• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dermaga dimana kapal dapat bertambat untuk bongkar muat barang, kran-kran untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dermaga dimana kapal dapat bertambat untuk bongkar muat barang, kran-kran untuk"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum

Secara umum pelabuhan (port) merupakan daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang dan arus, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga dimana kapal dapat bertambat untuk bongkar muat barang, kran-kran untuk bongkar muat barang, gudang laut dan tempat-tempat penyimpanan dimana kapal membongkar muatannya, dan gudang–gudang dimana barang-barang dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama selama menunggu pengiriman ke daerah tujuan atau pengapalan. (Triatmodjo, 2003).

2.2. Pelabuhan Perikanan

Pelabuhan Perikanan sebagai prasarana perikanan yang selanjutnya disebut Pelabuhan Perikanan adalah suatu kawasan kerja yang meliputi areal perairan dan daratan yang dilengkapi dengan sarana yang dipergunakan untuk memberikan pelayanan umum dan jasa, guna memperlancar kapal perikanan, usaha perikanan, dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan usaha perikanan. (Ditjen Perikanan Tangkap, 2002).

Pada umumnya pelabuhan ikan tidak memerlukan kedalaman air yang besar, karena kapal-kapal motor yang digunakan untuk menangkap ikan tidak besar. Di Indonesia pengusahaan ikan relatif masih sederhana yang dilakukan oleh nelayan – nelayan dengan menggunakan perahu kecil. Jenis kapal ikan ini bervariasi, dari yang sederhana berupa jukung sampai kapal motor. Jukung adalah perahu yang dibuat dari kayu dengan lebar sekitar 1 m dan panjang 6-7 m. Perahu ini dapat menggunakan Iayar

(2)

atau motor tempel, dan bisa langsung mendarat di pantai. Kapal yang lebih besar terbuat dari papan atau fiberglass dengan lebar 2,0-2,5 m dan panjang 8-12 m, digerakkan oleh motor. Kapal Ex-Trawl mempunyai lebar 4,0 - 5,5 m dan panjang 16-19 m digerakkan oleh motor.

Menurut Bambang Murdiyanto dalam bukunya yang berjudul Pelabuhan Perikanan, mengklasifikasikan pelabuhan perikanan menjadi 4 kelompok. Kriteria pengklasifikasian pelabuhan perikanan tersebut berdasarkan berat kapal, daya tampung, jangkauan operasional, jumlah tangkapan ikan, jangkauan pemasaran, dan lahan. Secara lengkapnya klasifikasi pelabuhan perikanan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1. Kelas Pelabuhan Perikanan

Sedangkan menurut SK Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jateng Nomor 523/074/SK/II/2005, maka TPI (Tempat Pelelangan Ikan) dibagi menjadi empat kelas berdasarkan Nilai Produksi (Raman) per tahun TPI tersebut. Adapun Pembagiannya dapat diuraikan sebagai berikut :

(3)

2. TPI Kelas II : TPI dengan Nilai Produksi (Raman) antara : Rp 25 s/d 50 Milyard. 3. TPI Kelas III : TPI dengan Nilai Produksi (Raman) antara : Rp 10 s/d 25 Milyard. 4. TPI Kelas IV : TPI dengan Nilai Produksi (Raman) kurang dari : Rp 10 Milyard.

Beberapa contoh pelabuhan perikanan yang ada di Indonesia, antara lain sebagai berikut :

• Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan. • Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung. • Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap. • Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. • Pelabuhan Perikanan Pantai Banjarmasin.

2.2.1. Fungsi Pelabuhan Perikanan

Pelabuhan perikanan mempunyai fungsi yang bersifat umum (general function) dan fungsi khusus (special function). Fungsi umum merupakan fungsi yang terdapat pula pada pelabuhan lain (pelabuhan umum atau pelabuhan niaga). yang dimaksud fungsi khusus adalah fungsi yang berkaitan dengan masalah perikanan yang memerlukan pelayanan khusus pula yang belum terlayani oleh adanya berbagai fasilitas fungsi umum (Bambang Murdiyanto, 2004). Adapun fungsi khusus diantaranya :

1. Tempat pendaratan ikan hasil tangkapan. 2. Tempat pelelengan ikan.

3. Tempat memperlancar kegiatan-kegiatan kapal perikanan. 4. Pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan. 5. Tempat pengembangan masyarakat nelayan.

(4)

2.2.2. Fasilitas Pelabuhan

Pelabuhan harus dapat berfungsi dengan baik yaitu dapat melindungi kapal yang berlabuh dan beraktivitas di dalam areal pelabuhan. Agar dapat memenuhi fungsinya pelabuhan perlu dilengkapi dengan berbagai fasilitas baik fasilitas pokok maupun fasilitas fungsional (Bambang Murdiyanto, 2004).

1. Fasilitas Pokok (Basic Facilities) - Fasilitas Perlindungan

Berfungsi melindungi kapal dari pengaruh buruk yang diakibatkan perubahan kondisi oceanografis (gelombang, arus, pasang, aliran pasir, erosi, luapan air di muara sungai dan sebagainya). Bentuk fasilitas perlindungan dapat berupa breakwater, groin, tembok laut, atau bangunan maritim lainnya.

- Fasilitas Tambat (Mooring Facilities)

Fasilitas ini digunakan untuk kapal bertambat atau berlabuh dengan tujuan membongkar muatan, mempersiapkan keberangkatan, memperbaiki kerusakan, beristirahat, dan sebagainya. Macam dan nama bangunan yang termasuk fasilitas ini antara lain adalah : tempat pendaratan (landing places), dermaga (mooring quays, wharf, pier), slipway, bollard, dan sebagainya.

