• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini menyajikan hasil penelitian dan pembahasan terkait tujuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini menyajikan hasil penelitian dan pembahasan terkait tujuan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menyajikan hasil penelitian dan pembahasan terkait tujuan dalam penelitian. Analisis data subjek menggunakan prosedur analisis yang telah ditetapkan, dengan melakukan coding tehadap istilah-istilah atau penggunaan kata pada kalimat dalam kuesioner, kemudian, dilakukan klasifikasi tehadap coding yang telah dilakukan. Kemudian, satuan makna dan kategori dianalisis dan dicari hubungan satu dengan lainnya untuk menemukan makna, arti, tujuan isi komunikasi . Hasil analisis ini kemudian disimpulkan berdasarkan pendekatan induktif deskriptif.

4.1. Gambaran Umum subjek penelitian

Subjek merupakan guru taman kanak-kanak wilayah Jakarta Barat Kecamatan Kembangan dengan status sekolah menengah kebawah yang memiliki latar belakang pendidikan S1 baik PGSD, PAUD, Psikologi PAUD, Psikologi Pendidikan. Berikut gambaran subjek : Dari 76 kuesioner yang disebarkan 34 dapat digunakan diantaranya 8 guru TK Negeri dan 26 guru TK swasta, 17 tidak dapat digunakan, 25 tidak kembali diantaranya 11 guru TK Negeri.

(2)

Pengalaman Mengajar Jumlah guru 1-10 tahun 13 11-20 tahun 16 21-30 tahun 5 31-40 tahun 10 Usia Jumlah guru 20-30 tahun 7 31-40 tahun 9 41-50 tahun 8 51 tahun keatas 10

Jenis TK Jumlah Guru Swasta

Negeri

8 26

Tabel 1.4. Usia Guru Tabel 1.5. Pengalaman Guru

(3)

4.2. Hasil Penelitian

4.2.1. Makna Wellbeing Anak Usia 4-6 tahun menurut Guru Gambar 1.4. Makna Wellbeing

Hasil penelitian pada makna wellbeing anak menghasilkan 67 jawaban dari 34 guru. Jika dilihat dari gafik diatas makna wellbeing anak dalam konteks pendidikan menurut guru adalah suatu kondisi dimana anak mendapatkan pendidikan layak, senang dengan kegiatan di sekolah dan senang belajar di sekolah serta nyaman dalam beraktifitas tidak ada paksaan (terutama dalam hal belajar calistung jadi belajar sesuai usianya dan bebas beraktifitas), anak sehat

9 6 6 6 5 4 4 3 3 3 3 3 2 2 2 2 1 1 1 1 Pendidikan layak Nyaman (beraktifitas) Senang dengan kegiatan/ pelajaran…

Anak sehat (Gizi/ nutrisi cukup,…Kebutuhan anak tercukupi Tidak ada paksaan (belajar… Menerima dan memahami…Aman

Tentram Bersosialisasi Mandiri Hasil belajar baik Keluarga/ orang tua utuh Hubungan baik dengan teman

Terampil Pengembangan kemampuan… Hubungan baik dengan guruMenyelesaikan masalah

Bekerjasama Percaya diri

(4)

dengan terpenuhinya gizi/nutrisi, tumbuh dan berkembang sesuai usianya, kebutuhannya tecukupi, anak menerima dan memahami lingkungan dengan mampunya anak untuk beradaptasi, anak mampu bersosialisasi dan mandiri anak merasa aman dan tentram, serta hasil belajar anak baik.

Selebihnya merupakan jawaban yang sedikit dijawab oleh guru yaitu memiliki keluarga utuh, terampil dan memiliki hubungan baik dengan teman, hubungan dengan guru baik, mampu coping, bekerjasama dan percaya diri.

4.2.2. Indikator Wellbeing Anak Usia 4-6 tahun menurut Guru Gambar 1.5. Indikator Wellbeing

13 11 6 5 5 4 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1

Kesehatan baik (Tumbuh normal,…Tidak dalam kondisi terpaksa… Nyaman (belajar, di sekolah) Senang belajar/ di lingkungan sekolahKebutuhan tercukupi Bersosialisasi Hasil belajar baikPendidikan layak Aman Kasih sayang cukup Terlindungi (eksploitasi, kekerasan,…Mandiri

Rasa ingin tahu tinggiSuka bercerita Daya ingat baikTentram Tidak absen sekolahMemahami aturan BerkonsentrasiBerempati PenyayangRamah Percaya diri

(5)

Hasil penelitian pada indikator wellbeing anak menghasilkan 77 jawaban dari 34 guru, dari gafik diatas indikator wellbeing anak dalam konteks pendidikan menurut guru adalah anak tidak terpaksa belajar, bermain atau melakukan kegiatan apapun, anak bebas memilih kegiatan dan beraktifitas, kesehatan baik dengan terpenuhinya gizi/ nutrisi, tumbuh dan berkembang sesuai usianya, senang belajar dan senang berada di lingkungan sekolah, anak merasa nyaman belajar dan nyaman berada di sekolah, tercukupinya kebutuhan dengan memiliki alat-alat sekolah, adanya kemampuan anak untuk bersosialisasi dan mandiri, mendapatkan pendidikan sesuai usianya, hasil belajar memuaskan, anak terlindungi sehingga anak merasa aman, serta mendapatkan kasih sayang yang cukup.

