• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK PENANGKAPAN IKAN TERHADAP EKOSISTEM: STRUKTUR DAN TINGKAT TROFIK HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA ERNA ALMOHDAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAMPAK PENANGKAPAN IKAN TERHADAP EKOSISTEM: STRUKTUR DAN TINGKAT TROFIK HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA ERNA ALMOHDAR"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PENANGKAPAN IKAN TERHADAP EKOSISTEM:

STRUKTUR DAN TINGKAT TROFIK HASIL TANGKAPAN

DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA

ERNA ALMOHDAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul“Dampak Penangkapan Ikan Terhadap Ekosistem: Struktur dan Tingkat Trofik Hasil Tangkapan di Perairan Maluku Tenggara”adalah benar karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 16 April 2014

Erna Almohdar Nrp: C451110021

(3)

RINGKASAN

ERNA ALMOHDAR. Dampak Penangkapan Ikan Terhadap Ekosistem: Struktur dan Tingkat Trofik Hasil Tangkapan di Perairan Maluku Tenggara. Dibimbing oleh Mulyono S Baskoro, Roza Yusfiandayani, dan Am Azbas Taurusman.

Penangkapan ikan memberikan dampak langsung dan tidak langsung terhadap ekosistem perairan. Penangkapan ikan yang dilakukan nelayan di perairan Maluku Tenggara terhadap ikan cukup intensif. Nelayan umumnya menangkap ikan menggunakan jaring insang (gillnet), bagan dan pancing. Penelitian ini bertujuan menganalisis dampak penangkapan terhadap ekosistem yakni struktur komunitas dan tingkat trofik hasil tangkapan berdasarkan alat tangkap. Pengambilan sampel ikan dilakukan dengan metode experimental fishing, yaitu berupa operasi penangkapan ikan menggunakan alat tangkap jaring insang (gillnet), bagan dan pancing di lokasi studi. Analisis data meliputi parameter kebiasaan makan, hubungan panjang berat ikan, dan tingkat trofik hasil tangkapan.

Hasil penelitian menunjukan tingkat trofik ikan pada alat tangkap bagan dan jaring berkisar 2,9 – 3,7 dan berada pada pengelompokan tingkat trofik (TL3) yakni didominasi oleh jenis omnivora yang cenderung pemakan hewan (zooplankton). Alat tangkap pancing berkisar 4,0 – 4,5 berada pada TL5 dan didominasi oleh jenis karnivora yang cenderung pemakan ikan dan cephalopoda. Ukuran rata-rata panjang total jenis ikan hasil tangkapan yang dominan menurut alat tangkap adalah ikan layang (18,2 ± 12,5 cm), ikan lemuru (19,8 ± 13,3 cm), ikan selar (21,9 ± 14,2 cm), ikan lencam (20,1 ± 13,3 cm) dan ikan biji nangka (21,9 ± 14,2 cm). Berat rata-rata hasil tangkapan utama adalah ikan layang (90 ± 35 g), ikan lemuru (81 ± 28 g), ikan selar (89 ± 40 g), ikan lencam (92 ± 28 g) dan ikan biji nangka (90 ± 30 g). Hasil tangkapan oleh bagan, jaring insang dan pancing mengindikasikan bahwa terjadi eksploitasi yang tidak seimbang pada rantai makanan. Kelompok TL 3 dan 5 lebih dominan dieksploitasi. Hal ini secara teoritis berpotensi merusak keseimbangan ekologis sumberdaya ikan di habitat tersebut. Alat tangkap bagan dan jaring mempunyai dampak lebih besar terhadap keberlanjutan sumberdaya ikan dibandingkan dengan alat tangkap pancing (TL5), karena kedua alat tangkap tersebut cenderung lebih eksploitatif pada ukuran ikan yang belum layak tangkap.

Kata Kunci: Dampak penangkapan ikan, tingkat trofik hasil tangkapan, kebiasaan makan, Maluku Tenggara.

(4)

SUMMARY

ERNA ALMOHDAR. Impact of fishing on ecosystem: structure and trophic level of the fish catch in Southeast Maluku Water. Supervised by Mulyono S Baskoro, Roza Yusfiandayani, and Am Azbas Taurusman.

Fishing has a direct and indirect impact on coastal and marine ecosystems. The fishing activity has been intensively conducted in the Southeast Maluku district and potentially impact the fish resources negatively. Fishermen generally catch fish using gill nets, lift net and hook line. This study aims to analyze the impact of fishing on ecosystem structure and trophic level of the catch by each fishing gear. An experimental fishing was conducted for the sampling strategy by means of fishing operations using gill net, lift net and hook line. Data were analyses for parameters of feeding habits, length-weight relationships, and trophic level of the catch.

The results showed that trophic level of fish taken by lift net and gill net ranged from 2.9 to 3.7 which grouped as TL3, dominated by species of omnivorous feeding habit (zooplankton). The gill net has dominantly caught the group of fish at trophic level 5 (4.0 – 4.5). The average total length of the dominant fish targets were D.Russeli(18.2 ± 12.5 cm), Sardinella longiceps(19.8 ± 13.3 cm), S.crumenopthalmus(21.9 ± 14.2 cm), Lethrinus lentjan (20.1 ± 13.3 cm) and Upeneus mulocensis (21.9 ± 14.2 cm). For the average weight of the main catches were D. Russeli (90 ± 35 g), Sardinella longiceps (81 ± 28 g), S.crumenopthalmus (89 ± 40 g), Lethrinus lentjan (92 ± 28 g) and Upeneus mulocensis (90 ± 30 g). The catch by lift net, gill net and hook line indicates unbalance exploitation of the natural food chain. TL groups 3 and 5 was more dominantly exploited. It is theoretically potentially impacting the ecological balance of fish resources in these habitats. Furthermore, the lift net and gill net have greater impact on sustainability of fish resources than hook line due to both the earlier dominantly exploited unallowable catch sizes (juvenile) of the fish target.

Key words: Fishing impact, trophic level of catch, feeding habits, Southeast Maluku

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(6)

DAMPAK PENANGKAPAN IKAN TERHADAP EKOSISTEM:

STRUKTUR DAN TINGKAT TROFIK HASIL TANGKAPAN

DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA

ERNA ALMOHDAR

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

(7)
(8)

Judul Tesis : Dampak Penangkapan Ikan Terhadap Ekosistem: Struktur dan Tingkat Trofik Hasil Tangkapan di Perairan Maluku Tenggara Nama : Erna Almohdar

NIM : C451110021

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Mulyono S Baskoro, MSc Ketua

Diketahui oleh

Tanggal :

Tanggal Ujian: 7 Maret 2014 Tanggal Lulus: Ketua Program Studi

Teknologi Perikanan Tangkap

Prof Dr Ir Mulyono S Baskoro, MSc Dr Roza Yusfiandayani, SPi

Anggota

Dr Am Azbas Taurusman, SPi MSi Anggota

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

(9)

Judul Tesis : Dampak Penangkapan Ikan Terhadap Ekosistem: Struktur dan Tingkat Trofik HasH Tangkapan di Perairan Maluku Tenggara Nama : Erna Almohdar

NIM : C451110021

Disetuj ui oleh Komisi Pembimbing

ulyono S BaSkoro, MSc

~.

Dr Roza Yusfiandayani, SPi Anggota

Ketua Program Studi

Teknologi Perikanan Tangkap

Ketua

/

bas Taurusman SPi MSi Anggota

Diketahui oleh

Prof Dr Ir

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala, karena atas limpahan rahmat, kasih dan tuntunan-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 sampai Juli 2013 dengan judul “Dampak Penangkapan Ikan Terhadap Ekosistem: Struktur dan Tingkat Trofik Hasil Tangkapan di Perairan Maluku Tenggara”.

Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini tidak semata didapatkan sendiri namun didukung oleh orang-orang sekitar. Untuk itu ucapan terima kasih yang tulus penulis haturkan kepada :

1. Prof Dr Ir Mulyono S Baskoro, MSc selaku pembimbing I, Dr Roza Yusfiandayani, SPi selaku pembimbing II, Dr Am Azbas Taurusman, SPi MSi selaku pembimbing III, yang memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik dan lancar.

2. Dr Sulaeman Martasuganda, MSc selaku penguji pada ujian tesis yang telah memberikan saran dan masukannya.

3. Dr rer nat Ir E A Renjaan MSc (Direktur Politeknik Perikanan Negeri Tual) yang telah memberikan izin kepada Penulis untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana IPB.

4. Suamiku Faisal Hitimala, SPi yang setia dan semangat memberikan kasih sayang, doa, perhatian dan segala dukungan yang sangat berarti. Anak-anakku: Faller Zaikal, Salsabilla Asyanab, Naysila Asizahra dan Alman Hitimala yang menjadi penyemangat bagi penulis.

5. Ayahku Abdullah Almohdar, Ibunda Asia Serang (Almh), adik-adikku Nur dan Saiful Almohdar. Ponakanku Ai, Yadi bin syeh dan Ali Hitimala yang memberikan dukungan dan doanya.

6. Ayah mertua A Kadir Hitimala, ibu mertua Zainab Odar serta adik-adik iparku yang telah banyak memberikan dukungan moril maupun materil serta doa selama ini.

7. Kakekku Drs Yunus Serang, MSi, Paman Yanis Serang dan Drs Azis Serang atas bantuan dan dukungannya selama ini.

8. Teman-teman seperjuangan SPT, TPT 2011 dan teman-teman di perwira 44: Lia Ngamel, Nona Silubun, Meyske Rahantoknam, Thiny Wali, Neng Uar Yanti Almet, Icha TEK, Beni Jeujanan, Kemi Betaubun, Yapi Ingratubun dan Irwan Latar yang mau bekerjasama dan selalu menjaga kekompakan dan kebersamaan selama studi.

