• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERMASALAHAN DAN KENDALA PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MELALUI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERMASALAHAN DAN KENDALA PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MELALUI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PERMASALAHAN DAN KENDALA PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

MELALUI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK)

Kurniawan

Fakult as Hukum Universit as Mat aram E-mail: kurniawan3377@yahoo. co. id.

Abst r act

Consumer di sput e can be r esol ved t hr ough on cour t s or out si de t he cour t based on vol unt ar y choi ce of t he par t i es. Set t l ement of di sput e t hr ough t he cour t pr ovi sions on t he ar t i cl e 45. Di sput e of t he set t l ement can be sol ved out t he cour t by usi ng Consumer Di sput e Set t l ement Body (BPSK). The pur pose of est abl shi ng BPSK i s t o pr ot ec consumer and pr oducer by desi gni ng consumer pr ot ect ion syst em t hat cont ai n l egal cer t ai nt y and t r anspar ency t he i nf or mat i on. The exi st ence of BPSK expect ed equal i t y of j ust i ce especi al l y t o consumer t hat aggr ieved by consumer . It because t he di sput e bet ween consumer and pr oducer gener al l y i nvol ved i n smal l val ue so t hat t he consumer hesi t at e t o r egi st er ed hi s case t o j udi ci al pr ocess. Ther e i s no adequat e bet ween t he cour t f ee and i ndemni f i cat ion per cei ved. The pr obl ems t hat t he deci si on of BPSK has char act er i st i c f i nal and bi ndi ng however i t can be car r ied out t o t he di st r ict cour t and t he deci sion cannot be execut ed di r ect l y or r eal i zed.

Keywor ds: consumer s r i ght , consumer ’ s pr ot ect ion, disput e r esol ut i on.

Abst rak

Sengket a konsumen dapat diselesaikan melalui Pengadilan at aupun luar Pengadilan berdasarkan pilihan sukarela dari para pihak. Penyelesaian sengket a melalui j alur pengadilan mengacu kepada ket ent uan yang berlaku dalam peradilan umum dengan memperhat ikan ket ent uan Pasal 45 UUPK. Penyelesaian di luar pengadilan dapat dilakukan dengan memanf aat kan Badan Penyelesaian Sengket a Konsumen (BPSK). Tuj uan pembent ukan BPSK adalah unt uk melindungi konsumen maupun pelaku usaha dengan mencipt akan sist em perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepast ian hukum dan ket erbukaan inf ormasi. Keberadaan BPSK diharapkan akan menj adi bagian dari pemerat aan keadilan, karena sengket a di ant ara konsumen dan pelaku usaha biasanya nominalnya kecil sehingga konsumen enggan unt uk mengaj ukan sengket anya di Pengadilan. Hal yang menj adi persoalan adalah put usan BPSK yang bersif at f inal dan mengikat , hanya saj a put usan t ersebut dapat dilakukan upaya keberat an ke pengadilan negeri dan put usan t ersebut t idak dapat langsung eksekusi at au dilaksanakan.

Kat a kunci : hak konsumen, perlindungan konsumen, penyelesaian sengket a

Pendahuluan

Pesat nya perkembangan ekonomi nasio-nal t elah menghasilkan diversif ikasi produk ba-rang dan/ at au j asa yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat . Kemaj uan ilmu penget ahuan, t ek-nologi komunikasi dan inf ormat ika j uga t urut mendukung perluasan ruang gerak t ransaksi ba-rang dan/ j asa hingga melint asi bat as-bat as wi-layah suat u negara. Kondisi yang demikian pada sat u pihak sangat bermanf aat bagi kepent ingan konsumen karena kebut uhan akan barang dan/ at au j asa yang diinginkan dapat t erpenuhi sert a

(2)

yang merugikan konsumen.1 Kerugian konsumen secara garis besar dapat dibagi menj adi 2 (dua) yait u: per t ama, kerugian yang diakibat kan oleh perilaku penj ual yang memang secara t idak bert anggung j awab merugikan konsumen; ke-dua, kerugian konsumen yang t erj adi karena t indakan melawan hukum yang dilakukan pihak ket iga sehingga konsumen disesat kan yang pada akhirnya dirugikan.2

Fakt or ut ama yang menj adi kelemahan konsumen adalah t ingkat kesadaran konsumen akan hak-haknya yang masih rendah. Hal ini di-sebabkan oleh rendahnya pendidikan konsu-men. Oleh karena it u kehadiran Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menj adi landasan hukum kuat bagi pemerint ahan dan lembaga perlindungan konsumen swadaya ma-syarakat unt uk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.

Perhat ian dunia int ernasional t erhadap perlindungan konsumen sebagai korban mulai muncul dengan dit et apkannya Resolusi PBB No. 39/ 248 t anggal 16 April 1985 yang isinya me-nent ukan bahwa perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya t erhadap kesehat an dan ke-amanannya, promosi dan perlindungan kepen-t ingan sosial ekonomi konsumen, kepen-t ersediannya inf ormasi yang memadai bagi konsumen unt uk memberikan kemampuan mereka melakukan pi-lihan yang t epat sesuai kehendak dan kebut uh-an pribadi, pendidikuh-an konsumen, t ersediuh-anya gant i rugi yang ef ekt if dan kebebasan unt uk membent uk organisasi konsumen at au yang re-levan melindungi konsumen.3

Didukung oleh perkembangan polit ik dan ekonomi di Indonesia, maka lahirlah UU No. 8 Tahun 1999 t ent ang Perlindungan Konsumen (unt uk selanj ut nya disebut UUPK) yang disah-kan oleh Presiden RI pada t anggal 20 April 1999

1

Penj el asan umum at as Undang-Undang Republ ik Indo-nesi a No. 8 Tahun 1999 t ent ang Perl indungan Konsumen (Lembagan Negar a RI Tahun 1999 Nomor 42).

2

Ahmad Raml i, “ Perl i ndungan Hukum Ter hadap Konsumen Dal am Transaksi E-Commerce” , Jur nal Hukum Bi sni s, Vol ume 18 Nomor 3 Tahun 2002, hl m. 14.

3 L. Par man, “ Perl indungan Konsumen Dengan Sar ana Hukum Pidana” , Maj al ah Il mi ah Il mu Hukum Jat i swar a Terakredit asi Dirj enDikt i No. 34/ Dikt i/ Kep/ 2003, Fakul -t as Hukum Univer si -t as Ma-t aram, Vol . 20 No. 2 April 2005, hl m. 168-169.

dan berlaku ef ekt if t anggal 20 April 2000. UUPK diharapkan melindungi kepent ingan konsumen secara int egrat if dan komprehensif sert a dapat dit erapkan secara ef ekt if di masyarakat . UUPK pada dasarnya melakukan pengat uran pada 2 (dua) subyek, yait u pelaku usaha dan konsu-men. Dalam perlindungan konsumen, sendi ut a-ma pengat urannya adalah pada kesederaj at an ant ara konsumen dan pelaku usaha. Keberada-an pelaku usaha baru memiliki art i apabila j uga t erdapat keberadaan konsumen. Hal ini meru-pakan konsekuensi logis dari sendi-sendi peng-at uran di bidang usaha, yait u hak berusaha yang sama bagi set iap orang dan kepent ingan konsumen merupakan t uj uan akhir. Namun, f e-nomena yang nampak adalah kedudukan ant ara pelaku usaha dengan konsumen t idak seimbang dimana konsumen berada pada posisi yang le-mah. Fakt or Inilah yang kemudian menyebab-kan t erj adi perselisihan at au sengket a ant ara pelaku usaha dengan konsumen.4

Penyelesaian sengket a dalam mempert a-hankan hak-hak konsumen diat ur pada Pasal 45 UUPK, yang menyebut kan bahwa penyelesaian sengket a dapat dit empuh melalui pengadilan at au luar pengadilan berdasarkan pilihan suka-rela para pihak yang bersengket a. Penyelesaian sengket a di luar pengadilan dapat dit empuh melalui BPKS yang t ugas dan wewenangnya an-t ara lain melipuan-t i pelaksanaan penanganan dan penyelesaian sengket a konsumen dengan cara melalui mediasi, arbit rase at au konsiliasi, yang selain sebagai media penyelesaian sengket a j u-ga dapat menj at uhkan sanksi administ rat if bagi pelaku usaha yang melanggar larangan-larangan t er-t ent u yang dikenakan bagi pelaku usaha.5 Permasalahannya adalah put usan BPSK yang bersif at f inal dan mengikat masih dapat dilaku-kan upaya keberat an ke Pengadilan Negeri dan put usan t ersebut t idak dapat langsung diekse-kusi. Di samping it u masih t erdapat beberapa kendala lain dalam BPSK.

