• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditunjuk. Jenis kelamin ini memberi kita pengertian tentang suatu sifat atau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditunjuk. Jenis kelamin ini memberi kita pengertian tentang suatu sifat atau"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori dan Konsep 1. Seks dan Seksualitas

a. Seks

Seks mempunyai arti jenis kelamin, sesuatu yang dapat dilihat dan dapat ditunjuk. Jenis kelamin ini memberi kita pengertian tentang suatu sifat atau ciri yang membedakan antara laki-laki atau perempuan, yang secara biologis (PKBI, 2000).

b. Seksualitas

Seksual adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan masalah hubungan intim antara laki-laki dan perempuan (Mu’tadin, 2002, Penyimpangan Seksual, http: // www. Situs kesehatan reproduksi.info, diperoleh tanggal 30 Oktober 2003). Seksualitas merupakan suatu proses yang terjadi sepanjang kehidupan manusia, dimulai dari saat manusia lahir sebagai bayi hingga secara fisik menjadi mandiri, lepas dari ibunya dan akan berakhir ketika seorang meninggal dunia (PKBI, 2000).

Tujuan dari seksualitas yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan manusia, sedangkan secara khusus terbagi dua yaitu; (1) Prokreasi adalah menciptakan atau meneruskan keturunan, (2) rekreasi adalah

(2)

memperoleh kenikmatan biologis dan seksual (PKBI, 2000). Adapun dimensi seksualitas terbagi antara lain:

1) Dimensi biologis yaitu seksualitas yang berkaitan dengan organ reproduksi, yang menggunakan secara optimal sebagai alat untuk berprokreasi (bereproduksi) dan berekreasi dalam mengekspresikan dorongan seksual.

2) Dimensi psikologis yaitu seksualitas yang berhubungan erat dengan identitas peran jenis, perasaan terhadap seksualitas sendiri dan bagaimana menjalankan fungsi sebagai mahluk seksual.

3) Dimensi sosial yaitu berkaitan bagaimana lingkungan berpengaruh dalam pembentukan pandangan mengenai seksualitas dan pilihan perilaku seks. 4) Dimensi kultural menunjukkan tentang bagaimana perilaku seks menjadi

bagian dari budaya yang ada di masyarakat. 2. Perilaku Seksual

a. Perilaku (Practice)

Semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dimana perilaku terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin (Guided Respons), Mekanisme (mechanisme), Adaptasi (adaptation) (Notoatmodjo, 2003).

Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan hasil dari perubahan dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Pada garis besarnya perilaku manusia dapat terlihat dari 3 aspek yaitu aspek fisik, psikis, dan sosial. Akan tetapi dari

(3)

aspek tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi perilaku manusia. Secara lebih terperinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleks dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap.

Perilaku seseorang atau subyek dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor-faktor baik dari dalam maupun dari luar subyek. Dalam perilaku kesehatan menurut Lawrene Green terbagi tiga teori penyebab masalah kesehatan yaitu: 1) Faktor-faktor Predisposisi (predisposing faktors) yaitu faktor-faktor yang

mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seesorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi.

2) Faktor pemungkin (enabling factors) adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau menfasilitasi perilaku atau tindakan. Artinya faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.

3) Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku berawal dari adanya pengalaman-pengalaman seseorang serta faktor-faktor diluar tersebut (lingkungan) baik fisik maupun non fisik, kemudian pengalaman dan lingkungan diketahui, dipersepsikan, diyakini, sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak, yang pada akhirnya terjadilah perwujudan niat yang berupa perilaku. Adapun urutan terjadinya perilaku sebagai berikut:

(4)

Internal a.Persepsi b.Pengetahuan c.Keyakinan d.Motivasi e.Niat f.Sikap Eksternal a.Pengalaman b.Fasilitas c.Sosio-budaya Respons Perilaku

Skema.l. 2.Skema Perilaku

(Sumber : Modifikasi Lawrence Green dalam Soekidjo Notoatmodjo, 2003) b. Perilaku Seksual (Sexual Practice)

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik pada lawan jenis sampai yang berlanjut pada tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Obyek seksual berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian dari tingkah laku itu memang tidak berdampak apa-apa pada dirinya, terutama jika tidak ada akibat fisik yang dapat ditimbulkannya, tetapi pada kenyataannya, sebagian perilaku seksual yang lain dimana dapat dilakukan melalui berbagai cara, untuk memulai dari berfantasi, berpegangan tangan, ciuman kening, ciuman bibir, meraba, berpelukan, menempelkan alat kelamin (petting), sampai intercouse (memasukkan alat kelamin laki-laki ke alat kelamin perempuan) (Mu’tadin, 2002, Penyimpangan Seksual, http: // www.situs kesehatan reproduksi.info, diperoleh tanggal 30 Oktober 2003).