9. Semua pihak yang telah memberikan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung dan lainnya yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga penulisan ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya.

Bogor, 16 April 2014 Erna Almohdar

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis Kerangka Pemikiran 2 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Ekosistem untuk Pengelolaan Perikanan

Alat Penangkap Ikan

Alat Tangkap Jaring Insang (Gillnet)

Alat Tangkap Bagan Alat Tangkap Pancing

Hubungan Panjang dan Berat Ikan Tingkat Trofik

Tingkat Kematangan Gonad

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

Bahan dan Alat Penelitian Metode Pengambilan Data Metode Analisis Data

Analisis Kuisioner

Indeks Keragaman Shannon Wiener Analisis Panjang dan Berat Ikan

Analisis Tingkat Kematangan gonad Analisis Isi Lambung Ikan Analisis Tingkat Trofik 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Keadaan Umum Perikanan Tangkap Unit Penangkapan Ikan pada Perairan Desa Selayar Unit penangkapan Bagan

Unit penangkapanGillnet

Unit penangkapan Pancing

5 HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Hasil Tangkapan Indeks Keragaman Hasil Tangkapan

vi vi vi 1 1 2 2 2 2 3 4 4 5 5 5 6 7 8 9 10 10 10 10 12 12 12 12 12 13 13 14 14 15 15 16 17 18 18 19

(12)

Perbandingan Panjang dan Berat Ikan Komposisi Makanan Ikan Komposisi Makanan Famili Carangidae

Komposisi Makanan Famili Clupeidae Komposisi Makanan Famili Lethirinidae Komposisi Makanan Famili Mungilidae Tingkat Trofik

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP 21 27 28 29 29 30 30 33 33 34 34 37 45

(13)

DAFTAR TABEL

1 Jenis data dan teknik pengumpulannya

2 Penentuan tingkat kematangan gonad secara morfologi

3 Perkembangan armada penangkapan ikan di Kabupaten Maluku Tenggara 4 Data jumlah dan persentase nelayan

5 Komposisi hasil tangkapan nelayan di perairan Desa Selayar 6 Produksi Perikanan Tangkap Kabupaten Maluku Tenggara (ton)

7 Hasil analisis indeks keragaman produksi perikanan tangkap Kabupaten Maluku Tenggara

8 Komposisi makanan ikan berdasarkan jenis alat tangkap dan tingkat trofik di perairan

9 Jenis dan nilai IRP organisme makanan ikan layang 10 Jenis dan nilai IRP organisme makanan ikan selar 11 Jenis dan nilai IRP organisme makanan ikan lemuru 12 Jenis dan nilai IRP organisme makanan ikan lencam 13 Jenis dan nilai IRP organisme makanan ikan biji nangka

14 Hasil tangkapan nelayan menurut alat tangkap, jenis ikan dan trofik level di Desa Selayar, Kabupaten Maluku Tenggara

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian

2 Kontruksi bagan yang dioperasikan di lokasi penelitian 3 Kontruksi jaring insang yang digunakan pada saat penelitian 4 Kapal gillnetdi lokasi penelitian

5 Konstruksi pancing ulur

6 Jumlah hasil tangkapan pada bulan Maret dan bulan April 2013 7 Indeks keragaman hasil tangkapan berdasarkan tahun.

8 Hubungan panjang dan berat ikan layang selama penelitian 9 TKG ikan layang menurut ukuran panjang selama penelitian 10 Hubungan panjang dan berat ikan lemuru selama penelitian 11 TKG ikan lemuru menurut ukuran panjang selama penelitian 12 Hubungan panjang dan berat ikan selar selama penelitian 13 TKG ikan selar menurut ukuran panjang selama penelitian 14 Hubungan panjang dan berat ikan lencam selama penelitian 15 TKG ikan lencam menurut ukuran panjang selama penelitian 16 Hubungan panjang dan berat ikan nangka selama penelitian 17 TKG ikan biji nangka menurut ukuran panjang selama penelitian

18 Persentasi kejadian komposisi makanan dari lima jenis ikan hasil tangkapan di lokasi penelitian.

19 Trofik level hasil tangkapan setiap jenis ikan yang tertangkap pada lokasi penelitian

20 Grafik trofik level dan biomassa hasil tangkapan setiap kelompok TL

11 13 14 15 19 20 20 27 28 29 29 29 30 30 3 16 16 17 17 18 21 21 22 23 23 24 25 25 26 26 27 28 31

(14)

yang tertangkap di perairan Desa Selayar

21 Rantai makanan di perairan Desa Selayar berdasarkan hasil analisis feeding guilds ikan hasil tangkapan

22 Ilustrasi struktur trofik level (TL) hasil tangkapan di lokasi penelitian

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta lokasi penelitian

2 Statistik produksi sumberdaya ikan di perairan Desa Selayar, Kabupaten Maluku Tenggara tahun 2011

3 Hasil tangkapan di lokasi penelitian di perairan Desa Selayar, Kabupaten Maluku Tenggara

4 Peralatan yang digunakan pada saat penelitian. 5 Perhitungan Indeks Bagian Terbesar

6 Hasil analisis regresi hubungan panjang dan berat ikan hasil tangkapan 31 32 33 39 39 40 41 42 43

(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perairan Maluku Tenggara kaya akan sumberdaya hayati khususnya ikan (ikan pelagis, demersal dan udang). Perairan ini cukup baik, karena dijaga oleh masyarakat di daerah tersebut, sehingga ikan–ikan yang tinggal maupun yang mencari makan akan sangat mudah mendapatkan makanan dan ikan- ikannya pun dapat hidup dengan tenang (Jeujanan 2008). Sumberdaya ikan tetap lestari karena upaya pengelolaan yang bertanggungjawab harus ditegakkan dengan cara menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan.

Alat-alat penangkapan harus dikembangkan sedemikian rupa agar semakin selektif dan aman terhadap lingkungan hidup, sehingga dapat mempertahankan keanekaragaman jenis dan populasi ikan. Upaya untuk mempertahankan keanekaragaman jenis di dalam suatu ekosistem dan ikan yang dimanfaatkan oleh manusia, merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari ekosistem secara keseluruhan.

Penangkapan ikan memberikan dampak langsung dan tidak langsung terhadap ekosistem perairan. Dampak ini diidentifikasi pada skala waktu dan tingkat yang berbeda pada populasi, komunitas dan ekosistem. Ekosistem laut saat ini telah mengalami penurunan kondisi alaminya, baik keragaman spesies maupun biomassanya (Stergiou et al. 2007). Tingkatan trofik menggambarkan tahapan transfer material atau energi dari setiap tingkat atau kelompok ke tingkat berikutnya, yang dimulai dengan produsen primer, konsumen primer (herbivora), sekunder, tersier, dan predator puncak. Tingkat trofik (trophic level) merupakan urutan tingkat pemanfaatan pakan atau material dan energi seperti yang tergambarkan oleh rantai makanan (food chain).

Kegiatan penangkapan ikan sangat potensial mempengaruhi ekosistem. Perubahan struktur komunitas sumberdaya ikan dan struktur tingkat trofik merupakan indikator dampak penangkapan yang saat ini sering digunakan. Pendekatan tingkat trofik dapat digunakan untuk mengevaluasi kesehatan dan kondisi ekosistem, sehingga merupakan mata rantai awal yang penting dipertimbangkan untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya perikanan. Penangkapan yang dilakukan nelayan cukup intensif. Nelayan di perairan Maluku Tenggara umumnya menangkap ikan menggunakan jaring insang hanyut (gillnet), bagan, dan pancing yang dioperasikan di perairan ini. Suatu upaya pengelolaan yang baik, berbasis pada informasi biologi, ekologi, populasi dan aspek lain yang berkaitan dengan pelestarian sumberdaya ikan sangat diperlukan untuk mengetahui keberlanjutan sumberdaya ikan. Kegiatan tersebut memerlukan berbagai informasi yang berkaitan dengan ikan seperti pertumbuhan, reproduksi, kebiasaan makanan serta kondisi habitat dimana ikan tersebut ditemukan.

Beberapa penelitian mengenai dampak penggunaan alat tangkap terhadap keseimbangan tingkat trofik disuatu daerah penangkapan ikan telah banyak dilakukan antara lain oleh Stergiou et al. (2007). Hasil penelitian-penelitian tersebut menunjukan bahwa terdapat hubungan antara jenis alat tangkap yang digunakan terhadap hasil tangkapan pada tingkat trofik terjadi. Bila hal ini terus berlangsung maka berpotensi merusak keseimbangan ekologi pada rantai makanan. Hasil penelitian Aprilia (2011) dan Ristiani (2012), menunjukkan

(16)

2

banyaknya hasil tangkapan ikan yang tertangkap pada tingkat trofik kedua menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem dan penurunan ukuran hasil tangkapan pada komunitas ikan. Namun hingga saat ini belum ada informasi tentang studi dampak penangkapan terhadap ekosistem khususnya aspek ekologi pada rantai makanan di perairan Maluku Tenggara. Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini penting untuk dilakukan dalam kerangka mewujudkan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan (Gambar 1.1).

