• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Padang Lawas dalam penyelesaian sengketa lahan (studi kasus: sengketa lahan antara PT sumatera Riang Lestari dan PT Sumatera Sylva Lestari dengan Masyarakat Adat Kecamatan Aek Nabara Barumun)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Padang Lawas dalam penyelesaian sengketa lahan (studi kasus: sengketa lahan antara PT sumatera Riang Lestari dan PT Sumatera Sylva Lestari dengan Masyarakat Adat Kecamatan Aek Nabara Barumun)"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PADANG LAWAS DALAM PENYELESAIAN SENGKETA LAHAN

(Studi Kasus: Sengketa Lahan Antara PT Sumatera Riang Lestari dan PT Sumatera Sylva Lestari dengan Masyarakat Adat Kecamatan Aek Nabara

Barumun)

Khairunnisa Simbolon 100906075

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

KHAIRUNNISA SIMBOLON (100906075)

PERAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS DALAM PENYELESAIAN SENGKETA LAHAN

(Studi Kasus: Sengketa Lahan antara PT Sumatera Riang Lestari dan PT Sumatera Sylva Lestari dengan Masyarakat Adat Kecamatan Aek Nabara Barumun

Kabupaten Padang Lawas)

ABSTRAK

Penelitian ini menguraikan peranan DPRD Padang Lawas dalam penyelesaian sengketa lahan yang terjadi antara PT Sumatera Riang Lestari dan PT Sumatera Sylva Lestari. Peranan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Padang Lawas membantu upaya penyelesaian sengketa lahan yang terjadi diantara kedua belah pihak. Langkah-langkah litigasi dan non-litigasi sudah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Padang Lawas. Dengan mengacu pada hal diatas, penelitian ini akan menguraikan langkah-langkah apa saja yang sudah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Padang Lawas dalam menyelesaikan konflik sengketa lahan di Kecamatan Aek Nabara Barumun. Lalu akan diuraikan juga kendala-kendala yang dihadapi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Padang Lawas dalam mengupayakan penyelesaian sengketa lahan di Kecamatan Aek Nabara Barumun.

Teori yang digunakan dalam menganalisa penelitian ini adalah Teori Konflik untuk melihat permasalahan konflik yang terjadi dan bagaimana konflik tersebut berpengaruh kepada masyarakat, teori penyelesaian konflik untuk melihat bagaimana syarat dan prose untuk menyelesaikan sebuah konflik. Serta Peran dan Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk melihat bagaimana sistem kerja, tugas pokok dan fungsi serta wewenang dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan metode wawancara.

(3)
(4)

UNIVERSITY OF SOUTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

KHAIRUNNISA SIMBOLON (100906075)

PADANG LAWAS LEGISLATURE’S ROLE IN THE RESOLUTION OF LAND DISPUTE

(study: Land dispute between PT Sumatera Riang Lestari and PT Sumatera Sylva Lestari with indigenous community of Aek Nabara Barumun)

ABSTRACT

This study analyze the role of Padang Lawas Legislature in land dispute that occurred between PT Sumatera Sylva Lestari and PT Sumatera Riang Lestari with people of sub-district Aek Nabara Barumun. The performed role by Padang Lawas Legislature helping resolves land dispute that occur between both sides. Litigation and non-litigation step has been conducted by Padang Lawas Legislature. With that reference, this study will describe what steps have been carried out by the legislature in resolving land dispute conflict in Aek Nabara Barumun. Then will also describe the constraints faced by the legislature in seeking the solution of land dispute conflict in Aek Nabara Barumun.

(5)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan panitia penguji skripsi Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, oleh :

Nama : Khairunnisa Simbolon Nim : 100906075

Judul : Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Padang Lawas dalam penyelesaian sengketa lahan (studi kasus: sengketa lahan antara PT sumatera Riang Lestari dan PT Sumatera Sylva Lestari dengan Masyarakat Adat Kecamatan Aek Nabara Barumun)

Dilaksanakan pada : Hari : Tanggal : Pukul : Tempat

(6)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi imi disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh

Nama : Khairunnisa Simbolon NIM : 100906075

Judul : Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Padang Lawas dalam penyelesaian sengketa lahan (studi kasus: sengketa lahan antara PT sumatera Riang Lestari dan PT Sumatera Sylva Lestari dengan Masyarakat Adat Kecamatan Aek Nabara Barumun)

Menyetujui

Ketua Departemen Ilmu Politik Dosen Pembimbing

(Dra. T. Irmayani, M.Si) (

NIP.196806301994032001 NIP. 197408062006041003 Warjio, MA, Ph.D)

Mengetahui Dekan FISIP USU

(

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan Kepada Allah SWT, karena penulis telah diberikan kesempatan, kesehatan dan kemudahan dalam menyelesaikan studi ini berupa penulisan skripsi dari hasil penelitian yang dikerjakan dari awal sampai selesai. Shalawat dan salam juga penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW karena telah memberikan teladan hidup yang baik pagi penulis.

Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemenn Ilmu Politik dan kepada bapak Drs. P. Antonius Sitepu selaku Sekretaris Departemen Ilmu Politik. Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak Warjio, MA, Ph.D, selaku dosen pembimbing yang telah banyak sekali memberikan bantuan berupa masukan, kritik dan motivasi yang membangun pagi penulis.

Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dekan Prof. Dr. Badaruddin M.Si sertra seluruh dosen dan staf pengajar Departemen Ilmu Politik yang telah banyak membantu penulis selama menjalani masa perkulian di Departemen Ilmu Politik.

(8)

Bupati Kabupaten Padang Lawas drg. Zarnawi Ahmad Pasaribu, karena telah memberikan izin dan bantuan penelitian kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan karya ilmiah ini. Beserta seluruh jajaran staf Pemerintahan Padang Lawas yang juga telah membantu penulis dalam tahap pencarian data.

Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Padang Lawas yang merupakan objek penelitian penulis. Tak lupa kepada seluruh lapisan masyarakat Kecamatan Aek Nabara Barumun, Camat, Kepala Desa dan tokoh-tokoh masyarakat adat Kecamatan Aek Nabara Barumun. Atas bantuan mereka-mereka yang bersedia di wawancara lah maka skripsi ini bisa diselesaikan sesuai dengan harapan penulis. Terimakasih telah meluangkan waktunya dan memberikan informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga Allah membalas semua kebaikan yang telah diberikan dengan pahala yang berlipat ganda.

(9)

Mhd. Rasoki Saut Hasian Simbolon, terimakasih untuk segala tawa dan hiburan yang kalian berikan disaat-saat tersulit penulis.

Untuk teman-teman seperjuangan di Ilmu Politik angkatan 2010, Ruth, Sarah, Frans, Albert, Samuel, dan yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Juga untuk teman-teman diluar perkuliahan, Evi, Saima, Fatiya dan Lili.

Terakhir Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh narasumber yang telah membantu penyelesaian skripsi ini dan meluangkan waktunya untuk diwawancara oleh penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan kelemahan. Tetapi dengan segala kekurangannya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2014

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ...

Abstrak ... i

Abstract ... iii

Halaman Pengesahan ... v

Halaman Persetujuan ... vi

Lembar Persembahan ... vii

Kata Pengantar ... viii

Daftar Isi ... xi

Daftar tabel ... xiii

Daftar Gambar ... xuv BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Pembatasan Masalah ... 11

D. Tujuan Penelitian ... 12

E. Manfaat Penelitian ... 13

F. Kerangka Teori... 14

F.1 Peran dan Fungsi Lembaga Perwakilan ... 14

F.2 Teori Konflik ... 17

F.3 Pengaturan Konflik ... 20

G. Metode Penelitian ... 23

G.1 Jenis Penelitian ... 23

G.2 Lokasi Penelitian ... 24

G.3 Jenis dan Sumber Data ... 24

G.4 Teknik Pengumpulan Data ... 25

(11)

H. Sistematika Penulisan ... 27

BAB II Deskripsi Objek Penelitian dan Gambaran Sengketa Lahan antara PT SRL dan PT SSL dengan Masyarakat Adat Kecamatan Aek Nabara Barumun A. Profil Pihak yang Bersengketa ... 29

A.1 Profil Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Padang Lawas ... 29

A.2 Profil PT Sumatera Riang Lestari dan PT Sumatera Sylva Lestari ... 36

A.3 Profil Kecamatan Aek Nabara Barumun ... 41

B. Sejarah dan Perkembangan Konflik ... 43

B.1 Sejarah Konflik ... 43

B.2 Perkembangan Konflik ... 46

BAB III Peran Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Padang Lawas dalam Penyelesaian Sengketa Lahan antara PT SRL dan PT SSL dengan Masyarakat Adat Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas A. Peran DPRD dalam Penyelesaian Sengketa Lahan antara PT SRL dan PT SSL dengan Masyarakat Adat Kecamatan Aek Nabara Barumun ... 50

B. Kendala DPRD Padang Lawas dalam Penyelesaian Sengketa Lahan antara PT SRL dan PT SSL dengan Masyarakat Adat Kecamatan Aek Nabara Barumun ... 69

BAB IV Penutup A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 84

(12)

Lampiran 1: Pedoman Wawancara dengan Masyarakat Adat Kecamatan Aek Nabara Barumun