4

Ari Purwadi, “ Tel aah Singkat t ent ang Undang Undang Perl indungan Konsumen” , Jur nal Hukum & Keadi l an, Fakul t as Hukum Univer sit as Isl am Indonesi a, Vol . 3. No. 3. 2000, hl m. 117.

(3)

Pembahasan

Secara haraf iah art i consumer it u adalah (lawan dari produsen) set iap orang yang meng-gunakan barang. Tuj uan penggunaan barang at au j asa it u nant i menent ukan t ermasuk kon-sumen kelompok mana pengguna t ersebut . Be-git u pula Kamus Bahasa Inggris-Indonesia mem-beri art i kat a consumer sebagai "pemakai at au konsumen".6 Dalam perat uran perundangan di Indonesia, ist ilah “ konsumen“ sebagai def inisi yuridis f ormal dit emukan pada UUPK. Konsu-men adalah set iap orang pemakai barang dan at au j asa yang t ersedia dalam masyarakat , baik bagi kepent ingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan t idak unt uk diperdagangkan (Pasal 1 angka 2 UUPK).

Pelaku usaha, masyarakat umum biasanya menyebut nya dengan sebut an produsen. Ter-kadang masyarakat mengart ikan produsen seba-gai pengusaha, namun ada pula pendapat yang mengat akan bahwa produsen hanya penghasil barang saj a dan merupakan salah sat u unsur dari pengusaha. UUPK menggunakan ist ilah Pe-laku Usaha. Menurut Pasal 1 Angka 3, pengert i-an Pelaku Usaha adalah Set iap ori-ang perori-ang- perorang-an at au badperorang-an usaha, baik yperorang-ang berbent uk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan di wilayah hukum negara Repu-blik Indonesia, baik sendiri mapun bersama-sama melalui perj anj ian penyeleng-garaan kegiat an usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Set iap orang pada suat u wakt u t ert ent u dalam posisi t unggal/ sendiri maupun berkelom-pok bersama orang lain, dalam keadaan apa pun, past i menj adi konsumen unt uk suat u pro-duk at au j asa t ert ent u. Keadaan yang universal ini pada beberapa sisi menunj ukkan adanya berbagai kelemahan pada konsumen sehingga konsumen t idak memiliki kedudukan yang ” aman” . Oleh karena it u secara men-dasar kon-sumen j uga membut uhkan perlindungan hukum yang sif at nya universal j uga.7

6 Ibi d

7 Sri Redj eki Hart ono, “ Perl indungan Konsumen di Indo-nesi a (Tinj auan Makro)” , Jur nal Mi mbar Hukum, Fakul t as Hukum Univer si t as Gadj ah Mada, Edi si Khusus No. 39/ X/ 2001, hl m. 147.

Perlindungan konsumen menurut Pasal 1 angka 1 UUPK adalah segala upaya yang mem-berikan kepast ian unt uk memmem-berikan perlindu-ngan kepada konsumen. Kepast ian hukum yang dimaksud dalam pengert ian ini meliput i segala upaya unt uk memberdayakan konsumen mem-peroleh at au menent ukan pilihannya at as ba-rang/ at au j asa kebut uhannya sert a memper-t ahankan amemper-t au membela hak-haknya apabila di rugikan oleh prilaku pelaku usaha penyedia ke-but uhan konsumen t erseke-but .8

Perlindungan hukum t erhadap konsumen dapat dibagi dalam dua bagian. Per t ama, No Conf l i ct (pr e-pur chase), yait u apabila t idak t er-dapat konf lik at au t idak ada pert ent angan, ma-ka dapat dilakuma-kan dengan dua cara yait u l egi s-l at i on, dimana perlindungan hukum dilakukan dengan cara merancang dan menet apkan pelba-gai perat uran perundang-undangan. Vol unt ar y sel f -r egul at ion, dimana perlindungan konsumen dilakukan melalui cara perancangan dan pene-t apan perapene-t uran oleh pelaku usaha sendiri seca-ra sukarela (vol unt ar y) di dalam perusahaan-nya (baik barang maupun j asa). Kedua, apabila t erj adi Conf l i ct (post -pur chase). Apabila t erj a-di konf lik at au pert ent angan ant ara konsumen dengan pelaku usaha, maka dapat diselesaikan melalui l i t i gat ion, yait u perlindungan hukum kepada konsumen yang t erakhir adalah meng-aj ukan perkara yang t erj adi ant ara konsumen dengan pelaku usaha ke pengadilan at au ke BPSK.9

BPSK diadopsi dari model Smal l Cl aim Tr i bunal (SCT) yang t elah berj alan ef ekt if di negara-negara maj u, namun BPSK t ernyat a t i-dak serupa dengan SCT. Sebagaimana diket a-hui SCT berasal dari negara-negara yang ber-t radisi aber-t au menganuber-t sisber-t em hukum Com-mon Law at au Angl o Saxon memiliki cara berhukum yang sangat dinamis dimana yurisprudensi men-j adi hal ut ama dalam penegakan hukum. Se-dangkan Indonesia sist em hukumnya adalah

8

Az. Nasut ion, “ Aspek Hukum Perl indungan Konsumen” , Jur nal Ter opong, Edisi Mei 2003, Masyar akat Pemant au Peradil an Indonesi a, hl m. 6-7.

(4)

Ci vi l Law at au Er opa Kont i nent al yang cara berhukumnya bersumber dari hukum t ert ulis (perat uran perundang-undangan).10 BPSK nam-paknya didesain dengan memadukan kedua sis-t em hukum sis-t ersebusis-t , dimana model SCT di-adapt asikan dengan model pengadilan dan mo-del ADR (Al t er nat ive Di sput e Reso-l ut ion) khas Indonesia.

BPSK adalah badan yang bert ugas mena-ngani dan menyelesaikan sengket a ant ara pela-ku usaha dan konsumen. BPSK sebenarnya di-bent uk unt uk menyelesaikan kasus-kasus seng-ket a konsumen yang berskala kecil dan bersif at sederhana (Pasal 1 but ir 11 UUPK). Dasar hu-kum pembent ukan BPSK adalah Pasal 49 Ayat 1 UUPK dan Kepmenperindag Nomor 350/ MPP/ Kep/ 12/ 2001 yang mengat ur bahwa di set iap kot a at au kabupat en harus dibent uk BPSK. BPSK pert ama kali diresmikan pada t ahun 2001, yait u dengan Keput usan Presiden Nomor 90 Tahun 2001 t ent ang Pembent ukan Badan Penyelesaian Sengket a Konsumen pada Pemerint ah Kot a Me-dan, Kot a Palembang, Kot a Jakart a Pusat , Kot a Jakart a Barat , Kot a Bandung, Kot a Semarang, Kot a Yogyakart a, Kot a Surabaya, Kot a Malang dan Kot a Makasar. Selanj ut nya, dalam Keput us-an Presiden No. 108 Tahun 2004 dibent uk lagi BPSK di t uj uh kot a dan t uj uh kabupat en beri-kut nya, yait u di Kot a Kupang, Kot a Sama-rinda, Kot a Sukabumi, Kot a Bogor, Kot a Kediri, Kot a Mat aram, Kot a Palangkaraya dan pada Kabupa-t en Kupang, KabupaKabupa-t en BeliKabupa-t ung, KabupaKabupa-t en Sukabumi, Kabupat en Bulungan, Kabupat en Se-rang, kabupat en Ogan Komering Ulu, dan Kabu-pat en Jenepont o. Pada t anggal 12 Juli 2005, pemerint ah dengan Keput usan Presiden No. 18 Tahun 2005 membent uk BPSK di Kot a Padang, Kabupat en Indramayu, Kabupat en Bandung, dan Kabupat en Tange-rang. Terakhir Pemerint ah membent uk BPSK sebagaimana t ert uang dalam Keput usan Presiden Nomor 23 Tahun 2006. Ke-put usan Presiden ini membent uk BPSK di Kot a Pekalongan, Parepare, Pekanbaru, Denpasar,

10 Di Indonesi a dikenal Asas Nul l un Del i ct um Nul l a Poena Si ne Pr aevi a Lege Poenal i at au asas Legal i t as di mana asas ini mengandung art i t i dak ada suat u per buat an yang dapat di j at uhi pi dana kecual i at as kekuat an perat uran pi dana dal am Per undang-undangan yang t el ah ada sebel um perbuat an t ersebut dil akukan.

