• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan Kadar Betametason Valerat Pada Sediaan Krim Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penetapan Kadar Betametason Valerat Pada Sediaan Krim Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN KADAR BETAMETASON VALERAT PADA

SEDIAAN KRIM SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA

TINGGI (KCKT)

TUGAS AKHIR

OLEH :

MUHAMMAD ASRO

NIM 102410082

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkanrahmat dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

akhir yang berjudul “Penetapan Kadar Betametason Valerat Pada Sediaan

Krim Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)”.Tugas akhir ini

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar ahlimadya analis

farmasi dan makanan pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan

Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis telah banyak mendapat

bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak.Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayahanda H.M. Thobi Iskandar dan Ibunda Hj. Masnun Sinaga, orang

tuapenulis tercinta yang selalu memberikan dukungan moril dan materil

sehingga penulis tetap semangat untuk menyelesaikanTugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program

Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.

4. Bapak Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt., selaku Dosen

Pembimbingyang sangat berperan penting bagi penulis dalam penulisan

(4)

5. Ibu Sri Yuliasmi, S.Farm., M.Si., Apt., selaku Penasehat Akademik yang

telah membantu mengarahkan kegiatan akademik penulis selama masa studi.

6. Bapak Drs. Beben Budiman, Apt., selaku Plant Manager PT Kimia

Farma(Persero) Tbk. Plant Medan.

7. Bapak Heru Khoerudin, S.Si., Apt., beserta seluruh staf Pengawasan Mutu

dan Pemastian Mutu PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.

8. Keluarga besar dan sahabat-sahabat terbaik penulis yang sangat disayangi,

khususnya Ayahanda Alm. Mhd. Yusuf dan Ibunda Alm. Fatimah Marpaung.

9. Rekan seperjuangan penulis seluruh mahasiswa/i Analis Farmasi dan

Makanan Angkatan 2010 yang sangat dibanggakan.

Sadar akan banyaknya kekurangan pada Tugas Akhir ini sehinggapenulis

masih mengharapkan kritik dan saran. Akhirnya, penulis berharap Tugas Akhir ini

dapat bermanfaatbagi kita semua.

Medan, Juni 2013

Penulis ,

(5)

ASSAY OF BETAMETHASONE VALERATE CREAM WITH THE HIGH PERFOMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY (HPLC)

ABSTRACT

Betamethasone valerate is a synthetic corticosteroid compounds that have anti-inflammatory properties of topical and dermatology. The purpose of this study was to determine the concentration of betamethasone valerate cream preparation produced by PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan. Assay method of betamethasone valerate is based on standard operating procedures used in the Quality Control Laboratory of PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, namely the High Performance Liquid Chromatography (HPLC).

Assay performed on UV-VIS detector with a wavelength of 240 nm, flow rate 1.5 ml / min, injection volume of 20 mL, and a mobile phase of acetonitrile:aquabidest (3:2). The column used was a C18 column BondaPack 3.9 x300 mm.

From the research betamethasone valerate cream in preparation for high performance liquid chromatography (HPLC), betamethasone valerate levels obtained by 101.77% in the batch number B30091T. The results showed that the examined preparations cream containing betamethasone valerate levels that meet the requirements according to the Indonesian Pharmacopoeia 1995 Edition IV, which betamethasone valerate cream contains betamethasone valerate, C27H37FO6,

no less than 90.0% and not more than 110.0% of the amount listed on the label in a cream base suitable.

(6)

PENETAPAN KADAR BETAMETASON VALERAT PADA SEDIAAN KRIM SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

ABSTRAK

Betametason valerat adalah suatu senyawa kortikosteroid sintetik yang mempunyai sifat anti inflamasi topikal dan dermatologi.Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kadar betametason valeratpada sediaan krim yang diproduksi oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.Metode penetapan kadar betametason valerat dilakukan berdasarkan prosedur tetap yang dipakai di Laboratorium Pengawasan Mutu PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, yaitu secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

Penetapan kadar dilakukan pada detektor UV-VIS dengan panjang gelombang maksimum 240 nm, kecepatan aliran 1,5 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl, dan fase gerak asetonitril:aquabidest (3:2). Kolom yang digunakan adalah kolom C18 BondaPack 3,9x300 mm.

Dari hasil penelitian betametason valeratpada sediaan krim secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), diperoleh kadar betametason valerat sebesar 101,77% pada nomor batch B30091T. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sediaan krim yang diperiksa mengandung kadar betametason valerat yang memenuhi persyaratan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1995, dimana krim betametason valerat mengandung betametason valerat, C27H37FO6, tidak kurang

dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket dalam dasar krim yang sesuai.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

1.3 Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Krim (Cremores) ... 4

2.2 Betametason Valerat ... 6

2.2.1 Mekanisme kerja ... 7

2.2.2 Farmakokinetika ... 7

2.2.3 Khasiat farmakologi ... 8

2.2.4 Efek samping ... 9

(8)

2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 10

2.3.1 Klasifikasi kromatografi cair kinerja tinggi ... 12

2.3.2 Instrumentasi kromatografi cair kinerja tinggi ... 15

1. Wadah fase gerak ... 15

2.3.3Kromatografi cair kinerja tinggi dalam farmasi ... 19

BAB III METODOLOGI ... 21

3.6 Kromatografi cair kinerja tinggi ... 23

3.6.1 Pengaturan kondisi sistem ... 23

3.6.2 Mengaktifkan sistem ... 23

(9)

3.7 Penetapan Kadar ... 23

3.8 Interpretasi Hasil ... 24

3.9 Persyaratan ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Hasil ... 26

4.2 Pembahasan ... 27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

5.1 Kesimpulan ... 29

5.2 Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kadar betametason valerat ... 26

Tabel 2. Data hasil larutan baku ... 37

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Bagan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) ... 31

Lampiran 2. Kromatogram larutan baku ... 32

Lampiran 3. Kromatogram larutan uji ... 34

Lampiran 4. Perhitungan Penetapan Kadar Betametason Valerat Pada

Sediaan Krim Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(12)

ASSAY OF BETAMETHASONE VALERATE CREAM WITH THE HIGH PERFOMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY (HPLC)

ABSTRACT

Betamethasone valerate is a synthetic corticosteroid compounds that have anti-inflammatory properties of topical and dermatology. The purpose of this study was to determine the concentration of betamethasone valerate cream preparation produced by PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan. Assay method of betamethasone valerate is based on standard operating procedures used in the Quality Control Laboratory of PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, namely the High Performance Liquid Chromatography (HPLC).

