PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG MANAJEMEN
TERPADU BALITA SAKIT BERBASIS MASYARAKAT
DI DESA RONGA-RONGA KEC. GAJAH PUTIH
KABUPATEN BENER MERIAH
TAHUN 2013
MERYANNA SIMARMATA
125102019
KARYA TULIS ILMIAH
PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas dan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal karya tulis
ilmiah dengan judul “Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Manajemen Terpadu
Balita Sakit Berbasis Masyarakat di Desa Ronga-Ronga Kecamatan Gajah Putih
Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu:
1.
selaku Rektor USU
2. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU
3. Nur Asnah Sitohang, S.Kp. Ns. M.Kep selaku ketua Program Studi D-IV
Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan USU.
4. Diah Lestari Nasution, SST., M.Keb selaku dosen pembimbing dalam
penyusunan Karya Tulis Ilmiah, yang telah memberikan bimbingan dan
dorongan kepada peneliti hingga penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini selesai
5. Nurasiah, S. Kep., NS., selaku penguji I.
6. Dr. Christoffel L. Tobing, Sp. OG (K).,selaku penguji II
7. Teristimewa kepada ibu bapak, seluruh keluarga yang telah memberi
dukungan moril dan materi kepada penulis semoga penulis dapat
memberikan yang terbaik berkat do’a yang telah diberikan.
8. Teman-teman yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas semua bantuan yang
diberikan. Semoga mendapat anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Amin Ya Robbal
Alamin.
Medan, Juli 2013
Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS- BM) di Desa Rong-Ronga Kecamatan Gajah Putih
Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013
ABSTRAK
Meryanna Simarmata 125102019
Latar belakang: Menurut WHO dan UNICEF, 80 % kematian balita terjadi di rumah
(dengan sedikit atau tanpa adanya kontak dengan petugas kesehatan). Pedoman perencanaan dan pelaksanaan MTBS-BM di kabupaten dan kota merupakan bagian dari Rencana Aksi Nasional kelangsungan hidup anak, dengan fokus untuk mempromosikan perilaku pencarian pertolongan kesehatan dan perawatan balita di rumah. Sementara bagi kelompok masyarakat yang mengalami kesulitan untuk menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan, selain melakukan promosi perilaku sehat dan pencarian pertolongan kesehatan dan perawatan balita di rumah, diperlukan intervensi dimana anggota masyarakat bisa dilatih untuk melakukan pengobatan sederhana kasus balita sakit seperti diare, pneumonia, demam, malaria, dan masalah lainnya (Kemenkes RI, 2012)
Tujuan Penelitian: untuk mengetahui pengetahuan dan sikap ibu terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit berbasis masyarakat.
Metodologi: Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak berusia 2 bulan sampai dengan 59 bulan di desa Ronga-Ronga Kecamatan Gajah Putih, jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah 83 ibu yang memiliki balita.
Hasil: Dari 83 ibu yang menjadi responden, responden memiliki pengetahuan yang baik tentang Manajemen Terpadu Balita Sakit – Berbasis Masyarakat sebanyak 46 orang (55,4%) dan minoritas responden berpengetahuan kurang sebanyak 14 orang (16,9%). Mayoritas ibu memiliki sikap yang positif yaitu sebanyak 81 orang (97,6%). Dari 14 orang ibu yang memiliki pengetahuan kurang, 14,3% diantaranya memiliki sikap negatif dan selebihnya memiliki sikap positif (85,7%). Seluruh ibu yang memiliki pengetahuan cukup dan pengetahuan baik memiliki sikap positif (100%).
Kesimpulan: Mayoritas ibu memiliki pengetahuan yang baik tentang Manajemen Terpadu Balita Sakit – Berbasis Masyarakat (55,4%) dan minoritas responden berpengetahuan kurang 16,9%. Mayoritas ibu memiliki sikap yang positif yaitu sebanyak 81 orang (97,6%).
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
A. Pengetahuan ... 6
B. Sikap ... 9
C. Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS-BM) ... 11
D. Tanda Bahaya Umum pada Anak Usia 2-59 bulan ... 15
E. Diare ... 16
F. Pneumonia ... 22
G. Demam ... 25
BAB III KERANGKA KONSEP ... 31
A. Kerangka Konsep ... 31
B. DEFENISI OPERASIONAL ... 32
BAB IV METODE PENELITIAN ... 33
A. Desain Penelitian ... 33
B. Populasi dan Sampel ... 33
C. Tempat Penelitian ... 34
D. Waktu Penelitian ... 34
E. Pertimbangan Etik Penelitian ... 34
F. Instrumen Penelitian ... 35
G. Uji Validitas dan Realibilitas ... 37
I. Analisa Data ... 39
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40
A. Hasil Penelitian ... 40
B. Pembahasan ... 46
C. Keterbatasan Penelitian... 49
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 50
A. Kesimpulan ... 50
B. Saran ... 50
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Tabel 5. 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat ... 40 Tabel 5. 2 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibu Terhadap Manajemen
Terpadu Balita Sakit – Berbasis Masyarakat di Desa Ronga-Ronga ... 41 Tabel 5. 3Distribusi Jawaban Pengetahuan Ibu Terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit
Berbasis Masyarakat di Desa Ronga-Ronga Kecamatan Gajah Putih ... 42 Tabel 5. 4 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Terhadap Manajemen Terpadu Balita
Sakit – Berbasis Masyarakat di Desa Ronga-Ronga ... 43 Tabel 5. 5 Distribusi Jawaban Sikap Ibu Terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit –
Berbasis Masyarakat di Desa Ronga-Ronga Kecamatan Gajah Putih ... 44 Tabel 5. 6 Tabulasi Silang Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Manajemen Terpadu Balita
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Persetujuan Penelitian
Lampiran 2 : Izin Penelitian
Lampiran 3 : Balasan Izin Penelitian
Lampiran 4 : Lembar Kuesioner
Lampiran 5 : Master Tabel
Lampiran 6 : Output SPSS
Lampiran 7 : Lembar Konten Validity
Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS- BM) di Desa Rong-Ronga Kecamatan Gajah Putih
Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013
ABSTRAK
Meryanna Simarmata 125102019
Latar belakang: Menurut WHO dan UNICEF, 80 % kematian balita terjadi di rumah
(dengan sedikit atau tanpa adanya kontak dengan petugas kesehatan). Pedoman perencanaan dan pelaksanaan MTBS-BM di kabupaten dan kota merupakan bagian dari Rencana Aksi Nasional kelangsungan hidup anak, dengan fokus untuk mempromosikan perilaku pencarian pertolongan kesehatan dan perawatan balita di rumah. Sementara bagi kelompok masyarakat yang mengalami kesulitan untuk menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan, selain melakukan promosi perilaku sehat dan pencarian pertolongan kesehatan dan perawatan balita di rumah, diperlukan intervensi dimana anggota masyarakat bisa dilatih untuk melakukan pengobatan sederhana kasus balita sakit seperti diare, pneumonia, demam, malaria, dan masalah lainnya (Kemenkes RI, 2012)
Tujuan Penelitian: untuk mengetahui pengetahuan dan sikap ibu terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit berbasis masyarakat.
Metodologi: Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak berusia 2 bulan sampai dengan 59 bulan di desa Ronga-Ronga Kecamatan Gajah Putih, jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah 83 ibu yang memiliki balita.
Hasil: Dari 83 ibu yang menjadi responden, responden memiliki pengetahuan yang baik tentang Manajemen Terpadu Balita Sakit – Berbasis Masyarakat sebanyak 46 orang (55,4%) dan minoritas responden berpengetahuan kurang sebanyak 14 orang (16,9%). Mayoritas ibu memiliki sikap yang positif yaitu sebanyak 81 orang (97,6%). Dari 14 orang ibu yang memiliki pengetahuan kurang, 14,3% diantaranya memiliki sikap negatif dan selebihnya memiliki sikap positif (85,7%). Seluruh ibu yang memiliki pengetahuan cukup dan pengetahuan baik memiliki sikap positif (100%).