Perumusan Masalah

Potensi sumberdaya perikanan dan kelautan di perairan Kabupaten Maluku Tenggara memiliki nilai ekonomi yang besar tetapi pengelolaannya belum dilakukan secara berkelanjutan. Besarnya potensi yang dimiliki seharusnya dapat dikelola dan dimanfaatkan oleh nelayan setempat, namun kenyataan yang ada di Kabupaten Maluku Tenggara belum dilakukan secara optimal. Belum optimalnya pemanfaatan tersebut disebabkan karena minimnya informasi tentang sumberdaya ikan, sehingga kegiatan penangkapan berdampak pada struktur ikan target dan kerusakan habitat. Struktur sumberdaya ikan dan hubungannya dengan kegiatan penangkapan diperlukan suatu indikator keberlanjutan. Indikator yang digunakan adalah tingkat trofik dan hasil tangkapan, sehingga informasi perubahan tingkat trofik dalam rantai makanan pada ekosistem di perairan diharapkan menjadi suatu indikator yang penting bagi keberlanjutan kegiatan penangkapan pada daerah penangkapan ikan, khususnya di perairan Maluku Tenggara.

Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis struktur komunitas dan tingkat trofik hasil tangkapan berdasarkan alat tangkap.

2. Menganalisis dampak penangkapan terhadap keseimbangan ekosistem pada perairan Maluku Tenggara.

Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi ilmiah untuk mengevaluasi dampak penangkapan ikan terhadap ekosistem khususnya struktur dan tingkat trofik hasil tangkapan. 2. Sebagai informasi kepada nelayan, pemerintah atau instansi terkait di

Kabupaten Maluku Tenggara tentang pemanfaatan sumberdaya ikan yang berkelanjutan.

Hipotesis

1. Setiap alat tangkap memiliki potensi dampak yang berbeda terhadap keberlanjutan sumberdaya ikan yakni pada parameter struktur dan fungsional hasil tangkapan.

2. Indikator keberlanjutan penangkapan dapat ditentukan dengan menggunakan parameter ukuran dan tingkat trofik hasil tangkapan.

(17)

3 Kerangka Pemikiran Pelaksanaan Penelitian

………. ……….. ……….. …… ……….. ...

Gambar1.1 Kerangka pemikiran penelitian Ekosistem Habitat bukan terumbu karang Pemanfaatan sumberdaya perikanan berkelanjutan Habitat terumbu karang

Ekosistem laut Sumberdaya Produsen primer perikanan

Kegiatan penangkapan berdampak pada struktur ikan target dan kerusakan habitat

 Analisis jumlah individu

 Analisis jenis ikan

 Analisis ukuran ikan

 Analisis biomassa   Analisis TKG  Analisis feeding guilds Fungsional ekologis hasil tangkapan Struktur hasil tangkapan Latar belakang Permasalahan Proses Output Kegiatan penangkapan ikan

Indikator tingkat trofik dan hasil tangkapan

(18)

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

Pendekatan Ekosistem untuk Pengelolaan Perikanan

Pendekatan ekosistem adalah suatu pendekatan yang mengacu pada aplikasi dari berbagai metode ilmiah yang berfokus pada tingkat tatanan kehidupan yang melibatkan struktur, proses, fungsi dan interaksi antar organisme dengan lingkungannya (Aryani 2010). Yulianto (2010) menambahkan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam implementasi ekosistem yaitu kelestarian ekosistem, kesejahteraan masyarakat dan kemampuan untuk mencapai tujuan. Menurut FAO (2003) terdapat sebelas prinsip pelaksanaan pendekatan ekosistem untuk pengelolaan perikanan, yaitu sebagai berikut:

1) Menghindari overfishing;

2) Memperhatikan reversibilitas dan membangun kembali ekosistem yang telah rusak akibat penangkapan yang berlebihan;

3) Meminimalkan dampak penangkapan. Operasi penangkapan ikan harus berhasil meminimalkan dampaknya terhadap struktur, produktivitas, fungsi dan keragaman ekosistem;

4) Memperhatikan interaksi antar spesies; 5) Menjamin kompatibilitas;

6) Pengelolaan ekosistem harus mempertimbangkan daya dukung; 7) Meningkatkan keadilan dan kesejahteraan manusia;

8) Mengalokasikan hak pengguna; 9) Mempromosikan integrasi sektoral;

10) Memperluas partisipasi stakeholder (pemangku kepentingan) ; 11) Menjaga integrasi ekosistem;

FAO (2005) juga menyebutkan dalam dokumen tentang implementasi pendekatan ekosistem pengelolaan perikanan mengenai beberapa opsi yang dapat dilakukan dalam mengimplementasikan pendekatan ekosistem. Opsi-opsi yang dapat dilakukan yaitu sebagai berikut:

1) Pengaturan secara teknis dapat dilakukan pada pengaturan alat tangkap yang digunakan oleh nelayan. Pengaturan secara teknis ini dapat dilakukan dengan: (a) Pengaturan jumlah alat tangkap dan ukuran mata jaring;

(b) Pengurangan ikan hasil tangkapan sampingan (by-catch);

(c) Penyesuaian metode dan operasi penangkapan untuk mengurangi dampak negatif terhadap ekosistem dan spesies yang dilindungi;

(d) Mengedepankan pendekatan pencegahan atau kehati-hatian (precautionary approach);

2) Pengaturan secara spasial dan temporal merupakan pengaturan daerah penangkapan ikan. Pengaturan secara spasial ini dapat diimplementasikan dalam bentuk pengembangan kawasan konservasi laut. Pengaturan secara temporal merupakan pengaturan pelarangan penangkapan pada waktu tertentu. 3) Pengaturan input dan output, penangkapan dapat dilakukan dengan

pengendalian kapasitas penangkapan dan usaha penangkapan nelayan. Pengaturan output dapat dilakukan dengan pengendalian hasil dan jenis tangkapan. Salah satu tujuan pengaturan ini adalah untuk menurunkan kematian akibat penangkapan (fishing mortality).

(19)

5 4) Manipulasi ekosistem dapat dilakukan dengan mencegah degradasi habitat,

merehabilitasi habitat, pengembangan habitat buatan dan penebaran benih (restocking) ikan.

Alat Penangkap Ikan Alat Tangkap Jaring Insang (Gillnet)

Jaring insang (gillnet) yang umum berlaku di Indonesia adalah satu jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi panjang. Mata jaring dari bagian jaring utama ukurannya sama, jumlah mata jaring ke arah panjang atau horizontal (mesh length) jauh lebih banyak daripada jumlah mata jaring ke arah dalam atau vertikal (mesh depth). Bagian atasnya dilengkapi dengan beberapa pelampung (floats) dan di bagian bawah dilengkapi dengan beberapa pemberat (sinkers) sehingga dengan adanya dua gaya yang berlawanan memungkinkan jaring insang dapat dioperasikan (dipasang) di daerah penangkapan dalam keadaan tegak (Martasuganda 2002).

Menurut Martasuganda (2002) klasifikasi jaring insang dibagi menjadi dua yaitu berdasarkan kontruksi dan metode pengoperasian. Berdasarkan kontruksinya jaring insang (gillnet) dikelompokkan menjadi dua yaitu berdasarkan jumlah lembar jaring utama dan cara pemasangan tali ris. Berdasarkan jumlah lembar jaring utama, jaring insang (gillnet) dibagi tiga yaitu: jaring insang satu lembar, jaring insang dua lembar dan jaring insang tiga lembar. Pengelompokkan berdasarkan kontruksi cara pemasangan tali ris jaring insang dibagi ke dalam empat jenis yaitu:

1). Pemasangan jaring utama bagian atas dengan tali ris atas dan jaring utama bagian bawah dengan tali ris bawah disambungkan secara langsung.

2). Jaring utama bagian atas disambungkan secara langsung dengan tali ris atas dan bagian jaring utama bagian bawah disambungkan melalui tali penggantung (hanging twine) dengan tali ris bawah.

3). Pemasangan tali utama bagian atas dengan tali ris atas disambungkan melalui tali penggantung dan bagian bawah dari jaring utama disambungkan secara langsung dengan tali ris bawah.

4). Jaring utama bagian atas dengan tali ris atas dan bagian jaring utama bagian bawah tali ris bawah disambungkan melalui tali penggantung.

Menurut Subani dan Barus (1989) secara umum pemasangan jaring insang (gillnet) adalah dipasang melintang terhadap arah arus dengan tujuan menghadang arah ikan dan diharapkan ikan-ikan tersebut menabrak jaring serta terjerat (gilled) di sekitar insang pada mata jaring atau terpuntal (entangled) pada tubuh jaring. Alat Tangkap Bagan

Bagan merupakan salah satu alat tangkap yang digunakan oleh para nelayan diseluruh perairan Indonesia. Alat tangkap ini menggunakan alat bantu cahaya untuk menarik perhatian ikan agar mendekati alat tangkap atau masuk ke areal penangkapan atau catchable area. Bagan sebagai salah satu alat tangkap yang menggunakan cahaya dan banyak digunakan oleh para nelayan diwilayah pesisir, karena mempunyai beberapa keunggulan-keunggulan. Keunggulan tersebut antara lain:

(20)

6

1). Secara teknis mudah dilakukan.

2). Investasinya terjangkau oleh masyarakat.

3). Merupakan perikanan rakyat yang telah digunakan oleh masyarakat di wilayah pesisir dan sekitar pulau-pulau kecil secara turun temurun.

4). Tangkapannya selalu ada walaupun terkadang jumlahnya sedikit. 5). Menyerap banyak tenaga kerja.

Namun demikian terdapat pula kelemahan-kelemahan antara lain:

1). Selektivitasnya rendah sehingga dinilai kurang ramah terhadap lingkungan. 2). Membutuhkan kayu dalam jumlah banyak sebagai bahan dalam pembuatan

bagan perahu khususnya menguras sumber daya hutan di darat.

3). Kadang beroperasi di daerah pelayaran, sehingga dapat mengganggu dan membahayakan aktivitas pelayaran di laut.