- Fasilitas Perairan (Water Side Facilities)

Fasilitas Perairan adalah bagian perairan di dalam pelabuhan yang dipergunakan untuk menuver kapal dalam areal pelabuhan dengan aman dan untuk berlabuh atau tambat sementara waktu di kolam pelabuhan (anchor). Macam dan nama yang termasuk fasilitas ini antara lain adalah : alur (kanal) pelayaran, muara pelabuhan, kolam pelabuhan.

(5)

Adalah fasilitas yang meninggikan nilai guna fasilitas pokok dengan memberikan berbagai pelayanan di pelabuhan. fasilitas yang dibangun adalah untuk mendayagunakan pelayanan yang menunjang segala kegiatan kerja di areal pelabuhan sehingga mamfaat dan kegunaan pelabuhan yang optimal dapat dicapai (Bambang Murdiyanto, 2004).

Adapun yang termasuk ke dalam fasilitas ini adalah : 1) Fasilitas Transportasi.

2) Fasilitas Navigasi. 3) Fasilitas Daratan. 4) Fasilitas Pemeliharaan. 5) Fasilitas Supply.

6) Fasilitas Penanganan dan Pemrosesan Ikan. 7) Fasilitas komunikasi Perikanan.

8) Fasilitas Kesejahteraan Nelayan. 9) Fasilitas Manajemen Pelabuhan. 10) Fasilitas Kebersihan dan Sanitasi. 11) Fasilitas Penanganan Sisa Minyak 3. Fasilitas Penunjang (Supporting Facilities)

Menurut Direktorat Jendral Perikanan (1994), fasilitas penunjang adalah fasilitas yang secara tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, nelayan dan atau memberikan kemudahan bagi masyarakat umum. Fasilitas penunjang terdiri dari :

1. Fasilitas kesejahteraan nelayan terdiri dari tempat peginapan, kios bahan perbekalan dan alat perikanan, tempat ibadah, balai pertemuan nelayan.

(6)

2. Fasilitas pengelolaan pelabuhan terdiri dari kantor, pos penjagaan, perumahan karyawan, mess operator.

3. Fasilitas pengelolaan limbah bahan bakar dari kapal dan limbah industri.

2.3. Perencanaan Fasilitas Dasar

Yang termasuk fasilitas dasar dalam perencaaan pangkalan pendaratan ikan adalah bangunan-bangunan utama yang harus dimiliki sebagai pendukung pangkalan pendaratan ikan sehinnga layak untuk digunakan sebagai tempat bersandarnya kapal dan menjadi tempat berlindungnya kapal dari bahaya angin dan gelombang.

2.3.1. Pemecah Gelombang / Breakwater

Pemecah gelombang adalah bangunan yang digunakan untuk melindungi daerah perairan pelabuhan dari gangguan gelombang. Bangunan ini memisahkan daerah perairan dari laut bebas, sehingga perairan pelabuhan tidak banyak dipengaruhi oleh gelombang besar di laut.

Daerah perairan dihubungkan dengan laut oleh mulut pelabuhan dengan lebar tertentu, dan kapal keluar/masuk pelabuhan melalui celah tersebut. Dengan adanya pemecah gelombang ini daerah pelabuhan menjadi tenang dan kapal bisa melakukan bongkar muat barang dengan mudah. Gambar berikut menunjukkan contoh pemecah gelombang.

(7)

Pada prinsipnya pemecah gelombang dibuat sedemikian rupa sehingga mulut pelabuhan tidak menghadap ke arah gelombang dan arus dominan yang terjadi di lokasi pelabuhan. Gelombang yang datang dengan membentuk sudut dengan garis pantai dapat menimbulkan arus sepanjang pantai. Kecepatan arus yang besar akan bisa mengangkut sedimen dasar dan membawanya searah dengan arus tersebut. Mulut pelabuhan yang menghadap arus tersebut akan memungkinkan masuknya sedimen ke dalam perairan pelabuhan yang berakibat terjadinya pendangkalan.

Ada beberapa macam pemecah gelombang ditinjau dari bentuk dan bahan bangunan yang digunakan. Menurut bentuknya pemecah gelombang dapat dibedakan menjadi :

1. Pemecah gelombang sisi miring 2. Pemecah gelombang sisi tegak 3. Pemecah gelombang campuran

Pemecah gelombang dapat dari tumpukan batu, blok beton, beton massa, turap dan sebagainya.

(8)

Mengingat tujuan utama pemecah gelombang adalah untuk melindungi kolam pelabuhan terhadap gangguan gelombang, maka pemecah gelombang harus mampu menahan gaya-gaya gelombang yang bekerja.

Pada pemecah gelombang sisi miring, butir-butir batu atau blok beton harus diperhitungkan sedemikian rupa sehingga tidak runtuh oleh serangan gelombang. Demikian juga, pemecah gelombang dinding tegak harus mampu menahan gaya-gaya pengguling yang disebabkan oleh gaya gelombang dan tekanan hidrostatis. Resultan dari gaya berat sendiri dan gaya-gaya gelombang harus berada pada sepertiga lebar dasar bagian tengah, selain itu tanah dasar juga harus mampu mendukung beban bangunan diatasnya.

(9)

2.3.1.1.Pemecah Gelombang Sisi Miring

Pemecah gelombang sisi miring mempunyai sifat fleksibel. Kerusakan yang terjadi karena serangan gelombang tidak secara tiba-tiba (tidak fatal). Meskipun beberapa butir batu longsor, tetapi bangunan masih bisa berfungsi. Kerusakan yang terjadi mudah diperbaiki dengan menambah batu pelindung pada bagian yang longsor.

Gambar 2.2 Kerusakan dan Perbaikan Pemecah Gelombang Sisi Miring. (Triatmodjo 2003)

Pemecah gelombang sisi miring biasanya dibuat dari tumpukan batu alam yang dilindungi oleh lapis pelindung berupa batu besar atau beton dengan bentuk tertentu. Pemecah gelombang tipe ini banyak digunakan di Indonesia, mengingat dasar laut di pantai Indonesia kebanyakan dari tanah lunak. Selain itu batu alam sebagai bahan utama banyak tersedia.

