• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. listrik dalam wujud reaktor nuklir. Pengembangan teknologi nuklir tidak hanya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. listrik dalam wujud reaktor nuklir. Pengembangan teknologi nuklir tidak hanya"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada awal abad ke-20, perkembangan teknologi telah mendatangkan beragam inovasi baru. Salah satunya adalah pengolahan beberapa unsur kimia menjadi senyawa radioaktif yang dapat digunakan sebagai tenaga pembangkit listrik dalam wujud reaktor nuklir. Pengembangan teknologi nuklir tidak hanya memberikan manfaat positif dari sisi sumber energi, tetapi program ini juga dapat memberikan dampak yang sangat mengerikan apabila terjadi kecelakaan di dalam proses pengelolaannya maupun ditujukan untuk pembuatan senjata nuklir.

Meskipun pada saat Perang Dunia ke-2 teknologi nuklir memang dikembangkan untuk pembuatan senjata militer, namun dampak radiasi nuklir akibat peristiwa yang terjadi di kota Hiroshima dan Nagasaki sangatlah mengancam peradaban umat manusia. Maka dari itu, dibutuhkanlah suatu institusi internasional seperti PBB untuk melakukan pembatasan terhadap program pengembangan nuklir. Melalui organisasi Dewan Keamanan yang bertugas menjaga keamanan internasional dan International Atomic Energy Agency (IAEA), PBB berhasil membuat sebuah aturan, yakni Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) tahun 1968, yang menegaskan bahwa pengembangan teknologi nuklir hanya boleh diperuntukkan untuk tujuan damai dan tidak lagi untuk pembuatan senjata militer.

(2)

Namun, meskipun pengembangan nuklir kini hanya ditujukan untuk pembuatan sumber energi yang baru, rupanya bencana yang terjadi akibat peristiwa Three Miles Island dan meledaknya reaktor nuklir pembangkit listrik di Kota Chernobyl tahun 1986, cukup mengagetkan dunia bahwa program pengembangan nuklir ini masih sangat berbahaya. Oleh karena itu, IAEA membentuk standar-standar keselamatan yang tercantum di dalam IAEA safeguards agreement dan additional protocols. Seluruh negara yang melakukan program pengembangan nuklir diwajibkan untuk mengadopsi ketentuan-ketentuan yanga ada di dalam standar-standar tersebut.

Selain membuat aturan keselamatan dalam menjalankan program pengembangan nuklir, IAEA juga memiliki tugas pengawasan dengan cara melakukan inspeksi berkala terhadap fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh negara-negara pengembang nuklir. Pengawasan yang dilakukan oleh IAEA diperlukan untuk mencegah adanya manipulasi terhadap standar-standar NPT. Hal ini dikarenakan adanya dual-use nature dari program tersebut. Dual-use nature yang dimaksud adalah berkaitan dengan dua senyawa yang dihasilkan dari pengayaan logam Uranium (U).

Pengayaan logam Uranium akan menghasilkan dua jenis senyawa olahan, yaitu Low Enriched Uranium (LEU) dan Highly Enriched Uranium (HEU). LEU merupakan senyawa yang digunakan sebagai bahan bakar reaktor nuklir penghasil listrik, sedangkan HEU adalah salah satu bahan fisil utama untuk pembuatan senjata nuklir (Kerr, 2009). Akibat dari dual-use nature inilah selain pengawasan, IAEA juga perlu melakukan inspeksi langsung secara rutin terhadap

(3)

negara-negara yang melakukan program pengembangan nuklir, salah satunya adalah Iran. Hal tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa program nuklir Iran tidak akan mengancam keamanan internasional, seperti halnya pembuatan senjata nuklir.

Iran telah melakukan program pengembangan nuklir sejak tahun 1950-an dan menjadi anggota dari NPT pada tahun 1968, tetapi Iran baru meratifikasinya pada tahun 1970 (NTI, 2015). Program pengembangan nuklir Iran sempat terhenti ketika adanya Revolusi Islam tahun 1979 dan kembali dilanjutkan pada tahun 1982 (Sahimi, 2003). Namun, ketika program tersebut dilanjutkan, IAEA mendapatkan laporan dari National Intelligence Council (NIC) Amerika Serikat tahun 1985 yang mengatakan bahwa adanya potensi manipulasi data dari pengayaan Uranium yang dilakukan oleh Iran (Kerr, 2009). Maka dari itu, IAEA membutuhkan keterbukaan dan kerjasama dari pemerintah Iran mengenai laporan aktivitas pengembangan nuklirnya beserta seluruh dokumen-dokumen terkait (Thielmann, 2009).

