• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang, sebagian besar perekonomiannya ditopang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang, sebagian besar perekonomiannya ditopang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara berkembang, sebagian besar perekonomiannya ditopang

oleh sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) serta Usaha Besar. Peranan

UMKM tidak lagi dipandang sebelah mata terutama sejak krisis moneter tahun 1998

dimana UMKM ternyata mampu bertahan dan berperan dalam pemulihan ekonomi

nasional sementara sektor korporat membutuhkan waktu yang lama dalam pemulihannya.

Produk-produk UMKM umumnya menggunakan bahan-bahan lokal baik sumber daya

manusia maupun sumber daya alam. Pada saat kenaikan kurs dolar Amerika Serikat (AS),

sektor ini tidak saja dapat bertahan hidup tetapi justru mendapatkan perolehan ekspor

yang meningkat tajam.

Pada tahun 2009 perekonomian Indonesia yang dalam kondisi resesi ekonomi

global, mampu mengalami pertumbuhan mencapai 4% pada triwulan kedua sementara

banyak negara lain mengalami penurunan. Sesungguhnya sektor UMKM mempunyai

potensi yang besar atas kekuatan domestik bila dapat dikelola dan dikembangkan dengan

baik sehingga menciptakan fondasi yang kokoh. Data dari Departemen Koperasi dan

UKM menunjukkan jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) tahun 2009

meningkat dibanding tahun 2008 seperti terlihat dalam Tabel 1. Jumlah Unit Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar Tahun 2008-2009 berdasarkan

tabel tersebut dapat dilihat perkembangan jumlah UMKM periode 2008-2009 mengalami

peningkatan sebesar 2,64 persen yaitu dari 51.409.612 unit pada tahun 2008 menjadi

52.764.603 unit pada tahun 2009 dan dari jumlah itu usaha mikro mendominasi sampai

(2)

Tabel 1. Jumlah Unit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar Tahun 2008-2009.

Tahun 2008*) Tahun 2009**) Perkembangan No Skala Usaha Jumlah

(unit) Pangsa (%) Jumlah (unit) Pangsa (%) Jumlah (unit) Pangsa (%) 1 Usaha Mikro 50.847.771 98,90 52.176.795 98,88 1.329.024 2,61 2 Usaha Kecil 522.124 1,02 546.675 1,04 24.551 4,70 3 Usaha Menengah 39.717 0,08 41.133 0,08 1.416 3,57 4 Usaha Besar 4.650 0,01 4.677 0,01 27 0,58 Jumlah 51.414.262 52.769.280 1.355.018 2,64

Keterangan: *) Angka sementara **) Angka sangat sementara

Sumber : Kementerian negara koperasi dan UKM (2010)

Indonesia seperti kebanyakan negara-negara berkembang lainnya, terdapat

berbagai macam kendala yang signifikan dalam memulai suatu usaha. Pengusaha yang

akan mencoba untuk memulai suatu usaha, umumnya dihadapkan pada masalah

mendasar yang secara garis besar mencakup: pertama, kesulitan dalam struktur

permodalan dan keterbatasan dalam mengakses sumber-sumber pembiayaan dari

lembaga-lembaga keuangan; kedua, kesulitan didalam pengembangan usahanya atau

penguatan usahanya; ketiga, kelemahan pada organisasinya terkait dengan kemampuan

manajemen sumber daya manusia yang masih kurang; keempat, adanya keterbatasan

jaringan kerjasama antar pengusaha maupun dengan lembaga-lembaga yang terkait serta

dengan pemerintah. Permasalahan tersebut dapat menyebabkan rentannya pengusaha

terhadap kegagalan dalam menjalankan usahanya, terutama pada fase start-up (tahapan

dalam memulai suatu usaha baru).

Inkubator Bisnis dan Teknologi (IBT) merupakan salah satu model alternatif

(3)

bersifat perorangan maupun kolektif dan operasionalnya sesuai dengan permasalahan

yang dihadapi oleh pengusaha, dalam rangka menciptakan dan menumbuhkan dunia

usaha yang kuat, efisien, tangguh dan dapat memberikan sumbangan terhadap

perekonomian nasional, terutama bagi Usaha Kecil dan Menengah (Hubeis, 2009). IBT

tidak mengikutsertakan usaha mikro, mengingat inkubator lebih bermanfaat apabila

bergerak dalam tatanan UKM yang membutuhkan penerapan teknologi untuk

meningkatkan nilai tambah bagi usahanya. Menurut Lalka (1996), tujuan umum dalam

perwujudan konsep inkubasi diantaranya adalah komitmen untuk: pertama,

mempromosikan kegiatan kewirausahaan yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan di

area yang terpengaruh oleh pengurangan vitalitas ekonomi pekerja tradisional; kedua,

modernisasi basis teknologi suatu negara dengan pengembangan usaha berteknologi

tinggi, meliputi usaha dari perusahaan besar atau universitas; ketiga, mendukung

pengembangan keberlanjutan masa depan ekonomi kelompok yang ditargetkan, yaitu

penduduk pedesaan, imigran dan masyarakat minoritas yang menentang diskriminasi.

