkan pada baku mutu kualitas air
sesuai kelas sungai berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Faktor Fisika Perairan 1. Suhu
Suhu memberi efek penting bagi ikan (organisme) untuk: ketahanan hidup
(survival), perkembangbiakan (reproduction), tumbuh (development of young
organism), dan kompetisi (competition) dengan yang lain (Nuitja, 2010).
Suhu sangat berpengaruh terhadap proses-proses yang terjadi dalam badan
air. Suhu air buangan kebanyakan lebih tinggi daripada suhu badan air. Hal ini
erat hubungannya dengan proses biodegradasi. Pengamatan suhu dimaksudkan
untuk mengetahui kondisi perairan dan interaksi antara suhu dengan aspek
kesehatan habitat dan biota air lainnya. Kenaikan suhu air akan menimbulkan
beberapa akibat sebagai berikut: (1) jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun,
terganggu, (4) jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air
lainnya akan mati (Fardiaz, 1992).
Setiap jenis fitoplankton memiliki suhu yang optimum tersendiri dan
sangat bergantung kepada faktor lain seperti cahaya. Menurut Effendi (2000),
kisaran suhu yang optimum bagi pertumbuhan fitoplankton diperairan adalah
20-30°C (Asriyana dan Yuliana, 2012).
Secara umum, laju fotosintesis plankton meningkat dengan meningkatnya
suhu perairan, tetapi akan menurun secara drastis setelah mencapai suatu titik
suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap spesies plankton selalu beradaptasi
terhadap suatu kisaran suhu tertentu (Aryawaty, 2007).
Menurut Odum (1993), Walaupun variasi suhu dalam air tidak sebesar di
udara, hal ini merupakan faktor pembatas utama karena organisme akuatik sering
kali mempunyai toleransi yang sempit (stenotermal). Menurut Haslan (1995)
dalam Effendi (2003), kisaran suhu optimal bagi pertumbuhan fitoplankton adalah
20°C – 30°C(Suryanto, 2011).
2. Kecerahan
Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan
merupakan ukuran tranparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan
menggunakan keeping secchi. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter.
Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan,
dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran
(Effendi, 2003).
Effendi (2003) menyatakan bahwa perairan dengan nilai kecerahan kurang
dangkal (dekat oulet dan inlet) lebih rendah dari pada perairan yang dalam.
Walaupun variasi suhu dalam air tidak sebesar di udara, hal ini merupakan faktor
pembatas utama karena organisme akuatik sering kali mempunyai toleransi yang
sempit (stenotermal). Kisaran suhu optimal bagi pertumbuhan fitoplankton adalah
20 °C – 30 °C.
3. Total Suspended Sold (TSS)
Total suspended solid atau padatan tersuspensi (diameter >1 µm) yang
tertahan dengan diameter pori 0,45 µm. Padatan yang menyebabkan kekeruhan
air, tidak terlarut, dan tidak dapat mengendap. TSS terdiri dari lumpur, pasir halus,
dan jasad renik akibat erosi tanah. Partikel menurunkan intensitas cahaya yang
tersuspensi dalam air (Rahmawati, 2011).
Padatan total adalah bahan yang tersisa setelah air sampel mengalami
evaporasi dan pengeringan pada suhu tertentu (APHA, 1989). Padatan yang
terdapat di perairan diklasifikasikan berdasarkan ukuran diameter partikel Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Padatan di Perairan Berdasarkan Ukuran Diameter
Klasifiksi Padatan Ukuran Diameter (μm) Ukuran Diameter (mm)
Padatan terlarut
Arus dapat membantu penyebaran dan migrasi horizontalplankton, tetapi
jikaterlalu kuat dapat mengganggu keseimbangan ekologis perairan yang
karenapergerakannya sangat tergantung pada pergerakan air(Romimohtarto dan
Juwana,2004).
Kecepatan arus air dari suau badan air ikut, menentukan penyebaran
organisme yang hidup di badan air tersebut, penyebaran plankton, baik
fitoplankton maupun zooplankton, paling ditentukan oleh aliran air. Tingkah laku
hewan air juga ikut ditentukan oleh aliran air. Selain itu, aliran air juga ikut
berpengaruh terhadap terhadap kelarutan udara dan garam-garam dalam air,
sehingga secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kehidupan organisme
air (Suin, 2002).
Faktor Kimia Perairan 1. pH
pH yang ideal bagi kehidupan organisme aquatik termasuk plankton pada
umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat
asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme
karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi.
Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai
senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan
mengancam kelangsungan hidup organisme akuatik. Sementara pH yang tinggi
akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan
terganggu, dimana kenaikan pH diatas normal akan meningkatkan konsentrasi
amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004).
2. DO
Kelarutan oksigen jenuh dalam air pada 25°C dan tekanan 1 atmosfir
akan menurunkan tingkat nitrifikasi sehingga nilai NO3-N pada air sungai menjadi
rendah dengan TN dan NH4+-N yang tinggi. Hal ini yang dapat menghalangi self
purifikasi (pemurnian diri) pada permukaan air, dengan mengurangi laju proses
transformasi nitrifikasi-dentrifikasi pada air (Rahmawati, 2011).
Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 menyatakan bahwa nilai standar baku
untuk kegiatan perikanan sebesar 4 mg/l. Kandungan DO semakin menurun
seiring dengan kedalamannya, ini disebabkan semakin kedalam perairan semakin
berkurang cahaya matahari yang masuk sehingga proses fhotosintesis fitoplankton
kurang berjalan dengan baik (Hardiyanto, dkk., 2012).
3. BOD5
Menurut Mahida (1986) BOD akan semakin tinggi jika derajat pengotoran
limbah semakin besar. BOD merupakan indikator pencemaran penting untuk
menentukan kekuatan atau daya cemar air limbah, sampah industri, atau air yang
telah tercemar. BOD biasanya dihitung dalam 5 hari pada suhu 200°C. Nilai BOD
yang tinggi dapat menyebabkan penurunan oksigen terlarut tetapi syarat BOD air
limbah yang diperbolehkan dalam suatu perairan di Indonesia adalah sebesar 30
ppm.
4. Fosfat
Fosfor banyak digunakan sebagai pupuk, sabun atau detergen, bahan
industri keramik, minyak pelumas, produk minuman dan makanan, katalis dan
sebagainya. Kadar fosfat yang diperkenankan pada perairan alami berkisar antara
0,005-0,02 mg/l P-PO4 (Effendi, 2003).
Fosfat merupakan unsur zat hara yang berperan penting terrhadap
pembentukan protein, lemak dan metabolisme organisme. Menurut Joshimura di
dalam Nurhaniah (1998), tingkat kesuburan perairan dapat diduga berdasarkan
kandungan orthofosfat yang terlarut dalam perairan. Kesuburan perairan termasuk
rendah apabila kandungan orthofosfat (PO4) 0,100 – 0,200 mg/l. Asmawi (1994)
menyatakan bahwa dalam jumlah yang seimbang, fosfat dapat menstimulasi
pertumbuhan dari mikroorganisme perairan yang berfotosintesis(Hardiyanto, dkk.,
2012).
5. Nitrat
Zat hara sangat diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang
biak, diantaranya adalah nitrogen dalam bentuk nitrat, serta perannya dalam
proses sintesa protein hewan dan tumbuh-tumbuhan. Menurut Wardoyo (1985),
berdasarkan kandungan nitrat kesuburan perairan dapat dibagi menjadi 3
golongan, yaitu kurang subur 0,0 – 0,1 mg NO3/l, sedang 0,1 – 5,0 mg NO3/l dan
subur 5,0 – 50,0 mg NO3/l (Hardiyanto, dkk., 2012).
Faktor Biologi Perairan (Fitoplankton)
Organisme yang hidup melayang-layang atau mengambang di dalam air
dan memiliki kemampuan gerak yang relatif terbatas disebut plankton. Plankton
mempunyai peranan penting dalam ekosistem perairan, karena plankton menjadi
bahan makanan bagi berbagai jenis organisme lainnya di ekosistem perairan
Keberadaan plankton di dalam perairan sangat ditentukan oleh kondisi
fisika dan kimia perairan tersebut. Plankton mempunyai batas toleransi tertentu
terhadap parameter lingkungan sehingga keanekaragamannya akan berbeda pada
kondisi parameter fisika dan kimia yang berbeda. Plankton adalah organisme air
yang hidup melayang-layang dan pergerakannya sangat dipengaruhi oleh gerakan
air. Plankton juga dibagi menjadi fitoplankton, yaitu organisme plankton yang
bersifat tumbuhan dan zooplankton, yaitu plankton yang bersifat hewan (Barus,
2004).
Faktor fisika-kimia lingkungan terutama unsur hara nitrat dan fosfat sangat
berpengaruh pada pertumbuhan plankton. Jika terjadi pencemaran oleh kedua
unsur tersebut dapat mengakibatkan peledakan jumlah populasi plankton tertentu
yang bisa mengeluarkan zat toksin ke dalam perairan. Hal tersebut sangat
merugikan bagi organisme yang ada disekitarnya (Wibisono, 2005).
Kelompok organisme yang selalu terbawa arus perairan ini dibagi menjadi
dua golongan utama yaitu Fitoplankton dan Zooplankton. Fitoplankton yang
sering juga disebut dengan plankton nabati merupakan organisme autotroph yang
sangat banyak dijumpai di ekosistem perairan. Sedangkan Zooplankton yang
sering disebut plankton hewani merupakan organisme heterotroph yang memiliki
ukuran lebih besar dari fitoplankton (Nybakken, 1988).
Fitoplankton merupakan kelompok yang memegang peranan sangat
penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini dengan adanya kandungan
klorofil mampu melakukan fotosintesis. Proses fotosintesis pada ekosistem air
yang dilakukan oleh fitoplankton (produsen), merupakan sumber nutrisi utama
dari zooplankton dan diikuti oleh kelompok organisme air lainnya yang
membentuk rantai makanan (Barus, 2004).
Perkembangan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh zooplankton dengan
mengemukakan teori grazing, yang menyatakan jika di suatu perairan terdapat
populasi zooplankton yang tinggi maka populasi fitoplankton akan menurun
karena dimangsa oleh zooplankton (Nybakken, 1988).
