• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta penegasan istilah. Bab ini ini akan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta penegasan istilah. Bab ini ini akan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini merupakan kajian awal yang memberi pengantar tentang penelitian yang akan dilakukan, meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta penegasan istilah. Bab ini ini akan menguraikan adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang berkaitan dengan implementasi Permendagri No.15 tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah pada jenjang pendidikan dasar di Kota Kediri.

A. Latar Belakang

Isu gender menjadi isu yang hangat dibicarakan dalam konteks relasi antara laki-laki dan perempuan ataupun dalam konteks relasi di dalam masyarakat, pembangunan ataupun bernegara. Amanat implementasi kesetaraan gender itu termaktub dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Aturan tersebut meliputi amandemen UUD 1945 pasal 31 dan UU No.7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Mengenai Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women). UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pun menegaskan bahwa pendidikan adalah hak warga negara baik laki-laki maupun perempuan yang dapat ditempuh melalui jalur sekolah maupun luar sekolah. UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) juga menegaskan bahwa sasaran Program Peningkatan Kualitas Hidup

(2)

2 Perempuan adalah meningkatkan kualitas dan peranan perempuan di berbagai bidang. Selain itu, Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 2001 menyatakan pula perlunya mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender melalui kebijakan nasional pemberdayaan perempuan. Secara khusus telah dikeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional yang diikuti dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota perlu membentuk unit organisasi yang menangani kegiatan pemberdayaan perempuan.

Departemen Dalam Negeri telah berkomitmen untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dengan adanya Permendagri Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah. Permendagri ini menginstruksikan kepada seluruh Pemerintah Daerah, termasuk Gubernur dan Bupati/Walikota untuk melaksanakan Pengarusutamaan Gender (PUG) di seluruh wilayah Indonesia. Pemerintah Daerah diwajibkan untuk melekatkan seluruh proses pembangunan mulai dari penyusunan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi yang berperspektif gender dengan melibatkan peran serta warga negara baik laki-laki maupun perempuan.

Implementasi Permendagri Nomor 15 Tahun 2008 salah satunya dapat dilihat dalam bidang pendidikan di daerah. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Baik buruknya kualitas sumberdaya manusia sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, maka semakin baik juga kualitas sumberdaya manusianya. Pendidikan dapat memberikan nilai-nilai kognitif, afektif dan

(3)

3 psikomotorik kepada setiap individu disamping juga dapat digunakan sebagai alat untuk mentransformasikan nilai-nilai yang berguna dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu pendidikan bagi setiap individu baik laki-laki maupun perempuan sangatlah penting.

Setiap warga negara baik laki-laki dan perempuan mempunyai persamaan hak dan kewajiban yang sama untuk memperoleh pendidikan seperti yang dituangkan dalam pasal 31 Undang Dasar 1945. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pun menegaskan bahwa salah satu cita-cita kemerdekaan kebangsaan Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun kenyataannya, fenomena ketimpangan gender dalam dunia pendidikan masih sangat kuat. Hal ini bisa terlihat dengan adanya perbedaan kesempatan secara konsisten pada setiap jenis dan jenjang pendidikan.

Sehubungan dengan itu persoalan pendidikan antara lain terkait dengan ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender. Masalah gender menjadi isu kebijakan yang semakin mencuat kepermukaan dan semakin mendapat tempat dalam proses pengambilan keputusan di bidang pendidikan. Fakta menunjukkan bahwa kesenjangan gender di bidang pendidikan terjadi antara perempuan dan laki-laki dalam mengakses, partipasi, kontrol serta manfaat hasil pendidikan (Oedjoe, 2010). Mengingat salah satu target Millenium Development Goals (MDGs) adalah pencapaian pendidikan dasar secara universal (Susiana, 2011) maka implementasi Permendagri No. 15 tahun 2008 sejatinya dapat pula dilihat pada jenjang pendidikan dasar.