Lampiran 2: Pedoman Wawancara dengan Camat Aek Nabara Barumun Lampiran 3: Pedoman Wawancara dengan Anggota DPRD Padang Lawas Lampiran 4: Lembar Disposisi DPRD Kabupaten Padang Lawas (bukti

pengaduan masyarakat ke DPRD Padang Lawas) Lampiran 5: Bagan Organisasi DPRD Kabupaten Padang Lawas

Lampiran 6: Transkrip Klarifikasi atas Pertanyaan Pansus DPRD Padang Lawas kepada PT SSL

Lampiran 7: Transkrip Klarifikasi atas Pertanyaan Pansus DPRD Padang Lawas kepada PT SRL

Lampiran 8: Notulen Rapat DPRD Padang Lawas (Rapat dengar pendapat tentang permasalahan PT SRL dengan masyarakat 22 desa di Kabupaten Padang Lawas)

Lampiran 9: Rekapitulasi Laporan Bulanan Kependudukan Kecamatan Aek Nabara Barumun Bulan Mei 2014

Lampiran 10: Keputusan Bupati Padang Lawas (Susunan Tim Pengawasan Bersama antara Pemerintah Kabupaten Padang Lawas, Muspida Tapanuli Selatan dan masyarakat Padang Lawas terhadap PT SRL/PT SSL di Kabupaten Padang Lawas Sumatera Utara)

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.2 Jumlah Kasus Sengketa Konflik Perkara Pertanahan

Nasional se Indonesia ... 5 Tabel 2.1 Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kayu (IUPHHHK)

pada Hutan Tanaman... 38 Tabal 2.2 Nama Desa, Luas Wilayah, dan Jumlah Penduduk

Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Data Sebaran Spasial Hutan Tanaman Industri berdasarkan

IUPHHHK/HTI/HR per Desemver 2010 ... 39 Gambar 2.2 Aksi Demonstrasi Warga Kecamatan Aek Nabara Barumun

di DPRD Padang Lawas ... 47 Gambar 2.3 Masyarakat Aek Nabara Barumun demonstrasi dan

Melakukan Aksi Jahit Mulut di DPRD Sumatera Utara ... 48 Gambar 3.1 Alur Penerimaan Pengaduan Masyarakat dan Respon dari

(15)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

KHAIRUNNISA SIMBOLON (100906075)

PERAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS DALAM PENYELESAIAN SENGKETA LAHAN

(Studi Kasus: Sengketa Lahan antara PT Sumatera Riang Lestari dan PT Sumatera Sylva Lestari dengan Masyarakat Adat Kecamatan Aek Nabara Barumun

Kabupaten Padang Lawas)

ABSTRAK

Penelitian ini menguraikan peranan DPRD Padang Lawas dalam penyelesaian sengketa lahan yang terjadi antara PT Sumatera Riang Lestari dan PT Sumatera Sylva Lestari. Peranan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Padang Lawas membantu upaya penyelesaian sengketa lahan yang terjadi diantara kedua belah pihak. Langkah-langkah litigasi dan non-litigasi sudah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Padang Lawas. Dengan mengacu pada hal diatas, penelitian ini akan menguraikan langkah-langkah apa saja yang sudah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Padang Lawas dalam menyelesaikan konflik sengketa lahan di Kecamatan Aek Nabara Barumun. Lalu akan diuraikan juga kendala-kendala yang dihadapi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Padang Lawas dalam mengupayakan penyelesaian sengketa lahan di Kecamatan Aek Nabara Barumun.

Teori yang digunakan dalam menganalisa penelitian ini adalah Teori Konflik untuk melihat permasalahan konflik yang terjadi dan bagaimana konflik tersebut berpengaruh kepada masyarakat, teori penyelesaian konflik untuk melihat bagaimana syarat dan prose untuk menyelesaikan sebuah konflik. Serta Peran dan Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk melihat bagaimana sistem kerja, tugas pokok dan fungsi serta wewenang dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan metode wawancara.

(16)
(17)

UNIVERSITY OF SOUTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

KHAIRUNNISA SIMBOLON (100906075)

PADANG LAWAS LEGISLATURE’S ROLE IN THE RESOLUTION OF LAND DISPUTE

(study: Land dispute between PT Sumatera Riang Lestari and PT Sumatera Sylva Lestari with indigenous community of Aek Nabara Barumun)

ABSTRACT

This study analyze the role of Padang Lawas Legislature in land dispute that occurred between PT Sumatera Sylva Lestari and PT Sumatera Riang Lestari with people of sub-district Aek Nabara Barumun. The performed role by Padang Lawas Legislature helping resolves land dispute that occur between both sides. Litigation and non-litigation step has been conducted by Padang Lawas Legislature. With that reference, this study will describe what steps have been carried out by the legislature in resolving land dispute conflict in Aek Nabara Barumun. Then will also describe the constraints faced by the legislature in seeking the solution of land dispute conflict in Aek Nabara Barumun.

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Konflik merupakan gejala sosial yang serba hadir dalam kehidupan sosial, sehingga konflik bersifat inheren. Artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu dalam kehidupan umat manusia. Konflik dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Pada dasarnya, masyarakat merupakan arena konflik atau wadah pertentangan dan integrasi yang eternal atau senantiasa berlangsung. Banyak hal yang mendorong terjadinya konflik itu sendiri dalam kehidupan bermasyarakat, seperti adanya persamaan dan perbedaan kepentingan sosial. Di dalam setiap kehidupan sosial tidak ada satupun manusia yang memiliki kesamaan yang sama persis, baik dari unsur etnis, kepentingan, kemauan, kehendak, tujuan dan sebagainya.1

Terdapat beberapa istilah yang sering disamakan dengan kata sengketa, yaitu kasus, masalah dan konflik. Penyeragaman pemahaman diperlukan untuk tidak menimbulkan perbedaan penafsiran. Rusmadi Murad mengatakan bahwa kasus pertanahan terdiri dari masalah pertanahan dan sengketa pertanahan. Masalah pertanahan terdiri dari masalah pertanahan dan sengketa pertanahan. Masalah pertanahan adalah lebih bersifat teknis yang penyelesaiannya cukup melalui petunjuk teknis kepada aparat pelaksana berdasarkan kebijaksanaan dan

1

(19)

peraturan-peraturan yang berlaku, sedangkan sengketa pertanahan adalah perselisihan yang terjadi antara dua pihak atau lebih karena merasa diganggu hak dan penguasaan tanahnya yang diselesaikan melalui musyawarah atau pengadilan.2

Sengketa tanah atau perkebunan di Indonesia sendiri bukanlah hal yang baru lagi. Hal itu sudah sejak ada sejak zaman penjajahan Belanda. Pada masa itu pusat konflik terjadi antara sultan atau raja-raja penguasa dengan penduduk setempat dan juga dengan penguasa kolonial yang berusaha memperoleh hak guna dari tanah tersebut. Dimasa penjajahan Belanda telah terjadi “perkosaan” terhadap hak-hak rakyat atas tanah yang dikenal dengan pernyataan domein (domein

Vorklaring). Hal ini sangat merugikan serta melanggar hak-hak rakyat atas tanah yang bersumber pada hukum adat yang tidak tertulis.

Menurut Kepala Badan Pertanahan Nasional No 1 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan, yang dimaksud dengan sengketa adalah perbedaan pendapat mengenai keabsahan suatu hak, pemberian hak atas tanah dan pendaftaran hak atas tanah termasuk peralihan dan penerbitan tanda bukti haknya antara pihak-pihak yang berkepentingan serta antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan instansi Badan Pertanahan Nasional.

3

2

Rusmadi Murad. 1991. Penyelesaian Sengketa Hukum Hak Atas Tanah. Bandung: Alumni.hal 2. 3

Budi Darsono. 1999. Hukum Agraria Indonesia: Sejarah dan Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria danPelaksanaannya. Jakarta: Penerbit Djembatan, hal 44

(20)

bahwa salah satu penyebab atau pemicunya adalah pernyataan Presiden Abdurrahman Wahid yang mengatakan bahwa PT Perkebunan (PTP) sepatutnya merelakan 40% tanah yang dikuasainya untuk dikembalikan kepada rakyat karena menurut beliau banyak tanah yang dikuasai PT Perkebunan (PTP) sesungguhnya adalah milik masyarakat yang diambil tanpa dibayar.4

Memasuki era Otonomi Daerah terdapat nuansa baru konflik tanah perkebunan di mana terjadi konflik terselubung antara pengusaha perkebunan dengan pemerintah daerah. Secara umum konflik terjadi karena adanya permintaan atau instruksi dari pemerintah daerah agar pihak perkebunan melepaskan sebagian areal Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahaan tersebut untuk kepentingan dan kepentingan sosial dan beberapa pemerintah daerah yang merekomendasikan agar tidak diluluskannya perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan tersebut dengan berbagai alasan.5

Mingguan Sinar Tani memberikan data bahwa konflik lahan perkebunan di Indonesia mencapai 482 kasus dengan total areal 328.00 ha, di mana 323 kasus terdapat di areal Perkebunan Besar Negara (PT Perkebunan Nusantara (persero) I sampai IV) dengan luas areal 185.000 ha. Kasus terbesar terjadi di Provinsi Sumatera Utara yaitu sebesar 290 kasus, 279 kasus di Perkebunan Besar Negara dan 11 kasus di Perkebunan Besar Swasta.6

