Wiwi Mayasari
ABSTRAC
FITNESS EVALUATION QUANTITATIVE AND QUALITATIVE LAND PLANT RICE (Oryza sativa L.) TO LAND THE ARTICLE OF FARM
VILLAGE FARM BUMISARI NATAR SUB DISTRICT SOUTH LAMPUNG
By
WIWI MAYASARI
Indonesia is an agrarian country where the majority of the population
livelihood as afarmer so that the agricultural sector plays an important role as a provider of national food. Domestic food needs are increasing with a
Wiwi Mayasari
This study aims to evaluate the suitability of qualitative and quantitative bycalculating the fancial feasibility of the cropping of rainfed lowland rice (Oryza sativa.L) Village Farmer Pillars Bumisari Natar District of South Lampung Regency. The research was conducted using survey method with the approach of landevaluation in parallel, namely the physical analysis
environment based on physicalcriteria Djaenuddin et al. (2000) and analyzes the feasibility of cultivation of rainfed lowland rice to assess the Net Present
Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (net B /C) and Internal Rate of Return (IRR). Phased implementation of the survey are: the preparation phase, the main survey,and data analysis. Based on the results of research that has been done to study disimpulkan that landbelongs to the Village Farmer Pillars Bumisari Natar District of South Lampung regency have enough land
suitability classes according to the limiting factor is nutrient retention (S2nr). Financially, the cultivation of rainfed paddy crop of Farmers Group Five Pillars Farm Village District Bumisari Natar South Lampung regency of four growing seasons were observed (2009-2010) with total area of 10 ha is profitable and feasible to be developed. This is evidenced from the average count shows that the NPVRp 32,315,058, -. Net B / C 2.65 and IRR of 44.88% per month of greater value thanthe current rate is 1.25% per month.
ABSTRAK
EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF TANAMAN PADI SAWAH TADAH HUJAN (Oryza sativa L.) PADA
LAHAN KELOMPOK TANI RUKUN TANI DESA BUMISARI KECAMATAN NATAR KABUPATEN
LAMPUNG SELATAN
Oleh
WIWI MAYASARI
Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata
pencaharian sebagai petani sehingga sektor pertanian memegang peranan penting
sebagai penyedia pangan nasional. Kebutuhan pangan dalam negeri semakin
meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang terus bertambah sehingga untuk
mencukupi kebutuhan tersebut sudah merupakan masalah yang cukup besar. Oleh
karena itu, sektor pertanian harus dapat meningkatkan produksinya sehingga
mampu memenuhi kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri. Upaya
peningkatkan produksi padi dihadapkan kepada berbagai kendala dan masalah,
salah satunya penurunan produktivitas lahan, sehingga kegiatan evaluasi lahan
sangat dianjurkan dalam rangka untuk merencanakan dan mengkoordinir upaya
perbaikan dan pengelolaan lahan pada masing-masing tipe penggunaan atau
usahatani. Kegiatan evaluasi lahan ini mensuplai petani dengan informasi secara
Wiwi Mayasari
yang diperlukan untuk pengelolaan lahannya agar produktivitas lahan menjadi
meningkat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian lahan kualitatif dan
kuantitatif dengan cara menghitung tingkat kelayakan finansial pada
tanaman padi sawah tadah hujan (Oryza sativa.L) . Penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan metode survei dengan pendekatan evaluasi lahan secara
pararel, yaitu melakukan analisis fisik lingkungan berdasarkan kriteria fisik
Djaenuddin dkk. (2000) dan analisis kelayakan usaha budidaya tanaman padi
sawah tadah hujan dengan menilai Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost
Ratio (net B/C) dan Internal Rate of Return (IRR). Pelaksanaan survei
dilakukan bertahap yaitu : tahap persiapan, survei utama, dan analisis data.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dismpulkan bahwa lahan
penelitian milik Kelompok Tani Rukun Tani Desa Bumisari Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan memiliki kelas kesesuaian lahan cukup sesuai
dengan faktor pembatas retensi hara (S2nr). Secara finansial, usaha budidaya
tanaman padi sawah tadah hujan Kelompok Tani Rukun Tani Desa Bumisari
Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan dari 4 musim tanam yang diamati (
2009 – 2010) dengan luas lahan 10 ha adalah menguntungkan dan layak untuk
dikembangkan. Hal ini dibuktikan dari hasil hitungan rata-rata yang menunjukkan
bahwa nilai NPV Rp 32.315.058,-. Net B/C 2,65 dan IRR 44,88 % per bulan
yang nilainya lebih besar dari tingkat suku yang berlaku saat ini yaitu 1,25 % per
bulan.
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata
pencaharian sebagai petani sehingga sektor pertanian memegang peranan penting
sebagai penyedia pangan nasional. Kebutuhan pangan dalam negeri semakin
meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang terus bertambah sehingga untuk
mencukupi kebutuhan tersebut sudah merupakan masalah yang cukup besar. Oleh
karena itu, sektor pertanian harus dapat meningkatkan produksinya sehingga
mampu memenuhi kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri. Upaya
peningkatkan produksi padi dihadapkan kepada berbagai kendala dan masalah,
salah satunya penurunan produktivitas lahan, sehingga kegiatan evaluasi lahan
sangat dianjurkan dalam rangka untuk merencanakan dan mengkoordinir upaya
perbaikan dan pengelolaan lahan pada masing-masing tipe penggunaan atau
usahatani. Kegiatan evaluasi lahan ini mensuplai petani dengan informasi secara
tepat dan akurat tentang apa yang seharusnya dikerjakan, dan perbaikan apa saja
yang diperlukan untuk pengelolaan lahannya agar produktivitas lahan menjadi
meningkat.
Padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia.
2
produksi dunia), India (20%), dan Indonesia (9%). Produksi padi tahun 2009
mencapai 64,33 juta ton Gabah Kering Giling (GKG). Dibandingkan produksi
pada 2008, terjadi peningkatan sebanyak 4,00 juta ton atau 6,64 %. Produksi padi
di Provinsi Lampung tahun 2010 yaitu sebesar 2,81 juta ton Gabah Kering Giling
(GKG), meningkat 134 ribu ton dibandingkan produksi padi tahun 2009.
Peningkatan produksi padi tahun 2010 disebabkan adanya kenaikan luas panen
sebesar 20,19 ribu ha dan kenaikan produktivitas sebesar 0,67 kw ha-1
(BPS, 2010).
Evaluasi kesesuaian lahan merupakan penilaian kecocokan tipe lahan terhadap
tipe penggunaan lahan spesifik. Tujuan evaluasi lahan itu sendiri yaitu
memprediksi segala konsekuensi yang mungkin terjadi di dalam penggunaan
lahan. Evaluasi lahan dapat dilakukan secara paralel yaitu evaluasi kualitatif dan
kuantitatif dilakukan sacara bersamaan. Evaluasi kualitatif adalah evaluasi
kesesuaian lahan dengan mempertimbangkan semua aspek yang menjadi
pembatas dan dinyatakan dalam bentuk kualitatif yaitu sesuai, cukup sesuai,
sesuai marjinal, dan tidak sesuai. Evaluasi kesesuaian lahan kuantitatif adalah
menduga nilai produksi yang dihasilkan berdasarkan keuntungan atau kerugian
penggunaaam lahan tersebut (Mahi, 2005).
Penentuan kesesuaian lahan dilakukan dengan cara membandingkan karakteristik
dan kualitas lahan dengan persyaratan pengunaan lahan untuk suatu tanaman
tertentu. Nilai kesesuaian lahan ditentukan oleh adanya faktor penghambat dan
tingkat dari faktor penghambat tersebut. Semakin besar tingkatan faktor
3
Pada penelitian ini dilakukan cara penilaian kesesuaian lahan secara fisik
berdasarkan kriteria Djaenuddin dkk. (2000), sedangkan evaluasi kesesuaian lahan
kuantitatif dilakukan dengan menilai kelayakan finansial usaha tani tanaman padi
sawah tadah hujan (Oryza sativa L.) dengan cara menghitung NPV, Net B/C, dan
IRR.
