• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Masuknya modal asing di suatu negara, terutama negara-negara berkembang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Masuknya modal asing di suatu negara, terutama negara-negara berkembang"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Investasi merupakan salah satu sektor pendukung kemajuan ekonomi di setiap negara. Semua negara memiliki kekurangan dan kelebihan untuk saling mengisi antara satu negara dengan negara lain. Untuk menutupi kekurangan serta memajukan perekonomian suatu negara diantaranya melalui jalan investasi, yang merupakan salah satu jalur hubungan negara baik secara bilateral maupun multilateral. Sebab investasi akan menambah income negara melalui pemasukan pajak dan mengurangi pengangguran.

Masuknya modal asing di suatu negara, terutama negara-negara berkembang khususnya di Indonesia akan memberikan dampak positif bagi negara penerima modal, seperti mendorong tumbuhnya bisnis, adanya supply teknologi dari investor baik dalam bentuk proses produksi maupun permesinan, dan menciptakan lapangan pekerjaan.1

Secara rinci, penanaman modal asing dapat memberikan keuntungan cukup besar terhadap perekonomian nasional, misalnya dapat berupa :2

1. Menciptakan lapangan kerja bagi penduduk tuan rumah, sehingga mereka dapat meningkatkan penghasilan dan standar hidup mereka.

2. Menciptakan kesempatan penanaman modal bagi penduduk tuan rumah, sehingga mereka dapat berbagi dari pendapatan perusahaan-perusahaan baru.

1

Camelia Malik, “Jaminan Kepastian Hukum dalam Kegiatan Penanaman Modal di Indonesia”, artikel pada Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26, Nomor 4, Tahun 2007, hlm 16.

2

(2)

3. Meningkatkan ekspor dari negara tujan rumah, sehingga mendatangkan penghasilan tambahan dari luar yang dapat dipergunakan untuk kepentingan penduduknya.

4. Melaksanakan pengalihan pelatihan teknis dan pengetahuan, yang mana dapat digunakan oleh penduduk untuk mengembangkan perusahaan dan industri lain.

5. Memperluas potensi keswasembadaan pangan tuan rumah dengan memproduksi barang setempat untuk menggantikan barang impor.

6. Menghasilkan pendapatan pajak tambahan yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan, demi kepentingan penduduk dari negara tuan rumah. 7. Membuat sumber daya tuan rumah baik sumber daya alam maupun sumber

daya manusia lebih baik pemanfatannya dari semula.

Indonesia yang kaya akan sumber daya alam dan mineral sangat berpotensi untuk mengembangkan sektor pertambangan sebagai salah satu penggerak laju pertumbuhan ekonomi bangsa. Namun Indonesia juga tidak lepas dari berbagai kekurangan, tidak mampu mencukupi kebutuhan sendiri baik dari segi fisik dan non fisik serta kebutuhan yang bersifat konsumtif maupun non konsumtif. Misalnya pengadaan teknologi canggih untuk mengolah berbagai kekayaan alam yang dimiliki. Maka sebuah keniscayaan bagi Indonesia untuk membangun investasi di bidang pertambangan dengan jalan menarik negara-negara lain masuk ke Indonesia untuk berivestasi mengelola mineral yang terkandung di bumi Indonesia.

Indonesia dituntut untuk bergerak cepat dengan stabilitas penduduk yang semakin kompleks, salah satu penyebabnya adalah pengangguran yang merajalela.

(3)

Permasalahan ini terjadi karena kebutuhan masyarakat yang kian meningkat, sehingga menimbulkan peningkatan kebutuhan akan sarana, energi dan bahan-bahan mentah yang pada akhirnya menambah tekanan terhadap lingkungan dan sumber-sumber kehidupan. Hal ini memberikan tantangan bagi institusi pemerintahan dan hukum untuk merancang strategi dan membuat aturan yang tepat untuk menarik investor. Sebab Indonesia dengan sumber daya mineral dan tambang yang melimpah memerlukan sumber daya manusia dan sumber dana (investasi) untuk membangun perekonomian dan mengelola sumber daya alam yang ada.

