• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas sebagai sumber pemasukan negara. Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa: "cabang-cabang produksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas sebagai sumber pemasukan negara. Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa: "cabang-cabang produksi"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang

Pemerintah selalu berupaya melakukan pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya.1 Bidang yang menjadi salah satu fokus pemerintah untuk meningkatkan pembangunan adalah ekonomi dengan pertambangan sebagai salah satu sektor utamanya, pertambangan merupakan salah satu bidang yang menjadi prioritas sebagai sumber pemasukan negara.

Pengelolaan bidang pertambangan telah diatur di dalam BAB XIV Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa: "cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara" kemudian "bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Bahkan disebutkan juga pada ayat (3) bahwa mineral dan batubara sebagai kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi merupakan sumber daya alam yang tidak terbarukan, sehingga pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin, efisien dan transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan serta berkeadilan agar memperoleh manfaat sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan. Negara diperintahkan oleh konstitusi untuk dapat mengarahkan dan mengelola sumber-sumber daya alam

(2)

termasuk bidang pertambangan dengan sebaik-baiknya untuk tujuan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Pertambangan merupakan bidang yang mempunyai potensi besar untuk dapat menambah pemasukan bagi negara, namun besarnya potensi tersebut memerlukan juga modal yang besar, peralatan yang canggih, tenaga ahli serta tingginya risiko (high risk) yang akan dihadapi. Melimpahnya potensi sumber daya alam termasuk bidang pertambangan tidak diimbangi dengan kemampuan pemerintah untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi, sehingga diperlukan kerjasama dengan pihak asing untuk memaksimalkan potensi tersebut.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang kemudian diganti oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal memberikan peluang untuk penanam modal asing untuk menanamkan modalnya dalam sektor pertambangan.

Penanam modal asing yang menanamkan modalnya di Indonesia dalam bidang pertambangan harus (wajib) melepaskan sahamnya atau yang populer disebut dengan divestasi kepada negara. Divestasi merupakan transfer (a major branch of industry or commerce) from private to state ownership control.2 Kemudian Pasal 1 angka 8 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara memberikan

2H.Salim HS dan Erlies Setiana Nurbani, 2013, Hukum Divestasi di Indonesia (Pasca

Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 2/SKLN-X/2012), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,

(3)

pengertian yang lebih operasional yakni "Divestasi saham adalah jumlah saham asing yang harus ditawarkan untuk dijual kepada peserta Indonesia".

Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 mengatur bahwa “pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan penanam modal, kecuali dengan undang-undang”. Meskipun tidak terdapat kata wajib dalam pengaturan tersebut, pemerintah diberikan peluang untuk melakukan tindakan nasionalisasi terhadap penanam modal asing dalam bidang pertambangan. Berdasarkan peraturan tersebut, kemudian pemerintah melahirkan beberapa peraturan perundang-undangan yang mengandung kata wajib melakukan divestasi bagi setiap penanam modal asing yang menanamkan modalnya di Indonesia kepada peserta nasional, ketentuan-ketentuan tersebut meliputi:

1. Pasal 112 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menggunakan kata-kata wajib melakukan divestasi saham.

2. Pasal 97 Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara menggunakan kata wajib melakukan divestasi sahamnya.

Peraturan perundang-undangan mewajibkan dilakukan divestasi saham kepada negara (peserta nasional) bagi setiap perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing dalam bidang pertambangan, yang kemudian dituangkan kedalam sebuah kontrak karya. Misalnya kontrak karya yang telah ditandatangani antara Pemerintah Indonesia dengan PT. NewmontNusa Tenggara

(4)

(selanjutnya disingkat Newmont) pada Pasal 24 Kontrak Karya ditentukan jumlah saham yang harus ditawarkan kepada Pemerintah Indonesia, warga negara Indonesia, maupun badan hukum Indonesia. Kemudian pada ayat (4) nya jumlah saham yang ditawarkan kepada peserta Indonesia tergantung kepada tahun Newmont melakukan kegiatan operasi.