Model inkubator bisnis telah banyak digunakan pada berbagai negara di dunia

seperti di Amerika Serikat, business model sistem inkubasinya terdiri dari tiga tahapan

yaitu tahap pra inkubasi, inkubasi, dan pasca inkubasi. Model inkubator bisnis diterapkan

sebagai suatu pendekatan dalam pengembangan UKM untuk berbagai bidang usaha.

Didalam penerapannya pada berbagai kondisi negara yang berbeda sangat dimungkinkan

adanya suatu adaptasi, sesuai dengan kondisi pada masing-masing tempat serta bidang

usaha yang dibinanya. Namun demikian, adaptasi yang dilakukan tidak menghilangkan

ciri khas inkubator bisnis itu sendiri yaitu pertama, adanya unsur-unsur dari inkubator

(4)

adanya proses seleksi terhadap calon tenant yang akan dibina melalui program inkubasi.

Ketiga, adanya durasi atau waktu tertentu dalam proses pembinaan terhadap para

tenantnya. Keempat, adanya proses kelulusan terhadap para tenant dari program inkubasi

(Setiawan, 2004).

Sejak pertama kali diprakarsai oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil pada

tahun 1994, inkubator bisnis dan teknologi di Indonesia telah didirikan oleh lembaga

pemerintah (Purwadaria, 2006), terutama oleh lembaga perguruan tinggi maupun

lembaga swasta di Indonesia. Lima inkubator pertama yang didirikan yaitu Pusat

Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPIPTEK) Serpong, Institut

Pertanian Bogor (IPB) Bogor, Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo, Institut

Teknologi Surabaya (ITS) Surabaya, dan Freeport Tembagapura. Pada masing-masing

perguruan tinggi tersebut memiliki bidang usaha yang berbeda atau spesifik seperti

agribisnis dan agroindustri, kerajinan, industri, manufaktur, bisnis umum serta informasi

dan teknologi (IT).

Indonesia hingga sekarang telah berkembang sekitar 32 IBT dari Sumatera Utara

sampai Papua baik di perguruan tinggi, departemen pemerintah, maupun swasta

(Panggabean, 2005). Dengan perkiraan pendampingan UKM Residence oleh inkubator

yang masih beroperasional adalah rata-rata 5 buah per tahun per inkubator untuk klien

residence, maka jumlah UKM yang dibina oleh inkubator hanya sekitar 100-125 per

tahun. Jumlah ini tidak memadai mengingat jumlah UKM yang tersebar di Indonesia

mencapai ratusan ribu, sedangkan di Malaysia rata-rata jumlah klien residence yang

dibina melalui program inkubasi sebesar 25 UKM per inkubator (infoDev, 2010).

(5)

langsung bahwa peran IBT belum dirasakan oleh UKM. Mengingat keterbatasan yang

ada pada UKM di Indonesia untuk melakukan inovasi dibidang iptek, maka dukungan

lembaga riset atau kegiatan riset yang didanai negara sangat diperlukan bagi masyarakat

UKM. Oleh karena itu, peran proaktif dari lembaga riset atau pelaksana riset untuk

melakukan komunikasi secara timbal-balik dan dinamis dengan masyarakat UKM sangat

diperlukan.

IBT memberikan pelayanan yang unik terhadap kliennya yaitu berupa

pendampingan sehari-hari kepada UKM binaannya dengan menyediakan tempat bagi

UKM untuk melakukan kegiatan produksi didalam gedung IBT. UKM binaan IBT

disebut sebagai klien (tenant), yang melakukan kegiatan produksi di dalam IBT disebut

sebagai klien residence (inwall tenant). Disamping itu, IBT juga melayani klien non

residence atau outwall tenant yang merupakan UKM yang memiliki tempat untuk

melakukan produksi sendiri di luar IBT.

Dalam penerapannya, IBT mengedepankan pendampingan UKM berbasis inovasi

teknologi yang sekarang ini menjadi program APEC. Pendampingan inovasi teknologi

diberikan setiap hari seiring dengan produksi komersial UKM. Disamping memberikan

pendampingan berupa kesempatan menyewa ruang produksi, juga adanya pendampingan

bagi kliennya berupa konsultasi kewirausahaan, manajemen, penerapan teknologi, akses

terhadap pasar dan fasilitas terhadap lembaga keuangan. Secara umum, pelayanan

tersebut diberikan selama 3 tahun. IBT membentuk jejaring bukan saja dengan lembaga

pemerintahan tetapi juga dengan modal ventura, CSR perusahaan swasta, Kamar Dagang

Industri (KADIN), dan lembaga internasional. Kelulusan suatu klien merupakan aspek

(6)

melebihi kemampuan IBT dalam menyediakan ruang fisik atau telah mencapai tujuan

dari pengembangan usahanya maupun setelah periode tertentu misalnya tiga tahun

(Purwadaria, 2007). Setelah itu UKM dapat berkembang dengan mandiri di luar IBT.

