• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA ASUH ORANG TUA SINGLE PARENT DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK (STUDI KASUS KELUARGA TKW DI DESA PATUTREJO KECAMATAN GRABAG KABUPATEN PURWOREJO) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "POLA ASUH ORANG TUA SINGLE PARENT DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK (STUDI KASUS KELUARGA TKW DI DESA PATUTREJO KECAMATAN GRABAG KABUPATEN PURWOREJO) SKRIPSI"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

POLA ASUH ORANG TUA SINGLE PARENT

DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK

(STUDI KASUS KELUARGA TKW DI DESA PATUTREJO

KECAMATAN GRABAG KABUPATEN PURWOREJO)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

DWI INDRIYANI

NIM. 111 14 047

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)

POLA ASUH ORANG TUA SINGLE PARENT

DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK

(STUDI KASUS KELUARGA TKW DI DESA PATUTREJO

KECAMATAN GRABAG KABUPATEN PURWOREJO)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

DWI INDRIYANI

NIM. 111 14 047

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

MOTTO

(8)

PERSEMBAHAN

Puji Syukur Kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta karunia-Nya, skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Ayahku tersayang (Damanuri) dan Ibuku tercinta (Heni Purwaningsih) atas bimbingan, do‟a, kasih sayang, nasihat, dan motivasi, yang telah

diberikan sampai saat ini.

2. Adikku (Zahrah Novianti dan Fitri Lutfiani) yang telah memotivasiku dan memberi dukungan untuk mempercepat penulisan skripsi ini.

3. Keluarga besar SD Negeri Secang yang dengan ikhlas mendoakan dan mendukungku.

4. Ibu Dr. Lilik Sriyanti, M.Si. yang dengan sabar membimbingku dalam

penulisan skripsi.

5. Semua dosen dan guru-guruku yang telah sabar mengajariku dan

mendidikku.

6. Sedulur Komunitas Mahasiswa Purworejo @Salatiga (KOMP@S) atas bantuan dan dukungan sejak pertama kali di Salatiga sampai sekarang.

7. Sahabatku Ma‟rifatul Mustaniroh, S.Pd alumni IAIN Salatiga yang telah banyak memberikan ide dan masukan dalam penulisan ini serta

memberikan semangat agar dapat mempercepat penulisan skripsi ini. 8. Sahabat-sahabatku tersayang dan tercinta yang ikhlas mendo‟akan dan

(9)

Leny Trialiningsih, Siti Maunah,Tatu Mafazah, Hana Lu‟Luin Nihayah,

Muzzayanatul Maghfiroh).

9. Para responden Desa Patutrejo yang telah memberikan data yang sebenarnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini.

10.Seluruh seperjuangan PAI angkatan 2014, keluarga PPL di SMP N &7 Salatiga dan kelompok KKN posko 33 Tampir Kulon Magelang, yang telah memberikan dukungan, semangat, motivasi, dan do‟anya dalam

(10)

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pola Asuh Orang Tua Single Parent

dalam Pembentukan Krakter Anak (Studi Kasus Keluarga TKW di Desa Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo).” Sholawat serta salam semoga selalu

tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat-sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia. Beliau adalah utusan

Allah untuk membawa umat manusia dari jaman kegelapanmenuju terang benderang.

Penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak yang

telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga.

4. Dr. Lilik Sriyanti, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bantuan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat

(11)

5. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini

dapat terselesaikan.

6. Karyawan IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta bantuan.

7. Semua anggota keluarga, ayah, ibu, adik-adikku, dan anggota keluarga yang lain yang telah menemani, membantu, dan memberikan motivasi kepada penulis.

8. Bapak Lurah Desa Patutrejo yang telah memberikan ijin serta membantu penulis dalam mendapatkan data skripsi ini.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini sangat sederhana dan jauh

dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik sangatlah diharapkan. Semoga Allah memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala bantuannya kepada penulis.

Salatiga, 7 Juli 2018 Penulis

(12)

ABSTRAK

Indriyani, Dwi. 2018. Pola Asuh Orang Tua Single Parent dalam Pembentukan Krakter Anak (Studi Kasus Keluarga TKW di Desa Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo). Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Lilik Sriyanti, M. Si.

Kata Kunci: Pola Asuh, Orang Tua Single Parent, dan Karakter Anak

Orang tua sebagai pembentuk pribadi yang pertama dalam kehidupan anak dan harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. orang tua bertanggung jawab terhadap pendidikan anak dalam keluarga terutama dalam pembentukan karakter anak. Adapun pertanyaan umum yang ingin dijawab melalui penelitian ini (1) Bagaimana pola pengasuhan orang tua single parent dalam pembentukan karakter anak TKW di Desa Patuterjo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo? (2) Bgaiamana strategi pengasuhan orang tua single parent dalam membentuk karakter anak TKW? (3) Apa hambatan yang dialami orang tua single parent

dalam pembentukan karakter anak TKW?

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian fenomenologis. Peneliti bertindak langsung dalam proses pencarian data di lapangan. Teknik pengumpulan data dilakukan menggunakan wawancara mendalam observasi, dan dokumentasi. Analisis data penelitian dengan menggunakan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian ini menunnjukkan bahwa (1) Pola asuh orang tua single

parent dalam membentuk karakter anak TKW di Desa Patutrejo menggunakan

(13)
(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN BERLOGO ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... x

ABSTRAK ... xii

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Fokus Penelitian ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Penegasan Istilah ... 10

(15)

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Pola Asuh Orang Tua ... ... 14 a. Pengertian Pola Asuh ... ... 14

b. Dasar dan Fungsi dalam Pengasuhan Anak... 17

c. Model-model Pola Asuh Orang Tua...

20

d. Pola Asuh Orang Tua dalam Perspektif Islam...

28

2. Orang Tua Tunggal... 33 a. Pengertian Orang Tua Tunggal (Single

Parent)... 33

b. Ayah Single Parent.......

34

c. Tanggung Jawab Orang Tua Tunggal

(Single Parent)... 36

d. Strategi Pengasuhan Ayah Single Parent... 37 e. Sebab-sebab Terjadinya Orang Tua Tunggal

(Single Parent)... 39

f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengasuhan

(16)

a. Pengertian Tenaga Kerja Indonesia... 41

b. Pandangan terhadap Tenaga Kerja Wanita... 42

c. Kendala dan Pemecahan yang Dihadapi dalam

Keluarga TKI/TKW... 45

4. Pembentukan Karakter Anak... 47

a. Pengertian Pembentukan Karakter... 47

b. Mengenal Karakter dalam Perspektif Islam... 50

c. Nilai-nilai Karakter... 52

d. Peran Keluarga dalam Pembentukan Karakter Anak... 57

B. Kajian Terdahulu... 61

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 64

B. Lokasi Penelitian... 66

C. Sumber Data... 66

1. Data Primer... 67

2. Data Sekunder... 67

D. Teknik Pengumpulan Data... 68

(17)

2. Metode Wawancara. ... 68

3. Metode Doumentasi... 70

E. Analisi Data ... 71

F. Pengecekan Keabsahan Data ... 73

G. Tahap-Tahap Penelitian ... 74

BAB IV PAPARAN DAN ANALISISDATA A. Paparan Data ... 76

1. Gambaran Umum Desa Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo ... 76

2. Gambaran Subyek Penelitian ... 82

B. Temuan Penelitian ... 84

1. Pola Pengasuhan Ayah Single Parent dalam Pembentukan Karakter Anak ... 84

2. Strategi Pengasuhan Anak dalam Pembentukan Karakter Anak ... 96

3. Hambatan Ayah Single Parent dalam Mengasuh Anak ... 99

C. Analisis Data ... 101

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 110

B. Saran ... 112

(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Desa Patutrejo ... 79

Tabel 4.2 Mata Pencaharian Penduduk Desa Patutrejo ... 79

Tabel 4.3 Jumlah Agama Penduduk desa Patutrejo ... 80

Tabel 4.4 Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Patutrejo ... 81

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Nota Pembimbing Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian

Lampiran 3 Surat Keterangan Bukti Penelitian Lampiran 4 Pedoman Wawancara

Lampiran 5 Verbatin Wawancara

Lampiran 6 Lembar Bimbingan Skripsi Lampiran 7 Daftar Nilai SKK

(20)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Keluarga adalah sebuah institusi yang terbentuk karena ikatan

perkawinan, yaitu ikatan lahir batin seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal, dan sejahtera. Keluarga dalam bentuk sederhananya terdiri

dari ayah, ibu, dan anak. Dua komponen paling utama dalam keluarga yaitu ayah dan ibu, kedua komponen itu dapat dikatakan sebagai

komponen yang mendukung kehidupan anak (Djamarah, 2014 : 18). Dalam kehidupan rumah tangga adakalanya laki-laki menjadi pemimpin bagi keluarganya, menjadi bapak bagi anak-anaknya menjadi

teman hidup serta sebagai saudara istrinya. Keberhasilan dalam keluarga dapat mendukung tercapainya keluarga bahagia, selain peran ibu dalam

urusan rumah tangga dan pengasuh anak, peran laki-laki sebagai kepala keluarga juga tidak kalah penting karena kepala keluarga merupakan pemimpin dalam sebuah keluarga.

Menurut Hyoscymina (2011: 144) bahwa keluarga merupakan fondasi yang utama dan pertama dalam sejarah hidup sang anak yang

menjadi dasar penting dalam pembentukan karakter manusia itu sendiri, maka ada dua individu yang memainkan peranan penting yaitu peran ayah

(21)

dalam pendidikan anak, serta sebagai pelindung atau tokoh yang tegas, bijaksana, dan mengasihi keluarga. Sedangkan peran ibu yaitu mendidik,

mengatur, mengendalikan anak, merawat dan mengurus keluarga dengan sabar, mesra, dan konsisten serta menjadi contoh dan teladan bagi anak.

Djamarah (2014 : 47), bahwa orang tua bertanggung jawab terhadap pendidikan anak dalam keluarga. Segala sesuatu sekecil apapun yang telah dikerjakan dan diperbuat oleh siapapun, termasuk orang tua,

akan dipertanyakan dan dipertanggung jawabkan di hadirat Allah SWT. Ibrahim (2010 : 127), menyatakan bahwa Islam membebankan kepada

orang tua tanggung jawab pendidikan anak pada tingkatan pertama, dan memikulkan kewajiban ini khusus kepada mereka berdua sebelum kepada yang lain.

Tanggung jawab orang tua dalam pendidikan, maka orang tualah pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Bagi anak, orang tua

merupakan model yang harus ditiru dan diteladani. Sebagai model, orang tua seharusnya memberikan contoh yang terbaik bagi anak dalam keluarga. Sikap dan perilaku orang tua harus mencerminkan akhlak mulia.

Oleh karena itu, Islam mengajarkan kepada orang tua agar mengajarkan sesuatu yang baik-baik saja kepada mereka. Dalam pasal 27 ayat (1) UU

Sisdiknas bahwa pendidikan keluarga dinyatakan sebagai jalur pendidikan informal. Setiap anggota keluarga mempunyai peran, tugas, dan tanggung

(22)

Keluarga memiliki peran sebagai media sosialisasi pertama bagi anak. Peran inilah yang membuat orang tua memiliki tanggung jawab

terhadap perkembangan fisik dan mental seorang anak. Di keluargalah anak mulai dikenalkan dengan ajara-ajaran yang sesuai dengan

kaidah-kaidah yang berlaku dalam agama maupun masyarakat. Semua aktivitas anak mulai dari perilaku dan bahasa tidak terlepas dari perhatiaan dan binaan orang tua.

Pola asuh menurut agama adalah cara memperlakukan anak sesuai dengan ajaran agama berarti memahami anak dari berbagai aspek, dan

memahami anak dengan memberikan pola asuh yang baik menjaga anak dan harta anak yatim, menerima, memberi perlindungan, pemeliharaan perawatan, dan kasih sayang sebaik-baiknya (QS. Al-Baqarah: 220).

Bentuk-bentuk pola asuh orang tua mempengaruhi pembentukan kepribadian anak setelah ia menjadi dewasa. Perlakuan orang tua pada

anak-anaknya sejak masa kecil akan berdampak pada perkembangan sosial moralnya dimasa dewasanya. Perkembangan sosial moral inilah yang akan membentuk watak, sifat dan sikap anak kelak meskipun ada beberapa

faktor lain yang berpengaruh dalam pembentukan sikap anak yang tercermin dalam karakter yang dimilikinya.

Pola asuh orang tua yang diterapkan pada anak akan dapat dirasakan oleh anak dan bisa memberi efek negatif maupun positif. Orang

(23)

anak. Hal tersebut akan berbeda antara satu keluarga dengan keluarga yang lain.

Djamarah (2014 : 5) menyatakan bahwa faktor pendidikan, kasih sayang, profesi, pemahaman terhadap norma agama, dan mobilitas orang

tua. Hubungan yang baik antara orang tua dan anak tidak hanya diukur dengan pemenuhan kebutuhan meteriil saja, namun kebutuhan mental spiritual merupakan keberhasilan dalam menciptakan hubungan tersebut.

Malah kasih sayang yang diberikan orang tua terhadap anaknya adalah faktor yang sangat penting dalam keluarga. Tidak terpenuhinya kebutuhan

kasih sayang dan seringnya orang tua tidak berada di rumah menyebabkan hubungan dengan anaknya kurang intim.

Pembentukan budi pekerti yang baik merupakan tujuan dalam

pendidikan Islam. Karena dengan budi pekerti itu cerminan pribadi yang mulia. Hal tersebut merupakan hal yang utama yang ingin dicapai dalam

mendidik anak dalam keluarga. Namun tidak semuanya orang tua dapat melakukan hal tersebut. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya, seperti orang tua yang sibuk bekerja siang dan malam untuk memenuhi kebutuhan

anaknya waktunya hanya dihabiskan di luar rumah, jauh dari keluarga, tidak bisa mengawasi pertumbuhan dan perkembangan anaknya, serta

memberikan bimbingan maka pendidikan akhlak anak terabaikan.

Suatu penelitan menyebutkan bahwa dari 100% orang tua, yang

(24)

kasus kekerasan moral dan perilau anak yang terjadi disebabkan pengaruh buruk dari pengasuhan ayah ibu yang tidak patut (Yaumil dan Harry).

Selain itu, Arismantoro (2008 : 108) juga menyatakan bahwa tantangan kehidupan yang modern yang ditandai dengan fenomena seperti kedua

orang tua (ayah ibu) yang bekerja, derasnya arus informasi media cetak dan elektronik yang nyaris tanpa saringan, dan terpaparnya anak dengan pornografi diduga berpengaruh yang signifikan terhadap perkembangan

karakter anak.

Pentingnya pembentukan karakter anak dalam keluarga juga

terlihat dari penelitian Fika dan Zamroni (2014: 57) bahwa orang tua mendidik karakter melalui pengasuhan yang baik, mencontohkan perilaku dan pembiasaan, pemberian penjelasan atas tindakan, penerapan standar

yang tinggi dan realitas bagi anak, dan melibatkan anak dalam mengambil keputusan. Hasil pendidikan karakter anak dalam keluarga menunjukkan

bahwa anak-anak yang tumbuh dalam keluarga lengkap merasa lebih terpenuhi kasih sayangnya, jumlah anak yang bermasalah dan mandiri lebih sedikit, dan anak-anak lebih penurut dibandingkan dengan anak-anak

dari keluarga single parent.

Begitu juga anak yang diasuh oleh single parent dikhawatirkan

akan membawa dampak buruk bagi perkembangan anak atau pendidikannya, karena orang tua yang single parent biasanya tidak bisa

(25)

tugas sebagai pengasuh atau pendidik dalam keluarga (Jalalludin, 2010 : 69).

Anak-anak yang ditinggal orang tuanya menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI), banyak mengalami masalah psikologis. Mereka

kebanyakan mengalami masalah hilangnya peran salah satu orang tuanya, ibu atau ayah bahkan kedua-duanya. Mereka lebih banyak bermasalah dengan teman sebayanya serta mengalami gangguan emosional, masalah

perilaku dan hiperaktif. Anak-anak dari keluarga TKW cenderung lebih pasif dalam hal mengatasi masalah-masalah yang muncul, baik dalam

keluarga maupun pekerjaan sekolah, anak-anak ini juga cenderung lebih menahan diri dan tertutup saat mengekspresikan perasaan maupun saat mencari dukungan ataupun bantuan. Hal ini berbeda dengan anak-anak

pada rumah tangga non-migran (Yuniastuti, 2014: 69).

Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti dari Universitas

Gadjah Mada (UGM) dan kampus lain dengan judul "Children Health and

Migrant Parents in Southeast Asia (CHAMPSEA)" atau dampak migrasi

internasional terhadap keluarga dan anak migran. Hasil penelitian tersebut

menyebutkan "Secara ekonomi, migrasi internasional berdampak positif terhadap keluarga migran, namun juga berdampak negatif khususnya

terhadap kesehatan psikologis anak," ungkap tim peneliti Drs. Sukamdi, MSc serta Dr. Anna Marie Wattie, MA dalam acara diseminasi hasil

(26)

content/ anak – yang – ditinggal - ortu-jadi-tki-banyak-alami-masalah-psikologis).

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) merupakan sebuah sebutan bagi warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri. Tenaga Kerja

Indonesia (TKI) wanita sering disebut dengan Tenaga Kerja Wanita (TKW). Menurut Undang-Undang tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri pada pasal 1 bahwa Tenaga Kerja

Indonesia adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu dengan menerima

upah (BAB 1 pasal 1 angka 1).

Tujuan utama orang-orang bekerja ke luar negeri yaitu tidak lain hanya demi memperoleh penghasilan yang besar. Dengan penghasilannya

yang besar tersebut, banyak orang-orang menaruh harapan untuk dapat memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Dengan rayuan memperoleh

penghasilan yang besar dan kemudian menjadikan orang berbondong-bondong untuk bekerja ke luar negeri demi mencapai impiannya untuk hidup enak dan berkecukupan. Tim PSGK STAIN berpendapat bahwa

faktor yang mendorong perempuan menjadi TKW ada tiga yakni: faktor tekanan ekonomi, faktor tekanan psikologis, dan faktor kemudahan

menjadi TKW (Tim PSGK, 2007: 31-38).

Kehidupan warga di Desa Patutrejo ini sebagian besar bekerja

(27)

di Desa Patutrejo ini tidak banyak terlibat dalam bekerja di sawah. Hanya saja pada saat musim panen datang ibu-ibu ataupun para wanita yang

sudah menikah mereka harus ikut membantu memanen padi di sawah. Selain itu, kegiatan sehari-hari mereka adalah sebagai ibu rumah tangga

yang mengasuh dan mendidik anak serta melayani suami mereka seperti menyiapkan makanan. Karena kebutuhan ekonomi yang semakin rumit, wanita-wanita di Desa Patutrejo berinisiatif untuk bekerja ke luar negeri

yaitu menjadi tenaga kerja wanita. Hasil survei pendahuluan menyatakan alasan wanita-wanita Desa Patutrejo menjadi TKW yakni untuk membantu

mencari tambahan pengahsilan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Sebelumnya penghasilan mereka di dapat dari musim panen datang saja namun sekarang penghasilan mereka terbantu oleh penghasilan

istri yang bekerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di luar negeri. Atas dasar pemaparan di atas melihat kehidupan keluarga TKW di

Desa Patutrejo, peneliti tertarik untuk menyusun skripsi dengan judul “Pola Asuh Orang Tua Single Parent Dalam Pembentukan Karakter

Anak (Studi Kasus Keluarga TKW Di Desa Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo)”.

B. Fokus Penelitian

Menurut Moleong (2002: 62) fokus merupakan dimana peneliti sudah

(28)

lapangan tidak memungkinkan untuk meneliti masalah yang sudah dirumuskan, maka peneliti harus mengubah fokus penelitiannya.

1. Bagaimana pola asuh orang tua single parent dalam pembentukan karakter anak TKW di Desa Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten

Purworejo?

2. Bagaimana strategi orang tua single parent dalam pembentukan karakter anak TKW di Desa Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten

Purworejo?

3. Apa hambatan yang dialami orang tua single parent dalam

pembentukan karakter anak TKW di Desa Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan fokus penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah:

1. Mengetahui pola asuh orang tua single parent dalam pembentukan karakter anak TKW di Desa Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten

Purworejo.

2. Mengetahui strategi orang tua single parent dalam pembentukan

(29)

3. Mengetahui hambatan yang dialami orang tua single parent dalam pembentukan karakter anak TKW di Desa Patutrejo Kecamatan

Grabag Kabupaten Purworejo.

D. Manfaat Penelitian

Kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran kepada peneliti selanjutnya dan semakin membangkitkan atau menjadi motivasi dalam memperkaya hasanah

ilmu pengetahuan.

2. Manfaat Praktis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi orang tua betapa pentingya pengasuhan anak dalam pembentukan

karakter anak.

E. Penegasan Istilah

Untuk memudahkan dan memperjelas pemahaman serta menghindari terjadinya kesalahpahaman yang terdapat pada judul di atas, maka perlu

dijelaskan mengenai pembahasan masalah dan arti kata dalam penulisan skripsi ini.

1. Pola Asuh

Menurut Baumrind, dalam buku Psycho Islamic Smart Parenting

(30)

mendampingi anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan menuju pada proses pendewasaan. Pengertian pola

asuh merupakan suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak-anaknya sebagai perwujudan dari rasa tanggung

jawab kepada anak-anaknya (Mansur, 2005: 350).

Berdasarkan dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pola asuh merupakan cara yang diterapkan oleh ayah dalam menjaga,

merawat, dan mendidik seorang anak sebagai wujud pertanggungjawaban orang tua terhadap anaknya.

2. Tenaga Kerja Wanita (TKW)

Tenaga Kerja Indonesi (TKI) merupakan sebutan bagi warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri. Tenaga Kerja Indonesia

(TKI) wanita disebut dengan Tenaga Kerja Wanita (TKW). Maksud TKW di dalam penelitian ini, yaitu Tenaga Kerja Wanita di Desa

Patutrejo Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo yang bekerja di luar negeri.

Penelitian ini, di Desa Patutrejo banyak ibu rumah tangga yang

menjadi TKW. Mereka ada yang bekerja di Arab Saudi, Malaysia, Hongkong, dan Taiwan.

3. Single Parent

Dalam penelitian ini penulis mengartikan single parent yaitu

(31)

parent bisa dikatakan sebagai anak yang diasuh oleh salah satu orang tua atau keluarga dekat yang bisa disebabkan karena salah satu orang

tua yang bekerja di luar negeri sebagai tenaga kerja wanita. 4. Pembentukan Karakter

Pembentukan karakter anak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cara yang dilakukan oleh ayah dalam membentuk kebiasaan sehingga sifat anak akan terukir sejak dini, agar dapat mengambil keputusan

dengan baik dan dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari, seperti disiplin diri, bertanggung jawab, jujur, peduli, dan

kemandirian pada anak.

F. Sistematika Penulisan

Pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari V bab yang dapat diuraikan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Kajian Pustaka, mengulas tentang pola asuh orang tua dalam keluarga yang meliputi fungsi pengasuhan anak dan

(32)

BAB III Metode penelitian yang berisi tentang pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data, teknik

pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.

BAB IV Paparan data dan analisis data.

(33)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Pola Asuh Orang Tua a. Pengertian Pola Asuh

Pola asuh merupakan bagian dari proses pemeliharaan anak dengan menggunakan teknik dan metode yang menitikberatkan pada kasih

sayang dan ketulusan cinta yang mendalam dari orang tua (Illahi, 2013:133).

Mansur (2005:350) menyatakan bahwa pola asuh adalah suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Pendidikan dalam keluarga memiliki nilai yang strategis dalam

pembentukan kepribadian anak. Sejak kecil anak sudah mendapat pendidikan dari kedua orang tuanya melalui keteladanan dan kebiasaan

kehidupan sehari-hari di dalam keluarga. Baik atau tidaknya keteladanan yang diberikan dan bagaimana kebiasaan hidup orang tua sehari-hari dalam keluarga yang akan mempengaruhi perkembangan

jiwa anak. Keteladanan dan kebiasaan orang tua yang akan diterapkan dalam bersikap dan berperilaku tidak terlepas dari perhatian dan

pengamatan anak. Meniru kebiasaan hidup orang tua merupakan suatu hal yang sering anak lakukan, karena pada masa perkembangannya,

(34)

Menurut Gunarsa Singgih (2007:109) dalam bukunya Psikologi Remaja, pola asuh orang tua adalah sikap dan cara orang tua dalam

mempersiapkan anggota keluarga yang lebih muda termasuk anak supaya dapat mengambil keputusan sendiri dan bertindak sendiri

sehingga mengalami perubahan dari keadaan bergantung kepada orang tua menjadi berdiri sendiri dan bertanggung jawab sendiri.

Menurut Baumrind dalam buku Psycho Islamic Smart Parenting

Muallifah bahwa pola asuh merupakan parental control, yakni bagaimana orang tua mengontrol, membimbing, dan mendampingi

anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan menuju pada pendewasaan (Muallifah, 2009:42).

Monks dkk memberikan pengertian pola asuh sebagai cara yaitu

ayah dan ibu dalam memberikan kasih sayang dan cara mengasuh yang mempunyai pengaruh besar bagaimana anak melihat dirinya dan

lingkungannya. Penelitian ini menunjukkan bahwa pola asuh adalah penting dalam upaya menyediakan suatu model perilaku yang lebih lengkap bagi anak. Peran orang tua dalam mengasuh anak bukan saja

penting untuk menjaga perkembangan jiwa anak dari hal-hal yang negatif, melainkan juga untuk karakter dan kepribadiannya agar

menjadi insan spiritual yang selalu taat menjalankan agamanya (Illahi, 2013:134).

(35)

Bagaimana cara ayah dan ibu memberikan disiplin, hadiah, hukuman, pemberian perhatian, dan tanggpan-tanggapan lain berpengaruh pada

pembentukan kepribadian anak. Hal ini karena ayah dan ibu merupakan model awal bagi anak dalam berhubungan dengan orang

lain (Illahi, 2013:135).

Menurut Baumrind yang dikutip oleh Yusuf dalam bukunya Psikologi Pekembangan Anak dan Remaja mengemukakan perlakuan

terhadap anak dapat dilihat dari: a. Cara orang tua mengontrol anak.

b. Cara orang tua memberi hukuman. c. Cara orang tua memberi hadiah. d. Cara orang tua memerintah anak.

e. Cara orang tua memberikan penjelasan kepada anak.

Jadi yang dimaksud dengan pola asuh orang tua yaitu sikap dan

cara yang digunakan orang tua ayah dan ibu dalam membina, mendidik, dan mengasuh anak baik secara langsung ataupun tidak langsung.

Mendidik secara langsung yakni bentuk asuhan orang tua yang berkenaan dengan pembentukan kepribadian, kecerdasan, dan

keterampilan yang dilakukan secara sengaja, baik berupa perintah, larangan, hukuman, dan pemberian hadiah sebagai alat pendidikan.

(36)

orang tua, keluarga dan masyarakat. Namun setiap orang tua memiliki cara berbeda-beda dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya.

Pola asuh orang tua yang lengkap dalam rumah tangga akan lebih maksimal dalam mengurus dan mendidik anaknya di rumah. Namun

beda hal nya dengan pola asuh ayah yang memiliki peran ganda, selain menjadi kepala keluarga untuk mencari nafkah ia juga dituntut untuk menjadi ibu dalam mengurus dan mendidik anaknya. Dan waktu untuk

keluargapun berkurang dengan kesibukannya di luar rumah. b. Dasar dan Fungsi dalam Pengasuhan Anak.

1. Al-Qur‟an Surat At-Tahrim ayat 6

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan

keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya, kepada

mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya.”(QS.

At-Tahrim: 6) (Departemen Agama, 2011:560).

2. Al-Qur‟an Surat Thaha ayat 132

(37)

Artinya: “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meimnta rezeki kepadamu, kamilah yang memberi rezeki kepadamu, dan akibat

(yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.”(QS. Thaha: 132)

(Departemen Agama, 2011:312).

Artinya: “Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)

kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. 9999Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang

ibu-bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”(QS. Luqman: 14)

(Departemen Agama, 2011:411).

Dari beberapa ayat diatas menjelaskan, bahwa Allah

memerintahkan bagi orang-orang yang beriman untuk saling menjaga keluarganya dari api neraka. Orang tua dan anak memiliki kewajiban dan tugasnya masing-masing. Orang tua bertugas untuk mendidik dan

mengajarkan anak-anaknya kepada kebaikan dan berperilaku sesuai dengan perintah agama serta memerintahkan anak untuk mengerjakan

shalat. Begitupun sebaliknya kewajiban anak kepada orang tua yaitu harus sopan santun dan berbuat baik kepada kedua orang tua.

Menurut (Syafei, 2006:43) kewajiban orang tua dalam mengasuh

anak usia sekolah dasar antara lain:

a. Anak diminta untuk semakin membiasakan diri melakukan hal-hal

(38)

1) Memilihara, menyimpan, dan menggunakan sarana belajarnya dengan tertib.

2) Mematuhi kapan ia harus belajar, bermain, tidur siang, tidur malam, dan bangun pagi.

b. Terhadap tugas dan kewajiban di rumah, orang tua sebaiknya mulai memberi “jatah” secara wajar sebagai berikut:

1) Menyapu halaman, mentiram bunga, memberi makan hewan

peliharaan, merapikan tumpukan koran/majalah, dan lain-lain. 2) Membeli keperluan dapur di warung yang dekat dengan rumah.

c. Berkenaan dengan Agama

1) Mulai menyuruh anak untuk mulai melaksanakan perintah agama dan menjauhi larangan-larangan agama.

2) Mengajak mereka untuk bersama-sama menjalankan perintah agama.

d. Berkenaan dengan kamar atau tempat tidur, seyogyanya kita sebagai orang tua sudah mulai memberi “jatah” untuk anak-anak

sendiri. Hal ini dimaksudkan agar terjadi hal-hal berikut:

1) Anak bisa dididik untuk bertanggung jawab atas kebersihan, keindahan, dan ketertiban tempat tidur masing-masing.

(39)

e. Dalam hal menanamkan rasa tanggung jawab hidup bermasyarakat dan berlingkungan, ada baiknya jika anak kita ajak untuk turut serta

bekerja bakti membersihkan lingkungan dan yang lainnya. f. Bertanya kepada anak tentang sesuatu, seperti berikut:

1) Bagaimana keadaan di sekolah. 2) Apa yang dilihat di tempat rekreasi. 3) Pelajaran yang diterima anak pada hari itu.

c. Model-model Pola Asuh Orang Tua

Metode pola asuh yang digunakan oleh orang tua kepada anak

menjadi faktor utama yang menentukan potensi dan karakter seorang anak. Ada banyak jenis-jenis pola asuh yang sering menjadi pedoman bagi siapa saja yang ingin mencetak generasi paripurna untuk

diandalkan bagi kemajuan bangsa ke depan. Jenis pola asuh orang tua ini memiliki karakteristik dan ciri khas yang berbeda.

Berkaitan dengan jenis-jenis pola asuh orang tua, Baumrind mengkategorikan pola asuh menjadi tiga jenis yaitu (a) pola asuh otoriter (Authoritarian), (b) pola asuh demokratis (Authoritative), dan

(c) pola asuh permisif (permissive). Tiga jenis pola asuh menurut Baumrind ini hampir sama dengan jenis pola asuh menurut Hurlock

juga Hardy & Heyes, yaitu (a) pola asuh otoriter, (b) pola asuh demokratis, (c) pola asuh permisif. Pola asuh otoriter memiliki ciri

(40)

mendorong anak untuk membicarakan apa yag diinginkan. Pola asuh permisif mempunyai ciri orang tua memberikan kebebasan penuh pada

anak untuk berbuat.

Melalui pola asuh yang dilakukan oleh orang tua, anak belajar

tentang banyak hal, termasuk karakter. Pola asuh otoriter (yang cenderung menuntut anak untuk patuh terhadap segala keputusan orang tua) dan pola asuh yang permisif (yang cenderung memberikan

kebebasan penuh pada anak untuk berbuat) sangat berbeda dampaknya dengan pola asuh demokratis (yang cenderung mendorong anak untuk

terbuka, namun bertanggung jawab dan mandiri) terhadap hasil pendidikan karakter anak. Artinya bahwa ketiga jenis pola asuh yang diterapkan oleh orang tua terhadap anaknya menentukan keberhasilan

dalam pendidikan karakter anak oleh keluarga (Muslich, 2011:101). Adapun beberapa tipe pola asuh menurut Diana Baumrind dikutip

oleh Dariyo, menjelaskan bahwa jenis pola asuh sebagai berikut: a. Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis ini pola asuh dimana orang tua

mendorong anak untuk mandiri namun orang tua tetap memberikan batasan dan kendali pada tindakan anak. Orang tua yang

menerapkan pola asuh ini biasanya menunjukkan sifat kehangatan dalam berinteraksi dengan anak dan memberikan kasih sayang

(41)

akan terlihat dewasa, mandiri, ceria, bisa mengendalikan dirinya, berorientasi pada prestasi, dan bisa mengatasi stres dengan baik.

Selain hal yang dipaparkan diatas, mengasuh dan mendidik anak dengan cara demokratis yaitu orang tua memberikan

pengakuan terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak bergantung kepada orang tua. Orang tua memberi kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang terbaik bagi

dirinya, mendengarkan pendapat anak, dan terutama yang menyangkut kehidupan anak itu sendiri. Seperti firman Allah QS.

Ali-Imran/03:159:

lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai

orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”(QS. Ali

-Imran/03:159) (Tim Al-Huda, 72).

(42)

1) Orang tua menjadikan dirinya sebagai model panutan bagi anak.

2) Orang tua hangat dan berupaya membimbing anak. 3) Orang tua melibatkan anak dalam membuat keputusan.

4) Orang tua berwewenang untuk mengambil keputusan akhir dalam keluarga.

5) Orang tua menghargai disiplin remaja (Mahmud, 2003:6).

Ciri-ciri pola asuh demokratis menurut Syaiful (2014:61)

adalah sebagai berikut:

1) Orang tua selalu menyelaraskan kepentingan dan tujuan pribadi dengan kepentingan kepentingan anak.

2) Orang tua senang menerima pendapat, saran, dan kritikan dari anak.

3) Orang tua selalu berusaha untuk menjadikan anak lebih sukses darinya.

4) Mentolerir ketika anak membuat kesalahan dan memberikan

pendidikan kepada anak agar jangan melakukan kesalahan lagi tanpa mengurangi daya kreativitas, inisiatif, dan prakarsa

dari anak.

Penelitian yang menunjukkan gaya pengasuhan demokratis

(43)

dan anak membantu meminimalkan masalah yang timbul. Selain itu, kebanyakan studi menunjukkan bahwa kesejahteraan berhasil

ketika anak-anak diasuh oleh orang tua demokratis (Noor, 2014:17).

Dengan pola asuh demokratis ini, anak akan mampu mengembangkan kontrol terhadap perilakunya sendiri dengan hal-hal yang diterima oleh masyarakat. Hal ini akan mendorong anak

mampu untuk berdiri sendiri, bertanggung jawab, dan yakin terhadap dirinya sendiri.

Maka, anak yang dibesarkan oleh keluarga yang bersikap demokratik, perkembangannya akan lebih luwes dan dapat menerima kekuasaan secara rasional, serta membuat anak menjadi

orang yang mau menghargai orang lain, mempunyai kepercayaan yang tinggi dan mampu bertanggung jawab terhadap kehidupan

sosialnya.

b. Pola Asuh Otoriter

Pola asuh ini orang tua membatasi anak dan memberikan

hukuman ketika anak melakukan kesalahan yang tidak sesuai dengan kehendak orang tua. Orang tua yang otoriter biasanya tidak

segan-segan memberikan hukuman yang menyakiti fisik anak, menunjukkan kemarahan kepada anaknya, memaksakan aturan

(44)

melakukan sesuatu karena takut, salah minder, dan memiliki kemampuan komunikasi yang lemah.

Pola asuh otoriter membatasi perilaku kasih sayang, sentuhan dan kedekatan emosi orang tua anak sehingga anak seakan

memiliki yang memisahkan pembatas antara orang tua dan anak. Studi yang dilakukan oleh Fagan menunjukkan bahwa keterkaitannya antara faktor keluarga dan tingkat kenakalan

keluarga, dimana keluarga yang broken home, kurangnya kebersamaan dan interaksi antara keluarga dan orang tua yang

otoriter cenderung menghasilkan remaja yag bermasalah. Pada akhirnya, hal ini berpengaruh terhadap kualitas anak (Muslich, 2011:102).

Ciri-ciri pola asuh otoriter menurut Harlock dalam (Taganing dan Fortuna 2008) menjelaskan sebagai berikut:

1) Orang tua mengharuskan anak untuk tunduk dan patuh pada keinginannya.

2) Orang tua memberikan kontrol yang sangat ketat terhadap

perilaku anak dan jarang memberikan pujian. 3) Orang tua cenderung memberikan hukuman fisik.

Menurut Syamsu (2008:51) akibat dari pola asuh otoriter anak memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

(45)

3) Pemurung tidak bahagia

4) Mudah terpengaruh dan mudah stres

5) Tidak mempunyai masa depan yang jelas 6) Tidak bersahabat

7) Rendah diri

Dengan demikian orang tua tidak hendaknya tidak memperlakukan anak secara otoriter atau memperlakukan anak

secara keras. Hal tersebut akan mengakibatkan perkembangan pribadi dan akhlak anak menjadi tidak baik.

c. Pola Asuh Permisif

Tipe pola asuh ini dimana orang tua tidak pernah berperan dalam kehidupan anak. Anak diberikan kebebasan melakukan apapun

tanpa pengawasan dari orang tua. Orang tua mengabaikan tugas inti mereka dalam mengurus anak, yang difikirkan hanya

kepentingannya saja. Menurut Hurlock dalam Aliyah (2015:102-103) bahwa pola asuh permisif merupakan adanya sikap yang longgar atau bebas dari orang tua. Orang tua tidak banyak

mengatur, tidak banyak mengontrol dan juga tidak banyak membimbing. Anak diberi kebebasan untuk mengatur dirinya

sendiri. Anak yang diasuh oleh orang seperti ini cenderung melakukan pelanggaran-pelanggaran yang ada, misalnya

(46)

memiliki harga diri yang rendah dan terasingkan dari keluarga (Dariyo, 2004:97).

Pola asuh permisif menunjukkan kepedulian dan perhatian yang kurang terhadap anak. Anak-anak tumbuh sendiri tanpa

adanya perhatian orang tua. Hal tersebut dapat menyebabkan perkembangan anak dan menjadikan anak kurang percaya diri, serta anak merasa sulit untuk memilih apa yang benar dan apa yang

salah.

Elizabeth B. Hurlock berpendapat bahwa disiplin permisif

tidak membimbing pada pola perilaku secara sosial dan tidak menggunakan hukuman. Ciri-ciri pola asuh permisif sebagai berikut:

1) Kontrol terhadap anak sangat lemah

2) Memberikan kebebasan kepada anak untuk dorongan atau

keinginannya

3) Anak diperbolehkan melakukan sesuatu yang dianggap benar oleh anak

4) Hukuman tidak diberikan karena tidak ada aturan yang mengikat

5) Kurang membimbing.

6) Kurang tegas dan kurang komunikasi.

(47)

1) Agresif

2) Menentang atau tidak dapat bekerja sama dengan orang lain.

3) Emosi kurang stabil 4) Selalu berekspresi bebas

5) Selalu mengalami kegagalan karena tidak ada bimbingan. Pola asuh permisif yang cenderung memberikan kebebasan kepada anak untuk berbuat apa saja sangat tidak kondusif bagi

pembentukan karakter anak. Dengan memberikan anak kebebasan yang berlebihan yang terkesan membiarkan anak, hal tersebut akan

membuat anak bingung dan akan salah arah.

Jadi, jenis pola asuh yang diterapkan oleh orang tua kepada anaknya akan menentukan keberhasilan dari pembentukan karakter

anak. Kesalahan dalam mendidik dan mengasuh anak dapat berakibat pada kegagalan dalam pembentukan karakter pada anak.

d. Pola Asuh Orang Tua dalam Perspektif Islam

Dalam perspektif Islam, anak merupakan anugerah Allah yang di amanahkan kepada orang tua dan wajib disyukuri. “Jika amanah itu

disia-siakan, maka tunggulah saat kehancurannya,” demikian salah satu potongan hadits nabi sebagai warning bagi orang tua dan para

pendidik untuk tidak semena-mena kepada anak-anak mereka. Salah satu wujud rasa syukur orang tua atas amanah dari Allah ini adalah

(48)

bagi mereka akan menjadi generasi berkualitas yang shalih dan shalihah (Hanan, 2005:47).

Anak adalah amanah Allah SWT yang dipercayakan kepada hamba-Nya. Setiap hamba yang dipercaya untuk menerima

amanah-Nya, memiliki tanggung jawab atas kepercayaan yang diberikan itu. Anak bukanlah miniatur orang dewasa. Salah besar bila kita memperlakukan anak seperti kita memperlakukan anak seperti kita

memperlakukan orang dewasa. Anak merupakan makhluk yang sedang mengalami perkembangan fisik dan psikologi secara cukup pesat.

Setiap tahapan perkembangan anak membutuhkan metode pendekatan yang berbeda-beda. Anak adalah pribadi yang khas yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Mereka ingin diperlakukan secara khas

pula oleh orang dewasa di sekitarnya. Anak adalah makhluk yang memiliki eksisensi, sehingga ia selalu ingin diakui keberadaannya

(Santrock, 2002:85). Salah satu tanggung jawab yang harus diberikan orang tua atas anak yang diamanahkan kepada mereka adalah pola asuh yang tepat untuk membantu pembentukan karakter anak. Hal ini

sesuai dengan konsep Islam yang tercantum dalam hadits riwayat Abu Hurairah (dalam Abdurrahman, 2004), Rasullullah SAW bersabda: “Barang siapa tidak mengasihi (anaknya), maka ia tidak akan dikasihi

(anaknya).” Dalam konteks yang luas, hadits tersebut dapa diartikan

(49)

maka harus dimulai dari orang tua yang selalu mengasih dan menyayangi anaknya (Prasetyaningrum, 2012:47-48).

Anak merupakan investasi masa depan orang tua, bukan hanya di dunia namun juga di akhirat. Anak yang sholeh akan menjadi

penyebab orang tua masuk surga, oleh karena itu pembinaan sejak dalam kandungan hingga ia lahir dan beranjak besar hingga ia dewasa nanti itu dianggap hal penting. Tugas orang tua tidak hanya

memberikan anak kebutuhan dunianya semata., namun orang tua wajib memberikan anak semua kebutuhan ukhrawinya, seperti mengajari

ajaran Islam yang benar mengenal Allah dan Rasul-Nya, serta melaksanakan semua perintah dan larangan-Nya.

Setiap orang tua pastinya menginginkan anaknya menjadi orang

yang berkepribadian baik, siap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji. Orang tua juga sebagai pembentuk pribadi yang pertama dalam

kehidupan anak dan menjadi teladan yang bagi anak-anaknya.

Pola pengasuhan anak dalam Islam dikenal dengan istilah

“hadanah” menurut para ahli fiqh “hadanah” adalah melakukan

pemeliharaan anak-anak yang masih kecil, laki-laki ataupun perempuan atau yang sudah besar, namun belum tamyiz, menyediakan

sesuatu yang menjadikan kebaikannya, menjaga dari sesuatu yang menjadikan merusaknya, mendidik jasmani, rohani serta akalnya agar

(50)

Jadi, pola asuh orang tua merupakan keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak, dimana orang tua bermaksud menstimulus

anaknya dengan merubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat agar anak lebih mandiri, tumbuh dan

berkembang secara optimal.

Secara umum tanggung jawab dan mengasuh anak merupakan tugas orang tua, dalam firman Allah SWT:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan

keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada

mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(QS. At

-Tahrim:66/6) (Departemen Agama, 2011:560).

Dalam ayat di atas terdapat kewajiban yang harus dipikul orang tua

yakni orang tua berfungsi sebagai pendidik anak dan sebagai pelindung dan pemelihara keluarga. Tugas orang tua ialah mendidik

(51)

dan mendewasakannya. Adanya kemungkinan untuk dapat dididik pada diri anak, maka orang tua menjadi wadah pertama dan paling

utama yang mampu dan berhak menolong keturunannya, serta mendidik anak-anaknya (Kartono, 2006:63).

Kewajiban orang tua ialah mendidik dan memelihara anak sebaik-baiknya. Berhasil atau tidaknya orang tua dalam mendidik anak mereka semua itu tergantung pada pola asuh yang mereka terapkan.

Orang tua tidak menginginkan anaknya terjerumus dalam hal-hal yang negatif, sehingga orang tua mencari cara terbaik untuk mengasuh

anak mereka.

Mengingat akan pentingnya peran orang tua dalam mengasuh anak, maka untuk mewujudkan semua itu bukanlah hal yang mudah,

mengingat banyak sekali faktor yang dapat mengakibatkan ketidakberhasilan pola asuh orang tua terhadap anak.

Di dalam Islam ada beberapa cara yang dapat digunakan utuk mendidik anak yaitu metode teladan sebagaimana dalam Al-Qur‟an dengan tegas menekankan pentingnya teladan, seperti dalam surat

Al-Ahzab ayat 21 bahwa Allah menyuruh kita mempelajari keteladanan Rasulullah SAW, firman Allah berbunyi:

(52)

Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri

teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak

menyebut Allah.” (Syamil Al-Qur’an, 2011:418).

Dalam ayat diatas bahwa teladan yang dapat diberikan yaitu akhlak

yang terpuji seperti sifat dermawan, berani, amanah, dan menghormati orang lain. Hal itu semua di dapat oleh anak dari orang tuanya dengan

melihat secara langsung.

Nasihat atau memberikan pengertian sangatlah penting bagi

perkembangan anak karena hal itu dapat menjadikan anak memahami dirinya dengan apa yang boleh diakukan dan tidak boleh dilakukan. Sebagaimana dalam surat Al-Lukman ayat 13 bahwasannya orang tua

harus memperlakukan tindakan dengan mencegah perbuatan tersebut, agar tidak diulang kembali. Firman Allah SWT yang berbunyi:

Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar" (Departemen Agama, 2011:411).

(53)

boleh dilakukan seharusnya benar-benar diterapkan, dan jangan sampai orang tua melanggarnya dan anak melihatnya.

2. Orang Tua Tunggal

a. Pengertian Orang Tua Tunggal (Single Parent)

Dalam Kamus Bahasa Indonesia kata orang tua tunggal terdiri dari dua kata yaitu “orang tua” dan “tunggal”. Dalam bahasa Inggris orang

tua tunggal disebut sebagai single parent yaitu orang tua dalam satu

keluarga yang tinggal sendirian yakni ayah atau ibu saja. Menurut Undang-undang Kesejahteraan Anak bahwa orang tua adalah terdiri

dari ayah dan ibu kandung. Jadi, orang tua kandung terdiri dari ayah dan ibu yang mempunyai hubungan darah dengan anak. Merekalah yang mempunyai tanggung jawab atas perkembangan, pertumbuhan,

dan pendidikan anak dari dalam kandungan hingga anak dilahirkan sampai dianggap dewasa dan mandiri (UU No. 4 Tahun 1979, Bab I,

Pasal 1 Ayat 3a). Sedangkan single parent familie (keluarga single parent) berarti keluarga yang terdiri dari ayah ibu yang bertanggung jawab mengurus anak setelah perceraian, kematian atau kelahiran anak

diluar nikah (Yusuf, 2003:36).

Jadi, dari beberapa penjelasan diatas bahwa keluarga single parent

adalah orang tua yang mengasuh anak tanpa ada pasangan baik itu ayah atau ibu dalam mengasuh, mendidik, dan membesarkan anak

(54)

keluarganya yakni sebagai seorang ayah sekaligus seorang ibu dan mempunyai tugas selain mencari nafkah juga mengasuh anak.

Keduanya itu harus seimbang agar kebutuhan anak dapat terpenuhi. b. Ayah Single Parent

Di zaman seperti sekarang ini masih banyak orang-orang yang beranggapan bahwa mengurus anak seperti memandikan bayi, menggantikan popok, memberi makan anak bukanlah hal yang umum

dilakukan oleh seorang ayah sebagaimana mestinya. Anggapan semacam ini masih melekat pada seorang ibu yang mempunyai naluri

dalam mengasuh anak.

Melihat wanita bekerja pada saat sekarang ini merupakan hal yang biasa, dibandingkan dengan zaman dahulu dimana memposisikan

wanita selalu bekerja di rumah. Sehingga seorang ayah mungkin bisa diharapkan untuk terlibat dalam mengasuh anak.

Anak-anak yang secara langsung diasuh oleh kedua orang tuanya ialah anak-anak yang beruntung karena mereka langsung mendapatkan kasih sayang yang lengkap. Dengan demikian, hal ini akan membantu

proses pendewasaan anak yang baik dan memiliki cara berfikir yang baik juga. Seseorang ayah harus memiliki kesadaran, bahwa ayah juga

turut bertanggung jawab atas pengasuhan dan pendidikan anak hingga anak itu tumbuh menjadi dewasa.

(55)

1. Berkenaan dalam belajar:

a. Anak diminta untuk membaca materi dari sekolah.

b. Mengingatkan anak jika lupa belajar. c. Menyemangati agar anak mau belajar.

2. Berkenaan dengan sesama:

a. Mengajarkan menolong, menghormati, dan mengasihi. b. Memberi teladan yang baik bagi anak.

3. Berkenaan dengan Agama

a. Mengajak anak untuk melaksanakan kewajiban agama

bersama.

b. Membimbing anak untuk melaksanakan kewajiban agama. 4. Berkenaan dengan masyarakat

a. Menjelaskan bersikap sosial dalam masyarakat. b. Menjelaskan tentang norma-norma dalam masyarakat.

c. Mengajari anak tentang kebersihan. 5. Berkenaan dengan terhadap nusa dan bangsa

a. Memberi penjelasan kepada anak tentang kewajiban warga

negara.

b. Bercerita tentang perjuangan bangsa dalam memperoleh

kemerdekaan.

c. Tanggung Jawab Orang Tua Tunggal (Single Parent)

(56)

Memberikan perhatian, kasih sayang, menemani anak bermain hingga memenuhi psikisnya merupakan bentuk tanggung jawab seorang single

parent dalam hak-hak anaknya.

Tanggung jawab single parent menurut Willian J. Goode dalam

Salami Dwi yakni:

a. Peran ayah adalah sebagai suami, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan memberi rasa aman. Sebagai kepala

keluarga dan sebagai anggota dari kelompok sosialnya dan anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga dapat berperan

sebagai pengasuh anak-anaknya.

b. Peran ibu adalah sebagai istri dan ibu bagi anak-anak, ibu memiliki peran untuk mengurusi rumah tangganya, sebagai pengasuh dan

pendidik anak-anaknya (Salami, 2010:34). d. Strategi Pengasuhan Ayah Single Parent

Strategi menurut bahasa diartikan sebagai sebagai seni (art) melakasanakan strategi, yakni siasat atau rencana. Dalam perspektif psikologi, kata sosiologi yang berasal dari bahasa Yunani yang artinya

rencana tindakan yang terdiri atas seperangkat langkah untuk mencapai tujuan (Djamarah, 2002:67).

Pengertian strategi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, strategi memiliki arti sebagai rencana cermat mengenai kegiatan untuk

(57)

mendukung pencapaian tujuan yang telah ditetapkan (Depdiknas RI, 2003:1082).

Selain itu menurut Fathurahman dan Sutikno (2007:57), strategi adalah upaya-upaya atau tindakan-tindakan penyesuaian untuk

mengadakan reaksi terhadap situasi lingkungan tertentu, dimana tindakan secara sadar berdasarkan pertimbangan yang wajar.

Sedangkan strategi yang digunakan ayah single parent dalam

mengasuh dan mendidik anak adalah sebagai berikut: a. Pemberian Nasihat

Nasihat merupakan penjelasan tentang kebenaran dan kemaslahatan dengan tujuan menghindarkan anak yang dinasihati dari bahaya serta menunjukkannya ke jalan yang mendatangan

kebahagiaan dan manfaat. Oleh sebab itu, strategi ini hendaknya berusaha untuk menghindari larangan langsung, dan sebaiknya

orang tua menggunakan teknik-teknik seperti bercerita dan memberikan contoh langsung pada anak.

b. Keteladanan

Strategi ini merupakan strategi yang dirasa paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk moral

spiritual dan sosial anak. Strategi ini sesuai diggunakan untuk menanamkan nilai-nilai moral dan sosial anak serta pembentukan

(58)

Strategi pembiasaan merupakan suatu cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak berfikir, bersikap, bertindak sesuai

dengan ajaran agama. Strategi ini dipandang sangat praktis dalam pembinaan pembentukan karakter anak untuk meningkatkan

pembiasaan-pembiasaan dalam melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya (La Hadisi, 2015:63)

d. Reward dan Punishment

Reward menurut M. Ngalim Purwanto (2006:182) bahwa

penghargaan (reward) adalah alat untuk menddidik anak-anak

supaya anak dapat merasa senang karena perbuatan atau pekerjaannya mendapat penghargaan. Penghargaan harus memiliki nilai mendidik. Mendidik disini bukan hanya dalam bidang

akademik namun juga mendidik dalam bertingkah laku yang baik.

Punishment menurut M. Ngalim Purwanto (2006:186)

berpendapat bahwa punishment atau hukuman merupakan penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang (orang tua, guru, dan sebagainya) sesudah terjadi suatu

pelanggaran, kejahatan, atau kesalahan.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pemberian

hadiah diharapkan anak akan berusaha berperilaku disiplin dan berperilaku yang baik. Sedangakan pemberian hukuman diberikan

(59)

e. Sebab-sebab Terjadinya Orang Tua Tunggal (Single Parent) Orang tua yang sering disebut dengan istilah single parent adalah

orang tua tunggal dimana hanya ayah atau ibu saja. Ada banyak yang faktor penyebab yang mengakibatkan peran orang tua yang lengkap

menjadi tidak sempurna. Menurut Diana sebab-sebab terjadinya orang tua tunggal antara lain:

1. Apabila pasangan hidup kita meninggal dunia, otomatis hal itu

akan meninggalkan kita sebagai orang tua tunggal.

2. Perceraian, dimana timbul ketidak harmonisan dalam keluarga

yang disebabkan adanya perbedaan pendapat atau timbulnya perselisihan yang tidak mungkin adanya jalan keluar, dan bisa terjadi karena masalah ekonomi, pekerjaan, perselingkuhan,

perbedaan agama, serta aktifitas suami istri di luar rumah yang mengakibatkan kurangnya komunikasi.

3. Orang tua masuk penjara, dapat disebabkan karena melakukan tindakan kriminal, pengedar narkoba atau tindak pidana korupsi sehingga sekian lama tidak bertemu dengan keluarga.

4. Kerja di luar daerah atau di luar negeri, hal ini merupakan cita-cita untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik lagi dan

menyebabkan salah satu orang tua meninggalkan daerahnya, terkadang hingga ke luar negeri (Baumrind, 2010:76).

(60)

Setiap orang tua memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Sehingga menyebabkan terjadinya pola asuh yang berbeda-beda

terhadap anak. Orang tua yang baik yaitu orang tua yang mengerti bagaimana mengasuh anak dengan baik dan benar.

Adapun faktor yang mempengaruh pola asuh anak adalah (Edwards, 2006):

1. Pendidikan Orang Tua

Pendidikan dan pengalaman orang tua dalam merawat anak

akan mempengaruhi persiapan mereka menjalankan pengasuhan, seperti terlibat aktif dalam setiap pendidikan anak, mengamat segala sesuatu dengan berorientasi pada masalah anak, selalu

berupaya menyediakan waktu untuk anak-anak dan menilai perkembangan fungsi keluarga dan kepercayaan anak.

2. Lingkungan

Lingkungan banyak mempegaruhi perkembangan anak, maka tidak mustahil jika lingkungan juga ikut serta mewarnai pola-pola

pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anaknya. 3. Budaya

Seringkali orang tua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengaus anak, kebiasaan-kebiasaan masyarakat

(61)

dianggap berhasil dalam mendidik anak kearah kematangan (Putri&Elvi, 2012:23).

3. Tinjauan Umum Tentang Tenaga Kerja Indonesia a. Pengertian Tenaga Kerja Indonesia

Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa tenaga kerja adalah “Setiap orang

yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.”

Pengertian tenaga kerja menurut Undang-undang No. 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan sejalan dengan pengertian tenaga kerja menurut konsep ketenagakerjaan pada umunya sebagaimana yang ditulis oleh Payaman J. Simanjuntak (1985: 2) bahwa pengertian

tenaga kerja atau manpower adalah mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari kerja dan yang melakukan

pekerjaan lain seperti sekolah dan mengurus rumah tangga (Husni, 2016:28). Sedangkan pekerja/buruh menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 angka 3 menyebutkan “Setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.”

Jadi, tenaga kerja merupakan tiap-tiap orang yang mampu

melaksanakan suatu pekerjaan yang dapat mengahsilkan barang atau jasa guna memenuhi kebutuhan sendiri atau masyarakat.

(62)

Zaman sebelum kedatangan Islam adalah zaman jahiliyah, dimana zaman itu kaum wanita pada umumnya hidup dalam keadaan tertindas,

khususnya di lingkungan komunits Arab. Dan tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kondisi wanita sebelum kedatangan Islam tidak

mendaptkan hak apapun. Mereka lebih bergantung pada kebaikan laki-laki untuk melanjutkan kebahagiaan mereka. Oleh karena itu, wanita tidak pernah bisa untuk melakukan lebih apalagi bekerja setara dengan

kaum laki-laki.

Pembahasan yang menyangkut keberadaan perempuan di dalam

rumah dapat bermula dari surat al-Ahzab ayat 33 yang berbunyi: “Dan

tetaplah kamu dirumahmu dan janganlah kamu berhias seperti berhias

orang-orang jahiliah dahulu.”

Ayat ini yang dijadikan dasar dan pedoman untuk menghalangi wanita keluar rumah. Ayat tersebut merupakan isyarat yang

memerintahkan pada wanita untuk menetap di dalam rumah saja, dan melakukan tugas-tugas domestik. Namun ketika Islam datang, paradigma tentang wanita dirubah. Dihapuslah semua kedzaliman itu

dari kaum wanita dan mereka kembali diakui sebagai manusia, dan konsep rumah tangga tidak lagi diskriminatif. Sebagaimana yang

disebutkan dalam sebuah hadist yang berbunyi: “Allah telah

mengijinkan bagi kamu sekalian (para wanita) keluar (dari rumah)

(63)

Albert Berry (1987) dalam tulisannya mengenai pasar kerja dan modal manusia dalam Less Developing Countries (LDCs)

mengemukakan bahwa partisipasi tenaga kerja wanita dalam perekonomian sangat relevan untuk dianalisis karena beberapa alasan:

pertama, wanita merupakan faktor penentu partisipasi yang penting dalam perekonomian saat ini. Kedua, tinggi rendahnya partisipasi tenaga kerja wanita akan mempengaruhi distribusi pendapatan

perseorangan dan keluarga dan pendidikan kaum wanita. Ketiga, di samping alasan seperti itu, dapat pula ditambahkan pada kenyataannya

urbanisasi kaum wanita sekarang ini dari desa ke kota secara proporsional bertambah, tidak saja karena takut pada suami namun juga dari golongan usia muda (15-24 tahun), yang ingin mandiri

(

http://www.suduthukum.com/2016/08/tenaga-kerja-wanita-dalam-pandangan.html. Diunduh pada tanggal 06 Maret 2018 pukul 20:38.)

Tidak menutup kemungkinan seorang wanita untuk mengembangkan usaha dan profesi untuk meniti karir tanpa mengurangi fitrah dan fungsi serta kewajibannya sebagai istri dan ibu

rumah tangga. Kini dengan kemajuan dan peradaban telah membentuk kaum wanita menjadi apa yang diharapkan masyarakat dalam dunia

kerja. Sehingga pada dasarnya wanita dapat bekerja tidak hanya di dalam rumah, namun di luar rumah wanita juga bisa mendapatkan

(64)

keahliannya. Namun, disisi lain tugas wanita adalah mengandung, melahirkan, dan mengasuh anak.

Dengan demikian wanita tidak hanya mempunyai peran ganda, tetapi mempunyai “multifungsi” (laki-laki dan perempuan), bekerja

dan mengurus rumah tangga. Dan tugas wanita terasa lebih berat dari pada pria. Namun hal ini akan terasa lebih ringan bilamana dikerjakan secara bersama-sama.

c. Kendala dan Pemecahan yang Dihadapi dalam Keluarga TKI/TKW

1. Aspek Pendidikan Formal

a. Kurangnya Motivasi Belajar Anak

Kurangnya motivasi ataupun dukungan dari keluarga terhadap pendidikan anak. Orang tua yang memiliki pendidikan rendah. Kurangnya pengalaman mendidik anak

inilah yang membuat mereka kurang memotivasi belajar anak (Tim PSGK, 2007:64).

Orang tua yang kurang memotivasi belajar anak, mereka menganggap bahwa pendidikan bukanlah hal yang utama,

(65)

lemahnya motivasi pada diri anak sendiri, mereka akan menganggap bahwa dirinya bodoh dan tidak memperdulikan

pendidikannya.

b. Kurangnya Kepedulian Orang Tua Terhadap Pendidikan

Anak

Kurangnya kepedulian orang tua terhadap pendidikan anak diwujudkan oleh pandangan orang tua yang menganggap

bahwa bersekolah tinggi tidak akan menjamin masa depan anak. Orang tua menganggap pendidikan itu tidak penting

karena ukuran keberhasilan dalam masyarakat pada umumnya bersifat material. Kaum terdidik akan bersifat positif pada pendidikan sebab memandang pendidikan sebagai investasi

yang mendatangkan keuntungan material. Sebaliknya mereka yang berpandangan matrealistis cenderung mengaitkan

pendidikan dengan pemenuhan kebutuuhan materi (Muna, 2007:86).

Orang tua yang menganggap pendidikan merupakan hal

yang tidak utama membuat anak-anak mereka tidak mau belajar dan tidak mementingkan sekolahnya. Anak-anak yang

hanya memiliki orang tua tunggal sementara ini tidak seperti anak-anak lainnya yang memiliki pengawasan khusus dari

(66)

kewajiban bagi anak-anak usia mereka namun sekolah merupakan kegiatan yang harus dilakukan di usia mereka.

2. Pengasuhan Anak Selama Ditinggal Ibu Menjadi TKW

a. Siapa saja yang berperan dalam pengasuhan anak selama

ibu menjadi TKW

Ada beberapa pengganti yang berperan dalam mengasuh anak-anak TKW yaitu bapak, nenek, ataupun kakek. Sebagian

besar anak TKW diasuh oleh kakeknya ataupun neneknya ketika ditinggal ibu yang menajdi TKI/TKW. Biasanya juga

melibatkan anak yang tua untuk membantu suami mengerjakan pekerjaan domestik. Pada umumnya anak yang ditinggal ibunya berusia dua setengah tahun dengan pertimbangan

bahwa si A sudah dapat berjalan, berbicara, dan disapih dari menyusui ibu.

b. Problem pengasuhan anak yang dirasakan oleh figur pengganti bapak/ibu

Ada beberapa problem pengasuhan yang dialami anak dan

keluarga TKI/TKW yang pertama yaitu persoalan kualitas pengasuhan dimana pengasuh mengalami kesulitan dalam

mengendalikan perilaku anak, anak tidak memperoleh pengasuhan secara optimal, anak tidak mengenali ayah/ibunya

Gambar

Gambar 4. Proses Analisis Data
Gambar 2. Triangulasi teknik pengumpulan data.
gambar dibawah ini.
Tabel 4.1. Penduduk Desa Patutrejo Kecamatan Grabag
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Latihan Combination Zig-Zag Drill (X) terhadap kelincahan (Y) pada pemain SSB Yapora Pratama U-12

Metode studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan teori dan pengetahuan yang mendukung dalam melakukan perancangan sistem basisdata ini.. Metode fact-finding dilakukan

Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang- undangan dan

Anggota Bidang Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Teknik USU (PEMA FT-USU), Periode 2015-2016. Vice President Logistic Organizing Committee Youth

Pengaruh perlakuan sumber asap terhadap kadar lemak ikan gabus asap menunjukan hasil penggunaan tempurung kelapa (B2) dan penggunaan sumber asap kayu pelawan (B1) berbeda

Fasade bangunan pada tampak tersebut merupakan arsitektur rumah panggung serta bentuk atap perisai dan terdapat kantilever yang disangga dengan menggunakan konsol

97.460.000,- ( Sembilan Puluh Tuiuh Juta Empat Ratus Enam Puluh Ribu Rupiah) sudah termasuk pajak dan pungutan

Gambar 5.13 Form Master Jenis Biaya Gambar 5.13 merupakan form master Jenis Biaya yang digunakan untuk mencatat jenis biaya apa saja yang ada pada perusahaan untuk transaksi