Fitoplankton memegang peranan yang sangat penting dalam suatu
perairan, fungsi ekologinya sebagai produsen primer dan awal mata rantai dalam
jaring makanan menyebabkan fitoplankton sering dijadikan skala ukuran
kesuburan suatu perairan. Tingkat berikutnya adalah pemindahan energi dari
produsen ke tingkat tropik yang lebih tinggi melalui rantai makanan. Zooplankton
merupakan konsumen pertama yang memanfaatkan produksi primer yang
dihasilkan fitoplankton. Peranan zooplankton sebagai mata rantai antara produsen
primer dengan karnivora besar dan kecil dapat mempengaruhi kompleksitas rantai
makanan dalam ekosistem perairan(Handayani dan Mufti, 2005).
Fitoplankton memegang peranan yang sangat penting dalam suatu
perairan, fungsi ekologinya sebagai produsen primer dan awal mata rantai dalam
jaring makanan menyebabkan fitoplankton sering dijadikan skala ukuran
kesuburan suatu perairan. Tingkat berikutnya adalah pemindahan energi dari
produsen ke tingkat tropik yang lebih tinggi melalui rantai makanan. Zooplankton
merupakan konsumen pertama yang memanfaatkan produksi primer yang
dihasilkan fitoplankton. Peranan zooplankton sebagai mata rantai antara produsen
primer dengan karnivora besar dan kecil dapat mempengaruhi kompleksitas rantai
perairan akan mempengaruhi keberadaan zooplankton baik langsung atautidak
langsung. Struktur komunitas dan pola penyebaran zooplankton dalam perairan
dapat dipakai sebagai salah satuindikator biologi dalam menentukan perubahan
kondisi perairan tersebut. Untuk mengkaji hal tersebut salah satuyang dapat
dilakukan yaitu dengan mengetahui komposisi, kelimpahan, dan keanekaragaman
zooplankton. Strukturkomunitas zooplankton di suatu perairan ditentukan oleh
kondisi lingkungan dan ketersediaan makanan dalam hal inifitoplankton. Apabila
kondisi lingkungan sesuai dengan kebutuhan zooplankton maka akan terjadi
proses pemangsaan fitoplankton oleh zooplankton(Handayani dan Mufti, 2005).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai Juni 2015
disepanjang Sungai Keureuto Kecamatan Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara.
Pengukuran parameter kualitas air dilakukan 3 stasiun. Penelitian dilakukan
dengan 2 tahap yaitu, secara langsung (insitu) yaitu dilapangan dan tidak langsung
(exsitu) yaitu analisis sampel air dilakukan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan
dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) dan identifikasi plankton dilakukan di
Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan Terpadu. Adapun lokasi
perairan akan mempengaruhi keberadaan zooplankton baik langsung atautidak
langsung. Struktur komunitas dan pola penyebaran zooplankton dalam perairan
dapat dipakai sebagai salah satuindikator biologi dalam menentukan perubahan
kondisi perairan tersebut. Untuk mengkaji hal tersebut salah satuyang dapat
dilakukan yaitu dengan mengetahui komposisi, kelimpahan, dan keanekaragaman
zooplankton. Strukturkomunitas zooplankton di suatu perairan ditentukan oleh
kondisi lingkungan dan ketersediaan makanan dalam hal inifitoplankton. Apabila
kondisi lingkungan sesuai dengan kebutuhan zooplankton maka akan terjadi
proses pemangsaan fitoplankton oleh zooplankton(Handayani dan Mufti, 2005).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai Juni 2015
disepanjang Sungai Keureuto Kecamatan Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara.
Pengukuran parameter kualitas air dilakukan 3 stasiun. Penelitian dilakukan
dengan 2 tahap yaitu, secara langsung (insitu) yaitu dilapangan dan tidak langsung
(exsitu) yaitu analisis sampel air dilakukan di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan
dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) dan identifikasi plankton dilakukan di
Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan Terpadu. Adapun lokasi
Gambar 2. Lokasi Penelitian
Alat dan bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, ang water
sampel, botol sampel air, botol sampel plankton, botol winkler, buku identifikasi
plankton, cool box, ember 5 liter, GPS (Global Positioning System), kamera
digital, kertas label,lakban, mikroskop, object glass, pipet tetes, pH meter,
plankton net, secchi Disk, spidol, stopwatch, refraktometer, termometer, tali,
tissue.
Adapun bahan yang digunakan adalah amilum, aquades, H2SO4, KOH-KI,
MnSO4, NaSO3, lugol, dan es batu.
Metode yang digunakan dalam penentuan stasiun pengambilan sampel
kualitas air adalah “PurposiveSampling”. Terdapat 3 stasiun dengan 3 kali
ulangan pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Maret
2015 sampai April 2015, dengan interval waktu 2 minggu sekali.Pengambilan
sampel air dilakukan setelah matahari keluar sempura, yaitu pada pukul 09.00
WIB sampai 13.00 WIB. Pengambilan sampel dan penentuan stasiun didasarkan
pada aktivitas disekitar sungai.