Investasi di bidang pertambangan sangat berperan penting dalam usaha percepatan perbaikan ekonomi bangsa, selain untuk menutupi kekurangan dana pembangunan, investasi ini juga akan memacu persaingan usaha bagi kalangan pengusaha domestik. Dengan demikian arti modal asing yang ditanamkan dalam industri pertambangan bagi pembangunan ekonomi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia pada dasarnya adalah untuk meningkatkan perekonomian nasional dan modernisasi struktur ekonomi nasional disamping untuk mengelola kekayaan alam yang dimiliki3. Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi nasional, tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai seperti mengembangkan industri substitusi import untuk menghemat devisa, mendorong eksport nonmigas untuk menghasilkan devisa, alih teknologi, membangun prasarana, dan mengembangkan daerah tertinggal dapat terlaksana.4

3

Ibid.

4

Erman Rajagukguk, Hukum Investasi di Indonesia : Anatomi Undang-Undang No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, ctk. pertama, Fak.Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Jakarta, 2007, hlm 13.

(4)

Iklim investasi di Indonesia yang masih pasang surut menimbulkan kekhawtiran-kekhawatiran bagi para investor. Apalagi investasi pertambangan memerlukan dana yang tidak sedikit dengan risiko yang relatif tinggi. Para investor sering merasa khawatir akan banyaknya risiko. Kondisi ini dipengaruhi oleh situasi hukum dan politik yang tidak menentu. Investor yang menanamkan modal di negara-negara berkembang seperti Indonesia umumnya menuntut kesiapan negara-negara tersebut dari aspek keamanan dan kepastian hukum dalam berinvestasi.5 Namun hal ini belum sepenuhnya terwujud dalam industri pertambangan di dalam negeri. Manajemen buruk pemerintah dalam mengelola sektor pertambangan secara tidak langsung telah mengakibatkan kerugian negara secara materiil. Artinya, potensi industri pertambangan dimana merupakan salah satu penyumbang bagi perkembangan perekonomian di Indonesia, tidak lagi secara maksimal memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara. Pada dasarnya, permasalahan ini sudah lama menjadi kendala utama dalam bidang pertambangan di Indonesia. Namun pemerintah tidak segera menyelesaikannya yang menyebabkan permasalahan ini semakin berlarut-larut. Ketidaktegasan pemerintah dalam negosiasi kontrak karya juga menjadi salah satu faktor tidak berkembangnya investasi pertambangan dalam negeri. Padahal melalui datangnya investor dalam mengelola sumber daya alam yang melimpah dapat dimanfaatkan oleh pemerintah Indonesia untuk pembiayaan bangsa.

Ada dua hambatan atau kendala yang dihadapi dalam menggerakkan investasi secara keseluruhan di Indonesia, sebagaimana diinventarisasi oleh BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), yaitu kendala internal dan eksternal.Kendala

5

(5)

Internal, meliputi : (1) kesulitan perusahaan mendapatkan lahan atau lokasi proyek yang sesuai; (2) kesulitan memproleh bahan baku; (3) kesulitan dana/pembiayaan; (4) kesulitan pemasaran; (5) adanya sengketa perselisihan di antara pemegang saham. Kendala eksternal, meliputi: (1)faktor lingkungan bisnis, baik nasional,regional dan global yang tidak mendukung serta kurang menariknya insentif atau fasilitas investasi yang diberikan pemerintah; (2) masalah hukum; (3) keamanan, maupun stabilitas politik yang merupakan faktor eksternal ternyata menjadi faktor penting bagi investor dalam menanamkan modal di Indonesia; (4) adanya peraturan daerah, keputusan menteri, undang-undang yang turut mendistorsi kegiatan penanaman modal; (5) adanya Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang menimbulkan ketidakpastian dalam pemanfaatan areal hutan bagi industri pertambangan.6 Selain hambatan-hambatan tersebut diatas juga terdapat hambatan lain yakni masalah perijinan, birokrasi yang rumit dan sarat Korupsi Kolusi dan Nepotisme, nasionalisasi dan kompensasi, serta masalah kebijakan perpajakan yang sering tumpang tindih antara pemerintah pusat dan daerah.

