• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat di Desa Ronga-Ronga Kecamatan Gajah Putih Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat di Desa Ronga-Ronga Kecamatan Gajah Putih Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG MANAJEMEN

TERPADU BALITA SAKIT BERBASIS MASYARAKAT

DI DESA RONGA-RONGA KEC. GAJAH PUTIH

KABUPATEN BENER MERIAH

TAHUN 2013

MERYANNA SIMARMATA

125102019

KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas dan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal karya tulis

ilmiah dengan judul “Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Manajemen Terpadu

Balita Sakit Berbasis Masyarakat di Desa Ronga-Ronga Kecamatan Gajah Putih

Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013”.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan

bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan ini penulis

menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu:

1.

selaku Rektor USU

2. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU

3. Nur Asnah Sitohang, S.Kp. Ns. M.Kep selaku ketua Program Studi D-IV

Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan USU.

4. Diah Lestari Nasution, SST., M.Keb selaku dosen pembimbing dalam

penyusunan Karya Tulis Ilmiah, yang telah memberikan bimbingan dan

dorongan kepada peneliti hingga penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini selesai

5. Nurasiah, S. Kep., NS., selaku penguji I.

6. Dr. Christoffel L. Tobing, Sp. OG (K).,selaku penguji II

7. Teristimewa kepada ibu bapak, seluruh keluarga yang telah memberi

dukungan moril dan materi kepada penulis semoga penulis dapat

memberikan yang terbaik berkat do’a yang telah diberikan.

8. Teman-teman yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada

(4)

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas semua bantuan yang

diberikan. Semoga mendapat anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Amin Ya Robbal

Alamin.

Medan, Juli 2013

(5)

Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS- BM) di Desa Rong-Ronga Kecamatan Gajah Putih

Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013

ABSTRAK

Meryanna Simarmata 125102019

Latar belakang: Menurut WHO dan UNICEF, 80 % kematian balita terjadi di rumah

(dengan sedikit atau tanpa adanya kontak dengan petugas kesehatan). Pedoman perencanaan dan pelaksanaan MTBS-BM di kabupaten dan kota merupakan bagian dari Rencana Aksi Nasional kelangsungan hidup anak, dengan fokus untuk mempromosikan perilaku pencarian pertolongan kesehatan dan perawatan balita di rumah. Sementara bagi kelompok masyarakat yang mengalami kesulitan untuk menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan, selain melakukan promosi perilaku sehat dan pencarian pertolongan kesehatan dan perawatan balita di rumah, diperlukan intervensi dimana anggota masyarakat bisa dilatih untuk melakukan pengobatan sederhana kasus balita sakit seperti diare, pneumonia, demam, malaria, dan masalah lainnya (Kemenkes RI, 2012)

Tujuan Penelitian: untuk mengetahui pengetahuan dan sikap ibu terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit berbasis masyarakat.

Metodologi: Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak berusia 2 bulan sampai dengan 59 bulan di desa Ronga-Ronga Kecamatan Gajah Putih, jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah 83 ibu yang memiliki balita.

Hasil: Dari 83 ibu yang menjadi responden, responden memiliki pengetahuan yang baik tentang Manajemen Terpadu Balita Sakit – Berbasis Masyarakat sebanyak 46 orang (55,4%) dan minoritas responden berpengetahuan kurang sebanyak 14 orang (16,9%). Mayoritas ibu memiliki sikap yang positif yaitu sebanyak 81 orang (97,6%). Dari 14 orang ibu yang memiliki pengetahuan kurang, 14,3% diantaranya memiliki sikap negatif dan selebihnya memiliki sikap positif (85,7%). Seluruh ibu yang memiliki pengetahuan cukup dan pengetahuan baik memiliki sikap positif (100%).

Kesimpulan: Mayoritas ibu memiliki pengetahuan yang baik tentang Manajemen Terpadu Balita Sakit – Berbasis Masyarakat (55,4%) dan minoritas responden berpengetahuan kurang 16,9%. Mayoritas ibu memiliki sikap yang positif yaitu sebanyak 81 orang (97,6%).

(6)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Pengetahuan ... 6

B. Sikap ... 9

C. Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS-BM) ... 11

D. Tanda Bahaya Umum pada Anak Usia 2-59 bulan ... 15

E. Diare ... 16

F. Pneumonia ... 22

G. Demam ... 25

BAB III KERANGKA KONSEP ... 31

A. Kerangka Konsep ... 31

B. DEFENISI OPERASIONAL ... 32

BAB IV METODE PENELITIAN ... 33

A. Desain Penelitian ... 33

B. Populasi dan Sampel ... 33

C. Tempat Penelitian ... 34

D. Waktu Penelitian ... 34

E. Pertimbangan Etik Penelitian ... 34

F. Instrumen Penelitian ... 35

G. Uji Validitas dan Realibilitas ... 37

(7)

I. Analisa Data ... 39

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Hasil Penelitian ... 40

B. Pembahasan ... 46

C. Keterbatasan Penelitian... 49

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

A. Kesimpulan ... 50

B. Saran ... 50

(8)

DAFTAR GAMBAR

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 5. 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat ... 40 Tabel 5. 2 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibu Terhadap Manajemen

Terpadu Balita Sakit – Berbasis Masyarakat di Desa Ronga-Ronga ... 41 Tabel 5. 3Distribusi Jawaban Pengetahuan Ibu Terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit

Berbasis Masyarakat di Desa Ronga-Ronga Kecamatan Gajah Putih ... 42 Tabel 5. 4 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Terhadap Manajemen Terpadu Balita

Sakit – Berbasis Masyarakat di Desa Ronga-Ronga ... 43 Tabel 5. 5 Distribusi Jawaban Sikap Ibu Terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit –

Berbasis Masyarakat di Desa Ronga-Ronga Kecamatan Gajah Putih ... 44 Tabel 5. 6 Tabulasi Silang Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Manajemen Terpadu Balita

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Persetujuan Penelitian

Lampiran 2 : Izin Penelitian

Lampiran 3 : Balasan Izin Penelitian

Lampiran 4 : Lembar Kuesioner

Lampiran 5 : Master Tabel

Lampiran 6 : Output SPSS

Lampiran 7 : Lembar Konten Validity

(11)

Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS- BM) di Desa Rong-Ronga Kecamatan Gajah Putih

Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013

ABSTRAK

Meryanna Simarmata 125102019

Latar belakang: Menurut WHO dan UNICEF, 80 % kematian balita terjadi di rumah

(dengan sedikit atau tanpa adanya kontak dengan petugas kesehatan). Pedoman perencanaan dan pelaksanaan MTBS-BM di kabupaten dan kota merupakan bagian dari Rencana Aksi Nasional kelangsungan hidup anak, dengan fokus untuk mempromosikan perilaku pencarian pertolongan kesehatan dan perawatan balita di rumah. Sementara bagi kelompok masyarakat yang mengalami kesulitan untuk menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan, selain melakukan promosi perilaku sehat dan pencarian pertolongan kesehatan dan perawatan balita di rumah, diperlukan intervensi dimana anggota masyarakat bisa dilatih untuk melakukan pengobatan sederhana kasus balita sakit seperti diare, pneumonia, demam, malaria, dan masalah lainnya (Kemenkes RI, 2012)

Tujuan Penelitian: untuk mengetahui pengetahuan dan sikap ibu terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit berbasis masyarakat.

Metodologi: Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak berusia 2 bulan sampai dengan 59 bulan di desa Ronga-Ronga Kecamatan Gajah Putih, jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah 83 ibu yang memiliki balita.

Hasil: Dari 83 ibu yang menjadi responden, responden memiliki pengetahuan yang baik tentang Manajemen Terpadu Balita Sakit – Berbasis Masyarakat sebanyak 46 orang (55,4%) dan minoritas responden berpengetahuan kurang sebanyak 14 orang (16,9%). Mayoritas ibu memiliki sikap yang positif yaitu sebanyak 81 orang (97,6%). Dari 14 orang ibu yang memiliki pengetahuan kurang, 14,3% diantaranya memiliki sikap negatif dan selebihnya memiliki sikap positif (85,7%). Seluruh ibu yang memiliki pengetahuan cukup dan pengetahuan baik memiliki sikap positif (100%).