Hubungan seks mempunyai arti hubungan kelamin sebagai salah satu bentuk kegiatan penyaluran dorongan seksual. Sedangkan hubungan seksual pranikah adalah melakukan hubungan seksual sebelum adanya ikatan

(5)

perkawinan yang sah, baik hubungan seks yang penetratif (penis dimasukkan kedalam vagina, anus, atau mulut) maupun yang non penetratif (penis tidak dimasukkan kedalam vagina) (Munajat, 2000)

Hubungan seksual pranikah memberikan dampak yang negatif pada remaja baik secara fisik maupun sosial. Secara fisik yaitu dapat menimbulkan kehamilan yang tidak diinginkan, terkena Penyakit Menular Seksual, dan aborsi. Secara psikis menimbulkan perasaan tertekan, depresi. Secara sosial yaitu tidak dapat menyesuaikan diri di lingkungan masyarakat karena merasa malu (Munajat, 2000).

Suatu hubungan seksual pranikah pada dasarnya dibutuhkan suatu bekal agama yang kuat, dimana agama yang baik kemungkinan untuk melakukan hubungan seksual pranikah tidak dilakukan karena agama melarang perilaku seksual pranikah. Tanpa adanya ikatan agama perilaku seksual pranikah termasuk dalam perbuatan dosa besar (Anonim, 2005. Waspada Seks Bebas Kalangan Remaja. http:// www.bkkbn.go.id, diperoleh tanggal 25 Maret

2003).

Dengan matangnya fungsi-fungsi seksual pada remaja, maka timbul dorongan dan keinginan untuk pemuasan seksual. Kebudayaan Indonesia tidak mengizinkan hubungan seksual diluar pernikahan, padahal pernikahan menuntut syarat-syarat yang berat dan bisa terpenuhi setelah masa remaja. Karena itu para remaja mencari kepuasan dengan berkhayal, membaca buku atau memutar film porno. Persoalan ini kurang nampak pada masyarakat desa, yang perkawinannya terjadi pada waktu individu masih sangat muda, atau masyarakat yang sudah sangat maju dimana dibenarkan hubungan seks sebelum pernikahan (Purwanto, 1999).

(6)

B. Kesehatan Reproduksi

1. Definisi Kesehatan Reproduksi

ICPD (International Conference on Population and Development) Kairo (1994) mendefinisikan kesehatan reproduksi sebagai keadaan sehat yang menyeluruh, meliputi aspek fisik, mental dan sosial, bukan sekedar tidak adanya penyakit atau gangguan di segala hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsinya, proses reproduksi itu sendiri. Kesehatan reproduksi menyiratkan bahwa setiap orang dapat menikmati kehidupan seks yang aman dan menyenangkan dan mereka memiliki kemampuan untuk bereproduksi, serta memiliki kebebasan untuk menetapkan kapan dan seberapa sering mereka ingin bereproduksi (Hidayana, 2004).

WHO mendefinisikan kesehatan reproduksi adalah keadaan yang memungkinkan proses reproduksi dapat tercapai secara sehat baik fisik, mental, maupun sosial yang bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelainan. Kemampuan seseorang khususnya wanita, untuk mengatur dan mengendalikan kesuburannya merupakan komponen yang integral dari pelayanan kesehatan reproduksi (Anonim, 2005, Isu Pokok Kesehatan Reproduksi Remaja, http: // www.bkkbn.go.id, diperoleh tanggal 30 Oktober 2006).

2. Organ Reproduksi

Organ reproduksi wanita bagian luar (genitalia eksterna) meliputi mons pubis/mons veneris, bibir besar (labia mayor), bibir kecil (labia minor), klitoris,

vulva, uretra (saluran kencing), hymen (selaput dara), sedangkan organ reproduksi

wanita bagian dalam (genitalia interma) meliputi vagina,tuba fallopi, uterus (rahim), cervik (leher rahim) (Wahyudi, 2000).