Selebihnya merupakan jawaban yang hanya sedikit disebutkan oleh guru seperti suka bercerita, daya ingat baik, tentram, tidak absen sekolah, mampu memahami aturan, berkonsentrasi, berempati, penyayang, ramah, dan percaya diri.

(6)

4.2.4. Faktor yang mempengauhi Wellbeing anak usia 4-6 tahun menurut Guru Gambar 1.6. Faktor yang memengaruhi wellbeing

Hasil penelitian pada faktor wellbeing anak menghasilkan 112 jawaban dari 34 guru. Jika dilihat dari gafik diatas faktor wellbeing anak dalam konteks pendidikan yaitu orang tua/ keluarga (serta latar belakangnya, ekonomi, pengasuhan, pendidikan), lingkungan (rumah, bermain, sekolah), guru, nutrisi/gizi, , orang-orang di sekitar anak/ masyarakat, kondisi anak itu sendii seperti kesehatan anak, kesiapan anak, kemampuan/ kecerdasan anak, teman bermain, media/ sumber belajar, kemudian faktor yang sedikit disebutkan oleh guru yaitu nilai agama, lembaga pelayanan anak, kebutuhan anak, aktifitas positif,

34 33 10 9 7 6 5 3 2 1 1 1 Orang tua/keluarga Lingkungan Guru Nutrisi/ gizi Anak itu sendiri Teman bermain Media/ sumber belajar Orang-orang di sekitar anak/…

Nilai Agama Kenyamanan Lembaga pelayanan anak Aktifitas positif

(7)

4.3. Pembahasan 4.3.1. Makna wellbeing

Hasil penelitian pada makna wellbeing anak dalam konteks pendidikan menurut guru adalah anak mendapatkan pendidikan layak, senang dengan kegiatan di sekolah dan senang belajar di sekolah serta nyaman dalam beraktifitas

“Adanya rasa nyaman, tentram, gizi, dan nutrisi tercukupi, jasmani dan rohani sehat, pendidikan dan lingkungan yang memadahi sehingga mendukung pekembangannya”

OF, 41 tahun, S1.

Sesuai dengan Departement of Education (dikutip dalam Mashford-Scott dkk, 2012) wellbeing dikaitkan dengan kenyamanan dan keterlibatan.

Guru memaknai wellbeing anak sebagai suatu kondisi dimana anak senang belajar dan tidak ada paksaan terutama dalam hal belajar calistung jadi belajar sesuai usianya.

“Dalam arti anak tidak bisa dipaksakan dalam belajar seperti membaca, menulis, menghitung (calistung), disesuaikan dengan umur anak dan perkembangannya” Any, 52 tahun, S1

Hal ini senada dengan pendapat Bernad (dikutip dalam Mashford-Scott dkk, 2012), wellbeing anak merupakan perkembangan disposisi belajar yang

(8)

positif dan perilaku belajar. Senang belajar, tidak adak paksaan dalam belajar merupakan disposisi belajar yang positif.

Guru juga memaknai wellbeing anak sebagai kemampuan/ outcome anak yaitu tumbuh kembang sesuai usia, hasil belajar baik, mampu menyelesaikan masalah, mampu beradaptasi, bersosialisasi, bekerjasama, mandiri, percaya diri, tanggung jawab, terampil.

“Anak tumbuh kembang sesuai yang diharapkan, anak mampu menyelesaikan masalahnya sehari-hari sesuai dengan usianya, anak dapat menerima dan memahami apa yang sedang terjadi di lingkungannya sesuai dengan daya pikirnya, anak dapat bergaul dengan baik tanpa memilih teman dari ukuan/ usia, anak tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, dan anak tumbuh dan berkembang menjadi jiwa yang super” Royanih, 50 tahun, S1.

“Kesejahteraan anak dapat dilihat dari sikap dan perilaku, banyak anak usia 4-6 tahun yang sudah siap dan mandiri. Dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, beradaptasi di lingkungannya, mengembangkan keterampilan, di bidang seni, agama, dan bersosialisasi dengan teman-temannya” T, 30 tahun, S1.

Hal ini sesuai dengan Mashfod-scott dkk (2012) wellbeing diidentifikasikan sebagai hasil/ outcome melalui fasilitas yang dibutuhkan anak untuk kemajuan hasil belajar dan pekembangan anak. Anak mampu

(9)

menyelesaikan masalah di dukung oleh Bernad dkk (dikutip dalam Mashfrod-scott dkk, 2012) bahwa anak mampu coping/ menyelesaikan masalah. Hasil belajar baik, mampu beradaptasi, bersosialisasi, bekerjasama, mandiri, percaya diri, tanggung jawab, terampil, merupakan outcome hasil belajar, outcome sosial emosi dan outcome perilaku.