(4)

4 Keberhasilan pelaksanaan pengarusutamaan gender bidang pendidikan sangat ditentukan oleh komitmen para pengambil kebijakan, baik pemerintah pusat maupun daerah (provinsi/kabupaten/kota) yang terwujudkan dalam; (1) kebijakan yang responsif gender; (2) dukungan sumber daya manusia sebagai focal point gender bidang pendidikan; (3) dukungan kelembagaan; dan (4) dukungan anggaran, baik melalui APBN maupun APBD provinsi/kabupaten/kota.

Ketidaksetaraan gender di bidang pendidikan terjadi antara lain dari gejala berbedanya akses atau peluang bagi laki-laki dan perempuan dalam memperoleh pendidikan. Oleh karena itu, dalam rangka pengarusutamaan gender bidang pendidikan maka perlu disusun berbagai instrumen kebijakan yang lebih operasional. Khusus di sektor pendidikan, perlu diterapkan program-program rutin dan pembangunan yang dapat memperkecil kesenjangan gender, baik dalam input, proses dan ouput pendidikan.

Hasil penelitian Widodo et al (2011) menunjukkan bahwa secara umum jumlah siswa SD/MI di Jawa Timur terdapat kesetaraan gender dengan Indeks Paritas (IP) sebesar 0,95. Sebagian besar kota dan kabupaten di Jawa Timur terjadi ketidaksetaraan gender pada jumlah siswa SD/MI. Terdapat delapan kota/kabupaten yang sudah memiliki kesetaraan gender dan 30 kota/kabupaten yang belum memiliki kesetaraan gender. Ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak yang merugikan perempuan terdapat di Kota Probolinggo dengan IP sebesar 0,91, sedangkan ketidaksetaraan gender di pihak yang merugikan laki-laki terdapat di Kota Kediri dengan IP sebesar 1,25.

Selanjutnya dinyatakan pula bahwa berdasarkan jumlah siswa baru SD/MI di Jawa Timur terdapat kesetaraan gender dengan IP sebesar 0.96. Terdapat

(5)

5 kota/kabupaten yang mengalami kesetaraan dan ketidaksetaraan pada jumlah siswa baru SD/MI dengan perincian 17 daerah mengalami kesetaraan dan 21 daerah terjadi ketidaksetaraan gender. Ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak yang merugikan perempuan terdapat di Kabupaten Ngawi dengan IP sebesar 0,86, sedangkan ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak yang merugikan laki-laki terdapat di Kota Kediri dengan IP sebesar 1,18. Kesetaraan gender tertinggi terdapat di Kota Batu dan Kabupaten Sumenep dengan IP sebesar 1,00 (Widodo et al., 2011).

Menurut Widodo et al (2011) berdasarkan angka siswa mengulang SD/MI di Jawa Timur terdapat ketidaksetaraan gender di pihak yang merugikan laki-laki dengan IP sebesar 0,51. Ketidaksetaraan gender pada angka siswa mengulang SD/MI terjadi di semua kota dan kabupaten di Jawa Timur. Ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak yang merugikan laki-laki terdapat di Kota Batu dengan IP sebesar 0.37.

Secara umum berdasarkan jumlah kepala sekolah SD/MI di Jawa Timur terdapat ketidaksetaraan gender di pihak yang merugikan perempuan dengan IP sebesar 0,44. Ketidaksetaraan gender pada jumlah kepala sekolah SD/MI terjadi di sebagian besar kota dan kabupaten di Jawa Timur yaitu sebesar 37 daerah dan hanya satu kota/kabupaten yang mengalami kesetaraan gender. Ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak yang merugikan perempuan terdapat di Kabupaten Sampang dengan IP sebesar 0,12. Ketidaksetaraan gender tertinggi di pihak yang merugikan laki-laki terdapat di Kota Kediri dengan IP sebesar 1,22. Kesetaraan gender tertinggi terjadi di Kota Blitar dengan IP sebesar 0,97 (Widodo et al., 2008).

