• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep di kalangan orang tua murid kelompok bermain dan taman kanak-kanak di Kecamatan Umbulharjo - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evaluasi pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep di kalangan orang tua murid kelompok bermain dan taman kanak-kanak di Kecamatan Umbulharjo - USD Repository"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PEMILIHAN DAN PENGGUNAAN OBAT SELESMA TANPA RESEP DI KALANGAN ORANG TUA MURID KELOMPOK BERMAIN

DAN TAMAN KANAK-KANAK DI KECAMATAN UMBULHARJO

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Faila Sufa Sasono Putri NIM : 988114140

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2006

(2)
(3)
(4)

HALAMAN PERSEMBAHAN

life without a friend is

death without a witness

r i dhar r abbi f i i r i dhal

waal i di was uk ht hur r abbi f i i

s uk ht hi l waal i di

(HR Tirmidzi dan Hakim)

Kupersembahkan untuk: Allah SWT dan Nabi Muhammad saw Ibu-Bapakku, ungkapan rasa hormat dan baktiku Suami dan anak-anakku,

ungkapan rasa cintaku Saudara-saudaraku dan Almamaterku

(5)
(6)

PRAKATA

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT serta sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW karena telah dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Evaluasi Pemilihan dan Penggunaan Obat Selesma Tanpa Resep Di Kalangan Orang Tua Murid Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak di Kecamatan Umbulharjo. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan Strata Satu (S1) Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak Drs. A. Yuswanto, S.U., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing sekaligus penguji yang telah memberikan bimbingan, saran dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan kritik dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan kritik dalam penyusunan skripsi ini.

(7)

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Farmasi USD atas ilmu yang telah diberikan.

6. Walikota Yogyakarta dan Ketua Bappeda DIY atas ijin yang diberikan untuk melakukan penelitian di Kecamatan Umbulharjo.

7. Dinas P dan P kota Yogyakarta atas kesempatan yang diberikan untuk melakukan penelitian di Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak di Kecamatan Umbulharjo.

8. Kepala Sekolah dan Guru Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak di lima Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak-Kanak-Kanak di Kecamatan Umbulharjo atas bantuannya dalam penelitian.

9. Orang tua murid Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak di Kecamatan Umbulharjo atas partisipasinya dalam pengisian kuisioner. 10. Bapak Djoko Sasono Putranto dan Ibu Tri Irianti tercinta selaku orang

tua penulis, terima kasih atas segala limpahan kasih sayang, doa dan kesabaran.

11. Bapak H.M Syadhali, BA dan Ibu Sugiarti tercinta selaku bapak dan ibu mertua penulis atas doa dan kasih sayangnya.

12. My husband tercinta Nur Machmud yang selalu menemani hari-hariku dalam suka dan duka. Terima kasih atas pengertian dan kesabaranmu. 13. Buah hatiku tercinta Arya dan Iqbal yang selalu menghiasi hari-hariku

dengan tawa ceria, tangis dan kemanjaan.

14. Saudara-saudaraku tersayang Erik, Zia, Mas Feri dan Mbak Dewi atas kasih sayang dan motivasinya.

(8)

15. Teman-teman seperjuangan Mbak Rita, Mbak Cicil, Mbak Kiki, Ira, Sari, Rini, Kiky dan Dedi atas motivasi dan bantuannya.

16. Muly dan Hans atas abstraksnya.

17. Teman-teman Farmasi angkatan ’98, ’00 dan ’02.

18. Budhe Rin dan Pakdhe Edi atas bantuan moril dan materiil. 19. Woro dan Panjul atas pinjaman komputernya.

20. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini banyak kekurangannya namun penulis berharap skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Yogyakarta, Agustus 2006

Penulis

(9)

INTISARI

Orang tua adalah orang yang paling berperan dalam pengambilan keputusan pengobatan selesma pada anak. Tersedianya berbagai macam produk obat selesma tanpa resep untuk anak mendorong orang tua untuk melakukan swamedikasi untuk mengobati selesma anak dengan menggunakan obat selesma tanpa resep untuk anak.

Metodologi penelitian ini adalah non eksperimental dengan rancangan penelitian survei epidemiologik deskriptif dan pengambilan sampel secara quota sampling. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep untuk anak yang rasional. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang disebarkan kepada sejumlah orang tua murid di lima Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak di Kecamatan Umbulharjo. Analisis hasil menggunakan analisis deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden mengetahui bahwa swamedikasi dilakukan untuk mengobati penyakit ringan termasuk selesma dengan menggunakan obat selesma tanpa resep atau obat tradisional (80,23%). Sebagian besar responden mengerti bahwa selesma merupakan gejala penyakit yang dapat sembuh dengan menggunakan obat selesma tanpa resep atau obat tradisional (54,80%). Jenis terapi yang dilakukan responden untuk mengobati selesma anak adalah swamedikasi menggunakan obat tanpa resep (68,63%). Merek obat yang paling banyak digunakan adalah Anakonidin® (25,56%) dalam bentuk sediaan cair (97,74%). Apotek merupakan tempat yang paling banyak dipilih responden untuk mendapatkan produk obat selesma tanpa resep untuk anak (73,68%). Sebagian besar responden menyatakan bahwa sumber informasi tentang obat selesma tanpa resep untuk anak adalah dari iklan di televisi (44,36%). Berdasarkan data responden yang mematuhi informasi yang tertera pada kemasan obat (76,69%), dapat disimpulkan bahwa pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep yang dilakukan responden sudah rasional.

Kata kunci : selesma, swamedikasi, obat tanpa resep, pemilihan dan penggunaan

(10)

ABSTRACT

Parents are decision-makers in treating common cold among paediatric patients.The availability of the various nonprescription drug promotes the self medication of common cold.

The study of paediatric nonprescription drug of common cold has been done using the non experimental survey. The aim is to evaluate the rational selection and use of the drug. The data were collected with questionaire from the subjects sampled using quota sampling method among parents in 5 playgroups and kindergartens in Kecamatan Umbulharjo. Data were analyzed descriptively.

Results of the study showed that most respondents (80.23%) knew that self medication is done to cure a non serious diseases including common cold using nonprescription drug and Indonesian traditional medicine. Most respondents (54.80%) knew that common cold is a disease symptom which can be cured using nonprescription drug or Indonesian traditional medicine. Therapy used by the parents to cure paediatric’s common cold is a self medication using nonprescription drug (68.63%). The mostly used drug was Anakonidin® (25.56%) in the liquid dosage form (97.74%). Pharmacy is the most favorable place to get the nonprescription drug (73.68%). Most respondents obtained drug information from the television advertisement (44.36%). Based on the respondents data of obeying drug information on the drug packaging (76.69%), it can be concluded the selection and use of the nonprescription drug of common cold by the respondents have been rationale.

Keywords: common cold, self medication, nonprescription, selection and use

(11)

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ……….. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN ……… iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………. iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………. v

PRAKATA ……….. vi

INTISARI ………... ix

ABSTRACT………. x

DAFTAR ISI ………... xi

DAFTAR TABEL ………... xv

DAFTAR GAMBAR ………... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ………... xviii

BAB I. PENGANTAR ……… 1

A. Latar Belakang Penelitian ………. 1

1. Permasalahan ……… 3

2. Keaslian Penelitian………. 4

3. Manfaat Penelitian………. 4

B. Tujuan Penelitian………. 5

1. Tujuan Umum……… 5

2. Tujuan Khusus………. 5

(12)

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA………. 6

A. Perilaku Sehat dan Sakit……… 6

B. Swamedikasi ………. 7

C. Obat Tanpa Resep ………. 9

D. Selesma ………. 11

1. Definisi ……….. 11

2. Penyebab ………... 12

3. Patofisiologi ……….. 13

E. Penatalaksanaan Terapi ……… 14

1. Tujuan Terapi ……… 14

2. Sasaran Terapi ………... 14

3. Strategi Terapi ………... 14

F. Pengobatan Rasional ………... 17

G. Pelayanan Informasi Obat ……….. 20

H. Keterangan Empiris ……… 22

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ……….. 23

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ……… 23

B. Definisi Operasional ………. 23

C. Tempat Penelitian ………. 24

D. Subjek Penelitian ……….. 25

E. Instrumen Penelitian ………. 26

F. Tata Cara Penelitian ……….. 27

1. Penyusunan Kuesioner ……….. 27

(13)

2. Penyebaran dan Pengisian Kuesioner ………... 28

G. Analisis Hasil ………. 29

H.Kesulitan Dalam Penelitian ………. 29

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 31

A. Karakteristik Responden ……… 31

1. Usia Responden ……… 31

2. Status Responden Dalam Keluarga ………... 32

3. Tingkat Pendidikan Responden ……… 33

4. Jenis Pekerjaan Responden ………... 33

5. Jumlah Penghasilan Responden ……… 34

B. Karakteristik Anak Responden ………... 35

1.Usia Anak Responden ……… 35

2.Frekuensi Anak Terserang Selesma Dalam Satu Bulan…………. 35

3.Lama Anak Terserang Selesma ………. 37

C. Pengetahuan Responden Tentang Swamedikasi dan Selesma ……... 37

1.Pengetahuan Responden Tentang Swamedikasi ……… 38

2.Obat yang Biasa Digunakan Dalam Swamedikasi ……… 39

3.Pengertian Selesma Menurut Responden ……….. 40

4.Pemicu Anak Terserang Selesma ……….. 41

5.Gejala Selesma Pada Anak ………... 42

D.Jenis Terapi Selesma Pada Anak ………... 43

E.Sumber Informasi Tentang Obat Selesma ……….. 46

F. Pemilihan Obat Selesma Tanpa Resep Untuk Anak ……….. 48

(14)

G.Kerasionalan Pemilihan dan Penggunaan Obat Selesma …………... 56

H.Rangkuman Pembahasan………. 63

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………... 67

A. Kesimpulan……….. 67

B. Saran………. 68

DAFTAR PUSTAKA………... 69

LAMPIRAN……….. 71

BIOGRAFI PENULIS………... 85

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Enam Tanda Peringatan yang Harus Dicantumkan Sesuai

Dengan Penggunaannya ……….. 11

Tabel II. Usia Orang Tua Murid KB dan TK di Kecamatan Umbulharjo ………. 31

Tabel III. Tingkat Pendidikan Orang Tua Murid KB dan TK di Kecamatan Umbulharjo ……….. 33

Tabel IV. Jenis Pekerjaan Orang Tua Murid KB dan TK di Kecamatan Umbulharjo ………. 34

Tabel V. Jumlah Penghasilan Orang Tua Murid KB dan TK di Kecamatan Umbulharjo ……….. 34

Tabel VI. Usia Anak-anak KB dan TK di Kecamatan Umbulharjo ……… 35

Tabel VII. Frekuensi Anak Terserang Selesma Dalam Satu Bulan ………. 36

Tabel VIII. Lama Anak Terserang Selesma ……….. 37

Tabel IX. Pengetahuan Responden Tentang Swamedikasi ………. 38

Tabel X. Pengertian Selesma Menurut Responden ……… 40

Tabel XI. Pemicu Anak Terserang Selesma ……… 41

Tabel XII. Gejala Selesma pada Anak ……….. 42

Tabel XIII. Jenis Obat atau Ramuan Tradisional yang Digunakan Responden Untuk Mengobati Selesma Anak ………. 46

Tabel XIV. Sumber Informasi Tentang Obat Selesma Tanpa Resep yang Digunakan Responden ……… 47

Tabel XV. Merek Obat Selesma Tanpa Resep yang Sering Digunakan Responden ………... 48

Tabel XVI. Pengelompokan Produk Obat Selesma Tanpa Resep Berdasarkan Komposisi dan Indikasi Zat Aktif ……….. 50

(16)

Tabel XVII. Alasan Responden Memilih Obat Selesma Tanpa Resep Merek Tertentu ………... 52 Tabel XVIII. Alasan Responden Memilih Bentuk Sediaan Cair ……….. 53 Tabel XIX. Alat Penakar Untuk Obat dengan Bentuk Sediaan Cair ………. 54 Tabel XX. Alasan Responden Membeli Obat Selesma Tanpa Resep di

Apotek ………. 55 Tabel XXI. Pengalaman Responden Membaca Informasi Obat pada

Kemasan ……….. 57 Tabel XXII. Pengalaman Pesponden Memahami Informasi Obat yang

Terdapat pada Kemasan ……….. 58 Tabel XXIII. Pengalaman Responden Mematuhi Informasi Obat yang

Terdapat pada Kemasan ……….. 59 Tabel XXIV. Frekuensi Pemberian Obat Sampai Sembuh ………... 60 Tabel XXV. Tindakan Responden Bila Selesma Tidak Sembuh ………. 61 Tabel XXVI. Tindakan Responden Terhadap Obat yang Masih Sisa ………... 62

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Organ Saluran Pernafasan ………. 13

Gambar 2. Status Orang Tua Murid KB dan TK di Kecamatan Umbulharjo... 32

Gambar 3. Obat yang Biasa Digunakan Dalam Swamedikasi ……… 39

Gambar 4. Jenis Terapi Selesma pada Anak ………... 43

Gambar 5. Jenis Obat yang Digunakan Dalam Pengobatan Selesma Anak …... 45

Gambar 6. Bentuk Sediaan Obat Selesma Tanpa Resep yang Digunakan Responden ………. 53

Gambar 7. Tempat Responden Membeli Produk Obat Selesma Tanpa Resep… 55 Gambar 8. Pengalaman Responden Membeli Obat Utuh Dengan Kemasannya………... 56 Gambar 9. Keadaan Anak Responden Setelah Menggunakan Obat Selesma…. 60

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Kuesioner ………... 71

Hasil Wawancara ………... 77

Rekapitulasi Jawaban Responden ……….. 78

Surat Ijin Penelitian dari BAPPEDA DIY ………. 83

Surat Ijin Penelitian dari Dinas P dan P Kota Yogyakarta ……… 84

(19)

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Selesma merupakan salah satu penyakit ringan yang sering muncul di saat pergantian musim dari kemarau ke musim hujan. Penyakit ini sering menyerang balita dan anak-anak, terutama anak usia prasekolah karena pada usia tersebut daya tahan tubuh relatif masih lemah. Gejala yang sering muncul adalah keluarnya lendir hidung, hidung tersumbat dan bersin. Pergantian musim dan seringnya mereka berinteraksi dengan anak lain di sekolah terlebih dengan anak yang terserang selesma menyebabkan kemungkinan terserang penyakit tersebut lebih besar, apalagi selesma disebabkan oleh virus yang mudah sekali menular. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan di Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak yang ada di Kecamatan Umbulharjo. Alasan lain yang mendorong peneliti melakukan penelitian di Kecamatan Umbulharjo karena jumlah Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanaknya paling banyak dibandingkan kecamatan lain di kota Yogyakarta berdasarkan data dari Dinas P dan P tahun 2004 sehingga diharapkan dapat mewakili populasi anak yang ada di Kecamatan Umbulharjo.

Kondisi sakit pada anak ini menuntut upaya dan sikap bijaksana dari orang tua untuk mencari pengobatan yang terbaik agar penyakit tidak bertambah parah dan anak cepat sembuh. Sebenarnya selesma merupakan suatu gejala penyakit yang dapat sembuh sendiri tanpa diobati (self limiting), namun bila sampai mengganggu aktivitas anak maka harus dilakukan upaya untuk mengurangi gejala yang timbul. Upaya yang dilakukan dapat berupa swamedikasi

(20)

menggunakan terapi nir obat, obat atau ramuan tradisional, obat tanpa resep maupun dengan berobat ke tenaga kesehatan.

Salah satu upaya yang dilakukan orang tua adalah dengan swamedikasi menggunakan obat tanpa resep yang dapat diperoleh di apotek, toko obat, supermarket maupun warung tanpa resep dokter. Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi gangguan kesehatan yang ringan seperti selesma. Harga obat dengan resep dokter dan biaya pelayanan kesehatan yang makin mahal serta peredaran produk obat tanpa resep yang makin pesat mendorong orang tua untuk melakukan swamedikasi. Dalam swamedikasi orang tua mendiagnosis sendiri penyakit yang diderita anaknya dan menentukan sendiri pengobatan yang dilakukan tanpa bantuan dari tenaga kesehatan. Swamedikasi menggunakan obat tanpa resep harus dilakukan dengan tepat dan rasional, agar tidak terjadi pemborosan biaya pengobatan dan terhindar dari dampak negatif yang disebabkan karena penggunasalahan obat. Dalam pemilihan obat untuk swamedikasi orang tua harus mengetahui penyebab penyakit anaknya. Hal ini berkaitan dengan pemilihan obat yang tepat, karena pemilihan dan penggunaan obat yang sesuai dan tepat akan memberikan manfaat yang diharapkan serta dapat memperkecil timbulnya efek yang tidak diinginkan.

(21)

didesain dan diatur pemakaiannya untuk balita dan anak-anak. Orang tua harus teliti dan selektif dalam memilih obat, yaitu dengan memilih obat yang sesuai dengan gejala penyakit dan disertai informasi yang lengkap dan memadai. Pemilihan obat jangan dilakukan hanya karena bentuk, rasa dan kemasan obat yang menarik saja, agar pengobatan yang dilakukan rasional dan tidak ada penggunasalahan obat.

Hal ini menarik untuk diteliti, karena pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep yang dilakukan oleh orang tua untuk mengobati selesma anak sangat menentukan keberhasilan pengobatan yang rasional.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dari penelitian ini sebagai berikut :

a.seperti apakah pengetahuan responden tentang swamedikasi dan selesma pada anak?

b.apakah jenis terapi yang dilakukan responden untuk mengobati selesma anak dan alasan apakah yang mendasari responden memilih jenis terapi tersebut? c.bagaimana pemilihan obat selesma tanpa resep untuk anak, meliputi: merek

obat, komposisi zat aktif obat, bentuk sediaan dan tempat memperoleh obat selesma tanpa resep tersebut?

d.dari manakah responden mendapatkan informasi tentang obat selesma tanpa resep?

(22)

2. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai pengobatan sendiri dengan obat selesma tanpa resep sudah pernah dilakukan oleh Kusumaningrum (2000) yang menguraikan tentang pertimbangan mahasiswa Universitas Sanata Dharma dalam pemilihan obat selesma dan Papilaya (2003) serta Sulistyowati (2004) yang menguraikan tentang penilaian iklan obat selesma di TV di kalangan pengunjung apotek. Perbedaan dengan penelitian ini adalah subjek penelitian, lokasi penelitian dan penelitian ini lebih menguraikan tentang pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep untuk anak yang dilakukan oleh orang tua.

3. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan deskripsi yang jelas tentang pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep untuk anak oleh orang tua di Kecamatan Umbulharjo.

b. Manfaat praktis

(23)

B. Tujuan Penelitian 1.Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep untuk anak yang dilakukan oleh orang tua di Kecamatan Umbulharjo.

2.Tujuan Khusus

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

a. pengetahuan orang tua tentang swamedikasi dan selesma pada anak.

b. jenis terapi yang dilakukan orang tua untuk mengobati selesma anak dan alasan yang mendasari pemilihan jenis terapi tersebut.

c. pemilihan obat selesma tanpa resep, meliputi: merek obat, komposisi zat aktif obat, bentuk sediaan dan tempat memperoleh obat selesma tanpa resep.

d. sumber informasi tentang obat selesma tanpa resep.

(24)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Perilaku Sehat dan Sakit

Masyarakat awam mengartikan sehat sebagai keadaan tubuh yang enak, nyaman, gembira dan dapat melakukan kegiatan sehari-hari, sedangkan sakit diartikan sebagai keadaan tubuh yang mengalami gangguan yang menimbulkan perasaan tidak enak, tidak nyaman dan sebagainya. Konsep sehat-sakit ini berlaku sama bagi anak-anak maupun orang dewasa, hanya gejalanya yang berbeda (Notoadmodjo, 2003).

Pengertian penyakit (disease) adalah suatu bentuk reaksi biologis terhadap suatu organisme, benda asing atau luka. Hal ini merupakan suatu fenomena yang objektif yang ditandai oleh perubahan fungsi-fungsi tubuh sebagai organisme biologis, sedangkan sakit (illness) adalah penilaian seseorang terhadap penyakit sehubungan dengan pengalaman yang langsung dialaminya. Hal ini merupakan fenomena subjektif yang ditandai dengan perasaan tidak enak (Notoadmodjo, 2003).

Perilaku sehat adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh orang yang merasa sehat untuk mencegah penyakit atau mendeteksi penyakit sebelum keluarnya gejala. Perilaku sakit adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh orang yang merasa sakit untuk menjelaskan keadaan kesehatannya dan mendapatkan pengobatan yang sesuai (Supardi,1999).

(25)

Lima konsep yang berguna untuk analisis perilaku sakit adalah:

1. shopping atau proses mencari beberapa sumber yang berbeda dari medical care untuk satu persoalan atau yang lain.

2. fragmentation atau proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi yang sama.

3. procrastination atau proses penundaan pencarian pengobatan gejala yang

dirasakan.

4. self medication atau mengobati sendiri dengan menggunakan berbagai ramuan atau obat-obatan yang dinilai tepat baginya.

5. discontinuity atau proses penghentian pengobatan (Notoadmodjo, 2003).

B. Swamedikasi

Dari Riset Rumah Tangga yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan RI, didapat data kuantitatif tentang perilaku masyarakat terhadap timbulnya gejala penyakit antara lain: dibiarkan 5%, diobati dengan cara sendiri 5%, diobati dengan jamu 9%, memakai obat bebas 63% dan pergi ke dokter atau puskesmas 18%. Dari data tersebut ternyata prosentase penderita sakit yang melakukan swamedikasi menggunakan obat bebas adalah paling besar. Kenyataan tersebut dapat dijadikan salah satu dasar kebijakan dalam membina kesehatan masyarakat pada umumnya (Sartono,1993b).

(26)

misalnya selesma, demam, sakit kepala, diare, sembelit, maag, gatal-gatal, infeksi jamur kulit dan lain-lain (Anonim,2001).

Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengobati penyakit yang sudah biasa dialami dengan menggunakan terapi nir obat, obat atau ramuan tradisional, obat modern atau cara lain tanpa petunjuk dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Tujuan swamedikasi antara lain untuk peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit ringan dan pengobatan rutin penyakit kronis setelah perawatan dokter. Peranan swamedikasi adalah untuk penanggulangan secara cepat dan efektif keluhan yang tidak memerlukan konsultasi medis, mengurangi beban pelayanan kesehatan pada keterbatasan sumber daya dan tenaga serta meningkatkan keterjangkauan pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang jauh dari puskesmas (Supardi,1997).

Swamedikasi menggunakan obat tanpa resep pada umumnya didasarkan atas pengalaman masa lalu maupun informasi dari keluarga atau lingkungan sekitar. Selain itu, saat ini semakin banyak obat-obat tanpa resep yang dipromosikan melalui iklan di media cetak, elektronik maupun billboard yang disertai dengan informasi dan bujukan yang kadang menarik konsumen bahkan menyesatkan. Konsumen harus benar-benar selektif dalam memilih obat sesuai dengan kondisi tubuh dan penyakitnya.

(27)

4. membaca dan mengikuti keterangan atau informasi yang tercantum pada kemasan atau brosur yang terdapat dalam kemasan obat yang berisi tentang indikasi, kontraindikasi, efek samping, dosis, aturan pemakaian, cara penyimpanan, perhatian, peringatan dan informasi tentang interaksi obat dengan obat atau obat dengan makanan (Widodo, 2004).

C. Obat Tanpa Resep

Penggolongan obat berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 917/MENKES/PER/X/1993 (pasal 1 ayat 3) tentang Wajib Daftar Obat Jadi, obat digolongkan menjadi enam yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek, obat keras, psikotropika dan narkotika (Anonim, 1996). Berikut hanya dijelaskan tentang obat bebas dan obat bebas terbatas yang termasuk dalam Obat Tanpa Resep.

Obat Tanpa Resep (OTR) dapat diartikan sebagai obat modern yang dapat dibeli tanpa resep dokter atau obat yang telah ditegaskan akan aman dan manjur bagi penggunanya apabila digunakan mengikuti petunjuk penggunaan dan peringatan yang terdapat dalam kemasan obat. Dari pengertian tersebut berarti pemakai dapat bebas mendiagnosis penyakit dan memilih obat sendiri, serta pemakaian dan cara mendapatkan obat tidak diawasi oleh dokter atau apoteker.

Obat yang dapat diserahkan tanpa resep berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993 (pasal 2) harus memenuhi kriteria: 1. tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di

(28)

2. pengobatan sendiri dengan menggunakan obat yang dimaksud tidak mampu memberikan resiko pada kelanjutan penyakit.

3. penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.

4. penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.

5. obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri (Anonim, 1996).

(29)

Tabel I. Enam tanda peringatan yang harus dicantumkan sesuai dengan penggunaannya

P. no. 1 Awas! Obat Keras. Bacalah aturan pemakaiannya di dalam

Contoh: Paramex

P. no. 2 Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan.

Contoh:Listerine

Contoh: Rokok Anti Asma

P. no. 5 Awas! Obat Keras. Tidak boleh

Selesma atau common cold merupakan gabungan dari berbagai gejala yang mengganggu saluran pernafasan bagian atas, terutama selaput lendir hidung (Tietze, 2004). Selesma sering disebut juga dengan pilek karena adanya lendir hidung yang keluar, rhinitis akut karena terjadi dengan cepat, rhinitis virus karena disebabkan oleh virus (Donatus, 1997).

(30)

berat dan kadang disertai gatal pada hidung, nyeri otot dan sendi, batuk dan demam, sedangkan rhinitis alergi disebabkan karena adanya reaksi alergi dari antibodi pada mukosa hidung terhadap antigen yang terhisap. Penyebab rhinitis alergi ini antara lain debu, tungau, benang sari atau alergi terhadap udara dingin. Jika penyebab alergi dijauhi maka rhinitis alergi juga akan sembuh sendiri. Gejalanya antara lain sumbatan dan cairan nasal, gatal hidung dan bersin-bersin (Donatus, 1997).

2. Penyebab

Selesma disebabkan oleh salah satu jenis virus penyebab selesma, terutama Rhinovirus. Virus lain yang menyebabkan gejala seperti pada selesma antara lain Coronavirus, Adenovirus, Parainfluenza virus, RSV (Respiratory Syncytial Virus), Echovirus dan Cocksackievirus (Tietze, 2004).

Gejala yang timbul setelah suatu periode inkubasi singkat antara 1-3 hari biasanya berupa pilek karena adanya cairan nasal, bersin, sakit tenggorokan dan juga sakit kepala. Penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya (self-limiting) tanpa diobati apabila tidak ada komplikasi dan seringkali tidak disertai demam (Tjay & Raharja, 2002).

(31)

3. Patofisiologi

Proses infeksi virus selesma meliputi tiga tahap, yang pertama virus masuk sel semang (host) pada hidung dan mengeluarkan asam nukleat, kemudian terjadi duplikasi genom dan sintesis protein virus dengan menggunakan fasilitas sel semang, dilanjutkan dengan penyusunan partikel virus baru, kemudian dilepaskan dan akan menginfeksi sel semang yang lain, selanjutnya terjadilah peradangan (Tietze, 2004).

Beberapa kondisi yang dapat memicu timbulnya selesma antara lain daya tahan tubuh yang lemah atau menurun, pergantian musim biasanya musim dingin, usia balita dan anak-anak lebih mudah terserang selesma dan pada wanita lebih mudah terserang selesma berkaitan dengan siklus menstruasi.

Gambar 1. Organ Saluran Pernafasan E. Penatalaksanaan Terapi

GG

(32)

E. Penatalaksanaan Terapi 1. Tujuan Terapi

Selesma merupakan penyakit simptomatis yang dapat sembuh dengan sendirinya. Karena itu pengobatan yang dilakukan hanya bersifat paliatif atau meringankan gejala saja. Tetapi tidak semua gejala yang muncul harus diobati karena satu gejala yang muncul umumnya merupakan perluasan gejala sebelumnya. Selain itu, tidak semua gejala yang muncul dirasakan berat oleh penderita.

2. Sasaran Terapi

Sasaran terapi penyakit selesma adalah gejala yang dirasakan paling berat oleh penderita dan merupakan awal mata rantai gejala selesma, yaitu cairan nasal dan sumbatan nasal. Apabila kedua gejala ini dapat diringankan maka akan membatasi tekanan nasal yang menimbulkan sakit kepala dan perluasan iritasi yang merupakan penyebab munculnya rangkaian gejala berikutnya seperti sakit tenggorokan dan batuk. Oleh karena itu, sasaran terapi selesma yang utama adalah meringankan gejala cairan nasal dan sumbatan nasal. Dengan berkurangnya cairan dan sumbatan nasal, rentetan gejala berikutnya kemungkinan besar juga akan berkurang (Donatus, 1997).

3. Strategi Terapi

(33)

a. Terapi Nir Obat

Terapi nir obat dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain istirahat yang cukup, makan makanan yang bergizi, memperbanyak asupan cairan, minum minuman yang hangat atau menghirup uap air panas (Tietze, 2004). Dengan cara tersebut dalam beberapa hari mekanisme pertahanan tubuh secara alami akan kembali ke keadaan normal.

b. Terapi Obat

Terapi obat biasanya digunakan kombinasi dari beberapa obat yang mempunyai efek terapi yang berbeda-beda namun saling melengkapi. Kombinasi obat selesma biasanya berupa dekongestan nasal, analgesik-antipiretik, antihistamin, antitusif dan ekspektoran.

(34)

lain efedrin, epinefrin, fenilefrin, nafazolin, tetrahidrazolin, oximetazolin dan xilometazolin (Tietze, 2004).

Analgesik antipiretik efektif digunakan untuk mengurangi sakit kepala dan demam yang kadang menyertai gejala selesma. Beberapa analgesik antipiretik yang digunakan dalam obat selesma tanpa resep untuk anak antara lain parasetamol dan ibuprofen (Tietze, 2004).

Antihistamin berfungsi untuk menghilangkan atau mengurangi gejala yang diakibatkan oleh sekresi kelenjar lendir yang berlebihan yang menyebabkan hidung tersumbat oleh cairan lendir dan mata terasa gatal. Antihistamin menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan macam-macam otot polos yang terlepas pada saat terjadi lisis sel semang. Antihistamin juga bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitif atau keadaan lain yang disertai pelepasan histamin endogen berlebihan. Antihistamin mempunyai efek mengantuk, dan dikontraindikasikan untuk bagi penderita glaukoma, asma dan wanita yang menyusui. Antihistamin yang sering digunakan antara lain klorfeniramin maleat, deksklorfeniramin maleat, prometazin HCl, tripolidin dan lain-lain (Anonim, 1997).

(35)

F. Pengobatan Rasional

Pengobatan atau penggunaan obat yang rasional adalah pemilihan dan penggunaan obat yang efektifitasnya terjamin aman dengan mempertimbangkan harga dan efek samping dari obat yang digunakan.

Menurut WHO, pemakaian obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria: sesuai dengan indikasi penyakit, tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau, diberikan dengan dosis yang tepat, cara pemberian dengan interval waktu yang tepat, lama pemberian yang tepat, obat yang diberikan harus efektif dengan mutu yang terjamin dan aman (Anonim, 2000).

Untuk mencapai pengobatan yang rasional, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain: ketepatan diagnosis, ketepatan indikasi pemakaian obat, ketepatan pemilihan obat, ketepatan dosis, cara dan lama pemberian obat. Sedangkan aspek lain yang harus diperhatikan oleh dokter dan apoteker adalah ketepatan penilaian terhadap kondisi pasien, ketepatan pemberian informasi dan ketepatan dalam tindak lanjut (Anonim, 2000).

(36)

perhatian yaitu hal-hal apa saja yang harus diperhatikan oleh pengguna, waktu kadaluarsa yaitu waktu yang menunjukkan batas akhir obat masih memenuhi persyaratan seperti semula sehingga sebaiknya obat digunakan sebelum batas waktu tersebut (Widodo, 2004).

Penggunaan obat yang tidak rasional dapat dikategorikan antara lain:

1. peresepan berlebih yaitu penggunaan obat yang tidak diperlukan, dosis terlalu

tinggi atau pengobatan yang terlalu lama.

2. peresepan kurang yaitu tidak menggunakan obat yang sebetulnya diperlukan, dosis tidak mencukupi atau pengobatan yang terlalu singkat.

3. peresepan salah yaitu obat dipilih untuk indikasi yang tidak tepat.

4. peresepan mewah yaitu pemberian obat mahal padahal ada obat yang lebih murah.

5. polifarmasi yaitu penggunaan dua atau lebih obat padahal satu obat saja sudah

mencukupi (Donatus, 1997).

(37)

waktu memerlukan pertolongan dokter sudah dalam keadaan terlambat dan masyarakat percaya bahwa pemerintah tidak akan mengijinkan penjualan obat-obat yang berbahaya bagi kesehatan. Padahal obat-obat-obat-obat tertentu mempunyai efek samping yang dapat merugikan bagi pengguna sehubungan dengan penyakit yang diderita (Sartono,1993a).

Sehubungan dengan masalah yang dihadapi tersebut, maka hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pengguna obat-obat bebas sebelum menentukan pilihan antara lain memperhatikan dan mengenali penyakit atau gejala penyakit yang diderita, memilih obat yang paling sesuai untuk penyakitnya mengacu pada kondisi tubuh penderita, memilih obat yang mempunyai efek samping yang paling ringan, memilih bentuk sediaan yang paling nyaman dan sesuai, memilih obat yang harganya murah (Widodo,2004).

(38)

G. Pelayanan Informasi Obat

Pelayanan informasi obat sangat diperlukan menuju pengobatan yang rasional. Fungsi pelayanan apoteker di farmasi komunitas lebih ditekankan pada konsultasi dengan pasien serta pemberian informasi yang tepat guna berkaitan dengan khasiat, efek samping, peringatan dan cara pemakaian obat. Pemantauan dan penilaian terhadap hasil pengobatan juga termasuk dalam fungsi pelayanan apoteker. Hal ini perlu diterapkan pada farmasi komunitas di Indonesia (Donatus, 2000).

Salah satu sasaran tercapainya penggunaan obat yang rasional adalah diperolehnya informasi tentang obat yang berkualitas dan memadai bagi pasien, sehingga pasien dapat memutuskan tindakan apa yang terbaik bagi dirinya. Saat ini pasien menyadari bahwa mereka mempunyai hak untuk mengambil keputusan atas kesehatan dirinya sehingga diperlukan informasi yang tepat diberikan kepada pasien dalam mengambil keputusan (Setiadji, 1996).

(39)

Apoteker adalah profesi yang berada di garis depan dalam sistem pelayanan kesehatan yang diwajibkan untuk membantu pasien dalam memilih alternatif yang dibutuhkan untuk mengatasi kondisinya (Anonim, 1990). Apoteker dapat menyarankan salah satu dari tiga alternatif pilihan berikut ini kepada pasien untuk mengatasi penyakitnya berdasarkan kondisi pasien pada saat itu:

1. memberikan saran non-farmakoterapi pada pasien jika memang dinilai tidak membutuhkan obat.

2. menyarankan swamedikasi kepada pasien dengan penyakit ringan yang membutuhkan obat.

3. merujuk pasien pada profesional kesehatan lain seperti dokter atau petugas laboratorium jika memang pasien membutuhkannya (Schwartz dan Isetts, 2000).

Institusi penting dalam pelayanan pengaturan obat kepada masyarakat adalah apotek. Apotek merupakan tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi serta perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat, pelayanan atas resep dokter, pelayanan informasi obat dan pengembangan obat (Widodo, 2004).

(40)

Pelayanan informasi obat yang dibutuhkan oleh konsumen antara lain mengenai indikasi, kontraindikasi, efek samping, dosis dan aturan pakai, peringatan penggunaan obat, harga obat serta informasi mengenai pilihan obat yang tepat bagi konsumen. Apotek juga memberikan kesempatan kepada konsumen untuk berkonsultasi apabila ada keluhan atau efek yang timbul setelah pengggunaan obat tertentu (Widodo, 2004).

H. Keterangan Empiris

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang pemilihan dan penggunaan obat selesma tanpa resep untuk anak di kalangan orang tua murid Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak di Kecamatan Umbulharjo.

(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental, karena pengamatan dilakukan terhadap sejumlah variabel subjek menurut keadaan sebenarnya tanpa adanya manipulasi atau intervensi dari peneliti. Rancangan penelitian yang digunakan adalah survei epidemiologik deskriptif. Rancangan ini bertujuan untuk membuat gambaran atau deskripsi terhadap fenomena kesehatan masyarakat dalam keadaan apa adanya tanpa mencoba menganalisis bagaimana dan mengapa fenomena tersebut terjadi (Pratiknya, 1986).

B. Definisi Operasional

Beberapa konsep yang perlu didefinisikan secara operasional antara lain : 1. Responden adalah orangtua murid Kelompok Bermain dan Taman

Kanak-kanak di Kecamatan Umbulharjo yang menjadi subjek penelitian.

2. Swamedikasi adalah upaya untuk mengobati penyakit dengan menggunakan obat tradisional, obat modern maupun cara lain tanpa petunjuk dari dokter atau apoteker.

3. Jenis terapi adalah jenis pengobatan yang dilakukan untuk mengobati penyakit, antara lain swamedikasi atau langsung berobat ke dokter.

4. Selesma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh berbagai gejala yang mengganggu saluran pernafasan bagian atas, terutama selaput lendir hidung.

(42)

5. Produk obat selesma adalah bahan obat dalam berbagai bentuk sediaan yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala selesma, seperti keluarnya lendir hidung , hidung tersumbat, bersin, dan lain sebagainya.

6. Informasi obat adalah informasi yang tertera dalam kemasan obat yang terdiri dari komposisi zat aktif dengan nama generik atau merek dagang, indikasi, efek samping, kontraindikasi, peringatan, perhatian, waktu kadaluarsa, cara penyimpanan, nama dan alamat industri farmasi atau distributor.

7. Pengobatan rasional adalah pengobatan yang dilakukan dengan memperhatikan dan mematuhi indikasi, kontraindikasi, efek samping, aturan pakai, dosis, waktu kadaluarsa dan informasi lain yang tertera pada kemasan obat.

C. Tempat Penelitian

(43)

D. Subjek Penelitian

Populasi penelitian adalah orang tua yaitu ayah atau ibu dari anak-anak usia prasekolah yang terdaftar sebagai murid Kelompok Bermain atau Taman Kanak-kanak di Kecamatan Umbulharjo. Subjek penelitian adalah bagian dari populasi yang digunakan sebagai data pada penelitian ini. Menurut Gay (cit., Sevilla, dkk, 1993 ), untuk penelitian deskriptif sampel yang diperlukan minimal 10 % dari populasi. Berdasarkan data dari Dinas P dan P Kota Yogyakarta tahun 2004 jumlah siswa Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak dari 30 sekolah yang ada sebesar 2015 anak. Subjek penelitian yang digunakan sebanyak 205 responden untuk 5 KB dan TK dengan jumlah responden untuk tiap sekolah ditentukan 50% dari jumlah siswanya.

Pemilihan responden menggunakan metode non-probability sampling yaitu quota sampling, yang didasarkan pada suatu pertimbangan bahwa orang tua yang memiliki anak usia prasekolah kemungkinan besar pernah atau sering menggunakan obat selesma tanpa resep untuk mengobati selesma pada anak dengan menetapkan terlebih dahulu jumlah sampel secara quotum atau jatah yang diperlukan (Notoadmodjo, 2002). Kriteria responden adalah orang tua yang pernah atau sering melakukan swamedikasi menggunakan obat selesma tanpa resep untuk mengobati selesma anak. Dari 205 responden yang menerima kuesioner, yang mengembalikan dan mengisi dengan lengkap sebanyak 177 responden yang kemudian digunakan sebagai data penelitian.

(44)

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner adalah formulir yang berisikan daftar urutan pertanyaan yang disusun untuk memperoleh informasi yang harus diisi sendiri oleh responden (Notoadmodjo, 2002). Kuesioner disampaikan langsung kepada responden yang akan dimintai informasi.

Kuesioner terdiri dari empat bagian yaitu bagian pertama merupakan data karakteristik responden yang terdiri dari 5 pertanyaan, bagian kedua merupakan data karakteristik anak responden sebagai objek penelitian yang terdiri dari 4 pertanyaan, bagian ketiga merupakan data pengetahuan responden tentang selesma dan pengobatan sendiri yang terdiri dari 5 pertanyaan, bagian keempat merupakan data tindakan responden dalam pengobatan selesma anak yang terdiri dari 29 pertanyaan.

(45)

Untuk mempermudah dalam pengumpulan data, pertanyaan disusun menjadi dua nomor yaitu pertanyaan pertama berupa pertanyaan tertutup dan pertanyaan kedua berupa pertanyaan terbuka (Singarimbun dan Handayani, 1995).

F. Tata Cara Penelitian 1. Penyusunan Kuesioner

a. Pembuatan kuesioner

Pembuatan kuesioner berdasarkan tujuan penelitian, perumusan masalah dan definisi operasional. Kuesioner terdiri dari empat bagian dengan total pertanyaan sebanyak 41 pertanyaan. Bentuk pertanyaan berupa pertanyaan tertutup, semi terbuka dan kombinasi tertutup terbuka.

b. Uji coba kuesioner

Uji coba kuesioner dalam penelitian ini adalah uji pemahaman bahasa yang dilakukan untuk menyempurnakan kuesioner. Melalui uji coba akan diketahui berbagai hal, antara lain: apakah pertanyaan tertentu perlu dihilangkan atau ditambahkan, apakah tiap pertanyaan dapat dimengerti dengan baik oleh responden, apakah urutan pertanyaan perlu diubah, apakah pertanyaan yang sensitif dapat diperlunak dengan mengubah bahasa, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengisi kuesioner (Singarimbun dan Handayani, 1995).

(46)

untuk penelitian. Ujicoba dilaksanakan di luar daerah penelitian (Notoatmodjo, 2002).

Pada penelitian ini ujicoba dilakukan di KB dan TK di luar Kecamatan Umbulharjo, dengan jumlah responden sebesar 25 orang tua murid KB dan TK tersebut. Dari hasil ujicoba, ternyata ada beberapa pertanyaan yang harus diperbaiki kalimatnya dan juga petunjuk pengisian. Perbaikan kuesioner dilakukan antara lain dengan menghilangkan kalimat dari pertanyaan yang dianggap tidak perlu, menambah kalimat agar pertanyaan menjadi lebih jelas, mengganti beberapa pertanyaan dengan bahasa yang tepat dan memperbaiki kalimat petunjuk pengisian sehingga kuesioner lebih mudah dipahami oleh responden. Setelah dilakukan perbaikan akhirnya didapatkan kuesioner yang lengkap dan mudah dipahami.

2. Penyebaran dan Pengisian Kuesioner

(47)

Peneliti juga melakukan wawancara singkat kepada beberapa responden dari masing-masing sekolah untuk melengkapi informasi yang diperlukan. Pertanyaan wawancara terstruktur yang merupakan pertanyaan lanjutan dari kuesioner atau pun pertanyaan yang tidak terdapat pada kuesioner namun diperlukan untuk menunjang hasil penelitian. Pembagian kuesioner dan pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei 2005.

G. Analisis Hasil

Kuesioner yang telah terkumpul kemudian jawabannya ditabulasi secara manual sesuai dengan kategori yang sudah ditentukan oleh peneliti. Tabulasi data didasarkan pada kategori yang dibuat berdasarkan pertimbangan peneliti sendiri, yang disesuaikan dengan tujuan penelitian, permasalahan dan definisi operasional (Notoatmodjo, 2002).

Analisis hasil menggunakan metode statistik deskriptif dengan analisis prosentase dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Pada analisis prosentase, data yang diperoleh dibagi dalam beberapa kelompok dan dinyatakan dalam prosentase.

H. Kesulitan Dalam Penelitian

(48)

seperti misalnya untuk pertanyaan tertutup yang pada perintahnya hanya cukup memilih satu alternatif jawaban, namun responden memilih lebih dari satu jawaban. Selain itu, yang pada perintah dituliskan jika memilih alternatif jawaban ‘a’ maka tidak perlu melanjutkan ke pertanyaan selanjutnya atau langsung menjawab pertanyaan nomor sekian, namun responden tidak memperhatikan perintah tersebut dan tetap mengisi nomor-nomor berikutnya. Hal ini menyebabkan kesulitan bagi peneliti dalam pengolahan data.

(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

Berikut akan dijelaskan karakteristik responden, meliputi usia responden, status dalam keluarga, tingkat pendidikan, pekerjaan dan penghasilan responden.

1. Usia Responden

Usia responden pada penelitian ini bervariasi mulai dari 20 tahun sampai lebih dari 40 tahun.

Tabel II. Usia Orangtua Murid KB dan TK di Kecamatan Umbulharjo No. Usia (tahun) Jumlah Prosentase (%)

1. < 20 0 0

2. 20-30 57 32,20

3. 31-40 98 55,37

4. >40 22 12,43

Total 177 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar usia responden adalah antara 31 sampai 40 tahun (55,37%). Pada usia 31 sampai 40 tahun seseorang sangat dewasa untuk mengambil suatu keputusan termasuk keputusan untuk melakukan upaya pengatasan penyakit pada anak. Pada usia tersebut pengalaman dalam pengobatan terutama pengobatan sendiri sudah memadai sehingga pemilihan dan penggunaan obat dapat dilakukan dengan tepat serta permasalahan dalam pengobatan dapat diminimalkan.

(50)

2. Status Responden dalam Keluarga

Responden adalah orang tua atau orang terdekat dari anak yang mempunyai pengaruh besar terhadap pengambilan keputusan yang menyangkut kesehatan anak, karena anak usia balita belum dapat mengambil keputusan sendiri terhadap kesehatannya.

Status keluarga dalam penelitian ini adalah hubungan keluarga dengan anak, yaitu ayah dan ibu. Dalam penelitian ini responden yang mengisi kuesioner ayah dan ibu.

18.08%

81.92%

Ayah Ibu

(51)

3. Tingkat Pendidikan Responden

Tingkat pendidikan responden berpengaruh terhadap pemilihan tindakan pengobatan dan pemilihan obat yang berkualitas serta pemahaman terhadap informasi kesehatan yang ada di masyarakat.

Tabel III. Tingkat Pendidikan Orangtua Murid KB dan TK di Kecamatan Umbulharjo

No. Pendidikan Terakhir Jumlah Prosentase (%)

1. SD 2 1,13

2. SLTP 6 3,40

3. SMU 69 38,98

4. Diploma 39 22,03

5. Perguruan Tinggi 53 29,94

6. Lain-lain: SPG TK, Pasca Sarjana 8 4,52

Total 177 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa pendidikan terakhir sebagian besar responden adalah SMU, SPG TK, Diploma, Perguruan Tinggi dan Pasca Sarjana yang merupakan jenjang pendidikan yang relatif tinggi. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pendidikan seseorang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam pengobatan dan pemilihan obat yang berkualitas. Seseorang dengan pendidikan tinggi mempunyai kemampuan untuk berfikir yang lebih tinggi dan dapat memilih keputusan yang terbaik bagi kesehatan anaknya.

4. Jenis Pekerjaan Responden

(52)

Tabel IV. Jenis Pekerjaan Orangtua Murid KB dan TK di Kecamatan

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang mengisi angket adalah ibu rumah tangga yang memiliki waktu lebih banyak untuk berada di rumah sehingga lebih mengetahui perkembangan dan kondisi anak, sedangkan ayah lebih banyak bekerja dan berada di luar rumah sehingga lebih sedikit mengetahui kondisi anak.

5. Jumlah Penghasilan Responden

Jumlah penghasilan menentukan keadaan ekonomi seseorang yang berpengaruh terhadap upaya seseorang dalam mewujudkan kesehatan yang lebih baik khususnya dalam upaya pengobatan penyakit selesma dengan menggunakan produk obat selesma tanpa resep. Jumlah penghasilan responden dalam penelitian ini merupakan penghasilan keluarga baik yang diperoleh ayah maupun ibu.

Tabel V. Jumlah Penghasilan Orangtua Murid KB dan TK di Kecamatan Umbulharjo

No. Penghasilan / Bulan Jumlah Prosentase (%)

1. < Rp 500 ribu 43 24,29

2. Rp 500 ribu - 1 juta 84 47,47

3. Rp 1 juta – 2 juta 35 19,77

4. > Rp 2 juta 15 8,47

Total 177 100

(53)

kota Yogya yaitu sebesar Rp 450 ribu dan harga bahan pokok yang semakin mahal maka penghasilan responden sebesar Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta berpengaruh pada pemilihan pengobatan responden. Dengan meningkatnya kebutuhan hidup maka responden cenderung memilih pengobatan yang relatif lebih murah.

B. Karakteristik Anak Responden

Karakteristik anak responden meliputi : usia anak, frekuensi anak terserang selesma dalam satu bulan, lama terserang selesma.

1. Usia Anak Responden

Usia anak pada penelitian ini adalah usia prasekolah yaitu antara dua sampai enam tahun. Pada usia ini anak-anak cenderung mudah terserang selesma.

Tabel VI. Usia Anak –anak KB dan TK di Kecamatan Umbulharjo

No. Usia (tahun) Jumlah Prosentase (%)

1. 2-3 15 8,47

2. 3-4 14 7,91

3. 4-5 56 31,64

4. >5 92 51,98

Total 177 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar usia anak responden adalah lebih dari lima tahun (51,98 %), kemudian usia empat sampai lima tahun (31,64 %), selanjutnya usia dua sampai tiga tahun (8,47 %) dan terakhir usia tiga sampai empat tahun (7,91 %).

2. Frekuensi Anak Terserang Selesma Dalam Satu Bulan

(54)

sering dialami karena daya tahan tubuh mereka masih lemah sehingga mudah terserang selesma. Setiap tahun kejadian selesma pada setiap anak berkisar antara lima sampai duabelas kali.

Tabel VII. Frekuensi Anak Terserang Selesma Dalam Satu Bulan No. Frekuensi Selesma Dalam 1 Bulan Jumlah Prosentase (%)

1. < 2 kali 166 93,79

2. 2-4 kali 10 5,65

3. 4-6 kali 1 0,56

4. > 6 kali 0 0

Total 177 100

Data di atas menunjukkan bahwa sebagian besar anak responden terserang selesma kurang dari dua kali dalam satu bulan (93,79%), kemudian 10 anak responden terserang selesma antara 2 sampai 4 kali dalam satu bulan (5,65%) dan 1 anak responden terserang selesma antara 4 sampai enam kali (0,56%). Perbedaan frekuensi ini kemungkinan disebabkan karena anak mempunyai daya tahan tubuh yang lemah atau gizi yang buruk sehingga mudah terserang selesma.

Anak-anak memang lebih rentan terserang selesma karena secara fisiologis anak mempunyai toleransi yang lebih kecil terhadap suatu perubahan baik dari tubuh maupun dari lingkungan sekitar dibandingkan dengan orang dewasa. Oleh karena itu semua anak pernah mengalami selesma meskipun tingkat keseringannya berbeda.

(55)

3. Lama Anak Terserang Selesma

Setiap anak yang terserang selesma mempunyai intensitas atau lama waktu terserang selesma yang berbeda-beda tergantung daya tahan tubuh serta gejala penyakit lain yang menyertai.

Tabel VIII. Lama Anak Terserang Selesma

No. Lama Selesma Jumlah Prosentase (%)

1. < 3 hari 28 15,82

2. 3-5 hari 92 51,98

3. 5-10 hari 50 28,25

4. > 10 hari 7 3,95

Total 177 100

Tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden menyatakan anaknya terserang selesma selama 3 sampai 5 hari. Lama anak terserang selesma tergantung dari daya tahan tubuh dan asupan gizi yang diperoleh selama sakit, semakin baik daya tahan tubuh dan asupan gizi maka selesma akan cepat sembuh dan sebenarnya selesma dapat sembuh dengan sendiri dalam waktu 3 sampai 5 hari apabila tidak ada komplikasi yang menyertai.

Anak-anak yang terserang selesma kurang dari lima hari dapat diobati sendiri menggunakan obat selesma tanpa resep untuk anak, namun apabila sudah sampai lima hari harus segera di bawa ke dokter karena dikhawatirkan penyakit semakin parah adanya komplikasi yang menyertai.

C. Pengetahuan Responden tentang Swamedikasi dan Selesma

(56)

responden, penyebab anak terserang selesma dan gejala selesma pada anak yang biasa muncul.

1. Pengetahuan Responden tentang Swamedikasi

Setiap orang kemungkinan pernah melakukan swamedikasi untuk mengatasi penyakit baik dengan menggunakan obat atau ramuan tradisional, obat tanpa resep maupun dengan tindakan lain tanpa bantuan tenaga kesehatan.

Tabel IX. Pengetahuan Responden Tentang Swamedikasi

No. Pengertian Swamedikasi Jumlah Prosentase (%)

1. Mengobati semua penyakit tanpa harus ke dokter

24 13,56 2. Mengobati sendiri penyakit

ringan dengan obat tanpa resep atau obat tradisional

142 80,23

3. Mengatasi sendiri penyakit ringan dengan istirahat yang cukup, makan makanan bergizi dan mengkonsumsi vitamin C

7 3,95

4. Lain-lain: dengan obat yang biasa diresepkan dokter namun dapat dibeli tanpa resep di apotek

4 2,26

Total 177 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengetahui bahwa swamedikasi merupakan upaya mengobati sendiri penyakit ringan dengan obat tanpa resep atau obat tradisional (80,23%). Menurut Supardi (1997) pengobatan sendiri merupakan upaya pengobatan sakit menggunakan obat tanpa resep, obat tradisional atau cara lain tanpa petunjuk dari dokter.

(57)

konsultasi medis, mengurangi beban pelayanan kesehatan pada keterbatasan sumber daya dan tenaga serta meningkatkan keterjangkauan pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang jauh dari pusat pelayanan kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang memadai mengenai swamedikasi.

2. Obat yang Biasa Digunakan dalam Swamedikasi

Swamedikasi merupakan suatu upaya untuk mengatasi suatu penyakit terutama penyakit-penyakit ringan seperti salah satunya yaitu selesma tanpa bantuan tenaga kesehatan tetapi dengan pengobatan sendiri menggunakan obat-obatan, baik obat tanpa resep maupun obat tradisional.

24.29%

5.65% 6.78% 63.28%

Obat bebas/Obat Tanpa Resep Obat Resep Dokter Obat Tradisional Obat Tanpa Resep dan Obat Tradisional

Gambar 3. Obat yang Biasa Digunakan Dalam Swamedikasi

(58)

dapat di ramu sendiri. Namun ada sebagian kecil responden (5,65 %) yang memilih obat resep dokter, hal ini dikarenakan saat pertama kali anak menderita penyakit ringan, orang tua langsung membawa ke dokter dan diberi resep obat yang dapat juga dibeli tanpa resep dokter dan saat si anak menderita sakit yang sama orang tua tidak lagi membawa ke dokter tetapi membeli langsung ke apotek obat seperti yang diresepkan dokter, sehingga mereka menganggap obat yang mereka gunakan tersebut adalah obat resep dokter.

3. Pengertian Selesma Menurut Responden

Selesma merupakan salah satu jenis penyakit ringan yang dapat sembuh sendiri tanpa diobati, namun bila sampai mengganggu aktivitas maka gejala yang muncul harus segera diatasi.

Tabel X. Pengertian Selesma Menurut Responden

No. Pengertian Selesma Jumlah Prosentase (%) 1. Gejala penyakit yang dapat sembuh tanpa

diobati

26 14,70 2. Gejala penyakit yang dapat sembuh

dengan menggunakan obat tanpa resep atau obat tradisional

97 54,80

3. Gejala penyakit yang harus segera diobati oleh dokter

46 25,99 4. Gejala penyakit yang dapat sembuh

dengan istirahat, makan makanan bergizi, banyak minum dan konsumsi vitamin C

8 4,51

Total 177 100

(59)

maupun jus buah serta mengkonsumsi vitamin C untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Bila kondisi tubuh kembali normal maka gejala selesma akan hilang sendiri.

Dari data di atas menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua merasa perlu untuk memberikan pengobatan selesma pada anak dengan menggunakan obat selesma tanpa resep maupun obat tradisional karena gejala selesma yang muncul mengganggu anak, misalnya anak menjadi gelisah, susah tidur hingga tidak bisa pergi ke sekolah. Namun ada beberapa orang tua yang lebih memilih meningkatkan daya tahan tubuh anak dengan istirahat yang cukup, makan makanan bergizi, banyak minum dan mengkonsumsi vitamin C.

4. Pemicu Anak Terserang Selesma

Selesma disebabkan oleh suatu virus yaitu Rhinovirus. Virus ini sangat mudah menyebar dan menular pada orang lain yang berada di sekitar penderita. Pada anak selesma sangat mudah menular karena daya tahan tubuhnya yang masih lemah.

Tabel XI. Pemicu Anak Terserang Selesma

No. Pemicu Selesma Jumlah Prosentase (%)

1. Pergantian musim 41 23,17

2. Alergi (angin, dingin, debu) 21 11,86 3. Tertular temannya yang terserang

selesma

15 8,47 4. Pergantian musim dan alergi 10 5,65

5. pergantian musim dan tertular teman 40 22,60 6. Alergi dan tertular teman 20 11,30 7. Pergantian musim, alergi dan tertular

teman

30 16,95

(60)

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar pemicu anak responden terserang selesma adalah pergantian musim dan juga tertular teman lain yang sedang selesma. Hal ini menunjukkan bahwa pada pergantian musim terutama dari musim kemarau ke musim hujan kondisi udara berubah-ubah kadang panas terik kemudian dengan tiba-tiba berubah mendung dan hujan. Keadaan ini menyebabkan penyesuaian tubuh dengan udara menjadi sulit dan daya tahan tubuh menurun. Akibatnya mudah terserang oleh virus selesma.

5. Gejala Selesma pada Anak yang Biasa Muncul

Gejala yang sering muncul pada penyakit selesma antara lain keluarnya lendir hidung, hidung tersumbat dan bersin. Gejala selesma ini tidak mutlak dialami oleh semua anak tiap kali terserang selesma. Tiap anak mempunyai frekuensi dan intensitas gejala yang berbeda-beda.

Tabel XII. Gejala Selesma pada Anak

No. Gejala Selesma Jumlah Prosentase (%) 1. Keluarnya lendir hidung, hidung

tersumbat, bersin

110 62,15 2. Keluarnya lendir hidung, hidung

tersumbat, bersin, sakit kepala

35 19,77 3. Keluarnya lendir hidung, hidung

tersumbat, bersin, batuk, sakit kepala, demam

32 18,08

Total 177 100

(61)

menyebabkan rasa nyeri di kepala, sedangkan untuk influenza gejalanya mirip dengan selesma namun dirasakan lebih berat karena disertai demam dan batuk serta terkadang disertai nyeri di persendian.

Dari data pengetahuan orang tua tentang swamedikasi dan selesma menunjukkan bahwa pengetahuan sebagian besar orang tua sudah memadai, hal ini berhubungan dengan tingkat pendidikan orang tua. Makin tinggi pendidikannya maka pengetahuannya lebih baik dibandingkan orang tua yang tingkat pendidikannya rendah.

D. Jenis Terapi Selesma pada Anak

Orang tua merupakan orang terdekat anak yang mempunyai pengaruh besar dalam pemilihan tindakan yang tepat untuk mengatasi selesma anak. Apabila pemilihan tindakannya tepat maka akan tercapai pengobatan yang rasional tanpa efek samping, namun bila pemilihan tindakannya salah dapat berakibat fatal pada kesehatan anak dan menyebabkan pemborosan.

1.13%

12.43%

86.44%

Dibiarkan

Langsung berobat ke dokter

Melakukan swamedikasi dengan obat tanpa resep atau obat tradisional

(62)

Dari 177 responden, 153 responden memilih jenis terapi swamedikasi dengan menggunakan obat selesma tanpa resep atau obat tradisional (86,44%) dengan alasan ada obat atau ramuan tradisional yang dapat diracik sendiri maupun obat selesma tanpa resep yang dapat dibeli di apotek, toko obat atau warung tanpa resep dokter. Dua puluh dua responden memilih langsung berobat ke dokter (12,43%) dengan alasan takut penyakit bertambah parah maupun terjadi komplikasi penyakit dan 2 responden memilih membiarkan saja penyakit selesma tanpa diobati karena penyakit tersebut sudah biasa dialami anak dan dapat sembuh tanpa diobati (1,13%).

Dalam penelitian ini peneliti hanya membandingkan antara swamedikasi dengan berobat ke dokter (di RS maupun praktik) dan tidak membicarakan tentang Puskesmas maupun balai pengobatan yang biayanya juga relatif murah karena untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan swamedikasi di masyarakat.

Untuk mengobati selesma dengan swamedikasi dapat digunakan obat atau ramuan tradisional yang dapat diracik sendiri maupun dengan menggunakan obat tanpa resep. Namun tak jarang pula seseorang menggunakan obat tanpa resep disertai penggunaan obat atau ramuan tradisional agar pengobatan lebih meyakinkan dan penyakit lebih cepat sembuh.

(63)

13.07%

68.63%

18.30% Obat/Ramuan

Tradisional

Obat Tanpa Resep

Obat Tanpa Resep dan Obat/Ramuan Tradisional

Gambar 5. Jenis Obat yang Digunakan Dalam Pengobatan Selesma Anak

Dari 153 responden yang melakukan swamedikasi sebanyak 105 responden memilih obat tanpa resep untuk mengobati selesma anak (68,63 %) dengan alasan sebelumnya sudah pernah memakai obat tanpa resep, selain itu obat selesma tanpa resep lebih murah daripada berobat ke dokter dan mudah didapat, sedangkan 28 responden memilih obat tanpa resep yang disertai penggunaan ramuan atau obat tradisional yang dapat diramu sendiri (18,30 %) dengan alasan sebelumnya sudah pernah memakai obat selesma tanpa resep maupun obat atau ramuan tradisional dan kedua obat tersebut mudah didapat. Sebanyak 20 responden memilih menggunakan obat atau ramuan tradisional saja (13,07%) dengan alasan sudah pernah memakai dan tidak adanya efek samping.

(64)

sama dan swamedikasi memang lebih murah dibanding berobat ke dokter, serta makin banyaknya obat tanpa resep yang beredar di pasaran sehingga orang mudah mendapatkannya.

Tabel XIII. Jenis Obat atau Ramuan Tradisional yang Digunakan Responden Untuk Mengobati Selesma Anak

No. Jenis Obat/Ramuan Tradisional Jumlah Prosentase (%) 1. Jeruk nipis dicampur kecap atau madu

diminumkan

5 17,86 2. Bawang merah dicampur minyak kayu putih

dioleskan di dahi, dada dan punggung

17 60,71 3. Lain-lain: madu+kencur, blimbing wuluh+madu 6 21,43

Total 28 100

Obat atau ramuan tradisional sudah dikenal sejak jaman dahulu. Khasiat dan kemanjurannya hingga saat ini masih dapat dipercaya sehingga masih banyak digunakan orang tua untuk mengobati penyakit ringan yang menyerang anak.

Sebagian besar responden menggunakan bawang merah dicampur minyak kayu putih yang dioleskan di dahi, dada dan punggung (60,71%). Bawang merah berkhasiat menghangatkan badan dan dapat melegakan pernafasan sehingga dapat menimbulkan rasa nyaman dan dapat mengurangi gejala hidung tersumbat. Jeruk nipis, kencur dan blimbing wuluh berkhasiat meredakan batuk. Madu berkhasiat untuk menurunkan demam dan meredakan batuk.

E. Sumber Informasi Tentang Obat Selesma Tanpa Resep yang Digunakan Responden

(65)

diharapkan apoteker mampu mengatasi kesulitan yang dihadapi konsumen dalam pemilihan obat tanpa resep.

Tabel XIV. Sumber Informasi Tentang Obat Selesma Tanpa Resep yang Digunakan Responden

No. Sumber Informasi Jumlah Prosentase (%)

1. Iklan di televisi 59 44,36

2. Brosur atau kemasan obat 2 1,50 3. Teman, tetangga atau saudara 26 19,55 4. Penjual atau pelayan toko obat 5 3,76 5. Dokter atau tenaga medis 19 14,29 6. Apoteker atau petugas apotek 22 16,54

total 133 100

Sebagian besar responden mendapatkan informasi tentang produk obat selesma tanpa resep dari iklan di televisi (44,36%). Hal ini menunjukkan bahwa iklan di televisi sangat berpengaruh bagi konsumen terhadap pemilihan obat selesma tanpa resep.

Iklan obat selesma tanpa resep yang ditampilkan di televisi sangat beragam dengan berbagai informasi yang menarik dan bahasa yang mudah dipahami sehingga konsumen tertarik menggunakan obat yang diiklankan. Adanya iklan sangat menguntungkan bagi konsumen dan produsen karena dengan adanya iklan masyarakat dapat mengenal obat-obat baru yang beredar di pasaran dan yang dapat meningkatkan pendapatan produsen dengan makin banyaknya konsumen yang menggunakan obat tanpa resep.

(66)

perhatian bagi produsen obat agar dapat memberikan informasi yang jelas dan lengkap pada produk obat tanpa resep dan iklan yang ditayangkan.

Dari data di atas hanya 22 responden yang memilih apoteker sebagai sumber informasi (16,54%). Hal ini menunjukkan bahwa peranan apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat tanpa resep belum maksimal sehingga harus lebih ditingkatkan lagi agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaan obat tanpa resep oleh konsumen. Apoteker sebaiknya memberikan informasi kepada konsumen mengenai cara penggunaan obat tanpa resep yang benar karena pada kemasan obat informasi yang tercantum kurang lengkap dan jelas (Setiadji,1996).

F. Pemilihan Obat Selesma Tanpa Resep untuk Anak

Pemilihan obat selesma tanpa resep untuk anak yang akan dijelaskan meliputi: merek obat yang sering digunakan, komposisi zat aktif obat yang digunakan, bentuk sediaan dan tempat membeli obat selesma tanpa resep.

Tabel XV. Merek Obat Selesma Tanpa Resep yang Sering Digunakan Responden

No. Merek Obat Selesma Tanpa Resep Yang Paling Sering

(67)

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden memilih obat selesma tanpa resep untuk anak dengan merek Anakonidin® (25,56%).

Anakonidin® merupakan salah satu obat selesma tanpa resep untuk anak dengan komposisi zat aktif antara lain fenilefrin sebagai dekongestan nasal, dekstromethorpan sebagai antitusif, gliseril guaiakolat sebagai ekspektoran dan klorfeniramin maleat sebagai antihistamin. Anakonidin® mempunyai indikasi mengurangi gejala hidung tersumbat, bersin-bersin dan batuk yang menyertai flu.

Berdasarkan kriteria yang dibuat oleh FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika) sebenarnya Anakonidin® termasuk yang tidak memenuhi kriteria karena batas komponen penyusunnya lebih dari tiga komponen obat dan terjadi efek yang berlawanan antar komponen penyusun yaitu antara antitusif dan ekspektoran serta adanya penambahan komponen penyusun yang tidak terlalu penting yaitu antihistamin. Dalam hal ini peran apoteker sangat diperlukan agar tidak terjadi kesalahan dalam pemilihan dan penggunaan obat tanpa resep.

(68)

banyak tiga jenis komponen obat, kombinasi rasional artinya tujuan terapi masing-masing komponen tidak saling berlawanan.

Tabel XVI. Pengelompokan Produk Obat Selesma Tanpa Resep Berdasarkan Komposisi dan Indikasi Zat Aktif

Produk Obat Selesma Tanpa Resep

Komposisi Indikasi Aturan Pakai

Actifed Tripolidina HCl 1,25 mg Pseudoefedrin HCl 30 mg Dekstomethorpan HBr 10 mg

Antihistamin Dekongestan Antitusif

2-5 th: 3xsehari

½ sdu

Sanaflu Plus Parasetamol 120 mg Dekstromethorpan HBr 7,5 mg Fenilpropanolamin HCl 3,5 mg

Analgesik antipiretik Antitusif Dekongestan

2-5 th: 3xsehari 1 sdu

Anakonidin Dekstromethorpan HBr 5 mg Gliseril guaiakolat 25 mg

Fenilefrin HCl 7,5 mg CTM 0,5 mg

Coldrexin Asetaminofen125 mg

Fenilefrin 5 mg CTM 1 mg

Kalium sulfoguaiakolat 25 mg

Analgesik antipiretik

Hufagrip Parasetamol 120 mg Efedrina HCl 5 mg Clorfeniramin 2 mg Gliseril guaiakolat 50 mg

Analgesik antipiretik

Parasetine Parasetamol 120 mg Gliseril guaiakolat 30 mg

Efedrin HCl 3 mg

Termorex Plus Parasetamol 120 mg Pseudoefedrin HCl 7,5 mg

Gliseril guaiakolat 25 mg CTM 0,5 mg

Fenilpropanolamin HCl 3 mg Guafenesin 25 mg Succus liquiritae 100 mg Ammonium klorida 50 mg

Efedrin HCl 5 mg

Decolsin Sirup Asetaminofen 150 mg Fenilpropanolamin HCl 6,25 mg

Levo-N-etilefedrina 6,25 mg Dekstromethorpan HBr 5 mg Gliseril guaiakolat 50 mg

CTM 0,75 mg

(69)

Penambahan analgesik pada selesma sebenarnya tidak mutlak harus ada karena tidak semua penderita selesma merasakan gejala sakit kepala dan sakit kepala yang timbul disebabkan oleh adanya sumbatan nasal. Apabila sumbatan nasal sudah dapat dihilangkan dengan dekongestan nasal maka penambahan analgesik tidak diperlukan lagi.

Manfaat klinis penambahan antihistamin pada produk obat selesma sampai saat ini masih kontroversial. Penambahan antihistamin diperlukan sebagai sarana melawan histamin yang terlepas pada saat terjadi lisis sel semang dan antihistamin mampu memperpanjang masa kerja dekongestan nasal dari satu sampai enam jam. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa terlepasnya histamin disebabkan oleh reaksi alergi seperti pada rhinitis alergi, sehingga sebenarnya tidak diperlukan untuk pengobatan selesma karena sumbatan nasal pada selesma dapat diatasi dengan pemberian dekongestan nasal saja.

Gambar

Gambar 1. Organ Saluran Pernafasan …………………………………………. 13
Tabel I. Enam tanda peringatan yang harus dicantumkan sesuai dengan penggunaannya
Gambar 1. Organ Saluran Pernafasan
Tabel II. Usia Orangtua Murid KB dan TK di Kecamatan Umbulharjo
+7

Referensi

Dokumen terkait

ASET NEGARA DENGAN PENDEKATAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL (Studi Kasus di Provinsi Daerah Istimewa

Cirri lain komputer generasi pertama adalah pengunaan tube vakum (yang membuat komputer pada masa itu sangat besar) dan silinder magnetic untuk penyimpanan

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Desa Gotputuk Kecamatan Ngawen Kabupaten Blora pada bulan Juli tahun 2010 mayoritas berpendidikan dasar dengan pengetahuan

Oleh karena itu, digunakan model Bayesian pada term yang dihasilkan oleh LSA tersebut untuk menjaga dan memperhatikan urutan term dalam mendeteksi kemiripan antar

Menurut buku Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&amp;D Sugiyono (2012;137) menjelaskan bahwa,”Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti

This study has examined empirically the impact of defense spending on unemployment together with a set of control variables for five selected Asian countries

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan, bahwa paragraf merupakan bagian dari suatu karangan atau tuturan yang terdiri dari sejumlah kalimat yang saling bertalian

JUDUL : ANALISIS PENERAPAN CAPITAL ASSET PRICING MODEL SEBAGAI DASAR MENENTUKAN TINGKAT RETURN DAN RISIKO SAHAM PADA SEKTOR PERTAMBANGAN DI BURSA