Bangunan pemecah gelombang sisi miring disusun menggunakan butir batu dalam beberapa lapis, dengan lapis terluar (lapis pelindung) terdiri dari batu dengan ukuran besar dan semakin ke dalam ukurannya semakin kecil. Stabilitas batu lapis pelindung tergantung pada berat dan bentuk butiran serta kemiringan sisi bangunan. Bentuk butiran akan mempengaruhi kaitan antara butir batu yang ditumpuk. Butir batu dengan sisi tajam akan mengait (mengunci) satu sama lain dengan lebih baik sehingga lebih stabil.

Batu-batu pada lapis pelindung dapat diatur perletakkannya untuk mendapat kaitan yang cukup baik. Semakin besar kemiringan pemecah gelombang memerlukan batu semakin berat. Berat tiap butir batu dapat mencapai beberapa ton. Kadang-kadang sulit mendapatkan batu seberat itu dalam jumlah yang sangat besar. Untuk mengatasinya

(10)

maka dibuat batu buatan dari beton dengan bentuk tertentu. Batu buatan ini bisa berbentuk sederhana (kubus) atau bentuk khusus lainnya.

Gambar 2.3 Pemecah Gelombang Sisi Miring Dengan Lapis Pelindung Tetrapod. (Triatmodjo 2003)

Gambar 2.4 Pemecah Gelombang Sisi Miring Dengan Lapis Kubus Beton. (Triatmodjo 2003)

Bebarapa bentuk batu buatan ini jenisnya adalah :

1. Tetrapod : Mempunyai empat kaki yang berbentuk kerucut terpancung. 2. Tribar : terdiri dari 3 kaki yang saling dihubungkan dengan lengan

3. Quadripod : mempunyai bentuk mirip tetrapod tetapi sumbu-sumbu dari ketiga kakinya berada pada bidang datar.

(11)

Berikut adalah gambar dari berbagai jenis batu pelindung pemecah gelombang yang biasa digunakan.

Gambar 2.5 Gambar Batu Pelindung Pemecah Gelombang. (Triatmodjo 2003)

2.3.1.2.Pemecah Gelombang Sisi Tegak

Pada pemecah gelombang sisi tegak energi gelombang dapat dihancurkan melalui runup pada permukaan sisi miring, gesekan dan turbulensi yang disebabkan oleh ketidakteraturan permukaan. Pada pemecah gelombang sisi tegak, yang biasa diletakkan di laut dengan kedalaman lebih besar dari tinggi gelombang, akan memantulkan gelombang tersebut.

(12)

Superposisi antara gelombang datang dan gelombang pantul akan menyebabkan terjadinya gelombang stasioner yang disebut dengan klapotis. Tinggi gelombang klapotis ini bisa mencapai 2 kali tinggi gelombang datang. Oleh karena itu tinggi pemecah gelombang di atas muka air pasang tertinggi tidak boleh kurang dari 1 ⅓ sampai 1 ½ kali tinggi gelombang maksimum. Dan kedalaman di bawah muka air terendah ke dasar bangunan tidak kurang dari 1 ¼ sampai 1 ½ kali atau lebih baik sekitar 2 kali tinggi gelombang.

Gambar 2.6 Gambar Pemecah Gelombang Sisi Tegak Dari Beton. (Triatmodjo 2003)

Gambar 2.7 Gambar Pemecah Gelombang Dari Kaison. (Triatmodjo 2003)

Kedalaman maksimum dimana pemecah gelombang sisi tegak masih bisa dibangun adalah antara 15 dan 20 m. Apabila lebih besar dari kedalaman tersebut maka

(13)

pemecah gelombang menjadi sangat lebar, hal ini mengingat lebar bangunan tidak boleh kurang dari ¾ tingginya. Di laut dengan kedalaman lebih besar maka pemecah gelombang sisi tegak dibangun di atas pemecah gelombang tumpukan batu (pemecah gelombang campuran) pemecah gelombang ini dapat dibangun di laut sampai kedalaman 40 m.

Pemecah gelombang sisi tegak dibuat apabila tanah dasar mempunyai daya dukung besar dan tahan terhadap erosi. Apabila tanah dasar mempunyai lapis atas berupa lumpur atau pasir halus, maka lapis tersebut harus dikeruk dahulu. Pada tanah dasar dengan daya dukung kecil, dibuat dasar dari tumpukan batu untuk menyebarkan beban pada luasan yang lebih besar. Dasar tumpukan batu ini dibuat agak lebar sehingga kaki bangunan dapat lebih aman terhadap gerusan. Supaya benar-benar aman terhadap gerusan, panjang dasar dari bangunan adalah ¼ kali panjang gelombang terbesar. Kegagalan yang sering terjadi bukan karena kelemahan konstruksinya, tetapi terjadi karena erosi pada kaki bangunan, tekanan yang terlalu besar dan tergesernya tanah fondasi.

Pemecah gelombang sisi tegak bisa dibuat dari blok-blok beton massa yang disusun secara vertikal, kaison beton, turap beton atau baja yang dipancang dan sebagainya. Suatu blok beton mempunyai berat 10 sampai 50 ton. Pemecah gelombang sisi tegak juga bisa dibuat dari kaison.

Kaison adalah konstruksi yang berupa kotak dari beton bertulang yang dapat terapung di laut. Pengangkutan ke loaksi dilakukan dengan pengapungan dan menariknya. Setelah sampai di tempat yang dikehendaki kotak ini diturunkan ke dasar laut dan kemudian diisi dengan beton atau batu. Pemecah gelombang turap bisa berupa satu jalur turap yang diperkuat dengan tiang-tiang pancang dan blok beton diatasnya. Atau berupa dua jalur turap yang dipancang vertikal dan satu dengan yang lain dihubungkan dengan batang-batang angker dan kemudian diisi dengan pasir dan batu.