(6)

6 Kesenjangan gender pada jenjang pendidikan sekolah dasar di Kota Kediri tampak dari beberapa aspek pendidikan yang mempunyai IP cenderung merugikan laki-laki. Berangkat dari kondisi kesenjangan gender yang merugikan laki-laki tersebut, sekaligus sebagai bentuk evaluasi terhadap kebijakan yang tekah diterapkan terutama menunjang terlaksananya wajib belajar sembilan tahun maka sangat perlu dilakukan kajian atau penelitian tentang Implementasi Permendagri Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Pengarusutamaan Gender pada Jenjang Pendidikan Dasar di Kota Kediri.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah substansi Permendagri Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Pengarusutamaan Gender di Daerah?

2. Bagaimanakah implementasi Permendagri Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Pengarusutamaan Gender di Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar di Kota Kediri?

3. Bagaimanakah kendala yang dihadapi dalam implementasi Permendagri Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Pengarusutamaan Gender di Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar di Kota Kediri?

C. Batasan Masalah

Provinsi Jawa Timur mempunyai 38 kabupaten/kota (29 kabupaten dan 9 kota). Secara umum di Provinsi Jawa Timur terjadi kesenjangan gender dalam

(7)

7 dunia pendidikan. Dari ke 38 kabupaten/kota tersebut dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yakni kategori kesetaraan gender tinggi, kesetaraan gender sedang dan kesetaraan gender rendah. Kategori kesetaraan gender tinggi meliputi Kota Surabaya, Kota Blitar, Kota Batu, Kota Mojokerto, Kab. Mojokerto, Kab. Bondowoso, Kab. Bangkalan, Kab. Sumenep. Kesetaraan gender sedang meliputi Kota Malang, Kab. Madiun, Kab. Pasuruan, Kab. Tuban, Kab. Lamongan, Kab. Gresik, Kab. Pamekasan, dan Kab. Sampang. Kesetaraan gender rendah meliputi Kota Kediri, Kab. Bojonegoro, Kab. Ponorogo, dan Kota Probolinggo.

Agar penelitian ini dapat lebih terfokus, maka pembahasan hanya dibatasi pada jenjang Pendidikan Dasar yang ada pada kabupaten/kota yang berkategori kesetaraan gender rendah dan dibatasi pada Kota Kediri pada tahun 2010-2011.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menjelaskan substansi Permendagri Nomor 15 Tahun 2008 Tentang

Pengarusutamaan Gender di Daerah.

2. Mendeskripsikan pelaksanaan implementasi Permendagri Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Pengarusutamaan Gender di Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar di Kota Kediri.

3. Mendeskripsikan kendala yang dihadapi dalam implementasi Permendagri Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Pengarusutamaan Gender di Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar di Kota Kediri.

(8)

8 E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mencapai beberapa manfaat diantaranya adalah:

1. Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi berupa penambahan referensi atau pustaka ilmiah sehingga bernilai positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan, baik bagi kalangan akademisi yang menggeluti dunia pendidikan maupun masyarakat secara umum. Hasil penelitian ini dapat pula menjadi landasan bagi penelitian selanjutnya yang lebih mendalam terkait implementasi Permendagri Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar di Kota Kediri, daerah-daerah lain di Jawa Timur dan Indonesia pada umumnya.

2. Praktis a. Peneliti

Penelitian ini akan meningkatkan pemahaman peneliti terkait dengan masalah gender dan pengarusutamaan gender, memperkuat pemahaman peneliti tentang penelitian pengarusutamaan gender, menjadi bahan dan titik tolak untuk kegiatan penelitian selanjutnya, dan menjadi masukan implementasi pengarusutamaan gender pada institusi pendidikan tempat peneliti mengajar.

b. Dinas Pendidikan

Bagi Dinas Pendidikan Kota Kediri, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi faktual agar pihak terkait atau para pengambil kebijakan dapat

(9)

9 melakukan refleksi dan evaluasi terhadap kebijakan yang diterapkan selama ini. Berdasarkan hasil penelitian ini nantinya Dinas Pendidikan Kota Kediri dapat segera mengambil langkah-langkah tepat terkait implementasi Permendagri Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah. Diharapkan pula Dinas Pendidikan Kota Kediri dapat memikirkan dan mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan dalam penelitian ini.

c. Lembaga Terkait

Penelitian ini diharapkan memberi sumbangan pemikiran bagi pengambil kebijakan di lembaga-lembaga terkait seperti dinas-dinas lain yang memiliki program pengarusutamaan gender, BAPPEDA Kota Kediri dan Provinsi Jawa Timur, DPRD Kota Kediri, POKJA PUG Provinsi dan lembaga lainnya dalam dalam membuat kebijakan terhadap masalah kesetaraan gender dan implementasi Permendagri Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar pada khususnya dan semua jenjang pendidikan pada umumnya.