Padi merupakan salah satu komoditas yang dibudidayakan petani di Desa
Bumisari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Pada kenyataannya
petani belum pernah melaksanakan kegiatan evaluasi lahan. Penggunaaan dan
pemanfaatan sumberdaya lahan yang optimal sesuai daya dukungnya dapat
dilakukan apabila tersedia informasi mengenai kesesuaian lahannya, serta
penggunaan lahan baru dapat dikatakan menguntungkan apabila dengan biaya
input yang dikeluarkan dapat menghasilkan jumlah produksi atau pendapatan
lebih besar dari biaya input yang dikeluarkan. Bedasarkan hal tersebut perlu
adanya penilaian kesesuaian lahan secara kualitatif dan kuantitatif pada lahan
pertanaman padi di Desa Bumisari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan
agar mengetahui apakah lahan layak atau tidak untuk diusahakan.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menilai kesesuaian lahan kualitatif tanaman padi sawah tadah hujan
(Oryza sativa L.) Kelompok Tani Rukun Tani Desa Bumisari Kecamatan
Natar Kabupaten Lampung Selatan, berdasarkam kriteria Djaenuddin dkk.
4
2. Menilai kesesuaian lahan kuantitatif dengan menganalisis nilai kelayakan
finansial budidaya tanaman padi sawah tadah hujan (Oryza sativa L.) pada
lahan Kelompok Tani Rukun Tani Desa Bumisari Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan.
1.3 Kerangka Pemikiran
Evaluasi lahan adalah suatu proses dalam menduga kelas kesesuaian lahan dan
potensi lahan untuk penggunaan tertentu (Djaenuddin dkk., 2000). Selanjutnya
menurut Dent dan Young (1981) evaluasi lahan adalah suatu proses
pendayagunaan potensi lahan untuk berbagai alternatif penggunaan.
Evaluasi lahan meliputi evaluasi terhadap perubahan yang mungkin terjadi dan
pengaruh dari perubahan tersebut, ditinjau dari segi penggunaan lahannya
sendiri. Oleh karena itu, evaluasi lahan meliputi ekonomis tidaknya memulai
suatu usaha, konsekuensi merugikan atau menguntungkan bagi lingkungan
(Hardjowigeno, 1994).
Ciri dasar evaluasi lahan yaitu membandingkan potensi sumberdaya lahan
dengan kebutuhan macam penggunaan lahan. Pada kenyataannya berbagai
penggunaan lahan memerlukan potensi sumberdaya lahan yang berbeda. Oleh
karena itu, di dalam evaluasi lahan harus selalu memperhatikan pertimbangan
ekonomi, sosial, dan faktor lingkungan. Banyak kasus mengenai kerusakan
lahan dan kegagalan usaha dalam penggunaan lahan karena disebabkan
kesalahan dalam memperhatikan hubungan antara potensi lahan dengan
5
berfungsi untuk menghindari permasalahan tersebut dan menemukan
perencanaan pembangunan yang berkelanjutan dengan membandingkan
berbagai alternatif penggunaan lahan yang paling memberikan keuntungan baik
dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Menurut Djaenuddin dkk. (2000) lahan yang termasuk ke dalam kelas S1 (Sangat
Sesuai) untuk tanaman padi sawah tadah hujan (Oryza sativa L.) yaitu daerah
dengan temperatur udara 24 – 29 oC, drainase baik, tekstur tanah agak halus,
kemasaman tanah 5,5 – 8,2, KTK liat > 16 cmolc kg-1, kejenuhan basa >50 %,
kandungan C-organik < 1,5 %, dan lereng < 3%.
Desa Bumisari berjarak 30 km dari ibukota Provinsi Lampung (Bandarlampung).
Topografi wilayah Desa Bumisari datar dengan kemiringan < 3 %, ketinggian dari
permukaan laut 142 meter di atas permukaan laut (dpl), pH tanah 5, C-organik
1,03 % , kejenuhan basa 50,02 %, kesuburan tanah sedang sampai baik, drainase
sedang sampai baik, curah hujan 2000 - 3000 mm th-1 dan suhu rata-rata harian
26oC ( Profil Desa Bumisari, 2010 ).
Tanaman padi yang dibudidayakan oleh kelompok tani di Desa Bumisari
Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan adalah varietas non-hibrida yaitu
Ciherang. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani Nasuha, mengemukakan
bahwa alasan petani menggunakan varietas Ciherang disebabkan varietas tersebut
tahan terhadap hama wereng. Selanjutnya dikemukakan bahwa petani padi
menghasilkan panen gabah kering giling 5 ton ha-1 dan pendapatan
6
Penilaian kesesuaian lahan yang dilakukan menggunakan kriteria biofisik yang
disusun oleh Djaenuddin dkk. (2000), sedangkan penilaian kelayakan
finansial budidaya tanaman padi dilakukan dengan menghitung nilai NPV, Net
B/C Ratio, dan IRR.
1.4 Hipotesis
Berdasarkan kondisi yang ada di daerah penelitian seperti yang dikemukakan
dalam kerangka pemikiran, maka diajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Kelas kesesuaian lahan tanaman padi sawah tadah hujan (Oryza sativa L.)
Kelompok Tani Rukun Tani Desa Bumisari Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan adalah cukup sesuai dengan faktor pembatas pH (S2nr).
2. Usaha budidaya tanaman padi sawah tadah hujan (Oryza sativa L. )
Kelompok Tani Rukun Tani Desa Bumisari Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan secara finansial menguntungkan dan layak untuk
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Padi
Padi termasuk genus Oryza L yang meliputi lebih kurang 25 spesies, tersebar
didaerah tropik dan daerah sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika dan Australia.
Menurut Chevalier dan Neguier padi berasal dari dua benua Oryza fatua Koenig
dan Oryza sativa L. berasal dari benua Asia, sedangkan jenis padi lainya yaitu
Oryza stapfii Roschev dan Oryza glaberima Steund berasal dari Afrika barat. Padi
yang ada sekarang ini merupakan persilangan antara Oryza officinalis dan Oryza
sativa f spontania. Di Indonesia pada mulanya tanaman padi diusahakan didaerah
tanah kering dengan sistim ladang, akhirnya orang berusaha memantapkan basil
usahanya dengan cara mengairi daerah yang curah hujannya kurang. Tanaman
padi yang dapat tumbuh dengan baik didaerah tropis ialah Indica, sedangkan
Japonica banyak diusakan didaerah sub tropika.
Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini
merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Meskipun
padi dapat digantikan oleh makanan lainnya, namun padi memiliki nilai tersendiri
bagi orang yang biasa makan nasi dan tidak dapat dengan mudah digantikan oleh
bahan makanan yang lain. Padi adalah salah satu bahan makanan yang
8
terkandung bahan yang mudah diubah menjadi energi. Oleh karena itu, padi
disebut juga makanan energi.
2.1.1 Syarat Tumbuh Tanaman Padi
Tanaman padi dapat hidup baik didaerah yang berhawa panas dan banyak
mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau
lebih, curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500 -2000 mm. Suhu
yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi 23 °C. Tinggi tempat yang cocok
untuk tanaman padi berkisar antara 0 -1500 m dpl. Padi dapat tumbuh dengan
baik pada tanah dengan pH antara 4 -7 ( Siswoputranto, 1976 ).
2.1.2 Fase Pertumbuhan Padi.
Pertumbuhan tanaman padi dibagi ke dalam tiga fase (De Datta 1981) yaitu :
2.1.2.1 Vegetatif ( awal pertumbuhan sampai pembentukan malai)
a. Tahap 0 : Berkecambah sampai muncul kepermukaan.
Benih biasanya dikecambahkan melalui perendaman selama 24 jam dan
diinkubasi juga selama 24 jam. Setelah berkecambah bakal akar dan tunas
menonjol keluar menembus kulit gabah. Pada hari ke 2 atau ke 3 setelah benih
disebar dipesemaian, daun pertama menembus keluar melalui koleoptil. Akhir
tahap 0 memperlihatkan daun pertama yang muncul masih melengkung dan bakal
akar memanjang
9
b. Tahap 1 : Pertunasan.
Tahap pertunasan mulai benih berkecambah sampai dengan sebelum anakan
pertama muncul. Selama tahap ini, akar seminal dan lima daun terbentuk,
sementara tunas terus tumbuh, dua daun lagi terbentuk. Daun terus berkembang
pada kecepatan satu daun setiap 3 sampai 4 hari selama tahap awal pertumbuhan.
Kemunculan akar sekunder membentuk sistem perakaran serabut permanen
dengan cepat menggantikan radicula dan akar seminal sementara. Bibit umur 18
hari siap untuk di pindah tanam. Bibit memiliki 5 daun dan sistem perakaran
yang berkembang dengan cepat.
c. Tahap 2 : Anakan.
Tahap ini berlangsung sejak munculnya anakan pertama sampai pembentukan
anakan maksimum tercapai. Anakan muncul dari tunas aksial (axillary) pada
buku batang dan menggantikan tempat daun serta tumbuh dan berkembang.