Kemudian guru memaknai wellbeing anak dengan kondisi anak di lingkungan /hubungan anak dengan orang-orang di sekitarnya baik seperti hubungan dengan teman, guru, orang tua, memahami dan menerima lingkungan,

“Terpenuhinya apa yang dia butuhkan berupa perhatian dan kasih sayang, menjalin kedekatan dengan orang tua, guru, dan teman-teman di sekolah dengan baik” Herni, 31 tahun, S1

Menurut Ladd dkk (dikutip dalam Mashfrod-scott dkk, 2012) wellbeing anak adalah hubungan positif dengan teman dan guru atau hubungan positif dengan teman sebaya dan orang dewasa (Shonkoff & Philips, dikutip dalam Marbina, dkk, 2015).

Dari pendapat para tokoh tidak ada pembahasan mengenai kesehatan anak seperti gizi/nutrisi tercukupi, anak tumbuh dan berkembang sesuai usianya, namun dalam hasil penelitian guru menyebutkan hal tersebut.

“Anak tumbuh kembang sesuai yang diharapkan, ...” Royanih, 50 tahun, S1.

(10)

4.3.2. Indikator Wellbeing

Dalam penelitian Guss dkk (2016) indikator wellbeing anak dalam konteks pendidikan adalah keterampilan berbahasa anak, kesiapan sekolah, outcomes anak seperti outcomes perkembangan anak, outcomes sosial emosi anak, outcomes behavior/perilaku anak, outcomes kesehatan anak.

Hasil penelitian guru menyebutkan bahwa anak tidak terpaksa belajar, bermain atau melakukan kegiatan apapun, anak bebas memilih kegiatan dan beraktifitas, nyaman belajar dan nyaman berada di sekolah, senang belajar dan senang berada di lingkungan sekolah ini merupakan indikator bahwa adanya kesiapan anak untuk bersekolah.

“Anak merasa nyaman di sekolah, dapat belajar dengan tenang, bebas dan senang bermain, berkomunikasi dengan orang-orang yang ada di sekitar sekolah” NN, 45 tahun, S1

Guru juga menyebutkan outcomes anak seperti jika belajar fokus/ konsentrasi anak daya ingat baik, hasil belajar baik, ramah, penyayang, berempati, memahami aturan, rasa ingin tahu tinggi, mandiri, percaya diri, mampu bersosialisasi dan tidak absen sekolah.

“Hasil belajar bagus, enjoy, sehat, sangat menyayangi dan ramah” Sri, 55 tahun. S1.

(11)

“dapat besosialisasi dengan lingkungan baru, luar rumah dan sekolah, potensi yang dimilikinya mulai muncul (percaya diri), dapat melakukan hal yang positif secara sederhana (mandiri)” CN, 46 tahun, S1

Guru juga menyebutkan bahwa anak suka bercerita ini merupakan indikator kemampuan berbahasa anak, dimana kemampuan anak bekomunikasi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya.

...berkomunikasi dengan orang-orang yang ada di sekitar sekolah” NN, 45 tahun, S1

“senang ketika datang dan pulang sekolah, menceritakan pengalamannya ketika ada di sekolah” Tuti Marniwati, 57 tahun, S1.

Dari hasil penelitian yang tidak dibahas dalam hasil penelitian Guss dkk (2016) adalah kebutuhan anak tercukupi, seperti kasih sayang, terlindungi dari kekerasan, penyakit maupun eksploitasi. Guru menyebutkan kebutuhan fisik dan psikis anak yang terpenuhi sebagai indikator wellbeing anak dalam konteks pendidikan.

“Tepenuhinya kebutuhan, baik lahir batin, sandang pangan papan”

(12)

1.3.3. Faktor wellbeing

Konsep wellbeing anak dalam lingkungan pendidikan Konu & Rimpela (dikutip dalam Susetyo, 2015) menyebutkan ada empat kebutuhan dasar yaitu having (Kondisi sekolah), loving (hubungan sosial), means of self-fulfilment (Pemenuhan/pengembangan diri anak), health status (status kesehatan anak).

Hasil penelitian faktor utama pada wellbeing anak usia 4-6 tahun dalam konteks pendidikan adalah pertama dari yaitu keluarga diantaranya keterlibatan orang tua dan latar belakang orang tua seperti pendidikan, status ekonomi. Kemudian adalah guru dan masyarakat dan anak mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang-orang disekitarnya, komunikasi sehingga faktor ini termasuk dalam loving (hubungan sosial).

“Lingkungan keluarga (mencakup motovasi, finansial, pengetahuan orang tua dalam hal parenting), lingkungan sekolah (motivasi guru, teman-teman, metode belajar yang menyenangkan), Lingkungan sekitar (pengaruh yang baik dari lingkungan disekitarnya”

SW, 33 tahun, S1.

Faktor selanjutnya bagaimana gizi dan nutrisi anak yaitu health status,

“...Faktor/ dorongan dari luar (lingkungan, nutrisi/ gizi, stimulasi orang tua, kasih sayang/ perhatian orang dewasa/ orang tua)”

(13)

kemudian faktor lingkungan sekolah anak dan lembaga-lembaga anak yang mendukung wellbeing anak ini merupakan Having (kondisi sekolah).