Deskripsi Area
Sungai keureto merupakan Sungai yang yang berada di Kota Lhoksukon,
Aceh Utara. Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Krueng Keureuto membentang
padaKabupaten Aceh Tengah pada bagian hulu dan Kabupaten Aceh Utara pada
bagian hilir.Luas total daerah aliran sungai (catcment area) adalah 916,31 km2,
dengan panjangsungai 93,91 km.
Lokasi penelitian stasiun 1 berada dialiran sekitar daerah muara Sungai
Keureuto, di Desa Blang Pantee Kecamatan Paya Bakong. Stasiun ini berada pada
titik koordinat 05°01’90” LU dan 097°09’51,66” BT. Lokasi penelitian stasiun 1
Gambar 3. Stasiun 1
Lokasi stasiun 2 yaitu daerah penambangan gas. Terletak di Desa Parang
Sikureng Kecamatan Matang Kuli. Stasiun ini berada pada titik koordinat
05°02’8,16” LU dan 097°16’1,44” BT. Lokasi penelitian stasiun 2 dapat dilihat
pada Gambar 4.
Gambar 4. Stasiun 2
Lokasi stasiun 3 berada pada daerah pertanian yaitu sawah dan ladang.
Dan permukiman warga yang padat dan juga daerah perkotaan. Stasiun ini terletak
di Desa Meunasah Dayah Kecamatan Lhoksukon. Berada pada koordinat
05°02’28,86” LU dan 097°19’9,66” BT. Lokasi penelitian stasiun 3 dapat dilihat
Gambar 5. Stasiun 3
Parameter yang Diukur
a. Pengukuran Biologi (Plankton)
Pengambilan sampel plankton dilakukan langsung di tempat penelitian.
Prosedur pengambilan sampel plankton yakni sampel air dari permukaan diambil
dengan menggunakan Ang Water Sampel dengan 3 kali ulangan, kemudian
dituang kedalam plankton net. Sampel plankton yang terjaring dituang ke dalam
botol film dan diawetkan dengan menggunakan lugol sebanyak 3 tetes dan diberi
label.
Sampel diambil 1 ml menggunakan pipet tetes lalu dituang dan diamati
menggunakan Sedgwick Rafter berupa gelas preparat yang berbentuk empat
persegi panjang dan terdapat lekukan dengan panjang 50 mm, lebar 20 mm, dan
tinggi 1 mm kemudian ditutup menggunakan object glass. Pengamatan dilakukan
dengan 20 kali ulangan dan diidentifikasi dengan menggunakan buku identifikasi
b. Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Perairan Faktor Fisika Perairan Yang Diukur Mencakup: Suhu
Suhu air diukur menggunakan termometer air raksa yang dimasukkan ke
dalam sampel air selama lebih kurang 10 menit. Kemudian dibaca skala pada
termometer tersebut. Pengukuran suhu air dilakukan setiap pengamatan di
lapangan. Adapun langkah kerja pengambilan sampel dapat dilihat pada Lampiran
10.
Kecepatan Arus
Pengukuran kecepatan arus menggunakan benda yang mengapung seperti
gabus dengan cara yang paling sederhana. Diambil jarak 5 m antara satu titik
dengan titik yang lain. Kemudian gabus diletakkan mengikuti arus pada titik awal,
lalu stopwatch dihidupkan sampai melewati titik akhir. Kemudian dicatat waktu
tempuh gabus. Pengukuran kecepatan arus dilakukan tiap stasiun dan setiap
pengamatan di lapangan.
Penetrasi Cahaya
Penetrasi cahaya dilakukan menggunakan Secchi Disk yang dimasukkan
ke dalam badan air sampai keping secchi tidak terlihat, kemudian diukur panjang
tali yang masuk ke dalam air.
Total Suspended Solid (TSS)
Total Suspended Solid (TSS) diukur dengan Spektrofotometri. Sampel air
yang diambil dari setiap stasiun dimasukkan kedalam botol kemudian dilakukan
analisis di Laboratorium.
pH (Derajat Keasaman)
Nilai pH diukur menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH
meter ke dalam sampel air yang diambil dari perairan sampai pembacaan pada alat
konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut.
DO (Dissolved Oxygen)
Dissolved Oxygen (DO) diukur menggunakan metoda Winkler. Sampel air
diambil dari permukaan perairan dan dimasukkan ke dalam botol winkler
kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut. Metode Winkler dapat dilihat
pada Lampiran 1.
BOD5(Biochemical Oxygen Demand)
Pengukuran BOD5 dilakukan dengan menggunakan metoda winkler.
Sampel air yang diambil dari permukaan perairan dimasukkan ke dalam botol
winkler. Kemudian diinkubasi selama 5 hari dalam suhu 20°C. Lalu dilakukan
pengukuran nilainya seperti bagan kerja pengukuran DO. Metode kerja BOD5
dapat dilihat pada Lampiran 2.
Fosfat
Pengukuran fosfat dilakukan dengan cara sampel air diambil langsung di
lapangan sebanyak 1 liter menggunakan botol sampel pada permukaan
airkemudian dibawa ke laboratorium untuk dianalisa menggunakan
spektrofotometer.
Nitrat
Pengukuran nitrat dilakukan dengan cara sampel air diambil langsung di
kemudian dibawa ke laboratorium untuk dianalisa menggunakan
spektrofotometer.
