• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN LKS (LEMBAR KERJA SISWA) MODEL INKUIRI TERBIMBING MATERI POKOK OPTIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN LKS (LEMBAR KERJA SISWA) MODEL INKUIRI TERBIMBING MATERI POKOK OPTIKA"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN LKS (LEMBAR KERJA SISWA) MODEL INKUIRI TERBIMBING MATERI POKOK OPTIKA

Oleh

ARDY PERMANA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Fisika

Jurusan Pendidikan Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN LKS (LEMBAR KERJA SISWA) MODEL INKUIRI TERBIMBING MATERI POKOK OPTIKA

Oleh

Ardy Permana

(3)

Berdasarkan penelitian pengembangan ini, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar kognitif produk setelah menggunakan LKS hasil pengembangan dapat membantu siswa menuntaskan tujuan pembelajaran kognitif pada Materi Alat-alat Optik.

(4)
(5)
(6)
(7)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Pengembangan ... 5

D. Manfaat Pengembangan ... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Pembelajaran ... 7

B. Media Intruksional Edukatif ... 11

C. Media Berbasis Cetakan ... 13

D. Evaluasi Media Pembelajaran ... 14

E. Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 18

F. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing ... 22

G. Optika ... 24

III. METODE PENELITIAN A. Potensi dan Masalah ... 40

B. Mengumpulkan Informasi ... 41

C. Desain Produk ... 41

(8)

xiv

F. Uji Produk ... 42

G. Revisi Produk ... 42

H. Uji Coba Pemakaian ... 43

I. Revisi Produk ... 43

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 44

B. Pembahasan ... 60

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 66

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Angket Analisis Kebutuhan ... 70

2. Rekapitulasi Angket Analisis Kebutuhan dan Kesimpulan Hasil Analisis Kebutuhan ... 73

3. Prototipe I... 75

4. Pemetaan/Analisis SK-KD... 107

5. Silabus Pembelajaran ... 109

6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 112

7. Hasil Uji Ahli Desain ... 119

8. Hasil Uji Ahli Materi ... 122

9. Prototipe II ... 126

10. Hasil Angket Uji Satu Lawan Satu ... 181

11. Soal Ujian Akhir ... 182

12. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Soal Ujian Akhir ... 183

13. Hasil Ujian Akhir Uji Pemakaian ... 185

14. Hasil Angket Uji Pemakaian ... 187

15. Surat Izin Penelitian ... 189

(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam, fisika juga memberikan pelajaran yang baik kepada manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam. Pembelajaran fisika merupakan pembelajaran yang tidak hanya menekankan pada

penguasaan kumpulan pengetahuan alam yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan hukum-hukum saja tetapi juga pada suatu proses penemuan.

(10)

mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis.

Kebijakan pemerintah Indonesia saat ini, terutama dalam pendidikan tingkat menengah, yang memberlakukan sistem Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP), menuntut guru fisika memiliki kemampuan yang lebih untuk mampu menyusun bahan ajar yang tepat dan mudah dimengerti oleh siswa. Dengan adanya sistem KTSP ini, guru dan sekolah dapat

mengembangkan bentuk silabus mata pelajaran masing-masing sesuai dengan fasilitas dan media yang dimiliki. Pencapaian Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Pembelajaran dengan memberikan pengalaman langsung kepada peserta didik bertujuan untuk mengembangkan potensi sesuai dengan standar kompetensi yang diharapkan. Upaya untuk mewujudkan adanya pembelajaran fisika yang memberikan pengalaman langsung kepada peserta didik, diperlukan pendekatan, metode, dan sumber belajar yang bersifat mengarahkan peserta didik untuk mendapatkan suatu pengalaman belajar secara langsung.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan pemilihan media yang tepat dan sesuai karakteristik siswa. LKS yang sudah ada seharusnya

diperluas lagi menjadi lembar kerja yang dapat digunakan untuk

(11)

yang kurang mampu memberikan pengalaman bermakna bagi siswa, namun dapat memberikan wadah siswa untuk berkreasi dan mengontrol belajar sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa.

Berkenaan dengan pengadaan media, telah dilakukan observasi di SMAN 1 Way Lima, Pesawaran untuk mengetahui bagaimana persiapan pihak sekolah dan guru dalam upayanya memenuhi tuntutan memberikan pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Upaya sekolah diantaranya dengan menyediakan laboratorium (IPA dan Komputer) dan perpustakaan sebagai sarana

pendukung. Kemudian peranan guru adalah menyiapkan media yang tepat bagi siswa, baik itu media cetak (buku paket dan buku penunjang lainnya serta lembar kerja siswa (LKS)) maupun media elektronik.

Khususnya untuk pelajaran fisika, berdasarkan hasil wawancara dengan guru fisika kelas X, pihaknya menyampaikan bahwa pembelajaran sudah

(12)

Pemanfaatan media pembelajaran Fisika terutama alat peraga dan lembar kerja siswa sangat diperlukan untuk mengefektifkan kegiatan pembelajaran. Media yang efektif digunakan hendaknya mampu meningkatkan aktifitas dan minat belajar siswa. Untuk mendapatkan media yang efektif dapat digunakan LKS yang disusun menggunakan model dan metode tertentu. Ada beberapa kekurangan yang terdapat pada LKS pembelajaran fisika yang beredar di sekolah, diantaranya mengenai kelengkapan sajian isi pembelajaran dan kurang tepatnya sintak yang digunakan. Untuk kelengkapan sajian isi

pembelajaran, berdasarkan analisis dalam Standar Isi tahun 2006, suatu sajian pembelajaran dapat berjalan secara optimal jika terdapat kesesuaian Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, kelengkapan pemilihan materi, adanya contoh penerapan konsep, adanya soal latihan untuk pendalaman konsep, adanya alat evaluasi serta adanya umpan balik terhadap keberhasilan

pembelajaran yang telah dilaksanakan. Untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran diperlukan adanya kesesuaian antar komponen dalam suatu sajian pembelajaran yang dipadukan dengan suatu model pembelajaran yang sesuai.

Pada kenyataannya, banyak LKS yang dipakai di sekolah-sekolah

(13)

beredar di sekolah seringkali tidak sesuai dengan gaya belajar siswa yang ada di daerah, sehingga siswa kesulitan dalam menggunakan LKS untuk

mendukung pembelajarannya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah dalam pengembangan ini adalah : “diperlukan LKS model inkuiri terbimbing materi pokok optika” agar dapat membelajarkan materi optika lebih efektif dan menarik.

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan pengembangan ini adalah membuat LKS materi pokok optika dengan menerapkan model inkuiri terbimbing.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian pengembangan ini adalah: 1. Bagi siswa, tersedianya alternatif sumber belajar yang dapat digunakan

secara individu atau bersama kelompok belajarnya untuk mencapai penguasaan kompetensi.