1. Pada akhir tahun kelima, sekurang-kurangnya 15% 2. Pada akhir tahun keenam, sekurang-kurangnya 23% 3. Pada akhir tahun ketujuh, sekurang-kurangnya 30% 4. Pada akhir tahun kedelapan, sekurang-kurangnya 37% 5. Pada akhir tahun kesembilan, sekurang-kurangnya 44% 6. Pada akhir tahun kesepuluh, sekurang-kurangnya 51%

Kewajiban Newmont telah dianggap dilaksanakan sesuai dengan Pasal 24 ayat (4) Kontrak Karya, segera sesudah tidak kurang dari 51% dari jumlah saham yang diterbitkan dan yang ada pada waktu itu telah ditawarkan kepada dan dibeli oleh peserta Indonesia. Pasal 24 Kontrak Karya merupakan klausula yang sangat penting dan fundamental bagi bangsa Indonesia. Pasal ini mengatur secara komprehensif dan rinci mengenai hak dan kewajiban Pemerintah dan Newmont terhadap proses divestasi, khususnya mengatur mengenai tahap-tahap divestasi, cara penetapan harga saham divestasi hingga bagaimana saham tersebut harus diserahkan.

Pertambangan merupakan bidang potensial untuk dapat menghasilkan keuntungan yang sangat besar, seperti Newmont yang telah berproduksi secara komersial pada tahun 2000. Dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2005,

(5)

Newmont telah menikmati segala keuntungan yang diperoleh dari penjualan emas, tembaga, dan perak dengan luas konsesi sebesar 116.000 hektare atau seperlima luas Provinsi Nusa tenggara Barat, yakni meliputi wilayah Sumbawa Barat, wilayah bagian barat dari kabupaten Sumbawa dengan proyek yang dinamakan “Batu Hijau”.3 Potensialnya bidang pertambangan tersebut kemudian menimbulkan permasalahan yakni timbul keengganan perusahaan tersebut untuk mendivestasikan sahamnya kepada negara. Untuk periode 2005 Newmont tidak perlu mendivestasikan saham karena pada saat awal pembentukan kontrak, peserta Indonesia diwakili PT Pukuafu Indah telah memiliki saham sebesar 20% namun Newmont tidak melaksanakan kewajiban divestasi saham sebesar 3% untuk periode 2006, 7 % periode 2007, dan 7% pada tahun 2008.4

Posisi negara dalam suatu kontrak karya sangat sulit karena negara dihadapkan dengan “dilema” menjalankan fungsi sebagai regulator dan enterpreneur.5 Di satu sisi negara berfungsi sebagai regulator untuk membuat peraturan perundang-undangan terkait dengan bidang pertambangan khususnya terkait dengan divestasi saham, namun di sisi lain negara juga berfungsi sebagai

3Liputan 6, “Tambang Emas, Untuk Siapa?,

http://news.liputan6.com/read/121631/tambang-emas-untuk-siapa, diakses tanggal 4 Desember 2015.

4 Kementrian energi dan Sumber Daya Alam, “Pemerintah Indonesia Gugat Newmont ke

Arbitrase”, http://www.esdm.go.id/berita/37-umum/1586-pemerintah-republik-indonesia-gugat-newmont-ke-arbitrase.html, diakses Tanggal 4 Desember 2015.

5 W. Friedman membagi fungsi negara menjadi empat (four function of state), yakni sebagai

provider, regulator, enterpreneur, dan umpire. (W. Friedmann, 1971, The State and the Rule of Law in a Mixed Economy, Steven and Son, London, hlm. 3)

(6)

enterpreneur yang mempunyai posisi equal dengan pihak lain karena telah mengikatkan diri ke dalam sebuah kontrak karya.6

Penanam modal asing yang bergerak dalam bidang pertambangan dibebankan kewajiban untuk mendivestasikan sahamnya kepada negara seperti yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang kemudian di tuangkan ke dalam sebuah kontrak karya. Ketika penanam modal asing tidak melaksanakan kewajiban kontraktualnya sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati apakah secara otomatis mengakibatkan penanam modal asing telah melakukan wanprestasi terhadap prestasi yang seharusnya dipenuhinya.