4

Kompas, “Kembalikan 40 persen Tanah PTP pada Rakyat” Rabu, 24 Mei 2000. 5

J. sembiring.2009.“Konflik Tanah Perkebunan di Indonesia”. Jurnal Hukum. No. 3 Vol. 16 Juli 2009. hal 341-342

6

(21)
[image:21.595.108.516.279.442.2]

Sementara itu pihak Badan Pertanahan Nasional merilis data jumlah kasus sengketa konflik perkara pertanahan nasional, yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.2

Jumlah Kasus Sengketa Konflik Perkara Pertanahan Nasional

JENIS JUMLAH

Kasus 4.223 kasus

Selesai 2.014 kasus

Sisa 2.209 kasus

k-1 820 kasus

k-2 93 kasus

k-3 793 kasus

k-4 504 kasus

k-5 176 kasus

Sumber: Badan Pertanahan Nasional

Keterangan:

1. Kriteria 1 (K1) : penerbitan surat pemberitahuan penyelesaian kasus pertanahan dan pemberitahuan kepada semua pihak yang bersengketa. 2. Kriteria 2 (K2) : penerbitan Surat Keputusan tentang pemberian hak atas

(22)

3. Kriteria 3 (K3) : Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang ditindaklanjuti mediasi oleh BPN sampai pada kesepakatan berdamai atau kesepakatan yang lain disetujui oleh pihak yang bersengketa.

4. Kriteria 4 (K4) : Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang intinya menyatakan bahwa penyelesaian kasus pertanahan akan melalui proses perkara di pengadilan.

5. Kriteria 5 (K5) : Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang menyatakan bahwa penyelesaian kasus pertanahan yang telah ditangani bukan termasuk kewenangan BPN dan dipersilakan untuk diselesaikan melalui instansi lain.7

Selain itu menurut Ditjen Perkebunan sepanjang tahun 1999 kerugian Negara akibat konflik sosial di sekitar lokasi perkebunan mencapai Rp. 3 trilyun. Konflik tersebut adalah konflik antara pengusaha besar, baik yang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta dengan masyarakat di sekitar perkebunan.

Sengketa lahan juga menempati angka tertinggi dalam kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Berdasarkan laporan tahunan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) tahun 2010 tercatat pengaduan kasus sengketa lahan mencapai 819 kasus. Sementara periode September 2007 hingga

7Peraturan Penanganan dan Penyelesaian Konflik Pertanahan dengan Prinsip Win-Win Solution oleh Badan

(23)

September 2008, pengaduan pelanggaran hak atas tanah menempati peringkat kedua dengan 692 kasus.8

Berbagai sengketa lahan yang terjadi seringkali menimbulkan banyak korban jiwa, selain juga harta benda yang tak terhitung nilainya. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat sebanyak 23 petani dan penggarap lahan tewas akibat konflik kepemilikan tanah sepanjang 2007-2010. Selain korban tewas terdapat 668 petani menjadi korban kriminalisasi. Sengketa lahan juga mengakibatkan 82.726 ke luarga tergusur dari tanah mereka. Total konflik 2007-2010 mencapai 185 kasus. Sejak tahun 2004 setidaknya sudah 189 petani yang meninggal akibat kekerasan yang dialami karena tersangkut konflik agrarian. Sebanyak 22 petani di antaranya meninggal pada tahun 2011 karena tindakan represif keamanan. Sekitar 33.000 desa juga rusak karena konflik agrarian.9

Berdasarkan uraian dan deskripsi dari tabel di atas dapat kita lihat bagaimana besarnya jumlah konflik yang terjadi di Indonesia dan juga seberapa besar konflik tersebut berdampak kepada masyarakat dan Negara. Konflik yang telah terjadi selama berabad-abad sebenarnya di setiap masanya menunjukkan gejala yang hampir sama, yaitu tuntutan pengembalian hak rakyat atas tanah perkebunan karena diklaim tanah tersebut diperoleh pihak perkebunan dengan cara merampas ataupun dalam kasus lain berupa pemenuhan pembayaran nilai ganti rugi (tanah) yang dianggap terlalu kecil. Tuntutan-tuntutan tersebut diikuti

8

Dian Cahyaningrum. 2012. ”Permasalahan Hukum Konflik Lahan”. Jurnal Hukum. Edisi 4 tahun 2012, hal 1 9

(24)

dengan okupasi tanah oleh masyarakat (termasuk penjarahan). Di samping pendudukan/okupasi juga terjadi penjarahan produksi yang meliputi luas 246.891 ha dengan volume 876.230 ton dengan perkiraan nilai kerugian sebesar ± Rp. 46,5 milyar.

Uraian di atas juga menimbulkan pertanyaan-pertanyaan mengenai upaya-upaya penyelesaian yang harus ditempuh, baik oleh pemerintah maupun para pembuat kebijakan sektor perkebunan. Upaya penyelesaian konflik yang sudah banyak dilakukan pada masa sebelum reformasi umumnya dilakukan secara represif tetapi ada juga dengan cara memperbarui kontrak yang dimaksudkan untuk memberikan perlindungan yang lebih terhadap hak-hak rakyat atas tanah. Upaya-upaya non-litigasi dan tidak represif mulai dilakukan pemerintah setelah era reformasi. Upaya non-litigasi dilakukan dengan dimediasi oleh Pemerintah Daerah setempat yang melibatkan pihak-pihak lain yang dianggap berkompeten dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Pihak-pihak tersebut di antaranya adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Komando Distrik Militer (KODIM) dan Kepolisian, serta pihak-pihak pendukung kelompok masyarakat penuntut.

(25)

masyarakat Sumatera Utara juga menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian dan perkebunan.

Salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang terkenal rawan konflik sengketa lahan adalah Kabupaten Padang Lawas. Kabupaten Padang Lawas yang memiliki luas ± 4.313, 95 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2005 berjumlah 311.631 jiwa terdiri atas 12 kecamatan. Sektor dominan dalam mendukung perekonomian masyarakat di Padang Lawas yaitu sektor perkebunan, baik itu perkebunan kopi, kakao, kelapa dan yang paling menjadi primadona adalah karet maupun kelapa sawit.10

Salah satu pihak yang turut serta dalam mengupayakan penyelesaian konflik antara kedua pihak tersebut adalah DPRD Kabupaten Padang Lawas.

Sektor perkebunan inilah yang sering sekali menimbulkan konflik di Padang Lawas. Tercatat beberapa kasus yang sering muncul di media lokal maupun nasional, seperti kasus register 40, kasus PT Sumatera Riang Lestari (SRL) dan PT Sumatera Silva Lestari (SSL) dengan masyarakat Tobing Tinggi, dan kasus PT Sumatera Riang Lestari (SRL) dan PT Sumatera Silva Lestari (SSL) dengan masyarakat Aek Nabara Barumun. Di antara konflik-konflik tersebut ada yang sudah bisa diselesaikan baik dengan jalan damai maupun melalui lembaga peradilan. Salah satunya adalah kasus yang terjadi antara PT SRL dan PT SSL dengan masyarakat adat Kecamatan Aek Nabara Barumun.

10

(26)

Dalam hal ini, DPRD Kabupaten Padang Lawas mengupayakan usaha-usaha non-litigasi untuk menyelesaikan konflik tersebut. Peran DPRD Padang Lawas sangat penting bagi penyelesaian konflik ini, terutama bagi pihak masyarakat adat Kecamatan Aek Nabara Barumun karena mereka bisa menyampaikan kepentingan-kepentingan mereka kepada para wakil rakyat tersebut. Beberapa kali masyarakat dari daerah tersebut mengadakan aksi unjuk rasa ke kantor DPRD Kabupaten Padang Lawas untuk menyampaikan aspirasi mereka.

Upaya non-litigasi yang sudah dilakukan meliputi usaha-usaha melalui mediasi dengan menjadi mediator antara kedua pihak yang bersengketa, mengusahakan terbentuknya Peraturan Daerah yang akan mengurangi konflik dan sebagainya. Sedangkan upaya-upaya litigasi yang dilakukan adalah dengan mendampingi masyarakat yang terlibat konflik dalam mengajukan tuntutan ke pengadilan dan mengupayakan penyelesaian konflik melalui lembaga hukum. Selain itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah juga meminta jaminan dari pihak kepolisian setempat untuk tidak melakukan tindakan represif dalam menangani konflik tersebut. Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelesaian konflik ini menjadi sangat penting karena mereka adalah representasi dari rakyat. Rakyat yang telah memilih mereka sehingga mereka berkewajiban untuk mendengarkan aspirasi dari konstituen mereka.

(27)

sekarang masih berlangsung. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka penulis tertarik untuk melalukan penelitian mengenai bagaimana peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Padang Lawas dalam menyelesaikan konflik sengketa lahan yang terjadi di Kabupaten Padang Lawas.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang akan menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini adalah :

1. Apa peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Padang Lawas dalam penyelesaian sengketa pertanahan antara PT Sumatera Riang Lestari (SRL) dan PT Sumatera Silva Lestari SSL) dengan masyarakat adat Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas?