Bat am, Kabupat en Aceh Ut ara, dan Kabupat en Serdang Bedagai. Menurut ket ent uan Pasal 90 Keppres No. 9 Tahun 2001, biaya pelaksanaan t ugas BPSK dibebankan pada Anggaran Penda-pat an dan Belanj a Negara (APBN) dan Anggaran Pendapat an dan Belanj a Daerah (APBD). Seba-gai upaya unt uk memudahkan konsumen men-j angkau BPSK, maka dalam keput usan presiden t ersebut , t idak dicant umkan pembat asan wila-yah yurisdiksi BPSK, sehingga konsumen dapat mengadukan masalahnya pada BPSK mana saj a yang dikehendakinya.

Keanggot aan BPSK diat ur dalam Pasal 49 UUPK. Menurut Pasal 49 ayat (3) dan ayat (4) UUPK, keanggot aan BPSK t erdiri dari 3 (t iga) unsur yait u unsur pemerint ah, unsur konsumen dan unsur pelaku usaha. Anggot a set iap unsur berj umlah sekurang-kurangnya 3 (t iga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang, sehing-ga j umlah anggot a BPSK minimal 9 (sembilan) orang dan maksimal 15 (lima belas) orang. Se-ment ara pengangkat an dan pemberhent ian ang-got a BPSK dit et apkan oleh Ment eri Perindust ri-an dri-an Perdagri-angri-an (saat sekarri-ang kement an ini di pisah menj adi 2 (dua) yait u Kement eri-an Perindust rieri-an deri-an Kement erieri-an Perdageri-ang- Perdagang-an). Pasal 50 UUPK menj elaskan, set elah t erpi-lih anggot a BPSK, kemudian diisi st rukt ur orga-nisasi yang t erdiri dari seorang ket ua merang-kap anggot a, wakil ket ua merangmerang-kap anggot a dan anggot a yang dalam pelaksanaan t ugas di bant u oleh sekre-t ariat yang t erdiri dari kepala sekret ariat dan anggot a sekret ariat . Pengang-kat an dan pemberhent ian sekret ariat BPSK dit et apkan oleh ment eri. UUPK memberikan persyarat an bahwa unt uk dapat diangkat seba-gai anggot a BPSK harus memenuhi syarat umum dan syarat khusus (Pasal 6 Kepmenperindag No. 301/ MPP/ Kep/ 10/ 2001)

(5)

perlindungan konsumen; (c) Melakukan penga-wasan t erhadap pencant uman klausula baku; (d) Melaporkan kepada penyidik umum j ika t er-j adi pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK); (e) Menerima pengaduan t ert ulis maupun t idak dari konsumen t ent ang t erj adinya pelanggaran t erhadap perlindungan konsumen; (f ) Melakukan penelit ian dan peme-riksaan sengket a perlindungan konsumen; (g) Memanggil pelaku usaha yang diduga t elah me-lakukan pelanggaran t erhadap perlindungan konsumen; (h) Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/ at au set iap orang yang di-duga menget ahui pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK); (i) Memint a bant uan kepada penyidik unt uk menghadirkan saksi, saksi ahli, at au set iap orang pada but ir g dan but ir h yang t idak bersedia memenuhi panggilan Badan Penyelesaian Sengket a Konsu-men (BPSK); (j ) Mendapat kan, Konsu-menelit i dan/ at au menilai surat , dokumen, at au bukt i lain guna penyelidikan dan/ at au pemeriksaan; (k) Memut uskan dan menet apkan ada t idaknya ke-rugian di pihak konsumen; (l) Memberit ahukan put usan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran t erhadap perlindungan konsumen; (m)Menj at uhkan sanksi administ rat if kepada pelaku usaha yang melanggar ket ent uan UUPK.

Menunj uk pada Pasal 49 ayat (1) dan Pasal 54 ayat (1) UUPK j o. Pasal 2 SK Menper-indag Nomor 350/ MPP/ Kep/ 12/ 2001, f ungsi ut ama BPSK yait u: sebagai inst rumen hukum penyelesaian sengket a di luar pengadilan. Se-dangkan t ugas-t ugas BPSK diat ur pada Pasal 52 but ir e, but ir f , but ir g, but ir h, but ir i, but ir j , but ir k, but ir l dan but ir m UUPK sebenarnya t elah t erserap dalam f ungsi ut ama BPSK t erse-but . Tugas BPSK memberikan konsult asi perlin-dungan konsumen (Pasal 52 but ir b UUPK) da-pat dipandang sebagai upaya sosialisasi UUPK, baik t erhadap konsumen maupun pelaku usaha. Dalam hal konsult asi diberikan, j ika suat u Pmohonan Sengket a Konsumen (PSK) sudah t er-daf t ar di Sekret ariat BPSK, maka konsult asi yang diberikan BPSK t ent u dalam rangka penye-lesaian sengket a konsumen, baik dengan cara konsiliasi, mediasi, maupun arbit rase (Pasal 6 Kepmenperindag No. 301/ MPP/ Kep/ 10/ 2001).

Prosedur penyelesaian sengket a konsu-men melalui BPSK ini t erdiri dari t iga t ahapan.

Per t ama, t ahap permohonan yang meliput i per-syarat an pengaduan penyelesaian penyelesaian sengket a t anpa pengacara; kedua, t ahap per-sidangan yang dapat dilaksanakan dengan cara konsiliasi, mediasi dan arbit rase; dan ket i ga, t ahap put usan yang harus diselesaikan selam-bat -lamselam-bat nya 21 hari kerj a t erhit ung sej ak gu-gat an dit erima yang dilanj ut kan dengan ekse-kusi put usan.11

Permasalahan–permasalahan dalam BPSK

Suat u put usan badan peradilan t idak akan ada art inya, manakala t idak dapat dilaksana-kan at au dieksekusi. Pada dasarnya suat u pu-t usan yang sudah mempunyai kekuapu-t an hukum yang past i at au i nkr acht van gewi j sde harus da-pat dij alankan. Oleh karena it ulah, put usan suat u badan peradilan harus mempunyai ke-kuat an eksekut orial, yait u “ keke-kuat an unt uk di-laksanakan apa yang t elah dit et apkan dalam put usan t ersebut secara paksa oleh alat -alat negara.

Menurut Sudikno Mert okusumo, eksekusi at au pelaksanaan put usan dapat dibagi menj adi 2 j enis yait u: eksekusi yang menghukum pihak yang kalah unt uk membayar sej umlah uang (di at ur dalam Pasal 195 HiR at au Pasal 208 RBg); dan eksekusi put usan yang menghukum orang unt uk melakukan suat u perbuat an (diat ur da-lam Pasal 225 HiR at au Pasal 259 RBg). Kemu-dian eksekusi riil unt uk memerint ahkan pengo-songan benda t et ap, diat ur Pasal 1033 RV.12

Adapun yang memberi kekuat an ekseku-t orial aekseku-t au yang menj adi persyaraekseku-t an pada sua-t u pusua-t usan unsua-t uk dapasua-t dilaksanakan secara paksa baik put usan pengadilan maupun put usan arbit rase harus memuat kepala put usan at au disebut irah-irah yang berbunyi “ Demi Keadi l an

11

Kurni awan dan Abdul Wahab, “ Tinj auan Yuri di s Terhadap Prosedur Penyel esai an Sengket a Konsumen Mel al ui BPSK di Indonesi a” , Jur nal Hukum Jat i sw ar a, Fakul t as Hukum Uni versit as Mat aram, Vol . 23, No. 2, Jul i 2008. hl m. 54. 12 Sudikno Mert okusumo dal am Muhammad Jail ani, “ Fakt

(6)