(14)

Gambar 2.8 Penempatan Kaison Sebagai Pemecah Gelombang. (Triatmodjo 2003)

2.3.1.3.Pemecah Gelombang Campuran

Pemecah gelombang campuran terdiri dari pemecah gelombang sisi tegak yang dibuat di atas pemecah gelombang tumpukan batu. Bangunan ini dibuat apabila kedalaman air sangat besar dan tanah dasar tidak mampu menahan beban dari pemecah gelombang sisi tegak. Pada waktu air surut bangunan berfungsi sebagai pemecah gelombang sisi miring, sedang pada waktu air pasang bangunan berfungsi sebagai pemecah gelombang sisi tegak. Secara umum pemecah gelombang campuran harus mampu menahan serangan gelombang pecah.

Tipe campuran memerlukan pertimbangan lebih lanjut mengenai perbandingan tinggi sisi tegak dengan tumpukan batunya. Pada dasarnya ada 3 macam, yaitu :

1. Tumpukan batu dibuat sampai setinggi air yang tertinggi, sedang bangunan sisi tegaknya hanya sebagai penutup bagian atas.

2. Tumpukan batu setinggi air terendah sedang bangunan sisi tegak harus menahan air tertinggi (pasang).

(15)

Gambar 2.9 Pemecah Gelombang Campuran. (Triatmodjo 2003)

2.3.2. Bahan Material Breakwater

Untuk material yang digunakan tergantung dari tipe bangunan. Seperti halnya bangunan pantai kebanyakan, pemecah gelombang lepas pantai dilihat dari bentuk strukturnya bisa dibedakan menjadi dua tipe yaitu sisi tegak dan sisi miring.

Untuk tipe sisi tegak pemecah gelombang bisa dibuat dari material-material seperti pasangan batu, sel turap baja yang didalamnya di isi tanah atau batu, tumpukan buis beton, dinding turap baja atau beton, kaison beton dan lain sebagainya. Berikut contoh gambar bahan material breakwater tegak :

Gambar 2.10 Material breakwater tegak. (Triatmodjo 2003)

(16)

Dari beberapa jenis tersebut, kaison beton merupakan material yang paling umum di jumpai pada konstruksi bangunan pantai sisi tegak. Kaison beton pada pemecah gelombang lepas pantai adalah konstruksi berbentuk kotak dari beton bertulang yang didalamnya diisi pasir atau batu. Pada pemecah gelombang sisi tegak kaison beton diletakkan diatas tumpukan batu yang berfungsi sebagai fondasi. Untuk menanggulangi gerusan pada pondasi maka dibuat perlindungan kaki yang terbuat dari batu atau blok beton.

Sementara untuk tipe bangunan sisi miring, pemecah gelombang lepas pantai bisa dibuat dari beberapa lapisan material yang di tumpuk dan di bentuk sedemikian rupa (pada umumnya apabila dilihat potongan melintangnya membentuk trapesium) sehingga terlihat seperti sebuah gundukan besar batu, Dengan lapisan terluar dari material dengan ukuran butiran sangat besar.

Gambar 2.11 Material breakwater sisi miring. (Triatmodjo 2003)

Dari gambar diatas didapat bahwa konstruksi terdiri dari beberapa lapisan yaitu: 1. Inti(core) pada umumnya terdiri dari agregat galian kasar, tanpa partikel-partikel

halus dari debu dan pasir.

2. Lapisan bawah pertama(under layer) disebut juga lapisan penyaring (filter layer) yang melindungi bagian inti(core)terhadap penghanyutan material, biasanya terdiri dari

(17)

potongan-potongan tunggal batu dengan berat bervariasi dari 500 kg sampai dengan 1 ton.

3. Lapisan pelindung utama (main armor layer) sepertinamanya, merupakan pertahanan utama dari pemecah gelombang terhadap serangan gelombang pada lapisan inilah biasanya batu-batuan ukuran besar dengan berat antara 1-3 ton atau bisa juga menggunakan batu buatan dari beton dengan bentuk khusus dan ukuran yang sangat besar seperti tetrapod, quadripod, dolos, tribar, xbloc accropode dan lain-lain.

Secara umum, batu buatan dibuat dari beton tidak bertulang konvensional kecuali beberapa unit dengan banyak lubang yang menggunakan perkuatan serat baja. Untuk unit-unit yang lebih kecil, seperti Dolos dengan rasio keliling kecil, berbagai tipe dari beton berkekuatan tinggi dan beton bertulang (tulangan konvensional, prategang, fiber, besi, profil-profil baja) telah dipertimbangkan sebagai solusi untuk meningkatkan kekuatan struktur unit-unit batu buatan ini. Tetapi solusi-solusi ini secara umum kurang hemat biaya, dan jarang digunakan. Berikut ini merupakan contoh material breakwater dari batuan buatan :

(18)

2.3.3. Pemilihan dan Cara Perhitungan Breakwater

Pemecah gelombang berfungsi untuk melindungi kolam pelabuhan, pantai dan fasilitas pelabuhan dari gangguan gelombang yang dapat mempengaruhi keamanan dan kelancaran aktifitas di pelabuhan. Pemilihan pemecah gelombang ditentukaan dengan melihat hal-hal sebagai berikut :

• Bahan yang tersedia di sekitar lokasi. • Besar gelombang.

• Pasang surut air laut. • Kondisi tanah dasar laut.

• Peralatan yang dibuat untuk pembuatannya

Untuk perencanaan bentuk dan kestabilan bangunan pemecah gelombang, perlu diketahui beberapa hal antara lain sebagai berikut :

• Tinggi muka air laut akibat adanya pasang surut. • Tinggi puncak gelombang dari permukaan air tenang. • Perkiraan tinggi dan panjang gelombang.