Sebelum calon investor menanamkan modalnya di suatu negara, ada beberapa hal yang yang menjadi perhatian negara calon investor. Beberapa hal ini seringkali menjadi perhatian bagi investor agar mereka dapat meminimalisir resiko dalam berinvestasi, antara lain: 7

1. Keamanan investasi yang sering berkaitan dengan stabilitas politik di suatu negara;

2. Bahaya tindakan nasionalisasi dan berkaitan dengan ganti kerugian;

6

Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, ctk. pertama, Rajawali Pers, jakarta, 2007, hlm 1-3.

7

(6)

3. Repartriasi keuntungan dan modal dan konvertibilitas mata uang; 4. Penghindaran pajak berganda;

5. Masuk dan tinggalnya staff atau ahli yang diperlukan; 6. Penyelesian sengketa;

7. Perlakuan sama terhadap investor asing dan tidak adanya pembedaan dari investor domestik;

8. Insentif untuk penanaman modal;

9. Transparency,yaitu kejelasan mengenai peraturan perundangan, prosedur administrasi yang berlaku, serta kebijakan investasi.

10. Kepastian hukum, termasuk enforcement putusan-putusan pengadilan.

Untuk menarik masuknya investor agar menanamkan modalnya di Indonesia diperlukan iklim investasi yang kondusif. Iklim investasi yang dimaksud adalah kebijakan kelembagaan dan lingkungan, baik yang sedang berlangsung maupun yang diharapkan terjadi di masa mendatang, yang dapat mempengaruhi tingkat pengembalian dan risiko suatu investasi.8 Menurut Erman Rajagukguk suatu negara dapat dikatakan memiliki iklim investasi yang kondusif bila memenuhi syarat-syarat;

pertama, ada economic opportunity (investasi mampu memberikan keuntungan ekonomis bagi investor); kedua, political stability (investasi akan sangat dipengaruhi stabilitas politik); ketiga, legal certainty atau kepastian hukum.9

Dari ketiga syarat tersebut faktor kepastian hukum (legal certainty) merupakan problem tersendiri bagi Indonesia. Kepastian hukum ini meliputi perundang-undangan yang dalam banyak hal tidak jelas bahkan bertentangan, dan

8

Ibid, hlm 18. 9

(7)

juga mengenai pelaksanaan putusan-putusan pengadilan.10 Termasuk pula di dalamnya komitmen dan konsistensi pemerintah dalam menegakkan peraturan perundang-undangan. Untuk mewujudkan sistem hukum yang mampu mendukung iklim investasi diperlukan aturan yang jelas mulai dari izin untuk usaha sampai dengan biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk mengoperasikan perusahaan. Untuk mencapai kondisi ini yang diperlukan adalah adanya penegakan supremasi hukum (rule of law).11

Kepastian hukum dapat diwujudkan bila mendapat dukungan dari seluruh elemen bangsa, pemerintah (birokrasi) dapat memulainya dengan mempermudah proses investasi dan tidak mencari-cari penafsiran untuk memperoleh keuntungan pribadi serta di dukung oleh masyarakat akan membuat investasi menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi yang memberikan kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat Indonesia.

Faktor perlindungan dan kepastian hukum, konsistensi perundang-undangan, maupun kebijakan industri pertambangan di Indonesia tergolong paling banyak disoroti. Banyak investor asing menilai bahwa investasi di Indonesia sulit dijamin keamanan serta perlindungan hukumnya dikarenakan kepastian hukumnya yang dinilai tidak stabil dan konsisten melindungi para investor. Pemerintah dianggap lemah dalam hal ini. Hasil survei Bank Dunia terhadap 155 negara menunjukkan bahwa iklim investasi di Indonesia dinilai sebagai salah satu yang terburuk. Iklim

10

Camelia Malik, loc.cit.

11

(8)

investasi yang dimaksudkan mencakup kepastian hukum, stabilitas ekonomi makro, sistem dan ketersediaan infrastruktur (listrik, jalan, pelabuhan, telekomunikasi, dsb)12

Kondisi ini diperparah dengan korupsi yang merebak di mana-mana, di berbagai level. Sebagai gambaran, untuk melancarkan proses perizinan, seorang investor terpaksa harus menyerahkan sejumlah uang. Bahkan tidak jarang, setelah menerima uang, permintaan investor tidak segera diselesaikan. Regulasi di Indonesia hingga saat ini memang dinilai masih sangat lemah. Kelemahan regulasi ini nyaris mencakup semua aspek. Misalnya regulasi di bidang perizinan, perpajakan, ketenagakerjaan, kepemilikan properti, investasi, dsb. Regulasi yang lemah menyebabkan ketidakpastian hukum dan menyebabkan pungutan liar serta merebaknya tindak korupsi.