Setelah tumbuh, anakan pertama memunculkan anakan sekunder. Ini terjadi pada
30 hari setelah pindah tanam. Selain sejumlah anakan primer dan sekunder,
anakan tertier tumbuh dari anakan sekunder seiring pertumbuhan tanaman yang
bertambah panjang dan besar. Pada tahap ini, anakan terus bertambah sampai
pada titik dimana sukar dipisahkan dari batang utama. Anakan terus berkembang
sampai tanaman memasuki tahap pertumbuhan berikutnya yaitu pemanjangan
batang.
d. Tahap 3 : Pemanjangan batang.
Tahapan ini terjadi sebelum pembentukan malai atau terjadi pada tahap akhir
10
dan 3. Anakan terus meningkat dalam jumlah dan tingginya. Periode waktu
pertumbuhan berkaitan nyata dengan memanjangnya batang. Batang lebih
panjang pada varietas yang jangka waktu pertumbuhannya lebih panjang. Anakan
maksimum, memanjangnya batang, dan pembentukan malai terjadi nyaris
simultan pada varietas umur genjah (105 – 120 hari). Pada varietas umur dalam
(150 hari), terdapat yang disebut lagi periode vegetatif dimana anakan maksimum
terjadi. Hal ini diikuti oleh memanjangnya batang (internode), dan akhirnya
sampai ke tahap pembentukan malai.
2.1.2.2 Reproduksi (pembentukan malai sampai pembungaaan)
a. Tahap 4 : Pembentukan malai sampai bunting.
Inisiasi primordia malai pada ujung tunas tumbuh menandai mulainya fase
reproduksi. Primordia malai menjadi kasat mata pada sekitar 10 hari setelah
inisiasi. Pada tahap ini, tiga daun masih akan muncul sebelum malai pada
akhirnya timbul ke permukaan. Pada varietas genjah, malai terlihat berupa
kerucut berbulu putih panjang 1,0 sampai 1,5 mm muncul pada ruas buku utama,
kemudian pada anakan dengan pola tidak teratur. Dapat terlihat dengan
membelah batang. Saat malai terus berkembang bulir terlihat dan dapat
dibedakan. Malai muda meningkat dalam ukuran dan berkembang ke atas di
dalam pelepah daun bendera menyebabkan pelepah daun menggembung.
Penggembungan daun bendera disebut bunting. Bunting terjadi pertama kali pada
ruas batang utama. Pada tahap bunting, ujung daun layu (menjadi tua dan mati)
11
b. Tahap 5 : Keluar malai.
Tahap keluar malai ditandai dengan kemunculan ujung malai dari pelepah daun
bendera. Malai terus berkembang sampai keluar seutuhnya dari pelepah daun.
c. Tahap 6 : Pembungaan.
Tahap pembungaan dimulai ketika serbuk sari menonjol keluar dari bulir dan
terjadi proses pembuahan. Pada pembungaan, kelopak bunga terbuka, antera
menyembul keluar dari kelopak bunga karena pemanjangan stamen dan serbuk
sari tumpah. Kelopak bunga kemudian menutup. Serbuk sari jatuh ke putik,
sehingga terjadi pembuahan. Struktur pistil berbulu dimana tube tepung sari dari
serbuk sari yang muncul akan mengembang ke ovari. Proses pembungaan
berlanjut sampai hampir semua spikelet pada malai mekar. Pembungaan terjadi
sehari setelah keluarnya malai. Pada umumnya kelopak bunga membuka pada
pagi hari. Semua spikelet pada malai membuka dalam 7 hari. Pada pembungaan,
3 sampai 5 daun masih aktif. Anakan pada tanaman padi ini telah dipisahkan
pada saat dimulainya pembungaan dan dikelompokkan ke dalam anakan produktif
dan non produktif.
2.1.2.3 Pematangan (pembungaan sampai gabah matang)
a. Tahap 7 : Gabah matang susu.
Pada tahap ini, gabah mulai terisi dengan cairan serupa susu. Gabah mulai terisi
dengan larutan putih susu, dapat dikeluarkan dengan menekan/ menjepit gabah di
12
dasar anakan berlanjut. Daun bendera dan daun dua daun di bawahnya tetap
hijau.
b. Tahap 8 : Gabah setengah matang.
Pada tahap ini, isi gabah yang menyerupai susu berubah menjadi gumpalan lunak
dan akhirnya mengeras. Gabah pada malai mulai menguning. Pelayuan
(senescense) dari anakan dan daun dibagian dasar tanaman nampak semakin jelas.
Pertanaman kelihatan menguning. Seiring menguningnya malai, ujung dua daun
terakhir pada setiap anakan mulai mengering.
c. Tahap 9 : Gabah matang penuh.
Setiap gabah matang, berkembang penuh, keras dan berwarna kuning. Daun
bagian atas mongering dengan cepat (daun dari sebagian varietas ada yang tetap
hijau). Sejumlah daun yang mati terakumulasi pada bagian dasar tanaman.
2.1.3 Teknik Budidaya Padi
Teknik bercocok tanam yang baik sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil
yang sesuai dengan harapan. Hal ini harus dimulai dari awal, yaitu sejak
dilakukan persemaian sampai tanaman itu bisa dipanen. Dalam proses
pertumbuhan tanaman hingga berbuah ini harus dipelihara yang baik, terutama
harus diusahakan agar tanaman terhindar dari serangan hama dan penyakit yang
sering kali menurunkan produksi (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten
13
2.1.3.1 Persemaian
Membuat persemaian merupakan langkah awal bertanam padi. Pembuatan
persemaian memerlukan suatu persiapan yang sebaik-baiknya, sebab benih di
persemaian ini akan menentukan pertumbuhan padi di sawah, oleh karena itu
persemian harus benar-benar mendapat perhatian, agar harapan untuk
mendapatkan bibit padi yang sehat dan subur dapat tercapai.
(1) Penggunaan benih
Benih unggul Bersertifikat
Kebutuhan benih 25 -30 kg / ha
(2) Persiapan lahan untuk persemaian
Tanah harus subur Cahaya matahari Pengairan
Pengawasan
(3) Pengolahan tanah calon persemaian
Persemaian kering
Persemaian kering biasanya dilakukan pada tanah-tanah remah, banyak
terdapat didaerah sawah tadah hujan. Persemaian tanah kering harus
dilakukan dengan baik yaitu :
- Tanah dibersihkan dari rumput clan sisa -sisa jerami yang masih
14
- Tanah dibajak atau dicangkul lebih dalam dari pada apa yang
dilakukanpada persemaian basah, agar akar bibit bisa dapat
memasuki tanah lebih dalam, sehingga dapat menyerap hara lebih
banyak.
- Selanjutnya tanah digaru
Areal persemaian yang tanahnya sempit dapat dikerjakan dengan
cangkul, yang pada dasarnya pengolahan tanah ini bertujuan untuk
memperbaiki struktur tanah, agar tanah menjadi gembur.
Ukuran bedengan persemaian :
- Panjang bedengan : 500 -600 cm atau menurut kebutuhan, akan
tetapi perlu diupayakan agar bedengan tersebut tidak terlalu panjag.
- Lebar bedengan 100 -150 cm
- Tinggi bedengan 20 -30 cm
Diantara kedua bedengan yang berdekatan selokan, dengan ukuran lebar
30-40 cm. Pembuatan selokan ini dimaksud untuk mempermudah :
- Penaburan benih dan pencabutan bibit
- Pemeliharaan bibit dipersemaian meliputi :
Penyiangan
Pengairan
Pemupukan
15
Persemaian diupayakan lebih dari 1/25 luas sawah yang akan ditanami,
penggunaan benih pada persemaian kering lebih banyak dari persemaian
basah.
Persemaian basah
Perbedaan antara persemaian kering dan basah terletak pada
penggunaan air. Persemaian basah, sejak awal pengolahan tanah telah
membutuhkan genangan air. Fungsi genangan air :
- Air akan melunakan tanah
- Air dapat mematikan tanaman pengganggu ( rumput )
- Air dapat dipergunakan untuk memberantas serangga perusak bibit
Tanah yang telah cukup memperoleh genangan air akan menjadi lunak,
tanah yang sudah lunak ini diolah dengan bajak dan garu masing-masing
2 kali. Namun sebelum pengolahan tanah harus dilakukan perbaikan
pematang terlebih dahulu, kemudian petak sawah dibagi menurut
keperluan. Luas persemaian yang digunakan 1/20 dari areal pertanaman
yang akan ditanami.
