• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGATURAN SAMPAH DAN PENAMBAHAN LUMPUR DALAM PRODUKSI BIOGAS EFFECT OF ARRANGEMENT OF SOLID WASTE AND SLUDGE ADDITION IN BIOGAS PRODUCTION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENGATURAN SAMPAH DAN PENAMBAHAN LUMPUR DALAM PRODUKSI BIOGAS EFFECT OF ARRANGEMENT OF SOLID WASTE AND SLUDGE ADDITION IN BIOGAS PRODUCTION"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGATURAN SAMPAH DAN PENAMBAHAN LUMPUR

DALAM PRODUKSI BIOGAS

EFFECT OF ARRANGEMENT OF SOLID WASTE AND SLUDGE

ADDITION IN BIOGAS PRODUCTION

Norhalimatus Sa’diyah

1)

dan Susi Agustina Wilujeng

2)

Teknik Lingkungan, ITS

Gedung Teknik Lingkungan Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111

Email:

1)

norhalimatus_matus@yahoo.co.id

;

2)

wilujeng_susi@yahoo.com

ABSTRAK

Biogas dapat dihasilkan dari berbagai macam sampah basah melalui proses penguraian secara anaerobik, salah satunya adalah sampah organik dan lumpur tinja yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan biogas. Pembuatan biogas merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan masalah persampahan dan penumpukan lumpur tinja serta juga dapat menghasilkan energi alternatif.

Penelitian dilakukan dengan mengatur komposisi bahan baku dalam proses produksi biogas dengan tujuan dapat meningkatkan biogas yang dihasilkan. Proses yang digunakan dalam penelitian ini adalah anaerobik digester selama 2 bulan dengan menggunakan reaktor dengan volume 150 L yang terdiri dari 6 reaktor. Variasi pengaturan sampah yang akan dilakukan adalah perbandingan sampah campuran sisa sayur dan nasi:taman sebagai berikut: (50%:50%), (60%:40%), (40%:60%). Penambahan lumpur tinja dengan perbandingan sampah : lumpur sebagai berikut: (70%:30%), (75%:25%), (80%:20%).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada pengaturan sampah volume biogas dihasilkan paling besar pada R1 dengan komposisi 50%:50% (sampah campuran sisa sayur dan nasi:sampah taman) sebesar 1441,69 L/kg. Pada penambahan lumpur tinja, produksi biogas paling besar adalah R4 dengan penambahan lumpur tinja 30% dengan volume biogas 1570,40 L/kg.

Kata Kunci : Sampah, Lumpur Tinja, Biogas, Energi Alternatif

ABSTRACT

Biogas can be produced from all kinds of biodegradable organic waste with using anaerobic digestion, one of them are organic waste and septage as raw material to produce biogas. Biogas is one of way to resolve the solid waste problem and septage and also produce an alternative energy.

This study was conducted to improve biogas production with arrangement raw material in biogas production process. Process which was used in this study is digester anaerobic during 2 months by using reactor with volume 200 L and consist of 6 reactor. Variation of arrangement

organic waste are proportion of vegetable and food waste : garden waste are ( 50%:50%), ( 60%:40%), ( 40%:60%). Septage addition with proportion of waste : septage are ( 70%:30%), ( 75%:25%), ( 80%:20%).

Based on the results of this study are known at arrangement of organic waste, the best of volume biogas production from R1 with composition 50%:50% (vegetable and food waste : garden waste) is 1441,69 L/kg. With addition of septage, the best of volume biogas production is R4 with septage addition is 30% and volume biogas is 1570,40 L/kg.

Key Word :Waste, Septage, Biogas, Alternative Energy

PENDAHULUAN

Sampah merupakan masalah penting tidak hanya dari segi teknik tetapi juga dari segi sosial, ekonomi, dan budaya terutama dalam proses penanganannya. Masalah utama sampah terutama sampah kota terjadi di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yaitu keterbatasan lahan TPA yang disebabkan produksi sampah yang terus meningkat dan teknologi proses yang kurang efisien.