• Run up gelombang

Berat batuan yang digunakan sebagai konstruksi pemecah gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

𝑊𝑊 =𝐾𝐾 𝛾𝛾𝑟𝑟𝑟𝑟3

𝐷𝐷 (𝑆𝑆𝑟𝑟 − 1)3cot 𝜃𝜃

(Bambang Triadmodjo,1996) Dimana :

W = Berat batuan pelindung (ton) Sr = Specific gravity = γr /γw γr = Berat jenis batu (ton/m³)

(19)

γw = Berat jenis air laut (ton/m³)

H = Tinggi gelombang rencana (m)

KD = Koefisien stabilitas (tergantung jenis lapis pelindung)

θ = Sudut kemiringan sisi pemecah gelombang

Rumus diatas hanya berlaku pada keadaan : • Gerak gelombang tegak lurus breakwater. • Tidak terlalu overlapping

Semakin besar kedalaman, besar dan kekuatan gelombang semakin berkurang sehingga semakin bertambah kedalaman ukuran batu yang digunakan semakin kecil. Sedangkan untuk menghitung berat butir batu untuk pelindung kaki breakwater menggunakan rumus :

𝑊𝑊𝑊𝑊 = 𝛾𝛾𝑟𝑟 𝑥𝑥 𝑟𝑟3 𝑁𝑁𝑠𝑠 3(𝑆𝑆𝑟𝑟 − 1)3

(Bambang Triadmodjo,1996) Dimana :

Wk = Berat butir batu pelindung kaki (ton) (γr) = berat jenis batu (t/m3)

H = Tinggi gelombang rencana (m)

NS = Angka stabilitas rencana untuk pelindung kaki bangunan

Dalam menentukan elevasi puncak breakwater digunakan rumus : Elv = HWL + Ru + 0,5

(Bambang Triadmodjo,1996) Dimana :

HWL = Muka air tinggi

(20)

0,5 = Tinggi kebebasan aman dari run up maksimal.

Penentuan lebar puncak breakwater dihitung dengan rumus : 𝐵𝐵 = 𝑛𝑛𝐾𝐾∆ �𝛾𝛾𝑟𝑟�𝑤𝑤 1/3

(Bambang Triadmodjo,1996) Dimana :

B = lebar puncak breakwater n = Jumlah butir batu (min = 3) KΔ = Koefisien lapis pelindung W = Berat butir pelindung γ r = berat jenis batu pelindung

Jumlah butir batu tiap satu luasan dihitung : 𝑁𝑁 = 𝐴𝐴 𝑛𝑛 𝐾𝐾∆ �1 −100� �𝑃𝑃 γrW�2/3

(Bambang Triadmodjo,1996) Dimana :

N = Jumlah butir batu untuk satu satuan luas permukaan A

A = Luas Permukaan

P = Porositas dari lapisan Pelindung (%)

2.3.4. Layout Breakwater

Bentuk layout dan posisi bangunan breakwater ini ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya :

• Tinggi, arah dan frekuensi dari gelombang yang datang akan mempengaruhi letak dari mulut pelabuhan.

(21)

• Kemudahan bagi kapal untuk memasuki atau mendekati posisi mulut pelabuhan. • Lebar dan posisi mulut pelabuhan mempengaruhi efek defraksi (perubahan tinggi

gelombang akibat adanya bangunan penghalang) yang terjadi. Mulut pelabuhan yang terlalu lebar menyebabkan gelombang dari luar tidak berkurang banyak di dalam pelabuhan. Oleh sebab itu, lebar mulut diusahakan sesuai kebutuhan alur saja sebab besaran faktor defraksi tergantung pada lebar mulut ini.

• Kebutuhan ruang manuver di dalam kolam pelabuhan dan keseluruhan ukuran kolam di dalam pelabuhan menentukan panjang kaki breakwater. Sedangkan luas areal di dalamnya ditentukan berdasar posisi alur dan kolam. Bangunan breakwater berdiri sejarak minimal 10 m dihitung dari posisi ujung bawahnya terhadap sisi terluar alur. • Posisi breaker zone dan daerah sebaran sedimentasi juga akan menentukan panjang

kaki breakwater. Ujung terluar kaki breakwater sebaiknya melewati daerah breaker zone. Breaker zone adalah garis contour batas kedalaman posisi pecahnya gelombang di perairan dangkal.

Gambar 2.13 Contoh Gambar Layout Breakwater Terhadap Gelombang Dominan Dari Arah Barat Laut dan Timur Laut

(22)

. Gambar 2.14 Sirkulasi Pergerakan di Dalam Breakwater

Gambar 2.15 Contoh Layout Panjang Kaki Breakwater

2.3.5. Alur Pelayaran

Alur pelayaran adalah bagian perairan pelabuhan yang berfungsi sebagai jalan keluar masuk kapal-kapal yang berlabuh dan menyandarkan kapalnya di Pelabuhan Perikanan. Alur Pelayaran dan kolam pelabuhan harus cukup tenang terhadap pengaruh gelombang dan arus. Perencanaan alur pelayaran dan kolam pelabuhan ditentukan oleh kapal terbesar yang akan masuk ke pelabuhan dan kondisi meteorologi dan oceanografi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan karakteristik alur masuk ke pelabuhan adalah sebagai berikut :

1. Keadaan trafik kapal.

(23)

3. Kondisi pasang surut, arus dan gelombang.

4. Karakteristik maksimum kapal-kapal yang menggunakan pelabuhan.

2.3.5.1.Kedalaman Alur

Untuk mendapatkan kondisi kedalaman alur pelayaran dan kedalaman kolam pelabuhan yang ideal, digunakan dasar perhitungan dengan formula :

H = d + s + c

(Bambang Triadmodjo,1996) Dimana :

H = Kedalaman alur pelayaran (m)

d = Draft kapal (direncanakan d = 1,25 m)

s = squat atau Gerak vertikal kapal karena gelombang (toleransi max 0,5 m) c = Clearance atau Ruang kebebasan bersih minimum 0,5 m

Gambar 2.16 Kedalaman Alur Pelayaran.