Ber dasar kan Ket uhanan Yang Maha Esa” . Kepa-la put usan iniKepa-lah yang memberi kekuat an ekse-kut orial t erhadap suat u put usan.13 Bahkan t i-dak hanya put usan pengadilan dan put usan ar-bit rase yang harus mencant umkan irah-irah at au kepala put usan, akan t et api akt e not aris sepert i gr ose akt a hipot ik (gr ose akt avan hypo-t heek) dan gr ose akt a pengakuan hut ang (not a-r i eel e schul d-ba-r i even) harus mencant umkan ke-pala put usan “ Demi Keadi l an Ber dasar kan Ke-t uhanan Yang Maha Esa”. Kepala akt a t ersebut merupakan syarat yang mest i ada agar kat a no-t ariil di muka memiliki nilai kekuano-t an sama dengan put usan pengadilan yang t elah memper-oleh kekuat an hukum t et ap at au inkrah.14 Eman Suparman j uga menj elaskan, selain dimiliki oleh put usan pengadilan, put usan arbit rase dan

gr ose akt a not ar i i l, kepala put usan at au irah-irah j uga dimiliki oleh akt a perdamaian se-bagaimana diat ur dalam Pasal 130 ayat (2) HIR yang dibuat dipersidangan j uga mempunyai kekuat an unt uk dilaksanakan sepert i put usan yang t elah memperoleh kekuat an hukum t et ap.15

Permohonan eksekusi dapat dilakukan baik t erhadap put usan BPSK maupun put usan keberat an, namun UUPK t idak menyediakan perat uran yang lebih rinci berkait an dengan hal t ersebut . Pelaksanaan put usan arbit rase dise-rahkan dan menj adi wewenang penuh dari Pe-ngadilan Negeri yang menj alankan f ungsi ke-kuasaan kehakiman, dan mempunyai legit imasi sebagai lembaga pemaksa. Adapun t at a cara melaksanakan put usan Hakim diat ur dalam Pa-sal 195 sampai dengan PaPa-sal 208 HIR. Ket en-t uan mengenai prosedur permohonan eksekusi t idak diat ur secara rinci dan j elas dalam UUPK. Pasal 57 UUPK menj elaskan bahwa put usan ma-j elis dimint akan penet apan eksekusinya kepada Pengadilan Negeri di t empat konsumen

13

Ket ent uan mengenai irah-ir ah at au kepal a put usan unt uk l embaga peradil an dapat dil ihat pada Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 1999 j o. Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 t ent ang Kekuasaan Kehakiman, sedangkan unt uk ket ent uan ir ah-irak unt uk ar bi t ase diat ur dal am Paal 54 UU Nomor 30 Tahun 1999 t ent ang Ar bi t rase dan APS. 14 Eman Suparman, 2004, Pi l i han For um Ar bi t r ase dal am

Sengket a Komer si al unt uk Penegakan Keadi l an. Jakar t a: PT. Tat anusa, hl m. 198-199

15 Ibi d

kan. Kemudian ket ent uan Pasal 57 UUPK ini di-perj elas dengan Pasal 42 Kepmenperindag No. 350/ MPP/ 12/ 2001 bahwa pihak yang mengaj u-kan eksekusi adalah BPSK.

Pada put usan arbit rase BPSK, t erdapat kendala dalam pelaksanaan permohonan ekse-kusi yang disebabkan t idak adanya pencant um-an ir ah-i r ah pada put usan arbit ase BPSK t erse-but . Hal ini berbeda dengan isi suat u put usan arbit rase yang dalam put usannya mengandung irah-irah. Pasal 54 Ayat (1) but ir a Undang-Un-dang No. 30 Tahun 1999 t ent ang Arbit rase dan APS, menyat akan suat u put usan arbit rase harus memuat kepala put usan at au irah-irah “ Demi Keadi l an Ber dasar kan Ket uhanan Yang Maha Esa” . Ket ent uan Pasal 57 UUPK bert ent angan dengan Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang No. 14 t ahun 1970 yang t elah diubah dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 t ent ang Kekuasaan Kehakiman, bahwa suat u put usan harus me-muat irah-irah “ Demi Keadi l an Ber dasar kan Ke-t uhanan yang Maha Esa” . Pencant uman irah-irah ini memberikan kekuat an eksekut orial pa-da put usan t ersebut sehingga penghapusan irah-irah mengakibat kan put usan menj adi bat al demi hukum.

Sebagai suat u cont oh kasus, BPSK Kot a Bandung pernah mengaj ukan f i at eksekusi t er-hadap put usan BPSK Nomor 66/ Pt s-BPSK/ VII/ 2005 ke Pengadilan Negeri Jakart a Pusat , nmun Pengadilan Negeri Jakart a Pusat menyat a-kan bahwa put usan BPSK t idak dapat dieksekusi karena t idak mempunyai irah-irah, padahal dalam put usan BPSK, t idak dikenal adanya irah-irah.16 Pengadilan Negeri Jakart a Pusat melalui Surat Nomor W7. Db. Ht . 04. 10. 3453. 2005 mem-berikan t anggapan t erhadap permohonan pene-t apan eksekusi pupene-t usan BPSK Kopene-t a Bandung yang pada int inya menyat akan bahwa permo-honan pelaksanaan eksekusi put usan BPSK belum dapat diproses karena belum memenuhi beberapa syarat yait u: Bahwa sesuai dengan UU No. 30 Tahun 1999 t ent ang Arbit rase dan APS dalam Pasal 54 ayat (1) bahwa Put usan Arbit

(7)

se Penyelesaian Sengket a harus memuat kepala put usan yang berbunyi “ DEMI KEADILAN BERDA-SARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” , dan meruj uk ket ent uan t ersebut , sebagaimana di-at ur dalam Bab V pelaksanaan put usan arbit ra-se nasional bagian pert ama Pasal 59 yait u: (1) Dalam wakt u paling lama 30 (t iga puluh) hari t erhit ung sej ak t anggal put usan diucapkan, lembar asli at au salinan ot ent ik Put usan Arbi-t rase diserahkan dan didaf Arbi-t arkan oleh arbiArbi-t er at au kuasanya kepada Pengadilan Negeri; (2) Penyerahan dan pendaf t aran sebagaimana di-maksud dalam ayat (1) dilakukan dengan pen-cat at an dan penandat angan pada bagian akhir at au dipinggir put usan oleh panit era Pengadilan negeri dan arbit er at au kuasanya yang menye-rahkan, dan cat at an t ersebut merupakan akt a pendaf t aran; (3) Arbit er at au kuasanya waj ib menyerahkan put usan dan lembar asli pengang-kat an arbit er at au salinan ot ent iknya kepada Panit era Pengadilan Negeri.

UUPK maupun SK Menperindag Nomor 350/ MPP/ Kep/ 12/ 2001 yang mengat ur t ent ang pelaksanaan t ugas dan wewenang lembaga BP-SK, t idak mengat ur mengenai kewaj iban pen-cant uman irah-irah pada put usan BPSK. Hal ini disebabkan kedudukan BPSK yang secara st ruk-t ural berada di bawah Deparruk-t emen (baca: Ke-ment erian) Perdagangan, sedangkan HIR/ RBg dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman me-rupakan perat uran yang berlaku bagi badan peradilan. Penulis berpendapat , sebenarnya persoalannya bukan pada BPSK dibawah Depar-t emen Perdagangan aDepar-t au KemenDepar-t erian mana, melainkan bahwa BPSK melaksanakan pena-nganan dan penyelesaian sengket a konsumen dengan cara arbit rase, sehingga mengandung konsekuensi bahwa put usan arbit rase j uga ha-rus dicant umkan irah-irah at au kepala put usan

“ Demi Keadi l an Ber dasar kan KeTuhahan Yang Maha Esa” sebagaimana ket ent uan dalam UU No. 30 Tahun 1999 t ent ang Arbit rase dan APS sebagai ket ent uan khusus yang mengat ur me-ngenai Arbit rase di Indonesia. Pasal 48 UUPK menyat akan “ penyelesaian sengket a konsumen melalui pengadilan mengacu pada ket ent uan t ent ang peradilan umum yang berlaku dengan memperhat ikan ket ent uan dalam Pasal 45