(2)

Bertambahnya jumlah penduduk yang tidak seimbang dengan area permukiman akan mengakibatkan masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Orang yang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata 970 gram. Jadi bila penduduk Indonesia saat ini berjumlah 230 juta maka setiap hari tinja yang dikeluarkan sekitar 223.100 juta gram (Kartikasari, 2008). Tinja selama ini dibuang ke tangki septik yang setelah beberapa lama dikuras untuk dibuang ke IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja) terus meningkat maka akan mengakibatkan lumpur hasil pengolahan tinja juga terus meningkat, sehingga diperlukan pemikiran yang tepat serta dapat memanfaatkan lumpur tinja menjadi produk yang berguna.

Masalah sumber energi yang berasal dari minyak bumi semakin lama juga semakin menipis, produksi minyak Indonesia mengalami krisis karena tidak mampu memasok kebutuhan dalam negeri dan harus menjadi importer dari negara lain (Santoso, 2004). Oleh karena itu, perlu dipikirkan usaha dalam mencari dan penggunaan sumber energi alternatif terutama energi yang terbarukan untuk kebutuhan energi masa depan. Salah satu energi alternatif yang dapat diterapkan adalah produksi biogas.

Biogas dapat dihasilkan dari sampah organik melalui proses penguraian secara anaerobik, salah satunya adalah dengan memanfaatkan sampah organik yang ada digunakan sebagai bahan baku pembuatan biogas dan dengan penambahan lumpur tinja sebagai starter karena lumpur merupakan inokulum yang mampu menghasilkan biogas yang baik (Dong et al., 2010 dan Habibi, 2006)

Produksi biogas telah diterapakan oleh masyarakat di Dusun Bangsri, Kelurahan Ardirejo, Kecamatan Kepanjen - Malang yaitu dalam satu kepala keluarga (KK) memiliki satu reaktor untuk memenuhi keperluan bahan bakar seperti minyak tanah maupun gas masyarakat sehari-hari. Produksi biogas yang sudah diterapkan menggunakan campuran sampah dapur dan taman yang tidak diketahui perbandingan antara sampah dapur dan sampah taman sehingga produksi biogas yang dihasilkan kurang maksimal dan kondisi yang ada saat ini adalah volume gas yang dihasilkan masih kecil dibandingkan dengan energi yang dibutuhkan oleh masyarakat sehingga perlu dipikirkan metode atau teknologi dalam produksi biogas yang mampu menghasilkan biogas yang lebih besar, salah satunya adalah dengan penambahan starter atau inokulum yang dapat mempercepat proses pembentukan biogas. Starter yang dapat digunakan yaitu lumpur tinja yang merupakan inokulum yang mampu menghasilkan biogas yang baik dan pada lumpur tinja lebih dominan mikroba anaerobik (Dong et al., 2007 dan Habibi, 2006).

Penelitian ini dilakukan dengan mengatur bahan baku (sampah) yang digunakan dalam proses produksi biogas, selain itu juga dalam penelitian ini akan dilakukan penambahan lumpur tinja dengan jumlah tertentu dengan tujuan dapat meningkatkan biogas yang dihasilkan. Sampah yang digunakan pada penelitian ini berupa sampah taman dan sampah campuran sisa sayur dan nasi sedangkan lumpur tinja yang digunakan diambil dari Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja di Keputih.

(3)

Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Pada perbandingan sampah berapakah biogas dapat dihasilkan paling besar?.

2. Berapa jumlah penambahan lumpur tinja yang tepat untuk dapat menghasilkan biogas yang paling besar?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menentukan perbandingan sampah yang tepat dalam menghasilkan biogas paling besar. 2. Menentukan jumlah penambahan lumpur tinja dalam menghasilkan biogas paling besar.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai cara yang paling tepat untuk mengolah sampah taman dan sampah sisa sayur dan nasi menjadi biogas.

METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat yang Digunakan

Bahan yang digunakan berupa sampah dan lumpur tinja. Sampah terdiri dari sampah campuran sisa sayur dan nasi yang diambil dari pasar Keputran dan Rumah makan di daerah Gebang dan Keputih dan sampah taman dari rumah kompos Bratang. Lumpur tinja di ambil dari IPLT Keputih pada unit pengolahan Solid Separated Chamber (SSC). Reaktor yang digunakan berupa drum dengan volume 150 L dengan berat isi 80 kg. Berikut adalah gambar reaktor anaerobik.

Gambar 1. Reaktor Anaerobik Prosedur Percobaan

Sampah yang sudah terkumpul dicacah dengan ukuran ± 2 mm kemudian dilakukan pengisian reaktor sesuai dengan variasi. Variasi pertama: melakukan pengaturan sampah antara sampah campuran sisa sayur dan nasi dan sampah taman sesuai dengan variabel yang ditentukan, variasi komposisi sampah dapat dilihat pada tabel 1. Variasi kedua: melakukan penambahan lumpur tinja terhadap sampah yang ditentukan dengan perbandingan sampah campuran sisa sayur dan nasi:

(4)

sampah taman = 70% : 30%. Penambahan lumpur ini disesuaikan dengan variabel yang sudah ditentukan, variasi perlakuan dapat dilihat pada tabel 1. Semua bahan isian yang sudah sesuai dengan variabel dimasukkan ke dalam reaktor dan dilakukan analisa awal yaitu analisa pH, suhu, kadar air,

total solid, dan volatile solid. Reaktor ditutup rapat dan pada ujung pipa aliran gas diberi plastik dan

diikat dengan kuat untuk mengetahui adanya pembentukan gas yaitu apabila plastik sudah menggelembung maka akan dipasang penangkap gas (seperti pada gambar 2 ). Analisisi parameter dilakukan rutin setiap dua kali seminggu dan pengamatan volume biogas dilakukan setiap hari selama 12 jam pada siang hari (5.30 pagi – 17.30 sore).

Tabel 1. Variasi Bahan Isian Reaktor Reaktor Variasi Bahan

I Sampah campuran sisa sayur dan nasi

50%+sampah taman 50%

II Sampah campuran sisa sayur dan nasi

60%+sampah taman 40%

III Sampah campuran sisa sayur dan nasi

40%+sampah taman 60%

IV Sampah 70%+lumpur 30%

V Sampah 75%+lumpur 25%

VI Sampah 80%+lumpur 20%

Keterangan: Variasi bahan dalam massa/massa

Gambar 2. Reaktor pada awal proses Analisis parameter dilakukan untuk menunjang tercapainya tujuan penelitian. Analisis parameter terdapat tiga bagian yaitu: Parameter yang diukur tiap hari : volume gas. Analisis ini dilakukan rutin 12 jam per hari dengan menggunakan pengamatan secara visual terhadap penangkap gas agar diketahui jumlah biogas yang dihasilkan. Parameter yang diukur tiap minggu (2 kali dalam seminggu): pH, suhu, total solid, volatile solid dan kadar air. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kestabilan proses dan proses degradasi sampah yang terjadi dalam reaktor. Parameter yang diukur pada akhir penelitian: pH, suhu, kadar air, total solid, dan volatile solid. Pemantauan ini dilakukan diakhir penelitian sehingga dapat dilihat perbedaan dan dibandingkan antara kondisi awal dan kondisi akhir dari reaktor.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi awal reaktor

