• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kombinasi Kinin-azitromisin Dibandingkan Dengan Kombinasi Kinin-klindamisin Pada Pengobatan Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi Pada Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kombinasi Kinin-azitromisin Dibandingkan Dengan Kombinasi Kinin-klindamisin Pada Pengobatan Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi Pada Anak"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

KOMBINASI KININ-AZITROMISIN DIBANDINGKAN DENGAN KOMBINASI KININ-KLINDAMISIN PADA PENGOBATAN

MALARIA FALSIPARUM TANPA KOMPLIKASI PADA ANAK

TESIS

YUNNIE TRISNAWATI 057103007/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KOMBINASI KININ-AZITROMISIN DIBANDINGKAN DENGAN KOMBINASI KININ-KLINDAMISIN PADA PENGOBATAN

MALARIA FALSIPARUM TANPA KOMPLIKASI PADA ANAK

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (Anak) Dalam Program Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi Kesehatan Anak

Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

YUNNIE TRISNAWATI 057103007/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : Kombinasi Kinin-Azitromisin Dibandingkan

dengan Kombinasi Kinin-Klindamisin pada

Pengobatan Malaria Falsiparum tanpa

Komplikasi pada Anak

Nama Mahasiswa : Yunnie Trisnawati

Nomor Induk Mahasiswa : 057103007

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), SpA(K))

Ketua

(dr. Johannes Harlan Saing, SpA) Anggota

Ketua Program Studi, Ketua TKP-PPDS,

(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 13 November 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua: Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H,

MSc(CTM), SpA(K) ………

Anggota:

1. dr. Johannes Harlan Saing, SpA ………

2. dr. Endang H. Ganie, DTM&H, SpPar(K) ………

3. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K) ………

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan keahlian di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama, Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

2. dr. Johannes Harlan Saing, SpA, selaku anggota pembimbing, yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan dan penulisan tesis ini.

3. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK-USU dan Prof. dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) selaku Sekretaris Program Studi hingga tahun 2007 dan dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) selaku Sekretaris Program Studi periode 2007 hingga saat ini, yang telah banyak memberikan nasehat dan bimbingan kepada penulis hingga selesainya penulisan tesis ini.

4. Prof. dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2003-2007 dan dr. H. Ridwan M. Daulay, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2007 – 2010 yang telah memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

5. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K) yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingannya sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan lancar.

(6)

7. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. H. Chairuddin P Lubis, DTM&H, SpA(K) dan Dekan FK-USU yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK- USU.

8. Kepala Sekolah beserta guru-guru dimana penelitian ini dilakukan, Ka. Dinkes Mandailing Natal, Pemda Mandailing Natal serta masyarakat yang telah memberikan izin dan fasilitas pada penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan baik.

9. Teman-temanku seangkatan Susilowati, Gema Nazri Yani, Ayodhia Pitaloka Pasaribu, Rini Savitri Daulay, Elvina Yulianti, dan Sisca Silvana Sitanggang, terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini.

10. dr. H. Atoz P. Daulay, SpA dan istri, atas budi baiknya yang telah memberikan fasilitas pada penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan baik.

11. Beby Syofiani Hasibuan, Ditho Atoz Daulay dan Syamsidah Lubis, atas kerjasamanya sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik.

12. Teman sejawat PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK USU serta semua

pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

Kepada yang tercinta, papa H. M. Yunus Rasiman, mama Hj. Zuharni Budiman, adik-adikku Yudhie Dhamanhuri dan Gunawan Pradana, terima kasih karena selalu mendoakan, memberikan dorongan, motivasi, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini. Terima kasih kepada mertua H. Chaliluddin Usman Batubara dan Hj. Rahmah Tanjung serta semua adik-adik atas doa dan bantuannya selama ini.

Teristimewa untuk suami tercinta, Dr. M. Jalaluddin Assuyuthi Chalil Batubara, terima kasih atas doa, pengertian, dukungan dan pengorbanan tanpa kenal lelah yang telah diberikan hingga penulis mampu menyelesaikan pendidikan. Mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan rahmat, rezeki, dan karuniaNya buat kita semua.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, 13 November 2008

(7)

DAFTAR ISI

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi 4

2.5.1. Manifestasi klinis malaria falsiparum tanpa komplikasi 8

2.5.2. Pemeriksaan laboratorium 9

2.6. Pengobatan Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi 11

2.6.1. Kinin 12

2.6.2. Azitromisin 14

2.6.3. Klindamisin 16

(8)

BAB 3. METODOLOGI

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Dosis obat pada kedua kelompok sampel penelitian 23

Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian 28

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Siklus hidup parasit malaria 7

Gambar 2.2. Rumus bangun kinin 12

Gambar 2.3. Rumus bangun azitromisin 14

Gambar 2.4. Rumus bangun klindamisin 16

Gambar 2.5. Kerangka konsep penelitian 18

Gambar 4.1. Profil penelitian 26

Gambar 4.2. Diagram stacked column gejala dan

tanda klinis sebelum pengobatan 29

(11)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

α : Kesalahan tipe I atau hasil positif semu

β : Kesalahan tipe II atau hasil negatif semu

< : Lebih kecil dari

ACT : Artemisinin-based Combination Therapy

CDC : Centers for Disease Control and Prevention

Cl : Chlorine

cm : sentimeter

EKG : Elektro Kardio Gram

H0 : Hari pertama pemberian obat

H2 : 48 jam setelah pemberian obat

H28 : Hari ke-28 setelah pemberian obat

P. falciparum : Plasmodium falciparum

P. malariae : Plasmodium malariae

P. ovale : Plasmodium ovale

P. vivax : Plasmodium vivax

PCR : Polymerase Chain Reaction

SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Akhir

SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

WHO : World Health Organization

zα : Deviat baku normal untuk α

(12)

Latar belakang. Meningkatnya kasus malaria falsiparum yang resisten terhadap banyak obat telah menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Oleh karena itu, Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah mengganti terapi standar pengobatan malaria falsiparum menjadi kombinasi Artesunat-Amodiakuin. Peneliti ingin mencari terapi alternatif jika kombinasi terapi standar tidak tersedia.

ABSTRAK

Tujuan. Membandingkan efikasi Azitromisin (KA) dengan

Kinin-Klindamisin (KK), sebagai terapi alternatif pada pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak.

Metode. Suatu penelitian uji klinis acak terbuka yang dilakukan sejak Juli-Agustus 2007 pada anak berusia 5 sampai 18 tahun, yang positif

P.falciparum pada apusan darah tepi, di Kabupaten Mandailing Natal, Propinsi Sumatera Utara. Kelompok KA mendapat kinin selama 7 hari (10

mg/kgBB terbagi 3 dosis selama 4 hari pertama, dilanjutkan dengan 5 mg/kgBB terbagi 3 dosis selama 3 hari) dan diberikan azitromisin (10 mg/kgBB/dosis) diberikan per oral selama 3 hari pertama. Kelompok KK

juga mendapatkan kinin dikombinasikan dengan klindamisin (5 mg/kgBB terbagi 2 dosis) selama 3 hari pertama. Parasitemia dihitung pada hari ke 0, 2, 7, dan 28.

Hasil. Secara acak, 246 anak yang positif menderita malaria falsiparum, dibagi menjadi 2 kelompok. Hanya 121 anak pada kelompok KA dan 123 anak pada kelompok KK yang memenuhi kriteria inklusi dan mengikuti penelitian sampai akhir. Dari apusan darah tepi pada hari ke-2, didapati angka kesembuhan 100% (P=0,0001). Tidak dijumpai rekrudensi pada hari ke-2, 7, dan 28 (P =1,000). Pada kelompok KA didapati efek samping berupa sakit kepala dan muntah sebanyak 21 dan 6 (P =0.0001; 0012) secara berturutan.

Kesimpulan. Kedua kombinasi obat dapat digunakan sebagai terapi

alternatif untuk pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak.

(13)

ABSTRACT

Background. Multidrug-resistant Plasmodium falciparum malaria is

increasing public health concern in Indonesia. Therefore, Department of Health, Republic of Indonesia had changed the standard treatment into Artesunate-Amodiaquine combination. We encouraged to find alternative drug if this combination drug is not available.

Objective. To compare the efficacy of Quinine-Azithromycin (QA) with the Quinine-Clindamycin (QC) combination, as alternative treatments for uncomplicated P.falciparum malaria in children.