Berdasarkan data yang berhasil dihimpun hingga tahun 2002, IAEA mendapat informasi bahwa adanya kejanggalan dari aktivitas pengayaan yang dilakukan Iran serta adanya sebuah situs pengembangan nuklir, yakni Parchin yang belum teridentifikasi statusnya. Hal ini dikarenakan situs tersebut berada dalam penjagaan ketat oleh pihak militer Iran sehingga IAEA tidak mendapatkan izin melakukan inspeksi ke dalamnya. Permasalahan tidak diizinkannya IAEA melakukan inspeksi ke situs Parchin menjadi semakin kompleks ketika Mahmoud Ahmadinejad, yang menjadi presiden Iran pada tahun 2005, memutuskan untuk berhenti mengadopsi IAEA safeguard agreement (Bahri, 2012).

(4)

Hal ini tentu menyita perhatian yang besar dari IAEA, dan juga kekhawatiran jika program pengembangan nuklir tersebut disalahgunakan untuk kepentingan militer. Untuk itu, IAEA memberikan resolusi kepada Iran agar Iran bekerja sama di dalam proses inspeksi IAEA, khususnya memberikan akses penuh untuk masuk ke situs Parchin, menghentikan pengayaan Uranium yang berlebihan, serta mengadopsi protokol tambahan yang ada di dalam IAEA safeguards agreement, dengan pertimbangan bahwa IAEA tidak akan merujuk permasalahan tersebut kepada Dewan Keamanan PBB.

Namun, pemerintah Iran ketika itu tetap dengan tegas menyatakan akan berhenti untuk mengadopsi IAEA safeguards agreement maupun additional protocols. Meskipun demikian, IAEA tetap diberikan akses untuk melakukan inspeksi ke fasilitas-fasilitas nuklir Iran lainnya. Tetapi, khusus untuk situs Parchin yang dijaga oleh pihak militer Iran, akses inspeksi yang diberikan hanya sebatas pemantauan dari luar saja. Hal tersebut semakin meyakinkan IAEA bahwa terdapat campur tangan pihak militer Iran dalam aktivitas pengembangan nuklir yang tidak sesuai dengan ketentuan NPT.

IAEA kemudian merujuk permasalahan tersebut kepada Dewan Keamanan PBB. Keabsahan perujukan IAEA kepada Dewan Keamanan merupakan aturan tertulis yang ada pada statuta IAEA. Di dalam statuta tersebut dijelaskan bahwa apabila ada negara anggota NPT yang tidak mematuhi aturan, wajib untuk mengadopsi protokol tambahan di dalam IAEA safeguards agreement dan apabila tidak juga bersedia menaati protokol tambahan tersebut,

(5)

maka IAEA memiliki wewenang untuk merujukkan permasalahan kepada Dewan Keamanan PBB (Kerr, 2009).

Menurut Toukan dkk. (2010), untuk menyelesaikan permasalahan IAEA dengan Iran, Dewan Keamanan PBB menawarkan perjanjian jangka panjang. Namun, usulan tersebut ditolak dan pemerintah Iran tetap tidak memberikan akses secara penuh bagi IAEA untuk melakukan inspeksi ke situs Parchin. Hal ini membuat Dewan Keamanan PBB mengeluarkan enam buah resolusi sebagai suatu alternatif penyelesaian terhadap masalah ketidakpatuhan Iran dalam menjalankan program pengembangan nuklir. Resolusi-resolusi tersebut antara lain: Resolusi 1696 (Juli 2006), 1737 (Desember 2006), 1747 (Maret 2007), 1803 (Maret 2008), 1835 (September 2008), dan 1929 (Juni 2010).

Sejak resolusi pertama dikeluarkan tahun 2006, pemerintah Iran tetap tidak memberikan izin bagi IAEA untuk melakukan inspeksi ke situs Parchin. Hal tersebut membuat Dewan Keamanan mengkaji ulang ketentuan yang tercantum di dalam resolusinya dan memberikan sanksi kepada Iran (Christy dan Zarate, 2014). Pengkajian ketentuan beserta perluasan sanksi terus dilakukan oleh Dewan Keamanan hingga pada resolusi ke-6 di tahun 2010. Sanksi yang berupa embargo perdagangan dan pelayanan finansial telah memberikan dampak yang masif bagi Iran. Keadaan yang sulit ini membuat Iran harus mengubah sikapnya dengan cara bernegosiasi kembali dengan IAEA terkait pengadopsian IAEA safeguards agreement dan memberikan akses bagi IAEA untuk melakukan inspeksi ke situs Parchin. Tahun 2012 IAEA secara resmi dapat melakukan inspeksi secara total terhadap situs tersebut (Tempo, 2012). Fenomena ini membuat penulis tertarik

(6)

untuk meneliti lebih lanjut mengenai bagaimana resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB memaksa Iran untuk menyetujui inspeksi IAEA terhadap fasilitas pengembangan nuklir di Parchin tahun 2012.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan yang sudah diuraikan dalam latar belakang, penulis mengangkat sebuah rumusan masalah, yaitu “Bagaimana Resolusi Dewan Keamanan PBB memaksa Iran menyetujui inspeksi IAEA terhadap fasilitas pengembangan nuklir di Parchin tahun 2012?”