2. Apa saja kendala Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Padang Lawas dalam penyelesaian sengketa pertanahan antara PT Sumatera Riang Lestari dan PT Sumatera Silva Lestari dengan masyarakat adat Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas?

C. Pembatasan Masalah

(28)

lingkup masalah penelitian.11

1. Objek penelitian. Karena sudah banyak pihak yang mencoba turun tangan dalam penyelesaian sengketa pertanahan antara PT Sumatera Riang Lestari (SRL) dan PT Sumatera Silva Lestari (SSL) dengan masyarakat adat Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas, di antaranya dari pihak eksekutif Kabupaten Padang Lawas, dari Kementrian Kehutanan dan juga dari beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Akan tetapi, yang akan dibahas dalam penelitian ini hanya peran anggota DPRD Padang Lawas saja.

Adapun yang menjadi pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah :

2. Pihak DPRD Padang Lawas yang akan diteliti juga dibatasi pada Komisi yang mengurusi permasalahan konflik saja, yaitu Komisi A dan Komisi B.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari sebuah penelitian adalah pernyataan mengenai apa yang hendak kita capai dari penelitian tersebut.12

1. Untuk mengetahui apa peran anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Padang Lawas dalam penyelesaian konflik sengketa pertanahan antara PT Sumatera Riang Lestari (SRL) dan PT Sumatera Silva Lestari dengan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

11

Prof. Dr. Husaini Usman, Mpd., M.T. dan Purnomo setiady Akbar, M.Pd. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hal. 24

12

(29)

masyarakat adat Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas.

2. Untuk mengetahui apa saja kendala yang muncul dalam upaya penyelesaian konflik sengketa pertanahan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Padang Lawas pada konflik sengketa lahan antara PT Sumatera Riang Lestari (SRL) dan PT Sumatera Silva Lestari (SSL) dengan masyarakat adat Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dalam penelitian ini adalah :

1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan menjadi sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama mengikuti perkuliahan. Selain itu juga bermanfaat untuk mengasah kemampuan penulis dalam membuat karya ilmiah dan menambah cakrawala berpikir mengenai konflik pertanahan.

2. Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan menambah wawasan berpikir dan khasanah ilmu politik khususnya ilmu yang terkait dengan permasalahan peran legislatif dan juga permasalahan konflik pertanahan. 3. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

(30)

F. Kerangka Teori

F.1 Peran dan Fungsi Lembaga Perwakilan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi (DPRD) adalah sebuah Lembaga Perwakilan Rakyat di daerah yang terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum (Pemilu) yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan umum. DPRD juga berkedudukan sebagai Lembaga Pemerintahan Daerah yang memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. DPRD berada di setiap daerah Indonesia. Anggota DPRD berjumlah 35-100 orang. Masa jabatan anggota DPRD adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPRD yang baru mengucapkan sumpah/janji. DPRD merupakan mitra kerja gubernur/bupati/walikota (eksekutif). Sejak diberlakukannya UU Nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah, Gubernur tidak lagi bertanggung jawab kepada DPRD, karena dipilih langsung oleh rakyat melalui Pilkada.

Penyelenggaraan pemerintah di daerah adalah pemerintah daerah dan bersama dengan DPRD. DPRD bukan merupakan badan legislatif di daerah. Hal ini karena Indonesia adalah negara kesatuan yang monosentris terdiri hanya satu negara, satu pemerintahan, satu kepala negara dan satu badan legislatif yang berlaku bagi seluruh warga negara yang bersangkutan. Dalam melakukan aktifitas ke luar maupun ke dalam, diurus oleh satu pemerintahan yang merupakan langkah kesatuan, baik pemerintah pusat maupun daerah.13

13

(31)

Lembaga perwakilan yang disebut parlemen umumnya mempunyai lima fungsi, yaitu:

1. Fungsi perundang-undangan (legislasi), yang dimaksud dengan fungsi perundang-undangan adalah membentuk undang-undang biasa, seperti: a. Undang-undang biasa seperti Undang-undang pajak dan

peraturan-peraturan daerah

b. Undang-undang tentang anggaran pendapatan belanja negara/daerah (APBN/D)

2. Fungsi pengawasan (oversight) adalah fungsi yang dijalankan oleh parlemen untuk mengawasi eksekutif, agar berfungsi menurut undang-undang yang dibentuk oleh parlemen. Dalam hal ini badan legislatif melakukan fungsi pengawasan atas pelaksanaan undang-undang, pelaksanaan anggaran pendapatan belanja daerah dan kebijakan pemerintah.

Untuk melaksanakan fungsi ini parlemen diberi beberapa hal antara lain :

a. Hak bertanya, anggota legislatif berhak mengajukan pertanyaan tertulis kepada pemerintah mengenai sesuatu hal.

b. Hak interpelasi, hak meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan di suatu bidang.

c. Hak angket, hak anggota badan legislatif untuk mengadakan penyelidikan sendiri. Untuk keperluan ini dapat dibentuk suatu panitia angket yang melaporkan hasil penyelidikannya kepada anggota badan legislatif lainnya, yang selanjutnya merumuskan pendapatnya mengenai soal ini, dengan harapan agar diperhatikan oleh pemerintah

d. Hak mengajukan memorandum, fungsi badan ini memberikan persetujuan hubungan diplomasi, selain itu bentuk komunikasi yang berisi saran, arahan dan penerangan kepada badan eksekutif e. Hak inisiatif, hak untuk mengajukan rancangan undang-undang f. Hak amandemen, hak untuk mengadakan perubahan

undang-undang

g. Hak Soepena, mengajukan jabatan publik

h. Hak protokoler, hak untuk mendapatkan mobil dinas dan fasilitas lainnya

i. Hak resolusi, hak menyatakan pendapat

j. Hak impeachment, hak untuk menuntut pertanggungjawaban

k. Hak imunitas, hak atas kekebalan hukum

l. Hak mosi, umumnya dipergunakan dalam sistem parlementer, biasanya pernyataan mosi tidak percaya legislatif kepada pemerintah.

m. Hak mosi dukungan, fungsi pemberian dukungan

3. Hak budgetary, badan ini berwenang mengajukan rancangan anggaran

(32)

4. Hak representative (sarana pendidikan politik), rakyat dididik untuk mengetahui persoalan yang menyangkut kepentingan umum melalui pembahasan dan pembicaraan tentang kebijakan yang dilakukan oleh lembaga perwakilan yang dimuat baik dan diulas oleh media massa, rakyat mengikuti persoalan yang menyangkut kepentingan umum dan menilai menurut kemampuan masing-masing sehingga secara tidak langsung mereka dididik menjadi warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya.

5. Hak institusional, hak untuk mendengarkan pengaduan-pengaduan masyarakat terhadap parlemen, seperti para demonstran yang ingin menemui anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD).14

Sedangkan menurut Undang-undang No 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah DPRD kabupaten/kota merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota. Mengenai tugas dan fungsi dewan perwakilan rakyat daerah juga disebutkan dalam beberapa pasal di antaranya adalah:

DPRD kabupaten/kota mempunyai fungsi: a. Legislasi

b. Anggaran c. Pengawasan.

Ketiga fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan dalam kerangka representasi rakyat di kabupaten/kota.

DPRD kabupaten/kota mempunyai tugas dan wewenang:

a. Membentuk peraturan daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota. b. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah

mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota yang diajukan oleh bupati/walikota.

c. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota.

14

Toni Andrianus Pito, dkk. 2006. Mengenal Teori-Teori Politik: dari Sistem Politik Sampai Korupsi.

(33)

d. Mengusulkan pengangkatan dan/atau pemberhentian bupati/walikota dan/atau wakil bupati/wakil walikota kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian.

e. Memilih wakil bupati/wakil walikota dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil bupati/wakil walikota.

f. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota terhadap rencana perjanjian internasional di daerah.

g. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.

h. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupati/walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.

i. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.

j. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

k. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.15

Terlepas dari kepastianya bertindak sebagai utusan, wali, politik, kesatuan dan penggolongan, tetapi yang paling pokok pada dasarnya adalah adanya kesadaran tanggungjawab dan komitmen dari setiap sang wakil untuk tetap memperjuangkan dan berpihak kepada kepentingan rakyat banyak. Tanggungjawab tersebut mengandung tiga macam kewajiban, yaitu:

1. Kewajiban untuk berpartisipasi dalam pembahasan dan pegawasan politik dan kebijaksanaan nasional.

2. Kewajiban untuk menjelaskan kepada para warga negara mengenai kegiatan-kegiatan sendiri dan kegiatan badan perwakilan rakyat. 3. Kewajiban untuk memberikan bantuan dan nasihat kepada para warga

negara.16

15

Lihat Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis

(34)