“...lembaga yang memberi layanan terhadap anak/ memiliki kepedulian terhadap pendidikan anak,...” Dwi, 33 tahun, S1

Faktor terakhir adalah kadanya emampuan anak, kesiapan anak, kebutuhan anak ini merupakan bagian dari means for self-fulfilment (pengembangan diri anak).

“Faktor dari dalam diri anak ( IQ, kemampuan dan kemauan anak..., Nurleli Oktavia, 31 tahun, S1.

Hasil penelitian guru menyebutkan adanya faktor nilai agama serta aktifitas positif, namun dalam konsep Konu & Rimpela tidak adanya konsep spiritual dan religi dalam pengembangan wellbeing dalam konteks pendidikan/ sekolah.”

“...menanamkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari” Loretta Marpaung, 54 tahun, S1.

(14)

1.3.4. Perbandingan Guru TK Negeri dan Tk Swasta

1.3.4.1.Makna Wellbeing Menurut Guru TK Negeri dan Swasta

Dari hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan persepsi guru mengenai wellbeing pada guru TK Swasta dan guru TK Negeri. Perbandingan jumlah guru Tk negeri dan swasta tidak seimbang yaitu 8 dan 26, dari 8 guru TK negeri menghasilkan jawaban bahwa makna wellbeing anak yaitu kondisi dimana kebutuhan anak tercukupi baik kebutuhan psikis dan fisik seperti kasih sayang, dan pendidikannya, selain itu anak merasa aman, nyaman, senang dengan kegiatannya terutamadi sekolah dan memiliki hasil belajar yang memuaskan, serta adanya hubungan baik dengan guru, orang tua, dan teman.

Perbedaan yang sangat mencolok pada hasil dari 26 guru TK swasta yaitu munculnya makna-makna yang disebutkan oleh guru TK negeri, namun tidak menyebutkan hubungan dengan guru baik sebagai makna wellbeing, serta munculnya makna-makna lain seperti kesehatan anak baik (gizi dan tumbuh kembangnya sesuai), anak mampu menyelesaikan masalah, mandiri, mampu beradaptasi, bersosialisasi, tanggung jawab, dan percaya diri yang tidak disebutkan oleh guru TK negeri.

1.3.4.2.Indikator Wellbeing Menurut Guru TK Negeri dan Swasta

Dari hasil data yang diperoleh indikator wellbeing anak menurut guru TK swasta maupun negeri memiliki perbedaan. Guru TK negeri menyebutkan kebutuhan psikis dan fisik yang terpenuhi, anak sehat dengan tumbuh dan bekembang sesuai usianya, tidak ada paksaan dalam belajar senang bersekolah, hasil belajar memuaskan, merasa aman dan nyaman, anak penyayang dan amah

(15)

serta aktif saat bermain sebagai indikator wellbeing anak, namun indikator muncul lebih beragam dari guru TK swasta termasuk yang disebutkan oleh guru TK negeri yaitu adanya kemampuan anak untuk bersosialisasi, mandiri, percaya diri, bercerita, dan daya ingat bagus dan terlindungi.

1.3.4.3.Faktor yang Memengaruhi Wellbeing Menurut Guru TK Negeri dan Swasta

Dari hasil data yang diperoleh terdapat persamaan faktor yang memengaruhi menurut guru TK negeri dan swasta meliputi adanya faktor keluarga/ orang tua, guru, lingkungan baik lingkungan rumah, sekolah dan bermain, sarana/media belajar dan bermain, teman dan masyarakat, namun munculnya faktor lebih beragam dari guru TK swasta yaitu nilai agama, aktifitas positif, gizi dan nutrisi, faktor anak itu sendiri sepeti kesiapan anak, kemampuan anak, dan kecerdasan anak.

(16)

1.3.5. Perbandingan Usia Guru TK 1.3.5.1.Makna Wellbeing

Persepsi makna welbeing anak menurut guru di kategorisasikan berdasarkan usia diantaranya 20-30 tahun, 31-40tahun, 41-50 tahun, 51 tahun ke atas. Berikut disajikan dalam bentuk tabel

Tabel 1.7. Makna Wellbeing (Usia) Kategori Usia Makna Wellbeing Anak 20-30tahun

(7 guru)

Memberikan pengalaman belajar untuk anak, senang bersekolah, tidak adanya paksaan belajar ke anak, anak mampu bersosialisasi, beradaptasi, mandiri, terampil.

31-40 tahun (9 guru)

Ketika pendidikan anak sesuai dengan usianya, anak merasa aman, nyaman senang dengan kegiatan sekolah dan tidak ada paksaan, kebutuhan psikis maupun fisik terpenuhi, anak sehat, memiliki hubungan baik dengan guru, orang tua dan teman, hasil belajar memuaskan serta mampunya anak untuk beradaptasi, bersosialisasi, bekerja sama dan terampil.