Contoh mengenai tidak adanya kepastian hukum di Indonesia misalnya banyak Peraturan Daerah (perda) seperti retribusi yang dikenakan kepada investor yang menanamkan modalnya di daerah. Padahal dalam kontrak yang ditandatangani oleh pemerintah pusat dan investor, pungutan tersebut sudah termasuk di dalamnya. Hal itu menyebabkan banyak terjadi pungutan berganda. Ini banyak ditemukan dalam kontrak-kontrak energi seperti kontrak migas dan kontrak karya pertambangan. Adanya peraturan daerah yang dikaitkan dengan retribusi, dirasakan menghambat investasi, yang berdampak pada menurunnya investasi baru di sektor migas maupun pertambangan umum.13 Kebijakan otonomi daerah serta tidak adanya koordinasi antar departemen juga menjadi kendala utama yang mengakibatkan tumpang tindihnya kebijakan pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Seperti kasus

12

Mengkaji Iklim Investasi dan kepastian Hukum di Daerah, dalam http://wawanfahrudin. blogspot.com. Akses data 2 November 2008 pukul 14.00.

13

(9)

tumpang tindih lahan yang dialami Rio Tinto, yang akan mengolah nikel di lokasi tambang Lasamphala yang terletak di dua kabupaten, yakni Morowali (Sulawesi Tengah) dan Konawe (Sulawesi Tenggara).14 Perusahaan ini sejak tahun 2000 telah mendapat izin prinsip konsesi tambang dari pemerintah pusat, namun belakangan, pemerintah daerah mengeluarkan kuasa pertambangan di wilayah yang sama kepada perusahaan lain. Konon, Rio Tinto telah menyiapkan dana hingga US$ 1 miliar untuk mengembangkan kawasan tambang tersebut.15 Selain itu otonomi daerah juga telah membuka ruang bagi daerah untuk menarik pungutan kepada investor sehingga berimbas pada membengkaknya cost of production.

Contoh lain tidak adanya kepastian hukum adalah mengenai kebijakan Upah Minimum Regional (UMR) yang kurang berpihak pada kondisi umum iklim investasi serta perekonomian di Indonesia. Banyak kasus telah menunjukkan bahwa

dispute settlement (penyelesaian sengketa) yang dilakukan melalui pengadilan dalam perkara-perkara konflik investasi lebih sering menempatkan para investor asing dalam posisi yang kalah. Dukungan politik dalam negeri serta tekanan masyarakat (buruh) terhadap kenaikan upah sangat memojokkan mereka. Jika dituruti maka

revenue mereka akan menurun atau bahkan merugi, bila tidak dituruti pabrik dirusak, dijarah dan dibakar. Bila hal ini sudah terjadi, investor tetap saja disalahkan. Iklim seperti ini yang kemudian menciutkan nyali para investor untuk berinvestasi di

14

Kristanto hartadi, Sektor Pertambangan Butuh Kepastian Hukum, dalam http://www.sinar harapan. co.id/berita/0810/22/sh03.html. akses data 12 Desember 2008, pukul 23.00.

15

(10)

Indonesia. Sehingga investasi asing langsung (foreign direct investment) menjadi lebih berrisiko daripada menanamkan modal di bursa efek.16

Berdasarkan fakta-fakta tersebut dapat dikatakan bahwa iklim investasi di Indonesia tidak lagi kondusif karena stabilitas sosial dan politik serta jaminan keamanan dan penegakan hukum di dalam negeri masih rawan.17 Sebagai dampaknya hal ini menyebabkan berbagai permasalahan yang kemudian mengakibatkan kurangnya minat investor untuk menanamkan modalnya. Bahkan investor yang telah memiliki usaha di Indonesia menutup dan memindahkan usahanya ke negara lain yang lebih aman untuk berinvestasi.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah arti pentingnya kepastian hukum bagi kegiatan investasi di bidang pertambangan dalam kegiatan investasi di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui arti pentingnya kepastian hukum bagi kegiatan investasi di bidang pertambangan.