Kesimpulan: Mayoritas ibu memiliki pengetahuan yang baik tentang Manajemen Terpadu Balita Sakit – Berbasis Masyarakat (55,4%) dan minoritas responden berpengetahuan kurang 16,9%. Mayoritas ibu memiliki sikap yang positif yaitu sebanyak 81 orang (97,6%).

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Deskripsi kesehatan masyarakat di suatu daerah seringkali dipaparkan dengan

berbagai indikator. Indikator yang sering digunakan yakni mortalitas (angka

kematian) dan morbiditas (angka kesakitan). Keberhasilan upaya kesehatan juga

dilihat dari indikator derajat kesehatan (Profil Dinkes Bener Meriah 2011).

Derajat kesehatan merupakan pencerminan kesehatan perorangan, kelompok

maupun masyarakat yang digambarkan dengan umur harapan hidup, mortalitas,

morbiditas dan status gizi masyarakat. Sehat dapat mencakup pengertian yang

sangat luas selain bebas dari penyakit tetapi juga tercapainya keadaan

kesejahteraan baik fisik, sosial dan mental.

Kesehatan merupakan salah satu hak rakyat yang dijamin dalam Undang –

Undang 1945. Status kesehatan merupakan salah satu komponen utama selain

pendidikan dan pendapatan perkapita dalam mengukur Indeks Pembangunan

Manusia (IPM), dengan demikian pembangunan kesehatan merupakan investasi

untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam memberikan kontribusi

dalam pembangunan (Profil kesehatan Bener Meriah, 2011).

Dalam “Tracking Progress in Maternal, Newborn & Child Survival the 2008

Report” disebutkan bahwa ada 10 juta anak meninggal setiap tahunnya sebelum

mereka merayakan ulang tahunnya yang ke lima, artinya bahwa terdapat lebih

dari 2600 balita meninggal setiap harinya. Terdapat 40 % kematian balita

tersebut terjadi pada masa neonatal dan 1/3 diantaranya didasari oleh kurang gizi.

(13)

Di Indonesia, menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

2007 menunjukkan bahwa kematian bayi (34/1000 kelahiran hidup), 56 %

diantaranya merupakan kematian neonatal. Menurut Rinkesdas 2007, penyebab

kematian utama bayi adalah gangguan pernapasan (35,9%) dan berat lahir rendah

(32,4%). Sedangkan angka kematian balita mencapai 44/1000 kelahiran hidup.

Ini berarti setiap harinya ada 531 balita yang meninggal di Indonesia per harinya

atau 22 balita meninggal per jamnya. Kematian tersebut 70 % disebabkan oleh

pneumonia, diare, malaria, campak, malnutrisi dan seringkali merupakan

kombinasi dari/ keadaan tersebut di atas. Dan di Sumatera Utara Angka kematian

Balita (AKABA) sebesar 67/1000 kelahiran hidup. (Profil Kesehatan Sumatera

utara,2010).

Selama bertahun-tahun, pakar kesehatan global mengakui bahwa

keberhasilan menurunkan angka kematian anak membutuhkan lebih dari

ketersediaan pelayanan yang adekuat oleh petugas yang terlatih. Di seluruh

dunia, banyak anak yang tidak memiliki akses terhadap fasilitas kesehatan, tidak

hanya terhalang oleh jarak, namun rintangan yang berkaitan dengan biaya,

kepercayaan kesehatan, dan bahasa. Sebagai tambahan, karena keluarga memikul

tanggung jawab yang besar untuk merawat anaknya, sukses membutuhkan

kemitraan antara pelayan kesehatan dan keluarga dengan dukungan dari

masyarakat. Tenaga kesehatan perlu memastikan bahwa keluarga dapat

menyediakan perawatan yang adekuat di rumah untuk mendukung pertumbuhan

dan perkembangan yang sehat untuk anak mereka. Keluarga juga perlu untuk

mampu merespon dengan tepat ketika anak mereka sakit, mencari bantuan yang

layak dan tepat waktu, dan memberikan pengobatan yang direkomendasikan

(14)

Untuk mengatasi masalah tersebut maka sejak tahun 1990- an WHO telah

merancang suatu strategi yang dinamakan Integrated Management of Childhood

Illness (IMCI) atau Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). MTBS adalah

suatu pendekatan yang terintegrasi/ terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan

fokus kepada kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita) secara menyeluruh. MTBS

bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara

menatalaksana balita sakit. MTBS dilaksanakan oleh tenaga kesehatan di unit

rawat jalan tingkat dasar (Puskesmas, Pustu, Polindes dan Poskesdes) yaitu

perawat dan bidan, serta dokter umum (yang menerima rujukan awal). Strategi

MTBS memiliki 3 komponen khas yang menguntungkan, yakni pertama

meningkatkan keterampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita

sakit. Kedua, memperbaiki sistem kesehatan (utamanya di tingkat

kabupaten/kota). Ketiga, memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam

perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit

(meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat) yang dikenal sebagai

MTBS berbasis masyarakat (MTBS-BM).

Pendekatan pelayanan kesehatan dengan MTBS berbasis Masyarakat

dilaksanakan dengan prinsip dasar untuk menjalin kemitraan antara fasilitas

pelayanan kesehatan tingkat pertama dengan masyarakat yang dilayaninya,

meningkatkan akses ketersediaan pelayanan dan informasi kesehatan yang

memadai di tingkat masyarakat, dan memadukan promosi perilaku sehat dalam

keluarga yang sangat penting untuk kelangsungan hidup dan tumbuh kembang

anak (Kemenkes RI, 2012)

Kegiatan MTBS berbasis masyarakat mengupayakan adanya hubungan (link)

(15)

meningkatkan praktek – praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan balita

di rumah untuk menjamin kelangsungan hidup anak, menurunkan tingkat

kesakitan dan mempromosikan praktek – praktek dalam rangka meningkatkan

tumbuh kembang anak. (Wijaya, 2009)

Pedoman perencanaan dan pelaksanaan MTBS-BM di kabupaten dan kota

merupakan bagian dari Rencana Aksi Nasional kelangsungan hidup anak. Bagi

kelompok masyarakat yang berada di wilayah terjangkau fasilitas pelayanan

kesehatan, maka penerapan MTBS-BM difokuskan untuk mempromosikan

perilaku pencarian pertolongan kesehatan dan perawatan balita di rumah.

Sementara bagi kelompok masyarakat yang mengalami kesulitan untuk

menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan, selain melakukan promosi perilaku

sehat dan pencarian pertolongan kesehatan dan perawatan balita di rumah,

diperlukan intervensi dimana anggota masyarakat bisa dilatih untuk melakukan

pengobatan sederhana kasus balita sakit seperti diare, pneumonia, demam,

malaria, dan masalah lainnya (Kemenkes RI, 2012)

Penerapan MTBS-BM dengan baik dapat meningkatkan upaya penemuan

kasus secara dini, memperbaiki manajemen penanganan dan pengobatan,

promosi serta peningkatan pengetahuan bagi ibu-ibu dalam merawat anaknya

dirumah serta upaya mengoptimalkan system rujukan dari masyarakat ke fasilitas

pelayanan primer dan rumah sakit sebagai pusat rujukan. (Depkes RI, 2008)

Berdasarkan uraian diatas penulis merasa tertarik mengambil judul yaitu

Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit berbasis

(16)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan dalam penelitian ini

adalah bagaimana pengetahuan dan sikap ibu terhadap Manajemen Terpadu

Balita Sakit berbasis masyarakat di desa Ronga-Ronga kecamatan Gajah Putih

Kabupaten Bener Meriah.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan

dan sikap ibu terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit berbasis masyarakat.

D. Manfaat Penelitian

1. Pelayanan kebidanan

Sebagai masukan bagi puskesmas untuk membuat kebijakan dan koordinasi

yang mendukung pelaksanaan serta pengembangan pendekatan MTBS – BM.

2. Bagi Responden

Meningkatkan pengetahuan ibu terhadap pengenalan tanda bahaya pada anak

sakit, perilaku sehat untuk mencari pertolongan pelayanan kesehatan.