Penanam modal asing yang terbukti melakukan wanprestasi tidak hanya merugikan penanam modal asing namun juga merugikan negara, karena setelah berakhirnya jangka waktu seharusnya negara dapat merasakan manfaat ekonomi maupun non ekonomi dari saham tersebut yang kemudian akan menjadi tambahan pemasukan negara. Selain itu kerugian tidak hanya dirasakan oleh kedua belah pihak, namun kerugian terbesar dirasakan oleh rakyat padahal kebijakan divestasi tersebut dilaksanakan untuk tujuan kesejahteraan rakyat.

Diperlukan suatu pilihan rasional yang paling efisien ditempuh para pihak guna pemenuhan hak dan kewajiban dalam divestasi saham yang pada akhirnya dapat mengakomodir kepentingan para pihak. Hal ini menjadi penting untuk dikaji lebih mendalam mengingat bidang pertambangan merupakan bidang potensial yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, sehingga keuntungan maupun kerugian dari divestasi dalam bidang pertambangan tentunya juga akan

6 Ignatius Sawabi, Kasus Newmont Menjadi Acuan, Perusahaan Harus Taat,

http://www.kompas.com/read/xml/2009/04/02/08114781/kasus.newmont.menjadi.acuan.perusahaa n.harus.taat, diakses pada 13 Agustus 2015.

(7)

mempengaruhi terwujudnya tujuan bernegara yakni kesejahteraan bagi masyarakat.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah sebelumnya, maka dapat dikemukakan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini antara lain :

1. Apakah tidak dipenuhinya prestasi berupa divestasi saham dalam bidang pertambangan sesuai jangka waktu yang sudah ditentukan akan berakibat wanprestasi?

2. Pilihan rasional apa yang paling efisien ditempuh para pihak guna pemenuhan hak dan kewajiban dalam divestasi saham?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk membahas tidak dipenuhinya prestasi berupa divestasi saham dalam bidang pertambangan sesuai jangka waktu yang sudah ditentukan akan berakibat wanprestasi atau tidak.

2. Untuk membahas Pilihan yang paling efisien yang dapat ditempuh para pihak guna pemenuhan hak dan kewajiban dalam divestasi saham.

(8)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis, diharapkan hasil penelitian ini akan dapat memberikan kontribusi bagi kalangan ilmuan dari peneliti, mahasiswa dan lain-lain dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan hukum di bidang hukum Investasi dalam kaitannya dalam kewajiban pelaksanaan divestasi saham oleh pemodal asing dalam bidang pertambangan kepada negara serta akibat yang akan ditimbulkan jika pemodal asing tidak mendivestasikan saham tersebut kepada negara.

2. Manfaat Praktis, diharapkan hasil penelitian ini memberikan masukan bagi pemerintah dalam merumuskan peraturan perundang-undangan mamupun kontrak berdimensi publik terkait dengan penanaman modal oleh pihak asing di Indonesia terutama untuk bidang pertambangan yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, karena ketika pemodal asing tidak melaksanakan kewajibannya mendivestasikan sahamnya kepada negara tentunya akan menimbulkan akibat-akibat hukum yang dapat merugikan bagi para pihak serta masyarakat.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran Kepustakaan dan internet, ditemukan beberapa penelitian bidang hukum Investasi terutama mengenai divestasi oleh penanam modal asing, diantaranya seperti penelitian yang dilakukan oleh:

(9)

1. Iwan Dermawan, Kewajiban Divestasi Saham Pada Penanam Modal

Asing Bidang Pertambangan Umum (Studi Kasus Pada Perjanjian Kontrak Karya antara PT NNT dengan Pemerintah Indonesia)

Penelitian ini mengangkat permasalahan tentang: (a) Bagaimanakah pengaturan divestasi saham pada perusahaan Penanaman Modal Asing di bidang pertambangan non-migas di Indonesia? (b) Bagaimanakah perbedaan presepsi antara Pemerintah Republik Indonesia dan PT. Newmont Nusa Tenggara mengenai proses divestasi saham? (c) Bagaimanakah penyelesaian sengketa yang mungkin dilakukan antara Pemerintah Republik Indonesia dalam masalah divestasi tersebut?