D. Tinjauan Pustaka

Istilah investasi atau penanaman modal banyak digunakan dalam kegiatan bisnis sehari-hari maupun dalam bahasa perundang-undangan, bila istilah investasi banyak digunakan dalam dunia usaha, maka istilah penanaman modal banyak digunakan dalam perundang-undangan.

16

Peningkatan Investasi di Indonesia Melalui Perbaikan Sistem Ekonomi, Sosial, Politik, dan penegakan hukum dalam http://jufrism.wordpress.com. Akses data 2 November 2008 pukul 14.00

17

(11)

Investasi berasal dari bahasa latin, yaitu investire (memakai), sedangkan dalam bahasa Inggris disebut dengan investment.18 Dalam berbagai kepustakaan hukum ekonomi atau hukum bisnis, terminologi penanaman modal dapat berarti penanaman modal yang dilakukan secara langsung oleh investor lokal (Domestic investor), investor asing (Foreign Direct Investment) dan penanaman modal yang dilakukan secara tidak langsung oleh pihak asing (Foreign Indirect Investment)

melalui pembelian efek lewat Lembaga Pasar Modal (Capital Market).19

Fitzgeral mengartikan investasi sebagai20 ”aktivitas yang berkaitan dengan usaha penarikan sumber-sumber (dana) yang dipakai untuk mengadakan modal pada saat sekarang, dan dengan barang modal akan dihasilkan aliran produk baru di masa yang akan datang.”

Dalam definisi ini investasi dikonstruksikan sebagai sebuah kegiatan untuk: 1. penarikan sumber dana yang digunakan untuk pembelian barang modal; dan 2. barang modal itu akan dihasilkan produk baru.

Definisi lain dikemukakan oleh Kamarudin Ahmad, yang mangartikan investasi adalah:21 ”menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh

tambahan atau keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut.”

Dalam definisi investasi menurut Kamarudin Ahmad, investasi difokuskan pada penempatan uang atau dana. Tujuannya adalah untuk memperolah keuntungan.

18

Ibid, hlm 31. 19

Sentosa Sembiring, Hukum Investasi : Pembahasan Dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, ctk.pertama, Nuansa Aulia, Bandung, 2007, hlm 55.

20

Salim HS dan Budi Sutrisno, op.cit, hlm 31. 21

Kamaruddin Ahmad, Dasar-Dasar Manajemen Investasi, ctk. Pertama, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hlm 3.

(12)

Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (UUPM) dikemukakan,22 ”penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.”

Dari beberapa pengertian diatas, secara sederhana dapat diketahui bahwa investasi adalah menempatkan uang atau dana dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan (return) tertentu atas uang atau dana tersebut.23

Kegiatan investasi di suatu negara berkaitan erat dengan sistem hukum di negara tersebut, khususnya dengan masalah kepastian hukum yang nantinya akan banyak mempengaruhi masuknya investor untuk menanamkan modalnya. Kepastian hukum itu sendiri bagi investor adalah tolok ukur utama untuk menghitung resiko. Bagaimana resiko dapat dikendalikan dan bagaimana penegakan hukum terhadap resiko terebut. Bila penegakan hukum tidak mendapat kepercayaan dari investor maka hampir dapat dipastikan investor tersebut tidak akan berspekulasi di tengah ketidakpastian. Dalam kondisi demikian, para investor tidak akan berinvestasi baik dalam bentuk portofolio, apalagi dalam bentuk direct investment.24

Kepastian hukum merupakan salah satu asas dalam hukum investasi, asas ini tertuang dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Asas kepastian hukum yaitu, asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar

22

Lihat Pasal I angka 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (UUPM).

23

Ridwan Khairandy, Bahan Kuliah Hukum Investasi, Fak. Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2008.

24

(13)

dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal.25 Hal ini terkait dengan perundang-undangan yang tidak jelas bahkan bertentangan, dan juga mengenai pelaksanaan putusan-putusan pengadilan serta terkait dengan konsistensi dan komitmen pemerintah dalam menerapkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, yang diharapkan akan dapat menumbuhkan minat investor dalam rangka menanamkan modalnya di Indonesia.