Berdasarkan hasil analisis awal pada tabel 2, kondisi pH tiap reaktor berbeda yaitu pada R1 dan R3 hampir mendekati pH normal. Kondisi pH R2 berada pada kondisi asam yaitu 5,60 disebabkan sampah campuran sisa sayur dan nasi lebih banyak dari sampah taman yaitu sehingga kondisi pH hampir mendekati pH sampah campuran sisa sayur dan nasi yaitu 5,69. pH masing-masing reaktor berada pada kisaran 5,60-7,23 sedangkan pH optimum pembentukan metan yaitu 6,8-8,5 (Burke

(5)

dalam Bachtiar dkk., 2009) atau pada pH 7-7,2 (Polprasert,1996). Pada masing-masing reaktor nilai kadar air relatif tinggi yaitu pada rentang 72 – 74%. Kondisi kadar air ini masih berada pada rentang kadar air yang dapat menaikkan produksi biogas yaitu 60-78% (Polprasert, 1996)

Tabel 2. Kondisi awal semua reaktor

Parameter Reaktor R1 R2 R3 R4 R5 R6 Suhu (◦C) 28.00 28.00 28.00 28.00 28.00 28.00 pH 7.23 5.60 6.75 6.36 6.99 6.68 TS (g/g) 0.273 0.262 0.262 0.304 0.257 0.280 Kadar Air % 72.70 73.82 73.77 69.60 74.30 71.96 VS (g/g) 0.237 0.225 0.227 0.161 0.168 0.219

Sumber: Hasil penelitian. 2011

Berdasarkan hasil analisis awal pada variasi penambahan lumpur tinja sebagai starter, kondisi pH tiap reaktor berbeda akan tetapi hampir mendekati pH normal. pH masing-masing reaktor berada pada kisaran 6,36-6,99 sedangkan pH optimum pembentukan metan yaitu 6,8-8,5 (Burke dalam Bachtiar dkk, 2009) atau pada pH 7-7,2 (Polprasert,1996). Nilai kadar air relatif tinggi yaitu pada rentang 70 – 74%. Hal ini dapat disebabkan oleh perbandingan sampah yang digunakan lebih dominan sampah campuran sisa sayur dan nasi. Kondisi kadar air pada semua reaktor ini masih berada pada rentang kadar air yang dapat menaikkan produksi biogas yaitu 60-78% (Polprasert, 1996).

Pengaruh Parameter terhadap Produksi Biogas a. Kondisi Suhu

(a) (b)

Gambar 3. (a) Grafik perubahan suhu dan produksi biogas pada pengaturan sampah (b) Grafik perubahan suhu dan produksi biogas pada penambahan lumpur tinja

Berdasarkan gambar 3a menunjukkan bahwa kondidi suhu pada semua reaktor berada pada

kondisi mesofilik yaitu pada kondisi suhu 25-40◦C (Polprasert, 1996). Suhu maksimal pada

reaktor yaitu 35-37◦C pada hari ke 7-10 dan suhu stabil pada rentang suhu 29 -30◦C pada hari ke 14-42. Pada penambahan lumpur tinja (gambar 3b) menunjukkan bahwa kondisi suhu semua

(6)

hari ke 7-10 dan suhu stabil pada rentang suhu 28 -31◦C pada hari ke 14-42. Pada awal proses anaerobik cenderung mengalami kenaikan suhu yang menunjukkan bahwa pada tahap ini mikroorganisme berkembangbiak dengan cepat dan terjadi proses penguraian bahan organik oleh mikroorganisme (Dalzell et al., 1987). Kenaikan suhu ini disebabkan oleh energi mikroorganisme yang digunakan untuk menguraikan bahan organik yang dibebaskan sebagai panas.

b. Kondisi pH

(a) (b)

Gambar 4. (a) Grafik perubahan pH dan produksi biogas pada pengaturan sampah (b) Grafik perubahan pH dan produksi biogas pada penambahan lumpur tinja