3. Bagi peneliti

Sebagai aplikasi ilmu yang telah didapat selama perkuliahan dan sebagai

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

1. Defenisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu, yang terjadi setelah seseorang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa,

dan raba. Pengetahuan merupakan hasil dari apa yang diketahui seseorang yang

didapatkan secara formal maupun informal. Pengetahuan formal ini diperoleh

dari pendidikan sekolah, sedangkan pendidikan informal diperoleh dari luar

sekolah seperti dari lingkungan keluarga, orang lain dalam pergaulan

sehari-hari dan dapat juga diperoleh dari media informasi yaitu media cetak seperti:

buku, majalah, media elektronik seperti tv, radio, dan internet.

2. Tingkat pengetahuan

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat

yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam enam tingkat

pengetahuan, yakni :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Tahu ini merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak

sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat

(18)

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang

dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang

diketahui tersebut pada situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan atau

memisahkan kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen

yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum

atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari

komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini

didasarkan pada kinerja yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang

berlaku di masyarakat (Notoadmodjo, 2010).

3. Faktor –faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Meneurut Suhartono (2005) pengetahuan dipengaruhi oleh dua faktor

yaitu:

a. Faktor Internal

1) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti terjadi proses

pertubuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih dewasa,

(19)

Beberapa hasil penelitian mengenai pengaruh pendidikan terhadap

perkembngan pribadi, bahwa pada umumnya pendidikan itu

mempertinggi taraf intelegensi individu.

2)Persepsi

Persepsi yaitu mengenal dan memilh objek sehubungan dengan tindakan

yang akan diambil.

3) Motivasi

Motivasi merupakan dorongan, keinginan, dan tenaga penggerak yang

berasal dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu dengan

mengesampingkan hal – hal yang dianggap kurang bermanfaat. Dalam

mencapai tujuan dan munculnya motivasi murni adalah motivasi yang

betul – betul disadari akan pentingnya suatu perilaku akan suatu

kebutuhan.

a) Pengalaman

Pengalaman adalah sesuatu yang dirasakan ( diketahui, dikerjakan)

juga merupakan kesadaran akan suatu hal yang tertangkap oleh indera

manusia.

b) Faktor Eksternal

Faktor eksternal yaitu dorongan dari luar berupa tuntutan untuk

memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan, meliputi lingkungan,

informasi, budaya, penghasilan dan akses terhadap informasi dan

pendidikan.

c) Cara Mengukur Pengetahuan

Menurut Nursalam (2008) untuk mengetahui tingkat pengetahuan

(20)

a. Pengetahun baik : 76 – 100%

b. Pengetahuan cukup : 56 – 75 %

c. Pengetahuan kurang : < 56 %

B.Sikap

1. Defenisi

Menurut Notoadmodjo (2007), bahwa sikap adalah respon tertutup

seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor

pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak

setuju, baik-tidak baik dan sebagainya). Newcomb, salah seorang ahli psikologi

social menyatakan bahwa sikap adalah merupakan kesiapan atau kesediaan

untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata

lain fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas,

akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan), atau reaksi tertutup.

Allport (1945) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen pokok,

yaitu:

a) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

b) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

c) Kecendrungan untuk bertindak.

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh

(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan,pikiran,

keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

2. Tingkat sikap

Sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai

(21)

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa seorang atau subjek mau menerima stimulus

yang diberikan (objek).

b. Menanggapi (responding)

Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap

pertanyaan atau objek yang dihadapai.

c. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif

terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain

dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain

merespon.

d. Bertanggungjawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggungjawab terhadap

apa yang telah diyakini, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang

lain yang mencemooh atau adanya resiko lain.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap adalah :

a. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu

sendiri. Faktor ini berupa selectivity atau daya pilih seseorang untuk

menerima atau menolak pengaruh-pengaruh yang datang dari luar.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang terdapat dari luar pribadi manusia.

(22)

antara manusia dalam bentuk kebudayaan, yang sampai kepada individu

melalui media massa (Notoatmodjo, 2007).

C.Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS-BM)

1. Pengertian Umum

Manajemen Terpadu Balita Sakit berbasis masyarakat (MTBS-BM)

merupakan pendekatan pelayanan kesehatan bayi dan anak balita terintegrasi di

tingkat masyarakat sesuai standar. Menurut Hidayat (2009), manajemen

terpadu balita sakit merupakan suatu bentuk pengelolaan balita yang

mengalami sakit, yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan anak

serta kualitas pelayanan kesehatan anak. Bentuk ini sebagai salah satu cara

efektif untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan pada bayi dan anak,

mengingat pengelolaan ini dapat dilakukan pada pelayanan tingkat pertama

seperti di unit rawat jalan, puskesmas, polindes, dan lain-lain.

Yang dimaksud berbasis masyarakat adalah strategi dalam penerapan

pendekatan MTBS dengan melibatkan masyarakat atau kader. Yang disebut

bayi muda adalah rentang usia bayi mulai dari baru lahir hingga sebelum genap

berusia dua bulan. Sedangkan balita dalam konteks pedoman ini dimulai dari

bayi berusia dua bulan hingga sebelum genap berusia lima tahun (Pedoman

Perancanaan dan Pelaksanaan MTBS-BM, hal 11).

Pendekatan MTBS di Indonesia pada awalnya dimanfaatkan untuk

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar

(Puskesmas dan jaringannya termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes, dll). Upaya

ini tergolong lengkap untuk mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering

(23)

meliputi upaya preventif (pencegahan penyakit), perbaikan gizi, upaya

promotif (berupa konseling) dan upaya kuratif (pengobatan) terhadap penyakit

– penyakit dan masalah yang sering terjadi pada balita.

MTBS berbasis keluarga/ masyarakat merupakan upaya untuk mendorong

diterapkannya dan dipertahankannya perilaku kunci dalam keluarga yang

mendukung kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak, dalam

kerangka pengembangan kapasitas masyarakat.

2. Strategi MTBS

MTBS memiliki 3 komponen khas yang menguntungkan seperti yang

dijelaskan dalam publikasi CORE & USAID (2009) yaitu:

a) Komponen I : Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam

tatalaksana kasus balita sakit menggunakan pedoman MTBS yang telah

diadaptasi di negara-negara tersebut.

b) Komponen II : Memperbaiki sistem kesehatan melalui penguatan

perencanaan dan manajemen kesehatan di tingkat kabupaten/kota, melalui

penyediaan sarana/prasarana kesehatan dan obat-obatan esensial,

pemberian dukungan dan supervise, peningkatan system rujukan kasus dan

system informasi kesehatan, serta mengatur tata kerja yang efisien di

fasilitas kesehatan.

c) Komponen III : Meningkatkan praktek/peran keluarga dan masyarakat

dalam perawatan balita sakit dan sehat di rumah dan upaya pencarian

pertolongan kasus balita sakit.

Dari ketiga komponen diatas, komponen III sebenarnya memiliki potensi

terbesar dalam berkontribusi meningkatkan kelangsungan hidup, pertumbuhan

(24)

Masyarakat atau Community-Integrated Management of Chaildhood Illness

atau C-IMCI.

3. Perilaku kunci yang dianjurkan untuk menjamin kelangsungan hidup,

pertumbuhan dan perkembangan anak

a. Perilaku yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan mental anak.

1) Memberikan ASI ekslusif paling sedikit selama 6 bulan.

2) Memberikan makanan pendamping ASI yang kaya zat gizi mulai usia 6

bulan sambil meneruskan pemberian ASI sampai usia 2 tahun atau lebih.

3) Memberikan zat gizi mikro yang cukup (terutama vit.A dan zat besi),

baik melalui menu makanan dengan gizi seimbang maupun suplemen.

4) Memenuhi kebutuhan anak untuk perkembangan mental dan sosialnya

melalui interaksi aktif, bermain dan menciptakan lingkungan yang

mendukung terjadinya perkembangan tersebut.

b. Perilaku untuk pencegahan penyakit

1) Membawa anak sesuai jadwal untuk mendapatkan imunisasi lengkap

(BCG, DPT, Polio dan campak) sebelum bayi berusia 1 tahun.

2) Membuang tinja anak Balita di jamban, mencuci tangan setelah cebok,

setelah menceboki anak, sebelum menyiapkan makanan dan sebelum

memberi makan/ meneteki anak.

3) Melindungi anak dari serangan penyakit malaria (di daerah endemik

malaria) dengan mengunakan kelambu yang sudah dicelup anti

serangga, pada waktu tidur.