Kepastian hukum adalah salah satu faktor utama untuk menciptakan iklim investasi yang baik. Hal ini tidak dapat diabaikan sebab akan mempengaruhi minat investor agar tertarik menanamkan modalnya di Indonesia. Dalam bagian konsideran atau pertimbangan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 disebutkan:26

“Bahwa untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal, baik dari dalam negeri, maupun luar negeri; bahwa dalam menghadapi perubahan ekonomi global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerjasama internasional perlu diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan, dan efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi nasional.”

Terkait dengan kepastian hukum, menurut Sudikno Mertokusumo:27

“Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk ketertiban masyarakat. Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya sehingga akhirnya timbul keresahan. Tetapi jika terlalu menitikberatkan pada kepastian hukum, dan ketat menaati peraturan hukum maka akibatnya akan kaku serta menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi peraturannya tetap seperti demikian, sehingga harus ditaati dan dilaksanakan. Undang-undang itu sering terasa kejam, apabila dilaksanakan secara ketat, lex dura, sed tamen scripta

(undang-undang itu kejam, tetapi memang demikian bunyinya).”

25

Salim HS dan Budi Sutrisno, op.cit,hlm 14. 26

Lihat Konsideran pertimbangan pada huruf c UUPM. 27

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar ,Ctk. Pertama, Edisi ke II, Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm 136.

(14)

Pandangan lain tentang kepastian hukum dikemukakan oleh S.F Marbun:28 “Asas Kepastian Hukum menghendaki adanya stabilitas hukum bagi produk-produk Badan Tata Usaha Negara (BTUN) sehingga tidak menimbulkan citra negatif terhadap BTUN. Goyahnya asas kepastian hukum itu dapat disebabkan karena suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) dicabut kembali oleh BTUN yang mengeluarkannya atau dapat karena dinyatakan berlaku surut. Suatu KTUN harus mengandung kepastian dan dikeluarkan untuk tidak dicabut kembali, bahkan sekalipun keputusan itu mengandung kekurangan. Karena itu setiap KTUN harus dinggap benar menurut hukum selama belum dibuktikan sebaliknya sehingga akhirnya bersifat melawan hukum oleh Pengadilan Tata Usaha Negara.”

Dari pemikiran-pemikiran di atas, semakin menguatkan berbagai pendapat bahwa dalam menggerakkan sektor perekonomian lewat pranata hukum penanaman modal dibutuhkan aturan hukum yang jelas. Disebut demikian karena, pembangunan di segala sektor membutuhkan dana yang tidak sedikit. Karena membutuhkan dana yang besar, sementara dana dalam negeri (domestik) tidak mencukupi, maka pemerintah sebagai penyelenggara negara mencari alternatif lain, di antaranya dengan mengundang investor asing.

Dapat dimaklumi mengapa investor membutuhkan kepastian hukum sebab, dalam melakukan investasi selain tunduk pada ketentuan investasi, juga terdapat ketentuan lain yang tidak bisa dilepaskan begitu saja. Ketentuan tersebut antara lain berkaitan dengan perpajakan, ketenagakerjaan, dan masalah pertanahan. Semua ketentuan ini akan menjadi pertimbangan bagi investor dalam melakukan kegiatan investasi.29

Kegiatan investasi diatur dalam hukum investasi. Istilah hukum investasi berasal dari terjemahan bahasa Inggris yaitu investment of law. Dalam peraturan

28

S.F.Marbun, Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, ctk. ke-2, UII Pres, Yogyakarta, 2002, hlm 216.

29

(15)

perundang-undangan tidak ditemukan pengertian hukum investasi. Para ahli mengemukakan pengertian hukum investasi adalah:30

“norma-norma hukum mengenai kemungkinan-kemungkinan dapat dilakukannya investasi, syarat-syarat investasi, perlindungan dan yang terpenting mengarahkan agar investasi dapat mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat.”

Dalam definisi ini,hukum investasi dikonstruksikan sebagai norma hukum yang mengkaji tentang kemungkinan dilakukannya :

1. penanaman investasi; 2. syarat-syarat investasi; 3. perlindungan; dan

4. kesejahteraan bagi rakyat.