Methods. This randomized, open label trial was conducted between July-August 2007 at 5-18 years old children, with positive P.falciparum from the peripheral blood smear, at Mandailing Natal, North Sumatera Province. Group QA received Quinine for 7 days (10 mg/kgbw divided into 3 doses for 4 days, continued with 5 mg/kgbw divided into 3 doses for 3 days) combined with Azithromycin (10 mg/kgbw/dose) orally for the first 3 days. Group QC also received Quinine combined with Clindamycin (5 mg/kgbw twice daily) orally for the first 3 days. Parasitemia was counted at the day 0, 2, 7, and 28.

Results. Randomly, 246 children with positive P.falciparum malaria,

separated into two groups. Only 121 children in group QA and 123 children in group QC fulfilled inclusion criterias and completed the study. Cure rate

achieved 100% from peripheral blood smear examination at day 2nd (P =0.0001). Both groups showed no recrudescence event at day 7th, and

28th (P =1.000). Headache and vomiting as adverse events were found in 21 and 6 children in group QA (P =0.0001; 0.012) respectively.

Conclusion. Both of drug combinations can be used as potential alternative treatments for uncomplicated P.falciparum malaria in children.

Keywords. Quinine-Azithromycin, Quinine-Clindamycin, uncomplicated

(14)

KOMBINASI KININ-AZITROMISIN DIBANDINGKAN DENGAN KOMBINASI KININ-KLINDAMISIN PADA PENGOBATAN

MALARIA FALSIPARUM TANPA KOMPLIKASI PADA ANAK

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 13 November 2008

(Yunnie Trisnawati)

(15)

1.1. Latar Belakang

Malaria masih merupakan masalah kesehatan yang cukup besar bagi anak

di negara tropis di seluruh dunia. Berdasarkan penemuan malaria di tahun

1880-an, banyak gambaran biologi dan patogenesisnya belum diketahui dan

malaria berpotensial mengancam jiwa.1 Dijumpai sekitar 300-500 juta kasus

malaria setiap tahunnya, dengan jumlah kematian akibat malaria berkisar 1,5

sampai 2,7 juta per tahunnya.1,2

Malaria disebabkan oleh protozoa Plasmodiumyang ditransmisikan ke

manusia oleh nyamuk Anopheles betina. Ada empat spesies Plasmodium

yang menyebabkan malaria pada manusia, yaitu P.falciparum, P.malariae,

P.ovale, dan P.vivax. Malaria juga dapat ditularkan melalui transfusi darah,

penggunaan jarum yang terkontaminasi, dan dari wanita hamil ke bayi yang

dikandungnya.2

P.falciparum telah diketahui resisten terhadap klorokuin di beberapa

daerah.1-4 Penelitian di daerah Mandailing Natal di Sumatera Utara didapati

resisten terhadap klorokuin sekitar 32% dan untuk fansidar 29%.3 Malaria

yang didapat dari daerah yang diketahui P.falciparum resisten terhadap

klorokuin ataupun daerah yang sensitivitas terhadap klorokuinnya diragukan

harus diterapi dengan obat selain klorokuin.1

(16)

singkat dan waktu paruh pendek dengan obat yang bekerja lebih lambat dan

mempunyai waktu paruh lebih panjang. Azitromisin, yang merupakan

antimalaria golongan makrolida paling kuat dengan waktu paruh panjang (68

jam)5, menunjukkan sinergisme dengan kinin dalam pengobatan

P.falciparumin vitro.6

Klindamisin dipilih sebagai obat yang menjanjikan dengan waktu

paruh yang singkat (2-4 jam) dan memiliki karakteristik bekerja lambat

namun memiliki tingkat keamanan dan tolerabilitas yang baik sebagai

antimalaria.7 Klindamisin dapat digunakan pada anak-anak dan wanita hamil.

Hal ini sangat berguna pada penggunaan kombinasi antimalaria pada

anak-anak dan wanita hamil di sub-sahara Afrika yang mempunyai risiko tertinggi

menderita malaria yang berkaitan dengan angka morbiditas dan mortalitas.8

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas, maka diperlukan

penelitian untuk mengetahui apakah ada perbedaan kesembuhan antara

kombinasi kinin-azitromisin (KA) dengan kombinasi kinin-klindamisin (KK)

sebagai alternatif dalam pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi

pada anak.

(17)

Kombinasi kinin-azitromisin memberikan angka kesembuhan yang sama

dengan kombinasi kinin-klindamisin pada anak dengan malaria falsiparum

tanpa komplikasi.

1.4. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kesembuhan antara

kombinasi kinin-azitromisin dengan kombinasi kinin-klindamisin sebagai

alternatif dalam pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak.

1.5.Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk mendapatkan terapi alternatif lain yang

(18)

BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Malaria merupakan penyakit infeksi yang bersifat akut maupun kronis yang

disebabkan oleh protozoa intrasel dari genus Plasmodium. Ada empat

parasit yang dapat menginfeksi manusia, yaitu P.malariae, P.vivax,

P.falciparum dan P.ovale.2,9 P.falciparum paling sering didapati pada daerah

tropis dan sering menyebabkan kematian pada manusia karena dapat

menginvasi sel darah merah pada semua usia dan sering resisten terhadap

obat-obat anti malaria.10

2.2. Sejarah

Penyakit ini pertama kali dinamakan mal air (udara busuk) oleh seseorang

yang berkebangsaan Itali pada abad ke-18, namun tulisan yang pertama kali

menyebutkan tentang demam periodik didapati dalam tulisan Hindu dan

Cina. Terobosan besar dalam hal etiologi malaria yaitu pada tahun 1880,

setelah Laveran, seorang ahli bedah militer dari Algeria, pertama kali

menemukan gametosit P.falciparum pada pemeriksaan apusan darah tepi

(19)

2.3. Transmisi

Malaria ditransmisikan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang

terinfeksi malaria, atau, lebih jarang, melalui inokulasi langsung dari sel

darah yang terinfeksi,9 seperti melalui transfusi darah, penggunaan jarum

suntik yang terkontaminasi, dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya, dan

dari transplantasi organ.2

2.4. Siklus Hidup Plasmodium falciparum

Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu

manusia dan nyamuk Anopheles.

2.4.1. Siklus hidup pada manusia

Pada waktu nyamuk Anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit

yang berada di kelenjar air liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran

darah selama kurang lebih ½ jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke

dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi

skizon hati yang terdiri dari 10 000-30 000 merozoit hati (tergantung

spesiesnya). Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung

(20)

Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke

peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah

merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon

(8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini

disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan

merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini

disebut siklus eritrositer.11 Siklus eritrositer ini menyebabkan timbulnya gejala

malaria.12

Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang

menginfeksi sel darah merah akan membentuk stadium seksual (gametosit

jantan dan betina).

2.4.2.Siklus hidup pada nyamuk Anopheles betina

Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung

gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan

pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian

menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk

ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit,11 dan

bermigrasi ke kelenjar air liur nyamuk.13 Sporozoit ini bersifat infektif dan siap

ditularkan ke manusia.11,13 Siklus hidup malaria dapat dilihat pada gambar

(21)

Gambar 2.1. Siklus hidup malaria14

2.5. Diagnosis Malaria Falsiparum

Pada daerah endemis malaria, biasanya diagnosis ditegakkan berdasarkan

gejala dan tanda klinis. Tetapi walaupun di daerah bukan endemis malaria,

diagnosis banding malaria harus dipikirkan pada riwayat demam tinggi

(22)

anemia. Diagnosis malaria merupakan hasil pertimbangan klinis dan tidak

selalu disertai hasil laboratorium oleh karena beberapa kendala pada

pemeriksaan laboratorium.13 Anak dengan keluhan demam atau gejala

sistemik yang tidak diketahui penyebabnya dan ada riwayat perjalanan atau

tinggal di daerah endemis malaria dalam setahun terakhir dapat didiagnosis

menderita malaria sampai terbukti sebaliknya.2

2.5.1. Manifestasi klinis malaria falsiparum tanpa komplikasi

Manifestasi klinis malaria tergantung status imunitas pejamu dan spesies

malaria yang menginfeksi. Secara umum, infeksi P.falciparum lebih berat dan

lebih jelas gejala klinisnya dibandingkan infeksi spesies Plasmodium

lainnya.12 Anak dan dewasa seringkali asimtomatik selama fase awal, yaitu

masa inkubasi infeksi malaria. Masa inkubasi P.falciparum berkisar 9-14

hari. Masa inkubasi ini dapat lebih lama pada pasien dengan imunitas

parsial. Gejala prodromal berlangsung selama 2-3 hari sebelum parasit

dijumpai dalam darah. Gejala prodromal yang dijumpai berupa sakit kepala,

mudah lelah, anoreksia, mialgia, demam dan nyeri di dada, perut, atau

sendi-sendi.2

Demam yang bersifat paroksismal merupakan gejala khas dari malaria

dan biasanya berkaitan dengan pecahnya skizon dan lepasnya merozoit dari

eritrosit.12 Pada malaria vivax dan falsiparum, gejala paroksismal ini

(23)

ditandai dengan adanya periode menggigil hebat, diikuti dengan demam

tinggi yang dapat mencetuskan kejang demam; lalu berkeringat banyak yang

diikuti dengan turunnya suhu tubuh.12 Pada pemeriksaan fisik biasanya

dijumpai hepatosplenomegali dan pucat. Dapat pula dijumpai takikardia.