4) Mempraktekkan dan mempertahankan perilaku untuk mencegah

(25)

yang menderita akibat HIV/AIDS, termasuk anak yatim yang

orangtuanya meninggal karena HIV/AIDS.

c. Perilaku dalam pengasuhan dan perawatan anak di rumah

1) Meneruskan pemberian makanan dan memberikan cairan lebih banyak,

termasuk ASI, ketika anak sakit.

2) Memberikan pengobatan yang tepat di rumah terhadap penyakit infeksi

yang diderita anak.

3) Melakukan tindakan yang tepat untuk mencegah dan menangani

kasus-kasus trauma dan kecelakaan di rumah dan di luar rumah.

4) Mencegah terjadinya kekerasan dan penelantaran anak dan melakukan

tindakan yang tepat jika hal ini terjadi.

5) Kaum laki-laki berperan secara aktif dalam pengasuhan anak dan

kesehatan reproduksi di dalam keluarga.

d. Perilaku pencarian pertolongan kesehatan

1) Mengenal tanda-tanda kapan anak sakit, memerlukan pertolongan dari

tenaga kesehatan dan mencari pertolongan dari tenaga kesehatan yang

tepat.

2) Mengikuti nasihat/anjuran yang diberikan oleh petugas kesehatan tentang

pengobatan, tindak lanjut dan rujukan anak sakit.

3) Setiap ibu hamil :

a) Harus mendapatkan pelayanan antenatal sekurang-kurangnya 4 kali

dari petugas kesehatan yang tepat.

(26)

c) Membutuhkan dukungan dari keluarga dan masyarakat untuk

mendapatkan pertolongan pada saat persalinan, selama masa nifas dan

masa menyusui (Dr Khan dkk,2008).

D. Tanda Bahaya Umum pada Anak Usia 2-59 bulan

Tanda bahaya adalah kondisi dimana anak harus segera mendapatkan

penanganan di fasilitas kesehatan. Jika anda menemukan anak dengan satu atau

lebih tanda bahaya umum, rujuk SEGERA ke fasilitas kesehatan.

Empat tanda bahaya umum yang mungkin terjadi pada anak sakit :

1. Tidak bisa menyusu/ minum

2. Memuntah kan semua yang diminum/ dimakan

3. Kejang-kejang

4. Tidak sadar/ kesadaran menurun (Depkes RI, 2008)

Mengenal tanda bahaya khusus pada penyakit diare, batuk dan demam

(27)

E.Diare

1. Pengertian diare

Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari empat kali pada

bayi dan lebih dari tiga kali pada anak; konsistensi feses encer, dapat

berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja

(Ngastiyah,2005).

a. Faktor penyebab diare

Penyebab utamanya adalah beberapa kuman usus penting yaitu

rotavirus, eschericia coli ,shigella, cryptosporidium, vibrio cholerae dan

salmonella. Selain kuman ada beberapa perilaku yang dapat meningkatkan

risiko terjadinya diare, yaitu :

1) Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama

kehidupan.

2) Menggunakan botol susu.

3) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.

4) Air minum tercemar dengan tinja.

5) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang

tinja, atau sebelum menjamah makanan (Nursalam,2005).

2. Jenis-jenis Diare

Menurut pedoman MTBS (2008) diare dapat diklasifikasikan menjadi :

a. Diare akut

Mulai dengan tiba-tiba, mungkin berlangsung selama beberapa hari

dan berhenti sebelum 2 minggu. Sebagian besar diare akut yang

menyebabkan dehidrasi berat adalah karena Kolera.

(28)

Diare yang berlangsung selama 14 hari atau lebih. Sekitar 20 % dari

diare akut akan berlanjut menjadi diare persisten.

c. Disentri

1) Disentri ditandai dengan adanya darah dalam tinja, dengan atau tanpa

lendir.

2) Adanya darah dalam tinja merupakan petunjuk adanya infeksi kuman

(umumnya SHIGELA) yang menyerang dinding usus halus pada anak –

anak .

3) Dalam keadaan ini anak membutuhkan pengobatan dengan antibiotika

yang tepat dari petugas kesehatan.

4) Seorang anak bisa terkena diare akut dan disentri secara bersamaan.

3. Menangani diare di rumah

Cara menangani diare di rumah berdasarkan MTBS :

a. Memberi cairan tambahan antara lain : ASI lebih sering dan lebih lama,

air matang, cairan rumah tangga yang lain seperti larutan gula garam,

cairan makanan ( kuah sayur, air tajin ) dan oralit.

b. Pemberian tablet Zinc selama sepuluh hari walaupun anak tidak diare

lagi.

c. Melanjutkan pemberian makan pada anak (Modul 4;21).

4. Langkah-langkah membuat oralit :

a. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir.

b. Siapkan gelas berukuran 200 ml (gunakan gelas belimbing yang bersih).

c. Isi gelas dengan air matang yang sudah direbus sampai mendidih,

kemudian dinginkan, atau air minum yang sudah tersedia, dari wadah yang

(29)

d. Tuang seluruh bubuk oralit (ukuran 200 ml) ke dalam gelas berisi air

tersebut.

e. Aduk sampai seluruh bubuk oralit larut.

f. Berikan kepada anak dengan menggunakan sendok bersih atau langsung

dari gelas sedikit demi sedikit.

5. Cara Penularan dan Faktor Risiko

Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan

atau minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita

atau tidak langsung melalui lalat ( melalui 5F = faeces, flies, food, fluid,

finger). Faktor risiko terjadinya diare adalah:

1. Faktor perilaku

2. Faktor lingkungan

Faktor perilaku antara lain:

a. Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan

Makanan

b. Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak

terhadap kuman

c. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena

penyakit diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu

d. Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum

memberi ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah

membersihkan BAB anak

(30)

Faktor lingkungan antara lain:

a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan

Mandi Cuci

b. Kakus (MCK)

c. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk

Disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari penderita

yang dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain: kurang

gizi/malnutrisi terutama anak gizi buruk, penyakit

imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita campak (Kemenkes RI, 2011).

6. Cara Pencegahan

Pencegahan diare menurut Pedoman Tatalaksana Diare Depkes RI (2006)

adalah sebagai berikut:

a. Pemberian ASI

ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya

antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan

perlindungan terhadap diare pada bayi yang baru lahir. Pemberian ASI

eksklusif mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare

daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora usus pada

bayi-bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab diare

(Depkes RI, 2006).

Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama

kehidupan resiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar. Pemberian susu

(31)

formula biasanya menyebabkan risiko tinggi terkena diare sehingga bisa

mengakibatkan terjadinya gizi buruk (Depkes RI, 2006).

b. Pemberian Makanan Pendamping ASI

Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan

pendamping ASI yang lebih baik yaitu :

1) Memperkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6 bulan tetapi

masih meneruskan pemberian ASI. Menambahkan macam makanan

sewaktu anak berumur 6 bulan atau lebih. Memberikan makanan lebih

sering (4 kali sehari) setelah anak berumur 1 tahun, memberikan semua

makanan yang dimasak dengan baik 4-6 kali sehari dan meneruskan

pemberian ASI bila mungkin.

2) Menambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan

biji-bijian untuk energi. Menambahkan hasil olahan susu, telur, ikan,

daging, kacang–kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke

dalam makanannya. Mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan

menyuapi anak, serta menyuapi anak dengan sendok yang bersih.

3) Memasak atau merebus makanan dengan benar, menyimpan sisa

makanan pada tempat yang dingin dan memanaskan dengan benar

sebelum diberikan kepada anak (Depkes RI, 2006)

c. Menggunakan air bersih yang cukup

Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan

menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi

mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah (Depkes RI, 2006).

Yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah:

(32)

2) Sumber air harus dilindungi dengan menjauhkannya dari hewan,

membuat lokasi kakus agar jaraknya lebih dari 10 meter dari sumber

yang digunakan serta lebih rendah, dan menggali parit aliran di atas

sumber untuk menjauhkan air hujan dari sumber.

3) Air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih. Dan gunakan

gayung bersih bergagang panjang untuk mengambil air.

4) Air untuk masak dan minum bagi anak harus dididihkan (Depkes RI,

2006)

d. Mencuci Tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting

dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan

dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja

anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak

dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare (Depkes

RI, 2006).

e. Menggunakan Jamban

Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan

jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap

penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat

jamban, dan keluarga harus buang air besar di jamban (Depkes RI, 2006).