(7)

ostia skene pubis

mons veneris klitoris

labium mayus

orifisium uretra eksternum himen labium minus fosa nafikulare perineum anus vestibulum hiatus himenalis

Gambar.1.2. Alat Reproduksi Wanita Bagian Luar (Bagus, 1999)

Servik

Indung telur Ampula saluran telur Saluran telur (tuba fallopi)

Puncak rahim

Ligamen ovarium Lapisan dalam rahim

Badan rahim

Gambar.2.2. Alat Reproduksi Wanita Bagian Dalam (Bagus, 1999)

Pada pria organ reproduksinya meliputi penis, uretra (saluran kencing), kelenjar prostate, vesikula seminalis, vas deferens (saluran sperma), epididimis,

(8)

Anus Vas deferens Kandung kemih Tulang kemaluan Kepala penis Skrotum Epididimis Saluran kencing Testis Prostat

Gambar 3.2. Alat Reproduksi Laki-laki (Bagus, 1999) 3. Perkembangan Seksual Remaja

Remaja dikenal sebagai periode yang duduk pada tahap perkembangan fisik dimana alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya. Perubahan fisik yang terjadi itulah yang merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja. Sedangkan perubahan psikologis muncul antara lain akibat dan perubahan-perubahan fisik itu. Diantara perubahan-perubahan fisik itu yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh, mulai berfungsinya alat-alat reproduksi yang ditandai menarche (menstruasi pertama kali) pada wanita dan mimpi basah pada pria (Rochmah, 2005).

Menstruasi adalah peristiwa luruhnya lapisan dinding dalam rahim yang banyak mengandung pembuluh darah (endometrium). Menstruasi umumnya mulai terjadi pada usia 8-13 thn. Siklus haid pada setiap wanita tidak sama biasanya berlangsung kurang lebih 28 hari. Siklus menstruasi dapat dipengaruhi oleh kondisi tertentu, seperti stress, pengobatan dan latihan olah raga. Gejala yang menyertai sebelum dan saat menstruasi antara lain adalah perasaan malas

(9)

bergerak, badan menjadi lemas, mudah merasa lelah, nafsu makan meningkat, emosi menjadi lebih labil, mengalami kram perut (dismenorhoe), dan nyeri kepala (Wahyudi, 2000).

Pada remaja pria salah satu tanda yang menunjukkan bahwa organ reproduksinya sudah mulai berfungsi adalah mimpi basah. Mimpi basah adalah pengeluaran cairan sperma yang tidak diperlukan secara alamiah. Mimpi basah pertama terjadi pada remaja sekitar usia 9-14 thn. Mimpi basah umumnya terjadi secara periodik berkisar antara 2-3 minggu (Wahyudi, 2000)

4. Kehamilan, Persalinan, dan Abortus

Kehamilan pada masa remaja dapat menghentikan suatu proses pembentukan identitas dan tugas perkembangan. Pada masa hamil dan masa remaja normal dapat sangat menyulitkan, dimana beban psikologis dapat menyebabkan psikologis yaitu depresi dan penundaan dalam hal memperoleh identitas pada masa dewasa (Bobak, 2005).

Kehamilan adalah pertemuan sel telur dengan sel sperma. Pertemuan terjadi setelah telur lepas sekitar 12 jam dan spermatozoa melalui proses kapasitasi disebut fertilisasi, pembuahan "konsepsi" atau impregnancy. Setelah masuknya kepala spermatozoa kedalam telur (ovum) dengan meninggalkan ekornya terjadilah pertemuan inti masing-masing dengan kromosom mencari pasanganya. Mula-mula terjadi pembelahan menjadi dua dan seterusnya, sehingga seluruh ruangan ovum penuh dengan pembelahan sel, dan disebut morula. Pembelahan berlangsung terus sehingga bagian dalam terbentuk ruangan yang mengandung cairan disebut blastokist. Bagian luar dinding telur (ovum) timbul rumbai-rumbai yang disebut villi, yang siap menerima dalam bentuk reaksi desi dua. Tanda-tanda

(10)

kehamilan yang biasa dialami oleh ibu yaitu tidak datang haid, pusing, mual, buah dada agak membesar dan lebih keras, muka biasanya terdapat bercak kecoklatan, dan perut membesar (Bagus, 1999).