Ikterik berhubungan dengan hiperparasitemia.9

2.5.2. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan baku emas dalam menegakkan diagnosis malaria yaitu

pemeriksaan apusan darah,9 baik apusan darah tebal maupun tipis dengan

pewarnaan Giemsa.12 Pemeriksaan ini untuk menentukan : ada tidaknya

parasit malaria (positif atau negatif); spesies dan stadium Plasmodium; dan

kepadatan parasit.11

Plasmodium falciparum menyerang semua bentuk eritrosit mulai dari

retikulosit sampai eritrosit yang matang. Pada pemeriksaan darah tepi baik

apusan maupun tetes tebal terutama dijumpai parasit muda berbentuk cincin

(ring form). Juga dijumpai gametosit dan pada kasus berat yang biasanya

disertai komplikasi, dapat dijumpai bentuk skizon. Bentuk seksual/gametosit

muncul dalam waktu 1 minggu dan dapat bertahan sampai beberapa bulan

setelah sembuh. Tanda-tanda parasit malaria yang khas pada sediaan tipis,

gametositnya berbentuk pisang dan terdapat bintik Maurer pada sel darah

(24)

banyak sekali bentuk cincin tanpa bentuk lain yang dewasa (star in the sky),

terdapat balon merah di sisi luar gametosit.13

Tes serologis yang digunakan untuk diagnosis malaria adalah Indirect

Fluorescent Antibody test (IFA), Indirect Hemaglutination test (IHA) dan

Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA). Kegunaan tes serologis

untuk diagnosis malaria akut sangat terbatas, karena baru akan positif

beberapa hari setelah parasit malaria ditemukan dalam darah. Jadi sampai

saat ini tes serologi merupakan cara terbaik untuk studi epidemiologi.

Teknik diagnostik lainnya adalah pemeriksaan Quantitative Buffy Coat

(QBC), dengan menggunakan tabung kapiler dan pulasan jingga akridin

kemudian diperiksa di bawah mikroskop fluoresens. Teknik mutakhir lainnya

dengan menggunakan pelacak DNA probe untuk mendeteksi antigen.

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu Malaquick test dan Parasight

F.13

Anemia pada malaria dapat terjadi akut maupun kronis. Anemia ini

disebabkan kerusakan eritrosit oleh parasit, penekanan eritropoesis dan

terjadinya hemolisis oleh proses imunologis. Pada darah tepi dapat dijumpai

poikilositosis, anisositosis, polikromatosis dan bintik-bintik basofilik yang

menyerupai anemia pernisiosa. Terjadi ikterus ringan dengan peningkatan

bilirubin indirek dan tes fungsi hati yang abnormal seperti meningkatnya

(25)

2.6. Pengobatan Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi

Pemilihan obat antimalaria berdasarkan atas spesies Plasmodium yang

menginfeksi, kemungkinan terjadinya resistensi obat, dan keparahan

penyakit.15 Obat antimalaria bekerja pada stadium yang berbeda dalam

siklus hidup parasit. Obat skizontosid darah menyerang parasit dalam

eritrosit, mencegah atau menghilangkan gejala klinis. Obat gametosid

menghancurkan bentuk seksual pada manusia, menurunkan transmisi. Obat

skizontosid jaringan bekerja pada fase awal perkembangan parasit di hati,

sebelum lepasnya merozoit ke dalam darah. Obat hipnozoitosid membunuh

hipnozoit yang bersifat dormant di hati, mencegah relaps. Obat sporontosid

menginhibisi perkembangan ookista di tubuh nyamuk, menurunkan transmisi

malaria.16

Risiko resistensi terhadap obat antimalaria bervariasi, tergantung

spesies dan jenis obat.17 Saat ini, P.falciparum sangat resisten terhadap

klorokuin didapati pada hampir seluruh daerah yang terkena malaria.18 Oleh

karena itu, World Health Organization merekomendasikan suatu kebijakan

terapi bagi negara-negara yang telah didapati kasus P.falciparum resisten

terhadap antimalaria monoterapi, seperti klorokuin, amodiakuin, atau

sulfadoksin/pirimetamin, berupa terapi kombinasi yang mengandung derivat

artemisinin atau yang disebut dengan Artemisinin-based Combination

(26)

1. Artemeter + Lumefantrin

2. Artesunate + Amodiakuin

3. Artesunate + Sulfadoksin-Pirimetamin (pada daerah yang efikasi

Sulfadoksin-Pirimetamin masih tinggi)

4. Artesunate + Meflokuin (pada daerah dengan transmisi rendah)

5. Amodiakuin + Sulfadoksin-Pirimetamin (pada daerah yang efikasi

kedua obat masih tinggi)19

2.6.1. Kinin

Kinin adalah suatu derivat alkaloid dari kulit pohon Cinchona. Ada 4 alkaloid

antimalaria yang dapat diturunkan dari kulit pohon ini, yaitu : kinin, kuinidin,

kinkonin dan kinkinidin. Kinin merupakan bentuk L-stereoisomer dari

kuinidin.19 Rumus bangun kinin dapat dilihat pada gambar 2.2.

20

Gambar 2.2. Rumus bangun kinin

Farmakokinetik

Kinin siap diabsorbsi baik jika diberikan secara oral maupun intramuskular.

Absorbsi secara oral terutama terjadi di usus halus dan mencapai sekitar

(27)

plasma mencapai maksimum dalam waktu 3-8 jam dan, setelah

didistribusikan, menurunkan pada waktu paruh 11 jam terapi dihentikan.

Farmakokinetik kinin dapat berubah sesuai dengan keparahan infeksi

malaria.21 Waktu paruh obat pada orang sehat mencapai 11 jam, penderita

malaria tanpa komplikasi mencapai 16 jam dan mencapai 18 jam pada

penderita malaria berat.22

Alkaloid kinkona dieksresikan terutama melalui urin dalam bentuk

metabolit hidroksi, dan sebagian kecil melalui tinja, getah lambung, empedu

dan air liur. Ekskresi lengkap terjadi dalam 24 jam. Ekskresi dalam urin yang

asam 2 kali lebih cepat dibandingkan dalam urin alkali.23

Farmakodinamik

Kinin beraksi terutama melawan parasit malaria bentuk eritrositik aseksual

dan memiliki efek minimal terhadap parasit di hepar.21 Seperti antimalaria

lainnya, kinin juga membunuh bentuk seksual P.vivax, P.malariae dan P.

ovale, namun tidak membunuh bentuk gametosit dewasa P.falciparum. Kinin

juga tidak membunuh parasit malaria bentuk pre eritrositik. Mekanisme aksi

kinin sebagai antimalaria yaitu melalui inhibisi detoksifikasi haem parasit

dalam vakuola makanan, namun mekanismenya tidak jelas diketahui.20

Pemberian kinin secara oral untuk mempertahankan konsentrasi

(28)

sulfonamid atau tetrasiklin, dapat diberikan bersamaan untuk meningkatkan

efikasi kinin.21

2.6.2. Azitromisin

Antimikroba golongan makrolida juga menunjukkan aktivitas sebagai

antimalaria,24 dan golongan ini aman bagi ibu hamil dan anak-anak.

Azitromisin (Gambar 2.3.), merupakan antimalaria golongan makrolida yang

sangat poten.25

Gambar 2.3. Rumus bangun azitromisin26

Farmakokinetik

Azitromisin diberikan secara oral diabsorpsi secara cepat dan didistribusikan

ke seluruh tubuh kecuali ke otak dan cairan serebrospinal. Azitromisin

sebaiknya tidak diberikan bersamaan dengan makanan. Obat ini memiliki

(29)

konsentrasi obat di dalam sel (terutama fagosit), sehingga didapati

konsentrasi di jaringan atau sekresi dibandingkan konsentrasi dalam serum.