UU-PK. ” Sedangkan Pasal 45 UUPK secara garis be-sar menyat akan bahwa penyelesaian sengket a konsumen dapat dit empuh melalui pengadilan at aupun di luar pengadilan. Penyelesaian di luar pengadilan ini yang dilaksanakan dengan konsiliasi, mediasi dan arbit rase. At as pende-kat an inilah, maka permohonan eksekusi put us-an BPSK berda-sarkus-an ket ent uus-an Pasal 57 UUPK j o. Pasal 42 SK Menperindag Nomor 350/ MPP/ Kep/ 12/ 2001 dapat dilaksanakan karena meru-pakan kekhususan dari pelaksanaan eksekusi secara umum menurut ket ent uan hukum acara perdat a sesuai dengan asas hukum l ex speci al i s der ogat legi gener al i s yang berart i bahwa ke-t enke-t uan khusus menyampingkan keke-t enke-t uan yang bersif at umum.17

Menj adi sebuah pert anyaan berkait an de-ngan pert ent ade-ngan ant ara Pasal 57 UUPK j o. Pasal 42 SK Menperindag No. 350/ MPP/ Kep/ 12/ 2001 dengan ket ent uan hukum acara per-dat a pada umumnya mengenai lembaga BPSK yang harus mengaj ukan permohonan eksekusi ke pengadilan at as put usan yang dihasilkannya, bukan pihak yang dimenangkan. BPSK merupa-kan lembaga yang menyelesaimerupa-kan sengket a kon-sumen, di mana ia memiliki kewaj iban unt uk memut us sengket a ant ara konsumen dan pelaku usaha dalam menet apkan kerugiannya, oleh ka-rena it u, kedudukan BPSK harus net ral dan t i-dak berpihak sehingga memberikan keseimba-ngan ant ara kepent ikeseimba-ngan konsumen, dan pelaku usaha/ produsen. Meskipun t uj uan ut ama pen-dirian BPSK adalah unt uk memberikan perlin-dungan hukum t erhadap konsumen, t et api ini t idak berart i bahwa dalam upaya pelaksanaan gant i kerugian, BPSK yang harus mengaj ukan per-mohonan eksekusinya ke pengadilan. Oleh karena gant i kerugian diberikan unt uk kepen-t ingan konsumen, maka yang dapakepen-t mengaj ukan eksekusi t erhadap put usan BPSK hanyalah konsumen sendiri, bukan lembaga BPSK.

Apabila BPSK dikenakan kewaj iban unt uk mengaj ukan eksekusi sepert i yang dit ent ukan dalam Pasal 57 UUPK j o. Pasal 42 SK Menperin-dag No. 350/ MPP/ Kep/ 12/ 2001, maka keduduk-an BPSK sebagai badkeduduk-an ykeduduk-ang net ral dkeduduk-an

(8)

sial menj adi diragukan. Selain it u, apabila BPSK melakukan pengaj uan permohonan eksekusi, maka akan menambah beban kerj a dari BPSK it u sendiri. Unt uk it ulah, dengan adanya ke-t enke-t uan Pasal 7 Ayake-t (1) PERMA No. 1 Tahun 2006 yang menegaskan bahwa “ pengadilan me-ngeluarkan penet apan eksekusi at as permint a-an pihak ya-ang berperkara (konsumen) at as put usan BPSK yang t idak diaj ukan keberat an” , dapat mendorong kinerj a BPSK yang lebih baik. Menurut penulis, apabila dikait kan dengan asas hukum, maka ket ent uan Pasal 7 ayat (1) PERMA No. 1 Tahun 2006 sebenarnya t idak bisa dij adi-kan dasar hukum at au pegangan dalam menj e-lasakan pihak mana yang berhak mengaj ukan eksekusi, hal ini disebabkan karena ket ent uan Pasal 7 ayat (1) PERMA No. 1 Tahun 2006 ber-t enber-t angan dengan Pasal 57 j o. Pasal Pasal 42 SK Menperindag No. 350/ MPP/ Kep/ 12/ 2001. Menu-rut asas hukum yang berlaku yait u l ex super i or l egi i mper ior at au ket ent uan yang lebih t inggi mengalahkan ket ent uan yang lebih rendah, ma-ka dengan sendirinya PERMA No. 1 Tahun 2006 ini t idak bisa dij adikan pat okan at au dasar karena dikalahkan oleh at uran yang lebih t inggi yait u Pasal 57 UUPK. Eksekusi t erhadap put usan arbit rase BPSK seharusnya memperhat ikan ke-t enke-t uan Undang-undang No. 30 Tahun 1999 dan Hukum Acara Perdat a yang berlaku. Pemilihan arbit rase dalam penyelesaian sengket a melalui BPSK, menj adikan BPSK menj adi suat u lembaga arbit rase dan unt uk it u harus memperhat ikan ket ent uan arbit rase nasional. Tat a cara ekse-kusi yang dilakukan set elah penet apan ekseekse-kusi diberikan menyangkut ket ent uan dalam HIR/ RBg sebagai induk perat uran dalam Hukum Aca-ra Perdat a, karena sengket a ant aAca-ra konsumen dengan pelaku usaha yang diselesaikan melalui j alur arbit rase j uga merupakan ranah hukum perdat a.

Kendala-kendala dalam BPSK

Pengadilan merupakan salah sat u inst it u-si unt uk mengupayakan supremau-si hukum yang merupakan salah sat u ciri dari negara hukum. Perselisihan ant ara pelaku usaha dengan konsu-men dapat diselesaikan melalui Pengadilan Ne-geri. Tet api set idaknya upaya non lit igasi, bisa

menj adi alt ernat if unt uk menyelesaikan perse-lisihan ant ara pihak-pihak yang bersengket a. Penggunaan salah sat u j alur penyelesaian seng-ket a dipengaruhi oleh konsep t uj uan, seng-ket aj am-an cara berf ikir, sert a budaya sosial masyara-kat . Penggunaan model penyelesaian sengket a non-lit igasi lebih mengut amakan pendekat an ” konsensus” dan berusaha mempert emukan ke-pent ingan pihak-pihak yang bersengket a sert a bert uj uan mendapat kan hasil penyelesaian ke arah wi n-wi n sol ut i on, sehingga keadilan yang ingin dicapai melalui mekanisme non-lit igasi ini adalah keadilan komut at if .18

Menurut Erman Raj agukguk, budaya hu-kum masyarakat t ermasuk f akt or yang mempe-ngaruhi art i pent ing penyelesaian sengket a bis-nis di luar pengadilan. Budaya t radisional yang menekankan kepada komunit as, kekerabat an, harmoni, primus int er pares t elah mendorong penyelesaian sengket a di luar pengadilan yang f ormal. Demikian budaya yang menekankan kepada ef isiensi dan ef ekt if it as sama kuat nya mendorong penye-lesaian sengket a bisnis t anpa melalui pengadilan.19

Keberadaan BPSK diharapkan menj adi al-t ernaal-t if bagi kej enuhan dan keperihaal-t inan ma-syarakat t erhadap sist em peradilan di Indone-sia. Namun, t ernyat a UUPK t idak secara t unt as memberikan peran kepada BPSK sebagai suat u lembaga alt ernat if penyelesaian sengket a kon-sumen. Ada beberapa persoalan yang dihadapi dalam prakt ik, yait u menyangkut eksist ensi dari lembaga BPSK. Persoalan lainnya yang krusial adalah menyangkut t ugas dan kewenangan BP-SK. Ket ent uan Pasal 54 ayat (3) UUPK bahwa put usan BPSK bersif at “ f inal dan mengikat ” ke-hilangan makna dan menj adi t idak berart i bagi konsumen yang mencari keadilan melalui BPSK, ket ika dihadapkan dengan ket ent uan Pasal 56 ayat (2) dimana t erbukanya peluang mengaj u-kan keberat an ke Pengadilan Negeri. Padahal dalah sist em hukum acara di Indonesia, baik

18

Adi Sul i st iyono, “ Budaya Musyaw arah Unt uk Penyel esaian Sengket a Win-Win Sol ut ion Dal am Perspekt if Hukum” , Jur nal Hukum Bi sni s, Vol ume 25 No. 1, t ahun 2006, hl m. 72.