Assay performed on UV-VIS detector with a wavelength of 240 nm, flow rate 1.5 ml / min, injection volume of 20 mL, and a mobile phase of acetonitrile:aquabidest (3:2). The column used was a C18 column BondaPack 3.9 x300 mm.

From the research betamethasone valerate cream in preparation for high performance liquid chromatography (HPLC), betamethasone valerate levels obtained by 101.77% in the batch number B30091T. The results showed that the examined preparations cream containing betamethasone valerate levels that meet the requirements according to the Indonesian Pharmacopoeia 1995 Edition IV, which betamethasone valerate cream contains betamethasone valerate, C27H37FO6,

no less than 90.0% and not more than 110.0% of the amount listed on the label in a cream base suitable.

(13)

PENETAPAN KADAR BETAMETASON VALERAT PADA SEDIAAN KRIM SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

ABSTRAK

Betametason valerat adalah suatu senyawa kortikosteroid sintetik yang mempunyai sifat anti inflamasi topikal dan dermatologi.Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kadar betametason valeratpada sediaan krim yang diproduksi oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.Metode penetapan kadar betametason valerat dilakukan berdasarkan prosedur tetap yang dipakai di Laboratorium Pengawasan Mutu PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, yaitu secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

Penetapan kadar dilakukan pada detektor UV-VIS dengan panjang gelombang maksimum 240 nm, kecepatan aliran 1,5 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl, dan fase gerak asetonitril:aquabidest (3:2). Kolom yang digunakan adalah kolom C18 BondaPack 3,9x300 mm.

Dari hasil penelitian betametason valeratpada sediaan krim secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), diperoleh kadar betametason valerat sebesar 101,77% pada nomor batch B30091T. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sediaan krim yang diperiksa mengandung kadar betametason valerat yang memenuhi persyaratan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1995, dimana krim betametason valerat mengandung betametason valerat, C27H37FO6, tidak kurang

dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket dalam dasar krim yang sesuai.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kulit dikenal sebagai indera sintetikkarena kombinasi sensasi kulit (raba,

hangat, dingin, nyeri, dan mungkin rasa gatal) menyebabkan komponen korteks

disintetis menjadi sensasi dari sensibilitas vibrasi, diskriminasi dua titik, dan

stereognosis.Beberapa rangsangan pada kulit dapat menimbulkan peradangan,

misalnya rangsangan bertahap dari rasa geli, gatal, gatal hebat, kulit kemerahan

hingga cedera kulit (Ganong, 1995).

Menurut Katzung (2010), manifestasi inflamasi (peradangan) dapat terjadi

pada kulit, yang ditandai dengan ekstravasasi dan infiltrasi leukosit ke dalam

jaringan yang terpengaruh tanpa melihat penyebabnya.

Kortisol dan analog sintetiknya dapat mencegah atau menekan timbulnya

gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik atau alergen.Secara

mikroskopik obat ini dapat menghambat manifestasi inflamasi yang telah lanjut,

seperti proliferasi kapiler dan fibroblast, pengumpulan kolagen, dan sikatriks

(Ganiswara, 1995).

Betametason adalah obat kortikosteroid yang mengandung fluor,

mempunyai daya kerja yang besar.Akan tetapi, penggunaan obat kortikosteroid

yang mengandung fluor dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan pelebaran

kapiler dan pembuluh nadi halus yang bersifat permanen sampai terjadi perubahan

(15)

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,di pasaran telah

banyak ditemukan bentuk-bentuk sediaan obat yang pemakaiannya dapat

disesuaikan dengan pasien dan zat berkhasiatnya, di antaranya adalah betametason

yang dibuat dalam bentuk krim. Agar tercapainya obat yang bermutu diperlukan

beberapa evaluasi yang meliputi: pemerian, homogenitas, stabilitas pH, kadar zat

aktif, keseragaman sediaan, simpang baku relatif, dan penandaan (Sitompul,

2009).

Kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan

detektor yang sensitif telah menyebabkan perubahan kromatografi kolom cair

menjadi suatu sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang

tinggi.Metode ini dikenal sebagai Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Dengan

teknologi ini, kromatografi dalam banyak hal dapat menghasilkan pemisahan yang

sangat cepat seperti pada kromatografi gas, dengan keunggulan zat-zat yang tidak

menguap atau tidak tahan panas dapat dikromatografi tanpa peruraian atau tanpa

perlunya membuat derivat yang dapat menguap (Ditjen POM, 1995).

Karena masih sedikitnya literatur yang menguraikan informasi mengenai

betametason valerat yang diproduksi PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant

Medan, penulis tertarik untuk membahas produk tersebut dengan menguraikan

metode penetapan kadar berdasarkan ketentuan prosedur tetap secara

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Sehingga penulis menetapkan untuk

memilih judul tugas akhir “Penetapan Kadar Betametason Valerat Pada Sediaan

(16)

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui apakah kadar zat aktif betametason valerat yang

terdapat pada sediaan krim memenuhi persyaratan kadar zat aktif yang ditetapkan

berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1995.

1.3 Manfaat

Diharapkan tugas akhir ini dapat bermanfaat sebagai literatur yang

berbasis perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam analisis kadar

suatu bahan baku obat, khususnya mengenai penetapan kadar betametason valerat

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Krim (Cremores)

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih

bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini

secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai

konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak

dalam air (Ditjen POM, 1995).

Istilah krim secara luas digunakan dalam farmasi dan industri kosmetik,

dan banyak produk dalam perdagangan disebut sebagai krim tetapi tidak sesuai

dengan defenisi yang ada.Banyak hasil produksi yang nampaknya seperti krim

tetapi tidak mempunyai dasar dengan jenis emulsi, biasanya disebut krim (Ansel,

1989).

Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung

tidak kurang dari 60 % air, dimaksudkan untuk pemakaian luar.Tipe krim ada 2,

yaitu krim tipe air-minyak (A/M) dan krim tipe minyak-air (M/A).Untuk

membuat krim digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa surfaktan-surfaktan

anionik, kationik, dan nonionik (Anief, 2006).

Bahan pengemulsi krim harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim

yang dikehendaki.Sebagai bahan pengemulsi krim dapat digunakan emulgid,

lemak bulu domba, setasium, setil alkohol, stearil alkohol, golongan sorbitan,

(18)

umumnya metilparaben (nipagin) 0,12-0,18 % dan propilparaben (nipasol)

0,02-0,05 % (Syamsuni, 2006).

Stabilitas krim akan rusak jika sistem campurannya terganggu oleh

perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase

secara berlebihan atau pencampuran dua tipe krim jika zat pengemulsinya tidak

tercampurkan satu sama lain. Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika

diketahui pengencer yang cocok, yang harus dilakukan dengan teknik

aseptis.Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam waktu 1 bulan (Ditjen

POM, 1979).

Cara pembuatan krim dapat dilakukan dengan meleburkan bagian lemak di

atas tangas air kemudian ditambahkan bagian airnya dengan zat pengemulsi.

Aduk sampai terjadi suatu campuran yang berbentuk krim (Syamsuni, 2006).

Krim dikemas dan diawetkan dalam cara yang sama seperti pada halnya

salep. Biasanya dikemas baik dalam botol atau dalam tube. Tube dibuat dari

kaleng atau plastik, beberapa diberi tambahan kemasan dengan alat bantu khusus.

Tube untuk pemakaian topikal lebih sering dari ukuran 5-30 gram (Ansel, 1989).

Beberapa contoh krim pada dermatologi dengan kategori terapeutik, antara

lain: krim betametason valerat 0,01 %, 0,1 %; krim natrium deksametason posfat

0,1 %; krim fluosinolon asetonid 0,025 %, 0,01 %; krim hidrokortison 0,5 %, 1 %,

1,5 %; dan krim triamsinolon asetonid 0,1 %, 0,025 %, 0,5 %. Preparat-preparat

ini diindikasikan untuk mengurangi inflamasi sebagai manifestasi dari respons

kulit terhadap kortikosteroid.Biasanya dipakai pada permukaan kulit yang

(19)

2.2 Betametason Valerat

Betametason valerat mengandung tidak kurang dari 97,0 % dan tidak lebih

dari 103,0 % C27H37FO6, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Ditjen

POM, 1995).

Rumus struktur :

Nama kimia : 9-Fluoro-11β,17,21-trihidroksi-16β

-metilpregna-1,4-diena -3,20-dion 17-valerat(CAS RN: 2152-44-5)

Rumus molekul : C27H37FO6

Berat molekul : 476,58

Pemerian : Serbuk, putih sampai praktis putih; tidak berbau; melebur

pada suhu lebih kurang 190o disertai peruraian.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam aseton

dan dalam kloroform, larut dalam etanol, sukar larut

dalam benzena dan dalam eter.

Betametason valerat adalah suatu senyawa dari derivat-kortisol sintetis

yang secara kimiawi dikelompokkan pada golongan fluorkortikoida, karena posisi

(20)

2.2.1 Mekanisme kerja

Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis

protein.Molekul hormon memasuki sel jaringan melalui membran plasma secara

difusi pasif di jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor protein yang

spesifik dalam sitoplasma sel jaringan dan membentuk kompleks

reseptor-steroid.Kompleks ini mengalami perubahan konformasi, lalu bergerak menuju

nukleus dan berikatan dengan kromatin.Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA

dan sintesis protein ini merupakan perantara efek fisiologik steroid (Ganiswara,

1995).

Pada beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon steroid merangsang

transkripsi dan sintetis protein spesifik; pada jaringan lain, misalnya sel limfoid

dan fibroblas, hormon ini bersifat katabolik.Beberapa peneliti menunjukkan

bahwa hormon steroid merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat

atau toksik terhadap sel-sel limfoid, hal inilah mungkin yang menimbulkan efek

kataboliknya (Ganiswara, 1995).

2.2.2 Farmakokinetik

Steroid farmaseutikal biasanya disintesis dari asam kolat yang didapat dari

ternak atau steroid sapogenin yang ditemukan pada tanaman.Modifikasi steroid ini

lebih lanjut telah menyebabkan dipasarkannya sekelompok besar steroid sintetik

dengan sifat khusus yang penting secara farmakologis dan terapi. Misalnya,

aktivitas betametason sebagai glukokortikoid kerja lama dengan potensi relatif

sebagai anti-inflamasi mencapai 25-40 jam dan pada topikal dapat mencapai 10

(21)

reseptor glukokortikoid dan mineralokortikoid serta afinitasnya mengikat protein,

stabilitas rantai samping, laju eliminasi, dan produk metabolik (Katzung, 2010).

Aktivitas kerja kortikosteroid tidak hanya tergantung dari tingkatan

kerjanya, melainkan juga dari daya penetrasinya kedalam kulit dan basis

salep/krim yang digunakan.Misalnya obat dalam bentuk salep lebih baik

penetrasinya daripada krim, karena bertahan lebih lama diatas kulit.Penetrasi

dapat pula ditingkatkan (lebih dari 10 kali) dengan jalan oklusi, yakni menutup

bagian kulit dengan sehelai plastik.Atau dengan jalan memberikan zat-zat

tambahan seperti urea (10%), asam salisilat (3%), asam laktat (2%), dan

propilenglikol (10%).Zat-zat keratolis ini melepaskan atau menghidratasi selaput

tanduk kulit dengan efek meningkatnya penetrasi, resorpsi, dan efeknya (Tjay dan

Rahardja, 2007).