Paada pengaturan sampah (gambar 4a), kondisi pH pada semua reaktor menunjukkan bahwa pada minggu pertama dan kedua (hari ke 0-14) terjadi perubahan pH mendekati pH normal, pada minggu ke 3 (hari ke 17-24) terjadi penurunan pH sampai pada pH terendah (asam). Pada minggu ke 4 (hari ke 28-42) pH mulai stabil dengan pH 6,26 pada R1, pH 6,36 pada R2 dan pH 6,22 pada R2. Pada gambar (4b) menunjukkan kondisi pH pada semua reaktor pada minggu pertama dan kedua (hari ke 0-14) terjadi perubahan pH mendekati pH normal, pada minggu ke 3 (hari ke 17-24) terjadi penurunan pH sampai pada pH terendah (asam). pada minggu ke 4 (hari ke 28-42) pH mulai stabil dengan pH 7,00 pada R4, pH 6,48 pada R5 dan pH 6,45 pada R6.

Menurut Forster-Carneiro et al (2008), pada minggu pertama-kedua terjadi proses hidrolisis yang mengindikasikan tingginya aktivitas mikroorganisme dalam mendekomposisi bahan organik polimer menjadi monomer yang mudah larut dilakukan oleh sekelompok bakteri fakultatif (Sudrajat, 2006). Penurunan pH sampai mencapai pH terendah menunjukkan bahwa sedang terjadi proses asidifikasi dalam proses dekomposisi bahan organik. Carneiro-Forster (2008) menjelaskan bahwa pada tahap ini (asidifikasi) ditunjukkan dengan tingginya konsentrasi kadar asam karena terjadi proses perubahan senyawa-senyawa hasil proses hidrolisis menjadi asam-asam lemak yang mudah menguap

(volatile fatty acid) seperti asetat, propionate dan asam butirat oleh Acidogenic bacteria. Pada minggu

ke 4 (hari ke 28-42) pH kembali mengalami kenaikan dan stabil disebabkan karena asam-asam organik yang dihasilkan pada fase sebelumnya dikonsumsi oleh mikroorganisme berikutnya. Pada

(7)

tahap ini bakteri anaerobik bekerja maksimal pada range pH 6,8-8 disertai laju produksi biogas yang optimal (Harahap, 1980). Pada tahap ini terjadi proses metanasi yaitu mengubah asam asetat menjadi metan (CH4), CO2, dan H2O oleh Metanogenic bacteria.

c. Kondisi Total Solid

(a) (b)

Gambar 5. (a) Grafik perubahan totsl solid dan produksi biogas pada pengaturan sampah (b) Grafik perubahan totsl solid dan produksi biogas pada penambahan lumpur tinja Pada gambar 5a dapat diketahui bahwa pada minggu ke 6 (hari ke 42) terjadi proses removal total solid yang berbeda-beda antar reaktor yaitu pada R1 sebesar 15,25%, R2 sebesar 10,29% dan pada R3 sebesar 10,82%. Pada penambahan lumpur tinja dapat diketahui bahwa pada minggu ke 6 (hari ke 42) terjadi proses removal total solid pada R6 sebesar 15,29%, R5 sebesar 10,94% dan R4 sebesar 11,18%. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahap tersebut terjadi proses degradasi bahan organik tertinggi dimana semakin besar penurunan total solid maka proses degradasi yang semakin besar terjadi pada reaktor (El Haq, 2010). Dari nilai removal ini dapat diketahui nilai produksi biogas per kg total solidnya. Perhitungan ini dapat menunjukkan besar bahan organik yang terukur sebagai TS dikonversi menjadi biogas. Produksi biogas per kg total solid dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Produksi Biogas per Kg TS pada Hari ke 42

Reaktor TS awal (kg) TS akhir (kg) Selisih TS (kg) V biogas (L) L/kg TS R1 21.84 18.51 3.33 1384.16 415.59 R2 20.94 18.79 2.15 923.77 428.68 R3 20.98 18.71 2.27 870.35 383.30 R4 24.32 21.60 2.72 1343.27 493.94 R5 20.56 18.31 2.25 865.98 384.94 R6 22.43 19.00 3.43 1417.60 413.25