Pada rumusan masalah pertama penelitian yang dilakukan Iwan Dermawan hanya menjelaskan mengenai pengaturan divesatsi saham pada perusahaan PMA di bidang pertambangan non-migas, yakni peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai divestasi saham PMA di bidang pertambangan non-migas. Kemudian pada rumusan masalahan kedua penelitian Iwan Dermawan berfokus kepada perbedaan persepsi antara Newmont dengan Pemerintah Indonesia. Sebaliknya, penulis mengkaji lebih dalam kewenangan pemerintah daaerah dalam pengelolaan tambang yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya sengketa tersebut mengingat tambang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak yang seharusnya dikelola oleh pusat untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya beberapa daerah. Pada rumusan ketiga, Iwan Dermawan hanya mendeskripsikan pilihan-pilihan yang dapat dilaksanaan oleh para pihak,

(10)

sedangkan penelitian yang dilakukan penulis mengkaji lebih dalam pilihan mana yang paling efisien bagi beberapa pihak dengan melihat beberapa faktor-faktor. 2. Anang Priyanto dkk, Kebijakan Pengaturan Divestasi Penanaman Modal

Asing di Sektor Pertambangan

Penelitian ini mengangkat permasalahan tentang: (a) Bagaimanakah pengaturan kebijakan menanaman modal asing di sektor pertambangan, Khususnya mengenai investasi? (b) Apakah pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang PMA yang berkaitan dengan divestasi dalam sektor pertambangan sudah sesuai dengan tujuan dikeluarkannya UUPMA dan tujuan dari dikeluarkannya UU Pokok Pertambangan?

Fokus penelitian ini pada permasalahan yang pertama yakni mendekripsikan mengenai pengaturan kebijakan penanaman modal asing (PMA) dalam bidang pertambangan, bahwa kebijakan pemerintah dalam pengaturan divestasi PMA dalam sektor pertambangan dilakukan dengan mengacu pada aturan dasar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan. Kedua undang-undang tersebut merupakan peraturan pokok yang menjadi acuan bagi pengambil kebijakan di bidang PMA dan pertambangan, sehingga kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dapat berupa Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri.

Pada permasalahan yang kedua, penelitian ini hanya berfokus kepada sinkronisasi pelaksanaan pengaturan divestasi dalam sektor pertambangan dengan tujuan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman

(11)

Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan. Bahwa berdasarkan penelitian ini berbagai pengaturan divestasi dalam sektor pertambangan sudah memenuhi yang menjadi tujuan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan. Berdasarkan hal tersebut penelitian yang dilakukan penulis berbeda dengan penelitian yang dilakukan Anang Priyanto, karena pada dasarnya penelitian yang dilakukan penulis berfokus kepada jangka waktu sebagai alasan untuk menyatakan suatu pihak telah melakukan wanprestasi dan pilihan rasional yang paling efisien yang dapat diambil para pihak ketika terjadi sengketa di antara para pihak.

3. Harvardy Muhhamad Iqbal, Tinjauan Yuridis Pelaksanaan dan

Penyelesaian Sengketa Divestasi Saham PT. Newmont Nusa Tenggara Berdasarkan Kontrak Karya Antara Pemerintah Republik Indonesia dan PT. Newmont Nusa Tenggara Tanggal 2 Desember 1986.

Penelitian ini mengangkat permasalahan tentang (a) Apakah proses pelaksanaan kewajiban divestasi PT. Newmont Nusa Tenggara Tenggara sesuai dengan tahapan-tahapan yang diatur dalam kontrak karya? (b) Apa dan bagaimana proses penyelesian sengketa yang ditempuh Pemerintah Republik Indonesia dan PT. Newmont Nusa Tenggara terhadap proses divestasi periode 2006, 2007, dan 2008?