F. Penegasan Istilah 1. Implementasi

Implementasi adalah salah satu tahap kebijakan antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya (George C. Edward, 2003). Sedangkan menurut Harahap (2004) implementasi merupakan suatu proses interaktif dengan kegiatan kebijaksanaan yang mendahuluinya, dengan kata lain implementasi dimaksudkan untuk

(10)

10 mengoperasikan sebuah program dengan pilar-pilar organisasi, interpretasi dan pelaksanaan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas peneliti menginterpretasikan bahwa implementasi adalah sesuatu yang dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat, dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.

2. Pengarusutamaan Gender

Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah aspek kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki kedalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi (Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000). Sedangkan menurut Silawati (2006) pada prinsipnya PUG menempatkan individu sebagai manusia seutuhnya, demokrasi, pemerataan, keadilan dan kesetaraan.

Pengarusutamaan gender pada penelitian ini diartikan sebagai strategi untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender yang dapat dilihat melalui besarnya nilai Indeks Paritas yaitu dengan cara menghitung capaian kinerja perempuan dibagi dengan capaian kinerja laki-laki.

3. Permendagri Nomor 15 Tahun 2008

Permendagri Nomor 15 Tahun 2008 merupakan Peraturan Menteri Dalam Negeri yang mengatur tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan

(11)

11 Gender di Daerah. Permendagri ini ditetapkan karena Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 132 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan di Daerah, sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan sehingga perlu diganti. Permendagri Nomor 15 Tahun 2008 ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Februari 2008 oleh Menteri Dalam Negeri, Bapak Mayjen TNI Purn. H. Mardiyanto.

4. Pendidikan Dasar

Menurut Badiran (2009) pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah terdiri dari SD dan SMP. Sesuai dengan Badiran, yang dimaksud pendidikan dasar dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan SD dan SMP.

5. Substansi

Substansi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) diartikan sebagai watak yang sebenarnya dari sesuatu, isi, pokok, dan inti. Substansi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dasar dan bentuk yang sesungguhnya dari suatu kebijakan yang merupakan landasan dari seluruh fenomena kependidikan.

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah mengenai tingkat kinerja karyawan di PT.Inti (Persero) Bandung pada divisi Operasional Celco Produksi dan

Selain itu social networking (jejaring sosial) memiliki pengaruh sebesar 34,4% untuk membentuk brand loyalty (loyalitas merek) dan brand trust (kepercayaan merek)

Motivasi dan hasil belajar siswa untuk pelajaran biologi masih rendah seperti halnya di kelas VIIE MTs N Surakarta II dikarenakan, dalam kegiatan belajar mengajar guru masih

aureus resisten terhadap antibiotik ciprofloxacin (15%), cefotaxime (31%), dan cefadroxil (8%), sedangkan bakteri Gram negatif yang mengalami resistensi tertinggi

Dalam kegiatan penelitian ini dilakukan metode wawancara dengan para teknisi dari PT. Nutech Integrasi yang diberikan tanggung jawab oleh perusahaan dalam menangani sebuah

ABDUL ARIJAL TAUFIQ, 2008, NIM.02540018, PERENCANAAN LINE BALANCING DENGAN METODE RANK POSITION WEIGHT ( RPW ) DAN METODE REGION APPROACH ( RA ) GUNA

Dalam menulis karya sastra, seorang penulis memiliki gaya atau caranya masing- masing yang akan menjadi ciri khasnya. Adapum alasan penulis memilih judul ini yaitu untuk

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nama-nama panggilan unik remaja di Desa Losari, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas sebanyak 50 data, dengan perincian: Jenis penamaan