Setiap inkubator bisnis dan teknologi di Indonesia memiliki business model

sistem inkubasi yang berbeda-beda, dimana pengertian dari business model sistem

inkubasi yaitu tahapan-tahapan yang dilakukan oleh pihak inkubator dalam merekrut

kliennya, kemudian dilanjutkan proses pendampingan terhadap kliennya, hingga proses

kelulusan terhadap kliennya. Sebagai contoh business model yang diterapkan pada

inkubator A dalam merekrut kliennya, dimana pihak klien yang menentukan programnya

terlebih dahulu baru setelah itu pihak inkubator melihat keadaan pasarnya. Selain itu,

Inkubator A juga menyediakan program pasca inkubasi yaitu layanan-layanan yang

diberikan oleh pihak inkubator kepada klien yang telah lulus. Pada Inkubator E

ditentukan programnya terlebih dahulu baru setelah itu mengundang klien untuk masuk

ke dalam inkubator. Selain itu, Inkubator E memiliki program mentoring yaitu program

yang diikuti oleh calon klien sebelum masuk program inkubasi, dimana program ini tidak

dimiliki oleh Inkubator A.

Dari berbagai business model sistem inkubasi yang ada menunjukan tingkat

keberhasilannya pun berbeda-beda, terdapat program yang bagus untuk diterapkan tapi

tidak dilaksanakan di tempat lain. Untuk merumuskan business model sistem inkubasi

yang paling sesuai. Pertama, perlu diidentifikasi business model sistem inkubasi yang

digunakan inkubator. Dimulai dari proses perekrutan kliennya, pada tahap pra inkubasi,

kemudian tahapan inkubasi hingga tahapan pasca inkubasi. Kedua perlu dikaji kinerja

(7)

dapat diketahui model itu bagus atau kurang bagus.

Berdasarkan kedua informasi inilah yang digunakan untuk perumusan business

model sistem inkubasi yang dapat menjadi acuan bagi inkubator di Indonesia. Pada tahun

2011 sedang ada usaha untuk merumuskan kebijaksanaan pemerintah tentang inkubator,

sehingga diharapkan program IBT dapat didukung secara terpadu oleh berbagai

kementerian, perbankan dan CSR dari sektor swasta. Melihat beberapa kondisi tersebut

perlu dilakukan studi mengenai pengaruh business model sistem inkubasi terhadap

kinerja inkubator.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk merumuskan business model sistem inkubasi yang paling ideal diperlukan

informasi mengenai : (1) penerapan business model sistem inkubasi dari masing-masing

inkubator yang menjadi obyek penelitian dan (2) kinerja masing-masing business model

sistem inkubasi tersebut. Kedua informasi inilah yang digunakan untuk merumuskan

business model sistem inkubasi yang dapat menjadi acuan bagi inkubator di Indonesia.

Berdasarkan kondisi tersebut maka dapat dirumuskan bahwa permasalahan yang akan

diteliti, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana business model sistem inkubasi yang digunakan inkubator dalam

mengembangkan UKM klien inkubator?

2. Bagaimana kinerja setiap business model sistem inkubasi yang diterapkan inkubator

dalam mengembangkan UKM klien inkubator?

3. Business model sistem inkubasi apa yang dapat menjadi acuan bagi Inkubator di

(8)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan :

1. Mengidentifikasi dan mengelompokkan business model sistem inkubasi yang

digunakan inkubator dalam mengembangkan UKM Klien inkubator.

2. Menganalisis kinerja tiap business model sistem inkubasi dalam mengembangkan

UKM klien inkubator.

3. Merumuskan rekomendasi business model sistem inkubasi yang dapat menjadi acuan

bagi Inkubator di Indonesia.

                               

(9)

                     

Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB

Gambar

Tabel 1. Jumlah Unit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar  Tahun 2008-2009

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian diperoleh kemajuan pada anak autisme yang menjalani terapi perilaku, terapi wicara dan terapi okupasi dengan diet CFGF dan tanpa diet CFGF

Terdapat perbedaan bermakna skor apgar pada bayi yang lahir dengan bedah sesar yang penggunaan tehnik anestesi umum dan analgesi spinal dimana skor apgar bayi

Guru menugaskan peserta didik supaya memperlihatkan rubrik “Insya Allah Aku Bisa” dalam buku teks kepada orang tuanya dengan memberikan komentar dan paraf (halaman terakhir

Puji syukur dan terima kasih kepada Allah SWT atas segala berkah dan ridhonya sehingga dapat terselesaikannya skripsi yang berjudul AKTIVITAS INHIBISI DIPEPTIDYL

Dari hasil analisis dan pembahasan diperoleh bahwa banyaknya tanaman jagung dan banyaknya jagung muda mempengaruhi hasil produksi jagung artinya keterlibatan kedua

disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak.. diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas

a) Wawancara adalah metode pengumpulan data yang sudah mapan, dan beberapa sifat yang unik masih banyak dipakai. Hubungan baik dengan orang yang diwawancarai dapat

Data jumlah pasar, toko, supermarket, minimarket, koperasi, bank unit di kecamatan Solo, Kr.. Poris Plawad