Analisis Data
Kelimpahan Plankton (K)
Nilaikelimpahan fitoplankton dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut (modifikasi dari APHA 1995).
� = ������
������
Keterangan :
N : Kelimpahan plankton (sel/l) n : jumlah sel yang diamati (sel) Vs : Volume contoh air yang disaring (l)
Acg : Luas penampang permukaan Sedwgwick Rafter Counting Cell (mm2) Aa : Luas amatan (mm2)
Vt : Volume air yang tersaring (30 ml)
As : Volume konsentrasi dalam Sedgwick Rafter Counting Cell (ml)
Indeks Keanekaragaman Shannon–Wienner (H’)
Analisis dengan menggunakan rumus Shannon-Wienner digunakan untuk
mengetahui keanekaragaman jenis biota perairan. Jika keanekaragamannya tinggi,
berarti komunitas planktonnya di perairan makin beragam dan tidak didominasi
olehsatu atau dua jenis individu plankton Persamaan yang digunakan untuk
menghitung indeks ini adalah persamaan Shanon-Wienner, Untuk itu dilakukan
perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
H’ = -∑ pi ln pi
Keterangan :
H’ : Indeks Diversitas
pi : Jumlah individu masing-masing jenis (i=1,2,3,…) S : Jumlah jenis
ln : Logaritma nature
pi : Ʃ ni/N (Perhitungan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis)
Dengan nilai H’ :
0 < H’ < 2,302 = Keanekaragaman rendah 2,302 < H’ < 6,907 = Keanekaragaman sedang H’ > 6,907 = Keanekaragaman tinggi
Indeks Keseragaman (E)
Indeks keseragaman dihitung dengan formula dari Shannon-Wienner
(Odum, 1993), yaitu sebagai berikut:
� = H’
H max
Keterangan:
H’ : Nilai Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener H max : ln S
Keterangan:
0-1 atau mendekati 1 = Penyebaran tidak merata dan keseragaman rendah >1 = Penyebaran merata dan keseragaman tinggi
Indeks Dominansi (D)
Menurut Odum (1994) diacupada Fachrul (2007) untuk mengetahui
adanya dominansi jenis di perairan dapat digunakan indeks dominansi Simpson
dengan persamaan berikut:
atau struktur komunitas dalam keadaan stabil.
D ≈ 1 : berarti terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau struktur komunitas labil, karena terjadi tekanan ekologi (stres).
Parameter Fisika Kimia Perairan
Hasil pengamatan parameter fisika kimia perairan dibandingkan dengan
baku mutu kualitas air untuk budidaya ikan, apakah kualitas air tersebut berada
dibawah ambang batas atau diatas ambang batas untuk budidaya ikan. Kualitas air
menurut Baku Mutu PP No. 82 tahun 2001 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Kualitas Air Kelas Ii Untuk Budidaya Ikan Air Tawar Menurut Baku Mutu PP No. 82 Tahun 2001.
Metode Storet merupakan salah satu metode untuk menentukan status
mutu air yang umum digunakan. Dengan metode Storet dapat diketahui
parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Secara
baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status
mutu air. Cara untuk menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan
sistem nilai dari US-EPA (Environmental Protection Agency) dengan
mengklasifikasikan sebagai berikut:
1. Skor = 0 memenuhi baku mutu
2. Skor = -1 s/d -10 tercemar ringan
3. Skor = -11 s/d -30 tercemar sedang
4. Skor = ≤ -31 tercemar berat
Penentuan status mutu air dengan menggunakan metode Storet dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Lakukan pengumpulan data kualitas air secara periodik sehingga membentuk
data dari waktu ke waktu (time series data).
2. Bandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan
nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air.
3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran ≤
baku mutu) maka diberi skor 0.
4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran >
baku mutu) maka diberi skor yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air
Jumlah Contoh Nilai Parameter
Minimum -2 -4
Rata-rata -6 -12
5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya
dari jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil penelitian parameter fisika kimia perairan Sungai Keureuto memiliki
nilai yang bervariasi tetapi tidak menunjukkan perbedaan nilai yang signifikan
antara masing-masing stasiun. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di
perairan Sungai Keureuto, Kabupaten Aceh Utara diperoleh nilai rata-rata
parameter fisika kimia perairan dan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai Rata-Rata Parameter Fisika Kimia Perairan yang Diukur
Parameter Satuan
Baku Mutu Kelas Stasiun
II III 1 2 3
*Berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2001 untuk Budidaya Ikan Air Tawar
Suhu
Nilai rata-rata suhu air berkisar antara 23,3°C – 24,6°C. Suhu tertinggi
yaitu 24,6°C pada stasiun 3 dan suhu terendah yaitu 23,3°C pada stasiun 1, hal ini
Perbedaan nilai suhu ini dikarenakan perbedaan substrat, lokasi dan waktu
pengambilan. Nilai rata-rata suhu dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Nilai Rata-Rata Suhu Pada Setiap Stasiun
Kecerahan
Nilai kecerahan pada Sungai Keureuto berkisar antara 20,66 – 48,33 cm.