2.2.3 Khasiat farmakologi

Menurut Katzung (2010), kortikosteroid memiliki efek-efek farmakologi

yang sangat berpengaruh pada tubuh manusia. Efek-efek farmakologi yang

ditimbulkan meliputi efek fisiologik karena glukokortikoid mempengaruhi

respons lipolitik sel lemak terhadap katekolamin, ACTH, dan hormon

pertumbuhan; efek metabolik karena glukokortikoid mempunyai efek penting

yang berhubungan dengan dosis terhadap metabolisme karbohidrat, protein, dan

lemak; efek katabolik dan anabolik karena glukokortikoid dalam jumlah

suprafisiologik menyebabkan pengurangan massa otot dan kelemahan serta

penipisan kulit; efek anti-inflamasi dan imunosupresif karena glukokortikoid

(22)

fungsi makrofag, menurunnya jumlah limfosit (sel T dan B), serta menyebabkan

vasokonstriksi dan menurunkan permeabilitas kapiler; dan efek lainnya seperti

perubahan struktural dan fungsional pada paru janin yang hampir aterm, termasuk

produksi bahan aktif pada permukaan paru yang dibutuhkan untuk bernafas

(surfaktan), dirangsang oleh glukokortikoid.

Kortikoida merupakan obat manjur paling ampuh dalam pengobatan

gangguan kulit dan digunakan secara luas.Berkat efek radang dan

anti-mitosisnya zat-zat ini dapat menyembuhkan dengan efektif bermacam-macam

bentuk ekzem dan dermatitis, psoriasis (penyakit sisik), dan prurigo (bintil-bintil

gatal).Tetapi tidak jarang gangguan (khususnya ekzem) segera kambuh lagi,

terutama bila digunakan fluorkortikoida dengan khasiat kuat (Tjay dan Rahardja,

2007).

2.2.4 Efek samping

Betametason valerat memiliki efek-efek samping, di antaranya kulit

kering, pruritus, iritasi, rasa nyeri/terbakar, gatal, folikulitis, hipertrikosis, erupsi

seperti akne, hipopigmentasi, dermatitis perioral, dermatitis kontak alergi,

maserasi kulit, infeksi sekunder, striae, dan miliaria. Pemakaian jangka panjang

dan intensif dapat menyebabkan perubahan atrofi lokal pada kulit. Akibat absorpsi

sistemik pada pemakaian jangka panjang menyebabkan hiperkortisme

(Pramudianto, 2009)

Efek samping dapat timbul karena penghentian pengobatan tiba-tiba atau

pemberian terus-menerus terutama dengan dosis besar.Pemberian kortikosteroid

(23)

gejala demam, mialgia, artralgia, dan malaise.Gejala-gejala ini sukar dibedakan

dengan gejala reaktivasi artritis reumatoid atau demam reumatik yang sering

terjadi bila kortikosteroid dihentikan (Ganiswara, 1995).

2.2.5 Dosis

Menurut Tjay dan Rahardja (2007), kortikoida ditimbun di lapisan tanduk

dari epidermis (kulit ari) dan dari depot ini dilepaskan ke lapisan dalam selama

24-36 jam sehingga dikembangkan kebijakan terapi pada betametason valerat

sebagai glukokortikoida dengan tingkat potensi kuat menjadi dua fase:

a. Penyembuhan, krim diolesi 2-3 dd sehari agar berguna secepat mungkin

mengendalikan penyakit selama 1-2 minggu secara kontinu, tanpa interupsi.

b. Pemeliharaan, guna menghindarkan kambuhnya gangguan maka dianjurkan

krim dioleskan 1 dd setiap hari selama 1-2 minggu dan 1 dd pada 2 hari

seminggu selama 1-3 bulan.

Bila penggunaan obat berkhasiat dihentikan, hendaknya jangan secara mendadak,

terlebih pula setelah pengobatan lama.Sebaiknya penanganan diakhiri dengan

salep berkhasiat lemah (hidrokortison) atau salep netral.

2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan

tertentu. Cara yang asli telah diketengahkan pada tahun 1903 oleh Tswett, ia telah

menggunakannya untuk pemisahan senyawa-senyawa yang berwarna, dan nama

kromatografi diambilkan dari senyawa yang berwarna. Meskipun demikian

(24)

kebanyakan pemisahan-pemisahan secara kromatografi sekarang diperuntukkan

pada senyawa-senyawa yang tak berwarna, termasuk gas (Sastrohamidjojo, 2005).

Kromatografi didefenisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh

suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase

atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah

tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan dalam adsorpsi,

partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion.

Dengan demikian masing-masing zat dapat diidentifikasi atau ditetapkan dengan

metode analitik (Ditjen POM, 1995).

Kromatografi cair kinerja tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut

dengan HPLC (High Perfomance Liquid Chromatography) dikembangkan pada

akhir 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, kromatografi cair kinerja tinggi

merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan

pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara

lain: farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industri-industri makanan.

Beberapa perkembangan terbaru antara lain: miniaturisasi sistem kromatografi

cair kinerja tinggi, penggunaan kromatografi cair kinerja tinggi untuk analisis

asam-asam nukleat, analisis protein, analisis karbohidrat, dan analisis

senyawa-senyawa kiral. Kromatografi cair kinerja tinggi merupakan metode yang tidak

destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif dan kuantitatif

(Gandjar dan Rohman, 2007).

Menurut Johnson dan Stevenson (1991), kromatografi cair kinerja tinggi

(25)

memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran; prosedurnya lebih mudah;

kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi; dapat dihindari terjadinya

dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis; resolusi yang baik; dapat

digunakan bermacam-macam detektor; kolom dapat digunakan kembali; dan

mudah melakukan “sample recovery”.

2.3.1 Klasifikasi kromatografi cair kinerja tinggi

Menurut De Lux Putra (2004), aplikasi teknik pemisahan yang sesuai

dengan kromatografi cair kinerja tinggi dapat dikelompokkan menjadi beberapa

jenis kromatografi sebagai berikut :

1. Kromatografi padatan cair

Teknik ini tergantung pada teradsorpsinya zat padat pada absorben yang

polar seperti silika gel atau alumina.Kromatografi lapisan tipis (TLC) adalah salah

satu bentuk dari teknik ini.Dalam KCKT, kolom dipadati atau dipak dengan

partikel-partikel micro or macro particulate or pellicular (berkulit tipis 37-44

µ).Sebagian besar dari KCKT sekarang ini dibuat untuk mencapai

partikel-partikel microparticulate lebih kecil dari 20 µ.Teknik ini biasanya digunakan

untuk zat padat yang mudah larut dalam pelarut organik dan tidak

terionisasi.Teknik ini terutama sangat kuat untuk pemisahan isomer-isomer.