Setelah masa kehamilan maka terjadi masa persalinan. Masa persalinan adalah masa bayi sebagai hasil fungsi reproduksi dilahirkan. Persalinan normal adalah lahirnya bayi diikuti oleh keluarnya ari-ari (plasenta) melalui jalan biasa, yang terjadi dengan sendirinya dan hanya dengan kekuatan si ibu. Tanda-tanda yang mendahului persalinan adalah his, mules di daerah perut bagian bawah dan daerah pinggang, keluar lendir dan air ketuban. Tahap-tahap persalinan meliputi pembukaan, pengeluaran janin dan pengeluaran plasenta (Bagus, 1999).

Salah satu efek negatif dari kehamilan adalah abortus. Abortus adalah berakhirnya atau gugurnya kehamilan sebelum kandungan mencapai usia 20 minggu, yaitu sebelum janin dapat hidup diluar kandungan secara mandiri. Abortus dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu abortus spontan dan provokatus. Jenis abortus provokatus ada dua yaitu abortus provokatus therapevticus dan abortus provokatus criminalis. Abortus provokatus therapevticus adalah

pengguguran kehamilan yang biasanya menggunakan alat-alat dengan alasan kehamilan membahayakan ibu sedangkan abortus provokatus criminalis adalah pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah dan dilarang oleh hukum (Munajat, 2000)

5. Penyakit Menular Seksual

Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang menular dari seseorang ke orang lain melalui hubungan seksual dan dapat disebarkan oleh bakteri, virus atau jamur yang dapat dilihat melalui alat pembesar (mikroskop)

(11)

karena sangat kecil, tidak dapat dilihat oleh mata. PMS terutama ditularkan dengan cara hubungan seksual antara alat reproduksi penis, vagina, anal, dan oral. Jenis PMS yaitu gonore, sifilis, herpes genitalis, trikomoniasis vaginalis, chancroid, klamida, candiloma akuminata (Munajat, 2000).

Tingkat pendidikan orang tua remaja merupakan salah satu faktor untuk mempertimbangkan apabila akan emlakukan aborsi atau tidak. Seorang remaja yang telah melakukan aborsi lebih dari satu kali selama masa remaja membutuhkan konseling psikologis karena status perkembangan mereka. Remaja biasanya membutuhkan konseling yang lebih insentif daripada wanita dewasa tabnpa aborsi (Bobak, 2005).

Insiden Penyakit Menular Seksual (PMS) meningkat dan terjadi pada masa remaja yang memiliki resiko terendah, dimana aktivitas seksual pada remaja dapat mendatangkan penyakit seperti infeksi HIV yang semakin meningkat pada remaja, oleh karena itu program pendidikan seks harus membentuk suatu rantai antara pencegahan AIDS dan pencegahan Penyakit Menular Seksual (PMS).

C. Sikap (Attitude)

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau obyek, baik yang bersifat intern maupun ekstern, sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat langsung ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap merupakan reaksi yang tertutup, bukan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan seseorang untuk bereaksi atau berespon terhadap objek atau stimulus. Sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap merupakan

(12)

kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Suatu sikap pada diri individu belum tentu terwujud dalam suatu tindakan nyata, diperlukan faktor pendukung dan fasilitas (Sunaryo, 2004). Menurut Mar’at (1995), sikap terbagi 3 komponen yang membentuk struktur sikap dan ketiganya saling menunjang, yaitu:

1. Komponen kognitif (komponen perseptual)

Berisi kepercayaan, yang berhubungan dengan hal-hal tentang bagaimana individu mempersiapkan terhadap objek sikap, dengan apa yang dilihat dan diketahui (pengetahuan), pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi. 2. Komponen afektif (komponen emosional)

Kemampuan ini menunjuk pada dimensi emosional subjektif individu atau evaluasi terhadap objek sikap, baik yang positif maupun negatif.

3. Komponen konatif (komponen perilaku)

Yaitu komponen sikap yang berkaitan dengan predisposisi atau kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang dihadapinya.

Ketiga komponen ini bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Pada penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Dimana dari ketiga komponen tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi menunjukkan manusia yang merupakan suatu sistem kognitif, yang berarti bahwa yang dipikirkan seseorang tidak akan terlepas dari perasaannya (Mar’at,1995).

(13)

Pengetahuan dan perasaan merupakan bagian dari sikap yang akan menghasilkan tingkah laku tertentu. Komponen afeksi yang memiliki penilaian emosional yang dapat bersifat positif atau negatif. Maka akan terjadi kecenderungan untuk bertingkah laku hati-hati.