Persemaian sistem dapog
Di Filipina telah dikenal cara penyemaian dengan sistem dapog, sistem
tersebut di Kabupaten Bantul telah dipraktekan di Desa Pendowoharjo,
16
Cara penyemaian dengan sistem dapog :
- Persiapan persemaian seperti pada persemaian basah
- Petak yang akan ditebari benih ditutup dengan daun pisang
- Kemudian benih ditebarkan diatas daun pisang, sehingga pertumbuhan
benih dapat menyerap makanan dari putik lembaga
- Setiap hari daun pisang ditekan sedikit demi sedikit kebawah
- Air dimasukan sedikit demi sedikit hingga cukup sampai hari ke4
- Pada umur 10 hari daun pisang digulung dan dipindahkan
kepersemaian yang baru atau tempat penanaman disawah
(4) Penaburan benih
Perlakuan sebagai upaya persiapan
Benih terlebih dahulu direndam dalam air dengan maksud :
- Seleksi terhadap benih yang kurang baik, terapung, melayang harus
dibuang
- Agar terjadi proses tisiologis
Proses tisiologis berarti terjadinya perubahan didalam benih yang
akhimya benih cepat berkecambah. Terserap atau masuknya air
kedalam benih akan mempercepat proses tisiologis.
Lama perendaman benih
Benih direndam dalam air selama 24 jam, kemudian diperam ( sebelumnya
17
Lamanya pemeraman
Benih diperam selama 48 jam, agar didalam pemeraman tersebut benih
berkecambah.
Pelaksanaan menebar benih
Hal- hal yang hams diperhatikan dalam menebar benih adalah :
- Benih telah berkecambah dengan panjang kurang lebih 1 mm
- Benih tersebar rata
- Kerapatan benih harus sama
(5) Pemeliharaan persemaian
1) Pengairan
Pada pesemaian secara kering
Pengairan pada pesemaian kering dilakukan dengan cara mengalirkan
air keselokan yang berada diantara bedengan, agar terjadi perembesan
sehingga pertumbuhan tanaman dapat berlangsung, meskipun dalam hal
ini sering kali ditumbuhi oleh tumbuhan pengganggu atau rumput. Air
berperan menghambat atau bahkan menghentikan pertumbuhan tanaman
pengganggu / rumput. Perlu diketahui bahwa banyaknya air dan
kedalamanya merupakan faktor yang memperngaruhi perkembangan
18
Pada pesemaian basah
Pengairan pada pesemaian basah dilakukan dengan cara sebagai berikut :
- Bedengan digenangi air selama 24 jam
- Setelah genagan itu berlangsung selama 24 jam, kemudian air
dikurang hingga keadakan macak-macak (nyemek-nyemek),
kemudian benih mulai bisa disebar.
Pengurangan air pada pesemaian hingga keadaan air menjadi
macak-macak ini, dimaksudkan agar benih yang disebar dapat merata dan
mudah melekat ditanah sehingga akar mudah masuk kedalam tanah.
- Benih tidak busuk akibat genagan air
- Memudahkan benih bernafas / mengambil oksigen langsung dari
udara, sehingga proses perkecambahan lebih cepat
- Benih mendapat sinar matahari secara langsung
Agar benih dalam bedengan tidak hanyut, maka air harus diatur sesuai
dengan keadaan, misalnya : bila akan terjadi hujan maka bedengan perlu
digenangi air, agar benih tidak hanyut. Penggenangan air dilakukan lagi
pada saat menjelang pemindahan bibit dari pesemaian kelahan
pertanaman, untuk memudahkan pencabutan.
2) Pemupukan dipersemaian
Biasanya unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah besar ialah
19
TSP dll diberikan menjelang penyebaran benih dipesemaian, bila perlu
diberi zat pengatur tumbuh. Pemberian zat pengatur tumbuh pada benih
dilakukan menjelang benih disebar.
2.1.3.2 Persiapan dan pengolahan tanah sawah
Pengolahan tanah bertujuan mengubah keadaan tanah pertanian dengan alat
tertentu hingga memperoleh susunan tanah ( struktur tanah ) yang dikehendaki
oleh tanaman. Pengolahan tanah sawah terdiri dari beberapa tahap :
(1) Pembersihan
- Selokan-selokan perlu dibersihkan
- Jerami yang ada perlu dibabat untuk pembuatan kompos
(2) Pencangkulan
Perbaikan pematang dan petak sawah yang sukar dibajak.
(3) Pembajakan
- Memecah tanah menjadi bongkahan-bongkahan tanah
- Membalikkan tanah beserta tumbuhan rumput ( jerami ) sehingga
akhirnya membusuk.
- Proses pembusukan dengan bantuan mikro organisme yang ada
dalam tanah
(4) Penggaruan
- Meratakan dan menghancurkan gumpalan-gumpalan tanah
20
- Selama digaru saluran pemasukan dan pengeluaran air ditutup agar
lumpur tidak hanyut terbawa air keluar
- Penggaruan yang dilakukan berulang kali akan memberikan
keuntungan
* Permukaan tanah menjadi rata
* Air yang merembes kebawah menjadi berkurang -Sisa tanaman
atau rumput akan terbenam
* Penanaman menjadi mudah
* Meratakan pembagian pupuk dan pupuk terbenam
2.1.3.3 Penanaman
Dalam penanaman bibit padi, harus diperhatikan sebelumnya adalah :
(1) Persiapan lahan
Tanah yang sudah diolah dengan cara yang baik, akhirnya siap untuk
ditanami bibit padi.
(2) Umur bibit
Bila umur bibit sudah cukup sesuai dengan jenis padi, bibit tersebut segera
dapat dipindahkan dengan cara mencabut bibit
(3) Tahap penanaman
Tahap penanaman dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
1. Memindahkan bibit
21
jenis padinya, genjah / dalam ) dapat segera dipindahkan kelahan
yang telah disiapkan.
Syarat -syarat bibit yang siap dipindahkan ke sawah :
- Bibit telah berumur 17 -25 hari
- Bibit berdaun 5 -7 helai
- Batang bagian bawah besar, dan kuat
- Pertumbuhan bibit seragam ( pada jenis padi yang sama)
- Bibit tidak terserang hama dan penyakit
Bibit yang berumur lebih dari 25 hari kurang baik, bahkan
mungkin telah ada yang mempunyai anakan.
2. Menanam
Dalam menanam bibit padi, hal- hal yang harus diperhatikan
adalah:
Sistim larikan ( cara tanam )
* Akan kelihatan rapi
* Memudahkan pemeliharaan terutama dalam penyiangan
* Pemupukan, pengendalian hama dan penyakit akan lebih
baik dan cepat
* Dan perlakuan-perlakuan lainnya
* Kebutuhan bibit/ pemakaian benih bisa diketahui dengan
22
Jarak tanam
Faktor yang ikut menentukan jarak tanam pada tanaman padi,
tergantung pada :
- Jenis tanaman
- Kesuburan tanah
- Ketinggian tempat / musim
- Jenis tanaman
Jenis padi tertentu dapat menghasilkan banyak anakan.
Jumlah anakan yang banyak memerlukan jarak tanam
yang lebih besar, sebaliknya jenis padi yang memiliki
jumlah anakan sedikit memerlukan jarak tanam yang
lebih sempit.
- Kesuburan tanah
Penyerapan hara oleh akar tanaman padi akan
mempengaruhi penentuan jarak tanam, sebab
perkembangan akar atau tanaman itu sendiri pada tanah
yang subur lebih baik dari pada perkembangan akar /
tanaman pada tanah yang kurang subur. Oleh karena itu
jarak tanam yang dibutuhkan pada tanah yang suburpun
akan lebih lebar dari pada jarak tanam padah tanah yang
jurang subur.
- Ketinggian tempat.
23
pegunungan akan memerlikan jarakn tanam yang lebih rapat
dari pada jarak tanam didataran rendah, hal ini berhubungan
erat dengan penyediaan air. Tanaman padi varietas unggul
memerlukan jarak tanam 20 x 20 cm pada musim kemarau,
dan 25 x 25 cm pada musim hujan.
Hubungan tanaman
Hubungan tanaman berkaitan dengan jarak tanam. Hubungan
tanaman yang sering diterapkan ialah :
- Hubungan tanaman bujur sangkar ( segi empat )
- Hubungan tanaman empat persegi panjang.
- Hubungan tanaman 2 baris.
Jumlah tanaman ( bibit ) tiap lobang.
Bibit tanaman yang baik sangat menentukan
penggunaannya pada setiap lubang. Pemakian bibit tiap
lubang antara 2 -3 batang.