F.2 Teori Konflik

Karl Max mempunyai pandangan bahwa masyarakat terdiri dari dua kelas yang didasarkan pada kepemilikan sarana dan alat produksi, atau properti, yaitu kelas borjuis dan proletar. Kelas borjuis adalah kelompok yang memiliki sarana dan alat produksi yaitu perusahaan sebagai modal dalam usaha. Kelas proletar adalah kelas yang tidak memiliki sarana dan alat produksi sehingga dalam pemenuhan akan kebutuhan ekonominya tidak lain hanyalah menjual tenaganya. Menurut Marx, masyarakat terintegrasi karena adanya struktur kelas di mana kelas borjuis menggunakan Negara dan hukum untuk mendominasi kelas proletar. Konflik antarkelas sosial terjadi melalui proses produksi sebagai salah satu kegiatan ekonomi di mana di dalam proses produksi terjadi kegiatan pengeksploitasian terhadap kelompok proletar oleh kelompok borjuis. Ketimpangan sosial yang terjadi antara kelas proletar dan borjuis tersebut memicu munculnya gerakan perlawanan dari pihak yang merasa dirugikan, yaitu kelas proletar, yang pada akhirnya akan berujung pada konflik antarkelas sosial.17

Sementara itu Ralf Dahrendorf mengatakan bahwa masyarakat terbagi dalam dua kelas atas dasar kepemilikan kewenangan (authority) yaitu kelas yang memiliki kewenangan (dominan) dengan kelas yang tidak memiliki kewenangan (subjeksi). Menurut teori konflik yang dikemukakan oleh Dahrendorf ini,

16

Juanda. 2004. Hukum Pemerintahan Daerah: Pasang Surut Hubungan Kewenangan antara

DPRD dan Kepala Daerah. Bandung: Alumni, hal 199

17

(35)

masyarakat terintegrasi karena adanya kelompok kepentingan dominan yang menguasai masyarakat banyak. Dalam setiap kehidupan bermasyarakat selalu ada asosiasi seperti Negara, industri, partai, agama, klub-klub dan sebagainya. Dalam setiap asosiasi akan selalu ada dua kelas tersebut, yaitu yang menjadi pihak dominan dan pihak subjeksi. Dengan demikian, jika dalam kehidupan sosial terdapat 100 asosiasi, pasti akan terdapat 200 kelas sosial. Semakin banyaknya kelas sosial dalam masyarakat akan semakin rentan terhadap konflik antar kelas.

Meskipun tidak ada defenisi tunggal mengenai pengertian konflik, sebagian besar defenisi melibatkan faktor-faktor seperti setidaknya ada dua kelompok yang berbeda dan masing-masing independen, masing-masing kelompok tersebut melihat beberapa ketidakcocokan antara mereka sehingga masing-masing kelompok tersebut berinteraksi dalam beberapa cara. Ketidakcocokan tersebut bisa muncul dari hal-hal seperti adanya pihak yang merasakan bahwa kepentingannya sedang ditentang atau diancam oleh pihak lain dan proses interaktif yang tercipta justeru terwujud dalam bentuk ketidakcocokan, perselisihan atau disonansi dalam sebuah entitas sosial.18

1. Sistem sosial terdiri dari unsur-unsur atau kelompok-kelompok yang saling berhubungan satu sama lain.

Jonathan Turner membagi Sembilan tahapan menuju konflik terbuka, yaitu:

18

(36)

2. Di dalam unit-unit atau kelompok-kelompok itu terdapat ketidakseimbangan pembagian kekuasaan atau sumber-sumber penghasilan.

3. Unit-unit atau kelompok-kelompok yang tidak berkuasa atau tidak mendapat bagian dari sumber-sumber penghasilan mulai mempertanyakan legitimasi sistem tersebut.

4. Pertanyaan atas legitimasi itu membawa mereka pada kesadaran bahwa mereka harus mengubah sistem alokasi kekuasaan atau sumber-sumber penghasilan itu demi kepentingan mereka.

5. Kesadaran itu menyebabkan mereka secara emosional terpancing untuk marah.

6. Kemarahan itu sering kali meledak begitu saja atas cara yang tidak terorganisasi.

7. Keadaan yang demikian menyebabkan mereka semakin tegang.

8. Ketegangan yang semakin hebat menyebabkan mereka mencari jalan untuk mengorganisir diri guna melawan kelompok yang berkuasa.

9. Akhirnya konflik terbuka bisa terjadi antara kelompok yang berkuasa dan tidak berkuasa. Tingkatan kekerasan dalam konflik sangat bergantung kepada kemampuan masing-masing pihak untuk mendefenisikan kembali kepentingan mereka secara objektif atau kemampuan masing-masing pihak untuk menanggapi, mengatur, dan mengontrol konflik itu.19

19

(37)

Dalam kesembilan tahapan tersebut, Turner merumuskan kembali proses terjadinya konflik dalam sebuah sistem sosial atau masyarakat. Pada akhirnya, konflik yang terbuka antara kelompok-kelompok yang bertikai sangat bergantung kepada kemampuan masing-masing pihak untuk mendefenisikan kepentingan mereka secara objektif dan untuk menangani, mengatur dan mengontrol kelompok itu.

F.3 Pengaturan Konflik

Antara kehidupan sosial dan konflik merupakan gejala yang tidak dapat dipisahkan antara satu dan lainnya sehingga dalam setiap kehidupan sosial akan tercipta pola-pola “hukum kekekalan konflik”. Artinya konflik tidak dapat diciptakan dalam kehidupan sosial dan juga tidak dapat dimusnahkan. Asumsi ini dilandasi oleh kenyataan bahwa konflik merupakan gejala yang serba hadir dan melekat dalam setiap kehidupan sosial sehingga melenyapkan konflik berarti melenyapkan kehidupan sosial itu sendiri.20

Konflik sosial tidak dapat dimusnahkan melainkan dapat diatur (conflict

configuration), sehingga setiap konflik tidak berlangsung dalam bentuk

kekerasan. Dalam mekanisme ini, Ralf Dahrendorf melihat proses konflik dari segi intensitas dan sarana yang digunakan dalam konflik itu sendiri. Intensitas diartikan sebagai tingkat keterlibatan kontestan konflik yang di dalamnya terdapat waktu, tenaga, dana, dan pikiran. Adapun kekerasan (violence) diartikan sebagai sarana yang digunakan oleh pihak-pihak yang terlibat konflik (kontestan konflik)

20

(38)

dalam memperjuangkan kepentingannya. Berangkat dari asumsi ini, maka dapat dikatakan bahwa konflik tidak dapat diselesaikan, artinya konflik akan menjadi pertentangan antara tesis dan antithesis yang akan menghasilkan sintesis. Namun pada gilirannya, sintesis ini akan menjadi tesis kembali yang menghadapi antitesis sehingga melalui mekanisme pengaturan konflik yang berupa konsoliasi akan muncul sintesis baru, begitu seterusnya.21

Sementara itu menurut Rahim Meta ada yang disebut dengan resolusi konflik yang melibatkan perjuangan, penghapusan atau penghentian segala bentuk dan jenis konflik. Ketika orang berbicara tentang resolusi konflik mereka cenderung menggunakan istilah-istilah seperti negosiasi, tawar-menawar, mediasi dan arbitrase.22

Konsoliasi adalah pengaturan konflik melalui lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan proses pengambilan keputusan di antara pihak-pihak yang terlibat dalam perselisihan tentang persoalan –persoalan yang dipertentangkan. Pengaturan konflik konsoliasi akan berjalan efektif jika memenuhi empat faktor, yaitu:23

1. Lembaga-lembaga tersebut harus bersifat otonom yang berkewenangan membuat keputusan tanpa campur tangan dari pihak luar. Tidak boleh ada intervensi dari pihak manapun dalam memengaruhi keputusan peradilan.

21

Ibid, hal 386 22

Rahim, M.A. 2002, Op.cit hal 206 23

(39)

2. Kedudukan lembaga tersebut harus bersifat monopolistik, artinya lembaga itulah yang berfungsi mengatur konflik.

3. Peranan lembaga-lembaga tersebut harus memiliki kekuatan mengikat, sehingga pihak-pihak yang sedang bersengketa merasa terikat kepada keputusan lembaga tersebut.

4. Lembaga tersebut harus bersifat demokratis, artinya aspirasi dari pihak-pihak yang bertikai harus didengarkan dan diberikan kesempatan yang sama untuk menyatakan pendapatnya.

Pengaturan konflik akan efektif jika memenuhi tiga hal, yaitu: 24

1. Kedua belah pihak menyadari akan adanya situasi konflik di antara mereka dan menyadari pula perlunya melaksanakan prinsip-prinsip keadilan, kejujuran antar pihak yang bertikai.

2. Yang terlibat konflik adalah organisasi kelompok kepentingan, artinya konflik sosial tersebut terorganisasi secara jelas, maka pengaturannya akan efektif, dan jika konflik sosial tersebut tak terorganisasi maka pengaturannya tidak akan efektif.

3. Adanya suatu aturan permainan (rule of the game) yang disepakati dan ditaati bersama, sebab aturan permainan itu akan menjamim kelangsungan hidup kelompok-kelompok yang berkonflik.

G. Metode Penelitian

24

(40)

Metode penelitian merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat dalam suatu penelitian. Metodologi penelitian merupakan epistemologi penelitian, yaitu menyangkut bagaimana kita mengadakan penelitian .25

Penelitian ini berjenis penelitian kualitatif deskriptif. Jenis penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara cermat karakteristik dari fakta-fakta (individu, kelompok atau keadaan) dan untuk menentukan frekuensi sesuatu yang terjadi. Penelitian jenis ini dimaksudkan untuk memberikan deskripsi seteliti mungkin tentang manusia atau suatu keadaan.

metode dalam penelitian ini adalah :

G.1 Jenis Penelitian

26

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas dan di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Padang Lawas yang terletak di Sibuhuan. Pertimbangan mengenai pemilihan daerah konflik yang menjadi objek penelitian adalah karena penulis berasal dari daerah Padang Lawas dan sudah mengenal daerah konflik tersebut.