Sikap terdiri atas berbagai tingkat, yaitu menerima (receiving), memberi respon (responding), menghargai (valuing), bertanggung jawab (responsible). Menerima

(receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau, dan memperhatikan stimulus yang

diberikan (objek). Memberi respon (responding) diartikan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan sebagai indikasi dari sikap. Menghargai (valuing) berarti mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah. Bertanggung jawab (responsible) berarti bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko (Notoatmodjo, 2003). Menurut Sunaryo (2004), ada 4 hal penting yang menjadi determinan (faktor penentu) sikap individu yaitu: 1. Faktor fisiologis adalah Faktor yang penting : umur dan kesehatan yang

menentukan sikap individu.

2. Faktor pengalaman langsung terhadap objek sikap: pengalaman langsung yang dialami individu terhadap objek sikap, berpengaruh terhadap sikap individu terhadap objek sikap tersebut.

3. Faktor kerangka acuan : kerangka acuan yang tidak sesuai dengan objek sikap, dan menimbulkan sikap yang negative terhadap objek sikap tersebut

4. Faktor komunikasi sosial : Informasi yang diterima individu akan dapat menyebabkan perubahan sikap pada individu tersebut.

(14)

Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dapat dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman dan latihan sepanjang perkembangan individu dalam hubungan dengan objek. Faktor yang berasal dari dalam maupun dari luar individu, yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap individu. Faktor yang berasal dari dalam individu antara lain umur, kesehatan, dan pengalaman langsung dari individu. Sedangkan faktor dari luar individu antara lain informasi, kerangka acuan. Kedua faktor tersebut dapat menjadi penentu sikap individu terhadap objek atau stimulus.

Menurut Sunaryo (2004), faktor yang mempengaruhi pembentukan dan pengubahan sikap, yaitu:

a. Faktor Internal

Faktor ini berasal dari dalam diri individu. Dimana individu menerima, mengolah dan memilih segala sesuatu yang datang dari luar, serta menentukan mana yang akan diterima dan mana yang tidak. Faktor individu merupakan faktor penentu dalam pembentukan sikap. Faktor intern ini menyangkut motif dan sikap yang bekerja dalam diri individu pada saat sakit, serta yang mengarahkan minat dan perhatian (faktor psikologis), juga perasaan sakit, lapar dan haus (faktor fisiologis).

b. Faktor Eksternal

Faktor ini berasal dari luar individu, berupa stimulus untuk membentuk dan mengubah sikap. Stimulus dapat bersifat langsung, misal individu dengan individu atau dengan kelompok. Dapat juga bersifat tidak langsung, yaitu melalui perantara, seperti alat komunikasi dan media massa, misalnya pengalaman yang

(15)

diperoleh individu, situasi yang dihadapi individu, norma dalam masyarakat, hambatan, serta pendorong yang dihadapi individu dalam masyarakat.

Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat untuk itu, sehingga dapat dipelajari. Telah kita ketahui bahwa sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman individu sepanjang perkembangan selama hidupnya. Pada manusia sebagai mahluk sosial, pembentukan sikap tidak lepas dari pengaruh interaksi manusia satu dengan yang lain (eksternal). Faktor yang berasal dari luar individu antara lain; pengalaman individu, situasi yang dihadapi, norma dalam masyarakat, hambatan dan pendorong yang dihadapi individu. Manusia sebagai mahluk individual, sehingga apa yang datang dari dalam dirinya (internal), akan mempengaruhi pembentukan sikap. Faktor yang berasal dari dalam individu yaitu fisiologis, psikologis, dan motif yang ada dalam diri individu. Sikap ini dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendukung atau memihak (favorable), sedangkan dalam sikap negatif kecenderungan untuk tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada obyek tersebut (Purwanto, 1999).

Sikap yang kuat dalam masa remaja adalah sikap tertutup mereka kepada orang dewasa, termasuk masalah seks. Hal ini timbul karena keinginan mereka menentukan sikap, keinginan untuk menjadi independen serta keinginan memecahkan persoalannya sendiri. Biasanya remaja lebih bersikap terbuka kepada kelompok teman-teman sebaya. Persoalan yang dibiarkan oleh remaja hubungan berkisar pada romantika kehidupan termasuk persoalan seksual pranikah (Widjanarko, 1999).

(16)

1. Definisi Remaja

WHO (World Health Organization) 1974 mendefinisikan tentang remaja yang lebih konseptual dengan adanya tiga kriteria yaitu (a) biologis dengan ciri individu berkembang mulai saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya, sampai saat mencapai kematangan seksual, (2) remaja sebagai individu yang mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, (3) pada kriteria sosial ekonomi, terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif mandiri.

WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan remaja. PBB pada tahun 1985 menetapkan tahun pemuda internasional dengan kriteria usia pemuda adalah 15-24 tahun. Sensus penduduk 1980 di Indonesia membatasi kriteria remaja yang mendekati batasan PBB yaitu 14-24 tahun (Widjanarko,1999). Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005).

Kebanyakan ahli memandang masa remaja dibagi dalam 2 periode karena terdapat ciri-ciri perilaku yang cukup banyak berbeda dalam kedua periode tersebut. Pembagian ini biasanya menjadi periode remaja awal, yaitu berkisar antara 13 sampai 17 tahun, dan periode masa akhir yaitu 17 sampai 18 tahun (usia matang secara hukum) (Hurlock, 1995).

Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintregasi dalam masyarakat dewasa, dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang

(17)

yang lebih tua melainkan berada pada tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak (Hurlock, 1995).

2. Perkembangan Fisik Pada Remaja

Hormon kelamin laki-laki (testosteron) bersama anak ginjal (androgen) pada anak laki-laki menimbulkan ciri sekunder, yaitu tumbuh rambut pada daerah tertentu (kemaluan, wajah, kaki, tangan, dada, ketiak), suara bertambah besar, badan berotot terutama bahu dan dada, pertambahan berat dan tinggi badan, penis menjadi lebih besar, lebih cepat mengalami bau badan, dan mimpi basah (Wahyudi, 2000).

Indung telur memproduksi hormon estrogen dan progesterone pada anak perempuan yang menyebabkan munculnya ciri-ciri seks sekunder, seperti pertambahan tinggi badan, tumbuh rambut di sekitar alat kelamin dan ketiak, kulit menjadi lebih halus, suara menjadi halus dan tinggi, payudara mulai membesar, pinggul makin membesar, paha membulat, dan mengalami menstruasi (Wahyudi, 2000).

3. Ciri-Ciri Masa Remaja

a Masa Remaja sebagai Periode yang Penting

Pada masa remaja sebagai akibat fisik dan psikologis mempunyai persepsi yang sama penting. Perkembangan fisik yang cepat disertai dengan cepatnya perkembangan mental terutama pada awal masa remaja, dimana perkembangan itu dapat menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai, dan minat baru (Hurlock,1995).

(18)

b Masa Remaja sebagai Periode Peralihan

Peralihan tidak berarti terputus atau berubah dari apa yang terjadi sebelumnya, tetapi peralihan yang dimaksud adalah dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya. Artinya, apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekasnya pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang. Bila anak beralih dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, anak harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan juga harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan (Hurlock,1995).

c Masa Remaja sebagai Usia Bermasalah

Masalah pada masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik, oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu, yaitu (1) sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. (2) para remaja merasa mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru. Ketidakmampuan remaja untuk mangatasi sendiri masalahnya, maka memakai menurut cara yang mereka yakini. Banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan mereka. Banyak kegagalan yang seringkali disertai akibat tragis, bukan karena ketidakmampuan individu tetapi kenyataan bahwa tuntutan yang diajukan kepadanya, justru pada saat semua tenaganya telah dihabiskan untuk mencoba mengatasi masalah pokok, yang

(19)

disebabkan oleh pertumbuhan dan perkembangan seksual yang normal (Hurlock, 1995).

d Masa Remaja sebagai Masa Mencari Identitas

Sepanjang usia kelompok pada akhir masa kanak-kanak, penyesuaian diri dengan standar kelompok adalah jauh lebih penting bagi anak yang lebih besar daripada individualitas. Seperti telah bagi anak yang lebih besar ingin ingin cepat seperti teman-teman kelompoknya. Tiap penyimpangan dari standar kelompok dapat mengancam keanggotaannya dalam kelompok (Hurlock, 1995).

E. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan (knowladge) mempakan hasil "tahu", dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif mempakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Berdasarkan pengalaman dan penelitian temyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003)

Proses perilaku baru dalam diri seseorang meliputi awareness (kesadaran), interest (merasa tertarik), evolution (menimbang-nimbang), trial, dan adoption.