Bagan yang menggunakan cahaya sebagai alat bantu berkembang terus dan dapat diklasifikasikan mulai dari bagan tancap (fixed bagan), bagan apung (floated bagan), yang dapat dibagi ke dalam dua kelompok yaitu: bagan rakit dan bagan perahu. Menurut klasifikasi Statistik Perikanan Indonesia (2010), bagan termasuk kategori jaring angkat. Jenis-jenis hasil tangkapan pada bagan yaitu: Teri (Stolephorus), Tenggiri (Scomberomorus commerson), Layang (Decapterus ruselli), Kembung, Selar, Tembang (Sardinella sp), Cakalang (Katsuwonus pelamis), Terbang (Cypsilurus poecilopterus), Tongkol (Auxis thazard) dan lain-lain (Sudirman dan Nessa 2011).

Bagan di perairan terdiri dari rangkaian bambu yang dipasang secara membujur dan melintang. Bambu merupakan komponen utama dari bangunan bagan. Bahan tersebut mudah diperoleh nelayan dan harganya pun tergolong murah. Jumlah bambu yang digunakan bergantung pada kedalaman perairan bagan tersebut beroperasi. Komponen lain yang digunakan adalah jaring angkat yang terbuat dari bahan-bahan waring. Waring dipasang pada bagian tengah bagan yang berfungsi untuk menangkap ikan yang masuk ke catchable area (Sudirman dan Nessa 2011).

Salah satu masalah yang timbul dalam pemanfaatan alat tangkap bagan adalah penggunaan waring dengan ukuran mata jaring (mesh size) yang sangat kecil yaitu (0,5 cm), sehingga alat tangkap ini menangkap ikan dalam berbagai jenis dan ukuran. Proses penangkapan pada bagan sangat sederhana. Ketika malam mulai gelap, jaring mulai diturunkan. Seiring dengan penurunan jaring, lampu penarik perhatian ikan mulai dinyalakan. Selang waktu dua sampai tiga jam, jaring ditarik dengan menggunakan roller. Waktu yang dibutuhkan untuk penarikan hanya 10 menit, selanjutnya jaring kembali diturunkan untuk menunggu operasi selanjutnya (Sudirman dan Nessa 2011).

Alat Tangkap Pancing

Pancing adalah salah satu alat tangkap yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu tali (line) dan mata pancing (hook). Tali pancing dapat dibuat dari bahan benang katun, nilon, polyethyline dan plastik (senar). Mata pancing dibuat dari kawat baja, kuningan atau bahan lain yang tahan karat. Jumlah mata pancing yang terdapat pada setiap perangkat (satuan) pancing itu dapat tunggal maupun ganda (dua sampai tiga buah) bahkan banyak sekali (ratusan sampai ribuan) tergantung dari jenis pancingnya. Ukuran mata pancingnya bervariasi, disesuaikan dengan besar kecilnya ikan yang akan ditangkap (dipancing) (Subani dan Barus 1989).

(21)

7 Pancing memilki komponen-komponen lain seperti gandar atau tangkai (pole, rode), pemberat (sinker), pelampung (float), kili-kili (swivel) adalah alat penyambung tali pancing dengan tali pancing berikutnya agar tidak mudah terbelit bila pancing dimakan ikan (Subani dan Barus 1989).

Umpan yang digunakan pada alat tangkap pancing yaitu umpan mati, umpan hidup dan umpan tiruan. Umpan tiruan merupakan umpan palsu yang dapat menarik perhatian ikan. Ikan yang tertangkap pada pancing biasanya terkait dibagian mulutnya. Hal ini terjadi karena ikan terangsang dan tertarik pada umpan, kemudian berusaha menyambarnya yang pada akhirnya terkait (Subani dan Barus 1989).

Pengoperasian pancing dapat dilabuh (pancing ladung, rawai biasa dan rawai cucut), ditarik dibelakang perahu/kapal yang sedang dalam keadaan berjalan (trolling) baik menelusuri lapisan permukaan air, lapisan tengah (pancing cumi-cumi) maupun didasar perairan (pancing garit) dan dihanyutkan (rawai tuna, tuna longline). Penangkapan dengan pancing dapat dilakukan baik pada siang maupun malam hari dan dapat digunakan sepanjang tahun tanpa mengenal musim (Subani dan Barus 1989).

Hubungan Panjang dan Berat Ikan

Panjang ikan dapat diukur dengan menggunakan sistem metrik (Effendie 1979). Ada tiga macam pengukuran yaitu:

1) Panjang total atau panjang mutlak ialah panjang ikan yang diukur mulai dari ujung terdepan bagian kepala sampai ujung terakhir bagian ekornya;

2) Panjang cagak atau fork length, ialah panjang ikan yang diukur dari ujung terdepan sampai ujung bagian luar lekukan ekor;

3) Panjang standar atau panjang baku, ialah panjang ikan yang diukur mulai dari ujung terdepan dari kepala sampai ujung terakhir dari tulang punggungnya. Ujung tersebut letaknya sebelum pangkal jari-jari sirip ekor.

Menurut Effendie (1979) alat pengukur panjang ikan yang baik digunakan dilapangan adalah alat pengukur yang terbuat dari kayu. Bentuk yang perlu diperhatikan dari alat ini adalah bagian depannya, yaitu tempat menempel dari bagian depan ikan harus bertepatan dengan angka nol. Alat penimbangan diusahakan yang praktis dan tidak mudah rusak tetapi ketelitiannya cukup tinggi.

Hasil studi hubungan panjang dan berat ikan memungkinkan nilai panjang ikan berubah ke harga berat ikan atau sebaliknya. Berat ikan dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjangnya dan hubungan panjang-berat ini hampir mengikuti hukum kubik yang dinyatakan dengan persamaan: W = a L3(W adalah berat ikan, L adalah panjang ikan dan a adalah konstanta). Hal tersebut disertai dengan anggapan bahwa bentuk serta berat jenis ikan itu tetap selama hidupnya tetapi karena ikan itu tumbuh, dimana bentuk tubuh, panjang dan beratnya selalu berubah, maka menurut Hile (1936) dalam Effendie (1979), persamaan umumnya adalah W = a Lb (a dan b adalah konstanta). Logaritma persamaan tersebut menjadi: log W = log a + b log L yang menunjukkan hubungan linier (Effendie 1979).

(22)

8

Tingkat Trofik

Proses makan memakan dirantai makanan seperti produsen primer, herbivora, karnivora primer dan sebagainya disebut trofik level. Memahami tentang tingkat trofik (terkait dengan tipe makanan) ikan adalah hal yang penting dalam mempelajari ikan. Perilaku makan pada ikan dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu: herbivora, planktivora, dan karnivora. Ketiga bagian ini mewakili kelompok utama pada ikan di perairan. Menurut Hallacher (2003) tingkat trofik dilaut di bagi menjadi lima yaitu:

1). Tingkat Trofik 1

Tingkat pertama terdiri dari tumbuhan yang mencakup fitoplankton, rumput laut dan beberapa jenis lamun. Tumbuhan ini adalah produsen primer yang menangkap energi matahari menjadi bentuk yang dapat digunakan makhluk lain ditingkat tropik lainnya.

2). Tingkat Trofik 2

Organisme pada tingkat ini memiliki keragaman yang tinggi dan memiliki cara yang beragam dalam menggunakan sumber makanan dalam tingkat trofik pertama, termasuk didalamnya adalah browsers, grazer, filter feedersdan deposit feeders.

3). Tingkat Trofik 3

Trofik ini terdiri dari karnivora yang secara aktif memburu dan memakan herbivora dari tingkat dua. Berbagai jenis hewan termasuk didalamnya namun jenis ikan berdiri sendiri. Ikan adalah jenis dengan tingkat keragaman tinggi, meskipun beberapa termasuk tingkat dua sebagai grazers, mayoritas jenis ikan termasuk dalam tingkat tiga keatas. Beberapa filter feeders termasuk dalam trofik ini apabila zooplankton telah memakan fitoplankton, banyakfilter feedersukuran besar mendapatkan nutrisi mereka dari zooplankton, termasuk di dalamnya yang melakukan aktifitas makan dalam skala besar. Dengan cara ini mereka meniadakan hilangnya energi pada saat makanan meningkat ke tingkat trofik berikutnya. Jaring makanan adalah hal yang rumit, dan ini hanyalah satu contoh yang menunjukan bahwa mengelompokan hewan yang memiliki siklus yang berbeda dapat menimbulkan masalah. Filter feeders dapat termasuk tingkat trofik dua dan tiga.

4). Tingkat Trofik 4

Hewan yang termasuk dalam tingkat ini pada umumnya berburu dengan gerakan cepat dan sering karena mereka harus menangkap banyak mangsa agar dapat memenuhi tingkat energi yang di butuhkan. Tingkat ini merupakan tingkat karnivora berikutnya dan dalam memburu dan memakan karnivora dan herbivora tingkat yang lebih rendah.

5). Tingkat Trofik 5

Ekosistem terumbu karang biasanya ditempati oleh ikan hiu, walaupun ikan yang saling memangsa membentuk rantai makanan yang amat panjang, namun ujung piramida makanan terdapat predator sejati.

(23)

9 Kebiasaan makan dapat dibedakan “food habits” yaitu makanan yang biasa dimakan ikan dan “feeding habits” yaitu cara makan ikan, yang pertama mencakup makanan dan jumlah makanan yang dimakan sedangkan yang kedua mencakup waktu, tempat dan cara makanan tersebut diperoleh suatu jenis ikan.