(9)

hukum acara pidana maupun hukum acara perdat a t idak mengenal ist ilah keberat an. Ter-minologi keberat an hanya dikenal dalam hukum administ rasi negara yang disebut sebagai admi -ni st r at i ve ber oef syst em dan dalam hukum aca-ra PTUN digunakan sebagai upaya hukum t erha-dap put usan pej abat Tat a Usaha Negara.20 Da-lam proses pengaj uan keberat an t erhadap pu-t usan BPSK, muncul permasalahan mengenai bagaimana pengadilan harus memperlakukan keberat an at as put usan BPSK t ersebut . Hal ini t ampak dari beberapa pengaj uan keberat an at as put usan BPSK yang didasarkan at as bebe-rapa alasan, ant ara lain: BPSK salah menerap-kan hukum acara sehingga hukum f ormal, kon-sumen sebagai penggugat t elah salah menggu-gat (er r or i n per sona), BPSK dianggap salah menj at uhkan put usan, keberat an dit af sirkan sebagai gugat an oleh Pengadilan Negeri sehing-ga membawa BPSK sebasehing-gai t ergusehing-gat , at au ke-berat an dit af sirkan sebagai upaya hukum ban-ding.21 Terhadap permasalahan ini, Mahkamah Agung RI mengeluarkan PERMA No. 1 Tahun 2006 t ent ang Tat a Cara Penggunaan Upaya Hukum Keberat an Terhadap Put usan BPSK. Mahkamah Agung menet apkan bahwa keberat an merupa-kan upaya hukum yang hanya dapat diaj umerupa-kan t erhadap put usan arbit rase yang dikeluarkan BPSK, t idak meliput i put usan BPSK yang t imbul dari mediasi dan konsiliasi. Put usan mediasi dan konsiliasi dapat disepadankan dengan ada-nya suat u perdamaian (dadi ng) di luar pengadil-an at au di dalam pengadilpengadil-an sehingga put uspengadil-an- usan-nya bersif at f inal dan mengikat .22 Namun t et ap saj a keluarnya PERMA ini belum dapat menye-lesaikan perso-alan upaya ” keberat an” ini. Se-lain it u, ket ent uan Pasal 57 UUPK mengenai permint aan eksekusi put usan BPSK kepada Pe-ngadilan Negeri di t empat konsumen yang di-rugikan membawa persoalan hukum yang

20

Bernadet t e T. Wul andar i, “ Badan Penyel esai an Sengket a Konsumen (BPSK) Sebagai Al t er nat if Upaya Penegakan Hak Konsumen di Indonesi a” , Jur nal Gl or i a Jur i s, Fakul -t as Hukum Unika A-t ma Jaya, Jakar-t a, Vol ume 6, Nomor 2. Mei-Agust us 2006, hl m. 147

21 Ibi d.

22 Masl ihat Nur Hi dayat i, “ Anal i si s Tent ang Al t ernat i f Pe-nyel esai an Sengket a Konsumen: St udi Tent ang Ef ekt i f it as Badan Penyel esaian Sengket a Perl indungan Konsumen” , Jur nal Hukum Lex Jur nal i ca, Univer si t as Indonusa Esa Unggul , Vol ume 5 No. 3 Tahun 2008, hl m. 175-176.

ngat luas, misalnya mengenai pengaj uan per-mohonan eksekusi sert a t at a cara mengaj ukan upaya keberat an ke Pengadilan Negeri.

Berikut ini dikemukakan beberapa kele-mahan dari UUPK berkait an dengan keberada-an BPSK, yait u keberada-ant ara lain sebagai berikut .23

Per t ama, peluang unt uk mengaj ukan keberat an t erhadap put usan BPSK ke Pengadilan Negeri;

kedua, t idak j elas t ugas dan kewenangan BPSK;

ket i ga, t idak adanya pengat uran j ika pelaku usaha selaku t ergugat di BPSK t idak memenuhi panggilan meski t elah dipanggil secara pat ut ;

keempat, UUPK menugaskan BPSK unt uk mela-kukan pengawasan pencant uman klausula baku;

kel i ma, t idak adanya perlindungan bagi anggo-t a BPSK; dan keenam, belum adanya keseraga-man honor BPSK se-Indonesia yang diat ur dalam APBN, sement ara biaya operasional dibebankan pada APBD Kabupat en/ Kot a.

Susant i Adi Nugroho (Hakim Agung Repu-blik Indonesia) berpen-dapat bahwa ada bebe-rapa kendala/ kelemahan sehingga BPSK selama ini t idak dapat berj alan dengan opt imal. Ken-dala-kendala at au kelemahan t ersebut ant ara lain, per t ama, kendala kelembagaan; kedua, kendala pendanaan; ket i ga, kendala sumber daya manusia BPSK; keempat, kendala per-at uran; kel i ma, kendala pembinaan dan peng-awasan, dan minimnya koordinasi ant ar aparat penanggung j awab; kel ima, kurangnya sosiali-sasi dan rendahnya kesadaran hukum konsu-men; keenam, kurangnya respon dan pemaha-man dari badan peradilan t erhadap kebij akan perlindungan konsumen; dan ket uj uh, kurang-nya respon masyarakat t erhadap UU Perlindu-ngan Konsumen dan lembaga BPSK.24

Mas Achmad Sent osa menilai problem at au masalah besar yang dihadapi oleh BPSK adalah peran-nya yang t erlalu berat sehingga sulit menj alankan perannya t ersebut secara ef ekt if . UUPK menj elaskan t erdapat 5 (lima) peran yang dibebankan pada BPSK, yait u: per -t ama, peran sebagai penyedia j asa penyelesai-an sengket a sebagai mediat or, konsiliat or,

23 Suherdi Sukandi, 6 November 2008, UUPK, St rat egis Bagi Pergerakan Perl indungan Konsumen, BPSK Kot a Bandung, t ersedi a di websit e www. googl e. com, di akses t anggal . 19 Desember 2009.

(10)

t er; kedua, peran konsult an masyarakat at au

publ i c def ender ; ket i ga, peran admini st r at ive r egul at or sebagai pengawas dan pemberi san-ksi; keempat, peran ombudsman sert a; dan ke-l i ma, peran aj udi cat or at au pemut us.25 Kelima peran yang dibebankan pada BPSK ini t idak di-imbangi dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu unt uk mengemban t ugas yang di-berikan. Selain it u peran-peran t ersebut j uga berpot ensi menimbulkan pert ent angan kepent i-ngan. Misalnya, peran mediat or yang membu-t uhkan peran nemembu-t ral, dengan regulamembu-t or, amembu-t au peran mediat or dengan aj udi cat or .

Penulis sependapat , sebaiknya ke depan BPSK diberikan t ugas khusus unt uk menyelesai-kan sengket a konsumen dengan pelaku usaha, sedangkan t ugas lain sepert i pengawasan t erha-dap klausula baku menj adi t ugas dari Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Ber-kait an dengan amandemen UUPK, t erdapat be-berapa hal pent ing yang diusulkan penulis.

Per t ama, pembat asan at au pengurangan t ugas BPSK. Tugas BPSK sebagaimana diat ur da-lam Pasal 52 UUPK j o. SK. Menperindag Nomor 350/ MPP/ Kep/ 12/ 2001 adalah: (a) Melaksana-kan penanganan dan penyelesaian sengket a konsumen dengan cara konsiliasi, mediasi, dan arbit rase; (b) Memberikan konsult asi perlindu-ngan konsumen; (c) Melakukan pengawasan t er-hadap pencant uman klausula baku; (d) Mela-porkan kepada penyidik umum j ika t erj adi pe-langgaran Undang-Undang Perlindungan Konsu-men (UUPK); (e) Menerima pengaduan t ert ulis maupun t idak dari konsumen t ent ang t erj adi-nya pelanggaran t erhadap perlindungan konsu-men; (f ) Melakukan penelit ian dan pemeriksaan sengket a perlindungan konsumen; (g) Memang-gil pelaku usaha yang diduga t elah melakukan pelanggaran t erhadap perlindungan konsumen; (h) Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/ at au set iap orang yang diduga menge-t ahui pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK); (i) Memint a bant uan kepada penyidik unt uk menghadirkan saksi, saksi ahli, at au se-t iap orang pada but ir g dan but ir h yang

25 Mas Achmad Sent osa, 20 Jul i 2005, Per anan BPSK Ter l al u Ber at , t ersedi a di websi t e www. hukumonl i ne. com, di akses t anggal 5 Okt ober 2009.

t idak bersedia memenuhi panggilan Badan Pe-nyelesaian Sengket a Konsumen (BPSK); (j ) Men-dapat kan, menelit i dan/ at au menilai surat , do-kumen, at au bukt i lain guna penyelidikan dan/ at au pemeriksaan; (k) Memut uskan dan mene-t apkan ada mene-t idaknya kerugian di pihak konsu-men; (l) Memberit ahukan put usan kepada pela-ku usaha yang melapela-kukan pelanggaran t erhadap perlindungan konsumen; (m) Menj at uhkan san-ksi administ rat if kepada pelaku usaha yang me-langgar ket ent uan Undang-Undang Perlindung-an Konsumen (UUPK).