2.3.5.2.Lebar Alur Pelayaran

Lebar alur pelayaran dapat digunakan untuk satu kapal atau dua kapan (one way traffic atau two way traffic), dihitung dengan formula sebagai berikut :

- Alur dengan 1 kapal : W = 2BC + ML

(24)

Dimana :

W : Lebar alur pelayaran

BC : Bank Clearence (ruang aman sisi kapal) = 1,5 B ML : Manuevering Lane (1 ½ x lebar kapal) = 1,2 s/d 1,5)B SC : Ship Clearence (ruang aman antar kapal) minimal 0,5 m

Gambar 2.17 Lebar Alur Pelayaran Untuk 1 Arah.

Gambar 2.18 Lebar Alur Pelayaran Untuk 2 Arah.

2.3.6. Kolam Pelabuhan

Kolam Pelabuhan adalah lokasi perairan tempat kapal berlabuh, mengisi perbekalan, atau melakukan aktivitas bongkar muat. Kondisi Kolam pelabuhan yang tenang dan luas, menjamin efisiensi operasi pelabuhan. Kenyamanan dan ketenangan kolam pelabuhan dapat dipenuhi apabila memenuhi syarat :

(25)

1. Kolam pelabuhan cukup luas dan dapat menampung semua kapal yang dating dan masih tersedia cukup ruang bebas, agar kapal yang sedang melakukan manuver dapat bergerak bebas tanpa mengganggu aktivitas kapal yang sedang membongkar ikan di dermaga.

2. Kolam pelabuhan mempunyai kedalaman yang cukup, agar arus keluar masuknya kapal-kapal tidak terpengaruh pada pasang surut air laut.

3. Tersedianya bangunan peredam gelombang, sehingga kolam pelabuhan sebagai kolam perlindungan dari pengaruh gelombang.

4. Memiliki radius putar (Turning basin) bagi kapal-kapal yang melakukan gerak putar berganti haluan, tanpa mengganggu aktivitas kapal-kapal lain yang ada di kolam pelabuhan. Adapun Rumus untuk mencari Luas Kolam Pelabuhan adalah :

A = R + ( 3n x L x B )

(Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Tengah ,2003) Dimana :

A = Luas Kolam pelabuhan (m2)

R = Radius Putar (m2)

2 x LOA (Length Over All) atau 2 x Panjang Kapal n = Jumlah kapal maksimum yang berlabuh tiap hari

L = Panjang Kapal (m)

B = Lebar Kapal (m)

2.4. Analisis Data

Dalam analisis data pengembangan pelabuhan ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan sehubungan dengan kondisi lapangan yang ada, antara lain :

(26)

• Angin • Pasang surut • Gelombang • Kondisi tanah • Karakteristik kapal

• Jumlah produksi ikan hasil tangkapan.

Faktor-faktor tersebut harus sudah diperhitungkan dengan tepat untuk menghasilkan perencanaan pelabuhan yang benar-benar baik.

2.4.1. Topografi dan Situasi

Keadaan topografi daratan dan bawah laut harus memungkinkan untuk membangun suatu pelabuhan dan kemungkinan untuk pengembangan di masa mendatang. Daerah daratan harus cukup luas untuk membangun suatu fasilitas pelabuhan seperti dermaga, jalan, gudang dan juga daerah industri. Apabila daerah daratan sempit maka pantai harus cukup luas dan dangkal untuk memungkinkan perluasan daratan dengan melakukan penimbunan pantai tersebut. Daerah yang akan digunakan untuk perairan pelabuhan harus mempunyai kedalaman yang cukup sehingga kapal-kapal bisa masuk ke pelabuhan.

Selain keadaan tersebut, kondisi geologi juga perlu diteliti mengenai sulit tidaknya melakukan pengerukan daerah perairan dan kemungkinan menggunakan hasil pengerukan tersebut untuk menimbun tempat lain.

(27)

2.4.2. Angin

Posisi bumi terhadap matahari selalu berubah sepanjang tahun, maka pada beberapa bagian bumi timbul perbedaan temperatur udara. Hal ini menjadikan perbedaan tekanan udara di bagian-bagian tersebut. Akibat adanya perbedaan tekanan udara inilah terjadi gerakan udara yaitu dari tekanan tinggi menuju ke tekanan rendah, gerakan udara ini yang kita sebut angin. Angin juga dapat didefinisikan sebagai sirkulasi udara yang kurang lebih sejajar dengan permukaan bumi (Triatmodjo, 1999). Angin sangat berpengaruh dalam perencanaan pelabuhan karena angin :

• Mengendalikan kapal pada gerbang.

• Memberikan gaya horisontal pada kapal dan bangunan pelabuhan.

• Mengakibatkan terjadinya gelombang laut yang menimbulkan gaya yang bekerja pada bangunan pelabuhan.

• Mempengaruhi kecepatan arus, dimana kecepatan arus yang rendah dapat menimbulkan sedimentasi.

Angin merupakan vektor, jadi dapat dinyatakan menurut besar dan arah. Arah angin dapat diuraikan ke dalam tiga sumbu : x , y, dan z, yang saling tegak lurus. Gerakan kearahbarat (-x); kearah timur (+x); kearah utara (+y); kearah selatan (-y); kearah atas (+z); dankearah bawah (-z).