Makanan mempunyai fungsi yang penting dalam kehidupan. Organisme dapat hidup, tumbuh dan berkembangbiak karena adanya energi yang berasal dari makanannya. Studi makanan alami suatu organisme dapat dijadikan suatu acuan yang penting bagi pengelolaan sumberdaya. Kebiasaan makanan dari suatu organisme dapat disesuaikan dengan persediaan makanan yang berbeda dalam perairan hubungan dengan musim yang berlaku. Perbedaan kebiasaan makan dari suatu organisme yang sama dapat dipengaruhi oleh habitatnya dan waktu (Effendie 1979). Lebih lanjut dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kebiasaan makanan atau “food habits” adalah jenis kuantitas dan kualitas makanan yang dimakan oleh organisme. Cara makan atau “feeding habits” adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan waktu, tempat, dan cara makanan itu didapatkan.

Makanan ikan diklasifikasikan dalam tiga kelompok yakni (a) makanan pokok yaitu makanan yang frekuensi kejadian dan volumenya cukup besar, (b) makanan tambahan yaitu makanan yang frekuensi kejadian besar dan volumenya kecil, (c) makanan yang sifatnya insidentil yaitu makanan yang frekuensi kejadian dan volumenya kecil. Kegiatan atau aktivitas makan ikan tidak terlepas dari berbagai faktor, baik kebiasaan dan cara makan maupun faktor-faktor lingkungan. Faktor lingkungan perairan ikut memegang peranan dalam mempengaruhi kesukaan ikan untuk makan. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah suhu dan salinitas perairan serta kondisi pasang surut, dimana ikan menyeleksi suatu suhu tertentu karena suhu mempengaruhi aktivitas pergerakannya dan menyimpulkan bahwa perubahan suhu memungkinkan bagi ikan sebagai perangsang saraf, sebagai suatu pengubah pada proses-proses metabolik dan sebagai pengubah pada pergerakaan tubuh.

Tingkat Kematangan Gonad Ikan

Kematangan gonad ikan pada umumnya adalah tahapan pada saat perkembangan gonad sebelum memijah. Sebagian energi dipakai untuk perkembangan gonad selama proses reproduksi. Berat ikan akan mencapai maksimum saat ikan memijah kemudian akan menurun dengan cepat selama proses pemijahan berlangsung sampai selesai. Menurut Effendie (1997), pertambahan berat gonad ikan betina pada saat stadium matang gonad dapat mencapai 10 sampai 25 % dari berat tubuh, dan pada ikan jantan 5 sampai 10 %. Lebih lanjut dikemukakan bahwa semakin bertambahnya tingkat kematangan gonad, telur yang ada dalam gonad akan semakin besar dan kematangan gonad ikan dicirikan dengan perkembangan diameter rata-rata telur dan pola distribusi ukuran telurnya.

Effendie (1997), menyatakan bahwa ikan mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda antara satu dengan lainnya, hal tersebut terjadi pada gonad ikan yang berhubungan dengan tahapan proses reproduksi. Perkembangan gonad sangat erat kaitannya dengan proses metabolisme, dimana pada saat gonad semakin matang proses metabolisme sebagian besar akan tertuju kepada perkembangan gonad tersebut. Penentuan kematangan gonad sangat diperlukan

(24)

10

untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan melakukan reproduksi atau tidak, untuk dihubungkan dengan pertumbuhan ikan serta faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya.

Kematangan gonad menggunakan tanda utama untuk membedakannya berdasarkan berat gonad (Effendi 1997). Secara alamiah hal ini berhubungan dengan ukuran dan berat tubuh ikan keseluruhannya atau tanpa berat gonad. Pengamatan kematangan gonad dilakukan dengan dua cara, yang pertama cara histologi dilakukan dilaboratorium dan yang kedua dengan cara pengamatan morfologi. Cara histologi perkembangan gonad dilakukan dengan cara anatomi, sedangkan pada morfologi ialah dilihat bentuk, ukuran, panjang dan berat, warna, dan perkembangan isi gonad. Perkembangan gonad ikan betina lebih banyak diperhatikan karena perkembangan diameter telur pada ikan betina lebih mudah dilihat daripada sperma yang terdapat didalam testis ikan jantan.

3 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di perairan Kabupaten Maluku Tenggara selama enam bulan yakni mulai dari bulan Januari sampai Juni 2013. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Dasar Politeknik Perikanan Negeri Tual. Survei lapangan dilakukan di wilayah penangkapan ikan yaitu Desa Selayar, lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penangkapan ikan adalah tiga jenis alat tangkap yaitu gillnet, bagan dan pancing. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah alat bedah, botol sampel, kertas label, mikroskop binokuler, cawan petri, pipet tetes, gelas objek dan peralatan lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu: kamera digital, timbangan digital (ketelitian 0,001), ember, box, mistar pengukur panjang ikan, spidol permanen dan alat tulis. Bahan yang digunakan adalah bahan pengawet (formalin 10 %) dan aquades.

Metode Pengambilan Data

Penelitian ini menggunakan metode experimental fishing, yaitu berupa operasi penangkapan ikan menggunakan alat tangkap jaring insang (gillnet), bagan dan pancing. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa hasil tangkapan ikan yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung (pengukuran morfologi dan pengukuran hasil tangkapan), hasil wawancara dengan nelayan, hasil pengisian kuesioner oleh responden. Data sekunder diperoleh dari dinas dan instansi terkait serta literatur yang relevan. Metode dan teknik pengumpulan data disajikan pada Tabel 3.1.

(25)

11 Tabel 3.1 Jenis data dan metode pengumpulannya

No Jenis Data Metode

Pengumpulan Alat dan Bahan Keterangan 1 Hasil tangkapan

Nelayan

Experimental fishingdan wawancara

Alat tangkap set gillnet, kuesioner, alat tulis, kamera

Data primer 2 Panjang dan

berat ikan

Pengukuran Papan ukur dan timbangan digital

Data primer 3 Isi perut ikan Jumlah,

gravimetrik, volumetrik dan frekuensi kejadian

Alat bedah, mikroskop binokuler, cawan petri, pipet tetes, gelas objek, formalin 10 % dan aquades Data primer 4 Keadaan umum daerah penelitian Pengumpulan

dari instansi Alat tulis Data sekunder

Metode yang digunakan untuk memperoleh data pada penelitian ini yaitu: 1) Wawancara (kuesioner) yang dilakukan mengacu pada kuesioner yang telah

dibuat agar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan saat wawancara sesuai dengan tujuan yang dilakukan. Wawancara dilakukan dengan nelayan yang melakukan kegiatan operasional penangkapan ikan. Kuesioner yang digunakan berisi pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan identitas responden, alat tangkap yang digunakan responden, operasi penangkapan ikan, hasil tangkapan, dan lokasi penangkapan.

2) Pengumpulan data sekunder diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara, instansi terkait dan literatur yang relevan.

3) Pengambilan contoh ikan menggunakan alat tangkap jaring insang, bagan dan pancing oleh nelayan setempat. Ikan contoh yang diperoleh dari nelayan pengumpul diawetkan menggunakan formalin 10 %.

4) Kebiasaan makan (feeding habits) dan tingkat trofik ikan target utama digunakan metode indeks bagian terbesar (IP) menurut Natarajan dan Jhingran (1961). Secara teknis sampel ikan yang telah diawetkan dengan formalin dibedah menggunakan gunting mulai dari anus sampai bagian atas perut secara horisontal menuju ke bagian belakang operculum dan menuju dasar perut. Otot dibuka sampai bagian dalam ikan terlihat dan jenis kelamin dapat ditentukan dengan melihat morfologi tingkat kematangan gonad, Effendie (1979). Lambung dipisahkan dari organ lain kemudian diukur panjang dan beratnya, bagian ujung dari lambung diikat agar makanan yang ada di dalamnya tidak keluar, kemudian lambung diawetkan dengan formalin 10% untuk perhitungan analisis makanan ikan di laboratorium. Saluran percernaan dibersihkan dari formalin kemudian isi lambung dipisahkan dan diukur volume dan beratnya. Isi lambung diencerkan dengan aquades sebanyak 3 sampai 5 tetes. Analisis makanan meliputi jenis dan jumlah makanan dilakukan dengan mengambil sebagian makanan dari lambung yang diencerkan dan diamati menggunakan

(26)

12

mikroskop dengan pembesaran 5x1 dan menggunakan metode sensus sebanyak tiga kali ulangan.

Metode Analisis Data Analisis kuesioner

Analisis kuesioner dilakukan secara deskriptif, yaitu dengan mendeskripsikan unit penangkapan ikan. Unit penangkapan ikan yang dianalisis yaitu alat tangkap dan nelayan.

Indeks keragaman Shannon-Wiener

Keragaman dihitung berdasarkan indeks keragaman untuk menggambarkan komunitas secara matematis dan mempermudah analisis komunitas ikan. Indeks diversitas (keragaman) Shannon-Wiener dihitung dengan menggunakan persamaan modifikasi dari Krebs (1989) dalam Taurusman (2011).

H’= ∑ 1( ) log2( )

H’= ∑ 1( ) log2( )

Keterangan:H’: indeks diversitas Shannon-Wiener, bi: biomassa hasil tangkapan spesies ke-i, B: biomassa total individu ikan yang ditemukan (i=1 sampai S), S: jumlah total spesies ikan yang tertangkap.

Analisis Panjang dan Berat Ikan

Panjang dan berat ikan hasil tangkapan utama setiap alat tangkap diukur, kemudian dianalisis hubungannya menggunakan rumus umum (Effendie 1997) sebagai berikut:

=

Keterangan: W = Berat, L = Panjang, a = Intersep (perpotongan kurva hubungan panjang-berat dengan sumbu y), b = Penduga pola pertumbuhan panjang-berat. Jika dilinierkan melalui transformasi logaritma, maka diperoleh persamaan sebagai berikut: Ln W = Ln a + b Ln L. Parameter a dan b, digunakan analisis regresi dengan ln W sebagai y dan Ln L sebagai x, maka didapatkan persamaan regresi: y = a + bx.