Azitromisin mengalami metabolisme di hati untuk menginaktivasi

metabolit, namun kebanyakan diekskresi melalui empedu. hanya 12% obat

yang dieksresikan melalui urine. Waktu paruh mencapai 40-68 jam, dapat

memanjang karena pengambilan dan pengikatan yang luas dari jaringan.21

Farmakodinamik

Antibiotika makrolida merupakan bakteriostatik yang menghambat sintesis

protein dengan mengikat secara reversibel subunit ribosom mikroorganisme

yang sensitif.21 Azitromisin merupakan skizontosidal darah yang efisien

namun mempunyai kerja yang relatif lambat.27 Data in vitro melaporkan,

azitromisin memiliki kemampuan klinis bila digunakan sebagai kombinasi

dengan obat anti malaria lain.26

2.6.3. Klindamisin

Klindamisin (7-chloro-lincomycin) merupakan derivat semisintetik dari

linkomisin dan diperkenalkan pada tahun 1960-an sebagai suatu antibiotik.28

Rumus bangun klindamisin (gambar 2.4.) mirip dengan linkomisin.

Perbedaannya hanya pada 1 gugus hidroksil pada linkomisin yang diganti

(30)

Gambar 2.4. Rumus bangun klindamisin20

Farmakokinetik

Klindamisin diserap hampir lengkap pada pemberian oral. Adanya makanan

dalam lambung tidak banyak mempengaruhi absorpsi obat ini. Setelah

pemberian dosis oral 150 mg biasanya tercapai kadar puncak plasma 2-3

mcg/mL dalam waktu 1 jam. Masa paruhnya kira-kira 2,7 jam.

Klindamisin didistribusikan dengan baik ke berbagai cairan tubuh,

jaringan dan tulang, kecuali ke cairan serebrospinal. Kira-kira 90%

klindamisin dalam serum terikat dengan albumin. Hanya sekitar 10%

klindamisin diekskresikan dalam bentuk asal melalui urin. Sejumlah kecil

klindamisin ditemukan dalam feses. Sebagian besar obat dimetabolisme

menjadi N-demetilklindamisin dan klindamisin sulfoksid untuk selanjutnya

(31)

Farmakodinamik

Penelitian sejak 1970-an sampai dengan 1980-an telah menunjukkan efikasi,

keamanan dan kepraktisan klindamisin sebagai terapi malaria falsiparum.28

In vitro, klindamisin dan ketiga metabolitnya memiliki efek inhibisi yang kuat

terhadap P.falciparum. Obat ini berakumulasi di parasit.30

Klindamisin merupakan obat yang bekerja lambat, ditoleransi dengan

baik dengan efek samping yang minimal. Efek samping yang sering

dikeluhkan pada pemakaian klindamisin berupa diare dan ruam di sekitar

mulut.28

2.7. Kerangka Konseptual

- Quantitative buffy coat method - PCR

- Malaquick test - Parasight F

- Apusan darah tepi MALARIA

(32)

: yang diamati dalam penelitian

Pengobatan Resistensi ↑ (klorokuin)

Alternatif

WHO: artesunate- amodiakuin

Lini pertama

- artesunate - klindamisin - kinin-doksisiklin

Parasitemia H-0, 2, 7, 28 Efek samping

Efikasi

- kinin-azitromisin

- kinin-klindamisin P. falciparum

Tanpa komplikasi Berat

(33)

BAB 3.METODOLOGI

3.1. Desain

Penelitian ini bersifat uji klinis acak terbuka, untuk membandingkan

kesembuhan kombinasi KA dengan kombinasi KK sebagai alternatif dalam

pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi.

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Umum di

Kecamatan Gunung Baringin, Tanjung Julu, Purba, Adian Jior, Gunung

Manaon, Pagarantonga, Panyabungan Jae, Kabupaten Mandailing Natal,

Propinsi Sumatera Utara pada bulan Juli hingga Agustus 2007.

3.3. Populasi Penelitian

Populasi target adalah anak Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah

Umum yang berusia 5 sampai 18 tahun yang menderita malaria. Populasi

terjangkau adalah anak Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Umum

yang berusia 5 sampai 18 tahun yang menderita malaria falsiparum di 7

sekolah Kabupaten Mandailing Natal. Sampel adalah populasi terjangkau

yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

(34)

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus untuk uji hipotesis

terhadap 2 proporsi, yaitu sebagai berikut:31

( zα√2PQ + zβ√ P1Q1 + P2Q2 )2

n1=n2=

( P1 – P2 )2

n1 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok I

n2 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok II

P1 = proporsi sembuh untuk kelompok I

P2 = proporsi sembuh untuk kelompok II

P = proporsi = ½ (P1+P2)

Q= 1-P

Pada penelitian ini ditetapkan α = 0,05 (interval kepercayaan 95%) dan β =

0,2 (power 80%). Perbedaan sembuh yang diharapkan adalah 0,08 maka:

P1 = 0,88 dan P2 = 0,98

P = ½ (0,88+0,98) = 0,93

Q = 1-0,93 = 0,07

Dengan memakai rumus di atas maka diperoleh jumlah sampel untuk

masing-masing kelompok adalah 123 orang.

(35)

3.5.1. Kriteria Inklusi

1. Penderita malaria berusia antara 5 sampai 18 tahun yang bersedia

mengikuti penelitian, dibuktikan dengan mengisi surat persetujuan dari

orang tua

2. Dijumpai P. falciparum pada pemeriksaan apusan darah tepi

3. Tidak mendapat obat anti malaria dalam satu bulan terakhir

4. Subjek penelitian tinggal di lokasi penelitian

3.5.2. Kriteria eksklusi

1. Tidak dapat mengikuti penelitian sampai akhir

2. Penderita malaria berat

3. Tidak teratur atau menolak minum obat

4. Dijumpai infeksi gabungan (mixed infection) dengan Plasmodium

lainnya.

3.6. Persetujuan/Informed Consent

Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah

dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai kondisi penyakit yang

dialami, pengobatan yang diberikan dan efek samping pengobatan. Lembar

Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) dan lembar penjelasan sebagaimana

(36)

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian

Pemeriksaan apusan darah tepi tipis dan tebal dilakukan pada siswa yang

berusia 5 sampai 18 tahun yang diduga menderita malaria, yang sebelumnya

telah dilakukan pengisian lembar PSP, melakukan anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Pemeriksaan apusan darah tepi diwarnai dengan

pewarnaan giemsa sesuai prosedur dan dibaca oleh tenaga laboratorium

yang terlatih. Bila ditemukan P. falciparum pada pemeriksaan apusan darah

tepi maka anak tersebut dimasukkan dalam sampel kemudian dihitung

jumlah parasitnya. Parasit aseksual dihitung dalam 200 sel darah putih.

Sampel yang memenuhi kriteria kemudian dibagi menjadi dua

kelompok secara acak sederhana. Kedua kelompok sampel diberikan

pengobatan dengan dosis sesuai yang tertera dalam Tabel 3.1. Semua obat

anti malaria diberikan sesudah makan. Jika anak muntah dalam 15 menit

setelah pemberian obat, dosis yang sama diberikan kembali.

(37)

Hari

Kelompok Jenis Obat

1 2 3 4 5-7

Azitromisin 10 mg/kgbb/hari

sekali sehari

Klindamisin 10 mg/kgbb/hari

terbagi 2 dosis

Selama penelitian dilakukan pencatatan rutin terhadap tanda dan

gejala malaria, riwayat obat-obatan yang pernah dikonsumsi dan efek

samping pengobatan. Pemeriksaan fisik dan apusan darah tepi ulangan

dilakukan pada hari ke-2,7 dan 28.Sampel ditimbang dan dinilai berat badan

dengan menggunakan timbangan merek Camry (sensitivitas 0,1 kg) dan

tinggi badan diukur dengan pengukur tinggi merek stature metre 2M

(sensitivitas 0,5 cm). Status nutrisi dihitung dengan teknik antropometri

standar berdasarkan CDC NCHS-WHO.

(38)

Variabel bebas Skala

Jenis obat nominal

Variabel tergantung Skala

Parasitemia ordinal

Pusing nominal

Tinitus nominal

Muntah nominal

3.10. Definisi Operasional

1. Infeksi malaria falsiparum ditetapkan apabila di dalam pemeriksaan

apusan darah tepi dijumpai P. falciparum.

2. Dikatakan sembuh bila dalam pemeriksaan apusan darah tepi

penderita tidak ditemukan lagi parasit malaria.