Kedalaman penanaman bibit
Bibit yang ditanam terlalu dalam / dangkal menyebabkan
pertumbuhan tanaman kurang baik, kedalam tanaman yang baik
3 -4 cm.
Cara menanam
Penanaman bibit padi diawali dengan menggaris tanah /
menggunakan tali pengukur untuk menentukan jarak tanam.
Setelah pengukuran jarak tanam selesai dilakukan penanaman
24
2.1.3.4 Pemeliharaan Meliputi :
(1) Penyulaman dan penyiangan.
Yang harus diperhatikan dalam penyulaman :
- Bibit yang digunakan harus jenis yang sama
- Bibit yang digunakan merupakan sisa bibit yang terdahulu
- Penyulaman tidak boleh melampoi 10 hari setelah tanam.
- Selain tanaman pokok ( tanaman pengganggu ) supaya dihilangkan.
(2) Pengairan
Pengairan disawah dapat dibedakan :
- Pengairan secara terus menerus
- Pengairan secara piriodik
(3) Pemupukan
Tujuannya adalah untuk mencukupi kebutuhan makanan yang berperan
sangat penting bagi tanaman baik dalam proses pertumbuhan / produksi
pupuk yang sering digunakan oleh petani berupa :
- Pupuk alam ( organik )
- Pupuk buatan ( an organik )
Dosis pupuk yang digunakan :
- Pupuk Urea 250 -300 kg ha-1
- Pupuk SP 36 75 -100 kg ha-1
- Pupuk KCI 50 -100 kg ha-1
25
2.1.3.5 Panen
Bagi petani panen padi merupakan soal yang paling dinanti-nanti. Panen
merupakan saat petani merasakan keberhasilan dari jerih payah menanam dan
merawat tanaman ( Vegara, 1990 ).
(1) Saat panen
Padi perlu dipanen pada saat yang tepat untuk mencegah kemungkinan
mendapatkan gabah berkualitas rendah yang masih banyak mengandung
butir hijau dan butir kapur. Padi yang dipanen muda jika digiling akan
menghasilkan beras pecah. Saat panen padi dapat dipengaruhi oleh musim
tanam. Pemeliharaan tanaman dan pertumbuhan, serta tergantung pula
pada jenisnya. Secara umum padi dipanen saat berumur 80-110 hari
apabila tanaman padi menunjukkan ciri-ciri berikut berarti tanaman sudah
siap dipanen:
- Bulir-bulir padi dan daun bendera sudah menguning
- Tangkai menunduk karena sarat menanggung butir-butir padi atau
gabah yang bertambah berat
- Butir padi bila ditekan terasa keras dan berisi, jiak dikupas tidak
berwarna kehijauan atau putih agak lembek seperti kapur.
(2) Cara panen
Alat panen yang tepat penting agar panen menjadi mudah dilakukan
biasanya padi dipanen dengan sabit. Sabit digunakan untuk memanen padi
yang mudah rontok, misalnya padi coreh. Karena alat ini dapat memungut
hasil lebih cepat serta lebih gampang memotong batang padi maka alat ini
26
(3) Perontokan
Perontokan dapat dilakukan dengan menggunakan mesin perintih tresher,
atau menggunakan perontok kaki pedal tresher. Selain itu perontokkan
secara sederhana dapat dilakukan dengan memukulkan batangan padi ke
kayu dimana sebelumnya dihamparkan plastik untuk menampung butir
padi yang berhamburan.
(4) Pengeringan
Tujuan utama pengeringan ialah untuk menurunkan kadar air gabah agar
dapat tahan lama disimpan. Selain itu gabah yang masih basah sulit
diproses menjadi beras dengan baik. Bulir- bulir gabah dapat dijemur
dengan cara dihamparkan di atas lantai semen yang bersih dapat pula
dihamparkan di atas plastik. Dalam cuaca panas, sinar matahari mampu
mengeringkan gabah dalam waktu 2-3 hari.
(5) Pemisahan kulit gabah
Tahap terakhir usaha bertanam padi ialah menghasilkan beras yang dapat
ditanak menjadi nasi sebagai makanan pokok. Mula-mula gabah yang
sudah dikeringkan perlu dipisahkan dengan gabah hampa atau kotoran
yang mungkin terbawa selama perontokan atau pengeringan, caranya dapat
dengan ditampi. Pemisahan kulit gabah dapat dilakukan dengan huller
atau mesin, cara ini praktis dan cepat. Namun untuk daerah yang tidak
memiliki huller, pemisahan dapat dilakukan dengan penumbuhan padi
menggunakan alu dan lumpang.
(6) Sentra Produksi
27
diantaranya di daerah Jawa dan Sumatera. Hal ini karena padi adalah
bahan dasar untuk beras dan nasi yang merupakan bahan makanan utama
masyarakat Indonesia yang mengandung karbohidrat tinggi walaupun
tidak semua daerah makanan pokoknya berupa beras atau nasi.
2.2 Evaluasi Kesesuaian Lahan
Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan
tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji
( Hardjowigeno, 1994 ). Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang
lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan dapat dinilai untuk kondisi
saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah dilakukan perbaikan (kesesuaian
lahan potensial). Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan yang
berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan
tersebut diberikan masukkan-masukkan yang diperlukan untuk mengatasi kendala.
Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan
dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial
menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan
usaha-usaha perbaikan ( Mahi, 2005 ).
2.2.1 Tipe Evaluasi Lahan
Hasil evaluasi lahan dapat dikemukakan dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif.
Evaluasi kualitatif adalah evaluasi kesesuaian lahan untuk berbagai macam
penggunaan yang digambarkan dalam bentuk kualitatif, seperti sesuai, cukup
28
kualitatif terutama digunakan dalam survai tinjau (reconnaissance) sebagai
kegitan pendahuluan dalam rangka penelitian yang lebih detil (Mahi, 2004).
Evaluasi kuantitatif secara fisik seringkali digunakan sebagai dasar evaluasi
ekonomi. Evaluasi kuantitatif secara ekonomi adalah evaluasi yang hasilnya
diberikan dalam bentuk keuntungan atau kerugian masing-masing macam
penggunaan lahan. Secara umum, evaluasi kuantitatif dibutuhkan untuk proyek
khusus dalam pengambilan keputusan, perencanaan, dan investasi. Nilai uang
digunakan pada data kuantitatif secara ekonomi yang dihitung dari biaya input
dan nilai produksi. Penilaian nilai uang akan memudahkan melakukan
perbandingan bentuk-bentuk produksi yang berbeda. Hal ini memungkinkan
karena dapat menggunakan satu harga yang berlaku atau harga bayangan dalam
menilai produksi yang dibandingkan (Mahi, 2005).
2.2.2Kualitas Lahan Dan Karakteristik Lahan
Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau attribute yang bersifat kompleks
dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan ( performance)
yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya
terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics ). Kualitas
lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi
pada umumnya ditetapkan berdasarkan karakteristik lahan (FAO, 1976).
Kualitas lahan dapat pula digambarkan sebagai faktor positif dan faktor negatif
(Mahi, 2001). Kualitas lahan kemungkinan berperan positif atau negatif terhadap
29
positif adalah yang sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan. Sebaliknya
kualitas lahan yang bersifat negatif karena keberadaannya akan merugikan
(merupakan kendala) terhadap penggunaan tertentu, sehingga merupakan faktor
penghambat atau pembatas.
Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi.
Beberapa pustaka menunjukkan bahwa penggunaan karakteristik lahan untuk
keperluan evaluasi lahan bervariasi. Setiap karakteristik lahan yang digunakan
secara langsung dalam evaluasi ada yang sifatnya tunggal dan ada yang sifatnya
lebih dari satu karena mempunyai interaksi satu sama lainnya. Karenanya dalam
interpretasi perlu mempertimbangkan atau memperbandingkan lahan dengan
penggunaannya dalam pengertian kualitas lahan.
2.2.3Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan merupakan gambaran kecocokan macam penggunaan lahan
secara spesifik pada tipe lahan tertentu. Kelas kesesuaian lahan dapat berbeda
tergantung dari tipe penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan. Menurut
FAO (1976) klasifikasi kesesuaian lahan dibagi menjadi empat kategori, yaitu
sebagai berikut:
2.2.3.1 Ordo : pada tingkat ini kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang
tergolong sesuai (S) dan tidak sesuai (N).
2.2.3.2 Kelas : pada tingkat kelas, lahan yang tergolong sesuai (S) dibedakan
antara sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan marginal sesuai (S3).
30
tidak sesuai sementara (N1) dan lahan tidak sesuai permanen (N2).