Awareness (kesadaran) adalah orang menyadari dalam arti mengetahui teriebih

dahulu terhadap stimulus (objek). Interest (merasa tertarik) adalah orang mulai merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap objek sudah mulai timbul. Evaluation (menimbang- nimbang) berarti subjek menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap subjek

(20)

sudah mulai baik lagi. Trial (mencoba) berarti subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. Adoption berarti subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan yang tercakup didalam domain kognitif, mempunyai enam tingkat, yaitu tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), evaluasi (evaluation).

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recaal) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu."tahu" merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi secara benar. 3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan, untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komppnen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

(21)

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis adalah kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan menyusun formilasi baru dan formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2003).

F. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi Dengan Perilaku Seksual Pranikah.

Pemahaman tentang seks bagi sebagian orang mungkin menyangkut hal yang kotor dan tidak pantas. Jika menyebut kata seks, akan terbayang penyakit menular seksual dan dosa. Pandangan tentang seks tidak hanya tentang berhubungan seksual (hubungan intim), karena seks secara alami akan mengerti dengan sendirinya. Pengetahuan yang setengah-setengah mendorong gairah seksual remaja tidak dapat dikendalikan yang pada akhirnya memperbesar kemungkinan diperbuatnya tingkah laku seksual yang bisa menjurus pada senggama. Padahal remaja tidak digolongkan sebagai individu yang berhak menerima pelayanan KB. Akibatnya beberapa remaja melakukan senggama diluar nikah tanpa perlindungan alat KB sama sekali sehingga terjadilah kehamilan yang tidak dikehendaki (Sarwono, Sarlito W, 1998).

Kita perlu mengubah pandangan tentang makna seks yang sebenarnya oleh masyarakat, khususnya kepada remaja, karena seks seakan-akan ada pembolehan

(22)

untuk orang dewasa, terutama bagi yang sudah menikah, tetapi tidak diperbolehkan bagi remaja. Seks bebas, yang banyak terjadi pada orang yang sudah menikah. Perlu disadari seks adalah jenis kelamin, dimana seks membutuhkan pikiran, perasaan, sistim nilai, sosial-budaya, dan hukum yang membentuk menjadi satu kesatuan, dalam memandang diri kita dan berperan sesuai dengan identitas seks yang semuanya menjadi bagian yang menyatu menjadi sebuah sistem (Saanin, 1997).

Pandangan tentang kesehatan reproduksi dan seksual khususnya seks pranikah pada remaja lebih positif, akan memberikan ruang bagi semua individu mendapatkan informasi mengenai bagaimana bersikap dan memahami perkembangan diri dan melindungi diri dari resiko kesehatan reproduksi dan seksual yang tidak sehat. Banyak penelitian menunjukkan bahwa bukan remaja yang tidak ingin mendapatkan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dan seksual tetapi pemahaman yang salah menyangkut kesehatan reproduksi dan seksual telah membatasi remaja selama ini untuk mendapatkan kesempatan untuk menyiapkan masa depan dan melindungi reproduksi dan seksualnya dengan lebih baik (Warsiki Endang, 1996).

Sikap merupakan pandangan, tetapi dalam hal itu masih berbeda dengan suatu pengetahuan yang dimiliki seorang. Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dan seks tidak sama dengan sikap terhadap suatu obyek. Pengetahuan belum menjadi suatu penggerak, seperti halnya pada sikap. Pengetahuan mengenai suatu obyek baru misalnya tentang kesehatan rteproduksi akan menjadi sikap apabila pengetahuan tentang kesehatan reproduksi disertai kesiapan remaja untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Sikap mempunyai segi motivasi, berarti segi dinamis yang menuju suatu tujuan. Sikap merupakan suatu pengetahuan, tetapi pengetahuan

(23)

yang disertai kesediaan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan (Purwanto, 1999).

Rasa ingin tahu terhadap seks pada remaja, dapat dikurangi dengan membicarakan seks padanya di rumah dan memberikan bimbingan, dari hasil studi diketahui bahwa sekitar 65% anak-anak praremaja memiliki informasi seksual yang buruk, 13% mempunyai informasi yang salah, dan 5% tidak mempunyai informasi. Hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap, dimana pengetahuan merupakan keikutsertaan remaja untuk mengetahui seksual dan kesehatan reproduksi. Oleh karena itu, individu hendaknya mengetahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan kesehatan seksual serta apa manfaatnya. Setelah mengetahui hal tersebut akan timbul pemikiran tentang sisi negatif atau positif yang akan mempengaruhi sikap individu. Apabila pandangan ini mengarah pada sisi positif maka muncul sikap positif sebaliknya bila pandangan lebih condong pada sisi negatif maka yang muncul adalah sikap negatif (Tjahyono, 1995).