Tugas ini t erlalu berat dan kompleks oleh BPSK, sehingga BPSK ke depan hendaknya di-bat asi t ugasnya hanya menyelesaikan sengket a konsumen t anpa dibebani t ugas lainnya. Hal ini dimaksudkan agar BPSK benar-benar f okus da-lam melaksanakan t ugasnya dengan baik dan j uga sesuai dengan namanya yait u Badan Pe-nyelesaian Sengket a Konsumen art inya t ugas ut amanya adalah menyelesaikan sengket a yang t erj adi ant ara konsumen dengan pelaku usaha. Sedangkan t ugas-t ugas lain sebaiknya dibeban-kan pada Badan Perlindungan Konsumen Nasio-nal (BPKN). BPSK yang diposisikan menj alankan mult i peran yang sangat kompleks dalam pe-negakan hukum perlindungan konsumen (Pasal 52 UUPK) akan sangat sulit menj alankan peran-nya dengan ef ekt if dikarenakan f akt or-f akt or berikut :26 (a) Peran yang dimiliki t erlalu berat yang mencakup peran di sput e set t l ement ser -vi ce pr o--vi der (mediat or, konsiliat or dan arbi-t raarbi-t or), konsularbi-t an masyarakaarbi-t /publ i c def ender,

admi -ni st r at i f r egul at or (pengawas dan pembe-ri sanksi), ombudsman, dan adj udi cat or. Andai kat apun BPSK dilaksanakan dengan cara mem-bent uk mul t i door s (dengan membagi bidang-bidang berdasarkan peran-peran t ersebut ), ma-ka ama-kan sulit dilaksanama-kan ma-karena peran-peran t ersebut membut uhkan SDM yang hi ghl y ski l l s, dimana saat ini sangat sulit dikembangkan di t ingkat kot a/ kabupat en; (b) Diant ara peran-pe-ran t ersebut apabila dilaksanakan sangat ber-pot ensi t erj adi pert ent angan kepent ingan ( con-f l i ct ocon-f i nt er est), sebagai cont oh ant ara peran

medi at or (yang membut uhkan peran net ral)

(11)

dan r egul at or (penegak hukum), mediat or (pe-nengah) dan adj udi cat or (pemut us), sert a pub-l i c def ender (advocat e masyarakat ) dengan ad-j udi cat or (mensyarat kan peran net ral dan im-parsial).

Kedua, dukungan dana yang opt imal pada BPSK. Salah sat u f akt or yang menyebabkan BP-SK t idak berj alan opt imal adalah karena ku-rangnya dukungan dana dari pemerint ah pusat maupun daerah. Pasal 3 Keppres No. 90 t ahun 2001 t ent ang Pembent ukan BPSK pada Pemerin-t ah KoPemerin-t a Medan, KoPemerin-t a Palembang, KoPemerin-t a JakarPemerin-t a Pusat , Kot a Jakart a Barat , Kot a Bandung, Kot a Semarang, Kot a Yogyakart a, Kot a Surabaya, Kot a Malang dan Kot a Makassar mengemukakan ” biaya pelaksanaan t ugas BPSK dibebankan ke-pada Anggaran Pendapat an Negara (APBN) dan Anggaran Pendapat an Belanj a Daerah (APBD)” . Pembagian alokasi anggaran dana ini adalah unt uk honor anggot a/ sekret ariat BPSK dibeban-kan pada APBN, sement ara biaya operasional dibebankan pada APBD Kabupat en/ Kot a ma-sing-masing. Hanya saj a mengenai besarannya alokasi anggaran ini t idak diat ur dengan j elas dan rinci.

Persoalan yang j uga muncul adalah me-nyangkut kesiapan dan alokasi dana APBD dari masing-masing daerah yang t idak maksimal t er-hadap BPSK, part isipasi daerah selama ini da-lam pemberian alokasi dana unt uk ef ekt ivit as BPSK masih minim, hal ini sangat mempenga-ruhi kinerj a dari BPSK selama ini di daerah. Ke depan, persoalan alokasi pendanaan unt uk BP-SK harus diat ur dengan j elas dan rinci art inya pendanaan dari APBN present asenya j elas, de-mikian j uga pendanaan dari APBD harus dit ing-kat kan. Jangan sampai masalah honor saj a t i-dak ada kesamaan at au t erj adi perbedaan an-t ara BPSK di daerah yang saan-t u dengan daerah yang lain, karena hal ini akan menyebabkan ke-cemburuan ant ar kelembagaan BPSK di daerah yang sat u dengan daerah yang lain sendiri.

Lahirnya UUPK diharapkan mampu mem-berikan solusi bagi konsumen dalam menyele-saikan persoalan-persoalan yang t erj adi, t er-nyat a selama ini dalam penegakan hukum per-lindungan konsumen masih t erj adi ket impangan dan menimbulkan kebingungan bagi konsumen,

hal ini t erj adi manakala masuknya peran lem-baga pengadilan dalam memeriksa perkara ke-ber at an” at as put usan BPSK yang sudah bersif at f inal dan mengikat , kemudian pelaksanaan ek-sekusi yang harus melalui pengadilan, dan upa-ya hukum kasasi at as put usan Pengadilan Nege-ri yang memeNege-riksa perkara keberat an at as pu-t usan BPSK. Ke depan, agar BPSK bekerj a de-ngan opt imal dan konsumen maupun pelaku usaha mendapat kan kepast ian hukum dalam penyelesaian sengket a, maka harus dipisahkan ant ara penyelesaian sengket a melalui l i t i gasi

(pengadilan) dan penyelesaian sengket a melalui BPSK. Apabila konsumen sudah memilih j alur BPSK unt uk menyelesaian sengket anya, maka kewenangan penuh harus diberikan kepada BPSK unt uk menyelesaikan sengket a konsumen t ersebut dengan put usan BPSK yang f inal dan mengikat sert a dapat di eksekusi langsung, t an-pa kemudian diberikan keseman-pat an an-pada badan peradilan (Pengadilan Negeri) unt uk masuk di t engah j alan menyelesaikan sengket a konsu-men yang sudah berj alan. Hal ini dimaksudkan agar konsumen maupun pelaku usaha menda-pat kan kepast ian hukum dalam penyelesaian sengket a konsumen dan t idak memakan wakt u yang lama sehingga ada perbedaan ant ara pe-nyelesaian sengket a melalui pengadilan dengan penyelesaian melalui BPSK.

(12)

e-lasan t ugas dan kewenangan sert a koordinasi langkah penegakan hukum ant ar lembaga-lem-baga pengawal dan penegak hukum perlindung-an konsumen t ersebut . Sehingga penerapperlindung-an UU-PK maupun perat uran perundang-undangan lainnya di bidang perlindungan konsumen dapat dilaksanakan secara ef ekt if .

Selain persoalan-persoalan di at as, revisi UUPK harus memperhat ikan perihal sosialisasi keberadaan BPSK. Saat ini, keberadaan UUPK khususnya BPSK yang sudah 10 (sepuluh) t ahun t ernyat a belum banyak diket ahui oleh masya-rakat umum. Unt uk mengat asi persoalan ini, maka ke depan perlu dilakukan upaya-upaya yang sist emat is dalam sosialisasi keberadaan BPSK sebagai lembaga yang menyelesaikan per-soalan konsumen di luar pengadilan. Adapun upaya-upaya yang harus dilakukan adalah mem-perbanyak kampanye perlindungan konsumen khususnya keberadaan BPSK dan memberikan pendidikan kepada konsumen sej ak usia dini.