Kesimpulan: Mayoritas ibu memiliki pengetahuan yang baik tentang Manajemen Terpadu Balita Sakit – Berbasis Masyarakat (55,4%) dan minoritas responden berpengetahuan kurang 16,9%. Mayoritas ibu memiliki sikap yang positif yaitu sebanyak 81 orang (97,6%).
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Deskripsi kesehatan masyarakat di suatu daerah seringkali dipaparkan dengan
berbagai indikator. Indikator yang sering digunakan yakni mortalitas (angka
kematian) dan morbiditas (angka kesakitan). Keberhasilan upaya kesehatan juga
dilihat dari indikator derajat kesehatan (Profil Dinkes Bener Meriah 2011).
Derajat kesehatan merupakan pencerminan kesehatan perorangan, kelompok
maupun masyarakat yang digambarkan dengan umur harapan hidup, mortalitas,
morbiditas dan status gizi masyarakat. Sehat dapat mencakup pengertian yang
sangat luas selain bebas dari penyakit tetapi juga tercapainya keadaan
kesejahteraan baik fisik, sosial dan mental.
Kesehatan merupakan salah satu hak rakyat yang dijamin dalam Undang –
Undang 1945. Status kesehatan merupakan salah satu komponen utama selain
pendidikan dan pendapatan perkapita dalam mengukur Indeks Pembangunan
Manusia (IPM), dengan demikian pembangunan kesehatan merupakan investasi
untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam memberikan kontribusi
dalam pembangunan (Profil kesehatan Bener Meriah, 2011).
Dalam “Tracking Progress in Maternal, Newborn & Child Survival the 2008
Report” disebutkan bahwa ada 10 juta anak meninggal setiap tahunnya sebelum
mereka merayakan ulang tahunnya yang ke lima, artinya bahwa terdapat lebih
dari 2600 balita meninggal setiap harinya. Terdapat 40 % kematian balita
tersebut terjadi pada masa neonatal dan 1/3 diantaranya didasari oleh kurang gizi.
Di Indonesia, menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2007 menunjukkan bahwa kematian bayi (34/1000 kelahiran hidup), 56 %
diantaranya merupakan kematian neonatal. Menurut Rinkesdas 2007, penyebab
kematian utama bayi adalah gangguan pernapasan (35,9%) dan berat lahir rendah
(32,4%). Sedangkan angka kematian balita mencapai 44/1000 kelahiran hidup.
Ini berarti setiap harinya ada 531 balita yang meninggal di Indonesia per harinya
atau 22 balita meninggal per jamnya. Kematian tersebut 70 % disebabkan oleh
pneumonia, diare, malaria, campak, malnutrisi dan seringkali merupakan
kombinasi dari/ keadaan tersebut di atas. Dan di Sumatera Utara Angka kematian
Balita (AKABA) sebesar 67/1000 kelahiran hidup. (Profil Kesehatan Sumatera
utara,2010).
Selama bertahun-tahun, pakar kesehatan global mengakui bahwa
keberhasilan menurunkan angka kematian anak membutuhkan lebih dari
ketersediaan pelayanan yang adekuat oleh petugas yang terlatih. Di seluruh
dunia, banyak anak yang tidak memiliki akses terhadap fasilitas kesehatan, tidak
hanya terhalang oleh jarak, namun rintangan yang berkaitan dengan biaya,
kepercayaan kesehatan, dan bahasa. Sebagai tambahan, karena keluarga memikul
tanggung jawab yang besar untuk merawat anaknya, sukses membutuhkan
kemitraan antara pelayan kesehatan dan keluarga dengan dukungan dari
masyarakat. Tenaga kesehatan perlu memastikan bahwa keluarga dapat
menyediakan perawatan yang adekuat di rumah untuk mendukung pertumbuhan
dan perkembangan yang sehat untuk anak mereka. Keluarga juga perlu untuk
mampu merespon dengan tepat ketika anak mereka sakit, mencari bantuan yang
layak dan tepat waktu, dan memberikan pengobatan yang direkomendasikan
Untuk mengatasi masalah tersebut maka sejak tahun 1990- an WHO telah
merancang suatu strategi yang dinamakan Integrated Management of Childhood
Illness (IMCI) atau Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). MTBS adalah
suatu pendekatan yang terintegrasi/ terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan
fokus kepada kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita) secara menyeluruh. MTBS
bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara
menatalaksana balita sakit. MTBS dilaksanakan oleh tenaga kesehatan di unit
rawat jalan tingkat dasar (Puskesmas, Pustu, Polindes dan Poskesdes) yaitu
perawat dan bidan, serta dokter umum (yang menerima rujukan awal). Strategi
MTBS memiliki 3 komponen khas yang menguntungkan, yakni pertama
meningkatkan keterampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita
sakit. Kedua, memperbaiki sistem kesehatan (utamanya di tingkat
kabupaten/kota). Ketiga, memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam
perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit
(meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat) yang dikenal sebagai
MTBS berbasis masyarakat (MTBS-BM).
Pendekatan pelayanan kesehatan dengan MTBS berbasis Masyarakat
dilaksanakan dengan prinsip dasar untuk menjalin kemitraan antara fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama dengan masyarakat yang dilayaninya,
meningkatkan akses ketersediaan pelayanan dan informasi kesehatan yang
memadai di tingkat masyarakat, dan memadukan promosi perilaku sehat dalam
keluarga yang sangat penting untuk kelangsungan hidup dan tumbuh kembang
anak (Kemenkes RI, 2012)
Kegiatan MTBS berbasis masyarakat mengupayakan adanya hubungan (link)
meningkatkan praktek – praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan balita
di rumah untuk menjamin kelangsungan hidup anak, menurunkan tingkat
kesakitan dan mempromosikan praktek – praktek dalam rangka meningkatkan
tumbuh kembang anak. (Wijaya, 2009)
Pedoman perencanaan dan pelaksanaan MTBS-BM di kabupaten dan kota
merupakan bagian dari Rencana Aksi Nasional kelangsungan hidup anak. Bagi
kelompok masyarakat yang berada di wilayah terjangkau fasilitas pelayanan
kesehatan, maka penerapan MTBS-BM difokuskan untuk mempromosikan
perilaku pencarian pertolongan kesehatan dan perawatan balita di rumah.
Sementara bagi kelompok masyarakat yang mengalami kesulitan untuk
menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan, selain melakukan promosi perilaku
sehat dan pencarian pertolongan kesehatan dan perawatan balita di rumah,
diperlukan intervensi dimana anggota masyarakat bisa dilatih untuk melakukan
pengobatan sederhana kasus balita sakit seperti diare, pneumonia, demam,
malaria, dan masalah lainnya (Kemenkes RI, 2012)
Penerapan MTBS-BM dengan baik dapat meningkatkan upaya penemuan
kasus secara dini, memperbaiki manajemen penanganan dan pengobatan,
promosi serta peningkatan pengetahuan bagi ibu-ibu dalam merawat anaknya
dirumah serta upaya mengoptimalkan system rujukan dari masyarakat ke fasilitas
pelayanan primer dan rumah sakit sebagai pusat rujukan. (Depkes RI, 2008)
Berdasarkan uraian diatas penulis merasa tertarik mengambil judul yaitu
Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit berbasis
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan dalam penelitian ini
adalah bagaimana pengetahuan dan sikap ibu terhadap Manajemen Terpadu
Balita Sakit berbasis masyarakat di desa Ronga-Ronga kecamatan Gajah Putih
Kabupaten Bener Meriah.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan
dan sikap ibu terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit berbasis masyarakat.
D. Manfaat Penelitian
1. Pelayanan kebidanan
Sebagai masukan bagi puskesmas untuk membuat kebijakan dan koordinasi
yang mendukung pelaksanaan serta pengembangan pendekatan MTBS – BM.