(8)

d. Kondisi Volatil Solid

(a) (b)

Gambar 6. (a) Grafik perubahan volatil solid dan produksi biogas pada pengaturan sampah (b) Grafik perubahan volatil solid dan produksi biogas pada penambahan lumpur tinja Berdasarkan gambar (6a) dapat diketahui bahwa removal volatil solid pada minggu ke 6 (hari ke 42) menunjukkan bahwa penyisihan tertinggi terjadi pada R1 yaitu 18,60% sedangkan penyisihan untuk R2 dan R3 masing-masing 16,31 % dan 15,21%. Pada gambar (6b) dapat diketahui bahwa penyisihan volatil solid pada minggu ke 6 (hari ke 42) menunjukkan bahwa removal tertinggi terjadi pada R4 yaitu 21,63%, pada R5 18,69% dan R6 sebesar 25,01%. Hal ini menunjukkan bahwa removal tertinggi terjadi pada reaktor dengan penambahan lumpur tinja paling kecil. Semakin besar penurunan nilai volatil solid menunjukkan proses degradasi yang semakin besar terjadi pada reaktor (El Haq, 2010). Nilai removal yang terjadi pada reaktor dapat digunakan untuk menghitung produksi biogas per kg VS. Perhitungan ini dapat menunjukkan besar bahan organik yang terukur sebagai VS dikonversi menjadi biogas. Produksi biogas per kg volatil solid dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Produksi biogas per Kg VS pada Hari ke 42

Reaktor VS awal (kg) VS akhir (kg) Selisih VS (kg) V biogas (L) L/kg VS R1 5.19 3.58 1.61 1384.16 860.57 R2 4.71 3.53 1.17 923.77 787.56 R3 4.77 3.61 1.16 870.35 748.47 R4 3.93 2.73 1.19 1343.27 1125.60 R5 3.45 2.50 0.95 865.98 910.47 R6 4.91 3.12 1.79 1417.60 791.07

(9)

e. Kondisi Kadar Air

(a) (b)

Gambar 7. (a) Grafik perubahan volatil solid dan produksi biogas pada pengaturan sampah (b) Grafik perubahan volatil solid dan produksi biogas pada penambahan lumpur tinja Pada gambar (7a) menunjukkan bahwa kondisi kadar air pada R1 berada pada rentang 73-79%, R2 berada pada rentang 74-83% dan R3 berada pada rentang 68-81%. R1 merupakan reaktor dengan kadar air yang mendekati kadar air optimum (60-78%). pada gambar (7b) menunjukkan bahwa kondisi kadar air pada R4 berada pada rentang 57-78%, R5 berada pada rentang 73-85% dan R6 berada pada rentang 66-79%. Kadar air optimum untuk pembentukan biogas adalah 60-78% (Polprasert, 1996). Kadar air cenderung fluktuatif dan meningkat. Terjadinya fluktuatif kadar air dapat

disebabkan oleh proses penguraian bahan organik menjadi metan yang juga menghasilkan H2O

(Sudradjat, 2006). Air yang dihasilkan dari reaktor tidak dikeluarkan atau dibuang yang menyebabkan kadar air semakin tinggi pada reaktor, Kondisi kadar air dan produksi biogas dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Produksi Biogas dan Kadar Air

Reaktor Kadar air Biogas terbesar

(L/hari) Akumulasi biogas (L) R1 75-79% 50 2419,96 R2 77-82% 35,94 1676,83 R3 75-81% 37,62 1590,43 R4 70-73% 50,00 2430,39 R5 74-81% 35,60 1622,20 R6 72-77% 50,00 2585,42

Sumber: Hasil penelitian, 2011

Produksi biogas di lapangan dan perhitungan biogas secara teoritis

Perhitungan biogas juga dapat dilakukan secara stoikiometri yaitu dengan mengetahui komposisi kimia penyusun limbah yang akan digunakan sebagai penghasil biogas. Hasil perhitungan biogas yield secara teoritis dan hasil pengukuran di lapangan dapat dilihat pada tabel 6.