1.3 Batasan Masalah

Penulis memfokuskan bahasan penelitian ini pada bagaimana kekuatan dari Dewan Keamanan PBB termanifestasi ke dalam resolusi yang dikeluarkan sehingga mampu memaksa Iran untuk menyetujui inspeksi IAEA terhadap fasilitas pengembangan nuklir di Parchin. Pengambilan fokus tersebut dikarenakan sebelumnya Iran tidak memberikan izin kepada IAEA untuk melakukan inspeksi ke situs Parchin yang dijaga ketat oleh pihak militer Iran. Namun, setelah dikeluarkannya beragam resolusi Dewan Keamanan PBB hingga tahun 2010, Iran baru mau bernegosiasi kembali dengan IAEA untuk bekerja sama dan memberikan akses inspeksi ke situs tersebut. Adapun lokus tahun yang diambil dalam penelitian ini adalah tahun 2006-2012. Hal ini dikarenakan tahun 2006 adalah resolusi pertama yang dikeluarkan Dewan Keamanan PBB kepada Iran. Kemudian, akses tersebut baru direalisasikan pada tahun 2012.

(7)

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kekuatan Dewan Keamanan PBB yang termanifestasi ke dalam resolusi untuk memaksa Iran menyetujui inspeksi IAEA terhadap fasilitas pengembangan nuklir Iran di Parchin tahun 2012.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1.5.1 Manfaat Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan referensi bagi mahasiswa program studi Hubungan Internasional maupun akademisi jurusan lainnya yang ingin mengkaji isu serupa terkait kekuatan (power) yang dimiliki suatu organisasi internasional yang dapat mempengaruhi kebijakan di suatu negara.

1.5.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai media informasi bagi masyarakat umum mengenai bagaimana suatu organisasi internasional dapat mempengaruhi kebijakan suatu negara, salah satunya dalam menangani isu pengembangan program nuklir.

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan, penelitian ini akan diuraikan menjadi lima bab, yaitu:

(8)

BAB I: Bab ini akan menguraikan mengenai latar belakang permasalahan, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II: Bab ini akan menguraikan mengenai kajian pustaka dan kerangka pemikiran yang terdiri atas teori beserta konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB III: Bab ini akan menguraikan mengenai metodologi penelitian yang terdiri atas jenis penelitian, jenis data, unit analisis, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik penyajian data. BAB IV: Bab ini akan membagi pembahasan menjadi beberapa sub bab. Sub bab pertama akan memaparkan mengenai gambaran umum dari objek penelitian yang mencakup gambaran umum teknologi nuklir, gambaran umum IAEA, serta sejarah dan kronologis polemik nuklir Iran. Sub bab kedua akan memaparkan mengenai analisis hasil temuan dengan menggunakan teori arsitektur organisasi dan konsep legal rational organization serta konsep the power of IOs.

BAB V: Bab ini akan menguraikan mengenai kesimpulan dan saran yang dapat ditarik dari hasil bahasan penelitian. Kesimpulan dan saran akan ditulis dalam bentuk rangkuman secara singkat berdasarkan fakta dan data seperti yang telah dipaparkan dalam bab empat sebelumnya.

Referensi

Dokumen terkait

4.55 Taburan Kekerapan Dimensi Niat Untuk Menggunakan E-Aduan PBT 261 4.56 Keputusan Ujian Korelasi Antara Dimensi Sikap Dengan Niat/Hasrat 263 4.57 Keputusan Ujian Korelasi

Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah ada perbedaan hasil belajar siswa pada materi Elastisitas melalui model pembelajaran

Dalam rangka pencapaian target kebijakan moneter melalui operasi pasar terbuka dan operasi pasar terbuka syariah dengan instrumen SBI dan SBIS akan mempengaruhi

Aplikasi PSB online tersebut tidak mendukung untuk diterapkan oleh kedua kota tersebut, karena aplikasi tersebut hanya mendukung pada satu proses bisnis PSB Online tertentu.Untuk

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan small sided games dapat meningkatkan kebugaran jasmani dan keterampilan bermain sepakbola.. Kebugaran jasmani dan keterampilan

Untuk tujuan perbandingan, beberapa akun dalam laporan keuangan konsolidasi untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Maret 2006 telah direklasifikasi agar sesuai penyajiannya dengan

Rancangan penelitian dengan menggunakan metode Taguchi yang mengacu pada matriks Orthogonal Array dengan menggunakan 3 level dan 4 faktor kendali yaitu frekuensi, ketebalan

Padahal tanpa disadari masyarakat telah melakukan berbagai aktivitas dengan meggunakan konsep dasar matematika seperti aktivitas mengukur (panjang, luas, volume, dan