2. Bagi Responden
Meningkatkan pengetahuan ibu terhadap pengenalan tanda bahaya pada anak
sakit, perilaku sehat untuk mencari pertolongan pelayanan kesehatan.
3. Bagi peneliti
Sebagai aplikasi ilmu yang telah didapat selama perkuliahan dan sebagai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
1. Defenisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu, yang terjadi setelah seseorang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa,
dan raba. Pengetahuan merupakan hasil dari apa yang diketahui seseorang yang
didapatkan secara formal maupun informal. Pengetahuan formal ini diperoleh
dari pendidikan sekolah, sedangkan pendidikan informal diperoleh dari luar
sekolah seperti dari lingkungan keluarga, orang lain dalam pergaulan
sehari-hari dan dapat juga diperoleh dari media informasi yaitu media cetak seperti:
buku, majalah, media elektronik seperti tv, radio, dan internet.
2. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat
yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam enam tingkat
pengetahuan, yakni :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak
sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut pada situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan atau
memisahkan kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen
yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum
atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari
komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini
didasarkan pada kinerja yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang
berlaku di masyarakat (Notoadmodjo, 2010).
3. Faktor –faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Meneurut Suhartono (2005) pengetahuan dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu:
a. Faktor Internal
1) Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti terjadi proses
pertubuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih dewasa,
Beberapa hasil penelitian mengenai pengaruh pendidikan terhadap
perkembngan pribadi, bahwa pada umumnya pendidikan itu
mempertinggi taraf intelegensi individu.
2)Persepsi
Persepsi yaitu mengenal dan memilh objek sehubungan dengan tindakan
yang akan diambil.
3) Motivasi
Motivasi merupakan dorongan, keinginan, dan tenaga penggerak yang
berasal dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu dengan
mengesampingkan hal – hal yang dianggap kurang bermanfaat. Dalam
mencapai tujuan dan munculnya motivasi murni adalah motivasi yang
betul – betul disadari akan pentingnya suatu perilaku akan suatu
kebutuhan.
a) Pengalaman
Pengalaman adalah sesuatu yang dirasakan ( diketahui, dikerjakan)
juga merupakan kesadaran akan suatu hal yang tertangkap oleh indera
manusia.
b) Faktor Eksternal
Faktor eksternal yaitu dorongan dari luar berupa tuntutan untuk
memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan, meliputi lingkungan,
informasi, budaya, penghasilan dan akses terhadap informasi dan
pendidikan.
c) Cara Mengukur Pengetahuan
Menurut Nursalam (2008) untuk mengetahui tingkat pengetahuan
a. Pengetahun baik : 76 – 100%
b. Pengetahuan cukup : 56 – 75 %
c. Pengetahuan kurang : < 56 %
B.Sikap
1. Defenisi
Menurut Notoadmodjo (2007), bahwa sikap adalah respon tertutup
seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor
pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak
setuju, baik-tidak baik dan sebagainya). Newcomb, salah seorang ahli psikologi
social menyatakan bahwa sikap adalah merupakan kesiapan atau kesediaan
untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata
lain fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas,
akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan), atau reaksi tertutup.
Allport (1945) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen pokok,
yaitu:
a) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
b) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
c) Kecendrungan untuk bertindak.
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan,pikiran,
keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.
2. Tingkat sikap
Sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa seorang atau subjek mau menerima stimulus
yang diberikan (objek).
b. Menanggapi (responding)
Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap
pertanyaan atau objek yang dihadapai.
c. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif
terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain
dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain
merespon.
d. Bertanggungjawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggungjawab terhadap
apa yang telah diyakini, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang
lain yang mencemooh atau adanya resiko lain.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap adalah :
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu
sendiri. Faktor ini berupa selectivity atau daya pilih seseorang untuk
menerima atau menolak pengaruh-pengaruh yang datang dari luar.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang terdapat dari luar pribadi manusia.
antara manusia dalam bentuk kebudayaan, yang sampai kepada individu
melalui media massa (Notoatmodjo, 2007).
C.Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS-BM)
1. Pengertian Umum
Manajemen Terpadu Balita Sakit berbasis masyarakat (MTBS-BM)
merupakan pendekatan pelayanan kesehatan bayi dan anak balita terintegrasi di
tingkat masyarakat sesuai standar. Menurut Hidayat (2009), manajemen
terpadu balita sakit merupakan suatu bentuk pengelolaan balita yang
mengalami sakit, yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan anak
serta kualitas pelayanan kesehatan anak. Bentuk ini sebagai salah satu cara
efektif untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan pada bayi dan anak,
mengingat pengelolaan ini dapat dilakukan pada pelayanan tingkat pertama
seperti di unit rawat jalan, puskesmas, polindes, dan lain-lain.
Yang dimaksud berbasis masyarakat adalah strategi dalam penerapan
pendekatan MTBS dengan melibatkan masyarakat atau kader. Yang disebut
bayi muda adalah rentang usia bayi mulai dari baru lahir hingga sebelum genap
berusia dua bulan. Sedangkan balita dalam konteks pedoman ini dimulai dari
bayi berusia dua bulan hingga sebelum genap berusia lima tahun (Pedoman
Perancanaan dan Pelaksanaan MTBS-BM, hal 11).
Pendekatan MTBS di Indonesia pada awalnya dimanfaatkan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar
(Puskesmas dan jaringannya termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes, dll). Upaya
ini tergolong lengkap untuk mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering
meliputi upaya preventif (pencegahan penyakit), perbaikan gizi, upaya
promotif (berupa konseling) dan upaya kuratif (pengobatan) terhadap penyakit
– penyakit dan masalah yang sering terjadi pada balita.
MTBS berbasis keluarga/ masyarakat merupakan upaya untuk mendorong
diterapkannya dan dipertahankannya perilaku kunci dalam keluarga yang
mendukung kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak, dalam
kerangka pengembangan kapasitas masyarakat.
2. Strategi MTBS
MTBS memiliki 3 komponen khas yang menguntungkan seperti yang
dijelaskan dalam publikasi CORE & USAID (2009) yaitu:
a) Komponen I : Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam
tatalaksana kasus balita sakit menggunakan pedoman MTBS yang telah
diadaptasi di negara-negara tersebut.
b) Komponen II : Memperbaiki sistem kesehatan melalui penguatan
perencanaan dan manajemen kesehatan di tingkat kabupaten/kota, melalui
penyediaan sarana/prasarana kesehatan dan obat-obatan esensial,
pemberian dukungan dan supervise, peningkatan system rujukan kasus dan
system informasi kesehatan, serta mengatur tata kerja yang efisien di
fasilitas kesehatan.
c) Komponen III : Meningkatkan praktek/peran keluarga dan masyarakat
dalam perawatan balita sakit dan sehat di rumah dan upaya pencarian
pertolongan kasus balita sakit.
Dari ketiga komponen diatas, komponen III sebenarnya memiliki potensi
terbesar dalam berkontribusi meningkatkan kelangsungan hidup, pertumbuhan
Masyarakat atau Community-Integrated Management of Chaildhood Illness
atau C-IMCI.
3. Perilaku kunci yang dianjurkan untuk menjamin kelangsungan hidup,
pertumbuhan dan perkembangan anak
a. Perilaku yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan mental anak.
1) Memberikan ASI ekslusif paling sedikit selama 6 bulan.
2) Memberikan makanan pendamping ASI yang kaya zat gizi mulai usia 6
bulan sambil meneruskan pemberian ASI sampai usia 2 tahun atau lebih.
3) Memberikan zat gizi mikro yang cukup (terutama vit.A dan zat besi),
baik melalui menu makanan dengan gizi seimbang maupun suplemen.
4) Memenuhi kebutuhan anak untuk perkembangan mental dan sosialnya
melalui interaksi aktif, bermain dan menciptakan lingkungan yang
mendukung terjadinya perkembangan tersebut.
b. Perilaku untuk pencegahan penyakit
1) Membawa anak sesuai jadwal untuk mendapatkan imunisasi lengkap
(BCG, DPT, Polio dan campak) sebelum bayi berusia 1 tahun.
