Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
Maisaro 108018300042
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
i
Tarbiyatul Islamiyah Jakarta. Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2014.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan profil aktifitas belajar anak jalanan di yayasan tempat mereka bersekolah yang meliputi minat anak jalanan menurut pandangan guru dan karakteristik anak jalanan di sekolah tempat mereka belajar. Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Ibtidaiyah Tarbiyatul Islamiyah beralamat Jl. RM. Kahfi Rt. 001/06 Kp. Kandang Kel. Jagakarsa kecamatan jagakarsa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dalam bentuk studi kasus, yakni mendeskripsikan tentang fenomena-fenomena yang ada. Adapun teknik pengumpulan data menggunakan teknik langsung yaitu angket dan wawancara pada anak jalanan dan teknik tidak langsung ditujukan oleh guru-guru (orangtua murid) yang mengetahui keadaan anak jalanan. Pada penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah Yayasan Tarbiyatul Islamiyah, menyebar angket ke 11 guru/tutor yang aktif membina anak jalanan di sekolah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, Identitas dari Lembaga Yayasan Tarbiyatul Islamiyah Jakarta sesuai dengan lingkungan tempat tinggal anak jalanan, dimana lingkungan yayasan tersebut tidak jauh dari lingkungan anak-anak jalanan, anak-anak kurang mampu dan anak-anak yatim. Kedua, minat anak jalanan di MI Tarbiyatul Islamiyah menurut pandangan guru ialah perhatian terhadap pelajaran di bidang musik, ketrampilan, matematika, sains dan bahasa. Paling tertinggi dibidang bahasa dengan nilai rata-rata 6,2 sedangkan terendah di bidang matematika dengan nilai rata-rata 5.4.Ketiga, karakteristik anak jalanan di MI Tarbiyatul Islamiyah didapatkan melalui pertanyaan-pertanyaan penelitian untuk anak jalanan meliputi presepsi terhadap diri sendiri (siswa), presepsi siswa terhadap lingkungan, hubungan siswa sesama teman, harapan masa depan mereka, pemahaman siswa terhadap agama dan cita-cita setelah dewasa.
ii
Life in Capital Jakarta (Case Study in MI. Tarbiyatul Islamiyah Jakarta). Studies Program of Education Children Madrasah Ibtidaiyah. Faculty of Tarbiyah and Teaching. State of Islamic University of Syarif Hidayatullah Jakarta 2014.
This study aims to know the activity profile of street children in Yayasan where they attend school which include sstreet children interestin the view of teachers and characteristics ofs treet children inschool where they studied. This research was conducted at Government Elementary School Tarbiyatul Islamiyah, afoundation located in Jalan Raya Muhammad Kahfi I Kp. Kandang, Jagakarsa, South Jakarta. Metode used in this study is descriptive in the form of case studies, which describe the phenomena that exist. The data collection techniques using direct techniques that questionnaire sand interview son street children and the techniques are not directly addressed by teachers (parents) who know the situation of street children. In this study, researchers conducted interviews with Principal Foundation Tarbiyatul Islamiyah, spread out a questionnaire to 11 teachers/tutors who actively foster street children in school.
The results showed that: first, the identity of the Institute Foundation Jakarta Tarbiyatul Islamiyah in accordance with neighborhood street children, where the foundation neighborhood not far from the neighborhood street children, underprivileged children and orphans. Secondly, interest in street children in MI. Tarbiyatul Islamiyah in the view of the teacher is the attention to lessons in music, skills, mathematics, science and language. At least in the field of language with the highest average value of 6.2 while the lowest in mathematics with an average value of 5.4. Third, the characteristics of street children in MI.Tarbiyatul Islamiyah obtained through research questions for street children include the perception of self (students), students perception of the environment, relationships fellow students, their future expectations, students' understanding of religion and ideals as an adult.
iii Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji dan rahmat, penulis ucapkan kata syukur kehadirat Allah SWT.,
atas berkah nikmat sehat, karunia dan ridho-Nya. Shalawat dan salam penulis
ucapkan kepada junjungan Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW yang membawa
seluruh alam, sahabat dan umatnya dari zaman kebodohan ke zaman kecerdasan
hingga akhir zaman.
Penulis sangat bersyukur karena rahmat hidayahNya, skripsi ini dapat
terselesaikan dengan judul “Profil Aktifitas Anak Jalanan Mempertahankan Kehidupan Di Ibukota Jakarta (Studi Kasus di MI. Tarbiyatul Islamiyah Jakarta)”. Skripsi ini disusun untuk melengkapi dan memenuhi persyaratan dalam memperoleh
gelar sarjana Pendidikan Islam (S.Pd. I) Pada Jurusan Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Dalam pembuatan dan penulisan skripsi ini tak lepas dari dukungan dan
dorongan moril serta jasa dari seluruh pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih tak terhingga kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A, DekanFakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Fauzan, M.A, ketua Jurusan/Program Studi Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah dan Yuyun, Staff Jurusan Manajemen Pendidikan yang telah
memberikan layanan akademik selama penulis menempuh perkuliahan.
3. Dr. Faridal Arkam, M.Pd, dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan
motivasi dan meluangkan waktu, tenaga, perhatian serta pikirannya untuk
iv
serta dukungan moril maupun materil yang selalu diberikan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan pendidikan hingga keperguruan tinggi ini.
5. Seluruh dosen Jurusan/Program StudiPendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah,
yang telah mendidik, mengajar, memotivasi dengan memberikan ilmu dan
pengetahuannyaselama perkuliahan.
6. Pimpinan Yayasan Tarbiyatul Islamiyah atau Madrasah Ibtidaiyah Tarbiyatul
Islamiyah Jakarta Bapak H. Saudin, B.A., Para Guru dan siswa-siswi MI
Tarbiyatul Islamiyah yang telah memfasilitasi penulis dalam melakukan
penelitian dan bersedia menjadi narasumber penulis hingga selesai.
7. Staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakan
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan
kementeriaan Sosial RI dan Pusat Pelayanan Informasi PPID (Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi) Kementerian Sosial RI yang telah memberikan
banyak bahan pustaka guna terselesaikannya penulisan skripsi ini.
8. Keluargaku yang paling berharga, adik-adikku yaitu Zulkifli Hutagalung,
AliImron Hutagalung, Holidun Amin Hutagalung dan Muhammad Abdur
Rozak Hutagalung, Paman, Bibi, sepupu atas dukungan serta motivasinya selalu
mencurahkan kasih sayang dan selalu mendo’akan untuk keberhasilanku.
9. Umu, yang memotivasiku dan memberikan dukungannya, teman walau bukan
sahabat tetapi dukungan itulah membuat semangat dalam terselesaikan skripsi
ini.
10. Teman-teman di Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, khususnya
teman-teman seperjuanganku kelas A, kelas B angkatan 2008dan teman walau
bukan satu pembimbing Iis Aprianti yang selalu memotivasi sampai
v
kebaikan, jasa, dan do’anya yang telah diberikan kepada penulis menjadi pintu datangnya ridho dan kasih sayang oleh Allah SWT di dunia dan di akhirat
kelak.
Karya tulis yang sederhana ini tentunya masih belum sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif penulis harapkan. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi khazanah ilmu pengetahuan.
Ciputat, 3 Desember 2014
vi
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN UJI REFERENSI
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
Hal.
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pembatasan Masalah ... 7
D. Perumusan Masalah ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Kegunaan Penelitian ... 8
BAB II KAJIAN TEORI A. Profil Aktifitas Belajar 1. Pengertian Profil Aktivitas Belajar ... 9
2. Pengertian Belajar ... 11
B. Anak Jalanan 1. Pengertian Anak Jalanan ... 12
vii
D. Penelitian yang Relavan ... 24
E. Pertanyaan Penelitian ... 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29
B. Metode Penelitian ... 30
C. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 31
D. Sumber Data ... 33
E. Teknik Pengumpulan Data ... 34
F. Teknik Analisis Data ... 34
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Sejarah Singkat Madrasah Ibtidaiyah Tarbiyatul Islamiyah .... 36
2. Identitas Lembaga Yayasan Tarbiyatul Islamiyah ... 39
3. Visi dan Misi Madrasah Ibtidaiyah Tarbiyatul Islamiyah ... 40
4. Kurikulum Pembelajaran ... 40
5. Data Guru dan Siswa ... 41
B. Analisa Data ... 43
1. Minat Anak Jalanan di MI Tarbiyatul Islamiyah Menurut Pandangan Guru ... 46
2. Karakteristik Anak Jalanan di MI Tarbiyatul Islamiyah ... 48
C. Ulasan ... 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 57
B. Saran ... 58
DAFTAR PUSTAKA ... 60
ix
Tabel 3.2 : Kisi-Kisi Instrumen Angket Untuk Guru ... 32
Tabel 3.3 : Kisi-Kisi Instrumen Angket Untuk Anak Jalanan ... 32
Tabel 4.1 : Identitas lembaga Yayasan Tarbiyatul Islamiyah ... 39
Tabel 4.2 : Tingkat Pendidikan Terakhir Tutor Yayasan Tarbiyatul Islamiyah .... 41
Tabel 4.3 : Data Pendidik dan Kependidikan ... 41
Tabel 4.4 : Data Siswa Secara Keseluruhan ... 42
Tabel 4.5 : Data Siswa Anak Jalanan ... 42
Tabel 4.6 : Sarana dan Prasarana ... 43
Tabel 4.7 : Perhatian Terhadap Pelajaran ... 46
Tabel 4.8 : Presepsi Terhadap Diri Sendiri ... 48
Tabel 4.9 : Presepsi Siswa Terhadap Lingkungannya ... 49
Tabel 4.10 : Hubungan Siswa Sesama Teman ... 50
Tabel 4.11 : Harapan Masa Depan Mereka ... 51
Tabel 4.12 : Pemahaman Siswa Terhadap Agama ... 53
Tabel 4.13 : Cita-Cita Setelah Dewasa ... 54
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Krisis ekonomi yang berkepanjangan telah membawa suasana
ketidakpastian dan masa depan yang suram terutama kelompok masyarakat
miskin yang bersamaan jumlahnya meningkat pesat. Badan Pusat Statistik (BPS)
melansir jumlah penduduk miskin di Indonesia paruh pertama tahun 1998
mencapai 79,4 juta jiwa atau 39,1% dari keseluruhan 202 juta jumlah penduduk
Indonesia. Meningkatnya jumlah penduduk miskin yang absolut sejak terakhir
dilakukan pendataan 1996, bertambah 59.9 juta jiwa.1
Badai krisis ekonomi telah menyebabkan jumlah angka pengangguran
baru melonjak tajam. Disektor formal saja menurut catatan resmi selama sembilan
bulan terhitung Juli 1997 hingga Maret 1998 telah terjadi pemutusan hubungan
kerja (PHK) sekitar 133.459 pekerja yang dilakukan oleh 676 perusahaan. Belum
lagi dilikuidasi beberapa bank yang tentu pula mem-PHK-kan karyawannya. Secara keseluruhan jumlah pengangguran diproyeksikan dalam tahun ini
berjumlah dalam tahun ini (1998) mencapai 13,4 juta jiwa. Sampai saat sekarang
belum berhasilnya pemerintah Indonesia mengatasi krisis ekonomi secara linier
akan meningkat pula jumlah pengangguran. Meningkatnya jumlah pengangguran
yang diantaranya akibat PHK semakin banyak pula jumlah penduduk miskin yang
merupakan salah satu penyebab bertambahnya jumlah anak jalanan. Data anak
jalanan menurut Ravi Raja ketua perwakilan United Nation Development
Program (UNDP) untuk daerah Jakarta jumlahnya sekitar 9.000 sampai 16.000
orang dan untuk seluruh Indonesia sekitar 132.000 orang.2 Sementara menurut
diperkirakan lebih besar (Harian Duta, 1 Februari 1999). Berbeda dengan data
yang dikeluarkan oleh UNDP dan DPRD DKI Jakarta. Menurut data yang
dikeluarkan oleh Departemen Sosial per September 1998 menyebutkan anak
jalanan di Jakarta sekitar 12.630 orang dan untuk jumlah keseluruhan di Indonesia
sekitar 44.671 orang.3
Pada Februari 2003, jumlah penduduk miskin tercatat 37,3 juta jiwa (17,42
persen), dibanding tahun 2002 jumlah tersebut menurun sekitar 2,86 persen.
Sementara itu, pada Februari 2004, jumlah penduduk miskin tercatat sekitar 36,1
juta jiwa (16,66 persen). Dibanding tahun 2003 jumlah tersebut menurun sekitar
3,22 persen.4 Sedangkan Pada tahun 2005 jumlah penduduk miskin menurun lagi
yaitu berjumlah 35,1 juta jiwa (15,97 persen).
Dari data tersebut, jumlah kemiskinan dan persentase penduduk miskin
selalu berfluktuasi dari tahun ke tahun, meskipun ada kecenderungan menurun
pada salah satu periode (2000-2005). Lain halnya pada periode 1996-1999
penduduk miskin meningkat sebesar 13,96 juta, yaitu dari 34,01 juta(17,47%)
menjadi 47,97 juta (23,43%) pada tahun 1999. Kembali cerah ketika periode
1999-2002, penduduk miskin menurun 9,57 juta yaitu dari 47,97 (23,43%)
menurun menjadi 38,48 juta (18,20%). Keadaan ini terulang ketika periode
berikutnya (2002-2005) yaitu penurunan penduduk miskin hingga 35,10 juta pada
tahun 2005 dengan presentasi menurun dari 18,20% menjadi 15,97 %. Sedangkan
pada tahun 2006 penduduk miskin bertambah dari 35,10 juta (15,97%) menjadi
39,05 juta (17,75%) berarti penduduk miskin meningkat sebesar 3,95 juta
(1,78%). 5
Adapun laporan selanjutnya, Badan Pusat Statistika (BPS) yang telah
melaksanakan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada bulan Maret
2007 angka resmi jumlah masyarakat miskin adalah 39,1 juta orang (16,58%). Hal
ini dari periode 2006-2013 data-data masyarakat miskin semakin menurun
3
Republika, 30 Oktober 1998. 4
Badan Pusat Statistik-Statistik Indonesia, Statistik Indonesia 2005/2006, (Jakarta: Sub Direktorat Publikasi Statistik, 2006).
dimulai dari Maret 2008 sampai Maret 2011 yaitu masyarakat miskin berjumlah
34,9 juta (15,42%) menjadi 30,2 juta (12,49%). Bahkan lebih menurun lagi pada
September 2011 data masyarakat miskin berkisar 29,8 juta(12,36%) orang
menjadi 28, 0 juta (11,37%) jiwa pada Maret 2013.6
Meskipun data-data statistik memperlihatkan angka penurunan jumlah
orang miskin, tetap saja kondisi di lapangan memperlihatkan kenyataan data
berbeda. Fluktualisasi harga-harga kebutuhan pokok, kenaikan harga BBM, dan
inflasi adalah beberapa faktor yang pada akhirnya menyebabkan orang-orang
miskin semakin terjerat dalam kemiskinan. Bahkan perbedaan data tersebut
bukanlah hal yang begitu sangat berpengaruh dan substansial. Tetapi yang
terpenting diketahui bahwa kehadiran anak jalanan seringkali melahirkan persepsi
negatif karena mereka dianggap telah merusak keindahan kota dan kadang kala
menjadi sumber kejahatan yang membuat masyarakat resah. Sementara disisi lain
pada umumnya mereka menjadi anak jalanan karena keterpaksaan keadaan bukan
karena keinginan sendiri.
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Badan Pusat Statistik
Republik Indonesia tahun 2013 memperlihatkan bahwa anak jalanan secara
nasional berjumlah sekitar 1,56 juta anak.7 Angka tersebut menunjukkan bahwa
kualitas hidup dan masa depan anak-anak sangat memperihatinkan, padahal
mereka adalah aset, investasi SDM dan sekaligus tumpuan masa depan bangsa.
Jika kondisi dan kualitas hidup anak kita memprihatinkan, berarti masa depan
bangsa dan negara juga kurang menggembirakan. Bahkan, tidak tertutup
kemungkinan, sebagian dari anak bangsa kita mengalami lost generation (generasi
yang hilang).
Kehidupan anak jalanan sungguh sangat memprihatinkan, bukan saja
karena kebutuhan hidup mereka setiap hari yang tidak terjamin tetapi mereka
rentan terhadap kekerasan, obat-obatan, perkelahian, penipuan. Di usia yang
seharusnya mereka bisa menikmati masa belajar dan bermain justru berjuang
6
http://www.bps.go.id/ diakses pada tanggal 15 April 2014 Pkl. 17.20 WIB 7
menyusuri jalan-jalan, kerasnya kehidupan kota untuk menanggung beban hidup
yang tidak semestinya mereka lakukan.
Tiga istilah untuk mengkelompokkan anak jalanan yang mengambarkan
tingkat keterlibatan anak-anak dengan jalanan, Menurut Asmoro dalam
Klasifikasi Anak Jalanan (http://www.misipelmasgbi.org) yaitu:
1. Anak-Anak Jalanan
Adalah mereka yang seluruh eksistensinya bergantung pada sumber-sumber
yang mereka dapati di jalanan, dan mereka tinggal disana 24 jam setiap hari. Yang dapat disebut para pengamen “tulen”. Mereka sering memperkenalkan dirinya sebagai anak jalanan sejati. Mereka biasanya membuat
wilayah-wilayah kekuasaan dan etika sendiri yang berlaku dikalangan mereka sendiri.
Hukumnya adalah siapa yang kuat itulah yang menang dan mempunyai
kekuasaan daerah yang luas (hukum rimba).
2. Anak-Anak yang Ada di Jalanan
Mereka adalah anak-anak yang mungkin mempunyai rumah atau bahkan
bersekolah seperti anak-anak biasanya, akan tetapi mereka rata-rata
menghabiskan waktunya di jalanan atau hanya sekedar mencari nafkah untuk
mencukupi kebutuhan keluarganya. Anak-anak ini biasanya disebut sebagai
Anak-anak jalanan “nafkah”, yaitu anak-anak yang sengaja turun kejalanan
untuk mencari uang untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Ada sebagian
mereka yang disuruh oleh orang tuanya, ada yang karena kemauannya sendiri,
dan ada yang dipaksa oleh orang tuanya. Untuk sekarang ini menurut kami
sebagai LSM yang bergerak di jalanan, anak-anak demikianlah yang paling
banyak ada di jalanan.
3. Anak-Anak Pra Jalanan
Mereka adalah anak-anak yang tidak terus-menerus berada di jalanan, akan
tetapi melihat keadaan mereka dan keluarga mereka, serta latar belakang
keluarganya, ada kemungkinan besar mereka akan turun ke jalanan. Biasanya
untuk memulai kegiatan ini mereka hanyalah sekedar iseng, atau diajak teman
yang biasanya ada di jalanan. Mereka mengamen atau melakukan hal yang
yang pasti dan bahkan mempunyai orang tua yang lengkap serta keadaan
ekonomi keluarga yang pas-pasan. Namun ada kemungkinan mereka dapat
mengalami keadaan yang buruk atau “kepepet” sehingga salah satu cara yang
pasti akan diambil untuk bertahan hidup adalah mengamen atau mengemis di
jalanan. Anak jalanan yang demikian kami sering menyebutnya sebagai anak jalanan “jajan”. Mereka inilah yang sebenarnya membutuhkan pelayanan secara serius supaya mereka dicegah atau diupayakan untuk tidak terlanjur
turun kejalanan seperti kelompok anak-anak jalanan sebelumnya.8
Anak-anak yang kehidupannya seperti yang dikemukakan di atas juga pula
diartikan oleh Bagong Suyanto9, dalam kategori (kelompok) anak rawan,
terjemahan bebas dari children in need of special protections (CNSP) adalah sebuah istilah yang relatif baru dan belum memasyarakat secara luas. Tetapi
dalam kehidupan sehari-hari kita semua sebetulnya sudah pernah melihat atau
minimal mengetahui keberadaan mereka. Anak jalanan, anak korban
pemerkosaan, pengungsi anak, anak putus sekolah, buruh anak, mereka semua
sesungguhnya adalah kelompok anak yang marjinal yang rawan diperlakukan
salah. Mereka bukan saja sering tidak dipenuhi hak-hak dasarnya dan terlantar,
tetapi juga sering dilanggar haknya, diperlakukan kasar dan menjadi korban child abuse.
Anak-anak yang dikategorikan rawan ini biasanya tidak kelihatan dan
suaranya nyaris tidak kedengaran. Mereka bersembunyi di kolong-kolong
jembatan, hidup di rumah petak yang diimpit gedung bertingkat, ditampung di
kamp-kamp pengungsi, berserakan diwilayah pedesaan yang terisolir, sehingga
bila dibandingkan hiruk pikuk persoalan politik atau ekonomi, isu tentang anak
rawan sama sekali tidak penting.
Anak Jalanan di DKI Jakarta tersebar cukup merata. Data yang diterbitkan
oleh Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial DKI Jakarta
8
http://jcholics.blogspot.com/2012/05/masalah-anak-jalanan.html Diunduh pada hari Jum‟at 18 April 2014 Pkl. 16.53 WIB
9
menyebutkan bahwa setidaknya ada 18.777 orang anak jalanan di DKI pada tahun
200310. Diperinci jumlah terdiri dari anak Jalanan ada 1.567 anak, gelandangan
ada 1.011 anak, dan pengemis ada 846 anak11. Menurut data tahun 2010, Populasi
anak jalanan di DKI Jakarta ada sekitar 8000 anak, yang telah terdata di
Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak, Kemensos berdasarkan nama dan alamat
tahun 2012, terdapat 7.245 anak12.
Para anak jalanan di sisi lain kata Mensos13, harus bekerja keras untuk
membantu orangtuanya mencari nafkah, sebagian lagi terpaksa menjadi
gelandangan jalanan. Kondisi tersebut akan memperburuk kondisi sosial, ekonomi
dan politik dimasa yang akan datang, dan mengakibatkan beban sosial yang
semakin tinggi terhadap Negara.
Hal senada juga diungkapkan oleh Saparinah Sadli bahwa ada berbagai
faktor yang saling berkaitan dan berpengaruh terhadap timbulnya masalah
gelandangan, antara lain : faktor kemiskinan (struktural dan pribadi), faktor
keterbatasan kesempatan kerja (factor intern dan ekstern), faktor yang
berhubungan dengan urbanisasi dan masih ditambah lagi dengan faktor pribadi seperti tidak biasa disiplin, biasa hidup sesuai dengan keinginannya sendiri dan
berbagai faktor lainnya14.
B. Identifikasi Masalah
Anak jalanan adalah kelompok anak yang terpinggirkan merupakan
korban dari sistem sosial modern yang berkembang di Ibukota dewasa ini. Anak
10
http://jcholics.blogspot.com/2012/05/masalah-anak-jalanan.html. Diunduh pada
hari Jum’at 18 April 2014 Pkl. 16.53 WIB. 11
Widodo Nyoto, dkk. Jakarta dalam Angka 2013. (Jakarta: BPS Provinsi DKI Jakarta, 2013), cet. ke. I, hal 170
12
http://pksa.kemsos.go.id/index.php/78-pksa-center/82- mensos-disambut-antusias-ratusan-anak-jalanan-di-tanah-merah. diakses hari rabu tanggal 30 April 2014 pkl. 12:11 WIB
13
http://seribumasadepan.wordpress.com/berita-kegiatan/berita-artikel-mitra-2/mensos-kondisi-anak-jalanan-di-dki-dan-depok-menyedihkan/ diunduh hari Jum‟at 18 April 2014 Pkl. 17.04
Jalanan memiliki harkat dan martabat sama dengan anak-anak dari keluarga yang
mampu dan utuh lainnya. Diakui bahwa dalam masa pertumbuhan secara fisik dan
mental, anak jalanan membutuhkan perlindungan dari orangtua. Disamping itu
masyarakat dan lingkungan dimana anak jalanan tinggal mestinya bertanggung
jawab pula dalam pertumbuhan dan perkembangan dan kesejahteran mereka.
Namun kenyataannya, anak jalanan bagi sebagian masyarakat dianggap sebagai
parasit yang akan menyebarkan berbagai virus penyakit sosial terhadap
lingkungan mereka, untuk itu perlu dihindari, dijauhi, dicurigai, dan diwaspadai
dari tempat tinggal mereka, supaya tidak terjadi kemalingan dilingkungan RT/RW
mereka.
Selain keadaan yang tidak menguntungkan eksistensi mereka berada
dilingkungan masyarakat beradab (normal), kenyataan dalam kehidupan
sehari-hari masih banyak anak jalanan yang dilanggar hak mereka. Seperti diperas hasil
usaha mereka oleh kelompok-kelompok yang lebih dewasa (senior), dieksploitasi
dengan berbagai pekerjaan diluar batas kemampuan dan kapasitas mereka sebagai
anak diskriminatif dan tindakan kekerasan lainnya, yang sulit dibayangkan oleh
masyarakat normal dan berbudaya.
Oleh karena itu, berbagai persoalan yang dihadapi oleh anak jalanan perlu
mendapat perhatian. Seperti penyebab mereka menjadi anak jalanan, aktifitas
mereka tiap hari, kegiatan yang mereka lakukan dalam memenuhi kebutuhan
hidup, hubungan pertemanan sesama mereka baik itu dengan kelompok yang
lebih senior, orangtua maupun masyarakat sekitarnya dan sebagainya, serta
persepsi masyarakat lingkungan terhadap keberadaan anak jalanan.
C. Pembatasan Masalah
Bagaimana keadaan anak jalanan yang banyak sekolah di MI Tarbiyatul
Islamiyah Jakarta Selatan seperti perhatian terhadap mata pelajaran, semangat
dalam menuntut ilmu serta tuntutan dari keadaan yang memaksa dia untuk
mencari uang dijalanan seperti mengamen, tukang semir sepatu, ojek payung, dsb.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan diatas dapat dirumuskan judul yang akan
penulis tulis adalah “PROFIL AKTIFITAS ANAK JALANAN
MEMPERTAHANKAN KEHIDUPAN DI IBUKOTA JAKARTA” (Studi Kasus di MI Tarbiyatul Islamiyah).
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini memiliki
tujuan yaitu:
1. Mengungkapkan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh anak jalanan
dalam belajar di MI Tarbiyatul Islamiyah.
2. Mengungkapkan persoalan-persoalan psikologis yang dihadapi anak
jalanan kaitan hubungan sesama teman sepermainan dan hubungan dengan
guru di sekolah.
3. Mengungkapkan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh anak jalanan
dalam mencari uang jajan di jalanan.
F. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kegunaan kepada berbagai pihak sebagai berikut:
1. Sebagai bahan masukan bagi Guru (pendidik) dalam menghadapi
(mengajar) anak jalanan sebab kepribadian mereka berbeda dengan
anak-anak normal lainnya.
2. Menjadi bahan pertimbangan bagi sekolah atau yayasan sebab anak
jalanan sibuk setiap hari dari pagi sampai sore, bahkan malam hari.
3. Hasil penelitian ini sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang
meneliti kasus permasalahan sama.
9
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Profil Aktivitas Belajar
1. Pengertian Profil Aktivitas Belajar
Aktivitas merupakan tuntutan pendidikan dan kehidupan pada saat ini, untuk itu, akan dibahas mengenai pengertian dari aktivitas belajar. “Aktivitas belajar dapat didefinisikan sebagai berbagai aktivitas yang diberikan pada pembelajar dalam situasi
belajar mengajar. Aktivitas belajar ini didesain agar memungkinkan siswa memperoleh muatan yang ditentukan, sehingga berbagai tujuan yang ditetapkan. “1
Proses pembelajaran dalam kelas merupakan aktivitas mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan. Pembelajaran lebih berpusat pada siswa sehingga siswa ikut aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran, dapat mengembangkan cara-cara belajar mandiri, berperan dalam perencanaan pelaksanaan, penilaian proses pembelajaran itu sendiri, maka disini pengalaman siswa lebih diutamakan dalam memutuskan titik tolak dalam kegiatan.2
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan
mengembangkan bakat yang mereka miliki. Berfikir kritis, dan dapat memecah
permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari, “3 “Menurut Piaget seorang anak berpikir sepanjang ia berbuat tanpa perbuatan anak tak berpikir.” 4
Beberapa pandangan mengenai konsep aktivitas belajar, antara lain:
1) Siswa adalah suatu organisme yang hidup, di dalam dirinya beraneka ragam
kemungkinan dan potensi yang hidup yang sedang berkembang. Didalam dirinya
terdapat prinsip aktif, keinginan untuk berbuat dan bekerja sendiri. Prinsip aktif
inilah yang mengendalikan tingkah laku siswa.
1
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), h. 179 2
Martinis Yamin, Kiat Membelajarkan Siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta, 2010) cet. 3, h. 75
3
Oemar Hamalik, hal. 99 4
2) Setiap siswa memiliki berbagai kebutuhan, meliputi kebutuhan jasmani,
rohani, dan sosial. Kebutuhan menimbulkan dorongan untuk berbuat.
Perbuatan-perbuatan yang dilakukan, termasuk Perbuatan-perbuatan belajar dan bekerja. Dimaksudkan
untuk kebutuhan tertentu dan untuk mencapai tujuan tertentu pula.5
Dari pengertian aktivitas diatas dapat disimpulkan bahwa pengajaran yang efektif
adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan
aktivitas sendiri tanpa kegiatan tak mungkin siswa dikatakan belajar. Aktivitas belajar
meliputi aktivitas baik jasmani maupun rohani yang terjadi dalam proses
pembelajaran.
Penggunaan asas aktivitas besar nilainya bagi pengajaran para siswa, oleh karena:
1) Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri.
2) Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara
integral.
3) Memupuk kerjasama yang harmonis dikalangan siswa.
4) Para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri.
Raka Joni (1992:19-20) dan artinis Yamin (2003) menjelaskan bahwa peran aktif
siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan manakala:
1) Pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa.
2) Guru berperan sebagai pembimbing supaya terjadi pengalaman dalam belajar.
3) Pengelolaan kegiatan pembelajaran pada kreativitas siswa, meningkatkan
kemampuan minimalnya, dan menciptakan siswa yang kreatif serta mampu
menguasai konsep-konsep. 6
Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah rangkaian
kegiatan siswa dalam mengikuti pembelajaran mata pelajaran sehingga menimbulkan
perubahan perilaku belajar pada diri siswa.
5
Dimiyati, Modjion , Belajar dan Pembelajaran , (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010), cet.4 hal. 77
6
2. Pengertian Belajar
Sejak mengenal bangku sekolah kita sering dikasih tau pentingnya belajar agar
mendapatkan nilai bagus, mendapatkan ranking di kelas. Sejak dari kecil pula kita
sudah disugestikan kalau ingin menjadi orang sukses kita harus rajin belajar.
Sayangnya sejak kita mengenal kata belajar, jarang orangtua dan guru yang jarang
menjalaskan apa itu pengertian belajar, kita hanya mengenal belajar adalah
memegang buku, membaca buku, mengerjakan PR atau tugas dari guru. “belajar
merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka
belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya proses
belajar, proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar.” 7
Banyak pendapat para ahli yang mengemukakan pengertian belajar, “Belajar adalah proses mengubah pengalaman menjadi pengetahuan, pengetahuan menjadi
pemahaman, pemahaman menjadi kearifan, dan kearifan menjadi keaktifan (Dave
Meier, 2002)”8. “CT. Morgan dalam Introduction to psychology (1962) merumuskan belajar sebagai suatu perubahan yang relatif dalam menetapkan tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang lalu. “9 “perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kogntif) dan ketrampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif). “ 10
Pengertian belajar juga dijelaskan oleh Cronbach, “Cronbach menyatakan bawa belajar itu merupakan perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Menurutnya
bahhwa belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami sesuatu dengan
pancaindra dengan kata lain bahwa belajar adalah suatu cara mengamati, membaca,
7
Dimiyati, Modjion, Op.Cit h. 7 8
Martinis Yamin, Kiat Membelajarkan Siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta, 2010) cet. 3 h. 75
9
Pupuh Fatur, M. Sobri Sutikno, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2007) h.6
10
meniru, mengintimasi, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu (dalam Riyanto, 2002). “11 “Pandangan baru menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku akibat latihan dan pengalaman. “ 12
Menurut Samadi hal-hal pokok dalam belajar adalah bahwa belajar itu membawa
perubahan. Perubahan itu pada pokoknya mendapatkan kecakapan baru, bahwa
perubahan itu terjadi karena usaha. 13
Jadi berdasarkan beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa belajar
merupakan suatu proses atau kegiatan yang dilakukan sehingga membuat suatu
perubahan tingkah laku baik berbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotorik
sebagai hasil dari pengalaman atau usaha-usaha sehingga akan tercipta kecakapan
baru.
B. Anak Jalanan
1. Pengertian Anak Jalanan
Keberadaan anak jalanan sudah menjadi pemandangan lazim di kota metropolitan
Jakarta. Hampir seluruh prapatan dan lampu merah yang ada di ibukota terdapat
anak-anak yang mengemis dengan penampilan yang menimbulkan belas kasihan.
Selain perapatan dan lampu merah. Hampir seluruh bis kota, metromini dan mikrolet
yang beroperasi tiap hari menjadi sasaran yang empuk bagi pengemis anak-anak
untuk meminta uang pada penumpang. Dari waktu kewaktu bukan berkurang bahkan
makin bertambah banyak. Hampir setiap hari dilihat, akibatnya kepekaaan
masyarakat terhadap anak jalanan semakin berkurang. Padahal anak terlahir didunia
ini bukan sekadar perhiasan dan bukan hiburan bagi orangtua, bukan pula hanya
sebagai generasi penerus masa depan. Lebih dari itu anak adalah amanah dari Allah
11
Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar(Jakarta: Bumi Aksara: 2000), h. 89 12
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), h. 170-171 13
SWT. Wajib bagi kita memelihara dan mendidik mereka sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan.14
Pada awalnya, anak jalanan diartikan sebagai anak yang hidup di jalanan
sepanjang hari. Orang awam sering menyebutnya dengan istilah gelandangan atau
gembel yang menjalankan seluruh kegiatan seperti tidur, istirahat, mencari makan,
mencari uang, atau bermain di jalanan.15 Anak jalanan adalah sebuah istilah umum
yang mengacu pada anak-anak yang mempunyai kehidupan ekonomi di jalanan, Tapi
hingga kini belum ada pengertian anak jalanan yang dapat dijadikan acuan bagi
semua pihak. Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan
sosial yang komplek, hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan pilihan
yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak bermasa depan “jelas”, dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi “masalah” bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara. Namun perhatian terhadap nasib anak jalanan
tampaknya belum begitu besar.
Para ahli dan pemikir memberikan rumusan pengertian anak jalanan,
masing-masing rumusan hampir sama tapi ada perbedaaan-perbedaan, hal itu juga tidak begitu penting. Pendapat lain mengartikan anak jalanan sebagai anak yang
menghabiskan sebagaian besar waktunya untuk mencari nafkah, berkeliaran dijalanan
maupun ditempat umum.16 Lain halnya Dengan pengertian diatas dapat dipahami
bahwa anak yang dalam kesehariannya hidup dijalanan dikatakan anak jalanan.
Berdasarkan buku yang disusun oleh Depsos RI, yaitu: (1) Anak-anak yang
berusia antara 6 s/d 18 tahun; (2) menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah,
minimal 4 s/d 6 jam perhari; (3) berkeliaran di jalanan/tempat umum dan tempat
keramaian lainnya. Selanjutnya Setyoko memberikan criteria (batasan) tentang anak
jalanan sebagai berikut:
14
Nasihul Ulwan, Tarbiyatul Aulad, (Semarang: CV. Asy-Syifa, 1981), p. 59 15
Prasadja, Heru dan Agustian, Murniati. Anak Jalanan dan kekerasan. (Jakarta: PKPM AtmaJaya, 2000) hal. 1
16
(1) Anak yang hidup/tinggal di jalanan, sudah putus sekolah dan tidak ada hubungan
dengan keluarga (children of the street)
(2) Anak yang bekerja di jalanan, putus sekolah, dan berhubungan tidak teratur
dengan keluargnya (children on the street);
(3) Anak yang rentan menjadi anak jalanan, masih sekolah maupun putus sekolah dan
masih berhubungan teratur (tinggal) dengan orangtua (vulnerable to be street children).
Tapi dalam buku petunjuk yang berbeda diterbitkan oleh Departemen Sosial
dengan judul Kerangka Kerja Pelayanan Anak-Anak Jalanan dikemukakan bahwa anak jalanan adalah seorang anak yang berusia 6 tahun sampai 18 tahun, yang
menggunakan waktu di jalan baik anak itu bekerja maupun tidak, dan masih ada
keluarga maupun tidak.17 Nafsiah Mboi memberi difinisi, anak jalanan sebagai anak yang ditinggal atau ditelantarkan, atau melarikan diri dari keluarganya atau yang
masih ada hubungan keluarga.18 Sedangkan Lisa Nelwan mendefinisikan anak jalanan sebagai anak-anak yang bekerja di jalanan. Ada yang masih tinggal bersama
keluarganya, namun ada juga anak-anak yang hidup dan bekerja dijalanan tidak
memiliki lagi hubungan dengan keluarganya19.
Sedangkan UNICEF menggunakan definisi anak jalanan20 sebagai berikut: “Street child are those who have abandoned their homes, schools, and immediate communities before they are sixteen years old age and have driften into nomadic street life”(anak yang berusia dibawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat terdekatnya larut dalam kehidupan
yang berpindah-pindah di jalan raya). Batasan dari Unicef ini lebih luas lagi karena
sudah melihat status sekolah anak. Batasan umur juga telah dimasukkan yakni
menggunakan batasan 16 tahun.
17
Depertemen Sosial, Kerangka kerja Pelayanan anak jalanan, (Jakarta, 1998), p.1 18 Nafsiah Mboi, “upaya Pemberdayaan Anak Jalanan secara terpadu dan berkesinambungan”, Makalah Disampaikan pada Konferensi Internasional tentang Penanganan anak jalanan. BK3S (Yogyakarta, 10-13 September, 1996).
19
Ilsa Nelwan, Pikiran rakyat (Jakarta, 22 Juli, 1996). 20
Soedijar memberi batasan anak jalanan, yaitu anak-anak yang berusia 7 - 15 tahun yang bekerja di jalan raya dan tempat umum lainnya yang dapat
mengganggu ketentraman umum dan keselamatan orang lain serta membahayakan
keselamatan dirinya.21
Makin meningkatnya jumlah anak jalanan, disebabkan banyak faktor dan
alasan. Brown dan Sittirai (1985) menduga meningkatnya jumlah anak jalanan berkolerasi positif dengan meningkatnya urbanisasi dan industrialisasi. Urbanisasi
dan industrilalisasi mengacaukan keluarga-keluarga di pedesaaan yang pindah ke
kota dengan tujuan meningkatkan taraf hidup. Kebanyakan mereka yang pindah ke
kota tidak mempunyai ketrampilan khusus yang memadai. Akibatnya, timbul
kantong-kantong pemukiman yang padat di daerah-daerah tidak bertuan, seperti
bantaran kali, di bawah kolong jembatan, di bawah jalan tol, tanah-tanah Negara yang
kosong dan sebagainya. Keluarga miskin biasanya menyuruh anak mencari uang
untuk membantu ekonomi keluarga.
CC. Hiew (1995) yang dikutip Kompas mengamati bahwa anak-anak di
Negara-negara sedang berkembang mengalami efek samping urban, industrialisasi
dan kesenjangan pembangunan ekonomi yang telah mengakibatkan munculnya
keluarga-keluarga inti yang tidak terencana atau terfrakmentasi. Akibat kesenjangan
dari seluruh aspek, menimbulkan dampak susulan yaitu dengan makin meningkatnya
anak-anak yang kemudian hari akan menderita stress majemuk yang bersumber dari
sebab-sebab sosiokultural yang berada di luar control mereka. Bahkan UNICEF
meramalkan, enam dari sepuluh anak yang lahir di negara-negara sedang berkembang
sebelum tahun 2025 akan lahir dipusat-pusat perkotaan dan separuh dari mereka akan
hidup dalam kemiskinan.22
21
Soedijar, “Profil Anak Jalanan di DKI Jakarta”.(Media informatika, 9 Jakarta, 1989), p. 16.
22
2. Kelompok Anak Jalanan
Jalanan merupakan ruang publik dimana setiap orang bisa masuk dan
mengais rejeki disana sesuai dengan kemampuan kesempatan yang ada. Situasi sosial
jalanan turut andil membentuk kelompok-kelompok anak jalanan. Himpunan
Mahasiswa Pemerhati Masyarakat Marjinal Kota (HIMMATA) mengelompokkan
anak jalanan menjadi dua kelompok, yaitu anak semi jalanan dan jalanan murni.
Anak semi jalanan diistilahkan untuk anak-anak yang hidup dan mencari
penghidupan di jalanan, tetapi tetap mempunyai hubungan dengan keluarga.
Sedangkan anak jalanan murni diistilahkan untuk anak-anak yang hidup dan
menjalani kehidupannya di jalanan tanpa mempunyai hubungan keterikatan dengan
keluarga23. Sedangkan Tata Sudrajat, mengelompokkan anak jalanan menjadi 3 kelompok berdasarkan hubungan anak dengan orang tuanya, yaitu:24
a. Anak yang putus hubungan dengan orangtuanya, tidak sekolah dan tinggal di
jalanan. Disebut anak yang hidup di jalanan atau children of the street.
b. Anak yang berhubungan tidak teratur dengan orangtuanya, tidak sekolah, kembali
ke orangtuanya seminggu sekali, dua minggu sekali, dua bulan atau tiga bulan
sekali. Disebut dengan anak yang bekerja di jalanan atau children on the street c. Anak yang masih tinggal bersama orangtuanya. Setiap hari pulang ke rumah,
masih sekolah atau putus sekolah. Disebut anak yang rentan menjadi anak jalanan
atau vulnerable to be street children.
Pengelompokkan anak jalanan lebih rinci oleh Yayasan Kesejahteraan Anak
Indonesia menjadi 3 kelompok, yaitu25
Tata Sudajat, “Pola Hubungan Sosial dan aktifitas Sosial Ekonomi Anak jalanan”MakalahPKBI, 1999, p. 5.
25
Arum R Kusumanegara, „Hak-hak Anak dan Perlindungan Anak di Indonesia‟,
1. Anak–anak yang tidak berhubungan lagi dengan orangtuanya (children of the street). Mereka tinggal 24 jamdi jalanan dan menggunakan semua fasilitas jalanan sebagai ruang hidupnya. Hubungan dengan keluarganya sudah terputus. Untuk
makan mereka harus melakukan pekerjaan seperti meminta (mengemis), meminta
pada teman-temannya, atau mencari makanan sisa yang telah dibuang
(hoyen).Kelompok anak disebabkan oleh faktor sosial psikologis keluarga, mereka mengalami kekerasan,penolakan, penyiksaan, penindasan dan korban
perceraian orang tua. Umumnya mereka tidak mau kembali kerumah. Kehidupan
jalanan dan solidaritas teman-temantelah menggantikan lembaga keluarga bagi
mereka.
2. Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tua. Mereka adalah yang
bekerja di jalanan atau disebut children on the street. Mereka juga disebut sebagai pekerja imigran kota yang pulang tidak teratur kepada orangtuanya. Mereka pada
umumnya bekerja dari pagi sampai sore hari. Tempat tinggal mereka mengontrak
di lingkungan kumuh bersama saudara atau teman-teman. Ada juga yang tinggal
bersama keluarganya. Penyebab utama mereka menjadi anak jalanan adalah
masalah ekonomi keluarga. Mereka harus membantu orangtua sekaligus
menghidupi dirinya sendiri. Secara umum mereka bekerja sebagai penyemir
sepatu, pedagang asongan, penjual barang seperti makanan dan minuman ringan,
mainan, alat tulis, pengamen, ojek payung dan kuli. Modal kerja mereka peroleh
sendiri dan dari orang lain (bos).
3. Anak-anak yang masih berhubungan teratur dengan orang tuanya. Mereka tinggal
dengan orangtuanya, beberapa jam dijalanan sebelum atau sesudah pulang
sekolah. Motifikasi mereka ke jalan karena terbawa (pengaruh) teman, belajar
mandiri, membantu orangtua atau disuruh orangtua. Pekerjaan mereka yang
Lain halnya dengan Hadi Utomo 26(1999) yang menyebut 4 (empat)
kelompok anak jalanan yakni:
1. Anak yang hidup dan mencari penghidupan di jalanan (gelandangan). Mereka ini
pada umumnya jarang atau hampir tak pernah pulang ke keluarganya, atau
memang sudah tidak memiliki hubungan dengan keluarganya.
2. Anak yang mencari penghidupan di jalanan tetapi mempunyai tempat tinggal tetap seperti mengontrak atau ditampung oleh “majikan”. Di sini frekuensi anak jalanan pulang ke rumah orangtuanya per minggu, per bulan, per triwulan, dan
lain sebagainya.
3. Anak yang mencari penghidupan di jalanan dan pulang ke rumah tiap hari.
4. Anak Baru Gede (ABG) bermasalah.
Dari berbagai pendapat yang dikemukakan di atas dan beberapa hasil dari
penelitian, dan pendapat pakar serta lembaga swadaya masyarakat yang menangani
kelompok-kelompok marjinal di perkotaan ternyata, faktor utama timbulnya
anak-anak jalanan adalah faktor ekonomi, dibarengi oleh faktor susulan seperti perceraian
orangtua, kekerasan (penyiksaan) dari orang dewasa dan pengaruh teman-teman.
3. Ciri-Ciri Psikologis Anak-Anak Jalanan
Ciri-ciri psikologis anak jalanan (Muis, 2010) diantaranya :
a. Mobilitas tinggi
b. Acuh tak acuh
c. Penuh curiga
d. Sangat sensitif
e. Berwatak keras
f. Kreatif
g. Semangat hidup tinggi
h. Berani menanggung resiko
26
i. Mandiri 27
Sedangkan ciri-ciri psikologis dari anak jalanan lainnya. Saparinah Saidli28,
mengemukakan sebagai berikut:
Pertama, anak-anak ini lekas tersinggung perasaannya. Digoda oleh temannya sendiri menyebabkan mereka sangat marah dan emosional, sering beraksi diluar
dugaan dan secara proporsional jauh melebihi penyebab kemarahan mereka.
Kedua,anak-anak ini lekas putus asa dan cepat murung, kemudian nekad tanpa dipengaruhi secara mudah oleh orang lain yang ingin membantunya.
Ketiga, tidak berbeda dengan anak-anak lain pada umumnya, mereka menginginkan kasih sayang. Hanya karena mereka tidak pernah atau hampir tidak
mempunyai pengalaman yang nyata mengenai kasih sayang ini, maka mereka menjadi „liar‟, atau tidak merasa terikat dengan siapa pun atau aturan-aturan yang berlaku umum. Namun dengan caranya tersendiri, mereka dapat menunjukkan
rasa keterikatannya pada orang lain yang mereka senangi. Contohnya mereka
membantu dalam hal-hal yang kecil-kecil disuruh dan untuk menunjukkan rasa
terima kasihnya mereka menyimpan sesuatu yang khusus. Misalnya gelas yang
telah dicuci bersih dengan sabun cuci piring untuk dipakai ibu tersebut bila
datang; sesuatu diluar dugaan ibu yang bersangkutan.
Keempat,anak-anak biasanya tidak mau „tatap muka‟, dalam arti bila mereka diajak bicara, tidak mau melihat orang secara terbuka.
Kelima,sesuai dengan taraf perkembangannya yang masih kanak-kanak mereka sangat stabil. Tetapi keadaan mereka sulit berubah meskipun telah bertambah
umur, atau meskipun mereka telah diberi pengalaman yang lebih positif
umpamanya dengan memiliki ketrampilan khusus agar dapat memperoleh
pekerjaan yang nyata. Ternyata pada awalnya mereka antusias, tetapi kerap kali
cepat muncul sifat lain seperti malas, kemudian sering bolos. Keadaan ini
27
http//digilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-ayusetyori-6659-3-.pdf. diakses
pada hari Jum’at Mey Pkl . WIB
28
menyebabkan mereka seringkali tidak dapat bertahan dalam suatu pekerjaan yang
menuntut disiplin tertentu dalam pola tingkah lakunya.
Keenam, mereka memiliki suatu ketrampilan, namun ketrampilan ini tidak selalu sesuai bila diukur dengan ukuran normatif kita. Contohnya anak yang terampil
memotong daging, tetapi cara memotongnya yang berlaku umum.
Saparinah Sadli mengatakan bahwa ciri-ciri anak gelandangan (jalanan) yang kemudian di atas tidak didasarkan pada suatu studi yang sistematis, namun kalau
diadakan studi lanjutan ciri-ciri tersebut mungkin ditemukan dengan jumlah dan
intensitas dan kombinasi yang berbeda-beda.
ISCA (International Save the Children Alliance) telah mengelompokkan berbagai hak anak yang ada dalam konvensi ke dalam empat kategori besar, yakni:29
1. Hak atas kelangsungan hidup,
2. Hak atas perlindungan,
3. Hak untuk bertumbuh dan berkembang, serta
4. Hak berpartisipasi.
Upaya agar semua anak menerima seluruh haknya adalah tanggungjawab semua
pihak baik keluarga, masyarakat, maupun negara.
Dalam upaya memberi perlindungan terhadap hak-hak anak terutama hak
untuk hidup, berkembang, untuk memperoleh perlindungan, dan untuk didengar
pendapatnya, PBB menyelenggarakan pertemuan Puncak dunia tentang Anak (World Summit Meeting On Children) pada tahun 1990 yang dihadiri oleh Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Para Kepala Negara dan Pemerintahan bersepakat bahwa untuk
mewujudkan kesejahteraan anak perlu tindakan politik pada tingkat tinggi. Mereka
pada sepakat untuk memberikan prioritas tinggi pada hak anak Indonesia telah
meratifikasi hasil Konvensi itu Indonesia terikat pada hak-hak anak dan berkewajiban
melaksanakan hak-hak anak tersebut.
29
Konvensi tersebut sekaligus menjadi komitmen pemerintah dalam menjamin
kelangsungan hidup anak, terutama anak-anak jalanan. Konvensi hak-hak anak-anak
terdiri dari 45 pasal dan cakupannya dikelompokkan dalam kategori-kategori berikut:
1. Hak-hak untuk melangsungkan hidup (survival right) termasuk didalamnya adalah hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sebaik-baiknya sehingga
terhindar dari berbagai penyakit yang mematikan.
2. Hak-hak untuk berkembang (development right), termasuk didalamnya pemberian gizi, pendidikan dan olah sosial budaya yang memungkinkan anak berkembang
sebagai manusia dewasa beridentitas dan bermartabat.
3. Hak-hak untuk perlindungan (protection right) dari segala macam diskriminasi dan kekerasan,baik karena warna kulit, ideology, politik, agama, maupun status
fisik (misalnya cacat).
4. Hak-hak untuk berpartisipasi dalam berbagai keputusan yang menyangkut
kepentingan hidup (participation right).
C. Usaha-Usaha dilakukan Pemerintah dan Masyarakat Dalam Membantu Anak Jalanan
Anak adalah permata bagi keluarga, calon generasi suatu bangsa yang akan
meneruskan estafet kepemimpinan di masa datang, sudah selayaknnyalah pemerintah
membuat sutau peraturan-peraturan yang berfungsi sebagai payung hukum untuk
menjamin hak-hak anak khususnya anak jalanan yang sering tertindas hak-hak
kemanusian. Usaha-usaha yang dilakukan Pemerintah yaitu dengan dua cara:
1. Razia Anak Jalanan
Razia anak jalanan yang dilakukan oleh Tramtib dinilai merendahkan
hak asasi anak jalanan, pasalnya sebagian anak jalanan merasa sangat
ketakuatan jika melihat adanya razia yang dilakukan oleh pihak Tramtib,
sedangkan yang lain membentuk suatu perkumpulan-perkumpulan tertentu
yang masuk ke jalan tersebut kumpulan anak jalanan langsung secara
beramai-ramai menghajar salah satu anggota Tramtib itu. Berdasarkan data yang
didapat penulis melalui interview secara langsung terhadap anak jalanan,
mereka menolak adanya razia karena;
a. Anak jalanan mengangap bahwa dirinya tidak melakukan kesalahan. Kami
bukan penjahat, kenapa kami dikejar-kejar (topik, salah satu anak jalanan)
b. Pengiriman ke rumah singgah sehabis razia.
c. Seringkali Tramtib melakukan kekerasan dalam menggelar razia.
2. Rumah Singgah
Salah satu kebijakan lain yang dikeluarkan pemerintah adalah rumah
singgah, problematika yang terjadi kemudian adalah sebagian anak jalanan yang
diwawancarai menyatakan bahwa mereka malas untuk masuk sekaligus menetap
di rumah singgah, karena:
1. Mereka tidak merasa nyaman jika jauh dengan orang tua.
2. Bujukan orang tua untuk tetap tinggal di jalan, dalam rangka membantu
mencukupi ekonomi.
3. Kebiasaan menetap, tidur, dan mencari uang dijalan. Sudah tertanam kuat
seakan-akan sudah menjadi bagian dalam hidup.
4. Mereka membutuhkan keterampilan, bukan pelajaran. Sedangkan rumah
singgah hannya menyediakan pelajaran layaknya di bangku sekolah.30
Paparan mengenai Rumah singgah yang dimaksud ialah menurut Departemen
sosial RI bekerjasama dengan UNDP menyelenggarakan model pembinaan anak
jalanan, yang bukan hanya sekedar rumah singgah yaitu:
1. Rumah singgah/terbuka (Open House)
30
Merupakan proses informal yang memberikan suasana resosialisasi
kepada anak jalanan terhadap sistem nilai dan norma yang
berlaku di masyarakat setempat.31
2. Rumah tunggu sementara (Boarding House)
yaitu rumah tunggu sementara, misalnya panti sosial remaja, selama 6
bulan dia diberi makan, diberi tempat tinggal, diberikan latihan sampai ia
mendapat pekerjaan,32yang bertujuan untuk;(1)mempertahankan sikap dan
prilaku positif, (2) memberikan kesempatan kepada anak jalanan untuk
memperoleh pelayanan lanjutan dalam rangka penuntasan masalah
mereka, dan (3) mempercepat proses kemandirian anak jalanan.
3. Mobil sahabat anak, yaitu mobil keliling untuk anak jalanan (Setyoko,
1999).
Mobil ini adalah sebuah unit moobil keliling yang dimaksudkan untuk
mengunjungi dan memberikan pelayanan kepada anak jalanan
ditempat-tempat mereka berkumpul atau berada dijalanan. Adapun tujuan dari
pelayanan ini adalah:
1) Memberikan pelayanan penjangkauan yang mudah dan cepat.
2) Memberikan pendamping dan pelayanan sosial yang dibutuhkan. 3) Memberikan pelayanan rujukan33.
Selain ketiga model tersebut, baru-baru ini Kakanwil Depsos DKI Jakarta
mengadakan terobosan baru, yaitu bekerjasama dengan pondok-pondok pesantren
dan Lembaga Sosial Kemasyarakatan (LSK) se-DKI Jakarta dalam mentuntaskan
anak jalanan.
31
http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/4/jtptiain-gdl-s1-2005-sujudmukht-173-Bab2_119-9.pdf diakses hari Jum’at, may pkl. . WIB
32 http://pelita. blogspot.com/2011/09/rumah-singgah-pelita-insani.html diakses hari
kamis 14 Mei 2014. 33
D. Penelitian yang Relevan
Sebelumnya telah ada beberapa penelitian tentang anak jalanan. Di antaranya
adalah berdasarkan penelitian dari Siti Aminah Istianah Jurusan Manajemen Pendidikan tahun 2013 dengan judul skripsi “Pendidikan NonFormal Sebagai Alternatif Pembinaan Anak Jalanan (Studi Kasus di Yayasan Bina Insani Mandiri Depok)”. Dapat dikemukakan hasilnya.
Pertama: Terdapat tiga cara atau strategi yang digunakan oleh YABIM dalam
pembinaan anak jalanan, yaitu: melalui rumah singgah turun langsung kejalan dan
melibatkan masyarakat dalam menyelenggarakan program pendidikan ketrampilan.
Kedua: Program pendidikan yang dieselenggarkan oleh YABIM, yaitu jalur
pendidikan formal terdapat di jenjang SMP dan SMA terbuka dan jalur pendidikan
non formal dan mengusung PKBM sebagai satuan pendidikan menyelenggarakan
PAUD, paket A, B dan C. selain itu, pendidikan kecakapan hidup/lifeskill seperti: sablon, salon, bengkel, musik, komputer, membuat kue, EO (Event Organizer), menjahit, elektro, service HP.
Ketiga: Tingkat keberhasilan YABIM dalam melakukan pembinaan anak jalanan tidak hanya dalam dapat dilihat melalui studi lanjut, jumlah prestasi yang pernah
diraih dan keterserapan didunia kerja melainkan perubahan tingkah laku kearah lebih
baik. Seperti: melakukan Sholat 5 waktu, pola hidup bersih dan mengurangi aktivitas
di jalan.
Karena itu, merupakan tujuan YABIM dalam melakukan pembinaan terhadap
anak jalanan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan kepada YABIM untuk
meningkatkan system pendataan atau databased yang lebih baik, mengoptimalkan pengorganisasian melalui job description dan mengadakan surat dokumen atau tanda bukti kemitraan dengan pihak lain untuk mempererat kerjasama yang dilakukan.34
34
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Sanah Sanan pada tahun 2012 dengan judul skripsi Peranan Rumah Singgah Uswatun Hasanah Dalam Membina Moral Anak Jalanan Cengkareng Jakarta Barat. Dalam penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Uswatun Hasanah yang mencapai anak-anak jalanan pada tahun 2011-2012.
Penelitian ini dilakukan secara deskriptif. Efektif untuk membantu anak jalanan,
meskipun tingkat keberhasilannya rendah. Hal ini dikarenakan beberapa faktor
penghambat yang berasal dari anak jalanan itu sendiri. Lingkungan masyarakat dan
keluarga anak jalanan.
Dari data yang terkumpul berdasarkan hasil penelitian baik melalui
wawancara maupun observasi dapat disimpulkan bahwa pembinaan moral anak
jalanan melalui rumah singgah Uswatun Hasanah menciptakan suasana kekeluargaan
dalam membina moral anak jalanan. Pembinaan yang diselenggarakan oleh rumah
singgah Uswatun Hasanah meliputi beberapa bidang.
Pertama, adalah penjangkauan dan pendampingan anak di jalan. Kedua, pembinaan
pendidikan baik formal maupun nonformal. Dan ketiga adalah kegiatan resosialisasi
yang meliputi bimbingan perilaku sosial kesehatan, kegiatan keagamaan dan kegiatan
rekreasi anak jalanan yang rutin datang bahkan menetap di rumah singgah akan
memperoleh pelayanan secara intensif. Sebaliknya anak yang hubungannya jarang
akan kurang intensif, akibatnya proses perubahan sikapnya akan lama. Hal ini terlihat
berdasarkan pengamatan bahwa anak yang menetap kurang lebih 6 bulan sudah dapat
menunjukkan perubahan sikap yang lebih baik dibandingkan dengan anak yang
datang pada waktu tertentu saja.35
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Sri Tjahjorini Sugiharto pada tahun
2010 dengan judul Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku Anak Jalanan di Bandung, Bogor dan Jakarta. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa latar belakang keluarga merupakan faktor penentu utama terhadap perilaku anak jalanan. Selain itu
perilaku anak jalanan dipengaruhi secara nyata oleh latar belakang lingkungan tidak
35
melalui ciri fisik, melainkan melalui ciri psikologik dan ciri sosiologik. Perilaku anak
jalanan meskipun kurang tampak dipengaruhi secara langsung oleh ciri fisik, ciri
psikologik dan ciri sosiologik, dibanding oleh latar belakang keluarga dan latar
belakang lingkungan, namun ciri-ciri tersebut tetap berperan penting dalam
pembentukan perilaku anak jalanan.36
Beberapa penelitian tersebut menjadi referensi bagi penulis untuk mengkaji
lebih dalam mengenai anak jalanan sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan
dalam melakukan penelitian ini baik dari segi karakteristik anak jalanan maupun
metode dalam pelaksanaan penelitian. Hal ini sangat membantu penulis dalam
persiapan maupun pelaksanaan penelitian. Penelitian-penelitian tersebut memberikan
beberapa gambaran mengenai karakteristik anak jalanan, aktivitas anak jalanan,
program pemberdayaan anak jalanan yang sesuai, maupun tentang kajian hukum bagi
anak jalanan. Dari hasil kajian terhadap beberapa penelitian tersebut penulis dapat
mengambil pertimbangan mengenai metode pendekatan dan pelaksanaan penelitian.
E. Kerangka Berpikir
Anak jalanan usia antara 6 sampai dengan 18 tahun adalah anak-anak yang
banyak menghabiskan sebagian besar waktu mereka di jalanan atau di tempat-tempat
umum untuk bekerja atau melakukan aktivitas-aktivitas sehari-hari dengan ciri-ciri
melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan kusam
dan pakaian tidak terurus, mobilitasnya tinggi. Keseharian anak-anak jalanan usia 6
sampai dengan 18 tahun yang banyak menghabiskan waktu mereka dijalanan dengan
keterbatasan fasilitas dan perhatian dari lingkungan sekitar ini sangat memengaruhi
perkembangan dan pandangan hidup mereka.
Anak jalanan usia ini layaknya anak-anak lain yang mengalami banyak
perkembangan dan perubahan pada usia ini. Baik itu perubahan fisik, kognitif,
36
psikologis, mapun moral. Dalam hal perkembangan kognitif, pada usia anak-anak
mulai muncul kelompok anak jalanan. Kelompok-kelompok inilah mempengaruhi
psikologis anak jalanan.
Dalam proses perkembangan psikologis, beberapa faktor yang memengaruhi
pembentukan psikologis anak jalanan, yaitu dibagi menjadi dua bagian, faktor
individu itu sendiri dan faktor lingkungan. Yang termasuk dalam faktor individu
diantaranya adalah perkembangan sepanjang rentang hidup yang diantisipasi,
pengetahuan kontekstual, keterampilan, konsep diri, dan gaya atribusi. Sedangkan
yang termasuk dalam faktor lingkungan adalah berupa dukungan baik itu dukungan
informasi, dukungan emosional, dukungan penghargaan, maupun dukungan
instrumental, dan interaksi sosial yang terbina dalam keluarga.
Femonema yang dapat dilihat di masyarakat bahwa anak jalanan dengan kondisi
lingkungan yang keras di jalanan mereka kurang mendapatkan perhatian dari
lingkungan sekitar, baik orang tua, keluarga, maupun orang-orang terdekat mereka.
Menjadikan mereka mempunyai watak keras, temperamen tinggi, terkesan „liar‟,
berani bahkan sampai nekad. Watak mereka memang berbeda dibandingkan watak
anak-anak lainnya. Dapat dibayangkan bagaimana kerasnya kehidupan jalanan,
membuat mental mereka mendewasakan diri tanpa ada yang mengarahkan kearah
yang pantas sesuai dunia mereka. Mereka kurang mendapatkan dukungan baik
informasi maupun moral. Hal ini akan sangat mempengaruhi perkembangan anak
jalanan termasuk dalam hal perkembangan masa depan anak jalanan.
Memang Pemerintah dan Masyarakat telah banyak membantu anak jalanan
untuk menjamin hak-hak anak seperti hak atas kelangsungan hidup, hak atas
perlindungan, hak untuk bertumbuh dan berkembang serta hak berpartisipasi dan
mengatasi penindasan hak kemanusiaan anak-anak jalanan, tapi belum
Karenanya penulis bermaksud mengidentifikasi aktifitas anak jalanan di tengah
kondisi lingkungan anak jalanan yang kurang memberikan dukungan kepada mereka
dan bagaimana mereka mempertahankan kehidupan di Ibukota Jakarta.
F. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan kajian teori yang telah dipaparkan serta kenyataan di lapangan
bahwa banyak fenomena-fenomena anak jalanan yang berusia remaja yang sangat
mempengaruhi perkembangan anak jalanan baik secara psikologis maupun kognitif,
maka muncul pertanyaan penelitian:
1. Bagaimana pandangan Guru terhadap anak jalanan?
2. Bagaimana persepsi anak jalanan tentang diri mereka sendiri?
3. Bagaimana persepsi anak jalanan tentang lingkungan mereka tinggal?
4. Bagaimana interaksi sosial anak jalanan dengan lingkungan (keluarga, teman,
pengelola rumah singgah)?
5. Bagaimana persepsi anak jalanan mengenai masa depan mereka?
6. Bagaimana pemahaman anak jalanan tentang agama yang diyakini?
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Tarbiyatul
Islamiyah yang beralamat di Jalan Raya Muhammad Kahfi I, Kp.Kandang,
Kelurahan Jagakarsa Kecamatan Jagakarsa Kota Jakarta Selatan.
2. Waktu Penelitian
Proses penelitian dilakukan secara bertahap, adapun waktu penelitian
dilaksanakan selama (4) bulan, terhitung sejak bulan Juni 2014 sampai dengan
bulan September 2014, termasuk dalam penyusunan proposal serta pengamatan
langsung maupun tidak langsung.
Tabel 3.1
Waktu Kegiatan Penelitian 2013/2014
No Bulan
Kegiatan
Juni Juli Agustus September
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Observasi Awal
Tempat Penelitian
2. Menyusun
Proposal,
Pengajuan
proposal dan
seminar proposal.
3. Bimbingan dan
4. Pencarian
Metode penelitian adalah strategi umum yang dianut dalam pengumpulan
data dan analisis data yang diperlukan guna menjawab persoalan yang dihadapi.1
Penggunaan metodologi ini dimaksudkan untuk menentukan data yang valid,
akurat dan signifikan dengan permasalahan, sehingga dapat digunakan untuk
mengungkapkan permasalahan yang diteliti.
Penelitian yang penulis buat merupakan metode penelitian deskriptif
dalam bentuk studi kasus yang mengacu pada buku Cholid Narbuko dan buku Sugiyono. Metode penelitian ini merupakan metode untuk menghimpun dan menganalisis data berkenaan dengan sesuatu kasus. Sesuatu dijadikan kasus
biasanya karena ada masalah, kesulitan, hambatan, penyimpangan, tetapi juga
1
Adi Prastowo. Memahami Metode-Metode Penelitian. (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.