Gambar 2.19 Sumbu Arah Angin. Y

Z

(28)

Pada gambar 2.27, angin terjadi jika antara 2 tempat mempunyai tekanan udara yang berbeda yang menyababkan adanya gaya horizontal yang kemudian mendorong massa udara. Timbulnya perbedaan tekanan udara di antara dua tempat dapat disebabkan oleh adanya perbedaan suhu atau karena adanya tekanan negatif yang disebabkan oleh gerakan udara sendiri. Data angin digunakan untuk menentukan arah gelombang dan tinggi gelombang secara empiris. Data yang diperlukan adalah data arah dan kecepatan angin. Beberapa koreksi terhadap data angin yang harus dilakukan sebelum melakukan peramalan gelombang antara lain :

1. Elevasi

Elevasi pencatat angin untuk perhitungan adalah elevasi 10 m dpl. Untuk elevasi yang tidak pada ketinggian 10 m dikoreksi dengan rumus sebagai berikut :

U(10) = U(z)10𝑍𝑍 P 1/7

Dimana :

U(10) = kecepatan pada ketinggian 10 dpl

U(Z) = kecepatan pada ketinggian Z m dpl

2. Konversi Kecepatan Angin

Data angin diperoleh dari pencatatan di permukaan laut dengan menggunakan kapal yang sedang berlayar atau pengukuran di darat yang biasanya di bandara. Pengukuran data angin di permukaan laut adalah yang paling sesuai dengan peramalan gelombang. Data angin dari pengukuran dengan kapal perlu dikoreksi dengan menggunakan persamaan berikut ini :

U = 2,16xUs7/9

Dimana :

(29)

U = kecepatan angin terkoreksi (knot)

Hubungan antara angin di atas laut dan angin di atas daratan terdekat diberikan oleh RL = UW / UL seperti gambar di bawah ini :

Gambar 2.20 Hubungan Antara Kecepatan Angin di Darat dan di Laut. 3. Tegangan Angin

Kecepatan angin harus dikonversikan menjadi faktor tegangan angin (UA), factor tegangan angin berdasarkan kecepatan angin di laut (UW), yang telah dikoreksi terhadap data kecepatan angin di darat (UL). Rumus faktor tegangan angin adalah sebagai berikut :

UA = 0,71 x Uw1,23

2.4.3. Pasang Surut

Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda-benda langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi. Elevasi muka air tertinggi (pasang) dan muka air terendah (surut) sangat penting untuk perencanaan bangunan pantai. (Triatmodjo,1999).

Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan

(30)

lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari.

Data pasang surut didapatkan dari pengukuran selama minimal 15 hari. Dari data tersebut dibuat grafik sehingga didapat HHWL (Highest High Water Level), MHWL (Mean High Water Level), LLWL (Lowest Low Water Level), MLWL (Mean Low Water Level) dan MSL (Mean Sea Level). Dalam pengamatan selama 15 hari tersebut telah tercakup satu siklus pasang surut yang meliputi pasang purnama dan perbani. Pengamatan yang lebih lama akan memberikan data yang lebih lengkap.

2.4.4. Arus Laut

Arus air laut adalah pergerakan massa air secara vertikal dan horizontal sehingga menuju keseimbangannya, atau gerakan air yang sangat luas yang terjadi di seluruh lautan dunia. Arus juga merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dikarenakan tiupan angin atau perbedaan densitas atau pergerakan gelombang panjang. Pergerakan arus dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain arah angin, perbedaan tekanan air, perbedaan densitas air, gaya coriolis dan arus ekman, topografi dasar laut, arus permukaan, upwellng, downwelling (Hutabarat dan Evans, 1986).

(31)

Gambar 2.21. Contoh Data Arus Laut Per Bulan

2.4.5. Gelombang

Secara umum dapat dikatakan bahwa gelombang laut ditimbulkan karena angin, meskipun gelombang dapat pula disebabkan oleh macam-macam seperti gempa di dasar laut, tsunami, gerakan kapal, pasang surut dan sebagainya.

Gelombang yang sangat sering terjadi di laut dan yang cukup penting adalah gelombang yang dibangkitkan oleh angin. Selain itu ada juga gelombang pasang surut, gelombang tsunami, dan lain-lain. Pada umumnya bentuk gelombang sangat kompleks dan sulit digambarkan secara matematis karena tidak linier, tiga dimensi, dan bentuknya yang acak.

Untuk dapat menggambarkan bentuk gelombang secara sederhana, ada beberapa teori sederhana yang merupakan pendekatan dari alam. Teori yang paling sederhana adalah teori gelombang linier. Menurut teori gelombang linier, gelombang berdasarkan kedalaman relatifnya dibagi menjadi tiga, yaitu deep water, transitional water, dan shallow water. Klasifikasi dari gelombang tersebut ditunjukkan pada tabel berikut :

(32)

Tabel 2.3. Klasifikasi Gelombang Menurut Teori Gelombang Linear

Gambar 2.22. Gerak Orbit Partikel Air di Laut Dangkal, Transisi dan Dalam

Gelombang dapat terjadi karena angin, pasang surut, gangguan buatan seperti gerakan kapal dan gempa bumi. Pengaruh gelombang terhadap perencanaan pelabuhan antara lain :

• Besar kecilnya gelombang sangat menentukan dimensi dan kedalaman bangunan pemecah gelombang.

• Gelombang menimbulkan gaya tambahan yang harus diterima oleh kapal dan bangunan dermaga.

Besarnya gelombang laut tergantung dari beberapa faktor, yaitu : • Kecepatan angin.

• Lamanya angin bertiup.

(33)

Pada perencanaan pelabuhan penumpang dan barang diusahakan tinggi gelombang serendah mungkin, dengan pembuatan pemecah gelombang maka akan terjadi defraksi (pembelokan arah dan perubahan karakteristik) gelombang. Gelombang merupakan faktor utama dalam penentuan tata letak (lay out) pelabuhan, alur pelayaran dan perencanaan bangunan pantai (Bambang Triatmodjo, 1996). Oleh karena itu, pengetahuan tentang gelombang harus dipahami dengan baik. Menurut Bambang Triatmodjo (1996), gelombang di laut menurut gaya pembangkitnya dapat dibedakan antara lain sebagai berikut :

• Gelombang angin. • Gelombang pasang surut. • Gelombang tsunami.