41-50 tahun (8 guru)

Ketika pendidikan anak sesuai dengan usianya, anak merasa aman, nyaman, dan tentram, anak sehat, kebutuhan terpenuhi, adanya kemampuan anak untuk menyelesaikan masalah dan mandiri

51 tahun ke atas (10 guru)

Ketika pendidikan anak sesuai dengan usianya, memberikan pengalaman belajar untuk anak aman, nyaman, senang dengan kegiatan di sekolah, tidak terpaksa, kebutuhan terpenuhi, anak sehat, hasil belajar memuaskan serta munculnya kemampuan

(17)

anak untuk bertanggung jawab.

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa makna wellbeing anak yang muncul pada tiap masing-masing kategori usia yaitu anak merasa senang dan tidak ada paksaan dalam belajar. Makna wellbeing perasaan aman, nyaman anak, anak sehat dan kebutuhan fisik maupun psikis terpenuhi mulai muncul pada guru yang berusia 31 tahun ke atas dan pada rentang usia 31-40 menyebutkan adanya hubungan baik dengan guru, orang tua dan teman yang pada usia lain tidak ada.

(18)

1.3.5.2.Indikator Wellbeing

Tabel 1.8. Indikator Wellbeing (Usia) Kategori Usia Indikator Wellbeing Anak 20-30tahun

(7 guru)

Anak sehat, nyaman, senang dengan kegiatan di sekolah, bebas tidak dalam kondisi terpaksa, mandiri, daya ingat bagus, mampu untuk bersosialisasi, hasil belajar memuaskan, dan aktif saat bermain

31-40 tahun (9 guru)

Anak sehat, senang, bebas di sekolah dan tidak ada paksaan, kasih sayang cukup, daya ingat baik, konsentrasi baik, hasil belajar memuaskan, pendidikan sesuai dengan usianya.

41-50 tahun (8 guru)

Anak sehat, anak merasa aman dan nyaman, senang, bebas belajar dan bermain tanpa adanya paksaan, terlindungi, mandiri, memahami aturan, dan percaya diri

51 tahun ke atas (10 guru)

Anak sehat, merasa aman, nyaman, senang dan bebas tidak ada paksaan baik dari guru maupun orang tua, kebutuhan tercukupi baik psikis maupun fisik, kasih sayang cukup, senang bercerita, asa ingin tahu tinggi, tidak absen sekolah, memiliki media/ alat-alat sekolah, hasil belajar memusakan

Indikator wellbeing yang sama pada setiap usia yaitu anak sehat, bebas, senang dan tidak dalam kondisi terpaksa dalam belajar maupun bermain dan hasil belajar memuaskan kecuali pada usia 41-50 tahun. Indikator yang disebutkan oleh guru anak merasa aman, nyaman mulai muncul pada usia 41 tahun ke atas,

(19)

sedangkan pada usia 51 tahun ke atas indikator wellbeing lebih beragam yang tidak disebutkan pada usia guru lain seperti anak senang bercerita, memiliki media/alat-alat sekolah, kebutuhan tercukupi, dan tidak absen sekolah

1.3.5.3.Faktor yang Memengaruhi wellbeing

Tabel 1.9. Faktor yang Memengaruhi (Usia)

Kategori Usia Faktor yang Memengaruhi Wellbeing Anak 20-30tahun

(7 guru)

Keluarga/ orang tua beserta latar belakangnya (pendidikan, ekonomi, pengasuhan), gizi/ nutrisi, kondisi anak itu sendiri seperti kesehatan anak, kemampuan anak, kecerdasan anak, lingkungan (rumah, sekolah, bemain), teman

31-40 tahun (9 guru)

Keluarga/ orang tua beserta latar belakangnya, lingkungan (rumah, sekolah, bemain), guru, gizi/nutrisi, media/ sumber belajar, kondisi anak itu sendiri sepeti IQ, masyarakat, serta lembaga pelayanan anak

41-50 tahun (8 guru)

Keluarga/ orang tua beserta latar belakangnya, lingkungan (rumah, sekolah, bermain), guru, gizi/ nutrisi, teman, kondisi anak itu sendiri seperti kesiapan anak, kenyamanan, aktifitas positif dan nilai agama

51 tahun ke atas (10 guru)

Keluarga/ orang tua beserta latar belakangnya, lingkungan (rumah, sekolah, bermain), guru, gizi/ nutrisi, teman, media atau sumber belajar, dan nilai agama

(20)

Faktor yang sama meliputi keluarga/ orang tua, lingkungan, gizi/ nutrisi serta kondisi anak. Pada usia 20-30 guru tidak menyebutkan guru sebagai faktor yang memengaruhi wellbeing, sedangkan usia lain menyebutkan. Pada usia 31-40 tahun guru menyebutkan masyarakat dan lembaga pelayanan anak sebagai faktor yang memengaruhi yang tidak disebutkan oleh guru usia lain. Faktor nilai agama disebutkan guru sebagai faktor yang memengaruhi mulai usia 41 tahun ke atas.