Dalam penelitian ini hanya menjelaskan secara deskriptif proses divestasi yang dilakukan Newmont sesuai dengan kontrak karya, sedangkan penelitian yang

(12)

penulis teliti berfokus pada analisis lebih mendalam pada keputusan pemerintah dengan alasan Newmont tidak mendivestasikan saham sesuai dengan jangka waktu yang sudah ditentukan dalam kontrak hingga akhirnya Newmont digugat ke lembaga arbitrase. Penelitian penulis melihat lebih mendalam lewatnya jangka waktu murni karena kesalahan Newmont atau terdapat unsur kelalaian Pemerintah yang akhirnya mengakibatkan lewatnya jangka waktu untuk melakukan divestasi. Penulis juga mengkaji lebih dalam dari sisi peraturan perundang-undangan, terutama undang-undang yang berkaitan dengan pemerintah daerah mengenai wewenang pemerintah daerah dalam mengelola tambang karena pada akhirnya hal tersebut akan menentukan posisi daerah dalam mengelola saham hasil divestasi.

Pada rumusan kedua, penelitian yang dilakukan Harvardy Muhhamad Iqbal kembali hanya secara deskriptif menjelaskan proses penyelesaian sengketa antara pemerintah Indonesia dengan Newmont. Jadi penelitian ini hanya menginvestigasi proses terjadinya sengketa antara Pemerintah Indonesia dengan Newmont dan penyelesaian sampai akhirnya diputus melalui arbitrase. Penelitian yang dilakukan penulis menganalisis lebih dalam pilihan yang paling efisien bagi para pihak guna memenuhi hak dan kewajiban para pihak. Penulis mengkaji lebih dalam tentang dasar-dasar filosofis dan yuridis kewajiban divestasi yang dilakukan penanam modal asing dalam bidang pertambangan, sehingga pada akhirnya divestasi dalam bidang pertambangan menjadi suatu hal yang memiliki urgenitas tinggi untuk segera dilaksanakan oleh penanam modal asing kepada negara. Penulis dalam penelitian ini tidak hanya menginvestigasi proses penyelesaian sengketa antara Newmont dengan Pemerintah Indonesia, namun mengkaji lebih dalam

(13)

penyelesaian mana yang paling efisien bagi para pihak dengan membandingkan dengan proses penyelesaian yang lain. Penulis juga mengkaji substansi kontrak karya para pihak terkait pilihan-pilihan para pihak dalam menyelesaikan sengketa para pihak. Penulis juga mengkaji putusan arbitrase yang dikeluarkan majelis arbiter dengan melihat keuntungan dari dikeluarkannya putusan tersebut bagi para pihak. Penulis juga menganalisis tentang fungsi negara ketika sebagai regulator dan sebagai enterpreneur yang dikaitkan dengan sengketa divesatasi yang terjadi antara Pemerintah Indonesia dengan Newmont.

Berdasarkan penelusuran penulis baik dari perpustakaan dan internet sampai saat ini belum ada penelitian yang secara khusus meneliti tentang akibat hukum yang ditimbulkan ketika tidak dipenuhinya kewajiban mendivestasikan saham oleh pemodal asing kepada negara dalam bidang pertambangan. Walaupun demikian apabila pernah dilaksanakan penelitian yang sama, maka penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan. Dengan ini penulis menyatakan bahwa penelitian hukum ini merupakan hasil karya asli penulis, bukan merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya orang lain.

Referensi

Dokumen terkait

perkembangan moral yang berkaitan dengan aturan tentang apa yang seharusnya dilakukannya dalam interaksinya dengan orang lain. • Pada usia pra sekolah ini,

Dalam pengelolaan Unit Rawat Inap ( URI ), salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah pengelolaan tempat tidur pasien. Pengelolaan tempat tidur pasien perlu mendapat

Terkait dengan peningkatan koersivitas magnet intrinsik dari 1,68 kOe (origin ) menjadi 4,39 kOe setelah rekristalisasi dengan ukuran kristalit yang semakin halus, maka

Menelaah makna, kedudukan dan fungsi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan lainnya dalam system hukum

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi kemungkinan Financial distress pada industri tekstil dan garmen menggunakan model prediksi Altman Z-score serta

Dalam catatan sejarah, implementasi syari’at Islam di wilayah Provinsi Aceh mendapat angin segar setelah lengsernya Presiden Soeharto yang kemudian digantikan oleh

Banyak faktor penyebab terjadinya hasil belajar siswa yang rendah. Salah satu faktor tersebut adalah metode pembelajaran yang guru gunakan, selama ini guru cenderung