(10)

Tabel 6. Perbandingan Gas secara Teoritis Semua Reaktor Reaktor Biogas yield secara teoritis (L/kg) Biogas yield di lapangan (L/kg) Perhitungan biogas yield di lapangan (L/kg) Persentase biogas yield di lapangan terhadap biogas teoritis (%) 12 jam 24 jam R1 3784.23 1441.69 2883.38 76 R2 3946.86 1085.89 2171.77 55 R3 3939.54 1043.33 2086.66 53 R4 3398.72 1570.40 3140.81 92 R5 4020.39 1565.16 3130.32 78 R6 3684.79 1201.82 2403.64 65

Sumber : Hasil Penelitian, 2011

Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa produksi biogas secara teoritis lebih besar dibandingkan produksi biogas yang didapatkan dari pengukuran di lapangan yaitu dapat dilihat pada persentase biogas yield di lapangan terhadap biogas teoritis. Kecilnya volume biogas di lapangan menunjukkan bahwa bahan organik yang berada dalam reaktor belum terurai secara sempurna sampai pada akhir pengamatan. Sisa bahan organik yang belum terurai akan menjadi kompos. Pada tabel 6 dapat diketahui bahwa biogas yield paling besar dihasilkan dari R1 dengan pengaturan sampah 50%:50% dan R4 dengan penambahan lumpur tinja paling besar yaitu 30%.

KESIMPULAN

Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pada variasi pengaturan komposisi sampah, produksi biogas terbesar dihasilkan oleh reaktor dengan komposisi sampah dapur 50% dan sampah taman 50% dengan biogas tertinggi yang dihasilkan yaitu 50L/hari pada hari ke 17-40 dan akumulasi biogas 1441,69 L/kg.

2. Pada variasi penambahan lumpur tinja, produksi biogas terbesar dihasilkan oleh reaktor dengan penambahan lumpur tinja paling besar yaitu 30% dengan biogas tertinggi yaitu 50L/hari pada hari ke 27-41 dan akumulasi biogas 1570,40 L/kg.

SARAN

1. Perlu penggunaan penangkap gas yang lebih besar agar tidak terjadi kehilangan gas yang dihasilkan pada malam hari (12 jam selama tidak dilakukan pengecekan)

2. Untuk mendapatkan hasil dekomposisi pada reaktor perlu diperhatikan proses pencampuran sampah dengan benar agar kondisi sampah didalam reaktor benar-benar homogen.

3. Perlu modifikasi pada lubang sampling pada reaktor yaitu bila perlu menambah jumlah lubang sampling agar didapatkan hasil sampel yang benar-benar mewakili.

4. Untuk penentuan variasi perlakuan jangan terlalu dekat jaraknya agar dapat diketahui perbedaan biogas yang dihasilkan antar masing-masing reaktor

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, A., dan Palupi, L. R. 2009. Tugas Akhir: Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Sirkulasi Terhadap Produksi Biogas Dalam Digester Anaerob. Surabaya: Jurusan Teknik Kimia, FTI-ITS.

Burke, P. E. 2001. Dairy Wastewater Anaerobic Digestion Handbook Environmental Energy Company. Olympia.

Carneiro, T. F., Pe´rez , M., dan Romero, L. I. 2008. “ Thermophilic Anaerobic Digestion Of Source-Sorted Organik Fraction Of Municipal Solid Waste”. Bioresource Technology 99: 6763– 6770.

Carneiro, T. F., Pe´rez , M., dan Romero, L. I. 2008. “Anaerobic digestion of municipal solid wastes: Dry thermophilic performance”. Bioresource Technology 99: 8180–8184.