(21)

1.3.6. Perbandingan Pengalaman Mengajar Guru TK 1.3.6.1.Makna Wellbeing

Persepsi makna welbeing anak menurut guru di kategorisasikan berdasarkan pengalaman guru meliputi 1-10 tahun, 11-20tahun, 21-30 tahun, 31-40 tahun. Berikut disajikan dalam bentuk tabel

Tabel 1.10. Makna Wellbeing (Pengalaman) Pengalaman Mengajar Makna Wellbeing

1-10 tahun (13 guru) Ketika anak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan usianya, anak merasa senang tanpa ada paksaan baik belajar maupun bermain, dengan memberikan pengalaman belajar untuk anak, kebutuhan tercukupi, dan hasil belajar memuaskan , bersosialisasi dan mandiri, mampu beradaptasi, terampil

11-20 tahun (6 guru) Ketika anak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan usianya, anak merasa nyaman, senang tanpa ada paksaan baik belajar maupun bermain, anak sehat, hasil belajar memuaskan serta memiliki hubungan baik dengan, guru, orang tua, dan teman 21-30 tahun (5 guru) Ketika anak mendapatkan pendidikan yang sesuai

dengan usianya, anak merasa nyaman, senang tanpa ada paksaan baik belajar maupun bermain, anak sehat, kebutuhan anak terpenuhi, nyaman dalam beraktifitas, mampu menyelesaikan masalah,

(22)

memahami lingkungan, mampu bersosialisasi dengan baik dan mandiri

31-40 tahun (10 guru) Ketika anak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan usianya dengan memberikan pengalaman belajar, anak merasa aman, nyaman, senang tanpa ada paksaan baik belajar maupun bermain, kebutuhan terpenuhi, anak sehat, hasil belajar memuaskan, percaya diri dan tanggung jawab

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada guru yang memiliki pengalaman 1-10 tahun tidak memaknai wellbeing anak sebagai bentuk rasa aman dan nyaman anak padahal pada guru yang memiliki pengalaman di atas 10 tahun menyebutkan hal demikian, serta pada guru yang memiliki pengalaman 11-20 tahun memaknai wellbeing sebagai bentuk hubungan yang baik dengan guru, orang tua, dan teman dimana hubungan baik dengan guru tidak disebutkan oleh guru yang memiliki pengalaman selain 11-20 tahun, namun dari semua ketegori pengalaman tersebut memiliki kesamaan yaitu memaknai wellbeing sebagai anak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan usianya, anak merasa senang tanpa ada paksaan baik belajar maupun bermain, dan kebutuhannya tercukupi serta muncul hal-hal positif lainnya muncul seperti hasil belajar memuaskan (kecuali 21-30 tahun), mandiri dan dapat bersosialisasi (1-10 tahun dan 21-30 tahun), percaya diri dan tanggung jawab (31-40 tahun).

(23)

1.3.6.2.Indikator Wellbeing

Tabel 1.11. Indikator Wellbeing (Pengalaman) Pengalaman Mengajar Indikator Wellbeing

1-10 tahun (13 guru) Sehat, nyaman , senang, bebas, dan tidak ada paksaan baik bermain maupun belajar, daya ingat baik, bersosialisasi, hasil belajar memuaskan, kasih sayang cukup, mandiri, konsentrasi, berempati, 11-20 tahun (6 guru) Sehat, tidak ada paksaan dalam bermain maupun

belajar, kebutuhan tercukupi, mendapatkan pendidikan sesuai dengan usianya, rasa ingin tahu tinggi, suka bercerita, dan terlindungi (kekerasan, eksploitasi)

21-30 tahun (5 guru) Sehat, tidak terpaksa dalam bermain maupun belajar, nyaman belajar di sekolah, bersosialisasi, mandiri dan percaya diri

31-40 tahun (10 guru) Sehat, tidak terpaksa dalam bermain maupun belajar, merasa aman dan nyaman di sekolah, hasil belajar baik, kasih sayang cukup, mampu bersosialisasi dan konsentrasi

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa indikator yang sama muncul adalah anak sehat, tidak ada paksaan dalam bermain maupun belajar. Selanjutnya anak merasa aman dan nyaman, dapat bersosialisasi dan mandiri namun tidak

(24)

muncul pada guru yang memiliki pengalaman 11-20 tahun tapi adanya indikator kebutuhan tercukupi, pendidikan sesuai dengan usianya, rasa ingin tahu tinggi, suka bercerita, dan terlindungi (kekerasan, eksploitasi) yang tidak disebutkan pada kategori pengalaman lainnya. Konsentrasi dan kasih sayang cukup disebutkan oleh guru yang memiliki pengalaman 1-10 tahun (berempati muncul) dan 31-40 tahun, kemudian percaya diri disebutkan hanya pada guru yang memiliki pengalaman 21-30 tahun.