2. Kromatografi partisi

Teknik ini tergantung pada partisi zat padat di antara dua pelarut yang

tidak dapat bercampur salah satu di antaranya bertindak sebagai fasa diam dan

yang lainnya sebagai fasa gerak. Pada keadaan awal dari kromatografi cair, fasa

(26)

Fasa diam (polar atau nonpolar) dilapisi pada suatu pendukung inert dan dipak ke

dalam sebuah kolom.Kemudian fasa gerak dilewatkan melalui kolom.Bentuk

kromatografi partisi ini disebut “kromatografi cair-cair”. Untuk memenuhi

kebutuhan akan kolom-kolom yang dapat tahan lebih lama, telah dikembangkan

pengepakan fasa diam yang berikatan secara kimia dengan pendukung inert.

Bentuk kromatografi partisi ini disebut “kromatografi fase terikat”.Bentuk ini

dengan cepat menjadi salah satu bentuk yang paling popular dari

KCKT.Kromatografi partisi baik kromatografi cair-cair maupun kromatografi fase

terikat, disebut “fase normal” bila fase diam lebih polar daripada fase gerak, dan

“fase berbalik” bila fase gerak lebih polar daripada fase diam.

3. Kromatografi penukar ion

Teknik ini tergantung pada penukaran (adsorpsi) ion-ion di antara fase

gerak dan tempat-tempat berion dari pengepak.Kebanyakan mesin-mesin berasal

dari kopolimer divinilbenzen stiren dimana gugus-gugus fungsinya telah

ditambah. Asam sulfonat dan amin kuartener merupakan jenis resin pilihan paling

baik untuk digunakan. Keduanya, fase terikat dan resin telah digunakan.Teknik ini

digunakan secara luas dalam life sciences dan dikenal untuk pemisahan

asam-asam amino.Teknik ini dapat dipakai untuk keduanya kation dan anion.

4. Kromatografi eksklusi

Teknik ini unik karena dalam pemisahan didasarkan pada ukuran molekul

dari zat padat.Pengepak adalah suatu gel dengan permukaan berlubang-lubang

sangat kecil yang inert.Molekul-molekul kecil dapat masuk dalam jaringan dan

(27)

phase).Molekul-molekul yang lebih besar, tidak dapat masuk ke dalam jaringan dan lewat melalui

kolom tanpa ditahan. Kromatografi eksklusi mempunyai banyak nama, yang

paling umum disebut permeasi gel dan filtrasi gel. Akan tetapi, apapun nama dari

kromatografi eksklusi tersebut, namun mekanisme kerja dalam pemisahan tetap

sama.

5. Kromatografi pasangan ion

Kromatografi pasangan ion sebagai penyesuaian terhadap KCKT termasuk

baru, pemakaian pertama sekali pada pertengahan tahun 1970.Diterimanya

kromatografi pasangan ion sebagai metode baru KCKT merupakan hasil kerja

Schill, dkk.dan dari beberapa keuntungan yang unik. Kadang-kadang teknik ini

disebut juga kromatografi ekstraksi, kromatografi dengan suatu cairan penukar ion

dan paired ion chromatography. Setiap teknik ini mempunyai dasar yang sama.

Popularitas kromatografi pasangan ion muncul terutama sekali dari keterbatasan

kromatografi penukar ion dan dari sukarnya menangani sampel-sampel tertentu

dengan metode-metode kromatografi cair lainnya (seperti senyawa yang sangat

polar, senyawa yang terionisasi secara kompleks, dan senyawa basa

kuat).Kromatografi pasangan ion dapat dilaksanakan dalam dua tipe, yaitu fase

normal dan fase balik.Fase diam dari fase balik teknik ini dapat terdiri dari suatu

pengepak silika yang disilanisasi (misalnya C8 atau C18 fase terikat) atau dari

suatu pengepak yang diperoleh secara mekanik, fase organik yang tidak dapat

bercampur dengan air seperti 1-pentanol.Fase diam yang dipakai adalah Cs atau

CIS BPC Packing. Fase gerak terdiri dari suatu larutan buffer (ditambah satu

(28)

dan suatu penambahan ion tanding, yang muatannya berlawanan dengan molekul

sampel. Kekuatan solven baik dalam fase normal ataupun fase balik teknik ini

dapat juga divariasi dengan merubah polaritas fase gerak.

2.3.2 Instrumentasi kromatografi cair kinerja tinggi

Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen pokok

yaitu: (1) wadah fase gerak, (2) sistem penghantaran fase gerak, (3) alat untuk

memasukkan sampel, (4) kolom, (5) detektor, (6) wadah penampung buangan fase

gerak, (7) tabung penghubung, dan (8) suatu komputer atau integrator atau

perekam (Gandjar dan Rohman, 2007).

1. Wadah fase gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert).Wadah pelarut kosong

ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak.Wadah ini

biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak

sebelum digunakan harus dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada

fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di

pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis. Pada saat membuat

pelarut untuk fase gerak, maka sangat dianjurkan untuk menggunakan pelarut,

buffer, dan reagen dengan kemurnian yang sangat tinggi, dan lebih terpilih lagi

jika pelarut-pelarut yang akan digunakan untuk kromatografi cair kinerja tinggi

berderajat KCKT (HPLC/High Perfomance Liquid Chromatography grade).

Adanya pengotor dalam reagen dapat menyebabkan gangguan pada sistem

kromatografi.Adanya partikel yang kecil dapat terkumpul dalam kolom atau

(29)

kolom atau tabung tersebut.Karenanya fase gerak sebelum digunakan harus

disaring terlebih dahulu untuk menghindari partikel-partikel kecil ini (Gandjar dan

Rohman, 2007).

2. Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk kromatografi cair kinerja tinggi

adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut, yakni:

pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umun dipakai untuk pompa

adalah gelas, baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan

sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan

fase gerak dengan kecepatan alir 3 ml/menit.Untuk tujuan preparatif, pompa yang

digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 ml/menit

(Gandjar dan Rohman, 2007).

Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah

untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat,

reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan. Ada 2 jenis pompa dalam

kromatografi cair kinerja tinggi, yaitu pompa dengan tekanan konstan dan pompa

dengan aliran fase gerak yang konstan.Tipe pompa dengan aliran fase gerak yang

konstan sejauh ini lebih umum dibandingkan dengan tipe pompa dengan tekanan

konstan (Gandjar dan Rohman, 2007).

3. Injektor

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase

(30)

penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi

keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pada saat pengisian sampel, sampel digelontor melewati keluk sampel dan

kelebihannya dikeluarkan ke pembuang.Pada saat penyuntikan, katup diputar

sehingga fase gerak mengalir melewati keluk sampel dan menggelontor sampel ke

kolom. Presisi penyuntikan dengan keluk sampel ini dapat mencapai nilai RSD

0,1 %. Penyuntik ini mudah digunakan untuk otomatisasi dan digunakan untuk

autosampler pada kromatografi cair kinerja tinggi (Gandjar dan Rohman, 2007).

4. Kolom

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), ada 2 jenis kolom pada

kromatografi cair kinerja tinggi yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor.

Meskipun dalam prakteknya kolom mikrobor ini tidak setahan kolom

konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin, namun kolom mikrobor

memiliki 3 keuntungan yang utama dibanding dengan kolom konvensional yakni:

a. Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80 % atau lebih kecil dibanding

dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase

gerak lebih lambat (10-100 µl/menit).

b. Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih

ideal jika digabung dengan spektrofotometer massa.

c. Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya

jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel

(31)

5. Detektor

Detektor pada kromatografi cair kinerja tinggi dikelompokkan menjadi 2

golongan, yaitu: detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum,

tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan

detektor spektrofotometri massa; dan golongan detektor yang spesifik yang hanya

akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis,

detektor fluoresensi, dan elektrokimia. Idealnya, suatu detektor harus mempunyai

karakteristik sebagai berikut:

a. Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel,

b. Mempunyai sensitifitas yang tinggi yakni mampu mendeteksi solut pada kadar

yang sangat kecil,

c. Stabil dalam pengoperasiannya,

d. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran

pita. Untuk kolom konvensional, selnya bervolume 8 µl atau lebih kecil,

sementara kolom mikrobor selnya bervolume 1 µl atau lebih kecil lagi,

e. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran

yang luas (kisaran dinamis linier),

f. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak (Gandjar

dan Rohman, 2007).

6. Komputer

Alat pengumpul data seperti komputer, integrator atau rekorder,

dihubungkan dengan detektor. Alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang

(32)

selanjutnya dapat dievaluasi oleh seorang analis (pengguna). Komputer

mempunyai keuntungan lebih karena komputer mampu mengintegrasikan data

dan menyimpan kromatogram untuk evaluasi di kemudian hari (Gandjar dan

Rohman, 2007).

2.3.3 Kromatografi cair kinerja tinggi dalam farmasi

Kromatografi cair tekanan tinggi adalah teknik yang banyak digunakan

untuk mengukur kuantitas obat-obat dalam formulasi. Penentuan kadar dalam

farmakope masih banyak didasarkan pada spektroskopi UV langsung, tetapi di

industri, deteksi dengan spektrofotometri UV biasanya dikombinasikan dengan

pemisahan pendahuluan dengan kromatografi cair kinerja tinggi (Watson, 2009).

Sebagian besar penggunaan teknik ini dalam analisis farmasi adalah

penentuan kuantitatif obat-obat dalam formulasi.Analisis tersebut biasanya tidak

membutuhkan banyak waktu yang dihabiskan untuk mengoptimalkan fase gerak

dan menyeleksi kolom dan detektor sehingga analisis campuran kompleks dapat

dilakukan. Kemudahan standarnya adalah sebagian besar penerapan pengendalian

mutu dapat dilakukan dengan kolom ODS dan dengan metanol:air (1:1) sebagai

fase gerak (Watson, 2009).

Analisis formulasi tidak sesederhana itu tetapi dibandingkan dengan

analisis obat dalam cairan biologis atau elusidasi jalur peruraian obat yang

kompleks, analisis tersebut memiliki lebih sedikit kesulitan.Pengganggu potensial

utama dalam analisis suatu formulasi adalah pengawet, pewarna, dan

kemungkinan hasil-hasil urai obat dalam formulasi.Beberapa formulasi

(33)

tantangan analitis karena bahan-bahan yang berbeda dapat memiliki sifat kimia

yang agak berbeda dan mengelusi pada waktu yang sangat berbeda dari kolom

kromatografi cair kinerja tinggi.Dalam kasus ini, waktu analisis yang singkat

(34)

BAB III METODOLOGI

3.1 Tempat Pengujian

Pengujian penetapan kadarbetametason valerat pada sediaan krimsecara

kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dilakukan di Laboratorium Pengawasan

MutuPT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang berada di Jalan Raya

Tanjung Morawa Km.9 No.59 Medan.

3.2 Alat

Alat yang digunakan adalah seperangkat alat KCKT (Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi); batang pengaduk; beaker glass; labu tentukur 25 ml, 50 ml,

1000 ml; membran filter ukuran 0,45 µm; pipet volume ukuran 1,0 ml; timbangan

analitik; ultrasonik; dan vial.

3.3 Bahan

Bahan yang digunakan adalah akubidest, asam asetat glasial P, asetonitril

P, betametason valerat baku pembanding, dan metanol P.

3.4 Sampel

Nama Produk : Betametason Krim 0,1 %

Wadah/Kemasan : Tube ukuran 5 gram

(35)

No. Registrasi : GKL9912700129A1

Komposisi : Betametason-17-valerat 1mg/tiap gram krim

Kadaluarsa : Februari 2016

Produksi : PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan

3.5 Prosedur

3.5.1 Pembuatan fase gerak

Dimasukkan 600 ml asetonitril P dan 400 ml aquabidest ke dalam labu

tentukur 1000 ml, lalu diultrasonikselama 15 menit hingga homogen.