Yang harus diperhatikan oleh keluarga :

1) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat

dipakai oleh seluruh anggota keluarga.

(33)

3) Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang

air besar sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan

setapak dan tempat anak-anak bermain serta lebih kurang 10 meter dari

sumber air, hindari buang air besar tanpa alas kaki (Depkes RI, 2006).

f. Membuang Tinja Bayi yang Benar

Banyak orang beranggapan bahwa tinja anak bayi itu tidak berbahaya. Hal

ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada

anak-anak dan orangtuanya. Tinja bayi harus dibuang secara bersih dan

benar, berikut hal-hal yang harus diperhatikan:

1) Kumpulkan tinja anak kecil atau bayi secepatnya, bungkus dengan daun

atau kertas koran dan kuburkan atau buang di kakus.

2) Bantu anak untuk membuang air besarnya ke dalam wadah yang bersih

dan mudah dibersihkan. Kemudian buang ke dalam kakus dan bilas

wadahnya atau anak dapat buang air besar di atas suatu permukaan

seperti kertas koran atau daun besar dan buang ke dalam kakus.

3) Bersihkan anak segera setelah anak buang air besar dan cuci tangannya

(Depkes RI, 2006).

F. Pneumonia

1. Defenisi Pneumonia

Menurut American Academy of Pediatric (2005), kata pneumonia berarti

“infeksi pada paru”. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai

jaringan paru-paru (alveoli), biasanya disebabkan oleh bakteri (paling banyak :

streptococcuspneumonia dan haemophylusinfluenza) yang bisa diobati dengan

antibiotika. Pada anak, pneumonia sering terjadi bersamaan dengan terjadinya

(34)

disebut pneumonia.Anak yang menderita pneumonia bisa meninggal karena

kekurangan oksigen atau karena racun yang disebabkan oleh infeksi. Infeksi

pada jaringan paru-paru akan menyebabkan : pengeluaran cairan lendir yang

mengisi rongga udara paru-paru  anak sulit bernafas  udara yang masuk

paru-paru sedikit  nafas menjadi cepat. Semakin berat pneumonia, udara

semakin sulit masuk ke paru-paru, sehingga memerlukan upaya yang lebih

besar untuk memasukkan udara ke paru-paru, yang ditandai oleh penarikan

dinding dada sebelah bawah ke perut (Rudolph, Hoffman, & Rudolph, 2006)

2. Tanda dan Gejala Pneumonia

Seperti banyak infeksi lainnya, pneumonia biasanya menyebabkan demam

yang membuat anak berkeringat, kedinginan, kulit memerah, dan

ketidaknyamanan secara umum. Menurut American Academy of Pediatric

(2005), karena pneumonia menyebabkan kesulitan bernafas, maka terdapat

tanda gejala yang khas seperti:

a. Batuk

b. Pernafasan sulit dan cepat

c. Peningkatan aktivitas otot pernafasan di bawah dan antara iga serta bagian

atas tulang sekangka

d. Membesarnya (pelebaran) lubang hidung

e. Mengi

f. Bibir atau kuku jari menjadi biru.

3. Klassifikasi Pnemonia

Klasifikasi pneumonia bedasarkan MTBS (2008), dan klasifikasi ini bukanlah

merupakan diagnosa medis hanya bertujuan untuk membantu para medis untuk

(35)

a. Pneumonia berat atau penyakit sangat berat, apabila terdapat gejala :

1) Ada tanda bahaya umum, seperti anak tidak bisa minum atau menetek,

selalu memuntahkan semuanya, kejang atau anak letargis/tidak sadar.

2) Terdapat tarikan dinding dada ke dalam.

3) Terdapat stridor ( suara napas bunyi ‘grok-grok’ saat inspirasi ).

b. Pneumonia apabila terdapat gejala napas cepat. Batasan napas cepat adalah :

1) sumur 2 -11 bulan : ≥50 x /menit

2) umur 12 - 59 bulan : ≥40 x /menit

c. Pnemonia : adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai peningkatan

frekuensi nafas (nafas cepat)

d. Batuk bukan pneumonia, apabila tidak ada tanda-tanda pneumonia atau

penyakit sangat berat.

b) Faktor risiko yang meningkatkan insidens pneumonia :

a) Umur < 2 bulan

b) Kurang gizi

c) Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR)

d) Bayi yang selalu dibedong dengan ketat.

e) Tidak mendapat ASI yang memadai

f) Polusi udara, asap.

g) Kepadatan tempat tinggal

h) Tidak mendapat imunisasi lengkap (terutama yang tidak mendapat imunisasi

campak)

i) Kekurangan Vitamin A

(36)

a) Memberikan gizi yang cukup yaitu memberikan ASI saja untuk bayi kurang

dari enam bulan dan ASI diberikan sampai dengan usia dua tahun, setelah

umur enam bulan bayi diperkenalkan dengan pemberian makanan tambahan

pendamping ASI.

b) Jika anak batuk tanpa napas cepat, anjurkan ibu untuk memberikan kecap

manis atau madu dengan jeruk nipis (madu tidak dianjurkan untuk anak

kurang dari 1 tahun). Tidak dianjurkan memberikan obat batuk yang dibeli

di toko obat.

c) Lakukan imunisasi lengkap di Posyandu atau Puskesmas.

d) Jauhkan Balita dari penderita batuk, asap, debu, serta bahan-bahan lain yang

mengganggu pernafasan.

e) Bersihkan lingkungan rumah terutama ruangan tempat tinggal Balita serta

usahakan ruang memiliki udara bersih dan ventilasi cukup (Panduan

Pelatihan MTBS-BM).

G.Demam

1) Defenisi Demam

Demam adalah “gejala” penyakit yang disebabkan oleh banyak hal dan

biasanya akan berhenti dalam 5 hari. Penyakit yang menyebabkan demam, bisa

ringan atau berat. Seseorang dikatakan demam, jika suhu tubuhnya mencapai

37,5º C atau lebih (USAID & MCHIP). Menurut American Academy of

Pediatrics (2005), pembacaan suhu mulut sebesar 32,7ºC atau kurang dianggap

normal; apabila suhunya lebih tinggi mengindikasikan adanya demam.

2) Cara mengukur temperatur dengan termometer

(37)

b) Goyangkan termometer dengan gerakan cepat pada pergelangan tangan dan

pastikan mercuri (air raksa) turun pada level dibawah 35° C.

c) Selipkan termometer pada ketiak dan taruh lengan diatas dada.

d) Diamkan termometer selama lima menit.

e) Setelah lima menit, lepaskan termometer dan lihat level dari mecuri pada

termometer. Garis dimana terdapat mercuri berakhir mengindikasikan

temperatur anak.

f) Goyangkan secara perlahan termometer dan turunkan level mercuri

dibawah 35°C.

g) Cuci termometer dengan air bersih dan sabun dan tempatkan di tempat

tertutup untuk disimpan (Panduan Pelatihan MTBS-BM).

3) Demam di daerah rawan malaria

Malaria adalah infeksi yang disebarkan nyamuk, merupakan penyebab

kematian parasit utama pada anak di seluruh dunia. Dari empat spesies

Plasmodium yang menginfeksi manusia, P. falciparum penyebab mobiditas dan

mortalitas terbesar. Di Amerika Serikat, semakin banyak kasus malaria

dilaporkan setiap tahun untuk wisatawan dan imigran. Penularan malaria

terjadi terutama antara matahri terbenam dan fajar, dan orang tua harus

dinasehati mengenai pentingnya cara mengurangi kontak nyamuk selama

waktu tersebut. Cara-cara untuk menghindari vektor insekta, termasuk

pengginaan pakaian yang tepat, kelambu, dan pengusir insekta sangat penting

dan harus ditekankan (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000)

Malaria adalah penyakit yang ditularkan oleh gigitan nyamuk dan ditandai

dengan demam yang terjadi sepanjang waktu ataupun hilang timbul dengan

(38)

merupakan penyebab kematian terbesar pada anak. Malaria dapat berkembang

menjadi malaria berat dalam 24 jam setelah timbulnya demam. Anak dapat

meninggal jika tidak segera diobati. Untuk pencegahannya maka disarankan

Ibu untuk tidur menggunakan kelambu yang benar, yaitu :

a) Gunakan kelambu pada malam hari,walaupun diduga tidak ada nyamuk.

b) Gunakan paku dan tali untuk menggantung kelambu.

c) Ujung kelambu harus ditempatkan dibawah kasur atau tikar.

d) Cuci kelambu bila kotor

e) Jangan menggantung pakaian di dalam rumah.

f) Jika berada di luar rumah, gunakan pakaian lengan panjang dan celana/rok

panjang.

g) Bila memungkinkan semprot kamar tidur dengan obat anti nyamuk saat

bepergian.