Kecerahan tertinggi yaitu 48,33 cm terdapat pada stasiun 1 dan kecerahan
terendah yaitu 20,66 cm terdapat pada stasiun 3. Perbedaan nilai kecerahan ini
dikarenakan perbedaan kedalaman dan warna air serta substrat sungai, dimana
pada stasiun 1 substratnya adalah pasir berbatuan sedangkan pada stasiun 2 dan 3
substratnya adalah belumpur, dan pada stasiun 2 dan 3 kealaman sungai lebih
tinggi daripada stasiun 1. Nilai rata-rata kecerahan dapat dilihat pada gambar 7. 23,3
23,6
24,6
22,5 23 23,5 24 24,5 25
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
SU
H
Gambar 7. Nilai Rata-Rata Kecerahan Pada Setiap Stasiun
Kecepatan Arus
Nilai kecepatan arus pada Sungai Keureuto berkisar antara 0,4 – 1,4 m/s.
Kecepatan arus tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 1,4 m/s dan kecepatan arus
terendah terdapat pada stasiun 3 yaitu 0,4 m/s. Nilai rata-rata kecepatan arus
dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Nilai Rata-Rata Kecepatan Arus Pada Setiap Stasiun 48,33
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
K
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
TSS(Total Suspended Sold)
Nilai TSS pada Sungai Keureuto berkisar antara 22 – 93,33 mg/l. Nilai
TSS tertinggi yaitu 93,33 mg/l yang terdapat pada stasiun 3 dan nilai TSS
terendah yaitu 22 mg/l terdapat pada stasiun 1. Stasiun 1 memiliki nilai TSS yang
rendah dikarenakan memiliki kecepatan arus yang tinggi, sehingga
partikel-partikel padatan yang ada terbawa oleh arus, namun partikel-partikel-partikel-partikel yang ada
pada stasiun 1 masih sedikit. Nilai rata-rata TSS dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Nilai Rata-Rata TSS Pada Setiap Stasiun
pH
Nilai pH yang diukur pada masing-masing stasiun berkisar antara 7,5 –
7,9. Nilai pH tertinggi yaitu 7,9 terdapat pada stasiun 1 dan pH terendah yaitu 7,5
terdapat pada stasiun 2. Namun dari hasil penelitian dilihat bahwa nilai pH tidak
memiliki perbedaan yang sangat signifikan, secara umum nilai pH ini adalah
normal. Nilai rata-rata pH dapat dilihat pada Gambar 10. 22
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
TS
Gambar 10. Nilai Rata-Rata pH Pada Setiap Stasiun
DO
Nilai DO pada Sungai Keureuto berkisar antara 4,53 – 4,74 mg/l. Nilai DO
tertinggi yaitu 4,74 mg/l terdapat pada stasiun 2 dan nilai DO terendah terdapat
pada stasiun 1 yaitu 4,53 mg/l. Hal ini menunjukkan jumlah oksigen lebih banyak
pada stasiun 2. Nilai rata-rata DO dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Nilai Rata-Rata DO Pada Setiap Stasiun
7,9
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
pH
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
BOD5
Nilai BOD5 pada Sungai Keureuto berkisar antara 0,406 – 0,68 mg/l. Nilai
BOD5 tertinggi yaitu 0,68 mg/l terdapat pada stasiun 3, hal ini dikarenakan
semakin tinggi derajat pengotoran limbah maka BOD5akan semakin tinggi dan
nilai BOD5 terendah yaitu 0,406mg/lyang terdapat pada stasiun 1, hal ini
dikarenakan oleh perbedaan arus dan kedalaman sungai. Nilai rata-rata
BOD5dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Nilai Rata-Rata DO Pada Setiap Stasiun
Nitrat
Nilai Nitrat pada Sungai Keureuto berkisar 1 mg/l. Nitrat merupakan zat
hara yang menentukan subur atau tidaknya suatau perairan. Dari hasil penelitian
nilai nitrat yang terdapat pada sungai keureuto tidak terdapat perbedaan pada
setiap stasiun tidak terdapat perbedaan. Rata-rata nilai nitrat dapat dilihat pada
Gambar 13.
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
B
O
Gambar 13. Nilai Rata-Rata Nitrat Pada Setiap Stasiun
Pospat
Nilai pospat pada Sungai Keureuto berkisar antara 0,03 – 0,19 mg/l. Nilai
pospat tertinggi yaitu 0,19 mg/l terdapat pada stasiun 3 dan nilai pospat terendah
terdapat pada stasiun 1 yaitu 0,03 mg/l. Nilai rata-rata pospat dapat dilihat pada
Gambar 14.
Gambar 14. Nilai Rata-Rata Pospat Pada Setiap Stasiun
1 1 1
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
NI
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
PO
S
PA
Parameter Biologi
Tabel 5. Jenis Plankton yang ditemukan di Sungai Keureuto
Kelas Family Genus
Bacillariophyceae Achanthaceae Acanthes sp.
Fragilariaceae Fragilaria sp.
Synedra sp.
Cyanophyceae Oscillatoriaceae Oscillatoria sp.
Spirulina sp.
Desmidiaceae Closterium sp.
Ulothrix sp.
Oedogoniaceae Oedogonium sp.