3.5.2 Larutan baku pembanding

Ditimbang ±0,0250 g betametason valerat baku pembanding dan

dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml. Dilarutkan dengan metanol:asam

asetat glasial (1000:1), diultrasonik selama 15 menit hingga homogen.

Ditambahkan pelarut sampai garis batas lalu dikocok hingga homogen.Kemudian

dipipet 1 ml ke dalam labu tentukur 25 ml. Ditambahkan pelarut sampai garis

batas lalu dikocok hingga homogen. Disaring dengan membran filter ukuran 0,45

µm ke dalam vial lalu dihampaudarakan (divacuum).

3.5.3 Larutan uji

Ditimbang ±1 g betametason krim 0,1 % dan dimasukkan ke dalam labu

tentukur 50 ml. Dilarutkan dengan metanol:asam asetat glasial (1000:1),

diultrasonik selama 15 menit. Ditambahkan pelarut sampai garis batas lalu

dikocok hingga homogen. Disaring dengan membran filter ukuran 0,45 µm ke

(36)

3.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) 3.6.1 Pengaturan kondisi sistem

Sistem diperiksa dan dicek untuk meyakinkan apakah sistem pengalir

pelarut telah disambungkan dengan baik,kolom telah dipasang, tersedia cukup

pelarut di dalam botol pelarut, sistem pengawasan pelarut bekerja dengan baik

untuk menghilangkan gelembung udara, penyaring pelarut sudah dipasang,dan

detektor yang sesuai sudah terpasang dengan benar.

3.6.2 Mengaktifkan sistem

Setelah masing-masing sistem diatur, hubungkan setiap sistem dengan

sumber arus listrik. Tekan tombol power pada pompa, detektor UV-VIS ke posisi

ON, dan CBM (Communication Bus Module) ke posisi ON.

3.6.3 Penentuan garis alas

Bila nilai absorbansi yang ditampilkan pada detektor UV-VIS telah

menunjukkan 0,000, biarkan beberapa menit sampai diperoleh garis alas yang

relatif cukup lurus yang menandakan sistem telah stabil.

3.7 Penetapan Kadar

Filtrat larutan standar diinject/disuntikkan melalui injektor KCKT dan

dilakukan dengan menggunakan kolom C18 BondaPack 3,9x300 mm. Dilakukan

pengulangan sampai 6 kali.Untuk filtrat larutan sampel diinject/disuntikkan

melalui injektor KCKT dan dilakukan dengan menggunakan kolom C18

BondaPack 3,9x300 mm. Dilakukan sebanyak 2 kali (duplo).Semua penetapan

(37)

kecepatan aliran 1,5 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl, dengan fase gerak

asetonitril:aquabidest (3:2) yang disaring dengan menggunakan membran filter

ukuran 0,45 µm dan dihampaudarakan (divacuum). Hasil yang diperoleh dapat

dilihat dari terbentuknya puncak yang direkam oleh CBM (Communication Bus

Module), yakni sejenis penghubung dengan sistem komputer yang dilengkapi

dengan pencetak kromatogram. Kromatogram larutan baku dan larutan uji dapat

dilihat pada Lampiran 2 halaman 32 dan Lampiran 3 halaman 34.

3.8 Intrepretasi Hasil

Kadar betametason valerat pada sediaan krim dapat dihitung dengan

rumus yang ditetapkan pada Laboratorium Pengawasan Mutu PT Kimia Farma

(Persero) Tbk. Plant Medan, yaitu:

C=Au

C : Konsentrasi/kadar BV

Au : Respon puncak larutan uji

As : Respon puncak larutan standart

Bu : Bobot uji yang ditimbang (dalam mg)

Bws : Bobot standart yang ditimbang (dalam mg)

Fu : Faktor pengenceran larutan uji

Fws : Faktor pengenceran larutan standart

Kws : Kadar baku pembanding (dalam %)

(38)

3.9 Persyaratan

Persyaratan kadar betametason valerat berdasarkan Farmakope Indonesia

Edisi IV, krim betametason valerat mengandung betametason valerat, C27H37FO6,

setara dengan betametason, C22H29FO5, tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih

(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Setelah dilakukan pengujian untuk penetapan kadar betametason valerat

pada sediaan krim, maka diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 1. Kadar betametason valerat

Data tersebut disajikan berdasarkan kromatogram yang diperoleh dari

pengujian secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan hasil perhitungan

untuk penetapan kadar betametason valerat pada sediaan krim secara kromatografi

cair kinerja tinggi (KCKT).

Kromatogram larutan uji dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 34 dan

kromatogram larutan baku dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 32. Sedangkan

(40)

4.2 Pembahasan

Penetapan kadar secara kromatografi cair kinerja tinggi merupakan salah

satu prosedur tetap metode yang digunakan sebagai penetapan kadar untuk produk

betametason krim 0,1 % pada industri farmasi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

Plant Medan.

Penetapan kadar yang dilakukan berdasarkan prinsip kerja KCKT memuat

hasil analisis yang menyatakan bahwa betametason valerat berkisar pada rentang

waktu retensi 6-7 menit yang memuat respon puncak senyawa pada kromatogram.

Respon puncak yang ditampilkan pada kromatogram yaitu 491907 dan 491599.

Dengan menampilkan respon puncak pada kromatogram, maka kadar dapat

ditetapkan untuk mengetahui apakah kadar betametason valerat pada betametason

krim 0,1 % memenuhi syarat atau tidak.

Setelah kadar dihitung, kadar yang diperoleh memenuhi persyaratan kadar

berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV bahwa krim betametason valerat

mengandung betametason valerat, C27H37FO6 tidak kurang dari 90,0 % dan tidak

lebih dari 110,0 %. Kadar yang diperoleh dari betametason krim 0,1 % dengan

nomor bets B30091T dilakukan secara duplo adalah 101,809 % dan 101,745 %.

Kadar rata-rata dari betametason krim 0,1 % nomor bets B30091T adalah

101,777%.

Perbedaaan kadar dapat terjadi karna masing-masing sampel yang

ditimbang tidak tepat sama yaitu ±1 gram, sehingga respon puncak menjadi

beragam dan perhitungan kadar zat aktif memperoleh hasil yang berbeda pula.