4) Demam Berdarah Dengue atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)

Demam berdarah atau DHF adalah penyakit menular yang disebabkan

oleh virus dengue dan ditularkan oleh gigitan nyamuk aedes aegypti. Gejalanya

ditandai dengan demam tinggi dalam dua sampai tujuh hari, disertai perdarahan

dari hidung, gusi, atau berak bewarna hitam (Nursalam,2005).

Morbiditas dan mortalitas demam berdarah dengue bervariasi dan

dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain status imunologi penderita,

kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, virilensi virus dan kondisi

geografi setempat. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan jenis kelamin

penderita, tetapi kematian ditemukan lebih banyak pada anak perempuan.

Walaupun demam berdarah dengue bisa mengenai semua kelompok umur,

(39)

Kriteria klinis demam berdarah dengue:

2. Panas dengan onset yang akut, tinggi, dan menetap 2-7 hari.

3. Adanya manifestasi perdarahan, termasuk uji torniket positif.

4. Hepatomegali.

5. Syok dengan menifetasi nadi yang cepat dan lemah dengan tekanan nadi

yang sempit (20mmHg atau kurang), atau adanya hipotensi, akral dingin dan

gelisah

Kriteria laboratorium:

a. Trombositopeni (kurang atau sama dengan 100.000/mm3)

b. Hemokonsentrasi: terdapat kenaikan hematokrit lebih atau sama dengan

20% pada masa akut dibandingkan dengan masa penyembuhan.

juga membagi menjadi empat kategori penderita menurut derajat berat

penderita sebagai berikut:

Derajat I: adanya demam tanpa perdarahan spontan, manifestasi perdarahan

hanya berupa torniket tes yang positif

Derajat II : Gejala demam diikuti dengan perdarahan spontan, biasanya

berupa perdarahan di bawah kulit dan atau berupa perdarahan lainnya.

Derajat III : adanya kegagalan sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah,

penyempitan tekanan nadi (<20 mmHg), atau hipotensi, dengan disertai

akral yang dingin dan gelisah.

Derajat IV : adanya syok yang sangat berat dengan nadi tak teraba dan

tekanan darah yang tidak terukur.

3 M Plus adalah tindakan yang dilakukan secara teratur untuk memberantas

(40)

1) MENGURAS tempat-tempat penampungan air (bak mandi, tempayan,

ember, vas bunga, tempat minum burung, dll), minimal 1 minggu sekali.

2) MENUTUP rapat semua tempat penampungan air seperti ember,gentong,

drum, dll.

3) MENGUBUR semua barang-barang bekas yang dapat menampung air

hujan, yang terdapat di sekitar/di luar rumah.

PLUS : Tindakan memberantas jentik dan menghindari

gigitan nyamuk, dengan cara-cara sbb :

(a) Membunuh jentik di tempat yang sulit dikuras atau sulit air dengan

menaburkan bubuk Abate 2-3 bulan sekali ( takaran 1 gram abate untuk 10

L air).

(b) Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.

(c) Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk.

(d) Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat gosok.

(e) Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.

(f) Tidur memakai kelambu.

(g) Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.

5) Campak

Campak ditandai dengan demam disertai ruam kemerahan yang

menyeluruh. Campak disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan

selama beberapa minggu setelah terjangkit campak. Hal ini menyebabkan anak

beresiko terhadap penyakit-penyakit lainnya. Campak ikut menyebabkan

kurang gizi karena menyebabkan diare, demam tinggi dan luka pada mulut.

Anak-anak yang kurang gizi, khususnya yang kekurangan vitamin A,

(41)

Pada kebanyakan pasien, tanda dan gejala campak sangat khas, dan waktu

munculnya gejala dan tanda ini serta urutannya selalu konsisten. Setelah

kira-kira 10 hari terpajan, tanda pertama penyakit adalah demam dan malaise.

Setelah itu diikuti oleh batuk, selesma, dan konjungtivitis. Gejala yang

memburuk secara berangsur-angsur menyertai peningkatan demam yang jelas

selama 4 hari berikutnya. Dua hari sebelum keluar ekantema, terjadi bintik

Koplik, suatu enantema yang klasik. Dengan timbulnya ruam 14 hari setelah

infeksi, maka gambaran klinis mencapai keparahan maksimal, mencapai

puncaknya ketika disertai oleh erupsi yang mengenai seluruh tubuh hari kedua

sampai hari keempat sesudah itu. Gejala konstitusi dalam periode 10 hari ini

berbeda, tetapi keluhan yang sering adalah sakit kepala, nyeri abdomen,

muntah, diare, dan mialgia. Demam mencapai 40 sampai 41ºC, yang sering

disertai menggigil, tidaklah umum terjadi bila ruam itu sangat merah. Kejang

demam bisa terjadi pada anak yang mempunyai predisposisi untuk keadaan ini

(42)

BAB III

KERANGKA KONSEP

A.Kerangka Konsep

Konsep adalah merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari

hal-hal yang khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidak

dapat langsung diamati atau diukur. Konsep hanya dapat diamati melalui konstruk

atau yang lebih dikenal dengan nama variable (Notoatmodjo,2010).

Adapun variabel – variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini,dapat

dilihat dalam bagan berikut :

Gbr.3.1. Skema Kerangka Konsep

Kerangka Konsep Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat

Pegetahuan Ibu

Baik Cukup Kurang

Sikap Ibu

Positif

Negatif

Manajemen Terpadu

Balita Sakit berbasis

(43)

B.DEFENISI OPERASIONAL

Pengetahuan Hasil dari apa yang

diketahui ibu tentang manajemen terpadu balita sakit berbasis

1.Baik: bila responden memperoleh skor 11-15 dari 15 pertanyaan. 2.Cukup: bila responden memperoleh skor 6-10 dari 15 pertanyaan. 3.Kurang : bila responden memperoleh skor 0-5 dari 15 pertanyaan.

Ordinal

Sikap Sikap adalah

kesiapan atau terpadu balita sakit berbasis masyarakat yang diajukan pada lembar kuesioner

Kuesioner Dengan menghitung

2. Sikap Negatif : bila sk responden 15-30 dari tot skor maksimum.

(44)

BAB IV

METODE PENELITIAN

A.Desain Penelitian

Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah jenis

deskriptif dengan pendekatan Cross sectional (Penelitian yang dilakukan hanya

sekali saja) yakni bertujuan untuk mengetahui pengetahuan dan sikap keluarga

khususnya ibu tentang manajemen terpadu balita sakit berbasis masyarakat di desa

Ronga-Ronga Kecamatan Gajah Putih Tahun 2013.

B.Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak berusia

2 bulan sampai dengan 59 bulan di desa Ronga-Ronga Kecamatan Gajah Putih

sebanyak 118 orang dari bulan Januari sampai bulan Desember 2012.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi. Besarnya sampel dalam peneliti adalah:

n = 2

N: Jumlah Populasi = 118 orang

(45)

Jadi besar sampel dalam penelitian ini adalah minimal 54 orang. Teknik

pengambilan sampel dengan menggunakan simple random sampling, dimana

cara pengambilan sampel dilakukan dengan acak tanpa memperhatikan strata

yang ada dalam populasi (Hidayat, 2010).

C.Tempat Penelitian

Lokasi penelitian berada di desa Ronga-Ronga Kecamatan Gajah Putih

Kabupaten Bener Meriah. Adapun pertimbangan penentuan lokasi adalah :

a. Terdapat ibu-ibu yang sudah dilatih tentang MTBS-BM.

b. Belum pernah dilakukan evaluasi sehubungan dengan kegiatan yang telah

dilakukan pada daerah tersebut.

c. Belum pernah dilakukan penelitian terhadap MTBS-BM di daerah tersebut.

d. Letak geografis Kecamatan Gajah Putih yang jauh dari Rumah Sakit Umum

Daerah.