Analisis Tingkat Kematangan Gonad

Tingkat kematangan gonad diamati secara morfologi berdasarkan bentuk, warna, ukuran, bobot gonad, serta perkembangan isi gonad. Penentuan tingkat kematangan gonad mengacu kepada tingkat kematangan gonad ikan (Effendie 1997) dapat dilihat pada Tabel 3.2.

(27)

13 Tabel 3.2 Penentuan tingkat kematangan gonad secara morfologi

TKG Betina Jantan

I Ovari seperti benang, panjangnya sampai ke depan rongga tubuh, serta permukaannya licin

Testes seperti benang,warna jernih, dan ujungnya terlihat di rongga tubuh

II Ukuran ovari lebih besar. Warna ovari kekuning-kuningan, dan telur belum terlihat jelas

Ukuran testes lebih besar pewarnaan seperti susu III Ovari berwarna kuning dan secara

morfologi telur mulai terlihat

Permukaan testes tampak bergerigi, warna makin putih dan ukuran makin besar

IV Ovari makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi 1/2-2/3 rongga perut

Dalam keadaan diawet mudah putus, testes semakin pejal

V Ovari berkerut, dinding tebal, butir

telur sisa terdapat didekat pelepasan Testes bagian belakang kempis dan dibagian dekat pelepasan masih berisi

Analisis Isi Lambung Ikan

Analisis isi lambung untuk mengetahui persentase konsumsi makanan ikan menurut Spatura dan Gophen (1982) dalam Sulistiono (2004) yang dievaluasi dengan rumus:

ISC(%) = SCW 00

Keterangan: ISC = Indeks isi lambung (%), SCW = berat isi lambung (gram), BW = berat total ikan (gram).

Penentuan kebiasaan makanan menggunakan Indeks Bagian Terbesar (Natarajan dan Jhingran 1961 dalam Effendie 1979) yaitu:

Ii= ∑( ) x100

Keterangan:Vi: persentase volume satu macam makanan, Oi: persentase frekuensi

kejadian satu macam makanan, Ii: indeks bagian terbesar, Σ(Vi x Oi): jumlah Vi x

Oi dari semua macam makanan. Analisis Tingkat Trofik

Analisis tingkat trofik atau jenjang rantai makanan digunakan untuk melihat dampak penangkapan terhadap komunitas ikan di perairan. Estimasi tingkat trofik untuk setiap famili berdasarkan komposisi makanan, dimana tingkat trofik setiap spesies digunakan untuk menghitung rata-rata tingkt trofik setiap famili. Rata-rata tingkat trofik hasil tangkapan pada setiap alat tangkap dihitung dengan rumus sebagai berikut (Mc Clanahan and Mangi 2004).

= ∑ x Tr fik

∑ 1

(28)

14

Keterangan: Ti: Tingkat trofik makanan ke-i, Pi: Fraksi makanan ke-i, TL:

Rata-rata tingkat trofik.

Hasil penelitian ini selanjutnya dibandingkan dengan metadata fishbase (Froese dan Pauly 2013) dan pengelompokan menurut Stergiou et al. (2007). Pengelompokan tingkat trofik menurut (Stergiou et al. 2007) adalah sebagai berikut:

2,1 ≤ TL2 ≤ 2,9 = Omnivora yang cenderung pemakan tumbuhan.

2,9 < TL3 ≤ 3,7 = Omnivora yang cenderung pemakan hewan (zooplankton). 3,7 < TL4 ≤ 4,0 = Karnivora yang menyukai decapodadan ikan.

4,0 < TL5 ≤ 4,5 = Karnivora yang cenderung pemakan ikan dan cephalopoda.

4

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Keadaan Umum Perikanan Tangkap

Salah satu sarana penting dalam memanfaatkan sumber daya ikan di laut adalah unit penangkapan berupa kapal, alat tangkap, dan nelayan. Armada penangkapan yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan di Maluku Tenggara terdiri dari perahu tanpa motor, perahu/kapal motor tempel dan kapal motor. Banyaknya perahu/kapal motor penangkapan ikan yang beroperasi di daerah Maluku Tenggara menurut jenisnya (Tahun 2007-2011) dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Perkembangan armada penangkapan ikan di Kabupaten Maluku Tenggara

Tahun Jumlah Armada

Perahu Tanpa Motor Motor Tempel Kapal Motor

2007 5.284 894 88

2008 4.032 704 51

2009 3.792 727 119

2010 10.020 9.102 130

2011 12.601 1.034 126

Sumber: DKP Kabupaten Maluku Tenggara (2011)

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat terlihat bahwa jumlah kapal atau perahu yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara masih di dominasi oleh perahu tanpa motor yaitu 5.284 pada tahun 2007 dan mengalami peningkatan 12.601 pada tahun 2011. Perahu tanpa motor adalah perahu yang bahan utamanya terbuat dari kayu dan tidak menggunakan mesin sebagai penggerak, disusul motor tempel dan kapal motor. Motor tempel yaitu kapal atau perahu penangkap ikan yang terbuat dari kayu atau fiber serta menggunakan mesin sebagai tenaga penggerak.

Alat penangkapan ikan yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan di Maluku Tenggara terdiri dari pukat cincin, pancing, bubu, sero, jaring insang, purse seine dan bagan. Secara umum alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di

(29)

15 Maluku Tenggara bersifat tradisional dan masih berskala kecil. Data nelayan tangkap per Kecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Data Jumlah dan Persentase Nelayan

Tahun Nelayan (orang)

2007 6.758

2008 5.797

2009 6.265

2010 5.168

2011 5.181

Sumber: BPS Kabupaten Maluku Tenggara (2012)

Jumlah nelayan tangkap mengalami perubahan, pada tahun 2007 merupakan jumlah nelayan tertinggi yaitu 6.758 dan terendah pada tahun 2011 yaitu 5.181. Penurunan jumlah nelayan disebabkan karena sebagian alat tangkap yang di gunakan masih bersifat tradisional, yang mengakibatkan pendapatan nelayan sangat sedikit, sehingga banyak nelayan yang beralih profesi dari nelayan ke profesi yang lain, seperti tukang ojeg.

Unit Penangkapan Ikan pada Perairan Desa Selayar

Ekosistem perairan Maluku Tenggara jika dari pesisir pantai terlihat adanya dominansi jenis-jenis terumbu karang yang tumbuh begitu padat dan sedikitnya tumbuhan air lainnya seperti lamun. Terumbu karang yang ada di perairan ini merupakan tempat habitat bagi organisme air umumnya yang dihuni oleh berbagai macam jenis ikan, hewan moluska dan hewan gastropoda. Aktivitas masyarakat di perairan Maluku Tenggara meliputi kegiatan perikanan berupa kegiatan penangkapan ikan, pengumpulan kekerangan, budidaya rumput laut dan pengeringan ikan. Hasil penangkapan ikan dipasarkan ke pasar lokal dan dijual kepada pedagang keliling yang selanjutnya memasarkannya ke daerah sekitarnya. Unit Penangkapan Bagan

Alat penangkap ikan yang digunakan di Desa Selayar adalah alat tangkap bagan, jaring (gillnet) dan pancing. Alat tangkap bagan terbuat dari kayu dengan blong sebagai pelampung, dan memiliki ukuran mata jaring (mesh size) yang sangat kecil yaitu 2,5-3 cm sehingga alat tangkap ini menangkap ikan dari berbagai jenis dan ukuran. Proses penangkapan pada bagan sangat sederhana. Ketika malam mulai gelap, jaring diturunkan dan lampu penarik perhatian ikan mulai dinyalakan. Selang waktu 2-3 jam jaring ditarik menggunakan roller, waktu yang dibutuhkan untuk penarikan hanya 10 menit, setelah hasil tangkapan dipindahkan dari dalam jaring maka jaring kembali diturunkan untuk menunggu operasi selanjutnya. Alat penggerak yang digunakan adalah mesin merk Yamaha dengan kekuatan 40 PK. Adapun bagan yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4.1.

(30)

16

a

Keterangan: b a : Rumah bagan

b : Tali penarik jaring c c : Mesh size d d : Jaring atau waring

Gambar 4.1 Konstruksi bagan yang dioperasikan di lokasi penelitian Unit Penangkapan Jaring Insang (gillnet)

Jaring insang yang digunakan terbuat dari bahan monofilamen atau multifilamen yang dibentuk menjadi empat persegi panjang, pada bagian atasnya dilengkapi beberapa pelampung (floats) dengan diameter 50 cm dan pada bagian bawahnya dilengkapi dengan pemberat (sinkers) yang diameternya 52 cm. Jaring insang memiliki ukuran mata jaring 3,4 - 4,8 cm. Untuk ukuran panjang jaring bagian atas 39,20 - 43,56 m dan bagian bawah 42,57 - 50,96 m. Adapun jaring insang yang digunakan pada saat penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.2.

a

c d

Gambar 4.2 Konstruksi jaring insang yang digunakan pada saat penelitian Keterangan: a : Pelampung b : Tinggi jaring c : Pemberat d : Mesh size e : Panjang jaring

Proses pengoperasian jaring insang dilakukan secara harian (one day fishing). Nelayan berangkat menuju lokasi penangkapan (fishing ground) pada pukul 05.00 WIT. Saat tiba di daerah penangkapan jaring dan pelampung tanda pada tali selembar juga diturunkan kemudian piece pertama, kedua, dan selanjutnya diturunkan hingga pelampung terakhir. Setelah dua sampai tiga jam

e

(31)

17 berikutnya jaring ditarik dan hasil tangkapan dikeluarkan dari jaring serta disimpan pada cool box.

Kapal yang digunakan adalah perahu motor tempel yang berukuran kecil dengan panjang 8 meter dan lebar 1 meter, menggunakan tenaga penggerak mesin tempel (outbord) dengan kekuatan 5,5 PK bermerek Honda dan mesin penggerak dengan kekuatan 15 PK bermerek Yamaha (Gambar 4.3). Nelayan pada alat tangkap jaring insang (gillnet) terdiri dari empat sampai lima orang.

Gambar 4.3 Kapal gillnetdi lokasi penelitian

Unit Penangkapan Pancing

Alat tangkap pancing yang di gunakan terdiri dari dua komponen yaitu tali (line) dan mata pancing (hook). Tali pancing terbuat dari polyamide monofilamen no 80 dan mata pancing terbuat dari bahan besi dengan no 18. Konstruksi alat tangkap pancing dapat dilihat pada Gambar 4.4.

a Keterangan: b

a : Penggulung b : Tali (line)

c : Mata pancing (hook) c

d : Pemberat

d Gambar 4.4 Konstruksi pancing ulur

Cara operasi penangkapan dibedakan atas dua macam yaitu dengan menggunakan umpan asli (udang, ikan kecil, atau potongan ikan dan cumi-cumi) dan menggunakan umpan buatan yang terbuat dari bulu ayam. Kapal yang di gunakan berukuran 13 meter dengan lebar satu meter, dan menggunakan tenaga penggerak berkekuatan 15 PK sebanyak satu buah. Nelayan pancing berjumlah

(32)

18

dua orang. Nelayan berangkat menuju daerah penangkapan (fishing ground) pada pukul 05.00 dan ketika tiba di fishing ground mesin kapal dimatikan kemudian jangkar diturunkan, setelah itu nelayan melakukan pemancingan.

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Hasil Tangkapan

Hasil tangkapan selama penelitian jenis ikan yang tertangkap dibulan Maret sampai April 2013 berjumlah 1.261 ekor yang terdiri dari 5 spesies. Hasil tangkapan diambil secara acak pada masing-masing alat tangkap bagan, jaring insang dan pancing sebanyak 50 ekor. Hasil tangkapan tertinggi terdapat pada bulan Maret yang berjumlah 144 ekor dan pada bulan April berjumlah 117 ekor. Berat total hasil tangkapan mencapai 151547 gr atau 151,55 kg. Komposisi ikan hasil tangkapan dominan di perairan Desa Selayar Kabupaten Maluku Tenggara, diperoleh menurut musim penangkapannya yaitu pada musim paceklik diwakili hasil tangkapan pada bulan April dan pada musim puncak diwakili hasil tangkapan pada bulan Maret. Perbandingan hasil tangkapan dapat dilihat pada histogram berikut (Gambar 5.1).

Gambar 5.1. Jumlah hasil tangkapan pada bulan Maret dan bulan April 2013 Data hasil tangkapan diuji dengan metode statistik parametrik menggunakan Uji-F (ANOVA) yang digunakan untuk mengetahui perbandingan hasil tangkapan setiap bulan dan hasilnya menunjukkan nilai P-value yaitu 0,130 atau lebih besar diatas 0,05 (0,130 > 0,05). Tidak terdapat perbedaan yang nyata untuk jumlah hasil tangkapan pada bulan Maret dan bulan April 2013, sehingga ketiga alat tangkap dapat dioperasikan kapan saja.

0 5 10 15 20 25 30 35

Layang Lemuru Selar Lencam Biji Nangka

Ju m la h Ik an Spesies Maret April

(33)

19 Tabel 5.1 Komposisi hasil tangkapan nelayan di perairan Desa Selayar,

Kabupaten Maluku Tenggara

No

Nama

Umum Spesies Famili

Jumlah (ekor) Panjang Total ±SD (cm) Berat ± SD (g) 1 Layang Decapterus russeli Carangidae 50 12,5 ±18,2 38 ±90 2 Lemuru Sardinella longiceps Clupeidae 50 13,3 ±19,8 28 ± 81 3 Selar S. crumenopthalmus Carangidae 50 14,2 ±21,9 40 ± 89 4 Lencam Lethrinus lentjan Lethrinidae 51 13,3 ± 20 28 ± 92 5 Biji nangka Upeneus muluccensis Mullidae 60 14,2 ±21,9 30 ± 90

Berdasarkan komposisi hasil tangkapan nelayan, ikan yang dominan tertangkap adalah ikan layang dan dominan tertangkap selanjutnya ikan lemuru, selar, lencam dan ikan biji nangka. Hal ini sesuai dengan informasi yang diperoleh dari nelayan bahwa musim penangkapan ikan layang terjadi sekitar bulan Maret sampai bulan Oktober dan puncaknya pada bulan September.

Ditinjau dari komposisi jenis berdasarkan alat tangkap maka perbedaan alat tangkap dan metode pengoperasian mempengaruhi komposisi jenis ikan dominan yang tertangkap. Pengoperasian bagan pada malam hari dilapisan permukaan dengan alat bantu lampu hanya efektif menangkap dua spesies yaitu ikan layang dan lemuru. Jaring insang yang dioperasikan pada siang hingga sore hari dilapisan permukaan (jaring insang permukaan) menyebabkan jaring insang hanya menangkap dua spesies ikan hal ini diduga bahwa pada siang hari selar dan lencam menyebar di lapisan permukaan perairan secara lebih merata, sedangkan pada malam hari ikan layang cenderung turun ke lapisan yang lebih dalam.

Indeks keragaman hasil tangkapan di Kabupaten Maluku Tenggara Indeks keragaman adalah indeks yang menggambarkan ukuran jumlah individu antara spesies dalam suatu komunitas ikan. Semakin merata penyebaran individu antara spesies maka keseimbangan ekosistem semakin meningkat. Berikut ini merupakan tabel produksi perikanan tangkap Kabupaten Maluku Tenggara yang dianalisis untuk mengetahui indeks keragamannya.

(34)

20

Tabel 5.2 Produksi Perikanan Tangkap Kabupaten Maluku Tenggara (ton)

NO NAMA IKAN 2007 2008 2009 2010 2011 Produksi (ton) Produksi (ton) Produksi (ton) Produksi (ton) Produksi (ton) 1 Cakalang 252 311 273 184 209 2 Tuna 600 4.50 39 - -3 Tenggiri 1.357 560 185 194 200 4 Tongkol 3.753 349 510 531 620 5 Kembung 3.332 391 319 274 354 6 Layang 1.943 646 671 303 363 7 Selar 2.117 707 735 680 958 8 Teri 614 660 665 676 701 9 Julung 247 255 260 246 255 10 Ekor Kuning 476 496 342 483 604 11 Lemuru 448 403 450 466 442 12 Kakap Putih 529 236 953 220 228 13 Kakap Merah 1.150 418 754 398 409 14 Lencam/Sakuda 2.225 640 612 592 616 15 Kurisi 6.086 1.723 396 342 353 16 Kerapu 136 71 1.093 24 66 17 Cucut 2.892 411 329 259 267 18 Ikan Lain-lain 133.220 81.196 68.496 36.702 58.045 JUMLAH 160.784 89.484 80.168 42.582 64.696

Sumber : DKP Kabupaten Maluku Tenggara 2012

Berdasarkan Tabel 5.2, nilai produksi tertinggi pada tahun 2007 sampai 2011 di Kabupaten Maluku Tenggara terdapat pada ikan teri, julung dan ekor kuning. Ikan-ikan ini terus mengalami peningkatan produksi. Untuk ikan cakalang, tenggiri, tongkol, tuna dan ikan kembung merupakan jenis ikan dengan produksi terendah pada tahun 2008 sampai 2011 di Kabupaten Maluku tenggara namun pada tahun 2007 ikan-ikan ini memiliki nilai produksi yang cukup tinggi.

Tabel 5.3 Hasil analisis indeks keragaman produksi perikanan tangkap Kabupaten Maluku Tenggara Sampel 2007 2008 2009 2010 2011 S 18 18 18 18 18 B 160.784 89.484 80.168 42.582 64.696 Bi 0,37 0,20 0,18 0,09 0,15 H'(log 2) 4,41 3,90 3,81 3,26 3,62

dimana: S = Jumlah total spesies ikan yang ditangkap, B = Total produksi tahunan (ton), bi = Proporsi ke-i, H’= Indeks diversitas Shannon-Wiener. Berdasarkan Tabel 5.3, produksi perikanan tangkap di Kabupaten Maluku Tenggara mengalami penurunan setiap tahunnya. Total produksi pada tahun 2007 merupakan produksi perikanan tertinggi (160.784 ton), sedangkan total produksi pada tahun 2009 merupakan produksi perikanan terendah (80.168 ton). Indeks keragaman tertinggi yaitu pada tahun 2007 (4,41), sedangkan indeks keragaman terendah yaitu pada tahun 2010 (3,26). Indeks keragaman hasil tangkapan di

(35)

21 Kabupaten Maluku Tenggara mengalami penurunan yaitu dari tahun 2008 sebesar 3,90 selanjutnya pada tahun 2009 menjadi 3,81. Tahun 2011, indeks keragaman hasil tangkapan mengalami peningkatan dengan indeks keragaman sebesar 3,62 seperti pada Gambar 5.2.