Tingkat kelas dibagi menjadi 5 yaitu :
(1) Lahan kelas sangat sesuai (S1)
Lahan yang relatif tidak memliki faktor pembatas yang berarti atau
nyata terhadap penggunaannya secara berkelanjutan.
(2) Lahan kelas cukup sesuai (S2)
Mempunyai faktor pembatas yang berpengaruh terhadap
produktifitasnya, sehingga memerlukan tambahan (input) untuk
meningkatkan produktifitas pada tingkat yang optimum.
(3) Lahan kelas sesuai marjinal (S3)
Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, sehingga berpengaruh
terhadap produktifitasnya dan memerlukan input lebih besar daripada
lahan kelas cukup sesuai (S2).
(4) Lahan kelas tidak sesuai sementara (N1)
Lahan mempunyai faktor pembatas yang lebih berat tetapi sifatnya
tidak permanen, sehingga dengan input pada tingkat tertentu masih
dapat ditingkatkan produktifitasnya.
(5) Lahan kelas tidak sesuai permanen (N2)
Lahan mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan sifatnya
31
2.2.3.3 Sub Kelas: pada tingkat ini menggambarkan macam faktor pembatas atau
perbaikan yang diperlukan dalam tingkat kelas.
2.2.3.4 Unit: pada tingkat ini menunjukkan sifat tambahan yang diperlukan
untuk pengelolaan dalam tingkat sub kelas.
Menurut Djaenuddin dkk. (2000), deskripsi karakteristik lahan yang menjadi
pertimbangan dalam menentukan kelas kesesuaian lahan dikemukakan sebagai
berikut :
1. Temperatur (tc)
Temperatur merupakan suhu tahunan rata-rata yang dikumpulkan dari hasil
pengamatan stasiun klimatologi yang ada.
2. Ketersedian Air (wa)
Karakteristik ketersediaan air digambarkan oleh keadaan curah hujan tahun
rata-rata atau curah hujan selama masa pertumbuhan, bulan kering, dan
kelembaban, yaitu:
(1) Curah Hujan
Curah hujan dinyatakan dalam curah hujan tahunan rata-rata (mm),
atau dalam curah hujan rata-rata selama masa pertumbuhan.
(2) Bulan Kering
Bulan kering merupakan jumlah bulan kering berturut-turut dalam
setahun yang jumlah curah hujannya kurang dari 60 mm bln-1.
32
Kelembaban udara merupakan kelembaban udara rata-rata tahunan
yang dinyatakan dalam persen (%).
3. Ketersediaan Oksigen (oa)
Karakteristik lahan yang manggambarkan ketersediaan oksigen adalah kelas
drainase, yaitu merupakan pengaruh laju perkolasi air ke dalam tanah
terhadap aerasi udara dalam tanah, dibedakan sebagai berikut :
a. Cepat (excessively drained). Tanah mempunyai konduktivitas
hidrolik tinggi sampai sangat tinggi dan daya menahan air rendah.
Ciri yang dapat diketahui di lapangan yaitu tanah berwarna homogen
tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley
(reduksi),
b. Agak cepat (somewhat excessively drained). Tanah mempunyai
konduktivitas hidrolik yang tinggi dan daya menahan air rendah. Ciri
yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen
tanpa bercak atau karatan besi atau aluminium serta warna gley.
c. Baik (well drained). Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang
dan daya menahan sedang, lembab, tetapi tidak cukup basah dekat
permukaan. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah
berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan
serta warna gley (reduksi) pada lapisan sampai > 100 cm,
d. Agak baik/sedang (moderately well drained). Tanah mempunyai
33
rendah. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna
homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna
gley (reduksi) pada lapisan sampai > 50 cm,
e. Agak terhambat (somewhat poorly drained). Tanah mempunyai
konduktivitas hidrolik agak rendah dan daya menahan air rendah
sampai sangat rendah, tanah basah sampai ke permukaan. Ciri yang
dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa
bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi)
pada lapisan sampai > 25 cm,
f. Terhambat (poorly drained). Tanah mempunyai konduktivitas
hidrolik agak rendah dan daya menahan air rendah sampai sangat
rendah, tanah basah untuk waktu yang cukup lama sampai ke
permukaan. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah
mempunyai warna gley (reduksi) dan bercak atau karatan besi
dan/atau mangan sedikit pada lapisan sampai permukaan.
g. Sangat terhambat (very poorly drained). Tanah mempunyai
konduktivitas hidrolik sangat rendah dan daya menahan air sangat
rendah, tanah basah secara permanen dan tergenang untuk waktu yang
cukup lama sampai ke permukaan. Ciri yang dapat diketahui di
lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) permanen
34
4. Media Perakaran (rc)
Karakteristik lahan yang menggambarkan media perakaran terdiri dari
tekstur tanah, bahan kasar, dan kedalaman tanah.
(1) Tekstur tanah
Tekstur tanah merupakan istilah dalam distribusi partikel tanah halus
dengan ukuran < 2 mm, yaitu pasir, debu dan liat. Tekstur tanah
dibagi menjadi 6 kelas, yaitu : halus, agak halus, sedang, agak kasar,
kasar, dan sangat halus.
(a) Halus : liat berpasir, liat, liat berdebu.
(b) Agak halus : lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung
liat berdebu.
(c) Sedang : lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung
berdebu, debu.
(d) Agak kasar : lempung berpasir kasar, lempung berpasir,
lempung berpasir halus
(e) Kasar : pasir, pasir berlempung
(f) Sangat halus : liat (tipe mineral liat 2:1)
(2) Bahan Kasar
Bahan kasar dengan ukuran > 2 mm, yang menyatakan volume dalam
persen (%), merupakan modifier tekstur yang ditentukan oleh jumlah
35
Bahan kasar dibedakan menjadi sedikit, sedang, banyak, dan sangat
banyak.
(3) Kedalaman Tanah
Kedalaman tanah (cm) menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm
yang dapat dipakai untuk perkembangan perakaran tanaman yang
dievaluasi. Kedalaman tanah dibedakan menjadi sangat dangkal,
dangkal, sedang, dan dalam.
5. Retensi Hara (nr)
Karakteristik lahan yang menggambarkan retensi hara adalah Kapasitas
Tukar Kation (KTK) Liat, reaksi tanah (pH H2O), Kejenuhan Basa (KB),
dan kandungan C organik.
(1) KTK Liat
KTK Liat menyatakan kapasitas tukar kation fraksi liat, yang didapat
dari persamaan berikut:
KTK liat = 100 × (% liat)-1 × KTK tanah (cmolc kg-1)
(2) Reaksi tanah (pH)
Reaksi tanah adalah nilai pH tanah di lapangan. Pada lahan kering
dinyatakan dengan data laboratorium atau pengukuran lapangan,
sedangkan pada tanah basah diukur di lapangan.
pH = - Log [H+]
36
Kejenuhan basa adalah jumlah basa-basa (NH4OAc) yang ada dalam
100 g contoh tanah yang dinyatakan dalam persen.
(4) C - Organik
C - organik adalah kandungan karbon organik tanah dalam persen.
6. Toksisitas (xc)
Karakteristik lahan yang menggambarkan toksisitas adalah kandungan
garam terlarut (salinitas) yang dicerminkan oleh daya hantar listrik (ds m-1).
Toksisitas di dalam tanah biasanya diukur pada daerah-daerah yang bersifat
salin. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) salinitas
berhubungan dengan kadar garam tanah. Kadar garam yang tinggi
meningkatkan tekanan osmotik sehingga ketersediaan dan kapasitas
penyerapan air akan berkurang. Daerah pantai merupakan salah satu daerah
yang mempunyai kadar garam yang tinggi.
7. Bahaya Sulfidik (xs)
Karakteristik lahan yang menggambarkan bahaya sulfidik adalah kedalaman
ditemukannya bahan sufidik yang diukur dari permukaan tanah sampai batas
atas lapisan sulfidik atau pirit (FeS2). Pengujian sulfidik dapat dilakukan
dengan cara meneteskan larutan H2O2 pada matrik tanah, dan apabila terjadi
pembuihan menandakan adanya lapisan pirit. Kedalaman sulfidik hanya
37
sulfida serta pirit. Hidrogen sulfida (H2S) yang terbentuk di dalam tanah
dapat bereaksi dengan ion-ion logam berat membentuk sulfida-sulfida tidak
larut. Dengan rendahnya kandungan unsur-unsur logam tersebut, H2S yang
terbentuk dapat berakumulasi sampai pada tingkat meracun dan
mengganggu pertumbuhan tanaman (Hakim dkk, 1986).