1.3.6.3.Faktor yang Memengaruhi

Tabel 1.12. Faktor yang Memengaruhi (Pengalaman) Pengalaman Mengajar Faktor yang Memengaruhi Wellbeing

1-10 tahun (13 guru) Keluarga/ orang tua beserta latar belakangnya (pendidikan, ekonomi, pengasuhan), gizi/ nutrisi, kondisi anak itu sendiri seperti kesehatan anak, kemampuan anak, kecerdasan anak (IQ), lingkungan (rumah, sekolah, bemain), guru, teman, media/ sumber belajar

11-20 tahun (6 guru) Keluarga/ orang tua beserta latar belakangnya (pendidikan, ekonomi, pengasuhan), gizi/ nutrisi, lingkungan (rumah, sekolah, bemain), kebutuhan anak, guru, masyarakat, lembaga pelayanan anak 21-30 tahun (5 guru) Keluarga/ orang tua beserta latar belakangnya

(pendidikan, ekonomi, pengasuhan), gizi/ nutrisi, , lingkungan (rumah, sekolah, bemain), guru,

(25)

masyarakat, nilai agama, dan aktifitas positif

31-40 tahun (10 guru) Keluarga/ orang tua beserta latar belakangnya (pendidikan, ekonomi, pengasuhan), gizi/ nutrisi, , lingkungan (rumah, sekolah, bemain), guru, media/ sumber belajar

Dapat dilihat dari tabel di atas faktor yang memengaruhi yang disebutkan di setiap kategori pengalaman yaitu keluarga dan lingkungan, gizi/ nutrisi, lingkungan dan guru. Faktor kondisi anak itu sendiri seperti kesehatan anak, kemampuan anak, kecerdasan anak (IQ) dan teman hanya disebutkan oleh guru yang memiliki pengalaman 1-10 tahun. Faktor masyarakat disebutkan oleh guru yang memiliki pengalaman 11-30 tahun, sedangkan layanan anak hanya disebutkan oleh guru yang memiliki pengalaman 11-20 tahun, sedangkan nilai agama dan aktifitas positif muncul pada guru yang memiliki pengalaman 21-30 tahun, kemudian faktor media/ sumber belajar yang meliputi sarana dan pra sarana disebutkan oleh guru yang memiliki pengalaman 1-10 tahun dan 31-40 tahun.

(26)

4.4. Keabsahan hasil penelitian

Berikut triangulasi dari hasil penelitian dan hasil wawancara dengan Ketua IGTKI wilayah Kembangan:

 Makna wellbeing anak usia 4-6 tahun

Hasil penelitian dai 34 guru makna wellbeing adalah suatu kondisi dimana anak mendapatkan pendidikan layak, gizi tercukupi, senang dengan kegiatan di sekolah dan senang belajar di sekolah serta nyaman dalam beraktifitas tidak ada paksaan (terutama dalam hal belajar calistung jadi belajar sesuai usianya), anak merasa aman dan tentram.

Selebihnya anak tumbuh kembang sesuai usia, hasil belajar baik, mampu menyelesaikan masalah, mampu beradaptasi, bersosialisasi, bekerjasama, mandiri, percaya diri, tanggung jawab, terampil. Kemudian kondisi anak di lingkungan /hubungan anak dengan orang-orang di sekitarnya seperti hubungan dengan teman, guru, orang tua baik, memahami dan menerima lingkungan.

Dari hasil wawancara dengan ketua IGTK menghasilkan jawaban makna wellbeing anak usia 4-6 tahun

“sangat penting, karena pada usia 4-6 tahun itu merupakan masa emas, dimana belajar pada usia awal bagaikan kita melukis/ menulis di atas batu, jadi akan berpengaruh sampai kapanpun. Sehingga perlunya pendidikan yang menyenangkan, perhatian, kasih sayang, pendekatan guru, dimana anak tidak boleh dipaksakan dalam belajar khsusunya calistung, belajar pada usia dini adalah bermain dan bermain, yaitu menyenangkan, bermain sambil belajar, jadi

(27)

biarkan anak senang, nyaman, aman, tenang menikmati sekolahnya, tidak dipaksakan oleh siapapun baik guru maupun kehendak orang tua.”

Dapat dilihat dari hasil penelitian 34 guru dengan wawancara Ketua IGTKI tidak jauh berbeda, yaitu makna wellbeing diartikan ketika anak tidak mengalami pemaksaan dalam belajar seperti belajar calistung, anak senang, nyaman, aman dan tenang dengan kegiatan di sekolah, belajar sesuai usia anak. Namun adanya jawaban yang lebih beragam dari hasil penelitian 34 guru menghasilkan jawaban yang beragam seperti anak tumbuh kembang sesuai usia, hasil belajar baik, mampu menyelesaikan masalah, mampu beradaptasi, bersosialisasi, bekerjasama, mandiri, percaya diri, tanggung jawab, terampil, kondisi anak di lingkungan /hubungan anak dengan orang-orang di sekitarnya seperti hubungan dengan teman, guru, orang tua baik, memahami dan menerima lingkungan.

 Indikator wellbeing anak usia 4-6 tahun

Hasil penelitian dai 34 guru indikator wellbeing anak dalam konteks pendidikan adalah anak tidak terpaksa belajar, bermain atau melakukan kegiatan apapun, anak bebas memilih kegiatan dan beraktifitas, nyaman belajar dan nyaman berada di sekolah, senang belajar dan senang berada di lingkungan sekolah, kesehatan anak baik. Selebihnya adalah kebutuhan anak tercukupi, seperti kasih sayang, terlindungi dari kekerasan, penyakit maupun eksploitasi. Kemudian adanya kemampuan anak/ outcome anak dilihat dari jika belajar fokus/ konsentrasi anak daya ingat baik, hasil belajar baik, ramah, penyayang, berempati,

(28)

memahami aturan, suka bercerita, rasa ingin tahu tinggi, mandiri, percaya diri, mampu bersosialisasi dan tidak absen sekolah.