Jenis penelitian ini dipilih oleh penulis karena penulis ingin menggambarkan mengenai peran anggota DPRD Padang Lawas dalam penyelesaian konflik antara PT SRL dan PT SSL dengan masyarakat adat Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas dan kemudian disajikan secara lengkap.

G.2 Lokasi Penelitian

25

Prof. Dr. Husaini Usman, M.Pd., M.T dan Purnomo Setiady Akbar, M.Pd. 2009. Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 41

26

(41)

G.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yang bersifat kualitatif. Adapun yang dimaksud dengan data kualitatif adalah data yang tidak berbentuk angka-angka, melainkan dalam bentuk deskripsi berupa berbagai keterangan menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan materi penelitian ini seperti penyajian data dalam kerangka teori dan data-data yang berkaitan dengan peran legislatif dalam penyelesaian konflik dan sebagainya.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama dari lokasi penelitian berupa hasil daftar pertanyaan berupa wawancara mendalam dengan pihak-pihak terkait dengan pembahasan pada penelitian ini. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh bukan dari sumber langsung melainkan data yang telah dikumpulkan oleh orang lain ataupun instansi lain. Data ini dapat berupa data yang berasal dari buku, dokumen, jurnal, berita dan sebagainya.

(42)

Untuk memperoleh data yang relevan, akurat dan mampu menjawab permasalahan secara objektif, maka digunakan beberapa teknik yang sesuai dengan sifat dan jenis data yang ada. Penelitian ini dilakukan melalui penelitian lapangan (field research) dan penelitian pustaka (library research).

Pada penelitian lapangan, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin. Wawancara bebas terpimpin adalah wawancara yang menggunakan pedoman wawancara (daftar pertanyaan) berupa kalimat-kalimat yang tidak permanen atau mengikat.27

a. Pihak dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Padang Lawas Wawancara dilakukan dengan beberapa informan dengan metode penetapan Purpossive sampling yaitu merupakan metode penetapan sampel (informan) dengan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang disesuaikan dengan informasi yang dibutuhkan. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini di antaranya adalah sebagai berikut :

b. Pihak dari Camat Aek Nabaara Barumun

c. Beberapa orang masyarakat Kecamatan Aek Nabara Barumun yang bersengketa

Sedangkan penelitian kepustakaan yang dilakukan adalah dengan melakukan pencarian dari berbagai sumber kepustakaan yang ada seperti buku, jurnal,

27

(43)

dokumen, peraturan-peraturan, laporan-laporan dan lain sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini.

G.5 Teknik Analisis Data

Teknik yang digunakan dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif. Metode kualitatif dapat didefenisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa ucapan, tulisan dan perilaku yang diamati. Teknik analisis data dalam penelitian ini dimulai dari proses pengumpulan data kemudian data tersebut dianalisis dengan variabel-variabel yang terdapat dalam kerangka teori. Dari hasil analisis data tersebut, dihasilkan suatu kesimpulan dari jawaban permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

H. Sistematika Penulisan

BAB I: PENDAHULUAN

Bab pertama berisi uraian dan penjelasan yang terdapat dalam delapan bagian, yaitu latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.

(44)

Bab ini penulis akan menjabarkan mengenai profil dari pihak-pihak yang bersengketa, sejarah singkat sengketa lahan tersebut, termasuk upaya-upaya apa saja yang sudah dilakukan untuk menyelesaikan sengketa lahan tersebut. Selain itu, penulis juga akan memberikan penjabaran mengenai gambaran umum kondisi terkini dari sengketa lahan antara pihak yang bersengketa

BAB III: PERAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PADANG LAWAS DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERTANAHAN ANTARA PT SUMATERA RIANG LESTARI DAN PT SUMATERA SILVA LESTARI DENGAN MASYARAKAT ADAT KECAMATAN AEK NABARA BARUMUN KABUPATEN PADANG LAWAS

Bab ketiga ini penulis akan membagi pembahasan ke dalam dua bagian, yang pertama yaitu menggambarkan mengenai peran anggota DPRD Padang Lawas dalam penyelesaian sengketa pertanahan antara PT Sumatera Riang Lestari (SRL) dan PT Sumatera Silva Lestari (SSL) dengan masyarakat adat Kecamatan Aek Nabara Barumun. Bagian kedua adalah kendala-kendala yang dihadapi oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Padang Lawas dalam penyelesaian sengketa pertanahan antara PT Sumatera Riang Lestari (SRL) dan PT Sumatera Silva Lestari (SSL) dengan masyarakat adat Kecamatan Aek Nabara Barumun.

BAB IV: PENUTUP

(45)

BAB II

A. Profil Pihak yang Bersengketa

A.1 Profil Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Padang Lawas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Padang Lawas terbentuk pada Tahun 2008 bersamaan dengan mekarnya kabupaten Padang Lawas dari Kabupaten induk Tapanuli Selatan. Pada saat itu anggota DPRD yang berjumlah 30 orang diambil dari hasil pemilihan umum tahun 2004 yang berada dalam daerah pemilihan Padang Lawas.

Setelah pemilihan umum 2009, anggota dewan terpilih sebanyak 30 orang. Alamat kantor DPRD Kabupaten Padang Lawas adalah di Ibu kota Kabupaten Padang Lawas, yaitu Sibuhuan. Di bawah ini adalah struktur organisasi DPRD Kabupaten Padang Lawas periode 2009-2014 :

Ketua DPRD : H. M. Rido Harahap, SE Wakil ketua : H. Syahwil Nasution Wakil ketua : Ammar Makruf Lubis, SE Badan Legislasi :

Ketua : H. Erwin Hamonangan. P. SH. MH Wakil ketua : M. Soleh Daulay

Sekretaris : Jamila Mardiah L. Tobing, SH Anggota : Syahruddin Hakim Nst

(46)

Irwan Hsb

Ir. Harris Simbolon Guntur Hasibuan Badan anggaran :

Ketua : H.M.Rido Harahap, SE Wakil Ketua : H. Syahwil Nasution Wakil Ketua : Ammar Makruf Lubis, SE Sekretaris : Jamila Mardiah L. Tobing, SE Anggota : H. Fahmi Anwar Nst

Sahrul Efendi Hsb Ir. Hotman Parhimpunan Pinayungan

Ir. H. Syarifuddin Hsb Ali Gusnar Hasibuan Rinal Dyansah H. Hsb Baharuddin Daulay Idham Hasibuan

Komisi A :

Ketua : H. Amir Husin Hasibuan Wakil ketua : H. Erwin H. Pane, SH, MH Sekretaris : Nur Asiah Jamil Hrp Anggota : Drs. Irwan Hsb

(47)

M. Haris Hasibuan

Komisi B :

Ketua : H. M Yunan Hasibuan Wakil ketua : H. Fahmi Anwar Nst Sekretaris : Ir. Harris Simbolon Anggota : Ir. H. Syarifuddin Hsb

Ir. Hotman P. Nst Ali Gusnar Hsb Guntur Hasibuan Sukrianda Hsb Sahrul Efendi Hsb

Komisi C :

Ketua : Idham Hasibuan Wakil ketua : Irwan, SH

Wakil ketua : Ahmad Yuspan Pulungan Anggota : H. Tambunan Hsb

Ir. Samson Faredy Amir Hud Nst M. Sayur Daulay Pinayungan

Syahruddin Hakim Badan kehormatan :

(48)

Ketua : H. M. Rido Hrp. SE Wakil ketua : H. Syahwil Nst

Wakil ketua : Ammar Makruf Lubis, SE Anggota : Sukrianda Hsb

Ahmad Yuspan Pulungan Drs. Irwan

Irwan, SH Nur Asiah Jamil H. Amir Husin Hsb H. Erwin H. Pane M. Sayur Daulay Guntur Hsb

Syahruddin Hakim H. Baginda Oloan Hsb Fraksi Demokrat :

Penasehat : H.M Rido Harahap, SE Ketua : Ir. Hotman P, Nst Wakil ketua : Pinayungan

Sekretaris : Nur Asiah Jamil Hrp Anggota : Irwan Hsb, SH Fraksi Golkar :

Pembina : Ir. H. Syarifuddin Hasibuan Penasehat : H. Syahwil Nst

(49)

Fraksi PDI Perjuangan :

Ketua : Idham Hasibuan Sekretaris : Ir. Harris Simbolon Anggota : H. Baginda Oloan Fraksi PKPB :

Penasehat : Ammar Makruf Lubis, SE Ketua : Baharuddin Daulay Sekretaris : Syahruddin Hakim Nst Fraksi PPP :

Ketua : Ir. Samson Fareddy Wakil ketua : H. M Yunan Hsb

Sekretaris : H. Erwin Pane, SH. MH Fraksi Nasional Bersatu :

Ketua : Amir Hut Nasution Wakil ketua : Ahmad Yuspan Pulungan Sekretaris : Drs. Irwan Hsb

Anggota : M. Haris Hasibuan H. Fahmi Anwar Sahrul Efendi Hsb Sukrianda Hsb Fraksi Palas Bersatu :

(50)

Anggota : Ali Gusnar Hsb. 28

a. Pimpinan

Menurut Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Padang Lawas Nomor 17 Tahun 2010 alat kelengkapan DPRD terdiri atas :

b. Badan musyawarah c. Komisi

d. Badan legislasi daerah e. Badan anggaran f. Badan kehormatan

g. Alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna.29

Pimpinan DPRD merupakan lembaga yang bersifat kolektif, yang terdiri dari ketua dan wakil-wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota DPRD, pimpinan DPRD terdiri atas unsur fraksi dalam DPRD, pimpinan DPRD memiliki masa kerja selama 5 tahun.30

a. Komisi I atau A yang mengurusi bidang Politik dan Pemerintahan. Meliputi sub bidang : Sosial Politik dan Kamtibmas, Kependudukan dan Catatan Sipil, Pemberdayaan Masyarakat dan Ormas, Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Kepegawaian/aparatur Pemerintahan Daerah, Hukum dan HAM, Perundang-undangan, Inspektorat dan Pertanahan, serta Perizinan.