8. Sodisitas (xn)
Sodisitas menggunakan nilai exchangeable sodium percentage atau ESP (%)
yaitu dengan perhitungan.
9. Bahaya Erosi (eh)
Karakteristik lahan yang menggambarkan bahaya erosi adalah lereng dan
bahaya erosi.
(1) Lereng
Lereng merupakan hasil beda ketinggian antara dua tempat
(kedudukan) dengan jarak datarnya yang dinyatakan dalam persen.
Slope atau lereng dinyatakan dalam persen (%) atau derajat (o).
Perbedaan tinggi diukur dari puncak sampai dasar lereng dan
dinyatakan dalam meter.
38
Bahaya erosi dapat diketahui dengan memperhatikan permukaan tanah
yang hilang (rata-rata) pertahun dibandingkan tanah yang tidak
tererosi yang dicirikan oleh masih adanya horizon A.
10. Bahaya Banjir (fh)
Bahaya banjir ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh kedalaman banjir (x)
dan lamanya banjir (y). Kedua data tersebut dapat diperoleh melalui
wawancara dengan penduduk setempat di lapangan. Bahaya banjir dapat
diketahui dengan melihat kondisi lahan yang pada permukaan tanahnya
terdapat genangan air.
Menurut Djaenuddin dkk. (2000) lahan yang termasuk ke dalam kelas S1 (Sangat
Sesuai) untuk tanaman padi sawah tadah hujan (Oryza sativa L.) yaitu daerah
dengan temperatur udara 24 – 29 oC, drainase baik, tekstur tanah agak halus,
kemasaman tanah 5,5 – 8,2, KTK liat > 16 cmolc kg-1, kejenuhan basa >50 %,
kandungan C-organik < 1,5 %, dan lereng < 3%. Persyaratan penggunaan lahan
39
Tabel 1. Persyaratan Klasifikasi Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Sawah Tadah Hujan (Oryza sativa L.) Menurut Djaenuddin dkk (2000)
Persyaratan Penggunaan /
Ketebalan (cm), jika ada sisipan bahan mineral/pengayakan Kedalaman sulfidik (cm) Bahaya erosi (eh)
Sumber : Djaenuddin dkk. (2000)
Keterangan :
40
2.3 Analisis Finansial
Aspek finansial merupakan pokok dari kelayakan ekonomi. Dalam analisis
finansial diperlukan kriteria kelayakan usaha, antara lain Net Present Value
(NPV), Net Beneffit Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return (IRR)
(Ibrahim, 2003).
2.3.1 Compounding Factor (CF)
Compounding Factor (CF) adalah suatu bilangan yang lebih besar dari satu yang
dipakai untuk mengalikan dan mengurangi suatu jumlah di waktu yang lalu
sehingga diketahui nilainya saat ini, dihitung dalam persen (%).
2.3.2 Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara manfaat dengan biaya pada
discount rate tertentu. NPV menunjukan kelebihan manfaat dibandingkan biaya
yang dikeluarkan dalam suatu usahatani. Perhitungan Net Present Value
merupakan net benefit yang telah didiskon dengan menggunakan social
opportunity cost of capital (SOCC) sebagai faktor diskon.
2.3.3 Net Benefit Cost Ratio (B/C ratio)
B/C ratio mengukur mana yang lebih besar, biaya yang dikeluarkan disbanding
hasil (output) yang diperoleh. Biaya yang dikeluarkan dinotasikan dengan C
41
2.3.4 Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return adalah nilai tingkat pengembalian investasi, dihitung pada
saat NPV sama dengan nol. Keputusan menerima/menolak dilakukan berdasarkan
hasil perbandingan IRR dengan tingkat pengembalian investasi yang diinginkan
42
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada lahan tanaman padi sawah tadah hujan (Oryza
sativa L.) Kelompok Tani Rukun Tani di Desa Bumisari Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan. Desa Bumisari merupakan salah satu dari dua
puluh dua (22) desa yang ada di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.
Secara geografis batas – batas wilayah di Desa Bumisari sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Candimas
- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tanjungsari
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tanjungsari
- Sebelah Barat berbatasan dengan PTPN VII Rejosari
Areal pertanaman padi yang di teliti seluas 10 ha, sedangkan total luas seluruh
areal pertanaman padi sawah tadah hujan (Oryza sativa L.) yang ada di Desa
Bumisari seluas 25 ha. Pertanaman padi sawah tadah hujan (Oryza sativa L.) di
Desa Bumi sari dengan varietas Ciherang. Lokasi penelitian berada di titik
koordinat 520174 – 520712 mT dan 9415509 - 9415860 mU. Penelitian ini
43
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan antara lain :
1. Bor tanah : untuk pembuatan profil borring, pengambilan sampel tanah dan
deskripsi karakteristik tanah
2. Cangkul : untuk mengambil contoh sampel tanah
3. Meteran : untuk mengukur kedalaman tanah
4. Kantong plastik : untuk tempat sampel tanah
5. Kamera digital : untuk mengambil gambar yang mendukung kelengkapan
data pada lokasi penelitian
6. Buku munsell soil colour chart : digunakan untuk mengamati dan
mengetahui karakteristik tanah melalui pengamatan warna tanah
7. GPS (Global Positioning System) : untuk mengukur titik koordinat lokasi
penelitian dan titik pengambilan sampel tanah.
8. Alat-alat tulis : untuk mencatat data yang diperoleh langsung di lapangan,
dan alat-alat laboratorium untuk menganalisis tanah.
9. Alat-alat Laboratorium : digunakan untuk menganalisis sampel tanah di
laboratorium
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah contoh tanah yang diambil
dari 5 titik dengan kedalaman pengambilan sampel tanah 0 – 30 cm, serta
44
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei dengan
pendekatan evaluasi lahan secara pararel, yaitu melakukan analisis fisik
lingkungan berdasarkan kriteria fisik Djaenuddin dkk. (2000) dan analisis
kelayakan usaha budidaya tanaman padi sawah tadah hujan (Oryza sativa L.)
dengan menilai Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan
Internal Rate of Return (IRR). Pelaksanaan survei dilakukan dengan tahapan
yaitu: tahap persiapan, survei utama, dan analisis data.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu:
3.4.1 Persiapan
Pada tahap ini meliputi pengurusan perizinan penelitian, studi pustaka tentang
keadaan umum lokasi penelitian sehingga diperoleh gambaran umum tentang
lokasi penelitian, seperti peta lokasi, data iklim, karakteristik lahan dan
penggunaan lahan, penyusunan daftar pertanyaan (kuisioner).
3.4.2 Pra Survei
Pada tahap ini dilakukan peninjauan lapangan secara kasar dan penentuan titik
pengambilan contoh tanah pewakil berdasarkan keadaan lapang. Pengambilan
titik contoh tanah dilakukan menggunakan GPS. Berdasarkan pra survei
45
Gambar lahan dan titik - titik contoh tanah selengakpnya tertera pada Gambar 1
(Lampiran).
3.4.3 Pengumpulan Data 3.4.3.1Jenis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi:
(1) Data Fisik
Data fisik meliputi data fisik primer dan data fisik sekunder. Pengumpulan
data fisik primer dilakukan dengan cara observasi dan wawancara langsung
dengan petani pemilik lahan. Data yang dikumpulkan meliputi: media
perakaran (tekstur tanah, bahan kasar, kedalaman tanah), ketersediaan
oksigen (drainase), bahaya sulfidik (pirit), lereng, bahaya erosi ( lereng dan
bahaya erosi), bahaya banjir (genangan), dan penyiapan lahan ( batuan
permukaan dan batuan singkapan).
Pengumpulan data fisik sekunder diperoleh dari instansi atau lembaga yang
berhubungan dengan penelitian ini. Data yang dibutuhkan yaitu data
temperatur, ketersediaan air (curah hujan, bulan-bulan kering, dan
kelembaban udara) 10 tahun terakhir.
(2) Data Sosial Ekonomi
Pengumpulan data sosial ekonomi primer dilakukan dengan cara wawancara
kepada 10 orang petani Kelompok Tani Rukun Tani Desa Bumisari
46
selama 4 musim (2009-2010). Data yang dikumpulkan adalah biaya tetap,
biaya variabel, dan data produksi. Sedangkan, data sosial ekonomi sekunder
diperoleh dengan cara melihat suku bunga bank yang berlaku saat ini.
3.4.3.2Pengamatan lapang dan cara pengukurannya
Variabel yang diamati pada tahap pengamatan lapang meliputi: media perakaran
(drainase, bahan kasar, dan kedalaman tanah), toksisitas (salinitas), bahaya
sulfidik (kedalaman sulfidik), bahaya erosi (lereng dan bahaya erosi), bahaya
banjir (genangan), dan penyiapan lahan (batuan permukaan dan singkapan
batuan).