Paramecium sp.
Cladophoraceae Cladopora sp.
Rotifera Keratella sp.
Dinorbryon sp.
Ceratiaceae Ceratium sp.
Mesotaeniacea Gonatozygon sp.
Zygnemataceae Mougeotia sp.
Kelimpahan Plankton
Setelah plankton diidentifikasi dan dihitung jumlahnya dengan
menggunakan rumus, maka diketahui jumlah kelimpahan plankton per stasiun
yang dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai Kelimpahan (K) Plankton
Titik Pengamatan Nilai Kelimpahan (K) (ind/ L)
Stasiun 1
Setelah dihitung jumlah kelimpahan plankton maka diketahui jumlah
indeks keanekaragaman plankton per stasiun yang dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai Keanekaragaman (H′) Plankton
Titik Pengamatan Nilai Kelimpahan (H′)
Stasiun 1
Setelah dihitung jumlah Keanekaragaman plankton maka dapat diketahui
jumlah indeks keseragaman plankton per stasiun yang dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Nilai Indeks Keseragaman (E)
Titik Pengamatan Nilai Keseragaman (E)
Indeks Dominansi (C)
Setelah plankton diidentifikasi dan dihitung jumlahnya dengan
menggunakan rumus, maka dapat diketahui jumlah indeks dominansi plankton per
stasiun yang dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai Dominansi (C)
Titik Pengamatan Nilai Dominansi
Stasiun 1
Kualitas air di perairan Sungai Keureuto berdasarkan parameter fisika
kimia menggunakan metode storet dengan baku mutu air menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 (Lampiran) dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Nilai Skor Kualitas Perairan Metode Storet
Kelas Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Skor Kualitas Air Skor Kualitas Air Skor Kualitas Air
Pembahasan
Parameter Fisika dan Kimia Perairan Suhu
Hasil pengukuran suhu air di Sungai Keureuto berkisar antara 23,3°C –
24,6°C. Jika dibandingkan dengan baku mutu Suhu tertinggi yaitu 24,6°C pada
stasiun 3 pada daerah hilir sungai. Ini dikarenakan pengukuran suhu dilakukan
pada pukul 11.00 WIB dimana intensitas matahari yang cukup tinggi dan juga
lokasi stasiun 3 ini yg berada pada wilayah yang padat penduduk. Menurut
Hutabarat (2010) bahwa tingginya suhu disebabkan oleh tingginya cahaya dan
adanya pencampuran air, serta oleh faktor aktifitas yang ada pada stasiun tersebut.
Tingginya suhu air berkaitan dengan besarnya intensitas cahaya matahari yang
masuk keperairan, karena intensitas cahaya yang masuk menentukan derajat
panas. Semakin banyak sinar matahari yang masuk maka suhu semakin tinggi dan
bertambahnya kedalaman akan mengakibatkan suhu menurun.
Suhu terendah terjadi pada stasiun 1 yaitu pada daerah penambangan batu
dan terletak dihulu sungai. Aktivitas ini menyebabkan suhu perairan menjadi
menurun. Menurut Barus (2004) bahwa suhu suatu badan perairan dapat
dipengaruhi oleh waktu, cuaca, aliran serta kedalaman. Nilai suhu pada Sungai
Keureuto ini termasuk suhu yang optimum bagi biota dan layak untuk
pengembangan budidaya ikan sesuai dengan baku mutu air PP No. 82 Tahun
Kecerahan
Nilai kecerahan pada Sungai Keureuto berkisar antara 20,66 – 48,33 cm.
Nilai kecerahan ini dipengaruhi oleh aktifitas yang ada pada stasiun dan juga
kedalamannya. Kemampuan cahaya matahari untuk menembus sampai kedasara
perairan dipengaruhi oleh kekeruhan (turbidity) air. Dari hasil penelitian bahwa
kecerahan di Sungai Keureuto masih tinggi dan cocok untuk pembudidayaan ikan.
Hal ini sesuai pernyataan Sumich (1992) diacu oleh Asmara (2005) bahwa
semakin tinggi kedalaman secci disksemakin dalam penetrasi cahaya kedalam air,
yang selanjutnya akan meningkatkan ketebalan lapisan air yang produktif.
Tebalnya lapisan air yang produktif memungkinkan terjadinya pemanfaatan unsur
hara secara kontinyu oleh produsen primer.
Kecepatan Arus
Nilai kecepatan arus pada Sungai Keureuto berkisar antara 0,4 – 1,4 m/s.
Kecepatan arus tertinggi yaitu sebesar 1,4 m/s yang terdapat pada stasiun 3 yaitu
daerah hulu yang terdapat penambangan batu. Dan terendah terdapat pada stasiun
3, dimana stasiun 3 kedalamannya lebih tinggi daripada stasiun1. Perbedaan
kecepatan arus ini umumnya dipengaruhi karena perbedaan substrat. Menurut
Nybakken (1992) diacu oleh Wijaya dan Riche (2010) bahwa kecepatan arus
dapat dipengaruhi oleh keberadaan angin dan sustrat yang terdapat didasar
TSS (Total Suspended Solid)
Nilai TSS pada Sungai Keureuto berkisar antara 22 – 93,33 mg/l. Nilai
TSS tertinggi yaitu pada stasiun 3. Adanya peningkatan TSS air Sungai Keureuto
pada stasiun 2 dan 3, dikarenakan banyaknya alih fungsi lahan menjadi
pemukiman warga dan terdapat penambangan gas dan juga limbah perkotaan yang
memasuki aliran sungai. Menurut Effendi (2003) yang diacu oleh Ali dkk., (2013)
bahwa untuk kepentingan perikanan dengan nilai TSS antara 25-80 mg/l,
pengaruhnya terhadap kepentingan perikanan adalah sedikit berpengaruh.