Penelitian Gerakan Remaja untuk Kependudukan (GRK), diketahui bahwa perilaku seksual bagi remaja, dipengaruhi oleh informasi seksual yang kurang baik pada remaja, sehingga menimbulkan dampak yang kurang baik. Menurut Hurlock (1995) secara umum bahwa pendidikan seksual merupakan tanggung jawab utama orangtua, akan tetapi banyak pendidik dan ahli psikologi mempertanyakan apakah orangtua mempunyai sikap dan cukup pengetahuannya dalam memberikan penerangan seksual pada anak remajanya, hanya 60% orangtua terutama ibu yang memberi penerangan mengenai haid dan perubahan fisik pada saat pubertas serta

(24)

90% remaja putra tidak pernah mendapat penerangan mengenai mimpi basah dan masturbasi oleh kedua orangtuanya.

Dimana banyak orangtua mengalihkan tanggung jawab memberi penerangan tentang seksual pada guru sekolah, tokoh agama atau konselor yang dianggap cukup terlatih memberi pendidikan seksual pada remaja. Maka untuk mencegah agar tidak timbul dampak negatif perilaku seksual pranikah pada remaja yang kurang baik, dibutuhkan peran orangtua atau guru untuk memberikan bekal pengetahuan seksual yang baik untuk dapat diberikan pada anak-anak didiknya (Hurlock, 1995).

(25)

G. Kerangka Teori Perilaku Seksual Pranikah Faktor Prediposisi 1. Tingkat Pengetahuan 2. Sikap 3. Keyakinan 4. Kepercayaan 5. Nilai 6. Motivasi Faktor Penguat 1. Sikap Petugas kesehatan 2. Perilaku petugas kesehatan Faktor Eksternal 1.Pengalaman 2.Sosial Budaya Faktor Pemungkin 1.Fasilitas Fisik : kesehatan: puskesmas, rumah sakit

2.Fasilitas umum: media massa (koran, TV, Radio)

Skema 2.2. Kerangka Teori

(Sumber: Lawrence Green (1988) yang dimodifikasi : Notoatmodjo, 2003) H. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent Tingkat Pengetahuan remaja

tentang kesehatan reproduksi

Sikap Remaja tentang kesehatan reproduksi

Perilaku Seksual Pranikah

Skema 3.2. Kerangka Konsep

(26)

1. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual pranikah

2. Ada hubungan antara sikap remaja tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual pranikah

Gambar

Gambar 3.2. Alat Reproduksi Laki-laki (Bagus, 1999)  3.  Perkembangan Seksual Remaja

Referensi

Dokumen terkait

8 Network Diagram Perhitungan Maju, Perhitungan Mundur, dan Penentuan Lintasan Jalur Kritis pada Kegiatan P24 Kereta B dan P .... 9 Context Diagram Sistem Informasi Perawatan

80.. Mata adalah indera yang paling banyak menyalurkan pengetahuan yang diper- oleh manusia ke dalam otak yaitu se- besar 75 % sampai 87 %, dan sebagian melalui

Tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan umur, masa kerja, pengetahuan dan motivasi bidan dengan pelaksanaan program Inisiasi Menyusus Dini di

Jika dibandingkan hasil grafik cangkang Pensi kalsinasi 300˚C dengan grafik XRD cangkang Pensi sebelum kalsinasi seperti pada Gambar 2 diperoleh bahwa terdapat

Agar penghunian kembali permukiman rumah susun ini dapat mendukung permukiman yang berkelanjutan 7 baik berkelanjutan secara ekonomi, sosial maupun ekologis, maka

Untuk mengetahui apakah perilaku konsumsi tersebut berorientasi pada satisfying wants (pemuasan keinginan) atau meeting needs (pemenuhan kebutuhan), haruslah diketahui

Dasar hukum pelaksanaan program penyediaan jasa akses telekomunikasi perdesaan KPU/USO Tahun 2009 umumnya juga mengacu kepada beberapa peraturan perundang-undangan yang

Bahan Bakar Nabati dari nyamplung ( Calophyllum inophyllum Linn dapat digunakan sebagai subsitusi minyak tanah ( biokerosene ) dan substitusi minyak solar ( biodiesel ).