(1) Drainase
Drainase diamati di lapang melalui pengeboran tanah, apabila tanah
berwarna homogen tanpa bercak-bercak kuning atau karatan besi, berwarna
coklat pada lapisan sampai 120 cm berarti drainase pada tanah tersebut baik.
Sebaliknya apabila terdapat bercak-bercak kuning atau karatan besi, berwarna
kelabu, maka tanah tersebut mempunyai drainase yang buruk, pengamatan
warna tanah dilakukan dengan menggunakan munsell soil color chart.
(2) Bahan kasar
Cara pengamatan bahan kasar di lapang yaitu dengan melihat ada tidaknya
kerikil atau kerakal pada tiap lapisan tanah dengan cara pengeboran pada
tanah yang akan diteliti. Cara pengukurannya di lapang yaitu dengan
menghitung berapa persen bahan kasar yang terdapat pada lapisan tanah yang
47
(3) Kedalaman tanah
Kedalaman tanah diukur dengan melakukan pengeboran sampai
ditemukannya lapisan padas yang kontinyus yang tidak dapat ditembus oleh
akar.
(4) Toksisitas
Daerah penelitian jauh dari pantai dan tidak dipengaruhi oleh pasang surut air
laut sehingga toksisitas tidak diamati.
(5) Bahaya sulfidik
Daerah penelitian jauh dari pantai dan tidak dipengaruhi oleh pasang surut air
laut sehingga bahaya sulfidik tidak diamati.
(6) Lereng
Pengukuran lereng tidak dilakukan karena lahan penelitian termasuk daerah
persawahan yang sudah dibuat guludan sawah.
(7) Bahaya erosi
Tingkat bahaya erosi dapat dilihat berdasarkan kondisi di lapangan, yaitu
dengan memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi
alur (rill erosion), dan erosi parit (gully erosion) atau dengan memperhatikan
48
(8) Genangan
Bahaya banjir dicirikan dengan adanya genangan air yang ada di permukaan
tanah. Pengamatan dilakukan melalui wawancara kepada petani, apakah
terdapat genangan yang menutupi seluruh lahan dengan air (terendam air)
pada lahan yang akan diteliti pada saat musim hujan lebih dari 24 jam.
(9) Batu permukaan
Batu di permukaan diamati dengan melihat ada tidaknya batu-batu kecil atau
besar yang tersebar pada permukaan tanah atau lapisan olah di lokasi
penelitian, cara mengukur batu di permukaan yaitu melihat berapa persen
batu yang tersebar di atas permukaan tanah pada lokasi penelitian.
(10) Singkapan batuan
Singkapan batuan diamati dengan melihat ada tidaknya batuan-batuan besar
yang tersingkap pada lokasi penelitian. Cara mengukur batuan singkapan
yaitu dengan melihat berapa persen terdapat batuan besar yang tersingkap
dipermukaan tanah pada lokasi penelitian.
3.4.3.3Pengambilan contoh tanah
Prinsip pengambilan contoh tanah adalah tanah yang diambil harus mewakili
daerah yang diteliti. Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan metode
proposional. Contoh tanah dengan menggunakan cangkul pada 5 titik yaitu pada
kedalaman 0-30 cm. Selanjutnya 5 contoh tanah tersebut dikomposit dan
49
3.4.4 Analisis Tanah di Laboratorium
Analisis tanah di laboratorium dilakukan dengan cara menganalisis contoh tanah
yang telah diambil secara komposit dari 5 titik. Kemudian contoh tanah dikering
udarakan, lalu diayak dengan menggunakan ayakan 2 mm. Tanah yang telah
diayak dianalisis di laboratorium Ilmu Tanah Universitas Lampung untuk
mengetahui sifat fisik dan kimia tanahnya.
Sifat kimia yang dianalisi adalah pH H2O, basa-basa dapat ditukar, C-organik, dan
KTK. Sedangkan sifat fisik tanah yang dianalisis adalah tekstur tanah, dengan
metode analisis disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Metode analisis laboratorium
No Analisis Metode
1 pH H2O pH meter
2 Basa-basa dapat ditukar (Ca, Mg, Na, K) NH4OAc 1 N pH 7
3 C-organik Walkey and Black
4 KTK NH4OAc 1 N pH 7
5 Tekstur tanah Hydrometer
3.5 Analisis Data
Analisis data dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu:
3.5.1 Analisis Kualitatif
Analisis kesesuaian kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan potensi fisik
lingkungan dengan persyaratan tumbuh tanaman padi sawah tadah hujan (Oryza
sativa L.) berdasarkan kriteria Djaenuddin dkk. (2000) dengan nilai karakteristik
50
3.5.2 Analisis kuantitatif
Analisis kesesuaian lahan kuantitatif dilakukan untuk mengetahui apakah usaha
tani pada sawah tadah hujan (Oryza sativa L.) ini menguntungkan dan layak atau
tidak untuk diusahakan. Analisis dilakukan dengan menggunakan kriteria Net
Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Internal Rate of
Return (IRR).
3.5.2.1Compounding Factor (CF)
Merupakan suatu bilangan yang lebih besar dari satu yang dipakai untuk
mengalikan dan mengurangi suatu jumlah di waktu yang lalu sehingga diketahui
nilainya saat ini, dihitung dalam persen (%).
Secara matematis rumus untuk menghitung CF adalah sebagai berikut
CF = (1 + i)n Keterangan :
i = tingkat suku bunga bank yang berlaku
n = waktu
3.5.2.2 Net Present Value (NPV)
Secara matematis rumus untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut
51
Bila NVP > 0, maka usaha layak untuk dilanjutkan
Bila NVP < 0, maka usaha tidak layak untuk dilanjutkan
Bila NVP = 0, usaha dalam keadaan break even point
3.5.2.3Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
( n yang bernilai negative
Keterangan :
Bila Net B/C > 1, maka usaha layak untuk dilanjutkan
Bila Net B/C < 1, maka usaha tidak layak untuk dilanjutkan
52
3.5.2.4 Internal rate of return (IRR)
Digunakan untuk menunjukkan atau mencari suatu tingkat bunga yang
menunjukkan jumlah nilai sekarang netto (NVP) sama dengan seluruh investasi
usaha.
Rumus yang digunakan adalah :
IRR = i1 + NVP1 (i2 - i1)
NVP1 - NVP2
Keterangan :
i1 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV1
i2 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV2
NPV1 = NVP yang bernilai posotif
NPV2 = NVP yang bernilai negatif Kriteria investasi :
Bila IRR > tingkat suku bunga, maka usaha layak untuk dilanjutkan
Bila IRR < tingkat suku bunga, usaha tidak layak untuk dilanjutkan
84
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Lahan penelitian milik Kelompok Tani Rukun Tani Desa Bumisari Kecamatan
Natar Kabupaten Lampung Selatan memiliki faktor pembatas retensi hara
( S2nr )
2. Secara finansial, usaha budidaya tanaman padi sawah tadah hujan Kelompok
Tani Rukun Tani Desa Bumisari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung
Selatan dari 4 musim tanam yang diamati ( 2009 –2010) dengan luas lahan10
ha adalah menguntungkan dan layak untuk dikembangkan. Hal ini
dibuktikan dari hasil hitungan rata-rata yang menunjukkan bahwa nilai NPV
Rp 32.315.058,-. Net B/C 2,65 dan IRR 44,88 % per bulan yang nilainya
lebih besar dari tingkat suku yang berlaku saat ini yaitu 1,25 % per bulan.
5.2Saran
Lokasi penelitian memiliki kelas kelas kesesuaian lahan cukup sesuai dengan
faktor pembatas ketersediaan air, retensi hara (S2wanr), sehingga tindakan
C-85
organik yaitu dengan cara pembenaman jerami padi sawah langsung tanpa
EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF TANAMAN PADI SAWAH TADAH HUJAN (Oryza sativa L.) PADA
LAHAN KELOMPOK TANI RUKUN TANI DESA BUMISARI KECAMATAN NATAR KABUPATEN
LAMPUNG SELATAN Oleh
WIWI MAYASARI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN
Pada
Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF TANAMAN PADI SAWAH TADAH HUJAN (Oryza sativa L.) PADA
LAHAN KELOMPOK TANI RUKUN TANI DESA BUMISARI KECAMATAN NATAR KABUPATEN
LAMPUNG SELATAN ( Skripsi)
Oleh
WIWI MAYASARI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG