• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Hutan

Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya, dan ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan. Artinya, hutan suatu areal yang cukup luas, didalamnya bertumbuhan kayu, bambu dan/palem,

bersama-sama dengan tanahnya, beserta segala isinya, baik berupa nabati maupun hewani, yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup yang mempunyai kemampuan untuk memberikan

manfaat-manfaat lainnya secara lestari (Zain, 1996). Hal ini didukung oleh pendapat Arief (2001) yang mengatakan bahwa hutan adalah merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuh-tumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan sangat penting bagi kehidupan manusia.

Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, mendefinisikan hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan. Sedangkan kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu.

Fungsi Hutan

Berdasarkan undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, bahwa hutan mempunyai 3 fungsi, yaitu : fungsi konservasi, fungsi lindung, fungsi

(2)

produksi. Selanjutnya pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokoknya yaitu : hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang diperuntukkan untuk perlindungan alam, pengawetan jenis-jenis flora dan fauna, wisata alam dan keperluan ilmu pengetahuan. Hutan lindung adalah hutan yang diperuntukkan untuk perlindungan tata tanah dan air untuk kawasan sekitarnya, sedang hutan produksi adalah hutan yang diperuntukkan untuk produksi kayu dan hasil hutan lainnya untuk mendukung perekonomian negara dan perekonomian masyarakat.

Arief (2001) mengatakan bahwa fungsi produksi hutan memiliki peran yang penting di bidang perekonomian karena produksi hasil hutan dapat meningkatkan pembangunan ekonomi nasional dan kemakmuran rakyat. Pengusahaan hutan berdasarkan atas asas kelestarian dan asas perusahaan meliputi aspek penanaman, pemeliharaan, pemungutan hasil, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan.

Hutan yang berfungsi produksi (hutan produksi) adalah kawasan hutan yang ditumbuhi oleh pepohonan keras yang perkembangannya selalu diusahakan dan dikhususkan untuk dipungut hasilnya, baik berupa hasil kayu seperti :

a. Kayu perkakas yakni : kayu – kayu yang difungsikan sebagai bahan bangunan rumah, alat-alat rumah tangga, dan alat angkutan.

b. Kayu bakar, yakni : kayu-kayu yang difungsikan sebagai bahan bakar bagi keperluan rumah tangga, pabrik, dan lain-lain.

c. Kayu untuk pembuatan kertas (pulp) yakni nahan yang berasal dari kayu, bambu, dan jerami.

(3)

Dan hasil hutan non kayu seperti getah, buah-buahan, akar dan lain-lain. Hasil produksi tersebut digunakan untuk memenuhi keperluan masyarakat dan untuk pembangunan industri dan ekspor, namun juga harus memperhatikan fungsi ekologisnya (Arief, 2001).

Manfaat Hutan

Hutan mempunyai banyak manfaat (multi benefit) yang sangat berguna bagi kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya. Manfaat hutan luar biasa besarnya selain menyediakan kayu dan produk-produk lainnya, hutan menyimpan sejumlah besar informasi genetik, mengatur iklim dan tata air,

melindungi dan memperkaya tanah, mengendalikan hama dan penyakit, mengatur penyerbukan tumbuhan bermanfaat dan menyebarkan

benihnya, menjaga kualitas air, menyediakan pemandangan indah dan memperkaya kita secara spritual (Santoso dan Robert, 2002).

Manfaat hutan untuk rakyat sangat luas. Sejak dahulu rakyat melihat hutan sebagai sumberdaya penunjang keperluan hidup sehari-hari. Manfaat hutan berdasarkan bentuk dan wujudnya dapat dibedakan menjadi dua (2) macam, yaitu manfaat tangible (langsung) dan manfaat intangible (tidak langsung). Manfaat langsung adalah manfaat yang dapat dirasakan dan dinikmati secara langsung oleh masyarakat baik hasil hutan yang berupa kayu (kayu bulat maupun kayu bakar) yang merupakan hasil utama hutan serta berbagai hasil hutan bukan kayu seperti rotan, bambu, getah, sayuran hutan, buah-buahan, madu dan lain-lain. Manfaat tidak langsung yaitu manfaat yang dirasakan tidak secara langsung dinikmati oleh

(4)

masyarakat, tetapi dapat dirasakan dengan keberadaan hutan itu sendiri seperti pengaturan tata air, pencegahan erosi, pariwisata (Soemarwoto dkk, 1992).

Hutan Rakyat

Hutan rakyat mulai dikembangkan pada tahun 1930-an oleh pemerintah kolonial yang berorientasi di pulau Jawa. Setelah merdeka, pemerintah Indonesia melanjutkan pada tahun 1952 melalui gerakan “Karang Kitri”. Secara nasional, pengembangan hutan rakyat selanjutnya berada dibawah payung program penghijauan yang diselenggarakan pada tahun 1960-an dimana Pekan Raya Penghijauan I diadakan pada tahun 1961 (Awang, 2001).

Sampai saat ini hutan rakyat telah diusahakan di tanah milik yang diakui secara formal oleh pemerintah maupun tanah milik yang diakui pada tingkat lokal (tanah adat). Didalam hutan rakyat ditanam aneka pepohonan yang hasil utamanya bisa beraneka ragam. Untuk hasil kayu misalnya, sengon (Paraserianthes falcataria), jati (Tectona grandis), akasia (Acacia sp), mahoni (Swietenia mahagoni), dan lain sebagainya. Sedang yang hasil utamanya getah antara lain kemenyan (Styrax benzoin), damar (Shorea javanica). Sementara itu yang hasil utamanya buah antara lain kemiri, durian, kelapa dan bambu (Awang, 2001).

Terdapat beragam defenisi hutan rakyat diantaranya menurut Zain (1998), Hutan milik ialah hutan yang tumbuh atau ditanam di atas tanah milik, yang lazimnya disebut dengan hutan rakyat dan dapat dimiliki oleh orang, baik sendiri maupun bersama-sama orang lain atau badan hukum. Hutan yang ditanam atas usaha sendiri di atas tanah yang dibebani hak milik lainnya, merupakan pula hutan milik dari orang/badan hukum yang bersangkutan.

(5)

Hardjosoediro (1980) menyebutkan, hutan rakyat atau hutan milik adalah semua hutan yang ada di Indonesia yang tidak berada diatas tanah yang dikuasai oleh pemerintah, hutan yang dimiliki oleh rakyat. Proses terjadinya hutan rakyat bisa dibuat oleh manusia dan bisa pula secara alami. Tetapi proses hutan rakyat terjadi ada kalanya berawal dari upaya untuk merehabilitasi tanah – tanah kritis. Jadi hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah milik rakyat, dengan jenis tanaman kayu-kayuan, yang pengelolaanya dilakukan oleh pemiliknya atau oleh suatu badan usaha, dengan berpedoman kepada ketentuan yang telah digariskan pemerintah.

Simon (1995) mengajukan batasan istilah hutan rakyat adalah hutan yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat, ditujukan untuk menghasilkan kayu atau komoditas ikutannya yang secara ekonomis bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Menurut Departemen Kehutanan, hutan rakyat didefinisikan sebagai suatu lapangan di luar hutan negara yang didominasi oleh pohon – pohonan, sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta lingkungannya (Dephut, 1993). Sedangkan menurut kamus kehutanan (1990) hutan rakyat adalah : lahan milik rakyat atau milik adat atau ulayat yang secara terus menerus diusahakan untuk usaha perhutanan yaitu berupa kayu-kayuan, baik tumbuh secara alami maupun hasil tanaman.

Sasaran pembangunan hutan rakyat adalah lahan milik dengan kriteria : 1. areal kritis dengan keadaan lapangan berjurang dan bertebing yang

(6)

2. areal kritis yang telah diterlantarkan atau tidak digarap lagi sebagai lahan pertanian tanaman pangan semusim

3. areal kritis yang karena pertimbangan-pertimbangan khusus seperti untuk perlindungan mata air dan bangunan pengairan perlu dijadikan areal tertutup dengan tanaman tahunan.

4. lahan milik rakyat yang karena pertimbangan ekonomi lebih menguntungkan bila dijadikan hutan rakyat daripada untuk tanaman semusim (Jaffar, 1993).

Tujuan pembangunan hutan rakyat menurut Jaffar (1993) adalah :

1. meningkatkan produktivitas lahan kritis atau areal yang tidak produktif secara otimal dan lestari.

2. membantu penganekaragaman hasil pertanian yang dibutuhkan masyarakat. 3. membantu masyarakat dalam penyediaan kayu bangunan dan bahan baku

industri serta kayu bakar.

4. meningkatkan pendapatan masyarakat tani di pedesaan sekaligus meningkatkan kesejahteraannya.

5. memperbaiki tata air dan lingkungan, khususnya pada lahan milik rakyat yang berada di kawasan perlindungan daerah hulu DAS.

Masyarakat Desa Hutan

Masyarakat secara entimologi berasal dari Bahasa Arab dengan akar kata

syaraka yang berarti “ikut serta atau berperan serta”. Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut dengan society yang berasal dari bahasa Latin socius yang berarti “kawan”. Koentjaraningrat (1996) mendefinisikan masyarakat, yaitu kesatuan

(7)

hidup manusia yang berinteraksi sesuai dengan sistem adat istiadat tertentu yang sifatnya berkesinambungan dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.

Masyarakat secara linear dibedakan menjadi dua, yaitu masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan. Antropologi kehutanan memfokuskan kajian pada masyarakat pedesaan yang tinggal di dalam dan sekitar hutan. Masyarakat desa hutan sebagai salah satu kesatuan hidup manusia mempunyai karakteristik berbeda dibandingkan dengan komunitas lain. Adapun perbedaan karakteristik tersebut, antara lain : jenis lingkungan tempat tinggal, sistem kemasyarakatan, dan sistem kebudayaan. Masyarakat desa sesuai dengan julukannya tinggal di lingkungan sekitar dan dalam hutan. Masyarakat desa relatif masih bersifat tertutup, terisolasi, dan terpencil dengan kehidupan komunitas luar yang disebabkan sifat hutan tropis yang mempunyai diversitas jenis dan kuantitas vegetasi yang tinggi, sehingga komunikasi antar warga masyarakat desa hutan yang tinggal di luar kawasan mengalami kesulitan. Bahkan, interaksi dengan sesama warga masyarakat desa yang tinggal di kawasan hutan terbatas untuk dapat dilakukan. Hal ini mengakibatkan masyarakat desa hutan berkembang menjadi masyarakat yang memiliki kekhasan budaya yang berbeda dengan komunitas lainnya (Nugraha dan Murtijo, 2005).

Sistem kemasyarakatan yang ada di masyarakat desa hutan terintegrasi secara kuat diantara sesama warganya dengan tingkat solidaritas dan toleransi yang tinggi. Solidaritas dan toleransi dengan orang asing di luar komunitasnya sangat rendah, bahkan sering terwujud dalam sikap agresif, curiga, resisten, dan sulit diajak kerjasama. Hal ini disebabkan rendahnya intensitas komunikasi dengan masyarakat luar. Aktivitas kehidupan ekonomi masyarakat desa hutan

(8)

juga terikat oleh keberadaan sumber daya hutan, mulai dari kegiatan pertanian ladang berpindah, berkebun sederhana, dan mengumpulkan hasil hutan. Masyarakat desa hutan tinggal terpencar dan tergabung dalam komunitas kecil sehingga terlihat sebagai komunitas yang terisolasi. Meskipun, diantara masyarakat desa hutan sudah ada yang mengarah ke komunitas yang lebih terbuka dengan pihak luar (Nugraha dan Murtijo, 2005).

Nugraha (2005) mengatakan bahwa budaya masyarakat desa hutan dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu lingkungan, sejarah dan pengalaman. Masyarakat desa hutan yang tergolong dalam komunitas-komunitas kecil yang terisolasi dengan lingkungan hutan yang melingkupi, maka sistem budayanya sangat dipengaruhi oleh keberadaan hutan tersebut. Kebudayaan masyarakat desa hutan didasarkan pada sistem pengetahuan yang dimiliki oleh manusia untuk melakukan pemahaman, interpretasi atau adaptasi terhadap lingkungan hutan.

Penduduk asli dan anggota masyarakat, serta masyarakat setempat lainnya, mempunyai peranan yang penting dalam pengelolaan lingkungan dan pembangunan karena mereka memiliki pengetahuan dan kebiasaan tradisional yang bermanfaat bagi tercapainya pengelolaan hutan yang lestari.

Nilai Ekonomi Hasil Hutan

Jika kita ingin berbicara tentang kontribusi pemanfaatan hasil hutan terhadap pendapatan masyarakat maka kita terlebih dahulu berbicara tentang nilai (harga) hasil hutan tersebut. Nilai hasil hutan tersebut dapat dilihat dari fungsinya bagi pemenuhan kebutuhan manusia baik secara langsung (pemenuhan konsumsi dan kesenangan) maupun tidak langsung (sebagai penyeimbang ekosistem demi

(9)

kelestarian kehidupan). Nilai adalah merupakan persepsi manusia, tentang makna suatu objek (sumber daya hutan), bagi orang (individu) tertentu, tempat dan waktu tertentu pula. Oleh karena itu nilai sumberdaya hutan yang dinyatakan oleh suatu masyarakat di tempat tertentu akan beragam, tergantung kepada persepsi setiap anggota masyarakat tersebut.

Nilai ekonomi adalah nilai suatu barang atau jasa jika diukur dengan uang. Jadi nilai ekonomi hasil hutan dapat juga diartikan sebagai nilai / harga hasil hutan yang dimanfaatkan yang dapat ditukarkan dengan uang. Ichwandi (1996) mengatakan bahwa penilaian ekonomi sumber daya hutan adalah suatu metode atau teknik untuk mengestimasi nilai uang dari barang atau jasa yang diberikan oleh suatu kawasan hutan.

Dalam melakukan penilaian ekonomi suatu barang atau jasa dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu : metode nilai pasar, metode nilai relatif, dan metode biaya pengadaan. Metode nilai pasar digunakan jika barang/jasa tersebut sudah memiliki nilai pasar. Nilai pasar adalah harga barang atau jasa yang ditetapkan penjual dan pembeli di pasar. Penilaian ekonomi dengan metode nilai pasar akan dianggap paling baik dengan catatan nilai pasar itu tetap tersedia (Affandi dan Patana, 2002).

Metode nilai relatif digunakan jika barang/jasa tersebut tidak memiliki nilai pasar namun dapat dibandingkan dengan barang/jasa yang sudah memilki nilai pasar. Metode nilai relatif dihitung dari hasil perkalian jumlah volume suatu objek (hasil hutan tertentu) dengan harga relatif barang tersebut. Metode penilaian melalui biaya pengadaan merupakan metode yang mengukur nilai suatu barang / jasa berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan /

(10)

mendapatkan barang / jasa yang digunakan. Metode ini digunakan jika barang tersebut tidak mempunyai harga pasar dan tidak mempunyai harga relatif (harga suatu barang jika dibandingkan dengan harga barang lain yang mempunyai harga pasar). Affandi dan Patana (2002) dalam penelitiannya mengatakan bahwa metode penilaian dengan biaya pengadaan dapat dihitung dengan rumus :

Dimana, N = Nilai ekonomi hasil hutan (Rp/unit volume) BP = Biaya pengadaan hasil hutan (Rp/pengambilan)

JV = Jumlah volume hasil hutan ( unit volume/pengambilan) i = Jenis hasil hutan yang diambil

Tingkat Pendapatan

Besar pendapatan berhubungan dengan kemampuan untuk membiayai kebutuhan hidup. Bagi masyarakat yang tidak mampu ada kalanya kemampuan untuk membiayai kebutuhan hidup tidak sebanding dengan keinginan untuk mempertahankan kehidupannya. Sulitnya untuk memenuhi kebutuhan hidup menyebabkan keinginanan tidak sesuai dengan kemampuan. Hal ini yang menjadi titik awal terjadinya penyimpangan prilaku akibat dorongan pemenuhan kebutuhan ekonomi (Sukirno, 1985).

Pendapatan rumah tangga adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perorangan dalam rumah tangga. Pendapatan formal ialah penghasilan yang diperoleh melalui pekerjaan pokok. Pendapatan informal adalah penghasilan

JVi BPi Ni =

(11)

yang diperoleh melalui pekerjaan tambahan diluar pekerjaan pokoknya. Sedangkan pendapatan subsisten adalah penghasilan yang diperoleh dari sektor produksi yang dinilai dengan uang. Dapat dikatakan juga bahwa pendapatan rumah tangga merupakan jumlah keseluruhan dari pendapatan formal, pendapatan informal dan pendapatan subsisten.

Kemiskinan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar atau dengan kata lain, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat mendasar (BPS, 2005).

Referensi

Dokumen terkait

Ketentuan Pasal 9 Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2011 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Paser Tahun 2011 Nomor 17) sebagaimana

Unit PT PLN (PERSERO) yang akan membangun SCADA harus mengacu pada SPLN S3.001: 2008 Peralatan SCADA Sistem Tenaga Listrik. Jumlah yang dijelaskan pada tabel 6 dan tabel 7

 Komite tidak menyetujui penggunaan Tokoferol (INS. 150d) pada draft regional standard for non-fermented soybean product karena batas maksimum yang diajukan

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahNya sehingga proposal tugas akhir dengan judul “Analisa Kestabilan Lereng Tambang Terbuka Pada

mempunyai pengaruh yang negatif terhadap kepuasan anggota koperasi syari’ah BEN IMAN, dengan kata lain apabila akad murabahah meningkat satu satuan maka

Tahun berjalan adalah tahun dimana semester dan tahun akademik sedang berjalan atau sedang aktif, untuk mengeset tahun akademik dan semester yang sedang berjalan silahkan klik

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pola kuman terbanyak sebagai agen penyebab infeksi di ICU beberapa rumah sakit di Indonesia, namun pada

Dengan menggunakan sistem solar tracker akan bertambah efektifitas panel surya, karena energi terbesar yang diterima oleh solar panel adalah arah radiasi matahari yang tegak