Gambar 5.2 Indeks keragaman hasil tangkapan berdasarkan tahun Perbandingan Panjang dan Berat Ikan

Ikan yang tertangkap selama penelitian memiliki ukuran panjang dan berat tubuh yang berbeda-beda. Hubungan panjang dan berat hasil tangkapan menggunakan data analisis regresi untuk melihat pola pertumbuhan ikan di perairan Desa Selayar Kabupaten Maluku Tenggara.

1). Ikan Layang (Decapterus russeli)

Panjang total tertinggi ikan layang adalah 19,6 cm dan panjang total terendah yaitu 12,5 cm dengan berat tertinggi 60 gram dan berat terendah 38 gram. Hubungan panjang dan berat ikan layang disajikan pada Gambar 5.3.

Gambar 5.3 Hubungan panjang dan berat ikan layang selama penelitian 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 2007 2008 2009 2010 2011 In d ek s K er a ga m an (H ') Tahun y = 4,803x - 22,81 R² = 0,526 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 5 10 15 20 25 Ln Be rat (g) Ln Panjang (cm) n=50

(36)

22

Persamaan hubungan panjang dan berat ikan layang selama penelitian adalah W= 7,901 dengan kisaran nilai b sebesar 4,803. Nilai b yang diperoleh dan setelah dilakukan uji t (α=0,05) terhadap nilai b tersebut diketahui bahwa ikan layang memiliki pola pertumbuhan allometrik positif artinya pertambahan berat relatif lebih besar daripada pertambahan panjang (Effendie 1997). Penelitian yang sama dilakukan oleh Manik (2009), yang menunjukkan korelasi antara panjang dengan berat pada setiap bulan sangat signifikan dimana nilai b hubungan panjang dan berat bulanan umumnya di atas nilai 3, kecuali pada bulan Mei yaitu b=3. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan layang pada umumnya menyimpang dari hukum kubik (allometrik positif).

Hasil pengamatan secara morfologi kematangan gonad Decapterus russelli berada pada TKG II dan III, sehingga dapat diperkirakan waktu pemijahan ikan layang tersebut terjadi pada bulan Juni. Hasil penelitian yang sama dilakukan oleh Prihartini (2006) dimana TKG III terbanyak pada bulan Oktober. Menurut Effendie (1997), ikan layang masa memijah antara bulan Mei sampai Desember, puncak pemijahan ikan layang diperkirakan terjadi antara bulan September sampai Desember. Hasil pengukuran TKG pada ikan layang dapat dilihat pada Gambar 5.4.

Gambar 5.4 TKG ikan layang menurut ukuran panjang selama penelitian Distribusi tingkat kematangan gonad ikan layang terhadap frekuensi panjang diperoleh bahwa TKG II terbesar pada panjang rata-rata 14,5 cm yaitu 22 ekor terdapat pada ikan betina, TKG III pada panjang rata-rata 16,5 cm yaitu sebanyak 14 ekor pada ikan jantan dan TKG I diperoleh terbesar pada panjang 12,5 cm sebanyak 1 ekor. Ikan layang pertama kali matang gonad pada ukuran 14,8 – 21,2 cm, hal ini sesuai dengan data fishbase 2013. Hasil pengamatan menunjukan bahwa ikan layang yang tertangkap sebagian besar dinyatakan belum layak tangkap karena ukuran rata-rata belum mencapai ukuran ikan pertama kali matang gonad. 0 5 10 15 20 25 TKG 1 TKG 2 TKG 3 Ju m lah s p es ie s

Tingkat kematangan gonad

jantan batina

(37)

23 2). Ikan Lemuru (Sardinella longiceps)

Panjang total tertinggi ikan lemuru adalah 19,8 cm dan panjang total terendah yaitu 14,5 cm dengan berat tertinggi 90 gram dan berat terendah 40 gram. Hubungan panjang dan berat ikan lemuru disajikan pada Gambar 5.5.

Gambar 5.5 Hubungan panjang dan berat ikan lemuru selama penelitian Persamaan hubungan panjang dan berat ikan lemuru adalah W= 2,284 dengan kisaran nilai b sebesar 3,209. Model regresi linear antara panjang dan berat ikan lemuru hasil tangkapan adalah ln W = 3,258 + 3,209 ln L atau y = 3,258 + 3,209x (R² = 0,145%). Nilai b yang diperoleh dan setelah dilakukan uji t (α=0,05) terhadap nilai b tersebut diketahui bahwa ikan lemuru memiliki pola pertumbuhan allometrik positif artinya pertambahan berat relatif lebih besar daripada pertambahan panjang (Effendie 1997). Secara ekologis kondisi lingkungan akan berpengaruh terhadap pertambahan panjang maupun berat. Kondisi ekologis tersebut terkait erat dengan ketersediaan makanan dan dinamika kualitas perairan. Ketersediaan makanan akan digunakan oleh ikan sesuai dengan umur, jenis makanan dan kematangan gonad (Effendi 1979). Hasil yang sama dari fishbase nilai b = 3,286. Dari hasil pengamatan terhadap ikan lemuru jantan dan betina diperoleh komposisi ikan yang belum matang gonad (TKG II) dengan persentase sebesar 24 % dan 76 %. Hasil pengamatan TKG pada ikan lemuru dapat dilihat pada Gambar 5.6.

Gambar 5.6 TKG ikan lemuru menurut ukuran panjang selama penelitian y = 3,209x + 3,258 R² = 0,144 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 5 10 15 20 25 Ln B er a t (g ) Ln Panjang (cm) n=50 0 5 10 15 20 25 TKG 2 TKG 3 TKG 4 Ju m la h s p es ie s

Tingkat kematangan gonad

jantan betina

(38)

24

Berdasarkan kematangan gonad selama penelitian (Maret sampai Mei) diperoleh ikan-ikan yang belum matang gonad (TKG II dan III) bukanlah ikan yang belum dewasa tetapi diduga ikan-ikan tersebut berasal dari kelompok pemijah pengulang yang baru melewati salah satu daur reproduksinya.

3). Ikan Selar (Selar crumenopthalmus)

Hasil tangkapan ikan selar selama penelitian setelah dilakukan pengukuran maka didapatkan panjang total tertinggi adalah 21,9 cm dan panjang total terendah yaitu 14,2 cm dengan berat tertinggi 89 gram dan berat terendah 40 gram. Hubungan panjang dan berat ikan selar disajikan pada Gambar 5.7.

Gambar 5.7 Hubungan panjang dan berat ikan selar selama penelitian Model regresi linear antara panjang dan berat ikan selar hasil tangkapan adalah ln W = 24,55 + 2,191 ln L atau y = 24,55 + 2,191x (R² = 0,086%). Pola pertumbuhan yang berbeda terdapat pada ikan selar dan biji nangka dengan nilai b < 3 artinya allometrik negatif yaitu pertambahan panjang relatif lebih cepat dari pertambahan berat. Hasil penelitian yang sama dilakukan (Rosita 2007) di perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Lelono (2007) menjelaskan perbedaan nilai b dapat disebabkan oleh musim, jenis kelamin, area, temperatur, fishing time, fishing vessel dan tersedianya makanan. Moutopoulos dan Stergiou (2002) in Kharat et al. (2008) menyatakan bahwa perbedaan nilai b juga dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah dan variasi ukuran ikan yang diamati.

Hasil pengamatan terhadap ikan selar jantan dan betina diperoleh komposisi ikan yang belum matang gonad TKG II dengan persentase sebesar 78 % dan TKG III yaitu 22 %. Hasil pengamatan TKG pada ikan selar dapat dilihat pada Gambar 5.8. y = 2,191x + 24,55 R² = 0,086 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 5 10 15 20 25 Ln Be rat (g) Ln Panjang (Cm) n=50

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka  pemikiran penelitianEkosistem Habitat bukan  terumbu karangPemanfaatan sumberdaya perikanan berkelanjutan Habitat terumbu karang
Tabel  4.2 Data Jumlah  dan Persentase Nelayan
Gambar 4.2  Konstruksi  jaring insang yang digunakan pada saat penelitian Keterangan: a : Pelampung b : Tinggi jaring c : Pemberat d : Mesh size e : Panjang jaring
Gambar 4.3  Kapal gillnet di lokasi penelitian
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan hasil tangkapan ikan yang dominan tertangkap pada jaring insang permukaan dan jaring insang dasar dan menganalisis

Jenis hasil tangkapan utama masing-masing alat tangkap tersebut adalah ikan ekor kuning (caesio cuning), ikan baronang (Siganus guttatus), ikan ekor kuning (Caesio

Jenis ikan yang tertangkap dengan pukat cincin, jaring insang dan pancing tonda dari lo- kasi pemasangan rumpon bambu dan rumpon drum plastik di Perairan Kei Kecil adalah

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kecendrungan hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan ikan Teri di perairan Pemalang, mengaplikasikan metode

Jenis hasil tangkapan utama masing-masing alat tangkap tersebut adalah ikan ekor kuning (caesio cuning), ikan baronang (Siganus guttatus), ikan ekor kuning (Caesio

Dalam aspek ekologi, dari data komposisi hasil tangkapan dari alat tangkap purse seine, gillnet dan pancing tonda menunjukan bahwa lebih dari 93 % hasil tangkapan tertangkap pada

Nilai CPUE Hasil Tangkapan Alat Tangkap Jaring Insang Gillnet Hasil analisis nilai CPUE dari jenis-jenis ikan hasil tangkapan gillnet di perairan Abudenok Desa Umato’os, Kecamatan

PENGARUH PERBEDAAN MESH SIZE PADA ALAT TANGKAP JARING INSANG PERTENGAHAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN JUWANA KABUPATEN PATI JAWA TENGAH THE EFFECT OF DIFFERENT MESH