3. Malaria falsiparum tanpa komplikasi adalah malaria yang tidak disertai

dengan komplikasi apapun, seperti malaria serebral dengan

kesadaran menurun, anemia berat (hemoglobin ≤ 5 g/dl), dehidrasi,

gangguan asam basa (asidosis metabolik) dan gangguan elektrolit,

hipoglikemia berat, gagal ginjal, edema paru akut, kegagalan sirkulasi,

kecenderungan terjadinya perdarahan, hiperpireksia, hemoglobinuria,

ikterus dan hiperparasitemia.

4. Efikasi adalah sejauh mana intervensi tertentu (obat) memberikan

hasil yang menguntungkan pada keadaan ideal.

(39)

Data diolah dengan SPSS for WINDOWS 14 (SPSS Inc, Chicago). Analisis

data untuk mengetahui perubahan hasil terapi pada kelompok sebelum dan

sesudah pengobatan dengan uji Wilcoxon signed-rank. Data karakteristik

dan efek samping pengobatan dengan kai kuadrat. Uji dinyatakan bermakna

bila P < 0,05.

(40)

Ada 246 orang anak yang memenuhi kriteria inklusi dan dibagi menjadi 2

kelompok secara randomisasi; kelompok pertama terdiri 123 anak yang

mendapatkan kombinasi KA dan kelompok kedua mendapatkan kombinasi

KK. Setelah pemberian obat, hanya 244 anak yang menyelesaikan penelitian

sampai akhir (Gambar 4.1).

Sampel masuk ke dalam

penelitian (n=246)

Dieksklusikan :

• tidak teratur meminum obat (n=1)

• hilang dalam pengamatan (n=1) Kinin-Azitromisin

(n=123)

Gambar 4.1. Profil penelitian

Dianalisis lengkap (n=123)

26

Kinin-Klindamisin

(n=123)

(41)

Distribusi dan karakteristik sampel ditunjukkan pada Tabel 4.1. Tidak

ada perbedaan bermakna dalam hal jenis kelamin dan pendidikan orang tua

pada kedua kelompok. Pemeriksaan fisik awal dilakukan pada kedua

kelompok untuk mencari gejala klinis, seperti demam, pucat, hepatomegali,

splenomegali dan parasitemia. Pucat dijumpai pada 11 orang anak (9,1%)

pada kelompok kombinasi KA. Demam dan splenomegali dijumpai pada 3

orang anak (2,5%) pada kelompok kombinasi KA. Namun, gejala dan tanda

klinis sedikit dijumpai pada kelompok kombinasi KK (Gambar 4.2). Setelah

diberikan pengobatan, dilakukan penilaian efek samping obat pada kedua

(42)
(43)

Demam Pucat Hepatomegali Splenomegali

Gejala dan tanda klinis sebelum

pengobatan

(44)

Tabel 4.2. Efek samping pemberian obat

Efek Samping Kinin-Azitromisin

n (%)

Terdapat perbedaan bermakna pada pengamatan efek samping obat pada

kedua kelompok (P < 0,05). Pada kelompok yang mendapat kombinasi KA,

ada 21 anak (17,4%) mengeluhkan kepala pusing, 6 anak (5%) muntah dan

(45)

Setelah pengamatan selama 28 hari, terdapat perbedaan yang

bermakna pada hari ke-2 dimana parasitemia pada kedua kelompok menjadi

negatif. Artinya, angka kesembuhan mencapai 100% pada kedua kelompok.

Sedangkan pada pengamatan hari ke-7 dan 28, parasitemia masih tetap

negatif (Gambar 4.3). Hal ini menunjukkan tidak dijumpainya rekrudensi pada

(46)

BAB 5. PEMBAHASAN

Parasit malaria yang resisten terhadap banyak obat merupakan tantangan

terapeutik terbesar di bidang pelayanan kesehatan di hampir seluruh daerah

endemik malaria.8 Saat ini, P.falciparum sangat resisten terhadap klorokuin

dijumpai pada kebanyakan daerah endemik malaria. Resistensi terhadap

sulfadoksin-pirimetamin juga telah luas dijumpai dan bertambah dengan

cepat. Resistensi terhadap meflokuin ditemukan di beberapa negara yang

menggunakan terapi ini (seperti Thailand, Kamboja dan Vietnam) dan

penyebarannya telah meningkat dalam 6 tahun terakhir ini.32

Konsekuensi terjadinya resistensi terhadap obat antimalaria sangat

memprihatinkan. Dimana, saat obat antimalaria yang murah tidak lagi

bekerja, namun terapi alternatif lain tersedia dengan harga mahal. Jika obat

yang tersedia tidak lagi dapat menyembuhkan, maka morbiditas meningkat,

bahkan di awal kasus malaria tanpa komplikasi sekalipun. Oleh karena itu,

kombinasi obat antimalaria yang baru sangat dibutuhkan dikarenakan

resistensi banyak obat yang telah meningkat ini, dimana obat tersebut dapat

menyembuhkan penderita tanpa memakan waktu lebih lama dari terapi

standar yang ada.8 Pada studi ini, peneliti berkeinginan menemukan terapi

alternatif kombinasi antimalaria jika terapi standar tidak tersedia.

Alasan sederhana mengkombinasikan antimalaria adalah untuk

(47)

mempersingkat lama pengobatan, meningkatkan kepatuhan dan

menurunkan resistensi parasit yang meningkat akibat mutasi selama

pengobatan.8 Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat angka kesembuhan

terhadap penyakit malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak dengan

menggunakan obat kombinasi KA dan KK.

Alkaloid kinkona telah digunakan sebagai antimalaria selama lebih

dari 350 tahun. Kinin, merupakan alkaloid kinkona, masih efektif sebagai

pengobatan malaria falsiparum yang resisten dan digunakan secara luas.

Berkembangnya resistensi P.falciparum terhadap kinin terus terjadi walaupun

lambat dan tidak lengkap dibandingkan antimalaria lainnya, seperti klorokuin,

meflokuin dan sulfadoksin-pirimetamin.33 Di daerah yang dapat dijumpai

strain resisten banyak obat, pemberian terapi kinin dan tetrasiklin selama 7

hari, angka kesembuhan masih mencapai lebih dari 90% pada penderita

malaria falsiparum tanpa komplikasi.34,35

Azitromisin, digunakan secara luas, merupakan bentuk turunan dari

antimikroba makrolida, telah menunjukkan aktivitas intrinsik membunuh

P.falciparum secara in vitro25 baik sebagai pengobatan maupun

profilaksis.36,37 Secara umum, azitromisin bekerja lambat dalam pengobatan

malaria falsiparum, dan karena itu perlu dikombinasikan dengan obat dengan

waktu kerja cepat sehingga menimbulkan efek yang menguntungkan. Terapi

(48)

falsiparum terbaik karena menimbulkan respon klinis yang sangat baik dan

memperlambat timbulnya resistensi terhadap antimalaria.38

Studi mengenai profilaksis menemukan bahwa azitromisin juga

memiliki efikasi yang tinggi dalam mencegah terjadinya malaria vivax.39

Untuk anak dengan malaria tanpa komplikasi, WHO merekomendasikan

penggunaan oral kinin dengan dosis 8 mg/kgbb/3 dosis selama 7 hari.40

Azitromisin menunjukkan sinergisme dengan kinin dalam pengobatan

P.falciparum invitro.6 Pada studi yang menggunakan kombinasi dengan KA

menunjukkan efikasi yang tinggi dalam pengobatan malaria falciparum tanpa

komplikasi. Kombinasi KA ditoleransi dengan baik, kinin (30 mg /kg terbagi 3

dosis per hari) dan azitromisin (≥ 1 gram /hari) selama 3 hari, efektif bagi

pengobatan malaria falsiparum resisten multi obat.5 Studi di Thailand, pada

orang dewasa penderita malaria falsiparum tanpa komplikasi dengan

pemberian kombinasi KA sebanyak 3 kali sehari, menunjukkan kombinasi ini

aman dan manjur.41 Pada studi ini, peneliti mengkombinasikan kinin oral

dengan dosis 10 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis selama 4 hari pertama

dan dilanjutkan selama 3 hari dengan dosis 5 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis

dikombinasikan dengan azitromisin menggunakan dosis 10 mg/kgBB/hari

sekali sehari selama 3 hari pertama pada anak penderita malaria tanpa

komplikasi. Hasilnya, angka kesembuhan mencapai 100% dan tidak dijumpai

(49)

Efek samping berupa kulit kemerahan setelah penggunaan azitromisin

selama 4 minggu dikeluhkan pada 0,67% kasus.37 Efek samping yang lebih

sering ditemukan dari penggunaan kombinasi KA adalah kinkonisme dan

perubahan gelombang elektrokardiografi (EKG) dimana didapati

perpanjangan interval QT.41 Kinkonisme, diartikan sebagai gejala yang

berupa telinga berdenging (tinnitus) dan/atau pusing, dikeluhkan oleh 97%

sukarelawan. Pemberian kombinasi KA berhubungan dengan singkatnya

lama terjadinya kinkonisme.5

Pada studi ini, kami menemukan perbedaan efek samping yang

bermakna pada kedua kelompok, dimana pusing merupakan efek samping

yang paling sering dikeluhkan oleh 21 anak (P=0.0001) pada kelompok KA.