Dalzell, H.W., Biddlestone, A.J., Gray, K.R, dan Thuraraijan, K. 1991. Soil Management: Compost Production and Use In Tropical and Subtropical Environment. Sol Bulletin 56. Food and Agriculture Organization of The United Nations.

Dong. L., Zhenhong, Y., Yongming, S. 2010. “Semi-dry mesophilic anaerobic digestion of water sorted organic fraction of municipal solid waste (WS-OFMSW)”. Bioresource Technology 101:2722–2728.

El Haq, P. S. 2010. Tugas Akhir: Potensi Lumpur Tinja Manusia Sebagai Penghasil Biogas. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP-ITS.

Habibi, F. M. 2006. Tugas Akhi: Pengaruh Kecepatan Pengadukan Dan Karakteristik Lumpur Dalam Mengolah Lumpur Tinja Dengan Digester Anaerobik Sistem Batch. Surabaya: Jurusan Teknik Kimia, FTI-ITS.

Harahap, F., Apandi, M., dan Ginting, S. 1980. Teknologi Gas bio. Bandung: Pusat Teknologi Pembangunan Institut Teknologi Bandung.

Kartikasari, D. 2008. Tugas Akhir: Pembuatan Briket Dari Komposit Lumpur IPLT Keputih, Surabaya Dengan Sampah Plastik HDPE dan LDPE Sebagai Alternatif Sumber Energi. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP-ITS.

Polprasert, C. 1996. Organik Waste Recycling. England: John Wiley & Sons Ltd.

Santoso, I. 2004. Revolusi Energi atau Mati, <URL:http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi/artikel&1104525170&7>.

Sudradjat , R. H. 2006. Mengelola Sampah Kota. Jakarta : Penebar Swadaya.

Tchobanoglous, G., Theisen, H., dan Vigil, S., A. 1993. Integrated Solid Waste Management. New York: McGraw-Hill, Inc.

Gambar

Gambar 1. Reaktor Anaerobik  Prosedur Percobaan
Tabel 1. Variasi Bahan Isian Reaktor  Reaktor  Variasi Bahan
Tabel 2. Kondisi awal semua reaktor
Gambar 4.  (a) Grafik perubahan pH dan produksi biogas pada pengaturan sampah  (b) Grafik perubahan pH dan produksi biogas pada penambahan lumpur tinja
+5

Referensi

Dokumen terkait

Kekhawatiran Meningkatnya Jumlah Pengungsi dan Kejahatan Lintas Batas Negara (Transnasional). Jika kedua rezim pengungsi tersebut diratifikasi, pemerintah berkewajiban

usus halus dan usus besar meningkat 10 x. Dalam 2 minggu , mikrobia usus halus ternak unggas dewasa yang khas akan terbentuk dan sesudah 30 hari, flora caecum akan berkembang

Tidak adanya hubungan antara perilaku pemakaian insektisida rumah tangga dengan riwayat kejadian DBD di rumah responden di Kota Denpasar, Kabupaten Badung, dan

14 Permasalahan yang ingin diangkat oleh penulis pada Putusan Nomor :22/Pid.Sus-TPK/2018/PN.PlK adalah Bahwa saksi yang tertangkap oleh KPK tidak ikut dijadikan

Dalam menjawab problematika dan tantangan yang dihadapi pendidikan Islam, maka ada beberapa solusi alternatif yang bisa dilakukan, antara lain paradigma baru pendidikan

Du dan Tang (2005) dalam penelitiannya menggunakan Love of Money Scale (LOMS), yaitu skala yang mengukur kecintaan terhadap uang melalui empat faktor utama yang

The general convention in the Django community is that any time a form class has a method that “knows” what action to take with the valid data, that method should be called save()

Karakteristik produk biodiesel yang dihasilkan dari ulat jerman dengan metode transesterifikasi langsung menggunakan pelarut dari perbandingan n-heksana metanol terbaik