D.Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai dari awal penelitian yaitu dari bulan Januari

2013 sampai Mei 2013.

E.Pertimbangan Etik Penelitian

Sebelum melakukan penelitian ini terlebih dahulu peneliti mengajukan

permohonan kepada Ketua Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara, dan permintaan izin dari Kepala Desa Ronga-Ronga

Kecamatan Gajah Putih Kabupaten Bener Meriah. Kemudian peneliti menemui

responden setelah responden mengerti dan memahami maksud dan tujuan

(46)

digunakan demi perkembangan ilmu pengetahuan, maka secara sukarela

responden menandatangani lembar persetujuan dan pengisian kuesioner.

Dan membagikan kuesioner serta menjelaskan bahwa responden dapat

mengundurkan diri dari penelitian setiap saat tanpa ada tekanan ataupun paksaan.

Peneliti menghormati hak responden untuk menjaga kerahasiaan, maka kuesioner

yang diberikan kepada responden diberi kode tanpa mencantumkan nama

responden. Dalam membagikan kuesioner peneliti mendampingi responden dalam

pengisian untuk menjelaskan apabila ada pertanyaan yang kurang jelas dalam

pengisian kuesioner.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang

diinformasikan oleh peneliti dan disusun secara tertutup serta berisikan

pertanyaan yang harus dijawab responden. Kuesioner yang dibagikan terdiri dari 3

bagian, yaitu kuesioner data demografi, kuesioner pengetahuan ibu dan kuesioner

untuk mengetahui sikap ibu.

1. Kuesioner data demografi Ibu (identitas Ibu) di desa Ronga-Ronga Kecamatan

Gajah Putih yang meliputi umur, jumlah anak, pendidikan dan pekerjaan.

2. Kuesioner Data Pengetahuan

Pertanyaan untuk pengetahuan sebanyak 15 (lima belas), dengan bentuk

multiple choice terdiri dari 15 pertanyaan tertutup dan pilihan jawaban a, b, c. Jika

jawaban benar maka diberi nilai satu (skor = 1), dan jika jawaban salah maka

diberi nilai nol (skor = 0). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan rumus

(47)

P merupakan panjang kelas, R adalah rentang merupakan skor terbesar, skor

terendah, banyak kelas merupakan banyaknya kelompok / lebar interval yang terdiri

dari 3 (tiga) kelas yakni, baik, cukup dan kurang. Untuk mendapatkan kriteria

digunakan perhitungan, menentukan skor tertinggi dan terendah.

Skor tertinggi = 15

Skor terendah = 0

a. Menentukan nilai rentang (R)

Rentang = Skor tertinggi – skor terkecil

= 15 – 0

= 15

b. Menentukan panjang kelas (i)

Panjang kelas (i) = Rentang

c. Untuk menentukan kategori pengetahuan adalah sebagai berikut :

1. Kategori kurang : Jika responden menjawab 0 – 5 pertanyaan dengan

benar.

2. Kategori cukup : Jika responden menjawab 6 – 10 pertanyaan dengan

benar.

3. Kategori baik : Jika responden menjawab 11 – 15 pertanyaan dengan

benar.

3. Kuesioner Data Sikap

Bagian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sikap ibu terhadap manajemen

(48)

skornya menurut skala Likert yang telah dimodifikasi dengan menggunakan 3

kategori yakni, Setuju (S) diberi skor 3, Ragu-ragu (RR) diberi skor 2, Tidak Setuju

(TS) diberi skor 1. Total skor diperoleh nilai terendah 15 dan nilai tertinggi 45.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan rumus menurut Hidayat:

Kelas Banyak

Rentang

P=

Ket : P = Panjang kelas interval

Rentang = Nilai tertinggi – Nilai terendah

Banyak Kelas = Jumlah kategori

Di mana diketahui skor maksimum diperoleh dari jumlah nilai jawaban

tertinggi dikali jumlah pernyataan (3x15) dan skor minimum diperoleh dari

jumlah nilai jawaban terendah dikali jumlah pernyataan (1x15). Rentang kelas

sebesar 30 dan banyak kelas sebanyak 2 kelas maka didapatkan panjang kelas

sebesar 15. Jika skor maksimum adalah 45 dan skor minimum adalah 15 dapat

dikategorikan :

1. Positif : apabila mendapat skor : 31-45

2. Negatif : apabila mendapat skor : 15-30

G.Uji Validitas dan Realibilitas

Validitas adalah menunjukan bahwa suatu alat ukur benar-benar mengukur

apa yang akan diukur. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian validitas isi

(content validity) yang terdiri dari 15 pertanyaan pengetahuan, 15 pertanyaan

sikap, yang dibuat dengan berlandaskan teori dan akan dikonsulkan kepada

(49)

Uji reliabilitas adalah ketepatan suatu alat ukur, uji reliabilitas dilakukan

untuk melihat alat dapat dipercaya atau dapat diandalkan untuk digunakan sebagai

alat ukur (Arikunto, 2006). Uji reliabilitas dalam penelitian mengukur tingkat

kestabilan jawaban yang diberikan responden atas pertanyaan dari kuesioner.

Berdasarkan hasil uji statistik, didapatkan nilai Alpha Cronbach 0,714 untuk

pertanyaan pengetahuan dan 0,927 untuk kategori sikap.

H. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh

responden untuk mengidentifikasi pengetahuan dan sikap ibu tentang manajemen

terpadu balita sakit berbasis masyarakat. Prosedur pengumpulan data yang

dilakukan adalah dengan mengajukan surat permohonan izin penelitian pada

institusi pendidikan program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan USU,

dan mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada pimpinan

Puskesmas Ronga-Ronga. Setelah mendapat izin maka peneliti mencari informasi

berupa berapa banyak jumlah ibu-ibu yang mempunyai balita di Wilayah Kerja

Puskesmas tersebut dan membagikan kuesioner pada saat jadwal imunisasi serta

mendatangi tempat tinggal responden didampingi kader. Proses pembagian

responden yaitu dengan meminta persetujuan responden untuk menjadi

responden secara sukarela. Setelah responden bersedia maka diminta untuk

menandatangani lembar persetujuan (Informed Consent), menjelaskan cara

pengisian kuesioner kepada responden dan selanjutnya dipersilahkan untuk

mengisi lembar kuesioner. Peneliti mendampingi responden dalam pengisian

untuk menjelaskan apabila ada pertanyaan yang kurang jelas dalam pengisian

(50)

I. Analisa Data

1) Pengolahan Data

a) Pemeriksaan data (Editing)

Dalam melakukan editing ada beberapa hal yang harus diperhatikan yakni

memeriksa kelengkapan data, memeriksa kesinambungan data, dan

memeriksa keseragaman data.

b) Pemberian Code (Coding)

Setelah editing dilakukan, langkah selanjutnya ialah melakukan pengkodean

data.

c) Entry Data

Dilakukan dengan cara memasukan data kedalam sistem komputerisasi.

d) Tabulating

Untuk memperoleh analisis data, pengolahan data seta pengambilan

kesimpulan, data dimasukkan kedalam bentuk distribusi frekuensi.

2) Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini adalah univariat dan bersifat deskriptif.

Semua variabel dianalisis secara deskriptif dengan menghitung frekuensi dan

persentasenya. Dari pengolahan data deskriptif, data yang bersifat kategori

(51)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang

“Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit berbasis

masyarakat di desa Ronga-Ronga kecamatan Gajah Putih Kabupaten Bener Meriah

Tahun 2013”. Jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah 83 ibu

yang memiliki balita. Desain deskriptif digunakan dalam penelitian ini dengan tujuan

untuk mengidentifikasi pengetahuan dan sikap ibu terhadap Manajemen Terpadu

Balita Sakit berbasis masyarakat di Desa Ronga-Ronga Kecamatan Gajah Putih

Kabupaten Bener Meriah. Adapun data – data yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Data Demografi

Tabel 5. 1

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat

(52)

Pada penelitian ini didapatkan karakteristik responden yaitu berdasarkan

umur responden, mayoritas umur responden berada pada rentang usia 20 – 35 tahun

sebanyak 71 orang (85,5%), mayoritas responden berpendidikan SMA sebanyak 43

orang (51,8%), serta mayoritas pekerjaan responden adalah ibu rumah tangga

sebanyak 43 orang (51,8%).