Sehingga dengan nilai TSS air sungai Keureto yang berkisar antara 22 – 93,33
mg/l menjadi sedikit berpengaruh untuk kepentingan perikanan.
pH
Nilai pH yang diukur pada masing-masing stasiun berkisar antara 7,5 –
7,9. Secara umum nilai pH ini adalah normal. Hal ini sesuai dengan pendapat
Barus (2004) bahwa nilai pH yang ideal untuk kehidupan organisme air pada
umumnya adalah 7 – 8,5. Berdasarkan standar baku mutu air PP No. 82 tahun
2001 (kelas II), pH yang baik untuk kegiatan budidaya ikan air tawar berkisar
antara 6 -9. Nilai pH ini menunjukkan bahwa di Sungai Keureuto ini masih layak
untuk dilakukan kegiatan budidaya perikanan sesuai dengan baku mutu PP no. 82
Tahun 2001.
DO
Nilai DO pada Sungai Keureuto berkisar antara 4,53 – 4,74 mg/l. Nilai DO
pertanian. Dari hasil ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai DO.
Menurut Tatangindatu dkk., (2013) bahwa DO yang seimbang untuk hewan
budidaya adalah 5 mg/l. Jika oksigen terlarut tidak seimbang akan menyebabkan
stress pada ikan karena otak tidak mendapat suplai oksigen yang cukup, serta
kematian akibat kekurangan oksigen (anoxia) yang disebabkan jaringan tubuh
tidak dapat mengikat oksigen yang terlarut dalam darah. Berdasarkan PP No. 82
Tahun 2001, batas minimum DO untuk kriteria air untuk budidaya ikan adalah
minimal 4. Hal ini menunjukkan kualitas air Sungai Keureto masih layak untuk
budidaya perairan.
BOD5
Nilai BOD5 pada Sungai Keureuto berkisar antara 0,406 – 0,68 mg/l. Nilai
BOD5 tertinggi yaitu sebesar 0,68 mg/l pada stasiun 3. Tingginya kadar BOD5 ini
dikarenakan banyaknya bahan organik yang dapat diurai oleh mikroorganisme
dalam proses dekomposisi. Bahan organik ini berasal dari limbah dan aktifitas
masyarakat serta lingkungan sekitar seperti perkebunan yang masuk kedalam
perairan Sungai Keureuto lalu terakumulasi di stasiun 3 ini, karena stasiun 3
merupakan hilir Sungai Keureuto. Menurut standar baku mutu kualitas perairan
PP No. 82 Tahun 2001 (kelas II), nilai BOD untuk kegiatan budidaya kurang dari
3 mg/l. Hal ini menunjukkan kualitas air Sungai Keureto masih layak untuk
Nitrat
Nilai Nitrat pada Sungai Keureuto berkisar 1 mg/l. Nilai nitrat yang
terdapat pada setiap stasiun adalah sama. Menurut Wardoyo (1985) yang diacu
oleh Hardiyanto, dkk., (2012) zat hara sangat diperlukan fitoplankton untuk
tumbuh dan berkembang biak, diantaranya adalah nitrogen dalam bentuk nitrat,
serta perannya dalam proses sintesa protein hewan dan tumbuh-tumbuhan.
berdasarkan kandungan nitrat kesuburan perairan dapat dibagi menjadi 3
golongan, yaitu kurang subur 0,0 – 0,1 mg/l, sedang 0,1 – 5,0 mg/l dan subur 5,0
– 50,0 mg/l.Oleh sebab itu perairan Sungai Keureuto tergolong perairan yang
subur dan layak dilakukan kegiatan budidaya perikanan, karena memenuhi standar
baku mutu kualitas perairan PP No. 82 Tahun 2001 (kelas II).
Pospat
Nilai pospat pada Sungai Keureuto berkisar 0,03 – 0,19 mg/l. Nilai pospat
tertinggi yaitu pada stasiun 3 sebesar 0,19 mg/l. Hal ini disebabkan terjadinya
pengadukan pada dasar perairan. Pospat yang ada diperairan sungai keureto ini
berasal dari hasil metabolisme organisme, limbah masyarakat. Namun nilai pospat
ini masih memenuhi baku mutu kualitas perairan PP No. 82 Tahun 2001 (kelas
II), sehingga layak untuk dikembangkan budidaya perikanan di Sungai Kereuto.
Menurut Effendi (2003) pospat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan
oleh tumbuhan. Karakteristik fosfor sangat berbeda dengan unsur – unsur lain
yang merupakan penyusun bioesfer karena unsur ini tidak terdapat diatmosfer.