Investasi atau penanaman modal diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal yang merupakan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri karena Undang-Undang tersebut dinilai tidak sesuai lagi dengan tantangan dan kebutuhan untuk mempercepat perkembangan ekonomi nasional. Dengan Undang-undang yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal diharapkan jumlah investasi yang ditanam di Indonesia meningkat, sebab Undang-Undang ini tidak hanya memberikan kepastian hukum dan transparansi, tetapi juga memberikan fasilitas atau kemudahan bagi para investor, seperti fasilitas pelayanan keimigrasian, fasilitas hak atas tanah, dan fasilitas perizinan impor, undang-undang ini juga menjamin tidak akan ada nasionalisasi dan repatriasi. Selain

30

(16)

itu juga akan dilakukan penyederhanaan proses investasi dan menciptakan suatu pelayanan terpadu. Pelayanan terpadu ini meliputi bantuan untuk memperoleh fasilitas fiskal dan informasi yang menyangkut penanaman modal. Pemberian kemudahan tersebut dimaksudkan agar investor, terutama investor asing mau menanamkan investasinya di Indonesia.31

E. Metode Penelitian :

Untuk mendapatkan data dan pengolahan data yang diperlukan dalam rangka penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut : 1. Fokus Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan menitik beratkan pada masalah-masalah sebagai berikut :

a. Kegiatan Investasi b. Iklim Investasi c. Kepastian Hukum 2. Sumber Data

Penelitian ini bersifat normatif, maka data yang diperlukan berupa bahan hukum yang mencakup :

a. Bahan hukum primer :

1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal;

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing;

31

(17)

3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri;

4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.

5) Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara. 6) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

b. Bahan hukum sekunder : 1) Buku literatur; 2) Artikel Jurnal; 3) Makalah; 4) Skripsi dan tesis c. Bahan hukum tersier :

1) Majalah dan surat kabar; 2) kamus;

3) Ensiklopedi; 4) Data elektronik. 3. Teknik pengumpulan data :

a. Studi pustaka; b. Studi dokumen. 4. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang penulis pergunakan adalah yuridis normatif, yang mana dalam pembahasan objek penelitian lebih menitik beratkan pada aspek-aspek yuridis, dimana dalam menganalisa data-data dari objek penelitian dengan

(18)

menggunakan asas-asas hukum, teori-teori hukum serta perundang-undangan yang berlaku.

5. Metode Analisis Data

Melalui studi pustaka dan studi dokumen pertama-tama dipilih dan dihimpun semua bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan bidang hukum yang menjadi objek penelitian, yakni berhubungan dengan kepastian hukum dalam kegiatan investasi di Indonesia. Data yang telah terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu menganalisa hasil penelitian dengan menggambarkan hubungan antara hasil penelitian yang diperoleh tersebut untuk menjelaskan suatu persoalan sehingga sampai pada suatu kesimpulan.

Referensi

Dokumen terkait

METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan atau Research and Development (R&D) (Sugiyono, 2008). Secara

1) calon anggota Dewan Komisaris atau calon anggota Direksi yang memperoleh predikat Tidak Lulus yang dilarang menjadi PSP atau memiliki saham pada industri perbankan

Sistem absensi bekerja dengan menggunakan inputan wajah ,sehingga dibutuhkan metode yang dapat mendeteksi dan mengenali wajah seseorang yang dimana metode

Untuk mempercepat perkembangan ekowisata harus dilakukan suatu kajian yang mendalam, karena metoda dan pendekatan ekowisata di setiap daerah akan berbeda-beda; proses

Kira jumlah masa (dalam minit) yang diperlukan untuk LSB menyiapkan keluaran terkini untuk pemasangan basikal sehari daripada data anggaran SWAG. (15 marks/markah) (iii)

Ada pun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “apakah melalui penerapan strategi Multiple Intelligence dapat meningkatkan aktivitas belajar

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) Pengaruh persepsi mahasiswa tentang kemampuan dosen dalam pengelolaan kelas terhadap hasil belajar kewirausahaan. 2)

Hingga kuartal I 2012, total outstanding kredit konsumsi perseroan men- capai Rp 40,7 triliun, naik 27% dibandingkan periode yang sama tahun