2) Membuang tinja anak Balita di jamban, mencuci tangan setelah cebok,
setelah menceboki anak, sebelum menyiapkan makanan dan sebelum
memberi makan/ meneteki anak.
3) Melindungi anak dari serangan penyakit malaria (di daerah endemik
malaria) dengan mengunakan kelambu yang sudah dicelup anti
serangga, pada waktu tidur.
4) Mempraktekkan dan mempertahankan perilaku untuk mencegah
yang menderita akibat HIV/AIDS, termasuk anak yatim yang
orangtuanya meninggal karena HIV/AIDS.
c. Perilaku dalam pengasuhan dan perawatan anak di rumah
1) Meneruskan pemberian makanan dan memberikan cairan lebih banyak,
termasuk ASI, ketika anak sakit.
2) Memberikan pengobatan yang tepat di rumah terhadap penyakit infeksi
yang diderita anak.
3) Melakukan tindakan yang tepat untuk mencegah dan menangani
kasus-kasus trauma dan kecelakaan di rumah dan di luar rumah.
4) Mencegah terjadinya kekerasan dan penelantaran anak dan melakukan
tindakan yang tepat jika hal ini terjadi.
5) Kaum laki-laki berperan secara aktif dalam pengasuhan anak dan
kesehatan reproduksi di dalam keluarga.
d. Perilaku pencarian pertolongan kesehatan
1) Mengenal tanda-tanda kapan anak sakit, memerlukan pertolongan dari
tenaga kesehatan dan mencari pertolongan dari tenaga kesehatan yang
tepat.
2) Mengikuti nasihat/anjuran yang diberikan oleh petugas kesehatan tentang
pengobatan, tindak lanjut dan rujukan anak sakit.
3) Setiap ibu hamil :
a) Harus mendapatkan pelayanan antenatal sekurang-kurangnya 4 kali
dari petugas kesehatan yang tepat.
c) Membutuhkan dukungan dari keluarga dan masyarakat untuk
mendapatkan pertolongan pada saat persalinan, selama masa nifas dan
masa menyusui (Dr Khan dkk,2008).
D. Tanda Bahaya Umum pada Anak Usia 2-59 bulan
Tanda bahaya adalah kondisi dimana anak harus segera mendapatkan
penanganan di fasilitas kesehatan. Jika anda menemukan anak dengan satu atau
lebih tanda bahaya umum, rujuk SEGERA ke fasilitas kesehatan.
Empat tanda bahaya umum yang mungkin terjadi pada anak sakit :
1. Tidak bisa menyusu/ minum
2. Memuntah kan semua yang diminum/ dimakan
3. Kejang-kejang
4. Tidak sadar/ kesadaran menurun (Depkes RI, 2008)
Mengenal tanda bahaya khusus pada penyakit diare, batuk dan demam
E.Diare
1. Pengertian diare
Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari empat kali pada
bayi dan lebih dari tiga kali pada anak; konsistensi feses encer, dapat
berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja
(Ngastiyah,2005).
a. Faktor penyebab diare
Penyebab utamanya adalah beberapa kuman usus penting yaitu
rotavirus, eschericia coli ,shigella, cryptosporidium, vibrio cholerae dan
salmonella. Selain kuman ada beberapa perilaku yang dapat meningkatkan
risiko terjadinya diare, yaitu :
1) Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama
kehidupan.
2) Menggunakan botol susu.
3) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.
4) Air minum tercemar dengan tinja.
5) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang
tinja, atau sebelum menjamah makanan (Nursalam,2005).
2. Jenis-jenis Diare
Menurut pedoman MTBS (2008) diare dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Diare akut
Mulai dengan tiba-tiba, mungkin berlangsung selama beberapa hari
dan berhenti sebelum 2 minggu. Sebagian besar diare akut yang
menyebabkan dehidrasi berat adalah karena Kolera.
Diare yang berlangsung selama 14 hari atau lebih. Sekitar 20 % dari
diare akut akan berlanjut menjadi diare persisten.
c. Disentri
1) Disentri ditandai dengan adanya darah dalam tinja, dengan atau tanpa
lendir.
2) Adanya darah dalam tinja merupakan petunjuk adanya infeksi kuman
(umumnya SHIGELA) yang menyerang dinding usus halus pada anak –
anak .
3) Dalam keadaan ini anak membutuhkan pengobatan dengan antibiotika
yang tepat dari petugas kesehatan.
4) Seorang anak bisa terkena diare akut dan disentri secara bersamaan.
3. Menangani diare di rumah
Cara menangani diare di rumah berdasarkan MTBS :
a. Memberi cairan tambahan antara lain : ASI lebih sering dan lebih lama,
air matang, cairan rumah tangga yang lain seperti larutan gula garam,
cairan makanan ( kuah sayur, air tajin ) dan oralit.
b. Pemberian tablet Zinc selama sepuluh hari walaupun anak tidak diare
lagi.
c. Melanjutkan pemberian makan pada anak (Modul 4;21).
4. Langkah-langkah membuat oralit :
a. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
b. Siapkan gelas berukuran 200 ml (gunakan gelas belimbing yang bersih).
c. Isi gelas dengan air matang yang sudah direbus sampai mendidih,
kemudian dinginkan, atau air minum yang sudah tersedia, dari wadah yang
d. Tuang seluruh bubuk oralit (ukuran 200 ml) ke dalam gelas berisi air
tersebut.
e. Aduk sampai seluruh bubuk oralit larut.
f. Berikan kepada anak dengan menggunakan sendok bersih atau langsung
dari gelas sedikit demi sedikit.
5. Cara Penularan dan Faktor Risiko
Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan
atau minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita
atau tidak langsung melalui lalat ( melalui 5F = faeces, flies, food, fluid,
finger). Faktor risiko terjadinya diare adalah:
1. Faktor perilaku
2. Faktor lingkungan
Faktor perilaku antara lain:
a. Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan
Makanan
b. Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak
terhadap kuman
c. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena
penyakit diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu
d. Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum
memberi ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah
membersihkan BAB anak
Faktor lingkungan antara lain:
a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan
Mandi Cuci
b. Kakus (MCK)
c. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk
Disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari penderita
yang dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain: kurang
gizi/malnutrisi terutama anak gizi buruk, penyakit
imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita campak (Kemenkes RI, 2011).
6. Cara Pencegahan
Pencegahan diare menurut Pedoman Tatalaksana Diare Depkes RI (2006)
adalah sebagai berikut:
a. Pemberian ASI
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya
antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan
perlindungan terhadap diare pada bayi yang baru lahir. Pemberian ASI
eksklusif mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare
daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora usus pada
bayi-bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab diare
(Depkes RI, 2006).
Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama
kehidupan resiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar. Pemberian susu
formula biasanya menyebabkan risiko tinggi terkena diare sehingga bisa
mengakibatkan terjadinya gizi buruk (Depkes RI, 2006).
b. Pemberian Makanan Pendamping ASI
Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan
pendamping ASI yang lebih baik yaitu :
1) Memperkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6 bulan tetapi
masih meneruskan pemberian ASI. Menambahkan macam makanan
sewaktu anak berumur 6 bulan atau lebih. Memberikan makanan lebih
sering (4 kali sehari) setelah anak berumur 1 tahun, memberikan semua
makanan yang dimasak dengan baik 4-6 kali sehari dan meneruskan
pemberian ASI bila mungkin.
2) Menambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan
biji-bijian untuk energi. Menambahkan hasil olahan susu, telur, ikan,
daging, kacang–kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke
dalam makanannya. Mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan
menyuapi anak, serta menyuapi anak dengan sendok yang bersih.
3) Memasak atau merebus makanan dengan benar, menyimpan sisa
makanan pada tempat yang dingin dan memanaskan dengan benar
sebelum diberikan kepada anak (Depkes RI, 2006)
c. Menggunakan air bersih yang cukup
Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi
mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah (Depkes RI, 2006).
Yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah:
2) Sumber air harus dilindungi dengan menjauhkannya dari hewan,
membuat lokasi kakus agar jaraknya lebih dari 10 meter dari sumber
yang digunakan serta lebih rendah, dan menggali parit aliran di atas
sumber untuk menjauhkan air hujan dari sumber.
3) Air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih. Dan gunakan
gayung bersih bergagang panjang untuk mengambil air.
4) Air untuk masak dan minum bagi anak harus dididihkan (Depkes RI,
2006)
d. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan
dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja
anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak
dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare (Depkes
RI, 2006).
e. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan
jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap
penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat
jamban, dan keluarga harus buang air besar di jamban (Depkes RI, 2006).
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
1) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat
dipakai oleh seluruh anggota keluarga.
3) Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang
air besar sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan
setapak dan tempat anak-anak bermain serta lebih kurang 10 meter dari
sumber air, hindari buang air besar tanpa alas kaki (Depkes RI, 2006).
f. Membuang Tinja Bayi yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja anak bayi itu tidak berbahaya. Hal
ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada
anak-anak dan orangtuanya. Tinja bayi harus dibuang secara bersih dan
benar, berikut hal-hal yang harus diperhatikan:
1) Kumpulkan tinja anak kecil atau bayi secepatnya, bungkus dengan daun
atau kertas koran dan kuburkan atau buang di kakus.
2) Bantu anak untuk membuang air besarnya ke dalam wadah yang bersih
dan mudah dibersihkan. Kemudian buang ke dalam kakus dan bilas
wadahnya atau anak dapat buang air besar di atas suatu permukaan
seperti kertas koran atau daun besar dan buang ke dalam kakus.
3) Bersihkan anak segera setelah anak buang air besar dan cuci tangannya
(Depkes RI, 2006).
F. Pneumonia
1. Defenisi Pneumonia
Menurut American Academy of Pediatric (2005), kata pneumonia berarti
“infeksi pada paru”. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai
jaringan paru-paru (alveoli), biasanya disebabkan oleh bakteri (paling banyak :
streptococcuspneumonia dan haemophylusinfluenza) yang bisa diobati dengan
antibiotika. Pada anak, pneumonia sering terjadi bersamaan dengan terjadinya
disebut pneumonia.Anak yang menderita pneumonia bisa meninggal karena
kekurangan oksigen atau karena racun yang disebabkan oleh infeksi. Infeksi
pada jaringan paru-paru akan menyebabkan : pengeluaran cairan lendir yang
mengisi rongga udara paru-paru anak sulit bernafas udara yang masuk
paru-paru sedikit nafas menjadi cepat. Semakin berat pneumonia, udara
semakin sulit masuk ke paru-paru, sehingga memerlukan upaya yang lebih
besar untuk memasukkan udara ke paru-paru, yang ditandai oleh penarikan
dinding dada sebelah bawah ke perut (Rudolph, Hoffman, & Rudolph, 2006)
2. Tanda dan Gejala Pneumonia
Seperti banyak infeksi lainnya, pneumonia biasanya menyebabkan demam
yang membuat anak berkeringat, kedinginan, kulit memerah, dan
ketidaknyamanan secara umum. Menurut American Academy of Pediatric
(2005), karena pneumonia menyebabkan kesulitan bernafas, maka terdapat
tanda gejala yang khas seperti:
a. Batuk
b. Pernafasan sulit dan cepat
c. Peningkatan aktivitas otot pernafasan di bawah dan antara iga serta bagian
atas tulang sekangka
d. Membesarnya (pelebaran) lubang hidung
e. Mengi
f. Bibir atau kuku jari menjadi biru.
3. Klassifikasi Pnemonia
Klasifikasi pneumonia bedasarkan MTBS (2008), dan klasifikasi ini bukanlah
merupakan diagnosa medis hanya bertujuan untuk membantu para medis untuk
a. Pneumonia berat atau penyakit sangat berat, apabila terdapat gejala :
1) Ada tanda bahaya umum, seperti anak tidak bisa minum atau menetek,
selalu memuntahkan semuanya, kejang atau anak letargis/tidak sadar.
2) Terdapat tarikan dinding dada ke dalam.
3) Terdapat stridor ( suara napas bunyi ‘grok-grok’ saat inspirasi ).
b. Pneumonia apabila terdapat gejala napas cepat. Batasan napas cepat adalah :
1) sumur 2 -11 bulan : ≥50 x /menit
2) umur 12 - 59 bulan : ≥40 x /menit
c. Pnemonia : adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai peningkatan
frekuensi nafas (nafas cepat)
d. Batuk bukan pneumonia, apabila tidak ada tanda-tanda pneumonia atau
penyakit sangat berat.
b) Faktor risiko yang meningkatkan insidens pneumonia :
a) Umur < 2 bulan
b) Kurang gizi
c) Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR)
d) Bayi yang selalu dibedong dengan ketat.
e) Tidak mendapat ASI yang memadai
f) Polusi udara, asap.
g) Kepadatan tempat tinggal
h) Tidak mendapat imunisasi lengkap (terutama yang tidak mendapat imunisasi
campak)
i) Kekurangan Vitamin A
a) Memberikan gizi yang cukup yaitu memberikan ASI saja untuk bayi kurang
dari enam bulan dan ASI diberikan sampai dengan usia dua tahun, setelah
umur enam bulan bayi diperkenalkan dengan pemberian makanan tambahan
pendamping ASI.
b) Jika anak batuk tanpa napas cepat, anjurkan ibu untuk memberikan kecap
manis atau madu dengan jeruk nipis (madu tidak dianjurkan untuk anak
kurang dari 1 tahun). Tidak dianjurkan memberikan obat batuk yang dibeli
di toko obat.
c) Lakukan imunisasi lengkap di Posyandu atau Puskesmas.
d) Jauhkan Balita dari penderita batuk, asap, debu, serta bahan-bahan lain yang
mengganggu pernafasan.
e) Bersihkan lingkungan rumah terutama ruangan tempat tinggal Balita serta
usahakan ruang memiliki udara bersih dan ventilasi cukup (Panduan
Pelatihan MTBS-BM).
G.Demam
1) Defenisi Demam
Demam adalah “gejala” penyakit yang disebabkan oleh banyak hal dan
biasanya akan berhenti dalam 5 hari. Penyakit yang menyebabkan demam, bisa
ringan atau berat. Seseorang dikatakan demam, jika suhu tubuhnya mencapai
37,5º C atau lebih (USAID & MCHIP). Menurut American Academy of
Pediatrics (2005), pembacaan suhu mulut sebesar 32,7ºC atau kurang dianggap
normal; apabila suhunya lebih tinggi mengindikasikan adanya demam.
2) Cara mengukur temperatur dengan termometer
b) Goyangkan termometer dengan gerakan cepat pada pergelangan tangan dan
pastikan mercuri (air raksa) turun pada level dibawah 35° C.
c) Selipkan termometer pada ketiak dan taruh lengan diatas dada.
d) Diamkan termometer selama lima menit.
e) Setelah lima menit, lepaskan termometer dan lihat level dari mecuri pada
termometer. Garis dimana terdapat mercuri berakhir mengindikasikan
temperatur anak.
f) Goyangkan secara perlahan termometer dan turunkan level mercuri
dibawah 35°C.
g) Cuci termometer dengan air bersih dan sabun dan tempatkan di tempat
tertutup untuk disimpan (Panduan Pelatihan MTBS-BM).