(14)

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang Lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pengembangan adalah proses menerjemahkan spesifikasi desain ke dalam suatu wujud fisik tertentu. Pengembangan yang dimaksud berupa

pembuatan LKS pembelajaran fisika berbasis model inkuiri terbimbing. 2. Model inkuiri terbimbing yang digunakan adalah suatu proses untuk

memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah.

3. Materi pokok yang disajikan dalam penelitian ini adalah materi fisika SMA/MA materi pokok optika.

(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Media Pembelajaran

Media pembelajaran diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat

dipergunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran, maka media itu disebut media pembelajaran. Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan, fungsinya untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Media mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar mengajar yaitu sebagai alat bantu untuk dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi yang disampaikan oleh guru, mengarahkan dan meningkatkan perhatian siswa, serta mengefektifkan dan meningkatkan kualitas

(16)

Sejalan dengan pengertian tersebut, Rossie dan Breidle dalam Sanjaya (2009: 204) juga mengemukakan bahwa “Media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk tujuan pendidikan, seperti radio, televisi, buku, dan sebagainya”.

Namun demikian, media bukan hanya berupa alat atau bahan saja, tetapi juga hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan. Seperti yang diungkapkan Gerlach dan Ely dalam Arsyad (2007: 3) yang mengatakan bahwa:

Media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu

memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis, atau elektronik untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.

Mempersempit cakupan pengertian media, AECT (Association of Education and Communication Technology) dalam Sadiman (2006: 19) menjelaskan

bahwa:

”Dengan masuknya berbagai pengaruh kedalam khazanah pendidikan seperti ilmu cetak-mencetak, tingkah laku (behaviorisme), komunikasi, dan laju perkembangan teknologi elektronik, media dalam

perkembangannya tampil dalam berbagai jenis format (modul cetak, film, televisi, film bingkai, film rangkai, program radio, komputer dan

(17)

membantu tercapainya tujuan yang diharapkan. Pesan yang tersampaikan ke penerima tidak semunya dapat dimengerti. Hal itu dipengaruhi kemampuan masing-masing penerima dan efektivitas media sebagai pengantar pesan. Dari keadaan ini peranan media sempat dipertanyakan.

Jika mengingat kembali tentang pengalaman belajar, tentunya pemerolehan pengalaman belajar tidak luput dari media. Untuk memahami peranan media dalam proses mendapatkan pengalaman belajar bagi siswa, Dale dalam Sanjaya (2009: 199) melukiskannya dalam sebuah kerucut yang kemudian dinamakan kerucut pengalaman (cone of experience), seperti berikut.

Gambar. 2.1 Kerucut pengalaman Edgar Dale

Kerucut pengalaman tersebut memberikan gambaran bahwa pengalaman yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati dan mendengarkan melalui media tertentu dan proses mendengarkan melalui bahasa.

Pengalaman Langsung observasi partisipasi demonstrasi

wisata televisi film radio visual Symbol

(18)

Sejalan dengan kerucut pengalaman Dale, secara umum media mempunyai kegunaan:

1. Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.

2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indra.

3. Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar.

4. Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori dan kinestetiknya.

5. Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses belajar. Para guru dituntut agar mampu menggunakan alat-alat yang disediakan oleh sekolah, dan tidak tertutup kemungkinan bahwa alat-alat tersebut sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Guru sekurang-kurangnya dapat menggunakan alat yang murah dan efisien. Meskipun sederhana tapi merupakan suatu keharusan dalam upaya mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan. Karakteristik dan kemampuan masing-masing alat-alat perlu diperhatikan oleh guru agar mereka dapat memilih media mana yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Di samping mampu

(19)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa media adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah khususnya. Media tidak dipandang sebagai alat bantu guru saja, melainkan lebih sebagai alat penyalur pesan. Sesuai dengan kerucut pengalaman Dale, LKS yang dikembangkan bisa dikategorikan dalam jenjang pengalaman langsung karena di dalam LKS terdapat fase untuk melakukan kegiatan.

B. Media Instruksional Edukatif

Kegiatan belajar mengajar yang di dalamnya terjadi komunikasi dua arah, tentunya menjadikan peranan media sangat penting. Melalui proses komunikasi tersebut, harapannya pesan atau informasi dapat diserap dan dihayati oleh orang lain. Agar tidak terjadi kesalahan dalam proses

komunikasi perlu digunakan sarana yang membantu proses komunikasi yang disebut dengan media. Dalam proses belajar mengajar, media yang digunakan untuk memperlancar komunikasi belajar mengajar disebut Media

Instruksional Edukatif.

Untuk lebih memahami apa yang dimaksud dengan media instruksional, ada baiknya meninjau beberapa pengertian media instruksional dalam Rohani (1997: 3) yaitu:

1. Segala jenis sarana pendidikan yang digunakan sebagai perantara dalam proses belajar mengajar untuk meningkatkan efektivitas dan efisien pencapaian tujuan instruksional. Mencakup media grafis, media yang menggunakan alat penampil, peta, model, globe, dan sebagainya. 2. Peralatan fisik untuk menyampaikan isi instruksional, termasuk buku,

(20)

mencakup perngkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) yang berfungsi sebagai alat bantu belajar.

3. Media yang digunakan dan diintegrasikan dengan tujun dan isi instruksional yang biasanya tertuang dalam Garis Besar Pedoman Instruksional (GBPP) dan dimaksudkan untuk mempertinggi mutu kegiatan belajar mengjar.

4. Sarana pendidikan yang digunakan sebgai perantara.

Beberapa pengertian media instruksional di atas dapat dikatakan bahwa suatu media adalah sarana komunikasi dalam proses belajar mengajar yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunak untuk mencapai proses dan hasil instruksional secara efektif dan efisien, serta tujuan mempermudah

pencapaian tujuan instruksional.

Proses komunikasi belajar dapat berjalan dengan efektif dan efisien, perlu pengenal tentang peranan dan fungsi media instruksional. Peranan dan fungsi media instruksional edukatif yang dipengaruhi oleh adanya ruang, waktu, pendengar atau penerima pesan, serta sarana dan prasarana yang tersedia, disamping sifat dari media instruksional edukatif. Menurut Rowntree dalam Rohani (1997: 7), media instruksional edukatif berfungsi:

1. Membangkitkan motivasi belajar. 2. Mengulang apa yang telah dipelajari. 3. Menyediakan stimulus belajar. 4. Mengaktifkan respon peserta didik. 5. Memberikan balikan dengan segera. 6. Menggalakkan latihan yang serasi.

Selain pengertian media dan fungsinya, karakteristik dan kemampuan masing-masing media perlu diperhatikan oleh guru agar mereka dapat memilih media mana yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.

(21)

dalam belajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Media instruksional edukatif dapat mempermudah penyampaian pesan pembelajaran kepada siswa, sehingga tujuan belajar mudah dicapai. Pengklasifikasian jenis media juga mempermudah dalam penentuan jenis media yang tepat dalam

pembelajaran.

C. Media Berbasis Cetakan

Materi pengajaran berbasis cetakan yang paling umum dikenal adalah buku teks, buku penuntun atau lembar kerja siswa, jurnal, majalah, dan lembaran lepas. Teks berbasis cetakan menuntut enam elemen yang perlu diperhatikan pada saat merancang, yaitu konsistensi, format, organisasi, daya tarik, ukuran huruf, dan penggunaan space kosong.

Pembelajaran berbasis teks yang interaktif mulai popular pada tahun 1960-an dengan istilah pembelajaran terprogram (programmed instruction) yang merupakan materi untuk belajar mandiri. Dengan format ini pada setiap unit kecil informasi disajikan dan respons siswa diminta baik dengan cara menjawab pertanyaan atau berpartisipasi dalam kegiatan latihan. Jawaban yang benar diberikan setelah siswa menjawab.

Perancang pembelajaran harus berupaya membuat materi dengan media berbasis teks ini menjadi interaktif. Dalam Arsyad (2007: 90) petunjuk yang dapat membantu menyiapkan media berbasis teks yang interaktif yaitu:

1. Sajikan informasi dalam jumlah yang selayaknya, dapat dicerna, diproses, dan dikuasai.

(22)

3. Pertimbangkan hasil analisis respon siswa.

4. Siapkan kesempatan bagi-siswa untuk dapat belajar sesuai kemampuan dan kecepatan mereka.

5. Gunakan beragam jenis latihan dan evaluasi seperti main peran, studi kasus, berlomba, atau simulasi.

Beberapa cara yang digunakan untuk menarik perhatian pada media berbasis teks adalah warna, huruf, dan kotak. Warna digunakan sebagai alat penuntun dan penarik perhatian kepada informasi yang penting, misalnya kata kunci dapat diberi tekanan dengan cetakan warna merah. Selanjutnya, huruf yang dicetak tebal atau dicetak miring memberikan penekanan pada kata-kata kunci atau judul. Informasi penting dapat pula diberi tekanan dengan

menggunakan kotak. Penggunaan garis bawah sebagai alat penuntun sedapat mungkin dihindari karena membuat kata itu sulit dibaca.

D. Evaluasi Media Pembelajaran

Guba dan Lincoln dalam Sanjaya (2009: 241) berpendapat bahwa:

Evaluasi merupakan suatu proses memberikan pertimbangan mengenai nilai dan arti sesuatu yang dipertimbangkan. Sesuatu yang

dipertimbangkan itu bisa berupa orang, benda, kegiatan, keadaan, atau kesatuan tertentu.

Evaluasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti diskusi kelas dan kelompok, interview perorangan, observasi mengenai perilaku siswa, dan evaluasi media yang telah tersedia.

(23)

kemenarikan bahan-bahan pembelajaran (termasuk ke dalamnya media pembelajaran) terhadap aktivitas belajar siswa. Tujuannya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Menurut Uno (2007: 20) klasifikasi yang digunakan untuk menentukan evaluasi formatif tersebut merupakan bagian dari klasifikasi yang terdapat pada taksonomi variabel pengajaran (Adaptasi dari Reigeluth dan Stein 1983: 19). Untuk lebih jelasnya taksonomi tersebut dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut.

Taksonomi tersebut memperlihatkan bahwa hasil pembelajaran meliputi keefektifan, efisiensi dan daya tarik pembelajaran. Indikator yang terdapat dalam tabel tersebut tidak semua digunakan dalam pengembangan ini.

Pengembang tidak akan melihat efisiensi biaya, karena fokus pada efektivitas dan efisiensi waktu serta kemenarikan media yang dikembangkan.

Gambar 2.2 Taksonomi variabel pengajaran (Adaptasi dari Reigeluth dan Stein, 1983: 19)

Tujuan dan Karakteristik Kendala dan Karakteristik Karakteristik

Bidang Studi Bidang Studi Siswa

Strategi

pengorganisasian pembelajaran (makro dan mikro)

Strategi penyampaian pembelajaran Strategi pengelolaan pembelajaran

Keefektifan, efisiensi, dan daya tarik pembelajaran Kondisi

Metode

(24)

Variabel hasil pembelajaran tersebut digunakan untuk melakukan evaluasi formatif kepada siswa setelah sebelumnya bahan pembelajaran (media pembelajaran/LKS) yang dikembangkan telah melalui evluasi formatif terhadap ahli isi materi dan ahli desain pembelajaran serta telah dilakukan revisi sesuai dengan saran dari para ahli.

Komponen penilaian evaluasi formatif terhadap ahli isi dan desain diadaptasi dari penilaian terhadap buku teks yang telah diatur oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Menurut Suyanto dalam Wulandari (2009: 38) Hasil dari uji ahli materi dan ahli desain tersebut dapat dianalisis dengan memperhatikan rentang nilai pada tabel berikut.

Tabel 2.1 Konversi nilai kuantitas ke pernyataan nilai kualitas

Ketentuan yang digunakan untuk hasil yang diperoleh adalah jika hasil uji ahli menunjukkan kriteria sangat baik, maka uji ahli dikatakan lulus dalam hal ini adalah kelengkapan materi dan desain layout serta kesesuaian

penggunan model pembelajaran. Sedangkan jika uji ahli dikatakan baik, maka uji ahli dikatakan lulus tetapi harus ada perbaikan dengan mempertimbangkan saran yang diberikan oleh penguji dan sudah bisa diuji cobakan kepada siswa. Jika uji ahli menghasilkan kriteria kurang baik, maka materi maupun desain

Skor kuantitas Pernyataan kualitas

3,26 - 4,00 Sangat Baik

2,51 - 3,25 Baik

1,76 - 2,50 Kurang Baik

(25)

harus diperbaiki dengan mempertimbangkan saran dari penguji. Sedangkan jika uji ahli menghasilkan kriteria jelek, maka uji ahli tersebut dikatakan gagal dan produk harus diganti sesuai arahan dari penguji.

Batas efektivitas dan kemenarikan media tidak dianalisis menggunakan rentang seperti yang terdapat pada tabel 2.1, melainkan menggunakan presentase ketuntasan. Apabila 75 % siswa dapat mencapai tujuan pembelajarannya maka media dikatakan efektif (Nugroho, 2001: 18).

Hasil evaluasi formatif untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi media hasil pengembangan menurut Uno (2007: 32) selanjutnya dijadikan dasar untuk memberikan penilaian terhadap keberhasilan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, yang diperlihatkan oleh unjuk kerja siswa. Apabila semua tujuan sudah dapat dicapai, efektivitas pelaksanaan kegiatan pembelajaran dalam mata pelajaran tertentu dianggap berhasil dengan baik. Evaluasi semacam inilah yang disebut dengan evaluasi sumatif.

Namun demikian, kegiatan evaluasi dalam program pengembangan media pendidikan dititikberatkan pada kegiatan evaluasi formatif. Adanya

(26)

E. Lembar Kerja Siswa (LKS)

Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan salah satu media pembelajaran yang digunakan di dalam proses pembelajaran. LKS digunakan untuk membantu siswa dalam mencapai kompetensi dasar siswa. Trianto (2010: 222)

mengungkapkan,

Lembar Kerja Siswa (LKS) memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian yang ditempuh. Pengetahuan awal dari pengetahuan dan pemahaman siswa diberdayakan melalui penyediaan media belajar pada setiap kegiatan eksperimen sehingga situasi belajar menjadi lebih bermakna, dan dapat berkesan dengan baik pada pemahaman siswa. Karena nuansa keterpaduan konsep merupakan salah satu dampak pada kegiatan pembelajaran, maka muatan materi setiap lembar kerja siswa pada setiap kegiatannya

diupayakan dapat mencerminkan hal itu.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa format LKS

disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Hal ini mengakibatkan LKS harus dibuat oleh guru bidang studi yang bersangkutan agar kegiatan pembelajaran menjadi bermakna. Selain itu, jika LKS disusun oleh guru maka format LKS dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi pembelajaran sehingga keberadaan LKS membuat siswa dapat memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian yang ditempuh. Guru yang mengetahui sejauh mana pengetahuan dan

pemahaman siswa, membuat pemanfaatan LKS yang disusun oleh guru dapat membuat siswa memberdayakan pengetahuan dan pemahaman yang

(27)

Indrianto dalam Ahliswiwite (2007: 6) menyatakan bahwa ada dua macam LKS yang dikembangkan dalam pembelajaran di sekolah, yaitu:

1. LKS Tak Berstruktur.

LKS tak berstruktur adalah lembaran yang berisi sarana untuk materi pelajaran, sebagai alat bantu kegiatan peserta didik yang dipakai untuk menyampaikan pelajaran. LKS merupakan alat bantu mengajar yang dapat dipakai untuk mempercepat pembelajaran, memberi dorongan belajar pada tiap individu, berisi sedikit petunjuk, tertulis atau lisan untuk mengarahkan kerja pada peserta didik.

2. LKS Berstruktur

LKS berstruktur memuat informasi, contoh dan tugas-tugas. LKS ini dirancang untuk membimbing peserta didik dalam satu program kerja atau mata pelajaran, dengan sedikit atau sama sekali tanpa bantuan pembimbing untuk mencapai sasaran pembelajaran. Pada LKS telah disusun petunjuk dan pengarahannya, LKS ini tidak dapat

menggantikan peran guru dalam kelas. Guru tetap mengawasi kelas, memberi semangat dan dorongan belajar dan memberi bimbingan pada setiap siswa.

Dari kedua jenis LKS ini, peneliti memilih jenis LKS yang berstruktur di dalam pengembangan LKS pada penelitian dan pengembangan ini. Pertimbangan ini dipilih karena setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda-beda dan membutuhkan penanganan belajar yang berbeda pula. Saat siswa sama sekali tidak dibimbing atau sedikit dibimbing, guru dapat dengan mudah mengawasi kelas dan memberikan penilaian pada tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Selain itu, guru dapat memberikan semangat, dorongan belajar, dan bimbingan secara individual kepada siswa yang benar-benar membutuhkan bimbingan dalam belajar.

(28)

1. Analisis kurikulum. Analisis ini dilakukan dengan memperhatikan materi pokok, pengalaman belajar siswa, dan kompetensi yang harus dicapai siswa.

2. Menyusun peta kebutuhan LKS. Peta kebutuhan LKS berguna untuk mengetahui jumlah kebutuhan LKS dan urutan LKS.

3. Menentukan judul-judul LKS. Judul LKS harus sesuai dengan KD, materi pokok dan pengalaman belajar.

4. Penulisan LKS.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa serangkaian kegiatan pra persiapan LKS seperti analisis kurikulum, analisis kebutuhan, dan

menentukan judul LKS yang sesuai dengan SK dan KD perlu dilakukan sebelum pembuatan LKS yang akan dikembangkan.

Menurut Ibrahim dalam Trianto (2011: 213) penyusunan lembar kerja siswa harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu persyaratan pedagogik,

persyaratan konstruksi, dan persyaratan teknik. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Syarat-syarat lembar kerja siswa yang baik No Syarat-syarat LKS yang baik Aspek-aspek LKS yang baik

1. Syarat Pedagogik a. Memberi tekanan pada proses penemuan

konsep atau petunjuk mencari tahu. b. Mempertimbangkan perbedaan individu.

2. Syarat Konstruksi a. Menggunakan bahasa yang sesuai tingkat

perkembangan siswa.

b. Menggunakan struktur kalimat yang sederhana, pendek, dan jelas (tidak berbelit-belit).

c. Memiliki tata urutan yang sistematik, memiliki tujuan belajar yang jelas.

d. Memiliki identitas untuk memudahkan pengadministrasian.

3. Syarat Teknis a. Menggunakan huruf tebal yang agak besar

untuk topik.

b. Jumlah kata di dalam satu baris lebih dari 10 kata.

c. Gambar harus dapat menyampaikan pesan secara efektif.

d. Gambar harus cukup besar dan jelas detailnya. e. Tampilan harus menarik dan menyenangkan. f. Tampilan disusun sedemikian rupa sehingga

(29)

Kelebihan LKS diungkapkan oleh Trianto (2011: 212), LKS untuk mengaktifkan siswa dalam kegiatan pembelajaran, membantu siswa

menemukan dan mengembangkan konsep, melatih siswa menemukan konsep, menjadi alternatif cara penyajian materi pelajaran yang menekankan

keaktifan siswa, serta dapat memotivasi siswa. Dilihat dari kelebihannya, lembar kerja siswa merupakan salah satu sumber belajar siswa yang dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Selain itu, lembar kerja siswa membuat pembelajaran yang dilakukan menjadi terstruktur karena LKS yang disusun disesuaikan dengan kegiatan

pembelajaran yang dilakukan sebagaimana yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya.

Menurut Suyanto dan Sartinem (2009: 20) uji isi materi, uji desain media, dan uji efektivitas media. harus dilakukan agar media pembelajaran dikatakan baik atau efektif. Berlandaskan dengan pendapat di atas, maka dalam penelitian dan pengembangan ini pun akan dilakukan ketiga uji tersebut.

Penilaian nontes dilakukan dalam uji isi materi dan uji ahli desain. Instrumen penilaian dalam uji isi materi dan uji desain menyesuaikan dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Kriteria penilaian LKS diadaptasi dari standar penilaian buku teks oleh BSNP (2006: 1). Secara garis besar, kriteria tersebut meliputi:

1. Standar kelayakan isi

(30)

4. Standar kelayakan kegrafikan

Berdasarkan keempat kriteria di atas, kriteria standar kelayakan isi akan digunakan sebagai instrumen penilaian LKS dalam uji isi materi. Sedangkan kriteria standar kelayakan penyajian, bahasa, dan kegrafikan uji digunakan sebagai instrumen penilaian LKS dalam uji desain media.

Penilaian tes dilakukan di dalam uji keefektivan media. Menurut Uno (2007: 32),

Hasil evaluasi efektivitas media hasil pengembangan selanjutnya dijadikan dasar untuk memberikan penilaian terhadap keberhasilan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, yang diperlihatkan oleh unjuk kerja siswa. Apabila semua tujuan sudah dapat dicapai, efektivitas pelaksanaan kegiatan pembelajaran dalam mata pelajaran tersebut dianggap berhasil dengan baik.

Sehingga keefektifan LKS dapat diukur dengan memberikan posttest setelah diberikan perlakuan kepada siswa, yaitu setelah kegiatan pembelajaran dengan menggunakan LKS yang dikembangkan. Menurut Nugroho (2001: 16), apabila 75 % siswa dapat mencapai tujuan pembelajarannya maka media dikatakan efektif .

F. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

Inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah.

(31)

Learning). Dalam proses belajar mengajar dengan model pembelajaran

inkuiri terbimbing, siswa memperoleh petunjuk-petunjuk seperlunya. Petunjuk-petunjuk itu umumnya merupakan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat membimbing siswa. (http://mediafunia.blogspot.com)

Kemampuan inkuiri yang dirinci pada berbagai indikator telah tampak pada hasil penelitian dari Alberta Learning Centre dalam Cartono (2007: 25). Enam tahap yang disebut sebagai model inkuiri adalah Planning, Retrieving, Process, Create, Sharing, Evaluating. Keenam tahap tersebut kemudian

[image:31.595.134.512.373.712.2]

diuraikan pada indikator kemampuan lebih spesifik (Tabel 2.3). Tabel 2.3. Tahapan Model Inkuiri dan Kemampuan Inkuiri

No. Tahapan Model Inkuiri

Kemampuan Inkuiri

1. Perencanaan a. Menggunakan pertanyaan yang mengarahkan pada penyelidikan.

b. Mengidentifikasi area topik untuk berinkuiri.

c. Mengidentifikasi sumber informasi yang memungkinkan. d. Mengidentifikasi format peserta dan presentasi.

e. Mempertahankan criteria evaluasi. 2. Mengungkapkan

Kembali

a. Mengumpilkan sumber referensi. b. Memilih informasi yang relevan. c. Mengevaluasi informasi.

d. Mereviu dan merevisi rencana untuk berinkuiri.

3. Proses a. Mempertahankan fokus berinkuiri.

b. Memilih informasi yang tepat. c. Merekam informasi.

d. Membuat hubungan dan inferensi.

e. Melakukan reviu dan revisi untuk berinkuiri. 4. Menciptakan a. Mengorganisasi informasi.

b. Menghasilkan produk/hasil karya. c. Berpikir tentang audience. d. Revisi dan edit.

5. Bertukar Pendapat a. Mengkomunikasikan dengan audience. b. Menyajikan pemahaman yang baru.

c. Mendemonstrasikan perilaku audience yang tepat.

6. Evaluasi a. Mengevaluasi produk.

b. Mengevaluasi proses inkuiri dan rencana inkuiri. c. Mereviu bentuk inkuiri yang dilakukan.

(32)

G. Optika

Alat optik adalah alat penglihatan manusia, baik alamiah maupun buatan manusia. Alat optik alamiah adalah mata dan alat optik buatan adalah alat bantu penglihatan manusia untuk mengamati benda-benda yang tidak dilihat dengan jelas oleh mata. Yang termasuk alat optik buatan di antaranya: kacamata, kamera, lup atau pembesar, mikroskop, teropong, dan periskop.

1. Mata

Setiap manusia memiliki alat optik tercanggih yang pernah ada, yaitu mata. Mata merupakan bagian dari pancaindra yang berfungsi untuk melihat. Apabila diamati, ternyata mata terdiri atas beberapa bagian yang masing-masing mempunyai fungsi berbeda-beda tetapi saling mendukung. Bagian-bagian mata yang penting tersebut, antara lain, kornea, pupil, iris, aquaeus humour, otot akomodasi, lensa mata, retina, vitreous humour,

bintik kuning, bintik buta, dan saraf mata.

a) Kornea. Kornea berfungsi menerima dan meneruskan cahaya yang masuk pada mata, serta melindungi bagian mata yang sensitif di bawahnya.

b) Pupil. Pupil merupakan celah sempit berbentuk lingkaran dan berfungsi agar cahaya dapat masuk ke dalam mata.

c) Iris. Iris adalah selaput berwarna hitam, biru, atau coklat yang berfungsi untuk mengatur besar kecilnya pupil.

(33)

e) Lensa Mata. Lensa ini berfungsi untuk membiaskan cahaya dari benda supaya terbentuk bayangan pada retina.

f) Retina. Retina adalah bagian belakang mata yang berfungsi sebagai tempat terbentuknya bayangan.

g) Bintik Kuning. Bintik kuning adalah bagian dari retina yang berfungsi sebagai tempat terbentuknya bayangan yang jelas.

[image:33.595.229.424.304.452.2]

h) Saraf Optik. Saraf mata befungsi untuk meneruskan rangsangan bayangan dari retina menuju ke otak.

Gambar 2.3 Bagian-Bagian Mata

Diagram pembentukan bayangan pada mata adalah sebagai berikut:

Gambar 2.4 Pembentukan Bayangan pada Mata

[image:33.595.167.482.522.624.2]
(34)

tetap dapat melihat benda dengan jarak bayangan yang terbentuk tetap, meskipun jarak benda yang dilihat berubah? Tentu Anda harus mengubah jarak fokus lensa mata, dengan cara mengubah kecembungan lensa mata. Hal inilah yang menyebabkan Anda bisa melihat benda yang memiliki jarak berbeda tanpa mengalami kesulitan. Kemampuan ini merupakan karunia Tuhan yang sampai sekarang manusia belum bisa menirunya.

1) Daya Akomodasi Mata

Lensa mata dapat mencembung atau pun memipih secara otomatis karena adanya otot akomodasi (otot siliar). Untuk melihat benda yang letaknya dekat, otot siliar menegang sehingga lensa mata

mencembung dan sebaliknya untuk melihat benda yang letaknya jauh, otot siliar mengendur (rileks), sehingga lensa mata memipih.

Kemampuan otot mata untuk menebalkan atau memipihkan lensa mata disebut daya akomodasi mata.

[image:34.595.166.490.501.591.2]

(a) Mata memandang benda berjarak dekat. (b) Mata memandang benda berjarak jauh.

Gambar 2.5 Kondisi Lensa Mata saat Melihat Benda

(35)

dilihat dengan jelas oleh mata (± 25 cm). Pada titik dekat ini lensa mata akan mencembung maksimal. Titik jauh (punctum remotum = pr) adalah titik terjauh yang masih dapat dilihat dengan jelas oleh

mata, jaraknya tak terhingga. Pada titik jauh ini, lensa mata akan memipih maksimal.

2) Cacat mata

Tidak semua mata manusia dapat membentuk bayangan tepat pada retina, ada mata yang mengalami anomali. Hal ini dapat terjadi karena daya akomodasi mata sudah berkurang sehingga titik jauh atau titik dekat mata udah bergeser. Keadaan mata yang demikian disebut cacat mata. Cacat mata yang diderita seseorang dapat disebabkan oleh kerja mata (kebiasaan mata) yang berlebihan atau cacat sejak lahir.

a. Miopi (Rabun Jauh)

(36)
[image:36.595.216.476.94.167.2]

Gambar 2.6 Pembentukan Bayangan pada Cacat Mata Miopi

Miopi dapat terjadi karena mata terlalu sering/terbiasa melihat benda yang dekat. Cacat mata ini sering dialami tukang jam, tukang las, operator komputer, dan sebagainya.

b. Hipermetropi

Hipermetropi adalah cacat mata dimana mata tidak dapat melihat dengan jelas benda-benda yang letaknya dekat. Titik dekatnya lebih jauh daripada titik dekat mata normal (titik dekat > 25 cm).

Pernahkah Anda melihat orang yang membaca koran dengan letak koran yang agak dijauhkan? Orang semacam itulah yang dikatakan menderita hipermetropi.

(37)
[image:37.595.269.421.92.242.2]

Gambar 2.7 Pembentukan Bayangan pada Cacat Mata Hipermetropi

Hipermetropi dapat terjadi karena mata terlalu sering/terbiasa melihat benda-benda yang jauh. Cacat mata ini sering dialami oleh orang-orang yang bekerja sebagai sopir, nahkoda, pilot, masinis, dan sebagainya.

2. Lup

Lup atau kaca pembesar adalah alat optik yang terdiri atas sebuah lensa cembung. Lup digunakan untuk melihat benda-benda kecil agar nampak lebih besar dan jelas. Ada 2 cara dalam menggunakan lup, yaitu dengan mata berakomodasi dan dengan mata tak berakomodasi.

[image:37.595.159.490.585.642.2]
(38)

Pada saat mata belum menggunakan lup, benda tampak jelas bila

diletakkan pada titik dekat pengamat (s = sn) sehingga mata melihat benda dengan sudut pandang α. Pada Gambar 2.11 (b), seorang pengamat

menggunakan lup dimana benda diletakkan antara titik O dan f (di ruang I) dan diperoleh bayangan yang terletak pada titik dekat mata pengamat (s' = sn). Karena sudut pandang mata menjadi lebih besar, yaitu β, maka mata

pengamat berakomodasi maksimum.

Untuk mata normal dan berakomodasi maksimum, bayangan yang

terbentuk berada pada jarak baca normal (sn) yaitu 25 cm. Oleh karena itu, perbesaran bayangan pada lup dapat dituliskan , karena s' = 25 cm, maka perbesarannya menjadi .

Lup terbuat dari sebuah lensa cembung, sehingga persamaan lup sama dengan persamaan lensa cembung.

atau …………(2.1)

Perbesaran bayangan (M):

…………(2.2)

(39)

atau …………(2.3) Keterangan:

M : perbesaran bayangan f : jarak fokus lup

Sifat bayangan yang dihasilkan lup adalah maya, tegak, dan diperbesar.

Menggunakan lup untuk mengamati benda dengan mata berakomodasi maksimum cepat menimbulkan lelah. Oleh karena itu, pengamatan dengan menggunakan lup sebaiknya dilakukan dengan mata tak berakomodasi (mata dalam keadaan rileks). Menggunakan lup dengan mata tak

berakomodasi dapat diperoleh bila benda diletakkan pada titik fokus lup (s = f).

Untuk mata tak berakomodasi, bayangan terbentuk di tak terhingga (s' = ∞) sehingga perbesaran bayangan yang dibentuk lup untuk mata tak

berakomodasi adalah sebagai berikut.

…………(2.2)

karena , maka …………(2.4) Pada kehidupan sehari-hari, lup biasanya digunakan oleh tukang arloji, pedagang kain, pedagang intan, polisi, dan sebagainya.

3. Mikroskop

(40)
[image:40.595.252.395.305.472.2]

cembung. Lensa yang dekat dengan benda yang diamati (objek) disebut lensa objektif dan lensa yang dekat dengan pengamat disebut lensa okuler. Mikroskop yang memiliki dua lensa disebut mikroskop cahaya lensa ganda. Karena mikroskop terdiri atas dua lensa positif, maka lensa objektifnya dibuat lebih kuat daripada lensa okuler (fokus lensa objektif lebih pendek daripada fokus lensa okuler). Hal ini dimaksudkan agar benda yang diamati kelihatan sangat besar dan mikroskop dapat dibuat lebih praktis (lebih pendek).

Gambar 2.9 Bagian-Bagian Mikroskop

Benda yang akan amati diletakkan pada sebuah kaca preparat di depan lensa objektif dan berada di ruang II lensa objektif (fobj < s < 2 fobj). Hal ini menyebabkan bayangan yang terbentuk bersifat nyata, terbalik dan

diperbesar. Bayangan yang dibentuk lensa objektif merupakan benda bagi lensa okuler.

(41)

mengumpulkan cahaya dan diarahkan pada objek. Ada dua cara dalam menggunakan mikroskop, yaitu dengan mata berakomodasi maksimum dan dengan mata tak berakomodasi.

a) Penggunaan Mikroskop dengan Mata Berakomodasi Maksimum.

[image:41.595.218.444.421.505.2]

Pada mikroskop, lensa okuler berfungsi sebagai lup. Pengamatan dengan mata berakomodasi maksimum menyebabkan bayangan yang dibentuk oleh lensa objektif harus terletak di ruang I lensa okuler (di antara Ook dan fok ). Hal ini bertujuan agar bayangan akhir yang dibentuk lensa okuler tepat pada titik dekat mata pengamat. Lukisan bayangan untuk mata berakomodasi maksimum dapat dilihat pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Pembentukan Bayangan pada Mikroskop untuk Mata Berakomodasi Maksimum

Secara matematis perbesaran bayangan untuk mata berakomodasi maksimum dapat ditulis sebagai berikut.

karena , maka …………(3.1)

atau …………(3.2)

Panjang mikroskop (tubus) dapat dinyatakan:

(42)

b) Penggunaan Mikroskop pada Mata Tak Berakomodasi.

Agar mata pengamat dalam menggunakan mikroskop tidak

[image:42.595.219.444.267.362.2]

berakomodasi, maka lensa okuler harus diatur/digeser supaya bayangan yang diambil oleh lensa objektif tepat jatuh pada fokus lensa okuler. Lukisan bayangan untuk mata tak berakomodasi dapat dilihat pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Pembentukan Bayangan pada Mikroskop untuk Mata Tak Berakomodasi Maksimum

Perbesaran bayangan pada mata tak berakomodasi dapat ditulis sebagai berikut.

karena , maka …………(3.4)

atau …………(3.5)

Panjang mikroskop (jarak tubus) dapat dinyatakan:

…………(3.6)

Keterangan:

s'obj : jarak bayangan objektif

s'ok : jarak bayangan okuler

(43)

fobj : jarak fokus lensa objektif fok : jarak fokus lensa okuler

Mobj : perbesaran bayangan lensa objektif Mok : perbesaran bayangan lensa okuler

M : perbesaran total mikroskop L : panjang mikroskop (jarak tubus)

4. Teropong

Teropong atau teleskop adalah alat yang digunakan untuk melihat

benda-benda yang jauh agar tampak jelas dan dekat. Ditinjau dari objeknya, teropong dibedakan menjadi dua, yaitu teropong bintang dan teropong medan.

a) Teropong Bintang

Teropong bintang adalah teropong yang digunakan untuk melihat atau

mengamati benda-benda langit, seperti bintang, planet, dan satelit. Nama lain teropong bintang adalah teropong astronomi. Ditinjau dari jalannya sinar, teropong bintang dibedakan menjadi dua, yaitu

teropong bias dan teropong pantul.

1) Teropong Bias

Teropong bias terdiri atas dua lensa cembung, yaitu sebagai lensa

(44)

teropong bias. Benda yang diamati terletak di titik jauh tak hingga, sehingga bayangan yang dibentuk oleh lensa objektif tepat berada pada titik fokusnya. Bayangan yang dibentuk oleh lensa objektif merupakan benda bagi lensa okuler. Lensa okuler berfungsi sebagai lup.

[image:44.595.199.508.431.587.2]

Lensa objektif mempunyai fokus lebih panjang daripada lensa okuler (lensa okuler lebih kuat daripada lensa objektif). Hal ini dimaksudkan agar diperoleh bayangan yang jelas dan besar. Bayangan yang dibentuk oleh lensa objektif selalu bersifat nyata, terbalik, dan diperkecil terhadap benda yang diamati. Seperti pada mikroskop, teropong bintang juga dapat digunakan dengan mata berakomodasi maksimum dan dengan mata tak berakomodasi.

Gambar 2.12 Pembentukan bayangan pada teropong bias.

2) Teropong Pantul

Karena jalannya sinar di dalam teropong dengan cara

(45)
[image:45.595.204.508.170.298.2]

sebuah cermin melengkung yang besar. Cahaya tersebut kemudian dipantulkan ke mata pengamat oleh satu atau lebih cermin yang lebih kecil.

Gambar 2.13 Pembentukan bayangan pada teropong pantul

b) Teropong Medan (Teropong Bumi)

Teropong medan digunakan untuk mengamati benda-benda yang jauh

(46)
[image:46.595.173.510.86.161.2]

Gambar 2.14 Pembentukan bayangan dengan mata berakomodasi maksimum

Sifat bayangan yang dibentuk teropong medan adalah maya, tegak, dan diperbesar. Perbesaran bayangan pada mata berakomodasi maksimum dapat dinyatakan sebagai berikut.

…………(4.1)

Panjang teropong bumi adalah:

L = fobj + 4 fpemb + fok …………(4.2) Untuk mata tak berakomodasi, lensa okuler digeser sedemikian rupa sehingga fokus lensa okuler berimpit dengan titik pusat kelengkungan lensa pembalik (fok = 2fpemb).

Gambar 2.15 Pembentukan bayangan dengan mata tak berakomodasi.

Pembesaran bayangan pada saat mata tak berakomodasi dapat dinyatakan sebagai berikut.

…………(4.3)

Panjang teropongnya adalah:

[image:46.595.174.511.480.558.2]
(47)

III. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan mengacu pada prosedur pengembangan media intruksional pembelajaran menurut Sugiyono (2011: 298), yang memuat langkah-langkah pokok penelitian pengembangan yang bertujuan untuk menghasilkan produk. Produk yang dihasilkan pada penelitian pengembangan ini berupa LKS. LKS yang dihasilkan diharapkan dapat digunakan sebagai media pembelajaran bagi siswa untuk memahami materi pelajaran dengan menerapkan model

pembelajaran inkuiri terbimbing. Model pengembangan tersebut meliputi sepuluh prosedur pengembangan produk dan uji produk, yaitu: (1) Potensi dan masalah, (2) Pengumpulan data, (3) Desain produk, (4) Validasi desain, (5) Revisi desain, (6) Uji coba produk, (7) Revisi Produk, (8) Uji coba pemakaian, (9) Revisi Produk, dan (10) Produksi massal. Pada penelitian pengembangan ini dibatasi sampai prosedur ke 9 yaitu revisi produk.

(48)

Model pengembangan ini terdiri atas sembilan prosedur, yaitu sebagai berikut:

A. Potensi dan Masalah

Langkah pertama yaitu potensi dan masalah. Penelitian berawal dari adanya potensi atau masalah. Potensi adalah segala sesuatu yang bila didayagunakan akan memiliki nilai tambah. Sedangkan masalah adalah penyimpangan antara yang diharapkan dengan realita yang terjadi. Pada langkah ini, dilakukan penelitian untuk mendapatkan informasi bahwa diperlukan adanya

pengembangan media pembelajaran berupa LKS di sekolah. Berdasarkan data yang diperoleh selanjutnya dapat dirancang model penanganan yang efektif. Untuk mengetahui efektivitas model tersebut maka perlu diuji. Pengujian dapat menggunakan metode eksperimen. Setelah model teruji maka dapat diaplikasikan untuk mengatasi masalah yang dimaksud.

[image:48.595.117.508.84.256.2]

Untuk mendapatkan informasi ini dilakukan dengan cara observasi langsung dan wawancara dengan guru dan siswa SMA kelas X.

(49)

B. Mengumpulkan Informasi

Setelah potensi dan masalah dapat ditunjukkan secara faktual dan up to date, selanjutnya perlu dikumpulkan berbagai informasi yang dapat digunakan sebagai bahan untuk perencanaan produk tertentu yang diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut. Metode yang akan digunakan untuk penelitian tergantung permasalahan dan ketelitian tujuan yang ingin dicapai.

C. Desain Produk

Produk yang dihasilkan dalam penelitian research and development bermacam-macam. Untuk menghasilkan sistem kerja baru maka peneliti harus membuat rancangan kerja baru yang dibuat berdasarkan penilaian terhadap sistem kerja lama, sehingga dapat ditemukan kelemahan-kelemahan terhadap sistem tersebut.

Hasil akhir dari kegiatan tersebut berupa desain produk baru yang lengkap dengan spesifikasinya. Desain ini masih bersifat hipotetik. Dikatakan hipotetik karena efektivitasnya belum terbukti, dan akan dapat diketahui setelah melalui pengujian-pengujian.

D. Validasi Desain

(50)

penilaian berdasarkan pemikiran rasional, belum merupakan fakta di lapangan.

Validasi produk dapat dilakukan dengan cara menghadirkan beberapa pakar atau tenaga ahli yang sudah berpengalaman untuk menilai produk baru yang dirancang tersebut. Setiap pakar diminta untuk menilai desain tersebut, sehingga selanjutnya dapat diketahui kelemahan dan kekuatannya.

E. Revisi Desain

Setelah desain produk divalidasi oleh para pakar dan ahli lainnya, selanjutnya dapat diketahui kelemahannya. Kelemahan tersebut selanjutnya dicoba untuk dikurangi dengan cara memperbaiki desain.

F. Uji Coba Produk

Uji coba produk dilakukan melalui eksperimen, berupa uji satu lawan satu. Pada uji satu lawan satu dilakukan oleh tiga orang siswa yang memiliki kemampuan berbeda yaitu siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

G. Revisi Produk

(51)

H. Uji Coba Pemakaian

Uji coba pemakaian dilakukan melalui eksperimen dengan desain eksperimen menggunakan One-Shot Case Study. Dengan pemberian perlakuan, kemudian diberikan soal ujian akhir untuk melihat hasil belajar siswa.

Gambar 3.2. Desain eksperimen (One-Shot Case Study) Keterangan :

X = Treatmen O = Hasil belajar

I. Revisi Produk

Revisi produk ini dilakukan apabila dalam pemakaian kondisi nyata terdapat kekurangan dan kelemahan. Dalam uji pemakaian, sebaiknya pembuat produk selalu mengevaluasi bagaimana kinerja produk dalam hal ini adalah sistem kerja atau tindakan.

(52)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Simpulan dari penelitian pengembangan ini sebagai berikut:

1. Telah dihasilkan LKS materi pokok optika yang sesuai dengan model inkuiri terbimbing.

2. LKS yang dikembangkan terbukti efektif dilihat dari persentase siswa yang tuntas tujuan pembelajaran materi alat-alat optik sebesar 88 %. 3. Hasil belajar kognitif produk setelah menggunakan LKS hasil

pengembangan dapat menuntaskan tujuan pembelajaran kognitif produk. 4. LKS yang dikembangkan terbukti menarik dilihat dari penilaian pada

angket kemenarikan dan kemudahan yang mendapatkan nilai rata-rata 3,27 yang masuk ke dalam kategori sangat menarik atau sangat mudah.

B. Saran

Saran penelitian pengembangan ini sebagai berikut:

1. LKS dapat dikembangkan oleh guru atau peneliti pada materi yang lain untuk mengembangkan pembelajaran.

(53)

identifikasi kebutuhan, kondisi sekolah, karakteristik siswa, dan waktu pembelajaran.

3. LKS dapat dikembangkan oleh guru dengan mengkombinasikan LKS dengan model pembelajaran yang sesuai.

4. Praktikum virtual laboratory dilaksanakan untuk melengkapi hal-hal yang tidak dapat diamati dalam praktikum nyata sehingga kegiatan dalam LKS didesain untuk menyeimbangkan praktikum virtual laboratory dan

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Azhar. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo. Ahliswiwite. 2007. LKS Berbasis Web. Diakses November 18, 2012, dari

www.wordpress.com: http://ahliswiwite .files.wordpress.com. Badan Standar Nasional Pendidkan. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.

Cartono. 2007. Metode & Pendekatan dalam Pembelajaran Sains. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

http://mediafunia.blogspot.com/2013/01/pendekatan-inkuiri-terbimbing-guided.html?m=1. Diakses Juli 16, 2013.

Nugroho. 2001. Landasan Filosofis Penelitian Pengembangan. Malang: Universitas Negeri Malang.

Nurachmandani, Setya. 2009. Fisika 1. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Priyantono, Sumar. 2010. Pengembangan LKS Fisika Dengan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Materi Listrik Dinamis. Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Purnomo, Sidik. 2011. Alat-Alat Optik. Diakses 18 November 2012 http://sidikpurnomo.net/alat-alatoptik. html.

Rohani, Ahmad.1997. Media Instruksional Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta. Rosidin, Undang. 2010. Dasar-Dasar dan Perancangan Evaluasi Pembelajaran

(55)

Rusdi, Andi. 2008. Perangkat Pembelajaran. Diakses April 2, 2012, dari www. Wordpress.com: http://anrusmath.wordpress.com.

Sadiman, A.S. Raharjo,R., Haryono, Anung & Rahardjito. 2008. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatanya. Jakarta: Pustekom dan Raja Grafindo Persada.

Sanjaya, Wina. 2009. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Media Group.

Setiawan, Dhidik. 2013. Pengaruh Metode Pembelajaran Inkuiri Terhadap Ketuntasan Hasil Belajar Siswa di SMKN 3 Buduran Sidoarjo. Jurnal Pendidikan Teknik Elektro, Volume 02 Nomer 1. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV. Alfabeta Sumarsono, Joko. 2009. Fisika. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen

Pendidikan Nasional.

Suyanto, Eko dan Sartinem. 2009. Pengembangan Contoh Lembar Kerja Fisika Siswa dengan Latar Penuntasan Bekal Awal Ajar Tugas Studi Pustaka dan Keterampilan Proses untuk SMA Negeri 3 Bandarlampung.Prosiding Seminar Nasional Pendidikan 2009, 322.

Trianto. 2010. Model-model Pembelajaran inovatif Berorientasi konstruktivisme. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

_____. 2011. Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik Cetakan ke-2. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Uno, Hamzah B. 2007. Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Gambar

Gambar. 2.1 Kerucut pengalaman Edgar Dale
Gambar 2.2 Taksonomi variabel pengajaran (Adaptasi dari Reigeluth dan Stein, 1983: 19)
Tabel 2.1  Konversi nilai kuantitas ke pernyataan nilai kualitas
Tabel 2.2 Syarat-syarat lembar kerja siswa yang baik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keywords: PDRB, Sectoral Financing, Economic Sectoral Growth, Worker Sectoral, Method Hausman Test, Location Quotient (LQ), Shift

Analisis Profesionalitas : Sudah bagus simple dan menurut saya dalam menerapan gambar antimainstream dari pemilihan font dan layout menarik menaruh object dipojok kanan namun

a) Kolom BULAN untuk mencatat bulan terjadinya transaksi dan memudahkan dalam pengelompokan transaksi tiap bulan dengan fungsi Excel. Pada kolom ini pengguna dapat

pada Selat Karimata dibandingkan dengan Pulau Pari, karena pada saat penelitian dilakukan pada bulan Juli- Agustus yaitu pada musim timur massa air bergerak dari

Disamping itu faktor-faktor internal dan eksternal yang akan digunakan dalam penelitian ini sudah cukup mewakili sebagian besar faktor-faktor yang mempengaruhi

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, ditemukan bahwa responden yang memiliki dukungan keluarga tinggi cenderung lebih baik dalam melakukan pencegahan penyakit

It is seen from the percentage component of intelligence character formation of ecological aspects water conservation in the form of knowledge, awareness, and applications

Beberapa tulisan memakai bahasa visual yang