Dan hanya 6 anak (P =0.012) yang muntah dan 6 anak (P =0.052) yang

mengeluhkan tinnitus pada kelompok KA. Pada kelompok kinin-klindamisin,

ada 4 anak (3.3%, P =0.0001) mengeluhkan pusing dan 1 anak (0.8 %, P =

0.052) mengalami tinnitus. Tidak ada anak yang muntah setelah meminum

obat kombinasi kinin-klindamisin selama 28 hari pemantauan.

Klindamisin adalah antibiotik golongan linkomisin yang bersifat

antiplasmodia dan aman diberikan pada anak. Klindamisin, biasanya

dikombinasikan dengan kinin, telah digunakan secara luas di Amerika

Selatan dan telah terbukti efektif pada dewasa dan anak penderita malaria

(50)

beberapa penelitian mengenai pemberian kombinasi KK jangka pendek telah

dilakukan di beberapa daerah endemik.42,44

Di Gabon, 88% anak-anak penderita malaria falsiparum tanpa

komplikasi telah berhasil diterapi dengan kombinasi KK jangka pendek.42

Studi lain yang dilakukan di Gabon mendapati 92% orang dewasa sembuh

setelah pemberian kombinasi tersebut.43 Penelitian lainnya mendapati angka

kesembuhan mencapai lebih dari 97% pada 20 hari setelah pemberian KK

selama 3 hari pada anak di Gabon bagian barat.45 Pada studi ini, pemberian

kinin selama 7 hari yang dikombinasikan dengan klindamisin selama 3 hari,

didapati angka kesembuhan mencapai 100%, dan tidak didapati rekrudensi

pada pengamatan selama 28 hari.

(51)

6.1. Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan angka kesembuhan

pada pada anak yang menerima kombinasi KA maupun kombinasi KK pada

pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi, sehingga kombinasi kedua

obat ini dapat dijadikan terapi alternatif. Kelompok yang menerima KK

mendapat efek samping yang lebih ringan dibandingkan yang menerima

kombinasi KA.

6.2. Saran

Bagi pemerintah Kabupaten Mandailing Natal khususnya Dinas Kesehatan

setempat, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan sebagai

terapi alternatif jika terdapat kendala dalam penggunaan terapi standar pada

anak penderita malaria falsiparum tanpa komplikasi. Dan perlu diadakannya

sosialisasi kepada petugas-petugas kesehatan di kecamatan setempat

mengenai manfaat pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada

anak dikarenakan masih tingginya resistensi terhadap klorokuin.

Pemerintah setempat juga diharapkan dapat bekerjasama dengan

masyarakat untuk memutus rantai penularan nyamuk oleh karena tingginya

angka kejadian malaria di Kabupaten Mandailing Natal.

37

RINGKASAN

(52)

diketahui P.falciparum resisten terhadap klorokuin ataupun daerah yang

sensitivitas terhadap klorokuinnya diragukan harus diterapi dengan obat

selain klorokuin. Sehingga, pada akhir tahun 2004 Departemen Kesehatan

Republik Indonesia telah melakukan perubahan standar pengobatan malaria

falsiparum dengan menggunakan kombinasi artesunate-amodiakuin. Selain

terapi standar ini, ada juga kombinasi obat lain yang bisa digunakan sebagai

alternatif dalam pengobatan malaria falsiparum antara lain kombinasi KA

atau kombinasi KK.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan

kesembuhan antara kombinasi KA dengan kombinasi KK sebagai alternatif

dalam pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi pada anak.

Uji klinis acak terbuka dilakukan di Sekolah Dasar hingga Sekolah

Menengah Umum di Kecamatan Gunung Baringin, Tanjung Julu, Purba,

Adian Jior, Gunung Manaon, Pagarantonga, Panyabungan Jae, Kabupaten

Mandailing Natal, Propinsi Sumatera Utara pada bulan Juli hingga Agustus

2007.

Sampel penelitian adalah penderita malaria falsiparum yang berusia

antara 5 sampai 18 tahun yang ditetapkan dengan pemeriksaan apusan

darah tepi dengan pewarnaan Giemsa sesuai prosedur dan dibaca oleh

tenaga laboratorium yang terlatih, dengan terlebih dahulu mengisi lembar

PSP, melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada sampel. Bila

(53)

ditemukan P. falciparum maka anak tersebut dimasukkan dalam penelitian.

Parasit aseksual dihitung dalam 200 sel darah putih. Sampel yang memenuhi

kriteria kemudian dibagi menjadi dua kelompok secara acak sederhana,

yaitu: kelompok pertama mendapat pengobatan kinin per oral selama 7 hari

dengan dosis 10 mg/kgbb/hari terbagi 3 dosis selama 4 hari pertama

dilanjutkan 5 mg/kgbb/hari terbagi 3 dosis selama 3 hari dan diberikan

azitromisin per oral selama 3 hari pertama dengan dosis 10 mg/kgbb/hari

sekali sehari, sedangkan kelompok kedua mendapat pengobatan kinin per

oral selama 7 hari dengan dosis 10 mg/kgbb/hari terbagi 3 dosis

selama 4 hari pertama dilanjutkan 5 mg/kgbb/hari terbagi 3 dosis

selama 3 hari diberikan klindamisin per oral selama 3 hari pertama dengan

dosis 10 mg/kgbb/hari terbagi 2 dosis. Semua obat antimalaria diberikan

sesudah makan. Jika anak muntah dalam 15 menit setelah pemberian obat,

dosis yang sama diberikan kembali.

Selama penelitian dilakukan pencatatan rutin terhadap tanda dan

gejala malaria, riwayat obat-obatan yang pernah dikonsumsi dan efek

samping pengobatan. Pemeriksaan fisik dan apusan darah tepi ulangan

dilakukan pada hari ke-2, 7 dan 28.

Dapat disimpulkan bahwa penggunaan kombinasi kinin-azitromisin

dan kombinasi kinin-klindamisin dapat digunakan sebagai pilihan alternatif

(54)

kombinasi kinin-azitromisin memiliki efek samping yang lebih tinggi

dibandingkan kelompok kombinasi kinin-klindamisin.

SUMMARY

Malaria is still a major health problem for children in tropical countries in the

world. In areas with falciparum malaria resistant to chloroquin or areas with

doubtful sensitivity of chloroquin must be treated with alternative drugs other

(55)

Republic had changed the protocol therapy of malaria falciparum to

combination of artesunate-amodiaquine due to many resistance cases

founded. Other than this standart therapy, there are alternative drugs in

treating falciparum malaria, such as combination of quinine-azithromycin or

combination of quinine-clindamycin.

The main purpose of this study is to compared the efficacy of

artesunate monotherapy with quinine-azithromycin combinations as an

alternative treatment of falciparum malaria without complication.

This was a randomized open label trial of elementary to high school

students at subdistrict Gunung Baringin, Tanjung Julu, Purba, Adian Jior,

Gunung Manaon, Pagarantonga, Panyabungan Jae, in district of Mandailing

Natal, Sumatera Utara Province on July to August 2007.

Sample of this study were children suffered from falciparum malaria

from 5 to 8 years old that confirmed with Giemsa’s thin and thick blood smear

and was read by a well-trained analyst, after inform consent obtained from

sample, anamnesis and physical examination had been done. If there was

any P. falciparum then we include the child into the study. Asexual form of

paracytes are counted from 200 white blood cells. Samples that eligible

according the inclusion criteria then being divided with simple randomised

into 2 groups. Group I received quinine orally for 7 days with dosage

10mg/KgBW/3 doses for the first 4 days continued with 5mg/kgBW/3 doses

(56)

10mg/kgBW and group II received quinine orally for 7 days with dosage

10mg/KgBW/3 doses for the first 4 days continued with 5mg/kgBW/3 doses

for 3 days combined with clindamycin orally for the first 3 days with dosage

10mg/kgBW/2 doses. All anti malarial drugs were taken after meal. If a child

vomited 15 minutes after the drug was given, we could repeat it with the

same dose.

During study, we took routine note of sign and symptoms of malaria,

history of medication taken and adverse effects of medication. Physical

examination and repeated blood smear was done on days 2,7 and 28.

We can conclude that combination of quinine-azithromycin or

combination of quinine-clindamycin can be considered as an alternative

therapy for uncomplicated falciparum malaria, but combination of

quinine-azithromycin have more serious adverse reactions than combination of

quinine-clindamycin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Daily JP. Malaria. Dalam: Gershon AA, Hotez PJ, Katz SL, penyunting. Krugman’s infectious diseases of children. Edisi ke-11. Philadelphia: Mosby; 2004. h. 337-52

2. Krause PJ. Malaria (Plasmodium). Dalam: Behrman ER, Kliegman MR, Jonson BH, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders; 2004. h. 1139-43

(57)

4. World Health Organization. Roll back malaria. Malaria control in complex emergencies: an inter-agency field handbook. Geneva: WHO; 2002

5. Miller RS, Wongsrichanalai C, Buathong N, McDaniel P, Walsh DS, Knirsch C, et al. Effective treatment of uncomplicated plasmodium falciparum malaria with azithromycin-quinine combinations: A randomized, dose-ranging study. Am J Trop Med Hyg. 2006; 74(3):401-6 6. Ohrt C, Willingmyre GD, Lee P, Knirsch C, Milhous W. Assessment of

azithromycin in combination with other antimalarial drugs against plasmodium falciparum in vitro. Antimicrob Agents Chemother. 2002; 46(8):2518-24

7. Lell B, Kremsner PG. Clindamycin as an antimalarial drug: review of clinical trials. Antimicrob Agents Chemother. 2002; 46:2315-20

8. Kremsner PG, Krishna S. Antimalarial combinations. Lancet. 2004; 364:285-94

9. Taylor TE, Strickland GT. Malaria. Dalam: Strickland GT, penyunting. Hunter’s tropical medicine and emerging infectious disease. Edisi ke-8. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 2000. h. 614-43

10. Krogstad DJ. Plasmodium species (malaria). Dalam: Mandell GL, Bennett JE, Dolin R, penyunting. Mandell, douglas, and bennett’s principles and practice of infectious diseases. Edisi ke-5. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2000. h. 2817-31

11. Ditjen pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan departemen kesehatan RI. Pedoman tatalaksana kasus malaria di Indonesia: gebrak malaria. Jakarta: Bakti Husada; 2005. h. 1-38

12. Wilson CM. Plasmodium species (malaria). Dalam: Long SS, Pickering LK, Prober CG, penyunting. Principles and practice of pediatric infectious disease. Edisi ke-2. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2003. h. 1295-1301

13. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI. Malaria. Dalam : Buku ajar infeksi & pediatrik tropis. Edisi ke-2. Jakarta: IDAI; 2008. h.

408-37 43

14. Centre for Disease Control and Prevention. Life cycle of malaria. Diunduh dari: http://www.dpd.cdc.gov/dpdx. Diakses Oktober 2008

15. Malaria. Dalam: Pickering LK, Baker CJ, Long SS, Mcmillan JA, penyunting. Red Book: 2006 report of the committee on infectious diseases. Edisi ke-27. United States of America: American Academy of Pediatrics; 2006. h. 435-41

16. World Health Organization. Roll back malaria partnership. Malaria treatment. Geneva: WHO; 2004

17. Baird JK. Drug therapy: effectiveness of antimalarial drugs. N Engl J Med. 2005; 352(15):1565-77

(58)

19. Bosman A, Olumese P. Current trends in malaria treatment: artemisinin-based combination therapy. WHO. 2004; 112:h.1-2

20. World Health Organization. Guidelines for the treatment of malaria. Geneva: WHO; 2006

21. Brunton L, Parker K, Blumenthal D, Buxton I. Goodman & gilman’s: manual of pharmacology and therapeutics. Edisi ke - 11. New York: McGraw Hill; 2008. h. 661-94

22. White NJ. Quinine pharmacokinetics and toxicity in cerebral and uncomplicated falciparum malaria. Am J Med. 1982; 73:564-72

23. Sukarban S, Zunilda SB. Obat malaria. Dalam:. Sulistia GG, Setiabudi R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi, penyunting. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-4. Jakarta: Gaya Baru; 1995. h. 545-59

24. Gingras BA, Jensen JB. Activity of azithromycin (CP-62,993) and erythromycin against chloroquine-sensitive and chloroquine-resistant strains of Plasmodium falciparum in vitro. Am J Trop Med Hyg. 1992; 47:378-82

25. Ohrt C, Willingmyre GD, Lee P, Knirsch C, Milhous W. Assessment of azithromycin in combination with other antimalarial drugs against

Plasmodium falciparum in vitro. Antimicrob Agents Chemother. 2002; 46:2518-24

26. Nakornchai S, Konthiang P. Activity of azithromycin or erythromycin in combination with antimalarial drugs against multidrug-resistant

Plasmodium falciparum in vitro. Acta Tropica. 2006; 100:185-91

27. Andersen SL, Ager A, McGreevy P, Schuster BG, Wesche D, Kuschner R, et al. Activity of azithromycin as a blood schizontocide against rodent and human plasmodia in vivo. Am J Trop Med Hyg. 1995; 52(2):159-61 28. Lell B, Kremsner PG. Clindamycin as an antimalarial drug: review of

clinical trials. Antimicrob Agents Chemother. 2002; 46:2315-20

29. Setiabudy R. Antimikroba lain. Dalam:. Sulistia GG, Setiabudi R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi, penyunting. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-4. Jakarta: Gaya Baru; 1995. h. 675-85

30. Ramhater M, Noedl H, Winkler H, Graninger W, Wernsdorfer H,

Kremsner PG, et al. In vitro activity and interaction of clindamycin combined with dihydroartemisinin against Plasmodium falciparum. Antimicrob Agents Chemother. 2003; 47(11):3494-99

31. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanti SH. Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto; 2002. h. 259-86

32. Nosten F, van Vugt M, Price R, Luxemburger C, Thway KL, Brockman A, et al. Effects of artesunate-mefloquine combination on incidence of

(59)

33. Pukrittayakamee S, Wanwimolruk S, Stepniewska K, Jantra A, Huyakorn S, Looareesuwan S, et al. Quinine pharmacokinetic-pharmacodynamic relationships in uncomplicated falciparum malaria. Antimicrob Agents Chemother 2003; 47:3458-63

34. Looareesuwan S, Wilairatana P, Vanijanonta S, Kyle D, Webster K. Efficacy of quinine-tetracycline for acute uncomplicated falciparum malaria in Thailand. Lancet 1992; i:367-70

35. Nontprasert A, Pukrittayakamee S, Kyle DE, Vanijanonta S, White NJ. Antimalarial activity and interactions between quinine, dihydroquinine, and 3-hydroxyquinine against P.falciparum in vitro. Trans R Soc Trop Med Hyg 1996; 90:553-5

36. Andersen SL, Oloo AJ, Gordon Dm, Ragama OB, Aleman GM, Berman JD, et al. Successful double-blinded, randomized, placebo-controlled field trial of azithromycin and doxycycline as prophylaxis for malaria in western Kenya. Clin Infect Dis. 1998; 26(1):146-50

37. Taylor WR, Richie TL, Fryauff DJ, Ohrt C, Picarima H, Tang D, et al. Tolerability of azithromycin as malaria prophylaxis in adults in northeast Papua, Indonesia. Antimicrob Agents Chemother. 2003; 47(7):2199-2203 38. Dunne MR, Singh N, Shukla M, Valecha N, Bhattacharyya PC, Patel K,

et al. A multicenter study of azithromycin, alone, and in combination with chloroquine, for the treatment of acute uncomplicated Plasmodium falciparum malaria in India. JID 2005; 191:1582-8

39. Heppner DG Jr, Walsh DS, Uthaimongkol N, Tang DB, Tulyayon S, Permpanich B, et al. Randomized, controlled double-blind trial of daily oral azithromycin in adults for the prophylaxis of Plasmodium vivax

malaria in western Thailand. Am J Trop Med Hyg 2005; 73:842-9d

40. Le JM, Jullien V, Tetanye E, Tran A, Rey E, Treluyer JM, et al. Quinine pharmacokinetics and pharmacodynamics in children with malaria caused by plasmodium falciparum. Antimicrob Agents Chemother. 2005; 49(9):3658-62

41. Noedl H, Krudsood S, Chalermratana K, Silachamroon U, Leowattana W, Tangpukdee N, et al. Azithromycin combination therapy with artesunate or quinine for the treatment of uncomplicated Plasmodium falciparum

malaria in adults: a randomized, phase 2 clinical trial in Thailand. CID 2006; 43:1264-70

42. Kremsner PG, Winkler S, Brandts C, Neifer S, Bienzle U, Graninger W. Clindamycin in combination with chloroquine or quinine is an effective therapy for uncomplicated Plasmodium falciparum malaria in children from Gabon. J Infect Dis 1994; 169:467-70

43. Kremsner PG, Wildling E, Jenne L, Graninger W, Biennzle U.

(60)

44. Kremsner PG, Radlif P, Metzger W, Wildling E, Mordmuller B, et al. Quinine plus clindamycin improves chemotherapy of severe malaria in children. Antimicrob. Agents Chemother 1995; 39:1603-5

45. Vaillant M, Luty MA, Tshopamba P, Lekoulu F, Mayombo J, Georges AJ, et al. Therapeutic efficacy of clindamycin in combination with quinine for treating uncomplicated malaria in a village dispensary in Gabon. Trop Med Int Health 1997; 2:917-9

Lampiran 1

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

Dengan ini saya / orang tua dari :

Nama : ... Jenis kelamin: LK / PR

Umur : ...Tahun ...Bulan Alamat : ...

Desa ...Kecamatan ...

Setelah mempelajari dan mendapat penjelasan yang sejelas-jelasnya

mengenai penelitian dengan judul ‘Kombinasi kinin-azitromisin

(61)

Setelah mengetahui dan menyadari sepenuhnya risiko yang mungkin terjadi, dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengijinkan dengan rela saya / anak saya menjadi subjek penelitian tersebut dengan catatan sewaktu-waktu bisa mengundurkan diri apabila merasa tidak mampu untuk mengikuti penelitian ini.

Demikian pernyataan ini diperbuat dengan sebenarnya dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun juga.

Panyabungan, ...2007

Yang membuat pernyataan

(...)

Saksi :

Kepala Desa / Kepala Puskesmas Peneliti

(...) (dr. Yunnie Trisnawati) Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN

Penjelasan kepada orang tua subyek diberikan secara lisan dan dilakukan

anamnesis / wawancara dengan keterangan sebagai berikut:

” Bapak/Ibu, pertama saya akan menjelaskan tentang penyakit malaria.

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan

melalui nyamuk anopheles. Malaria seringkali diawali oleh demam,

menggigil, berkeringat, pucat, dan gejala lainnya. Malaria sering diderita oleh

(62)

juga dapat terjangkit malaria seperti orang dewasa, namun gejala yang

ditimbulkan biasanya lebih berat dan sering menyebabkan ketidakhadiran

anak di sekolah, serta mengganggu kegiatan dan perilaku anak di rumah

sehari-hari. Bapak/ibu, setelah saya dapat mengetahui anak bapak/ibu

menderita malaria dari pemeriksaan darah tepi, dengan persetujuan /

kesediaan bapak/ibu akan kami beri obat yang dapat memusnahkan parasit

malaria di dalam tubuhnya, sehingga kita harapkan anak bapak/ibu dapat

melakukan kegiatan di sekolah dan di rumah dengan baik tanpa ada

gangguan akibat malaria. Anak bapak/ibu akan saya beri dua jenis obat.

Obat pertama dan kedua ada 2 jenis obat. Obat pertama diminum 7 hari dan

pada hari ke-5 akan ditambahkan dengan obat lain yang diminum selama 3

hari. Obat kedua diberikan dua jenis obat, obat pertama diberikan selama 7

hari dan obat kedua diberikan selama 3 hari. Saya akan melakukan

pemantauan jumlah parasit malaria dari pemeriksaan darah tepi anak

bapak/ibu pada hari 2, 7 dan 28 setelah meminum obat untuk melihat

kesembuhan. Dan saya akan mengambil data yang berhubungan dengan

pemberian obat yang kami berikan dengan kesembuhan anak bapak/ibu dari

malaria.”

Demikian penjelasan yang dapat saya sampaikan kepada orang tua pasien

agar mengerti tindakan apa yang akan dilakukan dan apa manfaatnya.

Medan, 2007

Peneliti,

(63)

Lampiran 3

LEMBAR KUESIONER

KOMBINASI KININ-AZITROMISIN DIBANDINGKAN DENGAN KOMBINASI KININ-KLINDAMISIN PADA PENGOBATAN MALARIA FALSIPARUM TANPA KOMPLIKASI PADA ANAK

Nomor urut pemeriksaan : ...

Puskesmas : ……….

(64)

Nama lengkap : ...

Penghasilan orangtua : Rp.../bulan Tingkat pendidikan / orangtua : AYAH IBU

(65)

6 Nyeri epigastrium

7 Muntah

8 Mencret

9 Pucat

10 Lain-lain

PEMERIKSAAN FISIK / LABORATORIUM

NO VARIABEL H0 H2 H7 H28

1 Berat Badan

2 Tinggi Badan

3 Frekuensi

Jantung

4 Frekuensi

(66)

5 Suhu Tubuh

6 Hepar ...

cm bac kanan

... cm bac kanan

7 Limpa Schuffner...

... Hacket... ...

Schuffner.. ... Hacket... ...

8 Plasmodium falciparum

9 Parasitemia

Lampiran 4

(67)

Lampiran 5

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : dr. Yunnie Trisnawati

Tanggal lahir : 3 April 1979

Tempat lahir : Lhokseumawe

NIP : -

Alamat : Komplek Taman Setia Budi Indah

Blok N no.30, Medan

Nama suami : dr. M. Jalaluddin Assuyuthi Chalil Batubara

Nama anak : -

Pendidikan

1. Sekolah Dasar di Taman Muda 3 Tamansiswa Arun, tamat

(68)

2. Sekolah Menegah Pertama di Taman Dewasa 2 Tamansiswa

Arun, tamat tahun 1994

3. Sekolah Menegah Atas di Taman Madya Tamansiswa Arun, tamat

tahun 1997

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, tamat

tahun 2003

Riwayat Pekerjaan : -

Pendidikan Spesialis

1. Adaptasi di BIKA FK. USU : 01-07-2004 s/d 30-12-2004

2. Pendidikan Tahap I : 01-01-2005 s/d 30-12-2005

3. Pendidikan Tahap II : 01-01-2006 s/d 30-12-2006 4. Pendidikan Tahap III : 01-01-2007 s/d 30-12-2007 5. Pendidikan Tahap IV : 01-01-2008 s/d 30-12-2008

6. Penelitian : Juli sampai Agustus 2007

(69)

Gambar

Tabel 4.2. Efek samping pemberian obat
Gambar  2.1. Siklus hidup parasit malaria
Gambar 2.1. Siklus hidup malaria14
Gambar 2.2. Rumus bangun kinin20
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sampai dengan penyusunan makalah ini, penulis telah berhasil mempublikasikan beberapa paper hasil analisis dengan metoda PSHA, seperti peta percepatan maksimum di batuan dasar

Pengaruh faktor beban rencana dari gempa yang ditinjau dalam perencanaan struktur. Akibat pengaruh gempa rencana, struktur harus masih bisa berdiri, walaupun sudah

pendapatan bunga lebih besar dibandingkan dengan biaya bunga sehingga akan. menyebabkan berkurangnya laba dan mengurangi modal sehingga

Memecahkan masalah dalam perluasan jangkauan pemasaran produk-produk yang ada pada Toko Batik Lamongan dengan menggunakan sistem transaksi online ( E-Commerce ). Digunakannya

Animal biotechnology development is strongly related to the historical context of animal production in a country and the receiving environment, particularly social environment of

• Letak dari SMP Negeri 32 Semarang yang strategis sehingga mudah dijangkau. • SMP Negeri 32 Semarang menerima mahasiswa praktikan dengan baik. • Guru pamong yang

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah program penyelamatan dan rehabilitasi elang bondol di pulau kotok, upaya konservasi dan rehabilitasi elang

Pada tabel 4.21 dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan reponden tentang pengelolaan sampah pada kategori baik di desa Medan Senembah sebanyak 69 responden (71,87%) dan