• Gelombang karena pergerakan kapal

Untuk perencanaan bangunan pantai, yang paling penting dan berpengaruh adalah gelombang angin dan gelombang pasang surut.

2.4.5.1.Fetch

Fetch adalah panjang daerah dimana angin berhembus dengan kecepatan dan arah yang konstan dalam membangkitkan gelombang laut. Di dalam peninjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch dibatasi oleh daratan yang mengelilingi lokasi yang ditinjau. Di daerah pembangkitan gelombang, gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin, tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap arah angin. Cara menghitung fetch efektif adalah sebagai berikut (Triatmodjo,1999):

Feff = Ʃ𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑋𝑠𝑠𝑋𝑋Ʃ𝑋𝑋𝑋𝑋𝑠𝑠𝑋𝑋

(34)

Feff = Fetch rata – rata efektif

Xi = Panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke ujung akhir fetch.

α = Deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dengan menggunakan pertambahan 60 sampai sudut sebesar 420 pada kedua sisi dari arah angin.

2.4.6. Kondisi Tanah

Kondisi tanah ini sangat penting, terutama diperlukan dalam penentuan jenis pondasi yang digunakan dan perhitungan dimensinya berdasarkan elevasi dan kontur tanah di lokasi perencanaan bangunan.

2.4.7. Karakteristik Kapal

Jenis dan dimensi kapal yang akan masuk ke pelabuhan berhubungan langsung pada perencanaan pelabuhan seperti panjang dermaga, besarnya alur pelayaran dan gaya-gaya yang bekerja pada kapal. Beberapa istilah dimensi yang dipergunakan dalam perencanaan pelabuhan, antara lain :

• Displacement Tonnage (DPL)/ Ukuran Isi Tolak, yaitu volume air yang dipindahkan oleh kapal dan sama dengan berat kapal.

• Deadweight Tonnage (DWT)/ Bobot mati, yaitu berat total muatan dimana kapal dapat mengangkut dalam keadaan pelayaran optimal (draf maksimum) Gross Tons (GT)/ Ukuran Isi Kotor, yaitu volume keseluruhan ruangan kapal (untuk kapal ikan) 1 GRT = 2,83 m3.

• Netto Register Ton (NRT)/ Ukuran Isi Bersih, yaitu ruangan yang disediakan untuk muatan dan penumpang, besarnya sama dengan GRT dikurangi dengan

(35)

ruangan-ruangan yang disediakan untuk nahkoda dan anak buah kapal, ruang mesin, gang, kamar mandi, dapur dan ruang peta.

• Draft (sarat) yaitu bagian kapal yang terendam air pada keadaan muatan maksimum. • Length Overall (Loa)/ Panjang Total, yaitu panjang kapal dihitung dari ujung

depan(haluan) ampai ke ujung belakang (buritan).

• Length Between Perpendiculars (Lpp)/ Panjang Garis Air, yaitu panjang antara kedua garis air pada beban yang direncanakan

Lpp = 0,846 Loa 1,0193 (untuk kapal barang) Lpp = 0,852 Loa 1,0201 (untuk kapal tanker)

Gambar 2.23. Dimensi Kapal

Selain dimensi dan karakteristik kapal, hal lain yang penting juga adalah jumlah kapal yang bersandar di dermaga. Jumlah kapal yang bersandar sangat berguna untuk merencanakan panjang dermaga, luas kolam pelabuhan dan besarnya alur.

2.4.8. Jumlah Produksi Ikan Hasil Tangkapan

Dengan bertambahnya kapal penangkap ikan sehingga produksi ikan hasil tangkapan meningkat, hal ini berpengaruh pada perencanaan dermaga. Semakin banyak ikan yang ditangkap maka semakin banyak kapal ikan yang berlabuh di dermaga dan semakin besar kapal yang berlabuh.

Gambar

Tabel 2.1. Kelas Pelabuhan Perikanan
Gambar 2.1. Contoh Breakwater  (Triatmodjo 2003)
Tabel 2.2. Keuntungan dan Kerugian Ketiga Tipe Breakwater
Gambar 2.2 Kerusakan dan Perbaikan Pemecah Gelombang Sisi Miring.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengantar Pengolahan Tepung Serealia dan Biji-bijian Teknologi Pangan dan Gizi, Fateta IPB, Bogor.. Biskuit, Crackers, dan Cookies Pengenalan Tentang; Aspek Bahan Baku, Teknologi,

Sebagai seorang mahasiswa muslim, mereka harus memiliki pandangan dunia yang mencerminan keyakinannya sebagai muslim tetapi tetap bisa berdialog dengan berbagai

Dari 13 satuan lahan yang ada pada lokasi penelitian, hanya 12 satuan lahan yang mempunyai nilai Z maksimum dan 1 satuan lahan lainnya yakni satuan lahan ke­13 tidak bisa

terhadap jumlah spermatozoa tikus Balb/c jantan dengan waktu perlakuan yang lebih lama, dosis lebih akurat dan jumlah sampel yang lebih banyak..

After taste yang paling disukai adalah sampel P1 sedangkan after taste yang paling tidak disukai adalah sampel P4.Semakin tinggi stevia yang digunakan maka semakin

Dalam penelitian ini dikemukakan mengukur kelayakan media pembelajaran yang dikembangkan dari media online. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, dengan melakukan

Daat dilihat dari kedua su%jek disini$ mereka mendaatkan motivasi  %elajar dari suatu aa &ang diinginkan$ disini ada su%jek I dia mendaatkan

Pada hari ini, Senin tanggal Delapan bulan Agustus Tahun Dua Ribu Enam Belas, kami yang bertanda tangan di bawah ini, Pokja IV Pelelangan Jasa Konsultansi ULP Kab,