(41)

tercampur homogen. Namun penggunaan sampel yang homogen dapat

memberikan kromatogram yang bagus pada saat pemeriksaan.Kromatogram yang

bagus adalah kromatogram yang memiliki puncak tidak bercabang/tidak tumpang

tindih.

Berdasarkan kromatogram yang diperoleh, puncak tidak bercabang

ataupun tumpang tindih pada kromatogram larutan uji dan kromatogram larutan

standart. Sehingga kromatogram-kromatogram yang dihasilkan, dikategorikan

kromatogram yang bagus dan menghasilkan perhitungan kadar dengan deviasi

(42)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penetapan kadar betametason valerat pada sediaan krim

secarakromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), diketahui bahwa produk yang

diuji mengandung kadar betametason valerat sebesar 101,77 % dan disimpulkan

memenuhi persyaratan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Farmakope

Indonesia Edisi IV, yaitu tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 110,0 %

dari jumlah yang tertera pada etiket.

5.2 Saran

Diharapkan untuk produksi Betametason Krim 0,1 % ke depannya, PT

Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan dapat menjaga mutu hasil produksi dan

meningkatkan penelitian mengenai kualitas produk terutama metode-metode

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (2006).Ilmu Meracik Obat Teori & Praktik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 71.

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Jakarta: UI Press. Hal.511-516.

De Lux Putra, E. (2004).Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dalam Bidang

Farmasi. Medan: Fakultas Farmasi USU. Hal.2-3.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 8.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal.6, 142-143, 1002, 1009.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Hal. 378 - 393.

Ganiswara, S.G. (1995). Farmakologi dan Terapi. Edisi IV. Jakarta: Gaya Baru. Hal.486, 491, 492.

Ganong,W.F. (1995). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Hal. 131.

Johnson, E.L., dan Stevenson, R. (1991). Dasar Kromatografi Cair. Bandung: Penerbit ITB. Hal.291-302.

Katzung, B.G. (2010). Farmakologi Dasar dan Klinik.Edisi 10. Jakarta: EGC. Hal.659-662.

Pramudianto, A., dan Evaria. (2009). MIMS Indonesia: Petunjuk Konsultasi. Edisi 9. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. Hal. 364.

Sastrohamidjojo, H. (2005). Kromatografi. Yogyakarta: Liberty. Hal. 1.

Sitompul, E. (2009). Evaluasi Mutu Krim Betametason 0,1% Produksi PT. Kimia

Farma (Persero) Tbk. Medan: Fakultas Farmasi USU. Hal. 1-5.

Syamsuni, H.A. (2006). Ilmu Resep. Jakarta: EGC. Hal. 74.

Tjay, T.H., dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan,

dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi VI. Jakarta: Gramedia. Hal.726-734.

(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)

Lampiran 4.Perhitungan Penetapan Kadar Betametason Valerat Pada Sediaan

Krim Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Setiap gram krim mengandung 1 mg Betametason-17-valerat.

BETAMETASON KRIM 0,1 %

Bentuk : Krim lunak dan halus pH : 4,40 - 5,40

Warna : Putih Berat (g) : 5,00 - 5,20

Stabilitas : Baik, tetap homogen tanpa RSD : 0,00 - 3,00

pemisahan (maks. 3%)

Homogenitas : Homogen, tidak terdapat Kadar : 90,0-110,0% partikel-partikel kasar warna putih (0,9-1,1mg/g)

BAKU PEMBANDING SEKUNDER Betametason Valerat

Nomor Batch : BV/M/001/11

Kadar : 102,22 %

Tanggal Uji : 12 Pebruari 2013 Tgl. Uji Ulang : 12 Pebruari 2014 Pemasok : IPCA/ India Daluarsa : Desember 2014

PENETAPAN KADAR BETAMETASON VALERAT PADA SEDIAAN KRIM SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Fase gerak : Asetonitril P dan aquabidest (3:2) Kolom : C18 BondaPack 3,9x300 mm

Detektor : UV-VIS

Pjg. gelombang maks. : 240 nm Laju alir : 1,5 ml/menit

Volume : 20 µl

(50)

Lampiran 4. (Lanjutan)

Tabel 2. Data hasil larutan baku

Tabel 3. Data hasil larutan uji

Rumus yang dipakai untuk penetapan kadar Betametason Valerat pada sediaan Betametason Krim 0,1% secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) berdasarkan prosedur tetap yang dipakai PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan:

C=Au

C : Konsentrasi/kadar BV Au : Respon puncak larutan uji As : Respon puncak larutan standart Bu : Bobot uji yang ditimbang (dalam mg) Bws : Bobot standart yang ditimbang (dalam mg) Fu : Faktor pengenceran larutan uji

Larutan

(51)

Lampiran 4. (Lanjutan)

Kws : Kadar baku pembanding (dalam %)

1000/1 : Konsentrasi BV 0,1 % yang diubah dalam satuan ppm

Kadar Betametason Valerat (Sampel 1) :

C=Au

Kadar Betametason Valerat (Sampel 2) :

C=Au

Kadar Rata-Rata Betametason Valerat :

C=Kadar Sampel 1 + Kadar Sampel 2

2

=101,809 % + 101,745

2

Gambar

Tabel 3. Data hasil larutan uji

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penulisan tugas akhir ini, penetapan kadar kloramfenikol dalam sediaan kapsul kloramfenikol menggunakan metode kromatografi yakni Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

detektor yang sensitif telah menyebabkan perubahan kromatografi kolom cair. menjadi suatu sistem pemisahan dengan kecepatan dan

Perhitungan Penetapan Kadar Trikosan pada Pasta Gigi Secara. Kromatografi Cair Kinerja

PENETAPAN KADAR BETAMETASON VALERAT DALAM KRIM BETAMETASON SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan suatu metoda pemisahan canggih dalam analisis farmasi yang dapat digunakan sebagai uji identitas, uji kemurnian

Hasil yang diperoleh dari penetapan kadar betametason valerat pada produk ruahan krim betametason 0,1% menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi yaitu 107,56% pada No.

Kromatogram standar betametason valerat... Kromatogram sampel uji

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, dapat dinyatakan bahwa penetapan kadar Rifampisin dalam sediaan tabletdengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)