Berdasarkan peraturan tersebut diatur mengenai pembagian komisi berdasarkan bidang-bidang yang dibawahinya, yaitu :

b. Komisi II atau B yang mengurusi bidang Ekonomi dan Keuangan. Meliputi sub bidang : Perindustrian dan Perdagangan, Koperasi dan UKM, Penanaman Modal Daerah, Pertambangan dan Sumber Daya Alam, Pertanian dan Ketahanan Pangan, Peternakan dan Perikanan, Pengadaan Pangan dan Logistik, Perkebunan dan Kehutanan, Perencanaan

28

Lihat Lampiran Bagan Organisasi DPRD Kabupaten Padang Lawas 29

Lihat Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Padang Lawas No 17 Tahun 2010 pasal 16. 30

(51)

Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan, Keuangan dan Aset Daerah, Dunia Usaha, Pasar dan Perbankan, BUMN dan BUMD.

c. Komisi III atau C yang mengurusi bidang Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat. Meliputi sub bidang : Pembangunan infrastruktur, Pertamanan dan Kebersihan, Perhubungan, Perumahan Rakyat, Tata Ruang, Lingkungan Hidup, Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Kesehatan, Pemuda dan Olahraga, Agama, Kebudayaan, Sosial, Ke luarga Berencana dan Peranan Wanita, Transmigrasi dan Tenaga Kerja, Informasi dan Telekomunikasi, Pariwisata.31

Tugas komisi dalam hal ini adalah menyusun rencana kerja dan kegiatan komisi sesuai bidang tugasnya dan menyampaikan laporan kegiatan yang disampaikan dalam rapat kerja DPRD. Komisi juga mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan melakukan pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah dan rancangan keputusan DPRD sesuai dengan pembidangan tugas komisi. Selain itu komisi juga bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan APBD sesuai dengan ruang lingkup tugas komisi-komisi sekaligus juga membantu pimpinan DPRD untuk mengupayakan penyelesaian masalah yang disampaikan oleh Kepala Daerah dan atau masyarakat kepada DPRD.

Sebagai represntasi dari konstituen, komisi juga menerima, menampung, dan membahas serta menindaklanjuti aspirasi masyarakat, memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah. Komisi juga bertugas melakukan kunjungan kerja komisi atas persetujuan Pimpinan DPRD, melakukan rapat kerja dan rapat dengar pendapat, mengajukan usul kepada Pimpinan DPRD yang termasuk dalam ruang lingkup bidang tugas masing-masing. Dan yang terakhir

31

(52)

tugas komisi adalah memberikan laporan tertulis kepada pimpinan DPRD tentang hasil pelaksanaan tugas komisi.32

1. H. Erwin H. Pane, SH, MH sebagai Wakil Ketua Komisi A yang mengurusi bidang politik dan Pemerintahan, dan juga berasal dari daerah pemilihan Kecamatan Aek Nabara Barumun.

Berdasarkan pemaparan di atas, yang menjadi objek penelitian adalah Komisi A karena komisi tersebut yang mengurusi masalah Pertanahan dan Perijinan yang ada di Padang Lawas. Selain Komisi A, Komisi B juga akan menjadi objek penelitian karena komisi B adalah komisi yang mengurusi masalah perkebunan dan kehutanan. Oleh karena itu, yang akan menjadi narasumber utama dalam penelitian ini adalah :

2. H. M Yunan Hasibuan, sebagai Ketua Komisi B yang mengurusi Bidang Ekonomi dan Keuangan

3. Ir. Harris Simbolon, sebagai Sekretaris Komisi B yang mengurusi Bidang Ekonomi dan Keuangan, dan juga berasal dari daerah pemilihan Kecamatan Aek Nabara Barumun.

A.2 Profil PT. Sumatera Riang Lestari dan PT Sumatera Sylva Lestari

PT Sumatera Riang Lestari (SRL) dan PT Sumatera Sylva Lestari adalah dua perusahaan yang berbeda tetapi berafiliasi dengan satu perusahaan induk yang sama yaitu Asia Pacific Resources International Limited (APRIL) yang memiliki

32

(53)

kantor pusat di Pekan Baru dan Jakarta.33

PT. SRL memperoleh Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Hutan Tanaman dari Menteri Kehutanan sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 208/MENHUT-II/2007 tanggal 25 Mei 2007. Dari luas total 215.305 ha tersebut, luas hutan PT SRL yang ada di Sumatera Utara adalah seluas 65.000ha tersebar di tiga kabupaten yaitu Labuhan Batu Selatan, Padang Lawas dan Padang Lawas Utara. PT SSL memperoleh izin IUPHHK-HTI berdasarkan Surat Keputusan Menteri Nomor 82/KPTS-11/2001 Tanggal 15 maret 2001 seluas 42.530 yang seluruhnya terletak di Kabupaten Padang Lawas.

PT SRL dan PT SSL merupakan perusahaan swasta nasional yang bergerak dalam bidang pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman. Perusahaan ini merupakan salah satu mitra PT Riau Andalan Pulp and Paper. Luas keseluruhan konsesi PT SRL 215.305 hektar yang terletak di dua provinsi (Sumatera Utara dan Riau). PT. RAPP yang menjadi salah satu pabrik pulp di bawah payung Asia Pacific Resources International Holdings Ltd. (APRIL), mulai dibangun pada tahun 1992 di Pangkalan Kerinci provinsi Riau. PT RAPP memiliki pabrik pulp dan kertas dengan kapasitas produksi 750.000 ton pulp per tahun. Pabrik ini mulai beroperasi pada tahun 1995 dengan kebutuhan bahan baku kayu pulp sebesar ± 3,5 juta meter kubik per tahun.

34

Untuk lebih lengkapnya lihat di tabel dibawah ini :

33

- Eyes on the Forest Investigated.Investigative Report in 2010. Published in February 2011 34

(54)
[image:54.595.107.517.193.540.2]

Tabel 2.1

Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada Hutan Tanaman

No Nama Perusahaan Luas (ha) Lokasi

1 PT. Hutan Barumun Perkasa 11.845 Padang Lawas Utara

2 PT. Putra Lika Perkasa 13.000 Tapanuli Selatan dan Labuhan Batu

3 PT. Sinar Belantara 6.200 Labuhan Batu

Selatan

4 PT. Sumatera Riang Lestari 65.000 Labuhan Batu Selatan, Padang Lawas dan Padang Lawas Utara

5 PT. Sumatera Sylva Lestari 42.530 Padang Lawas 6 PT. Toba Pulp Lestari 188.055 Tapanuli Utara,

Toba Samosir, Humbang

Hasundutan, Dairi, Pulau Samosir dan Tapanuli Selatan 7 Pt. PIR Hutan Lestari 30.000 Tapanuli Utara

dan Toba Samosir 8 PT. Anugerah Rimba Makmur 49.230 Madina

Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara

Gambar 2.1

(55)

Sumber: Website Kementrian Kehutanan Republik Indonesia dan diolah oleh Kelompok Tani Torang Jaya Mandiri (KTTJM)

Berdasarkan data IUPHKK-HTI TAHUN 2009, PT SSL dimiliki secara patungan oleh beberapa orang, tetapi dari data tersebut tidak disebutkan siapa-siapa yang merupakan pemilik saham di perusahaan tersebut. Dibawah ini adalah jajaran direksi PT SSL:

Kepengurusan:

- Direktur Utama : H. Ridwan Ruslan - Direktur Produksi : H. Ir. Julian Sukrisna

- Direktur Keuangan : S. Ganesh Imam Gazali, SE

(56)

Kepengurusan:

- Direktur Utama : Ferry Minggus - Direktur : Marsil Simin

Kedua Perusahaan ini memiliki kantor pusat di Pekan Baru Provinsi Riau dan memiliki dua direksi yang berbeda. Perusuhaan ini memiliki izin pengelolaan hutan tanaman industri yang memiliki tumpang tindih kebijakan dengan peraturan lain sehingga menyebabkan banyak terjadi konflik dan sengketa lahan. Tidak hanya dengan masyarakat Kecamatan Aek Nabara Barumun saja, PT SRL dan PT SSL juga terlibat konflik dan sengketa lahan dengan masyrakat daerah lain di Padang Lawas, seperti Pasir Pangarayan dan Sosa. Dan sampai saat ini konflik-konflik tersebut belum bisa terselesaikan dan PT SRL dengan PT SSL masih terus bersengketa dengan masyarakat. Selain di Padang Lawas, PT SRL dan PT SSL juga banyak dikritik oleh Aktivis Lingkungan Hidup dan LSM-LSM lingkungan karena dinilai telah merusak lahan hutan di Padang Lawas dan di Provinsi Riau, seperti di Pulau Rupat.35

Kecamatan Aek Nabara Barumun merupakan Kecamatan yang baru dimekarkan pada tahun 2011 berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Padang Lawas Nomor 03 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Kecamatan Aek Nabara Barumun. Kecamatan Aek Nabara Barumun sebelumnya bergabung dengan A.2.3 Profil Kecamatan Aek Nabara Barumun

35

(57)

Kecamatan Barumun Tengah. Kecamatan Aek Nabara Barumun memiliki luas wilayah ± 487,75 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2011 adalah sebanyak 9.996 jiwa dengan ibu kota kecamatan berada di Pasar Aek Nabara Tonga.