3) Demam di daerah rawan malaria
Malaria adalah infeksi yang disebarkan nyamuk, merupakan penyebab
kematian parasit utama pada anak di seluruh dunia. Dari empat spesies
Plasmodium yang menginfeksi manusia, P. falciparum penyebab mobiditas dan
mortalitas terbesar. Di Amerika Serikat, semakin banyak kasus malaria
dilaporkan setiap tahun untuk wisatawan dan imigran. Penularan malaria
terjadi terutama antara matahri terbenam dan fajar, dan orang tua harus
dinasehati mengenai pentingnya cara mengurangi kontak nyamuk selama
waktu tersebut. Cara-cara untuk menghindari vektor insekta, termasuk
pengginaan pakaian yang tepat, kelambu, dan pengusir insekta sangat penting
dan harus ditekankan (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000)
Malaria adalah penyakit yang ditularkan oleh gigitan nyamuk dan ditandai
dengan demam yang terjadi sepanjang waktu ataupun hilang timbul dengan
merupakan penyebab kematian terbesar pada anak. Malaria dapat berkembang
menjadi malaria berat dalam 24 jam setelah timbulnya demam. Anak dapat
meninggal jika tidak segera diobati. Untuk pencegahannya maka disarankan
Ibu untuk tidur menggunakan kelambu yang benar, yaitu :
a) Gunakan kelambu pada malam hari,walaupun diduga tidak ada nyamuk.
b) Gunakan paku dan tali untuk menggantung kelambu.
c) Ujung kelambu harus ditempatkan dibawah kasur atau tikar.
d) Cuci kelambu bila kotor
e) Jangan menggantung pakaian di dalam rumah.
f) Jika berada di luar rumah, gunakan pakaian lengan panjang dan celana/rok
panjang.
g) Bila memungkinkan semprot kamar tidur dengan obat anti nyamuk saat
bepergian.
4) Demam Berdarah Dengue atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)
Demam berdarah atau DHF adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh virus dengue dan ditularkan oleh gigitan nyamuk aedes aegypti. Gejalanya
ditandai dengan demam tinggi dalam dua sampai tujuh hari, disertai perdarahan
dari hidung, gusi, atau berak bewarna hitam (Nursalam,2005).
Morbiditas dan mortalitas demam berdarah dengue bervariasi dan
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain status imunologi penderita,
kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, virilensi virus dan kondisi
geografi setempat. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan jenis kelamin
penderita, tetapi kematian ditemukan lebih banyak pada anak perempuan.
Walaupun demam berdarah dengue bisa mengenai semua kelompok umur,
Kriteria klinis demam berdarah dengue:
2. Panas dengan onset yang akut, tinggi, dan menetap 2-7 hari.
3. Adanya manifestasi perdarahan, termasuk uji torniket positif.
4. Hepatomegali.
5. Syok dengan menifetasi nadi yang cepat dan lemah dengan tekanan nadi
yang sempit (20mmHg atau kurang), atau adanya hipotensi, akral dingin dan
gelisah
Kriteria laboratorium:
a. Trombositopeni (kurang atau sama dengan 100.000/mm3)
b. Hemokonsentrasi: terdapat kenaikan hematokrit lebih atau sama dengan
20% pada masa akut dibandingkan dengan masa penyembuhan.
juga membagi menjadi empat kategori penderita menurut derajat berat
penderita sebagai berikut:
Derajat I: adanya demam tanpa perdarahan spontan, manifestasi perdarahan
hanya berupa torniket tes yang positif
Derajat II : Gejala demam diikuti dengan perdarahan spontan, biasanya
berupa perdarahan di bawah kulit dan atau berupa perdarahan lainnya.
Derajat III : adanya kegagalan sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah,
penyempitan tekanan nadi (<20 mmHg), atau hipotensi, dengan disertai
akral yang dingin dan gelisah.
Derajat IV : adanya syok yang sangat berat dengan nadi tak teraba dan
tekanan darah yang tidak terukur.
3 M Plus adalah tindakan yang dilakukan secara teratur untuk memberantas
1) MENGURAS tempat-tempat penampungan air (bak mandi, tempayan,
ember, vas bunga, tempat minum burung, dll), minimal 1 minggu sekali.
2) MENUTUP rapat semua tempat penampungan air seperti ember,gentong,
drum, dll.
3) MENGUBUR semua barang-barang bekas yang dapat menampung air
hujan, yang terdapat di sekitar/di luar rumah.
PLUS : Tindakan memberantas jentik dan menghindari
gigitan nyamuk, dengan cara-cara sbb :
(a) Membunuh jentik di tempat yang sulit dikuras atau sulit air dengan
menaburkan bubuk Abate 2-3 bulan sekali ( takaran 1 gram abate untuk 10
L air).
(b) Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.
(c) Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk.
(d) Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat gosok.
(e) Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.
(f) Tidur memakai kelambu.
(g) Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.
5) Campak
Campak ditandai dengan demam disertai ruam kemerahan yang
menyeluruh. Campak disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan
selama beberapa minggu setelah terjangkit campak. Hal ini menyebabkan anak
beresiko terhadap penyakit-penyakit lainnya. Campak ikut menyebabkan
kurang gizi karena menyebabkan diare, demam tinggi dan luka pada mulut.
Anak-anak yang kurang gizi, khususnya yang kekurangan vitamin A,
Pada kebanyakan pasien, tanda dan gejala campak sangat khas, dan waktu
munculnya gejala dan tanda ini serta urutannya selalu konsisten. Setelah
kira-kira 10 hari terpajan, tanda pertama penyakit adalah demam dan malaise.
Setelah itu diikuti oleh batuk, selesma, dan konjungtivitis. Gejala yang
memburuk secara berangsur-angsur menyertai peningkatan demam yang jelas
selama 4 hari berikutnya. Dua hari sebelum keluar ekantema, terjadi bintik
Koplik, suatu enantema yang klasik. Dengan timbulnya ruam 14 hari setelah
infeksi, maka gambaran klinis mencapai keparahan maksimal, mencapai
puncaknya ketika disertai oleh erupsi yang mengenai seluruh tubuh hari kedua
sampai hari keempat sesudah itu. Gejala konstitusi dalam periode 10 hari ini
berbeda, tetapi keluhan yang sering adalah sakit kepala, nyeri abdomen,
muntah, diare, dan mialgia. Demam mencapai 40 sampai 41ºC, yang sering
disertai menggigil, tidaklah umum terjadi bila ruam itu sangat merah. Kejang
demam bisa terjadi pada anak yang mempunyai predisposisi untuk keadaan ini
BAB III
KERANGKA KONSEP
A.Kerangka Konsep
Konsep adalah merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari
hal-hal yang khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidak
dapat langsung diamati atau diukur. Konsep hanya dapat diamati melalui konstruk
atau yang lebih dikenal dengan nama variable (Notoatmodjo,2010).
Adapun variabel – variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini,dapat
dilihat dalam bagan berikut :
Gbr.3.1. Skema Kerangka Konsep
Kerangka Konsep Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat
Pegetahuan Ibu
Baik Cukup Kurang
Sikap Ibu
Positif
Negatif
Manajemen Terpadu
Balita Sakit berbasis
B.DEFENISI OPERASIONAL
Pengetahuan Hasil dari apa yang
diketahui ibu tentang manajemen terpadu balita sakit berbasis
1.Baik: bila responden memperoleh skor 11-15 dari 15 pertanyaan. 2.Cukup: bila responden memperoleh skor 6-10 dari 15 pertanyaan. 3.Kurang : bila responden memperoleh skor 0-5 dari 15 pertanyaan.
Ordinal
Sikap Sikap adalah
kesiapan atau terpadu balita sakit berbasis masyarakat yang diajukan pada lembar kuesioner
Kuesioner Dengan menghitung
2. Sikap Negatif : bila sk responden 15-30 dari tot skor maksimum.
BAB IV
METODE PENELITIAN
A.Desain Penelitian
Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
deskriptif dengan pendekatan Cross sectional (Penelitian yang dilakukan hanya
sekali saja) yakni bertujuan untuk mengetahui pengetahuan dan sikap keluarga
khususnya ibu tentang manajemen terpadu balita sakit berbasis masyarakat di desa
Ronga-Ronga Kecamatan Gajah Putih Tahun 2013.