Hasil wawancara ketua IGTKI indikator wellbeing anak usia 4-6 tahun adalah hasil belajar baik, anak-anak disiplin, bercerita, senang, nyaman, tenang dengan kegiatan di sekolah

“jika anak sudah senang, nyaman, aman dan tenang anak akan fokus dengan sendirinya hasil belajar pun akan bagus, anak juga disiplin, biasanya suka becerita. Jika anak sudah bisa membaca atau menulis berikan motivasi bukan paksaan, itu semua karena minat dan bakat anak, jika anak belum bisa membaca ataupun menulis bukan berarti anak tidak pandai, anak akan berkembang sesuai prosesnya”.

Dapat kita lihat indikator wellbeing anak usia 4-6 tahun dalam konteks pendidikan tidak jauh berbeda yaitu tidak adanya paksaan dalam belajar, senang, nyaman dan aman di sekolah, hasil belajar anak baik, dan adanya sikap positif seperti anak disiplin, fokus dan bercerita. Namun, adanya jawaban lebih beragam pada hasil penelitian 34 guru selain disiplin, fokus, dan bercerita munculnya rasa ingin tahu tinggi, mandiri, percaya diri, mampu bersosialisasi dan tidak absen sekolah. kebutuhan anak tercukupi, seperti kasih sayang, terlindungi dari kekerasan, penyakit maupun eksploitasi.

(29)

Faktor yang memengaruhi wellbeing anak dalam konteks pendidikan menurut 34 guru, yaitu orang tua/ keluarga (serta latar belakangnya, ekonomi, pengasuhan, pendidikan), lingkungan (rumah, bermain, sekolah), guru, nutrisi/gizi, teman bermain, media/ sumber belajar, orang-orang di sekitar anak/ masyarakat, kesehatan anak, kesiapan anak, kemampuan/ kecerdasan anak, lembaga pelayanan anak, kebutuhan anak, aktifitas positif, nilai agama.

Hasil wawancara ketua IGTK faktor yang memengaruhi wellbeing anak yaitu keluarga/orang tua dimana adanya kerjasama antara orang tua dan guru di sekolah, lingkungan setempat (masyarakat, teman sebaya), gizi, sarana pendidikan, dan caa mengajar

“pertama itu keluarga/orang tua dimana adanya kerjasama antara orang tua dan guru di sekolah, lingkungan setempat (masyarakat, teman sebaya), gizi yaitu makanan yang tdk mengandung zat kimia karena akan memengaruhi kecerdasan anak, sarana-prasrana pendidikan seperti alat peraga, alat bemain, kurikukulm yang digunakan, cara guru mengajar harus menyenangkan yaitu dengan pembelajaran warna-warni sesuai dengan kebutuhan anak”.

Dapat kita lihat faktor yang memengaruhi wellbeing anak usia 4-6 tahun dalam konteks pendidikan tidak jauh berbeda yaitu adanya faktor dari keluarga/ orang tua, lingkungan masyarakat, teman sebaya, guru, sarana dan prasarana belajar dan bermain, kurikulum, gizi/ nutrisi, kecerdasan anak. Namun adanya jawaban yang lebih beragam dari 34 guru yaitu kesehatan anak, kesiapan anak, lembaga pela yanan anak, kebutuhan anak, aktifitas positif, dan nilai agama.

Gambar

Tabel 1.4.  Usia Guru  Tabel 1.5.  Pengalaman Guru
Tabel 1.7.  Makna Wellbeing (Usia)
Tabel 1.9 . Faktor yang Memengaruhi (Usia)

Referensi

Dokumen terkait

Namum sejauh ini, dalam penegakan hukum di dalam masyarakat adat Aceh, masih terdapat kendala-kedala yang dihadapi, sehingga proses pembangunan hukum adat di Indonesia, khususnya di

Panas cairan pendingin pertama dipindahkan (diserap) ke sirip-sirip, yang didinginkan oleh kipas dan udara akibat gerakan dari kendaraan, yang mengalir melalui

Setelah tahap analisis sistem lama selesai dilakukan dan mendapat kesimpulan bahwa sistem lama masih terdapat kelemahan-kelemahan, maka diperlukan pembangunan sistem

Zat aditif adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat

Anak membutuhkan stimulus dalam meningkatkan kemampuan motorik halus seperti melakukan senam otak, yang bertujuan memfasilitasi bagian otak kanan dan otak kiri agar dapat

konvensional mempunyai pengertiaan yang sama seperti yang telah disampaikan oleh para ahli. Bank syariah mempunyai pengertian dan tugas yang sama yaitu menghimpun

Dalam penelitian ini, pendekatan kuantitatif dipergunakan untuk mengukur kesesuaian Pasal 31E Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, sebagai produk kebijakan fiskal

Realisasi pembangunan perumahan di Salatiga bukan hanya pembangunan perumahan dalam arti sempit, namun juga mencakup pembangunan infrastruktur dasar perumahan pemukiman,