[image:57.595.110.516.306.721.2]

Dibawah ini adalah tabel nama desa, luas wilayah dan jumlah penduduk Kecamatan Aek Nabara Barumun :

Tabel 2.2

Nama Desa, Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk di Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padang Lawas.

NO NAMA DESA

LUAS WILAYAH

(KM2)

JUMLAH PENDUDUK

1 Aek Nabara Tonga 10,00 1.213

2 Aek Nabara Jae 5,00 213

3 Padang Garugur Jae 5,00 552

4 Huta Bargot 1,05 209

5 Janji Maria 21,00 176

6 Padang Garugur Julu 20,00 219

7 Sidokan 1,00 99

8 Tobing 1,00 195

9 Hadungdung Aek Rampah 10,00 218

10 Tobing Tinggi 14,25 359

11 Sipagabu 30,00 817

12 Tanjung 20,00 421

13 Paran Tonga 15,00 502

14 Paran Julu 15,00 388

15 Hadungdung Pintu Padang 20,00 437

16 Tanjung Rokan 2,00 223

17 Aek Bonban 1,85 432

18 Marenu 9,00 1.015

19 Aek Nabara Julu 10,00 280

20 Padang Garugur Tonga 1,50 98

21 Bangkuang 1,10 36

22 Paya Bahung 1,50 293

23 Aek Buaton 3,50 800

24 Sayur Matua 4,00 234

25 Sayur Mahincat 4,00 567

(58)

Sumber: Peraturan Daerah Kabupaten Padang Lawas Nomor 03 Tahun 2011

Tentang Pembentukan Kecamatan Aek Nabara Barumun.

Dari tabel tersebut yang menjadi pusat daerah konflik yang terjadi dengan PT SRL dan PT SSL adalah Desa Tobing Tinggi. Selain Desa Tobing Tinggi, seluruh wilayah Kecamatan Aaek Nabara Barumun yang berbatasan langsung dengan PT SRL dan PT SSL juga terlibat konflik dengan kedua perusahaan tersebut. Wilayah Kecamatan Aek Nabara Barumun sebagian besarnya adalah lahan pertanian dan hutan negara. Berdasarkan data dari Camat Aek Nabara Barumun, sebanyak 800 orang warganya merupakan keluarga pra sejahtera yang menggantungkan hidupnya kepada pertanian dan perkebunan.36

Sementara itu yang dimaksud dengan masyarakat adat sendiri menurut AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) pada Kongres I tahun 1999 dan masih dipakai sampai saat ini adalah: "Komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya

Daerah ini merupakan daerah yang sangat rawan terjadi konflik pertanahan dan sengketa lahan. Menurut masyarakat setempat, mereka sudah mendiami lahan tersebut sejak leluhur mereka menempati daerah tersebut.

36

(59)

yang diatur oleh Hukum adat dan Lembaga adat yang mengelolah keberlangsungan kehidupan masyarakatnya”.37

Berdasarkan wawancara dengan Camat Aek Nabara Barumun, yaitu Bapak Drs. Pamonoran Siregar, sejarah konflik bisa dirunut mulai dari sejarah kepemilikan tanah seluas ±1500 Ha, di Kecamatan Aek Nabara Barumun oleh masyarakat yang berawal pada pertengahan tahun 2004 tepatnya pada bulan Juni. Pada saat itu seorang warga yang bekerja sebagai petani sedang membutuhkan lahan untuk pertanian dan perkebunan kemudian menjumpai Kepala Desa salah satu desa di Kecamatan Aek Nabara Barumun, yaitu Desa Sipagabu dan Desa Tobing Tinggi. Dalam pertemuan tersebut Kepala Desa kedua desa tersebut mengatakan bahwa ada lahan kosong yang bisa dijual. Setelah melakukan beberapa kali pertemuan antara petani dan dari pihak penjual tanah, dan memastikan bahwa tanah tersebut adalah benar milik masyarakat adat Kecamatan Aek Nabara Barumun dan tidak sedang dalam permasalahan atau sengketa, maka disetujuilah perjanjian jual beli antara petani tersebut dengan masyarakat adat Kecamatan Aek Nabara Barumun.

B. Sejarah dan Perkembangan Konflik

B.1 Sejarah Konflik

38

Pada saat itu oleh Kepala Desa Tobing Tinggi yang merupakan salah satu desa di Kecamatan Aek Nabara Barumun tersebut menegaskan bahwa tanah yang

37

Syaifuddin, 2010. Peluang Pengelolaan Hutan oleh Mukim dan Penyiapan Masyarakat Adat untuk Mengantisipasi Perubahan Iklim. Governor’s Climate Forest, hal 1

38

(60)

dijual tersebut seluas 1500 Ha. merupakan milik masyarakat adat Kecamatan Aek Nabara Barumun dan tidak dalam persoalan sengketa. Keterangan Kepala Desa ini disaksikan oleh perwakilan Camat Barumun Tengah (pada saat itu Aek Nabara Barumun masih satu Kecamatan dengan Kecamatan Barumun Tengah), perwakilan dari Dinas Kehutanan Tapanuli Selatan (pada saat itu Kabupaten Padang Lawas belum terbentuk dan masih bersatu dengan Kabupaten Tapanuli Selatan).

Petani membeli tanah tersebut seharga Rp. 850.000,00,- per hektar. Pada awalnya hanya sebanyak 35 kepala ke luarga saja yang berminat membeli tanah tersebut, tetapi pada perkembangannya bertambah menjadi 522 kepala keluarga. Para petani membeli tanah tersebut dengan tanda bukti berupa kw\uitansi dan akta PPAT (pejabat pembuat akta tanah) dari Camat dan surat tanda ganti rugi tanah. Pada transaksi pertama ini petani membeli tanah seluas 250 Ha. Namun karena banyaknya petani yang berminat bertambah menjadi ±1025 Ha. Dan seluruh transaksi jual-beli ini mempunyai tanda bukti yang sah dan tidak dilakukan secara ilegal karena dilakukan oleh pejabat yang berwenang yaitu camat.

(61)

Permasalahan mulai muncul setelah PT. Suamtera Riang Lestari dan PT. Sumatera Sylva Lestari melakukan pengerusakan lahan pertanian milik petani tersebut dengan alasan atau dalih bahwa para petani atau masyarakat memiliki tanah tersebut secara ilegal dan tidak sah. Pihak PT juga mengklaim bahwa pihak mereka merupakan pihak yang ditunjuk pemerintah melalui Kementrian Kehutanan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI No.208/MENHUT-II/2007 tanggal 25 Mei 2007 tentang pemberian IUPHHK-HT atas areal hutan seluas ±67.230 Ha. yang terletak di Sumatera Utara39, PT SRL diberi hak untuk mengelola Hutan Tanaman Industri tersebut. Sementara berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI No.82/Kpts-II/2001 tanggal 15 Mei 2001 tentang pemberian IUPHHK-HTI seluas ±33..390 Ha. yang terletak di Sumatera Utara40, PT SSL diberikan hak untuk menjadi pengelola Hutan Tanaman Industri tersebut.41

Berdasarkan jawaban klarifikasi Direksi PT SRL dan PT SSL atas pertanyaan Panitia Khusus DPRD Padang Lawas, masing-masing direksi menjawab bahwa perusahaan mereka bekerja sesuai dengan Surat Keputusan yang sudah diterbitkan oleh pemerintah tersebut. Dalam klarisfikasi tersebut, kedua direksi dari perusahaan menegaskan bahwa perusahaan mereka sudah berjalan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.42

39

Jumlah luas asli berdasarkan SK Menteri adalah ±215.305, tersebar didaerah Provinsi Riau dan Sumatera Utara.

40

Jumlah luas asli berdasarkan SK Menteri adalah ±42.530 Ha.

41

Lihat Lampiran Klarifikasi PT SRL dan PT SSL atas Pertanyaan Pansus DPRD Padang Lawas 42

(62)

Gambar

Tabel 1.2
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Gambar 2.2 Aksi Demonstrasi Warga Aek Nabara Barumun di Kantor DPRD
+2

Referensi

Dokumen terkait