B.Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak berusia
2 bulan sampai dengan 59 bulan di desa Ronga-Ronga Kecamatan Gajah Putih
sebanyak 118 orang dari bulan Januari sampai bulan Desember 2012.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi. Besarnya sampel dalam peneliti adalah:
n = 2
N: Jumlah Populasi = 118 orang
Jadi besar sampel dalam penelitian ini adalah minimal 54 orang. Teknik
pengambilan sampel dengan menggunakan simple random sampling, dimana
cara pengambilan sampel dilakukan dengan acak tanpa memperhatikan strata
yang ada dalam populasi (Hidayat, 2010).
C.Tempat Penelitian
Lokasi penelitian berada di desa Ronga-Ronga Kecamatan Gajah Putih
Kabupaten Bener Meriah. Adapun pertimbangan penentuan lokasi adalah :
a. Terdapat ibu-ibu yang sudah dilatih tentang MTBS-BM.
b. Belum pernah dilakukan evaluasi sehubungan dengan kegiatan yang telah
dilakukan pada daerah tersebut.
c. Belum pernah dilakukan penelitian terhadap MTBS-BM di daerah tersebut.
d. Letak geografis Kecamatan Gajah Putih yang jauh dari Rumah Sakit Umum
Daerah.
D.Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai dari awal penelitian yaitu dari bulan Januari
2013 sampai Mei 2013.
E.Pertimbangan Etik Penelitian
Sebelum melakukan penelitian ini terlebih dahulu peneliti mengajukan
permohonan kepada Ketua Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara, dan permintaan izin dari Kepala Desa Ronga-Ronga
Kecamatan Gajah Putih Kabupaten Bener Meriah. Kemudian peneliti menemui
responden setelah responden mengerti dan memahami maksud dan tujuan
digunakan demi perkembangan ilmu pengetahuan, maka secara sukarela
responden menandatangani lembar persetujuan dan pengisian kuesioner.
Dan membagikan kuesioner serta menjelaskan bahwa responden dapat
mengundurkan diri dari penelitian setiap saat tanpa ada tekanan ataupun paksaan.
Peneliti menghormati hak responden untuk menjaga kerahasiaan, maka kuesioner
yang diberikan kepada responden diberi kode tanpa mencantumkan nama
responden. Dalam membagikan kuesioner peneliti mendampingi responden dalam
pengisian untuk menjelaskan apabila ada pertanyaan yang kurang jelas dalam
pengisian kuesioner.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang
diinformasikan oleh peneliti dan disusun secara tertutup serta berisikan
pertanyaan yang harus dijawab responden. Kuesioner yang dibagikan terdiri dari 3
bagian, yaitu kuesioner data demografi, kuesioner pengetahuan ibu dan kuesioner
untuk mengetahui sikap ibu.
1. Kuesioner data demografi Ibu (identitas Ibu) di desa Ronga-Ronga Kecamatan
Gajah Putih yang meliputi umur, jumlah anak, pendidikan dan pekerjaan.
2. Kuesioner Data Pengetahuan
Pertanyaan untuk pengetahuan sebanyak 15 (lima belas), dengan bentuk
multiple choice terdiri dari 15 pertanyaan tertutup dan pilihan jawaban a, b, c. Jika
jawaban benar maka diberi nilai satu (skor = 1), dan jika jawaban salah maka
diberi nilai nol (skor = 0). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan rumus
P merupakan panjang kelas, R adalah rentang merupakan skor terbesar, skor
terendah, banyak kelas merupakan banyaknya kelompok / lebar interval yang terdiri
dari 3 (tiga) kelas yakni, baik, cukup dan kurang. Untuk mendapatkan kriteria
digunakan perhitungan, menentukan skor tertinggi dan terendah.
Skor tertinggi = 15
Skor terendah = 0
a. Menentukan nilai rentang (R)
Rentang = Skor tertinggi – skor terkecil
= 15 – 0
= 15
b. Menentukan panjang kelas (i)
Panjang kelas (i) = Rentang
c. Untuk menentukan kategori pengetahuan adalah sebagai berikut :
1. Kategori kurang : Jika responden menjawab 0 – 5 pertanyaan dengan
benar.
2. Kategori cukup : Jika responden menjawab 6 – 10 pertanyaan dengan
benar.
3. Kategori baik : Jika responden menjawab 11 – 15 pertanyaan dengan
benar.
3. Kuesioner Data Sikap
Bagian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sikap ibu terhadap manajemen
skornya menurut skala Likert yang telah dimodifikasi dengan menggunakan 3
kategori yakni, Setuju (S) diberi skor 3, Ragu-ragu (RR) diberi skor 2, Tidak Setuju
(TS) diberi skor 1. Total skor diperoleh nilai terendah 15 dan nilai tertinggi 45.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan rumus menurut Hidayat:
Kelas Banyak
Rentang
P=
Ket : P = Panjang kelas interval
Rentang = Nilai tertinggi – Nilai terendah
Banyak Kelas = Jumlah kategori
Di mana diketahui skor maksimum diperoleh dari jumlah nilai jawaban
tertinggi dikali jumlah pernyataan (3x15) dan skor minimum diperoleh dari
jumlah nilai jawaban terendah dikali jumlah pernyataan (1x15). Rentang kelas
sebesar 30 dan banyak kelas sebanyak 2 kelas maka didapatkan panjang kelas
sebesar 15. Jika skor maksimum adalah 45 dan skor minimum adalah 15 dapat
dikategorikan :
1. Positif : apabila mendapat skor : 31-45
2. Negatif : apabila mendapat skor : 15-30
G.Uji Validitas dan Realibilitas
Validitas adalah menunjukan bahwa suatu alat ukur benar-benar mengukur
apa yang akan diukur. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian validitas isi
(content validity) yang terdiri dari 15 pertanyaan pengetahuan, 15 pertanyaan
sikap, yang dibuat dengan berlandaskan teori dan akan dikonsulkan kepada
Uji reliabilitas adalah ketepatan suatu alat ukur, uji reliabilitas dilakukan
untuk melihat alat dapat dipercaya atau dapat diandalkan untuk digunakan sebagai
alat ukur (Arikunto, 2006). Uji reliabilitas dalam penelitian mengukur tingkat
kestabilan jawaban yang diberikan responden atas pertanyaan dari kuesioner.
Berdasarkan hasil uji statistik, didapatkan nilai Alpha Cronbach 0,714 untuk
pertanyaan pengetahuan dan 0,927 untuk kategori sikap.
H. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh
responden untuk mengidentifikasi pengetahuan dan sikap ibu tentang manajemen
terpadu balita sakit berbasis masyarakat. Prosedur pengumpulan data yang
dilakukan adalah dengan mengajukan surat permohonan izin penelitian pada
institusi pendidikan program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan USU,
dan mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada pimpinan
Puskesmas Ronga-Ronga. Setelah mendapat izin maka peneliti mencari informasi
berupa berapa banyak jumlah ibu-ibu yang mempunyai balita di Wilayah Kerja
Puskesmas tersebut dan membagikan kuesioner pada saat jadwal imunisasi serta
mendatangi tempat tinggal responden didampingi kader. Proses pembagian
responden yaitu dengan meminta persetujuan responden untuk menjadi
responden secara sukarela. Setelah responden bersedia maka diminta untuk
menandatangani lembar persetujuan (Informed Consent), menjelaskan cara
pengisian kuesioner kepada responden dan selanjutnya dipersilahkan untuk
mengisi lembar kuesioner. Peneliti mendampingi responden dalam pengisian
untuk menjelaskan apabila ada pertanyaan yang kurang jelas dalam pengisian
I. Analisa Data
1) Pengolahan Data
a) Pemeriksaan data (Editing)
Dalam melakukan editing ada beberapa hal yang harus diperhatikan yakni
memeriksa kelengkapan data, memeriksa kesinambungan data, dan
memeriksa keseragaman data.
b) Pemberian Code (Coding)
Setelah editing dilakukan, langkah selanjutnya ialah melakukan pengkodean
data.
c) Entry Data
Dilakukan dengan cara memasukan data kedalam sistem komputerisasi.
d) Tabulating
Untuk memperoleh analisis data, pengolahan data seta pengambilan
kesimpulan, data dimasukkan kedalam bentuk distribusi frekuensi.
2) Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini adalah univariat dan bersifat deskriptif.
Semua variabel dianalisis secara deskriptif dengan menghitung frekuensi dan
persentasenya. Dari pengolahan data deskriptif, data yang bersifat kategori
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang
“Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit berbasis
masyarakat di desa Ronga-Ronga kecamatan Gajah Putih Kabupaten Bener Meriah
Tahun 2013”. Jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah 83 ibu
yang memiliki balita. Desain deskriptif digunakan dalam penelitian ini dengan tujuan
untuk mengidentifikasi pengetahuan dan sikap ibu terhadap Manajemen Terpadu
Balita Sakit berbasis masyarakat di Desa Ronga-Ronga Kecamatan Gajah Putih
Kabupaten Bener Meriah. Adapun data – data yang diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Data Demografi
Tabel 5. 1
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat
Pada penelitian ini didapatkan karakteristik responden yaitu berdasarkan
umur responden, mayoritas umur responden berada pada rentang usia 20 – 35 tahun
sebanyak 71 orang (85,5%), mayoritas responden berpendidikan SMA sebanyak 43
orang (51,8%), serta mayoritas pekerjaan responden adalah ibu rumah tangga
sebanyak 43 orang (51,8%).
2. Pengetahuan ibu terhadap MTBS Berbasis Masyarakat
Tabel 5. 2
Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibu Terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit – Berbasis Masyarakat di Desa Ronga-Ronga
Kecamatan Gajah Putih Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013 (n=83)
Kategori F %
Kurang 14 16,9
Cukup 23 27,7
Baik 46 55,4
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa pengetahuan mayoritas ibu
menunjukan pengetahuan baik terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit – Berbasis
Masyarakat yaitu sebanyak 46 orang (55,4%) dan minoritas ibu memiliki
Tabel 5. 3
Distribusi Jawaban Pengetahuan Ibu Terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat di Desa Ronga-Ronga Kecamatan Gajah Putih
Kabupaten Bener Meriah
6. Pengobatan diare yang bisa dilakukan ibu di
rumah
11. Cara yang tepat untuk mengetahui suhu tubuh anak
Berdasarkan tabel 5.3 pilihan jawaban pengetahuan ibu didapat bahwa ibu
yang banyak menjawab pertanyaan benar yaitu pada pertanyaan pengertian diare
sebanyak 70 responden (84,3%) dan didapati jumlah ibu yang sedikit menjawab
benar pada pertanyaan cara yang tepat untuk mengetahui suhu tubuh anak sebanyak
3. Sikap ibu terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit – Berbasis Masyarakat
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan adanya kesesuaian reaksi
terhadap stimulus tertentu.
Tabel 5. 4
Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit – Berbasis Masyarakat di Desa Ronga-Ronga
Kecamatan Gajah Putih Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013 (n=83)
Kategori F %
Negatif 2 2,4
Positif 81 97,6
Tabel 5.4 menunjukkan gambaran sikap ibu terhadap Manajemen Terpadu
Balita Sakit – Berbasis Masyarakat. Hasil penelitian diperoleh responden yang
bersikap positif sebanyak 81 orang (97,6%) dan responden yang bersikap negatif
Tabel 5. 5
Distribusi Jawaban Sikap Ibu Terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit – Berbasis Masyarakat di Desa Ronga-Ronga Kecamatan Gajah Putih
Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013 (n=83)
N
o Pernyataan
Pilihan Jawaban Tidak
Setuju Ragu-Ragu Setuju
f % f % f %
1. Saya akan memberikan anak saya imunisasi lengkap agar daya tahan tubuhnya meningkat.
0 0 7 8,4 76 91,6 2. Saya akan memberikan asi eksklusif kepada anak
saya hingga berusia 6 bulan
1 1,2 11 13,3 71 85,5 3. Jika anak saya batuk dan susah bernafas, saya
akan memeriksakan anak saya ke dokter atau puskesmas terdekat
0 0 9 10,8 74 89,2
4. Saya akan menggunakan kelambu untuk menghindari penyakit malaria
4 4,8 15 18,1 64 77,1 5. Jika anak ibu demam sampai 7hari sebaiknya
diberi obat yang dibeli di warung saja.
25 30,1 16 19,3 42 50,6 6. Anak yang mengalami batuk disertai sukar
bernapas dan tidak sembuh selama 21 hari merupakan hal yang wajar.
26 31,3 14 16,9 43 51,8
7. Ibu harus mencuci tangan setelah cebok, setelah menceboki anak, sebelum menyiapkan makanan dan sebelum menyuapi anak makan atau meneteki anak.
4 4,8 9 10,8 70 84,3
8. Makanan yang sudah di masak harus ditutup agar tetap bersih
4 4,8 7 8,4 72 86,7 9. Menurut ibu, menyuci bahan makanan yang akan
dimasak merupakan tindakan yang penting.
4 4,8 12 14,5 67 80,7 10
.
Jika ada barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan, maka akan saya kubur dan tempat penampungan air harus dikuras.
4 4,8 9 10,8 70 84,3
11 Jika anak diare, akan saya berikan oralit atau air rebusan sayur.
4 4,8 11 13,3 68 81,9 12
.
Menurut ibu dengan memberikan anak banyak minum ketika anak diare akan semakin baik.
3 3,6 15 18,1 65 78,3 13
.
Seharusnya ibu membiasakan anak untuk buang air besar di jamban dan membuang kotoran (tinja) anak di jamban.
3 3,6 12 14,5 68 81,9
14 .
Jika anak sedang diare maka sebaiknya saya memberi anak minum lebih banyak dari pada saat dia tidak sakit.
10 12 8 9,6 65 78,3
15 .
Jika anak memuntahkan semua makanan atau minuman yang diberikan, harus segera dibawa ke bidan atau dokter.
7 8,4 6 7,2 70 84,3
Berdasarkan tabel 5.5 hasil pilihan jawaban ibu mengenai pernyataan sikap
terhadap MTBS - BM didapatkan bahwa untuk pernyataan positif (nomor
1,2,3,4,7,8,9,10), paling banyak ibu memilih jawaban setuju pada nomor 1 yaitu
15 orang (26,3%), dan responden yang paling banyak menjawab tidak setuju pada
pernyataan nomor 6 yaitu sebanyak 22 orang (38,6%).
Untuk pernyataan yang negatif (nomor 5 dan 6), paling banyak responden
yang menjawab setuju pada nomor 6 sebanyak 43 orang (51,8%). Jumlah terbanyak
responden yang menjawab ragu-ragu pada nomor 5 yaitu sebanyak 16 orang (19,3%)
dan yang responden paling banyak menjawab tidak setuju pada nomor 6 yaitu
sebanyak 26 orang (31,3%).
Tabel 5. 6
Tabulasi Silang Pengetahuan dan Sikap Responden Terhadap Manajemen Terpadu Balita Sakit – Berbasis Masyarakat di Desa Ronga-Ronga
Kecamatan Gajah Putih Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013 (n=83)
% within Kategori Pengetahuan 14.3% 85.7% 100.0%
% within Kategori Sikap 100.0% 14.8% 16.9%
% of Total 2.4% 14.5% 16.9%
cukup Count 0 23 23
% within Kategori Pengetahuan .0% 100.0% 100.0%
% within Kategori Sikap .0% 28.4% 27.7%
% of Total .0% 27.7% 27.7%
baik Count 0 46 46
% within Kategori Pengetahuan .0% 100.0% 100.0%
% within Kategori Sikap .0% 56.8% 55.4%
% of Total .0% 55.4% 55.4%
Total Count 2 81 83
% within Kategori Pengetahuan 2.4% 97.6% 100.0%
% within Kategori Sikap 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 2.4% 97.6% 100.0%
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa dari 14 orang ibu yang memiliki