Penut up Simpulan

Berdasarkan penj elasan di at as, ada be-berapa simpulan yang berkait an dengan per-masalahan yang dihadapi dalam prakt ik me-nyangkut eksist ensi dari lembaga BPSK. Per t a-ma, berkait an dengan eksist ensi BPSK sebagai lembaga yang masuk dalam domain pemerint ah pusat at aukah pemerint ah daerah. Jawaban t erhadap hal ini dalam prakt eknya t idak sama. Oleh karena it u, ada BPSK yang mendapat du-kungan penuh dari pemerint ah daerah dan ada BPSK yang kurang mendapat dukungan Pemerin-t ah Daerah. Kedua, persoalan yang krusial ada-lah menyangkut t ugas dan kewenangan BPSK. Ket ent uan Pasal 54 ayat (3) UUPK bahwa put us-an BPSK bersif at “ f inal dus-an mengikat ” . Put usus-an ini menj adi kehilangan makna dan menj adi t i-dak berart i bagi konsumen yang mencari keadil-an melalui BPSK, ket ika dihadapkkeadil-an dengkeadil-an ket ent uan Pasal 56 ayat (2) dimana t erbukanya peluang mengaj ukan keberat an ke Pengadilan Negeri, dan ket ent uan Pasal 57 UUPK mengenai permint aan eksekusi put usan BPSK kepada Pe-ngadilan Negeri di t empat konsumen yang diru-gikan. Adapun kendala-kendala yang dihadapi

BPSK adalah kendala kelembagaan, keuangan, SDM, perat uran, pembinaan dan pengawasan dan kurangnya sosialisasi sert a rendahnya kesadaran hukum konsumen.

Berkait an dengan kendala dalam pelaksa-naan put usan arbit rase BPSK, dapat disimpul-kan bahwa t erdapat kendala dalam pelaksana-an permohonpelaksana-an eksekusi ypelaksana-ang disebabkpelaksana-an t idak adanya pencant uman ir ah-i r ah pada put usan arbit ase BPSK t ersebut . Hal ini berbeda dengan put usan arbit rase menurut Pasal 54 Ayat (1) but ir a UU No. 30 Tahun 1999 t ent ang Arbit rase dan Alt ernat if Penyelesaian Sengket a (APS) yang menyat akan suat u put usan arbit rase harus memuat kepala put usan at au irah-irah yang berupa “ Demi Keadi l an Ber dasar kan Ket uhanan Yang Maha Esa” .

Saran

Berdasarkan pembahasan at as beberapa persoalan yang ada dalam UUPK, maka penulis menyarankan agar segera dilakukan revisi UUPK agar ke depan lebih memberikan kepast ian hu-kum pada konsumen maupun pelaku usaha. Sa-lah sat u revisi adaSa-lah dengan mencant umkan irah-irah “ Demi Keadi l an Ber dasar kan Ket uhan-an Yuhan-ang Maha Esa” . Pemerint ah hendaknya memperkuat Sumber Daya Manusia (SDM) pada sekret ariat BPSK mengingat t ugas-t ugas dari BPSK yang begit u luas. Di samping it u pemerin-t ah j uga hendaknya memberikan anggaran yang cukup pada BPSK karena salah sat u kendala pelaksanaan t ugas BPSK adalah karena f akt or anggaran.

Daft ar Pust aka

Barkat ullah, Abdul Halim. “ Urgensi Perlindung-an Konsumen Dalam TrPerlindung-ansaksi di E-Com-merce” . Jur nal Hukum, No. 2 Vol. 14 April 2007. FH UII Yogyakart a:

Gunawan, Johannes. “ Pemberlakuan Undang-undang Perlindungan Konsumen Terhadap PT. PLN Sebagai Lembaga Pelayanan Umum” . Pr o Just i t i a, Jur nal Hukum Tr i wul an Tahun 19, Nomor 4, Okt ober 2001. Universit as Kat olik Parahyangan; Hart ono, Sri Redj eki. “ Perlindungan Konsumen

(13)

Mi mbar Hukum, Edisi Khusus No. 39/ X/ 2001. FH UGM;

Hidayat i, Maslihat Nur. “ Analisis Tent ang Al-t ernaAl-t if Penyelesaian SengkeAl-t a Konsu-men: St udi Tent ang Ef ekt if it as Badan Penyelesaian Sengket a Perlindungan Kon-sumen” . Jur nal Hukum Lex Jur nal i ca, Vol 5 No. 3 Tahun 2008. Universit as Indonusa Esa Unggul;

Jailani, Muhammad. “ Fakt or-f akt or Yang Mem-pengaruhi dan Menghambat pelaksanaan Put usan Hakim (eksekusi) dalam Perkara Perdat a” . Maj al ah Il mi ah Ilmu Hukum Jat i swar a, Vol. 20, No. 3, Juli 2005. Fa-kult as Hukum Universit as Mat aram; Kurniawan dan Abdul Wahab. “ Tinj auan Yuridis

Terhadap Prosedur Penyelesaian Sengke-t a Konsumen Melalui BPSK di Indonesia” .

Jur nal Hukum Jat i swar a, Vol. 23, No. 2, Juli 2008 Fakult as Hukum Universit as Mat aram;

Nasut ion, Az. “ Aspek Hukum Perlindungan Kon-sumen” . Jur nal Ter opong, Edisi Mei 2003, Masyarakat Pemant au Peradilan Indonesia Nugroho, Susant i Adi. 2008. Pr oses Penyel esai

-an Sengket a Konsumen Di Ti nj au dar i Hukum Acar a ser t a Kendal a Impl ement asi -nya, Jakart a: Kencana;

Parman, L. “ Perlindungan Konsumen Dengan Sarana Hukum Pidana” . Maj al ah Il mi ah Il mu Hukum Jat i swar a Vol. 20 No. 2 April 2005 FH Universit as Mat aram,

Purwadi, Ari. “ Telaah Singkat t ent ang Undang Undang Perlindungan Konsumen” . Jur nal

Hukum & Keadi l an, Vol. 3. No. 3. 2000. FH UII Yogyakart a;

Raj agukguk, Erman. “ Budaya Hukum dan nyelesaian Sengket a Perdat a di Luar Pe-ngadilan” . Jur nal Magi st er Hukum, Vol. 2 No. 4, Okt ober 2000. PPs-UII, Yogyakarya; Ramli, Ahmad. “ Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi E-Commer-ce” . Jur nal Hukum Bi sni s, Volume 18 Nomor 3 Tahun 2002;

Sent osa, Mas Achmad. 20 Juli 2005, Per anan BPSK Ter l al u Ber at , t ersedia di websit e www. hukumonline. com, diakses t anggal 5 Okt ober 2009.

Sukandi, Suherdi. 6 November 2008, UUPK, St r at egi s Bagi Per ger akan Per l i ndungan Konsumen, BPSK Kot a Bandung, t ersedia di websit e www. google. com, diakses t anggal. 19 Desember 2009.

Sulist iyono, Adi. “ Budaya Musyawarah Unt uk Penyelesaian Sengket a Win-Win Solut ion Dalam Perspekt if Hukum” . Jur nal Hukum Bi sni s, Vol. 25 No. 1, t ahun 2006;

Suparman, Eman. 2004. Pi l i han For um Ar bit r a-se dal am Sengket a Komer si al unt uk Pene-gakan Keadi l an. Jakart a: PT. Tat anusa; Wulandari, Bernadet t e T. “ Badan Penyelesaian

Referensi

Dokumen terkait

belum tepat sebanyak 61% atau 65 responden mereka adalah masyarakat miskin yang menjadi sasaran program sebenarnya tapi tidak merasakan manfaat dari adanya pembangunan

Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui pengamh pcngendalian intern persediaan terhadap efektivitas sistem akuntansi persediaan barang logistik pada PTC. Kereta Api

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D, sebagai Ketua

Baik batang kayu utuh (balok) maupun batang kayu yang dibelah serta kayu irisan. Rumah ibadat utama Kulawi yang disebut lobo itu kalau di daerah lain, yaitu di

Padahal dia adalah dosen dan dekan fakultas ekonomi yang sehari-harinya mengajar teori ekonomi; (5) Model-model pengentasan kemiskinan yang dilakukan Yunus, antara lain: (a)

Hasil pengujian hipotesis kedua antara hubungan dimensi interpersonal terhadap kemampuan literasi media didapatkan koefisien jalur bernilai positif sebesar 0,259

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan bungkil biji kapuk dan sekam padi yang memiliki kadar air, kadar abu, kadar karbon, dan nilai kalor sesuai

Statika sederhana berisi tentang: Pengertian istilah (tumpuan, jenis konstruksi, gaya normal dan bidang gaya normal, gaya melintang dan bidang gaya melintang, momen dan