2. Pengetahuan ibu terhadap MTBS Berbasis Masyarakat

Tabel 5. 2

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibu Terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit – Berbasis Masyarakat di Desa Ronga-Ronga

Kecamatan Gajah Putih Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013 (n=83)

Kategori F %

Kurang 14 16,9

Cukup 23 27,7

Baik 46 55,4

Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa pengetahuan mayoritas ibu

menunjukan pengetahuan baik terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit – Berbasis

Masyarakat yaitu sebanyak 46 orang (55,4%) dan minoritas ibu memiliki

(53)

Tabel 5. 3

Distribusi Jawaban Pengetahuan Ibu Terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat di Desa Ronga-Ronga Kecamatan Gajah Putih

Kabupaten Bener Meriah

6. Pengobatan diare yang bisa dilakukan ibu di

rumah

11. Cara yang tepat untuk mengetahui suhu tubuh anak

Berdasarkan tabel 5.3 pilihan jawaban pengetahuan ibu didapat bahwa ibu

yang banyak menjawab pertanyaan benar yaitu pada pertanyaan pengertian diare

sebanyak 70 responden (84,3%) dan didapati jumlah ibu yang sedikit menjawab

benar pada pertanyaan cara yang tepat untuk mengetahui suhu tubuh anak sebanyak

(54)

3. Sikap ibu terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit – Berbasis Masyarakat

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap

suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan adanya kesesuaian reaksi

terhadap stimulus tertentu.

Tabel 5. 4

Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit – Berbasis Masyarakat di Desa Ronga-Ronga

Kecamatan Gajah Putih Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013 (n=83)

Kategori F %

Negatif 2 2,4

Positif 81 97,6

Tabel 5.4 menunjukkan gambaran sikap ibu terhadap Manajemen Terpadu

Balita Sakit – Berbasis Masyarakat. Hasil penelitian diperoleh responden yang

bersikap positif sebanyak 81 orang (97,6%) dan responden yang bersikap negatif

(55)

Tabel 5. 5

Distribusi Jawaban Sikap Ibu Terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit – Berbasis Masyarakat di Desa Ronga-Ronga Kecamatan Gajah Putih

Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013 (n=83)

N

o Pernyataan

Pilihan Jawaban Tidak

Setuju Ragu-Ragu Setuju

f % f % f %

1. Saya akan memberikan anak saya imunisasi lengkap agar daya tahan tubuhnya meningkat.

0 0 7 8,4 76 91,6 2. Saya akan memberikan asi eksklusif kepada anak

saya hingga berusia 6 bulan

1 1,2 11 13,3 71 85,5 3. Jika anak saya batuk dan susah bernafas, saya

akan memeriksakan anak saya ke dokter atau puskesmas terdekat

0 0 9 10,8 74 89,2

4. Saya akan menggunakan kelambu untuk menghindari penyakit malaria

4 4,8 15 18,1 64 77,1 5. Jika anak ibu demam sampai 7hari sebaiknya

diberi obat yang dibeli di warung saja.

25 30,1 16 19,3 42 50,6 6. Anak yang mengalami batuk disertai sukar

bernapas dan tidak sembuh selama 21 hari merupakan hal yang wajar.

26 31,3 14 16,9 43 51,8

7. Ibu harus mencuci tangan setelah cebok, setelah menceboki anak, sebelum menyiapkan makanan dan sebelum menyuapi anak makan atau meneteki anak.

4 4,8 9 10,8 70 84,3

8. Makanan yang sudah di masak harus ditutup agar tetap bersih

4 4,8 7 8,4 72 86,7 9. Menurut ibu, menyuci bahan makanan yang akan

dimasak merupakan tindakan yang penting.

4 4,8 12 14,5 67 80,7 10

.

Jika ada barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan, maka akan saya kubur dan tempat penampungan air harus dikuras.

4 4,8 9 10,8 70 84,3

11 Jika anak diare, akan saya berikan oralit atau air rebusan sayur.

4 4,8 11 13,3 68 81,9 12

.

Menurut ibu dengan memberikan anak banyak minum ketika anak diare akan semakin baik.

3 3,6 15 18,1 65 78,3 13

.

Seharusnya ibu membiasakan anak untuk buang air besar di jamban dan membuang kotoran (tinja) anak di jamban.

3 3,6 12 14,5 68 81,9

14 .

Jika anak sedang diare maka sebaiknya saya memberi anak minum lebih banyak dari pada saat dia tidak sakit.

10 12 8 9,6 65 78,3

15 .

Jika anak memuntahkan semua makanan atau minuman yang diberikan, harus segera dibawa ke bidan atau dokter.

7 8,4 6 7,2 70 84,3

Berdasarkan tabel 5.5 hasil pilihan jawaban ibu mengenai pernyataan sikap

terhadap MTBS - BM didapatkan bahwa untuk pernyataan positif (nomor

1,2,3,4,7,8,9,10), paling banyak ibu memilih jawaban setuju pada nomor 1 yaitu

(56)

15 orang (26,3%), dan responden yang paling banyak menjawab tidak setuju pada

pernyataan nomor 6 yaitu sebanyak 22 orang (38,6%).

Untuk pernyataan yang negatif (nomor 5 dan 6), paling banyak responden

yang menjawab setuju pada nomor 6 sebanyak 43 orang (51,8%). Jumlah terbanyak

responden yang menjawab ragu-ragu pada nomor 5 yaitu sebanyak 16 orang (19,3%)

dan yang responden paling banyak menjawab tidak setuju pada nomor 6 yaitu

sebanyak 26 orang (31,3%).

Tabel 5. 6

Tabulasi Silang Pengetahuan dan Sikap Responden Terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit – Berbasis Masyarakat di Desa Ronga-Ronga

Kecamatan Gajah Putih Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013 (n=83)

% within Kategori Pengetahuan 14.3% 85.7% 100.0%

% within Kategori Sikap 100.0% 14.8% 16.9%

% of Total 2.4% 14.5% 16.9%

cukup Count 0 23 23

% within Kategori Pengetahuan .0% 100.0% 100.0%

% within Kategori Sikap .0% 28.4% 27.7%

% of Total .0% 27.7% 27.7%

baik Count 0 46 46

% within Kategori Pengetahuan .0% 100.0% 100.0%

% within Kategori Sikap .0% 56.8% 55.4%

% of Total .0% 55.4% 55.4%

Total Count 2 81 83

% within Kategori Pengetahuan 2.4% 97.6% 100.0%

% within Kategori Sikap 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 2.4% 97.6% 100.0%

Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa dari 14 orang ibu yang memiliki

Gambar

Gambar 2. 1 Tanda Bahaya Khusus Pada Anak Sakit Batuk, Demam Dan Diare
Tabel 5. 1
Tabel 5. 2
Tabel 5. 3
+3

Referensi

Dokumen terkait

Negara berkewajiban memastikan kepatuhan terhadap kapal yang mengibarkan bendera dengan peraturan dan ketentuan internasional yang berlaku seperti undang-undang dan

Untuk mengatasi masalah rendahnya kemampuan siswa dalam penguasaan kaidah nahwiyah, penulis melalukan Penelitian Tindakan Kelas yang berlangsung dalam tiga siklus

Pada rumah sakit X setiap lantai memiliki sekat kaca yang tertutup dengan warna putih dengan ukuran yang berbeda dengan kaca jendela yang ada pada setiap lantai tetapi Hal ini dapat

CADANGAN PENYISIHAN KERUGIAN PER. 7/56/DPbS tanggal 9 Desember 2005 perihal &#34;Laporan Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan serta Laporan Tertentu dari Bank

Fungsi revolving screen ini sama dengan alat ayakan yang lainnya yaitu untuk menghasilkan produk dengan beberapa ukuran dan dapat menangani material dengan ukuran 55 mm -6 mm,

Hendro Gunawan, MA Pembina Utama Muda

“I hope we don’t have to wait around all day for him,” Jeremy said, as he took the seat across the aisle from Katie and Suzanne.. “I want to get

Hasil penelitian menunjukkan bahwa construct yang dibuat dari TPB, berupa Konsekuensi, Norma Subyektif, Faktor Situasional dan Kontrol Perilaku bisa efektif untuk